Anda di halaman 1dari 35

Tugas Besar Mata Kuliah Teknik Evaluasi Perencanaan

Nama Dosen :

 Risnawati K, S.T.,M.Si
 Dr.Ir. Syafri, M.Si
 Iswahyudin, S.T.,M.Sp

GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN PANGKAJENE


DAN KEPULAUAN KECAMATAN MINASATENE

Disusun Oleh :

𝐖𝐈𝐖𝐈𝐊 𝐁𝐔𝐃𝐈𝐀𝐑𝐓𝐈
𝟔𝟎𝟖𝟎𝟎𝟏𝟏𝟔𝟎𝟐𝟒

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Potensi wilayah yang berupa pemberian alam maupun hasil karya manusia
di masa lalu adalah asset yang harus di manfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat dalam jangka panjang dan bersifat langgeng. Perlu ada
perencanaan yang memberi arahan penggunaan lahan secara keseluruhan yang
menjadi panduan bagi perencanaan lainnya (sektoral) yang bersifat pribadi

Pertumbuhan penduduk menjadi faktor pendorong dalam peningkatan


kebutuhan lahan. Peningkatan kebutuhan lahan diperuntukkan untuk tempat
tinggal, sarana penunjang kehidupan, industri, tempat pertanian, dan sebagainya.
Peralihan fungsi lahan yang dianggap sebagai solusi untuk mengatasi kebutuhan
lahan justru menjadi penyebab munculnya kerusakan lingkungan. Sebagai
contoh bencana banjir di Jakarta yang sebenarnya adalah akibat dari
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dari kota metropolitan
menjadi megapolitan (Samadikun, 2007)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan


diatur dalam Perda Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Nomor 08 Tahun 2012.
Namun dalam rencana tata ruang wilayah terkadang tidak sesuai dengan keadaan
di lapangan. Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi.

Kajian mengenai kesesuaian lahan sangat penting dilakukan agar menjadi


acuan bagi kegiatan pembangunan disuatu daerah. Konversi lahan dari satu fungsi
ke fungsi yang lainnya harus diperhitungkan dengan seksama. Selain perubahan
penggunaan lahan yang terjadi, faktor-faktor pendorong perubahan lahan yang
saling berkaitan satu sama lain juga perlu dianalisis secara mendalam untuk
mendeskripsikan bagaimana perubahan lahan itu terjadi (Selly Sulistiawati,
2015:3).
Menurut Juhadi (2007), perubahan fungsi pemanfaatan lahan yang tidak
sesuai dengan kemampuan lahan memberi tekanan kepada lingkungan.
Degradasi lingkungan akan terjadi ketika tekanan tersebut melebihi daya
dukung lingkungannya. Upaya pencegahan daya dukung lingkungan hidup
yang terlampaui adalah penerapan perkembangan kawasan yang mengikuti
standar dan kriteria yang berkaitan dengan faktor pembatas untuk masing-
masing jenis kawasan peruntukan.

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.


Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kulitas lahan yang
dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka
sangat perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui seberapa besar tingkat
kesesuaian maupun ketidaksesuaian antara data di lapangan dengan rencana tata
ruang wilyah.

Dalam laporan ini, akan di bahas tentang evaluasi Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan, dalam kajian penggunaan lahan.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Perencanaan pembangunan wilayah yang berhasil dan sesuai pencapaian
target. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan evaluasi perencanaan
terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan fakta yang ada di lapangan
atau sesuai dengan kondisi real.
2. Tujuan
Dengan melakukan evaluasi, dapat di identifikasi tingkat kesesuaian
Rencana Tata Ruang Wilayah dengan kondisi lapangan. Selain itu, dapat di
ketahui tingkat implementasi dari RTRW itu sendiri terhadap wilayahnya.

C. Permasalahan

Permasalahan yang terjadi di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam


waktu dekat ini adalah alokasi realisasi program peningkatan kualitas lingkungan
permukiman pada Kawasan Perkotaan Pangkajene ini belum mampu mengatasi
secara signifikan permasalahan-permasalahan di seputar permukiman perkotaan,
terutama kawasan permukiman masyarakat berpenghasilan rendah. Serta
permasalahan dalam pengelolaan SDL (sumber daya laut) di perairan Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan yang dapat dibedakan menjadi tiga diantaranya yaitu
penurunan produksi sumber daya laut, perusakan ekosistem terumbu karang, dan
pengelolaan sumber daya laut yang tidak efektif. Penurunan produksi sumber daya
laut ini dirasakan oleh nelayan kepulauan dan pesisir sejak lima tahun terakhir.
Kemudian Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan saat ini belum memiliki sistem
pembuangan air limbah terpusat.

Penanganan tata bangunan dan lingkungan di Kabupaten Pangkajene dan


Kepulauan dilakukan melalui kebijaksanaan pemberian surat izin mendirikan
bangunan (IMB) dan Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Namun dalam hal ini belum banyak memberi dampak positif terhadap keserasian
bangunan dan lingkungan masih bercampur baur kawasan perumahan, perdagangan
dan pergudangan di daerah perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya
garisgaris sempadan bangunan menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang
yang tidak terkendali baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan terlihat
pembangunan dan pemanfaatan lahan dilakukan pada kawasan non budidaya
seperti pada kemiringan lahan >40%, dikawasan pantai dan pinggiran sungai
sehingga sering terjadi bencana banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.

Selanjutnya, dengan belum tersedianya sarana dan prasarana pengolahan air


limbah sehingga air buangan kota dan buangan rumah tangga, maka akan
menimbulkan pencemaran pada sungai dan laut, disamping itu masih belum
terpisahnya antara drainase air hujan dengan limbah buangan rumah tangga
sehingga volumenya menjadi besar yang menyebabkan kapasitas sarana yang
diperlukan dalam mengolah limbah tersebut cukup besar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi
1. Definisi Evaluasi
Secara umum evaluasi adalah, suatu proses identifikasi untuk mengukur /
menilai apakah suatu kegiatan yang di laksanakan sesuai dengan perencanaan atau
tujuan yang ingin di capai. Evaluasi adalah program pendidikan merupakan
kegiatan yang dapat membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya. suatu
seni,tidak ada satu pun evaluasi yang sempurna, walaupun dilakukan dengan teknik
yang berbeda-beda (Cronbach, 1982) Evaluator sebagiannya tidak memberikan
jawaban terhadap suatu pernyataan khusus.bukanlah tugas seorang evaluator
memberikan rekomendasi pertimbangan tentang diteruskan dan tidaknya sesuatu
program.
Pengertian evaluasi menurut para ahli, adalah :

