Anda di halaman 1dari 236

IPTEK UNTUK INDONESIA

SEJAHTERA, BERDAULAT & BERMARTABAT

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014

Dewan Riset Nasional


2014
DEWAN RISET NASIONAL

IPTEK UNTUK INDONESIA


SEJAHTERA, BERDAULAT & BERMARTABAT
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014

Tim Penyusun
Ketua :
Dr. Ir. Iding Chaidir, M.Sc
Anggota :
Prof. Dr. Suyanto Pawiroharsono, DEA
Dr. Ir. Dudi Iskandar
Ir. Hartaya, MT

Penyunting :
Dr. Ir. Iding Chaidir, M.Sc

Desain Sampul dan Tata Letak :


Syarif Budiman, S.Kom

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.


Dilarang menhutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
tanpa izin tertulis dari Dewan Riset Nasional.

© 2014 Dewan Riset Nasional

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ISBN : 978-979-9017-37-6

ii IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

KATA PENGANTAR
KETUA DEWAN RISET NASIONAL

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas terbitnya buku “IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT
& BERMARTABAT : Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014”.
Buku ini merupakan salah satu wadah bagi Anggota Dewan Riset Nasional (DRN) untuk
menuangkan ide dan pemikiran tentang pengembangan dan pemanfaatan IPTEK untuk pem-
bangunan nasional, yang diterbitkan setiap akhir tahun.
DRN merupakan Lembaga Non Struktural yang membantu pemerintah dalam
merumuskan arah, prioritas utama, dan kebijakan strategis pembangunan nasional IPTEK.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, anggota DRN 2012-2014 yang terdiri dari 56 anggota
dari unsur akademisi, bisnis dan pemerintah melaksanakan berbagai diskusi, FGD, Seminar
dan pengamatan lapangan. Kegiatan lintas disiplin ilmu dan lintas unsur kelembagaan IP-
TEK dalam wadah DRN telah melahirkan ide-ide terobosan yang dituangkan dalam bentuk
tulisan dalam buku ini.
Sesuai dengan Komisi Teknis (Komtek) yang ada di DRN yaitu bidang Pangan, Ener-
gi, Transportasi, TIK, Hankam, Kesehatan dan Obat, Material Maju, dan Sosial Humaniora,
artikel yang dituangkan dalam buku ini diwarnai oleh latar belakang tersebut. Meskipu de-
mikian, sejalan dengan perkembangan situasi di tingkat nasional yang baru saja mengalami
pergantian pemerintahan baru, maka beberapa tulisan mengulas pemikiran tentang kebijakan
pembangunan IPTEK, revolusi karakter bangsa, dan pengembangan IPTEK untuk daya saig
dan kesejahteraan bangsa.
Penerbitan buku ini dapat terwujud atas partisipasi aktif para anggota DRN dan kerja
keras Sekretariat DRN yang terus memfasilitasi kegiatan DRN. Atas jerih payah yang telah
dilakukan, kami mengucapkan terima kasih. Kami berharap buku ini dapat bermanfaat seba-
gai referensi sekaligus pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan DRN pada periode 2014,
khususnya dalam memberikan masukan bagi pembangunan IPTEK khususnya penguatan
kegiatan riset untuk Indonesia yang lebih sejahtera, berdaulat dan bermartabat.

Jakarta, Desember 2014

Pj. Ketua Dewan Riset Nasional

Ir. Betti Alisjahbana

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 iii


DEWAN RISET NASIONAL

iv IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

DAFTAR ISI

IPTEK UNTUK PEMBANGUNAN

PENGEMBANGAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI: ENAM


CATATAN PINGGIR...... 1
Oleh Prof. Carunia Mulia Firdausy, MA,Ph.D

TINJAUAN KEBIJAKAN IPTEK INDONESIA...... 9


Oleh Dr. Ir. Utama Padmadinata.

MEWUJUDKAN INDONESIA YANG SEJAHTERA DAN BERDAULAT DENGAN


DUKUNGAN IPTEK...... 19
Oleh Dr. Ir. Iding Chaidir.M.Sc

MEMASARKAN PRODUK-PRODUK HASIL RISET...... 27


Oleh Ir.Said Firman.

SEKTOR INDUSTRI DITUNTUT UNTUK PRO-AKTIF DALAM PERCEPATAN


PENGEMBANGAN IPTEK UNTUK KEDAULATAN DAN KESEJAHTERAAN
BANGSA...... 37
Oleh Drs. Iskandar, Apt.,MM

ERA BARU PENDIDIKAN TINGGI DAN RISET INDONESIA DENGAN


MENGUATNYA UNIVERSITAS-UNIVERSITAS RISET INDONESIA BERKELAS
DUNIA...... 45
Oleh Prof. Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono, Apt

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM PERSPEKTIF DESENTRALISASI......55


Oleh Dr. Fauziah Zen

IPTEK ENERGI & LINGKUNGAN

TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA: JEMBATAN MENUJU KEMANDIRIAN


ENERGI INDONESIA...... 63
Oleh Ir. Budi Susanto Sadiman.

PENGEMBANGAN BIOENERGI UNTUK KETAHANAN ENERGI NASIONAL.... 71


Oleh Dr. Ir. Surya Darma, MBA

PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM...... 87


Oleh Dr. Ir. Arnold Sutrisnanto.

SOLUSI PERMASALAHAN ASAP...... 95


Oleh Prof. Dr. Ir. Udiansyah, MS

PERLU TEROBOSAN KEBIJAKAN UNTUK PENCAPAIAN TARGET PEMAKAIAN


BAHAN BAKAR NABATI...... 99
Oleh Dr. Agus Nurrohim

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 v


DEWAN RISET NASIONAL

IPTEK PERTANIAN & AGROINDUSTRI

PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN DI LAHAN RAWA UNTUK


MENINGKATKAN PRODUKSI PANGAN NASIONAL...... 109
Oleh Prof. Dr. Ir. Siti Herlinda, M.Si

PENGEMBANGAN JAMUR TIRAM UNTUK PANGAN DAN PANGAN


FUNGSIONAL...... 115
oleh Prof. Dr. Suyanto Pawiroharsono, DEA

PENINGKATAN PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN UNTUK MENDUKUNG


HILIRISASI INDUSRTI BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT...... 131
oleh Sakri Widhianto, S.Teks, MM

IPTEK KESEHATAN DAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA INDONESIA BERBASIS OTAK SEHAT DI


ERA GLOBAL...... 147
oleh Prof. Dr. Suhartono Taat Putra, dr., MS

MASALAH PENYAKIT AUTOIMUN SISTEMIK, LUPUS : SUATU ANCAMAN


KESEHATAN WANITA YANG NYATA DI INDONESIA...... 157
oleh Prof. Dr. Handono Kalim,dr. SpPD-KR & Kusworini Handono

TEKNOLOGI PARTISIPASI UNTUK PERDESAAN BERDIKARI LESTARI DAN


BERKEDAULATAN PANGAN BERBASIS JIWA GOTONG ROYONG...... 171
oleh Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS

IPTEK KONEKTIVITAS DAN HANKAM

MAMPUKAH BIDANG ICT MEMBERIKAN KONTRIBUSI SIGNIFIKAN BAGI


PEREKONOMIAN NASIONAL? MARILAH BELAJAR DARI KEBERHASILAN
KOREA...... 181
oleh Dr. Eng. Ir. Zulfajri Basri Hasanuddin, M.Eng
KAJIAN AWAL KEBUTUHAN TIPE DAN UKURAN KAPAL UNTUK WILAYAH
MARITIM INDONESIA...... 193
oleh Prof. Djauhar Manfaat, Ph.D

MEMBANGUN KEWASPADAAN DINI TERHADAP ANCAMAN CBRN-E...... 203


oleh Dr. Anne Kusmayati

PERLUNYA PERCEPATAN PENGEMBANGAN PRODUK, BISNIS DAN


PENGUASAAN TEKNOLOGI MAJU DI INDUSTRI PERTAHANAN DALAM
NEGERI YANG DIDORONG OLEH PEMERINTAH DAN PENGGUNA DI DALAM
NEGERI...... 219
oleh Brigjen TNI (purn). Ir. Agus Suyarso

vi IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PENGEMBANGAN RISET, TEKNOLOGI &


PENDIDIKAN TINGGI :
ENAM CATATAN PINGGIR
Prof. Carunia Mulya Firdausy, MA, Ph.D1
1
Ketua Komisi Teknis Teknologi Transportasi DRN 2012-2014.

ABSTRAK
Penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Pendidikan Tinggi diharapkan
dapat membawa kepastian dalam upaya menjadikan luaran pendidikan tinggi dan hasil pe-
nelitian Iptek nasional bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dan umat
manusia umumnya. Pentingnya kepastian tersebut bukan saja karena kinerja luaran pen-
didikan tinggi dan hasil penelitian Iptek nasional masih berada dalam titik nadir,melainkan
juga karena penggabungan kedua institusi ini tidak bebas biaya. Tulisan ini bertujuan untuk
memberikan beberapa catatan pinggir yang diyakini berguna untuk Kementerian Riset dan
Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam mengisi dan memaknai penggabungan tersebut bagi
peningkatan kualitas pendidikan tinggi di satu pihak, dan hasil penelitian Iptek nasional di lain
pihak. Sumber informasi dan data dalam mendukung catatan pinggir ini diambil dari literatur
dan pengalaman bergelut dalam dunia pendidikan tinggi dan penelitian. Beberapa catatan
pinggir dimaksud adalah sebagai berikut. Pertama, dengan menyatukan perbedaan pilar atau
payung antara pendidikan tinggi dengan pilar penelitian. Kedua, membangun kualitas dan
kebersamaan SDM (dosen, peneliti dan staf pendukung). Ketiga,meningkatkan kuantitas dan
kualitas prasarana dan sarana pelayanan pendukung pendidikan tinggi dan riset. Keempat,
mengembangkan sistem insentif atau disinsentif bagi perguruan tinggi dan lembaga riset. Ke-
lima, membentuk lembaga keuangan atau Bank pendidikan tinggi dan riset. Keenam, sistem
remunerasi dosen, peneliti dan staf pendukung berbasis produktivitas individu yang terukur
dalam periode satu tahun. Singkatnya, strategi, kebijakan dan program supply push dalam
mengembangkan pendidikan tinggi dan riset dan teknologi di atas memang perlu (necessary),
namun harus (must) disesuaikan dengan kebutuhan dinamis industri dan masyarakat. Hal ini
karena hukum supply creates its own demand dalam pengembangan riset, teknologi dan pendidi-
kan tinggi terbukti sudah tidak dapat diterapkan lagi di Indonesia.

1. PENDAHULUAN
Kementerian Riset dan Teknologi kini telah digabung dengan Direktorat Jenderal Pen-
didikan Tinggi oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhamad
Jusuf Kalla atau lebih dikenal Jokowi-JK. Penggabungan tersebut diberi nama Kementerian
Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Tentu penggabungan kedua
institusi tersebut sudah saatnya untuk disikapi secara positif dan optimis (thinking out of the
box), walaupun memang harus diakui pikiran yang menolak penggabungan tersebut perlu

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 1


DEWAN RISET NASIONAL

juga diapresiasi dan dijadikan bahan koreksi penetapan strategi, kebijakan dan program ri-
set, teknologi dan pendidikan tinggi yang akan dirumuskan ke depan (Kompas, 17 Oktober
2014). Pasalnya, banyak fakta empirik yang menunjukkan apa yang dilakukan institusi pen-
didikan tinggi banyak yang kurang “nyambung“ dengan apa yang dilakukan Kementerian
Ristek beserta Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) maupun Lembaga Pemerin-
tah Kementerian (LPK), dan sebaliknya. Bahkan lebih parah lagi, koordinasi sesama LPNK
maupun dengan Kementerian Ristek dan LPK masih berjalan sendiri-sendiri tanpa arah.
Hal ini, misalnya, terlihat dari rumusan payung Agenda Riset Nasional (ARN), Kebija-
kan Strategis nasional (Jakstranas) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dan buku putih
Iptek yang dibuat Dewan Riset Nasional (DRN) untuk Kementerian Ristek yang selama ini
nyaris tidak pernah “digubris” oleh LPNK dan apalagi oleh lembaga penelitian dan pengem-
bangan di dalam tiap kementerian (LPK) maupun institusi pendidikan tinggi. Masalah
lemahnya koordinasi tersebut, diyakini juga terjadi di lingkungan institusi pendidikan tinggi.
Belum lagi menyangkut kinerja Perguruan Tinggi dalam melaksanakan Tri Dharma maupun
kinerja hasil penelitian dan pengembangan Iptek oleh Kementerian Ristek beserta LPNKdan
LPKnya yang masih berstabilo “merah”. Belum lagi bicara bagaimana keterkaitan hasil riset
dan teknologi maupun perguruan tinggi yang tidak dimanfaatkan oleh dunia industri dan
masyarakat. Tentu, salah satu tugas Kementerian baru ini nantinya mendobrak “arogansi”
di lingkungan institusi pendidikan tinggi dan riset dan teknologi di satu pihak dan mem-
perbaiki kinerja kedua institusi ini di lain pihak, disamping juga mencari solusi agar hasil
riset, teknologi dan lulusan perguruan tinggi dapat diserap secara optimal oleh industri dan
masyarakat. Persoalannya, bagaimana cara yang harus ditempuh untuk memperbaiki semua
hal tersebut?
Tulisan singkat ini bertujuan utama untuk memberikan beberapa catatan pinggir men-
yangkut upaya yang harus dilakukan Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Ting-
gi dalam mengembangkan Iptek dan Pendidikan Tinggi di Indonesia. Namun sebelum focus
tujuan tersebut dibahas, berikut ini diungkapkan terlebih dahulu apa keterkaitan Riset dengan
pendidikan tinggi di bagian kedua. Kemudian, di bagian ke tiga diungkapkan faktor penyebab
mengapa hasil riset belum dimanfaatkan industri dan masyarakat. Akhirnya, beberapa cata-
tan pinggir dalam mengembangkan riset, teknologi dan pendidikan tinggi diberikan pada
bagian ke empat dari tulisan ini.
2. APA KETERKAITAN RISET DENGAN PENDIDIKAN TINGGI ?
Seperti diketahui, fungsi riset dalam pendidikan tinggi paling tidak dapat dikategori-
kan dalam tiga hal. Pertama, sebagai pengajaran dan pelatihan metode ilmiah untuk men-
cari dan mengungkap pengetahuan baru. Kedua, riset dapat digunakan staf pengajar untuk
mengembangkan bidang ilmu dan senantiasa mengasah daya pemikiran dan pengetahuan-
nya. Ketiga, riset dapat ditujukan untuk mencari jawaban bagi permasalahan yang terdapat di
masyarakat.

2 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Untuk meningkatkan kualitas riset, maka kualitas pendidikan tinggi mutlak perlu
ditingkatkan. Hubungan antara riset dan pendidikan tinggi telah diatur dalam UU No. 18
Tahun. 2002 tentang Sistim Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (SisNas Lit-
BangRap) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dalam undang-undang ini dinyatakan
bahwa kelembagaan riset terdiri atas perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan
lembaga penunjang maupun unsur sumberdaya dan jaringan iptek lainnya.
Adapun fungsi dan tanggung jawab masing-masing kelembagaan tersebut terdiri dari
dua hal. Pertama adalah mengorganisasikan pembentukan sumberdaya manusia, penelitian,
pengembangan, perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi, .dan kedua yaitu membentuk
iklim dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi penyelenggaraan penguasaan, pe-
manfaatan, dan pemajuan iptek.
Khusus untuk Perguruan Tinggi, misi yang ditekankan di dalam Sistem Nasional Iptek
yakni membentuk sumberdaya manusia sesuai dengan keahlian, kepakaran, dan kompetensi
di bidang iptek. Adapun yang dimaksud dengan Perguruan Tinggi menurut Pasal 20 Undang
Undang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yaitu meliputi akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institut, atau universitas. Lembaga ini berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian pada masyarakat atau lebih dikenal dengan Tri Dharma Pergu-
ruan Tinggi. Perguruan tinggi juga merupakan unsur kelembagaan dalam sistem pendidikan,
sehingga dapat dikatakan perguruan tinggi merupakan simpul yang mengaitkan Sistem Na-
sional Iptek dengan Sistem Pendidikan1.
Keterkaitan ini tampak jelas dari tanggung jawab perguruan tinggi yang menurut UU
No. 18 Tahun 2002 mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan,
serta pengabdian pada masyarakat. Tanggung jawab dalam pengajaran dan pengembangan
yang tidak tercakup dalam UU Sisdiknas ini merupakan upaya untuk meningkatkan kemam-
puan penelitian, pengembangan, perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi bagi sumberdaya
yang dihasilkan. Dengan demikian, Sistem Nasional Iptek merupakan upaya terintegrasi un-
tuk mendifusikan hasil penelitian yang dicapai, sekaligus menghasilkan lulusan universitas
yang lebih siap di pasar.
Sebagai upaya peningkatan kemampuan IPTEK di perguruan tinggi dikembangkan
keterkaitan kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan Iptek di universitas, indus-
tri dan pemerintah. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui peningkatan alih teknolo-
gi, kemitraan riset dengan pihak industri dan peneliti asing. Selain itu, kebijakan insentif
dalam kegiatan penelitian di berbagai universitas maupun lembaga litbang juga dimaksud-
kan untuk meningkatkan kemitraan dan alih teknologi dengan pengguna di industri maupun
masyarakat. Sebagai contohnya yakni sistim insentif Riset Unggulan Strategis Nasional dan
Program Insentif Riset di Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang pernah dilakukan
pada periode 2005-2014.
1
Lihat Penjelasan Pasal 7 UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, & Penerapan IPTEK.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 3


DEWAN RISET NASIONAL

Kebijakan tersebut didukung peraturan perundang-undangan, yaitu PP No 20 Tahun


2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan
oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, PP No 41 Tahun 2006
tentang Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi
Asing, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha dan Orang Asing, dan
PP No 35 Tahun 2007 Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan
Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi (lihat Kadiman, 2009).
Dari uraian singkat diatas jelas bahwa pendidikan tinggi dan riset merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan atau tidak memiliki hierarki satu sama lain. Riset merupakan bagian
penting dari pendidikan tinggi. Demikian pula Pendidikan tanpa riset akan terasa kering.
Dengan demikian, upaya pemerintah untuk memberikan perhatian tinggi pada sektor pen-
didikan tinggi hanya akan berarti jika dan hanya jika kegiatan riset juga mendapat perhatian
yang sama, vice versa.

3. MENGAPA HASIL RISET DAN TEKNOLOGI BELUM DIMANFAAT-


KAN ?
Pentingnya riset, teknologi dan pendidikan tinggi telah banyak diungkapkan dalam lit-
erature. Paul Romer dalam Resosudarmo dan Arief A. Yusuf. (2009), misalnya, menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dicapai melalui investasi dalam sumberdaya
manusia, penelitian dan pengembangan teknologi. Pikiran Romer tersebut juga didukung
fakta yang dapat dilihat di berbagai negara baik di lingungan Asia, Eropa dan Amerika Seri-
kat. Bahkan Ohmae (2005) mencatat kemajuan beberapa negara-negara di Asia terjadi ka-
rena adanya kemajuan riset, teknologi dan pendidikan tinggi. Bahkan beberapa negara di
Asia dimaksud mampu memenangkan persaingan global vis a vis kemajuan negara Barat. Ki-
sah keberhasilan Negara-negara yang memadukan riset dan pendidikan tinggi rasanya tidak
sulit untuk diperoleh. Negara seperti Finlandia, Jepang dan Korea Selatan, merupakan tiga
contoh Negara yang berhasil membangun perekonomiannnya melalui Iptek dan pendidikan
tinggi (Zuhal, 2008, Stiglitz, 1999).
Namun dalam konteks Indonesia, sangat disayangkan pengembangan riset, teknologi
dan pendidikan tinggi yang dilakukan pemerintah dan akademisi dikaitkan dengan kebutu-
han industri dan masyarakat (quadhelix) relative masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini ter-
jadi antara lain karena adanya ketidakpaduan (mismatch) antara pilihan substansi riset yang
dilakukan pada lembaga-lembaga riset dan teknologi maupun pendidikan tinggi dengan ke-
butuhan industri dan masyarakat.
Pilihan substansi riset yang dilakukan di perguruan tinggi maupun lembaga riset pemer-
intah selama ini masih terlalu diwarnai oleh ‘selera’ individual para periset dan hanya meng-
gunakan ukuran akademik sebagai alat seleksi dalam penentuan kelayakan pembiayaannya.

4 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Bahkan, walaupun belakangan ini sudah mulai dilakukan upaya untuk menggiring agar
riset tersebut terkait dengan kebutuhan industri dan masyarakat, tetapi realitanya substansi
riset masih belum bergeser jauh dari kenikmatan para akademisi dan para peneliti (Kompas,
2012).
Selain itu, walaupun ekspektasi pemerintah telah mengarah pada peningkatan kontri-
busi teknologi terhadap pembangunan perekonomian nasional, namun kegiatan riset yang
dibiaya pemerintah tidak dikawal agar secara konsisten menuju ke arah tersebut. Kegia-
tan riset di perguruan tinggi masih dibiarkan sepenuhnya bebas tanpa harus menyentuh per-
masalah nyata. Riset lebih diposisikan sebagai media untuk pembelajaran dan peningkatan
ketrampilan tenaga akademis dan mahasiswa. Dengan kata lain, penelitian di perguruan
tinggi tidak secara sungguh-sungguh dituntut untuk menghasilkan produk teknologi yang
bermanfaat bagi masyarakat, apalagi bagi kebutuhan paten maupun pertumbuhan ekonomi.
Pelaksanaan riset masih diorientasikan pada upaya menggeser kurva suplai (jumlah penenli-
tian) ke kanan, tanpa disesuaikan dengan kebutuhan permintaan.
Demikian pula, riset yang dilakukan di lembaga riset pemerintah, termasuk badan-
badan penelitian dan pengembangan pada berbagai kementerian, juga tidak berbeda banyak
dengan riset yang dilakukan di perguruan tinggi. Orientasi yang berlaku adalah lembaga riset
dan perguruan tinggi tugasnya melaksanakan riset dan mengembangkan teknologi, sedang-
kan pemanfaatannya dianggap menjadi domain industri dan masyarakat. Akibatnya, upaya
‘supply-push’ ini gagal dalam menjadikan hasil riset dan teknologi dimanfaatkan oleh pihak
industri dan masyarakat. Singkatnya, upaya supply push baik yang dilakukan Perguruan tinggi
dan lembaga riset masih jauh diarahkan pada kesesuaiannya dengan kebutuhan permintaan
(demand needs) industri dan masyarakat.
Keadaan di atas berbeda dengan riset yang dilakukan oleh industri (non pemerintah).
Pihak industri cenderung melakukan riset dan pengembangan teknologi lebih berorientasi
pada kebutuhan publik/konsumen. Namun sayangnya, bentuk riset yang dilakukan secara
umum masih pada tataran peningkatan efisiensi proses produksi atau adaptasi produk agar
lebih sesuai dengan preferensi konsumen Indonesia, bukan pada upaya untuk menghasilkan
produk inovatif dan berdaya saing (Lakitan, 2009).
“Benang kusut” penyebab rendahnya kualitas pelaksanaan riset dan pemanfaatan hasil-
hasil riset yang terjadi selama ini suka atau tidak suka juga berkorelasi dengan rendahnya
biaya yang dianggarkan pemerintah. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh negara-
negara maju dan industri yang umumnya di atas 1 persen dari besarnya Produk Domestik
Bruto negara tersebut. Oleh karena itu, pembenahan benang kusut dari hulu sampai hilir
yang masih terjadi dalam upaya mengembangkan riset, teknologi dan pendidikan tinggi tidak
saja wajib diuraikan sedemikian rupa, melainkan juga harus dicarikan solusi yang tepat dan
efektif.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 5


DEWAN RISET NASIONAL

4. BEBERAPA CATATAN PINGGIR


Tentu banyak hal yang perlu dan harus mendapat perhatian tinggi dengan hadirnya Ke-
menterian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Paling tidak enam pikiran dari hasil
bacaan literature dan pengalaman berikut ini perlu dijadikan catatan pinggir dalam memasti-
kan kinerja kehadiran kementerian ini.
Pertama, yakni dengan menyatukan perbedaan pilar atau payung antara pendidikan
tinggi dengan pilar penelitian. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan melakukan pe-
nyesuaian dan atau perubahan bab, pasal dan ayat terkait yang tersurat dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 dan Undang-Undang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) No.
18/2002. Dengan adanya penyatuan pilar ini tidak saja kebijakan pendidikan tinggi dan riset
dan teknologi menjadi lebih fokus dan tajam, tetapi juga sekaligus menggiring koordinasi
antar lembaga terkait pada satu pilar.
Kedua, membangun kualitas dan kebersamaan SDM (dosen, peneliti dan staf pen-
dukung). Kualitas SDM dibangun, misalnya, melalui program 1000 Doktor per tahun khu-
susnya di luar negeri dalam bidang ilmu dasar dan tekhnik. Sedangkan dalam hal memban-
gun kebersamaan SDM dapat dilakukan, misalnya, melalui penyatuan pusat penelitian di
lembaga pendidikan tinggi dan lembaga riset berbasis inovasi, pengembangan pusat penelitian
berkaliber dunia, pelaksanan program riset multi dan interdisiplin ilmu/bidang dan penggu-
naan prasarana dan sarana bersama yang dimiliki oleh Pendidikan Tinggi dan institusi riset.
Ketiga, meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana pelayanan pen-
dukung pendidikan tinggi dan riset. Langkah ini penting tidak saja untuk mengurangi ”mi-
grasi” dari para peneliti atau akademisi bekerja di luar bidangnya, tetapi juga dapat mengu-
rangi arus ”hijrah” peneliti atau akademisi untuk bekerja di luar negeri. Selain itu, lulusan
perguruan tinggi dapat menjadi lebih berkualitas dan mudah diterima pasar kerja.
Keempat, mengembangkan sistem insentif atau disinsentif bagi perguruan tinggi dan
lembaga riset. Perguruan tinggi dan lembaga riset yang tercatat didalam ranking dunia di-
berikan dukungan dana atau bantuan lebih sejenisnya. Sebaliknya, yang belum atau tidak
tercatat, disupervisi dalam tenggat waktu tertentu sebelum disatukan ke institusi yang lebih
baik. Tentu kementerian ini harus jemput bola dan bukan dengan duduk di menara gading.
Kelima, membentuk lembaga keuangan atau Bank pendidikan tinggi dan riset. Tujuan
dari pembentukan bank tersebut untuk mengurangi ketergantungan pendidikan tinggi dan
lembaga riset terhadap sumber dana yang berasal dari APBN dan APBD serta sekaligus men-
dorong kerjasama dengan pihak swasta dalam dan luar negeri.
Keenam, sistem remunerasi dosen, peneliti dan staf pendukung berbasis produktivitas
individu yang terukur dalam periode satu tahun. Pemberian tunjangan kinerja (tukin) yang
berbasis ”absen” setiap hari yang kini diperlakukan bagi dosen dan peneliti harus dievalu-

6 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

asi efektivitasnya. Pasalnya, sistem ini dirasakan ”memasung” produktivitas dan kreativitas
dosen dan peneliti yang memiliki mobilitas tinggi. Untuk kategori ini diperlukan sistem absen
tersendiri.
Tentu catatan pinggir dari enam pikiran di atas dalam pelaksanaannya tidak dapat lepas
dari penyesuaian terhadap dinamika yang terus terjadi dalam dunia pendidikan tinggi, riset,
teknologi dan kebutuhan pasar. Jika hal ini tidak dilakukan, maka apapun upaya yang di-
lakukan dalam mengembangkan riset, teknologi dan pendidikan tinggi akan selalu berjalan
di tempat seperti layaknya roller coaster yang terus berjalan, namun berjalan di lintasan yang
sama.

DAFTAR PUSTAKA

Firdausy, C.M. 2012. Agenda Riset Nasional, Kompas 5 April 2012.


_____________, 2012. Pembangunan Iptek tidak Bergaira, Kompas 16 Mei 2012.

Kadiman, K., 2009. Memposisikan Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kemente-
rian Riset dan Teknologi, Jakarta.

Lakitan, B., 2009. Sistim Inovasi Nasional, Jurnal Dinamika Masyarakat, Kedeputian Dina-
mika Masyarakat, Kementerian Riset dan Teknologi, Jakarta.

Ohmae, Kenichi, 2005. The Next Global Stage, Mc Millan, USA.

Resosudarmo, B. P. and Arief A. Yusuf. “ Survey of Recent Development”, Bulletin of Indo-


nesian Economic Studies, vol. 45. no. 3 (2009): 287-315.

Romer, Paul, 2002. Investment in Human Resources, Research and Technology Development
for Development, Elsevier Publication.

Stiglitz, J. 1999. Globalization and Its Discontents, Penguin Books.

Zuhal, 2010. Knowlegde dan Innovation : Platform Kekuatan Daya Saing, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 7


DEWAN RISET NASIONAL

8 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

TINJAUAN KEBIJAKAN IPTEK INDONESIA


Dr. Ir. Utama H. Padmadinata1,2
Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, tahun 2005-2010
1.

Ketua Komisi Teknis Teknologi Material Maju DRN 2012-2014.


2.

Email : utama.padmadinata@gmail.com

ABSTRAK
Kebijkan iptek nasional dikaji dari berbagai contoh kasus yang terjadi untuk diidentifi-
kasi kelemahannya, dan dicarikan solusi dengan mengambil contoh yang baik dari luar negeri
seperti Vietnam dan Jerman. Kelemahan yang nyata terletak pada Kebijakan dinyatakan se-
bagai pernyataan umum yang tidak merefleksikan rencana aksi dan penganggaran. Pentingya
sistem inovasi yang melibatkan berbagai institusi dalam jejaring masih perlu diperkuat, hal
ini sejalan dengan permintaan Presiden untuk tidak ego sektoral dan mengembangkan tradisi
bekerja lintas Kementerian. Selain itu juga ditemukan kebijakan yang sudah baik namun
tidak dijalankan secara konsisten.

1. PENDAHULUAN
Dalam era persaingan global yang sangat ketat dewasa ini, maka semua negara beru-
paya untuk meningkatkan daya saing nasionalnya, sementara Indonesia masih didominasi
oleh produk-produk dengan kandungan teknologi rendah atau menjual bahan mentah. Ner-
aca perdagangan Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2011, untuk
produk industri dengan teknologi rendah mengalami peningkatan, sementara untuk produk
industri dengan teknologi menengah dan tinggi cenderung mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan kenyataan bahwa hasil Litbang IPTEK belum banyak mendukung industri.
Gambaran industri manufaktur nasional mulai terjadi penurunan nilai tambah sejak ta-
hun 2004 [1], hal ini pertanda awal de-industrilisasi. Prospek pertumbuhan ekonomi nasional
menghadapi resiko, karena industri mengalami produktivitas rendah, keterbatasan kapasitas
produksi, masalah dalam infrastruktur, adanya skill gap, lemahnya pemanfaatan teknologi
dalam industri, kurangnya inovasi dan peningkatan kapasitas teknologi serta permasalahan
sektor keuangan [1]. Sementara lembaga litbang nasional belum sepenuhnya mampu menye-
diakan teknologi yang diperlukan oleh industri. Akibatnya ketergantungan semakin besar
pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil litbang
dalam negeri.
Dalam sistem inovasi terdapat 3 pihak mempengaruhi aliran teknologi bagi industri,
yaitu penghasil teknologi, pengguna teknologi dan intermediasi. Lembaga Litbang sebagai
penghasil teknologi harus dapat memenuhi perkembangan kebutuhan industri yang harus
terus bersaing. Industri sebagai pengguna teknologi perlu terus distimulasi untuk mening-
katkan inovasi dan perbaikan yang berkelanjutan. Diantara keduanya perlu ada intermediator

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 9


DEWAN RISET NASIONAL

yang bisa memahami kebutuhan Litbang dan Industri agar perbedaan sudut pandang bisa
dipertemukan. Kemampuan Lembaga Litbang sangat dipengaruhi oleh besarnya anggaran
Iptek, kualitas SDM, kemampuan inovasi dan manejemen iptek.
Dalam industri manufaktur masih terlihat tingginya impor bahan baku penolong yang
hampir mencapai 80% dan barang modal mendekati 17%. Besarnya impor dan kurangnya
ekspor tentu akan menekan rupiah.
Peran iptek selain untuk menunjang industri manufaktur juga untuk mengolah dan
meningkatkan nilai tambah potensi sumberdaya mineral dan hayati potensi daerah yang san-
gat beragam dari produk pertanian, maritim, kerajinan dan manufaktur untuk memenuhi
kebutuhan daerahnya dan untuk dijual keluar. Indonesia belum dapat memperoleh manfaat
yang maksimal dalam pengolahan sumber daya alam melalui pemanfaatan Iptek untuk men-
dapatkan nilai tambah, seperti contoh dalam pengolahan bijih besi.
Disinilah pentingnya iptek untuk peningkatan daya saing industri untuk menuju kedaul-
atan dan kesejahteraan bangsa. Melalui pengolahan bahan baku mineral dan hayati nasional,
maka bahan baku penolong dan pembuatan barang modal nasional sebagai subsitusi impor
dapat diproduksi dalam negeri.
Permasalahan iptek tentu tidak hanya dalam masalah teknis belaka, namun harus juga
ditunjang dengan unsur kebijakan, atau bahkan kebijakan lebih penting dibanding persoalan
teknisnya untuk meningkatkan daya saing nasional.
Persoalan kebijakan telah disinggung diatas menyangkut seperti antara lain rendahnya
kualitas SDM, rendahnya kemampuan inovasi, anggaran iptek yang tidak memadai, maneje-
men iptek dan lain sebagainya.
Dalam tulisan ini akan disampaikan beberapa contoh kasus implementasi kebijakan iptek yang
tidak mencerminkan fokus dan target yang terarah. Solusinya diberikan bagaimana negara lain me-
nangani perencanaan dan implementasi kebijakan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek.
Kasus serupa juga dialami oleh Vietnam, yang kemudian bekerjasama dengan Korea Selatan untuk
melakukan perbaikan perencanaan dan penerapan ipteknya.

2. PRAKTEK PELASANAAN KEBIJAKAN IPTEK


Beberapa contoh bagaimana iptek dijalankan di Indonesia, akan disajikan dalam 4
kasus antara lain a) Apa isi Agenda Riset Nasional, b) Penyusunan Program di Lembaga Lit-
bang, c) Apa dan bagaimana Insentif Riset Sinas dan d) Kelemahan dalam pencapaian skala
prioritas dari RPJM 2 (2010-2014). Dengan contoh-contoh tersebut dapat dilihat kelemahan
dalam implementasi kebijakan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek.
Kasus pertama Agenda Riset Nasional (ARN), pertanyaan yang muncul apa isi ARN,
apa tujuan ARN, siapa yang menjalankan ARN, bagaimana memeneje ARN untuk menca-
pai target. Ini semua membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat agar dapat benar-benar
10 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

terlaksana dan mencapai sasaran dengan baik. Kalau kita lihat lebih jauh isi ARN, yang berisi
Tema, Subtema dan Topik riset, maka isinya hanya berupa daftar kegiatan riset dari bidang
prioritas. Apakah agenda riset seperti ini, bisa menjamin Indonesia bisa maju di tahun 2019,
karena tidak jelas siapa yang akan menjalankan ARN, bagaimana kemampuan Litbangnya,
bagaimana membagi kegiatan risetnya dan bagaimana sumber anggarannya.
Kasus kedua terkait dengan penyusunan program/kegiatan di lembaga Litbang. Pro-
gram di Lembaga Litbang disusun berdasarkan Rencana Strategis (RENSTRA) yang ditu-
runkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Dalam menyusun program
tersebut akan sangat dipengaruhi oleh visi lembaga dan kebijakan pimpinan lembaga Lit-
bang tersebut. Dalam penyusunan program / Kegiatan pun sangat beragam ada yang lebih
cenderung top-down atau buttom-up, atau perimbangan tertentu antara top-down dan buttom-up.
Makin besar buttom-up, maka arah kegiatan Litbang dalam suatu institusi akan semakin tidak
fokus karena terlalu mengakomodir keinginan banyak pegawainya. Apakah dengan cara sep-
erti ini dapat dijamin Lembaga-lembaga Litbang sudah dapat meningkatkan daya saing in-
dustri. Kalau di Indonesia mempunyai banyak lembaga Litbang yang menyusun programnya
seperti itu, apakah bisa diharap ada kesamaan visi dalam membangun iptek Indonesia yang
mengkerucut mengarah pada sasaran yang sama. Menurut hemat penulis hal tersebut akan
sulit dicapai, karena faktor selera dan kebebasannya sangat besar. Belum lagi kalau diperhati-
kan persoalan sinergi dan koordinasi antar lembaga dan antar kementerian termasuk barang
langka di tanah air. Hal ini dapat dirasakan bahwa manfaat hasil litbang sangat sedikit bagi
industri.
Kasus ketiga pelaksanaan Insentif Riset Sinas. Insentif Riset ini dibagi dalam 3 skema
yaitu riset dasar, riset terapan dan riset peningkatan kapasitas iptek sistem produksi. Pelak-
sanaan pendanaan kegiatan dibedakan dalam 2 bentuk yaitu bentuk individu dan bentuk
konsorsium. Topik riset mengacu pada 7 bidang prioritas iptek. Sasaran Insentif Riset Sinas
adalah untuk peningkatan produktivitas dan pendayagunaan hasil litbang nasional. Biasanya
proposal yang masuk topiknya sangat bebas sesuai 7 bidang prioritas dan dinilai berdasarkan
kriteria yang sudah ditentukan. Namun 7 bidang prioritas tadi masih sangat luas, sehingga
proposal yang didanai materinya masih sangat beragam, tidak mencerminkan fokus pada
suatu aktivitas riset yang terintegrasi. Hal ini terjadi khususnya pada insentif yg berbentuk
individu. Sementara pada bentuk konsorsium seharusnya sudah lebih fokus pada suatu keg-
iatan tertentu dengan melibatkan beberapa institusi dan industri. Namun pada kenyataan-
nya misal konsorsium Logam Tanah Jarang (LTJ) tidak mendapatkan anggaran dari insentif
Riset Sinas, karena tidak lolos dalam seleksi. Disini terlihat tidak adanya pemihakan untuk
mendukung program prioritas, sehingga Konsorsium LTJ harus bersaha mencari anggaran di
institusi masing-masing dalam jumlah yang kurang memadai.
Kasus ke empat, terkait dengan Skala Prioritas RPJM 2 (2010-2014) : Memantapkan
penataan kembali NKRI, meningkatkan kualias SDM, membangun kemampuan iptek, mem-
perkuat daya saing perekonomian. Skala Prioritas RPJM 3 (2015-2019) : Memantapkan pem-
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 11
DEWAN RISET NASIONAL

bangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif


perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan
Iptek.
Dari penjelasan tersebut tersurat bahwa pada periode 2010-2014 meningkatkan kualias
SDM, membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian dan pada peri-
ode RPJM ke 3 telah tersedia SDM yang berkualitas dan mempunyai kemampuan iptek un-
tuk membangun keunggulan kompetitif ekonomi berbasis SDA. Dilihat realitasnya tidak ter-
lihat dukungan kebijakan yang sistematis dan hasil yang terukur terkait dengan peningkatan
kualitas SDM, pembangunan kemapuan iptek dan memperkuat daya saing ekonomi. Disini
terlihat Kebijakan dinyatakan sebagai pernyataan umum yang tidak merefleksikan rencana
aksi dan penganggaran.
Empat contoh kasus diatas menunjukkan bahwa Pelaksanaan ARN, Penyusunan pro-
gram di Lembaga Litbang, Kegiatan riset dalam program insentif menunjukkan kebebasan
yang cukup besar, sehingga tidak terlihat arahan yang konkrit baik substansi riset maupun
kebijakan implementasinya untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya dari
Skala Prioritas RPJM 2 dan RPJM 3, tidak terlihat kebijakan yang sistematis yang direflek-
sikan dengan rencana aksi, penganggaran dan pengukuran performance yang jelas, padahal
setiap tahapan RPJM diharapkan sebagai pijakan untuk kemajuan pada tahap berikutnya
untuk peningkatan kemampuan yang berkesinambungan.

3. KONSEP JAKSTRANAS
Dalam rancangan (draft) Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek tahun 2015-
2019 [2]. Penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek ditujukan untuk menggali kekayaan
dan potensi sumber daya alam hayati endemik Indonesia dan nir hayatinya serta mencari ter-
obosan dan menghasilkan berbagai invensi yang tidak saja memperkaya khazanah Iptek, tapi
juga memberi peluang baru bagi pelaku ekonomi untuk mengembangkan berbagai inovasi
yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi [2]. Kelemahan dalam Penelitian, pengembangan,
dan penerapan Iptek teridentifikasi sebagai berikut :1) kapasitas dan kapabilitas kelembagaan
Iptek untuk menjamin terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan Iptek; 2) kapasitas dan
kapabilitas sumber daya Iptek untuk menghasilkan produk litbang yang berdayaguna bagi in-
dustri; 3) jaringan kelembagaan dan jaringan peneliti pada lingkup nasional dan internasional
untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan lit-
bang nasional; 4) produktivitas litbang nasional untuk memenuhi kebutuhan teknologi di du-
nia industri; dan 5) pendayagunaan Iptek nasional untuk penciptaan nilai tambah pada sum-
ber daya alam dan produk inovasi nasional dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi.
Untuk meningkatkan produktivitas litbang Iptek, dilakukan strategi sebagai berikut ada
17 strategi [2] secara ringkas sebagai berikut a) Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM
; b) Sistem pendanaan riset ; c) Block grant dalam pembiayaan litbang ; d) Sistem pengaturan
12 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

tentang brain gain dan brain circulation ; e) Sistem evaluasi kinerja lembaga Iptek ; f) Sistem
insentif ; g) Puspiptek menjadi Science and Techno Park (STP) ; h) Sistem pembayaran royalti
; i) Sistem investasi Iptek ; j) Revitalisasi sarana dan prasarana Iptek ; k) Sistem manajemen
data dan informasi Iptek ; l) Sistem pengaturan resource sharing ; m) Sistem pengaturan
mobilitas SDM ; n) Sistem pengaturan mobilitas SDM antara lembaga Iptek nasional dan
internasional ; o) Sistem penyelenggaraan kerjasama internasional : p) Sistem insentif bagi
industri yang melakukan kegiatan litbang ; q) Infrastruktur mutu untuk fasilitasi komersial-
isasi hasil invensi.
Yang menjadi pertanyaan apakah 5 (lima) Kelemahan dalam Penelitian, Pengem-
bangan, dan Penerapan Iptek diatas dapat dijawab dengan 17 (tujuh belas) strategi diatas.
Terlihat 17 strategi diatas hanya untuk kelembagaan iptek saja tanpa melibatkan aktor lain
seperti Akademisi, Bisnis dan Government (ABG) sebagai suatu sistem. Kalau kita simak isi
Inpres 4/2003 tentang Pengkoordinasian, Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis
Pembangunan Nasional Iptek, maka Inpres 4/2003 isinya sudah lengkap dan bagus, namun
tidak sepenuhnya dilaksanakan. Jadi kebijakan yang sudah bagus, namun implementasinya
masih jauh dari memadai.
Dengan contoh-contoh kasus diatas, Indonesia masih kurang baik dalam mengelola pe-
nelitian, pengembangan dan penerapan iptek. Oleh karenanya perlu juga melihat cara negara
lain mengelola persoalan serupa.

4. CONTOH NEGARA LAIN


Vietnam[3]
Vietnam mengakui kelemahan dalam penyusunan rencana kebijakan iptek 5 tahunan
sebagai berikut : a) Kebijakan dinyatakan sebagai pernyataan umum yang tidak mereflek-
sikan rencana aksi dan penganggaran, b) Tidak dilakukan diagnosis terhadap kondisi dan
kapabilitas lembaga Litbang, kurang perhatian terhadap aktivitas teknologi di sektor industri,
c) Kegiatan Litbang tidak terkait dengan kebutuhan riil industri. Kebutuhan industri tidak
nyambung dengan perencanaan iptek dan kegiatan prioritas Litbang, d) Dokumen perenca-
naan yang tidak lengkap, tidak ada rencana aksi implementasi, sedikit perhatian terhadap
mobilisasi sumberdaya, terbatasnya penyertaan kebijakan iptek kepada kementerian terkait,
e) Akibatnya kebijakan iptek tidak bisa menjadi platform yang dapat menggerakkan investasi
Litbang dan kebijakan inovasi terkait yang bisa berkontribusi terhadap pengembangan ekono-
mi Vietnam.
Untuk mempromosikan industri domestik dan mencapai sukses transformasi menjadi
negara industri padat modal dan teknologi, maka Vietnam harus mendesain kebijakan ip-
tek yang komprehensif untuk mencapai target industri, dengan menentukan prioritas iptek,
pengembangan sumberdaya manusia yang fokus dan teknologi transfer yang strategik.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 13


DEWAN RISET NASIONAL

Perencanaan iptek untuk mencapai industrialisasi seharusnya :


a) Menentukan langkah yang jelas untuk men-trigger transformasi ekonomi, pengembangan
SDM dan peningkatan teknologi yang lebih canggih, khususnya bagaimana mentransfor-
masikan dari industri padat sumberdaya alam dan tenaga kerja berubah menjadi industri
yang padat modal dan teknologi
b) Mekanisme yang handal untuk membangun jejaring bagi semua aktor inovasi dan model
yang strategis untuk mengintegrasikan kapasitas iptek domestik dan pemanfaatan teknologi
yang berasal dari luar. (Kerjasama STEPI - Korea and VISTEC - MOST Vietnam co-project
2007-2008)
Jerman[4]
Kebijakan Pemerintah Jerman menekankan pentingnya “bridging” atau konektivitas
antara Pengguna dan Penghasil iptek. Dalam sistem inovasinya terdapat 4 pilar subsistem
yang terdiri dari Pengguna dan Penghasil iptek yang berasal dari Pemerintah dan Swasta.
Pengguna Iptek
Pihak Pemerintah : Modal SDM dan Sosial oleh Institusi Pendidikan, Akademi, Pendidikan
teknik dan training
Pihak Swasta : Kemampuan menyerap iptek oleh perusahaan, kastemer, pasar produk dan
jasa
Penghasil Iptek
Pihak Pemerintah : Kemampuan Riset oleh Universitas, Lembaga Litbang, think tanks
Pihak Swasta : Kemampuan teknologi dan inovasi berupa kegiatan litbang di industri, ap-
likasi proses dan pengembangan produk.
Kelemahan dalam 4 pilar tersebut terletak pada kemapuan penyerapan iptek dan kema-
puan pengembangan teknologi; lemahnya konektivitas antara litbang dan industri dan kele-
mahan pada framework conditions berupa lemahnya inovasi, budaya wirausaha dan regulasi.
Bangunan Sistem Inovasi Nasional Jerman dibagi dalam level Makro, Meso dan Mikro
[5], membagi habis kegiatan sistem inovasi baik kebijakan, implementasi dan pelakunya.

14 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Contoh serupa juga terjadi di Malaysia untuk mewujudkan sistem inovasinya dibentuk
lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi konektivitas sesuai fungsi yang diperlukan.

5. DISKUSI

Penjelasan dalam bab diatas menunjukkan berbagai kelemahan dalam kebijakan


penelitian, pengembangan dan penerapan iptek untuk mendukung industri dan pembangunan
ekonomi di Indonesia. Dalam perencanaan perlu memahami konsep sistem inovasi yang
menjadi ruh dari Undang-undang 18 tahun 2002. Banyak negara sudah menggunakan konsep
ini, pengalaman mereka bisa menjadi acuan agar kita tidak memulai lagi dari nol, karena
mereka pada awalnya juga membuat kesalahan.

Kelemahan ditandai dengan :


a) Kebijakan / aturan yang tidak dilaksanakan secara penuh dan konsisten seperti pelaksanaan
Inpres 4/2003 isinya sudah lengkap dan bagus, namun tidak sepenuhnya dilaksanakan
seperti : Penguatan kemampuan rekayasa dan inovasi pada kegiatan industri yang daya
saing produksinya sangat dipengaruhi oleh faktor teknologi ; Penguatan kemampuan audit
teknologi yang dilaksanakan sejalan dengan pemberdayaan Standardisasi Nasional Indonesia
serta penumbuhan kecintaan produk dalam negeri ; dan Melakukan pemantauan dan
evaluasi atas pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang hasilnya dilaporkan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan
kepada Presiden.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 15


DEWAN RISET NASIONAL

b) Kurangnya fokus dan arah yang jelas dalam kebijakan seperti terlihat pada empat contoh
kasus diatas menunjukkan bahwa Topik riset dan kebijakan ARN, Penyusunan program
di Lembaga Litbang, Kegiatan riset program insentif menunjukkan kebebasan yang besar,
tidak terlihat arah yang jelas baik substansi riset maupun kebijakan implementasinya. Skala
Prioritas RPJM 2 dan RPJM 3, tidak terlihat kebijakan konkrit yang direfleksikan dengan
rencana aksi, penganggaran dan pengukuran performance yang jelas, padahal setiap tahapan
RPJM diharapkan menjadi pijakan dan peningkatan kemampuan yang berkesinambungan

c) Dari contoh negara lain, penting sekali kebijakan dilengkapi dengan rencana aksi dan
penganggaran. Pentingnya men-trigger transformasi ekonomi, pengembangan SDM dan
peningkatan teknologi yang lebih canggih, bagi pengembangan industri dan ekonomi. Contoh
dari Vietnam, Korea dan Jerman perlu dikaji lebih lanjut

d) Membangun sistem inovasi yang handal dengan melibatkan semua aktor dari akademisi,
bisnis dan pemerintah dalam suatu jejaring dan mengintegrasikan kapasitas iptek domestik
dan pemanfaatan teknologi yang berasal dari luar. Menyusun kebijakan sistem inovasi dalam
level makro, meso dan mikro.

6. PENUTUP

Telah disampaikan berbagai kelemahan kebijakan yang terjadi dan telah disampaikan
berbagai usulan perbaikan bagi pembuatan kebijakan penelitian, pengembangan dan
penerapan iptek di Indonesia untuk mendukung pengembangan industri dan pertumbuhan
ekonomi. Bagaimana pengalaman negara lain membuat kebijakan ipteknya dapat dijadikan
acuan sebagai pertimbangan.
Penting untuk membuat kebijakan yang komprehensif dengan konsep sistem inovasi,
dengan pengawasan dalam perencanaan dan monitoring dan evaluasi pada saat pelaksanaan.
Kebijakan Presiden Joko Widodo yang menegaskan bahwa Visi dan Misi Menteri harus
sama dengan Visi dan Misi Presiden. Sesuai semangat presiden Jokowi untuk menghilangkan
ego sektoral dan mengembangkan tradisi bekerja lintas Kementerian. Dengan demikian akan
mudah dibangun jejaring kerja untuk peningkatan sinergi dan koordinasi semua institusi dan
aktor yang terkait.
Jika dikelola dengan benar, maka kemampuan teknologi akan dapat mewujudkan
berdikari secara ekonomi, untuk mencapai kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Melalui
sinergi dan manajemen kebijakan iptek yang baik, semoga Indonesia dapat mendorong
kemajuan industri nasional dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

16 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bambang PS Brodjonegoro, “Growth strategies for a rising Indonesia” Rapporteur, 10 Oktober
2014

[2] Draft 4, Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
tahun 2015-2019, Kementerian Riset dan Teknologi

[3] Ta Doan Trinh, “S&T Planning and Priority Setting in Vietnam”. APEC Symposium on
Research and Innovation, Setember 2008

[4] Daniel Bagwitz, Stefanie Bauer, “The Imporance of “Bridging”. A Model for innovation system
promotion. Based on the work of Bernd Kadura. Seminar Strengthening Innovation System, Dortmund
Germany Oktober 2009

[5] Gerd Meier zu Kocker, “Analysing supra-national and sectoral innovation systems. Experiences
from VDI/VDE-IT. Seminar Strengthening Innovation System”, Dortmund Germany Oktober
2009

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 17


DEWAN RISET NASIONAL

18 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

MEWUJUDKAN INDONESIA YANG SEJAHTERA DAN


BERDAULAT DENGAN DUKUNGAN IPTEK
Dr. Ir. Iding Chaidir, M.Sc1,2
1
Sekretaris DRN 2012-2014
Anggota Komisi Teknis Pangan dan Pertanian DRN 2012-2014
2

ABSTRACT
Science and technology is the key to a successful modern economy. There is a positive correlation
between competitiveness and the ability to produce science and technology which are represented by the
size of the budget allocated to R&D. The budget allocation for R&D in Indonesia is only 0.08% of GDP
which indicates a lack of attention to the importance of science and technology as a determinant of the
competitiveness of nations. Entering the Medium Term Development Plan III, along with the ASEAN
Economic Community and the era of a new government in 2015, Indonesia needs a new paradigm by
put forward the development of science and technology as the prime mover. For this reason it is necessary
to develop an new concept of development and utilization of science and technology in order to realize a
prosperous Indonesia.

1. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencer-
daskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945. Keberhasilan Indonesia dalam pencapaian tujuan pembangu-
nan nasional dapat dilihat dari berbagai tolok ukur, ada yang menunjukkan keberhasilan dan
ada pula yang masih menggambarkan ketertinggalan kita dari negara lain. Dari segi pertum-
buhan ekonomi, Indonesia menunjukkan keberhasilan yang menggembirakan karena dilihat
dari besarnya PDB telah menempati peringkat ke-16, sehingga masuk dalam kelompok G-20
dan menjadi satu-satunya wakil ASEAN. Apabila kecenderungan pertumbuhan ini terus
berlanjut, maka diprediksikan ekonomi Indonesia akan menempati 7 besar dunia pada tahun
2030.
Meskipun dilihat dari segi makro cukup menggembirakan, apabila diukur dari tingkat
pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya Indonesia masih tertinggal diantara negara-ne-
gara di dunia. Dilihat dari capaian tolok ukur tingkat pendapatan per kapita, maka Indonesia
pada tahun 2013 mencapai angka sebesar US$ 3,700, atau pada posisi ke 158 dari 229 negara
di dunia, atau termasuk dalam kelompok sepertiga terbawah. Selain itu, apabila dilihat dari
indeks pembangunan manusia (HDI) tahun 2012, maka Indonesia berada pada posisi 121
dari 187 negara. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan
nasional maka Indonesia harus berupaya lebih keras lagi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan kunci sukses perekonomian mo-
deren. Negara-negara yang perekonomiannya maju dan masyarakatnya sejahtera selalu
didukung oleh tingginya intensitas iptek yang dihasilkan oleh penelitian dan pengembangan
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 19
DEWAN RISET NASIONAL

(R&D) baik oleh sektor industri, pemerintah maupun perguruan tingginya. Ada korelasi
yang sangat positif antara peringkat daya saing negara-negara dunia dengan kemampuan
menghasilkan iptek yang direpresentasikan dengan besarnya alokasi anggaran untuk R&D.
Negara-negara yang berada pada peringkat tertinggi daya saing global umumnya menga-
lokasikan lebih dari 2% PDBnya untuk R&D. Sementara itu, Indonesia hanya mengalokasi-
kan sekitar 0,08% dari PDBnya untuk R&D.
Alokasi anggaran R&D yang masih rendah mengindikasikan minimnya perhatian ter-
hadap pentingnya iptek sebagai penentu daya saing bangsa. Indonesia sebagai negara yang
memiliki modal kekayaan sumber daya alam (SDA) dan potensi sumber daya manusia (SDM)
yang besar sangat mungkin menjadi negara maju yang sejahtera apabila mengedepankan ke-
mampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekayaan SDA yang selama ini dimanfaatkan
dengan kandungan iptek rendah hanya memberikan kontribusi nilai tambah yang kecil, se-
hingga perlu peningkatan intensitas iptek dalam sektor produksi untuk dapat meningatkan
nilai tambah, daya saing dan pendapatan masyarakatnya.
Indonesia akan memasuki Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) ke III,
bersamaan dengan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean dan era pemerintahan baru
pada tahun 2015. Diperlukan paradigma baru dalam pelaksanaan pembangunan nasional
yaitu dengan lebih mengedepankan iptek sebagai penggerak utama seperti berlangsung di ber-
bagai negara yang mencapai keberhasilan dalam pembangunannya. Untuk itu perlu disusun
konsep pembangunan dan pendayagunaan iptek dalam rangka mewujudkan Indonesia yang
sejahtera dan berdaulat.

2. KONSEP PEMBANGUNAN DAN PENDAYAGUNAAN IPTEK


Konsep pembangunan dan pendayagunaan iptek untuk lima tahun ke depan perlu disu-
sun dengan berlandaskan pemikiran bahwa iptek perlu lebih berperan nyata dan menjadi arus
utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Iptek harus pula dapat membantu men-
jawab permasalahan nasional yang selama ini menjadi beban pembangunan seperti masalah
impor energi, subsidi BBM, impor pangan dan industri yang masih bertumpu pada ekspor
bahan mentah. Konsep yang selama ini lebih terfokus pada pembangunan iptek perlu diper-
luas pada pendayagunaan iptek (iptek untuk pembangunan) dan pembangunan budaya iptek
masyarakat.
Pembangunan dan pendayagunaan iptek perlu difokuskan pada pencapaian visi yaitu
terrwujudnya Indonesia yang lebih sejahtera dan berdaulat yang didukung oleh peran nyata
iptek. Visi tersebut dapat dicapai melalui penyelenggaraan 4 misi utama yaitu (1) Memperce-
pat peningkatan kemampuan dan keunggulan iptek nasional; (2) Memaksimalkan pendaya-
gunaan iptek untuk kedaulatan dan pertumbuhan ekonomi nasional; (3) Memaksimalkan
pendayagunaan iptek untuk kesejahteraan masyarakat; dan (4) Mempercepat perwujudan
masyarakat berkarakter unggul dan berbudaya iptek. Uraian lebih lanjut tentang permasala-
20 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

han dan langkah-langkah pemecahan yang dituangkan dalam program pembangunan dan
pendayagunaan iptek disampaikan di bawah ini.
2.1 PENINGKATAN KEMAMPUAN DAN KEUNGGULAN IPTEK
Pembangunan kemampuan dan keunggulan iptek ditujukan untuk meningkatkan ke-
mampuan sumberdaya manusia, sumberdaya fasilitas, kelembagaan, dan jaringan iptek. Sasa-
ran yang ingin dicapai selain meningkatkan kemampuan menghasilkan iptek bagipemban-
gunan, juga untuk meningkatkan prestasi bangsa di mata dunia.Kemampuan menghasilkan
iptek dapat dilihat terutama dari jumlah publikasi ilmiah internasional,jumlah aplikasi paten
dan terwujudnya Indonesia sebagai referensi (acuan) dunia untuk iptek di bidang tertentu.
Ditinjau dari kemampuan menghasilkan iptek, Indonesia masih tertinggal dibanding
negara-negaratetangga. Jumlah publikasi internasional para peneliti Indonesia selama kurun
2001-2010 hanya 7.843 publikasi, sedangkan Singapura, Thailand dan Malaysia masing-mas-
ing sudah mencapai di atas 30.000 publikasi. Dalam hal pendaftaran paten di USPTO, se-
lama kurun 2000-2007 Indonesia hanya mendaftarkan 85 paten, jauh tertinggal dari Malaysia
(901 paten), Thailand (310 paten), Philipina (256 paten) dan Singapura(3.644 paten). Perlu
dilakukan pembenahan terhadap data base iptek nasional dan insentif bagi para peneliti dan
dosen untuk meningkatkan publikasi internasional dan pendaftaran paten.
Jumlah peneliti Indonesia secara proporsional terhadap jumlah angkatan kerja masih
tertinggal diantara negara-negara Asean. SDM Iptek Indonesia yang melakukan R&D pada
tahun 2009 ada sebanyak 70.431 orang, yang terdiri dari 40.930 peneliti, dan sisanya meru-
pakan teknisidanstaf pendukung. Proporsi jumlah peneliti per 1 juta angkatankerja Indo-
nesia pada tahun 2009 hanya mencapai angka 360. Dibandingkandengan Malaysia (710),
Thailand (399) apalagi Singapura (5.818) angka ini masih sangat rendah, sehingga belum-
mencapai “critical mass” untukmembangunipteknasional. Diperlukan peningkatan jumlah
tenaga peneliti dengan mendorong dan memberi insentif kepada para siswa dan mahasiswa
menekuni bidang iptek.
Kegiatan R&D di sektor pemerintah menghadapikendala lemahnya koordinasi yang
disebabkan terlalu banyaknya unit riset. Kegiatan R&D di sektor pemerintahdilaksanakan
oleh 11.051 peneliti yang tersebar di 199 unit setingkat eselon 2 di Badan Litbang Kemente-
rian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Kegiatan R&D tersebut sangat
terfragmentasi dan sulit menyamakan arah dan prioritas bersama. Kementerian Riset dan
Teknologi yang seharusnya mengkoordinir riset hanya memiliki akses terhadap LPNK, se-
dangkan Litbang Kementerian melaksanakan R&Dnya sesuai dengan Renstra Kementerian
masing-masing. Akibatnya, dengan alokasi anggaran yang sedikit, dan tidak adanya fokus,
maka R&D di sektor pemerintah tidak memberikan dampak besar bagi perekonomian na-
sional. Diperlukan pembenahan untuk terciptanya koordinasi riset satu pintu dan bila diper-
lukan reformasi struktur lembaga litbang pemerintah.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 21


DEWAN RISET NASIONAL

Kegiatan R&D yang dilakukan oleh perguruan tinggi pelaksanaannya tidak terintegrasi
dengan R&D sektor pemerintah. Terdapatsekitar 83 perguruan tinggi negeri (PTN) dan
2.928 PTS yang tersebar di seluruh Indonesia danmasing-masingmelakukan kegiatan litbang.
Jumlah peneliti di sektor perguruan tinggi ada sebanyak 22.102, jauh melebihi peneliti di
sektor pemerintah. Berbeda dengan lembaga litbang sektor pemerintah, tema dan topik
R&D di perguruan tinggi lebih berorientasi akademis. Meskipun banyak diantara dosen yang
mengerjakan proyek litbang dari kementerian, namun belum ada sinkronisasi antara arah
R&D sektor pemerintah dengan arah R&D di perguruan tinggi, karena perguruan tinggi be-
rada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diperlukan koordinasi
dan integrasiantara litbang perguruan tinggi dan litbang pemerintah baik dari segi perenca-
naan maupun pembiayaannya.
Partisipasi industri dalam kegiatan R&D di Indonesia maih rendah, yaitu kurang dari
20%. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Singapura dan Korea bahkan Malaysia, yang
lebih dari 80% R&D nya berasal dari industri swasta, sehingga iptek yang dihasilkan lebih
berorientasi pasar dan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun didukung oleh
7.777 orang peneliti yang malakukan R&D di sektor industri, masih diperlukan upaya yang
cukup besar untuk meningkatkan minat industri melakukan R&D sehingga iptek secara nyata
mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu ditingkatkan insentif fiskal atau pajak
bagi industri yang melaksanakan R&D dan peningkatan kemitraan dengan lembaga litbang
pemerintah dan perguruan tinggi.
Diperlukan revolusi dalam membenahi kemampuan R&D dan Iptek Indonesia untuk
mengungguli negara-negara lain. Selain perlu peningkatan anggaran sektor iptek perlu pula
pembenahan sumberdaya, kelembagaan dan jaringan iptek. Sumber daya dan lembaga R&D
yang tersebar di berbagai kementerian, LPNK, dan perguruan tinggi perlu dibuat lebih ter-
padu dan bersinergi sehingga terwujud efisiensi penggunaan anggaran, menghindari dup-
likasi, dan mencapai sasaran yang diharapkan. Untuk mewujudkan sinergi sumberdaya ip-
tek, maka perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi perlu dilakukan secara
terpadu dan bersinergi lintas kelembagaan, dibawah koordinasi dan pembinaan satu pintu.
Untuk lebih memadukan kegiatan riset antar berbagai pelaku R&D perlu ditetapkan
prioritas riset secara nasional sebagai acuan bersama. Prioritas riset tersebut perlu didasarkan
pada keunikan Indonesia yang tidak dimiliki negara lain, seperti negara kepulauan dengan
75% laut, berada di daerah tropis / katulistiwa, dengan jajaran cincin vulkanik (ring of fire),
kekayaan biodiversitas, beraneka budaya, etnis, dan tradisi. Prioritas riset nasional tersebut
dapat dilaksanakan dalam bentuk konsorsium riset dan membangun pusat-pusat unggulan
iptek nasional di berbagai daerah.

22 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2.2 PENDAYAGUNAAN IPTEK UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI


Kontribusi iptek dalam pembangunan nasional masih rendah, hal ini dapat dilihat dari
angka Total Factor Productivity (TFP) yang kecil. Lemahnyakemampuan sumberdaya dan
sistempengelolaanipteknasionalsebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, merupakan fak-
tor penyebabrendahnyakontribusiiptekdalampembangunansektoral. Di sektor industri, Indo-
nesia masih didominasi oleh industri yang memproduksi barang dengan kandungan teknologi
rendah (79%), skala usaha menengah dengan tenaga kerja 10 – 99 orang (74%), & memiliki
rata-rata penjualan per tahun kurang dari 50 M (92%).
Industri tersebut rata-rata tidak melakukan aktivitas R&D untuk menghasilkan inovasi
produk dalam rangka peningkatan daya saing. Kalaupun ada kegiatan R&D maka kegia-
tan yang dilakukan adalah dalam rangka inovasi pemasaran (pengenalan produk atau purna
jual). Diperlukan skema insentif (fiskal atau pajak) dari pemerintah untuk mendorong pihak
industri swasta melakukan R&D untuk meningkatkan daya saing produk. Upaya lain yang
dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kerjasama antara lembaga litbang dengan
swasta melalui insentif riset kemitraan.
Indikasi lain dari rendahnya kontribusi iptek dalam pembangunan sektor riil adalah
masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap teknologi dari luar. Hal ini terjadi pada
industri energi yaitu produksi produksi BBM, meskipun Indonesia merupakan produsen ba-
han baku, namun masih harus mengimpor bahan jadi karena ketidakmampuan menguasai
teknologi refinery. Mesin-mesin pembangkit listrik yang digunakan oleh PLN sebagian besar
masih diimpor termasuk komponennya, sehingga sangat rentan terhadap perubahan ling-
kungan global. Sudah saatnya Indonesia membangun kemampuan enjiniring anak bangsa
melalui dukungan R&D sektor industri manufaktur.
Ketergantungan pada teknologi impor juga dihadapi pada sektor industri mineral dan
batubara (Minerba). Penerbitan UU Minerba masih menghadapi kendala ketidak-siapan
industri menguasai teknologi pengolahan mineral, sehingga UU yang tersebut tidak efek-
tif mnendorong kemampuan penguasaan teknologi secara nasional. Untuk itu diperlukan
dukungan konsorsium riset yang ditujukan untuk menguasai hilirisasi produk minerba.
Dalam hal barang-barang konsumsi (consumers goods), produk-produk lokal selalu kalah
bersaing dengan produk impor. Demikian pula halnya di bidang pertanian dan pangan, pasar
domestik banyak dikuasai oleh produk impor yang kualitasnya lebih baik dan harga lebih mu-
rah. Perkebunan kelapa sawit Indonesia yang produksinya nomor 1 di dunia, lebih memilih
CPO sebagai produk akhir, sementara produk hilirnya yang memiliki nilai tambah tinggi leb-
ih dikuasai negara tetangga. Industri farmasi/ obat masih sangat bergantung pada lisensi as-
ing dan industri alat kesehatan masih sulit berkembang karena kalah bersaing. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa hasil R&D dan Iptek di dalam negeri belum mampu berkontribusi
terhadap peningkatan daya saing industri nasional.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 23


DEWAN RISET NASIONAL

2.3 PENDAYAGUNAAN IPTEK UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT


Kontribusi iptek juga belum juga dirasakan terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Iptek belum banyak pengaruhnyai terhadap penyediaan lapangan pekerjaan dan
pendapatan bagi masyarakat. Demikian pula dalam hal penyediaan sarana dan prasarana
pemenuhan kebutuhan primer masyarakat seperti pangan, air bersih, listrik, fasilitas umum
yang terjangkau baik dari segi lokasi maupun harga.
Kemajuaniptekjugabelumdapatmengatasipermasalahankebencanaan (banjir, kekerin-
gan, longsor, tsunami dll) dan dampak pemanasan global dan degradasi lingkungan. Indo-
nesia yang berada di kawasan yang rentan terhadap bencana alam perlu menguasai teknologi
mitigasi dan penanganan bencana alam.
2.4 PEMBANGUNAN MASYARAKAT BERBUDAYA IPTEK
Terlepas dari peran pemerintah dalam pembangunan dan pendayagunaan iptek, per-
masalahanbesar yang perluditanganiadalah penyiapan masyarakat berkarakter unggul dan
berbudaya iptek, karenahalini merupakan persyaratan untuk menciptakan Indonesia yang
maju dan berdaya saing. Untuk dapat menciptakan keunggulan, kemandirian dan daya saing
nasional diperlukan perubahan mentalitas bangsa yang lebih mencintai produk dalam negeri,
disiplin, kerjakeras dan percaya diri.
Kemampuan penguasaan dan pendayagunaan iptek dalam negeri merupakan kunci
sukses Indonesia menuju bangsa yang maju, sejahtera dan berdaulat. Meskipuin demiki-
an pembangunan iptek perlu disertai dengan penyiapan masyarakat untuk menyesuaikan
dengan kemajuan iptek. Pendayagunaan iptek di segala bidang akan dapat mencapai hasil
yang maksimal apabila masyarakatnya memiliki perilaku dan sikap mental yang dibutuh-
kan (disiplin, mementingkan kualitas, kreatif, inovatif). Penyiapan masyarakat menyangkut
aspek pendidikan dan pelatihan sejak usia dini.
Kementerian Riset dan Teknologi melalui dukungan Dewan Riset Nasional setiap 5
tahun menyusun Kebijakan Strategis Nasional Pembangunan Iptek (Jakstranas Iptek) dan
Agenda Riset Nasional (ARN) yang diharapkan menjadi acuan R&D nasional. Namun
lemahnya dukungan aspek hukum dan tidak dikaitkannya ARN dengan pengalokasian ang-
garan riset pemerintah, maka dokumen ini tidak efektif memfokuskan riset nasional. Diper-
lukan amandemen terhadap UU 18/2002 tentang Sistem Nasional Litbangrap Iptek yang
dikaitkan dengan Sisrenbangnas.

3. PENUTUP
Kemampuan penguasaan dan pendayagunaan iptek dalam negeri merupakan kunci
sukses Indonesia menuju bangsa yang maju, sejahtera dan berdaulat. Oleh karena itu, pem-
bangunan dan pendayagunaan iptek harus menjadi prioritas pembangunan nasionaldengan
menempatkan alokasi anggaran yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
24 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

(0,08% dari PDB).


Pembangunan Iptek meliputi tiga aspek, yaitu (1) peningkatan kemampuan menghasil-
kan iptek, dan (2) peningkatan kemampuan mendayagunakan iptek untuk pembangunan
dankesejahteraan masyarakat, dan (3) penyiapan masyarakat berbudaya iptek. Peningkatan
kemampuan menghasilkan iptek menyangkut peningkatan sumberdaya manusia, sumber-
daya fasilitas, kelembagaan, dan jaringan iptek. Sasaran yang ingin dicapai selain mening-
katkan kemampuan menghasilkan iptek bagipembangunan, juga untukmemperbaiki prestasi
bangsa di mata dunia.
Pendayagunaan iptek untuk pembangunan meliputi pemanfaatan iptek dan inovasi
hasil karya anak bangsa, ke dalam berbagai sektor pembangunan, sehingga meningkatkan
kemandirian, dayasaing dan kedaulatan di berbagai bidang (pangan, energi, kesehatan, trans-
portasi, hankam, TIK, dan manufaktur). Pendayagunaan iptek harus pula ditujukan un-
tukpeningkatan kesejahteraanmasyarakat melalui penyediaan lapangan kerja, pengentasan
kemiskinan dan penyediaan kebutuhan dasar (air bersih, kesehatan dll).
Pembangunan iptek perlu disertai dengan penyiapan masyarakat untuk menyesuaikan
dengan kemajuan iptek. Pendayagunaan iptek di segala bidang akan dapat mencapai hasil
yang maksimal apabila mayarakatnya memiliki prilaku dan sikap mental yang dibutuhkan
(disiplin, mementingkan kualitas, kreatif, inovatif). Penyiapan masyarakat menyangkut as-
pek pendidikan dan pelatihan sejak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Review on Innovation Policy. Innovation in Souteast Asia. Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD).
Anonim, Agenda Riset Nasional 2010-2014. Dewan Riset Nasional.
LIPI, 2011. Indikator Iptek Indonesia 2011. Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (PAP-
PITEK – LIPI). Jakarta, 2011.
SCHWAB K, 2013. The Global Competitiveness Report 2013–2014, World Economic Forum. Ge-
neva
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 25


DEWAN RISET NASIONAL

26 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

MEMASARKAN PRODUK – PRODUK HASIL RISET


Ir. Said Firman1
1
Anggota Komisi Teknis Teknologi Informasi & Komunikasi DRN 2012-2014.

ABSTRAK
Memasarkan produk-produk hasil riset dengan menelaah struktur biaya, tingkat kom-
petisi di pasar dan strategi untuk memenangkan persaingan. Dibahas dalam bentuk aliran
aktifitas mulai dari identifikasi kebutuhan pelanggan , proses riset dan pengembangan , uji
coba lapangan ,produksi sampai pada proses penjualan produk ke tangan pembeli.

