Anda di halaman 1dari 14

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. MR

Usia : 35 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Pugundan RT/RW 004/002,Bungah , Gresik

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Status : Menikah

Tgl Pemeriksaan : Selasa, 25 September 2018

1
B. Anamnesis

Keluhan Utama : Gatal dan merah di seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dibawa ke IGD RSIS dengan keluhan gatal dan merah di seluruh tubuh. Awalnya 1 bulan lalu

muncul bercak kemerahan di kaki. Semakin lama menyebar keseluruh tubuh, terasa panas dan gatal

sampai mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Bertambah merah, panas dan gatal jika pasien

berkeringat. Selain itu pasien juga mengeluh seluruh tubuh pecah-pecah, bersisik mengelupas terasa

perih, kaki dan tangan terasa kaku dan bengkak kadang pasien menggigil. Untuk mengurangi

keluhannya pasien berobat ke puskesmas. Dari puskesmas pasien mendapatkan obat. Obat tersebut

dapat mengurangi keluhannya namun kembali kambuh saat obat habis. Pasien tidak mengetahui jenis

obat yang diberikan oleh dokter puskesmas.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat DM disangkal

 Riwayat asma dan rhinitis alergi disangkal

 Riwayat alergi obat disangkal

 Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :

 Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini sebelumnya

 DM dalam keluarga disangkal

 Riwayat asma dan rhinitis dalam keluarga disangkal

 Alergi obat dalam keluarga disangkal

 Hipertensi dalam keluarga disangkal

2
Riwayat Pengobatan :

Pasien teratur melakukan terapi cetirizine dan methylprednisolone untuk kulit.

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah :120/70 mmHg

Nadi : 89x/menit

Suhu : 37,5 0 C

Respiration Rate : 20x/menit

Kepala / leher :

Rambut : normal

Mata : isokor, Anemis -/-, Ikterus -/-

Telinga : normal

Hidung : normal, dypsneu –

Mulut : normal, sianosis -, bibir kering -, lidah kotor –

Leher : pembesaran kelenjar getah bening -,

peningkatan JVP -, deviasi trakea –

Thorax : Ronkhi (-), Wheezing (-)

Abdomen : dbn

Ekstremitas :

Superior : akral hangat +/+ , oedem +/+,

3
Inferior : akral hangat +/+, oedem +/+

Status Lokalis

Pada gambar 1 di regio generalisata tampak makula eritema batas tidak tegas, terdapat
skuama tipis menyebar merata.

Gambar 1. Efluoroescence pasien (Sumber: FilePribadi 25/09/18)

D. Diagnosis

Eritroderma

E. Diagnosis Banding

 Eritroderma

 Steven johnson syndrome

 Dermatitis seboroik

4
F. Penatalaksanaan

 Prinsip pengobatan penyakit ini bertujuan untuk mengurangi gejala dan

memperbaiki keadaan umum

 Menjaga kelembaban kulit dengan oleum cocos pada pagi hari

 Mandi dengan sabun pH netral

 Diet tinggi protein

 Pemberian kortikosteroid secara sistemik dengan cara “tapering off”:

Prednisone 3 x 10 mg, 2 x 10 mg, 1 x 10 mg, 1 x 5 mg, atau

Dexametasone 3 x 1 mg, 2 x 1 mg, 1 x 1 mg

 Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder:

Eritromisin 3-4 x 250-500 mg/hari selama 7-10 hari

 Pemberian antihistamin/antipruritus : CTM 3 x 1 tablet

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) + derma,

dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada

permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu

ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik,

pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas

karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Nama lain penyakit ini adalah dermatitis

eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda.

Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang

tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi

eksematus. Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada

sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya), reaksi

hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan

bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta idiopatik (20%).1

B. Epidemiologi

Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000

penderita rawat jalan dermatologi. Hasan dan Jansen (1983) memperkirakan insiden

eritroderma sebesar 1–2 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah

penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan

6
dermatologi Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Sigurdson (1996)

melaporkan dari 102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, 18% disebabkan

langsung oleh eritroderma dan 74% tidak berhubungan dengan eritroderma.1

Berdasarkan peneiitian Javeria (2010), di RS Militer bagian 'Dermatologi dari 1

Augustus 2007 sampai 31 Juli 2008 dilaporkan 50 pasien terdiagnosis eritroderma, 33 (66%)

sudah mengalami penyakit kulit sebelurnnya, yang sudah dibuktikan dari riwayat pasien dan

didukung dari hasil histopatologi pasien. Pada kelompok ini ditemukan ekzema 19 (38%),

diikuti psoriasis 8 (16%) sedangkan kontribusi dari penyakit lain seperti pemfigus foliaseus,

iktiosis, skabies, eritroderma iktiosifonn bulosa dan non-bulosa tidak terlalu signifikan,

Penyebab eritroderma juga di laporkan berupa reaksi obat 6 (12%), 2 (4%) karena CTCL dan

9 (18%) eritroderma idiopatik. Angka kejadian kasus eritroderma pada laki-laki lebih banyak

dari pada perempuan dengan perbandingan 2:1-4:1. Berdasarkan penelitian Nanda dkk

