Anda di halaman 1dari 15

Inovasi Teknologi Konstruksi Pada Proyek Pembangunan Simpang

Susun Semanggi
(Dosen Pembimbing : Ferry Hermawan, ST, MT, Ph.D)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Inovasi Metode Konstruksi


Program Studi Magister Teknik Sipil (S-2)
Universitas Diponegoro Semarang

Kelompok 1 :
Gita Silvia Pamungkas 21010117410004
Ryan Dwiyana Putra 21010117410008
M. Asin Zubet 21010117410011
Rani Pranita 21010117410014
Wahyu Aktorina 21010117410018
Dita Mentari Putri 21010117410020
M. Arif Rohman 21010117410024
Fakhrul Alfarisy 21010117410025
Yusuf Adi Kurniawan 21010117410026

MAGISTER TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2017
Inovasi Teknologi Konstruksi pada Proyek Pembangunan
Simpang Susun Semanggi
Kelompok 1

ABSTRAK
Permintaan konstruksi jembatan mengalami peningkatan, sejalan dengan itu teknologi konstruksi
mengalami perkembangan pula. Proyek simpang susun semanggi salah satu contohnya,
menggunakan beberapa teknologi konstruksi yang belum ada di Indonesia, yaitu diantaranya dari
segi material menggunakan box girder karena dapat menghemat waktu pelaksanaan proyek dan
biaya proyek, dari segi metode pelaksanaan konstruksi menggunakan metode balance cantilever
karena dapat menghemat waktu pelaksanaan proyek, dan juga untuk elemen lain jembatannya
menggunakan Lead Rubber Bearing (LRB) yang mana lebih kuat dalam menahan gaya gempa
dibandingkan dengan base isolator lain. Digunakan metode wawancara dan studi literature untuk
dilakukan critical review. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, teknologi tersebut dapat
diterapkan di Indonesia untuk digunakan di proyek jembatan yang mana mempunyai keterbatasan
waktu, berada di area yang sering terjadi gempa. Berdsarkan isu tersebut, maka artikel ini bertujuan
untuk mengkritisi inovasi teknologi yang digunakan pada pelaksanan konstruksi proyek Simpang
Susun Semanggi dan membandingkannya dengan teknologi lain yang sudah ada sebelumnya.

Kata kunci: Inovasi teknologi konstruksi, box girder, balance cantilever, lead rubber bearing,
simpang susun semanggi

1. Pendahuluan
Pada era modern ini kebutuhan akan bangunan sejenis jembatan, fly over, dan underpass
mengalami peningkatan. Sejalan dengan itu, teknologi konstruksi juga mengalami perkembangan.
Teknologi konstruksi bangunan khususnya bangunan yang mirip dengan jembatan telah
mengalami banyak penemuan-penemuan baru dari masa ke masa. Mulai dari cast in place hingga
precast seperti box girder, I girder, V girder. Penggunaan precast box girder dapat mengefektifkan
cost dan waktu terutama untuk bangunan sipil jembatan (Reichenbach dan Kollegger, 2016).
Pelaksanaan konstruksi jembatan juga mengalami perkembangan teknologi, awalnya yang
banyak digunakan ialah metode perancah, namun kini telah berkembang metode balanced
cantilever. Penggunaan perancah dapat mengganggu traffic dan menimbulkan bahaya
dibawahnya, juga dapat menimbulkan cost yang lebih mahal. Sementara penggunaan metode
balance cantilever lebih mudah pelaksanaannya dan lebih kuat dalam menahan beban (Mitoulis
dan Tegos, 2015).
Komponen jembatan lainnya yang juga mengalami perkembangan ialah bagian elastomer
bearing. Sekarang ini telah ditemukan yaitu Lead Rubber Bearing (LRB), dimana lebih kuat dalam
menahan beban gempa (Govardhan dan Paul, 2016).
Sehingga dengan adanya permasalahan tersebut, artikel ini bertujuan yaitu untuk mengkritisi
inovasi teknologi yang digunakan pada pelaksanan konstruksi proyek Simpang Susun Semanggi
dan membandingkannya dengan teknologi lain yang sudah ada sebelumnya.

