IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 3 tahun
Agama : Islam
No. RM : 709308
2.2 Anamnesis
1
kuning berbau (+) lendir (-) darah (-), pasien tidak mau makan dan hanya minum
sedikit, pasien minum susu formula 2 botol dalam sehari dan minum air putih.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak pernah demam tinggi disertai ruam kulit pada kedua tangan dan
kedua kaki sebelumnya.
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.
4. Riwayat Pengobatan :
9. Riwayat Perkembangan :
Perkembangan pasien sesuai usia anak normal.
10. Riwayat Diit :
Saat sehat pasien makan nasi dan minum susu, pasien minum susu formula
sejak usia 1 tahun. Saat pasien sakit tidak mau makan dan hanya minum sedikit.
2
1.3 Objektif
Kesadaran : Composmentis
Berat badan : 14 kg
Suhu : 38.5°C
• Dinding Dada
• Jantung
3
Perkusi : Batas jantung normal
• Paru
Perkusi : Sonor
5. Abdomen
6. Ekstremitas
- Ptekie (-)
4
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Nama
23/09/18 24/09/18 25/09/18 Nilai Normal
Pemeriksaan
LED 12 4 4 0 – 15
PCV 38 43 41 40 – 50 %
MCV 71 70 70 80 – 94
MCH 24 23 23 26 – 32
MCHC 34 33 33 32 – 36
Nama
26/09/18 27/09/18 28/09/18 Nilai Normal
Pemeriksaan
LED 8 20 23 0 – 15
PCV 37 37 33 40 – 50 %
MCV 69 69 70 80 – 94
MCH 24 24 24 26 – 32
MCHC 35 34 34 32 – 36
5
Pemeriksaan Urine Lengkap 24/09/18
Protein ++ 75 Negatif
Glukose + 50 Negatif
Sed.L.
E. 2–3 0 – 1 plp
• Inj Ranitidin 2 x 15 mg
• Psidii 2 x 1 cth
6
1.9 Monitoring
• Balance cairan
• Asupan
• Keluhan
• TTV
• Hasil lab
1.10 Edukasi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Dengue
2.1 Definisi
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak
merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus.
Penyakit-penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem
tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan
imunitas spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan
terhadap infeksi. 1
Dengue merupakan salah satu penyakit virus yang memiliki penyebaran paling
luas di dunia. Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
Virus dengue ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan beberapa spesies
Aedes lainnya (Ae. albopictus, Ae. polysiensis, Ae. scutellaris complex). 2
2.2 Epidemiologi
Dengue merupakan penyakit endemik di daerah tropik dan subtropik (antara
lintang 30o Utara dan 40o Selatan). Sekitar 3 milyar orang memiliki risiko untuk
terinfeksi. Sekitar 75% kasus dengue terjadi di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik
Barat. Sekitar 50-100 juta kasus dengue didiagnosis di dunia per tahun, dengan
beberapa ratus ribu kasus diantaranya merupakan kasus berat. Dengue menyebabkan
kematian sekitar 20 ribu kasus du seluruh dunia per tahun. Angka ini melebihi jumlah
kematian akibat demam berdarah viral yang disebabkan virus yang lain.
Terdapat ekspansi infeksi dengue yang signifikan dalam beberapa dekade
terakhir yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: pertumbuhan penduduk,
urbanisasi, peningkatan perjalanan dari dan ke daerah endemik. Walaupun dengue
sebelumnya merupakan penyakit infeksi yang terutama terjadi di anak-anak, saat ini
dengue terjadi pada semua kelompok umur.
Wabah terjadi apabila terdapat serotipe virus dengue yang endemik secara
simultan ataupun epidemik secara sekuensial, serta bila sering terdapat infeksi dengan
serotipe heterologus. Di daerah endemik, kasus demam berdarah biasanya
berhubungan dengan infeksi dengue sekunder, atau infeksi primer pada bayi kurang
dari 1 tahun yang lahir dari ibu dengan imunitas terhadap dengue. 2
World Health Organization melaporkan telah terjadi lonjakan laporan kasus
infeksi dengue baik di daerah tropik maupun subtropik di Asia. Pada awalnya infeksi
virus dengue hanya terjadi di daerah perkotaan, namun saat ini telah meluas ke daerah
pedesaan. Infeksi dengue merupakan penyebab perawatan dan kematian pada anak-
8
anak dan dewasa muda. Indonesia merupakan negara yang paling tinggi melaporkan
kasus infeksi dengue setiap tahun. 3
2.3 Etiologi
Infeksi dengue disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dengue,
yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4 yang merupakan virus RNA single-
stranded dari famili Flaviviridae dan genus Flavivirus. Virus dengue juga merupakan
virus vector-borne (Arbovirus) yang penting di samping virus chikungunya, Zika,
West Nile virus, yellow fever virus, Japanesse encephalitis (JE) virus, St. Louis
encephalitis virus. Seseorang yang tinggal di daerah endemik dengue dapat terinfeksi
lebih dari satu kali selama hidupnya oleh serotipe yang sama atau yang berbeda.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain.
