Anda di halaman 1dari 52

PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN
NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL
HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016

PADA KASUS HIV Pada kasus HIV tdk dpt dikoding sendiri2/terpisah ttp
CANDIDIASIS
1 HIV DITAMBAHKAN KODE dikoding dgn kode kombinasi jd seharsnya B.20.4 dan B.37 Idem
(B.37)
CANDIDIASIS (B.37) tidak dikoding

Hiperglikemia Hiperglikemia dicoding terpisah dgn Hiperglikemia (R73.9) tidak dapat menjadi diagnosa utama
2 Idem
(R73.9) diagnosa utama spt DM (E10-E14) jika ada diagnosa lain yang lebih spesifik.

Anemia pd persalinan : 1.
Standart diagnosa anemia menggunakan standart WHO
2. jika terdpt bukti
klinis (lab) anemia tetep dikoding

Penggunaan anemia sbg diagnosa Anemia sbg diagnosa sekunder adalah anemia yg
sekunder pd bbrp diagnosa utama : disebabkan oleh : 1. Komplikasi penyakit utamanya (dimn
3 Anemia Idem
persalinan, GGK dll menyebabkan terapi anemia berbeda dgn terapi utamanya, contoh: psn
peningkatan level dan biaya klaim kanker payudara yg diradioterapi pd perjlnannya timbul
anemia maka anemia tersbt dpt dimskkan diagnosa
sekunder dan stadium lanjut) yg memerlukan transfusi
darah dan eritropoetin hrs dimasukkan. 2. Anemia gravis
(dibawah 8) pd penyakit kronis (GGK, kanker kedlm
diagnosa sekunder krn memerlukan pengobatan khusus yg
berbeda dari peny dasarnya.

Leukositosis dgn penambahan kode


Leukositosis (D72.8) yg dimaskkan sbg diagnosa sekunder
D728 sbg diagnosa sekunder, srg
bukanlah leukositosis yg disebabkan krn infeksi atau
4 Leukositosis disalahgunakan saat hsl lab leukosit Idem
pemberian obat2an (GCSF, Steroid) dan myeloproliferatif
meningkat walaupun tdk mengikat
neoplasma (MPN)
dan tdk ada terapi spesifik

1. Dlm penegakan diagnosis prl mencantumkan bukti


Kode agranulositosis sbg diagnosa medis (hsl lab) 2.
Leukopenia-
sekunder srg disalhgunakan pd hsl Diagnosis leukopenia (D70) pd kanker adalah dibwh 3000
5 agranulositosis Idem
lab leukosit yg menurun ttp tdk dan hrs dituliskan diluar diagnosa kankernya krn
(D70)
bermakna berdampak pemberian GCSF pasca kemoterapi smp lekosit
≥ 5000
Diagnosa menyertakan bukti klinis (penilaian status gizi,
Malnutrisi/ Penggunaan malnutrisi dan Kaheksia IMT, dll) Termasuk pd kanker stadium lanjut dimskkan sbg
6 Idem
Kaheksia (R64) sbg diagnosa sekunder diagnosa sekunder krn memerlukkan penatalaksanaan
khusus.

Kecenderungan pasien yg tidak


Imbalance of nafsu makan langsung dikode E63.1.
7 constituents of food Kpn Imbalance of constituents of - -
intake (E 63.1) food intake (E 63.1) bisa
ditegakkan ?

Kriteria GGA/AKI (N17.9) :


AKI sbg diagnosa sekunder biasanya
1. terjadi peningkatan/penurunan kadar kreatinin serum
Gagal ginjal srg disalahgunakan pd hsl lab ureum
8 sebyk ≥ 0,3 mg/dl 2. Idem
akut/AKI (N17) dan kreatinin yg meningkat tdk
Terjadi penurunan jumlah urin ≤ 0,5 ml/kg/jam dalam 6
bermakna
jam

Renal failure yg HD selalu Pasien renal failure dengan HD dpt dirawat inapkan
Gagal Ginjal dg
9 Z 49.1 ditambahkan extracorporal dialysis __ sesuai indikasi medis yg spesifik ( CTH. Anemia) bukan
HD
dan rawat inap. atas perbaikan KU

Diagnosa Chronic Kidney Disease


(CKD) on HD dalam 1 bulan masuk
10 CKD opname 3 kali hanya dapat di acc __ __
klaim 1 pelayanan oleh BPJS
kesehatan karena dianggap readmisi

Kode sekunder N19 (insufisiensi


renal) dikoding dgn penanganan yg
Insufisiensi renal
11 kurang bermakna yaitu istirahat saja. __ __
(N19)
Apakah kriteria penegakan
diaognosa insufisiensi renal ?

Penambahan kode E871 (Hypo-


osmolality and hyponatremia)sbg dx Kondisi hiponatremi dot sbg diagnosa sekunder
12 Hiponatremi __
sekunder srg disalahgunakan saat hsl berdasrkan lab Na<135 mEq/L
lab menurun tdk bermakna.