1. PENDAHULUAN
Banyak orang yang mengatakan kita sudah bisa disebut sukses bila sudah berhasil meri-
set dan mengembangkan suatu teknologi atau produk baru tertentu , namun apalah artinya
hasil riset dan pengembangan apabila teknologi atau produk tersebut tidak bisa dipasarkan ,
tidak digunakan dan tidak bisa dirasakan manfaatnya oleh orang lain.
Pemasaran adalah suatu rangkaian proses dari mulai mengenalkan produk kepada
calon pelanggan , menawarkan dan membujuk calon pelanggan sehingga mau memutuskan
untuk membeli , sampai kepada memberikan layanan purna jual dalam rangka untuk menja-
min kepuasan pelanggan.
Memasarkan produk hasil riset biasanya lebih berat dibandingkan dengan memasarkan
produk yang sudah biasa dipakai atau merek yang sudah dikenal oleh pelanggan. Pelanggan
yang sudah biasa dan merasa nyaman dengan produk yang biasa ia pakai tentu akan resisten
untuk menerima produk yang baru .
Dalam tulisan ini akan dikupas tentang riset dan pengembangan suatu produk tert-
entu berdasarkan pesanan pasar (Market pull) , hal ini dipilih karena prosesnya lebih kom-
plek , lebih ideal dan lebih banyak diterapkan . Tentu ada juga kemungkinan yang lain yaitu
Technology Push , namun hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita benar benar telah mengusai
pangsa pasar dan menjadi Product Leader dari teknolgi tersebut.

2. LINGKUP TUGAS PEMASARAN


2.1. Identifikasi Kebutuhan Pelanggan
Proses identifikasi kebutuhan pelanggan atau market survey dapat dilakukan dengan
cara menanyakan langsung kepada pelanggan atau bisa juga melalui kuesioner. Tergantung
Produk jenis produk yang akan di riset dan dikembangkan serta keadaan pasar yang akan di-
masuki , apabila itu adalah pasar tunggal maka metoda menayakan langsung kepada pelang-
gan adalah yang paling tepat , namun bila produk tersebut adalah produk ritail dan pasarnya

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 27


DEWAN RISET NASIONAL

majemuk maka metoda kuesioner lebih efektif.


Proses identifikasi kebutuhan pelanggan adalah proses yang sangat penting dan krusial
, ini adalah awal proses dari sebuah rangkaian proses yang panjang, apabila awalnya salah,
maka bisa dipastikan langkah berikutnya akan salah dan sasaran tidak akan tercapai.
Tantangan yang harus dihadapi dalam proses ini adalah bila berhadapan dengan pel-
anggan yang tidak bisa mengungkapkan kebutuhannya , dalam hal ini kecerdikan dari orang
marketing yang melakukan survei tersebut untuk memancing dan menggunakan ‘bahasa’
yang biasa digunakan pelanggan sehingga pelanggan bisa mengungkapkan keinginannya
dengan bahasa atau caranya nya sendiri
Output dari Proses Identifikasi Kebutuhan Pelanggan adalah dokumen kebutuhan pel-
anggan ( Customer Requirement Document)

2.2. Menjembatani antara Pelanggan dengan Tim Periset , Pengembang dan Produksi
Proses selanjutnya adalah membawa dokumen kebutuhan pelanggan ( Customer Req-
uierement Document) tersebut ke ‘dapur’ , dikomunikasikan ke tim Periset , pengembang dan
Produksi, sebaiknya dilakukan didalam suatu rapat khusus , dimana orang pemasaran meny-
ampaikan keinginan pelanggan sambil menyampaikan informasi kira kira bagaimana kead-
aan persaingan dipasar saat itu. Didalam pertemuan tersebut kemudian disepakati kebutuhan
sistem (sytem requirement) , spesifikasi teknis, jadual kapan produk tersebut harus selesai diri-
set dan berapa plafon biaya riset.

2.3. Peran Pemasaran dalam Uji Coba Prototype di Lapangan


Setelah Tim Periset, Pengembang dan Produksi selesai mengembangkan prototipe
produk yang dipesan , maka tiba saatnya untuk melakukan uji coba dilapangan. Apabila
produk tersebut berbentuk system dan memerlukan integrasi dengan system yang telah ter-
pasang dilapangan , maka diperlukan ijin Uji coba lapangan dari pihak Regulator , ini adalah
tugas dari orang Pemasaran untuk mengurusnya .Demikian juga kadang diperlukan ijin dari
pihak pelanggan untuk memasang atau menggunakan produk tersebut di tempat pelanggan ,
maka ini juga jelas tugas orang pemasaran untuk mengurusnya.
Output dari Uji Coba Lapangan adalah Dokumen Hasil Uji Coba Lapangan , dimana
semua hasil pengukuran dan unjuk kerja dari Produk dicatat dan disaksikan bersama baik
oleh Periset, Pihak Pelanggan dan Pihak Regulator serta ditandatangani bersama.
Apabila Hasil Uji coba lapangan tersebut belum sesuai dengan spesifikasi yang diren-
canakan semula , maka produk tersebut akan kembali ke tangan tim periset dan pengembang
untuk penyempurnaan , namun bila sudah sesuai,dengan yang direncanakan maka prototipe
akan dibawa oleh Pemasaran untuk proses sertifikasi.

28 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2.4. Sertifikasi , Pengurusan Paten / HAKI , dan Penamaan Produk Jual


Orang Pemasaran akan mengurus sertifikasi dari produk tersebut ke pihak yang ber-
wenang mengadakan pengujian dan sertifikasi , biasanya adalah pihak regulator. Termasuk
mengurus Tipe Produk , Ijin Produksi dan penghitungan Tingkat Kandungan dalam Negeri
(TKDN ) ke Kementerian Perindustrian.
Apabila pada Produk tersebut juga ada Paten yang akan diajukan , maka orang pemasa-
ran akan mengurus untuk pengajuan patennya . Dalam banyak hal , misalnya pada produk
TIK dimana perkembangan teknologinya cepat sekali , lebih cepat dari proses mengurus pat-
en sampai keluar , maka produsen lebih memilih rahasia pasar ( Market Secret) daripada Paten
.
Penentuan nama Produk Jual adalah proses yang penting. Nama komersil dari produk
demikian penting, karena dibalik nama tersebut ada spesifikasi dan versi tertentu. Misalnya
kita menyebut nama Toyota Avanza G , maka semua spesifikasi detail yang terkait dengan
nama tersebut sudah ada, demikian juga jika kita menyebut Samsung Galaxy Note 4 maka
spesifikasi detail dan versi produknya sudah tertentu.. Nama Komersil ini akan menjadi san-
gat penting nantinya pada proses pemeliharaan pada purna jual dan penyediaan suku cadang.

2.5. Analisis Posisi Produk dan Kemampuan Kompetisi di Pasar


Analisis Posisi Produk diperlukan sebelum produk tersebut diluncurkan dan dikenal-
kan ke pasar. Siapa saja yang menjadi pesaing, apa keunggulan dan kekurangan dari produk
kita dibanding pesaing sangat penting untuk diketahui , agar produk kita sukses untuk dijual
dipasar. Apabila produk kita banyak unggulnya dibanding produk pesaing maka kita bisa
mengambil posisi leader , kita sedikit lebih leluasa untuk menentukan harga jual , sebaliknya
bila banyak kekurangannya dibanding produk pesaing maka kita mengambil posisi follower
dan tentu tidak banyak ruang untuk menentukan harga jual.
Yang dimaksud ruang disini adalah selisih antara harga pokok pemasaran dengan harga
produk pesaing sejenis dipasar
Analisis Posisi produk dan kemampuan kompetisi di pasar adalah pekerjaan yang
sifatnya rutin, paling tidak harus dilakukan tiap 6 bulan sekali atau lebih cepat lagi, tergan-
tung jenis produknya , sebagai contoh untuk produk Smart Phone harus dilakukan tiap bulan,
karena setiap bulan selalu ada muncul pesaing baru yang lebih bagus dan selalu lebih murah
Market share adalah ukuran seberapa banyak produk kita terjual dipasar dibandingkan
dengan seluruh produk sejenis . Biasanya angka Market Share biasa digunakan untuk menun-
jukkan dominasi pasar sekaligus sebagai bahan promosi untuk terus mempertahankan ting-
kat loyalitas pembeli

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 29


DEWAN RISET NASIONAL

2.6. Product Leadership , Operational Excellence dan Customer Intimacy

Product Leadership

Tingkat Rata2 Pesaing

Operational Excellence
Customer Intimacy

Konsultan Strategi AT Kearney , mengembangkan trilogy diatas, dimana apabila suatu


produk akan dipasarkan , maka ada tiga hal yang musti harus diperhatikan , yaitu :
• Product Leadership , apakah produk tersebut unggul dibandingkan dengan produk pesa-
ing , baik secara spesifikasi teknis , lebih awet, lebih murah , dan segala jenis keunggulan
lainnya
• Lingkaran besar menggambarkan tingkat keunggulan rata rata produk pesaing
• Operational Excellence , apakah produk kita itu lebih efisien dan mudah dalam penggunaan-
nya
• Customer Intimacy, apakah produk kita tersebut sudah dikenal dan sudah akrab ditelinga
pelanggan
Setidaknya kita harus mempunyai satu keunggulan melebihi pesaing kita , disini digam-
barkan produk kita mempunyai keunggulan di Product leadership, sedangkan untuk operational
excellence sama dengan pesaing dan kurang dalam customer intimacy . dalam hal demikian
masih dimungkinkan produk kita untuk masuk dan diterima oleh pasar.

30 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2.7. Struktur Harga dan Pricing Policy


a) Struktur Biaya
Harga Bahan Baku (Free On Board / FOB) = $ a
Ongkos kirim ( Freight) = $ b (sekitar 0.25 – 3% dari a tergantung jenis
barang)
+
CIF (Cost In Freight) = $ a+b
CIF dalam bentuk rupiah = Rp c ( kurs $ x (a+b))
Bea Masuk = Rp d (tergantung jenis barang)
+
Landed Cost = Rp c+d
Biaya Produksi = Rp e (biaya tenaga kerja,listrik, air, gas,by amorti -
sasi investasi mesin , bunga bank dll)
Amortisasi biaya Riset dan Pengembangan = Rp f
Biaya Pemasaran (iklan, promosi, brosur dll) = Rp g
+
Harga Pokok Pemasaran (HPP) = Rp c + d + e + f+ g
Harga Pokok Pemasaran adalah jumlah biaya bahan baku (Free on Board / FOB- bila bahan
baku diimpor dari luar) + ditambah Ongkos kirim (Freight) + Bea Masuk + biaya produksi+
biaya pemasaran + biaya riset dan pengembangan perproduk.
Biaya bahan baku adalah seluruh biaya untuk membeli bahan baku , transportasinya, pa-
jaknya , dan biaya sewa gudang penyimpanan bahan baku.
Biaya Produksi adalah biaya untuk memproduksi dari bahan baku menjadi barang jadi
,didalamnya ada biaya tenaga kerja , depresiasi investasi mesin , biaya operasional pabrik
berupa listerik, air , gas dan lain lain, termasuk biaya premi asuransi,
Biaya Transportasi adalah biaya transportasi produk jual dari lokasi pabrik ke lokasi pem-
beli.
Biaya Pemasaran meliputi biaya uji coba lapangan , pemasangan iklan, pencetakan brosur ,
jamuan tamu , dll
Apabila dalam proses riset atau produksi ada meminjam uang dari bank, maka ditam-
bah lagi biaya bunga bank
Semua biaya tersebut dijumlah, maka itu disebut sebagai harga pokok pemasaran , bila
kita menjual produk dibawah harga tersebut maka disebut rugi , apabila menjual diatas harga
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 31
DEWAN RISET NASIONAL

tersebut disebut laba.


Sekarang kita bandingkan antara harga jual produk pesaing dengan harga pokok pe-
masaran kita , apakah masih ada ruang bagi kita untuk mencetak laba?.
Bila Harga Pokok pemasaran kita masih tinggi, maka mulailah untuk berusaha mengu-
rangi biaya biaya dan melakukan penghematan disetiap lini , termasuk mempercepat proses
penelitian dan pengembangan produk itu sendiri
Jangan lupa, bahwa harga selalu berubah, apabila produk kita terlambat masuk pasar
karena proses riset yang lama, maka bisa jadi harga pasar sudah jatuh dan harga pokok pe-
masaran kita sudah diatas harga pesaing, dalam hal ini akan menjadi dilemma, apabila diter-
uskan maka akan menjadi rugi, apabila di hentikan juga sudah pasti rugi, Untuk Produk TIK
, khususnya produk Smart Phone, dalam waktu 3 bulan harga akan turun sekitar 25% bahkan
bisa lebih. Bisa dibayangkan bagaimana tingkat kompetisi produk smartphone saat ini, dan
terbayang bagaimana para periset harus bekerja dengan waktu yang sudah sangat dibatasi.
b) Pricing Policy
Apabila kita telah membuat analisis posisi produk dan kemampuan kompetisi di pasar,
termasuk melihat posisi produk kita dengan cara trilogy AT Kearney , selanjutnya kita sudah
bisa tahu bagaimana kebijakan harga (pricing policy) kita. Pricing Policy adalah harga yang
kita tawarkan dipasar dalam rangka memenangkan persaingan , untuk pertama kali masuk
pasar, walaupun produk kita unggul, biasanya produsen selalu menawarkan sejumlah dis-
count untuk menarik minat pembeli , seiring berjalannya waktu, apabila sudah terlihat minat
pembeli banyak dan trend pemasarannya baik, maka discount akan dihilangkan dan bahkan
harga akan dinaikkan, hal demikian ini banyak dipratekkan oleh pengembang property , yang
terkenal dengan slogan “bulan depan harga naik” , yang akan memicu emosi pembeli untuk
segera membeli .
Pricing Policy pada umumnya juga diiringi dengan model atau strategi pemasaran tert-
entu , mungkin kita masih ingat bagaimana Nokia meluncurkan produk Communicator , RIM
dengan produk Black Berry Z10 ,dan Yamaha R25 di Indonesia beberapa waktu yang lalu
, yang membuat pelanggan mengantri dan bersedia membayar uang muka terlebih dahulu,
padahal produknya baru akan diberikan beberapa bulan yang akan datang.
Beberapa produsen china bahkan mempunyai pricing policy yang aneh dan cukup berani
, mereka menawarkan harga awal jauh dibawah harga pokok pemasaran , sehingga mereka
berhasil memenangkan kompetisi, namun mereka telah menghitung, nanti biaya perawatan
,sparepart dan purna jualnya akan tinggi , sehingga secara keseluruhan jatuhnya ya mahal juga
tapi yang penting produk mereka telah laku dipasar.

32 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2.8. Pemilihan Strategi Pemasaran


Disebut Strategi karena disini mencerminkan adanya kompetisi dan persaingan dalam
upaya merebut pasar. Kesalahan dalam menerapkan strategi dapat mengakibatkan produk
gagal total untuk bisa masuk ke pasar , walaupun produk tersebut secara teknis bagus dan
unggul . Sebaliknya dengan strategi yang tepat suatu produk yang biasa – biasa saja bisa
sukses diterima pasar.
Problem utama yang dihadapai dalam memasarkan produk hasil riset adalah resistensi
dari pelanggan. Pelanggan sudah terlalu terbiasa dengan produk lain yang lebih dahulu ia
gunakan dan ia kenal , maka seorang marketer sejati harus sudah tahu karakteristik produk
pesaing tersebut, apa kelebihan dan kekurangannya- dari sisi kacamata pelanggan- dan dari
situ celah masuk untuk menawarkan produk kita . Rasa terlalu percaya diri secara berlebihan
pada keunggulan produk kita dan mengabaikan persepsi pelanggan pada produk pesaing,
bisa mengakibatkan kegagalan dalam pemasaran. Contohnya sekali lagi adalah pemasaran
produk smartphone Black Berry yang gagal karena mengabaikan persepsi pelanggan bahwa
smartphone itu harus Android.
Ada beberapa cara strategi pemasaran yang biasa dikenal saat ini :
a) Strategi Pemasaran Langsung secara Tradisional , yaitu produsen mendatangi secara lang-
sung pelanggan di pasar dan mengenalkan produknya, , berkampanye apa kelebihannya dan
selanjutnya menunggu kedatangan pelanggan membeli produk tersebut
b) Strategi Pemasaran Langsung secara Online , saat ini mulai marak dipilih , dengan meman-
faatkan kemajuan teknologi TIK, sebagaimana pemasaran secara tradisional ,maka produsen
mendatangi pelanggan melalui komputer atau telepon genggamnya , cara ini lebih murah
dan efisien , terutama untuk produk yang memang memiliki keunggulan , cara online ini bisa
memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pelanggan untuk menyimak, membanding-
kan , menimbang dan akhirnya memutuskan untuk membeli produk yang lebih unggul dan
sesuai seleranya.
c) Strategi Pemasaran Tidak Langsung , dengan system distributor dan keagenan . Disini
produsen tidak bertemu secara langsung dengan pelanggan , tapi menjalin kerjasama den-
gan distributor aau agen untuk menjual produk tersebut ke pelanggan. Hal ini dilakukan ka-
rena pihak produsen biasanya tidak mempunyai tenaga pemasaran yang memadai atau tidak
mempunyai jaringan pemasaran yang memadai. Distributor berbeda dengan agen , dimana
distributor tidak membeli barang dari produsen (stok barang di distributor adalah milik pro-
dusen), menjual barang ke pelanggan untuk dan atas nama produsen dengan harga yang su-
dah ditentukan oleh produsen , distributor mendapatkan fee dari produsen ( biasanya dalam
bentuk rabat) atas pekerjaannya. Sedangkan Agen atau Reseller membeli barang dari pro-
dusen atau distributor dan menjual barang ke pelanggan dengan menentukan harga sendiri.
Perlu dicermati , untuk menjual produk hasil riset , hindari menunjuk distributor tunggal
atau agen tunggal , karena hal ini bisa berakibat fatal , distributor dan agen tersebut justru
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 33
DEWAN RISET NASIONAL

disewa juga oleh produk pesaing dan mereka dibayar secara diam diam untuk membunuh
produk kita dengan cara menyimpannya di gudang dan tidak pernah dipasarkan, bila ada
pelanggan yang datang untuk membeli, mereka mengatakan bahwa stok habis dan kemudian
menawarkan produk pesaing sebagai gantinya , dengan demikian produk kita tidak pernah
bisa masuk ke pasar.

2.9. Strategi Promosi


Promosi adalah adalah bagian kegiatan pemasaran yang tujuannya adalah mengenalkan
produk kita ke calon pelanggan , menerangkan keunggulannya, tanpa perlu harus mengung-
kap kelemahannya. Dengan strategi promosi yang tepat maka persepsi pelanggan terhadap
produk kita akan terbentuk dan hal ini kemudian akan diingat oleh pelanggan , nanti pada
saat ia memutuskan untuk membeli maka ia akan memilih produk kita untuk dibeli.Untuk
jenis pasar yang sudah fragmented , misalnya produk smart phone , dimana ada banyak merek
, banyak plihan dan banyak pembeli , maka peran promosi untuk membentuk persepsi pel-
anggan adalah sangat penting. Perlu diketahui bahwa pelanggan Indonesia pada umumnya
adalah jenis pelanggan emosi bukan pelanggan rasional, maka proses pembentukan persepsi
untuk menggerakkan emosi pelanggan itu yang menjadi sasaran promosi.

2.10. Tahap Penjualan


Penjualan (sales) adalah proses transaksi terjadinya jual beli yaitu berpindahnya kepe-
milikan barang dari penjual ke pembeli dan berpindahnya kepemilikan uang dari pembeli ke
penjual. Untuk produk yang bersifat retail atau eceran maka bisa dilakukan dengan cara cash
and carry , namun untuk transaksi dengan jumlah yang besar dan nilainya besar atau untuk-
produk yang berupa system yang besar biasanya transaksi penjualan dilakukan dengan cara
kontrak penjualan , namun sebelum sampai pada tahap kontrak penjualan , biasanya ada
beberapa tahap yang dilalui, misalnya :
a) Tahap Pengikatan awal berupa Letter of Intent (LoI) atau Memorandum Of Understanding (
MoU) , adalah dokumen yang dibuat sebagai tanda berminatnya calon pembeli untuk mem-
beli produk kita. LoI dan MoU secara hukum masih lemah karena memang isinya biasanya
belum ada komitmen pembelian atau pembayaran
b) Pihak marketing selanjutnya menindaklanjuti dengan mengirimkan surat penawaran harga
(SPH) ke calon pembeli , yang berisi penawaran jumlah , harga , cara pembayaran , serta
waktu penyerahan. SPH biasanya berbatas waktu karena memang biasanya terjadi fluktuasi
harga bahan baku dan biaya biaya lain, sehingga harga penawaranpun ikut terdampak beru-
bah.
c) Negosiasi adalah proses tawar menawar harga dan lainnya, dan apabila terlah dicapai kes-
epakatan , biasanya dibuatkan Berita Acara Negosiasi yang ditandatatangani kedua belah
34 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

pihak.
d) Kontrak Penjualan adalah dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang
berisi semua perihal perikatan antara penjual dan pembeli dan mengikat secara hukum . Do-
kumen LoI, MoU, SPH dan Berita Acara Negosiasi selanjutnya dikumpulkan untuk menjadi
lampiran Kontrak Penjualan.

2.11. Masa Garansi


Masa Garansi adalah masa dimana produk yang sudah diserahkan dan diterima oleh pem-
beli diberikan jaminan dan masih menjadi tanggungan penjual , garansi ini diberikan karena
adanya kemungkinan terjadinya cacat tersembunyi (defect) , yang bisa disebabkan karena
cacat pada saat disainnya , cacat pada saat produksinya atau cacat pada saat pengirimannya.
Cacat tersembunyi ini biasanya belum terlihat pada saat serah terima barang , namun akan
muncul pada saat produk tersebut mulai digunakan.

2.12. Masa Purna Jual


Masa Purna Jual adalah masa setelah habisnya masa garansi , dimana apabila terjadi keru-
sakan pada produk maka pelanggan harus membayar untuk biaya perbaikannya. Hal penting
bagi produk hasil riset adalah tersedianya tenaga ahli yang ditugaskan khusus dan menguasi
secara detail disain dari produk tersebut dan selalu siaga apabila keperluan perbaikan produk
yang ada di pelanggan.

2.13. Change Request dan Pengembangan Produk versi berikutnya


Change Request adalah lembaran yang dikeluarkan oleh pemasaran dan dikirimkan ke Tim
Periset dan Pengembang , yang berisi permntaan perubahan atau penyempurnaan dari produk
, biasanya bersifat minor . Namun seiring berjalannya waktu change request yang telah ter-
kumpul bisa direview dan dibahas secara konprehensip untuk menentukan pengembangan
produk untuk versi berikutnya.

3. PENUTUP
Demikian sepintas tentang proses yang akan dilalui suatu produk hasil riset dan pengem-
bangan yang akan dipasarkan.
Semoga dengan adanya tulisan ini bisa lebih memperkaya wawasan para peneliti dan pengem-
bang bagaimana perjalanan produk yang mereka riset bisa sampai ke tangan pembeli.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 35


DEWAN RISET NASIONAL

DAFTAR PUSTAKA
AT Kearney , Corporate and Product Development Strategy , 2005
Michael E. Porter , Competitive Advantage , 1994
Sarah Cook , Customer Care Excellece , 2004
Tony Sitinjak Cs , ModelMatriks Konsumen, 1982

36 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

SEKTOR INDUSTRI DITUNTUT UNTUK PRO-AKTIF


DALAM PERCEPATAN PENGEMBANGAN IPTEK UNTUK
KEDAULATAN DAN KESEJAHTERAAN BANGSA
Drs. Iskandar, Apt., MM12
1
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero)
2
Anggota Komisi Teknis Teknologi Kesehatan dan Obat DRN 2012-2014

ABSTRAK
Rumus umum yang kita kenal dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) yaitu riset dasar dilakukan oleh akademisi dan lembaga-lembaga riset, kemudian
hasilnya mengalir ke industri, untuk diwujudkan menjadi produk yang mempunyai nilai
lebih untuk kesejahteraan rakyat. Di Negeri ini hal tersebut belum terwujud secara jelas dan
mulus, sehingga hasil penelitian kandas sebagai konsep di laboratorium. Proses inovasi
nasional tersendat, demikian pula produktivitas riset rendah. Kekayaan keanekaragaman
hayati, keanekaragaman geologi dan keanekaragaman budaya hanya sebagai jargon ilmiah
yang enak untuk diucapkan, sementara kenyataan di lapangan masih berupa mimpi yang su-
lit diwujudkan, apalagi bisa menjadi penopang untuk kedaulatan dan kesejahteraan bangsa.
Sebenarnya rumus di atas dapat dibalik. Jika kalangan industri mau berpikir panjang untuk
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kemakmuran bangsa, sepantasnya ber-
pikir bahwa ketergantungan kita terhadap IPTEK dari luar, sama halnya dengan menyer-
ahkan kedaulatan kepada bangsa lain. Kita hanya jadi mata rantai proses produksi terakhir
sistem kapitalis yang penuh risiko, nilai tambah kecil dan dikendalikan orang lain. Untuk
melepaskan diri dari belenggu tersebut, kita dapat belajar dari industri biotek milik kita, Bio
Farma, yang dalam sepuluh tahun terakhir berusaha melepaskan diri dari ketergantungan ip-
tek dari luar, hasilnya sudah mulai terlihat. Dalam hal social responsibility, Bio Farma berpikir
diluar kotak, bagaimana IPTEK yang dimiliki industri menjadi inspirasi teknologi tepat guna
untuk memberikan solusi bagi masyarakat.

Kata kunci : ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi nasional, keanekaragaman hayati,
keanekaragaman geologi, keanekaragaman budaya

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 37


DEWAN RISET NASIONAL

1. PENDAHULUAN
Sebagai suatu industri, Bio Farma dituntut untuk pro-aktif dalam percepatan pengem-
bangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Bio
Farma dapat menjadi contoh role model industri yang merebut teknologi, dapat mengem-
bangkan produk, menciptakan dan menginisiasi kemandirian vaksin yang berkelanjutan, ber-
daulat dalam hal penyediaan vaksin untuk kebutuhan nasional dan memberikan kesejahter-
aan bagi bangsa Indonesia.
Bio Farma merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara dengan misi utama mem-
produksi vaksin (human vaccines) yang digunakan untuk imunisasi nasional dan global, guna
mencegah penyebaran penyakit yang dapat menimbulkan kesakitan, kecacatan, atau bahkan
kematian. Bio Farma merupakan 1 dari sekitar 20 produsen vaksin yang kualitasnya diakui
oleh World Health Organization (WHO) sehingga produknya dapat masuk ke pasar global dan
berkontribusi terhadap pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) di negara berkem-
bang. Sampai saat ini produk Bio Farma telah digunakan di 131 negara, dan 65% revenue be-
rasal dari ekspor. Produk-produk yang telah mendapatkan kualifikasi dari WHO dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Produk-produk yang mendapatkan kualifikasi WHO

Tahun Vaccine
1997 tOPV (trivalent oral polio vaccine), Measles 10 dose
2001 DTP (diphtheria, tetanus, pertussis), DT (diphtheria, tetanus), TT (tetanus toxoid dalam
kemasan vial)
2003 TT (tetanus toxoid dalam kemasan uniject)
2004 Hepatitis B dalam kemasan uniject
2006 DTP-HepB (diphtheria, tetanus, pertussis, hepatitis B), Measles 20 dose
2009 mOPV1 (monovalent oral polio vaccine type 1)
2010 bOPV (bivalent oral polio vaccine type 1 and 3)
2011 Td (tetanus, diphtheria for booster)

Produk lainnya yang sedang dalam proses kualifikasi WHO adalah vaksin pentavalen yai-
tu kombinasi vaksin diphtheria, tetanus, pertussis, hepatitis B dan Haemophylus influenzae type B
(DTP-Hep B-Hib).

38 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2. PERAN INDUSTRI DALAM PERCEPATAN PENGEMBANGAN IP-


TEK
Dengan keanekaragaman hayati virus dan bakteri, Bio Farma telah melakukan pe-
murnian, pemuliaan, pengembangan manfaat, pengembangan produk, untuk menghasilkan
produk-produk baru sehingga terciptanya masyarakat yang sehat dan berdaulat. Untuk dapat
terus memberikan kontribusi yang berharga di bidang kesehatan di Negara Kesatuan Re-
publik Indonesia dan di dunia, maka Bio Farma secara berkelanjutan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak hanya di bidang vaksin namun diperluas di bidang Life Sci-
ence Products.
Seiring perkembangan jaman,IPTEK di bidang kesehatan semakin berkembang pesat.
Sejalan dengan road map penelitian dan pengembangan perusahaan, ke depannya ruang ling-
kup perusahaan akan diperluas untuk mewujudkan industri yang dapat menghasilkan life
science products. Untuk mewujudkan hal tersebut dan tercapainya percepatan riset, perlu di-
lakukan kerja sama nasional dan internasional.
Dalam hal kemandirian vaksin nasional, Bio Farma telah menjadi pelopor untuk meng-
gerakkan sektor-sektor strategis domestik melalui harmonisasi riset untuk mempercepat riset
vaksin. Tanpa percepatan, riset vaksin biasanya minimal 12 tahun. Oleh karenanya dengan
kerja sama quadruple helix, Academic, Bussiness, Government, Community, yang melibatkan Ke-
menterian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, diharapkan dengan Forum Riset Vaksin
Nasional (FRVN) yang sudah menginjak tahun ke-4, sejak tahun 2011, dapat lebih cepat
menghasilkan vaksin baru. Dengan FRVN telah terbentuk lima (5) konsorsium yaitu Hepatitis
B, New TB, Dengue, HIV, dan Eritropoietin. Juga terbentuk tujuh (7) working group yaitu Influen-
zae, Malaria, Rotavirus, Stem Cell, Pneumococcus and Delivery System, Human Papiloma Virus dan
Kebijakan. Peran Stakeholders dalam riset dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peran Stakeholder dalam Riset

Peran Stakeholder dalam Riset

4 th 3 th 3 th 2 th

Basic Applied Clinical Mass


Research Research Development Production

1. SEED, or • PoC • Clinical Lots (cGMP) • Scale-up (cGMP)


2. Vaccine Candidate • Exp Lot • Clinical trials (GCP) • Licensure
3. Adjuvant, • GLP • PQ WHO
4. Tech. Platform

Collaboration
A-B-G-C

R D

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 39


DEWAN RISET NASIONAL

Tema FRVN Ke-4 adalah “Implementasi Hasil Riset Vaksin dalam Rangka Kemandi-
rian Vaksin Nasional”. Tujuannya untuk melihat implementasi hasil riset dari masing-masing
konsorsium yang sudah terbentuk, serta diseminasi aspek regulasi produk riset dan pengem-
bangan vaksin di Indonesia dapat terpola dengan jelas dan mempunyai strategi implementasi
yang baik. Dengan menyelaraskan visi misi dan mengimplementasikannya secara terpadu
yang melibatkan pemerintah, lembaga riset/universitas & industri, diharapkan dapat segera
menghasilkan produk unggulan yang bermanfaat bagi masyarakat di dalam maupun luar
negeri. Melalui FRVN diharapkan pula dapat mengubah/revolusi karakter bangsa. Para pe-
neliti tidak lagi terkotak-kotak namun memiliki visi dan misi yang sama.
Selain kerja sama nasional, juga dilakukan kerja sama regional dan global. Di lingkup
regional, Bio Farma bekerja sama dengan Australia, Jepang, Thailand dan Malaysia. Di ling-
kup global dengan DCVMN (Developing Countries Vaccine Manufacturers Network), OIC (Organi-
zation of Islamic Cooperation), berbagai Biotech Company, Pasteur Institute Network, International
Vaccine Institute, Bill and Melinda Gates Foundation.
Kerja sama regional dan global mencakup aspek kebijakan, teknologi dan ekonomi.
Dalam hal aspek kebijakan diharapkan Indonesia dapat turut berperan dalam menetapkan
kebijakan mengenai vaksin dan life science products lainnya di dunia. Bio Farma berperan ak-
tif dalam organisasi DCVMN, tahun 2012-2014 dan 2014-2016 dipercaya sebagai Presiden
DCVMN. Berperan aktif pula di GAVI sebagai Board of Member, International Vaccine Institute
(IVI) sebagai Board of Trustee. Islamic Development Bank’s Self-Reliance in Vaccine Programs (IDB-
SRVP) sebagai Chairman. Berperan aktif di Badan Kesehatan Dunia / World Health Organiza-
tion (WHO) dan di UNICEF. Dalam hal aspek teknologi, Bio Farma mendapatkan transfer
teknologi dari perusahaan Bioteknologi untuk pengembangan vaksin di dalam negeri. Selain
itu Bio Farma juga dipercaya untuk mentransfer teknologi yang dimiliki mengenai proses
hilir, melakukan knowledge sharing mengenai bioteknologi ke industri di negara-negara Islam
dan industri di negara-negara berkembang. Dengan Negara OKI, bersama-sama menjajaki
untuk mendirikan centre of excellence di Saudi Arabia.
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan semakin berkembang pesat. Road
map penelitian dan pengembangan, ke depannya akan diperluas untuk mewujudkan indus-
tri yang dapat menghasilkan life science products untuk meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia dan masyarakat dunia. Beberapa cluster yang akan dibuat adalah cluster of vaccine,
cluster of immunosera, cluster of biosimilar, cluster of stem cell dan cluster of kit diagnostic. Untuk
hal ini diperlukan infrastruktur dan lahan baru, didukung dengan teknologi informasi dengan
menerapkan ERP (Enterprise Resource Planning) dan e-BPR (Electronic Batch Processing Record),
menerapkan supply chain management, dan didukung dengan human capital yang dapat mewu-
judkan hal tersebut.
Salah satu life science products yaitu stem cell atau sel punca semakin memiliki peran pent-
ing dalam bidang kesehatan. Oleh karenanya Bio Farma berupaya untuk dapat memiliki

40 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

teknologi tersebut. Langkah yang telah dilakukan adalah kerja sama stem cell atau sel punca
dengan Royan Institute Iran dimulai sejak tahun 2011 diawali dengan kunjungan Bio Farma
ke Iran. Tahun 2012 kunjungan manajemen Royan Institute ke Bio Farma. Tahun 2013 ditan-
datangani nota kesepahaman antara Bio Farma dan Royan Institute. Tahun 2014-2015 per-
wakilan Bio Farma mendapatkan training di Iran. Dan rencana ke depannya akan dilanjutkan
dengan kerja sama yang lebih spesifik untuk pengembangan stem cell. Di dalam negeri, Bio
Farma bersinergi dengan ABGC melalui FRVN, telah membentuk Konsorsium Stem Cell dan
telah memasuki tahun ke-2.
Dalam hal aspek ekonomi, Bio Farma menyediakan produk berkualitas tinggi dengan
harga yang terjangkau. Oleh karenanya produk-produk Bio Farma dapat digunakan selain di
negara maju, juga sebagian besar digunakan di negara berkembang.
Ketersediaan dan penguatan human capital atau intellectual asset untuk mendukung
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang life science products perlu terus dija-
ga dan dikembangkan. Secara intern perusahaan, Bio Farma memiliki program menyekolah-
kan karyawan program pasca sarjana S2 dan S3 di berbagai perguruan tinggi di Indonesia
dan di Luar Negeri. Output dari karyawan yang telah disekolahkan ini adalah karyawan da-
pat menerapkan ilmu yang telah diperolehnya, untuk memperkuat riset dan pengembangan,
proses produksi dan juga proses pendukung lainnya. Data peserta pendidikan formal S2 dan
S3 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peserta Pendidikan Formal S2 dan S3

Tahun Science (orang) Non Science (orang) Jumlah Total


S2 S3 S2 S3
2011 10 4 5 1 20
2012 2 1 0 0 3
2013 2 0 0 1 3
2014 0 1 0 0 1
2015 3 2 1 1 7

Human capital atau intellectual asset dapat menerapkan ilmu yang dimilikinya dengan
didukung sarana dan prasarana yang sesuai dengan standard. Selain personel yang harus
terkualifikasi, sarana dan prasarana pendukung riset juga harus terkualifikasi.
Dalam proses riset ini, perlu adanya harmonisasi dengan berbagai perguruan tinggi di
seluruh Indonesia. Bio Farma sudah mulai mencari partner peneliti di perguruan tinggi yang
kegiatan risetnya berhubungan erat dengan industri dan dapat diimplementasikan.
Kemampuan Bio Farma untuk menghasilkan produk-produk vaksin saat ini telah mem-
berikan kontribusi yang sangat berharga bagi Negara Indonesia. Anggaran pemerintah untuk
vaksin tahun 2012 senilai Rp. 512,8 juta, tahun 2013 senilai Rp. 548,2 juta, tahun 2014 senilai
Rp. 547,5 juta. Tahun 2013-2014 termasuk di dalamnya adalah bantuan dari GAVI. Apabila
didatangkan dari luar negeri / impor, maka nilai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 41
DEWAN RISET NASIONAL

untuk pelaksanaan program imunisasi akan jauh lebih besar. Oleh karenanya penemuan life
science products perlu dipercepat agar kebutuhan masyarakat Indonesia dapat terpenuhi.
Pemerataan kesehatan dengan konsep preventif diupayakan untuk mendapatkan vaksin
berkualitas dengan mudah terutama di daerah pinggiran, desa, kawasan timur Indonesia dan
kawasan perbatasan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan bangsa.
Selain menjalankan kegiatan perusahaan secara rutin, Bio Farma memiliki komitmen
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa secara umum. Sebagai tanggung jawab so-
sial perusahaan (Social Responsibility) ditetapkan empat pilar yang sesuai dengan core business
yaitu kesehatan, lingkungan, pendidikan dan ekonomi.
Bio Farma berpikir diluar kotak, bagaimana IPTEK yang dimiliki industri menjadi in-
spirasi teknologi tepat guna untuk memberikan solusi bagi masyarakat. Teknologi tepat guna
biosecure terbukti ampuh untuk memberikan solusi bagi petani ikan koi sukabumi, green house
untuk pemuliaan dan pembibitan tanaman, teknik pemilihan dan pemuliaan bibit, pembua-
tan working seed, penerapan instalasi pengolahan air limbah, penggunaan kembali air buangan
untuk dijadikan air baku, penggunaan pewarna ramah lingkungan dan dengan teknologi na-
nopartikel untuk pembatik.
Kekayaan keanekaragaman hayati, keanekaragaman geologi dan keanekaragaman
budaya jangan hanya sebagai jargon ilmiah, tetapi harus diwujudkan, untuk dapat menjadi
penopang untuk kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Industri harus pro-aktif untuk mel-
akukan inovasi di bidang tersebut. Bekerja sama dengan para pakar yang ahli di bidangnya.
Diselaraskan visi dan misinya.
Sebagai contoh, untuk konservasi alam yang memiliki keanekaragaman geologi yang
tinggi, industri harus dapat juga mengangkat budaya dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat di sekitarnya.

42 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

4. PENUTUP
Langkah pro-aktif suatu industri sangat berperan dalam percepatan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Suatu industri
harus dapat melepaskan diri dari ketergantungan IPTEK dari luar negeri dan harus berupaya
untuk dapat mengambil alih teknologi tersebut. Didukung dan bekerja sama dengan sektor
pemerintah, lembaga riset dan perguruan tinggi untuk kemandirian bangsa. Seiring perkem-
bangan jaman maka ruang lingkup penelitian dan pengembangan harus diperluas di bidang
life science products. Human capital yang capable harus selaras, memiliki visi dan misi yang sama
untuk pencapaiannya. Teknologi tepat guna yang diterapkan industri harus dapat dimanfaat-
kan dan memberikan solusi bagi masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Road Map Riset Bio Farma
Data CSR Bio Farma

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 43


DEWAN RISET NASIONAL

44 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

ERA BARU PENDIDIKAN TINGGI DAN RISET INDONESIA


DENGAN MENGUATNYA UNIVERSITAS-UNIVERSITAS
RISET INDONESIA BERKELAS DUNIA
Prof. Dr. Leonardus B.S. Kardono, Apt1,2
Kementrian Riset Teknologi dan DIKTI, Gedung BPPT II, Lantai 23, Jl. M.H. Thamrin No.8, Jakarta
1

Anggota Komisi Teknis Teknologi Kesehatan & Obat DRN 2012-2014


2

ABSTRAK
Penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Direktorat Jenderal Pendidi-
kan Tinggi akan memberikan dampak postif bagi pendidikan tinggi dan riset di Indonesia.
Penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan lembaga riset, tidak
dipungkiri akanmenentukan dan sangat diperlukan dalam mendorong Indonesia menuju
status negara maju .Universitas riset merupakan universitas / yang diakui oleh Kabinet Kerja
Jokowi - JK untuk menjadi pusat penelitian terkemuka dan pusat pendidikan , yang mening-
katkan status menjadi universitas riset / lembaga riset berkelas berdaya saing dunia. Tujuan
pendirian Universitas Riset adalah meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan dan
komersialisasi ; untuk meningkatkan asupan lulusan pasca dan pasca sarjana S3, untuk men-
ingkatkan jumlah staf akademik dengan kualifikasi PhD yang berkualitas, untuk menciptakan
dan memperkuat Center of Excellence dan meningkatkan asupan mahasiswa asing dan mening-
katkan peringkat internasional Perguruan Tinggi Indonesia. Mendesaknya adanya Universi-
tas riset sangat diperlukan sebagai mesin pertumbuhan bangsa , memberikan kesempa-
tan untuk para mahasiswa dan akademisi sama-sama untuk saling bertukar gagasan, dengan
melakukan penelitian di lingkungan yang kondusif , yang akan memacu pengembangan krea-
tivitas dalam mendalami pengetahuan menjadikan generasi kaya sejahtera, sehingga menin-
gkatkan kualitas hidup. Tata kelola Perguruan Tinggi di Indonesia sudah sangat tepat dan
universitas-universitas diarahkan untuk universitas riset berkelas dunia. Semua perguruan
tinggi di Indonesia yang 5 tahun sebelumnya masih menitik beratkan sebagai lembaga pen-
didikan dan lembaga riset, sudah disadarkan akan latar belakang Indonesia dimana pendidi-
kan tinggi 2015-2019, harus membawa Indonesia mampu mengatasi jebakan “middle income
economy trap”, meningkatkan ekonomi berbasis inovasi, meningkatkan “competitiveness index”,
serta mampu memenuhi harapan masyarakat untuk menjadi agent perubahan perkembangan
ekonomi Indonesia. Juga sudah ditekankan bahwa Indonesia masih sangat lemah dalam hal
“readiness technology” yang salah satu indikasinya adalah sangat lemah dalam publikasi dan
paten internasional, dan ini semua harus ditingkatkan. Reformasi pendidikan tinggi riset
teknologi termasuk restrukturisasi pendidikan tinggi sudah dicanangkan sehingga disamping
menghasilkan lulusan, hasil-hasil riset dan teknologi transfer ke masyarakat perguruan tinggi
dan lembaga riset harus menghasilkan inovasi yang bisa meningkatkan daya saing dan bang-
sa. Untuk menghindari jebakan sebagai negara “middle income economy trap”, bisa dilakukan
dengan memperbaiki infrastucture,improving government spending,mproving quality of education

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 45


DEWAN RISET NASIONAL

and trainingdan boosting innovation. Ini semua dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
bangsa Indonesia, yang di tahun 2014, sebagai negara berpenghasilan menengah dengan per-
tumbuhan ekonomi 5-6%per tahun menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan pertumbu-
han ekonomi > 9% per tahun. Untuk meningkatkan indeks daya saing, Indonesia yang sudah
relative baik dalam pemenuhan kebutuhan dasar sebagai faktor daya tarik ekonomi, saat ini
sudah melakukan peningkatan efisiensi sehingga bisa menjadi daya tarik ekonomi dan ber-
siap mencanggihkan kegiatan-kegiatan dan bisnisnya serta berbudaya inovasi, sebagai daya
tarik ekonominya. Kementrian Riset Teknologi dan Dikti, sebagai “agent of culture, knowledge,
technology transfer dan agent of economic development”akan unjuk gigi dalam menghasilakan indi-
kator kinerja utamanya, yaitu inovasi, lapangan kerja, industri, income yang dapat dihasilkan,
budaya ilmu pengetahuan dan transfer teknologi, kuatnya masyarakat industri, publikasi,
indeks sitasi ilmiah, rangking universitas tingkat dunia, paten, mutu kelulusan termasuk ting-
kat pasca sarjana, dan waktu penyerapan lulusan untuk bekerja. Para peneliti di Lembaga Pe-
nelitian Non Kementrian dan Lembaga Penelitian Kementrian dengan adanya reformasi dan
restrukturisasi Kementrian Riset Teknologi dan Dikti, mau tidak mau harus menugikuti arus
perubahan yang terjadi di Pendidikan (Perguruan Tinggi), supaya tidak ketinggalan kereta
dan yang tidak mengikut akan ditinggal. Pertimbangan-pertimbangan Kemenristekdikti se-
bagai agent of knowledge, technology transfer culture and agent of economic development inilah yang
menjadikan pertimbangan Kabinet Kerja Jokowi-JK memilih Menteri Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi berlatar belakang ekonomi dan pakar anggaran.

1. PENDAHULUAN
Semakin tingginya persaingan global menuntut peningkatan kemampuan dalam pen-
guasaan dan penerapan iptek seiring dengan perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan.
Penelitian dan pengembangan ( R& D ) yang dilakukan oleh Kementerian Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi sangat diperlukan dalam mendorong Indonesia menuju status ne-
gara maju. Perguruan tinggi di Indonesia harus menghasilkan lulusan , dosen dan peneliti
dari kualitas, dan orang-orang yang bisa berpikir out of the box untuk berkinerja baik dengan
memberikan atau menghasilkan inovasi yang bermanfaat. Universitas riset / lembaga yang
terdiri dari pusat terkemuka universitas keunggulan memenuhi kriteria internasional universi-
tas riset kelas dunia lembaga / penelitian. Tujuan diperbanyaknya universitas riset ini antara
lain, untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan dan komersialisasi, untuk
meningkatkan jumlah lulusan pasca sarjana setingkat Master (S2) dan dotor (S3), untuk men-
ingkatkan jumlah dan mutu staf akademis dengan kualifikasti doctor yang baik (terkemuka)
berkualitas, untuk membentuk dan memperkuat pusat-pusat unggulan (Center of Excellence),
untuk meningkatkan jumlah mahasiswa asing serta meningkatkan peringkat internasional
universitas dan lembaga riset Indonesia.Universitas riset akan mengambil peran aktif dalam
merealisasikan gagasan-gagasa penelitian baru, dengan metode penelitian inovatif dan ber-
partisipasi dalam inisiatif intelektual untuk terus mengembangkan dan memperdalam ilmu
46 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

pengetahuan.Unsur-unsur utama dan kunci dalam Universitas Riset adalah bidang studi yang
berfokus pada riset (penelitian), persyaratan masuk yang kompetitif , dosen yang berkuali-
tas, perbandingan mahasiswa lulusan yang meneruskan pasca sarjana dan yang tidak adalah
1 : 1. Untuk membangun universitas riset,cara evaluasinya perlu digunakan merit system in-
ternasional. Evaluasi ini terdiri dari indeks sitasi : pengaruh riset; pengajaran : lingkungan
belajar ; riset: jumlah riset, pendapatan yang diperoleh dari riset dan reputasi ; wawasan inter-
nasional baik untuk staf, mahasiswa dan penelitian ; Pendapatan yang diperoleh dariindustri
dan inovasi. Untuk evaluasi lebih lanjut, digunakannya satu sistem yang diadopsi dari sistem
internasional untuk menilai tingkatan akademisinya dan peneliti guna meningkatkan kualitas
ilmiah dan daya saing Indonesia.Untuk pengukuran prestasi kualitas ilmiah, diterapkan salah
satu sistem internasional yang diterima secara luas, yaitu index SCI (scientific citation index)
(Thomson Reuters). Sebagian besar universitas terkemuka di Indonesia telah mengadopsi
index Scopus (Elsevier) untuk mengevaluasi publikasi mereka. Dengan menggunakan sistem
standar internasional dalam menilai dokumen ilmiah , Indonesia akan mendapatkan pen-
gakuan internasional , menghemat anggaran terutama untuk kegiatan administratif, sangat
efisien, adil serta berkurangnya perselisihan yang terjadi. Dengan cara penilaian seperti itu,
etika ilmiah secara otomatis akan dikebangkan dan dihormati. Diperkirakan atau diharapkan
di tahun 2019 Indonesia akan memiliki beberapa universitas riset kelas dunia atau lembaga
riset dengan standard international dengan peringkat sekitar 100 besar di dunia. Kementerian
Teknologi Riset dan Pendidikan Tinggi berkomitmen dan mengambil tanggung jawab dengan
memberikan komitmen yang kuat, kemauan politik yang kuat dengan dukungan yang kuat
untuk mencapai tujuan, antara lain dengan memberi fasilitas seperti untuk asses informasi
publikasi dari Reuters ( SCI ) dan Scopus ( Elsevier ), dan data base ilmiah penting lain-
nya, dilakukan secara terpusat, untuk semua universitas Pemerintah dan Lembaga Penelitian,
juga dengan meningkatkan dukungan pendanaan / anggaran riset, meningkatkan efektifitas
pengelolaan anggaran dan pelayanan yang efisien . Untuk sostem penilaian para pelakunya
(peneliti), Indonesia bisa mengadopsi sistem yang sudah mapan, misalnya dengan sistem
universitas internasional terkemuka. Untuk meningkatkan mutu hasil penelitian baik kualitas
dan kuantitas perlu diadopsi skema riset “post doctoral”, sekaligus untuk memberikan peng-
hargaan dan pengakuan Negara Indonesia, kepada ilmuwan Indonesia yang berdaya saing
dan bereputasi baik.

2. PERMASALAHAN RISET YANG DIHADAPI INDONESIA


Di Indonesia, lembaga yang terkait dengan iptek mempunyai komposisi sebagai berikut
Lembaga Penelitian Non Kementrian (LPNK) dengan jumlah insitusi penelitian 84atau 2%
dari total (84; 2%), Lembaga Penelitian Kementrian (LPK) (226; 6%, Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah (BPPD) (53; 1%), Pendidikan Tinggi Negeri (PTN) (683; 17%) dan
Pendidikan Tinggi Swasta(PTS)(3019; 74%).Sumber Daya Manusia (SDM) litbang terbesar
dimiliki sektor pemerintah (27.261 orang), kemudian universitas (24.867 orang), dan yang
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 47
DEWAN RISET NASIONAL

terkecil industri (10.867 orang). Dari ketiga sektor tersebut, komposisi terbesar SDM penel-
iti di universitas (54%), yang terbesar di Perguruan Tinggi Negeri. Peran Pendidikan Tinggi
Swasta masih sangat kecil kontribusinya dalam meningkatkan tingkat daya saing Indonesia.
Menurut Global Competition Review, tahun 2013-2014 Indonesia mempunyai peringkat 33, di
bawah Malaysia (33) dan Singapura (9). Pemasok teknologi utama dalam negeri Indonesia
adalah Lembaga Riset 28%, Pemasok Dalam Negeri (16%), R & D Perusahaan 13%, Uni-
versitas 10%, Media/Pameran 5%, Pelatihan 3%, dan Lainnya 16%. Alokasi anggaran riset
pemerintah sebanyak 0.08% GDP.Biaya riset 0.031% ada di Perguruan Tinggi, 0.036 ada di
Lembaga Riset Pemerintah, dan 0.017% ada di industri manufaktur.Pembiayaan riset pada
tahun 2010 ada di Perguruan Tinggi 1.8 T (38.5%), LPNK 0.4T (9%), LPK (1.6T) (33%) dan
Industri 0.9T (18.7%). Jumlah total peneliti ada 41000 orang, dengan distribusi anggaran lit-
bang per peneliti di Perguruan Tinggi (0.08 M/peneliti), di LPNK (0.1 M/peneliti), di LPK
(0.3 M/peneliti) dan di industri 0.1M/peneliti). Walaupun Indonesia telah menjadi negara
G-20, namun Indonesia masih tertinggal dalam pembiayaan R &D. Artinya pertumbuhan
ekonomi Indonesia masih menekankan investasi modal, belum inovasi teknologi. Sektor
swasta juga kurang berminat dalam melakukan R&D diduga karena belum didukung den-
gan insentif pajak dan insentif-insentif lain untuk R&D seperti negara-negara maju. Di tahun
2010, paten per kapita income, Indonesia posisinya di bawah Singapura, Malaysia, Thailand
dan Filipina.Di tahun 2013, paten terdaftar di Indonesia 6.118 berasal dari luar negeri dan
dari dalam negeri sebanyak 1663.Peringkat dunia publikasi ilmiah, peringkat Indonesia ada-
lah peringkat 61, di bawah Thailand (43), Malaysia (40) dan Singapura (32). Berbeda dari
negara-negara ASEAN lainnya, terlihat bahwa publikasi Indonesia terutama lebih karena
bekerjasama dengan para peneliti negara lain, dan bukan mandiri peneliti Indonesia. Sebagai
gambaran, Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi, merekam sebanyak 105 Perguruan Tinggi
di Indonesia terekam di Scopus, dan sebagai perbandingan dicuplik 5 lembaga penelitian.
Publikasi pada 5 Agustus 2014, terekam sebagai berikut, ITB (3872), UI (3273), UGM (1884),
IPB (1440) dan LIPI (1156). Publikasi-publikasi tersebut dari segi jumlah, masih kalah den-
gan salah satu Universitas Kebangsaan Malaysia, yang pada saat yang sama (18714).

3. KRITERIA PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN UNIVERSITAS


RISET
Dalam format penilaian peringkat dunia sebuah universitas, ada 5 komponen utama pe-
nilaian yaitu research-volume, income and reputation (30%), teaching-the learning environ-
ment (30%), citations-research influence (30%), dan International outlook-staff, students and
research (7.5%) serta industri income-innovation (per academic staff)(2.5%). Dari masing-
masing komponen ada rincianna, sehingga menggambarkan peringkat universitas tersebut se-
cara global. Malaysia sudah lebih dulu mengembangkan universitas riset dengan mentarget-
kan berperingkat 50-100 dunia, dengan meningkatkan status lima universitas yaitu Universiti
Malaya (UM),Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM),Universiti Putra Malaysia (UPM) ,
48 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

Universiti Sains Malaysia ( USM ) dan Universiti Teknologi Malaysia ( UTM ) - menjadi
universitas riset. Universitas-universitas ini diberi mandat untuk berfokus pada bidang studi
unggulan tertentu, dengan syarat masuk perguruan tinggin tersebut sangat kompetitif, dosen
yang berkomitmen dan bermutu tinggi serta ratio 1:1 untuk lulusan yang melanjutkan studi
pasca sarjana dan yang tidak. Indonesia bisa mengadopsi target serupa, karena sejalan den-
gan tujuan Rencana Strategis Pendidikan Tinggi Indonesiamisalnya mempunyai untuk me-
miliki setidaknya tiga ( 3 ) Lembaga Pendidikan Tinggi terdaftar dalam top 100 universitas
dan satu ( 4 ) di antara 150 universitas di dunia pada tahun 2020 .Kriteria ditetapkan dengan
berfokus pada R & D & C aspek dan mempertimbangkan kriteria yang ditetapkan oleh lem-
baga pemeringkat internasional terkemuka.Diharapkan bahwa pengakuan yang diberikan ke-
pada lima perguruan tinggi di Indonesia akan bertindak sebagai batu loncatan dalam upaya
untuk merumuskan strategi untuk meningkatkan dan memperkuat posisi Perguruan Tinggi
Umum lokal di tingkat internasional.Universitas Riset Top dalam Daftar peringkat univer-
sitas 2014 berdasarkan jumlah penghasilan yang didukung oleh pendapatan dari penelitian
universitas tersebut. Sebagai perbandingan cara penilaian World Class University, Universitas
reset memberi penilaiannya adalah jumlah dan mutu peneliti (25%), jumlah dan mutu riset
(30%), jumlah lulusan pasca sarjana yang dihasilkan (10%) mutu lulusan pasca sarjananya
(5%), inovasi yang dihasilkan (10%, pelayanan professional dan penghargaan (7%), jaringan
dan kerjasama (8%), serta dukungan sarana prasarana (5%).

4. PENGGABUNGAN KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DENGAN


PENDIDIKAN
Dalam menggerakkan universitas lokal menuju sebuah universitas riset ilmu pengeta-
huan dan teknologi berkelas dunia, sangat penting kiranya universitas tersebut dibina, di-
arahkan, kemudian kinerjanya dipantau, dievaluasi, diaudit dengan mengacu atau meng-
gunakan cara penilaian yang telah digunakan secara luas, termasuk universitas-universitas
terkemuka di dunia. Universitas-universitas terkemuka tersebut bisa digunakan bench mark
untuk mengembangkan sebuah universitas riset. Pengalaman Malaysia dan Kanada bisa di-
gunakan sebagai model, dengan beberapa pengarahan antara lain:
Arah: Universitas riset memiliki rencana induk riset secara menyeluruh dengan blue
print (yang terdiri dari visi, misi dan rencana aksi) untuk mengidentifikasi riset atau kegiatan
pengungkit yang mampu membawa ke tingkat dunia.
Tata Kelola: Universitas riset memiliki system kerja ber “roh” baru dengan komitmen
penuh, tekad dan kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan
secarakeberlanjutan untuk mengembangkan universitas secara maksimal.
Budaya: Universitas tekun melakukan penelitian secara terus menerus denganmeli-
batkan kelompok multi-disiplin, mempunyai pengetahuan dan jaringan di tingkat internal,
nasional, internasional secara integratif dan kolaboratif. Para penelitinya bermotivasi dan
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 49
DEWAN RISET NASIONAL

bersemangat, dengan menunjukkan tingkat integritas yang tinggi di dalam penelitian serta
menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai universal yang berlaku.
Infrastruktur: Sangat penting bahwa universitas riset harus memiliki peralatan yang
sangat baik yang beroperasi penuh terkalibrasi, mempunyai fasilitas fisik yang memenuhi
keselamatan, kenyamanan dan kualitas standar terakreditasi internasional, dengan fasilitas
perpustakaan (akses online sumber ilmiah internasional kutipan inti, seperti, Elsevier, Jurnal-
jurnal imiah Internasional terkemukan, data base abstrak, SCI basis data, dll).Universitas
riset memiliki fasilitas pendukung yang memadai termasuk jaringan dan fasilitas bersama,
pusat-pusat pelayanan, pusat rekreasi, dan akses ke fasilitas penelitian yang canggih untuk
mampu melakukan penelitian dengan ilmu terdepan (frontier).
Critical Mass Researchers: Universitas riset harus memiliki jumlah peneliti mumpuni yang
mencukupi (critical mass researchers), ada manajer penelitian, peneliti, teknisi dan staf pen-
dukung, termasuk mahasiswa pascasarjana dan peneliti post-doctoral. Selain itu, para staf aka-
demik di universitas juga harus berkualitas tinggi dalam hal kualifikasi, dengan pengalaman
penelitian, pengakuan / penghargaan dan kepedulian di tingkat nasional dan internasional.
Kepemimpinan: Sangat penting bahwa kepemimpinan universitas riset memiliki ka-
pasitas dengan pemimpin visioner, pandangan ke depan, proaktif, mampu memotivasi dan
memfasilitasi, bertanggung jawab, akuntabel, dengan kemampuan kewirausahaan dan ke-
mauan berani untuk mengambil risiko.
Lingkungan: Lingkungan fisik, administrasi, dan kewirausahaan dari universitas harus
sangat kondusif untuk mencapai ekosistem intelektual dalam rangka untuk mencapai tujuan.
Diseminasi: Universitas riset harus memberikan program akademik yang menekankan
pada pengajaran pasca sarjana dan pelatihan-pelatihan yang handal, bermanfaat dan berdaya
guna.Dalam hal penelitian, universitas harus memiliki fasilitas untuk transfer teknologi dan
lisensi teknologi.Selain itu, dari segi pelayanan, mampu memberikankonsultasi, kontrak riset,
dan kontrak pelatihan.
Anggaran: Universitas riset harus mampu mengamankan pendanaan konsisten akunta-
bel untuk memungkinkan keberlanjutan dan dampak dari sumber daya yang beragam termas-
uk hibah penelitian, biaya kontrak, biaya siswa, dan hadiah / sumbangan.Dalam hal pengelo-
laan keuangan, universitas yang lebih tinggi harus memiliki sistem mutu pencairan keuangan,
pengeluaran, dan administrasi umum, bertanggung jawab kepada pemerintah, serta memiliki
sistem monitoring dan audit yang sangat baik.

50 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

5. TANTANGAN KE DEPAN
Dengan penggabungan Kementrian Riset Teknologi & Pendidikan Tinggi maka berkem-
bangnya universitas riset berkelas dunia menjadi lebih lancar karena terjadi mobilisasi dan pe-
manfaatan sumber daya secara bersama-sama, sehingga mutu hasil penelitian menjadi lebih
baik serta lebih berada di perkembangan ilmu terkini dan terdepan. Kedua institus akan mem-
punyai paradigma, strategi, visi-misi yang sama, sehingga terjadi system inovasi yang baik,
bersambut dan terhubung dengan industri, dan produktivitas meningkat. Namun banyak tan-
tangan dan peluang yang dihadapi, dan perlu segera melakukan harmonisasi.Peneliti relatif
banyak tetapi tingkatan ilmiah Indonesia di ASEAN masih di bawah Singapore, Malaysia,
Thailand dan VietNam.Setiap tahun Universitas meluluskan S3 cukup banyak, tetapi belum
memberikan kontribusi menjadi pengungkit jumlah publikasi (internasional). Adanya berba-
gai sistem penilaian yang belum mengacu pada penilaian standard internasional, misalnya
untuk penilaian sampai jenjang Peneliti Utama dan Profesor Riset (di Lembaga Penelitian)
dan sampai jenjang Profesor (Guru Besar) di Perguruan Tinggi, serta bagaimana meningkat-
kan mutu ke dua belah pihak dan bisa saling bersinergi.
Perguruan Tinggi Utama (ITB, UI, UGM dll) secara aktif menggunakan pengukuran
kuantatif penilaian, dengann menerapkan index scopus untuk evaluasi tenaga dosen, dan
apakah system ini juga akan digunakan dalam penilaian peneliti di Lembaga Penelitian? Para
Peneliti atau Profesor Riset tugas utamanya adalah riset, sudah semestinya secara rata-rata
mempunyai index scopus (SCI) lebih tinggi dari tenaga dosen atau Profesor, sampai evalu-
asi saat ini kenyataannya belum tentu. Critical mass peneliti mumpuni sangat menentukan
produktivitas.Tunjangan Kinerja dan Kenaikan Tunjangan Kinerja diharapkan mampu men-
ingkatan minerja, mutu dan daya juang peneliti untuk berkompetisi.Berikut ini dipaparkan
salah satu penilaian bagaimana seorang Associate Professor di Universitas Zhejiang, Hang
Zhou, salah satu universitas terkemuka di P.R. Chinal, yang ingin promosi ke jenjang Profesor
(Guru Besar).Evaluasi Professor di Universitas Zhejiang, digunakan Scientific Citation Index,
Web of Knowledge-Thomson Reuters. Dari Associate Professor untuk dipromosikan menjadi
Profesor, maka kandidat tersebut harus memiliki setidaknya 3 makalah, dalam jurnal yang
memiliki SCI (Thomson Reuters) indeks lebih dari 5. Setidaknya satu harus sebagai penulis
untuk korespondensi Penulis.Kandidat yang dipilih, harus mengirimkan dokumen untuk peer
review oleh 5 profesor dengan menggunakan bahasa Inggris (tidak dalam bahasa Cina). Kan-
didat harus sukses di Proyek dengan pendanaan kompetitif dan sebagai Principal Investigator,
setidaknya 2 proyek masing-masing senilai Yuan 800.000 (US $ 1.300.000).Sebagai dosen,
harus sudah mengajar 120 kuliah per tahun.Seluruh proses sistem hanya berlaku untuk 5 ta-
hun, dan hanya memiliki 3 kali peluang di dalam hidup.Apabila gagal, dan tidak memenuhi
syarat lagi, maka tidak ada kesempatan lagi di dalam hidup.Untuk maintenance (pemeliharaan
Guru Besar), dalam 2 tahun harus mempunyai 1 publikasi makalah di jurnal internasional
dengan dampak indeks 5 atau lebih.Evaluasi dilakukan setiap 2 tahun, dan apabila tidak ter-
penuhi, maka tunjangan Guru Besar dikurangi.Seorang Associate Profesor yang tidak mampu
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 51
DEWAN RISET NASIONAL

memenuhi persyaratan untuk menjadi Guru Besar, harus berhenti sebagai Associate Profesor,
sebagai staff senior dengan tugas penelitian dan pengajaran, hanya mengajar, atau memper-
luas layanan, misalnya bekerja di industri, atau memberikan pelayanan ke industri.Asociate
Profesor yang tidak mampu menjadi profesor penuh setelah 10 tahun harus pindah ke univer-
sitas yang lebih kecil, yang rangkingnya lebih rendah (bukan universitas top 10).

6. PENUTUP
Kementerian Riset Teknologi dan Dikti perlu mencanangkan target berkembangnya
universitas riset berkelas dunia di Indonesia. Misalnya, target yang ingin dicapai di tahun
2019 Indonesia untuk memiliki 7 World Class Universities/lembaga riset berkelas dunia,dengan
peringkat < 100 di dunia. Misalnya, ditargetkan juga bahwa lembaga riset atau perguruan
tinggi (universitas) lainnya ditargetkan sekitar 49 universitas / institut menjadi universitas
regional dan nasional sesuai standar nasional dengan kualitas tinggi.Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengambil konsekuensi dengan memberikan komitmen
yang kuat, kemauan politik yang kuat dan dukungan yang kuat untuk mencapai tujuan ke-
mandirian bangsa. Akses pada sumber data ilmu pengetahuan dan teknologi , seperti Thom-
son Reuters (SCI), Scopus (Elsevier) dan banyak publikasi international, dilakukan secara
terpusat dan distribusikan ke seluruh universitas dan lembaga riset di seluruh Indonesia.
Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi memberikan peningkatan dukungan
pendanaan / anggaran penelitian, meningkatkan manajemen dan pelayanan yang efisien.
Kementrian Riset Teknologi Dikti, perlu mendorong universitas untuk mengadakan system
post-doctoral riset, untuk meningkatkan mutu hasil riset, sekaligus memberi penghargaan ke-
pada guru besar yang bereputasi baik, dan mampu bersaing secara global. Era baru pendidi-
kan tinggi riset telah tiba. Selamat datang Universitas Riset berkelas dunia di Indonesia.

52 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

DAFTAR PUSTAKA
1. Patdono Suwignjo, Restrukturisasi Dikti, Disampaikan dalam diskusi Kementrian Riset
dan Teknologi dengan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Jakarta, Oktober 2014.
2. Djoko Santoso, Perguruan Tinggi Indonesia bagi SDM Iptek dan InovasiAbad Asia, Dis-
ampaikan dalam Konsultasi Nasional Pengarus Utamaan IPTEK dan Inovasi, BPPT 14 Ma-
ret 2013
3. Hari Purwanto dan Leonardus B.S. Kardono, Sinergi Lembaga Litbang Kementrian Teknis
dengan LPNK Ristek: Tantangan dan Peluang, Disampaikan Disampaikan pada Himpunan
Peneliti Indonesia, LIPI, Jakarta 20 Oktober 2014.
4. Research Universities of the Year Ranking Method 2014, Re$earch Info Source Inc., Sep-
tember 2014.
5. Paul Jarvey Alex Usher, Measuring Academic Research in Canada: Field-Normalized Ac-
ademic Rankings 2012, Toronto: Higher Education Strategy Associates.
6. World University Rankings 2011-2012 methodology, 6 October 2011. www.timeshigher-
education.co.uk/world-university-rankings.
7. Criteria and Standards of a Research University (RU), Malaysia Research University, 2010.
8. Abd Rahman Ahmad and Alan Farley, Federal Government Funding Reforms: issues and
challenges facing Malaysian Public Universities, International Journal of Asian Social Sci-
ence, 2013, 3(1):282-298

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 53


DEWAN RISET NASIONAL

54 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DALAM PERSPEKTIF


DESENTRALISASI
Dr. Fauziah Zen1
1
Anggota Komisi Teknis Sosial Humaniora DRN 2012-2014

ABSTRAK
Indonesia menganut sistem pemerintahan desentralisasi sejak awal tahun 2001. Banyak
perubahan yang sudah terjadi dan masih diperlukan perbaikan terus menerus di berbagai
hal. Tulisan ini menyoroti persoalan pembangunan infrastruktur di Indonesia dalam konteks
desentralisasi. Indonesia saat ini mengalami krisis infrastruktur yang diakibatkan lambatnya
pembangunan infrastruktur baru dalam merespon laju pertumbuhan penduduk dan burukn-
ya pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada. Sumber dana yang ada masih sangat terbatas
dan tidak mencukupi. Sedangkan peran daerah dalam pembangunan infrastruktur masih be-
lum optimal, walaupun dalam era desentralisasi ini daerah mendapatkan alokasi dana yang
signifikan (sepertiga APBN ditransfer langsung ke APBD dan sepertiga APBN dibelanjakan
di daerah). Hal yang menjadi tantangan adalah keberagaman yang tinggi antar daerah teru-
tama dalam hal jumlah dan kepadatan penduduk, kapasitas SDM, keuangan, dan ekonomi
daerah, serta kondisi infrastruktur. Selain itu dengan adanya kompleksitas koordinasi dan
sistem reward-punishment yang belum berjalan, membuat tidak ada insentif bagi daerah
untuk membangun infrastruktur secara serius. Harus disadari bahwa mengandalkan APBN
saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur; daerah harus mengambil
tanggung jawab yang lebih serius dalam hal ini. Tulisan ini juga memberikan beberapa usu-
lan, yaitu: memetakan target infrastruktur di tiap daerah beserta prioritasnya, membuat Bank
Pembangunan Infrastruktur Daerah, memperbaiki sistem koordinasi dan reward-punishment,
dan pembangunan kapasitas bagi SDM terutama di daerah.
1. SITUASI KEWENANGAN DAN KAPASITAS FISKAL ANTAR TING-
KAT PEMERINTAHAN
Kewenangan Pusat Vs Daerah
Sejak Indonesia mengadopsi sistem desentralisasi di awal tahun 2001, sistem pemerinta-
han telah mengalami banyak perubahan. Kewenangan yang diberikan pada daerah terutama
kabupaten dan kota bertambah signifikan, sehingga di awal masa desentralisasi sempat terja-
di kerancuan mengenai pembagian urusan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. PP 38/2007
mencoba menjelaskan dan menegaskan pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan,
walaupun masih cukup banyak kasus yang masih berada di area abu-abu. Selain isu pemba-
gian urusan, hal lain yang tidak kalah pentingnya tetapi tidak terselesaikan sampai sekarang
adalah sistem sanksi jika daerah tidak mampu melakukan tugasnya. Sampai saat ini, desen-
tralisasi menyerahkan pada keputusan politik pada masing-masing daerah untuk “menghu-
kum” kepala daerah yang tidak berprestasi melalui mekanisme Pilkada. Prinsipnya adalah
kepala daerah yang bekerja tidak sesuai dengan preferensi masyarakat tidak akan dipilih lagi
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 55
DEWAN RISET NASIONAL

pada periode selanjutnya. Masalahnya adalah kemampuan menilai prestasi dan pilihan calon
kepala daerah yang muncul dari sistem politik saat ini seringkali belum mendukung berjalan-
nya sistem sanksi ini. Peraturan perundangan pun umumnya tidak mengatur sanksi bagi dae-
rah yang tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam menyediakan barang publik daerah.
Kapasitas Fiskal Daerah
Sedangkan dari sisi kemampuan keuangan daerah, Indonesia menghadapi masalah yang
tak kalah peliknya. Dengan jumlah 34 provinsi, 412 kabupaten, dan 93 kota1 terdapat variasi
kemampuan fiskal antar daerah yang luar biasa besarnya. Ditambah dengan tidak meratanya
persebaran penduduk yang sekitar 58% terkonsentrasi di Pulau Jawa, ketimpangan antar dae-
rah tidak hanya dalam masalah kapasitas fiskal (kemampuan pajak daerah), tetapi juga pada
ketersediaan barang publik (infrastruktur keras dan lunak), dan kapasitas SDM baik di sektor
publik maupun swasta. Kepadatan penduduk juga akan berpengaruh pada biaya penyediaan
dan pemanfaatan barang publik.
Dana transfer ke daerah dari APBN terbagi atas tiga bagian besar, yaitu: DAU, DAK,
dan DBH serta Dana Otsus bagi provinsi Aceh, Papua, dan Papua Barat. Sejak tahun ang-
garan 2015, ada lagi Dana Desa yang diberikan langsung ke tingkat Desa. DAU diberikan
dengan tujuan untuk memeratakan kemampuan fiskal daerah dalam menyediakan barang
publik, sedangkan DAK adalah tambahan dana untuk keperluan khusus terutama pemban-
gunan infrastruktur, dan DBH diberikan berdasarkan prinsip bagi hasil antara daerah sumber
pendapatan negara (Pajak dan SDA) dengan negara (keseluruhan daerah). Saat ini, dana
transfer mencapai sepertiga dari total APBN dan Dana Desa akan menambah jumlah ini
sebesar 10% dari DAU.
Ditambah dengan belanja pemerintah pusat di daerah yang kurang lebih sebesar seperti-
ga APBN juga, maka dapat dikatakan dua pertiga APBN dibelanjakan untuk daerah. Di luar
dana transfer dari Pusat, daerah juga menghimpun dana sendiri yang utamanya bersumber
dari pajak dan retribusi daerah, serta setoran dari BUMD. Ketimpangan keuangan antar dae-
rah umumnya terjadi akibat tidak meratanya distribusi penduduk (perkotaan vs. perdesaan)
dan sumber daya alam. Walaupun belanja dan transfer ke daerah sudah mencapai angka yang
signifikan, tetapi karena penduduk terkonsentrasi di pulau Jawa, maka pola pembangunan
daerah di Indonesia belum banyak berubah sejak puluhan tahun terakhir.
Pulau Jawa yang luasnya kurang dari 10% dari total luas Indonesia, menyumbang seki-
tar 58% output nasional, dan tentu saja mengkonsumsi energi paling besar dengan fasilitas
infrastruktur publik yang jauh lebih baik dibandingkan di pulau lain di Indonesia. Perguruan
Tinggi negeri unggulan semuanya ada di Pulau Jawa. Ketimpangan ini juga dapat dilihat
antar provinsi dari indikator populasi, kepadatan penduduk, dan PDRB per kapita seperti di
tabel 12 berikut ini.
1
Data per Juli 2013, (http://otda.kemendagri.go.id/images/file/data2014/file_konten/jumlah_daerah_otonom_ri.pdf)

Zen, Qibthiyyah, Dita (2014)


2

56 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Tabel 1. Provinsi di Indonesia

PROVINSI POPU- AREA DENSI- PULAU KOTA KABU- PDRB


LASI TAS PEN- PATEN PER KA-
DUDUK PITA
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)
(‘000 km2) (jiwa/km2) (juta
IDR)
Aceh 4,494,410 58 77.5 Sumatera 5 18 21.4
Sumatera 12,982,204 73 177.9 Sumatera 8 25 27
Utara
Sumatera 4,846,909 42 115.4 Sumatera 7 12 22.7
Barat
Riau 5,538,367 87 63.6 Sumatera 2 10 84.7
Bengkulu 1,715,518 19.9 86.1 Sumatera 1 9 14.1
Jambi 3,092,265 50.1 61.8 Sumatera 2 9 23.5
Sumatera 7,450,394 91.6 81.3 Sumatera 4 11 27.7
Selatan
Kepualauan 1,679,163 8.2 204.7 Sumatera 2 5 54.6
Riau
Lampung 7,608,405 34.6 219.7 Sumatera 2 12 19
Bangka Beli- 1,223,296 16.4 74.5 Sumatera 1 6 28.1
tung
Banten 10,632,166 9.7 1,100.30 Jawa 4 4 20
DKI Jakarta 9,607,787 0.7 14,469.30 Jawa 5 1 114.9
Jawa Barat 43,053,732 35.4 1,217.00 Jawa 9 17 22
Jawa Tengah 32,382,657 32.8 987.3 Jawa 6 29 17.2
DI Yogya- 3,457,491 3.1 1,103.50 Jawa 1 4 16.5
karta
Jawa Timur 37,476,757 47.8 784 Jawa 9 29 26.7
Bali 3,890,757 5.8 673.1 Bali 1 8 21.6
Kalimantan 4,395,983 147.3 29.8 Kaliman- 2 12 17.1
Barat tan
Kalimantan 3,626,616 38.7 93.6 Kaliman- 2 11 20.9
Selatan tan
Kalimantan 2,212,089 153.6 14.4 Kaliman- 1 13 25.3
Tengah tan
Kalimantan 3,553,143 204.5 17.4 Kaliman- 4 10 118
Timur tan
Sulawesi 8,034,776 46.7 172 Sulawesi 3 21 19.8
Selatan

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 57


DEWAN RISET NASIONAL

PROVINSI POPU- AREA DENSI- PULAU KOTA KABU- PDB


LASI TAS PEN- PATEN PER KA-
DUDUK PITA
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)
(‘000 km ) (jiwa/km2)
2
(juta
IDR)
Sulawesi Ten- 2,635,009 61.8 42.6 Sulawesi 1 10 19.4
gah
Sulawesi 2,270,596 13.9 163.9 Sulawesi 4 11 20.8
Utara
Sulawesi 2,232,586 38.1 58.6 Sulawesi 2 10 16.4
Tenggara
Gorontalo 1,040,164 11.3 92.4 Sulawesi 1 5 10
Sulawesi 1,158,651 16.8 69 Sulawesi 0 5 12.4
Barat
Maluku 1,533,506 46.9 32.7 Kep- 2 9 7.5
ualuan
Maluku
Maluku 1,038,087 32 32.5 Kep- 2 7 6.7
Utara ualuan
Maluku
Nusa Teng- 4,500,212 18.6 242.3 Nusa 2 8 11
gara Barat Tenggara
Nusa Teng- 4,683,827 48.7 96.1 Nusa 1 20 7.5
gara Timur Tenggara
Papua 2,833,381 319 8.9 Papua 1 28 15.1
Papua Barat 760,422 97 7.8 Papua 1 10 102.3
Indonesia 237,641,326 1,910.90 124.4 98 399 28.33
(a) Sensus 2010, BPS
(b), (e) & (f) Data daerah 2012, Kemendagri
(g) PDRB nominal 2012 dibagi dengan (a), BPS

58 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2. DAFTAR ISU PENTING


Pembangunan Infra: Nasional Dan Daerah
Salah satu isu utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah buruknya kualitas dan
kurangnya kuantitas infrastruktur. Isu ini bahkan sudah pada tahap kritis karena bukan hanya
laju pertambahan infrastruktur lebih lambat daripada laju permintaannya, bahkan pemeli-
haraan infrastruktur yang sudah ada pun tidak dilakukan secara semestinya. Sehingga makin
lama Indonesia mengalami gap infrastruktur yang semakin lebar antara kebutuhan dan ket-
ersediaan. Infrastruktur dasar sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia,
menunjang aktivitas sosio-ekonomi rakyat, meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan,
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam konteks pembagian urusan antar pusat dan daerah, infrastruktur terbagi dalam
kewenangan ini, sehingga ada jalan berstatus jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan daerah.
Transportasi di dalam satu daerah, sistem penyediaan air bersih dan sanitasi pada dasarnya
merupakan urusan daerah. Sedangkan listrik merupakan urusan bersama pusat dan daerah
dengan penekanan pada kewenangan pusat. Untuk mempertahankan pertumbuhan 6%-7%
pertahun, Indonesia memerlukan belanja infrastruktur sekitar 7%-8% dari PDB. Saat ini, In-
donesia hanya mampu menyediakan separuh dari kebutuhan ini.

