Analisis Ansi - A384.0 Sebagai Material Crankcase
Analisis Ansi - A384.0 Sebagai Material Crankcase
0 SEBAGAI
MATERIAL CRANKCASE
Tugas Sarjana
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut
Teknologi Bandung
Oleh :
13714039
2019
PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN
DIRGANTARA INSTITUT TEKNOLOGI
BANDUNG
Gd. Labtek II, Jln. Ganesha No.10 Bandung 40132, Telp: +6222 2504243
Email: tu@ftmd.itb.ac.id, Website: www.ftmd.itb.ac.id
TUGAS SARJANA
Pembimbing
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Sarjana
Oleh :
13714039
Pembimbing
ABSTRAK
Bak engkol biasanya terbuat dari paduan aluminium dan besi cor. Proses
manufaktur dari bak engkol sangat beragam sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Dilakukan studi untuk meneliti material yang cocok sesuai dengan
parameter kerja bak engkol. Penelitian yang dilakukan terdiri dari karakterisasi
OES, metalografi, pengujian kekerasan, metode perhitungan jarak antar lengan
dendrit (DAS) dan studi literatur untuk mengetahui proses manufaktur serta
memahami parameter pemilihan material merujuk pada parameter kerja yang
dialami oleh bak engkol itu sendiri. Karakterisasi OES bertujuan untuk
mengetahui material dari bak engkol yang didapat dan diketahui bahwa spesimen
penelitian masuk dalam kategori ANSI A-384.0. Metalografi dan pengujian
kekerasan terdiri dari tahap awal untuk identifikasi material dan studi literatur
lanjutan untuk menjawab tujuan penelitian. Studi literatur lanjutan dilakukan
untuk menggali lebih dalam alasan paduan aluminium silikon dengan
penambahan tembaga dan magnesium yang digunakan sebagai material bak
engkol. Hasil metalografi menunjukan bahwa fasa yang terbentuk adalah dendrit,
silikon eutektik, silikon proeutektik dan fasa intermetalik yaitu AlFeSi dan
Al2Cu. Dendrit menunjukan bahwa proses manufakturnya adalah pengecoran.
Perhitungan dengan metode DAS menunjukan hasil bahwa jarak antar lengan
dendrit adalah 11,56 µm membuktikan bahwa jarak antar lengan dendrit masuk
dalam rentang 5-15 µm untuk proses pengecoran die casting.
Kata kunci : Bak engkol, paduan aluminium ANSI A384.0, proses manufaktur,
metode DAS, metalografi, pengujian kekerasan.
Gumelar
ALUMINUM ALLOYS ANSI-A384.0 ANALYSIS
Topic Kalamal
FOR CRANKCASE MATERIAL
Haq
ABSTRACT
Crankcase is usually made of aluminum alloy and cast iron. The manufacturing
process from the crankcase is very diverse according to the objectives to be
achieved. A study was conducted to examine suitable material in accordance with
crank working parameters. The research consisted of OES characterization,
metallography, hardness testing, dendrite inter-arm distance calculation method
and literature study to find out the manufacturing process and understand the
parameters of material selection referring to the working parameters experienced
by the crankcase itself. The OES characterization aims to determine the material
from the crank body obtained and it is known that the research specimens are
ANSI A-384.0. Metallography and hardness testing consist of the initial stages
for material identification and further literature studies to answer the research
objectives. Further literature studies are carried out to dig deeper into the reason
for aluminum silicon alloys with the addition of copper and magnesium which
are used as crankcase material. Metallographic results show that the phases
formed are dendrites, eutectic silicon, proeutectic silicon and intermetallic phases
namely AlFeSi and Al2Cu. Dendrites indicate that the manufacturing process is
casting. Calculation with the DAS method shows that the distance between the
dendrite arms is 11.56 µm proving that the distance between the dendrite arms is
in the range of 5-15 µm for the die casting casting process.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”Analisis
Aluminum Alloys ANSI-A384.0 Sebagai Material Crankcase ”. Laporan tugas akhir
ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan dari program studi Teknik Material
Institut Teknologi Bandung.
i
8. M. Renardi Arbiarto, M.Bagaskara Jiwapasca, dan Rahmatul Aulia Jorji
yang menemani penulis dalam proses pengembangan diri penulis.
9. Mahasiswa Teknik Material angkatan tahun 2014, yang turut membantu
dan menyemangati penulis.