Virus dengue termasuk arthropod-borne virus, yang ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes (Stegomyia) agypti atau Ae. albopictus. Transmisi dari nyamuk
ke manusia terjadi baik secara epidemik atau endemik. Masa inkubasi virus dengue
dalam darah nyamuk 8-12 hari sebelum menularkan kepada individu yang rentan.
Sekali nyamuk terinfeksi, virus dengue akan menetap seumur hidup nyamuk dan
dapat menularkan kepada manusia yang digigitnya. Transmisi dapat juga terjadi
secara vertikal dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya atau saat melahirkan. 3
2.6 Patogenesis
9
Dari studi in-vitro dan autopsi diduga terdapat tiga organ penting yang terlibat
dalam patogenesis infeksi dengue yaitu sistem imun, hati, dan sel endotel pembuluh
darah. Virus masuk ke dalam tubuh manusia diawali dengan gigitan nyamuk yang
mengandung virus dengue. Setelah virus masuk ke dalam aliran darah akan terjadi
infeksi sel Langerhans imatur (epidermal dendritic cells dan keratinocytes) yang ada
di lapisan epidermis dan dermis. Sel yang terinfeksi akan memasuki kelenjar limfe
dan selanjutnya terjadi infeksi sel monosit dan makrofag yang menjadi target infeksi
dengue dan terjadi viremia. Viremia primer tersebut akan mengakibatkan infeksi pada
monosit dan mielosit yang bersirkulasi pada akhirnya terjadi infeksi pada makrofag
yang berada di dalam hati dan limpa.
Respons imun pada infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue yang
berbeda, diawali oleh IgG anti dengue yang telah ada dengan kadar yang tinggi, dan
selanjutnya akan membentuk kompleks imun dengan virus dengue yang baru masuk
(kompleks antigen-antibodi). Kompleks imun yang terjadi tersebut mengakibatkan
uptake virus oleh reseptor sel monosit/makrofag meningkat, replikasi virus
meningkat, sehingga viral load juga meningkat. Sel mononuklear yang terinfeksi akan
mati (apoptosis), namun sel dendrit akan terangsang untuk mengeluarkan mediator
yang akan berperan dalam inflamasi dan hemostasis. Sel yang terinfeksi dan viremia
yang terjadi akan berperan dalam menghasilkan sitokin pro-inflamasi dan anti-
inflamasi. Saat terjadi syok, virus sudah tidak dapat dideteksi lagi sehingga respons
pejamu akan memegang peran penting pada patogenesis infeksi dengue. Hati
merupakan organ penting, peningkatan enzim transaminase berhubungan dengan
peningkatan tendensi terjadinya perdarahan. Virus dengue juga mengakibatkan
kematian sel hepatosit dan nekrosis, walaupun reaksi inflamasi dalam jaringan hati
sangat terbatas.
Sel endotel pembuluh darah memegang peran dalam respons koagulasi akibat
inflamasi. Keterlibatan sel endotel terutama pada pembuluh darah pulmonal dan
abdominal. Dalam studi in-vitro tampak replikasi virus yang mengakibatkan kelainan
fungsi endotel dan tidak terjadi perusakan morfologi sel. Pada autopsi dijumpai
apoptosis pada sel endotel di paru dan abdomen, hal tersebut yang menyebabkan
perembesan plasma hanya terbatas pada jaringan paru dan abdomen. Sehingga hanya
terjadi efusi pleura dan asites sedangkan edema tidak terjadi tempat lain.
