Anda di halaman 1dari 29

BAB I

STATUS PASIEN

1.1.IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
No. RM : 709766
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 8 bulan
Anak ke- : 3 (ketiga)
Alamat : Boteng, Menganti, Kab. Gesik
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 10 Juni 2019
Tanggal pemeriksaan : 12 Juni 2019

IDENTITAS ORANGTUA
AYAH
Nama : Tn. A
Usia : 43 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh

IBU
Nama : Ny. K
Usia : 41 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1.2.ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Alloanamnesis dar i ibu pasien

Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit , pasien mengalami sesak nafas yang
semakin lama telihat semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas tidak disertai dengan
adanya suara nafas berbunyi mengi. Riwayat tersedak sebelum timbul nafas, tidak ada.
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam 39ºC, demam timbul
malam hari tidak ada. Keluhan demam ini sebelumnya bersamaan dengan batuk dan
pilek selama 1 bulan. Batuk berdahak namun dahaknya tidak dapat dikeluarkan.

Karena keluhan demam yang di sertai dengan batuk dan pilek, ibu pasien
membawa ke puskesmas. Karena tidak mengalamai perbaikan, di tambah dengan adanya
sesak nafas, pasien di rujuk ke RSUD Ibnu Sina Gresik. Ibu pasien mengatakan keluar
keringat dingin pada malam hari tidak ada.

Riwayat kontak dengan penderita dewasa yang batuk lama / berdarah disangkal.
Pasien baru pertama kalinya sakit seperti ini. Riwayat penyakit yang sma di lingkungan
pasien disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa, tidak sering batuk berulang dan tidak
pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat TB paru, asma dan kejang demam
disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:


o Riwayat sesak nafas dalam keluarga disangkal
o Riwayat batuk lama dalam keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah diberikan obat penurun demam dan obat batuk
Riwayat Kehamilan
 Perawatan antenatal : Teratur, oleh dokter spesialis kandungan dan bidan
 Penyakit semasa hamil : Tidak ada
 Obat yang di konsumsi selama kehamilan : Vitamin

Riwayat Persalinan
 Tempat Persalinan : Puskesmas
 Di tolong oleh : Bidan
 Cara persalinan : normal spontan, per vaginam
 Masa Gestasi : Cukup bulan (38 minggu)
 Keadaan Saat Lahir :
o Keadaan Umum : Baik
o Warna : Pink kemerahan
o Kulit : Vernix Caseosa (+)
o Batang tubuh dan ekstrimitas : Simetris
o Genital : Tanda genital laki-laki
o Menangis : Spontan
o Sianosis : Tidak ada
o Ikterus : Tidak ada
o Kelainan Bawaan : Tidak ada
o Panjang Badan : 50 cm
o Berat Badan : 3200 gram
o Lingkar Kepala : Ibu pasien tidak dapat mengingat

Riwayat imunisasi
Imunisasi Jumlah

Hepatitis B I, II, III (usia 0, 1, 6 bulan)

BCG I (usia 1 bulan)

DPT I, II, III (usia 2, 3, 4 bulan)

Polio I, II, III, IV (usia 0, 2, 4, 6 bulan)

Campak -

Riwayat Makanan

Penderita masih mendapat ASI sampai sekarang. Susu formula dan bubur susu mulai
diberikan pada usia 6 bulan. Sebelum sakit penderita rutin menetek. Semenjak sakit
penderita tetap mau menetek.

Riwayat Pertumbuhan

Saat ini penderita memiliki berat badan 8 kilogram dengan panjang badan 71 cm.
Menurut persentil WHO Z Score, dengan perhitungan BB/TB, BB/U, maupun TB/U,
penderita terhitung memiliki status gizi baik. Pertumbuhan penderita baik.

