Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS ALUMINUM ALLOYS ANSI-A384.

0 SEBAGAI
MATERIAL CRANKCASE

Tugas Sarjana

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut
Teknologi Bandung

Oleh :

Gumelar Kalamal Haq

13714039

PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019
PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN
DIRGANTARA INSTITUT TEKNOLOGI
BANDUNG
Gd. Labtek II, Jln. Ganesha No.10 Bandung 40132, Telp: +6222 2504243
Email: tu@ftmd.itb.ac.id, Website: www.ftmd.itb.ac.id

TUGAS SARJANA

Diberikan kepada : Gumelar Kalamal Haq

Pembimbing : Prof. Dr. Ir. RochimSuratman

Jangka Waktu Penyelesaian : 4 (empat) bulan

Judul : Analisis Aluminum Alloys ANSI-A384.0 Sebagai


Material Crankcase

Isi Tugas : Pengujian karakterisasi material dengan Optical


Emission Spectroscopy (OES) dan metalografi untuk
mengamati struktur mikro dan makro crankcase.
Menentukan proses manufaktur crankcase dengan
metode Dendrit Arm Spacing (DAS). Studi literatur
buku dan jurnal ilmiah untuk mengetahui parameter
pengaruh unsur paduan dan pemilihan paduan
aluminium sebagai material crankcase dengan
merujuk pada parameter kerjanya.

Bandung, 14 Maret 2018

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rochim Suratman


NIP. 19500702 197603 1004
PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN
DIRGANTARA INSTITUT TEKNOLOGI
BANDUNG
Gd. Labtek II, Jln. Ganesha No.10 Bandung 40132, Telp: +6222 2504243
Email: tu@ftmd.itb.ac.id, Website: www.ftmd.itb.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Sarjana

ANALISIS ALUMINUM ALLOYS ANSI-A3840 SEBAGAI


MATERIAL CRANKCASE

Oleh :

Gumelar Kalamal Haq

13714039

Program Studi Teknik Material

Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Institut Teknologi Bandung

Disetujui pada tanggal : 14 Maret 2018

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rochim Suratman


NIP. 19500702 197603 1004
Gumelar
ANALISIS ALUMINUM ALLOYS ANSI-A384.0
Topik Kalamal
SEBAGAI MATERIAL CRANKCASE
Haq

Major Teknik Material 13714039

Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

ABSTRAK

Bak engkol biasanya terbuat dari paduan aluminium dan besi cor. Proses
manufaktur dari bak engkol sangat beragam sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Dilakukan studi untuk meneliti material yang cocok sesuai dengan
parameter kerja bak engkol. Penelitian yang dilakukan terdiri dari karakterisasi
OES, metalografi, pengujian kekerasan, metode perhitungan jarak antar lengan
dendrit (DAS) dan studi literatur untuk mengetahui proses manufaktur serta
memahami parameter pemilihan material merujuk pada parameter kerja yang
dialami oleh bak engkol itu sendiri. Karakterisasi OES bertujuan untuk
mengetahui material dari bak engkol yang didapat dan diketahui bahwa spesimen
penelitian masuk dalam kategori ANSI A-384.0. Metalografi dan pengujian
kekerasan terdiri dari tahap awal untuk identifikasi material dan studi literatur
lanjutan untuk menjawab tujuan penelitian. Studi literatur lanjutan dilakukan
untuk menggali lebih dalam alasan paduan aluminium silikon dengan
penambahan tembaga dan magnesium yang digunakan sebagai material bak
engkol. Hasil metalografi menunjukan bahwa fasa yang terbentuk adalah dendrit,
silikon eutektik, silikon proeutektik dan fasa intermetalik yaitu AlFeSi dan
Al2Cu. Dendrit menunjukan bahwa proses manufakturnya adalah pengecoran.
Perhitungan dengan metode DAS menunjukan hasil bahwa jarak antar lengan
dendrit adalah 11,56 µm membuktikan bahwa jarak antar lengan dendrit masuk
dalam rentang 5-15 µm untuk proses pengecoran die casting.

Kata kunci : Bak engkol, paduan aluminium ANSI A384.0, proses manufaktur,
metode DAS, metalografi, pengujian kekerasan.
Gumelar
ALUMINUM ALLOYS ANSI-A384.0 ANALYSIS
Topic Kalamal
FOR CRANKCASE MATERIAL
Haq

Major Materials Engineering 13714039

Faculty of Mechanical and Aerospace Engineering

ABSTRACT

Crankcase is usually made of aluminum alloy and cast iron. The manufacturing
process from the crankcase is very diverse according to the objectives to be
achieved. A study was conducted to examine suitable material in accordance with
crank working parameters. The research consisted of OES characterization,
metallography, hardness testing, dendrite inter-arm distance calculation method
and literature study to find out the manufacturing process and understand the
parameters of material selection referring to the working parameters experienced
by the crankcase itself. The OES characterization aims to determine the material
from the crank body obtained and it is known that the research specimens are
ANSI A-384.0. Metallography and hardness testing consist of the initial stages
for material identification and further literature studies to answer the research
objectives. Further literature studies are carried out to dig deeper into the reason
for aluminum silicon alloys with the addition of copper and magnesium which
are used as crankcase material. Metallographic results show that the phases
formed are dendrites, eutectic silicon, proeutectic silicon and intermetallic phases
namely AlFeSi and Al2Cu. Dendrites indicate that the manufacturing process is
casting. Calculation with the DAS method shows that the distance between the
dendrite arms is 11.56 µm proving that the distance between the dendrite arms is
in the range of 5-15 µm for the die casting casting process.

Keyword : crankcase, aluminum alloy ANSI-A3840, manufacturing process,


watershed method, metallography, hardness testing.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”Analisis
Aluminum Alloys ANSI-A384.0 Sebagai Material Crankcase ”. Laporan tugas akhir
ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan dari program studi Teknik Material
Institut Teknologi Bandung.

Tugas akhir yang penulis lakukan telah memberikan banyak pembelajaran


dan ilmu di bidang teknik material yang telah penulis pelajari di program studi
Teknik Material Institut Teknologi Bandung.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang


memberikan bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua, adik-adik, dan keluarga penulis yang selalu


mendoakan, mendukung, dan memberikan semangat.
2. Prof. Dr. Ir. Rochim Suratman, selaku pembimbing tugas akhir penulis.
3. Dr. Ir. Hermawan Judawisastra selaku Kepala Program Studi Teknik
Material beserta jajaran pengajar dan tenaga pendidik di jurusan Teknik
Material Institut Teknologi Bandung.
4. Dr. Ir Aditianto Ramelan selaku kepala Laboratorium Metalurgi dan
Teknik Material beserta jajaran dan teknisi Laboratorium Metalurgi dan
Teknik Material.
5. M. Fariz Akram yang menemani dan memberi dukungan kepada penulis
selama pengerjaan tugas akhir ini.
6. Foot Print yang menemani dan memberi dukungan kepada penulis
selama pengerjaan tugas akhir ini.
7. Hutomo Tanoto yang membantu penulis dalam mengerjakan tugas akhir
ini dan mantan teman seperjuangan dalam berorganisasi.

i
8. M. Renardi Arbiarto, M.Bagaskara Jiwapasca, dan Rahmatul Aulia Jorji
yang menemani penulis dalam proses pengembangan diri penulis.
9. Mahasiswa Teknik Material angkatan tahun 2014, yang turut membantu
dan menyemangati penulis.
10. MTM ITB selaku wadah berorganisasi dan pegembangan diri penulis,
serta anggota biasa dan anggota muda MTM ITB selaku mantan rekan
berorganisasi penulis selama menempuh pendidikan di ITB

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat


kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima dengan lapang dada semua kritik
dan saran yang diberikan kepada penulis agar kekurangan tersebut bisa diperbaiki
dan tidak terulang kembali.