Penambahan kode E876 Hipkalemia bisa sbg dx sekunder dgn lab kadar K < 3,5
13 Hipokalemia __
(Hypokalemia) sbg dx sekunder mEq/L

Kondisi syok hipovolemik dpt sbg dx sekunder berdsrkan


Hipovolemik syok Penggunaan hipovolemik syok sbg
14 __ manifestasi klinis dan penatalaksanaan syok hipovolemik
(R57.1) dx sekunder menaikkan biaya klaim
tercatat di rekam medis
Penegakan diagnosa dispepsia bisa dgn gejala klinis,
Sebelum ada pemeriksaan penunjang spt endoskopi,
Penggunaan dispepsia sbg dx pimer diagnosa yg tegak dyspepsia. Jk dilakukan pemeriksaan
Dyspepsia tetap menjadi diagnosis utama selama belum
srg kali digunakan utk menggantikan penunjang maka diagnosa disesuaikan dgn hasil
15 Dyspepsia ada kondisi yang lebih spesifik berdasarkan hasil
dx yg lbh spesifik spt gastritis, pemeriksaan penunjang. Indikasi dilakukan endoskopi pada
pemeriksaan endoskopi (contoh : gastritis)
peptic ulcer kasus dyspepsia dgn alarm symtom spt : BB menurun,
tidak bisa menelan, demam, perdarahan atau ketersediaan
sarana dan prasarana.

Pasien dgn tindakan endoskopi dpt dirawat inapkan


16 Endoscopy (45.1) penggunaan tindakan endoskopi __
berdasarkan keadaan umum pasien

Pasien dgn tindakan colonoscopi dpt dirawat inapkan


17 Colonoscopy (45.23) Penggunaan tindakan colonoskopi __
berdasarkan keadaan umum pasien

Volume Depletion GE dirawat inapkan atas dasar GE dpt dirawat inapkan atas dasar dehidrasi dan bukti
18 __
( E86) dehidrasi pendukung adanya penatalaksanaan terapi cairan

Kode N 39.0 sebagai ISK sering


dijadikan diagnosa sekunder
Urinary Tract
sedangkan hasil pemeriksaan
19 Thypoid (A01.0) Infection, site not __ __
penunjang masih dalam batas
spesified (N 39.0)
normal. Kpn diagnosa ISK
ditegakkan ?

Thypoid ditambahkan dengue fever,


sering disalhgunakan pada hasil
widal yag meningkat tetapi tidak
20 Thypoid (A01.0) DHF (A91) __ __
bermakna ataupun pada hasil
trombosit yang menurun tapi tidak
bermakna

Kombinasi GEA dgn thypoid fever


sering disalhgunakan yaitu GEA
21 GEA (A09) Thypoid (A01.0) __ __
sebagai diagnosis utama dan thypoid
sebagai diagnosis sekunder.

Other local Excision or Pasien dgn Gout arthritis yg


Gout arthritis (M
22 destruction of lession dilakukan injeksi artikular tetapi __ __
10.9)
of ankle joint (80.87) dikoding 80.87 dan dirawat inapkan
Penggunaan alergi obat (T88.7)
sebagai dasar diagnosa sekunder
23 Alergi Obat __ __
menyebabkan peningkatan biaya
klaim

Penggunaan septikemia sebagai


24 Septikemia diagnosa sekunder menyebabkan __ __
peningkatan biaya klaim

1. Penegakan gas gangrene : pemeriksaan fisik didptkan


adanya krepitasi dibwh kulit dan mukosa atau pd foto
Penggunaan Gas Gangrene sbg
rotgendidapatkan adanya gas dilokasi gangren
Gas ganggren diagnosa sekunder biasanya
25 2. Sesuai kaidah ICD jk gangren saja Idem
(A48.0) didiagnosa gangrene dikoding gas
kode R02, sedangkan pd kasus DM gas gangren dikode
gangren
A48.0 dan gangrene DM diberi kode E10-E14 dgn digit
terakhir 5 (Contoh gangrene DM tipe 2 dikode E11.5)

Kemoterapi oral dikoding sebagai


26 Kemoterapi oral - Tindakan kemoterapi menggunakan kode Z51.1
kemoterapi

Pasien dengan riwayat hemodialisa


Hypertensive rutin mengalami efek samping sesak,
renal disease Pulmonary Oedema kemudian pulmonary oedema
27 - -
wuth renal failure (J81) dikoding sebagai diagnosis sekunder
(I12.0) dan menyebabkan severity level
meningkat menjadi berat (III)

Pasien dirawat inapkan hanya untuk


Hypertensive dilakukan fungsi ascites. Apa kriteria
renal disease rawat inap untuk tindakan fungsi
28 Ascites (R18) - -
wuth renal failure ascites atau dapatkah sebagai rawat
(I12.0) jalan? Tepatkah pengkodingan pada
kasus ini?