10. MTM ITB selaku wadah berorganisasi dan pegembangan diri penulis,
serta anggota biasa dan anggota muda MTM ITB selaku mantan rekan
berorganisasi penulis selama menempuh pendidikan di ITB
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 28
iv
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 48
LAMPIRAN .......................................................................................................... 51
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagian Bak engkol (a) oil pump, (b) right crankcase cover, dan (c)
left crankcase cover [11]. .................................................................. 6
Gambar 2.2 Mesin 2 langkah tidak ada sistem sirkulasi oli pada crankcase (bak
engkol pada gambar berwarna abu-abu) [12]. ................................... 7
Gambar 2.3 Mesin 4 langkah dengan sistem wet sump, oli (warna kuning) di
biarkan menggenang pada bagian bawah crankcase [12]. ................ 8
Gambar 2.5(a) retak pada lubang ulir baut sebagai sumber utama retak pada
aluminum crankcase, (b) retak pada dinding crankcase tempat main
bearing dipasang. ............................................................................. 13
Gambar 2.7 Gambar 2.7 Struktur mikro besi cor kelabu dengan grafit serpih yang
tajam [2] .......................................................................................... 15
Gambar 2.8 Struktur mikro CGI dengan grafit vermicular [2] ............................ 16
Gambar 2.9 Struktur mikro Ductile Iron dengan grafit nodular [13] ................... 17
vi
Gambar 2.15 Kertas Amplas (Kiri) dan Proses Penggerindaan (Kanan) [18]. ..... 23
Gambar 2.16 Pasta Poles (Kiri) Proses pemolesan (Kanan) [20]. ........................ 24
Gambar 3.2 Right Crankcase sepeda motor [Sumber : Dokumen Pribadi]. ......... 29
Gambar 3.3 HF (Kiri), HNO3 (Tengah), dan HCl (Kanan) [Sumber : Dokumen
Pribadi]............................................................................................. 29
Gambar 3.6 Resin Poliester dan Katalisnya [Sumber : Dokumen Pribadi]. ......... 31
Gambar 3.8 Mesin Poles Otomatis Struers LaboPol-25 (Kiri) dan Pasta Gigi
Mengandung Al2O3 (Kanan) [Sumber : Dokumen Pribadi]. .......... 32
Gambar 3.9 Gelas Ukur (Kiri) dan Pinset (Kanan) [Sumber : Dokumen Pribadi].
......................................................................................................... 33
Gambar 4.1 Struktur Mikro (a) Sebelum di etsa perbesaran 100x (b) sesudah di
etsa perbesaran 100x dan (c) sesudah di etsa perbesaran 200x dan
(d) sesudah di etsa perbesaran 1000x. ............................................. 38
vii
Gambar 4.4 Gambar mikrostruktur 3 perbesaran 200x......................................... 41
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Larutan Etsa Metalografi [21].................................................25
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Material yang biasa digunakan untuk Crankcase adalah besi cor dan
aluminum alloys bergantung kepada aplikasi dan tujuannya. Masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk besi cor mempunyai kelebihan pada
sifat mekanik yang lebih unggul seperti kekakuan dan stabillitas terhadap deformasi
pada bagian permukaan silinder. Adapun kekurangannya adalah massa jenis yang
tinggi dan toleransi yang besar dari hasil cor.
1
antar lengan dendrit dan pengaruh unsur paduannya terhadap sifat mekanik. Ketiga
hal ini penting karena menjadi acuan utama produksi crankcase pada dunia industri
otomotif yang berpengaruh terhadap performa hasil produk pengecoran.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui parameter pemilihan Aluminum Alloys sebagai material
crankcase.
2. Menentukan proses manufaktur dari crankcase Aluminum Alloys dengan
metode metallografi dan Dendrite Arm Spacing.
3. Mengetahui pengaruh unsur paduan pada aluminium terhadap sifat
mekanik crankcase .
2
2. Karakterisasi Optical Emission Spectroscopy (OES) untuk mengetahui
komposisi kimia spesimen sehingga dapat ditentukan jenis materialnya.
3. Metalografi awal untuk mengetahui struktur mikro pada crankcase serta uji
keras untuk mengetahui nilai kekerasannya.
4. Perhitungan dendrite arm spacing untuk menentukan proses manufaktur.
5. Studi literatur lanjutan untuk mengetahui parameter kerja crankcase dan
faktor yang menentukan pemilihan dan proses material.
6. Analisis berdasarkan data yang telah diperoleh dengan merujuk literatur yang
didapat, untuk menentukan proses manufaktur crankcase dan hasil dari studi
jurnal mengenai faktor yang berpengaruh dalam pemilihan material
crankcase merujuk pada parameter kerjanya.
7. Menarik kesimpulan penelitian berdasarkan analisis yang telah dilakukan.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari
berbagai literatur dan digunakan untuk analisis penelitian.
Bab ini berisi diagram alir penelitian, alat dan bahan yang digunakan,
prosedur penelitian, dan spesimen.
Bab ini berisi data-data yang diperoleh dari penelitian yang kemudian
dianalisis dengan merujuk kepada literatur pada BAB II.