Bandung, 6 Februari 2019

Gumelar Kalamal Haq

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Tujuan ....................................................................................................... 2

1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 2

1.4. Metode Penelitian ..................................................................................... 2

1.5. Sistematika Penelitian .............................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5

2.1 Crankcase ................................................................................................. 5

2.1.1 Tipe Crankcase .......................................................................................... 7

2.1.2 Parameter Kerja Crankcase ..................................................................... 8

2.2 Material Crankcase ................................................................................ 13

2.1 Besi Cor .................................................................................................... 13

2.2 Paduan Aluminium ................................................................................. 17

2.3 Proses Manufaktur .................................................................................. 19

2.4 Karakterisasi Material ............................................................................ 21

2.4.1 Optical Emission Spectroscopy ............................................................. 21

2.4.2 Metalografi ............................................................................................... 21

2.5 Pengujian Kekerasan .............................................................................. 25

2.6 Dendrit Arm Spacing (DAS) .................................................................. 26

iii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 28

3.1 Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 28

3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 29

3.3.1 Spesimen Penelitian ................................................................................ 29

3.3.2 Larutan Etsa ............................................................................................. 29

3.3.3 Peralatan Penelitian ................................................................................. 30

3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................. 30

3.3.1 Karakterisasi OES ................................................................................... 30

3.3.2 Metalografi ............................................................................................... 30

3.3.3 Pengujian Kekerasan .............................................................................. 33

BAB IV DATA DAN ANALISIS ........................................................................ 35

4.1 Data ........................................................................................................ 35

4.2.1 Karakterisasi Optical Emission Spectroscopy (OES) ........................ 35

4.2.2 Pengujian Kekerasan Awal .................................................................... 36

4.2.3 Metalografi Awal .................................................................................... 37

4.2.4 Parameter Kerja Crankcase .................................................................... 39

4.2.5 Unsur Paduan Aluminum dan Pengaruhnya terhadap sifat


mekanik.................................................................................................... 39

4.2.6 Pengukuran Jarak Antar Lengan Dendrit ............................................. 39

4.2 Analisa .................................................................................................... 42

4.2.1 Analisa Hasil Karakterisasi ................................................................... 42

4.2.2 Analisa Hasil Metalografi ...................................................................... 43

4.2.3 Analisa Hasil DAS .................................................................................. 45

4.2.4 Analisa Hasil Studi Literatur ................................................................. 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 48

iv
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 48

5.2 Saran ....................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

LAMPIRAN .......................................................................................................... 51

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian Bak engkol (a) oil pump, (b) right crankcase cover, dan (c)
left crankcase cover [11]. .................................................................. 6

Gambar 2.2 Mesin 2 langkah tidak ada sistem sirkulasi oli pada crankcase (bak
engkol pada gambar berwarna abu-abu) [12]. ................................... 7

Gambar 2.3 Mesin 4 langkah dengan sistem wet sump, oli (warna kuning) di
biarkan menggenang pada bagian bawah crankcase [12]. ................ 8

Gambar 2.4(a) pengaturan percobaan dengan sistem hidrolik sebagai sumber


penggerak mesin, (b) skema hasil analisis 3d FEM terjadi
peregangan crankcase secara simetris pada saat mesin beroperasi
pada 9500 rpm, (c) stress field pada dinding crankcase saat mesin
dinyalakan. ....................................................................................... 10

Gambar 2.5(a) retak pada lubang ulir baut sebagai sumber utama retak pada
aluminum crankcase, (b) retak pada dinding crankcase tempat main
bearing dipasang. ............................................................................. 13

Gambar 2.6 Diagram Fasa Fe-C [2] ...................................................................... 14

Gambar 2.7 Gambar 2.7 Struktur mikro besi cor kelabu dengan grafit serpih yang
tajam [2] .......................................................................................... 15

Gambar 2.8 Struktur mikro CGI dengan grafit vermicular [2] ............................ 16

Gambar 2.9 Struktur mikro Ductile Iron dengan grafit nodular [13] ................... 17

Gambar 2.10 Grafik Penurunan Kekuatan pada aluminum di temperatur tinggi


[1]. .................................................................................................... 18

Gambar 2.11 Diagram fasa biner Al- Si [10] ........................................................ 19

Gambar 2.12 Prinsip OES [21]. ............................................................................ 21

Gambar 2.13 Pemotongan Spesimen Metalografi [17]. ........................................ 22

Gambar 2.14 Hasil Pembingkaian Spesimen Metalografi [18]. ........................... 23

vi
Gambar 2.15 Kertas Amplas (Kiri) dan Proses Penggerindaan (Kanan) [18]. ..... 23

Gambar 2.16 Pasta Poles (Kiri) Proses pemolesan (Kanan) [20]. ........................ 24

Gambar 2.17 Proses Pengetsaan [18]. ................................................................... 24

Gambar 2.18 Skema Pengujian Kekerasan Micro Vickers [2] ............................. 26

Gambar 2.19 Metode perhitungan DAS [23] ........................................................ 26

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 28

Gambar 3.2 Right Crankcase sepeda motor [Sumber : Dokumen Pribadi]. ......... 29

Gambar 3.3 HF (Kiri), HNO3 (Tengah), dan HCl (Kanan) [Sumber : Dokumen
Pribadi]............................................................................................. 29

Gambar 3.4 Spesimen Karakterisasi OES [Sumber : Dokumen Pribadi]. ............ 30

Gambar 3.5 Gergaji Logam Manual [Sumber : Dokumen Pribadi]. ..................... 31

Gambar 3.6 Resin Poliester dan Katalisnya [Sumber : Dokumen Pribadi]. ......... 31

Gambar 3.7 Mesin Amplas Otomatis Struers LaboPol-21 [Sumber : Dokumen


Pribadi]............................................................................................. 32

Gambar 3.8 Mesin Poles Otomatis Struers LaboPol-25 (Kiri) dan Pasta Gigi
Mengandung Al2O3 (Kanan) [Sumber : Dokumen Pribadi]. .......... 32

Gambar 3.9 Gelas Ukur (Kiri) dan Pinset (Kanan) [Sumber : Dokumen Pribadi].
......................................................................................................... 33

Gambar 3.10 Mikroskop Optik yang Digunakan Untuk Observasi [Sumber :


Dokumen Pribadi]. ........................................................................... 33

Gambar 3.11 Mesin Uji Keras Micro Vickers Zwick-Rockwell [Sumber :


Dokumen Pribadi]. ........................................................................... 34

Gambar 4.1 Struktur Mikro (a) Sebelum di etsa perbesaran 100x (b) sesudah di
etsa perbesaran 100x dan (c) sesudah di etsa perbesaran 200x dan
(d) sesudah di etsa perbesaran 1000x. ............................................. 38

Gambar 4.2 Gambar mikrostruktur 1 perbesaran 200x......................................... 40

Gambar 4.3 Gambar mikrostruktur 2 perbesaran 200x......................................... 40

vii
Gambar 4.4 Gambar mikrostruktur 3 perbesaran 200x......................................... 41

Gambar 4.5 Gambar mikrostruktur 4 perbesaran 200x......................................... 41

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh Larutan Etsa Metalografi [21].................................................25

Tabel 2.2 Referensi DAS dengan prose manufaktur pengecoran [9]...................27

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Right-Crankcase Cover...........................................35

Tabel 4.2 Komposisi Kimia Spesimen dan Aluminum Alloys Casting...............36

Tabel 4.3 Kekerasan Paduan Aluminium Al-Si-Cu Pengecoran [11]..................36

Tabel 4.4 Rata-rata hasil perhitungan dendrite arm spacing................................42

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bak Engkol atau Crankcase merupakan wadah dari komponen-komponen
fungsional yang menunjang kerja mesin pembakaran dalam. Berfungsi mencegah
pelumas dan cairan pendingin keluar dari sistem dan masuknya pengotor atau debu.
Desain dari Crankcase mengoptimalkan berat dari material yang digunakan dengan
tetap menjaga kekakuan struktural dan bentuk yang akurat pada lubang atau garis
silinder. Crankcase menanggung gaya dan momen internal serta memindahkannya
ke dudukan mesin. Selain itu, menahan gaya eksternal seperti gaya dari dudukan
mesin, perakitan dan ekspansi termal.

Material yang biasa digunakan untuk Crankcase adalah besi cor dan
aluminum alloys bergantung kepada aplikasi dan tujuannya. Masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk besi cor mempunyai kelebihan pada
sifat mekanik yang lebih unggul seperti kekakuan dan stabillitas terhadap deformasi
pada bagian permukaan silinder. Adapun kekurangannya adalah massa jenis yang
tinggi dan toleransi yang besar dari hasil cor.

Seiring dengan perkembangan industri dimana efisiensi dari konsumsi bahan


bakar menjadi target utama. Aluminium mempunyai kompetensi yang unggul
sebagai material yang mempunyai massa jenis yang lebih rendah dari besi cor.
Disamping kelebihannya, terdapat masalah dimana aluminium mempunyai
kekakuan yang rendah, proses manufaktur yang membutuhkan biaya lebih tinggi
dan diperlukannya campuran unsur lain pada aluminium untuk merekayasa sifat
mekanik alaminya. ANSI-A384.0 merupakan paduan aluminium-silikon dengan
tambahan tembaga dan magnesium yang melalui proses manufaktur pengecoran.
Secara umum material jenis ini digunakan sebagai material bagian dari mesin
otomotif.

Penelitian aluminum alloys ANSI-A384.0 sebagai material crankcase ini


dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan material
crankcase, mengetahui proses manufaktur dengan metalografi, pengukuran jarak

1
antar lengan dendrit dan pengaruh unsur paduannya terhadap sifat mekanik. Ketiga
hal ini penting karena menjadi acuan utama produksi crankcase pada dunia industri
otomotif yang berpengaruh terhadap performa hasil produk pengecoran.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui parameter pemilihan Aluminum Alloys sebagai material
crankcase.
2. Menentukan proses manufaktur dari crankcase Aluminum Alloys dengan
metode metallografi dan Dendrite Arm Spacing.
3. Mengetahui pengaruh unsur paduan pada aluminium terhadap sifat
mekanik crankcase .

1.3. Batasan Masalah


Batasan masalah penelitian yang dilakukan sebagai berikut :

1. Spesimen penelitian adalah crankcase paduan aluminium ANSI-A384.0.


2. Spesimen penelitian tidak mempunyai informasi sejarah.
3. Larutan etsa yang digunakan adalah Keller’s Reagent.
4. Proses pengetsaan dilakukan pada temperatur ruang (25oC)
5. Pengujian kekerasan menggunakan metode Micro Vickers.
6. Penentuan metode manufaktur menggunakan metode kuantitatif dendrite
arm spacing.