Penambahan kode K75.2 (non


spesific reactive hepatitis) sebagai
Non spesific
diagnosa sekunder, sering
29 reactive hepatitis - -
disalahgunakan pada hasil
(K75.2)
laboratorium yang SGOT/PT
meningkat tidak bermakna.
Penggunaan phlebitis sebagai
diagnosa sekunder sering
30 Phlebitis - -
disalahgunakan pada kondisi pasien
rawat inap yang diinfus
KESEPAKATAN
HK 03.03/518/2016

Idem

Idem

Idem

Idem

Idem
Idem

Kode R63.8 (Other symtoms and sign concerning food


and fluid intake) digunakan utk intake sulit yakni
kelainan yg membutuhkan tindakan khusus diet
parenteral, enteral atau parsial baik cairan dan atau
nutrisi. Kode E 63.1 ( Imbalance of constituents of food
intake ) digunakan untuk intake sulit yg disertai assesmen
gizi oleh dokter yg merawat/dokter gizi/ahli gizi. Bukti
malnutrisi, IMT kurang dari 16

Idem

Idem

CKD dengan komplikasi penyakit lain dapat dirawat


inapkan lebih dari 1 X sesuai indikasi medis.

Kriteria penegakan diagnosa insufisiensi renal : Nil;ai


GFR kurang dari dari 60 atau nilai kreatinin wanita diatas
1,1 dan pria diatas 1,3

Idem

Idem

Idem
Idem

Idem

Idem

Idem

Diagnosa ISK berdasarkan salah satu dari kriteria


dibawah ini : 1. Gejala
klinis yg khas ( minimal satu) : sakit kencing, nyeri perut
bagian bawah, nteri tekan suprapubic, anyang-anyangan,
nyeri pinggang, nyeri ketok costovertebra angle dgn atau
tanpa disertai demam dan jumlah lekosit urin > 10/LPB.
2. Kultur
urin (+)

Diagnosa thypoid dan DHF dapat ditegakkkan selama


memenuhi kriteria untuk kedua penyakit tersebut.

Diagnosa GEA dan Thypoid dapat ditegakkkan selama


memenuhi kriteria untuk kedua penyakit tersebut.

Kriteria rawat inap utk Gout arthritis adalah gout dgn


bengkak sendi 3 atau lebih atau gout polyarticular atau
gout yg dirawat karena penyakit lain atau gout dengan
nyeri hebat VAS >7. Kode tindakan utk injeksi artikular
81.92
Alergi obat (T88.7) adalah reaksi lokal atau sistemik
akibat pemberian obat oral/parenteral/topikal, inhalasi
atau metode pemberian obat lainnya untuk mengobati
suatu penyakit, tidak termasuk alergi karena hasil skin
test. Alergi obat yang menjadi sebab perawatan saat itu
atau yg terjadi pada saat perawatan berlangsung dapat
dijadikan diagnosa sekunder. Informasi tersebut
dicantumkan dalam resume medik.

Penggunaan kode septicemia (A41.9) adalah untuk


kondisi yang sesuai dengan terminologi sepsis dan
terpenuhi kriteria sepsis dan tatalaksana sepsis yaitu
hipertermi/hipotermi, takhikardia, takhypnoe dengan
hasil laboratorium leukositosis/leukopenia.

Idem

idem

Kriteria pulmonary oedem : gejala klinis sesak, takikardi,


ronki. Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang
terekam dalam resume medis dan ada terapi diuretik dan
oksigen yang diberikan. Pada kasus HD rutin yang
dirawat inap dengan kondisi pulmonary oedema, maka
Dx sekunder pulmonary oedema dan dx utama CKD
(bukan kontrol HD atau kode Z)

Kriteria rawat inap untuk ascites adalah ascites masif,


tujuan tindakan fungsi untuk terapeutik. Bila terjadi pada
kasus CKD, maka diagnosis ascites dapat menjadi
diagnosis sekunder dan diagnosis utamanya CKD

Kriteria diagnosis hepatitis reaktif non spesifik bila


SGOT/SGPT diatas nilai normal
Phlebitis dapat digunakan sebagai diagnosis sekunder
bila dilakukan penatalaksanaan khusus, seperti
diantaranya debridement atau pemberian antibiotik
PANDUAN VERIFIKASI INTE

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR

1 Syok saat operasi (T811)

2 Soft tissue tumor Eksisi (83.39)


PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN
PERIHAL
HK 03.03/X/1185/2015

Penggunaan koding T811 pada diagnosis sekunder


-
biasanya pada pasien dengan tindakan atau terapi

1. Pasien dirawat inapkan 1 hari

2. Penentuan eksisi massa soft tissue tumor, biasa -


disalahgunakan selalu dikoding 83.39 (exicion of
lession of other soft tissue) dibandingkan 86.3
(other local exicion or dectruction of lession tissue
of skin & subcutaneous tissue).
AIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN
HK 03.03/63/2016 HK 03.03/518/2016

Tidak masalah sebagai diagnosis sekunder jika


memang dalam rekam medis tertulis manifestasi
idem
klinis syok yang merupakan komplikasi operasi
serta tertulis penatalaksanaan syok tersebut

1. Pasien dengan tindakan eksisi soft tissue tumor


dapat di rawat inap : (a) sesuai dengan indikasi
medis pasien (b) dengan narkose umum

idem
2. Penggunaan kode berdasarkan lokasi STT : (a)
kode 38.39 untuk STT yang lokasinya dalam /
deep (b) kode 86.3 untuk STT yang supefisial
PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL

Pasien hamil dirawat dr.Sp.PD dgn


1 DHF pd pasien hamil kasus penyakit dalam, diagnosa
sekunder bgmn??

Kode O82 digunakan sebagai


diagnosis utama jika penyulit
2 Penyulit persalinan Persalinan SC (O82)
persalinan adalah kode O42.0 dan
O42.1
UAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN
HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016

jika SpPD yang merawat : kodingdiagnosa utama


idem
kode DHF (A91) dan sekunder adalah kode "O"

Kode O82 dgunakan sebagai diagnosis utama jika ada


penyulit dalam persalinan, seperti contohnya O42.0 dan
-
O42.1 dengan tindakan seksio sesarea yang menghasilkan
proses grouping persalinan vaginal
KESEPAKATAN
HK 03.03/518/2016

idem
PANDUAN VERIFIKASI INTER

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL

Penagihan Top Up obat


kelasi/Thalasemia (deferipron
1 Thalasemia (D56.1)
deferoxsamin) dlm sebln lbh dari
1x
Penggunaan kode hemosiderosis
2 Thalasemia (D56.1) (E83.1) menyebabkan peningkatan
biaya klaim

Kode asfiksia yang dapat


3 Asfiksia meningkatkan severity level
adalah P210 (asfiksia berat)
NDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN
HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016

Top Up klaim obat kelasi (pd klaim rwt inap) hny dpt
idem
dikoding 1x sebln. (PMK No.59/2014)

- -

Krtiteria diagnosis asfiksia neonatorum (UKK


Neonatologi - IDAI) :
1. ASFIKSIA BERAT

a. Apnea atau megap yang membaik setelah resusitasi


minimal dengan 3 siklus ventilasi tekanan positif, ATAU

b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal


menunjukkan asidosis metabolik atau mixed yang berat
dengan pH <7 atau base deficit ≥ 12 mmol/L, ATAU

c. Ada manifestasi gangguan neurologis (misal:kejang,


koma, tonus otot jelek), ATAU
- d. Ada keterlibatan multi organ (misal : ginjal, jantung,
paru, hati, usus), ATAU
e. FJ < 100x/menit saat lahir dan cenderung menurun
atau tetap, ATAU
f. Skor Apgar 0-3 sampai 1 menit ATAU <5 sampai 5
menit setelah lahir
2. ASFIKSIA RINGAN / SEDANG
a. Bayi bernapas spontan setelah resusitasi maksimal
dengan 2 siklus ventilasi tekanan positif, ATAU
b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal
menunjukkan asidosis metabolik atau mixed dengan pH
7.0 sampai kurang dari 7.35, ATAU
c. Skor Apgar 5-6 sampai 5 menit setelah lahir
KESEPAKATAN
HK 03.03/518/2016

idem

Klaim rawat jalan Thalasemia Mayor dengan diagnosis


sekunder Hemosideosis (E83.1) yang mendapatkan top
up obat kelas besi diinput

idem
PANDUAN VERIFIKASI INTERN

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL

1. Koding hipertensi disertai dgn kode


CHF

1 Hipertensi (I10-I15)
2. Koding Hipertensi disertai kode RF

Penggunaan Atrial Fibrilasi sebagai


Atrial Fibrilasi (I48 &
2 diagnosis sekunder menyebabkan
I64)
peningkatan biaya klaim

Penggunaan Syok kardiogenik sebagai


3 Syok Kardiogenik (R57) diagnosis sekunder terutama pada pasien
jantung yang meninggal

Penggunaan cardiac arrest sebagai


4 Cardiac Arrest (I46.9) diagnosis sekunder terutama pada kausu
yang meninggal

Diagnosis sekunder ventrikuler fibrilasi


selalu dipasangkan dengan diagnosa
Ventricular fibrilation and jantung lain seperti I10 (hypertention
5 EKG(89.52)
flutter (I49.3) essential) I11, dan I50.Namun tidak ada
penggunaan terapi yang spesifik
penanganan VF pada pasien tersebut.
DUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN

HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016

Diagnosa Hipertensi dan gagal jantung atau dan


gagal ginjal hny dpt dikoding dgn 1 koding
kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal
idem
ginjalnya (PMK No.27/2014) ex;DU :
Hypertensi(I10), DS : Renal disease (N28.9) hrs
dikode jd satu Hypertensi renal Disease (I12.9)

Kondisi Atrial Fibrilasi memang harus dipisahkan


- sebagai diagnosis sekunder, dan bukti pendukungnya
berupa hasil EKG

Kondisi syok kardiogenik menjadi diagnosis sekunder


terutama pada pasien penyakit jantung dengan bukti
tertulisnya kriteria klinis dalam rekam medis berupa :

- 1. Penurunan tekana darah :


a. TD <90 mmHg tanpa inotropik, atau
b. TD < 80 mmHg dengan inotropik
2. Penurunan Ejecyion Fraction (EF<50%)
1. Cardiac Arrest dapat terjadi pada semua kasus (tidak
hanya penyakit jantung) & ada bukti penatalaksanaan
cardiac arrest yaitu CPR
-
2. Cardiac arrest tidak dapat digunakan pada pasien
DOA
3. Koding INA-CBG adalah kode morbiditas