a. Anne Anastasi
Menurut Anne Anastasi (1978), arti evaluasi adalah proses sistematis untuk
menentukan sejauh mana tujuan instruksional dicapai oleh seseorang. Evaluasi
merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan
terarah berdasarkan tujuan yang jelas.
b. Sajekti Rusi
Menurut Sajekti Rusi (1988), pengertian evaluasi adalah proses menilai
sesuatu, yang mencakup deskripsi tingkah laku siswa baik secara kuantitatif
(pengukuran) maupun kualitatif (penilaian).
c. Suharsimi Arikunto
d. Menurut Suharsimi Arikunto (2003), arti evaluasi adalah serangkaian kegiatan
yang bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program
pendidikan.
e. A.D Rooijakkers
f. Menurut A.D Rooijakkers, pengertian evaluasi adalah suatu usaha atau proses
dalam menentukan nilai-nilai. Secara khusus evaluasi atau penilaian juga
diartikan sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil
pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.
g. Norman E. Gronlund
h. Menurut Norman E. Gronlund (1976), pengertian evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh
mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai siswa
Tujuan evaluasi adalah penilaian tentang pencapaian manfaat yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang termasuk penentuan faktor-faktor yang
menyebabkan pencapaian lebih dan atau kurang dari manfaat yang telah ditetapkan
dalam rencana tata ruang. Alat atau instrument yang digunakan dalam evaluasi,
adalah:

a. RTRW (yang telah disahkan dengan Perda) atau Rencana Detail yang telah
disahkan oleh Bupati/Walikota;
b. Ijin-ijin tentang lokasi yang dikeluarkan oleh pemerintah/dinas terkait
c. Ijin tentang bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah/dinas terkait
d. Analisa mengenai dampak lingkungan (jika ada)
e. Kriteria lokasi dan standar teknis yang berlaku di bidang penataan ruang.

2. Tahap Evaluasi

Setiap keputusan yang telah disepakati dan yang akan dikerjakan sesuai
dengan program kerja tentunya harus melewati suatu proses untuk mencapai tujuan
dan misi. Tetapi di dalam melakukan suatu kegiatan belum tentu sesuai dengan
keinginan, hal tersebut dapat terjadi kapan dan di mana saja karena beberapa faktor
seperti : sumber daya manusia yang tidak siap baik secara kualitas maupun
kuantitas, kurangnya data yang dikumpulkan dan kurangnya sarana dan prasarana
yang mendukung, sehingga diperlukan manejemen dan teknik evaluasi untuk
meminimalkan kesalahan yang akan terjadi. Secara garis besar proses evaluasi
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, kegiatan ini merupakan penunjang untuk pelaksanaan
evaluasi melalui beberapa kegiatan untuk mengumpulkan data dan informasi
yang dibutuhkan. Kegiatan ini meliputi :

1) Pengumpulan data dasar berupa peta ataupun data numerik;


2) Penyiapan penggunaan lahan terakhir Kabupaten
3) Penyiapan peta-peta rencana Kabupaten
4) Mengumpulkan peta-peta kebutuhan analisis
5) Menyiapkan peta distribusi penduduk
6) Peta jaringan jalan
7) Peta batas administrasi desa dan kecamatan

b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, peta-peta yang menunjukkan kondisi eksisting
tersebut digunakan sebagai bahan bandingan RTRW yang akan dievaluasi.
Dari pembandingan kedua peta tersebut, kemudian dilakukan penilaian
penyimpangan yang terjadi dengan menggunakan prosedur dan metoda
penilaian/perhitungan yang akan digunakan. Dalam penilaian penyimpangan
yang terjadi melalui prosedur dan teknik yang telah ditetapkan, perlu
ditambahkan keterangan sebab terjadinya penyimpangan, seperti, adanya
prioritas yang berbeda; strategi pembangunan yang berubah, misalnya adanya
areal lahan yang tidak dapat dibebaskan sehingga mengakibatkan
dipindahkannya lokasi proyek; kondisi tanah yang tidak sesuai yang tidak
terliput pada waktu penyusunan rencana; adanya program pembangunan dari
pusat yang berskala besar.
c. Tahap Analisis
Pada tahap analisis, untuk menghasilkan nilai analisisnya dilakukan melalui
perhitungan penyimpangan setiap aspek dan selanjutnya dijumlahkan nilai
seluruh aspek yang menyimpang untuk kemudian dihitung rat-ratanya. Hasil
rata-rata akan memberi makna besarnya tingkat penyimpangan suatu rencana
dengan kondisi eksisting. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan
klasifikasi nilai untuk rekomendasi yang telah ditetapkan, untuk mengetahui
kebijaksanaan apa yang harus diusulkan dari hasil evaluasi ini
d. Penyusunan Rekomendasi

Penyusunan rekomendasi akan sangat bergantung pada besaran nilai dari


hasil analisa. Hasil evaluasi, pada dasarnya akan merekomendasikan 3 (tiga)
kemungkinan, yaitu :

1) RTRW Kabupaten tidak perlu perubahan, karena masih dianggap valid


untuk digunakan sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang;
2) RTRW Kabupaten perlu direvisi sebagian, karena beberapa kawasan
sudah mengalami perubahan fungsi;
3) RTRW Kabupaten perlu direvisi total dalam arti RTRW yang baru perlu
disusun ulang, karena rencana yang telah ada tidak dapat lagi digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam hal
pengendalian pemanfaatan ruang kota

Dalam pelaksanaanya, dalam evaluasi dikenal tiga tahap evaluasi yaitu


evaluasi pada tahap (Muta’ali 2013) :

1) Perencanaan (Ex-ante Evaluasi). Dalama tata ruang telah dilakukan ketika


daerah melakukan konsultasi dan persetujuan substansi tata ruang
2) Pemanfaatan ruang (On-going Evaluation). Menetukan tingkat kemajuan
pelaksanaan rencana pemanfaatan ruang, dengan cara membandingkan
rencana penataan ruang dengan realisasi penataan ruang.
3) Pasca pemanfaatan ruang (Ex-post Evaluation). Menilai efisiensi
(keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak
terhadap sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari
kegiatan penataan ruang. Evaluasi perencanaan sangat penting dilakukan
terutama pada dokumen-dokumen rencana yang ada di Indonesia karena
dokumen ini merupakan dokumen penting yang menentukan
pembangunan Indonesia pada masa mendatang.
Evaluasi sebelum suatu rencana dapat dilaksanakan harus di adakan
dulu pengujian apakah hal yang akan direncanakan dalam perencanaan
wilayah itu (permukiman, perusahaan, pertanian dan peternakan,perusahaan
indutri) serasi dengan keadaan wilayah dan mendatangkan kabaikan bagi
seluruh wilayah tersebut.