2. Box Girder
Penggunaan box girder telah banyak diterapkan di China untuk pembangunan High Speed
Railway (HSR) sebagai girder dari konstruksinya dengan rata-rata bentang mencapai 32 m.
penggunaan box girder bentang 32 m ini paling sering digunakan karena terbukti lebih efektif
dibandingkan tipe lain (Yan et. al, 2015).
Box girder telah digunakan di beberapa negara dengan berbagai spesifikasi pada Tabel 3.
Dengan spesifikasi box girder yang sama, baik panjang per segmen, lebar, dan material propertis
antara box girder dua cell, box girder tiga cell, dan box girder empat cell, dengan input
pembebanan mati, beban hidup, dan beban kombinasi didapatkan hasil output dari SAP2000
sebagai berikut :
Tabel 1. Defleksi Maksimum (mm)
Load Case Dua Cell Tiga Cell Empat Cell
Dead Load 88 91 97
Live Load 33 32 31
(DD+LL+Prestress) 36 38 40

Tabel 2. Momen Maksimum (kNm)


Load Case Dua Cell Tiga Cell Empat Cell
Dead Load 54098 58070 62040
Live Load 21806 21858 21851
(DD+LL+Prestress) 24894 26996 29087
Tabel 3. Gaya Geser Maksimum (kN)
Load Case Dua Cell Tiga Cell Empat Cell
Dead Load 4234 4654 4974
Live Load 1632 1632 1632
(DD+LL+Prestress) 2307 2477 2648
(Sumber: Khadiranaikar and Venkateshwar, 2016)

Dari hasil output SAP2000, dapat disimpulkan bahwa, beban mati yang dapat diterima box
girder dengan cell yang lebih banyak akan semakin besar untuk defleksi maksimum, momen
maksimum, dan gaya geser maksimumnya, sedangkan untuk beban hidup yang dapat diterima
tidak terlalu dipengaruhi oleh banyaknya cell pada box girder.
Penggunaan precast dapat menghemat biaya dan waktu, di Departemen Transportasi Georgia
(GDOT), penggunaan precast dapat menghemat sekitar $ 1,98 juta, atau 45% dari biaya jika
dibangun dengan cara konstruksi konvensional (Khan, 2014).
Tabel 4. Perbandingan Box Girder di berbagai negara
Spanyol Jepang Italy Jerman
Reinforced concrete,
Jenis berdasarkan prestresed concrate, steel- prestressed concrete, prestressed concrate,
Prestressed concrete
materialnya concrate hybrid steel–concrete hybrid, steel-concrate hybrid
steel
Penampang girder T Girder, Box Girder T girder, box-girder box girder Box girder