- -
KESEPAKATAN

HK 03.03/518/2016

idem

idem

idem

idem

VF harus disertai dengan diagnosa jantun yang


potensial menyebabkan henti jantung dan dilakukan
tata laksana sesuai dengan tatalaksana henti jantung
PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERK

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL

Penggunaan kejang sebagai diagnosa


1 Kejang sekunder menyebabkan peningkatan
level

Penambahan diagnosa
2 Hemiparese/hemiplegi hemiplegi/hemiparese sbg diagnosa
utama maupun sekunder

3 Vertigo Vertigo dirawat inapkan

Pasien schizoprenia yg dlm


4 Extrapiramidal syndrom pengobatan selalu ditambahkan
koding ekstrapioramidal (G25)
FIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN KESEPAKATAN


HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016 HK 03.03/518/2016

Jika diagnosa kejang disertai hasil pemeriksaan


penunjang (EEG) atau terapi yg sesuai
idem idem
(diazepam, fenitoin, atau valproat) mk dpt
dikoding
Tdk masalah sbg diagnosa sekunder jk mmg di
RM pd catatan perawatan dituliskan klinis idem idem
hemiparese (G81.9)
Indikasi vertigo rawat inap :

1. Vertigo (R.42) sentral dgn etiologinya ; stroke


(iskemik, hemoragik) infeksi akut dan kronik,
trauma kepala, tumor intraserebral dgn
peningkatan tekanan kranial. idem idem

2. Vertigo perifer dgn muntah2 hebat shg dpt


menyebabkan hiponatremi/ hipokalemia/
hipoglikemia/ insufisiensi renal

1. Skala penilaian gejala ekstrapiramidal


syndrom (G25.9) yg ditetapkan oleh
Perhimpunan Kedokteran Jiwa digunakan sbg
panduan diagnosa dan digunakan bersama dlm
proses verifikasi bersama verifikator
idem idem

2. Skala penilaian gejala ekstrapiramidal


syndrom yang ditetapkan oleh perhimpunan
dokter spesialis kedokteran jiwa indonesia
(terlampir pada lampiran 1) dipergunakan
sebagai verifikasi bersama verifikator jika terjadi
keraguan diagnosis
PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BE

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL

Penggunaan Efusi Pleura sbg diagnosa


1 Efusi Pleura (J90-J91) sekunder menyebabkan peningkatan
biaya klaim

Respiratory Arrest dpt ditegakkan sbg


2 Respiratory Arrest (R090
diagnosa sekunder :

Penggunaan Pneumonia sbg diagnosis


3 Pneumonia/BRPN sekunder tanpa hsl rontgen atau tanda
klinis

Penambahan kode TB Paru sbg


4 TB Paru (A15) sekunder pd pasien dgn TB Paru yg sdg
pengobatan OAT rutin
RIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN KESEPAKATAN


HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016 HK 03.03/518/2016

Efusi Pleura dpt didiagnosa sekunder bila hsl


pemeriksaan imaging(thoraks, USG, CT Scan)
idem idem
menunjukkan gambaran efusi atau/dan bila
dilakukan proof punksi keluar cairan.

1. Terdapat usaha resusitasi dan atau


pemakaian alat bantu napas
idem idem
2. Bila terkait dgn diagnosis primer
3. Merupakan perjlanan penyakit primer

Pneumonia dpt ditegakkan berdsrkan


pemeriksaan foto thorak dan anamnesis
didptkan keluhan batuk produktif yg disertai idem idem
perubahan warna sputum (purulensi) dan px
fisik ada ronkhi atau suara napas bronkial.

TP Paru (A15-A19) tetep ditulis sbg diagnosa


sekunder apapun diagnosa primernya krn
idem idem
merupakan komorbid yg hrs dipantau selama
perawatan
PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL

Disfagia pd kasus tonsilitis,


1 Disfagia (R 13)
tonsilektomi, dll

Kasus DHF dgn gejala perdarahan


2 Epistaksis didx sekunder spt epistaksis,
melena
KASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN KESEPAKATAN


HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016 HK 03.03/518/2016
Diagnosa sekunder disfagia (R13) dpt
dikoding bersama dgn prosedur
tonsilektomi (28.2) pd kondisi :

idem idem
(1)Pasien anak
(2) Terdpt gizi kurang akibat ggn
menelan dimn BB krg dibanding usia
atau IMT mnrt usia

Kondisi perdarahan yg terjadi pd DHF


hrs dinyatakan sbg dx sekunder krn hal
trsbt menentukan penatalaksanaan
idem idem
selanjutnya dan bukti pendukung adalah
adanya penatalaksanaan perdarahan dlm
RM
PANDUAN VERIFIK

NO UTAMA SEKUNDER PROSEDUR PERIHAL

Penatalaksanaan kasus penderita


1 Katarak katarak dan pterigium umumnya
dilakukan rawat inap

Penatalaksanaan kasus penderita


2 Pterigium (H11.0) katarak dan pterigium umumnya
dilakukan rawat inap
Penatalaksanaan kasus penderita
2 Pterigium (H11.0) katarak dan pterigium umumnya
dilakukan rawat inap