Dalam evaluasi perencanaan wilayah itu, menurut Simond, dapat


diadakan 4 tes yang sederhana sebagai berikut :

1) Apakah yang direncanakan itu serasi ? Harus ada keyakinan bahwa tanah
dan air digunakan untuk maksud yang paling bermanfaat.
2) Apakah yang yang direncanakan itu dapat dibangun tanpa melewati batas
daya dukung (carrying capacity) dari tanah ? harus diperhatikan :sistem
teknologi alam,persedian air serta kualitasnya, kualitas udara, polusi
udara, erosi, banjir, peninggalan historis, keadaan bentang alam, flora dan
fauna, integrasi dari ruang terbuka.
3) Apakah yang direncanakan ini akan membawa pengaruh yang baik
terhadap sekitarnya ? yang tampak terhadap alam apakh pengaruh baik
atau buruk, mengurangi atau menambah pemasukan pajak, melestarikan
atau merusak kekhusukan wilayah (alam dan kebudayaan ). Suatu proyek
yang baik akan meningkatkan keadaan lingkungan, dan tidak akan
merusak.
4) Apakah pelayanan umum yang layak dapat disediakan ? harus dapat
disediakan lalu lintas yang lancar, sistem penyediaan air dan energi,
sekolah,tempat rekreasi, pencegahan kebakaran
5) Menurut hal tersebut di atas ternyata bahwa hal yang direncanakan ini
harus memajukan wilayah secara umum. Di samping itu suatu rencana
harus memberikan keuntungan pada usaha pelestarian alam dan pada
peningkatan yang seimbang dalam pertumbuhan material dan spiritual
bagi penduduk. (Jayadinata, 1999)
B. Lahan
1. Definisi Lahan
Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk menopang kehidupannya.
Pada sisi lain, kemampuan manusia untuk mendapatkan lahan tidaklah sama. Hal
ini membaut penggunaan atau kepemilikan lahan tidak dapat sepenuhnya di
serahkan kepada mekanisme pasar. Apabila dibiarkan sepenuhnya kepada
mekanisme pasar, lahan dapat berada pada segelintir orang dan menetapkan sewa
yang tinggi untuk orang-orang yang membutuhkan lahan. Padahal setiap orang
membutuhkan lahan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.

Lahan adalah lingkungan fisik dan biotik yang berkaitan dengan daya
dukungnya terhadap kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisik
berupa relief atau topografi, iklim, tanah dan air, sedangkan lingkungan biotik
adalah manusia, hewan, dan tumbuhan. Dalam penggunaan lahan, perlu
diperhatikan aspek fisiknya agar tidak menimbulkan kerusakan bagi tanah serta
daerah sekitarnya. Faktor fisik yang paling dominan adalah kemiringan lereng dan
ketinggian dari permukaan air laut. Faktor kemiringan berpengaruh besar terhadap
kendali air yang menentukan ada atau tidaknya kerusakan.

Lahan merupakan area atau luasan tertentu dari permukaan bumi yang
memiliki ciri tertentu yang mungkin stabil atau terjadi siklus baik diatas atau di
bawah luasan tersebut meliputi atmosfir, tanah geologi, hidrologi populasi
tumbuhan dan hewan, dan dipengaruhi oleh kegiatan manusia (ekonomi, sosial,
budaya) di masa lampau dan sekarang, dan selanjutnya mempengaruhi potensi
penggunaanya pada masa yang akan datang. (Baja dan Phil 2012).

Dalam penelitian yang ditulis Hamonangan (2000) mengemukakan bahwa


penggunaan lahan adalah merupakan setiap bentuk campuran tangan manusia
terhadap sumberdaya lahan baik yang bersifat permanen (tetap) atau cyclic yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan baik materil dan spiritual. Lebih jauh,
Hamonangan menngemukakan tiga faktor yang penting untuk dipertimbangkan
dalam memanfaatkan lahan yakni (a) kesesuaian Bio-fisik, (b) kelayakan sosial-
ekonomi dan (c) kelayakan kelembagaan. Perencanaan tata guna lahan sangat
diperlukan karena:

1) Jumlah lahan terbatas dan merupakan sumberdaya yang hampir tak


terbaharui (non renewable), sedangkan manusia yang memerlukan tanah
jumlahnya terus bertambah. Pertumbuhan penduduk berlangsung dengan
kecepatan sekitar 2,5 persen/tahun
2) Meningkatkan pembangunan dan taraf hidup masyarakat dapat
meningkatkan persaingan penggunaan ruang (lahan),sehingga sering terjadi
konflik (perebutan) penggunaan lahan
3) Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat
menyebabkan kerusakan lahan
4) Kontroversi lahan pertanian dengan tanah subur termasuk sawah irigasi
menjadi lahan non-pertanian seperti wilayah industri, perumahan dan
lainlain perlu ditata karena sulitnya mencari lahan
2. Penyimpangan Penggunaan Lahan
Menurut Siswanto (2006) perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan
pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal,
pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin
meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan
mutu kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi, perubahan
pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan
lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup,
transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan
lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi lahan.
Marisan (2006) mengatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dapat
diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh
manfaat yang optimal. Tiga struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan
lahan (Hamonangan 2000)
Struktur permintaan atau kebutuhan lahan Kebutuhan sumberdaya lahan
menjadi faktor pendorong proses perubahan penggunaan lahan, yang secara garis
besar dibagi menjadi menjadi 3 kelompok utama yaitu :
1) defortasi baik ke arah pertanian maupun non-pertanian,
2) konversi lahan pertanian ke non pertanian, dan
3) penelantaran lahan.

Pada dasarnya aspek permintaan lahan berkaitan dengan kebijakan dan


program pemerintah untuk meningkatkan efisiensi sosial ekonomis, peningkatan
efisiensi industri dan kelembagaan, penurunan tingkah laku spekulatif dan
pengontrolan peningkatan jumlah penduduk.

Struktur penawaran atau ketersediaan lahan Ketersediaan lahan dibatasi oleh


luasan permukaan yang tetap Kualitas lahan yang bervariasi dan penyebarannya
secara spasial tidak merata dan cenderung tetap menyebabkan penawaran
penggunaan lahan bersifat inelastis terhadap besarnya permintaan akan lahan.
Penawaran sumberdaya lahan ini juga sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan
saat ini.

Struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktifitas sumberdaya


alam Produktivitas lahan mempunyai peran yang cukup besar dalam menurunkan
ketergantungan terhadap ekstensifikasi usahatani dalam upaya meningkatkan
produksi pertanian.