Simply supported: 24.2


m, 29.2 m, 34.2 m, 39.2 m
Simply Supported: 24 m, Simply suppoerted: 25m 44m
Bentang Simply Supported:26,6m and 44.2 m contunius:
33,6m, 43,2m and 55,0m and 58
(3+3x6+3)m, (4-5)x8m,
(4-10)x10m,5x15m
Rectangular wall or circular
Tipe Pier continous :45 m rectangular wall Rectangular wall
wall
Single pile pile group
Tipe Pondasi Rectangular wall Single pile singel pile
cantilever
single pile, pile group pile group and spread footing cantilever cast-in-place
Metode konstruksi Cast-in-place launching
cantilever Precast cast-in-place launching
(Sumber: Yan et al, 2015)
3. Balance Cantilever
Cantilever box girder telah digunakan secara luas sebagai komponen struktur penahan beban
utama pada banyak kasus. Pada proses konstrusi segmen ”precast bridge” diangkat dan di instal
dengan “cantilever cranes” (Ren, et al, 2017).
“Steel trust girder” tradisional dibuat dan di instal per elemen satu per satu. Prosedur ini
hanya membutuhkan mesin dan alat konstruksi sederhana. Namun ini membutuhkan “pekerjaan
udara” (aerial work) yang besar yang mana menurunkan kualitas konstruksi dan meningkatkan
resiko kecelakaan kerja (personal injury).
Dalam rangka mengatasi keterbatasan dari konstruksi tradisional jembatan Tian xian zhou
merupakan jembatan pertama yang menggunakan teknologi baru “full segmen erection” yang
mana dibutuhkan untuk memasang semua bagian dari truss menjadi “full segment”. Setiap elemen
disatukan di pabrik dan kemudian diangkut dan “erected” ke jembatan. Pingtan Strait Railway and
highway bridge mempunyai bentang 80 m sampai dengan 88 m steel truss girder (Qin dan Gao,
2017).
Metode cantilever digunakan untuk membangun jembatan dengan bentang yang lebar dan
berada di tempat yang tidak memungkinkan digunakan penyangga, karena terdapat di tempat yang
tinggi dan curam atau berada di tengah laut dengan arus yang deras. Pengecoran dan prestress
beton digunakan pada setiap segmen box girder yang terpasang menggunkan formwork traveller.
Formwork traveler adalah penggantung atau penopang, serta penggerak bekisting yang bersifat
sementara yang dapat berjalan dan dapat difungsikan berulang kali pada pekerjaan segmental
(Dolinajova and Moravcik, 2013).
Dalam pembangunan jembatan ini, sistem monitoring kompleks diterapkan. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran perilaku jembatan selama proses pembangunan. Variabel
utama yang dipantau adalah tekanan dalam beton. Seluruh tulangan yang sudah terangkai harus di
stressing terlebih dulu, kemudian suhu setelah di stressing harus dijaga agar tidak lebih dari 600,
baru bias dilakukan pengecoraan (Dolinajova and Moravcik, 2013).
Konstruksi balanced cantilever” dari “concrete box girder” dikenal sebagai salah satu
metode yang paling efisien. Metode ini memiliki keuntungan besar dibandingkan metode lain,
terutama pada daerah perkotaan dimana “temporary shoring” mengganggu lalu lintas dan kegiatan
di bawahnya pada jurang yang dalam dan diatas jalan air dimana perancah tidak hanya mahal tetapi
juga memiliki banyak resiko (Kwak dan Son, 2014).
Konstruksi “balanced cantilever” adalah ketika fase konstruksi superstruktur dimulai dari
konstruksi kantilever pier sebelumnya telah muncul dari kedua sisi menggunakan “cantilever
tendon” proses “erection” yang sama diulang sampai struktur lengkap (Kwak dan Son, 2014).
Shoring tower merupakan bagian yang sangat penting dan tak terpisahkan dari proyek-
proyek yang komersial seperti industri, jembatan dan fly over, Shoring tower juga berfungsi untuk
menahan beban beton pracetak. Bahwa dengan adanya kelas-kelas Shoring tower akan berfungsi
untuk bengurangi waktu dan biaya. Berdasarkan penelitian bahan shoring di bagi menjadi 3 kelas
yaitu (Shawki et al, 2012):

1. Shoring kelas 1 berfungsi untuk menahan beban dengan kapasitas 200 kN


2. Shoring kelas 2 berfungsi untuk menahan beban dengan kapasitas 100-130 kN
3. Shoring kelas 3 berfungsi untuk menahan beban dengan kapasitas 45-80 kN

4. Leading Rubber Bearing (LRB)


LRB (Lead rubber bearing) merupakan base isolator yang paling sering digunakan yang
merupakan salah satu jenis Laminated Rubber Bearing. LRB memiliki kapasitas redaman yang
tinggi (high-damping capacity), fleksibilitas horizontal (horizontal flexibility) dan kekakuan
vertikal yang tinggi (high vertical stiffness) (Govardhan dan Paul, 2016).
LRB terbuat dari lapisan karet dan dipadu dengan lapisan baja, penutup baja, dan di
tengahnya diberi rongga yang diisi dengan lead (perunggu) (Hu, 2015) seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 1.