3 Chalazion (H001) Chalazion di rawat inapkan


PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN
HK 03.03/X/1185/2015

Operasi katarak dengan teknik Phacoemulsification :


Untuk operasi katarak dengan pachoemulsification Indikasi secara umum rawat inap pada operasi
(insisi ± 3mm) maka pasien katarak tanpa penyulit katarak :
dilakukan rawat jalan

Operasi katarak dengan teknik SICS (Small Incicion a. Memakai teknik ECCE (Ekstra Capsular Cataract
Cataract Surgery) : Extraction)
1. Untuk operasi katarak dengan SICS (insisi ± 6
b. Katarak Pediatrik (anak-anak ; kongenital, juvenil)
mm) maka dilakukan rawat jalan
2. Pasien dilakukan rawat inap dengan tindakan
c. Katarak hipermatur
Pachoemulsification dan SICS apabila

a. Ada komplikasi selama operasi (during operation) d. Katarak dengan gangguan pendengaran, kelainan
yang memerlukan pemantauan intensif setelah jiwa/ cacat mental dan dengan penyakit sistemik
operasi (HHD, Decomp, Hipertensi, DM, HbsAg +)

b. Operasi pada salah satu mata pasien dimana mata


e. Kepatuhan pemakaian obat
yang lain visusnya suda 0 (buta) atau one eyes.

c. Jika ada underlying disease seperti : hipertensi, f. Katarak dengan komplikasi penyakit mata
DM, HbsAg (+), dll (contoh : uveitis, glaukoma)
Operasi Katarak dengan Teknik ECCE (Ekstra
g. Luksasi lentis / subluksasi lentis, katarak dengan
Capsular Cataract Extraction), ICCE (Internal
iridodialisis
Capsular Cataract Extraction)
Indikasi rawat inap jika : h. Katarak dengan sikatrik kornea
a. Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm i. Zonulysis
b. Waktu operasi lebih lama dibandingkan operasi j. Sinekia anterior / posterior lebih dari 180 derajat >
teknik Pacho 2 quadran
c. Untuk menghindari / meminimalkan resiko
infeksi, prolaps isi bola mata (iris, vitreous) paska k. Katarak dengan komplikasi intra operatif
operasi
l. Katarak grade 5 (Brunescent)
m. Katarak + galukoma
n. Katarak post vitrektomi
o. Katarak post uveitis
p. Katarak pada high myopia
q. Katarak traumatika
r. Komplikasi post operatif
s. Katarak + ablasio retina
t. Katarak polaris posterior
u. Pasien2 yang memerlukan pemeriksaan tambahan
khusus

v. Pada pasien tidak kooperatif, baik karena usia


muda maupun keadaan psikologis pasien, cemas, dll

Rawat Inap :

1. Pterigium (H11.0) grade IV

2. Operasi dengan teknik Graft Conjungtiva, Flap Conjungtiva, atau membran amnion baik dengan jahitan
atau dengan membran glue
3. Pasien anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif yang memerlukan anastesi umum
4. Ada keperluan sistemik yang memerlukan evaluasi baik di bidang mata maupun dari departemen lain
5. Terdapat perdarahan masif atau komplikasi lain yang memerlukan evaluasi lebih lanjut
6. Transportasi sulit atau jauh dari tempat pelayanan
Rawat jalan : operasi pterigium (H11.0) tanpa penyulit (kondisi seperti yang diindikasikan pada rawat
inap) dan dikerjakan dengan Bare Sklera

Tidnakan ini dilakukan di rawat jalan kecuali pada anak-anak yang belum kooperatif / memerlukan
anastesi umum(GA)
KESEPAKATAN KESEPAKATAN
HK 03.03/63/2016 HK 03.03/518/2016

idem idem

idem idem
idem idem

idem idem
PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BE

NO PROSEDUR PERIHAL

Tindakan operasi yg membuka lapisan


Appendectomy dgn laparatomi (47.0
1 perut dikoding terpisah dgn kode tindakan
& 54.1)
utama
Herniotomi (53.9) dgn laparatomi Dampak meningkatkan biaya dari hsl
2
(54.1) grouping

tindakan operasi dikoding terpisah misal;


3 Insisi Peritoneum (54.95) SC/appendectomy dgn insisi peritoneum
Dampak meningkatkan grouping

Persalinan normal sering dikoding dgn


4 Repair Perineum (75.69) lacerasi perineum dgn tindakan repair
perineum (75.69)

Penggunaan koding 88.76/8879 USG


5 USG pd kehamilan
kehamilan pd kasus rwt jln

Pada kasus pemasangan WSD sering


6 WSD & puncture of lung disalhgunakan dgn menambahkan puncture
of lung
Tonsilektomi dgn kauter Faring (28.2 Tonsilektomi selalu dikoding dgn kauter
7
& 29.39) faring
Pada operasi/tindakan yg perlu
8 Endotrakheal Tube (96.04)
pemasangan ETT dikoding terpisah

Skin graft ditagihkan pd kasus kelloid,


9 Skingraft
selulitis,dll

education terapy pada konsultasi gizi pada


10 Educational Terapy
klaim rwt jln

Penggunaan Collar Neck dikode Ibnsertion


11 Collar neck Other Spinal Device (84.59) krn lsg dikode
oleh SpOT

Penggunaan tindakan endoskopi di warat


12 Endoskopi (45.11)
inapkan

Tindakan Colonoscopy diwarat inapkan


13 Colonoscopy (45.23)
(alasan untuk persiapan colonoscopy)

Kasus Cath dan PCI dipisah episodenya,


karena masalah prasarana dan sarana,
instruksi manajemen.