3
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan penelitian hasil analisis pada bab sebelumnya dan
saran untuk memperbaiki penelitian serta untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tipe crankcase bergantung kepada ukuran dan aplikasi dari mesin, prinsip
operasinya (2 langkah atau 4 langkah), fluida pendingin yang digunakan (udara atau
air), jumlah silinder pada mesin, desain dan perakitan, material dan proses
manufaktur [1]. Sebuah bak mesin secara umum terdiri dari dinding perantara,
dinding penutup kanan (right crankcase) terdapat mekanisme rem, dan dinding
penutup kiri (left crankcase cover) terdapat mekanisme transmisi dan oil-pump.
5
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.1 Bagian Bak engkol (a) oil pump, (b) right crankcase cover, dan (c)
left crankcase cover [11].
6
2.1.1 Tipe Crankcase
Tipe dari crankcase berdasarkan prinsip operasi mesin dibagi menjadi
dua secara umum yaitu crankcase pada mesin 2 langkah dan 4 langkah.
a. Crankcase mesin 2 langkah.
Sebagian besar mesin dua langkah menggunakan crankcase
tertutup sebagai ruang kompresi bahan bakar. Hal Ini sangat umum
untuk mesin bensin seperti sepeda motor, generator dan alat
pemotong rumput. Pada mesin 2 langkah piston digunakan sebagai
permukaan kerja yang terbagi menjadi bagian atas sebagai
komponen pendorong dan bagian bawah sebagai penggerak
scavenging pump. Ketika piston naik mendorong bahan bakar dan
udara menciptakan ruang hampa pada crankcase dan pembakaran
terjadi crankcase mendapat tekanan dalam suhu tinggi. Pada mesin
2 langkah ini crankcase tidak menampung oli pada tangki khusus.
Sebagai gantinya bensin dicampur dengan oli dan campuran ini
disebut petroil.
Gambar 2.2 Mesin 2 langkah tidak ada sistem sirkulasi oli pada
crankcase (bak engkol pada gambar berwarna abu-abu) [12].
7
b. Crankcase mesin 4 langkah.
Pada mesin 4 langkah terdapat sistem sirkulasi oli pada
crankcase yang terpisah dari campuran bahan bakar dan udara yang
tidak ikut terbakar. Oli bergerak dari reservoirnya, diberi tekanan
oleh pompa dan masuk melalui filter untuk menghilangkan
pengotor. Kemudian disemprot ke poros engkol hingga ke bagian
bawah dari crankcase. Pada beberapa jenis sistem sirkulasi, oli
dibiarkan menggenang pada bagian bawah dari crankcase disebut
sistem basah (wet sump) seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.3 Mesin 4 langkah dengan sistem wet sump, oli (warna
kuning) di biarkan menggenang pada bagian bawah crankcase
[12].
8
bantalan (bearing) utama yang terpasang pada dinding crankcase
yang menyalurkannya ke poros. Kedua hal tersebut membuat
crankcase menanggung gaya tarik dan momen bending pada
dindingnya. Baut yang mengaitkan blok silinder dengan crankcase
menambah gaya yang diterima [1]. Selain itu, gaya pada dinding
crankcase akibat dari kekuatan perakitan menimbulkan pembebanan
statis.
Hasil studi jurnal yang dilakukan penulis pada penelitian yang
dilakukan Stefano Cassani yang berjudul “ High Performance
Motorbike Engine Block Structural Calculation ” [5]. Dilakukan tes
pada mesin motor Ducati V-Sylinder 999 cc ketika sedang beroperasi
dengan rekayasa sistem in-situ menggunakan sistem hidrolik
eksternal. Kemudian dengan analisis three-dimensional finite
element didapat regangan pada dinding crankcase akibat kompresi
dari piston dan ruang bakar. Pembebanan utama terjadi pada main
bearing yang kemudian ditransmisikan ke dinding crankcase.
(a)
9
(b)
(c)
Gambar 2.4 (a) pengaturan percobaan dengan sistem hidrolik sebagai
sumber penggerak mesin, (b) skema hasil analisis 3D FEM terjadi
peregangan crankcase secara simetris pada saat mesin beroperasi pada
9500 rpm, (c) stress field pada dinding crankcase saat mesin dinyalakan.
10
Untuk mengurangi getaran dan emisi kebisingan (noise emission)
permukaan yang lebih besar harus dihindari atau secara struktural
harus dikakukan dengan desain rusuk yang tepat pada dinding
crankcase.