(2009) di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Soetomo Surabaya dilaporkan jumlah penderita eritroderma 30 orang (1,2%) dari seluruh

penderita rawat inap. Didapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1 dengan

rentang usia terbanyak >65 tahun. Sedangkan penyebab terbanyak adalah dermatitis seboroik

(43,3%), diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris (3,3%), dermatitis kronis.(3,3)

dan pemfigus foliakus (3,3%).2

7
C. Etiopatogenesis

C.1 Etiologi

Dasar terjadinya eritroderma adalah adanya penyakit yang mendasari. Penyakit

yang mendasari eritroderma ini bisa berupa penyakit yang terbatas pada kulit ataupun

penyakit yang bersifat sistemik. Dermatosis yang menyebabkan eritroderma merupakan

penyakit yang terbanyak mendasari timbulnya eritroderma yakni mencapai 52% dari

kasus-kasus eritroderma. 23% dari kasus-kasus eritroderma dicetuskan oleh psoriasis,

spongiotic dermatitis menyebabkan eritroderma sebesar 20%, eritroderma akibat reaksi

obat sebesar 15% dan akibat cutaneous T cell lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome

sebesar 5%. Sekitar 20% dari kasus-kasus eritroderma tidak dicetuskan oleh penyakit

yang mendasarinya dan diklasifikasikan sebagai eritroderma idiopatik.3,4

Penyebab eritroderma yang kurang umum pada pasien dewasa antara lain

penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat, infeksi yang meliputi skabies dan

dermatofit, pitiriasis rubra piliaris (PRP) dan penyakit keganasan. Selain dicetuskan

oleh penyakit, eritroderma juga dapat ditimbulkan akibat reaksi obat. Beberapa obat

seperti golongan calcium channel blockers, antiepilepsi, antibiotik (seperti penisilin,

sulfonamid, dan vancomisin), allopurinol, gold, lithium, quinidine, simetidin dan

dapsone adalah yang paling sering mencetuskan terjadinya eritroderma.5

C.2 Patogenesis

Patogenesis timbulnya eritroderma berkaitan dengan patogenesis dari kelainan

yang mendasari timbulnya penyakit ini. Mekanisme kelainan yang mendasari akan

bermanifestasi sebagai eritroderma seperti dermatosis yang menimbulkan eritroderma,

atau bagaimana timbulnya eritroderma secara idiopatik tidak diketahui secara pasti.

8
Riset terbaru mengenai imunopatogenesis dari infeksi yang diperantarai toksin, misalnya

teori yang mengatakan bahwa kemungkinan kolonisasi stafilokokus aureus atau antigen

lain, seperti toksin-1 toxic shock syndrome, berperan dalam pathogenesis eritroderma.

Pada pasien eritroderma ditemukan kolonisasi S. aureus di hidung pada 83 persen dan

pada kulit dan hidung pada 17 persen pasien. Peningkatan immunoglobulin E (IgE)

dapat terjadi pada berbagai kelainan yang mendasari terjadinya eritroderma, dan

mekanismenya pun dapat berbeda-beda. Misalnya pada eritroderma karena psoriasis,

dimana peningkatan IgE pada pasien ini adalah akibat perubahan dari profil sitokin T

helper 1 pada psoriasis menjadi sitokin T helper 2 pada eritroderma karena psoriasis.

Mekanisme ini berbeda dengan overproduksi IgE primer pada dermatitis atopik.

Sindroma hiper IgE adalah suatu defisiensi imun yang berhubungan dengan eritroderma,

pada kasus ini produksi IgE tinggi akibat ketidakcukupan sekresi interferon γ

selektif. Peningkatan IgE ini mungkin terkait dengan proses penyakit yang mendasari

atau dengan manifestasi penyakit sebagai eritroderma. Jumlah sel germinal dan

kecepatan mitosis pada kulit dengan eritroderma meningkat dibandingkan dengan

kulit normal, sehingga waktu transit sel melalui epidermis menjadi lebih pendek.

Akibatnya protein, asam amino, dan asam nukleat yang memediasi proses tersebut akan

lebih cepat hilang dari tubuh. Kehilangan unsur protein yang lebih tinggi daripada

umumnya akan mempengaruhi proses metabolisme.5

D. Gejala Klinis

Pada eritroderma yang disebabkan oleh efek samping obat dan golongan dermatitis

biasanya timbul dalam waktu singkat. Dimulai dengan bercak eritema yang cepat sekali

9
meluas. Bisa disertai dengan demam, menggigil atau malaise yang tidak terlalu berat. Bercak

eritema tersebut biasanya mencapai keseluruhan permukaan tubuh dalam 12-48 jam.