CAG dan PCI dipisah-pisah


14
waktunya
Kasus Cath dan PCI dipisah episodenya,
karena masalah prasarana dan sarana,
instruksi manajemen.

CAG dan PCI dipisah-pisah


14
waktunya

Tambahan modus : PCI dipisah


berdasarakan jumlah stent yang akan
dipasang

Tindakan Cimino dirawat inapkan atau


15 Cimino (39.27)
ditagihkan sebagai rawat inap

Kasus Scleroterapy pada hemoroid oleh


16 Scleroterapy pada hemoroid (49.42) Sp.PD dan dirawat inapkan hanya untuk
injeksi obatnya karena obatnya mahal

17 Odontektomi (23.19) Tindakan odontektomi dirawat inapkan

Pemasangan infus pump menggunakan


18 Pemasangan infus pump (99.18)
kode 99.8 hanya untuk kasus persalinan
PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN

HK 03.03/X/1185/2015 HK 03.03/63/2016

Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama


idem
tdk dpt dikoding

Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama


idem
tdk dpt dikoding

Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama


idem
tdk dpt dikoding

Repair pd rutin saat persalianan normal dikoding dgn


idem
73.6 (bkn 75.69)

USG pd kehamilan dikoding 88.78 (terbukti


idem
melakukan tindakan ) 88.76 utk kasus non kehamilan

Koding WSD 34.04 tanpa memasukkan punture of


idem
lung

Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama


idem
tdk dpt dikoding
Prosedur yg merupakan bag dari prosedur utama tdk
idem
dpt dikoding
Pd kasus skin graft tdk dpt dijamin yg berhubungan
dgn kosmetik. Catatan : Pastikan tindakan graft
wajar dilakukan (mis : luka/injury yg luas & dalam) idem
Jika luka kecil dikoding skin graft (86.69) perlu
konfirmasi

1. Episode sesuai dengan aturan episode rawat jalan,


Educational terapy utk konsultasi gizi oleh dokter educational therapy bukan untuk konsultasi gizi
spesialis gizi klinik 2. Pelayanan poli gizi adalah yang
dilakukan oleh dokter spesialis gizi klinik

Tdk perlu dikoding karena Colar Neck termasuk alat


idem
kesehatan yg dibyrkan terpisah dari paket INA CBG'S

Pasien dengan tindakan endoskopi dapat dirawat inap


-
berdasarkan keadaan umum pasien

Pasien dengan tindakan colonoscopy dapat dirawat inap


-
berdasarkan keadaan umum pasien
Panduan Praktek Klinis (PPK) tatalaksana kasus penyakit
jantung koroner-PERKI 2015 PIC atau
CABG :
1. Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif
dilakukan jika ditemukan bukti iskemik dari pemeriksaan
penunjang di atas disertai lesi
2. Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD
stenosis di osteal/proksimal >50%, LAD stenosis di mid-
distal >70%, LCx stenosis >70%, dan RCA stenosis
>70%

-
3. Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti
adanya iskemia yang luas memerlukan FFR (Flow
Fraction Ration), Nilai FFR<0.8 menunjukkan lesi
signifikan. Pada tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR
maka pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu
- apakah ada lesi sebagai penyebab iskemik

4. Indikasi CABG : lesi multiple stenosis (>2 pembuluh


koroner) dengan atau tanpa diabetes mellitus

5. Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG


mempunyai risiko tinggi (fraksi ejeksi rendah atau
pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka dapat
dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and
stagging PCI) dengan mempertimbangkan kondisi klinis
pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan lama
tindakan

6. PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3


bulan kemudian jika kondisi klinis stabil
7. PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan
bermakna
Pasien dengan tindakan cimino dapat dirawat inapkan
-
berdasarkan keadaan umum pasien

Pasien dengan tindakan sclerotrapi pada hemoroid dapat


-
dirawat inap berdasarkan keadaan umum pasien

Pasien dengan tindakan odontektomi dapat dirawat


- inapkan sesuai dengan keadaan umum pasien, atau
jumlah maupun letak gigi
Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 untuk
-
semua kasus
KESEPAKATAN

HK 03.03/518/2016

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem

idem
idem

idem

idem

idem
PANDUAN VERIFIKASI INTERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN
NO PROSEDUR PERIHAL
HK 03.03/X/1185/2015

Peserta yg dirawat inap diruangan


IGD atau ruang non kelas spt
ruang observasi/peralihan/ruang
1 Kelas rawat Kelas klaim setara dgn kelas 3
kemoterapi klaim ditagihkan
sesuai hak kelas peserta (kelas 1-
3)