Sumber: Mahi, Kirana, Zen (2014) dengan modifikasi

Menurut estimasi, untuk membangun infrastruktur dasar selama 2015-2019, Indonesia


memerlukan dana sebesar Rp 6.500 triliun (JICA-Bappenas, 2013) dan untuk infrastruktur
yang merupakan prioritas saja adalah sebesar Rp 5.452 triliun. Selama lima tahun ke depan,
diperkirakan APBN hanya mampu membiayai Rp 1.178 triliun untuk infrastruktur. Sedang-
kan jika APBN ditata lebih agresif dan fokus pada infrastruktur maka dapat menambah dana
sebesar Rp 2.178 triliun selama periode 2015-20193.

3
Nazara dan Zen, “Infrastruktur Indonesia”, dalam buku yang akan terbit.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 59
DEWAN RISET NASIONAL

Sumber biaya lainnya diharapkan dari BUMN, utang, Public Private Partnership (PPP)
dan APBD. Walaupun dana transfer langsung telah mencapai sepertiga APBN, tetapi sebagi-
an besar alokasi belanja APBD adalah untuk belanja pegawai dan rutin. Pembangunan infras-
truktur di daerah masih sangat lambat dan tergantung dengan dana APBN. Inisiatif daerah
membenahi sektor transportasi dengan melibatkan peran swasta (PPP) dan dengan pembi-
ayaan bantuan dari pusat (untuk proyek yang besar) baru akhir-akhir ini terdengar walau-
pun masih sangat terbatas. Seperti dijelaskan di depan, tidak adanya sistem sanksi membuat
tidak banyak Pemda yang progresif membangun dan membenahi infrastruktur daerahnya.
Apalagi membangun infrastruktur memerlukan kapasitas dan kerja keras, sehingga ketika
insentif atau sanksi dianggap tidak signifikan maka pilihan pembangunan akan tergantung
semata-mata pada kemauan/niat kepala daerah. Bahkan di banyak daerah yang berdekatan
dengan Jakarta pun masih ditemui kondisi infrastruktur yang memprihatinkan. Peran daerah
ini harus ditingkatkan dan didorong untuk lebih progresif. Tidaklah mungkin pembangunan
infrastruktur di daerah hanya menunggu pendanaan dari pusat.
Studi juga menunjukkan bahwa variabel investasi, belanja modal Pemda, dan infrastruktur
daerah (jalan) merupakan variabel penentu dalam output sektor manufaktur di Indonesia
(Zen, Qibthiyyah, Dita, 2014).

Layanan Publik
Kualitas infrastruktur yang buruk berakibat langsung pada buruknya pelayanan publik.
Publik masih banyak yang kesulitan mengakses fasilitas dasar seperti sekolah, puskesmas,
RSUD, kantor pemerintah dsb, apalagi jika fasilitas dasar tersebut pun tidak ditunjang oleh
infrastruktur yang memadai seperti listrik dan air bersih yang cukup dan kontinyu. Selain itu
kualitas pelayanan publik juga tergantung dari kapasitas aparatus daerah, yang sangat dipen-
garuhi oleh tipe kepemimpinan Kepala Daerah.
Sayangnya sistem PNS dan PNSD membuat sistem reward and punishment juga tidak
berjalan baik. Secara umum pegawai yang bekerja keras mendapat gaji yang sama dengan re-
kannya yang malas, selama golongan dan jenjang remunerasi mereka sama. Jarang sekali ada
sistem sanksi yang dibuat dengan mengacu pada output nyata berbasis kualitas, bukan input
(daftar hadir, dokumen formalitas, dan sebagainya).

Koordinasi Vertikal Dan Horisontal


Masalah lain yang memperburuk keadaan di atas adalah mekanisme koordinasi, baik
antar institusi dalam hubungan vertikal maupun horizontal. Kerja sama antar daerah dan
pusat memerlukan waktu yang lama dan usaha yang besar, apalagi jika melibatkan beberapa
K/L di tingkat pusat. Pada umumnya masalah utamanya adalah pada sempitnya persepsi
mengenai target kinerja pada masing-masing institusi. Jika ada permintaan kerjasama yang

60 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

tidak mempengaruhi kinerja langsung dari K/L atau daerah yang bersangkutan, atau memer-
lukan pengorbanan dari K/L atau daerah, maka biasanya ada resistensi untuk melaksanakan-
nya secara efektif. Problem koordinasi ini akan menjadi lebih kompleks ketika memerlukan
keterlibatan DPR/DPRD dan stakeholder lainnya.
Hal ini hanya bisa diatasi melalui kesatuan visi sebagai bangsa dan penghargaan yang
tidak berbasis capaian individual institusi saja. Untuk itu peran kepemimpinan yang lebih
tinggi (Presiden atau Wakil Presiden) akan sangat penting dalam mengarahkan komponen
eksekutif pemerintahan untuk bekerja demi kepentingan nasional, bukan hanya kepentingan
sektoral yang menjadi kewenangannya.

3. STRATEGI
Dari uraian di atas, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah untuk menangani
masalah tersebut, yaitu:
a. Memetakan target pembangunan infrastruktur setiap daerah bersama dengan pemda yang
bersangkutan, dan mendesain bantuan yang sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
Target pembangunan infrastruktur daerah ini dimasukkan dalam kerangka pembangunan
infrastruktur nasional, bagaimana keterkaitannya (bakward and forward), skema procurement-
nya (publik, swasta, PPP), waktu pembangunannya, dan sumber pembiayaannya.
b. Membuat dan menguatkan sistem sanksi pada daerah yang mengabaikan kewajibannya
terutama dalam memenuhi kebutuhan pelayanan dasar. Sistem sanksi ini bisa bersifat (i) in-
sentif, misalnya penghargaan terhadap daerah yang mencapai indikator pelayanan publik
yang baik, formulasi bantuan pembiayaan bersama berbasis capaian pembangunan tahun
sebelumnya, dukungan fiskal untuk skema PPP daerah yang memenuhi syarat, dorongan
pada daerah untuk bekerja sama dengan daerah lain demi mencapai skala ekonomi yang
lebih baik (misalnya untuk SPAM dan listrik), dan juga bisa bersifat (ii) disinsentif, misalnya
menggabungkan daerah yang selama periode tertentu mempunyai indikator pembangunan
yang buruk, menahan dana transfer tertentu sebelum daerah memenuhi kewajibannya, dan
mengumumkan pada publik kinerja daerah yang di bawah rata-rata.
c. Mendorong dibentuknya Bank Pembangunan Infrastruktur Daerah, yang menyediakan al-
ternatif pembiayaan infrastruktur dengan menyediakan pinjaman jangka menengah dan pan-
jang dengan suku bunga di bawah kredit konsumsi. Bank ini bisa berbentuk BUMN, ataupun
swasta (dengan sebagian kepemilikan saham oleh BUMN) yang beroperasi dengan sistem
profesional dan berkesinambungan. Daerah yang mampu meminjam didorong untuk mel-
akukan pinjaman jika APBD nya tidak mencukupi kebutuhan pembangunan infrastruktur.
Kemampuan meminjam ini akan mendidik daerah untuk menerapkan good governance dan
di masa depan akan siap memasuki pasar modal (misalnya dengan menerbitkan obligasi dae-
rah atau berinvestasi melalui pasar modal).

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 61


DEWAN RISET NASIONAL

d. Melakukan terobosan dalam sistem koordinasi, membuat koordinasi yang simpel dan ter-
ukur. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat semacam template komunikasi antar instansi
dan memberikan batasan waktu untuk suatu keputusan diambil. Selain itu sistem penghar-
gaan dibuat tidak hanya berdasarkan kinerja instansi yang bersangkutan saja, tetapi juga ber-
dasarkan kerjasama yang dilakukan.
e. Mendesain dan melaksanakan sistem pendidikan PNS terutama di daerah, dalam hal yang
krusial: pemahaman mengenai cara membuat keputusan investasi infrastruktur, good govern-
ance (transparansi dan akuntabilitas), pemahaman mengenai kinerja berbasis kualitas output,
dan sosialisasi mengenai sistem koordinasi.

DAFTAR PUSTAKA
Zen, Fauziah, Riatu M. Qibthiyyah, and Astrid Dita, 2014, Infrastructure and manufacturing
ouput: case of Kalimantan Island, paper dipresentasikan di NARSC Meeting 2014, Washing-
ton D.C., 12-15 November 2014. (dalam buku yang akan diterbitkan)
Nazara, Suahasil dan Fauziah Zen, 2014, Infrastruktur Indonesia, dalam buku yang akan
diterbitkan.
Mahi, B. Raksaka, Wihana Kirana, Fauziah Zen, 2013, Laporan Penelitian Tim Asistensi
Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal, Municipal Development Fund sebagai Al-
ternatif Pembiayaan Infrastruktur Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Ke-
menterian Keuangan: Jakarta.

62 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA


JEMBATAN MENUJU KEMANDIRIAN ENERGI INDONESIA
Ir. Budi Susanto Sadiman1
1
Anggota Komisi Teknis Teknologi Material Maju DRN 2012-2014

1. PENDAHULUAN
Akhir tahun 2014 merupakan tahun yang menarik, yang menggugah harapan dan im-
pian menuju situasi perekonomian yang lebih baik walau tantangan diberbagai bidang dalam
dan luar negeri akan meningkat. Pada tanggal 20 Oktober pasangan Joko Widodo dan Jusuf
Kalla yang memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden, dilantik menjadi presiden
dan wakil presiden republik indonesia menggantikan presiden sebelumnya Susilo Bambang
Yudhoyono dan Boediono. Seminggu kemudian tanggal 27 Oktober 20014 kabinet baru yang
dinamakan kabinet kerja diumumkan dengan susunan kabinet dan jajaran menteri-menter-
inya.
Muncul harapan-harapan dan impian-impian masyarakat kepada pemerintahan baru
ini untuk dapat membangun ekonomi nasional lebih baik dari pemerintahan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang tahun ini berada pada tingkat 5,4% diharapkan pemerintahan
baru bisa mencapai rata-rata diatas 6%. Padahal dengan penghapusan subsidi bahan bakar
minyak akan mendorong inflasi yang berarti menurunkan tingkat pertumbuhan sebesar
mendekati 2%.Harapan masyarakat yang tinggi ini merupakan merupakan tantangan yang
harus dihadapi pemerintahan baru untuk mampu memecahkan berbagai permasalahan yang
dihadapi dalam waktu pendek.
Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pasokan listrik yang meru-
pakan salah satu kunci perkembangan industri. Walaupun rasio elektrifikasi sudah mencapai
81%, masih dibutuhkan penambahan kapasitas yang besar yaitu sekitar 30 ribu Megawatt un-
tuk mengejar kekurangan pasokan listrik diluar Jawa dan untuk mengantisipasi penambahan
kebutuhan listrik yang meningkat 8% per tahunnya.
Saat ini sangat diharapkan adanya sumbangan pemikiran baik dari sisi kebijakan mau-
pun terobosan teknologi tepat guna yang ‘Real & Tangible’, yang juga harus dapat segera di
terapkan agar faktor penggerak pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan sektor industri
tidak terhambat.
Dalam kaitan diatas salah satu solusi yang dapat diterapkan segera adalah perlunya
pemanfaatan TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA yang mobilisasinya dapat cepat
yaitu dibawah 1 tahun untuk dapat mengoperasikan banyak Pembangkit Listrik Tenaga gas
batubara yang masing-masing berkapasitas 10 Mw.
Segera terlintas pertanyaan “ Mengapa disarankan menggunakan batubara dan bukan
energi terbarukan?” .

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 63


DEWAN RISET NASIONAL

Kita secara pasti tidak mengesampingkan implementasi energi terbarukan yang ramah
lingkungan, justru sangat mendorong dapat segera terealisasikannya berbagai alternatif peng-
gunaan energi terbarukan (energi mix) seperti, biomassa, geothermal, Sel surya , angin, arus laut
gas hidrogen dan sebagainya.Sayangnya untuk menerapkan energi terbarukan diperlukan
waktu paling cepat 7-8 tahun sedangkan kebutuhan penambahan tenaga listrik dan energi lain
sudah sangat mendesak.
Dengan kata lain, pemanfaatan energi terbaharukan tetap dipacu peningkatannya, ke-
senjangan waktu adanya kebutuhan mendesak saat ini dapat dipenuhi dengan penerapan
Gasifikasi batubara, sehingga bisakita katakan Gasifikasi batubara adalah Jembatan untuk
mampu memenuhi kebutuhan energi saat ini.Dengan demikian sangat tepat segera dilaku-
kan mobilisasi penerapan Teknologi gasifikasi batu bara untuk menghasilkan tenaga listrik,
terutama untuk mengurangi konsumsi minyak solar yang mahal, yang menguras devisa kita.
Berikut beberapa pertimbangan yang melandasi tepat dan efisiennya pemanfaatan gasi-
kasi batubara sebagai berikut :
1. Pembangunan pembangkit listrik tenaga gas batubara relatif cepat, untuk membanghun
satu pabrik berkapasitas 10 Mw bisa terlaksana kurang dari 1 tahun.
2. Kita memiliki cadangan batubara yang sangat besar yaitu sekitar 106 milyar ton
3. Teknologi gasifikasi batubara nasional sudah berhasil disempurnakan untuk mampu meng-
gerakkan gas engine secara memuaskan.
4. Menggunakan batubara berkalori rendah (4500 Kcal/kg). Indonesia memiliki cadangan
batubara yang besar yaitu 140 Milyar ton, 70% diantaranya berkalori dibawah 5000 Kcal/kg)
5. Mampu menghemat penggunaan bahan bakar solar hingga 50% dengan mencampur 50%
dengan syngas. Berarti mengurangi impor Solar yang menguras devisa yang besar.
6. Teknologi gasifikasi inimemiliki kandungan lokal tinggi karena sudahdi buat di Indonesia
oleh tenaga ahli nasional.

2. TEKNOLOGI GASIFIKASI BATUBARA, TEKNOLOGI YANG SU-


DAH ‘PROVEN’
Teknologi Gasifikasi adalah proses thermokimia ubtuk mengkonversi batubara menjadi
gas yang dikenal dengan nama syngas. Dilakukan pemanasan batubara hingga mencapai tem-
peratur tinggi agar terdegradasi kemudian di tambahkan reaktan oksigen dan uap air hingga
terbentuk elemen kimia berbentuk gas yang terdiri diantaranya CO, H2, CH4, N2 CO2 dan
lain-lain. Komponen CO, H2 dan CH4 memiliki kalori yang nantinya dapat digunakan se-
bagai bahan bakar dan untuk bahan baku primer pembangkitkan tenaga listrik.

64 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Prosesnya adalah sebagai berikut :


Gambar 1. Diagram Proses Gasifikasi

Proses diatas merupakan konversi bahan baku padat, yang dapat berupa batubara, bio-
masa, sampah, dll) menghasilkan SyngasSyngas yang dihasilkan adalah campuran hidrogen
(H2) dan Carbon Mono oksida (CO). Disamping itu akan juga diperoleh beberapa produk
kimia diantaranya Nitrogen, CH4 dan Tar.
Proses Gasifikasi terjadi dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan saat berlang-
sungnya oksidasi karbon secara berkelanjutan dengan mencampur Bahan bakar padat yang
membara dengan oksidan (udara atau oksigen). Uap air ditambahkan untuk mengendalikan
temperatur reaksi disamping juga memfasilitasi terjadinya reaksi-reaksi.
Teknologi Gasifikasi batubara ini bukanlah hal yang baru. Sebelum adanya listrik un-
tuk penerangan dan gas alam digunakan sebagai bahan bakar, sudah dikenal gas kota atau
Town-gas yang merupakan hasil dari gasifikasi batubara.
Sangat menarik kalau kita telusuri kebelakang sejarah teknologi gasifikasi batubara ini
yang sudah digunakan sejak tahun 1800 an di Eropa. Beberapa tonggak sejarah awal-awal
gasifikasi, yang tercatat, yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat luas sebagai beri-
kut:
- 1804: coal gas dipatentkan untuk digunakan sebagai penerangan
- 1813: Jembatan Westminster London diterangi cahaya obor menggunakan bahan bakar gas
kota yang disalurkan menggunakan pipa kayu saat acara tahun baru

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 65


DEWAN RISET NASIONAL

- 1816: Kota Baltimore di Maryland menjadi kota pertama di Amerika Serikat yang mema-
sang penerangan jalan menggunakan gas kota
- Tahun 1800 an penggunaan gas kota untuk penerangan pabrik-pabrik meluas menggantikan
lilin dan lentera saat bekerja malam hari.
- Tahun 1926, generasi pertama gasifikasi batubara untuk industri Winkler fluid-bed gasifier di
Leuna site, Leipzig German.
- Setelah itu bermunculan banyak teknologi gasifikasi batubara yang dikembangkan untuk
berbagai penggunaan terutama saat harga minyak dan gas meningkat diatas $60 per barel
sekitar tahun 2008.
Saat ini Gasifikasi Batubara sudah meluas digunakan di dunia, terutama sejak harga
bahan bakar minyak dan gas melonjak sekitar tahun 2008. Catatan terakhir (tahun 2014)
penggunaan Gasifikasi batubara di dunia sudah mencapai ekivalen 166 GW (Giga watt),
dengan jumlah gasifikasi besar 800 buah di 300 pabrik. Belum dihitung instalasi gasifikasi
berkapasitas kecil yang banyak dibangun di China.
Gambar 2. Pemanfaatan Gasifikasi tahu 2014, dalam konteks Global

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa porsi batubara digunakan sebagai bahan baku
terbanyak sebesar 126,9 GW. Produk akhir yang paling besar adalah untuk memproduksi
bahan kimia. Sedang untuk dijadikan listrik masih sekitar 14 GW atau sebsar 8,4% dari total
syngas yang dihasilkan.
Terlihat juga bahwa konversi Syngas menjadi bahan bakar gas ber nilai kalor tinggi dan
cair cukup besar dengan total 70 GW.

66 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

3. KESIAPAN PEMAIN NASIONAL DALAM PENERAPAN DI INDO-


NESIA
Bagaimana kesiapan teknologi nasional kita dalam memobilisasi teknologi ini?
Penelitian mengenai gasifikasi di Indonesia sudah dilakukan sejak tahu 2008 di berbagai
perguruan tinggi seperti di antaranya di Universitas Indonesia, Institut teknologi Bandung,
Institut teknologi Surabaya. Selanjutnya juga banyak dilakukan riset terapan oleh beberapa
lembaga riset seperti Balai Keramik Purwakarta dan Tekmira yang berhasil menghasilkan pro-
totype dan Mini-plant. Pihak Swasta pun juga ikut berkiprah dengan membuat dengan mem-
buat commercial plant seperti Humpus, Gending dan beberapa pemain lain.
Gambar 3. Kerjasama perguruan tinggi ITS dengan Swasta, pemanfaatan gasifikasi untuk penghematan bahan
bakar diesel

Gambar diatas menunjukkan kerja sama Institut Teknologi Surabaya dengan Perusa-
haan Swasta di Sidoarjo, Surabaya, dalam memanfaatkan gasifikasi untuk campuran bahan
bakar Genset, sehingga konsumsi Solar menjadi hanya 50 persen.
Gasifikasi Batubara banyak dikuatirkan merupakan proses yang kotor dan mencemari
lingkungan. Menurut hasil penelitian Department of Energy Amerika, gasifikasi merupakan
teknologi yang paling bersih yang berbasis energi fosil. Dibandingkan pembakaran langsung
batubara, teknologi ini 86% lebih bersih karena semua kotoran dan polutan dapat ditangkap
dalam proses. Diagram penangkapan kotoran yang terjadi dalam proses gasifikasi yang tertu-
tup adalah seperti dibawah ini :

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 67


DEWAN RISET NASIONAL

Gambar 4. Proses penangkapan kotoran dan polutan untuk diproses lanjut

Apabila kita mengamati proses gasifikasi di lapangan pada instalasi yang tidak memiliki
penanganan limbah yang baik, akan terlihat begitu banyak kotoran yang dihasilkan. Seba-
liknya apabila limbahnya ditangani secara baik, efisiensi energi akan lebih tinggi (tar diproses
menjadi energi) dan by-produk akan dapat ditingkatkan menjadi produk yang bernilai tam-
bah lebih tinggi. Misalnya bottom-ash dapat diolah menjadi bahan bangunan, sulphur dapat
menjadi komersial produk (asam sulphat) setelah dimurnikan.
Dengan demikian instalasi penanganan limbah harus menjadi prioritas dalam pemban-
gunan Pembangkit Tenaga Listrik Gas Batubara.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana tingkat ekonomisnya?
Teknologi gasifikasi yang siap di aplikasikan di Indonesia yang adalah type moving-bed
atau fix-bed dengan keunggulan efisiensi conversi thermal yang tinggi, yang mencapai 80-90
persen. Artinya apabila kita masukkan batubara dengan total net Kalori 1000 Kcal/kg akan
di hasilkan Syngas dengan total kalori 800-900 Kcal/M3. Pemanfaatan batubara kalori ren-
dah dan menempatkan pembangkit di dekat mulut tambang akan membuat nilai ekonomis
listrik yang dihasikan makin tinggi.
Disamping itu spesifikasi penting lain adalah secara teknis kemampuan mengolah batu-
bara dengan kalori rendah( 4500 Kcal/Kg) yang banyak terdapat di Indonesia dan sesuai un-
tuk mengolah batubara kita yang spesifik diantaranya adalah mudah menggumpal (caking),
menghasilkan tar tinggi dan berkadar sulphur diatas rata-rata.

68 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Gambar 5. Pembuatan pabrik Gasifikasi batubara skala medium

Teknologi yang dikembangkan jauh lebih kompetitif daripada yang dikembangkan oleh
pemain internasional seperti Shell, GE, Lurgi, Siemens, Mitsubishi, KBR dan lain-lain di-
mana komponen investasi dominan dalam harga pokok produksi.
Dengan teknologi yang dikembangkan nasional pemilik batubara masih tertarik men-
jual ke instalasi PLTGB karena harganya masih menarik dibandingkan jika menggunakan
teknologi asing, misalnya untuk menghasilkan Syngas, teknologi nasional dengan kalkulasi
batubara harga Rp 600/kg akan menghasilkan syngas dengan harga $9/MMBTU, sedang
teknologi luar harus membeli batubara yang sama dengan harga Rp 350/Kg untuk dapat
menghasilkan Syngas dengan harga $16/MMBTU.
Faktor lain yang sangat penting adalah adanya akumulai pengalaman, ilmu pengeta-
huan dan teknologi gasifikasi anak bangsa baik di perguruan tinggi , lembaga penelitian
pemerintah maupun pengambang teknologi sektor bisnis (Academic, Bussiness & Government)
merupakan landasan dan modal untuk dapat membangun jembatan menuju kemandirian
energi nasional dengan segera.
Ketersediaan batubara yang cukup juga merupakan modal untuk tidak berpikir dua kali
dalam meluncurkan program gasifikasi untuk penambahan kapasitas tenaga listrik nasional
yang kebutuhannya terus meningkat.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 69


DEWAN RISET NASIONAL

4. KESIMPULAN
Untuk memabangun ekonomi nasional dengan pertumbuhan tinggi, pembangunan in-
frastruktur perlu mendapat prioritas termasuk ketersediaan listrik.Pada situasi keterbatasan
energi minyak dan gas, harus ada terobosan segera untuk mengatasi krisis energi. Pengem-
bangan dan penerapan energi terbarukan memerlukan waktu cukup lama antara 7-8 tahun
kedepan.
Salah satu terobosan adalah mobilisasi kemampuan teknologi gasifikasibatubara na-
siona yang level teknologinya sudah siap di aplikasikan. Kecepatan pembuatan, Keekono-
misan, kehandalan dan tingkat keramahan lingkungan sudah dapat ditangani.
Diperlukan ketegasan dan keberanian pemerintah untuk memberi insentif dan doron-
gan dalam penerapan teknologi ini untuk dapat menimba manfaat keluar dari krisis energi
terutama dari beban devisa penggunaan minyak solar yang mahal.Pengembangan gasifikasi
ini tidak berhenti pada penerapan pemanfaatn untuk tenaga listrik, tapi terus digulirkan un-
tuk dapat menghasilkan bahan bakar cair dan bahan kimia yang bernilai lebih tinggi.
Semoga sedikit ulasan ini dapat mencerahkan terlaksananya pembangunan gasifikasi
batubara untuk mengatasi kelangkaan energi nasional, yang merupakan jembatan sebelum
energi terbarukan siap secara teknis dan ekonomisnya.

70 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PENGEMBANGAN BIOENERGI UNTUK KETAHANAN


ENERGI NASIONAL INDONESIA
Dr. Surya Darma, MBA1
Ketua Komisi Teknis Energi DRN 2012-2014
1

ABSTRAK
Pertumbuhan permintaan energi Indonesia yang mencapai 9 persen setiap tahun dan
pertumbuhan listrik yang mencapai 14% per tahun memerlukan upaya yang kuat untuk me-
menuhi pasokan energi Indonesia. Peran minyak dan gas bumidalam bauran energi nasional
selama bertahun-tahun mencapai lebih dari 47%. Kondisi ini agak mengkhawatirkan di Indo-
nesia karena kemampuan untuk menghasilkan minyak dalam negeri semakin menurun. Bah-
kan penurunannya sudah mencapai 50% dari produksi puncak 1,6 jura barrel . Akibatnya, In-
donesia memerlukan peran energy terbarukan khususnya bioenergi untuk memberikan daya
tahan yang optimal.
Indonesia sangat mungkin memiliki 48.000 MW sumber daya biomassa, salah satu
potensi bioenergi tertinggi di dunia. Tapi, tidak banyak tambahan pembangkit listrik dari
biomasa yang dioperasikan, termasuk biofuel yang dimandatkan setidaknya 10% dicampur
dengan bahan bakar fosil untuk digunakan sejak 2013. Walaupun pemanfaatan bioenergi di
Indonesia telah dipercepat oleh peraturan pemerintah yang memungkinkan partisipasi sek-
tor swasta, baik lokal maupun internasional, untuk menarik investor dalam mengembangkan
biomassa dan biofuel, ternyata kapasitas terpasang masih sangat rendah jika dibandingkan
dengan sumber daya dan potensi pengembangannya.
Terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi, meningkatnya kebutuhan listrik dan tarif
listrik dalam lima tahun terakhir dapat menunjukkan bahwa iklim bisnis telah berubah men-
jadi lebih kondusif bagi investasi. Selain itu, penetapan Kebijakan Energi Nasional (KEN)
yang baru yang mengubahPeraturan Presiden No.5 Tahun 2006, menjaga peluang bagi ener-
gi terbarukan untuk berkontribusi dalam mendukung ketahanan energi nasional. Penerbitan
KEN baru dapat menarik investor asing untuk memenuhi peningkatan permintaan energi.
Dalam hal ini, bioenergi akan mengambil peran yang sangat penting bagi pasokan energi.
Peran bioenergi dalam bauran energi nasional akan berdampak pada peningkatan kegiatan
ketahanan energi dan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Indonesia masih menjadi daya
tarik bisnis di bidang energi dan untuk mengembangkan sektor energi terutama biofuel dan
biomassa untuk listrik. Belajar dari masa lalu, pengembangan energi terbarukan untuk penye-
diaan energi sangat menantang. Akhirnya, dalam hal investasi, Pemerintah juga diharapkan
mampu menjaga resiko negara Indonesia, untuk mengatur harga dasar listrik yang kompetitif,
untuk menentukan pasar-permintaan nilai tukar mata uang, untuk mengatur peraturan fiskal
yang jelas, serta melaksanakan mandat untuk meningkatkan penggunaan biofuel menjadi
20% pada tahun 2016. Makalah ini menyajikan kondisi energi Indonesia saat ini, utilitas
listrik, menguraikan kebijakan nasional energi, sumber daya bioenergi, keamanan energi dan
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 71
DEWAN RISET NASIONAL

peran pengembangan bioenergi dan ikhtisar tantangan di sektor tenaga listrik di Indonesia.
Kata kunci: Bioenergi, peran bioenergi dan tantangan penegembangannya,ketahanan energi
di Indonesia.

1. PENDAHULUAN
Kemandirian energi dan ketahanan energi merupakan pilar penting dari ketahanan
ekonomi, yang akhirnya mengarah pada ketahanan nasional. Untuk membangun sistem ke-
mandirian dan ketahanan energi sangat penting bagi suatu negara. Keamanan energi juga
penting selain kemampuan pasokan energi nasional (sebagai faktor internal) untuk merespon
dinamika perubahan energi global (faktor eksternal) serta untuk menjamin kemerdekaan ne-
gara.
Pertumbuhan ekonomi yang kuat dari Indonesia sepanjang dekade terakhir memiliki
pengaruh yang menentukan juga pada permintaan energi nasional, terutama menyangkut ke-
butuhan untuk membangun lebih banyak lagi kapasitas listrik terpasang. Pertumbuhan kon-
sumsi listrik tahunan rata-rata Indonesia selama 5 tahun terakhir mencapai8,65%.
Yang sangat menkhawatirkan dalam pertumbuhan permintaan energi di Indonesia ada-
lah terjadinya ketidakseimbangan dalam pengelolaan energi antara pasokan dan permintaan.
Bagi negara, juga dapat mempengaruhi pertumbuhan pembangunan dan ketahanan ekono-
mi. Dalam hal ini, Indonesia sangat tergantung pada impor bahan bakar untuk konsumsi
energi dalam negeri. Pemerintah telah menyadari kebutuhan untuk bagian yang lebih tinggi
dari swasembada dan telah mengidentifikasi berbagai cara untuk mencapai tujuan ini; salah
satunya adalah diversifikasi bauran energi melalui pengembangan pembangkit energi terba-
rukan dalam negeri.
Saat ini, cadangan energi Indonesia dan produksi terdiri dari 56,6 milyar barel sumber
daya minyak, 8,4 miliar barrel cadangan minyak dan 348 juta barel produksi minyak dengan
rasio produksi sekitar 24 tahun. Di sisi lain, sumber daya gas alam adalah sekitar 334,5 TSCF
dan cadangan sekitar 165 TSCF dan rasio produksi selama 59 tahun produksi atau sekitar
2.79 TSCF per tahun. Selain itu, sumber daya batubara sekitar 161 miliar ton, produksi seki-
tar 391 juta ton per tahununtuk rasio produksi selama 93 tahun. Sumber daya Coal Bed Meth-
ane (CBM) sekitar 453 TSCF. Selanjutnya, sumber daya energi terbarukan bervariasi dari
75,67 GW (tenaga air), 0,45 GW (mikro – hidro), 49,81 GW( biomassa), 4,8 kWh / m2 / hari
(potensi tenaga surya), 9,29 GW (tenaga angin) dan 3 GW (uranium) selama 11 tahun (hanya
di Kalan, Kalimantan Barat).
Dalam Kebijakan Energi Nasional yang baru tahun 2014, disebtukan bahwa target
pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah 23% dari total konsumsi energi pada
tahun 2025. Salah satu solusi untuk memenuhi target ini adalah mempercepat pemanfaatan
bioenergi, yang saat ini baru terpasang kurang dari 1% dari pembangkit listrik keseluruhan.

72 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Ketahanan energi dan stabilitas pasokan energi masa kini dan masa depan adalah sesuatu
yang tidak dapat dinegosiasikan. Untuk menjamin tercapainya ketahanan energi, Indonesia
harus menyusun strategi mengelola sumber daya energy dan melakukan kebijakan energi se-
cara nasional. Disadari, betapa besarperan energi untuk peningkatan kegiatan ekonomi dan
ketahanan nasional. Oleh karena itu, manajemen pasokan energi, pemanfaatan dan pengu-
sahaannya harus dilakukan secara adil (level of playing field), berkelanjutan, rasional, optimal,
dan terpadu.
Di sisi lain, Indonesia dikaruniai dengan sumber daya bioenergi yang melimpah (po-
tensinya sekitar 48 Gwe). Negara ini perlu diimbangi dalam kebijkan bauran energi nasional
untuk mendapatkan keuntungan dari energi terbarukan. Penggunaan bioenergi akan meng-
hilangkan ketergantungan pada satu sumber bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik dan
memenuhi kebutuhan energi Indonesia yang terus berkembang.
Untuk mempercepat pengembangan bioenergi, peraturan baru pada sektor listrik dan
pengembangan bioenergi telah diperkenalkan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Men-
teri Energi No.4 Tahun 2012. Kita berharap peraturan baru akan membuka peluang dan
mengurangi hambatanserta mendorong investor untuk mengembangkan bioenergi untuk me-
menuhi peningkatan permintaan listrik di Indonesia. Berikut ini kita akan bahas kebijakan
energi saat ini dan akan memberikan masukan dalam pelaksanaan KEN untuk ketahanan
energi nasional termasuk bagaimana peran aturan dalam pengelolaan bioenergi di Indonesia.

2. KONDISI ENERGI NASIONAL


Kondisi konsumsi dan penggunaan energi nasional di Indonesia ditandai dengan ke-
manan pasokan energi yang rendah, cadangan energi fosil cenderung menurun sangat ce-
pat, energi fosil terutama digunakan sebagai komoditas ekspor, penggunaan energi sangat
tidak efisien dan manajemen konservasi energi rendah, Indonesia juga menghadapi masalah
lingkungan global, harga energi disubsidi, pemanfaatan energi terbarukan tidak optimal,
kemampuan R & D industri energi dan infrastruktur tidak optimal, akses terhadapa energi
yang sangat rendah. Di sisi lain, penggunaan energi di Indonesia berkembang pesat seiring
dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang telah mencapai lebih dari 237 juta orang
pada tahun 2014. Konsumsi energi mengalami pertumbuhan yang stabil sekitar 7% per tahun
karena pertumbuhan penduduk (1,49%) dan pertumbuhan ekonomi (sekitar 6%).
Kondisi energi saat ini ditentukan oleh terbatasnya akses terhadap energi, dengan rasio
elektrifikasi adalah sekitar 80% (20% masyarakat belum menikmati listrik), infrastruktur en-
ergi (daerah terpencil dan pulau terluar) juga rendah - masih banyak orang-orang yang belum
menggunakan listrik, pertumbuhan permintaan energi meningkat 7% per tahun sedangkan
pertumbuhan pasokan kurang. Di seluruh negeri, penggunaan bahan bakar fosil sangat tinggi
sementara cadangan fosil terbatas dan rendah. Rendahnya penggunaan energi terbarukan
rendah, kurang dari 6% dalam kontribusi bauran energi (Gambar 1). Isu-isu lingkungan (miti-
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 73
DEWAN RISET NASIONAL

gasi perubahan iklim, perdagangan karbon dan komitmen Nasional untuk mengurangi emisi
26% pada tahun 2020) merupakan tantangan dalam penggunaan energi fosil yang berperan
sangat dominan di sektor energi. Selain itu, Indonesia memiliki keterbatasan dana dan sum-
ber daya manusia untuk mendukung pengembangan energi dan menjamin keamanan paso-
kan energi sedangkan elastisitas energi sekitar 1,63.
Pasokan energi berasal dari dua sumber energi yaitu energi fosil (minyak, gas alam dan
batu bara) dan energi terbarukan seperti biomassa, tenaga air dan panas bumi. Gambar di
bawah menunjukkan penggunaan energi baru terbarukan (ET) dan bahan bakar fosil dalam
bauran Energi Nasional Indonesia saat ini yang didominasi oleh bahan bakar fosil.
Gambar 1: Kondisi energi nasional (Sumber: Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2013).

Selanjutnya, kebutuhan listrik di tahun 2011 mencapai 40 GW dan cenderung men-


ingkat sekitar 90 GW di tahun 2025 dan 400 GW pada tahun 2050. Dengan menggunakan
estimasi pesimis, kondisi tahun 2025 dengan asumsi 2011 menunjukkan bahwa pada tahun
2025 Indonesia memelukan 70 GW kapasitas terpasang dan pada tahun 2050 membutuhkan
sekitar 200 GW. Hal ini mungkin merupakan kondisi terburuk dalam keamanan pasokan
energi. Ditambah lagi dengan target pemerintah yang mengharapkan pada 2022, Indonesia
akan mencapai 100% rasio elektrifikasi nasional. Oleh karena itu, di sana akan ada banyak
peluang bisnis dalam mencapai target rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2022. Energi
terbarukan terutama hidro, panas bumi dan bioenergi akan memainkan peran penting untuk
mencapai target ketahanan energi nasional.

2.1. Kebijakan utama energi terbarukan


Kebijakan energi dilakukan melalui paradigma baru yang harus mengoptimalkan peng-
gunaan sumber daya energi alam untuk pembangunan ekonomi bangsa berdasarkan “proses
nilai tambahekonomi”. Di sisi lain, pemerintah juga harus mensosialisasi, menyatakan dan
mengamankan strategi energi nasional untuk meningkatkan pemahaman bahwa energi fos-
il harus disimpan selama mungkin untuk menjamin ketahanan bangsa kepada seluruh pe-
mangku kepentingan. Kebijakan utamanya adalah:
Pertama, melaksanakan konservasi energi untuk meningkatkan efisiensi energi dalam
penyediaan dan pemanfaatan (sisi permintaan), antar sektor industri, transportasi, rumah
tangga, dan komersial.
74 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

Kedua, melaksanakan diversifikasi energi untuk meningkatkan porsi energi terbarukan


dalam bauran energi nasional (sisi penawaran). Diversifikasi ini dimaksudkan untuk mengu-
rangi peran energi fosil dan meningkatkan peran energi baru dan terbarukan seperti: batubara
cair, Coal Bed Methane (CBM) dan lain-lain metana, gasifikasi batubara (gasifikasi batubara),
nuklir, hidrogen (kelompok energi baru), dan kelompok energi terbarukan seperti: panas
bumi, hidro, bioenergi, surya, angin, dan energi laut. Dalam kebijakan utama energi terba-
rukan dengan merevisi Perpres No.5 Tahun 2006 dengan mengubah target energi terbarukan
dari 17% menjadi 23% pada tahun 2025.

2.2. Pemanfaatan Daya Listrik


Selama lima tahun terakhir (2009-2014) PDB Indonesia tumbuh 6,2% per tahun, me-
nyebabkan pertumbuhan listrik mencapai 8.65% per tahun dan tarif listrik rata-rata sekitar
7,4 sen USD/kWh. Proyeksi pertumbuhan kapasitas dari tahun 2012-2021 sebagai berikut:
PLTU, 38 GW; PLTP 6,3 GW; Pembangkit Combine Cycle 2,5 GW; PLTG: 4 GW; PLTA:
6,3 GW; dan Lainnya sekitar 0.28 GW.
Dalam lima tahun terakhir, rasio elektrifikasi meningkat dari 72% menjadi 80% pada
tahun 2013. Jumlah kapasitas terpasang adalah 43 GW. Dalam rangka untuk memiliki lan-
dasan hukum dalam mengembangkan pembangkit listrik, PLN telah mengeluarkan RUPTL
(Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik Nasional 2012-2021, lihat Gambar 2).

Gambar 2: Penggunaan energi primer untuk kelistrikan (dalam persentase selama 2012-2021; Sumber: PLN - 2012)

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 75


DEWAN RISET NASIONAL

3. KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL


Visi Kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah menjamin pasokan energi yang berkelan-
jutan untuk mendukung kepentingan nasional. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk men-
jamin keamanan pasokan energi bahkan dengan meningkatkan pemanfaatan energi terbaru-
kan seperti bioenergi. Jadi, tujuan KEN adalah untuk menjamin keamanan energi nasional
dan pasokan energi dalam negeri dengan dukungan pembangunan berkelanjutan dan meng-
hemat penggunaan energi. Pada awal tahun 2014, pemerintah telah mengeluarkan KEN baru
(Gambar 3) sesuai dengan amanah UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi untuk memung-
kinkan koordinasi dan sinergi dari semua pemangku kepentingan di sektor energi. KEN ini
memberikan target penggunaan energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025. Dengan
KEN, akan mengatur penggunaan sumber daya energi Indonesia secara optimal.
Gambar 3: Penggunaan energi terbarukan sebesar 23% dalam bauran energi nasional (KEN 2014)

Sasaran KEN adalah: (1) meningkatkan peran bisnis energi terhadap mekanisme pasar
untuk meningkatkan nilai tambah; (2) mencapai rasio elektrifikasi 90% pada tahun 2020 dan
100% pada tahun 2022; (3) memenuhi target penggunaan energi terbarukan (kecuali hidro
yang besar) dalam bauran energi minimal 23% pada tahun 2025; (4) mewujudkan infrastruk-
tur energi, yang mampu memaksimalkan akses masyarakat terhadap energi dan penggunaan
energi untuk ekspor; (5) meningkatkan kemitraan strategis antara perusahaan energi nasional
dan internasional dalam mengeksplorasi sumber daya energi domestik dan ekspor; (6) penu-
runan intensitas energi sebesar 1% per tahun karena itu elastisitas menjadi 1 tahun 2020; dan
(7) meningkatkan kandungan lokal dan meningkatkan peran sumber daya manusia nasional
dalam industri energi.
Untuk menjamin tercapainya sasaran, langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh
adalah: (1) mengukur intensifikasi dengan meningkatkan ketersediaan energi secara paralel
dengan pembangunan nasional dan pertumbuhan penduduk; (2) mengukur diversifikasi di-
ambil untuk meningkatkan peran batubara dan gas, yang memiliki potensi yang lebih be-
sar dari minyak dan meningkatkan pangsa energi terbarukan, sebagai energi bersih danpo-
tensi besar; dan (3) ukuran Konservasi diambil untuk meningkatkan efisiensi energi dengan
mengembangkan dan menggunakan teknologi hemat energi baik di sisi hulu dan hilir.

76 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

3.1. Arah Kebijakan Energi


Untuk mencapai target energi, beberapa arah kebijakan energi harus dilakukan: (1) Ket-
ersediaan Energi; (2) Prioritas Pengembangan Energi; (3) pemanfaatan sumber daya energi
nasional; (4) cadangan energi nasional; (5) Diversifikasi dan Konservasi; (6) Lingkungan dan
Keselamatan; (7) Harga, subsidi, dan insentif; (8) infrastruktur energi dan industri; (9) peneli-
tian dan pengembangan energi; dan (10) Lembaga dan Pembiayaan.

3.2. Ketahanan Energi


Ketahanan energi didefinisikan sebagai “mengamankan jumlah energi yang dibutuhkan
untuk kehidupan masyarakat, kegiatan ekonomi dan sosial, pertahanan dan keperluan lain-
nya untuk harga yang dapat dijangkau”. Kita dapat mempertimbangkan sisi pasokan (supply
side) dari didapatkannya sumber daya (energi sisi produksi) untuk sisi kebutuhan (demand side)
dan bagaimana menggunakan energi secara efisien (efisiensi energi) sebagai komponen dasar
dari ketahanan energi (Murakami, 2011). Di sisi lain, APERC pada tahun 2007 mendefin-
isikan bahwa ketahanan energi adalah “kemampuan untuk menjamin ketersediaan pasokan
sumber daya energi secara berkelanjutan dan tepat waktu, dengan harga energi pada tingkat
yang tidak akan mempengaruhi kinerja ekonomi”. Ketahanan energi bukan sudut pandang
ekonomi. Tapi, itu lebih dari aspek politik dan geo-politik. Dalam ketidakseimbangan ekono-
mi akan diselesaikan dengan penyesuaian dalam produksi dan konsumsi, antara manajemen
sisi penawaran dan sisi permintaan manajemen. KEN mendefinisikan bahwa Ketahanan En-
ergi adalah suatu kondisi menjamin ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi
dengan harga terjangkau dalam jangka panjang dan tidak terpengaruh oleh isu regional dan
internasional. Tapi ada catatan penting dari aspek sosial ekonomi.
Jadi, ketahanan energi akan berurusan dengan aspek-aspek: ketersediaan, keterjang-
kauan, dan stabilitas harga. Ketersediaan ini tidak hanya apa yang harus diproduksi, di mana
dan bagaimana harus diproduksi untuk memenuhi permintaan energi tetapi juga bagaima-
na menggunakan energi secara efisien. Ketahanan energi juga penting untuk menganalisis
bagaimana dan apa dari keterjangkauan masyarakat.

4. PENGEMBANGAN BIOENERGI
4.1. Potensi Bioenergi Dan Status Saat Ini
Bioenergi di Indonesia merupakan sumber energi terbarukan yang cukup besar, dengan
potensi diperkirakan sebesar 49.810 MW berdasarkan data dari Asosiasi Produsen Biofuel In-
donesia (APROBI) yang berasal dari perkiraan produksi 200 juta ton biomassa/tahun, residu
pertanian, kehutanan, perkebunan dan limbah padat/sampah kota (Tjakrawan & Kalyubi,
2011). Potensi ini terutama dihitung dari residu perkebunan seperti limbah perkebunan ke-
lapa sawit, dan hutan tanaman industri lainnya.Dari hasil potensi pengumpulan data bio-
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 77
DEWAN RISET NASIONAL

massa, biogas dan sampah kota pada tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar potensi
bioenergi berasal dari industri kelapa sawit. Sebuah studi Bank Dunia (2012),memperkirakan
potensi sebesar 79 MW dapat dihasilkan hanya dari metana yang dilepaskan dari MSW di
kota-kota besar di Indonesia.
Tentu saja, tidak semua potensi dapat dimanfaatkan karena tergantung juga pada keter-
sediaan jaringan listrik untuk sistem interkoneksi. Namun, ini harus menjadi perhatian bagi
pemerintah dan PLN untuk memfasilitasinya agar potensi pembangkit listrik yang tersedia
seperti di pusat-pusat industri kelapa sawit dapat termanfaatkan.
Saat ini pemanfaatan biomassa dalam pembuatan minyak kelapa sawit masih terbatas
pada penggunaan internal. Secara umum potensi biomassa dari industri kelapa sawit di Su-
matera mencapai 8.14 GW, sedangkan di Kalimantan mencapai 2.27 GW. Berikutnya dalam
rantai produksi minyak sawit, sejumlah besar limbah biomassa yang dihasilkan adalah seperti
cangkang, serat, tandan buah kosong (TBS), dan limbah (POME). Dari 22 juta ton minyak
sawit mentah yang telah diproduksi di Indonesia pada tahun 2011, akan menghasilkan 37 juta
ton biomassa padat (canglkang, serat dan tandan kosong), dan lebih dari 50 juta m3 limbah
(POME). Saat ini ada dua jenis biofuel yang telah dibudidayakan secara komersial, yaitu
biodiesel dan bioetanol. Selain itu, sudah dikembangkan potensi bahan bakar bio-avtur peng-
ganti avtur untuk pesawat dan juga bio-dimetil eter yang berpotensi menggantikan kebutuhan
bahan bakar gas cair (LPG).
Meskipun berbagai jenis biomassa dapat ditemukan di Indonesia, seperti:
- Minyak kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, sorgum, apel, kapas: sebagai sumber bahan alter-
natif untuk biofuel (biodiesel)
- Gula tebu, jagung, sagu, jambu mete, singkong, ubi jalar, dan umbi-umbian lainnya: sebagai
alternatif untuk biofuel (bioetanol)
- Nyamplung, ganggang, Azolla: kemungkinan besar akan digunakan sebagai sumber peng-
ganti minyak tanah, bahan bakar minyak atau bensin penerbangan.
- Jerami padi, sekam, tongkol dan batang jagung, limbah tebu penggilingan, batang sisa tebu,
cangkang kelapa sawit dan sisa tandan buah sawit, limbah pabrik industri kehutanan dan lim-
bah sampah kota sebagai pelet biomassa atau briket, dan bahan baku untuk syngas, generasi
kedua biofuel cair.
Semua bahan di atas berpotensi dapat digunakan sebagai bahan bakar. Saat ini 100 MW
Power Plant dari bioenergi telah dikembangkan sejak 2013. Di sisi lain, Indonesia memiliki
banyak sumber bahan baku untuk biodiesel, tetapi sumber paling lengkap dari bahan baku ada-
lah Crude Palm Oil (CPO), dimana produksinya pada tahun 2012 mencapai 26 juta ton atau
setara dengan 180 juta BOE.

78 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Tabel 1: Potensi bioetanol di Indonesia berdasarkan kapasitas kemampuan industri bioetanol.

NO PROVINSI JUMLAH LOKA- POTENSI BIOETANOL (KL/TA-


SI HUN)
1 Banten 3 165,000
2 Sumatera Utara 3 17,707
3 Sumatera Barat 1 6,126
4 Lampung 5 120,774
5 Jawa Barat 3 34,584
6 Jawa Tengah 3 29,604
7 DI Yogyakarta 1 4,064
8 Jawa Timur 7 266,738
9 Gorontalo 1 3,095
10 Sulawesi Selatan 2 184,500
Total 29 832,192
Sumber : Road Map EBTKE, 26 April 2012, Direktorat Bioenergi MEMR

Tabel 2: Potensibiodiesel di Indonesia berdasarkan kapasitas kemampuan industri biodiesel.

NO PROVINSI JUMLAH LOKA- POTENSIBIODIESEL (KL/TAHUN


SI
1 Banten 4 705,253
2 Sumatera Utara 1 35,000
3 Sumatera Selatan 1 47,586
4 Riau 5 2333,908
5 Kepulauan Riau 1 482,759
6 DKI Jakarta 3 114,805
7 Jawa Barat 5 324,795
8 Jawa Timur 4 1022,989
9 Kalimantan 1 75,862
Timur
Total 25 5142,957
Sumber : Road Map EBTKE, 26 April 2012, Direktorat Bioenergi MEMR

Pengembangan bioenergi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Perlu dicatat


bahwa perubahan politik dan struktural di Indonesia telah menciptakan lingkungan usaha
yang lebih kondusif dari sebelumnya untuk meyakinkan para pemangku kepentingan menge-
nai nilai restrukturisasi sektor energi dalam mendukung perekonomian nasional.

4.2. Peraturan Pemerintah


Pemerintah telah berusaha untuk mempromosikan pengembangan sumber energi
terbarukan,walaupun hanya sedikit memperoleh keberhasilan. Pada tahun 2007, parlemen
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 79
DEWAN RISET NASIONAL

dan pemerintah Indonesia membentuk UU Energi Nomor 30 Tahun 2007 sebagai kebijakan
umum yang mengutamakan untuk memanfaatkan dan mengembangkan energi baru dan en-
ergi terbarukan termasuk bioenergi. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan UU
No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Hal ini jelas dimaksudkan untuk melaksana-
kan diversifikasi penggunaan energi terbarukan minimal 25% dari bauran energi nasional
pada tahun 2025. Cara ini, diharapkan akan memberikan kontribusi yang sangat signifikan
pada sektor kelistrikan nasional yang akan dipasok oleh biofuel dan biomassa untuk meng-
hasilkan tenaga listrik.
Dalam rangka meningkatkan peran bioenergi dalam penggunaan energi, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengeluarkanPeraturan Menteri ESDM No. 4 tahun
2012 untuk mengatur bisnis hulu bioenergi. Peraturan ini memberikan kepastian hukum bagi
industri bioenergi karena potensi besar sumber daya bioenergi Indonesia akan memiliki daya
tarik besar untuk dikembangkan sehingga dapatberperan penting untuk strategi menjaga kea-
mananpasokan energi Indonesia.Biofuel juga memiliki nilai tambah sebagai energi alternatif
untuk menggantikan bahan bakar fosil untuk keperluan rumah tangga.
Pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa operator di sektor energi sebagian
besar didominasi oleh perusahaan-perusahaan global dan multi-nasional, yang tidak hanya
akan mempertimbangkan prospek bisnis yang baik ketika berinvestasi, tetapi juga memerlu-
kan dukungan dari Pemerintah agar lebih handal dan stabil, dan keamanan yang lebih baik
serta memperoleh kepastian hokum dalam berusaha. Walaupun demikian, sejauh ini belum
ada kemajuan yang signifikan dalam proyek energi terbarukan yang direncanakan. Masalah
utama disebabkan oleh harga energi, negosiasiPPA, jaminan pemerintah dari proyek, ke-
wajiban PLN untuk membeli energi dari perusahaan pengembang proyek, kurangnya sumber
daya manusia, dan lain-lain.

4.3. Peran Pembangunan Bioenergi Di Indonesia


Di Indonesia, yang telah mengembangkan pemanfaatan biomassa untuk listrik umumn-
ya mengambil sumber limbah kelapa sawit (cangkang, expeller minyak dan pome) dengan
teknologi gasifikasi, pembakaran langsung dan pencernaan an-aerobik. Selain itu, limbah
padat sampah perkotaan (MSW) atau yang biasa disebut sebagai pembangkit listrik sampah
juga telah mulai berkembang dengan teknologi gas TPA dan insinerator.
Skema Pemanfaatan terdiri dari (1) Skema off-grid, pemanfaatannya digunakan untuk
tujuan sendiri atau jaringan dalam radius tertentu (2) Skema on-grid (excess power), peman-
faatannya digunakan untuk tujuan internal dan kelebihannya dijual ke grid dan (3) Skema
pada-grid (dedicated IPP), pemanfaatan digunakan seluruhnya untuk dijual ke grid.
Selain itu, dari hasil data dan informasi yang diperoleh dari Kemeterian Perdagangan
untuk data biomassa yang diperdagangkan, didapatkan bahwa sejumlah besar biomassa pa-
dat telah dijual ke pasar internasional berupa biomassa daricangkang dan expeller minyak
80 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

sawit mencapai 3 juta ton pada tahun 2011, 229.973 ton batu bara, dan 4.840 ton kayu gaharu.
Untukmengantisipasi kekurangan pasokan listrik sementara permintaan listrik terus
bertambah dan mempertimbangkan upaya mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan
emisi gas rumah kaca, maka pengembangan energi baru dan terbarukan harus dipercepat
dan didukung sepenuhnya oleh semua pemangku kepentingan yang terlibat. Dewan Energi
Nasional (DEN) telah menyusun kebijakan pemanfaatan energi secara nasional termasuk
pemanfaatan energi terbarukan. DEN dan Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI)
memproyeksikan penggunaan bioenergi sebagai berikut:
a. Biomassa, MW (tahun): 50 (2012); 100 (2013); 200 (2014); 690 (2015); 2119 (2020); 6357
(2025); 14.128 (2030); 21.192 (2035); 28.255 (2040); dan 33.553 (2045).
b. Biofuel, juta KL (Tahun): 1.60 (2012); 3.20 (2013); 6.40 (2014); 11,80 (2015); 17,67 (2020);
35,35 (2025); 47,13 (2030); 64,80 (2035); 82,47 (2040); 97,20 (2045).
Bioenergi dan ET lainnya akan memainkan peran penting dalam ketahanan energi na-
sional. Hal ini memberikan kontribusi bagian terbesar kedua dari energi terbarukan sebesar
23% dari kebutuhan energi nasional setelah pasokan dari tenaga air.
Saat ini, pengembangan bioenergi di Indonesia berjalan sangat lambat, sangat jauh dari
target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Produksi dan penggunaan biodiesel menunjuk-
kan peningkatan setiap tahun, terutama setelah pemerintah mulai meningkatkan volume bio-
diesel dalam mandatoripencampuran minyak diesel menjadi 7,5% pada awal 2012 dari hanya
5%. Penggunaan biodiesel di dalam negeri pada tahun 2012 mencapai 669.398 kiloliter (KL),
meningkat 86,56 persen dari realisasi tahun 2011 yang mencapai 358.812 kL. Sementara itu,
realisasi tahun ini hingga pertengahan Juli sudah mencapai 411.997 kL, sementara produksi
mencapai 608.000 kL. Namun, bila dilihat dari kapasitas terpasang industri biodiesel nasional
lebih dari 5 juta kL, penggunaan biodiesel di dalam negeri masih sangat kecil.
Kondisi yang diharapkan dari operasi bioenergi adalah:
1. Penambahan kewajiban pemanfaatan biofuel cair (mandatori) untuk industri mineral dan
pertambangan batubara.
2. Penyediaan infrastruktur distribusi biofuel oleh produksi dan distribusi perusahaan bahan
bakar.
3. Pengaturan izin usaha biofuel komersial untuk biofuel cair, biofuel yang solid, dan biofuel gas.
4. Pemberian sanksi kepadabadan usaha biofuel bukan kewajiban pemanfaatan BBN cair dan
biofuel yang solid.
5. Penciptaan pasar termasuk melalui kewajiban penyediaan dan pemanfaatan biofuel, ke-
wajiban PLN untuk membeli listrik dan biofuel, kualitas SNIbiofuel dan lain-lain.
6. Penentuan harga jual biofuel melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
dibeli oleh Pertamina dan PLN
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 81
DEWAN RISET NASIONAL

7. Penentuan kewajiban pemanfaatan biodiesel minimum (B20 pada tahun 2016 dan B25
tahun 2020) dan bioetanol (E10 pada tahun 2020 dan E25 pada tahun 2025).

4.4. Harga Energi


Penentuan harga energi merupakan kendala utama untuk pengembangan bioenergi di
Indonesia. Harga harus kompetitif dengan alternatif energi lain, dan pada saat yang sama
menawarkan pengembang atau produsen dengan suatu tingkat keuntungan yang menarik.
Sudah ada aturan untuk menjual tenaga listrik baru kepada PLN sebagai sumber energi ter-
barukan, termasuk biomassa, biogas dan sampah kota. Mekanisme ini mengharuskan PLN
sebagai off-taker untuk membeli listrik yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan atau
berasal dari kelebihan daya.
Pada bulan Januari 2012, Pemerintah mengeluarkan FIT baru untuk biomassa, biogas
dan sampah kota. Aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun
2012 (revisi peraturan nomor 31 tahun 2009). Tarif baru untuk biomassa, biogas dan sampah
kota (MSW) dinyatakan tanpa negosiasi dengan PLN dan periode kontrak PPA (power pur-
chase agreement) dapat dilakukan untuk jangka panjang jika sesuai dan memenuhi krite-
ria PLN. Tarif untuk pembangkit listrik biomassa terpadu dan terhubung ke grid ke adalah
Rp975/kWh.
Pada bulan Juli 2013 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Peraturan
no.19 / 2013 menaikkan kembali harga pembelian listrik dari MSW dengan teknologi zero
waste menjadi Rp.1,450 / kWh jika terhubung ke tegangan menengah PLN dan Rp.1.798 /
kWh jika terkoneksi pada tegangan rendah.

4.5. Tantangan Pembangunan Bioenergi


Saat ini Pemerintah sangat serius mendukung upaya menurunkan pemanfaatan bahan
bakar minyak dengan batubara atau bahkan dengan energi terbarukan. Sejak tahun 2006,
pemerintah mengeluarkan peraturan untuk memungkinkan PLN mempercepat pengem-
bangan pembangkit listrik tenaga batubara sebesar 10.000MW crash program tahap pertama.
Dilain pihak, penggunaan energi terbarukan diharapkan menjadi 23% pada tahun 2025. Oleh
karena itu, pemanfaatan bioenergi perlu mendapatkan prioritas tinggi dalam kebijakan en-
ergi nasional untuk pembangunan berkelanjutan. Selain itu, peranserta sektor swasta untuk
mengembangkan pembangkit listrik perlu didukung oleh pemerintah selain PLN.
Tantangan yang dihadapi dalam memanfaatkan bioenergi bukan saja perihal keterse-
diaan pasokan, tapi juga pada manajemen yang sedang berlangsung, teknik konversi dan
bagaimana aspek bisnis bioenergi ke pengguna (pasar). Tantangan utama sektor tenaga listrik
dan penggunaan bioenergi adalah:

82 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

a. Sumber energi terletak diluar Pulau Jawa di mana permintaan energi tinggi yang mungkin
menyebabkan perlunya membangun beberapa infrastruktur tambahan untuk listrik. Hampir
40% dari populasi terletak di luar pulau Jawa, yang tidak ekonomis bagi pasokan energi.
b. Tidak adanya sistem perdagangan energi biomassa dan kurangnya teknologi dan gasifikasi
unit yang murah untuk meningkatkan daya tarik ekonomi, terutama untuk kapasitas kecil
(<0,1 MW).
c. Kurang optimalnya dari modifikasi mesin diesel yang digunakan.
d. Tarif listrik tidak mencerminkan kelayakan secara ekonomi karena kebijakan subsidi. Har-
ga energi terbarukan diminta bersaing dengan sumber energi lainnya. Diperlukan adanya
insentif fiskal termasuk fasilitas pajak, untuk pengembangan bioenergi agar dapat menarik
investasi dan menghasilkan energi yang dapat digunakan pada harga terjangkau.
e. Peraturan baru memungkinkan pilihan dalam mengembangkan proyek-proyek energi ter-
barukan, seperti adanya harga tertinggi (ceiling price).
f. Keterjangkauan masyarakat untuk energi masih rendah.
g. Untuk dapat bersaing dengan energi fosil yang tidak terbarukan di pasar tenaga listrik, per-
saingan bisnis bioenergi harus didasarkan pada kesamaan perlakuannya.
h. Meningkatkan dan harmonisasi peraturan dalam bisnis bioenergi.
i. Tidak adanya pemanfaatan energi biomassa yang terintegrasi dari hulu dan hilir, dan
j. Kurangnya pengembangan unit gasifikasi lebih praktis (mekanisasi dan otomatisasi perala-
tan).

4.6. Solusi Untuk Pengembangan Bioenergi


Saat ini sedang dalam proses peningkatan keekonomian bioenergi untuk mengembang-
kan listrik biomassa dan biofuel bersaing dengan sumber energi lainnya di dalam negeri. Dari
sisi ekonomi, pemerintah telah secara bertahap meningkatkan harga listrik dan mengurangi
subsidi minyak untuk menuju ke harga pasar. Selanjutnya, UU Energi No.30 / 2007 menya-
takan bahwa pemanfaatan sumber energi terbarukan termasuk bioenergi diprioritaskan untuk
memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri. Saat ini ada kewajiban kepada PLN untuk meng-
gunakan sumber energi terbarukan setidaknya 5% dari produksi.
Hal ini cukup jelas bahwa sumber daya bioenergi di Indonesia telah tertinggal dan dia-
baikan meskipun potensinya yang sangat besar. Karena kenyataan bahwa sumber daya hi-
drokarbon Indonesia tidak cukup besar, tidak banyak, dan karena ada keterbatasan untuk
jumlah batubara yang dapat dibakar. Oleh karena itu, bioenergi dan ET lainnya telah menjadi
lebih menarik sebagai sumber energi yang penting untuk masa depan. Dengan demikian,
Pemerintah telah menyusun rencana untuk mengembangkan sumber daya ini secara cepat.
Sejumlah ground breaking PPA telah ditandatangani yang memungkinkan proyek mencapai
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 83
DEWAN RISET NASIONAL

financial close atas dasar pembiayaan proyek. Pemerintah Indonesia pun mulai membentuk
sebuah skema untuk menyediakan pemberian pinjaman yang memadai dan nyaman.
Untuk mempercepat pengembangan bioenergi, keseluruhan sistem insentif ekonomi
perlu ditingkatkan, yang mencakup reformasi harga energi sehingga dapat mencerminkan
harga pasar. Harga bioenergi harus bankable untuk meningkatkan akses dalampendanaan
dengan mempertimbangkan risiko proyek, yang akan berbeda di setiap lokasi. Pemerintah
juga harus merangsang lembaga keuangan komersial untuk mendukung energi terbarukan
dan juga merumuskan instrumen keuangan yang dapat mempercepat pengembangan energi
terbarukan di Indonesia.
Dalam upaya untuk mempercepat pengembangan bioenergi, pemerintah telah men-
gubah Peraturan Menteri ESDM No.4 / 2012 dan merevisi harga bioenergi melalui peratu-
ran baru dari Kementerian ESDM. Peraturan baru ini akan mewajibkan PLN dan Pertamina
untuk membeli energi dan biofuel dari hasil tender bioenergi. Standar PPA telah diterbitkan
sebelum tender dilaksanakan untuk meyakinkan investor agar punya PPA standar yang sama
pada semua pengembang. Upaya ini diharapkan dapat mengundang partisipasi swasta yang
lebih banyak. Peran bioenergi dalam mendukung ketahanan energi nasional sangat menan-
tang. Peluang investasi di bisnis bioenergi yang disebutkan di atas sangat tinggi karena keter-
batasan kemampunan dana pemerintah. Selain itu, kesempatan di bidang pendukung usaha
terkait seperti bidang keteknikan, alih teknologi dan layanan lainnya juga terbuka.

5. KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, kita berharap bioenergi, menjadi sumber energi terbarukan, un-
tuk menjadi kontributor yang signifikan untuk energi dan pendapatan negara untuk masa
depan. Kebijakan Energi Indonesia yang baru, akan memainkan peran pengembangan bio-
energi dalam pengembangan energi yang berkelanjutan dan mengamankan kebutuhan energi
nasional.

6. UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) dan Dewan
Riset Nasional Indonesia (DRN) atas izin dalam mempublikasikan tulisan ini.

84 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

DAFTAR PUSTAKA

APERC : APEC Energy Demand and Supply Outlook, IEEJ, Japan (2007).

BPPT : Indonesia Energy Outlook 2013 – Energy Development in Supporting Transporta-


tion Sector and Mineral Processing Industri, Yearly publication book, Center for Energy
Resources Development Technology, Agency for the Assessment and Application of Tech-
nology (BPPT),Jakarta – Indonesia (2013).

Directorate General of New, Renewable Energy and Energy Conservation of Indonesia: Sta-
tistics Book of New, Renewable Energy and Energy Conservation 2013, Ministry of Energy
and Mineral Resources of the Republic of Indonesia, Yearly up dating data for public report,
Jakarta – Indonesia (2014).

Directorate General of New, Renewable Energy and Energy Conservation of Indonesia: Pub-
lic hearing on the Draft of Ministry of Energy and Mineral Resources Regulation concerning
on the tariff of steam and electricity produced from geothermal and mandated PLN to buy,
Jakarta April 2014, Indonesia.

Julfi Hadi, R.F. Ibrahim, Widiatmoko & Puguh Sugiharto, 10-11 March 1999, “Amsoeas In-
donesia’s Long-Term Commitment To Clean & Efficient Energy Bridges Indonesia’s Energy
Policy To The Next Millenium”, Committee National of Indonesia Energy Council XVII,
Jakarta.
MoE,: National Energy Policy, Ministry of Energy and Mineral Resources of Indonesia
(2003).

Ministry of Energy: Indonesia Energy Out Look 2013, Yearly publication book, Center for
Data and Information of Ministry and Mineral Resources of Indonesia, Jakarta – Indonesia
(2013).

M. Nurhuda: Sebuah Wacana Untuk Pengembangan Roadmap Biomass Di Indonesia, mem-


ber of Experties Board of METI, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia (2013)

METI: Draft of the Renewable Energy Road Map, Internal Report, Jakarta, Indonesia, (2013).

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 85


DEWAN RISET NASIONAL

National Energy Council of Indonesia: Final Draft of National Energy Policy, Ministry of
Energy and Mineral Resources of Indonesia, Jakarta – Indonesia (2014).

Pratomo, Y,: National Electricity General Plan – A New Direction of Indonesian Electricity
Development, Ministry of Energy and Mineral Resources of Indonesia, Jakarta (2004)

Pusat Data dan Informasi ESDM: Handbook of Energy and Economic Statistics of Indone-
sia 2012. Jakarta: KESDM (2012).

Surya Darma, Sugiharto Harsoprayitno, et al., 2009, Geothermal in Indonesia: Government


Regulations and Power Utilities, Opportunities and Challenges of its Development, Proceed-
ing WGC 2010, Bali – Indonesia.
Tjakrawan, P., & Kalyubi, A.: The Indonesian Biofuels Opportunity, Threats and Develop-
ment. Bandung, West Java, Indonesia (2011, 9 26).

Tomoko Murakami, Motsuru Motokura and Ichiro Kutani,: An Analysis of Major Countries
‘Energy Security Policies and Conditions’ – Quantitative assessment of Energy Securities,
IIEJ, Japan (2011).

Surya Darma, ”World Energy Outlook dan kaitannya dengan Kebijakan Energi Nasional”,
Focus Group Discussion Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, 2011, Jakarta.

Surya Darma, “Bisnis Geothermal Indonesia, peluang dan tantangan sektor keuangan dalam
memenuhi kebutuhan listrik nasional”, Geothermal Workshop Bank Mandiri, Jakarta 2011.

Surya Darma, “RENEWABLE ENERGY AND ENERGY SECURITY: Opportunities in


Geothermal for Indonesia – NZ”, Indonesia – New Zealand Business and Investment Semi-
nar : Building Stronger Partnerships, Jakarta 2012.

Surya Darma, “Geothermal Energy Outlook of Indonesia”, 3rd Annual Development &
Agency Finance Asia Pacific Conference, Jakarta 2012.