Selanjutnya diikuti dengan timbulnya deskuamasi dalam 2-6 hari, seringkali dimulai di

daerah lipatan kulit. Seluruh kulit tampak kemerahan, mengkilap dan mengelupas serta

teraba panas dan menebal pada palpasi. Penderita merasa kulitnya ketat, gatal atau kadang-

kadang terasa panas seperti terbakar. Setelah eritroderma berlangsung beberapa minggu,

rambut kepala bisa rontok, juga kulit jadi menebal dan kasar.3,4

E. Cara Pemeriksaan dan Diagnosis

1. Anamnesis perlu ditanyakan hal-hal yang menjurus pada penyebab awal dari penyakit ini

yaitu:

 Onset penyakit (mendadak/berangsur-angsur)

 Penyakit-penyakit sebelumnya (dicari kemungkinan psoriasis, dermatitis kronis,

jamur, scabies dll)

 Obat-obat yang telah diminum sebelum dan sesudah timbulnya penyakit

 Pekerjaan/kebiasaan/hobi penderita

2. Pemeriksaan klinis

 Keadaan umum penderita (terutama bila penderita tua atau balita) perlu

diperhatikan, apakah ada tanda-tanda dehidrasi, menggigil dsb

 Tensi/nadi/temperature dan pernapasan diperhatikan

 Luasnya eritema (% permukaan tubuh), bentuk skuama (tebal dan

transparan/halus), adakah daerah yang eksematus/basah, adakah cracking/erosi

dsb

10
 Periksa keadaan kulit kepala dan rambut serta kuku

3. Pemeriksaan laboraturium

 Pemeriksaan rutin DL/UL/FL

 Pemeriksaan BJ plasma bila ada kecurigaan deficit cairan tubuh

 Pemeriksaan elektrolit bila ada kelainan dalam pernapasan

 Pada orang tua bila perlu diperiksa EKG

 Pemeriksaan hapusan darah tepi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

leukemia

 Pemeriksaan histopatologi diperlukan untuk mencari penyakit yang mendasari,

meskipun tidak selalu bisa

 Pemeriksaan KOH/ scabies bila ada petunjuk

4. Diagnosis

Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan

penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu

proses yang sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta

pengetahuan tentang terminologi dermatologi, morfologi serta diagnosa banding.6

F. Penatalaksanaan

 Prinsip pengobatan penyakit ini bertujuan untuk mengurangi gejala dan

memperbaiki keadaan umum

 Menjaga kelembaban kulit

 Mandi dengan sabun pH netral

11
 Diet tinggi protein

 Pemberian kortikosteroid secara sistemik dengan cara “tapering off”:

Prednisone 3 x 10 mg, 2 x 10 mg, 1 x 10 mg, 1 x 5 mg, atau

Dexametasone 3 x 1 mg, 2 x 1 mg, 1 x 1 mg

 Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder:

Eritromisin 3-4 x 250-500 mg/hari selama 7-10 hari

- Antihistamin/antipruritus: CTM 3 x 1 tablet.3,4

G. Prognosis

Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Kasus karena

penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan obat dihentikan dan diberikan

terapi yang sesuai. Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti

limfoma akan tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan . Kasus idiopatik adalah

kasus yang tidak terduga,dapat bertahan dalam waktu yang lama, sering kali disertai

dengan kondisi yang lemah. Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi

obat secara sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat

dibandingkan dengan golongan lain. Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya,

pengobatan dngan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami

ketergantungan kortikosteroid.

12
BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,

sedangkan pemeriksaan laboratoriumnya tidak khas. Dari anamnesis didapatkan awalnya

muncul bercak kemerahan di kaki semakin lama semakin menyebar keseluruh tubuh. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan eritema di seluruh tubuh yang disertai dengan skuama halus,

batas tidak tegas, berwarna putih. Dari uraian diatas dapat dikatakan diagnosis pada pasien

ini sudah tepat yaitu eritroderma. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

Penyebab eritroderma dibagi menjadi 3 golongan yaitu akibat alergi obat secara

sistemik, akibat perluasan penyakit kulit, dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan.

Pada pasien ini penyebab yang paling mungkin yaitu akibat obat kortikosteroid, Karena

sebelumnya pasien mengaku bahwa mendapat obat dari puskesmas untuk kulitnya. Pasien

dianjurkan untuk tidak mencubit/menggaruk daerah kulit yang sangat gatal, motivasi pasien

untuk memakan nutrisi tinggi kalori tinggi protein, dan jaga kebersihan kulit pasien.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Earlia, Nanda; Nurhaini, Firdausi; Jatmiko, Catur A; Ervianti, Evy. 2009. Penderita

Eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

Surabaya Tahun 2005–2007. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21 No. 2

Agustus 2009.

2. Dwi S, Anugerah; Thaha, Athuf; Izazi, M. 2015. Angka Kejadian dan Faktor Penyebab

Eritroderma di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang Periode 2009-2011. MKS, Th. 47, No. 2, April 2015.

3. Airlangga University Press, 2007. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. Pusat

Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP), Surabaya.

4. Listiawan,. Agusni & Martodihardjo, 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, Surabaya.

5. Adiyani. 2013. Eritroderma Et Causa Dermatitis Kontak Iritan. Medulla, Volume 1, Nomer

5, Oktober 2013.

6. Sihombing JE, 2013. Eritroderma Et Causa Alergi Obat Pada Penderita Hipertensi Stage II,

Chronic Kidney Disease, Anemia, dan Hepatitis. Medula, Volume 1, Nomor 4, Oktober

2013.

14

Anda mungkin juga menyukai