Riwayat perkembangan
Usia Motorik kasar Motorik halus Bicara Sosial

3 bulan Mengangkat kepala Mengikuti objek Mengoceh spontan Bereaksi


dengan mata terhadap suara

6-8 Berbalik dan Memgang benda Sudah bisa Tepuk tangan


bulan terlungkup ke kecil mengucapkan
terlentang, “mama”, “baba”
merangkak dengan jelas

1.3.PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

a. Kesan sakit : Tampak sakit sedang


b. Kesadaran : Composmentis
c. Status gizi : Baik
d. Berat badan : 8 kg
e. Tinggi badan : 71 cm
f. Lingkar kepala : 47 cm
g. Lingkar lengan atas : 15 cm
h. Status gizi : Status gizi baik

Tanda vital
a. Tekanan darah : Tidak dilakukan
b. Nadi : 160 kali/menit
c. Respirasi : 56 kali/menit
d. Suhu : 39°C

Kepala

Deformitas (-), rambut hitam , tidak mudah dicabut


1. Mata
konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya (+/+)
2. Telinga
Deformitas -/-, nyeri tekan retroaurikular -/-, sekret -/-.
3. Hidung
Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (+/+), PCH (pernafasan cuping hidung) +/+
4. Mulut
Mukosa mulut basah

Leher
KGB tidak teraba, Retraksi suprasternal (-)

Thoraks
a. Bentuk dan pergerakan dada simetris statis dan dinamis, retraksi intercostae (+)
b. Paru
Inspeksi : Tipe pernafasan abdominal/diafragmatikal,
Palpasi : Thoraks simetris, nyeri tekan (-), pembesaran KGB supraklavikularis dan
aksilaris (-), fremitus simetris, krepitasi subkutis (-)
Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (+/+), wheezing (-/-)
c. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis pada intercosta 5
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I & II regular, murmur(-), gallop(-)

Abdomen
Inspeksi : Soefel, Tampak distended (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien (-)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas
Akral hangat, Capillary refill time kurang dari 2 detik, edema (-)

1.4.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil laboratorium 10 Juni 2019
Pemeriksaan darah :
Hb : 10,8 gr/dl (nilai normal : 11,7-15,5 gr/dl)
Ht : 32 % (nilai normal 35 - 47%)
Leukosit : 16.500 /mm³ (nilai normal : 3600-11.000/mm3)
Trombosit : 479.000 /mm³ (nilai normal : 150.000-450.000/mm3)

1.5.DIAGNOSA BANDING
Bronkopneumonia
TB

1.6.DIAGNOSA KERJA

Bronkopneumonia

1.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Thorak : Cor tidak membesar.
Sinuses dan diafragma nomal
Pulmo : Hilus kanan normal, kiri tertutup bayangan jantung
Corakan bronkoveskuler bertambah.
Tampak bercak disuprahiler dan parakardial kanan
1.8. PENATALAKSANAAN
 Tirah baring
 Nebul Ventolin : pz = 1 : 2 diberikan 3x 1
 Suction jalan nafas
 Terapi khusus :
- Diberikan infus cairan D5 1/4 1000cc
- Ampicilin 4 x 200mg IV
- Paracetamol 3 x 1 cth

1.9.PROGNOSIS

Quo ad vitam : Ad bonam

Quo ab functionam : Ad bonam


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia


disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan benda-benda asing.
Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrate dari parenkim paru
pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.

2.2.Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap
tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut
survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama
pneumonia 2.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah
umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara maju adalah 2-4
kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara
berkembang 5.

2.3.Etiologi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan


pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae 2.

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV) yang


mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens global
pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4
juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi
kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi
di negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV sebagai etiologi
potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab tunggal
maupun bersama dengan infeksi lain.

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari
data di Negara maju dapat dilihat di tabel.