86 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM


Dr. Ir. Arnold Soetrisnanto1,2,3
1
Anggota Komisi Teknis Energi DRN 2012-2014
2
Ketua Harian Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI)
3
Senior Advisor PT. Medco Power Indonesia

ABSTRACT
Climate change can pose a major risk to human health, global food security, and economic devel-
opment. Action to reduce emissions is very imporant and urgent to be done in order to avoid dangerous
climate change. The use ofthe type of energy that emits CO2 emissions is one of the global warming causes
and climate change, including the use of energy in the electricity sector. The target of Indonesian elec-
tricity percapita in 2025 is about 2,500kWh/capita and about7,000kWh/capita in 2050.This objective
required 115 GWe of electricity in 2025 and 430GWe in 2050, or required the additional construction of
7 GWe/year until 2025.After inauguration, the President DjokoWidodo stated the government construc-
tion target of 25 GWe for the next 5 years, or only 5GWe/year. Still far from being planned by DEN,
despite being larger than the ability of PLN and Private Electricity Company (IPP) is currently only
able to build about 2-3GWe/year. There is no other option, which is currently the most likely to use are
coal and gas, despite the massive use of fossil energy will exacerbate global warming and climate change.
Adaptation and mitigation are seen as complementary strategies for reducing and managing the risks
of climate change. As well as reducing climate risks, limiting emissions over the next few decades will
also increase the prospects for effective adaptation to climate change and reduce the costs and challenges
of mitigation in the longer term, the report notes. Without additional mitigation efforts beyond those in
place today, even allowing for adaptation, warming by the end of the 21st century will lead to high risk of
severe, widespread, and irreversible global impacts. In other words, the use ofother energy such as nuclear
and renewable energy into energy-mix could not be avoided.

1. PENDAHULUAN
Sintesis Laporan Kajian ke Lima (The Synthesis Report) dari Panel Pakar antar Pemer-
intah (Intergovernmental Panel on Climate Change-IPCC) sudah diterbitkan.Laporan Kajian Ke-
lima (Assessment Reports 5) dirilis dalam empat bagian, diawali pada bulan September 2013
dan berakhir pada bulan November 2014. Terdiri dari laporan lengkap yang disiapkan dan
dihasilkan secara kolaborasi oleh lebih dari 309 ilmuwan dari 70 negara, 50.444 komentar
pakar lingkungan.
IPCC didirikan pada tahun 1988 oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Unit-
ed Nations Environment Programme (UNEP), yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), dan badan dunia lainnya untuk ikut memberikan penilaian terhadap-
metoda iptek yang digunakan dan berhubungan dengan perubahan iklim. Misi IPCC ada-
lah membuat kajian-kajian serta kebijakan dengan dasar ilmiah perubahan iklim, dampak
dan risiko di masa mendatang, dan pilihan masyarakat dunia untuk melakukan mitigasi dan
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 87
DEWAN RISET NASIONAL

adaptasi.
Laporan IPCC di atas telah mengidentifikasi dampak-dampak yang telah terlihat dan
dapat langsung dirasakan.Resiko dari pemanasan global dan perubahan iklim di masa depan
cukup signfikan dan berpotensi menimbulkan dampak yang parah di seluruh wilayah dan
berbagai sektor, yaitu antara lain:
- Perubahan lingkungan ekosistem biosfer dan meningkatnya resiko kepunahan spesies tana-
man dan hewan;
- Wilayah pesisir dan daerah dataran rendah akan semakin mengalami dampak buruk seperti
perendaman, banjir pantai, dan erosi pantai karena permukaan laut naik;
- Pengasaman laut menimbulkan risiko besar terhadap ekosistem laut, terutama ekosistem di
wilayah kutub dan ekosistem terumbu karang;
- Produksi tanaman utama seperti gandum, beras, jagung dan biji-bijian lain sebagai makanan
utama diproyeksikan turun;
- Meningkatkan kejadian perpindahan manusia (bermigrasi) dan memicu konflik, seperti
kemiskinan dan guncangan ekonomi;
- Memperburuk kesehatan manusia dan peningkatan gangguan kesehatan di berbagai wilayah,
misalnya melalui peningkatan gelombang panas dan kebakaran;
- Dampak perubahan iklim diproyeksikan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan men-
jadikan usaha pengurangan angka kemiskinan akan lebih sulit.
Tindakan untuk mengurangi emisi sangat penting dan mendesak untuk dilakukan guna
menghindari bahaya perubahan iklim. Adaptasi sangat penting untuk dilakukan guna meng-
hadapi risiko perubahan iklim tetapi masih terdapat batasan bentuk adaptasi apakah masih
dapat diterima. Tingkatan adaptasi yang diperlukan tergantung pada skala mitigasi.
Tindakan dan pilihan yang diambil di awal abad ini akan menentukan risiko apa yang
akan kita hadapi di akhir abad nanti. Tindakan dini akan memungkinkan lebih banyak waktu
untuk beradaptasi dengan dampak yang mungkin terjadi, tetapi ada batasan bagi kita untuk
dapat beradaptasi. Beberapa risiko akan tetap terjadi sehingga kita tidak bisa mengandalkan
hanya adaptasi saja.
Penggunaan jenis energi khususnya di sector kelistrikan yang mengeluarkan emisi CO2
merupakan salah satu penyebab pemanasan gobal dan perubahan iklim.

2. KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK NASIONAL


Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih dipasok oleh minyak bumi
dengan persentase sekitar 48% dari total penggunaan energi. Dengan program diversivikasi
energi, angka persentase ini akan terus mengecil, namun secara kuantitas konsumsi min-

88 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

yak terus meningkat, mengingat pertumbuhan energi yang sangat besar. Produksi minyak
dalam negeri akan terus menurun yang saat ini hanya mencapai sekitar 800 ribu barel per-
hari, sebaliknya harga minyak dunia jangka panjang mempunyai trend yang meningkat.Hal
ini berakibat pada meningkatnya besaran subsidi energi, yang terus menerus menjadi beban
keuangan negara. Pemerintah melalui instrumen kebijakan energi berupaya keras menga-
tasi ketergantungan pada energi fossil ini dengan mendorong penggunaan energi baru dan
terbarukan (EBT) secara intensif. Namun demikian kebijakan ini belum membuahkan hasil
dalam implementasinya, terlihat dari presentasi EBT 5% pada tahun 2006, menurun menjadi
4% pada tahun 2014. Tidak ada pilihan lain, yang saat ini paling mungkin digunakan adalah
sumberdaya energi gas dan batubara, meskipun juga sudah mengalami penipisan cadangan
dan penggunaan energi fosil yang massif akan menambah parah pemanasan global dan pe-
rubahan iklim.
Di sektor ketenagalistrikan, meskipun kapasitas pembangkit listrik, jaringan transmisi
dan distribusi terus berkembang, namun laju pertumbuhannya tidak bisa memenuhi per-
mintaan listrik yang tinggi sekitar 8%, untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang seki-
tar 5%. Dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi listrik belum dapat diimbangi
oleh pembangunan kapasitas pembangkit. Sehingga banyak pelanggan baru yang tidak bisa
memperoleh aliran listrik. Bahkan sebaliknya, ada bebarapa daerah yang tidak mampu men-
jaga keandalan sistem, karena permintaan yang tinggi dan pasokan sangat kurang, sehingga
dilakukan pemadaman bergilir. Saat ini rasio elektrifikasi nasional baru mencapai rata-rata 80
%, yang sebagaian besar masih terpusat di Pulau Jawa.

Menurut kajian Dewan Energi Nasional (DEN) tahun 2010 ada sekitar delapan dae-
rah di Indonesia yang sedang mengalami krisis listrik parah, antara lain, Riau, Kalimantan
Barat, Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Selawesi Utara, Bali,

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 89


DEWAN RISET NASIONAL

dan Nusa Tenggara. Hal ini menunjukan bahwa kesenjangan regional antara Jawa dan Luar
Jawa belum dapat diatasi. Untuk menanggulangi masalah ini, maka peningkatan target rasio
elektrifikasi dan kebutuhan listrik per kapita di masa mendatang tentu saja akan menuntut
pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang besar khususnya di wilayah luar jawa.
Di lingkungan regional ASEAN, konsumsi energi final per kapita Indonesia pada ta-
hun 2011 sebesar 0,857 TOE masih lebih rendah dibandingkan dengan Brunei (9,427 TOE),
Singapura (6,452 TOE), Malaysia (2,639 TOE), dan Thailand (1,790 TOE) pada tahun yang
sama, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam dan Filipina. Begitu juga
dengan konsumsi listrik per kapita Indonesia yang baru mencapai sekitar 700 kWh/perkapita
masih lebih rendah dibandingkan dengan Brunei, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thai-
land pada tahun yang sama, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan dan Filipina.
Padahal mulai tahun depan sudah akan berlaku sistem pasar bebas ASEAN dan juga be-
berapa interkoneksi listrik ASEAN sudah mulai tersambung. Kelangkaan listrik di Indonesia
dan rendahnya konsumsi listrik per kapita akan menjadi pasar yang sangat menggiurkan bagi
Negara ASEAN lainnya.
Jika mengacupada draf Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang disusun oleh Dewan
Energi Nasional (DEN) dan telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di
tahun 2014,maka proyeksi kebutuhan energi nasional menargetkan penyediaan energi primer
pada tahun 2025 sekitar 400 MTOE (2.932 Juta SBM) dan pada tahun 2050 sekitar 1000
MTOE (7.230 Juta SBM). Sedangkan target pemanfaatan listrik per kapita pada tahun 2025
sekitar 2.500 kWh/kapita dan sekitar 7.000 kWh/kapita pada tahun 2050. Artinya diperlukan
115 GWe listrik di tahun 2025 dan 430 GWe di tahun 2050, atau diperlukan tambahan pem-
bangunan 7 GWe/tahun hingga tahun 2025. Setelah dilantik, Presiden Joko Widodo hanya
berani menargetkan 25 GWe untuk 5 tahun mendatang, atau hanya 5 GWe/tahun. Masih
jauh dari yang direncanakan oleh DEN, meskipun sudah lebih besar dibanding kemampuan
PLN dan Perusahaan Listrik Swasta (IPP) saat ini yang hanya mampu membangun sekitar
2-3 GWe/tahun.
Suatu tugas yang sangat berat jika hanya mengandalkan sumberdaya Batubara, Gas dan
EBT yang “business as usual”. Dengan kata lain, penggunaan energi lainnya seperti misalnya
energi Nuklir dan Terbarukan menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Tingginya per-
mintaan pembangkit listrik fosil, akan diikuti oleh tingginya emisi gas CO2 yang dihasilkan
yang mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim dunia.

90 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

3. PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM


Secara global, gas rumah kaca(GRK) Nampak terus meningkat, mencapai rekor49,5
Milyarton setara karbon dioksida(CO2eq) pada tahun 2010.Sektor pembangkitan energi
merupakan penyumbangter besar emisi gas rumah kaca global,yang menyumbangs ekitar
35% dari semua emisi total semua sektor. Dengan tidak adanya kebijakan mitigasi perubahan
iklim, emisi yang berhubungan dengan energi diperkirakan akan meningkat menjadi 55-70
Milyar ton CO2 pada tahun 2050.
Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat rendah memerlukan transformasi
mendasar dari sistem pasokan energi, termasuk substitusi jangka panjang bahan bakar fosil
berlanjut dengan alternatif rendah-GRK, seperti nuklir, energi terbarukan, dan penangkapan
dan penyimpanan karbon (CCS).
Laporan IPCC menegaskan energi nuklir salah satu bentuk karbon terendah generasi,
dengan mempertimbangkan baik emisi langsung dan siklus hidup, peringkat bersama turbin
angin di 12g CO2/kWh. Hydrodansolar memiliki emisi 24g CO2/masing-masing kWh dan-
28gCO2/kWh.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 91


DEWAN RISET NASIONAL

Meskipun diidentifikasi pilihan karbon rendah, biomassa memiliki total emisi 220g
CO2/kWh dan bahan bakar fosil dengan CCS160-220gCO2/kWh, jauh lebih tinggi diband-
ingkan dengan nuklir dan energi terbarukan, meskipun lebih rendah dari tinggi-karbon gen-
erasi dari gas(490g CO2/kWh) dan batubara (920gCO2/kWh).
Terkait dengan keselamatan kerja, tercatat bahwa tingkat kematian pengguna teknologi
energi terbarukan dan nuklir, dinegara-negara maju yang setara, lebih rendah dibandingkan
dengan rantai fosil.

Dampak dari perubahaniklimsudah dirasakandi seluruh dunia. Rincianlaporan ba-


rudampak perubahaniklimhingga saat ini sudah dilakukan secara ilmiah, yaitu risikomasa
depan dariperubahan iklim, danpeluang untuk tindakanyang efektifuntuk mengurangi risiko.
Dampakyang diamatidariperubahan iklimsudahmempengaruhipertanian, kesehatan manu-
sia, ekosistemdi darat dan dilautan, pasokan air, dan mata pencahariansebagian besar ma-
nusia yang bekerja langsung dengan lingkungan alam.Sifat daririsiko perubahan iklimini se-
makin jelas, meskipun perubahan iklimjugaakan terus menghasilkankejutan.
Laporan “The Synthesis Report” ini mencatat bahwa beberapa langkah mitigasi yang di-
lakukan dapat membatasi pemanasan 2°C relatif di bawah level jaman pra-industri.Dima-
na kegiatan ini akan membutuhkan skenario pengurangan emisi secara substansial selama
beberapa dekade mendatang, dengan emisi CO2mendekati nol dan juga pengurangan gas
92 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

rumah kaca berumur panjang lainnya hingga akhir abad ini.

Sebagian besar skenario yang ditawarkan untuk mencapai tujuan ini memerlukan
komitmen global pemenuhan pasokan listrik opsi rendah karbon - seperti nuklir, EBT dan
penangkapan dan penyimpanan karbon(CCS) - agar meningkat dari level saat ini sebesar
30% mencapai 80% pada tahun 2050, dengan pendekatanpengurangan penggunaan bahan
bakar fosil tanpa CCS pada tahun 2100.
Tidak ada solusi tunggal yang dapat dilakukan agar kegitan mitigasi ini menjadi yang
berbiaya paling rendah yang secara ekonomi kompetitif. Program mitigasi ini memerlukan
gabungan dari beberapa metode dan program pendekatan yaitutindakanpengurangan peng-
gunaan energi, mengurangi emisi netto, dekarbonisasi pasokan energi serta meningkatkan pe-
nyerapan karbon di sektor-sektor berbasis lahan pertanian/perkebunan/ kehutanan. Bahkan
laporan IPCC ini mengakui bahwa dengan mengecualikan teknologi mitigasi tertentu - sep-
erti nuklir - dalam teknologi bauran energi yang akan digunakan akan menyebabkan secara
substansial peningkatan biaya mitigasi, serta resiko tidak tercapainya tujuan program miti-
gasi. Dokumen-dokumen IPCC mencatat bahwa hampir semua pilihan energi telah mem-
perhitungkan isu-isu serta resiko-resiko yang muncul sehingga mempengaruhi realisasinya,
termasuk yang terkait dengan persepsi publik. Misalnya isu-isu utama yang disorot untuk
energi nuklir adalah kecemasan yang berfokus pada kesehatan, keselamatan dan proliferasi
senjata nuklir.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 93


DEWAN RISET NASIONAL

4. PENUTUP
Mitigasi dan adaptasi harus sudah dilakukan mulai saat ini, menunda mitigasi tambahan
sampai beberapa tahun ke depan, secara substansial hanya akan meningkatkan hambatan
yang berkaitan dengan membatasi pemanasan global padaakhir abad ke-21 di bawah 2°C.
Secara teknis layak untuk melakukan transisi ke ekonomi energi rendah karbon (CO2) non
Fosil, seperti energi Nuklir dan Terbarukan.Dibandingkan dengan risiko besar akibat damp-
ak “ireversibel” perubahan iklim, nampaknya risiko yang ditimbulkan oleh program mitigasi
akan lebih dapat diterima dan dijalankan dengan baik dan logis, termasuk Indonesia yang
merupakan anggota Negara-negara di dunia. Khususnya dalam menyusun program energi
dan kelistrikan nasional sekarang dan di masa mendatang.
Tanpa upaya mitigasi tambahan di luar yang sudah dilakukan pada saat ini, juga upaya untuk
melakukan proses adaptasi, maka pemanasan global pada akhir abad ke-21 akan menyebab-
kan risiko tinggi berupa dampak global yang parah, luas, dan tidak dapat diubah ke kondisi
semula sebelum pemanasan global terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Laporan Kajian AR5-IPCC, Dewan Nasional Perubahan Iklim, November 2014.
2. Draf Kebijakan Energi Nasional, Dewan Riset Nasional, 2014.
3. RUPTL, PT. PLN Persero, 2013-2022.
4. Outlook Energy BPPT, 2014.
5. The Synthesis Report, IPCC, 2014.
6. Climate Change – The Science, World Nuclear Association, 2014.
7. Energy Nuclear and Climate Change, World Nuclear Association, 2014.

94 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

SOLUSI PERMASALAHAN ASAP


Prof. Dr. Ir. Udiansyah, MS1
1
Anggota Komisi Teknis Pangan dan Pertanian DRN 2012-2014

1. PENDAHULUAN
Festival asap tahunan seperti di Sumatera dan Kalimantan tahun ini telah berlangsung
lama dan pasti akan terus berlangsung di setiap musim kemarau tiba, selama penegakan hu-
kum masih konvensional. Yang dimaksud dalam pengegakan hukum yang masih konven-
sional disini khususnya didalam memperoleh barang bukti.
Apa yang disampaikan Edvin Aldrian dalam Kompas (19/03/14) tidak terbantahkan.
Adalah benar bahwa pembakaran untuk kegiatan pembukaan lahan sangat mahal. Banyak
aktivitas sosial ekonomi terhenti gara-gara terganggu akibat asap dan api dari kebakarannya
dapat merusak dan menghancurkan sarana dan prasarana. Semua itu mengakibatkan keru-
gian yang sangat besar.
Berapa kali penerbangan ditunda bahkan dibatalkan bahkan bandara ditutup? Berapa
banyak penumpang yang stress menunggu terlalu lama? Berapa banyak penumpang menge-
luarkan biaya ekstra akibat tinggal lebih lama? Belum lagi juga dihitung, berapa banyak flora
dan fauna yang mati? Pasti ada flora yang berguna sebagai bahan obat-obatan dan fauna
yang berfungsi sebagai pengurai untuk kesuburan tanah dan lain-lain. Berapa banyak infra
struktur yang rusak, misalkan pipa distribusi PDAM. Pipa diameter 500 mm di beberapa titik
dan pipa diameter 10 inchi sepanjang 850 meter kepunyaan PDAM Intan Banjar Kaliman-
tan Selatan, terbakar. Akibatnya, supply air minum terganggu. Berapa ton karbondioksida
diproduksi akibat kebakaran lahan tersebut? Hanya mengalikan dengan harga karbondiosida
per ton, baik pada harga pasar voluntary maupun pasar mandatory akan dapat diketahui
kerugian secara finansial dari segi emisi karbon. Terakhir, berapa banyak dan lama sekolah
ditutup akibat asap yang sangat pekat dan terserang penyakit gangguan pernafasan.
Mazhab ekonomi yang memperhitungkan dampak yang ditimbulkan sebagai biaya
dikenal dengan ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan atau ekonomi hijau. Berapa jum-
lah orang yang terserang penyakit saluran pernapasan. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk
mengobati penyakit tersebut. Biaya tersebut sesungguhnya harus diperhitungkan sebagai bi-
aya.
Namun sayang, mahzab ini kurang disenangi oleh pemburu rente. Teori awalnya pem-
buru rente ini merupakan bagaimana seseorang pengusaha menghindari persaingan secara
terbuka dan adil melalui lisensi dan katabelece khusus dari pihak berwenang untuk menda-
patkan fasilitas tertentu. Kondisi ini nampaknya bergeser, seiring dengan era transparansi
dan akuntabilitas sekarang ini.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 95


DEWAN RISET NASIONAL

Sekarang ini fasilitas itu diarahkan pada tidak mengusut secara serius kasus pelangga-
ran lingkungan yang dilakukan oleh seseorang. Salah satunya bagi yang membakar lahan.
Sudah barang tentu secara ekonomi mereka lebih untung dibandingkan orang yang secara
benar mengolahkan lahan atau tanpa membakar.
Sebagian besar masyarakat lebih suka menerapkan ekonomi hitam. Serba instan dan ce-
pat saji. Unsur biaya ditekan seminimum mungkin, bagimanapun caranya. Termasuk mem-
buka lahan dengan cara membakar. Masa bodoh dengan penderitaan orang lain. Kerugian
masyarakat yang disebut di atas tadi sama sekali tidak dibayar oleh pembakar lahan, tetapi
ditanggung oleh masyarakat sendiri.
Juga adalah benar bahwa tidak sulit melacak di lahan siapa awal penyebab kebakaran
lahan tersebut. Yang sulit adalah, membuktikan apakah benar pemilik lahan merupakan
pelaku atau aktor intelektual pembakaran lahan tersebut?
Lantaran sulitnya membuktikan pembakaran lahan ini, maka hanya sedikit yang bisa
dijerat hukum dan itupun belum menyentuh aktor intelektualnya. Selama aktornya tidak
pernah tersentuh, selama itu pula asap akan selalu menggantang.
2. HASIL PENELITIAN
Aktor intelektual pembakaran lahan telah memperhitungkan secara matang agar mere-
ka terlepas dari jerat hukum. Oleh karena itu penegakan hukum yang konvensional akan
mendapat kesulitan, khususnya mendapatkan barang bukti.
Beberapa modus operandi yang dilakukan mereka agar dapat terhindar dari jerat UU,
berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan. Hal ini perlu dikemukakan supaya para
ahli hukum dapat membuat formulasi untuk dapat menjerat perusak lingkungan tersebut.
Pertama, membakar hari jumat sore. Hari sabtu dan minggu merupakan hari libur.
Umumnya karyawan pada pulang kampung. Ketika lahan dibakar dan api tidak terkenda-
likan, maka aktor intelektual dapat membuat alibi. Bagaimana bisa membakar sementara
tidak ada orang yang berada di areal tersebut.
Kedua, membakar dengan menggunakan informasi ramalan cuaca. Aktor sangat mem-
perhatikan kondisi cuaca dan tingkat kekeringan bahan bakar, berupa rumput dan semak
yang ada di areal. Jika, bahan bakar kering dan akan terjadi hujan secara alami pada waktu
tertentu. Maka pembakaran dilakukan sekitar 12 - 24 jam sebelum waktu diramalkan terjadi
hujan. Ketika ramalan cuaca meleset, api tidak bisa dikendalikan, maka bencana kebakaran
lahan tidak bisa dihindari. Sama dengan modus pertama, sang aktor intelektual hampir tidak
bisa tersentuh.
Ketiga, membakar dengan metode jaring laba-laba. Metode ini bertujuan agar pemba-
karan secara cepat. Pelaku menyusun bahan-bahan mudah terbakar yang menyerupai sarang
laba-laba. Pembakaran dimulai di pusat areal lahan dan dilaksanakan seperti modus oper-
andi pertama.
96 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

Metode pembakaran sangat konvensional, yaitu mereka menggunakan obat nyamuk


yang dinyalakan. Di pusat obat nyamuk ditaruh korek api dan bahan bakar minyak yang
mudah terbakar. setelah meletakkan bahan-bahan tersebut, semua karyawan meninggalkan
areal.
Beberapa jam kemudian, ketika api sampai pada pusat obat nyamuk. Api obat ny-
amuk menyalakan korek api yang dengan serta merta menyambar bahan bakar minyak. Pada
giliranya, kebakaran lahan dengan cepat terjadi.
Terakhir, membakar dengan metode kontrak kepada pihak ketiga. Aktor (pemilik)
dalam pembersihan lahan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. Dalam kesepakatan
kerjasama tersebut aktor dan pihak ketiga seolah-olah sepakat dengan beberapa hal. Di anta-
ra kesepakatan mereka, yaitu: metode pembersihan lahan secara mekanis, waktu pelaksan-
aan, alat-alat berat yang dipergunakan, dan sistem pembayaran.
Ketika api tidak terkendalikan seperti musibah sekarang ini yang terjadi di Suamtera
dan Kalimantan si aktor sangat sulit dijerat. Mereka beralasan, kenapa kami harus memba-
kar, kami sudah membayar uang muka kepada pihak ketiga, dengan menunjukkan kwitansi
dan kontrak tersebut. Tidak jarang pihak ketiga membawa alat berat ke lokasi sebagai bukti
ingin memulai pekerjaan.
Keempat modus operandi di atas merupakan satu kesatuan yang utuh. Modus ini ter-
bukti ampuh. Sangat tidak jarang, aktor intelektual pembakar lahan ini bebas dari jerat hu-
kum.
Untuk mengatasi masalah asap ini, penegakan hukum setaraf dengan pemberantasan
korupsi, badan super body seperti KPK sangat diperlukan. Jika, komitmen Presiden SBY un-
tuk mengurangi emisi hingga 26% secara mandiri pada tahun 2020 tidak dianggap hanya se-
bagai celotehan belaka. Misalnya, ada kewenangan penyadapan telepon bagi pemilik HGU
perkebunan dan pemilik lahan yang terbakar.
Penegak hukum-pun selayaknya diberi bekal tentang pengetahuan kebakaran hutan dan
dampak lingkungannya. Hanya penegak hukum yang mempunyai pengetahuan mendalam
tentang kebakaran lahan dan dampaknya yang akan dapat mengungkap dan menjerat sang
aktor intelektual.
Selain hal di atas, mengingat kebakaran lahan terjadi biasanya terjadi pada areal yang
sama, maka strategi yang terfokus pada kawasan admintrasi tertentu dalam upaya pencega-
han kebakaran lahan harus dilakukan. Fakta menunjukkan bahwa 52 persen total peringatan
titik api berada di Provinsi Riau, dan berada di empat kabupaten, yaitu: Bengkalis, Rokan
Hilir, Pelalawan, dan Siak.
Dengan demikian sumberdaya dapat terfokus dan investigasi hukum bisa menjadi efek-
tif dan efektif dan efesien. Arealnyapun difokuskan pada areal bergambut, karena 75% per-
ingatan titik api di areal bergambut.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 97


DEWAN RISET NASIONAL

98 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PERLU TEROBOSAN KEBIJAKAN UNTUK PENCAPAIAN


TARGET PEMAKAIAN BAHAN BAKAR NABATI
Dr. Agus Nurrohim1,2
Asisten Komisi Teknis Energi DRN 2012-2014
1

Peneliti Bidang Energi dan Lingkungan BPPT


2

ABSTRAK
Dalam rentang waktu 2003 - 2013, konsumsi gasoline dan minyak solar meningkat
dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,9% per tahun atau meningkat dari 38,6 juta kL
(2003) menjadi 68,6 juta kL (2013). Sampai dengan tahun 2025, dalam kondisi Busines as
Usual konsumsinya diproyeksikan akan meningkat menjadi 56,6 juta kL (gasolin) dan 50,9
juta kL (minyak solar). Dengan mandatori sebesar 15% bioetanol dan 20% biodisel sebagai
campuran pada gasolin dan minyak solar, maka pada tahun 2025 akan diperlukan bioetanol
sebesar 8,5 juta kL bioetanol dan 10,2 juta kL biodisel. Melihat perkembangan pemanfaatan
biofuel yang masih lambat, diperlikan terobosan kebijakan terkait dengan diversifikasi bahan
baku, pengembangan teknologi proses produksi, harga dan insentif guna mempercepat pen-
capaian target. Diversifkasi bahan baku, dilakukan dengan pemanfaatan sumber bahan baku
non pangan disamping pemanfataan bahan baku pangan seperti saat ini. Pengembangan
teknologi proses produksi, selain menggunakan teknologi kegerasi satu, perlu disiapkan peng-
gunaan teknologi proses produksi biofuel generasi kedua.

1. PENDAHULUAN
Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri volumenya terus meningkat seja-
lan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Pada tahun 2013, kebutuhan
BBM di Indonesia tercatat sebesar 77,72 juta kilo liter (89% berupa gasolin dan minyak solar
atau Avionic Diesel Oil (ADO). Mengingat terbatasnya produksi dalam negeri, maka untuk
mencukupi kekurangannya harus dipenuhi dari impor. Pada tahun 2013 impor gasolin dan
minyak solar mencapai 31,68 juta kL atau sekitar 40,8% dari total kebutuhannya. Volume
impor gasolin dan minyak solar Indonesia tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada
tahun-tahun mendatang. Salah satu langkah untuk mengantisipasi tingginya peningkatan
permintaan gasolin dan minyak solar adalah mempercepat penggunaan Bahan Bakar Nabati
(BBN). Meskipun penggunaan BBN telah dilakukan, namun belum mencapai target seba-
gaimana ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan untuk bioetanol yang sempat berjalan selama
4 tahun, mulai tahun 2010 sudah tidak ada lagi.
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai substitusi penggunaan BBM di Indo-
nesia dalam bentuk bauran energi telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 79 tahun
2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan
bahwa peranan BBN dalam bauran energi nasional diharapkan mencapai 4,7% pada tahun
2025 dan 7,9% pada tahun 2050.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 99
DEWAN RISET NASIONAL

Sebenarnya pemanfaatan BBN telah ada sejak diterbitkan Inpres No. 1 tahun 2006
tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar
Lain, yang menginstruksikan kepada beberapa menteri, gubernur, bupati dan walikota untuk
mengambil langkah-langkah guna melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Selain itu, secara operasional tel-
ah diterbitkan Keputusan Menteri ESDM No. 32 tahun 2008 tentang kewajiban minimal
pemakaian bahan bakar nabati (BBN). Dalam Kepmen ESDM ini diatur tentang kewajiban
(mandatory) pemakaian BBN dalam penggunaan bahan bakar di Indonesia yang mulai ber-
laku secara efektif pada tanggal 1 Februari 2009 dan secara bertahap akan meningkat sampai
dengan tahun 2025. Namun realisasinya, dari pemanfaatan BBN yang telah ditetapkan hanya
sebagian biodisel yang bisa diterapkan, bahkan untuk bioetanol yang seharusnya 5%-10%
dicampur pada gasoline belum terealisasi.
Pelaksanaan Kepmen ESDM No. 32 tahun 2008 tersebut mengandung banyak konsek-
uensi yang harus diantisipasi, antara lain:
• Aspek produksi BBN secara berkesinambungan dalam jumlah yang terus meningkat dari
waktu ke waktu.
• Aspek pemenuhan kebutuhan BBN tanpa mengganggu pasokan kebutuhan di sektor pangan.
Mengingat bahan baku yang banyak dipakai untuk memproduksi BBN juga menjadi sumber
bahan baku pangan.

2. KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN MINYAK SOLAR DAN GASO-


LINE
Dalam sekitar 10 tahun terakhir dari 2003 sampai dengan 2013, penggunaan minyak solar
dan gasolin meningkat dari 38,6 juta kL (2003) menjadi 68,6 juta kL (2013) atau meningkat
dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,9% per tahun. Jika dilihat pangsanya, pemaka-
ian gasolin dan minyak solar pada tahun 2013 mencapai sekitar 89% dari total penggunaan
BBM dalam negeri. Minyak solar dan gasolin tersebut diperoleh dari produksi kilang minyak
dalam negeri dan dari impor. Karena impor minyak solar dan gasolin mencapai sekitar 41%,
menyebabkan sangat bergantung pada harga minyak dunia, dimana dengan meningkatnya
harga minyak dunia diperkirakan akan semakin meningkatkan harga minyak solar dan gaso-
lin dalam negeri atau memperbesar subsidi. Sebagai gambaran, perkembangan penggunaan
serta harga minyak solar dan gasolin dalam 10 tahun terakhir dapat diuraikan sebagai berikut.

2.1. Kebutuhan Gasolin dan Minyak Solar


Minyak solar dan gasolin merupakan BBM yang utamanya diperuntukkan untuk sektor trans-
portasi. Tetapi dalam kenyataannya minyak solar banyak pula yang dipergunakan di sektor
industri, pembangkit listrik, sektor pertambangan dan sektor konstruksi. Sementara, untuk
100 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

gasolin selain digunakan di sektor transportasi sebagian kecil juga dipakai di sektor pertanian.
Sesuai dengan perkembangan penduduk, kebutuhan minyak solar dan gasolin untuk sektor
transportasi, industri, pembangkit listrik, komersial dan sektor lainnya dari tahun ke tahun
semakin meningkat seperti diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Gasolin dan Minyak Solar Menurut Sektor Tahun 2003 - 2013.

Sumber: Diolah dari data Pusdatin ESDM.

Selama sepuluh tahun terakhir (2003 – 2013) total kebutuhan minyak solar dan gasolin
meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 5,9 persen per tahun, sehingga total kebu-
tuhan atau penggunaan minyak solar dan gasolin tersebut meningkat lebih dari 1,5 kali lipat
selama periode tersebut. Sesuai dengan peruntukkannya, sekitar 73,7% dari minyak solar dan
gasolin dipergunakan untuk sektor transportasi. Selain pangsa pemakaiannya yang terbesar,
kebutuhan minyak solar dan gasolin di sektor transportasi juga mengalami pertumbuhan pal-
ing pesat yaitu sebesar 7,9% per tahun.
Jika dilihat lebih detail, konsumsi minyak solar di sektor taransportasi (2003 - 2013)
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,3% per tahun, dengan pangsa pada tahun 2013
sebesar 54,9% (20,9 juta kL) dari total konsumsi minyak solar (38,1 juta kL). Sementara
untuk gasoline, dalam rentang waktu tersebut mengalami kenaikan rata-rata sebesar 7,61%
per tahun, dengan konsumsi pada tahun 2013 sebesar 29,6 juta kL atau sebesar 97% dari
konsumsi gasolin nasional (30,5 juta kL). Tiga persen gasolin dipakai oleh sektor pertanian
yang digunakan untuk konsumsi peralatan-peralatan pertanian. Sementara untuk pemakaian
minyak solar, selain transportasi, dalam jumlah yang relatif besar yaitu sekitar 17,3% (tahun
2013) dikonsumsi oleh sektor industri, 16,5% dikonsumsi oleh pembangkit listrik, dan sekitar
11% sisanya dikonsumsi oleh sektor komersial dan sektor lainnya. Selain sektor transportasi,
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 101
DEWAN RISET NASIONAL

pemakaian minyak solar pada tahun 2003 – 2013 mengalami pertumbuhan yang cukup ren-
dah yaitu berkisar antara 1,4% – 2,3% per tahun.
Tingginya peningkatan penggunaan minyak solar dan gasolin pada sektor transpor-
tasi, selain disebabkan tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan, juga dikarenakan belum
adanya energi alternatif yang dapat menggantikan peran gasolin dan minyak solar.

2.2. Penyediaan Gasolin dan Minyak Solar


Penyediaan gasolin dan minyak solar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri diper-
oleh selain dari hasil pengilangan minyak di dalam negeri juga dari impor. Adanya impor gas-
olin dan minyak solar tersebut menunjukkan ketidakmampuan kilang minyak dalam negeri
untuk memenuhi seluruh kebutuhan gasolin dan minyak solar dalam negeri. Perkembangan
besarnya produksi gasolin dan minyak solar baik yang diproduksi dari kilang dalam negeri
maupun yang diimpor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi dan Impor Gasolin dan Minyak Solar 2003-2013

Sumber: Pusdatin ESDM

Tabel 2 memperlihatkan perkembangan penyediaan gasolin yang terdiri atas produksi


dan impor dari tahun 2003 sampai dengan 2013 mengalami kenaikan dengan laju pertum-
buhan rata-rata sekitar 10% per tahun. Meskipun pada tahun 2003 kebutuhan gasolin masih
bias dipenuhi oleh produksi dalam negeri, pesatnya perkembangan permintaan gasolin di satu
pihak dan penurunan produksi di lain pihak (menurun 0,23% per tahun) telah menyebabkan

102 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

tingginya impor gasoline. Terhitung mulai 2004 sampai dengan 2013 peningkatan impor men-
ingkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 42 persen per tahun. Semakin meningkatnya
pangsa impor dan semakin menurunnya pangsa produksi kilang dalam negeri tersebut ke-
mungkinan disebabkan oleh semakin terbatasnya cadangan minyak Indonesia sebagai bahan
baku kilang kemampuan produksi yang menurun seiring dengan usia kilang yang telah tua.
Sementara untuk minyak solar, meskipun produksinya meningkat dengan laju pertumbuhan
rata-rata 2,7% per tahun, karena total suplai juga mengalami kenaikan (2,35% per tahun),
maka untuk memenuhi suplainya masih harus mengimpor dengan laju pertumbuhan sebesar
2% per tahun.
3. PERKIRAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKAR NABATI SAMPAI 2025
3.1. Perkiraan Permintaan Kebutuhan Gasolin dan Minyak Solar
Karena biodiesel dan bioetanol merupakan campuran dari minyak solar dan gasolin,
sebelum menentukan kebutuhan biodisel dan bioetanol terlebih dahulu harus dihitung be-
sarnya kebutuhan gasolin dan minyak solar.
Permintaan kebutuhan energi dihitung dari perkalian antara “aktifitas” masing-masing
sektor dengan “intensitas energi”. Aktifitas sektor dibedakan atas dua pendekatan, yaitu pen-
dekatan jumlah alat dan pendekatan pertumbuhan PDRB. Aktifitas sektor rumah tangga,
transportasi, pertanian didasarkan atas jumlah alat, sedangkan aktifitas sektor industri, kom-
ersial didasarkan atas pertumbuhan PDRB.
Dalam perhitungan proyeksi, pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) di-
hitung dari pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada asumsi yang digunakan dalam Mas-
ter Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pertumbuhan jumlah pen-
duduk dan keluarga, jumlah anggota per keluarga menggunakan asumsi yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik. Jumlah kendaraan dihitung berdasarkan trend pendapatan per kapita
dan kepemilikan kendaraan per seribu penduduk. Intensitas energi digunakan angka dalam
beberapa studi yang pernah dilakukan, seperti outlook energi indonesia BPPT dan kajian
penurunan elastisitas BPPT. Berdasarkan beberapa parameter dan variabel tersebut, maka
diperoleh proyeksi kebutuhan gasolin dan minyak solar seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Proyeksi Permintaan Gasolin dan Minyak Solar sampai dengan 2025

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 103


DEWAN RISET NASIONAL

Berdasarkan tabel terlihat bahwa permintaan kebutuhan gasolin dan minyak solar
antara tahun 2015 sampai dengan tahun 2025 akan meningkat dengan laju pertumbuhan
rata-rata sebesar 4,19% per tahun. Meskipun di awal tahun proyeksi (2015) permintaan gaso-
lin lebih rendah dari minyak solar, pada tahun 2025 permintaan gasolin akan lebih tinggi
dari permintaan minyak solar, dengan pertumbuhan rata-rata 5,27% per tahun. Sementara
minyak solar hanya mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,11%
per tahun. Lebih rendahnya permintaan minyak solar dimasa mendatang disebabkan oleh
adanya diversifikasi pemakaian bahan bakar di industri dan substitusi PLTD dengan sumber
energi lain. Sementara untuk gasolin yang hampir semuanya dikonsumsi oleh sector trans-
portasi, khususnya kendaraan bermotor dan belum adanya energi pengganti yang kompetitif
menyebabkan permintannya di masa mendatang masih tinggi.
3.2. Perkembangan Pemakaian Bahan Bakar Nabati.
Kondisi Pemakaian Bahan Bakar Nabati Saat ini
Guna mempercepat penggunaan bioetahnol dan biodiesel sebagai campuran dalam
gasolin dan minyak solar, pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No. 32 tahun 2008
telah menetapkan besar campuran sebagai mandatori, seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.
Dalam Permen tersebut, pemerintah telah menetapkan pemakaian campuran bioetanol dan
biodiesel dengan besar campuran antara 0,1% sampai dengan 5%.
Tabel 4. Permen ESDM No. 32/2008 Tentang Mandatori Penggunaan Bioetanol dan Biodisel

Meskipun pemakaian bioetanol dan biodiesel telah ditetapkan sebagai mandatori, na-
mun dalam realisasinya masih belum dipenuhi sepenuhnya. Bahkan untuk bioetanol yang
sempat ada sejak tahun 2007, pada tahun 2010 bioetanol sudah tidak lagi dipakai dalam
campuran gasolin. Berbeda dengan bioetanol, biodiesel yang telah dipakai sejak tahun 2005
dan mulai agak besar dipakai mulai tahun 2009 (119,9 ribu kL), meningkat tajam menjadi
820 ribu kL pada tahun 2013 atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 61% per ta-
hun. Perkembangan pemakaian bioetanol dan biodiesel 2006 – 2013 ditunjukkan seperti pada
Tabel 5.

104 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Tabel 5. Perkembangan konsumsi bioetahnol dan biodisel 2006-2013

Perkiraan Permintaan Pemakaian Bahan Bakar Nabati sampai dengan 2025


Mengacu pada kondisi saat ini dan adanya mandatori, maka permintaan kebutuhan
bioetanol dan biodiesel antara tahun 2015 sampai dengan 2025 akan terjadi sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 6. Jika kondisi saat ini berlanjut sampai dengan tahun 2025 atau
disebut kondisi Bussines as Usual (BAU), yaitu campuran biodiesel hanya mampu dilakukan
sebesar 7% dan campuran bioetanol dalam campuran gasolin tetap tidak ada, maka hanya
terjadi permintaan biodiesel saja. Permintaan biodiesel (bahan bakar nabatinya saja) akan
meningkat dari 2,8 juta kL pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 3,8 juta kL pada tahun
2025 atau meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,11% per tahun. Namun
jika pencampuran bioetanol dan biodiesel bisa diterapkan sesuai mandatory, maka akan ter-
jadi total permintaan sebesar 4,5 juta kL (2015) dan 18,7 juta kL (2025) atau meningkat den-
gan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 15,24% per tahun. Bioetanol, meskipun jumlah per-
mintaanya lebih kacil dari biodiesel, tetapi akan mengalami pertumbuhan permintaan lebih
tinggi dibanding pertumbuhan permintaan biodiesel, yaitu sebesar 16,79% per tahun (1,8 juta
kL pada 2015 dan 8,5 juta kL pada 2025). Sementara untuk Biodisel akan mengalami per-
mintaan dari 2,7 juta kL (2015) dan meningkat menjadi 10,2 juta kL (2025) atau mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 14,1% per tahun. Tingginya permintaan bioetanol disebabkan
adanya permintaan gasolin yang tinggi pada sektor transportasi.
Tabel 6. Perkiraan Permintaan Kebutuhan Bioetahnol dan Biodisel 2015-2025

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 105


DEWAN RISET NASIONAL

4. DUKUNGAN RISET DAN TEKNOLOGI


Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa target yang ditetapkan dalam mandatori pen-
campuran bioetanol dan biodiesel dalam gasolin dan minyak solar, sampai dengan saat ini
masih jauh berada dibawah angka yang ditetapkan. Dalam rangka mengatisipasi permasala-
han yang timbul dari sisi kesiapan teknologi, ada beberapa hal yang terkait dengan kegiatan
riset dan penelitian pengembangan teknologi yang harus diselesaikan. Beberapa hal tersebut
tersebut antara lain terkait dengan aspek:
1. Kebijakan:
a). Security of supply dari feedstock (kebijakan DMO untuk CPO), masalah keseimbangan anta-
ra kebutuhan pangan dan energi, dll.
b). Kebijakan tentang penggunaan BBN dan aspek lain yang terkait, antara lain tentang harga
jual (pricing) dan hal-hal yang terkait.
c). Penggunaan plant besar dan kecil serta kaitannya pada penggunaan teknologi yang di-
hasilkan dari dalam negeri.

2. Teknologi:
a). Peningkatan produksi feedstock dalam rangka menjamin ketersediaan bahan dasar, budi-
daya tanam dan tataniaganya, dll.
b). Tinjauan terhadap teknologi produksi baik dari generasi I maupun antisipasi untuk BBN
generasi II, baik untuk biodiesel maupun bioetanol.
c). Standardisasi BBN dan masalah yang tekait yang harus segera disepakati dan diselesaikan.

3. Sosial, ekonomi dan kemasyarakatan.


a). Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari adanya kebijakan penggunaan BBN

Perspektif ke Depan
Jika dicermati, dalam memenuhi kebutuhan bioetanol dan biodisel saat ini masih ber-
gantung pada bahan pangan atau sering disebut dengan teknologi BBN Generasi 1. Bioetanol
generasi 1 dibuat dari bahan mentah bahan berpati dan bergula. Sementara, Biodiesel generasi
1 adalah ester metil/etil asam-asam lemak (FAME/FAEE); dibuat dari minyak-lemak yang
kebanyakan juga dipakai sebagai minyak-lemak pangan. Diketahui juga bahwa pangan dan
energi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai “barang habis” oleh setiap orang. Jadi,
jika BBN ini dibiarkan dibuat berbasis bahan pangan, maka akan terjadi persaingan fron-
tal penyediaan pangan dengan penyediaan energi. Mempertimbangkan fakta-fakta tersebut,
akan sangat baik jika bisa memanfaatkan bahan limbah sisa produksi/sisa pengilangan, sep-
106 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

erti jerami, kayu, tandan kosong sawit, tongkol & batang jagung, bagas tebu, dan sejenisnya
yang biasanya dibuang bisa dimanfaatkan. Sehingga persaingan antara pangan dan energi
bisa dihindari bahkan akan bisa saling mendukung.
Jika kita membudidayakan tumbuhan apapun, termasuk tanaman pangan (untuk
menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dsb.), bahan yang diproduksi terbesar oleh tanaman
sebenarnya adalah sisa produksi yang mengandung banyak lignoselulosa. Lignoselulosa itulah
yang sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku BBN yang disebut sebagai BBN gen-
erasi 2.
Teknologi BBN Generasi 2 adalah teknologi yang mampu memproduksi BBN biodiesel atau
bioetanol dari bahan lignoselulosa. Bahan Lignoselulosa terdiri atas 3 komponen penyusun
utama, yaitu selulosa (30 – 50 %-berat), hemiselulosa (15 – 35 %-berat), dan lignin (13 – 30
%-berat). Selulosa adalah karbohidrat (non pangan) yang merupakan polimer dari glukosa.
Hemiselulosa adalah karbohidrat yang merupakan heteropolimer dari pentosa, terutama xilo-
sa, dan sedikit heksosa (seperti glukosa). Lignin adalah bahan non karbohidrat yang berupa
polimer kompleks 3-dimensi berbasis fenilpropan.

5. PENUTUP
Di satu sisi, kebutuhan BBM khususnya gasolin dan minyak solar diproyeksikan akan
terus meningkat. Tetapi di sisi lain, produksi BBM di dalam negeri relatif konstan dan cend-
erung menurun. Ada bebarapa cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang
terus meningkat tersebut, yaitu dengan melakukan impor atau melakukan substitusi bahan
bakar dengan bahan bakar alternatif, yang salah satunya adalah Bahan Bakar Nabati (BBN).
Ada beberapa teknologi yang bisa dipakai untuk memproduksi BBN (Bioetanol dan
Biodisel), yaitu teknologi produksi BBN generasi pertama yang bahan bakunya dari bahan ber-
pati dan bergula serta asam lemak yang biasa dipakai sebagai bahan baku kebutuhan pangan.
Selain itu, BBN juga bisa dihasilkan dari bahan limbah sisa produksi/sisa pengilangan yang
mengandung lignoselulosa.
Diperlukan terobosan kebijakan terkait security of supply dari feedstock, harga jual, dan
kebijakan penggunaan teknologi, dan riset yang tepat untuk mendukung tercapainya target
bauran energi yang telah ditetapkan tanpa mengorbankan kebutuhan pangan.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 107


DEWAN RISET NASIONAL

DAFTAR PUSTAKA
1. Agus N., Potensi Konservasi Energi Sektor Transportasi di Indonesia, Prosiding Seminar
dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2012, BPPT, Jakarta, 2013.
2. BPS, Statistik Indonesia 2014, Badan Pusat Statistik, Jakarta, Mei 2014.
3. B2TE, Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2013, Balai Besar Teknologi Energi
– BPPT, Jakarta, Desember 2013
4. Evita HL., Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008 dan Kebijakan Penggunaan
BBN di Indonesia, Lokakarya Optimalisasi Permen ESDM No. 32/2008 tentang Kewajiban
Pemakaian Bahan Bakar Nabati, Dewan Riset Nasional, Jakarta, 1 – 2 Desember 2008,
5. Kementerian Perhubungan, Statistik Perhubungan 2013, Buku 1, Jakarta, Mei 2014.
6. PTPSE, Outlook Energi Indonesia 2013, Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya
Energi - BPPT, Jakarta, 2013.
7. Pusdatin, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2013, Pusdatin,
ESDM, Jakarta 2014.
8. SEI, Long-range Energy Alternatives Planning System (LEAP) User Guide, Stockholm
Environment Institute, Boston, March 2006.
9. Tatang HS., Teknologi BBN Generasi Dua dan Prospeknya di Indonesia, Lokakarya Op-
timalisasi Permen ESDM No. 32/2008 tentang Kewajiban Pemakaian Bahan Bakar Nabati,
Dewan Riset Nasional, Jakarta, 1 – 2 Desember 2008.
10. ---, Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

108 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN DI LAHAN


RAWA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PANGAN
NASIONAL
Prof. Dr. Ir. Siti Herlinda, M.Si1,2
1
Guru Besar Universitas Sriwijaya
Anggota Komisi Teknis Pangan & Pertanian DRN 2012-2014
2

Email: sitiherlinda@unsri.ac.id, sitiherlinda@drn.go.id

ABSTRAK
Lahan rawa merupakan lahan rawa lebak, gambut/organik, pasang surut. Tulisan ini
bertujuan untuk menguraikan potensi pengembangan pertanian di lahan rawa untuk menin-
gkatkan produksi pangan nasional. Di lahan rawa dapat dikembangkan berbagai komoditas
pertanian, mulai dari tanaman pangan, palawija, hortikultura, ikan, dan ternak. Tanaman
pangan yang umumnya dikembangkan di lahan rawa adalah tanaman padi. Tanaman padi di
rawa lebak umumnya masih sekali setahun (IP 100), sedangkan di rawa pasang surut petani
sudah dapat bertanam dua kali setahun (IP 200). Di pasang surut cara tanamnya berbeda
dengan di sawah lebak. Di sawah lebak sistemnya tanam pindah, sedangkan di pasang surut
sudah menggunakan tanam benih tebar langsung (Tabela). Varietas yang digunakan juga
berbeda. Varietas yang ditanam di sawah lebak memiliki jumlah anakannya lebih banyak,
sedangkan varietas yang digunakan di pasang surut umumnya varietas yang sedikit anakan-
nya karena jarak tanam Tabela sifatnya rapat. Di rawa lebak dalam umumnya dilakukan
budidaya ikan rawa atau kerbau rawa. Pengembangan perikanan rawa masih menggunakan
metode tradisional dengan menggunakan sistem beje. Pola pemeliharaan kerbau rawa yang
masih masih sangat tradisional. Pakan kerbau masih tergantung dengan pakan yang tersedia
di alam. Pada umumnya peternak masih menggunakan tumbuhan liar di rawa sebagai pakan
kerbau. Pertanian terpadu yang dapat dikembangkan di lahan basah adalah aktivitas yang
memanfaatkan tanaman, ternak, dan ikan secara bersamaan pada suatu lahan dengan hara-
pan dapat saling memanfaatkan satu sama lainnya.

1. PENDAHULUAN
Lahan rawa merupakan lahan rawa lebak, gambut/organik, pasang surut. Indonesia
memiliki daratan seluas 188,20 juta ha, yang terdiri atas 144 juta ha lahan kering dan 44,20
juta ha lahan basah (Hidayat dan Mulyani 2002; Abdurachman et al. 2007). Dari luas total
daratan tersebut, yang sesuai untuk pertanian sekitar 94,07 juta ha (BBSDLP 2008). Lahan
tersebut berada pada kawasan rawa 7,88 juta ha, yang meliputi 4,06 juta ha untuk tanaman
semusim dan 3,82 juta ha untuk tanaman tahunan yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan
(Abdurachman et al. 2007).

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 109


DEWAN RISET NASIONAL

Lahan rawa merupakan lahan suboptimal yang saat ini menjadi tumpuan harapan dan
andalan ke depan dengan semakin terbatasnya lahan optimal. Lahan rawa berpotensi un-
tuk pengembangan pertanian terpadu, budidaya tanaman sagu dan sorgum, tanaman pangan
dan palawija yang adaptif, tanaman hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan budi-
daya dan perikanan laut, dan wisata air. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan potensi
pengembangan pertanian di lahan rawa untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

2. PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN PALAWIJA YANG


ADAPTIF
Rawa lebak pematang atau dangkal di Sumatera Selatan banyak dimanfaatkan untuk
budidaya padi, namun penanaman sebagian besar masih sekali setahun (IP 100). Padi di-
tanam mulai bulan April atau pada musim kemarau dan panen bulan Agustus, pada musim
hujan lahan tergenang dan jarang ditanami. Hasil penelitian Saleh dan Irsan (2013) menun-
jukkan bahwa di sentra sawah lebak Pemulutan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan berpotensi untuk
tanam dua kali setahun. Syaratnya tanam pertama harus lebih awal dimulai, misalnya pada
Bulan Maret, sedangkan tanam kedua dimulai pada Bulan Juli dengan pemilihan varietas
genjah yang berumur 3 bulan, misalnya ciherang dan situbagendit. Noor (2007) menyata-
kan di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan sawah lebak pematang telah ditanam dua kali
setahun (IP 200). Tanam padi pertama disebut padi surung (umur 180 hari) dimulai saat
kemarau/menjelang musim hujan (September atau Oktober) dan panen pada bulan April.
Tanam padi kedua disebut padi rintak (110-115 hari) yang dimulai pada musim kemarau,
bulan April. Varietas yang sering ditanam sebagai padi surung di desa Sungai Bahalang, Ka-
bupaten Tapin, Kalimantan Selatan adalah IR-42 dan Ciherang. Padi ditanam dengan cara
tabela (tanam benih langsung) (Noor, 2007).
Di lebak pematang Sumatera Selatan juga sering ditanam tanaman sayuran dan pangan
lainnya. Tanaman tersebut ditanam menggunakan sistem surjan (di atas tembokan atau
gundukan tanah yang ditinggikan). Tanaman sayuran yang umum dibudiyakan, antara lain
kankung darat, cabai, kacang-kacangan, terung, tomat, dan congkediro (tomat ranti). Tana-
man pangan lainnya yang umumnya ditanam di lebak pematang adalah talas atau keladi,
jagung, semangka, labu parang (labu kuning), blewa (timun suri), ubi jalar, dan ubi kayu.
Di lebak tengahan Sumatera Selatan, tanaman padi yang dibudidayakan umumnya
dimulai pada musim kemarau, pada Bulan April atau Mei dan panen pada Bulan Juli atau
Agustus. Varietas padi yang banyak digunakan petani lebak tengahan ini, antara lain IR64,
ciherang dan situbagendit. Di lebak tengahan masih memungkinkan budidaya tanaman lain-
nya termasuk sayuran atau palawija dengan sistem surjan atau tembokan.
Di rawa pasang surut, umumnya petani sudah melakukan penanam padi dua kali se-
tahun (IP 200). Di pasang surut cara tanamnya berbeda dengan di sawah lebak. Di sawah
lebak sistemnya tanam pindah, sedangkan di pasang surut sudah menggunakan tanam benih
110 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

tebar langsung (Tabela). Varietas yang digunakan juga berbeda. Varietas yang ditanam di
sawah lebak memiliki jumlah anakannya lebih banyak, sedangkan varietas yang digunakan di
pasang surut umumnya varietas yang sedikit anakannya karena jarak tanam Tabela sifatnya
rapat.
Sagu merupakan tanaman yang tahan terhadap rendaman dan tanah asam (Venita
2011), untuk itu budidaya sagu pada lahan gambut sangat mungkin dilakukan. Sagu yang
dapat tumbuh di lahan gambut memiliki ciri khas pati berwarna putih hingga merah muda
dan repu berwarna krem hingga coklat (Rahayu et al. 2013). Di daerah pasang surut, sagu
umumnya tumbuh secara alami dan belum dibudidayakan masyarakat. Budidaya sagu sudah
seharusnya dimulai dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan.

3. PENGEMBANGAN KERBAU RAWA


Kerbau rawa umumnya dibudidayakan di lebak dalam. Hal ini disebabkan kerbau rawa
selalu butuh air untuk berkubang dan berendam. Kadang atau kalang kerbau rawa dapat
terbuat dari kayu-kayu gelam yang dirangkai menjadi lantai dan dinding kandang, sedangkan
atap berasal dari daun serdang (Gambar 1). Ukuran kandang disesuaikan dengan jumlah ker-
bau yang menempatinya, luasan kandang berkisar 2 m2 per ekor kerbau. Kerbau betina yang
sedang bunting biasanya kandangnya dipisahkan dari kerbau lainnya supaya kerbau bunting
tersebut tidak terganggu oleh kerbau lainnya.
Kerbau rawa biasanya tinggal di kandangnya di malam hari. Kerbau keluar dari kan-
dang saat fajar pada saat matahari mulai terbit dan akan kembali ke kandangnya menjelang
senja atau mendekati magrib. Kerbau bergerombol berenang di sekitar kandangnya mencari
tumbuhan air sebagai pakannya. Di Sumatera Selatan, pola pemeliharaan kerbau rawa yang
masih masih sangat tradisional. Pakan kerbau masih tergantung dengan pakan yang tersedia
di alam. Pada umumnya peternak masih menggunakan tumbuhan liar di rawa sebagai pakan
kerbau. Perlu penyuluhan dan pembimbingan bagi peternak kerbau dalam mengembangkan
dan memanfaatkan pakan buatan, seperti yang telah dilakukan oleh peternak di Bali.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 111


DEWAN RISET NASIONAL

Gambar 1. Kandang atau kalang kerbau rawa di Sumatera Selatan


Sumber: https://www.google.com/#q=”kerbau+rawa+sumatera+selatan

4. PENGEMBANGAN PERIKANAN RAWA


Pengembangan perikanan rawa masih menggunakan metode tradisional dengan meng-
gunakan sistem beje. Gumiri et al. (2007) memberikan batasan bahwa sistem beje merupa-
kan alat tangkap ikan atau kolam yang secara alami ada atau sengaja dibuat di daerah rawa
lebak atau limpasan banjir (floodplain). Beje dibuat berbentuk empat persegi panjang yang
dilakukan petani pada musim kemarau sehingga saat musim pasang, air limpasan pasang
yang membawa ikan sehingga terkumpul di dalam beje tadi. Pemanenan ikan dilakukan
saat musim kemarau atau air surut sehingga memudahkan dalam memanen ikan di dalam
beje yang surut tadi.
Gumiri et al. (2007) mengelompokkan beje menjadi tiga macam. Pertama berupa sebuah
danau atau kolam yang terbentuk dari cekungan rawa atau lebak lebung. Beje ini biasanya
terkenang cukup lama dapat beberapa bulan, namun pada musim kemarau air mengering
sehingga di hamparan tersebut menjadi tempat berkumpulnya ikan. Beje jenis ini biasanya
dilelang dan bila tidak dilelang oleh pemerintah daerah setempat biasanya bisa dilakukan
panen bebas oleh siapa saja. Beje jenis kedua terbuat dari aliran anak sungai yang terben-
tuk secara alami dan biasanya dimiliki oleh masyarakat tertentu. Pada saat air pasang atau
musim hujan biasanya ikan berkembang biak, sedangkan pada musim kemarau ikan-ikan
tersebut akan mencari air yang lebih dalam di muara mulut sungai. Beje jenis ketiga merupa-
kan saluran yang digali di tengah hamparan sawah dengan ukuran panjang 40 m, lebar 2 m,
dan dalam 1,5 m. Di sepanjang parit tersebut pemilik beje biasanya membuat lagi beberapa
kolam-kolam dengan ukuran sekitar 10 m2. Pada parit dan kolam-kolam tersebut biasanya
petani memasukkan ranting-ranting dan batang-batang kayu sebagai tempat persembuyian
ikan dan tempat bertelur ikan.
112 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

Spesies ikan rawa telah banyak dapat diidentifikasi dan diinventaris oleh peneliti-pe-
neliti bidang perikanan. Noor (2007) melaporkan ada sekitar 100 spesies ikan rawa yang
ditemukan di Indonesia. Ikan-ikan tersebut dapat dikelompokkan sebagai ikan putih dan
ikan hitam. Ikan putih adalah ikan yang berwarna terang yang merupakan ikan yang berasal
dari sungai. Ikan-ikan ini bermigrasi dari sungai menuju rawa lebak saat air sungai pasang.
Ikan hitam merupakan ikan yang berwarna gelap dan berasal dari asli rawa lebak. Ikan hitam
contohnya, antara lain betok, sepat siam, dan gabus, sedangkan ikan putih, misalnya lampan,
seluang, dan ikan betina.

5. PENGEMBANGAN PERTANIAN YANG TERPADU


Pertanian terpadu yang dapat dikembangkan di lahan basah adalah aktivitas yang me-
manfaatkan tanaman, ternak, dan ikan secara bersamaan pada suatu lahan dengan harapan
dapat saling memanfaatkan satu sama lainnya. Di lahan rawa Sumatera Selatan saat ini, ban-
yak petani yang membudidayakan ikan patin, ikan lele yang dipadukan dengan memelihara
itik pegagan. Dedak bekas limbah tanaman padi dimanfaatkan untuk pakan itik dan ikan.
Sebaliknya kotoran itik dan ternak lainnya dimanfaatkan untuk bahan pupuk kandang tana-
man padi. Sisa-sisa limbah ikan dapat juga dimanfaatkan untuk pakan itik pegagan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Mulyani, dan Irawan. 2007. Sumber daya lahan untuk kedelai
di Indonesia, hlm. 168-184. Dalam Sumarno et al. (Eds.): Kedelai, Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.
BBSDLP (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian).
2008. Policy Brief. Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal
Pertanian. BBSDLP, Bogor.
Gumini, S., Ardionor, T. Buchar, Anitae. 2007. Beje: Alat tangkap dan tempat penang-
kapan ikan di daerah rawa gambut Kalimantan. Journal of Tropical Fisheries 2 (1):182-187.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Buku Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Pe-
nelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 246.
Noor, M. 2007. Rawa Lebak: Ekologi, Pemanfaatan, dan Pengembangannya. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 274.
Rahayu Y, Fitmawati, Herman. 2013. Analisis keanekaragaman sagu (Metroxylon sagu
Rottb.) pada tiga tipe habitat di Pulau Padang Kepulauan Meranti. Biosaintifika. 5(1):16-24.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 113


DEWAN RISET NASIONAL

Saleh, E., & C. Irsan. 2013. Pengelolaan Air Lahan Sawah Rawa Lebak Untuk Menin-
gkatkan Produksi Tanaman Pangan. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian, Universitas
Sriwijaya.
Venita Y. 2011. Konservasi Daerah Aliran Sungai Dengan Meneanam Karet, Kelapa
Sawit, dan Sagu di Kabupaten Kampar Dan Siak Yang Mendukung Pengembangan Pertanian
Berkelanjutan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup, hal. 118-120.

114 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PROSPEK PENGEMBANGAN JAMUR TIRAM UNTUK


PANGAN DAN PANGAN FUNGSIONAL
Prof. Dr. Suyanto Pawiroharsono, DEA1
1
Staf Profesional Dewan Riset Nasional
Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung BPPT II Lantai 16, Jalan M.H. Thamrin 8, Jakarta 13040
Telp./Faks. 021-3169513/ 021-3169510
E-mail: suyanto.pawiroharsono@bppt.go.id

ABSTRAK
Jamur tiram adalah salah satu jamur konsumsi yang dalam 2 dekade belakangan ini berkem-
bang pesat baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional. Di Indonesia, pertum-
buhan produksinya meningkat paling tinggi yaitu 7,2% per tahun, sehingga jumlah produksi
jamur tiram saat ini menempati diurutan kedua setelah jamur merang (Volvariella volvaceae).
Jamur tiram yang paling banyak diproduksi adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus),
dan terutama digunakan sebagai jamur pangan yang bergizi tinggi. Kandungan protein jamur
tiram sekitar 30 %, dan kaya akan vitamin, mineral dan serat. Kandungan kalorinya relatif
rendah (367 kalori/ 100 gram), dan tidak mengandung kolesterol, sehingga cocok untuk diet
kelompok obesitas dan penderita teknanan darah tinggi. Kondisi geografis dan lingkungan
di Indonesia merupakan faktor pendukung penting untuk pengembangan jamur tiram, seh-
ingga jamur tiram dapat berkembang dengan cepat dan diharapkan dapat memberikan kon-
tribusi untuk meningkatkan ketahanan pangan. Selain itu jamur tiram juga kaya senyawa
aktif yang bermanfaat untuk kesehatan. Senyawa aktif ini terutama terdapat pada senyawa
karbohidrat khususnya seyawa glukan ( - dan -D glukan). Senyawa ini banyak diklaim
sebagai senyawa yang berperan meningkatkan imunitas tubuh, yang berpotensi aktif sebagai
anti-bakteri, anti-virus dan anti-tumor. Sejalan dengan makin berkembangnya kegiatan riset
jamur tiram, senyawa ini diklaim juga sebagai anti-inflamasi, analgesik, dan sebagainya. Se-
mua data tersebut mengkonfirmasikan bahwa jamur ini berpotensi dikembangkan menjadi
pangan fungsional.
Kata kunci: jamur tiram, pangan, protein, pangan fungsional, glukan

ABSTRACT
Oyster mushroom is one of edible mushroom, which is in the last two decades, develop rapidly in
the international level as well as in the national level. In Indonesia, their increase of production
growth is highest, namely 7,2% per annum, therefore, the production quantity of oyster mushroom
is now on the second rank after straw mushroom (Volvariella volvaceae). The main production of
oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is the white strain of oyster mushroom, which is principally
used as high nutrition food stuff. The content of protein is around 30%, and rich in vitamins as well
as minerals. Their calorie content is relatively low (367 calorie/ 100 gram), and it is not contain-
ing cholesterol, and accordingly it’s is suitable for people suffering obesity and high blood pressure.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 115
DEWAN RISET NASIONAL

The geography condition and environment of Indonesia are imporant supporting factors for the
development of oyster mushroom, therefore, its rapidly develop, and hopefully can contribute to
increase food security in Indonesia. In addition, oyster mushroom is also rich in active substances,
which are useful for health. The active substances are mainly found in carbohydrate compounds,
in particularly glucans ( - and -D glucan). The compounds are principally claimed to increase
on the body immunity, which are potentially active as anti-bacteria, anti-virus and anti-tumor. In
line with the development of research activities on oyster mushroom, the glucans are also claimed
as anti-inflammation, analgesic, etc. The all data confirm that oyster mushroom is potential to be
developed as functional food.
Keywords: oyster mushroom, food, protein, functional food, glucan

1. PENDAHULUAN
Jamur adalah mahluk hidup/ organisme yang termasuk dalam kerajaan (Kingdom)
Fungi. Fungi dicirikan sebagai organisme eukariotik, umumnya berkembang biak secara
aseksual dan bersifat heterotrof. Jamur yang sering disebut juga kapang atau cendawan,
dicirikan sebagai organisme yang menghasilkan tubuh buah yang kenyal dan spora untuk
perkembangbiakannya. Tubuh buah jamur juga sangat sederhana, dimana belum memiliki
organ-organ akar, batang, daun, bunga, biji dan belum menghasilkan khlorofil sebagaimana
pada tanaman, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya jamur bersifat saprofit yaitu
mendapatkan nutrien dari bahan organik organisme yang telah mati, membusuk atau men-
galami pelapukan. Tubuh buah jamur berupa thalus yang bersifat multiseluler (bersel ban-
yak) dan dinding selnya tersusun atas berbagai senyawa yang kaya khitin.
Pleurotus sp adalah salah satu jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota den-
gan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk seten-
gah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung, dan karena bentuk
inilah maka disebut jamur tiram. Jamur tiram mempunyai berbagai jenis species, antara lain
P. ostreatus, P. pulmonarius, P. florida, P. eous, P. eryngii, P. sajor-caju dan P. geesteranus, dan
P. ostreatus adalah yang paling banyak dibudidayakan.
Sebagai jamur pangan, jamur tiram mengandung zat gizi yang cukup lengkap yaitu
protein, karbohidrat, dan mineral (besi, kalsium), serta vitamin yaitu vitamin B1, vitamin B2,
dan vitamin C. Disamping itu kandungan polisakarida pada jamur dalam hal ini –glucan
dan ikatan protein tertentu telah terbukti dapat meningkatkan kesehatan manusia antara lain
untuk anti-kolesterol, anti hipertensi, anti kanker, anti virus , anti diabetes, meningkatkan
stamina dan kebugaran tubuh. Oleh karena itu, jamur tiram dapat berperan sebagai jamur
pangan (edible mushroom) dan jamur kesehatan (medicinal mushroom). Tingginya manfaat
jamur ini, maka sejak tahun 1960-an jamur tiram mulai dikembangkan di Indonesia dan terus
meningkat hingga saat ini.

116 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Jamur untuk kesehatan sudah lama digunakan negara yang terkenal dalam sejarah
pemanfaatan jamur yakni China, Korea, dan Jepang. Di China, pemanfaatan jamur secara
tradisional diawali justru digunakan untuk obat herbal yang terkenal dengan nama Sheng
Nong pada 300 tahun sebelum Masei. Kemudian ditemukan obat herbal Ben Cao Gang Mu
yang dokumentasikan oleh Dinasti Li Shi-Zhen tahun 1578 (Yang, 2005). Hasil riset men-
unjukkan bahwa senyawa polisakharida jamur berperan pada berbagai metabolism dalam
tubuh, yaitu: (i) meningkatkan imunitas, khususnya peningkatan aktivitas sel-sel darah putih
limfosit, (ii) meningkatkan daya-tahan tubuh, (iii) menstimulasi fungsi fagositosit sel-sel da-
rah putih terhadap sel-sel pathogen dan abnormal, (iv) melindungi sel dari senyawa radikal
bebas, (v) menurunkan kholesterol, lemak dalam darah dan menurunkan tekanan darah, dan
(vi) dalam tubuh bersifat antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan virus dan bakteri
(Zhang, 2005).

2. PROSPEK PENGEMBANGAN PRODUKSI JAMUR PANGAN


Berbagai jenis jamur telah diidentifikasi sebagai jamur pangan atau jamur konsumsi
(edible mushroom), dan menyebutkan bahwa sekitar 600 jenis jamur dinyatakan dapat dikon-
sumsi. Dari 600 jenis tersebut, lebih dari 300 jenis telah dikonsumsi manusia dan 100 jenis
diantaranya telah dicoba untuk dibudidayakan. Namun demikian, hanya 30 jenis jamur yang
telah berhasil dibudidayakan, dan hanya 11 jenis species saja yang dapat dibudidayakan se-
cara industri massal (Vostrovsky dan Jablonska, 2007).
Di Indonesia terdapat 5 jenis jamur yang telah secara massal adalah: (i) jamur merang
(Volvariella volvaceae), (ii) jamur tiram atau hiratke Pleurotus ostreatus), (iii) Jamur payung
atau shiitake (Lentinus edodes), (iv) jamur kuping yang dibedakan 3 species, yaitu jamur
kuping putih (Tremella fuciformis), jamur kuping hitam (Auricularia polytricha) dan jamur
kuping merah (Auricularia auricula-judae), dan (v) jamur kancing atau champignon yang
dibedakan 4 species, yaitu Agaricus bisporus, Agaricus campestris, Agaricus rodmani dan
Agaricus bitorquis (Widyastuti, 2009). Salah satu species dari jamur-jamur tersebut adalah
jamur tiram atau hiratke (Pleurotus sp.) yang di Indonesia produksinya tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan jamur lainnya (lihat Gambar 1).
Di Indonesia, produksi jamur secara komersial relatif belum lama, bahkan produksi
jamur baru terdata di Biro Pusat Statistik mulai tahun 2003, yang tercatat sebesar 31.233
ton (Setyawati, 2012). Meskipun demikian, pertumbuhan produksi jamur konsumsi di Indo-
nesia cukup pesat. Selama periode 2001-2005 tingkat pertumbuhan produksi jamur pangan
sebesar 6,6 %. Lebih jauh dari itu, dikatakan bahwa produksi jamur di Indonesia akan terus
meningkat, mengingat bahwa prospek pasar domestik dan pasar ekspor masih terbuka lebar
(Widyastuti, 2009).
Prospek perkembangan jamur pangan di Indonesia cukup menggembirakan karena ja-
mur makin digemari oleh masyarakat dan dapat sebagai salah satu jenis komoditas sayuran
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 117
DEWAN RISET NASIONAL

ekspor yang masih besar peluanggnya. Budidaya jamur pangan di Indonesia telah tersebar
di 17 propinsi, dan budidaya jamur pangan yang terbesar terdapat di 4 provinsi Jawa Barat,
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta. Peningkatan konsumsi jamur yang terus men-
ingkat juga sejalan dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran jamur sebagai ma-
kanan yang kaya gizi, enak rasanya dan menyehatkan.
Di Indonesia, pertumbuhan produksi jamur tiram juga terus meningkat dengan pertum-
buhan antara 5,2 % per tahun, dimana produksi jamur tiram menempati ranking ke 2 setelah
jamur merang (Volvariella volvaceae). Dengan asumsi kenaikan tersebut maka kalau jumlah
produksi jamur di Indonesia dari tahun 2007 mencapai 24.631 ton dan pada tahun 2011 men-
capai 32.925 ton (Widyastuti, 2009). Namun berdasarkan data terbaru, ternyata pertumbu-
han produksi jamur tiram jauh lebih tinggi yaitu mencapai 7,4 % per tahun, sehingga produksi
jamur tiram pada tahun 2010 telah mencapai 61.376 ton (Setyawati, 2012).
Perkembangan pesat budidaya jamur pangan dan khususnya jamur tiram di Indonesia
ditunjang oleh: (i) iklim Indonesia yang panas (tropis) dengan suhu rata-rata 24-32o C, (ii)
udara yang lembab merupakan faktor yang cocok untuk pertumbuhan jamur (RH sekitar
80%), (iii) tersedianya bahan baku untuk substrat pertumbuhan jamur, dan (iv) permintaan
pasar yang terus meningkat baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun untuk kebu-
tuhan ekspor.
Di tingkat internasional, jumlah total produksi jamur sebesar 3,42 juta ton, dimana
China adalah produsen yang paling besar yaitu 48% dari seluruh produksi dunia, kemudian
Uni Eropa dan Amerika Serikat, masing menempati urutan ke 2 dan ke 3. Negara lain yang
termasuk 5 besar adalah Canada dan Jepang (McCarty, dkk., 2010). Indonesia belum ter-
masuk 5 besar sebagai produsen jamur, dan sementara ini Indonesia berada pada peringkat ke
13 dengan jumlah produksi 48,247 juta ton per tahun (Wakchaure, 2011). Indonesia juga dis-
ebutkan sebagai produsen jamur yang tumbuh cepat, sehingga Indonesia ke depan diprediksi
dapat termasuk produsen jamur yang besar. Di sisi lain, Indonesia telah menempati ranking
ke 3 sebagai pengekstor jamur, yaitu sekitar 4% dari total ekspor jamur dunia. Jumlah keselu-
ruhan ekspor jamur kaleng di pasaran dunia mencapai 0,46 juta ton, dimana 87 % di pasok
oleh China (McCarty, dkk., 2010). Sementara ini, ekspor jamur dari Indonesia ke Amerikan
Serikat berjumlah 12,775 ton per tahun, yaitu dalam bentuk olahan jamur kaleng. Dengan
demikian, ekspor jamur dari Indonesia masih terus dapat ditingkatkan jumlahnya.
Produksi jamur tiram di tingkat internasional pada tahun 1999 menempati ranking ke 3
setelah jamur kancing atau champignon (Agaricus sp) dan jamur shiitake (Lentinus sp) den-
gan produksi 876 ribu ton atau sekitar 14,2% ( Chang, 1999). Namun produksi jamur tiram
tumbuh lebih cepat, sehingga produksi jamur tiram naik dan menempati ranking kedua
dengan jumlah sekitar 25 % dari seluruh produksi dunia. China merupakan produsen jamur
tiram yang paling dominan diproduksi (dari 11 jenis jamur yang diproduksi secara komersial),
yaitu sebesar 2.488.000 ton atau sekitar 26,6 % dari seluruh jamur yang diproduksi di China

118 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

(Vostrovsky dan Jablonska, 2007).