11
Fatigue pada crankcase terjadi pada ulir lubang baut crankcase
seperti pada studi jurnal yang dipublikasikan oleh Hiroshi Kuribara,
Junya Saito, Hidei Saito, Daisuke Sekiya dengan judul “
Establishment of prediction technology of fatigue strength in roots
of internal thread for crankcase assembly and application in product
development ” (Gambar 2.5 a) [7] dan penelitian yang dilakukan
oleh Alexandre Schalch Mendes, Emre Kanpolat and Ralf Rauschen
dengan judul “Crankcase and Crankshaft Coupled Structural
Analysis Based on Hybrid Dynamic Simulation” yang menemukan
fatigue failure pada dinding crankcase tempat main bearing
terpasang (Gambar 2.5 b) [8].
(a)
(b)
12
Gambar 2.5 (a) retak pada lubang ulir baut sebagai sumber utama
retak pada aluminum crankcase, (b) retak pada dinding crankcase
tempat main bearing dipasang.
c. Lingkungan Korosif
Pada mesin pembakaran dalam dimana saluran oli dan cairan
pendingin bersentuhan secara langsung dengan dinding crankcase
dapat menimbulkan lingkungan yang korosif. Hal ini biasa terjadi
ketika mesin diisi dengan low grade fuel yang mengandung sulfur
yang tinggi. Ketika mesin dimatikan dan udara lingkungan dingin
dan lembab akan timbul embun pada bagian dalam mesin seperti
pada crankcase dan blok silinder, yang memicu reaksi kimia dengan
sulfur menjadi asam sulfat (H2SO4).
13
Gambar 2.6 Diagram Fasa Fe-C [2]
Merujuk pada Heizz [1] material utama pada crankcase utnuk besi cor
adalah besi cor kelabu (gray cast iron), compacted graphite iron, dan ductile
iron.
a. Besi cor kelabu (gray cast iron) mempunyai kandungan karbon
diantara 2,5 - 4 % berat dan silikon diantara 1 – 3 % berat. Sebagian
besar besi cor memiliki grafit dalam bentuk serpihan seperti kulit
jagung yang biasanya dikelilingi oleh matriks ferrit atau perlit seperti
dapat dilihat pada diagram fe – c pada Gambar 2.6 dibawah.
Struktur mikro dari besi cor ini memiliki karakteristik tersendiri
yaitu berwarna abu-abu seperti pada Gambar 2.7. Karena serpihan
grafit ini, permukaan yang retak akan terlihat abu-abu. Sifat mekanis
dari besi cor kelabu relatif rapuh dan getas hal ini disebabkan
struktur mikro besi cor kelabu yang mempunyai bentuk grafit serpih
yang tajam dimana ketika besi cor mengalami gaya tarik akan
memicu konsentrasi tegangan pada ujung grafit.
14
Gambar 2.7 Struktur mikro besi cor kelabu dengan grafit serpih
yang tajam [2]
b. Compacted Graphite Iron merupakan jenis baru pada kelas besi cor.
Karbon ada membentuk grafit dimana pembentukannya dipengaruhi
oleh keberadaan silikon. Konten silikon antara 1,7 dan 3,0% berat
dan konsentrasi karbon antara 3,1 dan 4 % berat. Secara struktur
mikro grafit pada CGI ( compacted graphite iron ) seperti cacing
atau biasa disebut vermicular seperti ditunjukan pada Gambar 2.8.
15
Struktur mikro CGI berada diantara struktur mikro besi cor kelabu
dan nodular. Hal ini menyebabkan pengurangan konsentrasi
tegangan dan berkurangnya ketahanan fatigue. Dibandingkan
dengan jenis besi cor lainnya, CGI mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
Daya tahan yang lebih baik terhadap thermal shock.
Kemampuan oksidasi yang rendah pada temperatur tinggi.
16
Gambar 2.9 Struktur mikro Ductile Iron dengan grafit nodular
[13].
17
Massa jenis yang lebih rendah dari besi cor sehingga dapat
memiliki fluiditas yang lebih baik.
Toleransi hasil pengecoran lebih kecil karena koefisien termal
yang lebih kecil sehingga tidak menimbulkan thermal shock
dan kegagalan pada saat pengecoran. Hal ini merupakan
keuntungan dimana mengurangi noise pada piston.
Ringan dan menghemat konsumsi bahan bakar.
18
Silikon menaikan kemampuan pengecoran dan ketahanan aus dari
crankcase. Untuk crankcase dengan paduan silikon diatas 12.5 %
(hipereutektik) dapat menghasilkan jarak antara silinder dengan piston
sebesar 4 mm dan sangat baik untuk performa mesin [1]. Berikut adalah
gambar diagram fasa dari paduan Aluminium-Silicon.