Tabel 1.Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia dinegara maju

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang


Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza

Sumber : opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in


infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908

Tabel 2 Etiologi Pneumonia dilihat dari penyakit penyerta

Gejala / penyakit penyerta Kemungkinan etiologi

Abses kulit / ekstra pulmoner S. aureus, S. group A

Otitis media, sinusitis, meningitis S. pneumoniae, H. influenzae

Epiglotitis, perkarditis H. influenzae

Faktor non-infeksi 9
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

 Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung. zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin.
 Bronkopneumoni lipoid :
Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.

2.4. Klasifikasi

Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Asal infeksi
a. Community-acquired pneumonia (CAP)
infeksi parenkim paru yang didapatkan individu yang tidak sedang dalam
perawatan di rumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum timbulnya gejala.

b. Hospital-acquired pneumonia (HAP)


infeksi parenkim paru yang didapatkan selama perawatan di rumah sakit yang
terjadi setelah 48 jam perawatan (Depkes : 72 jam) atau karena perawatan di
rumah sakit sebelumnya, dan bukan dalam stadium inkubasi.

2. Lokasi lesi di paru

c. Bronkopneumonia
d. Pneumonia lobaris
e. Pneumonia interstitialis

3. Etiologi
- Infeksi
Berdasarkan mikroorganisme penyebab :
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia jamur
d. Pneumonia mikoplasma
- Non infeksi
Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi lipoid,
reaksi hipersensitivitas, drug- dan radiation-induced pneumonitis.

4. Karakteristik penyakit
- Pneumonia Tipikal
- Pneumonia Atipikal (mis. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,
Mycobacterium tuberculosis)

5. Derajat keparahan penyakit


Untuk mengklasifikasikan beratnya pneumonia perlu diperhatikan adanya tanda
bahaya (danger signs), yaitu : takipnea dan tarikan dinding dada bagian bawah ke
arah dalam (retraksi epigastrik).

Berdasarkan kedua tanda ini, maka klasifikasi beratnya pneumonia pada anak bawah
lima tahun (balita) ditentukan berdasarkan usia, sebagai berikut :

Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5


tahun

Pneumonia sangat berat  Hipo/hipernatremi  Kesadaran turun


 Kesadaran turun  Tidak mau minum
 Kurang mau minum  Kejang
 Kejang  Stridor
 Wheezing  Sianosis sentral
 Stridor  Gizi buruk

Pneumonia berat  Tarikan dinding dada  Tarikan dinding


dalam yang tampak dada dalam
jelas  Dapat minum
 Takipnea  Sianosis (-)

Pneumonia  Takipnue
 Tarikan dinding
dada dalam (-)

Bukan pneumonia Tarikan dinding dada dalam (-), takipnea (-)

2.5.Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara,
antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.

d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gambar 1 Patofisiologi
Patofisiologi :

Gambar 2 Algoritma Patofisiologi brokhopneomonia


2.6.Gejala klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasive, etiologi noninfeksi yang relative
lebih sering, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak
merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
- Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti : mual, muntah atau diare ; kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu : batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

2.7.Pemeriksaan fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :

- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan
cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
- Pada perkusi tidak terdapat kelainan
- Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Berdasarkan lokasi lesi di paru :

bronkopneumonia Interstitial Pneumonia lobaris

- Lobularis - Interstitial - Segmental/lobus

- Ronki selalu - Pendataran diafragma - Konsolidasi


terdengar dan hiperinflasi
- Ronki (+) saat kongestif
- Dullness (-) - Ronki ±, wheezing + dan resolusi

- Dullness (-) - Dullness (+) di lobus


yang terkena

2.8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung


leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang
predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan
LED.Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan 1,6.

Pemeriksaan radiologi

Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis.
Gambar 2 Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,


peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial

Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi.


Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat
pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri 2.

C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi
respons terhadap terapi antibiotik 2.
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi pleura, atau aspirasi paru2,5.

