DEFENISI ANEMIA
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada:
(1) meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh karena itu meningkatkan
pengiriman O2 ke jaringan- jaringan oleh SDM,
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin,
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela- sela
jaringan, dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital Guyton, 2001).
Salah satu tanda yang paling sering di kaitkan adalah pucat. Keadaan ini
umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin,
dan vasokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna
kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena di pengaruhi
pigmentasi, kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler. Bantalan
kuku, telapak tangan, dan membran mukosamulut serta konjungtiva merupakan
indikator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna
merah muda, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gram.
Takikardia dan bising jantung mencerminkan beban kerja dan curah jantung
yang meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orang tua dengan stenosis
koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal
jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantung yang anoksis tidak dapat
beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan
bernapas), napas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
jasmanimerupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
pingsan dan tinitus(telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigen
pada sistem saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala-gejala
saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare, dan stomatitis (nyeri
pada lidah dan membran mukosa mulut); gejala umumnya disebabkan oleh keadaan
defisiensi zat besi.
II. Gambaran morfologik (melalui indeks eritrosit atau hapusan darah tepi)
A. Anemia hipokromik mikrositik
Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti perwarnaan yang
berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal
(penurunan MCV; penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya
mencerminkan insufisiensi sintetis heme atau kekurangan zat besi,
keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan
sintetis globin, seperti pada thalasemia. Thalasemia menyangkut
ketidaksesuaian jumlah rantai alfa dan beta yang disintetis, dengan
demikian tidak dapat terbentuk molekul hemogloin tetramer normal. bila
MCV<80fl dan MCH <27pg
B. Anemia normokromik normositik
PATOFISIOLOGI ANEMIA
Defisiensi zat besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif zat besi
yang telah berlangsung lama. Terdapat tiga stadium defisiensi zat besi, yaitu :
1. Didapat
Zat kimia dan Fisika
o Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada dosis tertentu :
radiasi, bensen, arsen, sulfur, nitrogen mustard, antimetabolit,
antimitotik : kolsisin, daunorubisin, adriamisin
o Zat yang kadang-kadang mnyebabkan hipoplasia: kloramfenicol,
kuinakrin, metilfenil, hidantoin, trimetadion, fenilbutazon,
senyawa emas
Infeksi virus : hepatitis, Epstein Barr, HIV, Dengue
Infeksi mikobakterium
Idiopatik
2. Familial : Sindroma Fanconi
Kegagalan produksi eritrosit, leukosit, dan trombosit merupakan
kelainan dasar pada anemia aplastik, yang menurut penelitian disebabkan
oleh sel T sitotoksik yang teraktivasi. Sel T tersebut akan menghasilkan
interferon gamma (IFN-γ) dan tumor necrosis factor (TNF) yang bersifat
menginhibisi langsung sel-sel hematopoietik.
Supresi hematopoietik oleh IFN-γ dan TNF juga merangsang reseptor
Fas pada sel hematopoietik CD34 sehingga menghasilkan 3 proses :
1. Perangsangan reseptor Fas akan menginduksi terjadinya apoptosis.
2. Terjadi induksi produksi nitric oxide synthetase dan nitrit oksida
oleh sumsum tulang sehingga terjadi sitotoksisitas yang
diperantarai system imun.
3. Perangsang reseptor Fas akan mengaktivasi jalur intraseluler yang
menyebabkan penghentian siklus sel.
Sel T sitotoksik juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang berfungsi
mengaktifkan klon-klon sel T yang kemudian juga akan mengeluarkan TNF dan
IFN-γ dan menginhibisi hematopoietik.
MANIFESTASI KLINIS
V. Anemia aplastik
Diagnosa anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau
bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta dengan
menyingkirkan adanya infiltrasi atay supresi pada sumsum tulang. Kriteria
diagnosis anemia aplastik menurut international agranulocytosis and aplastic
anemia study group (IAASG) adalah satu dari tiga sebagai berikut :
Hemoglobin kurang dari 10 gd/dL atau hematokrit kurang dari 30%
Trombosit kurang dari 50x109//L
Leukosit kurang dari 3,5 x 109/L atau netrofil kurang dari 1,5 x 10
dengan retikulosit <30x109/l (<1%).
Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) : penurunan
selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hematopoietik atau
selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan depleso seri
granulosit atau infiltrasi neoplastik. Tidak adanya fibrosis yang bermakna
atau infiltrasi neoplastik.
Pansitopeni karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus diesklusi.