19
a. Sand Casting
Merupakan proses manufaktur pengecoran dengan cetakan dan inti yang
terbuat dari pasir. Logam cair dituangkan dari atas pada lubang saluran
atau di pompakan dari bawah cetakan. Berbagai macam teknologi
berkembang dari konsep dasar sand casting ini salah satunya adalah
COSCASTTM Method dimana inti pada cetakan terbuat dari pasir
Zirconium [1]. Pada teknologi ini mempunyai kelebihan kualitas
permukaan yang tinggi dan akurasi bentuk yang baik tetapi hanya dapat
dibuat pada cetakan yang kecil atau sedang.
b. Molding sand “green sand”
Merupakan proses manufaktur pengecoran dengan cetakan dari pasir
yang ditambah dengan lempung. Proses pengecoran hampir sama
dengan sand casting. Kekurangan dari proses ini adalah inti cetakan
yang mengandung banyak air dapat diserap oleh aluminium dan dapat
menyebabkan porositas yang tidak diinginkan yang berpengaruh
terhadap sifat mekanik.
c. Permanent Mold Casting
Merupakan proses manufaktur dimana cetakan dapat dipakai
berulangkali. Logam cair atau aluminium akan di injeksi masuk dengan
tekanan menuju ke cetakan. Karakteristik dari pemrosesan ini
mempunyai akurasi dimensi yang sangat akurat, hasil permukaan yang
sangat bagus tetapi membutuhkan peralatan dengan biaya cukup tinggi.
Biasanya crankcase diproduksi dengan metode ini dari produksi sedang
hingga besar. Apabila produksi dilakukan secara kecil akan merugikan
biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan untung yang didapat.
d. Die casting
Merupakan proses manufaktur dengan cara memberikan tekanan pada
saat memompa masuk logam cair biasanya dengan metode injeksi.
Dengan mengontrol kecepatan pengisian logam cair pada cetakan dapat
menghasilkan sifat mekanis yang baik dan seragam. Dapat dilakukan
pada produksi dengan skala sedang ke besar dan efisiensi waktu
20
pengecoran yang tinggi. Kekurangannya adalah biaya yang relatif mahal
apabila tidak dalam produksi besar.
2.4.2 Metalografi
Metalografi bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif maupun
kuantitatif informasi pada suatu material seperti komposisi kimia, bentuk dan
21
orientasi butir, fasa penyusun material, dan lain-lain. Informasi yang
diperoleh dari metalografi berguna untuk mengetahui fasa yang terdapat pada
material, metode manufakturnya, perlakuan-perlakuan yang dilakukan pada
material, dan lain-lain.
Metalografi umumnya dilakukan secara mikroskopik tetapi terdapat
teknik metalografi makroskopik seperti macroetching. Berikut adalah
tahapan metalografi:
1. Pemotongan.
Metalografi tidak dilakukan pada keseluruhan spesimen tetapi
pada bagian tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dilakukan
pemotongan pada bagian yang dibutuhkan agar dapat dibingkai dan
lebih mudah diamati.
22
Gambar 2.14 Hasil Pembingkaian Spesimen Metalografi [18].
3. Penggerindaan.
Penggerindaan dilakukan menggunakan kertas amplas yang
diputar mesin dan disiram air. Penggunaan air untuk menghemat
kertas amplas dan mencegah kerusakan spesimen. Kertas amplas
yang digunakan dimulai dari paling kasar lalu bertahap semakin
halus hingga paling halus. Tingkat kehalusan kertas amplas
ditentukan ukuran serbuk silikon karbida (SiC) pada kertas dan
dinyatakan dengan grit. Kertas dengan grit 120 berarti serbuk SiC
pada kertas dapat lolos dari ayakan 120 lubang/inci.
4. Pemolesan.
Pemolesan dilakukan menggunakan kain beludru yang diputar
mesin dengan diberi pasta poles yang mengandung alumina (Al2O3)
dan air. Pemolesan bertujuan meningkatkan kehalusan permukaan
dengan menghilangkan goresan kecil hasil penggerindaan.
23
Gambar 2.16 Pasta Poles (Kiri) Proses pemolesan (Kanan) [20].
5. Pengetsaan.
Setelah permukaan spesimen rata dan halus kemudian
dilakukan pengetsaan. Prinsip pengetsaan adalah membuat logam
terkorosi agar dapat diamati. Terdapat berbagai jenis etsa yang
digunakan bergantung pada material dan hal yang diamati.
24
2.5 Pengujian Kekerasan
Kekerasan adalah ukuran ketahanan material terhadap deformasi plastis lokal
seperti lekukan atau goresan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam nilai kekerasan
material yang dapat diketahui melalui pengujian kekerasan. Terdapat tiga prinsip
pengujian kekerasan yaitu goresan, indentasi, dan pantulan. Pengujian kekerasan
dengan prinsip indentasi dilakukan dengan memberikan beban pada titik tertentu di
permukaan material dengan laju pembebanan yang teratur. Beban disebut sebagai
indentor dan setelah pembebanan akan terdapat jejak indentor yang digunakan
untuk memperoleh nilai kekerasan material menggunakan persamaan tertentu.