Beberapa prosedur yang dberikan


dalam pelayanan diinputkan ke
dalam software INA-CBG
menyebabkan perubahan grouping
2 INA - CBG -
dan tarif menjadi turun, maka
prosedur-prosedur yang
menurunkan tarif tidak diinput
hanya untuk kasus persalinan
ERNAL BERKAS KLAIM

KESEPAKATAN KESEPAKATAN
HK 03.03/63/2016 HK 03.03/518/2016

idem idem

Beberapa prosedur yang diberikan


dalam pelayanan diinputkan ke dalam
software INA-CBG menyebabkan
perubahan grouping dan tarif menjadi idem
turun, maka prosedur-prosedur yang
menurunkan tarif tidak diinput untuk
semua kasus
NO JENIS PELAYANAN KRITERIA

a. Penjamin layanan pet scan dilakukan apabila pemeriksaan


penunjang radiologi diagnostik dengan CT scan atau MRI tidak
memberikan hasil yang jelas
b. Pemberian rekomendasi pet scan diberikan oleh cancer board
atau tim dokter multidisplin yang merawat.

1 PET SCAN c. Penggunaan pet scan diindikasikan untukm unknown primary


tumor atau dificult case. Untuk diagnosis lain diperlukan
rekomendasi dari dokter spesialis onkologi

Pemberian layanan rehabilitasi psikososial dapat diberikan pada


layanan rawat jalan maupun rawat inap.
a) Layanan rehabitilasi psikososial pasien rawat inap meliputi :
- Psikofarmaka (manajemen pengobatan)
- Psikoedukasi (Psychoeducation)
- Manajemen kasus ( Case management)
- Latihan keterampilan social ( social skill training)
- Latihan keterampilan hidup ( life skill training)
- Terapi vokasi (vocational therapy)
- Terapi okupasional (Occupational therapy)
- Dukungan hidup (life support)
- Spiritual – contoh Best practice
- Rehabilitasi kognitif (cognitive rehabilitation)
- Komunitas terapeutik (therapeutic community)
b) Layanan rehabitilasi psikososial pasien rawat jalan meliputi :
- Psikoedukasi (Psychoeducation)
- Manajemen kasus ( Case management)
- Latihan keterampilan social ( social skill training)
- Latihan keterampilan hidup ( life skill training)
- Terapi vokasi (vocational therapy)
- Terapi okupasional (Occupational therapy)
- Dukungan hidup (life support)
REHABILITASI - Spiritual – contoh Best practice
2 - Rehabilitasi kognitif (cognitive rehabilitation)
PSIKOSOSIAL
- Komunitas terapeutik (therapeutic community)
2
PSIKOSOSIAL

c) Kriteria penjamin
Pelayanan rehabilitasi psikososial rawat jalan diberikan kepada
pasien berdasarkan seleksi sesuai dengan minat dan bakatnya,
dengan kriteria :
- Gangguan jiwa berat (skizifrenia, depresi, bipolar, skizoafektif)
- Pasien tidak gelisah (PANSS EC<15)
- Pasien bukan retardasi mental sedang dan berat (IQ>55)
- Tes fungsi kognitifnya masih cukup baik (MMSE>20)
- Keluarga pasien kooperatif
- Gejala negatif minimal
- Pasien dapat berkomunikasi
- Pasien dapat membaca dan menulis, minimal pendidikan SD
- Pasien berusia mulai dari 19-50 tahun
d) Kriteria penjamin pelayanan rehabilitasi psikososial rawat inap
ditentukan oleh dokter spesialis jiwa yang menjadi DPJP pasien
tersebut.
BESARAN TARIF ATURAN PROSEDUR PELAYANAN DAN PENGAJUAN KLAIM

a) Rumah sakit yang dapat memberikan pelayana PET scan adalah rumah
a) Tarif rawat jalan yang mendapatkan pelayanan sakit minimal kelas B
PET scan ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,00
(delapan juta rupiah) sebagai tarif non INA-CBG
b) Pasien melampitkan hasil CT scan atau MRI sebelumnya

c) PET Scan dilakukan satu kali selama perjalanan penyakit


b) Tarif rawat inap yang mendapatkan pelayanan PET
Scan meliputi tarif INA-CBG dan tarif pelayanan
PET scan sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta d) Pengajuan Klaim PET Scan pada rawat jalan adalah tarif non INA-CBG
rupiah). (tarif INA-CBG rawat jalan tidak diajukan)
e) Pengajuan klain PET scan pada rawat inap dilakukan diluar aplikasi INA-
CBG

a) Untuk Pelayanan rawat jalan diklaimkan setiap


kali kunjungan mengacu pada tarif INA CBG sesuai
dengan peraturan menteri kesehatan yang berlaku

Jenis pelayanan rehabilitasi psikososial dan fasilitas kesehatan yang dapat


memberikan pelayanan rehabititasi psikososial terlampir
memberikan pelayanan rehabititasi psikososial terlampir

b) Untuk pelayanan rawat inap diklaimkan setiap


episode mengacu pada tarif INA CBG sesuai dengan
peraturan menteri kedehatan yang berlaku

Anda mungkin juga menyukai