1.4. Metode Penelitian


1. Studi literatur mengenai crankcase, besi cor, paduan aluminium, proses
manufaktur, karakterisasi material, dendrite arm spacing dan pengujian
kekerasan untuk memahami konsep penelitian dan mengetahui langkah
selanjutnya. Literatur yang digunakan adalah buku, standar, jurnal ilmiah, dan
artikel dari internet.

2
2. Karakterisasi Optical Emission Spectroscopy (OES) untuk mengetahui
komposisi kimia spesimen sehingga dapat ditentukan jenis materialnya.
3. Metalografi awal untuk mengetahui struktur mikro pada crankcase serta uji
keras untuk mengetahui nilai kekerasannya.
4. Perhitungan dendrite arm spacing untuk menentukan proses manufaktur.
5. Studi literatur lanjutan untuk mengetahui parameter kerja crankcase dan
faktor yang menentukan pemilihan dan proses material.
6. Analisis berdasarkan data yang telah diperoleh dengan merujuk literatur yang
didapat, untuk menentukan proses manufaktur crankcase dan hasil dari studi
jurnal mengenai faktor yang berpengaruh dalam pemilihan material
crankcase merujuk pada parameter kerjanya.
7. Menarik kesimpulan penelitian berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

1.5. Sistematika Penelitian


Sistematika pada proposal penilitian ini yaitu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi pendahuluan yang memaparkan mengenai latar belakang,


tujuan, batasan masalah, metode, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari
berbagai literatur dan digunakan untuk analisis penelitian.

BAB III METODOLOGI

Bab ini berisi diagram alir penelitian, alat dan bahan yang digunakan,
prosedur penelitian, dan spesimen.

BAB IV DATA DAN ANALISIS

Bab ini berisi data-data yang diperoleh dari penelitian yang kemudian
dianalisis dengan merujuk kepada literatur pada BAB II.

3
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan penelitian hasil analisis pada bab sebelumnya dan
saran untuk memperbaiki penelitian serta untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bak Engkol (Crankcase)


Bak engkol atau bak mesin biasa disebut Crankcase adalah wadah atau
tempat dari komponen fungsional pada mesin pembakaran dalam (seperti poros
engkol, transmisi dan roda gigi). Menghubungkan komponen dengan engkol
penggerak, membuat sistem tertutup untuk cairan pelumas dan pendingin sehingga
mencegah debu dan pengotor masuk. Desain dari crankcase harus mengoptimalkan
massa yang diberikan dari keseluruhan desain mesin pembakaran dalam dengan
tetap menjaga kekakuan struktural dan akurasi dari lubang dan garis silinder.
Crankcase menahan gaya dan moment internal dari pergerakan piston pada silinder,
kemudian menyalurkannya pada dudukan mesin. Selain itu menerima gaya
eksternal seperti :
 Gaya radial dan aksial dari kerangka mesin ketika dikendarai.
 Gaya dari dudukan dan bingkai mesin (ketika kendaraan sedang
melaju pada jalan yang tidak rata).
 Gaya dari perakitan.
 Gaya dari ekspansi termal.

Tipe crankcase bergantung kepada ukuran dan aplikasi dari mesin, prinsip
operasinya (2 langkah atau 4 langkah), fluida pendingin yang digunakan (udara atau
air), jumlah silinder pada mesin, desain dan perakitan, material dan proses
manufaktur [1]. Sebuah bak mesin secara umum terdiri dari dinding perantara,
dinding penutup kanan (right crankcase) terdapat mekanisme rem, dan dinding
penutup kiri (left crankcase cover) terdapat mekanisme transmisi dan oil-pump.

5
(a)

(b)

(c)
Gambar 2.1 Bagian Bak engkol (a) oil pump, (b) right crankcase cover, dan (c)
left crankcase cover [11].

6
2.1.1 Tipe Crankcase
Tipe dari crankcase berdasarkan prinsip operasi mesin dibagi menjadi
dua secara umum yaitu crankcase pada mesin 2 langkah dan 4 langkah.
a. Crankcase mesin 2 langkah.
Sebagian besar mesin dua langkah menggunakan crankcase
tertutup sebagai ruang kompresi bahan bakar. Hal Ini sangat umum
untuk mesin bensin seperti sepeda motor, generator dan alat
pemotong rumput. Pada mesin 2 langkah piston digunakan sebagai
permukaan kerja yang terbagi menjadi bagian atas sebagai
komponen pendorong dan bagian bawah sebagai penggerak
scavenging pump. Ketika piston naik mendorong bahan bakar dan
udara menciptakan ruang hampa pada crankcase dan pembakaran
terjadi crankcase mendapat tekanan dalam suhu tinggi. Pada mesin
2 langkah ini crankcase tidak menampung oli pada tangki khusus.
Sebagai gantinya bensin dicampur dengan oli dan campuran ini
disebut petroil.

Gambar 2.2 Mesin 2 langkah tidak ada sistem sirkulasi oli pada
crankcase (bak engkol pada gambar berwarna abu-abu) [12].

7
b. Crankcase mesin 4 langkah.
Pada mesin 4 langkah terdapat sistem sirkulasi oli pada
crankcase yang terpisah dari campuran bahan bakar dan udara yang
tidak ikut terbakar. Oli bergerak dari reservoirnya, diberi tekanan
oleh pompa dan masuk melalui filter untuk menghilangkan
pengotor. Kemudian disemprot ke poros engkol hingga ke bagian
bawah dari crankcase. Pada beberapa jenis sistem sirkulasi, oli
dibiarkan menggenang pada bagian bawah dari crankcase disebut
sistem basah (wet sump) seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Mesin 4 langkah dengan sistem wet sump, oli (warna
kuning) di biarkan menggenang pada bagian bawah crankcase
[12].

2.1.2 Parameter Kerja Crankcase


Parameter kerja yang dialami crankcase berdasarkan studi literatur yang
dilakukan dibagi menjadi beberapa parameter yaitu :
a. Gaya dan Tekanan pada dinding crankcase
Tekanan gas di ruang bakar (combustion chamber)
menghasilkan gaya reaksi pada kepala silinder yang menimbulkan
gaya aksi pada baut yang menghubungkan tangkai piston dan
dinding crankcase. Hal ini membuat baut menerima momen dari
gaya piston dan mentransfernya ke dinding crankcase dan blok
silinder. Selain itu terdapat gaya lain dari poros engkol melalui tutup

8
bantalan (bearing) utama yang terpasang pada dinding crankcase
yang menyalurkannya ke poros. Kedua hal tersebut membuat
crankcase menanggung gaya tarik dan momen bending pada
dindingnya. Baut yang mengaitkan blok silinder dengan crankcase
menambah gaya yang diterima [1]. Selain itu, gaya pada dinding
crankcase akibat dari kekuatan perakitan menimbulkan pembebanan
statis.
Hasil studi jurnal yang dilakukan penulis pada penelitian yang
dilakukan Stefano Cassani yang berjudul “ High Performance
Motorbike Engine Block Structural Calculation ” [5]. Dilakukan tes
pada mesin motor Ducati V-Sylinder 999 cc ketika sedang beroperasi
dengan rekayasa sistem in-situ menggunakan sistem hidrolik
eksternal. Kemudian dengan analisis three-dimensional finite
element didapat regangan pada dinding crankcase akibat kompresi
dari piston dan ruang bakar. Pembebanan utama terjadi pada main
bearing yang kemudian ditransmisikan ke dinding crankcase.

(a)

9
(b)

(c)
Gambar 2.4 (a) pengaturan percobaan dengan sistem hidrolik sebagai
sumber penggerak mesin, (b) skema hasil analisis 3D FEM terjadi
peregangan crankcase secara simetris pada saat mesin beroperasi pada
9500 rpm, (c) stress field pada dinding crankcase saat mesin dinyalakan.

b. Getaran dan Fatigue


Menurut Heizz [1], Crankcase merupakan sumber dan media
pengantar dari getaran dan noise dari mesin. Sumber getaran berasal
dari :
 Getaran dari poros dan mekanisme buka-tutup katup pada
wadah pembakaran.
 Getaran dari aksesoris seperti baut dan mur.
 Getaran dari agregat atau pengotor dari endapan cairan
pelumas.
 Noise dari sistem pembakaran dan piston.
Getaran dan noise ini ditransfer menuju struktur bak engkol.
Permukaan luar dengan luas area yang besar menyebabkan noise.

10
Untuk mengurangi getaran dan emisi kebisingan (noise emission)
permukaan yang lebih besar harus dihindari atau secara struktural
harus dikakukan dengan desain rusuk yang tepat pada dinding
crankcase.