3. Tujuan Manajemen Lahan Perkotaan

Tujuan umum manajement lahan pada prinsipnya adalah melakukan


penyediaan, pemanfaatan dan pengendalian lahan untuk pembangunan (Zamilah,
dkk,2001:50). Namun, sesuai dengan lingkup yang lebih luas dari manajemen lahan
perkotaan, maka tujuan tersebut yaitu: Peran dan fungsi manajement lahan
perkotaan Menurut Rachmadi B.S peran dan fungsi manajemen lhan perkotaan
adalah sebagai berikut:

1) Manejemen lahan perkotaan terdiri dari serangkaian mekanisme yang


melayani masalah penetapan dan klarifikasi pemilikan dan hak-hak tanah
perorangan.
2) Manejemen lahan perkotaan memerlukan prosedur bagi penataan lahan
3) Manejemen lahan perkotaan meliputi serangkaian intensif dan kontrol
masyarakat terhadap pemilikan tanah pribadi agar kepentingan umum di
capai.
4. Sumberdaya Lahan
Lahan adalah bagian dari bentang lahan (landscape) yang meliputi ruang
dan lingkungan fisik (iklim,tofografi / relief, hidrologi, geologi, flora dan fauna)
yang secara pontesial akan berpengaruh terhadap penggunaannya. Sumberdaya
lahan (land resources) merupakan potensi dari sistem ruang yang mengandung
unsur-unsur lingkungan fisik, kimia, dan biologis, baik yang ada dipermukaan
maupun dibawah permukaan yang saling berinteraksi. Oleh karena itu sumberdaya
lahan dapat dikatakan sebagai suatu ekosistem karena adanya hubungan yang
dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya
(Mather,1986).
Sifat dan karakteristik yang berbeda pada lahan akan ditentukan oleh
intraksi komponen sumberdaya yang ada pada suatu lahan sehingga lahan yang satu
dengan yang lain akan berbeda baik bagi ruang dan waktu ( Notohadiprawiro,1991).
Oleh karena itu, lahan sebenarnya memiliki sifat yang dinamis yang akan selalu
berkaitan dengan kepentingan dan keperluan manusia seiring dengan perubahan
aktivitas manusia seperti perubahan sosial, politik ilmu pengatahuan dan teknologi.
Cara pandang akan lahan antara satu lokasi dengan lokasi lain tentu berbeda
terutama dalam peruntukan lahan walaupun mungkin lahan memiliki karakteristik
yang sama, hal ini di sebabkan oleh komponen pendampingan dari lahan berbeda
sehingga interaksinya pun berbeda (Notohadiprawiro,1992).
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan budidaya
manusia seperti untuk pertanian, area industri, area pemukiman, bangunan-
bangunan infrastruktur dan fasilitas umum termaksuk kawasan lindung yang
dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah, dan sebagainya.
5. Faktor-Faktor Yang Membentuk Sumberdaya Lahan
Sumberdaya lahan terbentuk dan berkembang oleh pengaruh faktor yang
meliputi :
1) Faktor biotik (flora dan fauna)
2) Faktor abiotik (iklim, tanah, batuan, air dan bentuk lahan)
3) Faktor manusia

Sifat dari faktor pembentuk lahan tersebut dapat dibedakan menjadi dua
yaitu yang relatif tetap dan faktor yang cepat berubah (dinamis), (Mangunsukardjo,
1977). kondisi masing-masing faktor lahan tersebut secara spasial dari suatu tempat
ke tempat lain sangat berbeda. Oleh karena itu, kualitas lahan yang dihasilkan juga
sangat beragam dan sebagai akibatnya lahan yang membentang dipermukaan bumi
ini bervariasi dalam hal potensi dan kemanfaatannya. Faktor-faktor yang
menentukan sumberdaya lahan adalah :

1) Faktor Iklim
Faktor utama yang dinamis dan berpengaruh pada pembentukan dan
perkembangan kualitas sumberdaya lahan, unsur iklim seperti hujan, suhu,
kelembaban, radiasi, angin dan evaporasin menjadi lebih penting dikaji
dalam hubungannya dengan sumberdaya lahan. (Worosuprojo,1997).
2) Faktor Bahaya Geologi
Faktor yang berpengaruh pada kompleksitas bentang lahan baik
dipermukaan maupun dibawah permukaan bumi oleh proses-proses geologi
yang bekerja didalam bumi (endogen) maupun diluar bumi (eksogen).
Faktor geologi ini meliputi dinamika tektoik dan struktur geologi (kondisi
dan pola deformasi), selaku lipatan (antiklin-sinklin), kekar (retakan akibat
tekanan), sesar (patahan), penangkatan(up lift), penurunan (subsidence).
3) Faktor Batuan
Faktor batuan suatu lahan ditentukan oleh kondisi geologi lahan tersebut,
dalam kaitan dengan transgresi-regresi pembentuk stratifikasi batuan.
Asosiasi pola deformasi dengan pembentukan batuan terobosan (intrusi),
proses mineralisasi panas bumi.
4) Faktor Tanah
Faktor tanah sangat berkaitan dengan peran iklim dan organisme yang
merubah batuan menjadi tanah. Faktor air dan hidrologi wilayah
menentukan perkembangan bentang lahan dan pemanfaatan sumberdaya
lahan untuk pertanian, peternakan, perikanan,industri, dan domestik. Faktor
vegetasi merupakan indikasi dari tipe-tipe tanah.
5) Faktor Hidrologi
Faktor hidrologi menentukan fotensi sumberdaya air yang dimiliki suatu
lahan. Kandungan air dapat berasal dari hujan, mata air, air run off(sungai),
air tanah, danau dan sebagainya. Ketersediaan sumberdaya air adalah suatu
yang sangat vital untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tumbuhan dan
binatang yang berada dan menepati lahan tersebut.
6) Faktor Geomorfologi
Faktor geomorfologi menentukan proses perkembangan bentang lahan dan
kualitas sumberdaya lahan. Karakteristik geomorfologi seperti morfometri,
morforgenesia, morfoarrangemen dan morfokronologis sangat terkait
dengan tipe bentang lahan dan kompleks lahan.
7) Faktor Flora Dan Fauna
Faktor flora dan fauna menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
sumberdaya yang dimiliki oleh suatu lahan. Oleh karena itu, peruntukan
suatu lahan aspek ekologi yang ada didalam sutau lahan harus di
pertimbangkan untuk menjaga kelestariannya.
8) Faktor Tutupan Lahan
Faktor tutupan lahan adalah semua yang menepati diatas lahan, dari
bermacam-macam jenis vegetasi dan oleh berbagai hasil budidaya manusia.
6. Penggunaan lahan
Penggunnaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campuran tangan
(intervensii) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kenutuhan hidupnya
baik material maupun spritual (Vink,1975). penggunaan lahan secara umum
tergatung pada kemampuan lahandan pada lokasi lahan. Penggunaan lahan
tergatung pada kelas kemampuan lahan yag dirincika oleh adanya mperbedaan pada
msifat-sifat yang menjadipenghambat bagi penggunaannya seperti untuk lahan
pertanian, maka tergantung pada tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampua
menahan air dan tingkat erosi.
Penggunaan lahan tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerahdaerah
pemukima, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Supramoko,
1995). Menurut Barlowe (1986) faktor-faktor yag mempengaruhi penggunaan
lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbanga ekonomi dan faktor
insitusi (kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat
fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan
kependudukan. Faktor pertimbagan ekonomi dicirika oleh hukum pertahanan,
keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan.
(Wilayah, 2012).