Gambar 1. Lead Rubber Bearing (Hu, 2015)


Berdasarkan uraian tersebut, dapat didefinisikan bahwa Laminated Rubber Bearing adalah
bantalan girder yang terbuat dari campuran karet dan pelat baja berlapis secara multiplayer. Tujuan
pelapisan pelat baja yaitu agar memberikan kekakuan vertikal dan horizontal (Kelly dan Marsico,
2013).

5. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ialah Studi Kasus dimana digunakan untuk menentukan
cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian tersebut. Metode
studi kasus dapat digunakan untuk memahami secara lebih detail melalui sumber yang berperan
langsung dalam proyek yang diteliti, dan berdasarkan literatur yang berkaitan dengan isu yang
dibahas.
Pada penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dan studi
literatur. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer yang didapatkan dari hasil
wawancara dan data sekunder yang didapatkan dari studi literatur.

3. Diskusi dan Pembahasan


a. Box Girder
Tipe box girder yang digunakan pada Proyek Pembangunan Simpang Susun Semanggi
adalah tipe single cell dengan dimensi 875 mm x 250 mm

Gambar 2. Box Girder di Simpang Susun Semanggi


Sumber : PT. Wijaya Karya (Persero)
Tipe box girder single cell ini sering digunakan pada pembuatan jembatan di negara Jepang,
Jerman dan China. Menurut (Yan, et al, 2015) dijelaskan bahwa tipe box girder ini hanya mampu
menahan laju kecepatan kendaraan 250 km/jam. Pada Proyek Pembangunan Simpang Susun Semanggi
menggunakan tipe box girder single cell karena batas kecepatan kendaraan yang ada di Indonesia
hanya pada rentang 60 – 80 km/jam (UU no 29 Tahun 2009), jadi jika batas yang ada 250 km/jam
masih dalam batas aman untuk digunakan.
Tipe box girder yang kedua adalah tipe double cell. Dikatakan double cell karena dibawah
plate slab terdapat dua kotak.

Gambar 3. Double cell box girder (Yan et al, 2015)