Fatigue atau kelelahan menurut (Zulhanif, 2002)


didefinisikan sebagai proses perubahan struktur progresive localized
pada kondisi yang menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan
dibawah kekuatan tariknya dan pada satu titik atau banyak titik yang
dapat memuncak menjadi retak (crack) atau patahan (fracture)
secara keseluruhan sesudah fluktuasi tertentu. Progresive
mengandung pengertian fatigue mengalami proses pada jangka
waktu tertentu atau selama pemakaian sejak komponen digunakan.
Localized berarti proses fatigue beroperasi pada luasan lokal yang
mempunyai tegangan dan regangan yang tinggi karena : pengaruh
beban luar, perubahan geometri, perbedaan temperatur, dan
tegangan sisa [6]. Kegagalan Fatigue ditunjukan dengan adanya
deformasi terlebih dahulu tetapi melalui beberapa tahap yaitu:

1. Crack initiation, merupakan permulaan adanya retak.


Biasanya terjadi pada permukaan yang memiliki
konsentrasi tegangan yang tinggi yang disebabkan oleh
inklusi, cacat atau notch.
2. Crack propagation, merupaka perambatan retak mengikuti
arah bidang yang mempunya tegangan shear paling tinggi.
Kemudian menjalar sampai menuju final fracture.

3. Final fracture, adalah tahap akhir peristiwa fatigue failure.


Pada tahapan ini material sudah tidak bisa lagi menahan
beban dinamik yang dideritanya sehingga terjadi patahan.

11
Fatigue pada crankcase terjadi pada ulir lubang baut crankcase
seperti pada studi jurnal yang dipublikasikan oleh Hiroshi Kuribara,
Junya Saito, Hidei Saito, Daisuke Sekiya dengan judul “
Establishment of prediction technology of fatigue strength in roots
of internal thread for crankcase assembly and application in product
development ” (Gambar 2.5 a) [7] dan penelitian yang dilakukan
oleh Alexandre Schalch Mendes, Emre Kanpolat and Ralf Rauschen
dengan judul “Crankcase and Crankshaft Coupled Structural
Analysis Based on Hybrid Dynamic Simulation” yang menemukan
fatigue failure pada dinding crankcase tempat main bearing
terpasang (Gambar 2.5 b) [8].

(a)

(b)

12
Gambar 2.5 (a) retak pada lubang ulir baut sebagai sumber utama
retak pada aluminum crankcase, (b) retak pada dinding crankcase
tempat main bearing dipasang.

c. Lingkungan Korosif
Pada mesin pembakaran dalam dimana saluran oli dan cairan
pendingin bersentuhan secara langsung dengan dinding crankcase
dapat menimbulkan lingkungan yang korosif. Hal ini biasa terjadi
ketika mesin diisi dengan low grade fuel yang mengandung sulfur
yang tinggi. Ketika mesin dimatikan dan udara lingkungan dingin
dan lembab akan timbul embun pada bagian dalam mesin seperti
pada crankcase dan blok silinder, yang memicu reaksi kimia dengan
sulfur menjadi asam sulfat (H2SO4).

2.2 Material Crankcase


Material crankcase yang umum digunakan dikelompokan menjadi dua, yaitu
logam besi cor dan paduan aluminum cor. Kedua material ini mempunyai
spesifikasi, kelebihan, kekurangan dan sifat mekanik yang berbeda-beda.
Mempelajari hal tersebut dapat menentukan material mana yang cocok untuk
dipilih sesuai dengan desain dan parameter kerja dari crankcase.

2.1 Besi Cor


Umumnya besi cor adalah besi paduan dengan kandungan karbon diatas
2,14 % berat dan dalam prakteknya mempunyai kandungan karbon antara 3
dan 4,5 % berat karbon beserta tambahan ANSIur paduannya. Pada diagram
fasa Fe –C Gambar 2.6 dapat dilihat bahwa keseluruhan fasa menjadi liquid
pada temperatur antara 1153 dan 1300 oC. Mempunyai massa jenis sebesar
7,3 g/cm3.

13
Gambar 2.6 Diagram Fasa Fe-C [2]

Merujuk pada Heizz [1] material utama pada crankcase utnuk besi cor
adalah besi cor kelabu (gray cast iron), compacted graphite iron, dan ductile
iron.
a. Besi cor kelabu (gray cast iron) mempunyai kandungan karbon
diantara 2,5 - 4 % berat dan silikon diantara 1 – 3 % berat. Sebagian
besar besi cor memiliki grafit dalam bentuk serpihan seperti kulit
jagung yang biasanya dikelilingi oleh matriks ferrit atau perlit seperti
dapat dilihat pada diagram fe – c pada Gambar 2.6 dibawah.
Struktur mikro dari besi cor ini memiliki karakteristik tersendiri
yaitu berwarna abu-abu seperti pada Gambar 2.7. Karena serpihan
grafit ini, permukaan yang retak akan terlihat abu-abu. Sifat mekanis
dari besi cor kelabu relatif rapuh dan getas hal ini disebabkan
struktur mikro besi cor kelabu yang mempunyai bentuk grafit serpih
yang tajam dimana ketika besi cor mengalami gaya tarik akan
memicu konsentrasi tegangan pada ujung grafit.

14
Gambar 2.7 Struktur mikro besi cor kelabu dengan grafit serpih
yang tajam [2]

Besi cor kelabu biasanya digunakan sebagai material dari


silinder blok. Mempunyai kemampuan meredam getaran pada mesin
dimana getaran menjadi parameter kerja crankcase (sub-bab
2.1.2.b), mempunyai harga dan ongkos produksi yang lebih murah
dan mudah diproses. Kekurangan dari besi cor kelabu sebagai
crankcase adalah mempunyai massa jenis yang tinggi dimana
berpengaruh pada fluiditas saat proses pengecoran, konduktivitas
termal yang rendah (lebih rendah dari aluminum) dan kemampuan
menahan beban yang lebih rendah dari compacted graphite iron, dan
ductile iron.

b. Compacted Graphite Iron merupakan jenis baru pada kelas besi cor.
Karbon ada membentuk grafit dimana pembentukannya dipengaruhi
oleh keberadaan silikon. Konten silikon antara 1,7 dan 3,0% berat
dan konsentrasi karbon antara 3,1 dan 4 % berat. Secara struktur
mikro grafit pada CGI ( compacted graphite iron ) seperti cacing
atau biasa disebut vermicular seperti ditunjukan pada Gambar 2.8.

15
Struktur mikro CGI berada diantara struktur mikro besi cor kelabu
dan nodular. Hal ini menyebabkan pengurangan konsentrasi
tegangan dan berkurangnya ketahanan fatigue. Dibandingkan
dengan jenis besi cor lainnya, CGI mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
 Daya tahan yang lebih baik terhadap thermal shock.
 Kemampuan oksidasi yang rendah pada temperatur tinggi.

Gambar 2.8 Struktur mikro CGI dengan grafit vermicular [13]

c. Ductile or nodular Iron adalah besi cor kelabu dengan penambahan


magnesium dan atau cerium sebelum dicor. Kemudian
menghasilkan struktur mikro dan sifat mekanik yang berbeda. Grafit
yang berbentuk serpih berubah menjadi bulat atau disebut nodular.
Struktur mikro yang dihasilkan ditunjukan pada Gambar 2.9.
Matriks yang mengelilingi grafit adalah perlit atau ferit. Nodular
Iron mempunyai kemampuan menahan beban yang lebih tinggi dari
jenis besi cor lain yang sudah dibahas tetapi mempunyai kekurangan
konduktivitas termal yang buruk, biaya produksi yang tinggi dan
kemapuan cor yang rendah.

16
Gambar 2.9 Struktur mikro Ductile Iron dengan grafit nodular
[13].

2.2 Paduan Aluminium


Aluminum merupakan unsur kimia dengan nomor atom 13 berada pada
grup boron dan mempunyai karakteristik lunak, berwarna putih perak
(aluminium murni) dan non magnetic [15]. Aluminium tidak bisa ditemukan
secara murni, biasanya berada pada mineral tambang seperti bauksit. Untuk
memproduksi 1 ton aluminium dibutuhkan 4 - 5 ton bauksit. Berikut adalah
sifat fisik dari aluminium :
 Salah satu logam teringan yang ada di dunia dengan massa
jenis 2,3 g/cm3 [1].
 Mempunyai sifat tahan terhadap korosi secara alami dengan
membuat lapisan pasif.
 Dapat dibuat paduan untuk merekayasa sifat mekaniknya.
 Mempunyai sifat tahan lama sama seperti besi.
 Lunak sehingga mudah diproses
 Tidak beracun dan dapat didaur ulang

Aluminum mempunyai kompetensi yang bagus sebagai material


crankcase dimana mempunyai sifat karakteristik yang cocok sesuai
parameter kerja crankcase (sub-bab 2.1.2) seperti:

17
 Massa jenis yang lebih rendah dari besi cor sehingga dapat
memiliki fluiditas yang lebih baik.
 Toleransi hasil pengecoran lebih kecil karena koefisien termal
yang lebih kecil sehingga tidak menimbulkan thermal shock
dan kegagalan pada saat pengecoran. Hal ini merupakan
keuntungan dimana mengurangi noise pada piston.
 Ringan dan menghemat konsumsi bahan bakar.