Peran sel T pada patogenesis virus dengue juga sangat penting. Berdasarkan
penelitian in-vitro dan in-vivo, dilaporkan bahwa aktivasi sel T berperan pada
terjadinya perembesan plasma (plasma leakage). Interaksi antigen-prensenting cell
(APC) dan sel T akan memicu proliferasi dan produksi sitokin pro-inflamasi. Sitokin
tersebut secara langsung berdampak pada endotel vaskular sehingga terjadi
perembesan plasma. Terjadinya perembesan plasma merupakan patogenesis yang
terjadi pada DBD dan tidak terjadi pada DD, maka pada DBD dapat terjadi syok
hipovolemik. 3
10
like syndrome) atau demam dengue, dan pada infeksi berat disertai gangguan
koagulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, selanjutnya akan diikuti dengan syok
hipovolemik. 3
Demam dengue memiliki masa inkubasi sekitar 4-6 hari (berkisar antara 3-14
hari). Demam dengue ditandai oleh panas tinggi mendadak disertai menggigil. Panas
biasanya antara 39o - 40o C, bifasik dan berlangsung sekitar 5-7 hari pada kebanyakan
kasus. Seringkali disertai dengan wajah kemerahan (flushing) serta nyeri kepala.
Dapat terjadi ruam difus di kulit, dengan bentuk makulopapular atau rubeliformis
pada hari ke-3 atau 4, ruam perlahan menghilang pada akhir fase panas atau awal fase
defervesens. Gejala konstitusional lainnya bervariasi, nyeri retro orbital, fotofobia,
nyeri punggung, nyeri otot, nyeri persendian/tulang, anoreksia, pengecapan berubah,
konstipasi, nyeri kolik, nyeri perut, nyeri tenggorok, depresi. Keluhan dan gejala
tersebut biasanya bertahan beberapa hari.
Pada daerah endemis, tes torniket positif dan leukopenia (leukosit ≤ 5000
3
sel/mm ) dapat menjadi dugaan diagnosis dini infeksi dengue dengan positive
predictive value 70-80%. Total leukosit pada onset panas biasanya normal, dan
kemudian menurun dengan neutrofil yang menurun. Trombosit dapat normal,
menurun ringan (100.000-150.000 sel/mm3), ataupun kurang dari 100.000 sel/mm3
(sebagian besar kasus), jarang didapatkan trombosit < 50.000 sel/mm3. Bisa
didapatkan peningkatan hematokrit ringan sekitar 10% akibat dehidrasi (panas tinggi,
muntah, anoreksia atau intake oral yang kurang). Enzim liver biasanya meningkat.
Beberapa tanda bahaya (warning signs) yang menunjukkan potensi yang lebih
besar untuk terjadinya komplikasi infeksi dengue yang lebih berat, antara lain, tidak
ada perbaikan saat fase afebril, muntah persisten, nyeri perut berat, kelemahan badan,
perdarahan, menggigil, oligouria/anuria dalam 4-6 jam, serta akral dingin, pucat dan
basah. 2
11
Gambar 1. Manifestasi infeksi virus dengue menurut WHO (2005)
Sumber : WHO (2005)
12
Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan untuk membantu diagnosis dan
terapi)2:
Foto Toraks
USG Abdomen
Elektrokardiografi
2.10 Tatalaksana
Pada kasus tersangka infeksi dengue yang perlu diperhatikan adalah adakah
warning signs sebagai gejala awal dari kegawatan. Jika terdapat warning signs segera
rawat, namun jika tidak ada dapat berobat jalan kecuali terdapat komorbiditas atau
indikasi sosial. Pada saat dipulangkan diberikan nasehat jika terdapat warning signs
segera kembali ke fasilitas kesehatan yang mengirim untuk dinilai kembali apakah
perlu perawatan atau tidak3.
13
Gambar 2. Tatalaksana Tersangka Infeksi Dengue
Sumber : Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis 2010
2.11 Komplikasi 4
Orkhitis atau ofaritis
Keratistsis
Retinitis
Bebergai kelaianan neurologis (penurunan kesadaran, paralisis sensorium
yang bersifat sementara, meningismus dan ensefalopati)
2.12 Pencegahan
Pencegahan infeksi dengue terdiri dari pengendalian vektor, penyuluhan dan
peran serta masyarakat, kewaspadaan dini dan penanggulangan KLB, serta pemberian
vaksinasi3.
2.13 Prognosis
Sebagian besar kasus dengue akan membaik setelah 7 hari. Post-dengue
sekuele dapat terjadi sampai beberapa minggu atau bulan, namun biasanya bukan
kondisi yang serius, misalnya: astenia, rambut rontok, dan badan lemah. Kematian
terutama karena komplikasi syok atau perdarahan akibat dengue berat. Morbiditas dan
mortilitas dapat terjadi karena komplikasi lain terkait manifestasi atipikal, adanya
faktor risiko tinggi atau adanya penyakit komorbid. Bila tidak diterapi, dengue berat
14
akan menyebabkan kematian sampai 20%, namun demikian jumlah tersebut
berkurang menjadi 1% bila diterapi secara dini dan benar2.