Gambar 1: Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)


Sumber: (Ibrahim, 2012).

3. JAMUR TIRAM SEBAGAI SUMBER PANGAN


Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (zat
gizi), senyawa aktif dan energi dalam rangka melaksanakan aktivitas fisiologisnya. Jamur
tiram merupakan salah satu komoditas pangan yang mempunyai berbagai keunggulan, ka-
rena: (i) bergizi tinggi, (ii) dapat dibudidayakan atau diproduksi pada lahan yang sempit, (iii)
dibudidayakan pada kondisi ruangan (kumbung) yang lebih terkendali yang tidak tergantung
musim, dan (iv) menggunakan media tanam dari limbah berbasis selulose dan lignin (kayu,
jerami, dan lain-lain) sehingga bersifat ramah lingkungan.
Analisis proksimat kandungan gizi jamur tiram untuk 100 gram (berdasar berat kering)
adalah sebagai berikut: 367 kalori, 10,5-30,4 % protein, 56,6 % karbohidrat, 1,7-2,2 % lemak,
0,20 mg thiamin, 4,7-4,9 mg riboflavin, 77,2 mg niacin, 314,0 mg kalsium, dan 7,4- 24,6 %
serat (Wikipedia, 2014).
Kandungan gizi jamur tiram telah diteliti baik di luar negeri maupun di Indonesia.
Analisa proksimat 3 jenis strain jamur tiram yaitu jamur tiram putih, tiram abu-abu dan ti-
ram coklat yang dibandingkan dengan jamur shiitake (Lentinus edodes) terlihat pada Tabel 1
(Widyastuti, 2009). Tabel 1 menunjukkan bahwa jamur tiram putih mempunyai kandungan
gizi lebih baik dibandingkan 2 jenis jamur tiram (abu-abu dan coklat) dan jamur shiitake.
Hal ini terutama ditunjukkan oleh data kandungan protein dan serat. Namun demikian, per-
dedaan protein jamur tiram putih dan jamur shiitake hanya berbeda sedikit, yaitu masing
sebesar 3,15 % dan 3,14%. Oleh karena itu, konsumsi jamur tiram putih lebih disarankan
dibandingkan dengan jamur tiram abu-abu dan coklat.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 119


DEWAN RISET NASIONAL

Tabel 1. Kandungan gizi jamur tiram putih , tiram abu-abu, tiram coklat dan jamur shiitake pada susbstrat serbuk
gergaji (sampel 200 gram jamur segar).

No Deskripsi Tiram Tiram Tiram Shii- Unit Metode Analisis


Putih Abu-abu Coklat take (% b/b)
1 Kadar air 89.60 91.46 91.60 88.21 %b/b Gravimetry
2 Protein 3.15 2.57 1.66 3.14 %b/b Kjeldahl
3 Karbohi- 0.63 0.68 2.73 0.47 %b/b Spektro-fotometri
drat
4 Lemak 0.10 0.05 0.07 0.12 %b/b Soxhlet
5 Kadar Abu 0.82 0.68 0.53 0.82 %b/b Gravimetry
6 Serat Kasar 3.44 2.26 - 3.00 %b/b Gravimetry

Sumber: Widyastuti (2009) – dimodifikasi

Kandungan gizi jamur sebagaimana tercantum pada Tabel 1 adalah berdasarkan ana-
lisa berbasis pada berat segar atau berat basah, sedang pada umumnya standar kandungan
gizi disampaikan untuk berat kering. Oleh karena itu, nilai gizi dalam berat kering akan lebih
tinggi dibandingkan dengan berat basah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Ahmed dkk.,
(2013), hasil analisis berbagai jenis jamur tiram yang berbasis pada berat kering, diperoleh
data untuk kandungan protein, karbohidrat (termasuk serat) dan lemak adalah masing-mas-
ing sebesar 28,0 – 31,8 %, 52,8 – 57,2 % dan 3,5 – 4,7 %.
Nilai gizi jamur ternyata juga dipengaruhi oleh substrat yang digunakan. Pada peneli-
tian Yehia (2012), menunjukkan bahwa kombinasi substrat jerami padi dan jerami gandum
dapat meningkatkan kandungan protein hingga 39,1 %. Bila dibandingkan dengan menggu-
nakan substrat yang sama secara terpisah, maka tercatat peningkatan protein tersebut menca-
pai 16,7% dibandingkan dengan substrat jerami gandum dan peningkatan 22,1 % diband-
ingkan dengan substrat jerami padi.

3.1. Kandungan Protein Jamur Tiram


Kandungan protein jamur tiram cukup tinggi, yaitu dapat mencapai 39,1 % per 100
gram berat kering. Kualitas protein jamur tiram cukup bagus, karena lengkap dengan 10 asam
amino esensial, dan juga mengandung 8 asam amino non essential (Yehia, 2012). Analisis
lengkap kandungan asam amino protein jamur tiram tercantum pada Tabel 2.
Berdasarkan analisis kualitas protein berdasarkan nilai / skor tingkat ketercernaan pro-
tein yang dikoreksi dengan asam amino referensi (protein digestibility corrected amino acids
score /PDCAAS), maka protein jamur tiram mempunyai nilai 73,4. Nampaknya kandungan
asam amino sulfurik yang rendah menjadi faktor pembatas terhadap nilai skor. Namun de-
mikian protein jamur tiram mempunyai keunggulan kamdungan asam amino lisin (Dabbour,
dkk., 2002).

120 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Tabel 2. Analisis Protein Jamur Tiram P. Ostreus : 18 Asam Amino

No Asam Amino Essensial Kadar (mg/100 g)


1 Arginin 20,60
2 Histidin 11,60
3 Leusin 37,10
4 Lisin 9,60
5 Fenilalanin 20,10
6 Tirosin 12,40
7 Triptofan 6,90
8 Methionin 2.08
9 Valin 32,30
10 Isoleusin 12,40
11 Alanin 28,40
12 Sistein 3,90
13 Glisin 11,40
14 Prolin 9,20
15 Serin 17,40
16 Aspartic acid 39,40
17 Asam glutamat 69,50
18 Threonin 29,70

Sumber: Yehia, 2012 - dimodifikasi

Selain kandungan protein jamur tiram yang cukup tinggi, protein jamur tiram juga mu-
dah dicerna, sehingga jamur tiram banyak disukai, khususnya kaum vegetarian yang hanya
mengandalkan jamur tiram sebagai salah satu pilihan sebagai sumber protein utama.
3.2. Kandungan Karbohidrat Jamur Tiram
Karbohidrat pada jamur tiram merupakan senyawa komponen yang paling besar, yaitu
lebih besar dari 60 %. Senyawa karbohidrat berupa senyawa polisakarida yang komplek yaitu
dan -glukan, khitin (N-asetil glukosamin), hemiselulosa, mannan, xilan dan galaktan
dan senyawa pektin (Reis, dkk, 2012; Synitsya, dkk., 2009). Senyawa karbohidrat ini termas-
uk di dalamnya adalah serat, namun demikian, serat oleh banyak pakar tidak dimasukkan
senyawa karbohidrat.
Karbohidrat jamur tiram yang dikonsumsi hampir tidak dapat dicernakan pada sistem
pencernaan, karena senyawa karbohidrat ini hampir seluruhnya berupa serat, baik serat yang
larut dan maupun serat tidak larut. Perlu diingat bahwa jamur tiram juga banyak mempu-
nyai ragam strain di dalam satu species, dan ternyata komposisi senyawa karbohidrat yang
terkandung juga bervariasi. Hasil hidrolisa total senyawa karbohidrat jamur tiram menunjuk-
kan bahwa glukosa adalah senyawa yang paling dominan dan terdapat pada semua strain,
yaitu lebih besar dari 80%. Sedang senyawa lainnya hanya terdapat dalam jumlah kecil dan
hanya terdapat pada strain tertentu saja, misalnya galatosa, manosa, xilosa, arabinosa, ribo-

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 121


DEWAN RISET NASIONAL

sa, N-asel glukosamin dan pati atau amilum, (Synitsya, dkk., 2009). Sedang Reis, dkk (2012)
melaporkan bahwa pada jamur tiram juga terdapat senyawa karbohidrat lainya seperti fruk-
tose dan threhalose. Dengan demikian, jamur tiram yang kaya akan karbohidrat, ternyata di
dalam sistem pencernaan lebih memberikan kontribusinya sebagai sumber serat yang ber-
manfaat untuk proses pencernaan, dari pada memberikan kontribusinya sebagai sumber sen-
yawa gula (glukosa, fruktusa) yang dapat absorpsi oleh sistem pencernaan dan dimetabolisir
lebih lanjut.
3.3. Kandungan Lemak Jamur Tiram
Kandungan lemak pada jamur tiram terbilang sangat sedikit yaitu 3,5 – 4,7 %, sehingga
secara umum jamur ini baik untuk diet pada penderita obesitas, hiperlipidemie dan tekanan
darah tinggi. Lemak yang sedikit ini, ternyata sangat kaya akan asam lemak tidak jenuh, yaitu
73% dari seluruh asam lemak yang terdapat pada jamur tiram. Lebih dari itu, 69,4% dari 73%
asam lemak tidak jenuh ini, berupa senyawa asam lemak tidak jenuh jamak (poly unsaturated
fatty acids). Oleh karena itu, lemak jamur tiram dapat mempunyai kontribusi besar untuk
perbaikan sistem peredaran darah dalam tubuh (Reis, dkk., 2012).
Selain itu, jamur tiram juga mengandung senyawa lemak steroida, yaitu dalam bentuk
senyawa ergosterol yaitu senyawa sterol yang juga biasa terdapat pada tanaman, yang jum-
lahnya bervariasi dari 0,07 – 2,6 g/100 gram jamur tiram segar (Haytowitz, 2010). Sen-
yawa ergosterol disebut sebagai pro-vitamin D, yang didalam tubuh akan berubah menjadi
viosterol, dan selanjutnya diubah menjadi ergokalsiferol (vitamin D2). Konsumsi senyawa
ini dapat menurunkan kandungan sterol dalam darah karena ergosterol dapat berkompetisi
dengan kholesterol pada waktu absorpsi pada sistem pencernaan (Pawiroharsono, 2010)
3.4. Kandungan Vitamin Jamur Tiram
Jenis-jenis vitamin yang dibutuhkan untuk tubuh dibedakan dalam 2 kelompok yaitu
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K, dan vitamin-vitamin
yang larut dalam air, yaitu B-komplek dan C. Vitamin B-komplek terdiri dari vitamin-vitamin
B1 (thiamin) , B2 (riboflavin) , B6, B12, niasin, asam folat, biotin dan asam pantothenat.
Jamur tiram cukup banyak mengandung vitamin penting. Vitamin-vitamin yang larut
dalam air khususnya vitamin B-komplek, yang terdiri atas vitamin B1 (thiamin) , B2 (ribofla-
vin) dan niasin, yang masing-masing mengandung 0,20 mg/100 gram, 4,8 mg/100 gram dan
77,2 mg/100gram (Setyawati, 2012). Jamur tiram dilaporkan mengandung sedikit vitamin C
yaitu 1,6 mg/100 gram, sementara itu jamur kancing (Agaricus bisporus) mengandung vita-
min C dapat mencapai 8,6 mg/100 gram (Kutrzman, 2005).
Kandungan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, antara lain provitamin D2 (ergos-
terol) dan E (tokoferol) yang masing-masing mengandung 0,07 – 2,6 g/100 gram (Haytow-
itz, 2010), & 3,72 g/100 gram (Reis, dkk., 2012). Selanjutnya dikatakan bahwa tokoferol
pada jamur tiram tersebut terdiri atas 3 jenis yaitu -, x - dan o-tocopherol, sedang -tokofer-
ol hanya terdapat pada jamur tiram raja (king oyster mushroom) . Senyawa α-tokoferol dinilai
122 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

jenis tokoferol yang paling sesuai dengan kebutuhan nutrisi dalam tubuh sebagai vitamin E
(Pawiroharsono, 2010).
3.5. Kandungan Mineral Jamur Tiram
Mineral adalah salah satu kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi oleh tubuh. Walaupun
jumlahnya relatif kecil, namun perannya sangat besar. Mineral dalam tubuh mempunyai ber-
bagai peran antara lain: (i) sebagai unsur struktur organ tubuh, misalnya Ca (kalsium) dan F
(flour) pada gigi, (ii) unsur komponen pada makromoleku, misalnya Fe (besi) pada haemo-
globin, (iii) unsur penyusun vitamin, misalnya Co (kobalt) pada vitamin B12, (iv) unsur dari
enzim atau biokatalisator / Co-enzim A, misalnya Cu (tembaga) pada enzim Cytochrome
oxidase, (v) unsure dari hormone, misalnya I (yodium) pada hormone tiroida, (vi) unsur kon-
duksi misalnya Na (natrium) untuk impul saraf, dan (vii) menjaga keseimbangan asam-basa
dalam darah, misalnta Cl (klor).
Jamur tiram kaya akan kandungan mineral-mineral penting untuk metabolisme tubuh
manusia. Jenis mineral utama yang kadarnya lebih dari 100 mg/kg adalah Fe (ferrum/ besi),
Ca (kalsium) dan Mg (magnesium) yang kadarnya masing-masing 431 mg/kg, 316 mg/kg
dan 116 mg/kg. Mineral-mineral lainnya yang kadarnya lebih keil dari 100 mg/kg adalah
Na (natrium) , P (fosfor) dan K (kalium), yang kadarnya masing-masing sebesar 49 mg/
kg, 8 mg/kg dan 13 mg/kg. Disamping itu, jamur tiram juga mengandung mineral lainnya
yang jumlahnya sangat kecil yaitu Cu (tembaga, Mn (mangan) dan Zn (seng), yang kadarnya
3,5 /kg, 2,3 /kg dan 12,5 /kg (Ahmed, dkk., 2013). Pada hasil risetnya ditunjukkan
pula bahwa kandungan mineral pada jamur tiram sedikit bervariasi tergantung jenis strain-
nya, walaupun rasio antara mineral yang satu dengan lain mempunyai pola serupa.

4. JAMUR TIRAM SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL


Pengertian, peranan dan terminologi pangan fungsional berkembang dari masa ke
masa. Suatu produk untuk dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional mempunyai pal-
ing tidak 3 persyaratan, yaitu: (i) kaya nutrien, (ii) mengandung senyawa aktif atau molekul-
molekul yang mempunyai aktivitas fisiologis positif tertentu terhadap tubuh, misalnya anti-
kanker, hipokholesteremik, dan (iii) dalam formula yang dapat diterima oleh pasar (Labuza,
2000). Oleh karena itu, formulalasi pangan fungsional dilakukan melalui proses-proses dari
hulu (bahan baku) sampai hilir (produk pangan fungsional) terhadap bahan pangan yang ber-
potensi sebagai sumber nutrisi dan senyawa aktif tersebut.
Pangan fungsional dibedakan dengan neutraseutikal yang didefinisikan sebagai suatu
senyawa essensial yang dapat berupa pangan atau komponen pangan (dapat termasuk atau
bukan termasuk zat gizi), yang mempunyai manfaat untuk kesehatan atau manfaat mencegah
penyakit (Lachance, 2002). Senyawa tersebut dapat pula bersifat sebagai senyawa aktif, dan
untuk memperoleh pemanfaatannya biasanya diformulasikan dalam produk diet suplemen
yang dapat berbentuk pil, kapsul, tablet, tepung ataupun cairan .
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 123
DEWAN RISET NASIONAL

Terminologi pangan fungsional tidak tersebut secara khusus pada UU No. 18 Tahun
2012 (tentang Pangan), tetapi dimasukan pada bagian Pangan Olahan (pasal 1:19; pasal 64).
Sementara itu, definisi pangan fungsional terdapat pada Peraturan Kepala BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan) Nomor: HK.03.1.23.11.11.09909, Tahun 2011, tentang Pen-
gawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, yang disebutkan Pangan Fungsional
adalah Pangan Olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasar-
kan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, terbukti tidak
membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.
Jepang adalah salah satu negara di Asia yang sudah lama mempelopori penggunaan
pangan fungsional dan termasuk negara yang konsumsi pangan fungsionalnya paling tinggi
(25 % dari seluruh pasar dunia). Di Jepang pangan fungsional diatur secara khusus oleh Ke-
menterian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, yang mengeluarkan dan melakukan
regulasi, dimana produk dengan klaim yang telah memenuhi syarat akan mendapatkan label
atau logo FOSHU (Food for Specified Health Use) dan secara otomatis produk tersebut dapat
dipasarkan sebagai pangan fungsional
Berkaitan dengan khasiat kesehatan, berbagai senyawa aktif pada jamur tiram yang
telah diidentifikasi adalah senyawa proteoglikan, alkaloida, triterpenoida, steroida, peptida
dan polisakharida (Yang, 2005). Dari sejumlah senyawa tersebut terdapat 3 senyawa utama
yaitu polisakharida, tritepenoida dan steroida. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai ber-
bagai efek phamarkologis antara lain adalah: (i) immunoregulator, (ii) anti-tumor, (iii) anti-
disrithmik, (iv) ren (ginjal) protektif, (v) liver (hati) protektif, (vi) anti-oksidatif, dan (vii) anti-
kelelahan (Lin, 2009).
Berdasarkan pengertian pangan fungsional tersebut, apakah jamur tiram dapat memen-
uhi berbagai persyaratan dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi makanan fungsional?
Pada awalnya jarum tiram memang hanya dikategorikan sebagai jamur pangan, dan tidak
termasuk dalam golongan jamur yang berkasiat untuk kesehatan (medicinal mushroom). Na-
mun dengan perkembangan riset, para pakar membuktikan bahwa jamur tiram juga banyak
mengandung senyawa aktif yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Oleh karena itu jamur
tiram mempunyai fungsi ganda baik sebagai jamur pangan maupun jamur kesehatan yang
potensiil untuk pangan fungsional.
Berbagai senyawa jamur tiram telah dinyatakan sebagai senyawa aktif antara lain hemi-
selulosa, polisakharida, lipo-polisakharida, peptida, protein, gliko-proteins, nukleosida, triter-
penoid, pati kompleks, lektin dan lemak atau senyawa kompleks lainnya (Patel, et al, 2012).
Di sisi lain, Lin (2009) menunjukkan bahwa senyawa-senyawa aktif jamur tiram mempunyai
berbagai efek farmakologis penting untuk kesehatan tubuh, yaitu: (i) regulasi immunomodu-
lator, (ii) aktivitas anti-tumor, (iii) perlindungan liver, (iv) antioksidan dan (v) aktivitas anti-
penuaan (anti-aging). Diantara sejumlah senyawa aktif tersebut dan sejumlah efek farma-
kologis tersebut yang paling banyak disebut adalah peran senyawa glukan dan keterkaitannya

124 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

dengan fungsinya sebagai imunomodulator.


Peran jamur sebagai imunomodulator bermakna bahwa jamur tiram mengandung sen-
yawa yang dapat meningkatkan daya tahan dalam sistem imunitas dalam tubuh. Oleh karena
itu, konsumsi jamur tiram akan berdampak pada peningkatan tingkat kesehatan tubuh dan
tidak mudah terserang berbagai penyakit khususnya oleh mikroorganisme patogen seperti
bakteri, jamur dan virus. Para pakar banyak menyebutkan effek imunomodulator terutama
terkait dengan senyawa glukan dalam berbagai bentuk struktur kimia yang berbeda yaitu
- - dan -1,3-D-glukan (Gambar 2).
Gambar 2: Struktur kimia - dan -1,3-D-glukan (Nagnani dan Guilliams, 2013).

Mekanisme peningkatan daya tahan tubuh oleh senyawa glukan banyak dikaitkan den-
gan peranan sel darah putih (leukosit), yaitu melalui peningkatan aktivitas fagositosis sel mon-
osit (Paulik, dkk., 1996), meningkatkan sel-sel NK (narural killer cells) limfosit (Nagnani dan
Guilliams, 2013), dan meningkatkan antibodi IgG, IgM dan juga melalui peran glukan seba-
gai reseptor sel-sel darah putih khususnya monosit dan granulosit (Roupes, dkk, 2012). Mela-
lui peran imunomodulator inilah jamur tiram dapat dikembangkan menjadi produk pangan
yang potensiil terutama untuk anti-tumor dan anti-kanker (Zeng, dkk., 2013; Shlyakkovenko,
dkk. 2006).
Disamping itu glukan juga banyak diklaim sebagai prebiotik (Synistya, dkk., 2009),
anti-mikroba dan antioksidan (Adebayo, dkk., 2012), anti-hiperglisemik, dan anti-hiper-
lipidemie serta meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes (Agrawal, dkk., 2010), dan
antinosiseptif dan analgesik terhadap rasa sakit (Wang, dkk., 2013).
Peningkatan immunomodulator juga ditunjukkan oleh ekstrak DNA jamur tiram yang
diberikan pada tikus yang terinduksi sel kanker. Dalam hal ini ekstrak DNA berperan men-
ingkatkan aktivitas sitotiksik sel-sel NK limfosit, sehingga dapat memperpanjang umur tikus
(Shlyakkovenko, dkk, 2006)
Selain glukan, jamur tiram juga masih banyak mengandung senyawa aktif yang ber-
manfaat untuk kesehatan, misalnya serat sebagai anti-kanker usus besar (ABC, 1997), khi-
tin dan kitosan dan derivatnya untuk pencegahan penyakit persendian tulang osteo-arthritis
(Kurtzman, 2005), sebagai asam lemak tidak jenuh untuk penurunan tekanan darah tinggi,
dan ergosterol yang berperan menurunkan kandungan kolesterol dalam darah (Pawirohar-
sono, 2010).
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 125
DEWAN RISET NASIONAL

5. PROSES PRODUKSI PANGAN FUNGSIONAL


Pengembangan produk jenis pangan yang baru dan termasuk juga pangan fungsional
ataupun pangan kesehatan adalah merupakan proses yang berbasis pada pangan tradisional
ataupun berbasis pada cara pengobatan tradisional, sebagaimana telah ditunjukkan di Jepang
dan China.
Selanjutnya dengan mempertimbangkan potensi jamur tiram yang selain kaya protein
dan juga kaya senyawa aktif, maka muncullah berbagai ide untuk mengembangkan jamur
tiram sebagai pangan fungsional. Sebagaimana tersebut di atas bahwa 2 kriteria utama suatu
pangan fungsional yaitu (i) kaya nutrien khususnya protein, dan (ii) mengandung senyawa
aktif atau molekul-molekul yang mempunyai aktivitas fisiologis positif tertentu terhadap tu-
buh, Oleh karena itu, jamur tiram dinilai sangat tepat untuk dikembangkan menjadi pangan
fungsional.
Setelah mengetahui potensi pengembangan jamur tiram untuk pangan fungsional, maka
perlu dilakukan analisa kelayakan dan penelitian yang mencakup rencana produksi agar da-
pat dipasarkan, yaitu antara lain mencakup: (i) Produk (kualitas, klaim dan dosis), (ii) Pro-
mosi (misalnya: media on-line, media audio-visual, pameran), (iii) Target pasar (anak-anak,
orang dewasa, atau penderita penyakkit tertentu), (iv) harga produk, dan (v) kajian atau riset
yang diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan produk (misalnya metoda budidaya,
metoda ekstraksi, bentuk dan jenis formula, dan bahan tambahan pangan yang diperlukan).
Selanjutnya untuk dapat memenuhi kriteria ke 3 pangan fungsional bahwa pangan fung-
sional harus diformulasikan dalam bentuk produk pangan yang dapat diterima oleh pasar,
maka jamur tiram perlu diproses atau diolah dan difabrikasi dengan cara yang benar dan baku
dalam industri proses pengolahan pangan fungsional. Proses-proses baku tersebut mencakup
proses hulu (produksi bahan baku) sampai hilir (pengemasan dan distribusi), yang sekurang-
kurangnya terdiri atas: (i) budidaya jamur (pemilihan strain jamur, kondisi optimal budidaya
jamur, umur pemanenan) (ii) bahan baku / jamur (cara pemanenan, kualitas jamur), (iii)
proses pasca panen (perlakuan, proses, formulasi, uji kualitas, pengemasan dan pengepakan).
Pengembangan industri tradisional ke arah industri maju dan sekaligus untuk mening-
katkan daya saing di era globalisasi, perlu juga mengacu undang-undang internasional (Labu-
za, 2000; Suharto, dkk., 2000), seperti GMP (Good Manufacturing Practice), HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Points), dan ISO (The International Standardization Organization) 9.000
series, termasuk codex alimentous baik di tingkat regional maupun di tingkat global.

126 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

6. PENUTUP
Jamur tiram di dalam nomeklatur pangan dimasukkan dalam produk dari tanaman
hortikultura yang dikelompokkan pada kelompok sayuran. Meskipun demikian, tidak seba-
gaimana produk sayuran lainnya, jamur ini mempunyai keistimewaan sebagai sayuran sum-
ber protein dan kaya asam lemak tidak jenuh. Selain itu, kandungan karbohidrat yang ham-
pir tidak tercerna, khususnya glukan, justru berperan sebagai senyawa aktif. Oleh karena itu
jamur tiram sangat potensiil untuk dikembangkan sebagai bahan pangan dan pangan fung-
sional.
Kondisi geografis dan sumber daya alam Indonesia sebagai negara tropis, yang kaya
limbah kayu dan jerami merupakan faktor dominan yang penting untuk pengembangan ja-
mur tiram. Jamur ini yang akan akan protein, tidak saja digunakan untuk pemenuhan kebutu-
han pangan dalam negeri, tetapi juga berpotensi besar sebagai komoditas ekspor. Dukungan
riset dan kebijakan kiranya menjadi faktor penting dalam peningkatan produksi dan pengem-
bangan produk yang pangsa pasarnya masih tinggi, baik sebagai komoditas pangan maupun
sebagai produk pangan fungsional yang bermanfaat untuk mendukung kesehata, perekono-
mian masyarakat dan devisa negara.

DAFTAR PUSTAKA
1. ABC NEWS.1997. Fiber’s Role in Colon Cancer. 19 Nopember 1997
2. Adebayo, E. A, Oloke, J. K, Ayandele, A. A and Adegunlola, C.O. 2012. Phytochemical,
antioxidant and antimicrobial assay of mushroom metabolite from Pleurotus pulmonarius
–LAU 09 (JF736658). J. Microbiol. Biotech. Res., 2012, 2 (2):366-374
3. Agrawal,R.P., Chopra, A., Lavekar, G.S., Padhi, M.M. Srikanth, N. , Ota, S., dan Jain, S.
2010. Effect of oyster mushroom on glycemia, lipid profile and quality of life in type 2 dia-
betic patients. Australian Journal of Medical Herbalism 2010 22(2): 50 – 54.
4. Dabbour, IR dan Takruri HR. 2002. Protein digestibility using corrected amino acid score
method (PDCAAS) of four types of mushrooms grown in Jordan. Journal of Plant Food Hu-
man Nutrition, 57 (1), 13-24.
5. Haytowitz, D.B. 2010. Vitamin D in Mushroom. Beltsville Human Nutrition Research
Center, USDA.
6. Ibrahim, H. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jendral
Hortikultura TA 2012. Direktorat Jendral Hortikultura, Kementan.
7. Kepala BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2011. Nomor: HK.03.1.23.11.11.09909.
Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. BPOM, 2011.
8. Kurtzman, R.H.Jr. 2005. Mushroom fo Modern Western Modern. Micologia Aplicada
International, 17 (2), 21-33.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 127
DEWAN RISET NASIONAL

9. Labusa, T.P. 2000. Functional Foods and Dietary Supplements: Products Safety, Good
Manufacturing Practise Regulation and Stability Testing. Di dalam Schmidl, M.K. and Labu-
za, T.P, Essentials of Functional Foods. An Aspen Publication, Gaithersburg, Maryland,
hal 15 – 19.
10. Lachance, P.A. 2000. Food Fortification with Vitamin and Mineral Neutraceuticals. Di
dalam Schmidl, M.K. and Labuza, T.P, Essentials of Functional Foods. An Aspen Publica-
tion, Gaithersburg, Maryland, hal 293.
11. Lin, Z.B. 2009. Overview: the Pharmacological Effects and Theurapic Application of Me-
dicinal Mushroom. Makalah disampaikan pada ASEAN – China Workshop on Medicinal
Mushroom, 7-11 Desember 2009, Jogjakarta.
12. McCarty, T.P., Boone, P. dan Coleman, J. 2010. Mushroom, Industri, Trade and Sum-
mary. Office of Industries Mushrooms Publication ITS-07, June 2010, Control No. 2010002.
13. Nagnani, R. dan Guilliams, T.G. 2013. The Use of Mushroom-Derived Dietery Supple-
ment as Immunomodulating Agents: An Overview of Evidence-Based Clinical Trial and the
Mechanisms and Actions of Mushroom Constituents. Technical Report of The Point Insti-
tute, Stevens Point , Wisconsin.
14. Pate, Y., Nararian, R. dan Singh, V.K. 2012. Medicinal Properties of Pleurotus Species
(Oyster Mushroom): A Review. World Journal of Fungal and Plant Biology 3 (1): 01-12,
2012.
15. Paulik, S. Svrcek, Mojzisová, J., Durove, A., Benísek, Z., dan Húsha, M. 1996. The Im-
munomodulator Effect of the Soluble Glucan (Pleurotus ostreanus) on delayed Hypersensiv-
ity and Phagicytic Ability of Blood Leucocytes in Mice. Zentralbl. Veterinarmed B. 1996
May 43 (3): 129-135.
16. Pawiroharsono, S. Prospective of Tempe (Fermented Soybean) for Vegetarian Diets. 39th
World Vegetarian Congress - Indonesian Vegetarian Union, October 1-6, 2010, Jakarta.
17. Reis, F.S, Barros, L., Martins, A., Ferreira, I. 2012. Chemical composition and nutritional
value of the most widely appreciated cultivated mushrooms: an inter-species comparative
study. J. Food and Chemical Toxicology, 2012.
18. Roupes, P, Margaretta, C., Taylor, P., Krause, D. dan Noskes, M. 2012. Mushroom and
Health 2012. Pre-Clinical and Clinical Health Substantions. CSIRO Food and Nutrition Sci-
ence, Australia.
19. Setyawati, T. 2012. Analisis Biaya dan Pendapatan Industri Benih (Bag Log) Jamur Tiram
(Pleurotus astreatus Strain Florida) di Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur.
20. Shlyakkovenko, V, Kosak, V. Dan Olishevsky, S. 2006. Application of DNA from Mush-
room Pleurotus ostreatus for Cancer Biotherapy: A Pilot Study. Experimental Oncology, 28,

128 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2, 132-135.
21. Suharto, I, Dermawi, A., Miryanti, Y.A., Kristijarti, A.P. Strategies and Model of Man-
agement of Technology on the Role of Soybean and Its Products Diversification in Indonesia.
Proceedings The Third International Soybean Processing and Utilization Conference, Octo-
ber 15-20, 2000, Tsukuba, Japan. p. 587-590.
22. Synitsya, A., Mičkova, K., Synitsya, A., Jablonsky, I., Erban, V., Kavarikova, E. dan
Copikova, J. 2009. Glucan from fruit bodies of cultivated mushrooms Pleaurotus ostreatus
and Pleaurotus eryngii: Structure and potential prebiotic activity. Carbohydrate Polymers, 76
(2009), 548-556.
23. Vostrovsky, V. dan Jablonska, E. 2007. Mushroom Growing with Information Support as
Opportunity for the Developing Countries. Agricultura Tropica et Subtropica, Vol. 40 (3),
2007.
24. Wakchaure, G.C. 2011. Production and Marketing of Mushrooms: Global and National
Scenario. Di dalam Singh, M., Vijay, B., Kamal, S. dan Wakchaure, G.C., Mushrooms, Cul-
tivation, Marketing and Consumption. Directorate of Mushroom research (ICAR), Cham-
baghat, Solan – 173213.
25. Wang, H., Liu, Y., dan Han, C. 2013. The Analgesic Effect of Several Edible Mushrooms.
OA Alternative Medicine 2013 October 01;1(3):22.
26. Widyastuti, N. 2009. Pengembangan Teknologi Bioproses Jamur Tiram dan Jamur Shii-
take Sebagai Sumber Gizi dan Bahan Pangan Fungsional. Naskah Orasi Profesor Riset.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2009.
27. Wikipedia. Jamur Tiram. http://id.wikipedia.org/wiki/Jamur_tiram (akses 06/01/2014).
28. Yang, Y. 2005. Product Development of Mushroom for Food Industri and for Nutrition.
. Makalah disampaikan pada ASEAN – China Workshop on Development of Edible Mush-
room Industri, September 26 – October 1, 2005, Jakarta.
29. Yehia, R.S. 2012. Nutritional Value and Biomass Yield of the Edible Mushroom Pleuro-
tus ostreatus cultivated on Different Wastes in Egypt. Innovation Romanian Food Biotech-
nology, Vol. 11, September 2012, hal. 9-14.
30. Zeng, Y.W., Yang, J.Z., Pu, X.Y, Du, J., Yang, T., Yang, S.M. dan Zhu, W.H. 2013.
Strategies of Functional Food for Cancer Prevention in Human Beings. DOI:http://dx.doi.
org/10.7314/APJCP.2013.1592.
31. Zhang, J. 2005. Product Development of Medicinal Mushroom and the Role on Human
Welfare. Makalah disampaikan pada ASEAN – China Workshop on Development of Edible
Mushroom Industri, September 26 – October 1, 2005, Jakarta.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 129


DEWAN RISET NASIONAL

130 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PENINGKATAN PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN


UNTUK MENDUKUNG HILIRISASI INDUSTRI BERBASIS
MINYAK KELAPA SAWIT
Sakri Widhianto, S.Teks. MM1
1
Wakil Ketua Komisi Teknis Pangan dan Pertanian DRN 2012-2014

ABSTRAK
Dalam rangka memperoleh nilai tambah yang sebesar-besarnya di dalam negeri, pemer-
intah mencanangkan program hilirisasi industri berbasis minyak kelapa sawit. Dampak pro-
gram hilirisasi sangat besar, selain meluasnya kegiatan investasi, penyerapan tenaga kerja,
berkembangnya variasi produk hilir, meningkatnya nilai ekspor, juga tantangan yang diha-
dapinya seperti munculnya persaingan tidak sehat, black campaign terhadap produk sawit, isu
kesehatan, persaingan pasar global dan sebagainya, yang memerlukan penanganan yang baik
dan dukungan kebijakan, penyediaan infrastruktur dan insentif. Dalam kaitan ini, lembaga
penelitian dan pengembangan (litbang) dapat turut berperan mendukung dunia usaha yang
melaksanakan hilirisasi industri berbasis minyak kelapa sawit untuk mengembangkan dirinya
sekaligus menghadapi tantangannya. Kegiatan penelitian di lembaga pemerintah maupun di
perusahaan industri dapat bekerjasama untuk mengembangkan penelitian baik pada aspek
teknis maupun non-teknis yang dihadapi perusahaan industri yang melaksanakan hilirisasi
dan menghadapi pasar global.

1. PENDAHULUAN
Program hilirisasi kelapa sawitdicanangkan pemerintah melalui Peraturan Presiden No.
28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional dimana industri pengolahan kelapa sawit
merupakan salah satu prioritas dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 13 Tahun 2010 ten-
tang Roadmap Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit sebagai Panduan Opera-
sional Kebijakan Nasional Hilirisasi Industri berbasis Minyak Kelapa Sawit, Berdasarkan hal
tersebut, ditempuh langkah pengurangan volume ekspor CPO bersamaan dengan itu, secara
bertahap meningkatkan volume CPO yang diolah lebih lanjut di dalam negeri.
Pemerintah telah bertekad meningkatkan nilai tambah (value added) produk kelapa sa-
wit dengan mencanangkan strategi hilirisasi industri, dengan sasaran60 persen ekspor produk
sawit akan berupa produk jadi / setengah jadi yang bernilai tambah tinggi, dan hanya 40
persen berupa minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Strategi yang diterapkan adalah
bagaimana meningkatkan nilai tambah dari bahan mentah dan meningkatkan daya saing
produk sawit.
Saat ini 60 persen s/d. 65 persen dari total produksi, langsung diekspor ke luar negeri
dalam bentuk CPO. Ke depan, pola seperti ini akan berbalik menjadi hanya sekitar 30-40
persen saja yang diekspor dalam bentuk CPO, sedangkan sebagian besar akan dikembangkan
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 131
DEWAN RISET NASIONAL

menjadi produk olahan CPO. Pada saatnya nanti, Indonesia diharapkan mampu menyuplai
kebutuhan produk olahan berbasis minyak sawit untuk pasar dalam negeri maupun pasar
global.
Untuk memantapkan langkah-langkah serta sasaran hilirisasi industrIberbasis min-
yak kelapa sawittersebut, mutlak diperlukan dukungan lembaga litbang, dalam hal ini salah
satunya adalah Balai Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Industri dalam penyediaan,
pengembangan dan penyiapan teknologi yang diperlukan bagi industri pengolahan sawit.

2. PERKEMBANGAN HILIRISASI INDUSTRI BERBASIS MINYAK KE-


LAPA SAWIT DAN DUKUNGAN PENELITIAN.

2.1. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit dan Industri Pengolahan Sawit di Indonesia
serta Kebijakan Hilirisasi Industri berbasis Minyak Kelapa Sawit.
2.1.1. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Nasional.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah
satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi
Indonesia. Luas area perkebunan sawit sampai dengan tahun 2012, mencapai luas 9,0juta
hektar, yaitu milik petani rakyat, BUMN, dan swasta; yang menghasilkan sekitar 23,5 juta
ton minyak kelapa sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit mentah
atau CPKO (Crude Palm Kernel Oil). Dengan jumlah produksi tersebut, Indonesia menjadi
produsen minyak sawit terbesar di dunia dan menguasai 62 persen pangsa pasar dunia.
Perkebunan kelapa sawit saat ini tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia dan
didominasi oleh 2 (dua) kepulauan besar yaitu Sumatera dan Kalimantan. Sumatera memi-
liki luas lahan terbesar 65persen dari total lahan kelapa sawit nasional (5,85 juta hektar) dan
penyumbang produksi sebesar 17,31 juta ton, sementara Kalimantan menjadi pengguna la-
han terbesar kedua yaitu 31 persen (2,79 juta hektar) dengan produksi mencapai 5,52 juta ton,
Sulawesi dengan luas lahan sebesar 3 persen ( 0,27 juta hektar) dengan produksi mencapai
498,680 ton dan sisanya di P. Jawa dan P. Papua.
Potensi pengembangan kelapa sawit di Indonesia sangat besar dan ke depan pemerin-
tah merencanakan untuk memperluas perkebunan kelapa sawit dengan target produksi pada
tahun 2020 mencapai 52 juta ton per tahun, dengan alasan prediksi peningkatan permintaan
pasar internasional terhadap minyak nabati berbasis kelapa sawit, untuk memenuhi kebu-
tuhan industri pangan, industri kosmetik dan berkembangnya kebutuhan energi alternatif (
biodiesel).
Guna memenuhi target produksi tersebut, maka pemerintah akan membuka areal
perkebunan baru di Sulawesi dan Papua. Direncanakan pada tahun 2020 luasan kebun kelapa
sawit di Indonesia dapat mencapai sekitar 20 juta hektar. Di Indonesia saat ini, lahan perke-
132 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

bunan kelapa sawit milik swasta hanya dimiliki oleh beberapa orang pengusaha. Tercatat
10 (sepuluh) perusahaan menguasai 67 persen lahan perkebunan sawit Indonesia, yaitu 1)
Raja Garuda Mas, 2) Wilmar, 3) Sinar Mas Grup, 4) Astra Agro Lestari, 5) London Sumatra
Grup, 6) Bakrie Grup, 7) Guthrie (eks Salim), 8) Socfindo Grup, 9) Cilandra Perkasa Grup
dan 10) Kurnia Grup, melalui kegiatan anak-anak perusahaannya masing-masing. Devisa
yang diperoleh dari industri ini cukup besar dan menempati urutan pertama sumbangan de-
visa dari sektor perkebunan. Tahun 2010 devisa dari sektor perkebunan mencapai USD 20
miliar yang mana dari kelapa sawit menyumbang USD15,5 miliar.

2.1.2. Industri Hulu Kelapa Sawit


Di Indonesia, Perkembangan industri hulu minyak sawit dalam beberapa tahun terakhir
mengalami kemajuan yang berarti. Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) selama lima tahun
terakhir tumbuh rata-rata sekitar 6 persen per tahun. Data dari Ditjen Perkebunan, Kemente-
rian Pertanian, menyebutkan jumlah PKS tahun 2010 sebanyak 608 PKS dengan kapasitas
34,284 ton tbs (tandan buah segar) per jam dibandingkan dengan tahun 2006 yang sebanyak-
420PKS dengan kapasitas 18,270 ton tbs per jam. Sebaran PKS berada di 22 Provinsi,dimana
provinsi Riau merupakan lokasi PKS terbanyak, yaitu mencapai 23 persen atau 140 PKS
dengan kapasitas mencapai 6,662 ton tbs per jam. Selanjutnya adalah di Sumatera Utara
(92 PKS), Kalimantan Barat (65 PKS), Sumatera Selatan (58 PKS), Kalimantan Tengah (43
PKS), Jambi (42 PKS), Kalimantan Timur (29 PKS), Sumatera Barat (26 PKS), NAD (25
PKS), dan Bangka Belitung (16 PKS), selebihnya tersebar di 12 Provinsi dengan masing-
masing memiliki 15 PKS atau kurang.
Antara tahun 2000 - 2010, produksi minyak sawit naikdua kali lipat, sementara lahan-
tanaman sawit naik 7 kali lipat dari 1.1 juta ha menjadi 7.8 juta ha. Dan pada tahun 2013
luas lahan sawit mencapai 9,1 juta Ha dengan produksi 24,5 juta ton CPO, yang berarti sudah
sekitar 45 persen dari produksi global.
Tabel : Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di Indonesia 2008 - 2012 (Ton)

No Wilayah Tahun
2008 2009 2010 2011 2012*
1. Sumatera 13,745,566 15,159,156 16,445,142 16,994,805 17,317,295
2. Jawa 44,385 49,631 49,759 42,749 43,731
3. Kalimantan 3,114,243 3,518,634 4,853,001 5,430,410 5,520,207
4. Sulawesi 526,958 500,107 475,263 490,072 498,680
5. Bali - Nusra - - - - -
6. Maluku -Papua 108,636 96,766 143,955 139,506 141,159
Indonesia 17,539,788 19,324,294 21,958,120 23,096,541 23,521,071

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, *) angka sementara

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 133


DEWAN RISET NASIONAL

2.1.3. Produk Hilir CPO


Selama ini nilai tambah produk hilir kelapa sawit Indonesia lebih banyak dinikmati oleh
negara-negara pengimpor minyak sawit mentah (CPO) di antaranya adalah India, Cina, dan
Malaysia.Walaupun demikian, Industri Hilir CPO di Indonesia juga mulai tumbuh antara
lain sebagai berikut :
Di bidang pangan, produk turunan CPO yang dihasilkan di Indonesia di antaranya min-
yak goreng, minyak salad, margarine, shortening (lemak pelembut roti/kue), CBS (Cocoa Butter
Substitute) untuk berbagai macam kue, Es Krim, Vanaspati/Vegetable Ghee (minyak samin),
serta Cocoa Butter Equivalent (CBE).
Di bidang Oleokimia, Indonesia telah mampu mengolah produk oleokimia dasar, yaitu
Fatty Acid, Fatty Alcohol, Fatty Amine, Gliserol dan Methyl Ester dengan berbagai varian dan
produk olahan lanjutan. Dari Methyl Ester tersebut, Indonesia telah mampu mengolah menja-
di Biodiesel dalam bentuk FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN)
pengganti solar, danmenjadi Surfaktan (untuk berbagai bahan baku industri, seperti sabun,
pembersih, dan tekstil). Methyl Ester juga dapat menjadi bahan minyak pelumas dan kosme-
tik.
Fatty Acid dapat digunakan untuk berbagai industri mulai dari industri karet (vulkani-
sir), tekstil (pelembut kain), otomotif (pelumas), kosmetik (perawatan tubuh, sabun, deodor-
an, shampoo, dll), lilin, pensil, hingga industri kertas dan cat. Fatty Acid juga dapat dikon-
versi menjadi Fatty Alcohol dan dengan berbagai varian seperti C16 & C18 (Ethoxilation) dan
Glyserida yang mempunyai banyak peran dalam berbagai industri mulai dari deterjen, tekstil,
pelumas, dan berbagai industri yang hampir sama dengan Fatty Acid.
Fatty Amine, telah diproduksi Indonesia dengan berbagai varian seperti Secondary C16 &
C18 (Ethoxilated) dan Betain yang dapat diaplikasikan untuk banyak keperluan seperti pencegah
korosi, cetakan karet, bahkan untuk bahan baku pelembut kain, conditioner shampoo, dan
kosmetik. Indonesia juga dapat mengolah Fatty Acid menjadi Gliserol yang mempunyai per-
an strategis untuk lintas industri, mulai dari industri pangan, farmasi, mebel, hingga industri
rokok, tinta, bahkan bahan peledak.
Nilai tambah yang dihasilkan dari produk turunan CPO relatif besar. Sebagai gam-
baran, nilai tambah produk turunan CPO yang diolah dengan PKO,NaOH, pewarna dan
parfum menjadi sabun, mencapai 300 persen dengan teknologi yang relatif sederhana. De-
mikian pula produk lilin yang menggunakan bahan baku Stearat, nilai tambahnya juga 300
persen dengan teknologi sederhana . Bahkan dengan mengolah produk kosmetika seperti
lotion, cream, bedak, atau shampoo yang menggunakan bahan baku Surfaktan, Ester dan
Amides, nilai tambahnya mencapai 600 persen. Untuk produk kimia berupa Ester (juga bisa
sebagai bahan baku kosmetika) yang menggunakan bahan baku Palmitat dan Miristat, nilai
tambahnya mencapai 150 persen dengan teknologi yang relatif tinggi.

134 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Bahan kimia lainnya yang nilai tambahnya relatif tinggi adalah Surfaktan atau Emul-
sifier (yang juga dapat menjadi bahan baku kosmetika). Surfaktan yang diolah dari Stearat,
Oleat, Sorbitol, dan Gliserol, menghasilkan nilai tambah hingga 200 persen. Surfaktan dapat
diolah dengan teknologi relatif tinggi. Bahan kimia lainnya yang dapat diolah dari minyak sa-
wit (CPO dan PKO) yaitu Fatty Acid atau Asam Lemak, nilai tambahnya mencapai 50persen
yang diolah dengan teknologi relatif tinggi. Selain itu juga produk lainnya yaitu Olein dan
Stearin yang diolah dari CPO dengan teknologi relatif sederhana menghasilkan nilai tambah
20 persen.
Tabel 2 : Peningkatan Nilai Tambah Produk Hilir Kelapa Sawit

No Produk Harga USD/ton Faktor Kon- Nilai Tambah


*) versi (CPO/CPKO)
1 CPO 842 1 (basis CPO) 0 % (basis
CPO)
2 CPKO 749 1 (basis 0% (basis
CPKO) CPKO)
3 Minyak Goreng Sawit (ke- 1.100 0,76 31%
masan/curah)
4 Margarine/Shortening (basis 1.571 0,11 86%
Stearine)
5 Biodiesel FAME (Fatty Acid 1.010 0,9 33%
Methy Ester) (dari RBD PO)
6 Confectionaries (dari RBD PK 1. 0,75 73%
Stearin) *)
7 Fatty Acids (dari CPO) 1.350 0,85 88%
8 Fatty Alcohol *) 1.425 0,73 160%
9 Surfaktan (dari Methyl Ester) 2.225 0,81 266%
10 Kosmetik **) 2.630 0,84 318%

Sumber : Ditjen Industri Agro-Bahan Rakor 2013

Keterangan:

Dibidang bio diesel, biodisel merupakan bahan bakar nabati (BBN) yang dapat digu-
nakan sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Biodiesel dihasilkan mela-
lui proses trans-esterifikasi, yaitu mereaksikan minyak nabati, dalam hal ini CPO, dengan
methanol dan ethanol menggunakan katalisator soda api (NaOH) sehingga dihasilkan metil
ester asam lemak atau Fatty Acid Methyl Ester (FAME). FAME inilah yang kemudian dengan
jumlah persentase tertentu di-blending dengan solar murni selama sekitar 10 menit sehing-
ga menghasilkan Biofuel jenis Biodiesel yang siap pakai untuk menggantikan solar murni.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 135


DEWAN RISET NASIONAL

Persentase FAME yang dicampur tergantung permintaan dan kebutuhan, ada yang dengan
istilah B5 (berarti 5% FAME: 95% Solar Murni), ada B10 (FAME 10%: Solar Murni 90%)
dan lain-lain.

2.1.4. Kebijakan Hilirisasi Industri Kelapa sawit.


Dalam rangka meningkatkan nilai tambah kelapa sawit di dalam negeri, maka berdasar-
kan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional beserta pro-
gram akselerasi industrialisasi 2012-2014, industri pengolahan kelapa sawit merupakan salah
satu prioritas untuk dikembangkan menjadi produk-produk yangbernilai tambah lebih tinggi,
seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan bahan baku industri pharmaceutical.
Selanjutnya diterbitkan Panduan Operasional Kebijakan Nasional Hilirisasi Industri
berbasis Minyak Kelapa Sawit yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 13
Tahun 2010 tentang Roadmap Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit, dengan
sasaran Jangka Menengah (2010-2014)adalah terbentuknya Klaster Industri Hilir Kelapa Sa-
wit (IHKS) di Sumut,Riau dan Kaltim.dan sasaran Jangka Panjang (2015-2025) adalah
memperluas pengembangan produk akhir/hilir kelapa sawit, terbentuknya centre of excel-
lence industri oleokimia, penguasaan pasar, pemantapan industri berwawasan lingkungan
dan terintegrasinya industri turunan kelapa sawit di Kalbar, Kalteng dan Papua.
Untuk itu diterbitkan Program/Rencana Aksi 2011-2014 yang menetapkan Kemente-
rian Perindustrian sebagai institusi yang berperan sentral dalam mendukung keberhasilan
program hilirisasi, dengan rincian sebagai berikut :
Tabel3 : Rencana Aksi Program Hilirisasi Kelapa Sawit Tahun 2011 – 2014

PROGRAM PEMBANGUNAN 2011*) 2012 2013 2014


Fasilitasi dan Koordinasi Stakeholder Klaster Industri di √ √ √ √
Sumut, Riau, dan Kaltim (membahas issue aktual pem-
bangunan kawasan industri)
Fasilitasi Calon Investor (dalam/luar) Industri Hilir Ke- √ √ √ √
lapa Sawit
Klaster Second Wave di Provinsi Kalbar, Kalteng, dan
Papua :
- Kajian Strategis Studi Awal Pengembangan Klaster √ √ √
IHKS
- Fasilitasi dan Koordinasi dengan Pemda dan stakeholder √
calon lokus
- Dana Dekonsentrasi Lokus Klaster Second Wave mulai
Tahun 2014

136 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Koordinasi dan Partisipasi aktif lintas kementerian/ √ √ √ √


instansi untuk penyusunan Peraturan peningkatan iklim
usaha/investasi IHKS
Promosi Investasi IHKS √ √
Fasilitasi Lisensor Teknologi dan Identifikasi Teknologi √ √ √
IHKS :
- Studi Produksi Betacarotene dan Tocopherol √ √
- Studi Pemasaran Produk IHKS Nasional √
- Studi Pengolahan Biomassa Limbah Industri Minyak Sa- √
wit
Pusat Inovasi Klaster IHKS di Sumut (Rintisan Centre of √ √ √
Excellence) :
- Desain, Pembangunan Fisik Gedung, dan Peralatan Lab-
oratorium
-Operasional sebagai centre of excellence for oleochemi-
cal industri

Bantuan Fisik Infrastruktur Klaster IHKS : √ √ √


- Studi Kelayakan Pembangunan Tangki Timbun Curah
Cair Maloy
- Penyusunan DED Tangki Timbun Maloy Kaltim (APBD)
- Pembangunan Tangki Timbun Curah Cair Maloy Kaltim
(APBN)

Sumber : Direktorat Jenderal Industri Agro, Kemenperin

2.1.5 Dampak Kebijakan Hilirisasi.


Sejak di canangkannya Kebijakan hilirisasi industri berbasis minyak sawit pada tahun
2008 serta di perkuat dengan diterapkannya kebijakan bea keluar bagi produk CPO pada ta-
hun 2010,maka terjadi percepatan hilirisasi industri berbasis minyak sawit.
Dibidang produksi, berbagai industri yang mulai tumbuh sebagai berikut :
(1). Industri minyak goreng memperlihatkan peningkatan jumlah produksi secara signifi-
kan.
Minyak goreng diolah dari CPO melalui proses pemurnian dan fraksinasi yang salah
satu produk turunannya adalah Refined Bleached Deodorize (RBD) Olein yang dapat diap-
likasikan menjadi minyak goreng sawit.
Bila tahun 2006 produksi minyak goreng baru 7,6 juta ton dari 46 perusahaan, maka tahun
2010 meningkat mencapai produksi sebesar 8,86 juta dari 54 perusahaan. Pada tahun 2012
terjadi kenaikan pesat dimana jumlah produsen minyak goreng mencapai 114 perusahaan (94
perusahaan berbahan baku kelapa sawit dan 20 perusahaan berbahan baku kelapa).
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 137
DEWAN RISET NASIONAL

(2). Industri Oleokimia berbasis CPO bergerak tumbuh.


Produk oleokimia dasar yang dapat dihasilkan dari CPO adalah fatty acid (asam
lemak), fatty alcohol, glicerin, serta metil ester asam lemak (Fatty Acid Methyl Ester - FAME)
yang merupakan bahan biodiesel. Perkembangan kapasitas produksi terpasang oleokimia
dasar mengalami peningkatan signifikan. Dalam periode 2006-2010, peningkatan kapasitas
produksi masing-masing adalah Fatty Acid sebesar 13,56% per tahun menjadi 986 ribu ton,
Fatty Alcohol sebesar 23,08% per tahun menjadi 320 ribu ton, dan Gliserin sebesar 22,57%
per tahun menjadi141,7 ribu ton . Terdapat 9 produsen industri oleokimia, yaitu 1) Ecogreen,
2) Sumiasih, 3) Soci Mas, 4) Flora Sawita Chemindo, 5) Musim Mas, 6) Domba Mas, 7) Wil-
mar Group, 8) Nubika Jaya, dan 9) Cisadane Raya Chemical.
Tabel 4 : Produsen dan Kapasitas Produksi Oleokimia Indonesia, Tahun 2010 (ribu ton)

No. Nama Produsen Fatty Fatty Alcohol Gliserin


Acid
1 PT Ecogreen (Medan dan Batam) 45 350 24
2 PT Sumiasih (Bekasi) 91 - 10
3 PT Soci Mas (Medan) 80 - 8
4 PT Flora Sawita Chemindo (Bakrie Goup) 50 - 5,1
5 PT Musim Mas (Medan) 320 100 30
6 PT Domba Mas, Kuala Tanjung (Bakrie Grup) 60 40 4,6
7 Wilmar Group (Gresik) 120 - 30
8 PT Nubika Jaya (Kisaran) 130 - 20
9 PT Cisadane Raya Chemical (Tangerang) 90 - 10
Total 986 490 141,7

Sumber: APOLIN, 2010; Kementerian Perindustrian RI

(3). Industri biodiesel. Perkembangan industri biodiesel cukup baik


Terdapat 23 perusahaan produsen biodiesel di Indonesia pada tahun 2011 dengan total
kapasitas terpasang 3.9 juta kilo liter dengan realisasi produksi 1.52 juta liter atau 38,62% dari
total kapasitas terpasangnya. Pada tahun 2013 diperkirakan kapasitas produksi terpasang
biodiesel akan menjadi 4.30 juta liter, dengan realisasi produksi 2.20 juta liter.
Tabel 5 : Perkembangan Kinerja Industri Biodiesel Indonesia

Tahun Kalender 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2013*
Total Produksi (juta liter) 65 270 630 330 740 1.520 1.800 2.200
Impor - - - - - - - -
Ekspor (juta liter) 33 257 610 204 563 1.225 1.300 1.500
Jumlah Perusahaan 2 7 14 20 22 23 26 26
Kapasitas Terpasang (juta liter) 215 1.709 3.138 3.528 3.936 3.936 4.280 4.280
Kapasitas Terpakai (%) 30,23 15,80 20,08 9,35 18,80 38,62 42,06 51,40

Sumber: GAIN Report, USDA Foreign Agricultural Service, Agustus 2012 ; APROBI, dan PERTAMINA

Keterangan: *) Prediksi
138 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

(4). Dibidang ekspor, hasil penjualan ekspor produk turunan kelapa sawit secara umum
cenderung meningkat.
Dalam empat tahun terakhir yaitu tahun 2007 - 2011, penjualan ekspor minyak goreng
berbahan baku CPOmeningkat sebesar 23% per tahun. Apabila pada tahun 2007 baru sebesar
US$ 3,82 miliar, maka pada tahun 2011 meningkat menjadi US$ 7,81 miliar. Demikian pula
nilai ekspor Margarin meningkat sekitar 61% per tahun, yaitu dari US$ 273,81 juta menjadi
US$ 927,88 juta.
Nilai ekspor Oleokimia jenis Olein/Fatty Acid juga meningkat relatif besar, yaitu men-
guat 43,23% per tahun dari US$ 265,30 juta menjadi US$ 833,76 juta. Nilai ekspor Stearic
Acid juga mengalami peningkatan sekitar 58,62 % per tahun, yaitu dari US$ 107,34 juta
menjadi US$ 353,83 juta. Penjualan ekspor biodiesel juga terus meningkat dari 33 juta liter
pada tahun 2006 menjadi 1.225 juta liter pada tahun 2011 dengan tujuan negara terbesar ke
Italia, Belanda, dan Spanyol.
Ekspor produk hulu kelapa sawit yang sebagian besar masih dalam bentuk produk ola-
han sederhana seperti CPO, RBDPO, RBD Olein, RBD Stearin, atau hasil refinasi dan fraksi-
nasi tanpa modifikasi, sebagian besar dilakukan melalui Pelabuhan Belawan-Medan, Pelabu-
han Dumai-Riau, Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta, dan sebagian kecil melalui Pelabuhan
Tanjung Perak–Surabaya. Sedangkan ekspor produk hilir kelapa sawit seperti fatty acid, fattty
alcohol, sabun, margarin, dan minyak goreng, pada umumnya melalui pelabuhan Jakarta
dan Surabaya.
Tabel 6 : Perkembangan Ekspor Kelompok Hasil Industri Pengolahan Kelapa Sawit (ribu US$)

Sub Kelompok 2007 2008 2009 2010 2011


Hasil Industri
1. Palm Oil (CPO/ 4.936.815,18 8.338.389,26 7.176.465,28 9.713.070,06 11.499.857,40
PKO)
2. Minyak Goreng 3.817.608,51 5.398.822,41 4.256.788,07 5.446.793,01 7.810.829,51
Sawit
3. Margarine 273.815,34 531.430,54 264.287,72 346.602,90 927.878,94
4. Olein/Fatty Acids 265.301,37 400.382,30 267.510,52 423.246,60 833.758,16
5. Minyak Goreng 103.871,44 203.707,24 119.453,27 208.830,44 406.814,63
6. Stearic Acid (dari 107.342,55 135.687,22 116.748,50 224.672,45 358.829,65
Palm Oil)
7. Sabun Cuci 125.859,70 155.433,92 144.473,39 178.974,42 286.201,77
(batangan/ bentuk
lain)
8. Sabun Mandi 136.574,74 205.031,16 203.274,32 213.718,66 245.712,77
9. Glycerol 62.378,85 95.076,48 47.639,98 71.590,19 139.367,86
10. Strearin 1,60 0,38 0,00 0,00 1,79

Sumber: Diolah dari Pusdatin, Kemenperin,2012


Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 139
DEWAN RISET NASIONAL

Dibawah ini digambarkan posisi dan stratifikasi produk hilir berbasis minyak sawit :
Tabel 7 : Posisi dan Stratifikasi Produk Hilir berbasis Kelapa Sawit

Sumber : Ditjen Industri Agro, Bahan Pre-Workshop 6 Desember 2013

2.2. Potensi Litbang di Balai Industri dalam Mendukung Kebijakan / Program Hilirisasi
Kelapa Sawit
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas, daya saing industri di suatu negara diten-
tukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kesiapan dalam penyerapan dan penguasaan
teknologi serta kemampuan inovasi. Untuk itu, peran penelitian dan pengembangan (litbang)
menjadi penting dalam mendukung program pengembangan industri.
Kementerian Perindustrian memiliki 11 Balai Besar Industri dan 11 Balai Riset dan Stand-
ardisasi (Baristand) Industri yang tersebar di seluruh Indonesia, sesuai dengan tugas dan
fungsinya berperan dalam litbang teknologi serta menyebarluaskan hasilnya kepada industri.
Selama kurun waktu 2008 – 2012, 6 Balai Besar/Baristand Industri diantaranya sesuai den-
gan fokus dan kompetensinya masing-masing, telah melakukan penelitian terkait dengan
hilirisasi industri kelapa sawit, yang menghasilkan sebanyak 17 judul penelitian sebagaimana
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

140 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Tabel 8 : Judul Penelitian Balai Industri Terkait Hilirisasi Industri Kelapa Sawit

No Judul Penelitian Tahun Nama Balai


1. Desain dan pembuatan alat kristalisasi untuk pros- 2009 Baristand Medan
es pemisahan asam lemak kelapa sawit
2. Pengembangan CPO Untuk Produk Pelumas Padat 2010 Baristand Samarin-
Ramah Lingkungan da
3. Pengolahan Bio Surfaktan Secara Enzimatis Dari 2011 Baristand Samarin-
Minyak Sawit da
4. Pemanfaatan crude stearin industri minyak kelapa 2010 Baristand Padang
sawit sebagai stabilisator coklat dark
5. Teknologi Pembuatan Membran dari Karet Alam 2008 Baristand Palem-
untuk Memisahkan Tearin pada Minyak Goreng bang
dari CPO
6. Aplikasi Metalic Soap Magnesium Stearat Sebagai 2008 - 2011 BBKK
Bahan Pendispersi Untuk Cat/ Varnis
7. Pembuatan Stearyl Alcohol Etoksilat untuk Kos- 2008 - 2011 BBKK
metik
8. Penyempurnaan Deodorisasi Pengolahan CPO 2008 - 2011 BBKK
Menjadi Olein
9. Aplikasi Stearyl Alkohol sebagai Emulsifier pada 2008 - 2011 BBKK
Lotion dan Cream (Kosmetik)
10. Peningkatan Mutu Kosmetik Dari Turunan Kelapa 2008 - 2011 BBKK
Sawit Dengan Lemak Padat Nanopartikel / Solid
Lipid Nanoparticle
11. Pengaruh Penambahan Bahan Aktif Terhadap 2008 BBIA
Konversi Methyl Ester san Mutu Biodiesel dari
Minyak Sawit
12. Nano-Enkapsulasi Karotenoid Asal Minyak Sawit 2010 BBIA
Sebagai Suplemen Provitamin-A
13. Pengembangan Proses Pembuatan Nano Karot- 2011 BBIA
enoid Asal Minyak Sawit Dalam Skala Pilot Plant
14. Pengembangan Pembuatan Produk Olahan Cokelat 2012 BBIA
(Chocolate Spread) Berbasis Sawit
15. Karakterisasi Proses Pemanasan terhadap terben- 2012 BBIA
tuknya Asam Lemak Trans pada Minyak Goreng
Asal Minyak Sawit
16. Pembuataan Senyawa Epoxy berbasis CPO (sawit) 2012 BBIA
sebagai Fungsi Proses dari Pelarut, Suhu, dan Kata-
lis untuk Bahan Baku Industri
17. Penelitian Pengolahan Biodiesel dari CPO dan 2011 BBIA
Minyak Jelantah Sawit
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 141
DEWAN RISET NASIONAL

Sumber :Balai Besar dan Baristand Kemenperin

6 (enam) Balai Industri/Balai Standarisasi industri yang melakukan penelitian kelapa


sawit tersebut diatas kondisinya masih terbatas. Jumlah peneliti yang menekuni kelapa sawit
di Balai Industri/Balai Standarisasi Industri tersebut rata-rata hanya 2-3 orang dan disemina-
si hasil litbang dilakukan dengan frekuensi sangat terbatas yaitu 2 (dua) kali/tahun. Disamp-
ing itu, infrastruktur penelitian untuk mendukung kegiatan litbang hilir kelapa sawit masih
jauh dari memadai, sehingga kegiatan litbang hilirisasi kelapa sawit sebagian besar hanya
dilakukan dan berhenti pada skala laboratorium. Oleh karena itu, walaupun cukup banyak
dilakukan penelitian terkait hilirisasi kelapa sawit, namun belum satu pun hasil litbang terse-
but yang dimanfaatkan oleh perusahaan/industri, meskipun berbagai upaya sosialisasi dan
desiminasi hasil litbang tersebut telah dilakukan.
2.1. Kondisi dan Potensi Litbang di Perusahaan Industri Pengolahan Sawit yang Melaku-
kan Hilirisasi Kelapa Sawit.
Dari data Kementerian Perindustrian, diperoleh gambaran dari 10 perusahaan industri
pengolahan sawitmeliputiteknologi proses yang digunakan, kegiatan penelitian di perusa-
haan, dan kerjasama perusahaan dengan lembaga litbang. Perusahaan industri pengolahan
sawit tersebut yaitu : PT. Permata Hijau Sawit Sumatera Utara, PT. Victorindo Alam Lestari
Sumatera Utara, PT. Pelita Agung Agrindustri Sumatera Utara, PT. Nagamas Palmoil Lest-
ari, Sumatera Utara, PT. Multimas Nabati Asahan Sumatera Utara, SMART Tbk, Marunda
Center Jakarta, PT. Unilever Oleochemical Indonesia, Sumatera Utara, PT. Megasurya Mas,
Sidoarjo, PT. Wilmar Cahaya Indonesia, Jababeka Cikarang, PT. Salim Ivomas Pratama
Tbk.
Adapun gambaran umum kondisi dan potensinyasebagai berikut :
2.1.1. Teknologi Proses Produksi
Produk industri hulu dan hilir kelapa sawit yang diproduksi oleh perusahaan-perusa-
haan tersebut, adalah CPO, CPKO, Bleached Deodorized Palm (RBDP) Olein, RBDP Stearin, Palm
Fatty Acid Distillate (PFAD), Palm Methyl Esther (PME), Cooking Oil, Margarine, Shortening , Spe-
cialty Fats, Fatty Acids, Surfactant, Soap Noodle, Glycerine, Sabun dan Palm Wax.
Jenis proses produksi yang digunakan pada industri hulu adalah Milling dan Pressing.
Sedangkan pada industri hilir adalah Dry Fractination, Wet Fractination, Esterifikasi, Refinery,
Hidrogenasi, Interesterifikasi, Texturizing, Saponification/Drying/Finishing Line, Pasteurization/
Cooling dan Destilation.
Teknologi/mesin peralatan yang digunakan berasal dari luar negeri seperti Germany,
Denmark, Belgium, Malaysia dan Italy. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan Industri
pengolahan kelapa sawit masih banyak bergantung pada teknologi/mesin peralatan dari luar
negeri. Walaupun ada beberapadiantara perusahaan tersebut mulai menggunakan unit mesin
buatan dalam negeri maupun ada pula yang menggunakan mesin peralatan dengan modifi-

142 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

kasi internal.
2.1.2. Kegiatan Penelitian di Perusahaan
Terdapat 8 (delapan) perusahaan telah memiliki unit litbang sendiri.
Kegiatan penelitian antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda-beda topik
dan fokusnya, yang dapat di kelompokan sebagai berikut :
(1). Kegiatan litbang untuk melakukan pemilihan teknologi yang dipandang paling cocok
dengan rencana pembangunan pabriknya. Hasil pemilihan teknologi tersebut langsung di-
gunakan pada proses produksinya untuk mencapai standar kapasitas, efisiensi dan kualitas
produknya.
(2). Kegiatan litbang terkait dengan pengembangan bahan baku sampai dengan produk jadi
yang bersifat continous improvementsebagai upaya untuk menghasilkan produk yang ino-
vatif dan efisien sehingga dapat bersaing dengan kompetitor.

2.1.3. Kerjasama Penelitian Antara Perusahaan dengan Lembaga Litbang.


Beberapa perusahaan memiliki kerjasama penelitian dengan lembaga litbang lainnya
antara lain :
(1) kerjasama dengan Lembaga Litbang di luar negeri, yang berfungsi sebagai pemasok
teknologi refinery dan perencanaan pressing. Kerjasama dengan lembaga litbang dimaksud
diaplikasikan dalam perencanaan pabrik , kapasitas, mutu produk dan teknologi yang diguna-
kan, serta kerjasama dalam penyediaan tenaga ahli untuk perencanaan dan commissioning.
(2). kerjasama untuk penelitian pemanfaatan minyak sawit untuk produk non pangan dan
pengembangan teknik analisa parameter baru.
(3) kerjasama dalam pengembangan oleofoods di Indonesia, khususnya bidang pengujian
analisa kimia fisika oleofoods.
Dari 10 perusahaan tersebut, sampai saat ini belum ada yang melakukan kerjasama pe-
nelitian dengan Lembaga Litbang di lingkungan Kementerian Perindustrian, karena mereka
lebih mengenal lembaga litbang Kementerian Perindustrian sebagai pemberi jasa pelayanan
teknis dan konsultasi daripada sebagai lembaga penelitian. Namun setelah mengetahui ke-
mampuan penelitian di Balai Industri, pihak perusahan industri berkeinginan untuk beker-
jasama dalam penelitian.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 143


DEWAN RISET NASIONAL

2.2. Permasalahan dalam Pemanfaatan Hasil Penelitian Balai Industri oleh Perusahaan
Industri Berbasis Minyak Kelapa Sawit.
Walaupun berbagai upaya sosialisasi dan desiminasi hasil litbang terkait dengan hilirisa-
si minyak kelapa sawit telah dilakukan kepada berbagai perusahaan industri termasuk kepada
10 perusahaan industri pengolahan kelapa sawit tersebut diatas, namun belum ada perusa-
haan industri pengolahan kelapa sawit yang memanfaatkan terhadap 17 judul hasil litbang
Balai Industri tersebut. Justru beberapa penelitian yang memanfaatkan perusahaan industri
pengolahan kakao.
Beberapa hal yang dapat dicatat, mengapa hasil litbang Balai Industri yang terkail den-
gan hilirisasi minyak kelapa sawit belum dimanfaatkan oleh perusahaan industri pengolahan
kelapa sawit adalah :
2.2.1. Pada umumnya perusahaan industri pengolahan kelapa sawit yang besar yang mampu
melakukan hilirisasi berbasis minyak kelapa sawit, memiliki unit penelitian (R&D)nya sendiri
untuk mendukung pengembangan/diversifikasi produk dan proses di lingkungan perusahaan.
2.2.2. Judul atau topik penelitian yang dilakukan oleh Balai industri sebagian besar terkait
dengan pengembangan/diversifikasi produk dan proses pengolahan kelapa sawit, yang relatif
samadengan judul atau topik yang dilakukan oleh unit penelitian di perusahaan industri pen-
golahan kelapa sawit. Bahkan penelitian yangterkait dengan pengembangan produk yang di-
lakukan perusahaan industri lebih lengkap dan mendalam, karena kepentingan perusahaan
yang besar untuk meningkatkan daya saingnya.
2.2.3. Perusahaan industri lebih mengenal Balai industri sebagai pemberi jasa pelayanan
teknis ( jasa pengujian, konsultasi, sertifikasi,dsb) daripada sebagai lembaga penelitian.
2.2.4. Komunikasi antara lembaga litbang/para peneliti dan pihak industri belum efektif,
sehingga penelitian tidak sesuai dengan kebutuhan industri .
2.2.5. Permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam rangka hilirisasi industri kelapa sawit
menyangkut aspek teknis dan non teknis, namun terkait non-teknis seperti masalah kebija-
kan, pemasaran, infrastruktur, black campaign terhadap produk kelapa sawit, dsbnya, yang
juga memerlukan penelitian dan kajian komprehensif, tidak/belum ditangani perusahaan in-
dustri.
2.2.6. Belum tertatanya infrastruktur litbang, yaituBalai litbang industriyang meneliti, men-
golah dan menerjemahkan hasil pengembangan teknologi belum menjadi penyedia teknologi
yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi.