Kelebihan ini mempunyai kendala dimana sifat mekanik alami dari


aluminium yang relatif lebih rendah seperti kekakuan aluminium yang lebih
rendah dari besi cor, biaya manufaktur yang lebih tinggi dan mengurangi nilai
kekuatan pada suhu diatas 200 oC seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Grafik penurunan kekuatan pada aluminum di temperatur


tinggi [1].

Untuk mengatasi hal tersebut aluminum dapat dibuat menjadi paduan


untuk menaikan sifat mekaniknya. Unsur-unsur paduan pada aluminum yang
berperan penting seperti magnesium (Mg), mangan (Mn), tembaga (Cu) dan
silicon (Si). Mangan, Magnesium dan tembaga adalah unsur paduan yang
berfungsi untuk meningkatkan kekuatan mekanik aluminium. Secara khusus
diatas 150 oC, tembaga menaikan karakteristik kekuatan dari paduan Al-Si.

18
Silikon menaikan kemampuan pengecoran dan ketahanan aus dari
crankcase. Untuk crankcase dengan paduan silikon diatas 12.5 %
(hipereutektik) dapat menghasilkan jarak antara silinder dengan piston
sebesar 4 mm dan sangat baik untuk performa mesin [1]. Berikut adalah
gambar diagram fasa dari paduan Aluminium-Silicon.

Gambar 2.11 Diagram fasa biner Al- Si [10]

2.3 Proses Manufaktur


Proses manufaktur dengan metode pengecoran secara umum dibagi menjadi
dua yaitu expendables mold dan permanent mold. Expendable mold adalah proses
pengecoran dimana cetakan hanya bisa digunakan sekali pakai contoh dari proses
ini adalah sand casting. Permanent mold casting adalah proses pengecoran dimana
cetakannya bersifat permanent dan dapat dipakai berulang kali contohnya adalah
permanent mold casting dan die casting. Dari tiap jenis pengecoran ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing.

19
a. Sand Casting
Merupakan proses manufaktur pengecoran dengan cetakan dan inti yang
terbuat dari pasir. Logam cair dituangkan dari atas pada lubang saluran
atau di pompakan dari bawah cetakan. Berbagai macam teknologi
berkembang dari konsep dasar sand casting ini salah satunya adalah
COSCASTTM Method dimana inti pada cetakan terbuat dari pasir
Zirconium [1]. Pada teknologi ini mempunyai kelebihan kualitas
permukaan yang tinggi dan akurasi bentuk yang baik tetapi hanya dapat
dibuat pada cetakan yang kecil atau sedang.
b. Molding sand “green sand”
Merupakan proses manufaktur pengecoran dengan cetakan dari pasir
yang ditambah dengan lempung. Proses pengecoran hampir sama
dengan sand casting. Kekurangan dari proses ini adalah inti cetakan
yang mengandung banyak air dapat diserap oleh aluminium dan dapat
menyebabkan porositas yang tidak diinginkan yang berpengaruh
terhadap sifat mekanik.
c. Permanent Mold Casting
Merupakan proses manufaktur dimana cetakan dapat dipakai
berulangkali. Logam cair atau aluminium akan di injeksi masuk dengan
tekanan menuju ke cetakan. Karakteristik dari pemrosesan ini
mempunyai akurasi dimensi yang sangat akurat, hasil permukaan yang
sangat bagus tetapi membutuhkan peralatan dengan biaya cukup tinggi.
Biasanya crankcase diproduksi dengan metode ini dari produksi sedang
hingga besar. Apabila produksi dilakukan secara kecil akan merugikan
biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan untung yang didapat.
d. Die casting
Merupakan proses manufaktur dengan cara memberikan tekanan pada
saat memompa masuk logam cair biasanya dengan metode injeksi.
Dengan mengontrol kecepatan pengisian logam cair pada cetakan dapat
menghasilkan sifat mekanis yang baik dan seragam. Dapat dilakukan
pada produksi dengan skala sedang ke besar dan efisiensi waktu

20
pengecoran yang tinggi. Kekurangannya adalah biaya yang relatif mahal
apabila tidak dalam produksi besar.

2.4 Karakterisasi Material


Karakterisasi material adalah proses pengamatan dan pengukuran komposisi
kimia, struktur, dan sifat material dengan tujuan mengidentifikasi suatu material
[31]. Pada penelitian ini dilakukan dua teknik karakterisasi material yaitu Optical
Emission Spectroscopy (OES) dan metalografi.
2.4.1 Optical Emission Spectroscopy (OES)
OES bertujuan mengetahui komposisi kimia suatu material dengan
mengukur emisi optik dari atom yang tereksitasi. Prinsip OES adalah
memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu yang berasal dari
bunga api (spark) menuju material. Akibat pancaran cahaya tersebut, atom
pada material akan tereksitasi dan mengemisikan spektrum yang spesifik
untuk setiap unsur. Emisi spektrum dideteksi oleh detektor untuk mengetahui
unsur yang terkandung pada material. Setiap spektrum memiliki intensitas
tersendiri dimana intensitas tersebut sebanding dengan persentase kandungan
unsur tersebut. Material yang akan dikarakterisasi OES perlu diamplas
terlebih dahulu agar memiliki permukaan yang rata dan bersih.

Gambar 2.12 Prinsip OES [21].

2.4.2 Metalografi
Metalografi bertujuan untuk mengetahui secara kualitatif maupun
kuantitatif informasi pada suatu material seperti komposisi kimia, bentuk dan

21
orientasi butir, fasa penyusun material, dan lain-lain. Informasi yang
diperoleh dari metalografi berguna untuk mengetahui fasa yang terdapat pada
material, metode manufakturnya, perlakuan-perlakuan yang dilakukan pada
material, dan lain-lain.
Metalografi umumnya dilakukan secara mikroskopik tetapi terdapat
teknik metalografi makroskopik seperti macroetching. Berikut adalah
tahapan metalografi:
1. Pemotongan.
Metalografi tidak dilakukan pada keseluruhan spesimen tetapi
pada bagian tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dilakukan
pemotongan pada bagian yang dibutuhkan agar dapat dibingkai dan
lebih mudah diamati.

Gambar 2.13 Pemotongan Spesimen Metalografi [17].


2. Pembingkaian atau mounting.
Pembingkaian dilakukan dengan meletakkan hasil
pemotongan pada suatu cetakan kemudian dituangkan resin dan
katalis pada cetakan yang sama dan ditunggu hingga mengeras.
Pembingkaian umumnya dilakukan pada spesimen berukuran kecil
dan tipis serta memiliki sudut yang tajam. Pembingkaian dilakukan
agar lebih mudah menggenggam spesimen pada tahapan selanjutnya
dan tidak merusak kertas amplas.

22
Gambar 2.14 Hasil Pembingkaian Spesimen Metalografi [18].

3. Penggerindaan.
Penggerindaan dilakukan menggunakan kertas amplas yang
diputar mesin dan disiram air. Penggunaan air untuk menghemat
kertas amplas dan mencegah kerusakan spesimen. Kertas amplas
yang digunakan dimulai dari paling kasar lalu bertahap semakin
halus hingga paling halus. Tingkat kehalusan kertas amplas
ditentukan ukuran serbuk silikon karbida (SiC) pada kertas dan
dinyatakan dengan grit. Kertas dengan grit 120 berarti serbuk SiC
pada kertas dapat lolos dari ayakan 120 lubang/inci.

Gambar 2.15 Kertas Amplas (Kiri) dan Proses Penggerindaan


(Kanan) [18].

4. Pemolesan.
Pemolesan dilakukan menggunakan kain beludru yang diputar
mesin dengan diberi pasta poles yang mengandung alumina (Al2O3)
dan air. Pemolesan bertujuan meningkatkan kehalusan permukaan
dengan menghilangkan goresan kecil hasil penggerindaan.

23
Gambar 2.16 Pasta Poles (Kiri) Proses pemolesan (Kanan) [20].

5. Pengetsaan.
Setelah permukaan spesimen rata dan halus kemudian
dilakukan pengetsaan. Prinsip pengetsaan adalah membuat logam
terkorosi agar dapat diamati. Terdapat berbagai jenis etsa yang
digunakan bergantung pada material dan hal yang diamati.

Gambar 2.17 Proses Pengetsaan [18].