Terdapat beberapa metode pengujian kekerasan dengan prinsip indentasi,
antara lain metode Rockwell, Meyer, Brinell, Knoop, dan Vickers. Pengujian
kekerasan metode Vickers menggunakan indentor intan berbentuk limas segi empat
dengan sudut antar permukaan yang berhadapan sebesar 136o [39]. Nilai kekerasan
material hasil pengujian metode ini disebut VHN yang beban yang diberikan dibagi
dengan luas indentasi. Luas indentasi diketahui melalui pangukuran mikroskopik
panjang diagonal jejak indentasi. Nilai kekerasan VHN diperoleh dari persamaan:
25
Pengujian kekerasan metode Vickers termasuk metode pengujian indentasi
mikro sehingga dapat disebut Micro Vickers. Beban yang digunakan pada pengujian
sebesar 1 hingga 1000 gram [13]. Berikut adalah skema pengujian Micro Vickers:
26
Menurut Gilbert [9] semakin besar lengan antar dendrit semakin kasar suatu
mikrokonstituen dan semakin jelas pengaruhnya terhadap sifat mekanik. Berikut
contoh tabel referensi dari DAS :
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
28
3.2 Alat dan Bahan
Berikut adalah spesifikasi spesimen penelitian, larutan etsa, dan peralatan
yang digunakan pada penelitian ini.
29
3.3.3 Peralatan Penelitian
1. Mesin Optical Emission Spectroscopy (OES).
2. Gergaji logam manual dan mesin gergaji logam Viebahn.
3. Mesin penggerindaan Struers LaboPol-21.
4. Mesin pemolesan Struers LaboPol-25.
5. Pinset dan Gelas Ukur.
6. Mikroskop optik.
7. Mesin uji keras Micro Vickers Zwick-Rockwell.
3.3.2 Metalografi
Metalografi dilakukan dengan tujuan mengamati struktur mikro agar
dapat mengetahui fasa yang terbentuk pada bagian tertentu spesimen. Berikut
adalah tahapan metalografi yang dilakukan:
30
1. Pemotongan.
Pemotongan dilakukan menggunakan gergaji logam manual untuk
menghasilkan empat spesimen berukuran kecil. Dua spesimen untuk
metalografi awal dan sisanya untuk metalografi lanjutan.
2. Pembingkaian.
Pembingkaian dilakukan menggunakan resin poliester dengan
katalisnya.
3. Penggerindaan.
Penggerindaan dilakukan menggunakan mesin amplas otomatis
Struers LaboPol-21 dan kertas amplas. Kertas amplas yang
digunakan memiliki tingkat kehalusan bertingkat dan dimulai dari
grit 600, 800, 1000, 1500, dan 2000. Hal ini disebabkan kekerasan
31
aluminum yang rendah dan tebal spesimen yang tipis. Setiap
kenaikan grit orientasi spesimen diputar 90o.
4. Pemolesan.
Pemolesan dilakukan menggunakan mesin poles otomatis Struers
LaboPol-25, kain beludru, dan pasta gigi yang mengandung alumina
(Al2O3). Selama pemolesan spesimen diputar berlawanan dengan
arah putaran piringan untuk mempercepat proses pemolesan dan
mencegah timbulnya cacat.
5. Pengetsaan.
Pengetsaan dilakukan menggunakan larutan Keller’s Reagent
o
selama 4-5 detik pada temperatur 25 C lalu dibersihkan
menggunakan air mengalir. Pengetsaan dilakukan agar fasa dan
32
batas antar fasa terlihat. Digunakan gelas ukur untuk wadah larutan
etsa dan pinset untuk menjepit spesimen selama pengetsaan.
6. Observasi.
Observasi dilakukan menggunakan mikroskop optik menggunakan
perbesaran 100x, 200x dan 1000x.
33
Beban indentor yang digunakan pada pengujian ini sebesar 0,1 kg.
Pembebanan dilakukan selama 15 detik, waktu tersebut diukur selama
indentor menyentuh permukaan spesimen. Setelah itu beban diangkat dan
jejak indentasi diamati menggunakan mikroskop.
34
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1 Data
Berikut adalah data yang didapat dari hasil pengujian dan studi literartur
lanjutan, disediakan dalam tabel, gambar dan kesimpulan.
35
Tabel 4.2 komposisi kimia Crankcase dengan beberapa jenis Aluminum
Alloys dengan proses pengecoran.
Persentase Unsur (%)
Aluminum Tembaga
Material Silicon (Si)
(Al) (Cu)
Crankcase
82,45 10,15 3,44
Aluminum
3840 96
36
4.2.3 Metalografi Awal
Metalografi awal dilakukan pada dinding crankcase dan pengecekan
porositas serta inklusi pada spesimen sebelum dan sesudah di etsa.