2.3. Langkah-Langkah Perbaikan.


Hilirisasi industri berbasis minyak kelapa sawit yang telah dicanangkan pemerintah
sejak tahun 2008 perlu dipercepat peningkatannya. Dukungan litbang mempunyai peranan

144 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

kunci. Jenis produk hilir CPO yang diproduksi Indonesia masih sangat terbatas. Produk min-
yak goreng tumbuh pesat, sedangkan produk oleo kimia dasar berkembang relatif lambat,
demikian pula untuk produk bio diesel. Bila dibandingkan dengan Malaysia, industri hilir
kelapa sawitnya lebih maju, pengelolaan industri berbasis CPO mendapat dukungan litbang
yang sangat baik. Sampai saat ini Malaysia telah mengekspor 105 jenis produk hilir kelapa
sawit untuk berbagai segmen pasar di 155 negara. Pada tahun 2012 Malaysia mengekspor
minyak sawit dan produk hilirnya mencapaiUSD 22,75 miliar, di lain pihak nilai ekspor In-
donesia pada periode yang sama hanya mencapai USD 21,30 miliar.
Untuk mempercepat peningkatan hilirisasi industri berbasis minyak sawit yang didukung
kegiatan penelitian, perlu dipertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut :
2.3.1. Lebih diefektifkan komunikasi antara Balai litbang industri/para peneliti dengan dan
pihak industri (unit R&D), sehingga penelitian sesuai dengan kebutuhan industri.
2.3.2. Hasil litbang Balai Industri seyogyanya memiliki benchmark dengan litbang yang di-
lakukan perusahaan industri dalam menghasilkan berbagai produk hilir berbasis minyak ke-
lapa sawit yang komersial. Untuk mencapai hal ini, selain komunikasi yang baik antara kedua
pihak, Balai litbang industri perlu meningkatkan kapasitas peralatan instrument laboratorium
termasuk membangun pilot planyang didukung para peneliti yang kompeten dan fokus.
2.3.3. Apabila butir b belum dapat dilakukan, substansi litbang yang dilakukan Balai Industri
hendaknya yang memiliki dampak sosial-ekonomi luas (seperti penelitian terkait dampak
positif atau negatif dari produk berbasis CPO bagi kesehatan konsumen, penelitian untuk
menghadapi black campaign minyak sawit di forum internasional, penelitian tentang kebija-
kan dan insentif), hal ini karena dianggap lebih bermanfaat bagi perusahaan industri pengo-
lahan kelapa sawit untuk mendukung komersialisasi CPO dan produk turunannya di pasar
global.

3. PENUTUP
Program hilirisasi industri berbasis minyak kelapa sawit telah terealisasi meliputi produk
pangan, oleo chemical dan biodiesel, dan mengalami percepatan setelah ditetapkannya kebi-
jakan bea keluar untuk CPO sejak tahun 2010,
Kegiatan penelitian yang mendukung hilirisasi industri berbasis minyak kelapa sawit
dilakukan oleh Balai litbang industri dan perusahaan besar industri pengolahan kelapa sawit.
Walaupun saat ini hasil penelitian dari Balai litbang industri belum ada yang dimanfaatkan
oleh perusahaan industri, namun perusahaan industri berkeinginan untuk melakukan ker-
jasama penelitian dengan Balai litbang industri.
Litbang Balai Industri diharapkan oleh industri memiliki benchmark dengan litbang
yang dilakukan perusahaan industri dalam menghasilkan berbagai produk hilir berbasis min-
yak kelapa sawit yang komersial. Selain itu Balai industri diharapkan melakukan penelitian
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 145
DEWAN RISET NASIONAL

yang mendukung hilirisasi industri berbasis minyak kelapa sawit pada substansi yang tidak/
belum disentuh perusahaan, terutama substansi yang bersifat non-teknis yang berdampak
sosial-ekonomi luas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kepala Pusat Pengkajian Teknologi-BPKIMI, Langkah Terobosan Balai Industri Dalam
Meningkatkan Hasil Litbang Guna Mendukung Keberhasilan Program Hilirisasi Kelapa Sa-
wit, Jakarta, Desember – 2013.
2. Direktur Industri Pengolahan Hasil Hutan dan Perkebunan-Ditjen Industri Agro, Pening-
katan Nilai Tambah Produk Hilir Kelapa Sawit Melalui Pemanfaatan Hasil Litbang Teknolo-
gi Balai Industri, Jakarta, Desember – 2013.
3. Kepala Balai Besar Industri Agro, Kesiapan SDM Balai Industri Mengimplementasikan
Hasil Litbang Tekonologi Terkait Program Hilirisasi Kelapa Sawit, Jakarta, Desember 2013.
4. J. Sitanggang - Ketua APOLIN, Peningkatan Daya Saing dan Hambatan Produk Hilir Ke-
lapa Sawit Memasuki Pasar Global, Jakarta, Desember – 2013.
5. Kementerian Perindustrian, Telaahan Implementasi Teknologi Hasil Penelitian dan
Pengembangan Di Lingkungan Kementerian Perindustrian, Jakarta – 2103.
6. Kepala Balai RIset dan Industri Medan, Peran dan Eksistensi Balai Litbang Industri Dalam
Mendukung Keberhasilan Program Hilirisasi Kelapa Sawit, Jakarta, Desember – 2013.
7. Kementerian Perindustrian RI, Urgensi Hilirisasi Kelapa Sawit, Jakarta, 2012.
8. Kementerian Pertanian RI, “Statistik Perkebunan 2010-2012”, Direktorat Jenderal Perke-
bunan, Kementerian Pertanian RI, Jakarta 2012
9. Badan Pusat Statistik (BPS), “Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor” , BPS,
Jakarta, 2012
10. Menteri Perindustrian RI,” Peningkatan Daya Saing Industri Nasional dan Program
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)”, Kemen-
terian Perindustrian, Medan, September 2011.
11. Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian RI, “ Program Kerja Di-
rektorat Jenderal Industri Agro Tahun Anggaran 2012”, Direktorat Jenderal Industri Agro,
Rapat Kerja Kementerian Perindustrian, Februari 2012.
12. Daily Investor, Hilirisasi Kelapa Sawit, Jakarta, September 2013.

146 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA INDONESIA


BERBASIS OTAK SEHAT DI ERA GLOBAL
Prof. Dr. Suhartono Taat Putra, dr., MS1,2
1
Ketua Komisi Teknis Kesehatan dan Obat DRN 2012-2014
2
Ketua Umum Masyarakat Neurosains Indonesia

ABSTRAK
Otak Sehat merupakan otak normal yang mampu berkinerja menjadikan dirinya ber-
manfaat bagi yang lain. Otak normal dicapai melalui asupan gizi seimbang sedang Otak Se-
hat dibina melalui pendidikan di keluarga, di institusi pendidikan, dan di masyarakat. Peran
orang tua, guru dan dosen serta para pemangku kepentingan dalam penyehatan otak sangat
strategis. Di Era keterkaitan mind and body maka lahirlah ilmu baru, psikoneuroimunologi.
Otak Sehat mampu mengendalikan perubahan biologis yang fisiobiologis. Penderita yang
yang masih memiliki elemen otak sehat, pandai mengambil hikmah, maka terjadi perubahan
psikoneuroimunologis sehingga akan cepat sembuh dan semakin bertahan hidup
Pendidikan yang menggunakan materi nilai luhur dari empat piranti yang digunakan
untuk mengelola negara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika maka
akan terbina Otak Sehat Indonesia. Otak sehat demikian mampu membangun karakter bang-
sa Indonesia. Saat ini kinerja Otak Sehat Indonesia sangat didambakan bangsa Indonesia
mengekspresikan perilaku yang mampu menata kembali martabat bangsa Indonesia yang
telah terkoyak saat proses globalisasi. Revolusi mental berbasis Otak Sehat Indonesia sangat
diperlukan untuk menjadikan Indonesia sejahtera, berdaulat dan bermartabat di era global.
Kata kunci : Otak Normal, Otak Sehat, Psikoneuroimunologi, Karakter.

1. PENDAHULUAN
Saat ini berbagai fenomena ”di luar batas” sering ditemukan di kehidupan masyarakat
Indonesia. Gaya hidup masyarakat Indonesia, terutama di kota besar berubah akibat arus
globalisasi. Perubahan akibat berbagai informasi yang terus menerus menggerus berbagai
nilai luhur bangsa juga terjadi di berbagai kota di seluruh Indonesia. Hal ini terjadi seiring
dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi yang mengalir deras dalam berbagai
kemasan tanpa memperhatikan kualitas isi di era globalisasi. Fenomena ”di luar batas” san-
gat terlihat, terutama terekspresikan oleh sebagian besar perilaku para kawula muda yang
lahir dan tumbuh dewasa di era tersebut. Fenomena demikian juga ditemukan pada para tua
yang belum dewasa. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia sebaik-baik
ciptaan, selain diberi akal, hati nurani juga nafsu. Manusia diberi kebebasan memilih tetapi
harus bertanggungjawab atas pilihannya. Tuhan telah memberi manusia otak, agar dapat di-
manfaatkan untuk memilih hidup di jalanNya, sesuai dengan ajaran di kitab suci dan teladan
(Rasul dan Nabi) sesuai agama yang diimani. Namun demikian manusia, terutama di era

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 147


DEWAN RISET NASIONAL

globalisasi di Indonesia, belum memenuhi harapan dan bahkan banyak yang mengikuti jalan
hidup yang tidak sesuai dengan ajaran agama yang diyakini. Muncul masalah besar, bahwa
sejauh ini berbagai fenomena ”di luar batas” yang sering ditemukan di Indonesia masih perlu
dijelaskan.
Proses modernisasi, industrialisasi, kemajuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pesat telah berdampak terhadap perubahan pola hidup masyarakat yang serba kompleks.
Manusia modern sangat sering mengalami gejala keterasingan yang disebabkan oleh peru-
bahan sosial yang berlangsung sangat cepat, hubungan antar manusia yang semakin terasa
gersang atau kurang dan bahkan kehidupan masyarakat sudah tidak humanis. Kondisi seperti
ini sangat memicu konflik psikologis, terjadi ketimpangan antara tuntutan sosial dan kesia-
pan mental untuk menghadapinya. Konflik psikologis demikian yang terjadi berkepanjangan,
akan berdampak pada kemunculan berbagai problem kehidupan sebagai bentuk kegagalan
adaptasi (kesepian, kecemasan, perilaku menyimpang, dan dapat terjadi gejala psikosomatis.
Perubahan tersebut juga dapat merupakan bentuk ekspresi “model mental baru” yang tidak
berbasis pada nilai luhur bangsa Indonesia atau sebagai bentuk kegagalan pembentukan mod-
el mental sebagai hasil adaptasi perubahan nilai di era globalisasi. Saat ini perilaku ”di luar
batas” semakin merisaukan dan bila tidak segera diselesaikan maka sangat mungkin akan
terbentuk ”model metal baru” yang menghancurkan nilai luhur bangsa dan mengakibatkan
kehancuran karakter bangsa. Suatu bangsa manakala telah mengalami kehancuran karakter
maka tinggal menunggu waktu untuk menghadapi kehancuran bangsa tersebut.
Karakter merupakan ”power of mind” manusia yang terdiri atas sifat, semangat, ke-
pribadian, moralitas, akhlak dan keyakinan yang diperoleh melalui proses pembelajaran yang
lama dan muncul dalam ekspresi dan aktualisasi diri serta dalam pola perilaku berkehidupan,
bermasyarakat dan berbudaya. Karakter manusia tersebut akan membangun karakter Bangsa,
yang merupakan kekuatan bangsa yang berakar dari bangsa itu sendiri, menjadi identitas
atau ciri bangsa tersebut sebagai modal dasar bagi satu bangsa untuk membangun diri untuk
menjadi bangsa sejahtera, berdaulat yang bermartabat. Saat pasca pemerintahan Orde Baru,
terjadi euforia kebebasan dari kondisi “kemapanan”, keterbelengguan ide, kreativitas, inovasi
dan pemikiran ekstrapolatif yang cukup lama dan tanpa disadari telah menjadikan bangsa
Indonesia terpeleset keluar dari rambu nilai luhur berbagai piranti untuk mengelola bangsa,
yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Ke empat piranti tersebut telah
diinovasi, baik tafsir maupun teksnya, dengan dalih penyempurnaan untuk memuluskan ber-
bagai tujuan yang menjadikan bangsa Indonesia kehilangan karakter, integritas dan wawasan
kebangsaan sehingga bangsa Indonesia menjadi tergantung dalam pemenuhan kebutuhan
dasar hidup kepada bangsa lain. Ironis tetapi telah terjadi, bahwa bagaimana mungkin negara
agraris yang kaya dengan sumber daya alam dan mempunyai geografis sangat strategis tidak
mampu memberdayakan kekayaan di darat, laut dan udara untuk kemandirian di bidang
pangan serta energi untuk kemakmuran bangsa berdaulat yang bermartabat? Upaya semacam
”perang neocortex” tanpa disadari telah menggerus karakter bangsa. Karakter yang luntur
148 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

ini telah mencabik ”power of mind” bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang sejahtera-
berdaulat-bermartabat, yang telah memunculkan berbagai perilaku yang keluar dari batas
kepatutan yang berdasar pada nilai luhur bangsa Indonesia.
Indonesia harus bangkit dan harus kembali ke karakter yang telah berhasil memerdeka-
kan dari berbagai belenggu penjajahan. Keterbatasan persenjataan (bambu runcing) di
tangan pemuda Indonesia, terutama arek Suroboyo yang berkarakter ”merdeka atau mati”,
telah membuktikan berhasil menghalau sekutu dari bumi Indonesia. Sejarah telah mem-
bukti bahwa Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika telah menyelamatkan
Indonesia dari berbagai upaya untuk menjajah Indonesia kembali. Namun modus ”perang
neocortex” dengan soft skill tinggi, telah menyadarkan kita semua, ternyata modus perang
baru tersebut telah hampir mampu menghancurkan karakter bangsa Indonesia. Pemikiran
ekstrapolatif seorang dokter yang menggunakan paradigma penyembuhan terkini terhadap
penderita penyakit khronis, sangat memerlukan (1) kejelasan patogenesis sebagai dasar di-
agnosis, (3) ketepatan indikasi pemanfaatan obat serta terutama (3) kualitas respons biologis
penderita yang tepat (perubahan fisiobiologis). Seorang dokter sangat menyadari bahwa men-
gobati penderita yang telah kehilangan motivasi hidup akan sangat sulit dan mahal dibanding
bila penderita mempunyai motivasi kuat untuk sembuh. Motivasi sembuh merupakan salah
satu kinerja otak sehat dan bukan sekedar otak normal. Model strategi kedokteran yang de-
mikian seharusnya dapat diserap untuk mendasari upaya membangkitkan karakter bangsa In-
donesia sebagai modal dasar membangkitkan kembali semangat menuju Indonesia sejahtera
berdaulat bermartabat. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya. Pe-
nyehatan Otak sebagai perwujudan ’Deklarasi Otak Indonesia tanggal 21 Mei 2012-2021’
oleh DRN-Kemenristek RI-Masyarakat Neurosains Indonesia dan Badan Pelaksana Harian
(BPH) RSIJ, yang disaksikan oleh Menristek RI, Prof Dr Gusti Muhammad Hatta, Ir, Msi
(saat itu) adalah merupakan langkah awal untuk membangun karakter Indonesia. Revolusi
Mental berbasis Otak Sehat harus dilaksanakan di Indonesia. Tulisan ini merupakan rangku-
man pemikiran deduktif saya yang tertuang dalam berbagai ceramah ilmiah tentang Otak
Sehat dan Karakter Bangsa di berbagai forum nasional, yang disajikan secara populer.

2. OTAK NORMAL DAN OTAK SEHAT


Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, telah menciptakan manusia sebaik-baik ciptaan.
Mahluk yang diberi otak yang mempunyai banyak potensi, baik kecerdasan intelektual,
emosi, spiritual maupun adversitas, bukan tanpa maksud. Sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat bagi yang lain, yang rahmatan lilallamin. Hal ini seharusnya memotivasi kita
untuk menjadikan otak kita mampu membangun mindset yang mendasari perilaku mulia.
Saat pemeriksaan kesehatan sebelum menerima amanah, semua para pemangku kepentingan
dinyatakan tidak ditemukan kelainan, baik secara psikologis maupun fisik, termasuk neuro-
morfungsi otak, semuanya dalam keadaan normal. Walau demikian ternyata para pemangku

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 149


DEWAN RISET NASIONAL

kepentingan masih banyak yang berurusan dengan hukum dan masuk penjara. Otak yang
normal ternyata belum mampu mendasari kinerja yang menyelamatkan hidup manusia, sep-
erti yang ditunjukkan oleh kinerja otak sehat. Fenomena tersebut telah memunculkan pe-
mikiran deduktif untuk membedakan konsep Otak Normal dan Otak Sehat.
Otak normal merupakan otak neuromorfofungsi tidak menunjukkan kelainan, sedang
otak sehat adalah normal yang mampu berkinerja secara neurobehavior menjadikan dirinya
bermanfaat bagi yang lain. Bila otak normal dapat dicapai terutama melalui pemberian asu-
pan gizi seimbang maka menyehatkan otak normal terutama dicapai melalui pendidikan.
Pendidikan ada tiga tempat, di keluarga, di institusi pendidikan dan di masyarakat. Apakah
pendidikan di ketiga (keluarga, institusi pendidikan dan masyarakat) tempat sudah berjalan
dengan benar dan baik? Orang tua merupakan Guru Besar bagi anaknya. Upaya meletakkan
nilai kebersamaan, rasa kasih sayang, empati, simpati, kesantunan dalam berperilaku, keju-
juran, dan disiplin seharusnya sudah ditanamkan oleh para orang tua kepada anaknya di ru-
mah. Berbagai kesibukan orang tua untuk mencukupi kebutuhan hidup menjadi kendala un-
tuk menjalankan fungsi pendidik bagi anaknya. Di institusi pendidikan maka guru dan dosen
mempunyai peran penting untuk mendidik para siswa dan mahasiswanya. Sudahkan para
Guru dan Dosen memahami falsafat pendidikan dari Ki Hajar Dewantoro? Ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karyo, dan tut wuri handayani? Tugas Guru dan Dosen bukan
sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi namun juga harus menyampaikan
nilai moral, baik melalui ucapan maupun perilaku di kehidupannya. Bila Guru menganjur-
kan para siswa untuk disiplin maka Guru juga harus tidak terlambat datang ke kelas dan bila
Guru tersebut beragama Islam maka saat mendengar adzan harus bersegera menghentikan
pelajaran, menyiapkan diri untuk shalat. Pelajaran etika tidak cukup diajarkan namun harus
diteladankan. Bila Dosen menganjurkan mahasiswa harus selalu mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian maka dosen harus menampilkan slide ma-
teri kuliah yang selalu diperbarui dengan berbagai hasil penelitiannya. Apakah Orang Tua,
Guru dan Dosen untuk mampu mendidik siswa dan para mahasiswa demikian? Sejujurnya
belum semua pemangku kepentingan demikian atau bahkan kita belum berhasil menyehat-
kan otak siswa dan mahasiswa. Apalagi bila kita melihat keteladanan dalam kehidupan di
masyarakat yang masih jauh api dari panggang. Sebagai misal adalah, Perilaku masyarakat
dalam berkendaraan di jalan raya sangat memprihatinkan. Banyak hal justru menunjukkan
bahwa orang tua tanpa disadari telah mengajarkan dan meneladani berkendaraan merusak
etika dan bahkan melanggar hukum berlalu lintas.
Sekarang di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, pendidikan anak di
kehidupan bukan hanya dari ke tiga sumber di atas, keluarga, institusi pendidikan, dan
masyarakat, namun masih banyak materi pendidikan yang tidak bisa dikontrol, yang menga-
lir sangat deras merasuk ke setiap otak para ”anak didik” kita, baik yang sesuai, tidak sesuai
maupun yang bertentangan dengan nilai luhur budaya Indonesia. Semua materi pendidikan
tersebut justru sangat mewarnai etika moral ”anak didik” kita semua. Terbayangkah di benak
150 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

kita, sebagai orang tua, guru dan dosen, bagaimana kita hidup untuk tumbuh menjadi de-
wasa, bila kita dulu hidup dalam lingkungan seperti sekarang? Mampukan kita menyeleksi
informasi tersebut untuk membangun nilai moral dalam mental seperti yang kita miliki seka-
rang? Apakah pernah terbayang kelak saat kita harus mempertanggung jawab perbuatan kita
sebagai orang tua di dunia dan saat melangkah menuju syorga, kemudian terdengar rintihan
derita seorang anak kita yang protes? Ya Tuhanku, sudah adilkah bila orang tuaku yang
lalai itu pergi melenggang ke syurga, pada hal saya tidak mengetahui bahwa perbuatanku
saat itu, yang telah menyeretku ke neraka tersebut, tidak pernah diingatkan oleh orangtu-
aku karena sibuk mencari nafkah untuk menghidupiku. Pada hal tidak menutup kemungki-
nan, sebenarnya keduanya mencari kepuasan mendapat sanjungan perbuatan mereka di luar
sana. Saya, anaknya yang seharusnya menjadi tanggung jawab didikannya hanya dicukupi
kebutuhan perut, gizi seimbang (otak normal) namun pedih hatiku tidak pernah diusap oleh
kelembutan kasih sayangnya untuk menyehatkan otakku? Semoga dialog imaginer tersebut
mengingatkan kita semua, para Orang Tua, Guru-Dosen, dan para Pemangku Kepentingan
untuk merefungsionalisasi dengan benar dan tepat terhadap amanah mulia, menyehatkan
otak generasi penerus kita dalam mengelola negara, Indonesia yang sejahtera, berdaulat
dan bermartabat. Mungkinkah hal ini yang menjadi pertimbangan Kementerian Pendidikan
Dasar Menengah dan Kebudayaan (KemenDasMen&Bud) berbagi amanah dengan Kemente-
rian Riset-Teknologi dan Pendidikan Tinggi (KemenRistek dan Dikti) agar lebih fokus dalam
menyehatkan otak Indonesia agar menjadikan hasil lulusan yang unggul bermoral. Bila hal
tersebut benar maka Deklarasi Dasawarsa Otak Indonesia (2012-2021) yang dideklarasikan
pada tanggal 21 Mei 2012 yang dimotori oleh Dewan Riset Nasional (DRN) Kemenristek
RI-Masyarakat Neurosains Indonesia (MNI)-Badan Pelaksana Harian (BPH) RSIJ di gedung
BPPT yang disaksikan oleh Menteri Riset dan Teknologi saat itu (Prof Dr Gusti Hatta, Ir,
MSi), telah mulai berproses di pemerintahan untuk segera membina generasi penerus yang
unggul bermoral Indonesia.

3. LANGKAH MENUJU OTAK SEHAT INDONESIA


Pembinaan dalam penormalan otak sudah berjalan menuju ke arah yang baik, walau
masih ditemukan secara sporadis keberadaan status gizi buruk di berbagai daerah. Otak nor-
mal dapat dicapai dengan menyiapkan ketersediaan asupan gizi seimbang dan pemahaman
orang tua terhadap peran gizi seimbang terhadap pembentukan otak normal anaknya. Upaya
penormalan otak harus segera selesai untuk secara bersama melangkah ke upaya pembi-
naan otak sehat Indonesia. Refungsionalisasi peran para pendidik generasi penerus (Orang
Tua, Guru-Dosen, dan Pemangku Kepentingan) merupakan pekerjaan panjang yang terus
berkelanjutan dengan penuh pengabdian untuk Negara dan Bangsa Indonesia.
Kereta Api Indonesia telah membuktikan strategi dalam merevolusi operasionalisasi
sistem perkeretaapian yang berhasil. Hasil revolusi tersebut telah kita rasakan bersama. Saya

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 151


DEWAN RISET NASIONAL

mengamati terdapat dua langkah utama yang sudah dilaksanakan, yaitu (1) penerapan hu-
kum secara tegas dan adil, dan (2) Pendidikan kepada aparatur perkeretaapian dan penump-
ang kereta api. Walau keberhasilan masih terus harus disempurnakan, namun secara jujur,
kita sudah merasakan perubahan yang nyata terhadap kenyamanan naik kereta api di Indo-
nesia. Semoga hal tersebut menginspirasi untuk langkah penyehatan otak.

Langkah menuju otak sehat Indonesia memerlukan pemahaman terhadap semua


proses yang menjadikan kondisi otak Indonesia menjadi seperti sekarang. Banyak pendapat
bahwa keadaan bangsa seperti ini karena ada upaya meng ”malnutrikan” peran piranti yang
digunakan untuk mengelola negara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tung-
gal Ika untuk menyehatkan otak Indonesia. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia melewati
berbagai era dengan arah perjuangan sesuai jamannya. Di era Soekarno-Hatta, ”Character and
Nation Building” menjadi tujuan utama. Betapa Soekarno melalui pidatonya mampu mem-
bakar semangat rakyatnya. Soekarno berupaya mendidik bangsanya dengan berbagai materi
pidato yang kemudian dibukukan. Di Era Soeharto lebih difokusikan ke perbaikan ekonomi
dengan berbagai pelaksanaan ”repelita” dan ”pelita” pembangunan. Era ini berjalan cukup
lama, sekitar 32 tahun. Waktu lama dalam “kemapanan” dapat dirasakan sebagai suatu ham-
batan bagi yang ingin berubah. Perubahan menuju kebebasan di era reformasi ternyata tidak
mudah dilakukan. Banyak presiden, mulai dari Prof BJ Habibie, Gus Dur, Megawati dan
sampai Prof Dr Susilo Bambang Yudoyono telah menghantarkan perubahan dari ”kema-
panan” menuju ke Era Reformasi. Namun tanpa disadari bersamaan dengan keterbukaan
tersebut masuklah grand design ”perang neokorteks” yang secara bertahap namun pasti telah
berhasil mengikis karakter, wawasan kebangsaan dan integritas bangsa Indonesia. Penggeru-
san ke empat nilai luhur tersebut menjadikan kinerja otak sehat semakin jauh. Di era refor-
masi ini terasa telah terjadi ”model mental baru” yang tidak berbasis kepada budaya bangsa
Indonesia. Seolah perjalanan bangsa kehilangan arah dan generasi penerus menjadi galau
akan identitas dirinya, jadilah generasi yang telah tercabut dari akar budaya bangsanya. Saat
kita memasuki era Jokowi-JK yang sangat diharapkan terjadi perubahan mendasar ke arah
bebas yang terarah, membina model mental global berkarakter Indonesia.
Langkah menuju otak sehat Indonesia perlu dua tahapan, baik tahap jangka pendek
maupun jangka panjang.
1. Langkah di tahap jangka pendek harus menerapkan hukum secara tegas dan adil terha-
dap semua tindakan kriminal sebagai kinerja otak normal yang belum sehat yang merugikan
bangsa dan negara.
2. Langkah di tahap jangka panjang dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan dan ber-
dasar patogenesis gangguan kinerja otak normal tersebut. Tahap jangka panjang ini meliputi:
2.1. Penataan kembali semua piranti yang digunakan untuk mengelola negara. Ibarat Indo-
nesia sebagai rumah bangsa, maka Pancasila menjadi falsafat negara (fondasi), UUD 1945
152 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

sebagai soko guru, NKRI sebagai atap dan dinding, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai isi
rumah bangsa Indonesia. Semua ini harus menjadi materi pendidikan sebagai makanan otak
normal agar menjadi otak sehat Indonesia.
2.2. Refungsionalisasi ketiga pemangku kepentingan dengan tepat, benar dan baik. Orang
tua harus mampu membangun fondasi moral anaknya melalui teladan dan kasih sayang se-
cara terus menerus bermaterikan berbagai nilai luhur agama dan budaya bangsa yang terkri-
talisasikan dalam nilai luhur falsafah negara, yaitu Pancasila. Guru, selain memantabkan
pondasi moral yang telah dibangun oleh orang tua, juga harus memperkaya dengan berbagai
nilai moral agama dan budaya universal yang masih sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
Upaya ini diharapkan mampu membangun model mental yang terbuka namun selektif ter-
hadap berbagai kekayaan nilai budaya dunia agar tidak hanyut kehilangan akar budaya Indo-
nesia. Bangsa Indonesia menjadi bangsa dunia namun tetap berkarakter Indonesia. Guru se-
cara bertahap memulai mengasah kecerdasan intelektual iptek-humaniora untuk menyiapkan
anak didik memasuki dunia perguruan tinggi. Dosen, selain semakin mengasah keunggulan
kecerdasan intelektual dalam iptek dan humaniora, juga tetap secara terus menerus menguat-
kan moral bangsa melalui berbagai materi iptek-humaniora untuk membangun sumber daya
manusia yang unggul bermoral Indonesia.
2.3. Para pemangku kepentingan di masyarakat harus mampu menciptakan lingkungan hidup
yang kondusif untuk sumber daya manusia yang unggul bermoral Indonesia yang semakin
mantab dan berdaya saing tinggi di era global.
Semua langkah tersebut merupakan tugas mulia para orang tua, guru-dosen dan dua
kementerian, yaitu Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar-Menengah dan Kemen-
terian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

4. OTAK SEHAT DAN KESEHATAN


Saat ini, dunia kesehatan telah memasuki era baru, paradigma mind-body yang men-
yatu. Paradigma ini telah mengubah paradigma pengobatan. Bila dulu penyembuhan akan
terjadi dengan baik manakala ”tepat diagnosis dan tepat indikasi obat”, maka saat ini pe-
nyembuhan sangat ditentukan oleh ”tepat diagnosis, tepat indikasi obat dan tepat respons
biologis”. Ketepatan respons biologis sangat tergantung kepada kinerja otak sehat yang men-
gendalikan perubahan biologis. Penelitian Guang, seorang guru besar di bidang kedokteran
pencegahan, menunjukkan bahwa orang yang makan saat lapar dan berhenti makan sebelum
kenyang, tidak minum alkohol, tidak merokok dan pandai mengambil hikmah, terbukti da-
pat menurunkan berbagai resiko menderita diabetus melitus (DM), penyakit jantung koroner
(PJK), hipertensi dan kanker. Penelitian dari Kazuo Murakami terhadap penderita DM tipe
2 yang bahagia terbukti mampu meregulasi gula darah. Penelitian Kazuo Murakami tersebut
telah menemukan ekspresi 23 gen baru, salah satu yang sudah dikarakterisasi adalah reseptor
adenylsiklase. Penelitian Ader dan Nicholas Cohen pada binatang yang mengalami emosi
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 153
DEWAN RISET NASIONAL

terganggu menunjukkan respons imun (pembentukan antibodi) terendah saat dipapar imuno-
gen. Semua penelitian tersebut telah membuktikan keterkaitan kinerja otak dengan respons
biologis, yang dalam penelitian tersebut adalah respons imun. Hasil penelitian kami juga
membuktikan bahwa berolahraga dengan gembira mampu memperbaiki respons imun.
Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa penderita yang sangat mencintai Tu-
hannya dan selalu mampu menerima ”pemberian Tuhannya sebagai bentuk kasih sayang
kepada dirinya”, akan lebih cepat sembuh dan untuk penyakit yang belum terobati dengan
baik, sehingga penderita lebih mampu bertahan hidup. Kondisi seperti itu ditemukan pada
penderita kanker, dan HIV/AIDS. Penderita yang mampu mengambih hikmah dari semua
penderitaan yang dialami akan memperbaiki imunitas. Hal ini mudah dijelaskan melalui me-
kanisme psikoneuroimunologis. Beberapa penelitian terakhir menyebutkan bahwa terdapat
protein spesifik yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadap stresor baik fisik maupun
psikis, yaitu heat shock.
Otak sehat mampu berkinerja mengelola stresor dengan baik, eustress. Individu yang
berotak sehat mampu menghindari kondisi distress, bila merespon stressor akan mampu
menghasilkan respons yang fisiobiologis. Beberapa kinerja otak sehat mampu berkecerdasan
majemuk yang menjadikan individu yang selalu ingat Tuhannya, jujur, bertanggung jawab,
sportif, disiplin, pemberani, kreatif, inovatif, empati, sulit marah, mudah memaafkan, teguh
memegang prinsip, rendah hati, tinggi budi, tegas, dan sifat mulia yang lain. Otak sehat
mampu menyehatkan individu dan menghindarkan individu dari kondisi sakit. Otak sehat
diharapkan mampu semakin mengarahkan upaya promotif dan preventif di bidang keseha-
tan, sehingga beban pembiayaan untuk upaya kuratif dan rehabilitatif yang cukup berat dapat
dihindari. Otak sehat akan menghindarkan segala perbuatan yang merugikan martabat kema-
nusiaan sehingga berbagai upaya koruptif terhindarkan.

5. OTAK SEHAT DAN KARAKTER


Seperti yang telah diuraikan terdahulu, bahwa karakter merupakan kekuatan jiwa (the
power of mind) manusia yang terdiri dari sifat, semangat, kepribadian, moralitas, akhlak,
dan keyakinan. Karakter ini merupakan hasil proses belajar dalam waktu yang panjang, dan
muncul dalam ekspresi dan aktualisasi diri, serta dalam pola perilaku berkehidupan, ber-
masyarakat, dan berbudaya. Otak normal, yang disehatkan melalui pendidikan yang menggu-
nakan materi dari berbagai nilai luhur yang bersumber kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI
dan Bhineka Tunggal Ika, in shaa Allah akan menjadi Otak Sehat Indonesia. Semua kinerja
otak sehat tersebut merupakan ekspresi dari nilai luhur piranti yang telah terbukti berhasil
mengelola negara dengan cara bermartabat. Sejarah membuktikan manakala piranti pen-
gelola negara dilupakan, terutama Pancasila, maka berbagai kesulitan muncul di Indonesia.
Semua itu seharusnya menjadi pelajaran mahal bagi bangsa Indonesia agar tidak terulang.
Pancasila merupakan kristalisasi nilai luhur bangsa Indonesia, manakala diingkari maka
154 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

bangsa ini akan kehilangan nilai luhur tersebut dan ketidakluhuran yang akan mendominasi
kehidupan kita. Semoga kita merasakan semua itu dan tidak mudah melupakan sehingga ter-
jadi kerusakan berulang yang terlalu mahal untuk dipulihkan. Semua elemen karakter yang
diperlukan untuk membangun bangsa Indonesia hakekatnya merupakan kinerja otak normal
yang disehatkan oleh nilai luhur keempat piranti untuk mengelola Negara (Pancasila, UUD
1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika), yaitu Otak Sehat Indonesia.

6. PENUTUP
Otak normal manusia Indonesia yang dicapai melalui asupan gizi seimbang harus
segera disehatkan melalui pendidikan dengan materi berbagai nilai luhur dari empat piranti
yang digunakan untuk mengelola Negara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhine-
ka Tunggal Ika, agar menjadi Otak Sehat Indonesia. Saat ini Otak Sehat Indonesia sangat
didambakan bangsa Indonesia untuk mengembalikan martabat bangsa Indonesia yang telah
terkoyak. Revolusi mental berbasis Otak Sehat Indonesia sangat diperlukan untuk menjadi-
kan Indonesia sejahtera, berdaulat dan bermartabat, baik di Indonesia maupun terutama di
dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bila pembaca ingin mendalami uraian sederhana ini, silahkan membaca berbagai sumber
berikut:
Ader R, Felten DL, Cohen N. 1991. Psychoneuroimmunology. 2rd ed. Academic Press, San
Diego.
Hawari D. 2005. Doa dan Zikir sebagai Obat. Surabaya. Kongres Nasional I Psikoneuroimu-
nologi. Surabaya.
Maramis WF. 1995. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Putra ST, Soekarno S, Setyawan S, Asnar E, Soedoko RW. 1993. Pengaruh latihan fisik dan
kondisi kejiwaan terhadap ketahanan tubuh. Jakarta. Seminar Sehari Laporan Hasil Peneli-
tian. Cempaka Hotel.
Putra ST. 2005. Perkembangan Paradigma dan Konsep Psikoneuroimunologi. Surabaya.
Kongres Nasional I PNI. Sheraton Hotel.
Putra, ST. 2011. Psikoneurpimunologi Kedokteran. Ed2. Airlangga University Press. Sura-
baya.
Setyawan S. 1995. Pengaruh Latihan Fisik Aerobik dan Anaerobik terhadap Pola Respon
Ketahanan Tubuh. Disertasi. PPs Unair Surabaya.
Siswantoyo. 2007. Pengaruh Olahraga Pernafasan Satria Nusantara Tingkat Pradasar-Dasar
Terhadap Modulasi Imunitas. Disertasi. PPs Unair Surabaya.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 155


DEWAN RISET NASIONAL

156 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

MASALAH PENYAKIT AUTOIMUN SISTEMIK, LUPUS:


SUATU ANCAMAN KESEHATAN WANITA YANG NYATA
DI INDONESIA
Prof. Dr. Handono Kalim,dr. SpPD-KR, Kusworini Handono, 1,2
1
Anggota Komisi Teknis Teknologi Kesehatan & Obat DRN 2012-2014
2
Pusat Studi Autoimun, Reumatik dan Alergi ( AURA )
Fakultas Kedokteran/RS dr Saiuful Anwar, Universitas Brawijaya, Malang
hkalim333@gmail.com, dr.kusworini@gmail.com
telp 0816552455, 0341 365585

1. PENDAHULUAN
Dalam dua dekade mendatang akan terjadi perubahan dan transisi yang nyata dalam
kebutuhan kesehatan diseluruh dunia , termasuk di Indonesia, disebabkan oleh adanya tran-
sisi epidemiologik. Pada saat ini, perilaku dan gaya hidup berkaitan dengan 20-25% masalah
penyakit di mana mana.Di negara yang sedang berkembang , proporsi ini dengan cepat beru-
bah, dimana penyakit penyakit tak menular seperti penyakit jantung, reumatik, depresi dan
kecelakaan menjadi penyebab ketidak mampuan dan kematian yang semakin sering diband-
ing penyakit infeksi. Diperhitungkan pada tahun 2020, penyakit tak menular akan bertang-
gung jawab pada 70% kematian dibanding kurang dari setengah pada saat ini( WHO,2014).
Semula diduga bahwa di negara berkembang penyakit tak menular akan menggantikan pen-
yakit menular sebagai penyebab utama masalah kesehatan.Akan tetapi sekarang terbukti
bahwa negaranegara tersebut, termasuk Indonesia, menghadapi tiga beban kesehatan ( triple
burden ) yaitu penyakit menular dan gangguan gizi, penyakit tak menular dan penyakit yang
dibuat manusia sendiri karena perilaku sosial yang tak sehat. Adanya tiga beban kesehatan
tersebut mengharuskan negaranegara berkembang menyesuaikan kebijakan kesehatannya
masing masing dan mungkin memerlukan perubahan proritas. Tiga beban kesehatan tersebut
masih ditambah dengan beban lain yang timbul karena adanya keterbatasan dan distribusi
yang tak merata pada sumber daya manusia dan anggaran untuk pelayanan kesehatan din-
egara berkembang. Dengan demikian , pada hakekatnya Indonesia tak hanya menghadapi
triple burden, tapi quadriple burden kesehatan.
Salah satu penyakit tak menular yang semakin bertambah banyak , akan tetapi kurang
mendapatkan perhatian, ialah penyakit autoimun, suatu golongan penyakit yang terjadi ka-
rena reaksi imun terhadap diri sendiri. Secara keseluruhan terdapat lebih dari 100 penyakit
autoimun, membuat golongan penyakit ini menjadi golongan penyakit yang paling banyak
dijumpai. Diantara sekian banyak penyakit autoimun, lupus dan artritis reumatoid adalah
yang paling banyak dijumpai dan paling banyak memberikan masalah, karena perjalanan
penyakit yang menahun dan progresif, gangguan kwalitas hidup pasien , pengobatan yang
sulit serta tingginya angka kematian. Prevalensi lupus di Negara berkembang, termasuk Indo-
nesia berkisar 0.5-1% ( Mok,2011) , yang berarti di Indonesia kemungkinan terdapat hampir
2 juta pasien lupus. Jumlah ini semakin bermakna dalam menimbulkan beban masyarakat

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 157


DEWAN RISET NASIONAL

karena sebagian besar pasien lupus adalah wanita dalam usia produktif.
Tujuan tulisan ini ialah hendak mengingatkan pembaca tentang seriusnya masalah kes-
ehatan yang timbul dari lupus, suatu penyakit yang akan semakin banyak di hadapi di masa
depan. Hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan perhatian pemerintah dan para peneliti
untuk dapat mengatasi masalah tersebut. Para peneliti dapat berperan dengan berupaya men-
emukan cara cara untuk mencegah penyakit , cara diagnosis lebih dini yang spesifik pasien
Indonesia , cara pencegahan kekambuhan dan pemanfataan bahan alami di Indonesia untuk
meningkatkan keberhasilan pengobatan . Diperlukan juga penelitian yang dapat memberi-
kan arahan tentang bagaimana menumbuhkan perilaku hidup sehat pasien dan anggota
masyarakat , khususnya yang berkaitan dengan lupus.

2. PENYAKIT APAKAH LUPUS ?


Lupus, atau sering juga disebut sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE), adalah suatu
penyakit reumatik autoimun sistemik yang terjadi karena adanya reaksi kekebalan tubuh /
reaksi imun terhadap sel atau jaringan sendiri. Dalam keadaan normal, sel-sel imun hanya
akan bereaksi terhadap protein atau antigen asing yang dapat mengancam jiwa seseorang. Sel-
sel tersebut dapat mengenali, akan tetapi tidak memberikan reaksi terhadap sel dan jaringan
sendiri, suatu keadaan yang disebut dengan toleransi imun. Karena berbagai sebab, toleransi
imun tersebut dapat menghilang ( loss of tolerance ) sehingga sel imun bereaksi terhadap sel
atau jaringan sendiri dan menimbulkan keradangan menahun yang merusak sel atau organ
sasaran, mencetuskan penyakit autoimun (Hahn, 2008). Karena hampir semua organ dapat
menjadi sasaran lupus, maka lupus merupakan suatu penyakit yang berat dengan manifestasi
pada banyak oragan, terutama kulit, persendian, ginjal , jantung dan paru .
Data dari negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa dengan semakin ber-
tambah baiknya ekonomi suatu negara, dan semakin berkurangnya penyakit infeksi, jumlah
orang yang terkena penyakit autoimun akan semakin bertambah banyak. Suatu fenomena
yang membuahkan suatu hipotesis “hygiene hypothesis” yang menyatakan bahwa semakin
bersih suatu lingkungan sistim kekebalan tubuh, semakin besar resiko seseorang terkena pen-
yakit alergi atau penyakit autoimun (Christen & Vonherrath, 2005). Dijelaskan bahwa den-
gan semakin berkurangnya paparan antigen infeksius, sel-sel imun cenderung memberikan
reaksi yangberlebihan terhadap suatu rangsangan . Sebagai akibatnya, sel imun menjadi lebih
mudah berbalik untuk bereaksi dan menyerang sel atau jaringan tubuh sendiri (autoimun)
atau bereaksi secara berlebihan terhadap beberapa protein asing yang sebenarnya tak mem-
bahayakan (alergi).
Pada kenyataannya hubungan antara infeksi dan penyakit karena aktifitas sistem imun
adalah kompleks. Penurunan penyakit infeksi dapat merubah sifat sel imun sehingga mening-
katkan respon autoimun ataupun alergi ( hygiene hypothesis ), akan tetapi sebaliknya infeksi
tertentu pada kondisi tertentu dapat mencetuskan terjadinya autoimunitas. Hal itu dapat ter-
158 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

lihat pada timbulnya autoimunitas setelah infeksi hepatitis C atau demam berdarah ( tabel 1 ).
Tabel 1.Kaitan infeksi virus dengan penyakit autoimun(Christen & Vonherrath, 2005)

VIRUS MANIFESTASI PENYAKIT AUTOIMUN


Parvovirus B19 Radang banyak sendi seperti artritis rheumatoid ( beberapa hari /min-
ggu setelah infeksi )
Rubella virus Ruam kulit morbili dan radang sendi, dapat sembuh sendiri
Virus Hepatitis C Radang banyak sendi yang menahun, menyerupai artritis rheumatoid
Virus hepatitis B Radang banyak sendi akut atau menahun dengan vaskulitis ( radang
pembuluh darah )
Arbo virus ( demam Radang banyak sendi, atau nyeri sendi atau ruam
berdarah , chikun-
guya, dst )
HIV Penyakit autoimun karena autoantibodi

Bagaimanapun juga, lupus akan semakin bertambah banyak di Indonesia.Penyakit yang


pada dua dekade lalu termasuk penyakit yang jarang dijumpai, kemudian berkembang menja-
di penyakit yang tak jarang dijumpai, sekarang telah menjadi penyakit yang sering dijumpai.

3. MENGAPA LUPUS LEBIH SERING MENYERANG WANITA ?


Data epidemiologi diseluruh dunia menunjukkan bahwa wanita lebih mudah terkena
lupus dari pada pria, dengan perbandingan 9-12 : 1 (Bramham, et al., 2012). Pada kenyataan-
nya, wanita lebih banyak terserang tak hanya lupus, tetapi pada hampir semua penyakit au-
toimun, suatu kecenderungan yang dapat dijumpai di mana mana .Banyak pandangan yang
mencoba menjelaskan mengapa lupus lebih banyak dijumpai pada wanita. Penjelasan per-
tama adalah faktor hormonal, khususnya estrogen dan testoteron yang membedakan wanita
dan pria. Estrogen dan beberapa hormon yang spesifik pada wanita, seperti prolaktin ternyata
lebih bersifat pro keradangan, khususnya keradangan humoral dengan terbentuknya autoan-
tibodi dari pada testoteron (Chuang & Molitch, 2007 ; Oliver & Silman, 2009 ; Handono, et
al., 2013a).
Peran estrogen pada peningkatan resiko lupus lebih lanjut ditunjukkan dengan tinggin-
ya angka kejadian penyakit ini pada usia dekade ke dua dan ke tiga, dimana aktivitas estrogen
adalah yang tertinggi dibanding kelompok usia yang lain. Juga ditunjukkan bahwa pria yang
menderita lupus mempunyai kadar testoteron yang lebih rendah dari pada pria sehat(Sawalha
& Kovats, 2008 ; Voschluhl, 2011). Terjadinya kekambuhan atau serangan lupus pada waktu
hamil, dimana sebelumnya pasien dalam keadaan tenang (remisi), juga menjelaskan peran
nyata estrogen pada kejadian lupus (Dhar & Sokol, 2006). Lebih lanjut, dilaporkan bahwa
pada pasien lupus sering terlihat adanya serangan kekambuhan yang berjalan sesuai dengan
siklus menstruasi. Bagaimana pengaruh pemberian hormon pada wanita (untuk mengatur
kehamilan dan sulih terapi pasca menopause) terhadap resiko lupus terdapat pandangan yang
berbeda. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan resiko penyakit autoimun
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 159
DEWAN RISET NASIONAL

setelah penggunaan hormon tersebut, sedangkan penelitian yang lain tidak menunjukkan
adanya hubungan tersebut(Oliver & Silman, 2009).
Disamping faktor hormonal wanita, faktor genetik telah disebutkan turut berperan
dalam resiko timbulnya lupus yang lebih besar pada wanita. Kromosom X, yang mencirikan
jenis kelamin wanita, dipandang merupakan salah satu penyebab mengapa wanita lebih ser-
ing terserang lupus oleh karena disitu terdapat gen-gen yang mengatur reaksi keradangan
(Oliver & Silman, 2009). Adanya beberapa sel janin pada darah ibu (mikrokimerisme) yang
pada umumnya tak menimbulkan masalah, pada beberapa wanita tak dapat ditoleransi dan
mungkin dapat mencetuskan terjadinya lupus (Lee, et al., 2010).
Vitamin D telah dilaporkan berperan dalam menurunkan resiko penyakit autoimun
karena menekan reaksi keradangan, memperbaiki toleransi imun dan menghambat pem-
bentukan auto-antibodi. Pada beberapa penelitian ditunjukkan adanya korelasi rendahnya
kadar vitamin D darah dengan resiko terkenanya penyakit autoimun, termasuk lupus dan
artritis reumatoid (Costenbader, et al., 2008; Cutolo, 2009; Bonakdar, et al., 2011; Wahono,
et al., 2014a). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa pasien-pasien lupus mempunyai
kadar vitamin D yang nyata lebih rendah daripada wanita sehat dan rendahnya kadar vita-
min tersebut berkaitan dengan pembentukan auto-antibodi dan beratnya manifestasi klinik
pasien lupus (Handono, et al., 2012b; Handono, et al., 2013d). Rendahnya kadar vitamin D
pada wanita lupus atau bahkan wanita sehat dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kulit yang berwarna, kurangnya aktifitas di luar ruangan, pemakaian baju yang sangat tertu-
tup atau pemakaian krim tabir surya karena takut kulit menjadi hitam. Ditunjukkan dalam
penelitian invitro bahwa pemberian vitamin D dapat memperbaiki fungsi sel-sel imun yang
berperan pada tercetusnya keradangan menahun, seperti sel dendrit, sel neutrofil, sel limfosit
T regulator dan Th17 mengarah ke penekanan reaksi keradangan pada pasien lupus (Ghorei-
shi, et al., 2009; Handono, et al., 2012a; Handono, et al., 2013b; Handono, et al., 2013c). Uji
klinik pada pasien lupus yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian vitamin D dapat
mengurangi rasa kelelahan (fatigue), suatu kondisi yang sering menyebabkan pasien malas
berobat(Wahono, dkk., 2014b).
Disamping infeksi tertentu, beberapa faktor lingkungan telah dikaitkan dengan pen-
ingkatan resiko penyakit autoimun, termasuk lupus. Salah satu faktor lingkungan tersebut
adalah merokok. Hal ini menunjukkan bahwa penghentian merokok pada wanita tak hanya
berkaitan dengan pencegahan kanker, penyakit kardiovaskular, dan gangguan kehamilan
tetapi juga bermanfaat untuk pencegahan penyakit autoimun (Criswell, et al., 2002). Apakah
penggunaan bahan bahan kosmetik, implan silikon dan pengecat rambut berkaitan dengan
lebih tingginya resiko penyakit lupuspada wanita masih menjadi perdebatan (Sankes-Guerro-
ro, et al., 1996 ; Lipsworth, et al., 2004 ; Wang, et al., 2008).

160 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

4. MASALAH PENATALAKSANAAN PASIEN LUPUS


Masalah kesehatan pertama lupus ialah karena beratnya penyakit. Di negara berkem-
bang, seperti Indonesia, penatalaksanaan lupus menjadi lebih sulit karena penyakit yang lebih
berat dan berjalan lebih progresif dari pada pasien di nSegara maju ( Navarra & King,2006 ).
Angka harapan hidup pasien lupus di Indonesia nyata lebih rendah dengan keterlibatan gin-
jal yang lebih cepatberkembang menjadi gagal ginjal ( Handono, 2010 ).Meskipun harapan
hidup penderita SLE di negara – negara Barat semakin baik, tetapi di negara berkembang ter-
masuk Indonesia, ternyata masih belum memuaskan. Harapan hidup 10 tahun setelah diag-
nosis SLE di Indonesia adalah 54%, sedangkan di Barat berkisar 90-94% ( Handono, 2001 ) .
Kematian dini pasien lupus tak hanya karena penyakit lupusnya sendiri, tetapi juga berkaitan
dengan penyakit jantung koroner dan stroke yang timbul pada usia yang lebih muda. Masih
banyaknya penyakit infeksi di Indonesia menimbulkan masalah lain karena pasien lupus mu-
dah terkena infeksi dengan akibat yang lebih berat dari pada pasien lain karena adanya gang-
guan pada respon imun ( Hahn, 2008 ). Pada kenyataannya, infeksi merupakan salah satu
penyebab kematian pasien lupusdi Indonesia yang tersering.
Masalah kesehatan lupus di Indonesia yang kedua ialah banyaknya pasien yang ter-
lambat berobat. Karena keterlambatan tersebut , pasien datang dalam keadaan yang sudah
lebih berat sehingga keberhasilan pengobatan tak optimal.Keterlambatan tersebut mungkin
berkaitan dengan rendahnya pemahaman tentang lupus atau peri laku pasien dan keluarg-
anya atau pengetahuan dokter di pusat pelayanan primer tentang lupus yang belum memadai.
Pada umumnya pasien lupus baru berobat ke rumah sakit setelah berobat kebeberapa klinik
atau malahan ke paranormal karena memandang penyakitnya sebagai penyakit yang tak bia-
sa/aneh.Keterlambatan diagnosis juga dapat timbul karena fasilitas laboratorium untuk diag-
nosis penyakit autoimun seperti lupus hanya tersedia di rumah sakit rumah sakit besar saja.
Masalah kesehatan lupus yang ketiga ialah belum ada dan belum meratanya keterse-
diaan obat yang baik untuk lupus. Sampai sekarang sebenarnya tak ada satupun obat yang
dipergunakan khusus (diindikasikan ) untuk lupus. Obat yang diberikan pada pasien lupu-
sadalah obat obat yang dipergunakan untuk indikasi penyakit lain, seperti hidroksikloroquin
yang dipergunakan untuk malaria, steroid yang dipergunakan juga untuk alergi dan keradan-
gan, imunosupresanyang dipergunakan untuk tranplantasi ginjal ( mikofenolat mofetil, aza-
tioprin atau siklosporin ), obat kanker ( siklofosfamid, metotreksat ) atau obat obat imuno-
supresan yang lain. Dengan demikian penggunaan obat obat tersebut untuk lupussebenarnya
adalah “off label “ atau diluar indikasi, yang menimbulkan kesulitan dalam pengadaan dan
penggunaannya untuk pasien lupus. Dapat dikatakan sampai sekarang belum diperoleh ban-
yak kemajuan dalam obat obat untuk lupus yang baik dan aman, sebagian karena sangat be-
ragamnya manifestasi lupus. Sekarang memang sedang diuji coba obat biologik untuk lupus
( khususnya nefritis lupus ) yang diharapkan dapat dipergunakan segera dalam praktek sehari
hari. Akan tetapi pasti harganya mahal sekali sehingga akan sulit terjangkau oleh kebanyakan
pasien lupus di Indonesia.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 161
DEWAN RISET NASIONAL

5. MASALAH DIAGNOSIS DAN PENGENALAN DINI LUPUS


Melihat pada masalah beratnya penyakit lupus, keterlambatan pasien berobat dan su-
litnya penatalaksanaan pasien di Indonesia, maka sangat diperlukan diagnosis atau pengena-
lan yang dini pasien lupus.Di negara maju ditunjukkan bahwa dengan deteksi yang lebih dini,
perbaikan kesetiaan pasien untuk berobat dan pengembangan cara tata laksana lupus, hara-
pan hidup dan kwalitas hidup pasien lupus dapat ditingkatkan . Akan tetapi sayang mengena-
li sejak awal lupus adalah sulit. Pasien maupun dokter yang pertama merawat pasien tersebut
sering kali tak berfikir tentang kemungkinan lupus karena sangat beragamnya gejala . Pada
awalnya lupus sering kali memang sulit dikenali, oleh karena manifestasinya yang sering kali
menyerupai penyakit lain ( lupus sering dijuluki “ the great imitator “ atau penyakit dengan
seribu wajah ) , membuat pasien dan dokter dapat salah mengenali. Misalnya, pasien dapat
datang dengan demam , tanda tanda perdarahan kulit dan trombosit yang rendah sehingga
didiagnosis sebagai demam berdarah, akan tetapi dikemudian hari ternyata pasien mender-
ita lupus. Pasien lupus yang lain datang ke dokter dengan batuk batuk dan sesak nafas, atau
kejang kejang, atau gangguan ginjal , atau gangguan kulit seperti alergi, ruam di kulit atau
bahkan datang dengan gangguan jiwa/psikosis .
Gambar 1. Ragam gejala pasien lupus. Pasien a) datang dengan kelumpuhan kedua tungkai bawah, b) datang dengan
gagal ginjal akut, c) datang dengan kelainan jiwa (psikosis), d) datang dengan sariawan yang luas dan ruam di wajah, e)
seorang pria dengan kekakuan leher, f) datang dengan perdarahan kulit yang luas dan g) datang dengan perut yang mem-
bengkak.

162 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Dengan demikian tak mengherankan dan tak jarang seorang pasien baru didiagnosis
sebagai menderita lupus setelah lama sakit dengan gambaran klinik dan laboratorium yang “
lebih lengkap” dan berobat ke banyak dokter ( gambar 1).
Memang untuk menegakkan diagnosis lupus seorang dokter harus dapat menemukan
sekumpulan tanda dan kelainan laboratorium yang sesuai. Lupusdapat dikenali lebih dini jika
keluarga atau dokter curiga lupus pada seorang pasiendengan manifestasi klinik terkenanya
dua organ sekaligus seperti ruam kulit, radang sendi dan selaput paru atau jantung, ulserasi
mulut, protein uria, gejala neuropsikiatrik, fotosensitiv dan anemi serta ditemukannya au-
toantbodi .Pasien sering kali juga mengeluh demam atau mudah lelah yang berkepanjangan.
Pemeriksaan laboratorium termasuk penetapan adanya autoantibodi merupakan suatu cara
untuk menegakkan diagnosis pada pasien pasien tersebut.
Auto-antibodi adalah suatu antibodi yang terbentuk terhadap bagian dari protein tu-
buh sendiri karena hilangnya toleransi terhadap protein tersebut. Banyak autoantibodi yang
dapat ditemukan pada lupus, akan tetapi pada tahap awal yang penting ialah Anti Nuclear
Antibody (ANA), suatu antibodi yang bereaksi terhadap antigen struktur nukleus dan au-
toantibodi anti-dsDNA (anti-doublestranded DNA)(Kavanaugh, et al., 2000). Auto-antibodi
ini sangatspesifikuntuklupus, dijumpai pada 40-90% pasien dengan penyakit aktif, meskipun
dapat dijumpai dengan kadar yang rendah pada beberapa penyakit lain (Pagana & Pagana,
2006). Adanya auto-antibodi tertentu sering dapat meramalkan organ mana yang terkena
pada lupus ( tabel 2 ).
Tabel 2. Autoantibodi pada seorang pasien lupusdan kemungkinan kaitan kliniknya (Castro & Courley, 2000)

NO AUTOANTIBODI KAITAN KLINIK


1 Anti Nuclear Antigen (ANA)
2 Anti-dsDNA Gangguan ginjal
3 Anti-Sm Gangguan ginjal dan saraf
4 Anti-ribonukleoprotein (RNP) Resiko gangguan ginjal rendah
5 Anti-U1RNP Komplikasi saraf, jaringan ikat
6 Anti-SSA (Ro ) Lupus pada janin
7 Anti-SSB (La) Lupus pada janin
8 Anti-Cardiolipin atau anti-fosfolipid Sumbatan pembuluh darah, keguguran
9 Anti-SRP, anti Jo-1, dan anti-PM/Scl Keradangan otot
10 Antineutrophil cytoplasmic antibody (AN- Keradangan pembuluh darah ( vasku-
CAs) litis )
11 Rheumatoid Factor ( RF) Banyak radang sendi ( poliartritis )
12 Anti-Citrunillated Protein Antibody Banyak radang sendi ( poliartritis )
(ACPA)
13 Anti- 2Glycoprotein I (anti-B2GP1) Keguguran berulang, sumbatan pembu-
luh darah

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 163


DEWAN RISET NASIONAL

6. BEBAN MASYARAKAT KARENA LUPUS


Melihat pada sifat penyakit yang menahun, gambaran klinik yang lebih berat dan seba-
gian besar pasien yang masih dalam usia subur dan produktiv, maka dampak dari lupus pada
wanita Indonesia khususnya dan masyarakat secara keseluruhan tak dapat dipandang ringan.
Dampak yang pertama ditimbulkan dari sifat penyakit yang menahun dengan periode tenang
dan serangan yang silih berganti membuat pasiennya harus selalu berobat dan kontrol secara
terus menerus dalam jangka panjang. Pada kebanyakan pasien, kontrol teratur dan minum
obat dalam jangka panjang sudah merupakan suatu beban tersendiri. Kadang kadang, gejala
yang dijumpai bukan karena lupusnya, tetapi karena efek samping obat obat yang diberikan.
Berobat teratur dengan minum obat dalam jangka panjang juga merupakan beban karena
sebagian besar pasien lupus adalah dari golongan menengah kebawah dengan kemampuan
ekonomi yang terbatas. Diluar serangan yang berat, pasiennya hampir selalu merasa kelela-
han, kurang tenaga untuk melakukan aktivitas sehari hari, menghambat produktivitas dan
karier pasien ( yang kebanyakan dalam usia remaja sampai usia dekade keempat ). Pada
golongan usia tersebut seorang wanita sedang dalam masa menempuh kariernya dan sering
menjadi tumpuan keluarganya, khususnya dalam pendidikan anak anak. Dengan demikian
lupus tak hanya berdampak pada pasiennya saja, tapi juga berdampak negativ pada keluarga
dan pendidikan anak .
Dampak yang lain timbul dari tingginya angka kematian pada pasien lupus di Indone-
sia.Terdapat beberapa penyebab mengapa hal itu terjadi. Yang pertama, pasien lupus pada
ras Asia dan Afrika memang mempunyai gambaran klinik lebih berat dari pada ras kulit
putih, terlepas dari keadaan sosio-ekonominya, menunjukkan peran faktor ras. Yang kedua,
tingginya angka kematian dapat berkaitan dengan keterlambatan berobat banyak pasien lupus
sehingga hasil pengobatan tak optimal.Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa harapan
hidup pasien Lupus di Indonesia adalah lebih buruk dari pada pasien Kaukasia dengan lebih
banyak yang terkena ginjalnya dan infeksi yang serius. Kwalitas hidup dan harapan hidup
pasien lupus juga terganggu karena adanya penyakit lain ( penyakit penyerta ) yang dapat
dijumpai lebih banyak pada pasien lupus. ( tabel 2 )
Tabel 2. Penyakit penyerta pada pasien lupus

Aterosklerosis dini Penyakit jantung koroner, stroke dan sumbatan pembuluh darah tepi. Pada wanita
umur 35-40 tahun, resiko relativnya ialah lebih dari 50 kali.
Keganasan Limfoma non Hodgkin, kanker paru, dan kanker hati
Diabetes Melitus Diabetes mellitus ( mungkin karena obat steroid )
Gangguan tulang Osteoporosis ( tulang keropos ) pada lebih dari 17% pasien lupus. Kerusakan tu-
lang pangkal paha pada 10-30% pasien lupus
Infeksi Penyebab kematian pasien lupus yang paling sering. Infeksi virus, bakterial dan
jamur
Gangguan kognitif Pelupa, kurang konsentrasi
Depresi dan kelelahan

164 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Gangguan kualitas hidup dan kematian pasien lupus juga berkaitan dengan masa ke-
hamilan, dimana komplikasi kehamilan, seperti preeclampsia, hipertensi dan trombositopeni
( yang dapat mencetuskan perdarahan ) nyata lebih sering dijumpai ( Dhar & Sokol, 2006).
Apakah meningkatnya angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia seperti yang dilaporkan oleh
Departemen Kesehatan pada tahun ini berkaitan dengan meningkatnya lupus pada wanita
Indonesia ? AKI telah menjadi indikator taraf kesehatan yang utama disuatu negara karena
pentingnya peran ibu dikeluarga dan di masyarakat. Kehilangan seorang ibu pada usia muda
jelas merupakan beban yang berat dan masalah penting.
Keguguran berulang juga merupakan dampaklupus, khususnya dengan adanya auto-
antibodi anti fosfolipid ( anti-phospholipid syndrome : APS ). Jika seorang wanita mengalami
keguguran tiga kali atau lebih tanpa diketahui penyebabnya, maka pada pasien tadi perlu
dilakukan pemeriksaan untuk mengetahuinya adanya lupus atau APS. Dengan pengobatan
yang baik, pasien tersebut dapat mengharapkan kehamilan yang sukses dikemudian hari. Ja-
nin yang dilahirkan dari seorang pasien lupusjuga dapat terkena dampak , seperti lahir berat
badan rendah, kelahiran prematur, kecacadan, kematian atau “Lupus janin “.Keadaan yang
terachir itu timbul karena masuknya suatu auto-antibodi dari ibu kejanin selama kehamilan
, menimbulkan perubahan kulit ( ruam ) atau blok jantung total yang memerlukan pacu
jantung permanen untuk mengatasinya ( Frankovich et al, 2008).

7. UPAYA YANG PERLU DILAKUKAN UNTUK MENGATASI DAMP-


AK LUPUS
Melihat pada keseluruhan dampak lupus pada taraf kesehatan wanita Indonesia yang
tak dapat dipandang ringan, maka perlu dilakukan upaya upaya untuk mengatasinya. Upaya
tersebut meliputi meningkatkan pengetahuan kesadaran masyarakat tentang lupus, pendidi-
kan tenaga kesehatan dan perbaikan fasilitas kesehatan untuk diagnosis dini, pencegahan
kekambuhan serta cara pengobatan lupusyang sebaik baiknya . Kesadaran masyarakat perlu
ditingkatkan tentang mengenali lupus sejak awal , pentingnya berobat dengan baik , mencegah
atau mengatasi kekambuhan serta perilaku yang sehat.Pasien perlu diingatkan untuk dapat
memperhatikan tanda tanda awal yang mendahului suatu serangan lupus, mencegah infeksi
dan menjaga kebugaran dengan melakukan olah raga yang sesuai. Dengan demikian pasien
diberdayakan untuk dapat menolong dirinya sendiri ( to help the patients help themself ).
Pemberdayaan pasien dapat ditingkatkan dengan upaya pengembangan kelompok pendukung
pasien yang beranggotakan pasien dan anggota masyarakat yang peduli lupus, seperti yang
telah dikembangkan di Bandung ( Syamsi Duha ), Malang ( Parahita ), Solo ( Griya Lupus )
dan di kota kota lain seperti Palembang, Jakarta dan Surabaya .
Pendidikan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan baik di tingkat primer,
sekunder maupun tersier untuk mengatasi lupus sebaik baiknya adalah penting dilakukan
. Hal itu mencakup juga cara bagaimana dapat mengenal dan menegakkan diagnosis lupus

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 165


DEWAN RISET NASIONAL

sedini mungkin. Di pusat pelayanan pasien baik di tingkat primer, sekunder maupun tersier
sampai sekarang lupus memang belum mendapat perhatian yang cukup . Akan tetapi melihat
masalah yang ada, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan fasilitas laboratorium
untuk diagnosis dan pengenalan dini lupus, peningkatan ketersediaan dan pemerataan obat
untuk lupus serta keberadaan tenaga terampil .
Banyak penelitian yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah penyakit autoimun,
khususnya lupus di Indonesia. Masalah bagaimana dapat mengenali lebih dini pasien lupus
dan penemuan bahan alami yang berguna untuk lupus merupakan masalah yang menjadi pri-
oritas dan bermanfaat untuk diteliti.Diagnosis lupusmelalui kriteria yang sekarang mungkin
sudah terlambat oleh karena diperlukannya beberapa manifestasi klinik ( Petri et al, 2012
). Adanya manifestasi klinik tersebut sebenarnya berarti penyakit yang sudah berkembang
dalam beberapa waktu. Di Indonesia, upaya pengenalan dini menjadi penting sekali oleh
karena perjalanan penyakit lupus yang lebih progresiv. Untuk menjawab tantangan ini maka
perlu segera dilakukan penelitian untuk menemukan petanda biologik yang sensitif dan sp-
esifik terhadap awal lupus dan terhadap komplikasi lupusseperti fibrosis ginjal. Pusat Studi
AURA telah menguji kadar TGF urin sebagai petanda tersebut dengan validitas yang
cukup baik ( Susianti et al, 2014 ). Selanjutnya hasil ini akan ditindaklanjuti dengan mengem-
bangkan kit diagnostik untuk mengenali fibrosis ginjal sejak dini yang sesuai.
Mengingat kit untuk penetapan adanya autoantibodi ( seperti ANA, anti ds DNA,
Rheuma Factor dan anti CCP ) adalah mahal , karena masih impor , maka adalah penting
untuk segera mengembangkan kit deteksi autoantibodi sendiri yang lebih sederhana dan mu-
rah di Indonesia. Keuntungan dari kit tersebut disamping harganya akan lebih murah, juga
akan lebih spesifik untuk pasien di Indonesia dan dapat dipergunakan di pusat pelayanan
kesehatan primer ( puskesmas ). Dengan demikian, diagnosis lupus dan artritis rheumatoid
dapat segera ditegakkan oleh dokter umum ditingkat puskesmas . Tidak menunggu hasil kon-
sultasi dokter spesialis dirumah sakit rujukan yang sering kali memakan waktu cukup lama.
Disamping upaya pengenalan dini di tingkat puskesmas, pencegahan kekambuhan penyakit
perlu ditingkatkan, misalnya dengan upaya vaksinasi . Penelitian yang baik diharapkan akan
dapat menemukan jenis vaksin apa yang dapat mencegah kekambuhan lupus pada sebagian
besar pasien. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian untuk menemukan bahan bahan alami
yang ada di Indonesia yang dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan pasien autoimun.
Penelitian pertama yang perlu dilakukan untuk menjawab tantangan initelah dilakukan di Pu-
sat Studi AURA dengan mengembangkan hewan coba lupus, dimana selanjutnya dapat diuji
coba efek berbagai bahan alami ( Kalim et al, 2014 ). Dengan demikian diharapkan dapat
ditemukan suatu bahan alami yang akan memberikan manfaat pada pasien.

166 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

8. KESIMPULAN
Lupus yang semakin banyak dijumpai pada wanita usia produktif dapat menjadi an-
caman kesehatan yang nyata untuk wanita Indonesiasekarang dan dimasa depan . Anca-
man tersebut berkaitan dengangangguan kwalitas hidup, penyakit yang berat dan progresif ,
pengobatan yang sulit dan harapan hidup yang lebih pendek . Kaitannya dengan gangguan
kehamilan dapat merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu ( AKI ). Perlu
dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut seperti pendidikan masyarakat,
pendidikan tenaga kesehatan, peningkatan fasilitas diagnosis dan pelayanan pasien lupus di
pusat pelayanan di tingkat primer, sekunder maupun tersier. Banyak penelitian dapat dilaku-
kan untuk mengenal penyakit lebih dini ( petanda biologik dan kit diagnostik yang spesifik
dan sensitif untuk pasien Indonesia ) , pengembangan vaksin untuk pencegahan kekambu-
han dan penemuan bahan alami Indonesia yang dapat meningkatkan keberhasilan pengob-
atan. Perlu juga dilakukan penenitian untuk menetapkan arahan kebijakan untuk memper-
baiki perilaku pasien dan masyarakat kearah yang lebih sehat tak hanya untuk mencegah
lupus, tetapi juga penyakit lain. Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pasien dan
masyarakat perlu kerja sama yang baik antara anggota masyarakat, pasien, tenaga kesehatan,
institusi pendidikan atau pusat pelayanan pasien serta institusi lainnya . Dengan dilakukan-
nya perbaikan fasilitas diagnosis, peningkatan kesadaran masyarakat , peningkatan kompe-
tensi tenaga kesehatan serta perbaikan diagnosis dan pengadaan obat obat maka diharapkan
dampak Lupus dapat teratasi .