2.9.Diagnosis

Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik. Dasar
diagnosis tergantung umur, beratnya penyakit dan jenis organisme penyebab. Pada
bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan auskultasi sering tidak jelas, maka nafas cepat dan
retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dipakai sebagai parameter. Kriteria
nafas cepat, yaitu :

 Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit


 2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit
 12 bl-5 th : ≥ 40x/menit
 ≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit

Klasifikasi Nafas cepat retraksi


< 2 bl Pneumonia berat + +
Bukan Pneumonia - -
2 bl-5 th Pneumonia berat + +
Pneumonia + -
Bukan Pneumonia - -

Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut


- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
- Panas badan
- Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara pernafasan
bronkial (pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak) pada pneumonia
lobaris
- Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus
merata (lober) pada satu atau beberapa lobus
- Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

o Anak umur 1 bulan : 5000 – 19500


o Anak umur 1-3 tahun : 6000 – 17500
o Anak umur 4-7 tahun : 5500 – 15500
o Anak umur 8-13 tahun : 4500 - 13500
Pedoman diagnose dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO. Berdasarkan
pedoman tersebut bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :
- Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan d beri antibiotika.

2.10. Diagnosis banding

Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan bernafas

Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan

Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak


umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat
dijumpai kurang atau tidak ada respon
dengan bronkodilator
Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien
TB dewasa
- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat
badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebaba yang
jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher,
aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggul, lutut, falang.

Asma - riwayat wheezing berulang, kadang


tidak berhubungan dengan batuk dan
pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

2.11. Penatalaksanaan

- Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit, riwayat


pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut, adanya penyakit
yang mendasarinya

- Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


 ampicillin + aminoglikosid (gentamisin)
 amoksisillin-asam klavulanat
 amoksisillin + aminoglikosid
 sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

 beta laktam amoksisillin


 amoksisillin-amoksisillin klavulanat
 golongan sefalosporin
 kotrimoksazol
 makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)


 amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
 tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif)
- Penderita imunodefisiensi atau ditemukan penyakit lain yang mendasari → ampisilin +
aminoglikosida (gentamisin), Hipersensitif dengan penisilin/ampisilin : Eritromisin,
sefalosporin (5-16% ada reaksi silang) atau linkomisin/klindamisin

- Antibiotik selanjutnya ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis
dalam 24-72 jam pengobatan antibiotik awal Kalau penyakit menunjukkan perbaikan →
antibiotik diteruskan sampai dengan 3 hari klinis baik (Pneumokokus biasanya cukup 5-7
hari, bayi < 2 bl biasanya 10-14 hari) Kalau penyakit bertambah berat atau tidak
menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 72 jam → antibiotik awal dihentikan dan
diganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat (sebelumnya perlu diyakinkan dulu tidak
adanya penyulit seperti empiema, abses, dll, yang menyebabkan seolah-olah antibiotik
tidak efektif).

 Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab


 Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti dengan sefuroksim,
sefotaksim, linkomisin atau vankomisin
 H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim, eritromisin,
linkomisin atau klindamisin
 S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin, sefazolin,
klindamisin atau linkomisin
 Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)
 Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)

- Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak diberikan terutama pada 72
jam pertama, karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi terhadap antibiotik awal
- Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas hilang
(analisis gas sampai dengan PaO2 ≥ 60 Torr)
- Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau infus. Jenis
cairan infus disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit. Bila elektrolit normal berikan
larutan 1:4 (1 bagian NaCl fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%), Asidosis (pH < 7,30)
diatasi dengan bikarbonat i.v. Dosis awal : 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg) → mEq,
Dosis selanjutnya tergantung hasil pemeriksaan pH dan kelebihan basa (base excess ) 4-6
jam setelah dosis awal. Apabila pH dan kelebihan basa tidak dapat diperiksa, berikan
bikarbonat i.v. = 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg) sebagai dosis awal, dosis selanjutnya
tergantung gambaran klinis 6 jam setelah dosis awal.
- Fisioterapi