Tipe box girder double cell ini sering digunakan pada pembuatan jembatan di negara Italia.
Menurut (Yan et al, 2015) dijelaskan bahwa tipe box girder ini hanya mampu menahan laju kecepatan
kendaraan 350 km/jam. Pada Proyek Pembangunan Simpang Susun Semanggi tidak menggunakan
tipe box girder double cell karena batas kecepatan kendaraan yang mampu ditahan terlalu besar.
Selain itu tipe box girder ini biasanya terbuat dari bahan beton komposit antara beton dengan baja.
b. Balance Cantilever
Berdasarkan hasil wawancara dengan tim proyek Simpang Susun Semanggi, metode
pelaksanaan dalam pemasangan girder dengan metode balance cantilever menggunakan 2
buah alat berat yaitu Crane untuk mengangkat girder pada bagian konstruksi yang
menggunakan shoring dan Lifter digunakan untuk mengangkat girder pada bagian
balanced cantilever.
Crane
Pada proyek simpang susun semanggi pengangkatan shoring dan pekerjaan erection box
girder beton menggunakan crane.
 Tahap pertama yang dilakukan dalam pekerjaan box girder adalah menyiapkan lahan
untuk meletakkan sleeper shoring.
 Kemudian setelah lahan siap dilanjutkan dengan pekerjaan setting dan instalasi sleeper
sebagai landasan shoring.
 Setelah pekerjaan instalasi sleeper selesai maka dilanjutkan dengan pengangkatan
shoring. Shoring diangkat dengan menggunakan crane kemudian diletakkan pada
sleeper yang telah disetting sedemikian rupa.
 Setelah shoring terpasang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan H beam dan
Hydraulic jack.
 Setelah instalasi H beam dan Hydraulic jack selesai tahap selanjutnya adalah erection
box girder menggunakan crane. Box girder diletakkan pada H beam dan Hydraulic
jack.
 Pekerjaan ini dilakukan berulang kali sampai box girder terpasang semua pada H
beam.
 Setelah semua box girder terpasang tahap selanjutnya adalah pekerjaan pelapisan
epoxy untuk merapatkan dan mengencangkan sambungan atar box girder.
 Kemudian dilanjutkan dengan melakukan permanen stressing untuk semua box girder
agar menjadi satu kesatuan dalam satu bentang.
 Tahap selanjutnya adalah pekerjaan grouting.
 Setelah pekerjaan grouting selesai tahap terakhir untuk pekerjaan erection box girder
adalah pembongkaran shoring, pembongkaran dilakukan dari ujung bentang sampai
ke tengah bentang. Pekerjaan pembongkaran dilakukan dalam 2 sisi.
 Pada pekerjaan instalasi shoring, H beam dan hydraulic jack kapasitas crane yang
digunakan adalah 170 ton
 Selain sebagai alat bantu untuk mengangkat crane, H beam dan hydraulic jack, crane
digunakan untuk mengangkat lifter ke atas piere table tetapi kapasitas crane yang
digunakan adalah 360 ton.
 Crane pada pekerjaan erection girder digunakan untuk mengangkat box girder pada
segmen abutmen sampai ke pilar, sedangkan untuk erection girder antar pilar
dikerjakan menggunakan lifter

Lifter
Selain menggunakan crane pekerjaan erection girder menggunakan lifter. Lifter digunakan
untuk pekerjaan erection girder pada segmen antar pilar sedangkan pada segmen antar pilar
dengan abutmen dikerjaan dengan menggunakan crane.

 Pekerjaan erection girder menggunakan lifter diawali dengan instalasi lifter pada piere
table, proses instalasi dibantu dengan crane dengan kapasitas 360 ton.
 Proses pertama adalah pengaplikasian wet joint cor untuk menyambung antara
segment precast dengan table table in situ. Pada segmen pertama ini precast ditahan
menggunakan stitching beam agar precast tidak jatuh ke bawah.
 Setelah wet joit cor mencapai mutu 80% (±24 jam) kemudian dilanjutkan dengan
pekerjaan stressing serta grouting. Pada segmen ini box cantilever ditahan oleh
segmen di belakang piere table sebagai counter weight kemudian lifter dapat bergerak
ke depan untuk memulai pekerjaan pada segmen selanjutnya. Pekerjaan ini terus
berulang sampai box cantilever nantinya akan bertemu di tengah.
 Pada saat pekerjaan sudah mencapai tengah, pemasangan box girder closer dilakukan
menggunakan lifter seperti pada tahap sebelumnya. Yang membedakan yaitu setelah
closer box girder terpasang maka tahap selanjutnya adalah proses full span stressing,
yaitu proses stressing untuk semua box girder agar menjadi satu kesatuan.

Berdasarkan (Patil dan Talikoti, 2014) Jembatan bentang panjang umumnya menggunakan
metode konstruksi balance kantilever dengan konstruksi segmental, metode ini berguna untuk
lokasi jembatan yang bagian bawahnya tidak memungkinkan untuk menggunakan scafolding
sebagai penyangga box girder yang dikarenakan padatnya mobilitas di lokasi tersebut atau dengan
alasan lain misal lokasi dibawahnya terlalu curam. Keuntungan utama dari teknik ini adalah
mengurangi mengeliminasi perancah dan temporary support (penyangga sementara) dengan
mengadopsi metode konstruksi kantilever yang mana menghasilkan nilai positif dimana lalu lintas
yang ada dibawahnya tidak mengalami kemacetan lalu lintas dan tidak mengganggu aliran air
dibawah jembatan yang hendak dibangun.