(a)
(b)
37
(c)
(d)
Gambar 4.1 Struktur Mikro (a) Sebelum di etsa perbesaran 100x (b) sesudah
di etsa perbesaran 100x dan (c) sesudah di etsa perbesaran 200x dan (d)
sesudah di etsa perbesaran 1000x.
38
4.2.4 Parameter Kerja Crankcase
Parameter kerja crankcase :
39
Gambar 4.2 Gambar mikrostruktur 1 perbesaran 200x.
80.80 µ𝑚
DA S1 = =13,46 µ𝒎
6
82.17 µ𝑚
DA S2 = =11,73 µ𝒎
7
54,79 µ𝑚
DAS 3 = =7,82 µ𝒎
7
46,46 µ𝑚
DAS 4 = =11,61 µ𝒎
4
40
Gambar 4.4 Gambar mikrostruktur 3 perbesaran 200x.
63,53 µ𝑚
DAS 5 = =9,075 µ𝒎
7
76,85 µ𝑚
DAS6 = =10,97 µ𝒎
7
103,72 µ𝑚
DAS7 = =11,52 µ𝒎
9
120,83 µ𝑚
DAS8 = =13,42 µ𝒎
9
41
Tabel 4.4 Rata-rata hasil perhitungan dendrite arm spacing
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Mean
DAS
13,46 11,73 7,82 11,61 9,07 8,53 11,52 13,42 11,5695
(µm)
4.2 Analisa
Dari percobaan yang telah dilakukan analisa sesuai dengan tujuan dan latar
belakang percobaan ini. Analisa terbagi menjadi analisa hasil karkaterisasi, hasil
metalografi, hasil perhitungan DAS dan Studi literartur.
Dari hasil OES ditemukan unsur Fe dengan persen berat 1,528 dimana
Fe berpengaruh terhadap terbentuknya fasa Al5FeSi yang merupakan fasa
intermetalik sekunder yang bersifat getas. Hal ini dapat mempengaruhi sifat
mekanik pada saat crankcase bekerja pada parameter kerjanya.
Sedangkan pada uji keras Micro Vickers didapat perbedaan antara data
yang diperoleh penulis dengan literatur sedikit berbeda. Perbedaan nilai
tersebut dikarenakan pada pengujian micro vickers dapat mengenai fasa atau
antar fasa yang lebih lunak seperti tembaga (Cu) dengan Aluminum (Al).
42
4.2.2 Analisa Hasil Metalografi
Hasil metalografi yang sudah dilakukan menunjukan bahwa adanya
fasa intermetalik yaitu AlFeSi yang berbentuk serpih ditunjukan pada gambar
1 dengan lingkaran hijau dimana mempunyai ujung yang tajam yang dapat
menimbulkan konsentrasi tegangan, proeutektik silikon yang merupakan fasa
intermetalik besar ditunjukan pada gambar 1 lingkaran biru, dan fasa
aluminium dendrit primer yang mempunyai ciri khas yaitu lengan dendrit
yang seperti menjalar dari dua sisi ditunjukan pada gambar 1 lingkaran merah.
Gambar 1 merupakan hasil metalografi dengan pengamatan total perbesaran
200x. Apabila kita lihat lebih dalam pada perbesaran total 1000x didapat fasa
intermetalik akibat penambahan unsur paduan tembaga yaitu Al2Cu atau
biasa disebut fasa Ɵ. Kemudian terdapat fasa eutektik silikon kompleks
disekitar matriks α ditunjukan pada gambar 2.
(1)
43
Eut-Si
(2)
(3)
44
tidak adanya fasa intermetalik silikon yang besar. Pada eutectic terdapat fasa
intermetalik silikon yang relatif kecil dan tidak hanya berbentuk serpih tetapi
muncul morfologi nodular dan distribusi yang tidak banyak. Sedangkan pada
hypereutectic mempunyai fasa intermetalik silikon lebih banyak. Dari hasil
metalografi dan pengamatan struktur mikro 4 spesimen terlihat kemiripan
dengan mikrostruktur pada literatur gambar 3 (b). Dimana masih terdapat fasa
aluminium dendrite primer dan fasa intermetalik silikon serpih dan persegi
atau nodular. Maka bisa diidentifikasi bahwa material percobaan mendekati
titik eutektik pada diagram fasa.