Tabel 2.1 Contoh Larutan Etsa Metalografi [21]

24
2.5 Pengujian Kekerasan
Kekerasan adalah ukuran ketahanan material terhadap deformasi plastis lokal
seperti lekukan atau goresan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam nilai kekerasan
material yang dapat diketahui melalui pengujian kekerasan. Terdapat tiga prinsip
pengujian kekerasan yaitu goresan, indentasi, dan pantulan. Pengujian kekerasan
dengan prinsip indentasi dilakukan dengan memberikan beban pada titik tertentu di
permukaan material dengan laju pembebanan yang teratur. Beban disebut sebagai
indentor dan setelah pembebanan akan terdapat jejak indentor yang digunakan
untuk memperoleh nilai kekerasan material menggunakan persamaan tertentu.
Terdapat beberapa metode pengujian kekerasan dengan prinsip indentasi,
antara lain metode Rockwell, Meyer, Brinell, Knoop, dan Vickers. Pengujian
kekerasan metode Vickers menggunakan indentor intan berbentuk limas segi empat
dengan sudut antar permukaan yang berhadapan sebesar 136o [39]. Nilai kekerasan
material hasil pengujian metode ini disebut VHN yang beban yang diberikan dibagi
dengan luas indentasi. Luas indentasi diketahui melalui pangukuran mikroskopik
panjang diagonal jejak indentasi. Nilai kekerasan VHN diperoleh dari persamaan:

25
Pengujian kekerasan metode Vickers termasuk metode pengujian indentasi
mikro sehingga dapat disebut Micro Vickers. Beban yang digunakan pada pengujian
sebesar 1 hingga 1000 gram [13]. Berikut adalah skema pengujian Micro Vickers:

Gambar 2.18 Skema Pengujian Kekerasan Micro Vickers [2]

2.6 Dendrit Arm Spacing (DAS)


Setelah mengetahui proses manufaktur yang sudah dijelaskan (sub-bab 2.2).
Maka diperlukan suatu metode untuk mengidentifikasi suatu produk pengecoran
secara lebih teliti. Metode tersebut adalah DAS atau Dendrit Arm Spacing. Metode
ini menghitung jarak antar lengan dendrit dan mencocokannya pada tabel referensi
proses manufaktur dengan jarak antar lengan dendrit lihat Gambar 2.20 . Metode
ini sangat diperlukan ketika kita tidak mengetahui proses manufaktur yang telah
dilalui suatu produk contohnya dalam tugas akhir ini adalah bak engkol.

Gambar 2.19 Metode perhitungan DAS [23]

26
Menurut Gilbert [9] semakin besar lengan antar dendrit semakin kasar suatu
mikrokonstituen dan semakin jelas pengaruhnya terhadap sifat mekanik. Berikut
contoh tabel referensi dari DAS :

Tabel 2.2 Referensi DAS dengan proses manufaktur pengecoran [9]

27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Langkah – langkah yang dilakukan pada tugas akhir ini digambarkan


dengan menggunakan diagram alir pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

28
3.2 Alat dan Bahan
Berikut adalah spesifikasi spesimen penelitian, larutan etsa, dan peralatan
yang digunakan pada penelitian ini.

3.3.1 Spesimen Penelitian


Spesimen penelitian adalah Right-Crankcase Sepeda Motor. Pada
penelitian ini dilakukan karakterisasi material untuk mengetahui material
spesimen secara spesifik.

Gambar 3.2 Right Crankcase sepeda motor [Sumber : Dokumentasi


Pribadi].

3.3.2 Larutan Etsa


Larutan etsa yang digunakan adalah Keller’s Reagent yang merupakan
campuran dari 2.5 mL asam nitrat (HNO3), 1.0 mL asam klorida (HCl), 1.5
mL asam fluorida (HF) dan 95 mL aqua dm.

Gambar 3.3 HF (Kiri), HNO3 (Tengah), dan HCl (Kanan) [Sumber :


Dokumentasi Pribadi]

29
3.3.3 Peralatan Penelitian
1. Mesin Optical Emission Spectroscopy (OES).
2. Gergaji logam manual dan mesin gergaji logam Viebahn.
3. Mesin penggerindaan Struers LaboPol-21.
4. Mesin pemolesan Struers LaboPol-25.
5. Pinset dan Gelas Ukur.
6. Mikroskop optik.
7. Mesin uji keras Micro Vickers Zwick-Rockwell.

3.3 Prosedur Penelitian


Berikut adalah tahapan proses penelitian yang terdiri dari karakterisasi OES,
metalografi, dan pengujian kekerasan.

3.3.1 Karakterisasi OES


Sebelum masuk kedalam tahap pengujian, dilakukan pemotongan
menggunakan gergaji logam agar sesuai dengan ukuran maksimal spesimen
uji. Karakterisasi OES dilakukan di Laboratorium Pengujian Material
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung.

Gambar 3.4 Spesimen Karakterisasi OES [Sumber : Dokumentasi Pribadi].

3.3.2 Metalografi
Metalografi dilakukan dengan tujuan mengamati struktur mikro agar
dapat mengetahui fasa yang terbentuk pada bagian tertentu spesimen. Berikut
adalah tahapan metalografi yang dilakukan:

30
1. Pemotongan.
Pemotongan dilakukan menggunakan gergaji logam manual untuk
menghasilkan empat spesimen berukuran kecil. Dua spesimen untuk
metalografi awal dan sisanya untuk metalografi lanjutan.

Gambar 3.5 Gergaji Logam Manual [Sumber : Dokumentasi


Pribadi].

2. Pembingkaian.
Pembingkaian dilakukan menggunakan resin poliester dengan
katalisnya.

Gambar 3.6 Resin Poliester dan Katalisnya [Sumber :


Dokumentasi Pribadi].

3. Penggerindaan.
Penggerindaan dilakukan menggunakan mesin amplas otomatis
Struers LaboPol-21 dan kertas amplas. Kertas amplas yang
digunakan memiliki tingkat kehalusan bertingkat dan dimulai dari
grit 600, 800, 1000, 1500, dan 2000. Hal ini disebabkan kekerasan

31
aluminum yang rendah dan tebal spesimen yang tipis. Setiap
kenaikan grit orientasi spesimen diputar 90o.

Gambar 3.7 Mesin Amplas Otomatis Struers LaboPol-21 [Sumber


: Dokumentasi Pribadi].

4. Pemolesan.
Pemolesan dilakukan menggunakan mesin poles otomatis Struers
LaboPol-25, kain beludru, dan pasta gigi yang mengandung alumina
(Al2O3). Selama pemolesan spesimen diputar berlawanan dengan
arah putaran piringan untuk mempercepat proses pemolesan dan
mencegah timbulnya cacat.

Gambar 3.8 Mesin Poles Otomatis Struers LaboPol-25 (Kiri) dan


Pasta Gigi Mengandung Al2O3 (Kanan) [Sumber : Dokumentasi
Pribadi].

5. Pengetsaan.
Pengetsaan dilakukan menggunakan larutan Keller’s Reagent
o
selama 4-5 detik pada temperatur 25 C lalu dibersihkan
menggunakan air mengalir. Pengetsaan dilakukan agar fasa dan

32
batas antar fasa terlihat. Digunakan gelas ukur untuk wadah larutan
etsa dan pinset untuk menjepit spesimen selama pengetsaan.

Gambar 3.9 Gelas Ukur (Kiri) dan Pinset (Kanan) [Sumber :


Dokumentasi Pribadi].

6. Observasi.
Observasi dilakukan menggunakan mikroskop optik menggunakan
perbesaran 100x, 200x dan 1000x.

Gambar 3.10 Mikroskop Optik yang Digunakan Untuk Observasi


[Sumber : Dokumentasi Pribadi].

3.3.3 Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Micro Vickers pada
lima titik berbeda untuk setiap spesimen metalografi dan etsa makro
kemudian dirata-rata agar menghasilkan nilai kekerasan (VHN) yang akurat
dan mencakup keseluruhan spesimen. Pengujian dilakukan mengacu pada
standar ASTM E384 [5].

33
Beban indentor yang digunakan pada pengujian ini sebesar 0,1 kg.
Pembebanan dilakukan selama 15 detik, waktu tersebut diukur selama
indentor menyentuh permukaan spesimen. Setelah itu beban diangkat dan
jejak indentasi diamati menggunakan mikroskop.

Gambar 3.11 Mesin Uji Keras Micro Vickers Zwick-Rockwell [Sumber :


Dokumentasi Pribadi].

34
BAB IV
DATA DAN ANALISIS

4.1 Data
Berikut adalah data yang didapat dari hasil pengujian dan studi literartur
lanjutan, disediakan dalam tabel, gambar dan kesimpulan.

4.2.1 Karakterisasi Optical Emission Spectroscopy (OES)


Berikut adalah hasil karakterisasi OES yang telah dilakukan :

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Right-Crankcase Cover.


Unsur/Elemen Nilai Unsur/Elemen Nilai
Komposisi Komposisi
(wt%) (wt%)

Silicon (Si) 10,155 Nikel (Ni) 0,089

Besi (Fe) 1,528 Timbal (Pb) 0,162

Tembaga (Cu) 3,441 Timah (Sn) 0,039

Mangan (Mn) 0,204 Natrium (Ti) 0,001

Magnesium (Mg) 0,240 Antimony (Sb) 0,011

Zinc (Zn) 1,603 Crhomium(Cr) 0,025

Titanium (Ti) 0,039 Aluminum (Al) 82,458

Berdasarkan komposisi tersebut diketahui bahwa spesimen merupakan


Aluminum Alloys. Dilakukan studi literatur untuk menentukan material
spesimen dengan Unsur penentunya adalah Aluminum, Silicon dan Tembaga.
Tabel 4.2 menunjukkan perbandingan komposisi kimia Crankcase dengan
beberapa jenis Aluminum Alloys dengan proses pengecoran.