c. Lead Rubber Bearing


Penggunaan bantalan pada pier pada umumnya menggunakan Elastomer Bearing, sehingga
Lead Rubber Bearing belum banyak digunakan di Indonesia. Berikut ini adalah spesifikasi LRB
yang digunakan pada Proyek Semanggi:
Tabel 5. Spesifikasi LRB Semanggi
Before After
Effective Damping
Vertical Yield Yield Yield
Displacement Stiffness (%)
LRB Bearing Capacity Strength Stiffness, Stiffness,
(mm) kb
(kN) (kN) k1 k2
(kN/mm)
(kN/mm) (kN/mm)
LRB670x143G0.1 3500 183 300 5.25 18.9 2.9 24.2
LRB770x149G0.1 6000 180 300 6.86 29.1 4.5 20
(sumber: Sinaga, 2017)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Wijaya Karya, dapat dibuat perbandingan antara
LRB dengan Elastomer Bearing sebagaimana tercantum pada table berikut ini:
Tabel 6. Perbandingan LRB dan Elastomer Bearing
LRB ELASTOMER BEARING
Memiliki kapasitas tekan yang tinggi, Memiliki kapasitas tekan yang sedang,
sehingga dapat menahan beban yang besar sehingga tidak dapat menahan beban
dengan kapasitas besar
Kapasitas movement dari bearing dapat Kapasitas movement bearing yang tidak
diatur sesuai dengan kebutuhan terlalu besar, sehingga tidak dapat
digunakan pada jembatan dengan
kebutuhan movement yang besar
Memiliki sistem redaman (damping Memiliki redaman yang kecil (<5%),
system) dengan nilai <30%, sehingga pada sehingga tidak cocok digunakan pada
saat terjadi gempa besar, struktur masih jembatan pada daerah yang rentan gempa
tetap aman
Karena memiliki kapasitas redaman yang Karena redaman dari bearing yang tidak
cukup besar, dengan penggunakan LRB terlalu besar, gaya dalam pada struktur
dapat mengurangi gaya dalam yang terjadi tidak tereduksi sehingga diperlukan
pada struktur saat terjadi gempa sehingga tulangan tambahan pada struktur
tidak diperlukan tulangan tambahan
struktur
(sumber: olahan penulis)

Beberapa kejadian gempa pada kurun waktu satu dekade terakhir menunjukkan bahwa
negara Indonesia termasuk dalam kategori wilayah gempa. Hal ini disebabkan karena letaknya
yang berada pada zona pertemuan antara dua lempeng tektonik yaitu lempeng India-Australia
dengan lempeng Eurasia yang memiliki potensi aktivitas seismik cukup tinggi dan rawan terhadap
bahaya gempa.
Oleh karena hal tersebut perlu adanya cara untuk mengurangi efek getaran akibat gempa
bumi terhadap konstruksinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan seiring dengan
perkembangan teknologi adalah mengunakan sistem isolasi dasar pada bangunan yang dikenal
dengan nama base isolator. Salah satu jenis base isolater adalah Lead Rubber Bearing dan
Elastomer Bearing.

Gambar 4. Perbandingan Kurva Histeretik LLRB dan Elastomer Bearing


(Govardhan dan Paul, 2016)