C. Bentuk Campur Tangan Pemerintah Terhadap Penggunaan Lahan


Walaupun pemerintah memiliki hak untuk mengatur penggunaan seluruh
lahan sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Akan tetapi, tidak efisien apabila seluruh
lahan siatur penggunaannya oleh pemerintah. Pemerintah belum tentu tahu persis
penggunaan yang optimal dari seluruh lahan tersebut dan disisi lai, lahan itu sendiri
sudah dikuasai oleh masyarakat sebelum UUD 1945 di berlakukan. Penggunaan
lahan juga berubah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya sesuai dengan
perkembangan pengunaan lahan di lapangan. Misalnya, pada suatu kurun waktu,
sebidang lahan optimal apabila di gunakan untuk tanaman pangan tetapi pada kurun
waktu berikutnya manfaatnya akan lebih optimal apabila di jadikan lokasi industry
( karena bias menyerap tenaga kerja lebih banyak ).
Pengaturan yang terlalu ketat mnciptakan kekakuan dalam penggunaan
lahan dan membuat tidak berfungsinyamekanisme pasar secara wajar. Dalam
keadaan pasar sempurna, mekanisme pasar merupakan alat pendistribusian lahan
secara efisien. Pasar lahan jelas tidak sempurna, namun menghilangkan peran
mekanisme pasar dalam pendistribusian lahan akan mengakibatkan kerja
pendidtribusian menjadi sangat rumit dan hasilnya juga tidak optimal.
Berikut campur tangan pemerintah dapat di kategorikan atas kebijakan yang
bersifat :
1) Menetapkan atau mengatur
2) Mengrahkan
3) Membebaskan

Ketiga kebijakan itu tidaklah mutlak terpisah satu sama lain, tetapi bias juga
berupa kombinasi. Bagaimana masing –masing kebijakan itu sebaiknya di terapkan
akan di uaraikan lebih lanjut berikut ini :

1) Kebijakan yang bersifat menetapkan atau mengatur


Kebijakan yang bersifat menetapkan/mengatur artinya pemerintah
menetapkan penggunaan lahan pada suatu subwilayah (zona) atau lokasi hanya
boleh untuk kegiatan/penggunaan tertentu (kegiatan itu bias hanya satu atau
lebih ), yang di nyatakan secara spesifik. Ketentuan itu bias selain menyebut
kegiatannya, juga disertai kriteria dari kegiatan tersebut (volume, ukuran,
bentuk, dan ketinggian). Hak Negara untuk mengatur penggunaan lahan di
tuangkan dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agrarian Dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982
Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidip Beseta
Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Dan Berbagai Peraturan.
Pelaksanaannya. Kebijakan ini diterapkan untuk mencapai sasaran sebagai
berikut :
a. Mempertahankan kelestarian lingkungan hidup
b. Menyediakan lahan untuk kepentingan umum (ipublic goods)
c. Agar terdapat efisiensi dalam penyediaan prasarana
d. Melindungi kepentingan masyarakat kecil
e. Menghindari penggunaan lahan yang pincang sehingga tidak efisien.
f. Menghindari penggunaan lahan yang tidak memberikan sumbangsih yang
optimal
2) Kebijakan yang bersifat mengarahkan
Kebijakan yang bersifat mengarahkan adalah apabila pemerintah tidak
menetapkan ketentuan yang ketat tetapi mengeluarkan kebijakan yang bersifat
menggiring/mendorong masyarakat kea rah penggunaan lahan yang di
inginkan pemerintah. Alat kebijakan yang bersifat mengarahkan, misalnya
kemudahan administrasi, keringanan pajak, pemberian subsidi, bantuan
fasilitas dan penyuluhan. Contoh kebijakan yang bersifat mengarahkan antara
lain :
a. Pemerintah ingin agar lahan pertanian pada lereng perbukitan tidak di
tanami tanaman semusim karena kemampuan tanah menahan air menjadi
rendah dan dalam kondisi permukaan lahan terbuka, bias menimbulkan
erosi.
b. Pemerintah tidak menginginkan pertumbuhan kota berkembang mengikuti
jalur jalan raya utama menuju keluar kota (ribbon typei) karena bias
membuat kemacetan lalu lintas pada jalur tersebut.
c. Agar rakyat kecil tetap memiliki lahan perumahan di kota/pinggiran kota,
pengembang di wajibkan membangun sejumlah rumah type kecil (RSS)
setiap kali dia membangun tipe rumah sedang atau besar. Pengembang
juga di beri subsidi bunga pabila ia membangun rumah type kecil tetapi
tidak di beri subsidi apabila membangun type sedang dan besar.
3) Kebijakan yang bersifat membebaskan
Sebetulnya tidak ada penggunaan lahan yang betul-betul bebas di Indonesia.
Setiap lahan harus tundudk kepada Undang-Undang dan peraturan yang
bersifat mengikat seluruh rakyat Indonesia, misalnya UUD 1945, Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria, Undang – Undang Republic Indonesia Nomor 4 Tahun 1982
Tentang Ketentuan –Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,
KUH Pidana, KUH Perdata, dan lain – ain. Pengertian kebijakan yang
membebaskan ini relative, artinya tidak di atur secara khusus selain undang-
undang peraturan yang berlaku umum.

D. Pengendalian Dan Pengawasan Pengembangan Tanah / Lahan Di Kota


Pengendalian dan pengawasan pengembangan tanah/lahan adalah suatu
upaya untuk dapat secara kontinyu dan konsisten mengarahkan
pemanfaatan,penggunaan, dan pngembangan tanah secara terarah, efisien, dan
efektif sesuai dengan rencana tata ruang yang telah di tetapkan.agar dapat
memberikan kesempatan kepada setiap dinamuka yang berkembang didalam
masyarakat termasuk sector swasta, maka dalam pengendalian dan pengawasan
tanah/lahan ini seyogyanya tidaklah merupakan suatu hal yang kaku.
Pengendalian dan pengawasan justru juga harus dapat menjadi alat pemacu
secara terarah dan terkendali bagi potensi pengembangan lahan yang dapat
meberikan peningkatan keuntungan secara social, ekonomi dan fisik.
Berhubungan dengan itu, maka pengendalian dan pengawasan
pengembangan lahan didasarkan pada :
1) Kebijakan umum pertanahan (land policy)
2) Rencana tata ruang yang pengembangannya telah di landasu oleh
kesepakatan bersama masyarakat
3) Komitmen rasional mengenai pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk
kepentingan perkembangan social ekonomi
4) Kriteria pengakomodasian dinamika perkembangan masyarakat

