Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat

menyebabkan kelainan fungsi kulit adalah eritroderma.(1)


Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan

atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang

berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis eksfoliativa

dianggap sinonim dengan eritroderma.(2,3) Bagaimanapun, itu tidak dapat

mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit yang

berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya adalah kelainan kulit yang ada

sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma

(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi

pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai

menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.(4)


Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur

dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang

1
terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma, skuama

tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya

tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul.

Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma..(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di

seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh (90-100%), biasanya disertai skuama. Pada

definisi tersebut yang mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu

terdapat, misalnya pada eritroderma karena alergi obat secara sistemik, pada mulanya

tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama.(5)

Eritroderma ditandai dengan warna kulit yang kemerahan akibat dilatasi yang

menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan

eritroderma secara subtansial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan

mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik

bertanda.(1)

2
2.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok:1,4

1. Eritroderma eksfoliativa primer

Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma

iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5-0 % ).

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder

a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,

sulfonamide , analgetik / antipiretik dan tetrasiklin.

b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh, dapat terjadi pada liken planus ,

psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik

dan dermatitis atopik.

c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

2.3 Epidemiologi

Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian di Amerika dari

0,9-70 dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita

namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-

rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. (5) Insiden

3
eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut

seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis. (6)

Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari

setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit lebih

dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus adalah

psoriasis berat.(7)

Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat.

Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun

penggunaan obat secara tradisional.(2)

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu

agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah

kapiler (eritema) yang universal. Kemungkinan berbagai sitokin berperan dalam

proses ini.(1)

Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan korneum dari

permukaan kult) serta sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu

cepat sehingga sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan

kulit dan tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.(7)

4
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran

darah ke kulit meningkat. Peningkatan perfusi darah ini dapat mengakibatkan

disregulasi temperature (menyebabkan kehilangan panas dan hipotermia) dan

kegagalan output jantung. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme

kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal.(7)

Epidermis yang matur secara cepat menyebabkan kegagalan kulit untuk

menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Hal ini akan

menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya

kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga

dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga

lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada eritroderma ini menyebabkan

peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal

sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan

menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur. Penguapan cairan yang makin

meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat,

kehilangan panas juga meningkat dan pengaturan suhu terganggu. Kehilangan

cairan oleh transpirasi meningkat sebanding dengan laju metabolisme basal.(7)

Pada eritroderma terjadi pelepasan stratum korneum yang mencolok yang dapat

mencapai 9 gram/m² permukaan kulit atau lebih dalam sehari sehingga

menyebabkan kehilangan protein, keseimbangan nitrogen yang negatif dan

hipoalbuminemia. Hipoproteinemia dengan berkurangnya sintesis albumin dan

5
meningkatnya metabolisme albumin disertai peningkatan relatif globulin

terutama globulin γ merupakan kelainan yang khas pada eritroderma. (2,5)

Keadaan edema sering terjadi, biasanya disebabkan oleh pergeseran cairan ke

ruang ekstravaskuler. Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis

rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada

eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan

keadaan yang progresif yang dapat ditandai dengan adanya peningkatan serum

IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi HIV.(5)

Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan

imunologik (alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada

mekanisme imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien

yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang

rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat /

metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkonjugasi dahulu dengan protein

misalnya jaringan, serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen

obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai

antigen lengkap.(5)

2.5 Gambaran Klinis

Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam

waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian

6
menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yag disebabkan oleh

obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan

kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul

setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut,

dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit
(8)
merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan.

Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi

terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat

menimbulkan panas metabolik.(9) Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan

sekunder. Pendapat sekarang semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma

selalu sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis

yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam

waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah

timbul skuama.(6)

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan

dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu :

karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.(6) Psoriasis yang

menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et causa

psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit psoriasis atau

pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi fototerapi, stress

emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi.

7
Gambar 1. Eritroderma psoriasis (11)

Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). Usia penderita berkisar 4-20

minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala. Eritema

dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.(6)

Gambar 2. Dermatitis Seboroik (12)

8
Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat

pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala

diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai gambaran

dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis, palmo plantaris yang jelas.

Berangsur-angsur menjadi papul folikularis disekeliling tangan dan menyebar ke

kulit berambut.(11)

Gambar 3. Ptryasis rubra pilaris (13)

Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel/ bula berukuran kecil,

berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas

adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula

kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.(6)

9
Gambar 4. Pemfifus Foliasius (13)

Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papula, vesikel sampai

erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat. (12)

Gambar 5. Dermatitis atopik (12)

Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau perlahan-lahan;

dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh

lagi. Kadang-kadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan,

puncak mengkilat, poligonal. Papula mungkin terjadi pada bekas garukan

(fenomena Koebner). Bila dilihat dengan kaca pembesar, papul mempunyai pola

garis garis berwarna putih ("Wickham's striae") Lesi simetrik, biasanya pada

10
permukaan fleksor pergelangan tangan, menyebar ke punggungn dan tungkai.