Setelah diagnosa ditegakkan, perlu dilakukan penentuan derajat penyakit dari
anemia apalstik yang berguna untuk menentukan strategi terapi. Kriteria yang
diapakai pada umumnya ialah kriteria Camitta et al. Yang tergolong anemia
apalstik berat (severe aplastic anemia) bial memenuhi kriteria paling sedikit
dua dari tiga :
Granulosit < 0,5 x 109 /L
Trombosit < 20 x 109 /L
Corrected reticulocte <1%
Selularitas sumsum tulang tulang < 25% atau selularitas < 50% dengan <
30% sel sel hematopoietik. Tergolong anemia aplastik sangat berat bila
netrofil < 0,2 x 109 /L.
TATALAKSANA ANEMIA
V. Anemia aplastik
Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik atas:
Terapi kausal
Terapi suportif, dengan menghindari kontak dengan penderita infeksi,
isolasi, menggunakan sabun antiseptik, sikat gigi lunak, obat peunak
buang ait besar, pencegahan menstruasi obat anovulator.
Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang : terapi untuk
merangsang pertumbuhan sumsum tulang, berupa :
Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol.
Oksimetolon diberikan dlam dosis 2 -3 mg/KgBB/hari. Efek terapi
tampak setelah 6 – 12 minggu.
Rh GM-CSF (rekombinan Human Granulocyte-Macrophage Colony
Stimulating Factor) digunakan untuk meningkatkan jumlah neutrofil,
tetapi harus diberikan terus menerus. Eritropoietin juga dapat
diberikan untuk mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah.
Kortikosteroid : prednison 1 -2 mg/KgBB/hari diberikan maksimum 3
bulan. Atau ada yang memberikan 60 – 100 mg/hari, namun jika
dalam 4 minggu tidak ada respons sebaiknya dihentikan karena
memberikan efek samping yang serius.
Terapi definitif yang terdiri atas :
ATG (anti Thymocyte Globulin)
Dosis 10 – 20 mg /KgBB/hari, diberikan selama 4 – 6 jam dalam
larutan NaCl dengan filter selama 8 – 14 hari. Untuk mencegah serum
sickness, diberikkan Prednison 40mg/m2/hari selama 2 minggu,
kemudian dilakukan tappering off.
Cyclosporin A
Dosis 3 – 7 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis
dilakukan setiap mingggu untuk mempertahankan kadar dalam darah
400-800 mg/ml. pengobatan diberikan miimal selama 3 bulan, bila
ada respon, diteruskan sampai respon maksimal, kemudian dosis
diturunkan dalam beberapa bulan.
Kombinasi ATG dan Cyclosporin A
Transplantasi sumsum tulang terapi yang memberikan harapan
kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan
canggih, serta adanya kesulitan dalam mencari donor yang
kompatibel. Transplantasi sumsum tulang, yaitu: merupakan pilihan
untuk kasus berumur di bawah 40 tahun, diberikan siklosporin A
untuk mengatasi GvHD (graft versus host disease), memberikan
kesembuhan jangka panjang pada 60 – 70% kasus, dengan
kesembuhan komplit.
Transfusi : diberikan PRC jika Hb < 7 g/dL atau ada tanda payah jantung
atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai 9 – 10 g%, tidak
perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis internal.
Trombosit profilaksis untuk penderita dengan trombosit < 10.000–
20.000/mm3. Bila terdapat infeksi, perdarahan, atau demam, maka
diperlukan transfusi pada kadar trombosit yang lebih tinggi.
Granulosit tidak bermanfaat sebagai profilaksis. Dapat
dipertimbangkan pemberian 1 x 1010 neutrofil selama 4 – 7 hari pada
infeksi yang tidak berespon dengan pemberian antibiotik.
PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja
dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian
preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan
beberapa kemungkinan sebagai berikut :
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsung menetap
Penyakit yang mempengaruhi absorbsi dan pemakaian besi
Pada anemia aplastik, prognosis tergantung pada tingkatan hipoplasia, makin
berat prognosis semakin jelek, pada umumnya penderita meninggal karena infeksi,
perdaraham atau akibat dari komplikasi transfusi. Prognosa dari anemia aplastik akan
menjadi buruk bila ditemukan 2 dari 3 kriteria berupa jumlah neutrofil <500/µL,
jumlah platelet <20000/µL, andcorrected reticulocyte count <1% ( atau absolute
reticulocyte count < 60000/µL). Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita
bertahan hidup selama 4 bulan, 25% selama 4 – 12 bulan, 35% selama lebih dari 1
tahun, 10-20% mengalami perbaikan spontan (parsial/komplit).
DAFTAR PUSTAKA