DAFTAR PUSTAKA
Bramham, K., Soh, M.,C., and Nelson-Piercy,C.2012. Pregnancy and renal outcomes in lu-
pus nephritis : an update and guide to management. Lupus 21:1271-1283.
Bonakdar, L., F. Jahanshahifar, A., Gholamrezaei. 2011. Vitamin D deficiency and its associ-
ation with disease activityin new cases of systemic lupus erythematosus. Lupus. 20:1155-60.
Castro, C. and Gourley, M. 2010. Diagnostic testing and interpretation of tests for autoim-
munity. J Allergy Clin Immunol 125 ( 2 ) doi:10.1016/j.jaci.2009.09.041.
Christen, U. and Vonherrath, M.,G. 2005. Infection and Autoimmunity-Good or Bad?. J Im-
munol, 174 : 7481-7486.
Chuang, E. and Molitch, M.,E. 2007. Prolactin and autoimmune disease in humans. Acta
Biomedica.78;Suppl (1):255-261.
Criswell, L.,A., Merlino, L.,A., Gerhan, J.,R., Mikuls, T.,R., Mudano, A.,S., Burma, M.,
Folsom, A.,R., Saag, K.,G. 2002. Cigarette smoking and the risk of rheumatoid arthritis
among postmenopausal women : results from the Iowa Women’ s Health Study. Am J Med
112: 465-471.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 167


DEWAN RISET NASIONAL

Dhar, J.,P. and Sokol, R.,J. 2006. Lupus and pregnancy : complex yet manageable. Clinical
Medicine &Research. 4: 310-321.
Frankovich, J., Sanborg, C., Barnes., Hintz and Chakravarty, E. 2008. Neonatal lupus and
related autoimmune disrorders of infants. Neoreviews. 9; e206. DOI 10.1542/neo.9-5-e206.
Ghoreisi, M., Bach, P., Obst, J., Komba, M., Fleet, J.,C., Dutz, J., P. 2009. Expansion of
antigen-specific regulatory T cells with the topical vitamin D analog calcitriol. J Immunol.
182: 6071-78.
Hahn, B.,H. 2008. Systemic Lupus Erythematosus. In: Fauci, A,.S., Braunwald, E.,
Kasper,D.L., et al. (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine.17 th ed. USA. McGraw
Hill,p:2075-2082.
Handono, K. 2009. Analisis rasio IFNγ – IL4 pada berbagai kelompok nefritis lupus. Jurnal
Kedokteran YARSI, 17(2) : 125-133.
Handono, K. 2010. Peran polimorfisme gen interferon-γ (IFNG) pada fenotip histologi nefri-
tis lupus. Ind J Clin Path and Med Lab, 17(1) : 38-43.
Handono, K., 2001. HLA klas II dan kerentanan genetik terhadap lupus eritematosus siste-
mik di Indonesia. Acta Med Ind. 32:11-15.
Handono, K., Daramatasia, W., Pratiwi, Sunarti, S., Wahono, C.S., Kalim, H. 2012a. Low
level of vitamin D increased dendritic cell maturation and expression of interferon-γ and
interleukin-4 in systemic lupus erythematosus. IOSR J Pharm and Biol Scien, 2(4) : 37-43.
Handono, K., Gani, A.A., Ekawati, M., Wahono, C.S. 2012b. Serum level of vitamin D and
autoantibodies level in systemic lupus erythematosus ( SLE ) patients. IOSR J Pharm and
Biol Scienc, 3(4) : 16-20.
Handono, K., Anggraeny, O., Sutrisnani, C.,S., Rachmawati, E., Endharti, A.,T., Arthamin,
M.,Z., 2013a. The association between molecular heterogeneity of prolactin and autoanti-
bodies and complement levels in patients with systemic lupus erythematosus. Int J Rheum
Dis, 16 (Suppl.1): 81.
Handono, K., Hasanah, D., Kalim, H., Mawarti, H. 2013b. The association among serum
levels of vitamin D, TGF- /IL-6 balance and Treg/Th17 balance in systemic lupus erythe-
matosus patients in Indonesia. Int J Biochem and Biotech, 2(9) : 490-496.
Handono, K., Marisa, D., Kalim, H. 2013c. Association between the low levels of vitamin
D and Treg function in systemic lupus erythematosus patients. Acta Med Ind, 45(1) : 26-31.
Handono, K., Puspitasari, L., Rudijanto, A., Wahono, C.S., Kalim, H. 2013d. Vitamin D
serum level and disease activity in patientswith systemic lupus erythematosus. Int J Pharm
Scienc Invent, 2(2) : 35-40.
Kalim, H., Handono, K.,Murwani, S., Pratama, MZ.,Mahardika, V., Fitria, SN., et al. 2014.
Adaptive immune system in pristane induced lupus mice: Astudy to discover an appropriate
168 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

animal model for systemic lupus erythematosus. Quest J. J Res Pharmacol Sci ;3; 00-00 .open
access at www.questjournals.org
Kavanaugh, A., Tomar, R., Reveille, J., Solomon, D., H., and Homburger, H., A. 2000.
Guidelnes for clinical use of the ANA test and tests for specifc autoantibodies to nuclear an-
tigens. Arch Pathol Lab Med 124(1) : 71-81.
Lee, E.,S.,M, Bou-Gharios, G., Seppanen ,E.,Khosrotehrani, K., and Fisk, N.,M. 2010. Fetal
stem cell michrocimerism : natural-born healers or killers?. Molecular Human Reproduc-
tion.;11:869-878.
Lipworth, L., Tarone, R.,E., McLaughin, J.,K. 2004. Silicone breast implants and connective
tissue disease: an updated review of epidemiologic evidence. Ann Plast Surg 52 : 598-601.
Navarra, S.,V. and King, O.,J. 2006. An overview of clinical manifestations and survival of
systemic lupus erythematosus patients in Asia. APLAR J Rheumatol;9:336-341.
Oliver, J.,E. and Silman, A.,J. 2009. Why are women predisposed to autoimmune rheumatic
diseases?. Review. Arthritis Research & Therapy. 11 : 252.
Petri, M., Orbai, A.,M., Alarcón., G.,S., Gordon, C., Merrill, J.,T., Fortin, P.,R, et al. 2012.
Revision of Classification Criteria for Systemic Lupus Erythematosus. Derivation and valida-
tion of Systemic Lupus International Collaborating Clinics classification criteria for systemic
lupus erythematosusArthritis & Rheumatism.2. doi: 10.1002/art.34473.
Sanches-Guerrero J., Karlson, E.,W., Colditz, G.,A., Hunter, D.,J., Speizer, F.,E., Liang,
M.,H. 1996. Hair dye use and the risk of developing systemic lupus erythematosus. Arthritis
Rheum 39:657-662.
Sawalha, A.,H and Kovats,S. 2008. Dehydroepiandrosterone in systemic lupus erythemato-
sus. Curr Rheumatol, 10(4):286-291
Susianti, H., Handono, K., Purnomo, BB., Widodo, N., Gunawan, A., Kalim, H. 2014. Chang-
es to signal peptide and the level of transforming growth factor- 1 due to T869C polymor-
phism of TGF 1 associated with lupus renal fibrosis. SpringerPlus. Open Access.3:514-18
Toubi, E., and Y. Shoenfeld. 2010. The role of vitamin D in regulating immune responses.
IMAJ.12; 174-75.
Voshkuhl, R. 2011. Review. Sex differences in autoimmune diseases. Biology of Sex Differ-
ences 2:1 http://www.bsd-journal.com/content/2/1/1.
Wahono, C., S., Rusmini, H., Soelistyoningsih, D., Hakim, R., Handono, K., Endharti, A.T.,
Kalim, H., Widjajanto, E. 2014a. Effects of 1,25(OH)2D3 in immune response regulation of
systemic lupus erithematosus (SLE) patient with hypovitamin D. Int J Clin Exp Med, 7(1):22-
31.
Wahono, C., S., Sigit, M., Rifai., M., Handono, K., Kalim, H. 2014 b. Pengaruh metabolit
aktif vitamin D pada tingkat kelelahan dan aktifitas penyakit pasien Lupus di RSSA Malang.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 169
DEWAN RISET NASIONAL

Uji Klinik. (data belum dipublikasi).


Wang J., Kay, A.,B., Fletcher, J., Formica, K., McAlindon, T.,E. 2008. Is lipstick associated
with the development of systemic lupus erythematosus ( SLE )?. Clin Rheumatol 27 : 1183-
1187.
WHO statistics 2014. A wealth of information on global public health. WHO health report.
WHO Geneva

170 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

TEKNOLOGI PARTISIPASI UNTUK PERDESAAN


BERDIKARI LESTARI DAN BERKEDAULATAN PANGAN
BERBASIS JIWA GOTONG-ROYONG
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS1
1
Ketua Komisi Teknis Sosial Humaniora DRN 2012-2014

ABSTRACT
The understanding of technology is not only discover and develop “Science”, but also develops a
political thought, policy formulation, and strengthening community participation to encourage commu-
nity development. That perspective allows research and technology to be used as tool to achieve food sov-
ereignty embodying the spirit of mutual cooperation that reliant and sustain among villages’ community.
Keywords : participation technology, rural development, technology politics, food sovereignty, people cen-
tered development,

1. PENDAHULUAN
Pengembangan riset dan teknologi (ristek) berkaitan dengan dinamikapolitik (politics),
kebijaksanaan pembangunan dari pemerintah (policy), dan partisipasi masyarakat (Ranciere,
1999, Cordova,D., 2014).Dengan pengertian, bahwa ristek berkait denganpolitik sebagai ru-
ang penentu pilihan berbagai kebijakan yang menentukan jalan perubahan sosial berencana.
Sedangkan, kebijakan sendiri ditentukan oleh partisipasi masyarakat, karena proses tersebut
menjadialat pembebasan danpenguatan ketahanan politik itu sendiri.
Ristek dapat menjadi penentu perkembangan politik, kebijakan dan partisipasi
masyarakat, tetapi dapat juga sebaliknya. Dalam arti, perkembangan politik yang diikuti ole-
hberbagai kebijakan dan partisipasi masyarakat menjadi penentu pengembangan ristek. Den-
gan demikian, sepandangan dengan Jansen dan Vellema (2011), bahwa teknologi sepatutnya
bukan hanya dimaknai sebagai penelitian dan pengembangan dalam kerangka“teknologi
keras”, tetapi juga termasuk hasil dari pengembangan pemikiran-pemikiran politik, peneli-
tian kebijakan, dan pengembangan teknologi untuk penguatan partisipasi masyarakat.
Politik dan kebijakan pembangunan nasional pada masa depan menunjukkan kem-
bali mengutamakan perhatian kebijakan yang bersifat kerakyatan. Salah satu indikasinya
adalah penguatanmasyarakat dan desa sebagai unit administrasi pemerintahan terdepan dan
kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan berbasis masyarakat. Perhatian
tersebut jelas memberi arah dan ranah bagi kebijakan pengembangan ristek.
Tulisan ini selanjutnya menguraikan arah pengembangan teknologi untuk mendukung
penguatan perdesaan (kerjasama antar desa) menjadi berdikari dan berkedaulatan pangan
yang keberkelanjutan.Uraian tersebut disusun atas dasar kajian empiris dan pengalaman ter-
libat sebagai narasumber dari berbagai lembaga birokrasi pemerintahan serta lembaga usaha

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 171


DEWAN RISET NASIONAL

ekonomi masyarakat. Bahasan juga didasari teoritis tentang konsepsi pembangunan yang
berpihak kepada rakyat. Dengan asumsi adalah situasi dan pengembangan politik, serta ke-
bijakan pembangunanakan terus berkembang dinamis dalam horison menormalisasi gejolak-
gejolak perubahan.

2. PELUANG DAN TANTANGAN
Pencapaian kedaulatan pangan perlu dijadikan proses pembangunan untuk penguatan
kapasitas masyarakat dan desa. Relevansi hal ini, karena pedesaan Indonesia sampai saat ini
masih menjadi cermin kemiskinan. Pada Tahun 2010 dicatat 50,2 persen dari 237,6 jiwa pen-
duduk Indonesia tinggal di pedesaan. Dari penduduk miskin sekitar 28,6 juta jiwa (11,7% dari
total penduduk) pada Tahun 2012 dicatat penduduk miskin perdesaan sekitar 17,7 juta jiwa
lebih tinggi dibanding penduduk miskin perkotaan yang dicatat ada 10,3 juta jiwa. Meskipun,
dicatat antara Tahun 2009-2012 terjadi penurunan kemiskinan, tetapi tetap memperkuat kes-
impulan, bahwa pedesaan adalah cermin kemiskinan (Kolopaking, 2012; Bappenas, 2013).
Selain kemiskinan, desa pun menghadapi kesenjangan dalam hubungannya dengan
kota. Pada Tahun 2011 ditunjukkan kesenjangan itu sudah mencapai Rp 309.508,- (Bap-
penas, 2013). Artinya, penurunan kemiskinan diikuti oleh gejala lahir kesenjangan antara
kehidupan di desa dengan di kota. Gejalaini bukan tanpa dasar. Pembangunan yang berjalan
sampai sekarang tetap bias-kota---sebagaimana peringatan lama dari Lipton (1977). Tidak
salah, berbagai pihak sering menyuarakan, bahwa membangun desa perlu pemihakan. Sajo-
gyo, (2004), mengingatkan agar pembangunan desa perlu dikembangkan dalam pembangu-
nan yang menganut sistem ekonomi yang menggerakkan solidaritas sosial. Pada era terkini,
Dewan Riset Nasional (DRN) juga mempromosikannya bersama negara-negara ASEAN
melalui Konsep Pembangunan Inklusif (Kolopaking, 2011).
Masyarakat dan desa ke depan juga tidak semata-mata menghadapi persoalan ekonomi
dan sosial. Kondisi lingkungan dan sumberdaya mereka atau sekitar tempat mereka ting-
gal telah berubah. Bahkan, akibat berbagai perubahan dan pengerusakan sumberdaya alam
seperti kerusakan hutan, pencemaran, pertambangan tidak ramah lingkungan memunculkan
dampak negatif berupa bencana. Belum lagi, letak geografis Indonesia memang termasuk
kategori rawan bencana. Kondisi ini menjadi ancaman kelangsungan hidup masyarakat,
khususnya mereka yang tinggal di pedesaan. Dalam rentang 2009-2011 diketahui kerentanan
desa menghadapi bencana lebih tinggi dibanding kota. Bentuk bencana yang mengancam
masyarakat dan desa mulai dari banjir, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi, hingga
gunung meletus (Bappenas, 2013). Saat ini bencana ini cenderung menyulitkan kehidupan
masyarakat terutama untuk terus menggeluti peluang-peluang kerja dan usaha. Pada akh-
irnya, di beberapa daerah keadaan ini cenderung merusak semangat dan tatanan masyarakat
untuk terus membangun.

172 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Pada Tahun 2011 dicatat jumlah desa sekitar 69.603 desa dan jumlah kelurahan sekitar
8.286 kelurahan (Badan Pusat Statistik, 2011). Jumlah desa dan kelurahan ini akan terus
meningkat dari tahun ke tahun, tetapi diperkirakan jumlah desa tetap masih lebih banyak
dibanding kelurahan pada 10 atau 15 tahun ke depan. Dengan demikian, menjadikan penca-
paian kedaulatan pangan menjadi dasar untuk pembangunan desa yang dekat dengan aktivi-
tas pertanian pangan adalah langkah yang sangat relevan untuk mensejahterakan masyarakat
kebanyakan.
Tantangan kebijakan pencapaian kedaulatan pangan yang menguatkan masyarakat dan
desa pada masa depan adalah bagaimana pengembangan dan penerapan teknologi sejalan
dengan percepatan pembangunan desa dan sekaligus mencerdaskandan mensejahterakan,
sehingga masyarakat berdikari. Aspek pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan desa
juga perlu dipertimbangkan bukan hanya melakukan konservasi, tetapi juga sebagai pelu-
ang pengembanganriset dan teknologi serta penerapannya dalam memperbaiki kerusakan
ekologi sumberdaya alam untuk peningkatan taraf hidup masyarakat.

3. KEBIJAKAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PARTISI-


PATIF
Masyarakat desadalam kerangka pencapaian kedaulatan pangan perlu didudukkan se-
bagai penggerak kedaulatan pangan. Jiwa gotong-royong atau semangat kerjasamasemua
pihak dihidupkan untuk saling berbagi kepentingan.Hal ini menjadi strategis, karena berba-
gai kebijakan yang mendorong pembangunan desa cenderung didasarkan nilai-nilai persain-
gan. Warga desa diajarkan bersaing dengan imbalan mendapatkan berbagai fasilitas program.
Meskipun, hal ini dapat mendorong pembelajaran dan hasil yang cukup baik, tetapi di be-
berapa tempat di Luar-Jawa cenderung berdampak negatif karena menimbulkan persaingan
tidak sehat yang menimbulkan potensi konflik (Kolopaking et al, 2012)
Proses pencapaian kedaulatan pangan dengan demikian, perlu dikembangkan dalam
kerangka kerjasama masyarakat dan kerjasama antar desa dikenal dengan kawasan perd-
esaan. Kerjasama antar desa ini merujuk pada kegiatan bersama beberapa desa dalam satuan
karakteristik sumberdaya alam dan lingkungan yang sama, bukan dalam batasan adminis-
trasi. Hal ini penting untuk dipahami karena untuk memenuhi tiga tujuan. Pertama, untuk
menjaga dan memelihara sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Kedua,
untuk menemukan aspek ekonomi dari areal produksi atau memenuhi skala ekonomi usaha
pertanian pangan optimal. Akibat satuan areal produksi bernilai ekologis dan ekonomis,
maka kedua faktor ini akan menumbuhkan kerjasama warga desa-desa yang terlibat, seh-
ingga menghidupkan kembali semangat gotong-royong. Hal yang mendorong pencapaian tu-
juan ketiga, yaitu membuat masyarakat mempunyai posisi-tawar lebih baik untuk ikut dalam
proses pengambilan keputusan. Dengan bernilai skala ekonomi, ekologis dan sosial, maka
upaya ini akan mempunyai aspek berkelanjutan.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 173


DEWAN RISET NASIONAL

Gagasan yang disebut di atas sejalan dengan hakikat Undang-Undang No.6 Tahun 2014
tentang Desa. Undang-undang ini mensyaratkan pembangunan desa berkait dengan pemban-
gunan kawasan perdesaan. Pembangunan desa dalam UU No. 6 pasal 1 ayat 8 diartikan se-
bagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat desa. Kemudian dalam pasal 78 ayat 1 dijelaskan bahwa tujuan pembangunan
desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sa-
rana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber
daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Sedangkan kawasan perdesaan dijelaskan
pada pasal 1 ayat 9 yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Pembangunan kawasan perdesaan juga perlu melalui proses partisipatif yang mampu
memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat desa sendiri dimaknai dalam pasal
1 ayat 12 sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat den-
gan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendamp-
ingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Proses
partisipatif dilakukan dengan penerapan teknologi partisipasi mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan yang mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kego-
tongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial (seba-
gaimana disebut juga dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 78 ayat 2 dan 3).
Pencapaian kedaulatan pangan perlu ditempatkan dalam kerangka pengembangan ka-
wasan perdesaan. Kelembagaan kerja sama antar desa dalam dalam hal ini menjadi ba-
gian tidak terpisahkan dari pendampingan yang mencerdaskan dan memperkuat prakarsa
masyarakat. Selain itu, proses-prosesnya didasarkan pada prinsip pengembangan kelemba-
gaan saling memberdayakan yang memperkuat kelembagaan pembangunan dari pemerinta-
han di daerah.
Strategi pengembangan kelembagaan ini mencakup tiga tahapan yang saling berkait.
Pertama, melakukanbounding strategy, berupa membangun kesamaan pemahaman dan
membangun kesatuan aksi multi-lembaga masyarakat di aras komunitas/masyarakat hingga
penguatan pemerintah desa. Pemahaman tentang kedaulatan pangan dapat menjadi media
yang dikomunikasikan untuk menguatkan hubungan antar pihak di aras desa. Kedaulatan
pangan sepatutnya didialogkan sebagai program mewujudkan amanah UUD 1945 pasal 27
ayat 2 sebagai sistem pangan berkelanjutan yang mampu memberikan kehidupan yang layak,
sandang pangan yang cukup serta ketahanan keluarga bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistim
kedulatan pangan tersebut juga perlu diungkap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
program pembangunan pertanian kerakyatan berwawasan lingkungan yang berlandaskan
segi kemanusian yang adil dan beradab.
174 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

Setelah langkah pertama berhasil, maka strategi kedua adalah pengembangan ker-
jasama antar komunitas dan desa dalam satuankawasan perdesaanberbasis peraturan desa
(bridging strategy). Satu peluang yang perlu dimanfaatkan dalam hal ini adalah menjadikan
pengembangan jaringan produksi yang mengintegrasikan rantai pasok dan rantai nilai mela-
lui agroindustri komoditi pangan lokal sebagai perekat. Hal lain yang penting juga dalam
langkah ini adalah keterkaitan kerjasama antar desa dalam melakukan perbaikan atau pem-
bangunan infrastruktur pertanian pada tahapan Intensifikasi, Diversifikasi, dan Ekstensifikasi
(IDE) sesuai dengan kondisi yang dihadapi masyarakat.
Strategi ketiga adalah melakukan langkah memayungi kegiatan dalam satuan kawasan
dalam kerjasama kemitraan dengan multi-pihak. Sebagaimana diketahui pengembangan in-
frastruktur pertanian berkaitan dengan kebijakan daerah, regional maupun nasional. Untuk
itu, tema infrastruktur pertanian menjadi media penerapan strategi ketiga ini. Strategi yang
mensyaratkan kreativitas semua pihak yang berkepentingan menjalin kerjasama dengan basis
komunitas. Pihak-pihak yang disertakan ini terdiri dari lembaga pemerintahan, lembaga bu-
kan pemerintah, swasta dan kelompok-kelompok masyarakat di aras desa. Oleh karenanya,
langkah ketiga ini disebut dengan creating atau linking strategy.
Penguatan kelembagaan kerjasama antar desa di atas dapat menjadi sarana pengem-
bangan kedaulatan pangan. Hal ini menjadi penting karena prosesnya akan menjadi media
penyelesaian apabila ada sengketa antar desa dan dapat mengoptimalkan potensi ekonomi
dan ekologi desa-desa berdasarkan kekayaan sumber daya alam dan keunggulan ketrampilan
sumber daya manusia untuk lebih produktif.Dengan cara ini, kedaulatan pangan ditempat-
kan dalam kerangka pencapaian kedaulatan masyarakat desa, dan yang termasuk desa-desa
adat yang umumnya masih teruji kedaulatan pangannya.
Pengelolaan potensi ekonomi yang berkembang dalam proses pencapaian kedaulatan
pangan perlu dijadikan langkah pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat dan desa. Upaya
yang penting dilakukan dalam hal ini adalah memfasilitasi masyarakat untuk membentuk
Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan/atau Badan Usaha Milik Antar Desa (BU-
MADesa) dalam prinsip pengembangan social enterprise. Dalam hal ini, pemerintah desa per-
lu didampingi dalam menyusun perencanaan dan anggaran serta peraturan yang mendorong
dan melindungi usaha perorangan, usaha keluarga maupun usaha kelompok masyarakat
desa. Bahkan, pemerintah desa dan pemerintah daerah melalui kelembagaan cadangan atau
lumbung pangan dapat bekerjasama meningkatkan perekonomian desa melalui penyediaan
pelatihan, pendidikan, sarana dan prasarana usaha, teknologi dan informasi bagi usaha pero-
rangan, usaha keluarga maupun pengembangan kelompok usaha masyarakat desa.
Dalam strategi ketiga yang menguatkan kerangka pengembangan kerjasama multi-
pihak berbasis masyarakat mencakup juga pemahaman kedaulatan pangan sebagai sistem.
Dengan demikian, aksi-aksi di tingkat masyarakat perlu ada jalan menembus arahan koordi-
natif kebijakan pusat dan antar daerah. Bahkan, inisiatif masyarakat perlu bersesuai dengan

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 175


DEWAN RISET NASIONAL

rumusan target dan peta jalan program kerja dari kebijakan pembangunan nasional. Lebih
lagi, sistem ini perlu menjadi media membangun kemitraan dengan dunia usaha dalam upaya
mengurangi impor pangan.
Satu alasan lain, pentingnya kedaulatan pangan sebagai sistem dalam konteks pengua-
tan desa dalam satuan kawasan perdesaan adalah berkait dengan penyediaan infrastruktur
pertanian. Sebagaimana diketahui semakin tinggi variasi ketersediaan infrastruktur per-
tanian di daerah maka semakin tinggi juga variasi tingkat keberhasilan antar daerah. Hal
yang menjadi sebab ketimpangan antar wilayah di satu wilayah terdapat kemakmuran yang
berkelebihan, sedangkan di daerah lain kemiskinan dan kekurangan gizi. Oleh karena itu,
keterkaitan antar aras mulai dari desa hingga nasionalmenjadi penting (Eriyatno, et al, 2014).
Pembangunan dan pengembangan infrastruktur pertanian belum lagi berkait dengan
kepentingan global. Oleh karena prosesnya kini perlu mempertimbangkan resiko perubahan
iklim. Dalam kaitannya hal tersebut, maka salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah
pengembangan dialog-dialog antar pihak adalah tentang rencana aksi mitigasi dan adaptasi
terhadap perubahan iklim. Tema-tema, seperti (a) peningkatan efisiensi dan suplai air secara
efektif, dan mereduksi kehalangan pada penggunaan air, sekaligus peningkatan kemampuan
tanah menyimpan air; (b) peningkatan efisiensi sistem irigasi, termasuk pengembangan jarin-
gan irigasi di wilayah pertanian tadah hujan atau lahan pasang surut. Oleh karenanya, lang-
kah-langkah masyarakat perlu diselaras dengan upaya mitigasi dan adaptasi tersebut maka
pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian harus dilakukan secara terstruktur dan
sistematis. Pembangunan infrastuktur tingkat tinggi juga diperlukan dibeberapa daerah yang
sudah memiliki jaringan sistem irigasi.Pengembangan otomasi irigasi untuk efisiensi dan
peningkatan produksifitas, pengembangan paket infrastuktur yang inovatif dalam peman-
faatan air irigasi, serta pengembangan pupuk organik dalam rangka “zero waste system ap-
plication”.
Berdasarkan pengalaman memfasilitasi pengembangan kawasan perdesaan di 49 lokasi
di 49 kabupaten di Indonesia yang 5 lokasi fokus pada pengembangan pangan menunjukkan,
bahwa pengembangan kegiatan ini perlu berbentuk riset-aksi dalam rentang waktu tiga ta-
hun (Kolopaking, 2013). Proses itu pun perlu membangun keterlibatan masyarakat dan desa
dalam kegiatan monitoring dan evaluasi.Dalam upaya ini perlu juga dikembangkan ukuran
baru tingkat keberhasilan baru yang hanya menggunakan index keberhasilan utama melalui
perhitungan Nilai Tukar Petani, tetapi digunakan pengukuran indeks baru, seperti Social
Progress Index.Dengan demikian, pelatihan-pelatihan untuk masyarakat dalam meningkat
kapasitas pengelolaan informasi numerik maupun spasial. Penguatan pengisian data profil
desa dengan baik dan benar menjadi penting. Pengembang “drone-desa”menjadi penting un-
tuk mendukungmekanisme keterlibatan masyarakat dalam : (1) mengumpulkan data berbasis
masyarakat; (2) menjadi bagian dari penyebaran informasi hasil monitoring dan evaluasi, dan
(3) menyampaikan keluhan dan gagasan solutif.

176 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Merujuk pengalaman ini, maka aksi pelembagaan kedaulatan pangan dalam satuan ka-
wasan kerjasama antar desa diperkirakan perlu diprogramkan paling tidak selama tiga tahun.
Ketersediaan pendamping yang handal dengan semangat patriotik dan berkemampuan mem-
bangun kerjasama dari masyarakat dan pemerintah desa dengan berbagai pihak terkait juga
menjadi sangat strategis. Hal yang penting lagi adalah aksi ini memerlukan exit strategy agar
masyarakat siap berdikari ketika telah mampu membangun jejaring produksi dalam kerangka
saling menguatkan gotong-royongsemua pihak.

4. PENUTUP
Teknologi partisipatif adalah bagian dari prosespenerapan inovasi teknologi ke lingkun-
gan social. Dalam konteks pengembangan kerjasama antar desa dalam sebuah kawasan agar
berdikasi dan lestari dan berkedaulatan pangan ditunjukkan hal tersebut perlu digunakan
karena prosesnya saat ini tidak berjalan bilateral, tetapi multilateral---dalam arti mempertim-
bangkan politik kepentingan multi-pihak.Disamping itu, pengembangan teknologi produk-
siperlu mempunyai penguatan semangat kerjasamayang menjadi jati diri bangsa. Tanpa itu,
maka penerapan teknologi dan pembangunan atau pengembangan prasarana produksi hanya
akan mendorong perkembangan ekonomi nasional yang melanjutkan perkembangan ekono-
mi-politik yang terus menumbuhkan ketimpangan.
Pengalaman riset-aksi di 49 lokasi di kabupaten dengan 5 yang berfokus pada pengem-
bangan sistem pangan menunjukkan, bahwa riset dan teknologi dalam era Globalisasi perlu
dipandang tidak “bebas nilai”. Dengan demikian,teknologi untuk pembangunan nasional
perlu digeser darihigh tech as a driver power ke pendekatan go politic and technology in-
clusive push. Pembangunan nasional memerlukan pengembangan dan penerapan teknologi
yang meletakkan semangat gotong-royong untuk pencukupan kebutuhan rakyat lebih utama
dibanding kepentingan lain.
Teknologi Partisipatif adalah langkah taktis (tactical course) pengelolaan pengetahuan
dalam kerangka yang mempertimbangkan aspek selain keteknikan sebagai media mencari
solusi. Ditunjukkan, bahwa riset dan teknologi perlu sejalan dengan pembangunan nasional
yang sesuai dengan cita-cita founding fathers yang tertuang dalam landasan dasar negara.
Prosesnya perlu menghasilkan manusia mengembang riset dan teknologi dengan semangat
: (1) patriotics intelectuals, yaitu kerjasama antar peneliti yang mengedepankan “intelektual
yang berjiwa patriot” terhadap bangsanya dan memberi sumbangan yang terbaik bagi negara,
(2) bekerja dalam bidangnya dan mampu bekerja dengan pola group thinking untuk menga-
kumulasi gagasan menemukan solusi, (3) perlu mempunyai cara tindak dan cara pikir sesuai
yang diharapkan, dan (4) memperhatikan kesejahteraan semua pihak.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 177


DEWAN RISET NASIONAL

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Data Jumlah Desa dan Kelurahan di Indonesia Tahun
2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Pemberdayaan Ekonomi
Perdesaan Berkelanjutan Outlook Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan Dalam RPJM. Ba-
han Paparan Direktur Perkotaan dan Perdesaan-Deputi Bidang Pengembangan Regional dan
Otonomi Daerah yang disampaikan dalam Sarasehan Pemberdayaan Ekonomi Perdesaan
Melalui Dialog Interaktif dengan Tema Membangun Ekonomi Perdesaan Yang Berkelanju-
tan di Hotel Sari Pan Pacific-Jakarta 25 Juni 2013.
Cordova, D., 2014. Participation, Politics and Technology : Agrarian Development in Post-
Neoliberal Bolivia. Wageningen : The Wageningen University School of Social Sciences.
Eriyatno, et al, 2014. Pembangunan Sistem Kedaulatan Pangan melalui Jaringan Produksi,
Pemberdayaan Masyarakat dan Infrastruktur. Bogor: PSP3-IPB
Jansen,K. And Vellema, S., (2011). What is technography? NJAS-Wageningen Journal of
Life Sciences, 57(3), 169-177
Kolopaking, L.M. 2014. Penguatan Peran Stakeholders dalam Pembangunan Pertanian
Kerakyatan dan Cadangan Pangan guna Mewujudkan Kedaulatan Pangan di Perdesaan.
Makalah dalam Pertemuan Nasional Pengembangan Cadangan Pangan pemerintah Desa
(CPPD) dan Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD). Jakarta : Kemendagri RI.
---------------------. 2014. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa : Pemberdayaan
Desa dan Penguatan Pengembangan Kawasan Perdesaan. Diskusi Nasional Pembaharuan
Desa. Bogor : Direktorat Kajian Strategis IPB.
---------------------. 2013. Mencari Inovasi Kebijakan Pembangunan Desa YangMencerdaskan
Dan Menswadayakan Masyarakat. Bahan Presentasi Seminar Nasional Pemberdayaan Desa.
Purwokerto : Universitas Soedirman.
---------------------. 2012. Pengembangan Sistem Kelembagaan untuk Meningkatkan Efektivitas
Aksi-Aksi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di DAS Citarum. Disampaikan dalam
multistakeholder meeting TA ADB 7189 – Paket E Bandung, 6-7 Agustus 2012.
---------------------, et al. 2012. Studi Kualitatif Efek Rembesan Pilot PNPM-Lingkungan Man-
diri Perdesaan di Indonesia. Bogor: Pusat Studi Pembanagunan Pertanian dan Pedesaan.
---------------------. 2011. Strategi Pendekatan Prosedur Pengembangan Kegiatan PilotAdaptasi
dan Mitigasi Perubahan Iklim di DAS Citarum. Present on Workshop Proses Seleksi Kegia-
tan Pilot TA ADB 7189-Paket E Bandung 14 Juli 2011.
Lipton, M. 1977. Why Poor People Stay Poor: Urban Bias in World Development. London:
Harvard University Press

178 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Ranciere, J., 1999. Disagreement: Politics and Philosophy. Minneapolis: The University of
Minnesota Press.
Sajogyo. 2004. Refleksi Sajogyo: Dari Praktek ke Teori dan ke Praktek yang Berteori. Makalah
tidak dipublikasikan.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 179


DEWAN RISET NASIONAL

180 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

MAMPUKAH BIDANG ICT MEMBERIKAN KONTRIBUSI


SIGNIFIKAN BAGI PEREKONOMIAN NASIONAL ?
MARILAH BELAJAR DARI KEBERHASILAN KOREA
Dr. Eng. Ir. Zulfajri Basri Hasanuddin, M.Eng1
1
Anggota Komisi Teknis Teknologi Informasi & Komunikasi DRN 2012-2014

1. PENDAHULUAN
Artikel ini sengaja penulis angkat untuk menarik perhatian pemerintah yang selama
ini mungkin lebih fokus ke peningkatan pendapatan negara dari sektor-sektor lain seperti
misalnya antara lain Pariwisata, Pertanian serta Pertambangan dan Energi untuk kemudian
bisa menjadikan sektor teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication
Technology - ICT) sebagai sektor andalan dalam meningkatkan pendapatan nasional sekaligus
menjadi instrumen pendukung kemajuan sektor-sektor lainnya.
Hampir seluruh negara industri maju seperti misalnya Korea Selatan (Korea) dan
Jepang telah menempatkan sektor ICT sebagai penggerak utama pembangunan. ICT dapat
secara substansial meningkatkan produktifitas sektor pelayanan atau jasa suatu negara sep-
erti misalnya yang dilakukan oleh Korea dan Jepang. ICT dapat memainkan peran dalam
meningkatkan produktifitas sektor pelayanan dan jasa, yaitu sektor pelayanan yang mana
bersentuhan langsung dengan penggunaan secara intensif ICT. Sebagai contoh perdagangan
eceran, perdagangan grosir, industri jasa keuangan dan bisnis adalah sektor pengguna utama
ICT di negara-negara maju dan dalam beberapa dekade terakhir telah membuat kontribusi
terbesar terhadap produktifitas pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut terutama yang
tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). ICT berkon-
tribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan dua cara: 1) melalui produksi perangkat ICT
dan jasa serta 2) melalui penggunaan secara efektif ICT. Keduanya sama pentingnya. Dalam
sejarahnya kita ketahui bahwasituasi ekonomi dunia sempat terganggu dengan adanya resesi
dan krisis keuangan dunia yang dimulai di Amerika Serikat pada tahun 2007 yang membuat
banyak negara di dunia yang memiliki hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat men-
galami tekanan berat. Berdasarkan data IMF (International Monetary Fund), pada tahun 2007
ekonomi dunia mengalami penurunan sebesar 1.3% dan merupakan hasil terburuk selama 60
tahun terakhir. Seluruh pemerintahan di dunia termasuk Indonesia melakukan upaya-upaya
keras untuk mengatasi krisis keuangan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

2. KOREA SEBAGAI CONTOH KEBERHASILAN


Pemerintah Korea yang menjadi referensi penulisjuga mengalami krisis ekonomi yang
serius beberapa dekade yang lalu dan pembangunan ICT ternyata memberikan kontribusi
berarti dalam mengatasi krisis ekonomi Korea. Pengalaman Pemerintah Korea menunjukkan
bagaimana ICT bisa digunakan untuk menghadapi krisis ekonomi global. Artikel ini juga
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 181
DEWAN RISET NASIONAL

bermaksud menjelaskan faktor-faktor latar belakang yang membuat pencapaian signifikan


pembangunan ICT di era krisis ekonomi. Artikel ini bisa menjadi rujukan Indonesia dan juga
negara-negara lain di dunia untuk memikirkan pendekatan dengan kebijakan serupa untuk
mencapai sasaran-sasaran yang digariskan oleh World Summit on the Information Society
(WSIS) pada masa mendatang.
Mengapa Korea diambil sebagai contoh kasus? Korea adalah contoh kasus unik, negara
yang dibangun dengan predikat sebagai salah satu negara termiskin menjadi salah satu kekua-
tan ekonomi terbesar dalam sejarah dunia. Pada tahun 1962, negara yang porak poranda
dan terkebelakang akibat perang Korea dan kemiskinan, dari data yang ada Korea hanya
memiliki US$ 110 dari GNI per kapita, sama dengan Ghana pada saat itu. Tetapi gambaran
tersebut secara dramatis meningkat menjadi US$ 10,770 pada tahun 1995, selang sebelum
krisis keuangan tahun 1996, dan pada 2007 GNI per kapita telah mencapai US$ 19,730,
hampir 180 kali dibandingkan 45 tahun lalu sedangkan pada tahun 2013 menjadi US$ 30,180
(sumber: World Bank). Korea saat ini merupakan partner perdagangan terbesar keduabelas di
dunia dan sebagai negara pengembang utama dalam area semi-conductor, LCD, digital TV,
mobile phone, shipbuilding, automobile dan steel. Selain itu, intervensi aktif pemerintah dan
peran penting bisnis pemerintah tercatat sebagai faktor-faktor utama kesuksesan Korea.
Pada tahun 1997, ekonomi Korea mengalami kehancuran dan porak poranda oleh kri-
sis keuangan, gagal menyesuaikan perubahan ekonomi pada saat itu dan mereform sistem
ekonomi mereka yang sudah usang. Pasca krisis, GNI (Gross National Income) per kapita
menurun dari US$ 10,770 pada tahun 1995 menjadi US$ 9,200 pada tahun 1998. Tingkat
pertumbuhan ekonomi menurun dari 9.2 percent pada 1995, 7.0 percent pada 1996 menjadi
4.7 percent pada 1997, -6.9 percent pada 1998. Ini menunjukkan bahwa untuk suatu pertum-
buhan ekonomi berkelanjutan, model Korea, yang mana telah memperlihatkan kesuksesan
pasca krisis ekonomi dan menjelaskan strategi pertumbuhan dengan penggerak masukan,
memiliki keterbatasan dan dibutuhkan reformasi substansial. Pertumbuhan dengan peng-
gerak masukan secara signifikan dicapai melalui peningkatan faktor-faktor produksi, seperti
lahan, tenaga kerja dan dana yang merupakan subject tanpa bisa di kembalikan dan tidak bisa
berkelanjutan untuk jangka panjang.
Pelajaran berhargalain dari pengalaman Korea adalah didapat dari pengalaman mana-
jemen krisis dan reformasi, yang mana telah membuat pemulihan cepat dari kemungkinan
krisis. Berhadapan dengan krisis ekonomi, Korea telah membawa reformasi ekstensif secara
korporasi, keuangan, sektor-sektor publik, membangun kembali sistem ekonomi keseluru-
hannya. Yang paling penting, industri ICT telah memainkan peranan sangat penting dalam
proses pemulihan dari krisis ekonomi menjadi motor penggerak peningkatan pembangunan
ekonomi. Porsi ICT terhadap peningkatan GDP dari 7.7 percent pada 1997 menjadi 15.3 per-
cent pada 2000. Kontribusi ICT terhadap pertumbuhan GDP berkisar 34 percent pada 1999
dan 46 percent pada 2000 sedangkan pada tahun 2003 sudah mencapai 60 percent. Indikator
perbandingan internasional pengetahuan ekonomi yang dibangun oleh Bank Dunia menun-
182 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

jukkan bahwa Korea negara yang paling cepat dan sukses reformasi ekonominya dan ini
bisa menjadi gambaran penilaian tertinggi untuk indikator-indikator yang berhubungan IT.
Untuk periode 1995-2006, sektor manufakturing ICT memberikan nilai tambah untuk total
manufakturing sebesar 5.1 percent dari 16 percent menjadi 21.1 percent. Hal ini menjadikan
pertumbuhan terbesar ketiga diantara negara-negara OECD. Rata-rata bagi untuk 23 negara
OECD hanya 0.3 persen.
Komposisi industri manufaktur maju Korea telah berubah selama periode waktu un-
tuk merefleksikan tahapan-tahapan berbeda pembangunan ekonomi. Setiap periode ditandai
dengan industri maju, yang mana berubah dari industri intensif tenaga kerja meliputi ma-
kanan dan beverage dan textiles menjadi intensif padat uang dan industri kimia dan akhir-
akhir ini menjadi industri teknologi tinggi seperti sektor ICT. Hingga awal 1980, makanan,
beverage, textile dan sektor apparelmasuk menjadi manufakturing berbagi, dengan sekitar
setengah manufaktur, tetapi gabungan dari dua sektor-sektor ini shrank selama bertahun-
tahun. Produk-produk listrik dan elektronik termasuk produk ICT telah berperan maju sejak
1990 dan gabungan keduanya telah menyebabkan peningkatan dari 14.6 percent menjadi 25
percent sejak tahun 2000.
Secara paralel dari pembangunan industri listrik dan elektronik menjadi sektor manu-
faktur maju, pembangunan infrastruktur telekomunikasi maju telah membantu transformasi
ekonomi menjadi satu dari yang paling terintegrasi ICTnya di dunia. Korea rangking 4 (29.9
percent) diantara negara-negara OECD dalam bentuk jumlah subscriber-subscriber broad-
band per 100 inhabitant pada 2007 dan pada tahun 2013 sudah mencapai 38.04 persen. Ber-
dasarkan survei, lebih 76 percent orang Korea sekarang ini menggunakan internet dalam
kehidupan sehari-harinya. Dan 93 percent dari total keluarga terhubung dengan pelayanan
internet broadband.
Pelayanan internet broadband menjadi pelayanan universal kepada masyarakatnya.
Kenyataan-kenyataan ini telah membuat Korea mendapat pengakuan sebagai salah satu ne-
gara yang telah mencapai level informatisasi tertinggi: Korea menduduki ranking 4 pada sur-
vei Digital Access Index yang dilakukan oleh ITU pada tahun 2003 dan tetap bertahan hingga
tahun 2013 dengan nilai index 0.82 untuk skala 0 hingga 1; Korea menempati urutan ke 2 du-
nia untuk negara yang paling maju infrastruktur teknologinya, tingkat subskripsi broadband
tertinggi, dan urutan kedua di dunia terendah biaya broadbandnya, berdasarkan IMD World
Competitive Yearbook 2005.
Sejak sukses dan menjadi negara pertama di dunia yang mengkomersialisasikan
teknologi CDMA, 95 percent dari total penduduk, atau 46 juta orang, telah subscribe ke
pelayanan mobile pada 2008. Korea merupakan negara yang terdepan dalam komunikasi
mobile CDMA, sebagai satu dari negara-negara pertama di dunia yang memulai pelayanan
komunikasi mobile generasi ke-3, dengan lebih 26 juta subscriber internet mobile mengguna-
kan pelayanan-pelayanan 3G.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 183


DEWAN RISET NASIONAL

Berangkat dari latar belakang di atas, sektor ICT telah tumbuh sebagai mesin pertum-
buhan ekonomi tunggal yang paling penting. Industri ICT Korea memberikan kontribusi
26.3% pada 2001, 25.7% pada 2002, 51.6% pada 2003, 46.8% pada 2004 dan 47.5% pada
2005 terhadap total pertumbuhan ekonomi. Rata-rata kontribusi IT terhadap pertumbuhan
ekonomi untuk 5 tahun sejak 2001 adalah sebesar 39.6%. Porsi ICT untuk total ekspor tel-
ah mengalami pertumbuhan secara berkelanjutan sejak 1990. Pada 2004, ekspor IT berk-
isar US$ 93.7 billion, atau 36.9% dari total ekspor. Berbasiskan jaringan-jaringan broadband
dan teknologi informasi yg memadai, Korea berhasil memimpin secara khusus dalam hal
pengembangan perangkat keras – semi conductor, mobile phones, TFT-LCD, dan TV digital.
Kompetisi globalnya juga telah melakukan ekspansi ke sektor perangkat lunak, yang paling
menonjol adalah dalam industri game online.
1. Inovasi Pelayanan Pemerintah berbasiskan ICT
Aplikasi-aplikasi IT semakin terintegrasi dengan pelayanan pemerintah dan inisiatif e-
government Korea telah membuat langkah yang sangat maju. Berada pada ranking 5 pada
laporan United Nations Global E-Government Readiness 2004, satu-satunya bangsa diantara 10
besar negara-negara di dunia, yang mana tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
lidah atau menjadi bagian negara-negara Nordic. Diantara semuanya, pelayanan e-Procure-
ment Korea(G2B) menunjukkan kualitas negara sebagai satu dari sedikit negara-negara yang
mana memiliki sistem e-government procurement terlengkap, menerima Award Pelayanan
Publik Pertama yang disponsori oleh UN pada tahun 2003. Saat ini, lebih dari 400 platform
pemerintahan yang bisa diakses melalui internet dan penggunaan sistem pembayaran mo-
bile phone telah melebihi 20% dari total pembayaran pada 2004. Survei E-Government UN
2008 berlanjut untuk menandai kemajuan yang di buat oleh negara, secara khusus dalam do-
main konsultasi secara elektronik(e-consultation), yang mendemonstrasikan kesuksesan yang
berkelanjutan hingga saat ini.
2. Kehidupan Online Masyarakat
Dengan pencapaianpredikat sebagai negara berinfrastruktur terbaik dunia, Korea telah
membuat kemajuan signifikan denganpenguasaan teknologi digital. Pada tahun 2004, OECD
mendeklarasikan sistem e-Commerce nasional yang dibutuhkan suatu negaratidak akan ada
perubahan berarti dan menyarankan pada pemerintahan-pemerintahan negara lain untuk
melakukan benchmarking dengan Korea. Lebih dari 10 ribu pelajar dapat menggunakan
koneksi internet berkecepatan tinggi secara serentak untuk mendapatkan free tutorial untuk
tes bakat secara nasional, yang dapat menentukan untuk masuk ke Perguruan Tinggi.
Jumlah orang yang menggunakan pelayanan dengan ICT juga meningkat: jumlah sub-
scriber untuk pelayanan-pelayanan internet banking mencapai 26.7 juta pada 2005; 40 juta
pada 2007; dan pada akhir September 2013 naik menjadi 93,47 juta (sumber: The Bank of
Korea); sementara perdagangan internet tercatat 66% dari total perdagangan pada 2003; nilai
pasar e-Commerce telah mengalami peningkatan cepat dari 50 billion KRW pada 1998 men-

184 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

jadi 314 trillion pada 2004, mencapai 25% dari total transaksi-transaksi bisnis.
3. Perangkat-perangkat utama untuk membangun ICT
3.1. Tiga ambisi rencana-rencana pembangunan ICT jangka menengah
Sukses membangun sektor ICT dan infrastruktur bisa menjadi bagian attribut terhadap
kebijakan-kebijakan dan inisiatif Korea yang terbangun sebelumnya maupun setelah krisis
ekonomi 1997. Sejak pertengahan 1990, pemerintah Korea telah mendirikan 3 master plan
untuk pembangunan masyarakat informasi: 1) Informatization Promotion Act (1995) yang
kemudian menjadi First Master Plan for Informatization Promotion (1996), 2) CYBER KO-
REA 21 (1998) dan 3) e-KOREA VISION 2007 (2003). Secara khusus CYBER KOREA 21
merupakan satu dari kebijakan-kebijakan paling penting yang telah mengaitkan perubahan
lingkungan sebagai suatu hasil kajian krisis keuangan asian. Melalui rencana-rencana ini,
Korea melakukan pendekatan kepada masyarakat berbasis pengetahuan dengan membuat
konstruksi infrastruktur informasi maju, pengenalan berbagai macam sistem informasi pada
pelayanan-pelayanan publik dan pada sektor swasta, dan ingin membuat semakin baik per-
tumbuhan pada industri IT secara keseluruhan.
3.2. Reorganisasi Pemerintah untuk memberikan kekuatan terhadap rencana-rencana
pembangunan ICT
Korea telah merestrukturisasi organisasi pemerintah untuk strategi informatisasi: Infor-
matization Promotion Committee (1996) dipimpin oleh Perdana Menteri, dan Informatiza-
tion Strategy Meeting (1998) dipimpin oleh Presiden. Kondisi ini membolehkan kementerian-
kementerian dan lembaga-lembaga berbeda untuk mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan
informatisasinya. Berdirinya Kementerian Informasi dan Komunikasi (1994) memberikan
penguatan dan fokus terhadap rencana-rencana besar Korea untuk pembangunan ICT.
Ada 4 faktor kunci kesuksesan dalam pembangunan ICT oleh Pemerintah Korea, yaitu
1) Kepemimpinan oleh Pemerintah (Goverment Leadership); 2) Strategi yang terfokus (Fo-
cused Strategy); 3) Pendanaaan yang efektif (Efective Financing); dan 4) Kebijakan kompetisi
(Competition Policy).
Untuk gambaran secara umum, faktor-faktor kunci sukses Korea adalah 1) Faktor Bu-
daya (Culture) dimana Korea merupakan pengadopsi awal teknologi-teknologi baru dan
tidak pernah ragu serta khawatir dengan perubahan seperti pengalaman yang sudah dijelas-
kan pula di awal tulisan ini; 2) Faktor Kekuatan Sumber Daya Manusia (Human Capital)
dimana rata-rata penduduknya yang berinteraksi dengan bidang ICT memiliki level pendidi-
kan yang tinggi serta banyaknya ahli yang memiliki spesialisasi dalam bidang ICT; 3) Faktor
Kerjasama G-I-R-A (G-I-R-A Cooperation) yaitu Government Initiative, Industri Investment,
Research Outcomes, and Academic ICT education; dan 4) Faktor Infrastruktur Internet
Berkecepatan Tinggi (Broadband Internet Infrastructure) dimana lebih dari 90% keluarga di
Korea menikmati jaringan internet berkecepatan tinggi ini demikian juga dengan rata-rata
penggunaan internet yang sangat tinggi.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 185
DEWAN RISET NASIONAL

Trend masyarakat dan bangsa modern memang bisa dilihat dari seberapa besar peman-
faatan ICT dalam kehidupan sehari-hari. Banyak negara yang walaupun sumber daya alamn-
ya minim tetapi memiliki sumber daya manusia dan dana yang memadai sehingga mampu
mandiri dalam mengembangkan salah satu industri strategis ini seperti gambaran Korea di
atas.
3. PERKEMBANGAN ICT DI INDONESIA
Bagaimanakah situasi nyata perkembangan ICT di Indonesia? Berikut adalah gambaran
tingkat kesenjangan ICT di Asia :

Tabel di atas menunjukkan kesenjangan penggunaan ICT diantara negara-negara Asia


berdasarkan dari wilayah geografisnya. Lima Negara atau wilayah teritorial yang tergolong
sangat tinggi penggunaan ICT untuk keempat jenis ICT adalah Korea, Singapura, Taiwan,
Jepang, dan Hongkong. Malaysia merupakan Negara Asia tenggara yang termasuk kelom-
pok tinggi bersama 4 negara lainnya.
Indonesia sendiri termasuk pada kelompok rendah bersama 23 negara lainnya. Secara
umum memang terlihat bahwa Negara-negara di wilayah asia timur dan timur tengah relatif
lebih tinggi dibandingkan wilayah asia lainnya. Selain itu, Negara-negara dengan jumlah pen-
duduk besar seperti Cina, India, Indonesia, dan Pakistan memang tergolong pada Negara-
negara pengguna ICT yang rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada Negara tersebut
distribusi pengguna komputer dan internetnya belum merata, atau dengan kata lain ada indi-
kasi kemungkinan terjadinya fenomena digital divide (kesenjangan digital)antara kelompok
komunitas di Negara-negara tersebut.
186 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

Penerapan teknologi dalam segala bidang memang mempunyai masalah tersendiri.


Butuh waktu untuk proses transformasi dari sistem yang dulunya sedikit mengaplikasikan
teknologi ke sistem yang lebih dominan aplikasi teknologinya.
Masalah-masalah tersebut dapat berupa:

1. Sosialisasi
Kurangnya sosialisasi pemerintah melalui Kemenkominfo kepada masyarakat menge-
nai penggunaan ICT itu sendiri atau manfaat dari ICT. Sehingga belum bisa diketahui banyak
oleh khalayak umum khususnya di daerah-daerah. Jika sosialisasi dilakukan dan tepat sasa-
ran maka ICT akan diterima mayarakat baik kalangan menengah keatas maupun menengah
kebawah.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)


Pengembangan staf pengajar agar memilliki kompetensi profesional di bidang ICT.
Ditambah lagi sikap pendidik yang enggan mengikuti perubahan dan rasa takut terhadap
teknologi informasi baru. Jumlah pendidik yang mampu mengaplikasian teknologi baru
sedikit.

3. Kurikulum dalam Dunia Pendidikan


Belum adanya standarisasi dan tanggung jawab penerapan teknologi dalam pembelaja-
ran. Pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran belum sepenuhnya memanfaatkan ICT. Eval-
uasi terhadap proses belajar siswa belum mengacu pada penerapan ICT. Salah satu solusinya
adalah siswa bisa melihat hasil ujiannya di situs web sekolahnya seperti yang saat ini banyak
diterapkan di perguruan tinggi.

4. Hardware
Sangat banyak masalah yang ditemukan disini. Mulai dari susahnya menyediakan per-
angkat ICT, kurangnya tenaga ahli yang dapat mengoperasikan perangkat, susahnya mengi-
kuti perkembangan ICT yang begitu cepat, sampai terbatasnya dana untuk pemeliharaan
serta perbaikan jika terjadi kerusakan.

5. Software
Terbatasya inovasi pengembangan perangkat lunak untuk mengatasi masalah-masalah
dengan penggunaan ICT. Dan kebanyakan software biasanya mengunakan bahasa asing sep-
erti bahasa inggris. Tentu saja hal itu akan semakin mempersulit penggunaan ICT karena
harus memahami terlebih dahulu kemudian menterjemahkannya ke dalam bahasa indonesia.

6. Dana
Sedikitnya dana yang disediakan untuk memenuhi penerapan ICT. Dana tersebut juga
harus dibagi untuk pemeliharaan dan perbaikan.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 187
DEWAN RISET NASIONAL

7. Pola Pikir Masyarakat


Paradigma dan cara berpikir sumber daya manusia secara keseluruhan dilingkungan
kantor maupun dilingkungan lain dari yang terbiasa menggunakan cara-cara manual ke
digital. Jika SDM sudah memahami betapa sangat bermanfaatnya menggunakan ICT maka
paradigma atau cara berpikir akan berubah dan beralih menjadi pengguna ICT, kemudian
menanggalkan cara-cara manual.

8. Listrik
Kendala selanjutnya adalah mengenai pasokan listrik dalam penerapan ICT, menggu-
nakan ICT tentu menguras banyak pasokan listrik. Sudah menjadi rahasia umum, tidak ada
yang bisa menjamin pasokan energi listrik termasuk dari PLN sendiri. Bahkan kini pemutu-
san aliran listrik secara bergiliran sudah menjadi keniscayaan.

9. Infrastruktur Internet Broadband


Belum terjangkaunya infrastruktur internet berkecepatan tinggi di daerah-daerah men-
jadi penyebab terjadinya digital divide antara kota dan daerah dan kalaupun ada masih san-
gat mahal dan sulit terjangkau.

10. Kebijakan Pemerintah


Faktor kebijakan Pemerintah yang belum maksimal terlihat untuk memanfaatkan
ICT secara maksimal untuk efisiensi, efektivitas maupun untuk mewujudkan good governace
serta juga untuk mendorong pengembangan industri ICT nasional.

Dari beberapa masalah di atas, maka dapat ditarik beberapa solusi terhadap perkem-
bangan ICT di Indonesia yaitu:
1. Sosialisasi pemerintah bisa melalui media massa seperti iklan layanan masyarakat di tel-
evisi, radio, media cetak (koran, majalah dsb) atau ada tim khusus yang langsung mendatangi
masyarakat di desa-desa untuk diberikan penyuluhan mengenai ICT.

2. Solusi lain adalah pemerintah daerah mulai menggunakan layanan publik yang baik den-
gan memanfaatkan ICT ini, seperti pelayanan pajak, listrik, Kendala kedua adalah sebagian
sumber daya manusia di Indonesia masih lemah.

3. Penguatan SDM dan Kelembagaan IPTEK ICT Indonesia sehingga sanggup dan siap men-
guasai, mengembangkan, dan menerapkan ICT untuk kepentingan strategis nasional yang
menjadi prioritas utama serta menjadi kekuatan riset berkelas dunia.

4. Penguasaan teknologi dan penerapan solusi ICT hasil inovasi litbang nasional yang terjang-
kau bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mengatasi digital divide, membangun ekonomi,
dan membangun potensi produktivitas, pencerdasan, dan kreatifitas masyarakat, serta untuk
188 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

perlindungan masyarakat.

5. Penguasaan dan penerapan ICT untuk membangun daya saing industri nasional , ke-
mandirian perangkat ICT sektor hankam, efektivitas layanan publik dan pemerintahan, serta
efisiensi perdagangan.

6. Solusi Telekomunikasi, Internet, dan Komputer Murah dan Hemat Energi Untuk
Masyarakat Miskin dan Pedesaan : Penguasaan dan penerapan teknologi berbasis Internet
Protocol yang diperlukan untuk perluasan infrastruktur, layanan, pengelolaan, penanganan
pemakai, dan ekonomi Internet secara nasional dan bersifat andal/trustworthy, hemat energi,
berharga murah, yang dapat menjangkau sampai ke pelosok-pelosok. Program ini terintegrasi
dengan program revitalisasi industri ICT nasional. Termasuk di dalamnya solusi untuk usaha
kecil di bidang warnet. Untuk itu, pemerintah perlu mendukung juga dalam bentuk regulasi
yang mendukung penerapan solusi ini, termasuk interoperasi dan ijin frekuensi.

7. Teknologi Sekolah Digital dan Distance Learning: Penguasaan dan penerapan ICT untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dan kesempatan belajar bagi seluruh masyarakat Indone-
sia pada segala usia. Termasuk di dalamnya solusi Internet yang berkelanjutan untuk seluruh
sekolah di Indonesia.

8. ICT Untuk Layanan Publik dan Pemerintahan: Penerapan dan pemanfaatan ICT untuk
berbagai kebutuhan publik dan pemerintahan, termasuk untuk menunjang layanan keseha-
tan (telemedicine), penanganan bencana dan keadaan darurat beserta peringatan dininya,
kependudukan, basis data nasional, pemilu, pajak, dan e Government.

9. Teknologi Next Generation Network- Wireless 4G Untuk Revitalisasi Industri Nasional


dan Kemandirian Pertahanan Negara: penguasaan teknologi yang diarahkan pada pemenu-
han kebutuhan komunikasi militer TNI dan komunikasi Polri menggunakan teknologi hasil
litbang nasional dan dan dimplementasikan pada produk yang diproduksi industri nasional
(termasuk BUMN).

10. ICT Multimedia Untuk Industri Kreatif: pengembangan dan penerapan teknologi untuk
mendorong masyarakat mengembangkan industri kreatif untuk menampilkan karya berarkar
pada budaya Indonesia seperti digital entertainment, games, musik, animasi, film TV, Cin-
ema, dan produk kultural.

11. Menuju Riset Nasional Kelas Dunia: pengembangan kemampuan peneliti dan lembaga
riset nasional untuk mencapai reputasi kelas dunia, melalui pengembangan SDM, pengem-
bangan institusi, penelitian orisinal, dan penemuan baru, dengan berpartisipasi penuh pada
berbagai forum internasional melalui Internet, mengembangkan pusat-pusat riset dunia di
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 189
DEWAN RISET NASIONAL

Indonesia, serta memanfaatkan riset dan teknologi opensource. Termasuk di dalamnya pem-
bangunan jaringan nasional lembaga riset/universitas/industri, serta manajemen peneliti na-
sional.

12. Membangun jaringan internet broadband dengan serat optik maupun dengan penggu-
naan satelit.

13. Membuat kebijakan yang tepat dan jika perlu dapat mengadopsi strategi Korea dalam
memajukan dan menguasai ICT.

Berdasarkan data statistik pertumbuhan pengguna internet di Indonesia tercatat sebesar


62 juta jiwa pada tahun 2012 bandingkan dengan Korea yang saat ini 100 % penduduknya
diyakini sudah dapat mengakses internet karena memang infrastruktur internetnya sudah
menjangkau keseluruh pelosok negeri dengan kecepatan tinggi dan berbiaya murah.

4. PENUTUP
Melihat sepak terjang Korea yang sangat fenomenal sebagai negara yang leading dalam
bidang ICT maka tidak salah kalau bangsa Indonesiamau belajar dan mengadopsi cara-cara
yang dilakukan oleh Pemerintah Korea yang melibatkan partisipasi masyarakatnya secara
cerdas untuk menguasai dan memajukan bidang ICT serta menjadikan bidang ICT seba-
gai penggerak segala bidang kehidupan. Selain itu industri ICT, otomotif, dan beberapa bi-
dang teknologi unggulan lainnya yang dimiliki oleh Korea seakan mengokohkan posisi Ko-
rea sebagai negara industri maju. Siapa yang tak mengenal Samsung, LG, dan brand-brand
world class lainnya dari negara ginseng ini? Bersyukur pemerintahan baru Presiden Joko
Widodo melihat pentingnya ICT untuk kemajuan bangsa serta memberikan dukungan untuk
mengembangkan industri kreatif seperti yang disampaikan pada pemaparan visi dan misi
saat debat Calon Presiden yang lalu maupun pada berbagai kesempatan setelah dilantik men-
jadi Presiden. Demikian juga Menko PMK Puan Maharani yang dalam berbagai kesempatan
memberikan pernyataan betapa strategisnya ICT. Mudah-mudahan komitmen tersebut bisa
dituangkan dalam bentuk kebijakan serta langkah-langkah yang konkrit seperti yang dilaku-
kan oleh Pemerintah sehingga dengan kekuatan ICT dapat memberikan kontribusi signifikan
bagi perekonomian nasional. Akhirnya penulis mengajak “Marilah belajar dari keberhasilan
Korea”.

190 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

DAFTAR PUSTAKA

• Dongcheol Kim. Korean Experience of Overcoming Economic Crisis through ICT Devel-
opment. UNESCAP Technical paper, August 2009.

• Sang M. Lee. South Korea: From the land of morning calm to ICT hotbed. Academy of
Management Executive, Vol. 17. No. 2. 2003.

• Byoung nam Lee. Korean government –driven ICT policy: IT 839 strategy. Regional Semi-
nar on Costs and Tariffs for the TAS Group Member Countries, Cyberjaya, Malaysia, May
31 – June 3, 2005.

• Dong-pyo Hong. Development of ICT Sector in Korea. Workshop on Technology Innova-


tion and Economic Growth. Hangzhou, China, May 25-26, 2005.

• Seongcheol Kim. How to make ICT work: Lessons from Korea. Asialink Forum, August 1,
2006.

• Hee Joon Song. E-Government in Developing Countries, Lessons Learned from Republic
of Korea. UNESCO 2006.

• Susan Sweet, David Rogerson, David Lewin dan Brian Williamson. Maximising ICT’s con-
tribution to the economic growth of Korea. Indepen, June 2006.

• Chong Hoon Park. Building E-Korea. KISDI.

• E-Business in Korea. Korea Institute for Electronic Commerce. Jan 19, 2005.

• Sung-Hee Joo. Broadband Internet Adoption in Korea: A maverick or a model to follow?.


The 33rd Research Conference on Communication, Information and Internet Policy (Tel-
ecommunication Policy Research Conference), Washington DC, September 24-25, 2005.

• Hermana, Budi.Teknologi Informasi dan Komunikasi di Negara-Negara Asia: Hubungan-


nya dengan Variabel Ekonomi Makro dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Universi-
tas Gunadarma.

• Arief, Edwi. Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi E-Government di Indonesia.


Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran. Yogyakarta.

• Draft Versi 2.1. Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2005-2009.


Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 191
DEWAN RISET NASIONAL

192 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

KAJIAN AWAL KEBUTUHAN TIPE DAN UKURAN KAPAL


UNTUK WILAYAH MARITIM INDONESIA
Prof. Djauhar Manfaat, Ph.D1,2
Anggota Komisi Teknis Teknologi Transportasi DRN 2012-2014
1.

Guru Besar Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITSSurabaya


2.

e-mail: dmanfaat@na.its.ac.id

ABSTRAK
Indonesia sebagai negara maritim pernah mencapai kejayaan, khususnya di bidang
ekonomi, di masa lalu. Untuk mengembalikan kejayaan tersebut, visi Indonesia sebagai poros
maritim dunia juga telah dicanangkan oleh Pemerintah RI. Pencapaian visi ini tentunya men-
syaratkan penentuan kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan upaya-upaya terkait yang tepat
dan efektif. Untuk tujuan ini, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025 sangat relevan untuk digunakan sebagai pedoman. Dua pi-
lar utama dari MP3EI, yaitu pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi dan
penguatan konektivitas nasional, memerlukan pemetaan yang tepat antara kegiatan ekonomi
utama dengan armada kapal yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam makalah singkat ini,
sebuah kajian awal tentang kebutuhan tipe dan ukuran kapal untuk wilayah maritim Indone-
sia diuraikan.
Kata kunci: poros maritim, MP3EI, tipe kapal, ukuran kapal

ABSTRACT
As a maritme country, Indonesia reached the glory of its maritime, especially in its economy, in
the past. To restore the glory, a vision of Indonesia being the world maritime axis has also been declared
by the Indonesian government. Achieving this vision requires defining appropriate and effective policies,
strategies and efforts. To this end, a master plan of acceleration and expansion of economic development
of Indonesia (MP3EI) 2011-2025 that has been launched by the government is very relevant to be used
as guidance. Two main pillars of the MP3EI, namely the development of economic potential through
economic corridors and the strengthening of the national connectivity, require an appropriate mapping
between the main economic activities and the required fleet. Therefore, in this paper, an initial assessment
of the required ship types and sizes for the Indonesia maritime regions are described.
Keywords: maritime axis, MP3EI, ship type, ship size

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 193


DEWAN RISET NASIONAL

1. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara maritim pernah mencapai kejayaan, khususnya di bidang
ekonomi, di masa lalu. Pertumbuhan, pemerataan dan kesejahteraan ekonomi bangsa In-
donesia pada era-era kerajaan sebelum masa penjajahan kolonial Belanda tercipta dengan
baik untuk ukuran kemapanan dan kesejahteraan ekonomi pada saat itu. Laut menjadi urat
nadi pencapaian tersebut dimana aktifitas perdagangan dan transportasi barang serta manu-
sia menggunakannya sebagai media. Orientasi kehidupan ekonomi yang berbasis maritim ini
kemudian diubah oleh Penjajah Belanda menjadi berbasis pada daratan (land), dan sejarah
kemudian membuktikan bahwa keadaan ekonomi bangsa Indonesia menjadi jauh dari kata
“sejahtera”, bahkan kesengsaraan terjadi dimana-mana.
Untuk mengembalikan kejayaan tersebut, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia
telah dicanangkan oleh Pemerintah RI. Disini, kehidupan ekonomi juga kembali diarahkan
pada pemanfaatan wilayah maritim Indonesia yang mengandung kekayaan alam yang sangat
melimpah. Juga, pengembangan konsep “tol laut” yang pada dasarnya untuk mengefisien-
kan sistem transportasi laut, baik yang terkait dengan armada kapalnya, pelabuhannya dan
hal-hal lain yang terkait, sehingga pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional dapat
berlangsung lebih cepat.
Pencapaian visi ini tentunya mensyaratkan penentuan kebijakan-kebijakan, strategi-
strategi dan upaya-upaya terkait yang tepat dan efektif. Untuk tujuan ini, Masterplan Perce-
patan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 sangat relevan
untuk digunakan sebagai pedoman. Dua pilar utama dari MP3EI, yaitu pengembangan po-
tensi ekonomi melalui koridor ekonomi dan penguatan konektivitas nasional, memerlukan
pemetaan yang tepat antara kegiatan ekonomi utama dengan armada kapal yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, dalam makalah singkat ini, sebuah kajian awal tentang kebutuhan tipe
dan ukuran kapal untuk wilayah maritim Indonesia akan diuraikan. Untuk tujuan itu, spek-
trum bidang maritim yang berisi aspek-aspek terkait akan ditinjau secara singkat. Demikian
pula, agar penentuan kebutuhan tipe kapal untuk wilayah maritim Indonesia dapat dilakukan
dengan tepat, maka tinjauan tentang taxonomi tipe kapal yang umum didefinisikan dalam
literatur juga akan diuraikan.

2. SEKILAS SEJARAH KEJAYAAN MARITIM INDONESIA


Adalah sebuah fakta bahwa fitrah Indonesia adalah sebuah negara maritim. Dalam
sejarah peradaban bangsa dan negara Indonesia, orientasi dari kehidupan bangsa jauh lebih
diarahkan ke laut atau kehidupan yang berbasis maritim, dari pada yang berorientasi ke darat
(continent). Hal ini wajar, karena pada jaman itu infrastruktur jalan untuk transportasi di
darat memang praktis belum ada; daratan masih didominasi hutan, bahkan hutan belukar
di beberapa pulau tertentu. Paling tidak, pada sekitar abad ke-8 telah terdapat bukti bahwa

194 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

bangsa Indonesia benar-benar telah memanfaatkan laut sebagai media transportasi barang
dan manusia. Hal ini ditunjukkan oleh adanya Relief (sculpture) pada Candi Borobudur yang
menggambarkan sebuah kapal.
Dalam sejarahnya, kejayaan maritimIndonesia mulai dikenal dengan adanya armada
kapal perang, dan kapal niaga tentunya, dari Kerajaan Sriwijaya.Kejayaan maritim ini ke-
mudian lebih fenomenal lagi pada jaman Kerajaan Majapahit, dimana melalui pemikiran
cerdas Sang Mahapatih Amangkubhumi Gadjah Mada yang belajar dari armada kapal Kera-
jaan Sriwijaya tersebut akhirnya mampu membangun ribuan armada kapal perang yang pada
awalnya ditujukan untuk menangkal ancaman serangan kerajaan Cina dibawah rezim Raja
Kubilai Khan. Pada kenyataannya kemudian dengan armada yang begitu besar Gadjah Mada
melalui Sumpah Palapanya berhasil mempersatukan Nusantara.
Sebagai negara maritim, pemanfaatan laut pada jaman Kerajaan Majapahit itu dan be-
berapa jaman setelah itu tentunya utamanya hanya untuk transportasi dan penangkapan ikan
saja. Hal ini dapat dipahami karena pada jaman itu teknologi yang dikuasai oleh bangsa
Indonesia hanya terbatas pada pelayaran dan penangkapan ikan saja. Pada saat itu bangsa
Indonesia tidak cukup punya knowledge bahwa terdapat sumberdaya kelautan yang sangat
melimpah dibawah permukaan laut Indonesia. Namun demikian, dengan segala keterbatasan
itu, pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat pada saat itu telah mencapai ting-
kat yang baik.
Kemudian datanglah Penjajah Belanda yang diawali dengan kehadiran VOC di Indone-
sia. Turning point pun terjadi! Belanda jelas-jelas mengubah mindset bangsa Indonesia dari
yang tadinya maritime-oriented menjadi continent-oriented. Era penjajahan Belanda selama
3,5 abad itulah yang mengikis habis kekayaan alam Indonesia yang ada di darat yang ketika
Indonesia merdeka meninggalkan bangsa Indonesia dalam kesengsaraan, jauh dari sejahtera.
Mengingat fakta yang telah diuraikan diatas, inilah saatnya bagi bangsa Indonesia un-
tuk juga mengorientasikan kehidupan perekonomiannya ke laut, selain kehidupan perekono-
mian di darat yang telah dicapai sejauh ini. Untuk mewujudkan hal ini tentunya diperlukan
keberpihakan kebijakan dan teknologi yang memadai, guna mengulang kembali kejayaan
maritime Indonesia.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 195


DEWAN RISET NASIONAL

Gambar 1. Spektrum Bidang Maritim

3. SPEKTRUM BIDANG MARITIM


Dari berbagai sumber, termasuk referensi [1], [2], [3] dan [4], penulis kemudian men-
definisikan spektrum bidang maritim. Spektrum ini meliputi banyak aspek yang dapat
dikelompokkan kedalam empat sub-bidang, yaitu (i) Transportasi Laut, (ii) Energi dan Sum-
ber Daya Mineral di Laut, (iii) Kelautan dan Perikanan, dan (iv) Pariwisata Bahari. Spektrum
bidang maritim secara lengkap diberikan dalam Gambar 1. Disamping itu, sebagai bagian
penting dari semesta bidang maritim ini, terdapat beberapa sektor pendukung yang sangat
diperlukan yang meliputi (i) Industri Galangan Kapal, (ii) Industri Wahana Pantai dan Lepas
Pantai, (iii) Industri Penunjang, (iv) Pertahanan dan Keamanan Laut dan Pelayaran, (v) Per-
bankan, (vi) Asuransi, dan (vii) Lingkungan Laut. Hubungan antara sektor-sektor pendukung
ini dengan spektrum bidang maritim diberikan dalam Gambar 2.
Gambar 2.Dukungan Sektor-Sektor Pendukung pada Bidang Maritim.

196 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

4. TAXONOMI TIPE KAPAL


Terdapat banyak literatur yang menjelaskan tipe-tipe kapal yang telah dikenal di dunia
ini. Tipe-tipe kapal ini dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok utama, misalnya
kapal niaga (merchant ships), kapal perang (warships), dan kapal jasa (service ships). Kapal niaga
dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub-kategori seperti kapal muatan kering (dry cargo), kapal
muatan curah kering (dry bulk cargo), kapal muatan curah cair (liquid cargo) dan kapal penump-
ang (passenger ships).
Gambar 3. Taxonomi tipe kapal menurut Eyres [5]

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 197


DEWAN RISET NASIONAL

Yang termasuk dalam kelompok kapal dry cargo misalnya adalah tipe general cargo dan
container, sementara yang termasuk dalam kelompok kapal dry bulk cargomisalnya adalah
tipe bulk carrier, ore carrier dan coal carrier, dan yang termasuk dalam kelompok kapal liq-
uid cargomisalnya adalah tipe tanker, LNG, LPG, FSO dan FPSO. Dalam kelompok kapal
passenger ships terdapat beberapa tipe misalnya ferry dan cruise liners. Demikian seterusnya
untuk kelompok-kelompok yang lain yaitu warships dan service ships yang masing-masing
juga dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub-kategori, yang masing-masing lebih jauh dapat
dibagi lagi menjadi beberapa tipe kapal.
Eyres [5] juga telah mendefinisikan taxonomi tipe kapal. Tipe-tipe kapal ini dikelompok-
kan kedalam kategori-kategori sebagai berikut: kapal muatan kering (dry cargo ships), kapal
muatan cair (liquid cargo ships), kapal penumpang (passenger ships), kapal untuk melayani
pelabuhan dan samudera (harbour/ocean work craft), kapal ikan (fishing vessels), wahana/
bangunan lepas pantai (offshore oil vessels), kapal cepat (high speed craft), submersibles, dan
kapal perang (warships). Kategori-kategori tipe kapal tersebut lengkap dengan rincian tipe-
tipe kapal yang termasuk dalam setiap kategori diberikan dalam Gambar 3.

5. TINJAUAN SINGKAT TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN


DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA(MP3EI)
2011-2025

Pengembangan MP3EI [6] difokuskan pada 8 program utama, yaitu pertanian, pertam-
bangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strat-
egis. Dari kedelapan program utama tersebut, 22 kegiatan ekonomi telah ditentukan seperti
yang diberikan dalam Gambar 4 [6].
Gambar 4. 22 kegiatan ekonomi yang ditentukan dalam MP3EI [6].