Semua hal diatas di tunjang oleh fakta-fakta yang akurat, yaitu dari system
informasi pertanahan, yang salah satunya akan memantau setiap perkembangan
yang akan menjadi masukan baru bagi penyesuaian dan pengendalian
perkembangan pemanfaatan dan penggunaan lahan dalam pembangunan

1) Pengembangan tanah/lahan
System pengembangan lahan di kota adalah system yang di gunakan untuk
pengembangan lahan untuk keperluan pembangunan kota. System
pengembangan lahan ini sifatnya sangat teknis sehingga dapat di kembangkan
model-model dan teknik yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi
tertentu. System pengembangan lahan yang sering di lakukan di Indonesia ini
adalah system konvensional, yaitu pengadaan lahan baik dalam skala kecil
maupun skala besar melalui cara pembebasan tanah, transaksi tanah, dan
percabutan ha katas tanah (jarang di lakukan). Setelah lahan di kuasai,
kemudian di matangkan dan di lengkapi prasarananya sehingga siap untuk di
banguni.. system kpengembangan lahan kyang inkonvensional, yang ada saat
ini telah di terapkan di beberapa daerah di Indonesia, pertama adalah
konsolidasi lahan perkotaan (di kotamadya Bandung dan beberapa tempat
lain
2) Bank tanah atau bank lahan
Menurut konsepsi Djoko Soejarto, system bank lahan yang secara
konvensional telah di kembangkan di beberapa Negara maju dan di beberapa
Negara sedang berkembang, misalnya Amerika Latin : pemerintah kota
berusaha menguasai lahan sebanyak mungkin dengan melalui pembelian
tanah dari masyarakat penjual tanah. System banka lahan yang
inkonvensional adalah dengan mengikutsertakan para pemilik tanah yang
belum mampu membangun lahananya sebagai nasabah dimana tanah
miliknya dapat di masukkan sebagai simpanan pada bank lahan. Pada
dasarnya bank lahan ini akan menjadi bank yang menghimpun lahan-lahan
penduduk yang tercakup di dalam suatu peruntukan tertentu sehubungan
dengan proyek peremajaan kota ( urban redveloment). Dengan demikian,
berdasarkan konsepsi tersebut tidak ada pihak yang harus dikorbankan atau
berkorban demi pembangunan kota, karena semua pihak ikut berpartisipasi.
3) Pembangunan tanah/lahan
Pembangunan tanah/lahan adalah pembangunan pada tanah/lahan secara fisik
yang di maksudkan untuk meningkatkan pemanfaatan, mutu, dan oenggunaan
lahan untuk kepentingan penempatan suatu atau beberapa kegiatan fungsional
sehingga dpaat memenuhi kebutuhan kehidupan dan kegiatan usaha secara
optimal di tinjau dari segi social ekonomi, social budaya, fisik,, dan secara
hukum. Pembangunan lahan berarti pula peningkatan nilai dan harga
tanah/lahan. Proses teknik pembangunan lahan dapat mencakup :
a. Perencanaan dan perancangan
b. Pembukaan tanah dengan membuang tumbuhan dsb. (land clearing)
c. Perataan tanah/lahan (cut and fill)
d. Perlengkapan prasarana, yaitu jaringan jalan dan utilitas umum
e. Penataan dan penetapan batas-batas persil
f. Pengadaan prasarana lingkungan
g. Pengukuhan status legal dan hak tanah
h. Pengamanan hak tanah
i. Pembangunan fisik (bangunan pribadi, milik lembaga, dsb)
4) System informasi pertanahan
Kesatuan informasi mengenai pertanahan, terorganisasi secara sistematis
untuk menunjang kebutuhan perencanaan pemanfaatan, penggunaan,
pengembangan, pengendalian, dan pengawasan pembangunan lahan serta
penetapan status hak tanah. System informasi pertanahan sangan penting
sebagai :
a. Alat pemantau perkembangan pemanfaatan, penggunaan, dan
pembangunan tanah
b. Dasar pertimbangan di dalam kebijakan pertanahan
c. Dasar pertimbangan perencanaan tata guna tanah
d. Dasar pengambilan keputusan hal yang berkaitan dengan
pembangunan penggunaan lahan
e. Alat pengendalian pengawasan pembangunan lahan.

E. Penentu Tata Guna Tanah


a. Perilaku masyarakat (social behavior) sebagai penentu
Fiery mengemukakan bahwa terdapat nilai –nilai dalam hubungan dengan
penggunaan tanah, yang dapat berhubungan dengan kebiasaan, sikap moral,
pantangan, pengaturan pemerintah, peninggalah kbudayaan, pola tradisional,
dan sebagainya.
Tingkah laku atau tindakan manusia menunjukan cara bagaimana manusia
atau masyarakat bertindak dalam hubungannya dengan nilai-nilai (values) dan
cita-cita (ideas) mereka. Tingkah laku dan tindakan manusia dalam tata guna
tanah di sebabkan oleh kebutuhan dan keinginan manusia yang berlaku baik
dalam kehidupan social meupun dalam kehidupan ekonomi.
Hal yang menentukan nilai tanah secara social dapat di terangkan dengan
proses ekologi yang berhubungan dengan sifat fisik tanah, dan dengan proses
organisasi berhubungan dengan masyarakat, yang semuanya mempunyai kaitan
dengan tingkah laku dan perbuatan kelompok masyarakat.
b. Penentu yang berhubungan dengan kehidupan ekonomi
Kepentingan kehidupan ekonomi, daya guna dan biaya adalah penting,
maka di adakan pengaturan tempat sekolah supaya ekonomis, program lalita
(rekreasi) yang ekonomis berhubungan dengan pendapatan perkapita, dan
sebagainya. Pola tata guna tanah perkotaan yang di terangkan dalam teori jalur
sepusat, teori sector, dan teori pusat lipat ganda yang di hubungkan dengan
kehidupan ekonomi.
c. Kepentingan umum sebagi penentu
Kepentingan umum yang menjadi penentu dalam tata guna tanah meliputi :
kesehatan, keamanan, ,oral dan kesejahtraan umum (termasuk kemudahan,
moral, dan kesejahtraan umum (termasuk kemudahan, keindahan, kenikmatan),
dan sebagainya. Di dalam kota terdapat pengaturan untuk penyediaan hal-hal
tertentu bagi kehidupan social keluarga dan masyarakat, seperti pemenuhan
kesehatan, pemenuhan pendidikan dan estetika serta beberapa perlindungan
terhadap kecapaian, ingar binger, polusi udara, cahaya matahari, bahaya moral,
dan sebagainya. Dalam kupasan tata guna tanah di dalam suatu kota yang telah
ada, berhubungan dengan pengaturan itu, penggunaan tanah terjadi atas
penggunaan bagi kelompok perumahan, industry, ruanng terbuka, dan
pendidikan, sehingga suatu kota dapat di analisis.
BAB III
KECAMATAN MINASATENE