B. Dehidrasi
2.1 Definisi
Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh
karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau
kombinasi keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak
daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga disertai dengan
hilangnya elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan
tanda yang mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih
sesuai dengan derajat dehidrasi yang ada5.
15
dalam waktu 5 hari
jika tidak membaik
Sumber : WHO, 2005, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, WHO, Jakarta
16
berikan juga 100-200ml air masak selama masa ini, untuk usia >6
bulan tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali asi dan
oralit. Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut, usia <6 bulan
½ tablet per hari, >6 bulan 1 tablet per hari.
ii. Dehidrasi berat
Beri cairan intravena segera ringer laktat atau NaCl 0,9%. Usia
<1 tahun 30ml/BB 1 jam pertama kemudian 50ml/BB per 5 jam,
>1 tahun 30ml/BB 30 menit pertama, kemudian 50ml/BB 2 ½
jam.nilai kembali tiap 15-30 menit serta diberikan oralit 5ml/kg/jam
jika bisa minum biasanya 3-4 jam untuk bayi dan 1-2 jam untuk
anak serta berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut.
17
Sumber : WHO, 2005, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, WHO,
Jakarta
18
2.7 Recana Terapi B pada dehidrasi ringan-sedang
Sumber : WHO, 2005, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, WHO,
Jakarta
C. Moniliasis
2.1 Definisi
19
Kandidiasis atau Moniliasis merupakan penyakit akibat infeksi kandida baik
primer maupun sekunder terhadap penyakit lain. Penyebab utama adalah Candida
albicans, tetapi dikenal beberapa spesies lain yang dapat hidup pada manusia antara
lain, C. stellatoidea, C. tropicalis, C. pseudotropicalis, C. krusei, C. parapsilosis, dan
C. guilliermondii. Jamur ini telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-17, dan
penyakit ini banyak dihubungkan dengan higiene yang tidak baik. Beberapa ahli
mengatakan penyakit ini berhubungan dengan infeksi pada saat dilahirkan dengan
sumber infeksi dari kandungan ibunya, serta alat minum yang tidak bersih dan tangan
perawat yang tercemar jamur merupakan faktor penyebaran penyakit ini. Pemberian
antibiotik dalam jangka waktu lama akan menyebabkan suburnya candida dan juga
oportunitis lain yang hidup dalam tubuh sebagai saproba yang dapat berubah menjadi
patogen4.
2.2 Epidemiologi
Infeksi jamur pada anak merupakan 14% dari seluruh penderita penyakit kulit,
nomor 2 setelah skabies. Di rumah sakit lain tercatat prevalensi penyakit jamur kulit
sebesar 10.5%. Urutan insidens penyakit jamur kulit di sub-bagian kulit anak
FKUI/RSCM Jakarta adalah pitiriasis versikolor 30%, kandidosis 15%, tinea korporis
14%, tinea kapitis 10%, dan penyakit jamur lain di bawah 10%4.
2.3 Etiologi
Penyebab utama adalah Candida albicans, tetapi dikenal beberapa spesies lain
yang dapat hidup pada manusia antara lain, C. stellatoidea, C. tropicalis, C.
pseudotropicalis, C. krusei, C. parapsilosis, dan C. guilliermondii.
20
Faktor risiko yang memudahkan invasi jamur ke jaringan 4:
Adanya rangsangan setempat yang terus menerus pada lokasi tertentu oleh
cairan yang menyebabkan pelunakan kulit misalnya air pada sela jari kaki,
kencing pada pantat bayi, keringat pada daerah lipatan kulit, atau akibat liur di
sudut mulut orang lanjut usia
Adanya penyakit tertentu seperti gizi buruk, penyakit darah, dan keganasan
Tindakan atau prosedur medis serta alat yang digunakan
2.6 Patofisiologi
Kolonisasi Blastospora dari Candida secara adherens ke selaput mukosa atau
lapisan epitel kulit merupakan awal dari proses infeksi, sebelum proses terbentuknya
pseudohifa dan filamen. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor ketahanan atau kondisi
mikrojaringan pejamu. Penyebaran candida ke organ visceral mungkin terjadi secara
hematogen.
2.9 Diagnosa
Dibutuhkan penilaian asosisasi gambaran klinis dengan uji diagnostik untuk
mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Bahan yang harus diperoleh harus sesteril
mungkin untuk menghindari jamur lain.