Mukosa mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis

dan mukosa vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku inenipis dan berlubang-

lubang. Anak-anak jarang terkena tetapi bila terdapat bercak kemerahan mungkin

tidak khas dan dapat keliru dengan psoriasis. Sering sangat gatal. Cenderung

menyembuh dengan sendirinya. (6)

Gambar 6. Liken Planus (12)

Keganasan yang sering yaitu sindroma sezary. Penyakit ini termasuk

limfoma, ada yang mengatakan stdium dini mikosis fungoides, terdapat pada

orang dewasa pada laki-laki usia 64 tahun dan pada wanita usia 53 tahun.

Sindroma ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang

menyeluruh disertai skuama yang kasar dan berlapis-lapis dan rasa gatal yang

hebat. Selain itu juga terdapat infiltrasi pada kulit dan edema. Pada sebagian

penderita terdapat splenomegali, limpadenopati superfisial, alopesia,

hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang

distrofik. (13)

11
Pada pemeriksaan laboratorium sebagian besar kasus menunjukkan

leukositosis (rata-rata 20.000/mm), 19% dengan eosinofilia dan linfositosis.

Selain itu terdapat pula limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Sel ini

besarnya 10-20 u, mempunyai sifat yang khas, di antaranya intinya homogen,

lobular, dan tak teratur. Selain terdapat dalam darah, sel tersebut juga terdapat

dalam kelenjar getah bening dan kulit. Biopsi pada kulit juga memberikan

kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan

terdapatnya sel Sezary. Bila jumlah sel Sezary yang beredar 1000/mm 3 atau

lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar disebut sindrom Sezary. Bila

jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom pre-Sezary.(14)

Gambar 7. Erythroderma: cutaneous T cell lymphoma (Sézary's

Syndrome)14

2.6 Pemeriksaan Penunjang

12
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan

peningkatan gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut

meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan.(7)

2.7 Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu

mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit

dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses

inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema.

Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.(2)

Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik,

dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid

infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan

Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan

beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang

menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma. (2)

Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit

menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan

gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis

papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada

13
pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma

ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih

dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. (2)

2.8 Diagnosis

Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang

sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-

kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi,

erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis

tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma di pilaris

rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok

di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pityriasis rubra, ektropion

mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.(2,4)

mencari tanda dari etiologi dari +


riwayat dan pemeriksaan fisik

terlihat multiple pada biopsy +


punch; diulangi biopsy 3-6 bulan
untuk menentukan diagnosis pasti

diagnosis pasti dan


pengobatan yang
-- tepat
dilakukan pemeriksaan tambahan :
biopsy untuk immunofluorescence,
CBC, CD4: ratio CD8, CXR, biopsy
kelenjar limfa

14
+

pikirkan DD lain

Bagan 1. langkah untuk pasien yang dicurigai ED, CBC = pemeriksaan sel darah,

CXR = x-ray thoraks, PCP = pemeriksaan primer (14)

2.9 Diagnosis Banding

Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma :

1. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di

lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada

keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi diantara

15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan

memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi

inhalasi.(11,14) Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi

pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya,

ada tiga tahap : balita, anak-anak dan dewasa.(15)

Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada

orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-

existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan

15
pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel,

dermal eosinofil dan parakeratosis.(6)

Gambar 8. Dermatitis Atopik (11)

Gambar 9. Dermatitis Atopik (11)

2. Psoriasis

Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan

topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika

16
psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak

tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu,

eritema dan skuama tebal universal.(2) Psoriasis mungkin menjadi eritroderma

dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat

cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis

resiko mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang orang tuanya

menderita psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%.(5)

Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas

tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai

fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.(5)

Gambar 10. Psoriasis (11)

3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai

dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak

mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,

17
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula.(16) Dermatitis

seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun. (17)

Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih

sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol.(5)
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman

pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur.

Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit

tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula.

Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. (5)DS dapat diakibatkan oleh

ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat

menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada

orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat

disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi

imun. (2)

Gambar 11. Dermatitis Seboroik (17)

18
Gambar 12. Dermatitis Seboroik (17)

2.10 Penatalaksanaan

Prinsip prinsip :

1. Karena banyak kehilangan cairan, kita harus memperhatikan keseimbangan

cairannya. Diberikan cairan fisiologis.(8)


2. Anti histamin dapat menghilangkan rasa gatal. (8)
3. Emolien.(18)
4. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabakan terjadinya

penyakit ini.(9)
5. Rawat pasien diruangan yang cukup sinar matahari. (9)
6. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya :

dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi). (9)


7. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti. (9)
8. Berikan steroid sistemik jangka pendek ( bila pada permulaan sudah dapat

didiagnosis adanya psoriasis maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti

psoriasis. (9)
9. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatar

belakanginya. (9)
Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I,

yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 4 x 10 mg.

Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari – beberapa minggu.

19
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid.

Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari

tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis

diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan

ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena

psoriasis dapat pula diobati dengan asetretin. Lama penyembuhan golongan II

ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti

golongan I.

Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik.

Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya

terdiri atas kortikosteroid dan sitostatik,


Kortikosteroid: Prednisone 30 mg/hari, atau Metilprednisolon dengan dosis

ekuivalen (24 mg/hari). Sitostatik: biasanya digunakan klorambusil dengan

dosis 2-6 mg sehari biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg

sehari.

Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena

terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu

pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema,

misalnya dengan salep lanolin 10%.1

2.11 Komplikasi

20
Banyak sistem organ selain epidermis dan dermis juga terlibat pada

eritroderma. Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus.

Hepatomegali ditemukan pada 20% kasus (Abrahams et al.). spenomegali

ditemukan pada 3% kasus (kesemuanya mengalami limpoma) baik pada stadium

awal dan pada hampir 20% stadium akhir. Rusaknya barier kulit pada

eritroderma menyebabkan peningkatan extrarenal water lost (karena penguapan

air berlebihan melalui barrier kulit yang rusak). Peningkatan extrarenal water

lost ini menyebabkan kehilangan panas tubuh yang menyebabkan hipotermia

dan kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi. Respon tubuh terhadap

dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan

menyebabkan gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak,

dan edema. Oleh karena itu evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting

pada pasien eritroderma.

Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari

ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot.

Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan alopesia, palmoplantar

keratoderma, kelainan pada kuku dan ektropion.

2.12 Prognosis

• Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.

21
• Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan obat

dihentikan dan diberikan terapi yang sesuai.


• Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti limfoma

akan tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan .


• Eritroderma disebabkan oleh dermatosa akhirnya dapat diatasi dengan

pengobatan, tetapi mungkin timbul kekambuhan.


• Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga,dapat bertahan dalam waktu

yang lama, sering kali disertai dengan kondisi yang lemah.


• Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara

sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat

dibandingkan dengan golongan lain.


• Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dngan

kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami

ketergantungan kortikosteroid. (18)


• Sindrome Sezary prognosisnya buruk, penderita pria umumya akan meninggal

setelah 5 tahun, sedangkan penderita wanita setelah 10 tahun. Kematian

disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis

fungoides.

22
BAB III

KESIMPULAN

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/

hampir seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak

didapatkan pada pria, terutama pada usia rata rata 40-60 tahun. Penyebab sering

eritroderma adalah akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi

obat dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan.

Gambaran klinik eritrodermi berupa pruritus, eritema dan skuama yang

bersifat generalisata. Penatalaksanaan eritroderma yaitu pemberian kortikosteroid dan

pengobatan topical dengan pemberian emolien serta pemberian cairan dan perawatan

diruangan yang hangat.

Prognosis eritroderma yang disebabkan obat obatan relatif lebih baik,

sedangkan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idipatik, dermatitis dapat

berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun tahun dan cenderung untuk kambuh.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p;

3.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In :

Champion RH eds. Rook’s, Textbook of dermatology, 5 th ed. Washington ;

Blackwell Scientific Publications. 1992.p; 17.48-17.49.


3. Umar H sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis),( online )

2013. Available From www.emedicine.com


4. Sterry W, Assaf Chalid. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses.

Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro

JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1 th ed

London. Mosby. 2003. Chapter-11.p;1.


5. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th

ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 189-

190,197-200.

6. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Jakarta : EGC. 2004.p; 104,236.

24
7. Kels-Grant JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Chapter-23Exfoliative Dermatitis.

Wollf K et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th eds.

Newyork : Megraw-Hill. 2001. Chapter-23.p; 225-8.


8. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates; 2000.p; 28.
9. Graham robin brown, Burn tony. Lecture notes Dermatologi. Jakarta.

2002.p; 64.
10. Habif TP. Clinical Dermatology A Colour Guide To Diagnosis and Therapy.

Toronto. 2004.p; 213


11. Gawkrodger JD. Dermatology an Illustrated colour text. 3rd ed. 2002.p; 40
12. Ekm. Itraconazole oral untuk terapi dermatitis seboroik. (online) 2013.

Available from www.kalbe.co.id.com.


13. Hierarchical. Pityriasis Rubra Pilaris. (online) 2013. Available from

www.lookfordiagnosis.com.
14. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p;

138.
15. Kefei K et all. Atopic Dermatitis. Papulosquamous and Eczematous

Dermatoses. Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD,

Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor.

Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-13.p; 1.


16. Cameli Norma, Picardo Mauro. Seborrheic Dermatitis. Evidence-based

dermatology. 2th eds. Nottingham : Blackwell publishing. BMJ books; 2008.

Chapter 20.p; 164.


17. Selden Samuel. Seboroik Dermatitis,(online)2013. Available From

www.emedicine.com
18. Bandyopadhyay debabrata, Associate Professor and Head Departement of

Dermatology,

25
(serial online) 2010 (cited 2013 October 10) : available from :

http://www.tripodIndonesia.com

26

Anda mungkin juga menyukai