198 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Sementara itu, terdapat tiga pilar atau strategi utama MP3EI: (i) pengembangan potensi
ekonomi melalui koridor ekonomi, (ii) penguatan konektivitas nasional, dan (iii) penguatan
kemampuan SDM dan IPTEK nasional [6]. Dapat dipahami disini bahwa untuk mewujud-
kan kedua pilar pertama tersebut, khususnya yang terkait dengan transportasi laut, dalam
mendukung transportasi komoditas sebagian besar kegiatan ekonomi dari 22 kegiatan ekono-
mi dalam Gambar 4, maka dibutuhkan armada kapal yang memadai dan sesuai baik tipe
maupun ukurannya.
Pemilihan tipe dan ukuran kapal harus tepat, disesuaikan dengan jenis komoditas
yang akan diangkut yang menjadi potensidan nilai strategisnya dari masing-masing koridor
ekonomi (KE). Dalam MP3EI terdapat 6 koridor ekonomi yang telah ditetapkan, yaitu KE
Sumatera, KE Jawa, KE Kalimantan, KE Sulawesi, KE Bali-Nusa Tenggara dan KE Pap-
ua-Kepulauan Maluku [6]. Pemetaan kegiatan ekonomi pada masing-masing KE diberikan
dalam Tabel 1 [6].
Tabel 1. Pemetaan kegiatan ekonomi utama pada masing-masing KE [6]

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 199


DEWAN RISET NASIONAL

6. KEBUTUHAN TIPE DAN UKURAN KAPAL


Berdasarkan uraian tentang taxonomi tipe kapal dalam Bab 4 dan tinjauan singkat ten-
tang MP3EI dalam Bab 5, dalam bab ini kajian awal tentang tipe dan ukuran kapal yang
dibutuhkan untuk kawasan dari keenam koridor ekonomi akan diuraikan. Sebagai kajian
awal, kajian ini hanya didasarkan pada data empiris tentang tipe dan ukuran kapal
yang umum digunakan untuk memuat dan mentransportasi jenis-jenis komoditas sebagai
kegiatan-kegiatan ekonomi utama seperti yang telah dipetakan dalam Tabel 1.
Tabel 2. Tipe dan Ukuran Kapal yang Dibutuhkan untuk Kegiatan Ekonomi Utama di 6 koridor ekonomi

200 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Data empiris ini didasarkan pada berbagai macam sumber. Sebagai catatan, yang di-
maksud dengan ukuran kapal disini adalah ukuran besar kapal yang dapat dicirikan berdasar-
kan: (i) berat kapal dimana istilah bobot mati kapal (Deadweight Tonnage atau DWT) biasa
digunakan, atau (ii) kapasitas ruangan tertutup dalam kapal (Gross Tonnage atau GT), atau
(iii) jumlah penumpang untuk beberapa tipe dalam kelompok kapal penumpang yang biasan-
ya dalam satuan PAX.
Disamping itu, khusus untuk ukuran kapal, penentuannya juga harus mempertimbang-
kan kedalaman dan kondisi perairan di masing-masing kawasan KE, khususnya di wilayah
perairan pelabuhan. Data tentang kondisi geografis perairan Indonesia, yang pada bagiannya
juga meliputi data kedalaman dan kondisi perairan, tentunya dapat diperoleh dari badan-
badan terkait yang berwenang, misalnya Badan Koordinator Keamanan Laut (Bakorkamla)
RI, Dinas Hidro-Oseanografi (Dishidros) TNI AL, Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG), dan lain-lain. Hasil dari kajian awal ini diberikan dalam Tabel 2. Hasil
ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk melakukan kajian awal tentang armada kapal
yang ada di wilayah maritim Indonesia saat ini guna melihat kesesuaian tipe dan ukurannya
dengan kegiatan-kegiatan ekonomi utama di keenam koridor ekonomi tersebut.

7. PENUTUP
Kajian awal tentang tipe dan ukuran kapal yang dibutuhkan untuk wilayah maritim
Indonesia telah dilakukan dan diuraikan dalam makalah singkat ini. Dalam kajian ini, po-
tensi dan nilai strategisnya dari masing-masing koridor ekonomi dari 22 kegiatan ekonomi
utama dalam MP3EI telah dijadikan sebagai acuan untuk menentukan tipe dan ukuran kapal
yang dibutuhkan tersebut. Kajian ini memang merupakan kajian awal, sehingga hasilnya,
khususnya untuk ukuran kapal, memang masih generik sekali dalam arti bahwa yang telah
dihasilkan adalah range dari estimasi ukuran kapal yang dibutuhkan. Tentunya analisis teknis
yang lebih detail yang didasarkan pada kajian literatur yang lebih kritis dan bahkan survai
langsung di lapangan sangat diperlukan untuk membuat pemetaan tipe dan ukuran kapal
tersebut terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi utama menjadi lebih akurat. Bagaimanapun
juga, kajian awal ini tentunya dapat dijadikan sebagai salah satu langkah awal dalam penca-
paian nilai-nilai indikator upaya pencapaian visi poros maritim Indonesia.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 201


DEWAN RISET NASIONAL

DAFTAR PUSTAKA
[1] https://www.its.ac.id/show/jurusan/72/id
[2]http://id.wikipedia.org/wiki/Jurusan_Transportasi_Laut_Institut_Teknologi_Sepuluh_
Nopember
[3] http://its.ac.id/article/ProgramOcean/id
[4] http://pasca.ipb.ac.id/index.php?Itemid=88&id=67&option=com_content&task=view
[5] Eyres, D. J. (2001), Ship Construction, Fifth Edition, Butterworth-Heinemann, Jordan
Hill, Oxford, UK.
[6] Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (2011). Masterplan Percepatan dan Per-
luasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Jakarta. ISBN 978-979-3754-13-0.

202 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

MEMBANGUN KEWASPADAAN DINI


TERHADAP ANCAMAN CBRN-E
Dr. Anne Kusmayati1
1
Anggota Komis Teknis Teknologi Pertahanan dan Keamanan DRN 2012-2014

ABSTRACT
The CBRN-E security (Chemical, Biolog, Radioactive, Nuclear-Explosives) is directed to build
the condition, in which Indonesia can defend its integrity from the threat. Therefore, it should keep the
sovereignty of the state and nation. In this context, the capability should be developed not only to prevent
outbreaks but also to deter the use of CBRN-E. The appendage of its assymetric point of view having
a dual usage characteristic should get a serious concern since the Indonesian government has to be ready
to face the CBRN-E threats, which can interfere the sovereignty and integrity of the nation. The early
awareness as well as the manifestation efforts concern and responsibility are one potential concept on
facing the threat of CBRN-E handling.As the safety philosophy concerned, we need to implement the
deterrent capacity on the pre, during and post-incident phases.

1. PENDAHULUAN
Globalisasi menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran dalam perikehidupan ma-
nusia yang membuat ancaman bersifat multidimensional berbentuk ancaman militer dan non
militer, dimana peperangan tidak selalu diwujudkan dalam perang konvensional berteknologi
tinggi, namun juga pada jaringan ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Pada era ini,
perang sudah sampai pada generasi keempat, memiliki ciri antara lain perang berbentuk asi-
metris, kompleks dan berlarut, menghancurkan moril lawan dan mengeksploitasi kelemahan
musuh. 1,2Ancaman asimetrik bersifat non tradisionil yang diwarnai oleh kepentingan par-
tikularistik yang membahayakan human security dan perkembangannya lebih mengancam
kedaulatan Negara.
Pada penghujung tahun 1980-an, terorisme tampak menurun. Akan tetapi, terorisme
jenis baru telah muncul. Dalam beberapa tahun belakangan, terdapat peningkatan pesat aksi
terorisme yang tak berperikemanusiaan. World Trade Center (WTC) di New York City di-
bom, menewaskan 6 orang dan melukai sekitar 1.000 orang. Sebuah sekte melepaskan gas
saraf sarin di jalur kereta bawah tanah Tokyo, menewaskan 12 orang dan membuat lebih dari
5.000 orang dirawat. Pada tahun 2001, kuman Antrax melanda Amerika Serikat, terutama
di wilayah Florida, New Jersey, Washington DC dan NewYork, demikian pula di Kedutaan
Besar RI di Australia tahun 2005 melalui sistem pengiriman surat. Dan bahkan,paska aksi
penghancuran WTC, disinyalir kegiatan terorisme di dunia terus berkembang ke arah yang
lebih maju serta telah mulai mengarah pada penggunaan senjata pemusnah massal.

1
Lind, S William, “4th Generation warfare” Juli 2008 http://en.wikipedia.org/wiki/fourth_generation_warfare
2
Disampaikan oleh Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto dalam Diskusi Panel tentang Kewaspadaan Nasional, di Ja-
karta tanggal 2 Agustus 2013 pada peserta PPSA XIX.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 203


DEWAN RISET NASIONAL

Semenjak itulah negara-negara maju menjadi “concern” terhadap program CBRN-E


serta telah membangunkan para perumus kebijakan akan potensi tersembunyi dari penelitian
biosains, kimia, radiasi, nuklir agar tidak disalahgunakan sebagai senjata pemusnah massal3.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sepertinya sampai saat ini belum terbebas
sepenuhnya dari ancaman terorisme. Kasus penggunaan CBRN-E di Indonesia baik dalam
konteks serangan maupun karena kecelakaan, belum dalam klasifikasi serangan senjata pe-
musnah massal, kecuali untuk bahan peledak, masih belum lekang dari ingatan atas peristiwa
bom Bali I dan II, dan terakhir serangan terhadap Polsek Rajapolah bulan Juli lalu.Demikian
pula kasus CVPD virus jeruk, small fox, ulat grayak dan flu burung, sangat sulit dibuktikan
sebagai sebuah serangan, walaupun fenomena kearah tersebut cenderung menguat. Bagi In-
donesia, dirasa perlu untuk mempersiapkan kewaspadaan dini dari ancaman jenis ini, mulai
dari strategi atau taktik serta sarana dan prasarana, agar masyarakat Indonesia dapat berta-
han sistemik, meningkat mutu genetiknya, dan terhindar dari hal-hal yang dapat merusak
genetik serta akan memperkuat dan menyehatkan pertumbuhan, serta dapat bertahan ter-
hadap ancaman fisik, baik serangan CBRN-E (ancaman militer) maupun buangan ”limbah”
(ancaman non militer)4.
2. FAKTA DAN KEMUNGKINAN ANCAMAN CBRN-E
Fakta bahwa Negara kita telah mengalami beberapa kali aksi terorisme berupa peleda-
kan bom dengan menggunakan bahan peledak konvensional atau bahan kimia yang bersi-
fat dual use telah menimbulkan korban jiwa dan materiil yang tidak sedikit. Disamping itu
berbagai penangkapan dan penyitaan terhadap kepemilikan bahan peledak secara tidak sah
yang berlangsung sampai saat ini, mengindikasikan bahwa negara kita masih rentan terhadap
aksi-aksi terrorisme.
Permasalahan utama yang menyebabkan Nubika ini menjadi ancaman yang sangat
mengerikan adalah dampaknya yang bersifat massal dan terkait dengan berbagai bidang
kehidupan yang sangat luas (Ipoleksosbudmil). Bentuk lainnya adalah sifat Dual Use dari
persenjataan tersebut, sehingga sangat sulit dibedakan apakah sebagai wabah alami (natu-
ral outbreak diseases) atau wabah yang disengaja yang mungkin dilakukan karena adanya
intention untuk melumpuhkan potensi Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayatinya
cukup tinggi (81%). 5Permasalahan lain adalah sulitnya mengendalikan penyebaran Nubika
mengingat bahwa bahan-bahan tersebut, khususnya biologi, kimia dan radioaktif terdapat
dimana-mana dan dapat jatuh ke tangan siapa saja.
3
Ancaman dan Bahaya CBRN-E umumnya berasal dari penggunaan senjata nubika, penggunaaan bahan nuklir/radioaktif,
agensia biologi dan agensia kimia, baik di instalasi maupun dalam pengangkutan serta akibat bencana alam beraspek nubika.
Bahaya CBRN-E tersebut dapat mengancam keselamatan manusia dan lingkungan hidup, termasuk hewan dan tumbuh-
tumbuhan.
4
“Gerakan terorisme terus mengembangkan strategi, taktik, teknis, dan sarana prasarana termasuk penggunaan bahan kim-
ia, biologi, radiologi, dan nuklir. Untuk itu, kita harus memiliki pemahaman yang sama tentang bahaya terorisme, supaya
bisa mencegahnya,” kata Prijanto, Wakil Gubernur DKI Jakarta, saat Lokakarya tentang Penanganan Bahaya Kimia, Bi-
ologi, Radiologi, dan Nuklir serta kaitanya dengan Ancaman Terorisme, di Balaikota DKI Jakarta, Rabu 7 Juli 2010.
5
Robert Mangindaan menyampaikan bahwa kekalahan tidak akan terjadi bila salah satu dari tiga faktor (intention, capabil-
ity dan circumstance) lawan dapat dihilangkan atau dinolkan. (Jurnal Intelijen dan Kontra Intelijen Vol. I no. 5 tahun 2005,
hal. 24)

204 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

Permasalahan senjata biologi merupakan permasalahan klasik yang muncul sejak sebe-
lum Perang Dunia Pertama yaitu dengan digunakannya mikroorganisme untuk menyebab-
kan berbagai penyakit guna melumpuhkan musuh. Permasalahan tersebut tetap ada hingga
saat ini namun dengan motif yang berbeda dan menggunakan mikroorganisme yang jenisnya
sama namun berbeda biotipenya. Target serangannya pun telah mengalami perkembangan,
yaitu tidak saja menyerang manusia secara langsung namun digunakan pula untuk me-
lumpuhkan perekonomian suatu negara dengan menyebarkan wabah penyakit pada hewan
dan tumbuhan. Pelaku penyerangan pun telah mengalami pergeseran. Bila jaman pra-PD1
dilakukan oleh suatu negara maka kini digunakan oleh perorangan atau kelompok tertentu
(non-state actors). Namun demikian, permasalahan utama masih tetap sama sejak dulu,
yaitu sulitnya mendeteksi pelaku penyerangan karena agensia biologi dapat memperbanyak
diri. Beberapa fakta keniscayaan yang masih menimbulkan tanda tanya adalah kasus flu
burung , kecurigaan bahwa AIDS merupakan penyakit hasil rekayasa manusia. Beberapa
naskah sejak tahun 1980an juga telah memprediksi akan adanya suatu genetic weapons yaitu
senjata yang dapat dengan sendirinya menyerang etnis tertentu. 6,14 Kemajuan Bioteknologi
saat ini memang telah memungkinkan untuk dibuatnya senjata semacam itu7.
Selain kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya genetic weapons, hal lain yang per-
lu diwaspadai adalah adanya genetic imperialism atau penjajahan genetik, sebagai bentuk
ketergantungan suatu negara terhadap negara lain akan sumber genetik. Salah satu contoh
yang masih menyimpan pertanyaan adalah penyediaan bibit ayam Day Old Chick (DOC)
yang 100% berasal dari luar negeri, dan eradikasi yang telah memusnahkan padi-padi jenis
unggul Indonesia karena serangan hama wereng.Demikian pula terjadi pada masa lalu, di-
mana hama-hama lain pun tampaknya telah sengaja disebarkan seperti misalnya pada saat
Presiden Suharto mencanangkan pembudidayaan Lamtoro Gung sebagai sumber protein na-
bati, telah diserang oleh Kutu Loncat (yang bukan asli Indonesia) dan pada saat mengkampa-
nyekan pembudidayaan jeruk, diserang oleh virus CVPD (Citrus Vein Phloem Degeration)8.
Sulitnya mengendalikan penyebaran CBRN-E, juga menjadi permasalahan lain yang
perlu diperhitungkan. Dengan pesatnya perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) dalam bidang nubika di dukung dengan kemajuan alat transportasi dan komunikasi
informasi dewasa ini, bisa menjadi ancaman bila penanganannya tidak benar atau disalahgu-
nakan oleh organisasi atau kelompok baik langsung maupun tidak langsung. Dilain pihak,
ditinjau dari aspek moral, dengan tumbuh suburnya radikalisme yang tidak lagi mengin-
dahkan nilai-nilai luhur Pancasila, akan mendegradasi wawasan kebangsaan. Kondisi ini
akan menjadi faktor pengganda terhadap peluang penggunaan dan pengembangan senjata
CBRN-E.Letak geografis negara kita yang sangat strategis, dapat saja menjadi ancaman yang
mempermudah masuknya teroris dari luar negeri.

6
Sebagaimana dikupas dalam SIPRI Year Book 1984.
7
Diungkapkan oleh Prof. Agus Purwandianto pada Diskusi Panel tentang Bonus Demografi pada PPSA XIX tanggal 13
September 2013.
8
Samihardjo, I, 2007, Perkembangan Senjata Biologi dan kemungkinan ancamannya.
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 205
DEWAN RISET NASIONAL

Adanya konflik di berbagai daerah seperti di Papua, Poso, Ambon, dan hal lain sep-
erti besarnya jumlah penduduk dengan tingkat pendapatan yang rendah serta meningkatnya
jumlah pengangguran merupakan keadaan rawan yang mudah menjadi pemicu timbulnya
terorisme di masa mendatang.

3. KONSEP KEWASPADAAN DINI


Kewaspadaan dini merupakan upaya serta manifestasi kepedulian dan tanggung jawab
dari setiap warga negara sejak dini. Konsep kewaspadaan dini terhadap ancaman CBRN-E
pada dasarnya adalah kondisi kepekaan, kesiagaan dan antisipasi dalam menghadapi po-
tensi dan indikasi terhadap ancaman CBRN-E. Konseptersebut diimplementasikan dalam
kemampuan deteksi dini dan kesiapan dalam penanggulangannya, yang dituangkan secara
komprehensif dan integral dalam sebuah pengaturan sistem dan mekanisme kewenangan,
dalam rangka mempertangguh ketahanan nasional.
a. Sistem keamanan dan pengamanan CBRN-E, sebagai kebijakan tentang penanganan an-
caman yang terintegratif dan komprehensif beserta legal aspeknya. Konsep ini akan menga-
tur bentuk pengamanan fisik bahan kimia, agensia biologi, bahan nuklir dan bahan peledak,
pengamanan personel pada fasilitas produksi dan pengamanan selama pengangkutan, den-
gan demikian kegiatan pembangunan tetap akan terjaga, sebagai berikut9 :
a) Pengamanan fisik, dapat dilakukan dengan membentuk “Response Team yang mel-
aksanakan fungsi patroli baik “on-site” (laboratorium dan fasilitas produksi) maupun sekitar
lokasi serta senantiasa melaksanakan koordinasi dengan Polisi dalam rangka penegakkan
hukum.
b) Pengamanan personel. CBRN-E merupakan bahan yang berbahaya dan bersifat
dual use, bisa dipergunakan untuk keperluan komersial maupuan dipergunakan untuk sen-
jata. Untuk itu personel yang berhubungan dengan bahan ini dalam pantauan pemerintah
guna menghindari penyalahgunaan bahan tersebut.Secara aktif dilaksanakan melalui screen-
ing test dan monitoring para pekerja yang berhubungan langsung dengan produksi kimia,
agensia biologi, nuklir dan bahan peledak. Beberapa metoda yang digunakan antara lain
adalah investigasi, identifikasi, pengawasan pengunjung dan program asistensi bagi pekerja.
Metoda ini diterapkan pada institusi atau lini-lini produksi bahan kimia, agensia biologi, nuk-
lir dan bahan peledak (laboratorium dan fasilitas produksi). Untuk memudahkan tracing,
perlu diberlakukan kebijakan one way ticket bagi para personel yang bekerja pada instalasi
produksi bahan kimia, agensia biologi maupun bahan radio aktif.
c) Pengamanan pengangkutan. Keamanan ditujukan untuk mengurangi resiko pencu-
rian dan sabotase selama pengangkutan, mengingat karakteristik agensia biologi itu sendiri.
Pengamanan pengangkutan mencakup internal transfer, dari dan ke fasilitas di instalasi, serta
eksternal transfer dari satu fasilitas ke fasilitas lainnya yang memungkinkan penggunaan fasil-
itas komersial.

Sebagaimana disampaikan Kusmayati,A. 2005, Stop Bioterorisme sebelum terjadi. Buletin Balitbang Kemhan
9

206 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

b. Pusat Krisis Nasional (National Crisis Center) Penanggulangan Ancaman CBRN-E10.


Pembentukan diakukan dengan membangun satu wadah yang berkedudukan dibawah
Presiden dan memiliki fungsi dalam menanggulangi setiap bentuk ancaman dan bencana
yang diakibatkan oleh penggunaan CBRN-E. Tugas pokok dari wadah ini adalah mem-
bangun kemampuan pertahanan terhadap kemungkinan ancaman CBRN-E, meliputi pen-
anganan dan penanggulangan ancaman CBRN-E pra kejadian, pada saat kejadian dan paska
kejadian, serta membangun pertahanan lingkungan hidup yang memiliki kemampuan me-
nangkal ancaman CBRN-E.
Pertahanan lingkungan hidup yakni bagaimana kita mempersiapkan lingkungan hidup seba-
gai tempat semua mahluk hidup berkembang, termasuk kesehatan, alam dan mahluk hidupn-
ya dapat :
• Bertahan sistemik agar bangsa Indonesia meningkat mutu genetiknya dan lingkungan
hidupnya, sehingga akan terhindar dari hal-hal yang dapat merusak serta akan memperkuat
lingkungan hidupnya.
• Bertahan terhadap ancaman fisik, baik serangan CBRN-E (ancaman militer) maupun KLB.
Pusat Krisis Nasional dibangun dengan cara penguatan kelembagaan penyelenggara pen-
gendalian ancaman CBRN-E. Pada saat ini telah terdapat beberapa wadah penyelenggara
pengendalian KLB dan bencana. Aturan yang ada dilaksanakan secara sektoral pada bidan-
gnya, terutama pada pengendalian kesehatan ketika KLB itu terjadi. Pusat Krisis Nasional,
sebagaimana fungsi yang diembannya, akan melaksanakan 4 (empat) kegiatan utama, yakni
deteksi dini, serta mencari upaya sistemik dalam menciptakan lingkungan hidup yang handal
dengan memanfaatkan iptek, tindakan penanggulangan ancaman CBRN-E, advokasi dan
asistensi penyelenggaraan pengendalian ancaman CBRN-E dan pengembangan sistem ke-
waspadaan dini ancaman CBRN-E.
Pusat Krisis Nasional akan diawaki oleh berbagai institusi terkait yang menangani pen-
gelolaan CBRN-E, serta institusi intelijen, penanganan bencana dan yang menangani teror-
isme. Kementerian Pertahanan telah membentuk CBRN-E Desk yang menyelenggarakan
pengelolaan ancaman CBRN-E. Desk diharapkan kedepan menjadi embrio kelembagaan
penangananan dan pengawasan ancaman CBRN-E baik pada aspek pencegahan, penanga-
nan dan penanggulangan. Pelembagaan berfungsi membangun koordinasi berbagai institusi
terkait di bidang CBRN-E, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Mekanisme koordinasi/ komando adalah pada tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi
dan Pusat, Dinas beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Lembaga Non Pemer-
intah (LNP) terkait lainnya pada tingkat Kabupaten/Kota ataupun Provinsi, dikoordinasikan
sesuai dengan yang pelaksanaan koordinasi lintas sektor dilaksanakan melalui wadah koordi-
nasi Pusat Krisis Nasional pada tingkat pusat.

Pusat Krisis Nasional kedepannya bisa dikembangkan dan dijadikan embrio untuk menangani pengelolaan cyber, CBRN-
10

E, dan penanganan bencana sekaligus melaksanakan fungsi deteksi dini secara real time.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 207


DEWAN RISET NASIONAL

c. Penyusunan Data base CBRN-E.


Penyusunan data base diperlukan sebagai data dan informasi yang akan digunakan
dalam menilai apakah ancaman ini akan timbul. Data base merupakan data base insiden
CBRN-E yang komprehensif, yang menghimpun semaksimal mungkin variabel terkait se-
cara kronologis dan geografis. Dengan adanya data base ini diharapkan bila ada ancaman
serangan, wabah atau insiden lainnya, dapat segera dirunut asal usulnya.
Sistem data base akan efektif dengan adanya dukungan sistem dan mekanisme pen-
gendalian berupa Sistem Operasional Prosedur (SOP). Dengan adanya data base dan SOP,
deteksi dini akan secara komprehensif terbentuk sebagai antisipasi melalui runutan, dan ini
akan meningkatkan kewaspadaan dini terhadap ancaman CBRN-E. Beberapa data base
yang perlu disusun yakni, data base bahan kimia skedul 1,2 dan 3 serta precursor, data base
agensia biologi, data base bahan baku bahan peledak dan data base zat radio aktif.

d. Partisipasi masyarakat dalam penanganan CBRN-E.


Pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kewaspadaan dini, meru-
pakan kekuatan pendukung dalam menghadapi ancaman CBRN-E. Perwujudan kewasp-
adaan sangat erat kaitannya dengan rasa kebangsaan dan nasionalisme yang dimiliki. Rasa
kebangsaan yang dibangun dari kesadaran dan rasa peduli serta tanggung jawab, dapat mela-
hirkan tingkat kewaspadaan nasional dalam menghadapi segala bentuk ancaman termasuk
ancaman CBRN-E.
Kewaspadaan dini untuk mendeteksi secara awal kemungkinan adanya Kejadian Luar
Biasa (KLB) dan ancaman CBRN-E, hanya bisa diwujudkan jika ada partisipasi atau keikut-
sertaan masyarakat secara otonom. Masalah keamanan merupakan kebutuhan semua pihak,
sehingga kewaspadaan dini tidak hanya perlu dilakukan oleh TNI dan Polri, tetapi seluruh
rakyat Indonesia. Potensi dan indikasi sekecil apapun kemungkinan timbulnya gangguan kea-
manan, harus diantisipasi dengan penuh kepekaan dan kesiagaan. Demikian pula tingkat
kesadaran dan pemahaman akan bahaya ancaman CBRN-E juga kesadaran dan pemahaman
harus dimulai dari grass root hingga ke tingkat elite11
Pemahaman dan kesadaran masyarakat atas ancaman CBRN-E dan dampaknya, dapat
dilakukan melalui sosialisasi. Sosialisasi juga dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang bentuk-bentuk ancaman CBRN-E, sehingga dapat ditempatkan sebagai
“agen intelijen”. Diharapkan masyarakat lebih peka terhadap lingkungan sekitar, apabila
menemukan sesuatu yang dianggap janggal dan terindikasi adanya KLB dan penyalahgunaan
CBRN-E, masyarakat dapat segera melakukan tindakan dengan cara melaporkan kepada Pu-
sat Krisis Nasional atau instansi terkait.

Sebagaimana disampaikan Joshua Lederberg – Nobel Prize for Medicine 1958 (2008) : “there is no technical solution to the
11

problem of biological weapons. It needs an ethical, human and moral solution if it is going to happen at all”.

208 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

e. Intelijen terhadap ancaman CBRN-E.


Menilik karakteristik CBRN-E yang bersifat dual use menimbulkan kesulitan untuk me-
nentukan KLB atau ancaman akan muncul, serta adanya genetic imperialism, maka antisi-
pasi terhadap kemungkinan munculnya ancaman harus sepenuhnya tersentuh. Intelijen mis-
alnya merupakan faktor sangat penting dalam memberikan sinyal awal untuk mengantisipasi
terjadinya serangan CBRN-E dalam suatu aksi teror.
Sustainable security adalah merupakan rangkaian keamanan yang tidak saja diperlukan
pada saat ancaman muncul atau setelah terjadinya suatu konflik tapi juga harus dipertim-
bangkan sejak ancaman itu diperkirakan akan muncul. Intention atau niat12 akan kemung-
kinan terjadinya ancaman merupakan faktor yang sangat penting bahkan bila niat tersebut
dapat dieliminir sejak awal maka akan dapat meng-counter ancaman penggunaan CBRN-E.
Efektifitas deteksi dini akan meningkat dengan pelibatan fungsi intelijen. Peran utama
intelijen dalam penanggulangan dan pencegahan CBRN-E ini adalah memberikan peringa-
tan dini (early warning) secara cepat, tepat, akurat.

Pembangunan Early Warning System merupakan pendeteksian terhadap intention


mutlak diperlukan dan ini hanya dapat dideteksi dengan baik oleh intelijen. 13 Dalam upaya
maksimalisasi fungsi intelijen, perlu peningkatan kapasitas dan kualitas, terutama dikaitkan
dengan kualitas dan kompetensi deteksi dini bidang CBRN-E.
Fungsi intelijen terkait dengan CBRN-E secara khusus akan ditangani oleh masing-
masing lembaga bidang nuklir & zat radioaktif, biologi, dan kimia. Pada saat ini terkait
dengan penanganan penyakit dan kesehatan, telah ada Komisi Nasional Pengendalian Zo-
onosis (KNPZ) yang dikoordinasikan oleh Kemenko Pengembangan Manusia dan Budaya
(konsep belum diimplementasikan), di Kementerian Kesehatan (di tingkat pusat dan daerah)
menangani KLB bidang kesehatan, desk CBRN-E di kementerian pertahanan (baru terben-
tuk), yang bergerak sendiri-sendiri sesuai lingkup kewenangan tugasnya. Untuk menghindari
adanya egosektoral, perlu dibangun mekanisme koordinasi dan kerjasama sehingga tercipta
sinergitas dan integritas penanganan. Fungsi intelijen dapat diakomodasikan oleh masing-
masing wadah tersebut dalam satu wadah besar di Pusat Krisis Nasional (National Crisis
Center), yang senantiasa melaksanakan analisis lingkungan strategi.
TNI memang memiliki intelijen, baik di tingkat pusat (Sintel dan Bais) maupun di ting-
kat daerah, namun lingkup kegiatan menurut UU nomor 3/2002 terbatas pada ancaman
militer. Untuk ancaman non-militer maka BIN merupakan unsur utama. Namun sangat dis-
ayangan wadah organisasi di BIN yang menangani nuklir, biologi dan kimia kini di likuidasi
berdasarkan Perpres nomor 90 tahun 2012.
Polisi juga memiliki fungsi intel (Baintelkam dan Bareskrim Polri), namun lingkup- nya
lebih pada tindak kriminal (dalam lingkup kamtibmas) dan mengalami kesulitan dalam me-

12
Menurut Robert Mangindaan, Kasus Ambalat : Intelijen di dalam Manajemen Konflik. Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen
Vol. I No. 5 CSICI halaman 24, yang menyatakan bahwa suatu kekalahan tidak akan terjadi bila salah satu faktor yakni
intention, capability dan circumstance lawan dapat dihilangkan (dinolkan).

Jurnal Intelijen dan Kontra Intelijen Vol. III/16 April 2007, h. 87.
13

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 209


DEWAN RISET NASIONAL

nindak pelaku kriminal kalau hanya berdasarkan intention dan trend tanpa bukti kejahatan
yang nyata.

4. PENUTUP
Globalisasi menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran dalam perikehidupan ma-
nusia yang membuat ancaman bersifat multidimensional yang memfasilitasi ancaman asi-
metris, antara lain terorisme dan radikalisme. Ancaman ini bersifat non tradisionil yang
diwarnai oleh kepentingan partikularistik yang membahayakan human security. Disisi lain
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memacu kemungkinan pengembangan
sistem persenjataan yang dapat menimbulkan kekhawatiran, termasuk perkembangan pen-
yalahgunaan CBRN-E sebagai alat aksi teror. Kewaspadaan dini merupakan upaya yang per-
lu dibangun agar diperoleh early warning system untuk dapat mencegah dan mengantisipasi
penyalahgunaan CBRN-E sedini mungkin dan dapat membangun lingkungan yang memiliki
kemampuan menangkal ancaman CBRN-E.

210 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

LAMPIRAN - 1

KASUS PENGGUNAAN BAHAN PELEDAK DI INDONESIA

TAHUN KEJADIAN DAMPAK


1 Agustus 2000 Bom Kedubes Filipina, Bom me- 2 orang tewas
ledak dari sebuah mobil di depan ru- 21 orang luka-luka, termasuk
mah Duta Besar Filipina, Menteng, Dubes Filipina Leonides T
Jakarta Pusat. Caday
27 Agustus 2000 Bom Kedubes Malaysia, Granat me- Tidak ada korban jiwa.
ledak Kedubes Malaysia di Kunin-
gan, Jakarta.
13 September 2000 Bom Bursa Efek Jakarta 10 orang tewas, 90 luka.104
mobil rusak berat, 57 rusak
ringan.
24 Desember 2000. Bom malam Natal, Serangkaian 16 orang tewas dan 96 orang
ledakan bom pada malam Natal di luka serta 37 mobil rusak.
beberapa kota di Indonesia,
22 Juli 2001 Bom Gereja Santa Anna dan
HKBP,di Kalimalang, Jakarta
Timur,
23 September 2001 Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 6 orang cedera.
12 Oktober 2001 Bom restoran KFC, Makassar, Se- Tidak ada korban jiwa.
buah bom lainnya yang dipasang
di kantor MLC Life cab Makassar
tidak meledak.
6 November 2001 Bom di Australian International 5 orang tewas.
School (AIS), Jakarta,
1 Januari 2002 Bom Tahun BaruGranat manggis 1 orang tewas dan 1 orang
meledak di depan rmh makan ayam luka-luka
Bulungan, Jakarta..
Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi Tidak ada korban jiwa
empat ledakan bom di berbagai ger-
eja.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 211


DEWAN RISET NASIONAL

12 Oktober 2002 & Bom Bali; 3 ledakan mengguncang 202 korban jiwa yang may-
2005 Bali: oritas warga negara Australia
1.di Paddy’s Pub dan dan 300 orang luka-luka atau
2.di Sari Club (SC) di Legian, Kuta, cedera,
Bali,
3. dekat Kantor Konsulat AS
TNT seberat 1 kg bom RDX berbo-
bot 50-150 kg.
Saat bersamaan, di Manado, Sulawe- tidak ada korban jiwa.
si Utara, bom rakitan juga meledak
di kantor Konjen Filipina
5 Desember 2002 Bom rakitan di McDonald’s, Makas- 3 orang tewas dan 11 luka-
sar luka
2003 Bom JW Marriott
9 September 2004 Bom Kuningan di Jakarta.
15 April 2011 Bom Cirebon. bom bunuh diri di menewaskan pelaku dan me-
Masjid Mapolresta Cirebon saat lukai 25 orang
Salat Jumat
22 April 2011 Bom Gading Serpong, Gereja Christ berhasil digagalkan pihak
Cathedral Serpong, Tangerang Sela- Kepolisian RI
tan, Banten diletakkan di jalur pipa
gas
25 September 2011 Bom Solo. Ledakan bom bunuh diri Satu orang pelaku bom
di GBISKepunton, Solo, Jawa Ten- bunuh diri tewas dan 28 lain-
gah nya terluka
19 Agustus 2012 Bom Solo Granat meledak di Pos- Tidak ada korban jiwa.
pam Gladak, Solo, Jawa Tengah.

212 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

LAMPIRAN- 2

KASUS PENGGUNAAN AGENSIA BIOLOGI

AGENSIA BIOLOGI KERAWANAN ANCAMAN


ANTHRAX Pulau Corsica, Perancis pernah dii- Amplop Anthrax di
Bacillus Anthraxis unaerob solasi akibat Antraks hampir selama USA:
dengan kapsul pelindung 40 tahun 5 orang mati,9 Antraks
kulit,11 antraks paru
dan lumpuhkan kerja
kantor pos di Washing-
ton
Cacar Air/smallpox Saat ini spesimen virus variola ter- Saat ini muncul lagi di
Virus Variola. dapat pd lab. di Inggris, USA & Ru- Indonesia
1980 dunia bebas cacar ter- sia.
akhir di Somalia
Pes,jenis Yersinia pestis Abad 17 Pandemi di Eropa 1994, Penggunaannya den-
Penularan : pinjal tikus India-KLB pes paru gan cara di-tembakkan,
diledakkan di udara
Clostridium botulinum. sebagai isi anmunisi bi-
Toksin ini sangat lethal ologi dalam hulu ledak
bentuk bubuk roket /ditebarkan mele-
lalui pesawat terbang.
Bakterityphoid(Salmonella 1972,Pok Fascist Ris-
typhi) ing Sun di AS men-
coba mengkontaminasi
air minum di Chicago
USA dg bakteri typhoid
tapi dapatdigagalkan.
Bakteri Salmonella 1984,Pok Oregon yg
dipimpin Bhagwan
Shree Rajneesh(750
orang keracunan.)
Micro Organisme Bakteri 1995, Larry Wayne
Bubonic Plague Harris (The White
Supremicist Organiz.
Aryan Nation)terbukti
simpan & kembangkan
bakteri bubonic plague
sebanyak 40 Kg.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 213


DEWAN RISET NASIONAL

Penyakit Mulut, Kuku dan • 1997 Taiwan yang pertama sete-


Tangan (MKT) lah bebas 68 tahun 1998
Serang manusia & he- • Serawak, Malaysia 2000
wan Virus yang cukup ga- • Jepang(setelah bebas 90 th)
nas yaitu yang menyerang •Singapura,Indonesia(Batam,Jakar
anak-anak ta) tahun 2007
• Inggris (setelah sukses eradikasi ta-
hun 2001)
Flu babi di Meksiko menelan banyak korban
Penyakit Nipah 1998/99 Malaysia 105 org mati, 1,1
Korban Manusia & Babi jt babi dimusnahkan di Indonesia
Kelelawar sebagai Reservoir Infeksi pada babi belum terbukti,
tapi kelelawar(30%) terinfeksi virus
Nipah

214 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

LAMPIRAN - 3

KASUS FLU BURUNG DAN ANTHRAX DI INDONESIA

OBYEK TAHUN KERAWANAN DAMPAK


Flu Burung 2003 Awalnya ditemukan di- 3 orang mati
(Avian Influenza/ Tangerang
AI ) Wabah di31 prop.dari Korban 91 orang dari
33 propinsi 113 kasus (tertinggi
didunia)
2004 Hasil Studi Tim Penel- Kerugian pada ayam
iti Balitbang Pertanian potong Rp.130,2 M
– kerugian ekonomi pada ayam petelur
Rp.1,914,5 M
9 September 2005 Menkes Menyatakan KLB Nasional Untuk
Flu Burung
September 2012 Flu burung menyerang Ribuan itik mati
itik
Oktober-Desember Menyebar di 9 propinsi 62.258 itik mati
2012 : 0,76 dari populasi itik
Jabar, Jateng, Jogya, 8,1 juta
Jatim, Riau Banten,
Lampung,Sulbar,Sulsel
Januari 2013 22 kab/kota di Jateng 200 ribu itik / 0,45
% dari populasi 47 jt
ekor
Pusat Veteriner Masy. vaksin fb H5N1 clade
Surabaya sudah men- 2.3.2 diproduksi
emukan prototipe vak- massal di Pusat Vet-
sin Flu burung yang eriner Farma di Sura-
menyerang Itik adalah baya. Target 2 juta
virus AI 2.3.2. vaksin

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 215


DEWAN RISET NASIONAL

ANTHRAX 1832 Sulawesi Tenggara Anthrax pertama kali


Bacillus Anthraxis dlaporkan
unaerob. Miliki ka- 1930 Kasus Anthrax di 17 Kematian ternak,
psul pelindung Propinsi vaksinasi rutin,
korban pada ma-
nusia, keresahan
masyarakat
2003 4 kali KLB,34 kasus,2
meninggal.
Indonesia endemis,tiap
tahun terjadi KLB
2004 KLB di Bogor
2005 KLB di Makassar
2005 Teror amplop isi spora
Antrhrax dikirim ke be-
berapa kedutaan di Ja-
karta (negatif). KBRI
di Australia

216 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

LAMPIRAN - 4

PERKEMBANGAN KASUS FLU BURUNG BERDASARKAN PROVINSI


TAHUN 2005 – MARET 2012

Sumber : Kemenkes RI

PERKEMBANGAN KASUS FLU BURUNG PADA MANUSIA SECARA


NASIONAL TAHUN 2005 – MARET 2012

Sumber : Kemenkes RI

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 217


DEWAN RISET NASIONAL

LAMPIRAN - 5

TABEL KASUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) DIDUNIA YANG


DILAPORKAN KE WHO S/D 17 DESEMBER 2012

NO NEGARA KASUS KEMATIAN


s/d 2003 2003-2012
1 Azerbaijan 8 5
2 Bangladesh 5 0
3 Cambodia 21 19
4 China 43 28
5 Djibouti 1 0
6 Egypt 169 60
7 Indonesia 192 160
8 Iraq 3 2
9 Laos 2 2
10 Myanmar 1 0
11 Nigeria 1 1
12 Pakistan 3 1
13 Thailand 25 17
14 Turkey 12 4
15 Vietnam 123 61
TOTAL 610 360

218 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

PERLUNYA PERCEPATAN PENGEMBANGAN PRODUK,


BISNIS DAN PENGUASAAN TEKNOLOGI MAJU DI
INDUSTRI PERTAHANAN DALAM NEGERI YANG
DIDORONG OLEH PEMERINTAH DAN PENGGUNA DI
DALAM NEGERI
Brigjen TNI (Purn) Ir . Agus Suyarso1
Anggota Komis Teknis Teknologi Pertahanan dan Keamanan DRN 2012-2014
1

ABSTRAK
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 tahun 2014 banyaklah peluang bagi Industri (Pertahanan) di dalam
negeri untuk terus membangun dan mengembangkan usaha/bisnisnya, khususnya untuk ber-
mitra/berpartner dengan industrialat peralatan pertahanan dan keamanan dari luar negeri
berikut dengan industri turunannya (Cluster-Industri Supply Chain-nya) yang menjualproduk-
produknya di Indonesia. Disisi lain bagi Indonesia (industri komersialnya)juga bisa ber-
partner dengan pengusahaglobal yang tidak terkait langsungdengan produkApalhankam-
sebagai bagian kompensasi alih teknologi yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha/
industrikomersial untuk sekaligus membangun/mengangkat ekonomi negara kita. Negara
pemasok atau industri luar negeri yang kebanyakannyajuga sudah merupakan suatu korpo-
rasi global dapat memilih untuk memenuhi/menyiapkan apa yang kita minta untuk adanya
transfer teknologi, adanya kandungan lokal ataupun adanya imbal dagang manakala Indo-
nesia membeli alat peralatan pertahanan dan keamanan yang dijualnya.Walaupun pihak pe-
masok atau industri luar negeri juga bisa menawarkan bentuk-bentuk kerjasamanya dari apa
yang telah mereka siapkan sendiri secara korporasi. Sehingga dalam hal ini juga menjadikan
pihak Indonesia (secara korporasi) harus betul-betul menyiapkan apa yang diinginkannya
pada saat akan membeli produk-produk Apalhankam, yang disisi lain secara bersamaan (se-
cara korporasi) juga harus menyiapkan kerjasama industri atau perdagangan yang diingin-
kannya melalui suatupenilaian (Assessment), perhitungan-perhitungan (Multiplier Factor) dan
perkiraan-perkiraan terkait dengan prospek, peluang atau Feasibility Studyterkait adanya pe-
luang alih teknologi, adanya kandungan lokal atau imbal dagang dari suatu negara/industri
yang produk Apalhankam nya kita beli. Usaha/upaya industri kita tersebut bisa dilakukanse-
caran sendiri-sendiri atau dalam suatu korporasi, melalui kerjasama operasi atau Penanaman
Modal Asing (Joint Venture).

1. PENDAHULUAN
Indonesia bukannya belum bisa sama sekali membuat berbagai produk untuk kepent-
ingan pertahanan negaranya sendiri. Contohnya senjata untuk prajurit-peroranganTNI dan
Polri, senapan SS-1 dan SS-2 dan pistol P1 atau P2 berikut peluru/munisinya (peluru tajam,
hampa atau karet) adalahsudah bisa dibuat oleh PT Pindad. Bahkanbeberapa produk un-
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 219
DEWAN RISET NASIONAL

tuk alat angkutpasukan guna mobilitas/daya gerak dan daya gempurnya, untukkepentingan
pertahanan dan keamanan di darat, laut dan udara, sudah bisa dibuat di dalam negeriseperti
Kapal Cepat Rudal (KCR) 60 meter oleh PT PAL-Indonesia, Panser Anoa 6x6 oleh PT Pin-
dad dan pesawat angkut ringan CN 235 serta CN295 oleh PT Dirgantara-Indonesia. Disisi
lain dihadapkan dengan semakin pesat dan canggihnya perkembangan teknologi padaproduk
Apalhankam(Defence Products) di dunia disertai dengan persaingan bisnis global yang sangat
berdampak terhadap suatu negara, maka haruslahterus dikembangkannya produk-produk/
bisnisIndustri Pertahanan, untuk meningkatkan dan mengejar kekurangan yang sudah bisa
dibuat di dalam negeri dan yang belum bisa dibuat di dalam negeri. Bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memang sangat banyak membutuhkan Apalhankamuntuk melind-
ungi dan menjaga keamanan wilayah/kedaulatan negaranya yang sangat luas sebagai negara
kepulauan, maka memiliki Industri Pertahanan sendiri (Defence Industri) yang kuat di dalam
negeriadalah akan merupakan suatu kesiapan operasional menghadapi konflik/perang/Infil-
trasi/Intervensi. Hal ini juga menjadi tantangan manakala TNI sebagai penjaga kedaulatan
dan wilayah Indonesia dan Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat
serta Badan-Badan Negara lainnyayang turut menjaga kekayaan alam berikut modal/investa-
sinya sebagai pengguna (User) Defence Productadalah lebih memilih produk-produk luar
negeri dengan pemikiran teknologi dan kecanggihan peralatan yang dikehendaki belum dimi-
liki, belum dibuat (belum dikuasai) oleh Industri Pertahanandalam negeri. Belanja Negara
untuk kebutuhan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI yang rata-rata diatas 20
triliun rupiah pertahun, haruslah bisa dioptimalkan dengan pemberdayaan Industri Perta-
hanan dalam negeri, demikian halnya belanja peralatan keamanan untuk Polri dan Badan-
Badan/Lembaga Negara lainnya, jangan hanya melulu belanja dari luar negeri tanpa ada
kontribusi industri dalam negeri dan peran dari paraEngineerbangsa Indonesia-nya sendiri.

2. TANTANGAN, KENDALA SEKALIGUS PELUANG PENGUASAAN


TEKNOLOGI(TINGGI) YANG DIHADAPI INDUSTRI PERTAHANAN.
Tantangan yang dihadapi dan harus ditindak lanjuti/dieksekusi oleh Industri Perta-
hanan dalam negeri adalah harus terus mampu mempertahankan eksistensi produk-produkn-
ya yang memang sudah bisa dibuat sendiri dan teruji, bahkan juga harus terus mengem-
bangkan produk-produknya yang sekiranya laku, diterima User dan memiliki peluang bisnis
jangka panjang untuk mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri. Tuntutannya juga
harus menguasai teknologi-teknologi baru (tinggi) untuk membuat/memproduksi alat-alat
pertahanan dan keamanan lainnya yang saat ini belum mampu diproduksi sendiri di dalam
negeri dengan peluang bisnisnya yang selain dapat menyerap tenaga kerja juga utamanya
dapat menghemat dan mencegah devisa kita keluar negeri.
Tantangan untuk mengembangkan produk-produk Industri Pertahanan Dalam Negeri,
termasuk pengembangan bisnis dan teknologi yang ingin dikuasai,utamanya adalah untuk

220 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

pasar dalam negeri, pemenuhan kebutuhan alat peralatan Pertahanan untuk TNI, untuk
pemenuhan kebutuhan Polri dan Badan-Badan Negara lainnya yang akan terus berlanjut,
dianggap strategis, efektif, efisien, rahasia danpenting, walaupun baru bisa untuk proses keg-
iatan pemeliharaan/perbaikannya terlebih dahulu. Pemenuhan kebutuhan TNI, baik un-
tuk aspek darat, laut dan udara adalah guna pemenuhan kebutuhan minimum Alutsistanya
yang diperhitungkan untuk mampu menjaga eksistensi kedaulatan bangsa/negara sebagai
Minimum Essensial Force (MEF) tahap 2015 hingga 2025. Rencana penguasaan teknologi
bagi Industri Pertahanan tersebut bukanlah semata-mata menjadi beban tugas Industri Perta-
hanan Dalam Negeri itu sendiri, namun juga harus menjadi peran, support dan disetujui oleh
Pemerintah dan Useryang akan menjadi pembeli tunggal nya (Single Buyer) terlebih dahulu
sebelum ada militer negara lain sebagai pembeli dari Luar Negeri.Hal ini sudah dinyatakan
dengan sangat jelas dalam Undang-Undang Industri Pertahanan Nomor 16/Tahun 2012.
Berbagai produk Industri Pertahanan untuk pemenuhan kebutuhan alat peralatan
PertahananuntukTNIhingga 2025 sebagiannya telah diuraikan dalam Bunga Rampai Pe-
mikiran DRN 2012 terdahulu. Demikian halnya dengan produk-produk unggulan, ran-
cang bangun, riset dan rekayasa produk terpilihnya hingga TA.2014 pada saat itu telah
disepakati,walaupun kenyataannya perlu lebih realistis, terintegrasi dan fokus untuk imple-
mentasinya di lapangan(di Industri).Pada kenyataannya berbagai kendala sekaligus peluang
yang dihadapiberbagai pihak terkait antara lain sebagai berikut:
2.1. Dukungan penyediaan anggaran oleh/dari Pemerintah dengan persetujuan Parlemen
(DPR):
a. Untuk belanja dalam negeri (anggaran Bangtekindhan/Pinjaman Dalam Negeri). Dasar
penentuan jumlah/besaran anggaran belanja untuk masing-masing produk dalam negeri den-
gan jaminan kesinambungan/ keberlanjutannya untuk setiap tahun dan tahun-tahun beri-
kutnyatidak/belum jelas. Hal inipun berdampak terhadap proses-proses untuk riset dan
pengembangan produk yang bisa menjadikan produk industri pertahanan dalam negeri se-
makin kalah bersaing dengan produk luar negeri. Penyediaan anggaran Pemerintah (melalui
Pinjaman Dalam Negeri) masih terbatas untuk Back-Upbelanja dalam negeri dengan alokasi
rata-rata sebesar 2 triliun pertahun (sekitar 10 persen dari belanja luar negeri).Pemerintah
tidak memikirkaninvestasi pembangunan infrastruktur serta modal kerja guna kesiapan ope-
rasional IndustriPertahanan menghadapi permintaan pembeliyang notabene dari anggaran
Pemerintah sendiri untuk memenuhi kebutuhan TNI, Polri dan Badan-Badan Negara lain-
nya sebagai Single buyer. Posisi Industri Pertahanan dalam hal ini melulu sebagai Seller
bukan sebagai penugasan Pemerintah danUser untuk membuatkan kebutuhan alat peralatan
pertahanan negara yang dibutuhkan sewaktu-waktu/setiap saat, namun benar-benar dituntut
sebagai mitra Bisnis to Bisnis, untuk kebutuhan sesaat-sesaat saja.

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 221


DEWAN RISET NASIONAL

b. Untuk belanja luar negeri (Pinjaman Luar Negeri/Kredit Ekspor atau anggaran De-
visa), belum diikuti persyaratan untuk pemberdayaan industri dalam negeri sebagai
kompensasi jual beli produk/alat-alat pertahanan negara berupa alih/Transfer Teknologi
(DefenceOffset),adanya kandungan lokal (Local Content) atau bahkan adanya imbal dagang
sesuai Undang-Undang Nomor 16/2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74/2014 yang
memang baru diberlakukan. Besaran dukungan anggaran belanja luar negeri juga melulu
berdasarkan ajuan kebutuhan User tanpa keikut sertaan Pemerintah dan IndustriPertahanan
untuk kebijakan peningkatan ekonomi, penguasaan teknologi dan peningkatan kerjasama
politik yang dapat lebih memberikan keuntungan bersamabagi kedua belah pihak. Kalau-
pun ada kebijakan alih teknologi tergantung Menhan beserta Pejabat-Pejabat terkaitnya lain-
nya, Panglima TNI, Kepala Staf angkatan (Darat, Laut dan Udara) atau Kapolri yang tidak
berdasarkan ketentuan yang baku, baik untuk nilai kontrak alih teknologinya, kandungan
lokalnya maupun adanya imbal dagangnya. Hal ini rawan intervensi dan interes pihak luar
negeri. Kedepan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16/2012 perlu diban-
gun mekanisme untuk implementasinyaDefence Offset pada pengadaan Alat Peralatan Per-
tahanan yang benar-benar dipahami oleh seluruh pihak terkait di dalam negeri. Termasuk
terhadap peraturan khusus/istimewa (Privilege) untuk proses masuknya barang kontrak alat-
peralatan pertahanan negara dari luar negeri yang saat ini bebas bea masuk, bila nantinya
berbagai produk sudah bisa dibuat di dalam negeri, maka untuk persaingan yang sehat perlu
adanya evaluasi tentang berlakunya aturan tersebut.

c. Untuk belanja/biaya riset dan pengembangan teknologi atau Defence Offset,dalam rang-
kakerjasamaPemerintah, User(TNI, Polri, Lembaga/Badan Negara lainnya) dan Industri
Pertahanan bersinergi untukpenguasaan teknologi, dirasakan berjalan lambat, nyaris tan-
pa koordinasi. Dukungan biaya/anggaran seharusnyadimulai dari tahap pengembangan
teknologi (rekayasa-desain dan Feasibility Study), tahap pengembangan teknologi rekayasa-
rancang bangun dan pembuatan Pro-to-Type sampai dengan tahap kesiapan produksi. Bah-
kan kedepannya setelah Industri memperoleh keuntungan (Profit) dalam berproduksi dan
perdagangannya, dukungan/Supportriset juga masih bisa dilanjutkan guna kiat-kiatbisnis,
modifikasi/Up-gradingdalam rangka pelayanan operasional dan pemeliharaan yang terinte-
grasi dengan pengguna (User Engagement/User Satisfied)atau pada masa lampau disebut
dengan istilah Integrated Logistic Support (ILS). Contoh belanja untuk pengembangan In-
dustri Pertahanan di TA .2014 yang sekarang sedang berjalan adalah untuk penyiapan infras-
truktur PT Pal Indonesia guna alih teknologi kemampuan produksi kapal selam ketiga yang
dibeli Indonesia dengan Korea Selatan, walaupun hampir terlambat diharapkan dapat terus
berjalan. Dukungan kepada BUMN ini dilakukan melalui Penyertaan Modal Negara yang
memang memerlukan kehati-hatian (belajar dari masa lalu), sepertipadaTA. 2012 adalah un-
tuk mengatasi hutang dan kebangkrutan masa lalu. Contoh lain yang saat ini juga sedang
memerlukan dukungan investasi adalah untuk pembangunan infrastruktur PT Dirgantara
222 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT
www.drn.go.id

Indonesia dalam rangka kerjasama pembuatan Jet Tempur KF-X/IF-X Indonesia-Korea se-
latan. Untuk kesiapan infrastruktur dan produk yang benar-benar teruji,total akan dibuat
5 unit Pro-to-typeyang akan dibangunbersama di Korsel dan Indonesia hingga 2020kelak.
Sedangkan Full Production-nya sendiri direncanakan sekitar tahun 2023-an dengan pesanan
Korsel sekitar 120 Unit dan Indonesia sekitar 50 Unit.

2.2. Industri Pertahanan belum berusaha dan berupaya optimal dalam pengembangan
produk-produk dan bisnisnya :
a. Inisiatif untuk mengembangkan produk dan bisnis Industri Pertahanan seharusnya me-
mang datang dari Industri itu sendiri yang juga harus tahu betul kebutuhan User (TNI,Polri
dan Lembaga/Badan Negara lainnya). Kebutuhan Userumumnya diawali berupa mimpi
atau keinginan untuk memiliki/mengganti alat peralatan perang/tempurnya (Alutsista-nya)
dihadapkan dengan tantangan tugas dan perannya menghadapi ancaman dalam dan luar
negeri, intervensi global/regionalyang dapat terjadi di dalam negeri, yang diprediksi akan/
dapat menjadi ancaman strategis, taktisatau bisa menjadi lawan yang membahayakan kea-
manan wilayah, bangsa dan kedaulatan negara. Pengenalan Useryang lebih jauh (men-
dalam)lagi atas kemajuan teknologiDefence Products yang sudah/akan dimiliki pihak-pihak
yang bisa menjadi lawan juga dapat diperoleh (diperkenalkan)dariindustri pertahanan global,
para penjajaDefence Products yang senantiasa berusaha dekat dengan para Customer atau
para calon Customer-nya. Hal ini juga yang harus menjadi perhatian Pemerintah beserta
Industri Pertahanan dalam negeri kita sendiri untuk pemberdayaannya yang harus bisa lebih
menyatu dengan User dalam orientasi globalnya, dalam pencarian dan pemilihan teknologi
yang akan dibeli, dikuasai/dimiliki, utamanya perlunya bersama User untukmengembang-
kanlebih lanjut produk-produk industri pertahanan dalam negeri yang selama ini sudah teruji
dan dibeliUser. Upaya Industri Pertahanan juga harus terus mendekati para Ilmuwan atau
Engineer(dalam dan luar negeri) yang sekiranya dapat/mampu diajak bekerjasama sebagai
konsultan dalam rangka pengembangan produk-produk dan bisnisnya untuk jangka panjang.

b. Industri Pertahanan kebanyakan tidak/belum mau dan kembali berani membangun bisnis-
nya yang jauh lebih besar melampaui bisnis rutinnya yang selama itu sudah berjalan (Beyond
Bisnis as Usual) walaupun memang memerlukan Feasibility Study,kehati-hatian investasi
yang relative cukup besar, dankerjasama yang mengikat dengan User dan Pemerintah. Su-
dah lebih 30 tahunan yang lalu industri pertahanan dari BUMN industri strategistidak dikem-
bangkan lagi, yang pada waktu itu dibangun dengan investasi dan perolehan alih teknologi
dariLicense Production. Contohnya kemampuan PT Pindad membuat senapan SS-1 dari
License Production FNC Belgium, baru dikembangkan menjadi SS-2 setelah berproduksi se-
lama 20 tahunan. PT Pal Indonesia setelah mampu mengassembling/membangun berbagai
kapal perang klass Freegat dengan Lisence Production dari Jerman, bahkan pemesanannya

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 223


DEWAN RISET NASIONAL

tidak berlanjut dan infrastrukturnya tidak diberdayakan kembali. Contoh lain Pabrik baja PT
Krakatau Steel yang bersamaan dibangun dengan pabrik baja Posco di Korea Selatan dengan
kapasitas 3 Juta ton/tahun, saat ini Korea sudah menjadi 45 Juta Ton/Tahun atau sudah
menjadi 15 kali lipat dari kapasitas awal produksinya, sedangkan PT Krakatau Steel kapasitas
produksinya bahkan semakin menurun.

2.3. Kepercayaan User yang masih selalu ragu terhadap Industri Pertahanan dalam negeri :
a. Kesan ragu User terhadap Industri Pertahanan Dalam Negeri utamanya adalah dari hasil
uji lapangan terhadap output produk awal (Pro-to-type) yang langsung menjadi justifikasinya.
Kesiapan industri untuk pembuatanproduk atau Pro-to-type, khususnya untuk pembangunan
infrastrukturnya tidak direncanakan dengan baik. Terlebih untuk penentuan Cluster Indus-
tri Supply Chain-nya sebagai bagian dari Feasibility Studyatau untuk penentuan/pemilihan
komponen-komponen utamanya (melalui studi banding ke berbagai OEM), terutama un-
tuk pencapaian unjuk kerja (Performance) dan efisiensi harga produknya yang dirancang.
Industri Pertahanan seyogyanya bersama User dan Pemerintah (Kementerian Pertahanan)
mengembangkan produk-produknya mulai dari tahap pengembangan teknologi (rekayasa-
desain dan Feasibility Study), tahap pengembangan teknologi rekayasa-rancang bangun dan
pembuatan Pro-to-Typesampai dengan tahap kesiapan produksi dengan jumlah Pro-to-type
yang terukur (dapat dipertanggung jawabkan dan Acceptable). Selama ini Usermemang
sangat berharap produksi dalam negeri dapat segera direalisasi, sedangkan untuk perenca-
naan pengembangan produk-produk yang membutuhkan jangka waktu panjang 5 tahunan,
10 tahunan atau sampai dengan 15 atau 20 tahunan diharapkan benar-benar dipahami den-
gan tidak berencana membeli secara instant dari luar negeri, meskipun dipastikan adanya in-
tervensi-intervensi dari industri/pemasok global untuk memotong program/proyek pengem-
bangan kita agar tidak berlanjut (tidak perlu dilanjutkan) dengan intimidasi keberhasilannya
yang tidak bisa dijamin.
b. Kesan ragu Useradalahjuga dari pengenalan terhadap pabrikasi atau tempat produksi in-
dustri pertahanan yang dinilai relative masih sederhana menurut pemahamannya tanpa peng-
etahuan lebih mendalam lagi terhadap fungsi dan output hasil presisinya peralatan, tools atau
sarana dan prasarana yang digunakan. Sebaiknya memang Userterkait bisasaja diajak bersa-
ma oleh industri pertahanan dalam negeri untuk studi banding ke industri yang sejenis/sama
ke luar negeri dalam rangka kecintaan/Dedicated/penguasaan/ pengembangan teknologi
yang lebih maju lagi, bahkan nantinya bukan untuk mencela/menghentikan bisnis industri
pertahanan dalam negeri karena adanya kekurangan-kekurangan yang memang harus diper-
baiki. Tata-letak/keteraturan penempatan alat peralatan pabrik dengan perawatan kebersihan
serta penegakan sistem manajemen mutu di kebanyakan industri pertahanan dalam negeri
juga masih menjadi kendala untuk kepercayaan User terhadap kemampuan dan hasil-hasil
produk industri pertahanan.

224 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

2.4. Keikut sertaan Pemerintah dalam hal ini utamanya dari Kementerian Pertahanan un-
tuk terus membangun/mengembangkan industri pertahanan belum/tidak Powerfull :
a. Saat ditawarkan dan/atau diperlukan alih teknologi atau kerjasama antara industri dari
luar negeri (pemasok) dengan industri pertahanan dalam negeri, Kementerian Pertahanan
terkendala untuk inisiasi dan pengaturan kerjasamanya, seperti (1) UntukBargaining Posi-
tiondan negosiasinya,khususnya pada saat pengadaan barang kontrak dari luar negeri terkait
adanya rencana pemindahan proses produksinya yang sebagian/ keseluruhannya akan dik-
erjakan di dalam negeri, (2) konsekwensi dan konsistensi perlunya anggaran pendamping,
(3) kepercayaan terhadap mutu hasil produk yang akan dibuat di dalam negeri dan menjadi
perdebatan, dan (4) utamanya untuk keberlanjutan pengadaan-pengadaan barang berikutnya
yang sama (kelak) apabila industri dalam negeri sudah mampu membuat produk yang dipe-
san saat ini dan diikuti dengan proses alih teknologi. Contoh pada proyek pengadaan 3
(tiga) unit kapal selam dari Korea yang sejak awal pihak industri/pemasok sendiri sudah
menawarkan untuk adanya transfer teknologi, mulai dari Overhaul kapal selam yang dimiliki
Indonesia untuk dilakukan/dikontrakkan di Korsel.Selanjutnya untuk pembelian/pengadaan
3 (tiga) unit kapal selam, maka pihak Korea telah menawarkan untuk adanya alih teknologi
yang dimulai pembelajarannya sejak pembuatan kapal selam ke-1 dan ke-2 di Korsel, sedan-
gkan untuk kapal selam ke-3 di/oleh pihak Indonesia sendiri di dalam negeri. Dengan telah
disetujuinya oleh DPR dan Pemerintah Cq Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN
untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur PT Pal, maka diharapkan proses alih teknolo-
gi pembuatan kapal selam tersebut dapat terus berlanjut dengan proses eksekusinya saat ini
justru ada di Kementerian Pertahanan. Untuk pengadaan luar negeri yang didukung dengan
pinjaman luar negeri sebaiknya pemerintah pun dalam hal perlu lebih menstrukturkan antara
untuk pembayaran kontrak pengadaan barang yang sedang berjalan dan untuk pembiayaan
pengadaan yang memang akan dieksekusi pada tahun berjalan.

b. Untuk proses-proses pengadaan/pembelian alat peralatan pertahanan dan keamanan dari


industri pertahanan dalam negeri, sebaiknya Pemerintah Cq Kementerian Pertahanan secara
korporasi juga diharapkan terus menyiapkan alokasi anggarannya secara terukur dihadapkan
untuk pemenuhan kebutuhan User dan kapasitas produksi dari berbagai perusahaan/ industri
pertahanan yang ada. Contoh pengadaan senjata untuk prajurit perorangan, bila kebutuhan
TNI (AD, AL dan AU) sesuai prajurit yang dimilikinya sejumlah 400.000 prajurit, maka un-
tuk pembelian/pengadaan 20.000 pucuk pertahun saja, akan dibutuhkan waktu pemenuhan-
nya sekitar 20 tahun; yang berarti pihak industripun wajib terus mengembangkan teknologi
dan kualitasnya untuk terus menjadi lebih baik, sedangkan sejak PT Pindad memiliki kemam-
puan produksinya 20 tahunan yang lalu, pemesanan pihak TNI/Kemhan belum mencapai
100.000 pucuk. Demikian halnya untuk pengadaan/pembelian helm-tempur, pakaian se-
ragam TNI, sepatu dll yang keseluruhannya perlu diatur/dikendalikan. Memang dalam hal
ini Pemerintah dan User dari sejak awal haruslah memiliki komitmen untuk pembangunan
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 225
DEWAN RISET NASIONAL

industri pertahanannya, yang apabila sudah pada keadaan darurat civil atau militer sangatlah
sulit diharapkan pengadaannya (dari luar negeri) yang secara politik akan menjadi pertan-
yaan bila adanya pemasok/keberpihakan luar negeri.

c. Untuk riset dan pengembangan berbagaiproduk alat peralatan pertahanan dan keamanan
yang perlu terus dikerjasamakan oleh pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan/laborato-
rium bersama-sama dengan User dan industri pertahanan dalam negeri berikut pembangu-
nanCluster Industri Supply Chain-nya haruslah benar-benar dapat terpakai (Applicable) di
industri (pertahanan) dalam negeri, terlebih apabila menggunakan anggaran pemerintah sep-
erti yang dituangkan dalam Undang-Undang industri pertahanan Nomor 16/tahun 2012.
Berbagai alat peralatan pertahanan dan keamanan yang perlu dikembangkan dan memang
menjadi obsesi pemerintah dan User antara lain adalah untuk pembuatan Tank Medium, Alat
Komunikasi Tempur (yang dilengkapi dengan sistem Encryp dan Frequensi Hopping) radio
gendong, stasioner dan untuk di atas kendaraan/mobile HF/AM (1-30 MHZ), radio VHF/
FM (30-88 MHZ), radio VHF/FM (108-130 MHZ) untuk Ground to Air/GTA, radio geng-
gam/Handheld UHF (>300 MHZ), Pembuatan Unmanned Air Vehicles (UAV), Pembuatan
Roket (Darat ke Darat jarak 24 KM dan jarak 100 KM, Roket Udara ke Darat untuk pesawat
tempur), Pabrikasi Propellant (untuk Munisi Kaliber Kecil MKK, untuk Munisi Kaliber Be-
sar MKB dan untuk pembuatan Roket), Pembuatan Peluru Kendali, Satelite Komunikasi (se-
bagai Repeater berbagai alat komunikasi), Kerjasama penggunaan Satelite Pencitraan untuk
pengambilan target/gambar-gambar di bumi dan untuk Ground Positioning System GPS),
Pembuatan Radar (untuk deteksi adanyatarget-target bergerak/Surveillance system dan un-
tuk membantu sistem pencegatan terhadap adanya infiltrasi pesawat tempur/udara lawan
Ground Control Intercept, GCI), bahkan untuk pembuatan sistem navigasi dan pengendalian
pesawat dalam suatu Cockpit. Untuk pengembangan produk dan bisnis alat peralatan terse-
but di atas memang akan membutuhkan biaya yang relative cukup besar dan membutuhkan
waktu yang relative cukup lama, bisa 5 sampai 25 tahun kedepan, yang artinya industri per-
tahanan dalam negeri diharapkan sudah lebih mandiri untuk menghasilkan produk-produk
dalam negerinya (Indigenous Product) sebagai karya anak bangsa sendiri (State of The Arts).

d. Untuk penguasaan teknologi, pencapaian kualitas dan unjuk kerja(Performance)produk


dari perencanaan kemampuan industriAlutsista yang akan dikembangkan di atas sesungguhn-
ya juga dapat dikerjasamakan melalui alih teknologi (Defence Offset) manakala Indonesia
membeli Alutsista dari luar negeri. Di sisi lain perhitungan secara bisnis yang akan mengun-
tungkan industri pertahanan dalam negeri harus menjadi target yang benar-benar terukur
untuk jangka waktu yang panjang, seperti terlebih dahulu diwali untuk memiliki kemampuan
pemeliharaan Alutsista yang baru dibeli, walaupun hal ini juga menjadi penawaran para pe-
masok/industri pertahanan luar negeri yang produknya akan dibeli, namun seberapa besar

226 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

akan mencegah uang (Devisa) kita tidak terus menerus keluar juga menjadi pertimbangan
industri pertahanan dalam negeri.Kalaupun memang industri komersial akan dapat memper-
oleh alih teknologi dan sekiranya investasi asing akan dapat menjadikan ekonomi Indonesia
lebih maju (Indirect Offset), maka Defence Offset tidaklah harus selalu untuk pengembangan
alat-peralatan yang dibeli dari luar negeri (Direct Offset) untuk dibangun atau dikembangkan
lagi di dalam negeri sendiri. Memang dalam Undang-Undang Industri Pertahanan Nomor
16 tahun 2012 pasal 43 menyebutkan bahwa untuk pengadaan dari luar negeri haruslah diser-
tai adanya Imbal Dagang (IM), Kandungan Lokal (KL) dan/atau Offset (OS) minimal 85 %.
Sedangkan Kandungan Lokal (KL) dan/atau Offsetnya (OS) sendiri minimal 35 %. Hal ini
tentunya bila telah dihitung dengan adanya faktor pengali (Multiplier Factor). Sebagai contoh
untuk Imbal Dagang (komoditi yang ditentukan) misalnya faktor pengalinya adalah 1 (satu)
sesuai harga realnya. Sedangkan untuk Kandungan Lokal dan Offsetnya dari adanya alih
teknologi dan pemberdayaan industri dalam negeriyang terukur bisa saja faktor pengalinya
lebih dari 1asalkanmenjadikan Multiplier Effect bagi ekonomi atau perkembangan industri
di dalam negeri. Sehingga pencapaian IM, KL dan OS bisa saja mencapai lebih dari 100 %
dibandingkan dengan harga pembelian alat peralatan pertahanan dan keamanan dari luar neg-
eri tersebut. Untuk itulah Pemerintah Cq Kementerian Pertahanan dan/atau melalui Komite
Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) harus segera menyusun korporasi tugasnya dalam
rangka (1) kontrak pengadaan/ pembelian alat peralatan pertahanan dan keamanan dari luar
negeri yang sekaligus (2) untuk kontrak pengembangan/pemberdayaan industri dalam negeri
dengan pihak pemasok/industri luar negeri (Seller), baik untuk Imbal Dagang, Kandungan
Lokal maupun Offset (Direct atau Indirect) yang waktu penyelesaian (Delivery Time) untuk
kedua kontrak tersebut berbeda waktunya yang perlu terus dikendalikan.

3. PENUTUP
Untuk lebih mandiri dalam pengadaan produk alat peralatan pertahanan negara (untuk
pemenuhan kebutuhan Apalhankam), sebagai tekad/keinginan bangsa Indonesia, makapada
implementasi/ implikasinya bangsa Indonesia sendirilah yang harus berinisiatif dalam pe-
milihan pembangunan industrinya. Apa yang menjadi keinginan untuk mengembangkan
produk-produk dan bisnis perusahaan/industri di dalam negeri haruslah segera diajukan
oleh industri (para pebisnis) dan dibuatkan daftar prioritasnya (List) oleh pemerintah cq
Kementerian Pertahanan gunaposisi tawar (Bargaining Position) dengan para pemasok/in-
dustri Apalhankam luar negeri yang hendak menjual produk-produknya secara berkorporasi.
Pengajuan industri untuk pengembangan bisnis dan produknya tersebut juga harus melalui
suatu penilaian (Assessment) terlebih dahulu oleh pemerintah cq Kementerian Pertahanan
Keamanan, khususnya untuk akurasi besaran anggaran/biayanya yang diperlukan berikut
Feasibility Study atau Business Plan nya, prospek, keuntungan-keuntungannya yang dpat
dicapai, pemberdayaan tenaga akhli yang akan digunakan, penggunaan sumber-sumber ba-
han baku, barang jadi atau barang setengah jadi yang dapat disuplai di dalam negeri sendiri
Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 227
DEWAN RISET NASIONAL

sampai dengan efek peningkatan ekonominya di dalam negeri sendiri. Hal ini akan men-
jadi negosiasi pihak Indonesia dengan para calon pemasok/Foreign Defense Industry melalui
proses pemenangan (Tender) yang bersaing dalam rencana pemenuhan pihak Indonesia se-
laku pembeli (Buyer), yangselain membeli produk (Defence Product) juga untuk menghendaki
adanya pengembangan produk dan usaha/bisnis industri di dalam negeri melalui adanya alih
teknologi, pemberdayaan industri dalam negeri dan/atau adanya imbal dagang. Semoga kiat
atau tekad bangsa Indonesia untuk lebih mandiri dan berdaulat dapat segera dicapai, Aamiin.

228 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT


www.drn.go.id

DAFTAR PUSTAKA GAMBAR SAMPUL BUKU :

Gambar Pangan dan Pertanian:


https://andmorefood.wordpress.com/2013/04/01/ubud-rice-fields-bali/

Gambar Energi :
http://realinf.com/2014/02/28/real-infrastructure-closes-mexican-renewable-energy-fund/

Gambar Teknologi Transportasi :


http://www.oregon.gov/odot/td/stip/Pages/default.aspx

Gambar Teknologi Informasi dan Komunikasi :


http://home.messiah.edu/~bb1295/Definitions.html
http://www.universetoday.com/100400/nasas-kaboom-experimental-asteroid-radar-aims-
tothwart-earths-kaboom/

Gambar Teknologi Kesehatan dan Obat :


http://mises.ca/posts/articles/what-soviet-medicine-teaches-us/
http://veja.abril.com.br/blog/ricardo-setti/tag/lulalato/

Gambar Pertahanan & Keamanan :


http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Panser_side_left.JPG

Gambar Teknologi Material Maju :


http://www.esdrmv.com/solutions/advanced-materials

Gambar Sosial Humaniora :


http://www.philmontanuri.com/photo_gallery.htm

Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional 2014 229


DEWAN RISET NASIONAL

230 IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT

Anda mungkin juga menyukai