2.10 Tatalaksana
Prinsip pengobatan :
Pemberian anti fungus
Penanggulangan faktor risiko
Penanggulangan sumber infeksi
Medikamentosa :
Gentian violet, 1-2% topikal untuk kandidiasis selaput lendir dan kulit
21
Derivat polien, dikenal antara lain : nystatis, ampoterycin b, pimaricyn dan
trikomicyn
Derivat imidazol, bekerja merusak membran sel jamur dan menghambat
sintesis protein dan RNA. Dikenal dengan mikonazol, klotrimazol, ekonazol,
ketokonazole dsb.
BAB III
PEMBAHASAN
22
Pada kasus ini dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis dengue fever dengan dehidrasi ringan-sedang dengan
moniliasis. Hal-hal yang mendasari pengambilan diagnosis tersebut diantaranya :
Dengue Fever dengan Dehidrasi Ringan-Sedang dengan Moniliasis
Dengue fever lebih banyak terdapat pada anak yang lebih tua (pada umur lebih
dari 10 tahun), remaja, atau dewasa. Viremia pada manusia terjadi selama 4-6 hari
setelah digigit nyamuk yang mengandung virus dengue. Gejala klinis diawali demam
tinggi yang timbul mendadak, bersifat kontinua, kadang-kadang bifasik, dan
berlangsung antara 2-7 hari. Muka tampak kemerahan, disertai nyeri otot, dan nyeri
sendi. Nafsu makan menghilang, seringkali disertai nyeri pada daerah epigastrik,
muntah, dan nyeri abdomen terutama dibawah arkus kosta kanan. Kadang-kadang
disertai nyeri tenggorokan, faring hiperemis, dan konjungtiva kemerahan. Perdarahan
ringan dapat dijumpai seperti ptekie, mimisan, atau perdarahan gusi. Ruam
makulopapular atau morbiliform dapat ditemukam pada fase awal sakit namun
berlangsung singkat sehingga luput dari pengamatan orang tua. Pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai leukopeni dan trombositopeni.
Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena
hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi
keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada jumlah
yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit.
Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang
mencerminkan jumlah cairan yang hilang. Pada kasus dehidrasi ringan/sedang di
temukan gejala dua atau lebih tanda rewel dan gelisah; mata cekung; minum dengan
lahap/haus; cubitan kulit kembali lambat.
Moniliasis pada stadium awal tampak selaput lendir berwarna merah dengan
gambaran granula yang membesar, hari selanjutnya tampak bercak putih sebesar jarum
pentul dan dalam 2-3 hari akan bergabung menjadi bercak kasar seperti membran.
Tampak bercak-bercak putih kekuningan yang timbul pada dasar selaput lendir yang
merah dan mudah berdarah. Rasa nyeri terjadi apabila tersentuh makanan. Bagi yang
paling sering terkena mukosa bucalis, bagian dorsal dan lateral lidah, gusi dan faring
Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis dengan keluhan demam sejak 4 hari
yang lalu, demam timbul secara mendadak dengan suhu 38.5ºC, dan demam tidak
turun setelah diberikan obat. Pasien diberikan obat sanmol 3 kali 1 cth. Pasien tampak
23
lemah dan tidak aktif bermain. Mata cowong (+), bibir kering (+), moniliasis (+),
vomitting ±3 kali dalam sehari (+), turgor kulit >3 detik, akral dingin basah pucat (+),
ruam kulit pada kedua tangan (+), ruam kulit pada kedua kaki (+), dalam 1 hari ganti
pampers sebanyak 2 kali setiap ganti pampers tidak penuh seperti biasanya, BAB
sebanyak 1 kali dalam sehari padat kuning berbau (+) lendir (-) darah (-), pasien tidak
mau makan dan hanya minum sedikit, pasien minum susu formula 2 botol dalam
sehari dan minum air putih.
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Wardiyah, Ariyanti dkk. 2016. Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat
dan Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak yang Mengalami Demam di
Ruang Alamanda RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015.
Jurnal Kesehatan Holistik. Prodi Keperawatan FK Universitas Malahayati Bandar
Lampung. Vol. 10 No. 1 36-44.
2. Tjokroprawiro, Askandar dkk. 2015 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-2.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo.
Surabaya.
3. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. 2011. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial. Edisi ke-6. Elsevier. Jakarta. h. 400-406.
4. Soedarmo, Sumarmo S Poorwo dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi
ke-2. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
5. Mentes, J.C, Kang, S. 2013. Hydration management. Universitas Dipenegoro
Semarang. Semarang
6. Leksana, E. 2015. Strategi Terapi Cairan Pada Dehidrasi. Universitas Dipenegoro
Semarang. Semarang
7. Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal
Dan Hepatobiliier. Jakarta : Salemba Medika.
8. WHO, 2005, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, WHO,
Jakarta
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Buku Bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit. Jakarata.
25