Anda di halaman 1dari 19

Teguh Subianto

Kumpulan Asuhan Keperawatan

 Beranda
 About Me
 Askep

 Subscribe to feed

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN VESIKOLITHIASIS
Maret 19, 2009 in Uncategorized, widget | Tags: askep, ASUHAN KEPERAWATAN,
BATU BULI, Batu kandung kemih, kandung kemih, keperawatan medikal bedah,
VESIKOLITHIASIS, vesikolitiasis

VESIKOLITHIASIS

A. Pengertian

Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan
(ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal
(Long, 1996:322).

Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat


penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan
berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de Jong,
1998:1027).
Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih
yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung
komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).

Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau
ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua
ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan
sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai
kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal
dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran
kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-lahan, dan dapat terjadi
di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai pelvis renalis (Wijaya dan Miranti,
2001:61).

Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di
kandung kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran
perkemihannya Franzoni D.F dan Decter R.M (http://www.medscape.com, 8 Juli 2006).

B. Etiologi

Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi,


statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).

Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih
(Vesikolitiasis) adalah

1. Hiperkalsiuria

Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria


idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan
protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau
kelebihan kalsium.

2. Hipositraturia

Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya
sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap),
minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.

3. Hiperurikosuria

Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu
kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.

4. Penurunan jumlah air kemih

Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.

5. Jenis cairan yang diminum

Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.

6. Hiperoksalouria

Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh
diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil
atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.

7. Ginjal Spongiosa Medula

Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai
predisposisi metabolik).

8. Batu Asan Urat

Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria
(primer dan sekunder).
9. Batu Struvit

Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang
memproduksi urease.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :

1. 75 % kalsium.

2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).

3. 6 % batu asam urat.

4. 1-2 % sistin (cystine).

C. Pathofisiologi

Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi,
pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan
bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang
disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat
menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis
urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan
mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong,
2001:997).

Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan
dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):

1. Teori Supersaturasi

Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung


terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi
kristal dan kemudian menjadi batu.

2. Teori Matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5
hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal
sehingga menjadi batu.

3. Teori Kurangnya Inhibitor

Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya
kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat
mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi
kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.

4. Teori Epistaxy

Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis
batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan
luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung
pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.

5. Teori Kombinasi

Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.

D. Manifestasi Klinis

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan


berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada
leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini
lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti
mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).

Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya


tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika
penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan
koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi
ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang
rusuk dan tulang punggung.

Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal


(http://www.medicastore.com, 26 Juni 2006) adalah:

1. Hematuri.

2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.

3. Demam.

4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.

5. Mual.

6. Muntah.

7. Nyeri abdomen.

8. Disuria.

9. Menggigil.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:

1. Urine

a pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat
berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan
pengendapan batu asam urat.

b Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila
terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.

c Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses
pembentukan batu saluran kemih.
d Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.

2. Darah

a Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.

b Lekosit terjadi karena infeksi.

c Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

d Kalsium, fosfat dan asam urat.

3. Radiologis

a Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau
tidak.

b Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini
dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi
tidak memberikan informasi yang memadai.

4. USG (Ultra Sono Grafi)

Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.

5. Riwayat Keluarga

Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran kemih,
jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah dilakukan, cara
mengambilan batu, dan analisa jenis batu.

E. Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah
sebagai berikut:

a. Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik,
anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal.
Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh
agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.

b. Sistem Sirkulasi

Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau
lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis
vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis,
statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.

c. Sistem Gastrointestinal

Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi
distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi
timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum
normalnya peristaltik usus.

d. Sistem Genitourinaria

Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus
otot.

e. Sistem Integumen

Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase
penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya
drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan
jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula
surgical mump (parotitis).

f. Sistem Saraf

Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.

F. Pengobatan

Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :

1. Mengatasi Simtom

Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan
spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan
tidak di kontra indikasikan pasang kateter.

2. Pengambilan Batu
a Batu dapat keluar sendiri

Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.

b Vesikolithotomi.

c Pengangkatan Batu

1. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal

Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor


adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini
hanya dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu
di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi
melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang
terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.

2. Metode endourologi pengangkatan batu

Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat


batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau
jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat
dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan batu.

3. Ureteroskopi

Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat


ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan
laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.

d Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)

1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)

2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20


mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu
tunggal dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala
pembentukan batu baru.

3. Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft


drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan
natrium, diet rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.

4. Pemberian obat

Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan


metabolik yang ada.

G. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Carpenito,
2001:324).

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi
(Perry dan Potter, 2002:911).

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi
(Doenges, 1999:688).

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah (Doenges,
1999:691 ).

5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat


insisi (Doenges, 1999:808).

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi (Doenges, 1999 :
682).

7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka (Carpenito,
2001:302).

H. Fokus Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Carpenito,
2001:324)

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pernafasan

Kriteria Hasil : Tidak tersedak, Sekret tidak menumpuk di jalan nafas dan tidak
ditemukan tanda cyanosis

Intervensi :

a. Kaji pola nafas klien.

b. Kaji perubahan tanda vital secara drastis.

c. Kaji adanya syanosis.

d. Bersihkan sekret dijalan nafas.

e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi
(Doenges, 1999:911).

Tujuan : pola nafas menjadi normal (vesikuler).

Kriteria Hasil : pola nafas efektif, bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.

Intervensi :

a. Pertahankan jalan nafas dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran


udara faringeal oral.

b. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan.

c. Posisikan klien dengan nyaman.

d. Observasi pengembalian fungsi otot pernafasan.

e. Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.


f. Berikan 0ksigen jika diperlukan.

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi
(Doenges, 1999:688).