A. Aspek Fisik Dasar


1. Kondisi Topografi
Luas wilayah Kecamatan Minasatene 76,48 Km2 dengan batas-batas
administrasi sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bungoro
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Balocci
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II Maros
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pangkajene

Tabel.1: Letak Dan Klasifikasi Desa/Kelurahan Di Kecamatan


Minasa’tene Tahun 2017
Desa / Kelurahan Letak Desa/Kelurahan
Pantai Bukan pantai

(1) (2) (3)


Bonto langkasa - 1
Kabba - 1
Panaikang - 1
Bontokio - 1
Biraeng - 1
Minasa’tene - 1
Kalabbirang - 1
Bontoa - 1
Jumlah - 8
Sumber :Kantor Desa
Tabel.2: Luas, Jarak Dan Ketinggian Dari Permukaan Desa/Kelurahan Di
Kecamatan Minasa’tene Tahun 2017
Desa / Luas Jara (Km) Ketinggian dari
Kelurahan (Km2) Dari Dari ibukota permukaan laut
ibukota kabupaten (m)
kecamatan
(1) (2) (3) (4) (5)
Bonto langkasa 10.47 7 8 <50
Kabba 10.20 6 5 <50
Panaikang 10.20 7 6 <50
Bontokio 6.65 3 1 <50
Biraeng 8.24 1 3 <50
Minasa’tene 3.42 1 3 <50
Kalabbirang 11.30 4 7 <50
Bontoa 16.00 5 8 <50
Jumlah 76.48
Sumber : Kantor Desa

2. Klimatologi
Berdasarkan data curah hujan dari stasiun pengamat iklim yang tersebar di
kabupaten pangkep, bahwa rerata curah hujan dari 6 stasiun pengamat iklim adalah
sebesar 2.195 mm/tahun. Tertinggi 3.257 mm di stasiun Labbakang/Gentung dan
terendah 1.623 mm di Segeri Mandale/Manggalung.
Tabel.3: banyaknya curah hujan dan hari hujan setiap bulan tahun 2015
Kelurahan Curah hujan (mm) Jumlah hari hujan
(1) (2) (3)
Januari 1.042 31
Februari 331 28
Maret 420 26
April 407 23
Mei 174 20
Juni 72 18
Juli 122 2
Agustus 0 0
September 0 0
Oktober 0 0
November 143 15
Desember 813 26
Jumlah 3524 189
Sumber : Coordinator BPP Kecamatan

3. Hidrologi
Kondisi geologi yang dijumpai di wilayah Kabupaten Pangkep termasuk
Kecamatan Minasa’tene adalah for-masi berumur quarter terbentuk pada jaman
holosen yang terdiri dari endapan aluvium, danau dan pantai (Qac), Terum- bu koral
(Qc). Sementara formasi dengan umur tersier yang terbentuk pada jaman plistosen
yakni endapan undak yang ter-diri dari kerikil, pasir dan liat (Qpt). Sedangkan
formasi Walanae terdiri dari batupasir, batulanau, tufa, napal, batuliat,
konglomerat, batugamping (Tmpw) yang terbentuk pada jaman pliosen, anggota
Tacipi adalah dari formasi Walanae be-rupa batugamping (Tmpt) terbentuk pada
jaman pliosen.
Di wilayah daratan Kabupaten Pangkep dapat pula dijumpai beberapa
sungai yang relatif besar. Sungai-sungai ini umumnya mengalir ke arah barat seperti
S. Segeri, S. Limbangan, S. Lerang-lerang, S. Bonto-ala, S. Bontomarannu, S.
Pangkajene, S. Jenae dan tentunya juga terdapat beberapa sungai kecil yang
merupakan anak-anak sungai besar tersebut.

4. Kondisi Geologi Dan Jennies Tanah


Tanah-tanah di Kecamatan Minasa’tene ter- bentuk dari bahan induk
aluvium/endapan, batu gamping, breksi, lava, tufa, kong-lomerat, basal, ultra basal,
trachit dan batuan tak dipisahkan (campuran), kondisi iklim kering dengan bentuk
wilayah datar hingga bergunung. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh
terhadap proses pem- bentukan dan sifat-sifat tanahnya

B. Data Penggunaan Lahan


Pertumbuhan penduduk dan pesatnya pembangunan pada suatu wilayah
menyebabkan alih fungsi lahan semakin meningkat. Pertumbuhan penduduk 10
tahun terakhir di Kabupaten Pangkep terbilang pesat. Pada tahun 2004 jumlah
penduduk 275.151 jiwa meningkat menjadi 333.675 jiwapada tahun 2013, hal ini
memicu permintaan akan lahan sebagai pemukiman juga akan meningkat, adanya
peningkatan laju alih fungsi lahan pertanian sawah di kedua kecamatan tersebut,
maka perlu dilakukan monitoring menggunakan penerapan teknologi system
informasi geografis serta menganalisis faktor-faktor yang mendorong perubahan
penggunaan lahan yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun terakhir.
Dalam kurun waktu 10 tahun terjadi dinamika perubahan penggunaan lahan
pertanian sawah. Hal terlihat pada tahun 2004 hinga 2014 terjadi pengurangan
jumlah luas lahan pertanian sawah. Pada Kecamatan Minasatene berkurang 31 %
sedangkan pada Kecamatan Pangkajene berkurang 22 %. Menggunakan
pendekatan Focus Group Discussion maka dapat disimpulkan bahwa faktor
pendorong adanya alih fungsi lahan yaitu faktor sosial, ekonomi, dan lemahnya
regulasi pemerintah dengan masyarakat terhadap pentingnya memperhatikan lahan
pertanian berkelanjutan.
Data luas penggunaan lahan tanaman pangan (pertanian) dan bukan
pertanian di Kecamatan Minasatene dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
(as, 2013) (yunus, 2011)
Tabel.4: Penggunaan lahan tanaman pangan(pertanian) dan non
pertanian
Kecamatan Penggunaan Lahan Luas (Km2)
Lahan tanaman pangan ( 2.738
pertanian )
Kecamatan Minasatene Lahan bukan pertanian 1.129
(jalan, permukiman,
perkantoran, sungai, dll)
Sumber : Statistic Tanaman Pangan Dan Alsintan Kab. Pangkajene Dan
Kepulauan 2015
Tabel.5: Luas Lahan, Lahan Bukan Sawah Dan Lahan Non Pertanian Menurut Desa/Kelurahan Di Kecamatan Minasa’tene
Tahun 2017
Desa / kelurahan Jenis tanah (Ha)
sawah Tanah Lading/hum pekaranga perkebuna Padang Kolam/ hutan lainnya
kering a n n rumput tambak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Bonto langkasa 464 583 - 272.4 - - 306.06 - 4.54
Kabba 426.58 593.42 23.53 88.21 - - 127.35 112.98 241.35
Panaikang 350.55 669.45 6.75 32.12 17.20 - 36.56 552.57 24.25
Bontokio 334.72 330.28 - 42.33 - - 100.00 - 187.95
Biraeng 415.68 408.32 - 121.50 86.82 100.00 100.00 - -
Minasa’tene 176 166 27.72 56 - - - 43.7 38.58
Kalabbirang 437.99 692.01 - 31.64 96.73 132.41 - 1.37 294.23
Bontoa 196.60 1403.4 150 38.55 150 100.00 - 340 624.85
Jumlah 2802.1 4845.88 208 682.75 350.75 332.41 669.97 118.25 1415.75
2
Tabel.6: Luas Lahan, Lahan Bukan Sawah Dan Lahan Non Pertanian Menurut Desa/Kelurahan Di Kecamatan Minasa’tene
Tahun 2016
Desa / kelurahan Jenis tanah (Ha)