35
Tabel 4.2 komposisi kimia Crankcase dengan beberapa jenis Aluminum
Alloys dengan proses pengecoran.
Persentase Unsur (%)

Aluminum Tembaga
Material Silicon (Si)
(Al) (Cu)

Crankcase
82,45 10,15 3,44
Aluminum

ANSI A384.0 79,3 - 86,5 10,5 - 12 3 - 4,5

ANSI 384 77,3 - 86,5 10,5 - 12 3 - 4,5

Berdasarkan literatur diketahui bahwa komposisi pada Tabel 4.1


mendekati komposisi kimia Aluminum A384.0 Die Casting Alloy.

4.2.2 Pengujian Kekerasan Awal


Pengujian kekerasan awal dilakukan pada spesimen metalografi awal.
Pengujian kekerasan micro vickers dilakukan 3 kali pada dinding crankcase
didapatkan nilai 90, 45, dan 89 VHN. Nilai kekerasan tersebut digunakan
untuk memastikan jenis material dengan membandingkan nilai kekerasan
tersebut terhadap nilai kekerasan standar pada Tabel 4.2.

Tabel 4.3 Kekerasan Paduan Aluminium Al-Si Pengecoran [11].


Nomor ANSI Nilai Kekerasan (VHN)

3840 96

Berdasarkan hasil pengujian kekerasan dan Tabel 4.3 diketahui bahwa


nilai kekerasan spesimen mendekati nilai kekerasan paduan Al-Si dengan
penambahan tembaga dan magnesium atau jenis 3xx.x dengan nomor ANSI
A384.0.

36
4.2.3 Metalografi Awal
Metalografi awal dilakukan pada dinding crankcase dan pengecekan
porositas serta inklusi pada spesimen sebelum dan sesudah di etsa.

(a)

(b)

37
(c)

(d)

Gambar 4.1 Struktur Mikro (a) Sebelum di etsa perbesaran 100x (b) sesudah
di etsa perbesaran 100x dan (c) sesudah di etsa perbesaran 200x dan (d)
sesudah di etsa perbesaran 1000x.

38
4.2.4 Parameter Kerja Crankcase
Parameter kerja crankcase :

 Lingkungan korosif pada suhu tinggi.


 Bekerja pada konsentrasi tegangan yang tinggi pada bagian
tertentu.
 Menyalurkan getaran dan noise dari mesin menuju bingkai dan
dudukan mesin.
 Mempunyai bentuk yang presisi untuk membuat desain rusuk
yang optimal.

4.2.5 Unsur paduan aluminium dan pengaruhnya terhadap sifat


mekanik dan proses pengecoran
Unsur paduan aluminium mempunyai peranannya tersendiri, hasil studi
literatur yang dilakukan penukis unsur paduan dibagi menjadi 3 faktor
utama yaitu :

 Silicon pada paduan Aluminum


 Copper pada paduan Aluminum-Silicon
 Magnesium pada paduan Aluminum-Silicon

4.2.6 Pengukuran Jarak Antar Lengan Dendrit

total panjang garis


𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 =
n lengan dendrit

39
Gambar 4.2 Gambar mikrostruktur 1 perbesaran 200x.

80.80 µ𝑚
DA S1 = =13,46 µ𝒎
6

82.17 µ𝑚
DA S2 = =11,73 µ𝒎
7

Gambar 4.3 Gambar mikrostruktur 2 perbesaran 200x.

54,79 µ𝑚
DAS 3 = =7,82 µ𝒎
7

46,46 µ𝑚
DAS 4 = =11,61 µ𝒎
4

40
Gambar 4.4 Gambar mikrostruktur 3 perbesaran 200x.
63,53 µ𝑚
DAS 5 = =9,075 µ𝒎
7
76,85 µ𝑚
DAS6 = =10,97 µ𝒎
7

Gambar 4.5 Gambar mikrostruktur 4 perbesaran 200x

103,72 µ𝑚
DAS7 = =11,52 µ𝒎
9

120,83 µ𝑚
DAS8 = =13,42 µ𝒎
9

41
Tabel 4.4 Rata-rata hasil perhitungan dendrite arm spacing
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Mean

DAS
13,46 11,73 7,82 11,61 9,07 8,53 11,52 13,42 11,5695
(µm)

4.2 Analisa
Dari percobaan yang telah dilakukan analisa sesuai dengan tujuan dan latar
belakang percobaan ini. Analisa terbagi menjadi analisa hasil karkaterisasi, hasil
metalografi, hasil perhitungan DAS dan Studi literartur.

4.2.1 Analisa Hasil Karakterisasi


Hasil karakterisasi yang dilakukan pada saat percobaan menunjukan
bahwa material Right-Cover Crankcase cover sepeda motor merupakan
Paduan Aluminum Silikon dengan penambahan tembaga dan magnesium.
Dimana hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa komposisi
Al-Si dengan penambahan magnesium dan tembaga merupakan paduan
aluminium yang umumnya menjadi material bak engkol, kepala silinder atau
silinder blok. Hal ini tergantung dari komposisi unsur paduannya [11].

Dari hasil OES ditemukan unsur Fe dengan persen berat 1,528 dimana
Fe berpengaruh terhadap terbentuknya fasa Al5FeSi yang merupakan fasa
intermetalik sekunder yang bersifat getas. Hal ini dapat mempengaruhi sifat
mekanik pada saat crankcase bekerja pada parameter kerjanya.

Sedangkan pada uji keras Micro Vickers didapat perbedaan antara data
yang diperoleh penulis dengan literatur sedikit berbeda. Perbedaan nilai
tersebut dikarenakan pada pengujian micro vickers dapat mengenai fasa atau
antar fasa yang lebih lunak seperti tembaga (Cu) dengan Aluminum (Al).

42
4.2.2 Analisa Hasil Metalografi
Hasil metalografi yang sudah dilakukan menunjukan bahwa adanya
fasa intermetalik yaitu AlFeSi yang berbentuk serpih ditunjukan pada gambar
1 dengan lingkaran hijau dimana mempunyai ujung yang tajam yang dapat
menimbulkan konsentrasi tegangan, proeutektik silikon yang merupakan fasa
intermetalik besar ditunjukan pada gambar 1 lingkaran biru, dan fasa
aluminium dendrit primer yang mempunyai ciri khas yaitu lengan dendrit
yang seperti menjalar dari dua sisi ditunjukan pada gambar 1 lingkaran merah.
Gambar 1 merupakan hasil metalografi dengan pengamatan total perbesaran
200x. Apabila kita lihat lebih dalam pada perbesaran total 1000x didapat fasa
intermetalik akibat penambahan unsur paduan tembaga yaitu Al2Cu atau
biasa disebut fasa Ɵ. Kemudian terdapat fasa eutektik silikon kompleks
disekitar matriks α ditunjukan pada gambar 2.

(1)

43
Eut-Si

(2)

(3)

Pada gambar 3 yang bersumber dari literatur [10], menunjukan


perbedaan antara mikrostruktur paduan aluminium silikon hypoeutectic (b),
eutectic (a) dan hypereutectic (c) dengan perbedaan yaitu fasa silikon yang
terbentuk. Pada hypoeutectic fasa silikon berupa fasa eutektik kompleks dan

44
tidak adanya fasa intermetalik silikon yang besar. Pada eutectic terdapat fasa
intermetalik silikon yang relatif kecil dan tidak hanya berbentuk serpih tetapi
muncul morfologi nodular dan distribusi yang tidak banyak. Sedangkan pada
hypereutectic mempunyai fasa intermetalik silikon lebih banyak. Dari hasil
metalografi dan pengamatan struktur mikro 4 spesimen terlihat kemiripan
dengan mikrostruktur pada literatur gambar 3 (b). Dimana masih terdapat fasa
aluminium dendrite primer dan fasa intermetalik silikon serpih dan persegi
atau nodular. Maka bisa diidentifikasi bahwa material percobaan mendekati
titik eutektik pada diagram fasa.

4.2.3 Analisa Hasil DAS


Merujuk pada literatur [9] dapat dilihat bahwa hasil perhitungan DAS
menunjukan nilai 11,5695 µm. Dimana sesuai dengan tabel referensi
menunjukan proses manufaktur dari ANSI A384.0 adalah die casting. Proses
manufaktur ini mempunyai kelebihan yang sesuai dengan parameter produksi
bak engkol yaitu mempunyai tingkat akurasi permukaan dan bentuk hasil
pengecoran yang baik dan efisiensi waktu yang tinggi karena proses
manufaktur relatif cepat sehingga cenderung dipakai untuk produksi dengan
skala sedang ke besar yang cocok untuk produksi part dari mesin otomotif.

4.2.4 Analisa Hasil Studi Literatur


Hasil dari studi literatur yang dilakukan menjawab mengapa aluminium
menjadi material utama pada crankcase dimana parameter kerja crankcase
dapat dipenuhi spesifikasinya dengan paduan aluminum. Berikut analisa hasil
studi literatur unsur paduan aluminum yang sesuai dengan jenis crankcase
spesimen percobaan yaitu ANSI-A384.0 die casting dengan jenis 3xx.x
berdasarkan ASM Metal Hand Book Vol 2. Unsur yang menjadi kajian adalah
silikon, tembaga dan magnesium.