Tujuan : klien merasa nyaman.

Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, skala nyeri 1-2, tanda vital normal.

Intervensi :

a. Kaji tanda vital klien.

b. Catat lokasi dan lamanya intensitas nyeri.

c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.

d. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

e. Kolaborasi pemberian analgesik (Narkotik), anti spasmodik dan kortikosteroid.

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah (Doenges, 1999
:691)

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil : Klien habis satu porsi dari rumah sakit, tidak mengeluh lemas,
membran mukosa lembab dan tanda vital normal.

Intervensi :

a. Kaji tanda vital klien.

b. Kaji kebutuhan nutrisi klien.

c. Timbang berat badan klien setiap hari.

d. Kaji turgor klien.


e. Awasi input dan output klien.

f. Cacat insiden muntah dan catat karakteristik dan frekuensi muntah.

g. Berikan makan sedikit tetapi sering.

h. Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien.

5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat


insisi (Doenges, 1999:808).

Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.

Kriteria Hasil :

a. Monitor tanda vital.

b. Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.

c. Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.

d. Monitor status mental klien.

e. Monitor berat badan tiap hari.

f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).

g. Kolaborasi pemberian diuretik.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi (Doenges, 1999 : 682).

Tujuan : Tidak terjadi infeksi.

Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak ditemukan
tanda infeksi.

Intervensi :

a. Kaji lokasi dan luas luka.


b. Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan
fungsi).

c. Pantau tanda vital klien.

d. Kolaborasi pemberian antibiotik.

e. Ganti balut dengan prinsip steril.

7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka (Carpenito,
2001:302).

Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit .

Kriteria Hasil: tidak ditemukan tanda infeksi, tidak ada luka tambahan

Intervensi :

a. Kaji drainase luka.

b. Monitor adanya tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).

c. Kaji adanya luka tambahan pada klien.

d. Ganti balut dengan prinsip steril.

e. Kolaborasi pemberian antibiotik.

f. Himbau agar klien membatasi mobilitasnya.

<script type=”text/javascript” src=”http://www.google.com/coop/cse/

Share this:

 StumbleUpon
 Digg
 Reddit

Like this:

Suka
Be the first to like this post.

Blogroll

 Asuhan Keperawatan Blog


 Teguhsubianto\’s Blog
 WordPress.com
 WordPress.org

WEB LAIN

 WEBKU

Maret 2009
S S R K J S M
Mei »
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31

Tulisan Terkini

 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS KORNEA


 Asuhan Keperawatan tuberculosis paru dengan efusi pleura
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HIPEREMESIS GRAVIDARUM
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENUMOTHORAX
 Teori Kehilangan

Komentar Terakhir

Azzahra Syaefudin on ASUHAN KEPERAWATAN HEPATI…

as on ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN …

nurul on ASUHAN KEPERAWATAN HEPATI…

deden on ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN…


d"zoul on ASUHAN KEPERAWATAN HEPATI…

Blog Stats

 49,786 hits

Tulisan Teratas

 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT


 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN VESIKOLITHIASIS
 ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS
 Askep
 TERAPI CAIRAN(PEMASANGAN INFUSE)
 Teori Kehilangan

Tag

AMI APPENDISITIS askep ASKEP AMI ASKEP HEPATITIS ASUHAN


KEPERAWATAN ASUHAN KEPERAWATAN AKUT MIKORD INFARK ASUHAN
KEPERAWATAN APPENDISITIS BATU BULI Batu kandung kemih efusi pleura FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEHILANGAN HEPATITIS indikasi pemberian cairan INFARK MIOKARD kandung kemih keperawatan medikal bedah Pemasangan
infus tahap berduka Teori kehilangan Terapi cairan tujuan pemberian cairan ulkus kornea VESIKOLITHIASIS vesikolitiasis

Spam Blocked

204 spam comments

Status

radarurl_call_radar_widget("Big", "Black","bottomright")online stats

STATISTIC

var s_sid = 706000;var st_dominio = 4; var cimg = 433;var cwi =112;var che =75;
WAU_classic('e0jzfhcbmwth')

ale

Halaman

 About Me
 Askep
Arsip

 Mei 2009
 Maret 2009

Meta

 Daftar
 Masuk log
 RSS Entri
 RSS Komentar
 WordPress.com

3 komentar
Pengumpan komentar untuk artikel ini

Juni 11, 2009 pada 9:47 am

dwi ws

sy berterima kasih utk askep yg di berikan, cukup lemgkap tentang penjelasan yg diberikan
dan harapan sy ada lebìh byk lg askep yg lain yg bs kami gunakan dlm merawat pasien post
op terima kasih

Balas

Maret 31, 2010 pada 8:08 pm

zaen

terima kasih banyak mas, minta ijin share yach,,,

Balas

Oktober 11, 2010 pada 6:22 pm

deden
trima kasih banyak bgt gan
banyak2 banget, kalo g ad ni bahan bkl g bs ujian LP gua
majulah perawata indonesia
allahuakbar

Balas

Tinggalkan Balasan

Enter your comment here...

 Guest
 Masuk
 Masuk
 Masuk

Email (wajib) (Belum diterbitkan)

Nama (wajib)

Situs web

Beritahu saya balasan komentar lewat surat elektronik.

Beritahu saya tulisan baru lewat surat elektronik.

« ASUHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT »

Theme: Tarski by Ben Eastaugh and Chris Sternal-Johnson. Blog pada WordPress.com.

Subscribe to feed.

Ikuti

Follow Teguh Subianto

Get every new post delivered to your Inbox.


Bergabunglah dengan 1 pengikut lainnya.

Masukkan a

Powered by WordPress.com

Anda mungkin juga menyukai