Teknis Setengah Sederhana Non PU Tadah hujan/pasang Jumlah


teknis PU surut/ lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Bonto langkasa - 356 - - 108 464
Kabba - 310.27 - - 116.31 426.58
Panaikang 13,80 120.25 - - 99.50 350.55
Bontokio - 305 11 - 18.72 334.72
Biraeng 65.68 200 150 - - 415.68
Minasa’tene 130,3 45.7 - - - 176
Kalabbirang 10.00 - 346,26 - 81.73 437.99
Bontoa - - - - 196.60 196.6
Jumlah 336.78 1337.22 507,26 - 620.86 2802.12
Sumber : Cabang Dinas Pertanian Dan Perkebunan Kecamatan Pangkajene
Tabel.7: Luas sawah menurut jenis pengairan dan Desa/Kelurahan di Kecamatan Minasatene Tahun 2015

Pengairan

Desa / Kelurahan Pengaiiran Pengairan Sederhana Pengairan Non PU Tadah hujan/pasang


Pengairan Setengah surut/lainnya
Teknis Teknis
(1/) (2) (3) -(4) (5) (6)
Bonto langkasa - 356 - - 108
Kabba - 310,27 - - 116,31
Panaikang 130,80 120,25 - - 99,50
Bontokio - 156 11 - 18,72
Biraeng 184,00 218 150 - -
Minasa’tene 130.0 45,7 - - -
Kalabbirang 10,00 - 346,26 - 81,73
Bontoa - - - - 196,60
Jumlah 455.10 1.206.22 507,26 - 620,86
Sumber : Cabang Dinas Dan Perkebunan Kecamatan
Tabel.8: Luas Wilayah Desa / Kelurahan Menurut Penggunaan Tanah Tahun 2014 (Ha)

Desa / kelurahan Luas Sawah Tanah Kering

Tegalan Pekarangan Perkebunan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)


Bonto langkasa 1047 464 - 272.4 -
Kabba 1020 426.58 23.53 88.21 -
Panaikang 1020 350.55 6.75 32.12 17.20
Bontokio 665 334.72 - 42.33 -
Biraeng 824 415.68 - 121.50 86.82
Minasa’tene 342 176 27.72 56 -
Kalabbirang 1.130 437.99 - 31.64 96.73
Bontoa 1.600 196.60 150 38.55 150
Jumlah 7.648 2802.12 208.00 682.75 350.75
Sumber : Pimpinan Pertanian Kecamatan (PPK)
Tabel.9: luas lahan sawah dirinci menurut jenis pengairan tahun 2009

Kecamatan Irigasi Tadah Pasang surut lainnya Jumlah


Teknis Setengah Sederhana hujan
teknis

Minasatene 444 1.248 650 396 - - 2.738

Sumber : Dinas Tanaman Pangan Dan Peternakan Kabupaten Pangkep


C. Kependudukan
Jumlah Penduduk Kecamatan Minasatene sebanyak 32.385 orang yang
terdiridari 15.588 orang laki-laki dan 16.797 orang perempuan dengan sex rasio
sebesar 93 dan kepadatan penduduk sebesar 423 jiwa/Km2. Kelurahan yang
terpadat penduduknya adalah Kelurahan Minasatene sebesar 1.257 jiwa/Km2.

1. Jumlah Penduduk Lima Tahun Terakhir

Tabel.10: Jumlah penduduk lima tahun terakhir kecamatan


minasa’tene
Tahun Jumlah Penduduk
2018 36.219
2017 35.663
2016 35.350
2015 34.904
2014 32.385
Sumber : BPS Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan

2. Jumlah Dan Kepadatan Penduduk


Tabel.11: Banyaknya Keluarga, Penduduk, Luas Dan Kepadatan Penduduk
Menurut Desa/ Kelurahan Di Kecamatan Minasa’tene Tahun 2017
Desa / Rumah Penduduk Luas (Km2) Kepadatan
Kelurahan tangga (jiwa) penduduk
(Km2/jiwa)
(1) (2) (3) (4) (5)
Bonto langkasa 891 4756 10.47 454.25
Kabba 843 3950 10.20 387.25
Panaikang 569 2270 10.20 222.55
Bontokio 929 5072 6.65 762.71
Biraeng 1104 5768 8.24 700
Minasa’tene 1071 5313 3.42 1553.51
Kalabbirang 976 4313 11.30 381.68
Bontoa 1013 4777 16.00 298.56
Jumlah 7396 36219 76.48 466.30
Sumber : Proyeksi BPS Kabupaten Pangkep

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel.12: Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Rinci Per Desa /
Kelurahan Di Kecamatan Minasa’tene Tahun 2017
Desa / Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Bonto langkasa 2268 2488 4756
Kabba 1938 2012 3950
Panaikang 1125 1145 2270
Bontokio 2450 2622 5072
Biraeng 2720 3048 5768
Minasa’tene 2560 2753 5313
Kalabbirang 2106 2753 4313
Bontoa 2365 2207 4777
Jumlah 17532 2412 36219
Sumber : Kantor BPS
DAFTAR PUSTAKA

as, N. (2013). struktur tata ruang wilayah dan kota. makassar: alauddin uniersity
pers.

jayadinara, j. t. (1999). tata guna tanah dalam perencanaan pedesaan perkotaan


dan wilayah . bandung: itb bandung.

prof. Drs.Robinson tarigan, m. (2009). perencanaan pembangunan wilayah.


Jakarta: pt. bumi aksara.

yunus, h. s. (2011). manajemen kota prespektif spasial. yogyakarta: pustaka


pelajar.

Anda mungkin juga menyukai