Dari grafik kurva histeretik luas daerah LLRB (dengan lead) lebih besar dibanding dengan
Elastomer Bearing (LRB tanpa lead), hal ini menunjukkan bahwa luas daerah penahan beban
geatran getaran LRB lebih luas untuk menahan getaran gempa. Sehingga sangatlah cocok apabila
LRB digunakan pada konstruksi jembatan atau fly over di Indonesia.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Keunggulan pemakaian precast pada pembangunan infrastruktur jalan raya, terutama pada
proyek Simpang Susun Semanggi yaitu (Tomek, 2017):
1) Pekerjaan konstruksi lebih cepat dibandingkan dengan metode cast-in-place yang
sangat lamban dan membutuhkan banyak pekerja.
2) Kualitas material yang lebih baik dan stabil karena produksi yang terkontrol dengan
baik.
b. Penggunaan metode balance cantilever dapat menghemat waktu pelaksanaan
c. Penggunaan Lead Rubber Bearing dapat diterapkan di Indonesia karena termasuk dalam
kawasan rawan gempa, sehingga cocok diterapkan pada konstruksi jembatan di Indonesia

5. Referensi
1. Reichenbach, Sara; Kollegger, Johnn. 2016. Detailed Study of Bridges Out of Thin Walled
Precast Concrete Elements. Procedia Engineering 156 ( 2016 ) 388 – 394.
2. S.A. Mitoulis, I.A. Tegos. 2015. Connection Of Balanced Cantilever Bridges With
Neighbor Hooding Tunnels.
3. Govardhan, D.K. Paul. 2016. Effect of Lead in Elastomeric Bearings for Structures
Located in Seismic Region. Procedia Technology 25 ( 2016 ) 146 – 153.
4. B. Yan, G.L. Dai, N. Hu. 2015. Recent Development of Design and Construction of Short
Span High Speed Railway Bridges in China. Engineering Structures 100 (2015) 707-717.
5. Dr. R B Khadiranaikar, T. Venkateshwar. 2016. Effect Of Number Of Cells In Psc Box
Girder Bridge. International Journal of Advance Engineering and Research Development
Vol. 3, Issue 6.
6. M.A. Khan. 2014. Modular Bridge Construction Issues. Accelerated Bridge Construction
2015, Pages 215–256
7. Ren, Yangzhi; Cheng, Wenming; Wang, Yuanqing; Wang, Bin. Analysis of the distortion
of cantilever box girder with inner flexible diaphragms using initial parameter method.
Thin-Walled Structures 117 (2017) 140–154.
8. Qin, Shun-quan; Gao, Zong-yu. 2017. Developments and Prospect of Long Span High
Speed Railway Bridge Technologies in China.
9. Dolinajova, Katarina; Moravcik, Martin. 2013. Monitoring and Numerical Analysis of
Construction Stage on The Bridge Realized by The Free Cantilever Method. Procedia
Engineering 65 ( 2013 ) 321 – 326.
10. Kwak, Hyo-Gyoung; Son, Je-Kuk. 2014. Design Moment Variations in Bridges
Constructed Using a Balanced Cantilever Method. Construction and Building Materials
18 (2014) 753-766.
11. Shawki, K.M; Emam, M.A; Osman, El-B. 2012. Design And Construction Of Multitier
Shoring Towers. Journal of Engineering Sciences, Assiut University, Vol. 40, No.3. pp.
689 -700 May 2012
12. Patil, Rubina P; Talikoti, R.S. 2014. Seismic Analysis of Balanced Cantilever Bridge
Considering Time Dependent Properties. International Journal of Engineering Research
& Technology (IJERT). Vol 3 Issue 9 : 2278 – 0181.
13. J.W. Hu. 2015. Response Of Seismically Isolated Steel Frame Buildings With Sustainable
Lead-Rubber Bearing (LRB) Isolator Devices Subjected To Near-Fault (NF) Ground
Motions. Sustainability 2015, 7, 111-137; doi:10.3390/su7010111
14. Kelly, James M; Marsico, Maria R. 2013. Tension buckling in rubber bearings affected by
cavitation. Engineering Structures 56 (2013) 656–663.
15. Tomek, Radan. 2017. Advantages Of Precast Concrete In Highway Infrastructure
Construction. Procedia Engineering 196 ( 2017 ) 176 – 180.

Anda mungkin juga menyukai