Tabel 3. Dosis Harian Antibiotik untuk Pneumonia

OBAT CARA DOSIS FREK. INDIKASI


PEMBERIA (jam)
N
Gol. i.v., i.m. 100-200 4-6 Pneumonia berat
PENISILIN p.o. 40-160 6 disebabkan Gram (+),
Ampisilin p.o. 25-100 8 Gram (-) ; Bakteri anaerob
Amoksisilin i.v., i.m. 300-600 4-6 Fibrosis kistik (kombinasi
Tikarsilin dengan aminoglikosida)
Azlosilin i.v. 300-600 4 Sama dengan tikarsilin
Neonatus <7 hr 50-150 12
Neonatus >7 hr 200 4-8
Mezlosilin i.v. 300 4 Sama dengan tikarsilin
Neonatus 75 6-12
>2.000 g 75 8-12
Neonatus
<2.000 g
Piperasilin i.v. 300 4 Sama dengan tikarsilin
Oksasilin i.v. 150 4-6 Pneumonia, abses paru,
Kloksasilin i.v. 50-100 4-6 empiema, trakeitis yang
Dikloksasilin i.v. 25-80 4-6 disebabkan oleh S. aureus
GOL. SEFALOSPORIN
Sefalotin i.v. 75-150 6 Pneumonia oleh S. aureus
(bila alergi penisilin)
Sefuroksim i.v. 100-150 6-8 Terapi awal infeksi oleh
Sefotaksim i.v. 50-200 6 patogen Gram (-) :
Seftriakson i.v., i.m. 50-100 12-24 K. pneumoniae, E. coli
Seftazidim i.v. 100-150 8 Diduga Pseudomonas
aeruginosa
GOL. AMINOGLIKOSIDA
Gentamisin i.v., i.m. 5 8 Terapi inisial untuk
Tobramisin i.v., i.m. 8-10 8 Pneumonia dan abses paru
karena bakteri Gram (-)
Amikasin i.v., i.m. 15-20 6-8 Patogen Gram (-) resisten
dengan gentamisin dan
tobramisin
Netilmisin i.v. 4-6 12 Gram (-) yang resisten
terhadap gentamisin
GOL. p.o. 30-50 6 M. pneumoniae, B.
MAKROLID i.v. (infus 40-70 6 pertussis, C. diphtheriae,
Eritromisin lambat) C. trachomatis, Legionella
Roksitromisin p.o. 5-8 12 pneumophila
KLINDAMISI i.v. 15-40 6 S. aureus, Streptokokus,
N p.o. 10-30 6 Pneumokokus yang alergi
penisilin dan efalosporin
Abses paru karena bakteri
anaerob

KLORAMFEN i.v. 75-100 6 Epiglotitis, abses paru,


IKOL pneumonia

Indikasi rawat

Kriteria rawat inap, yaitu :

Pada bayi
 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
 frekuensi napas > 60 x/menit
 distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting
 tidak mau minum / menetek
 keluarga tidak bisa merawat dirumah

Pada anak
 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
 frekuensi napas ≥ 50 x/menit
 distress pernapasan
 grunting
 terdapat tanda dehidrasi
 keluarga tidak bisa merawat dirumah

Kriteria pulang:
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan peroral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah

2.12. Komplikasi

Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :


 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

2.13. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat
gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan
dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri 6.

2.14. Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan


penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan
makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain.
 Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan 2
kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun keduanya
perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis
terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.
 Vaksinasi H.Influenzae
Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan
 Vaksinasi varisela
Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat diberikan setelah
umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan
pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
 Vaksinasi influenza
Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6 bulan -
< 9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4 minggu.
BAB III
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, herry, dkk. 2011. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung : UNPAD.
2. Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.
3. Latief, abdul, dkk. 2010. Pelayanan kesehetan anak di rumah sakit standar WHO.
Jakarta : Depkes.
4. Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.
5. Price, Sylvia Anderson.2012. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.
6. Rahajoe, Nastini.N.2018.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI.
7. Sastroasmoro, sudigdo, dkk. 2017. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta :
RSCM.

Anda mungkin juga menyukai