45
 Silicon pada paduan Aluminum
Pertama, peran silikon pada aluminium adalah menaikan fluiditas
dan cast ability pada saat pengecoran. Dapat dilihat pada diagram
fasa Al – Si dari daerah hypoeutectic (5-10 % Si) sampai eutectic
(10-13%) seiring dengan bertambahnya persen berat silikon akan
menurunkan temperatur lelehnya dimana pada saat proses
pengecoran molten metal semakin cepat membeku ketika mengisi
cetakan dan meningkatkan fluiditas pengecoran. Kedua,
meningkatkan ketahanan aus dan kekerasan akibat terbentuknya
senyawa intermetalik yang besar yang mempunyai kekerasan
lebih tinggi (dapat dilihat dari perbedaan hasil uji keras
penelitian) dibandingkan dengan matriksnya dimana ketika
terjadi gesekan maka yang menahan beban gesek adalah senyawa
intermetalik tersebut. Ketiga, penambahan silikon mengurangi
shrinkage dan toleransi dimensi hasil pengecoran hal ini
disebabkan silikon membentuk fasa intermetalik yang
mempunyai ukuran relatif lebih besar dapat mengisi
mikrostruktur sehingga dapat menahan penyusutan. Sifat
mekanik secara keseluruhan di pengaruhi oleh distribusi fasa
intermetalik silikon, apabila tersebar dengan baik, menyebabkan
naiknya nilai duktilitas material itu sendiri.

 Copper pada paduan Aluminum-Silicon


Pertama, peran penambahan tembaga pada paduan aluminum
silikon menambah kekuatan, duktilitas, kekerasan, ketahanan
fatigue dan creep. Tembaga biasanya larut dalam matriks
aluminium. Apabila pada saat proses pembuatannya dilakukan
heat treatment lanjutan untuk membentuk presipitat (Al2Cu atau
fasa Ɵ) maka akan menambah kekuatan dari paduan karena fasa
Ɵ ini dapat menghalangi pergerakan dislokasi ketika pembebanan

46
terjadi. Pada hasil metalografi spesimen crankcase perbesaran
1000x ditemukan presipitat Al2Cu yang seragam pada matriks.

 Magnesium pada paduan Aluminum-Silicon


Peran magnesium yang utama adalah menurunkan persen
porositas yang terjadi selama proses pengecoran. Persen berat
optimal magnesium untuk mengurangi porositas yaitu 0,05
sampai 0,3 %.

Parameter pertama mengenai gaya dan momen yang bekerja pada


crankcase dimana besi cor secara murni lebih unggul, dapat diatasi
aluminium dengan cara mencampur unsur paduan yang memiliki
karakteristik untuk meningkatkan kekuatan yaitu silikon, magnesium dan
tembaga. Parameter kedua mengenai lingkungan yang korosif terjawab
bahwa dengan adanya lapisan pasif alami dari aluminum meningkatkan
ketahanan korosi pada crankcase. Parameter ketiga dan keempat mengenai
adanya noise dan getaran yang ditransfer melalui crankcase dijawab dengan
pembentukan rusuk crankcase yang tepat dan dengan berbagai macam bentuk
dan desain rusuk dapat dengan mudah dilakukan oleh paduan aluminium
dimana massa jenis aluminium yang rendah dan silikon yang berperan dalam
meningkatkan kemampuan pengecoran dari paduan.

47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Parameter pemilihan aluminum sebagai material crankcase yaitu
kemampuan pengecoran yang baik, sifat mekanik yang dapat diperbaiki
dengan paduan, dan ketahanan korosi akibat lapisan oksida alami (Al2O3).
2. Proses manufaktur Aluminum Alloys sebagai material crankcase ANSI-
A384.0 adalah Die casting dengan rata-rata ukuran DAS 11,5695 .
3. Pengaruh unsur paduan silikon meningkatkan castability dan kekuatan,
tembaga meningkatkan duktilitas dan magnesium mengurangi porositas
pada saat pengecoran.

5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan percobaan pengecoran paduan aluminium untuk
memodifikasi fasa silikon dengan tujuan menaikan sifat mekanik.

48
DAFTAR PUSTAKA

[1] Junker Heizz, dkk. 2008. Cylinder Components : properties, applications,


materials. Stuttgart: MercedesDruck
[2] W. D. Callister, Materials Science and Engineering: An Introduction. Edisi
9. United States of America: John Wiley & Sons, 2013.
[3] ASM International Members, ASM Handbook, Volume 2: Properties and
Selection: Nonferrous Alloys and Special - Purpose Materials. United States
of America: ASM International, 1990.
[4] G. F. Vander Voort, Metallography Principles and Practice. United States of
America: ASM International The Materials Information Society, 2007.
[5] ASTM Standard E384, Standard Test Method for Microindentation
Hardness of Materials. ASTM International.
[6] Stefano Cassani, “High Performance Motorbike Engine BlockStructural
Calculation”, University of Bologna, SAE International, 11 April 2005.
[7] Zulhanif “Analisis Uji Ketahanan Lelah Baja Karbon Sedang AISI 1045
Dengan Heat Treatmenr (Quenching) Dengan Menggunakan Alat Rotary
Bending: 2” Universitas Pancasila, Publish paper, 5 juni 2002
[8] Doru M. Stefanescu and Roxana Ruxanda “Solidification Structures of
Aluminum Alloys” The University of Alabama, SAE International, 28 Januari
2006
[9] Alexandre Schalch Mendes, Emre Kanpolat and Ralf Rauschen, “Crankcase
and Crankshaft Coupled Structural Analysis Based on Hybrid Dynamic
Simulation” SAE International Journal Engines Volume 6, Issue 4,
December 2013.
[10] Eogdanov, Toni “The Influence of Copper an Al-Si-Mg Alloy (A356) –
Microstructure and Mechanical Properties “.University Salem Seffedin: 2009
[11] https://www.bike-parts-honda.com/honda-motorcycle/125-
moto/msx/2016/msx125g/engine/left-crankcase-cover-generator-2-
/93061/e_10/1/29965 diakses pada tanggal 30 Januari 2019 pukul 08.30

49
[12] https://en.wikipedia.org/wiki/Crankcase#/media/File:Two-
Stroke_Engine.gif diakses pada tanggal 30 januari 2019 pukul 08.45
[13] https://en.wikipedia.org/wiki/Crankcase#/media/File:4StrokeEngine_Ortho_
3D_Small.gif diakses pada tanggal 3 januari 2019 pukul 09.45
[14] https://www.quora.com/Why-is-gray-cast-iron-a-brittle-material diakses
pada tanggal 1 januari 2019 pukul 07.08
[15] https://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium diakses pada tanggal 1 januari 2019
pukul 07.08
[16] https://www.giessereilexikon.com/en/foundry-lexicon/Encyclopedia/show/
dendrite-arm-spacing-4536 pada tanggal 6 januari 2019 pukul 07.55
[17] https://vacaero.com/information-resources/metallography-with-george-
vander-voort/1168-metallographic-preparation-of-tool-steels.html diakses
pada 18 Januari 2019 pukul 8.40
[18] http://expertherald.com/metallographic-market-on-grinding-polishing-
machines-and-mounting-machines-market-report-aims-to-outline-and-
forecast-organization-sizes-top-vendors-industry-research-and-end-user-
analysis-by-2022/ Diakses pada 18 Januari 2019 pukul 8.41.
[19] https://www.kemet.co.uk/blog/metallography/metallographic-polishing-and-
grinding Diakses pada 18 Januari 2019 pukul 8.44.
[20] http://ritmindustry.com/catalog/polishing-machines/planar-polishing-
machine-manually-controlled-for-metallographic-samples-single-table/
Diakses pada 18 Januari 2019 pukul 8.46.
[21] https://www.struers.com/en/Knowledge/Etching Diakses pada 18 Juli 2018
pukul 8.49.
[22] http://analyticalprofessional.blogspot.com/2013/05/optical-emission-
spectroscopy.html Diakses pada 18 Juli 2018 pukul 8.37
[23] https://www.giessereilexikon.com/en/foundry-lexicon/Encyclopedia/
show/dendrite-arm-spacing/ Diakses pada 18 Juli 2018 pukul 9.30

50
LAMPIRAN

A. Hasil Karakterisasi Optical Emission Spectroscopy (OES)

Gambar A.1 Hasil Karakterisasi OES Halaman Pertama.

51
Gambar A.2 Hasil Karakterisasi OES Halaman Kedu

52
B. Spesimen Crankcase Paduan Aluminium ANSI-A384.0

Gambar B.1 Spesimen pengujian penampang atas.

Gambar B.2 Spesimen pengujian penampang samping.

53
C. Struktur Mikro Crankcase Paduan Aluminium ANSI-A384.0

Gambar C.1 Struktur mikro spesimen perbesaran 200x.

Gambar C.2 Struktur mikro spesimen perbesaran 100x.

54
Gambar C.3 Struktur mikro spesimen perbesaran 1000x.

Gambar C.4 Struktur mikro spesimen perbesaran 1000x.

55
Gambar C.4 Struktur mikro spesimen perbesaran 1000x.

D. Uji Keras Micro Vickers

Gambar D.5 Proses persiapan uji keras.

56
E. Hasil pembingkaian spesimen crankcase

Gambar E.6 Hasil mounting spesimen crankcase

57

Anda mungkin juga menyukai