Kementrian Kesehatan mengeluarkan KMK no 856 tahun 2009 tentang Standar IGD
di rumah sakit. Dalam penjelasannya disebutkan :
“ Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentu nya butuh pertolongan yang cepat
dan tepat, untuk itu perlu ada nya standar dalam memberikan pelayanan gawat
darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin
suatu penanganan gawat darurat dengan respon time yang cepat dan
penanganan yang tepat “
Dalam KMK no 856 tahun 2009 tidak menjelaskan kriteria gawat darurat, namun
bila ditemukan indikasi gawat darurat maka segera dilakukan pertolongan dan
penanganan yang tepat.
“Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam pasal ini meliputi pelayanan dan
penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan,
rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci
darah dan operasi jantung. Pelayanan ersebut diberikan sesuai dengan pelayanan
standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin
kesinambungan program dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan
disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan
keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hal ini diperlukan untuk kehati-
hatian.“
Amanat UU no 40 tahun 2004, BPJS Kesehatan wajib menggunakan asas kehati-
hatian dalam melakukan pengelolaan keuangan.
Pengaturan berikutnya bagi BPJS Kesehatan tentang gawat darurat terdapat pada
Perpres No 16 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan sebagai perubahan atas
Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 40 Ayat (5) yang
berbunyi :
BPJS mengeluarkan Peraturan BPJS Nomor 1 Tahun 2014 namun tidak mengatur
secara jelas kriteria diagnosa yang masuk pelayanan kasus gawat darurat malah lebih
membingungkan lagi karena Pasal 63 Ayat (2) menyatakan bahwa
PMK Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN tidak mengatur
secara tegas kriteria diagnosa gawat darurat. kemudian PMK Nomor 28 Tahun 2014
tentang Manlak JKN yang merupakan “kitab” nya pelayanan JKN oleh BPJSK pun
tidak mengatur jenis diagnosa yang termasuk pelayanan gawat darurat. Hanya
mengatur tentang prosedur pelayanan gawat darurat dan mekanisme klaim bagi
faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS namun melayani kasus gawat darurat
peserta BPJSK.
Program JKN harus tetap jalan mulai 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan selaku
operator pelaksana program menerbitkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS
Nomor 38 Tahun 2014 tentang Juknis terhadap SE Menkes Nomor 32 Tahun 2014
tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta BPJS di FKTP dan FKRTL
dalam Penyelenggaran Program JKN. Pada edaran direktur pelayanan BPJS tersebut
disebutkan di Angka 1 Huruf b : “Kriteria kegawatdaruratan medis terlampir”. Dan
memang didalam lampiran surat edaran tersebut
terdapat tabel daftar penyakit yang termasuk kriteria emergensi. Terdapat 171 kasus
diagnosa kriteria emergensi yang dibagi dalam 9 bagian disiplin ilmu kedokteran
(Anak, Penyakit Dalam, Kardiovaskuler, Paru-Paru, Bedah, Kebidanan, Syaraf, Mata
dan THT).
PMK Nomor 416 Tahun 2011 ini adalah tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi
Peserta PT. ASKES (Persero) yang merupakan revisi dari Peraturan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 2009 tentang Pedoman
Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta PT Askes (Persero) dan Anggota
Keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit Daerah.
Konsideran PMK Nomor 416 Tahun 2011 huruf (b) ini berbunyi sebagai berikut : ”
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
mengatur kembali Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi PESERTA PT ASKES (PERSERO)
dengan Peraturan Menteri Kesehatan”. Dalam lampiran kriteria gawat darurat
Permenkes ini tercantum tabel yang berisi jenis diagnosa penyakit yang termasuk
dalam kriteria emergensi persis seperti yang tercantum dalam edaran direktur
pelayanan BPJS pada Januari 2014. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rujukan
penentuan kriteria emergensi program JKN memang diambil dari Permenkes
Nomor 416 Tahun 2011 ini.
Bahwasanya yang menjadi OBJEK HUKUM peraturan ini adalah PESERTA PT.
ASKES DAN KELUARGANYA. Artinya yang wajib tunduk dan patuh serta terikat
pada ketentuan ini adalah hanya peserta PT. ASKES dan keluarganya. Diluar itu
maka tidak memiliki legal standing yang harus mengikuti peraturan ini.
Terdapat ketentuan tentang 144 diagnosa penyakit yang dapat ditangani oleh dokter
layanan primer, maka patut didugabahwa rujukan akademis ketentuan kriteria
emergensi ini adalah Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang merupakan revisi
dari Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21a/KKI/Kep/IX/2006
Tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter. SKDI ini disusun oleh para pakar
di bidang pendidikan kedokteran di Indonesia melibatkan berbagai pihak dengan
kontributor utama para Guru Besar (Profesor) dari 73 Fakultas Kedokteran yang ada
di Indonesia.
Dalam SKDI dikenal 7 (tujuh) area kompetensi inti dan pada area komptensi ke-5
yaitu Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran ditetapkan 4 (empat) Tingkat Kemampuan
yaitu :
C. PERIODE 2018
Pada Tahun 2018, BPJS mengeluarkan Peraturan BPJS No 1 tahun 2018 tentang
penilaian kegawatdaruratan dan prosedur penggantian biaya pelayanan gawat
darurat. Disebutkan pada Pasal 6 ayat 2 :