45
Silicon pada paduan Aluminum
Pertama, peran silikon pada aluminium adalah menaikan fluiditas
dan cast ability pada saat pengecoran. Dapat dilihat pada diagram
fasa Al – Si dari daerah hypoeutectic (5-10 % Si) sampai eutectic
(10-13%) seiring dengan bertambahnya persen berat silikon akan
menurunkan temperatur lelehnya dimana pada saat proses
pengecoran molten metal semakin cepat membeku ketika mengisi
cetakan dan meningkatkan fluiditas pengecoran. Kedua,
meningkatkan ketahanan aus dan kekerasan akibat terbentuknya
senyawa intermetalik yang besar yang mempunyai kekerasan
lebih tinggi (dapat dilihat dari perbedaan hasil uji keras
penelitian) dibandingkan dengan matriksnya dimana ketika
terjadi gesekan maka yang menahan beban gesek adalah senyawa
intermetalik tersebut. Ketiga, penambahan silikon mengurangi
shrinkage dan toleransi dimensi hasil pengecoran hal ini
disebabkan silikon membentuk fasa intermetalik yang
mempunyai ukuran relatif lebih besar dapat mengisi
mikrostruktur sehingga dapat menahan penyusutan. Sifat
mekanik secara keseluruhan di pengaruhi oleh distribusi fasa
intermetalik silikon, apabila tersebar dengan baik, menyebabkan
naiknya nilai duktilitas material itu sendiri.
46
terjadi. Pada hasil metalografi spesimen crankcase perbesaran
1000x ditemukan presipitat Al2Cu yang seragam pada matriks.
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Parameter pemilihan aluminum sebagai material crankcase yaitu
kemampuan pengecoran yang baik, sifat mekanik yang dapat diperbaiki
dengan paduan, dan ketahanan korosi akibat lapisan oksida alami (Al2O3).
2. Proses manufaktur Aluminum Alloys sebagai material crankcase ANSI-
A384.0 adalah Die casting dengan rata-rata ukuran DAS 11,5695 .
3. Pengaruh unsur paduan silikon meningkatkan castability dan kekuatan,
tembaga meningkatkan duktilitas dan magnesium mengurangi porositas
pada saat pengecoran.
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan percobaan pengecoran paduan aluminium untuk
memodifikasi fasa silikon dengan tujuan menaikan sifat mekanik.
48
DAFTAR PUSTAKA
49
[12] https://en.wikipedia.org/wiki/Crankcase#/media/File:Two-
Stroke_Engine.gif diakses pada tanggal 30 januari 2019 pukul 08.45
[13] https://en.wikipedia.org/wiki/Crankcase#/media/File:4StrokeEngine_Ortho_
3D_Small.gif diakses pada tanggal 3 januari 2019 pukul 09.45
[14] https://www.quora.com/Why-is-gray-cast-iron-a-brittle-material diakses
pada tanggal 1 januari 2019 pukul 07.08
[15] https://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium diakses pada tanggal 1 januari 2019
pukul 07.08
[16] https://www.giessereilexikon.com/en/foundry-lexicon/Encyclopedia/show/
dendrite-arm-spacing-4536 pada tanggal 6 januari 2019 pukul 07.55
[17] https://vacaero.com/information-resources/metallography-with-george-
vander-voort/1168-metallographic-preparation-of-tool-steels.html diakses
pada 18 Januari 2019 pukul 8.40
[18] http://expertherald.com/metallographic-market-on-grinding-polishing-
machines-and-mounting-machines-market-report-aims-to-outline-and-
forecast-organization-sizes-top-vendors-industry-research-and-end-user-
analysis-by-2022/ Diakses pada 18 Januari 2019 pukul 8.41.
[19] https://www.kemet.co.uk/blog/metallography/metallographic-polishing-and-
grinding Diakses pada 18 Januari 2019 pukul 8.44.
[20] http://ritmindustry.com/catalog/polishing-machines/planar-polishing-
machine-manually-controlled-for-metallographic-samples-single-table/
Diakses pada 18 Januari 2019 pukul 8.46.
[21] https://www.struers.com/en/Knowledge/Etching Diakses pada 18 Juli 2018
pukul 8.49.
[22] http://analyticalprofessional.blogspot.com/2013/05/optical-emission-
spectroscopy.html Diakses pada 18 Juli 2018 pukul 8.37
[23] https://www.giessereilexikon.com/en/foundry-lexicon/Encyclopedia/
show/dendrite-arm-spacing/ Diakses pada 18 Juli 2018 pukul 9.30
50
LAMPIRAN
51
Gambar A.2 Hasil Karakterisasi OES Halaman Kedu
52
B. Spesimen Crankcase Paduan Aluminium ANSI-A384.0
53
C. Struktur Mikro Crankcase Paduan Aluminium ANSI-A384.0
54
Gambar C.3 Struktur mikro spesimen perbesaran 1000x.
55
Gambar C.4 Struktur mikro spesimen perbesaran 1000x.
56
E. Hasil pembingkaian spesimen crankcase
57