Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013


(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

BAB 2.
PENDEKATAN DAN
METODOLOGI

2.1 PENDEKATAN TEKNIS

Sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan, bahwa tujuan akhir dari pekerjaan ini
adalah dihasilkannya suatu Naskah Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove
Untuk Kegiatan Tahun 2013 Seluas 2.480 Ha” di Kabupaten Indragiri Hilir.

Rancangan teknis yang akan disusun harus bersifat realistis, aplikatif,


berdasarkan data obyektif, akurat dan sesuai dengan kondisi lapangan. Untuk
mencapai rancangan teknis sebagaimana yang diharapkan tersebut dilakukan
pengkajian terhadap kondisi lapangan dan masyarakat disekitar calon lokasi
mangrove sekunder yang dipilih untuk direhabilitasi. Oleh karena itu penyusunan
rancangan teknis tersebut akan dilakukan secara partisipatif dengan
mengikutsertakan seluruh pelaku baik di tingkat kabupaten maupun satker.
Melalui pendekatan partisipatif yaitu pendekatan dengan metode Rafid Rural
Appraisal (RRA) adalah suatu metode penilaian potensi pedesaan secara cepat
dengan melibatkan masyarakat setempat. Pendekatan ini diharapkan perbedaan
di antara para perumus kebijakan dengan pelaksana teknis di lapangan dapat
terjadi titik temu yang lebih aplikatif. Dengan metode pendekatan penyusunan
kebijakan yang bersifat partisipatif ini, maka beberapa kajian yang berkaitan
dengan rancangan teknis reboisasi lahan ini merupakan upaya bersama yang
telah disepakati oleh semua pihak.

Acuan yang digunakan dalam menyusun Rancangan Teknik Rehabilitasi


Mangrove tahun 2013 di Kabupaten Indragiri Hilir adalah Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.14/Menhut-II/2012 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Dengan pertimbangan bahwa:

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

1) Pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan,


perencanaan dan pelaksanaan proyek/program RHL yang akan mewarnai
kehidupan mereka, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi, pola sikap dan
pola berpikir serta nilai-nilai dan dan pengetahuan lokal ikut
dipertimbangkan secara penuh.

2) Adanya umpan balik (feed back) yang pada hakekatnya adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan. Kegiatan RHL
merupakan upaya yang menyangkut berbagai pihak yang memiliki
kepentingan yang berbeda-beda.

2.1.1 Aspek Rancangan Teknis

Kriteria sasaran RHL tahun 2012 adalah areal yang termasuk di dalam sasaran
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTk-RHL) DAS dengan kriteria :
(1) Diutamakan termasuk dalam DAS Prioritas; (2) Lahan kritis di dalam dan di
luar kawasan hutan; (3) Mempunyai tingkat kerawanan banjir, tanah longsor,
abrasi, erosi tanah dan kekeringan yang tinggi; dan (4) Perlindungan danau,
bendungan, waduk dan bangunan vital lainnya. Adapun kriteria sasaran lokasi
secara teknis ini masing-masing diatur dalam Pedoman Teknis RHL.

Adapun kegiatan penyusunan Rancangan Teknis Rehabilitasi ini merupakan


Rancangan dan Peta Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Mangrove Untuk Tahun 2013
di Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu mulai dari penyiapan lahan, penyiapan sarana
dan prasarana.

2.1.2 Aspek Lokasi

Pemilihan dan pemantapan lokasi merupakan tugas BPDAS selaku Satker di


wilayahnya atas usulan Dinas Kehutanan kabupaten/kota dengan mengacu pada
tingkat kekritisan sesuai Kriteria Lahan Kritis DAS sebagaimana Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor SK.346/Menhut-V/2005. Tim Penyusun Rancangan
Teknis melakukan pengecekan kembali kelayakan lokasi tersebut terhadap
RTRWK/RTRWP setempat.

Hasil informasi lapangan dikonfirmasi dengan Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan


Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir, dan dikoordinasikan dengan dinas

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

yang bertanggung jawab di bidang kehutanan kabupaten/kota, maupun instansi


lain yang terkait, jika ada masalah yang berkaitan dengan legalitas lahan.
Dengan demikian lokasi terpilih bebas dari permasalahan (clear and clean).

1) Sebelum rancangan disusun, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dalam


rangka memilih calon lokasi rehabiltasi mangrove di Dinas
Kehutanan/instansi terkait.

2) Calon lokasi reboisasi adalah kawasan hutan terdegradasi/terbuka


diutamakan di wilayah habitat mangrove sekunder. Lokasi definitif
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Indargiri Hilir..

3) Lokasi yang telah definitif (tidak dalam sengketa dan tidak dibebani hak),
dilakukan prakondisi terhadap masyarakat setempat. sebagai bahan
pertimbangan untuk dilaksanakan oleh pihak ke-III.

Kriteria lokasi yang diharapkan secara indikatif adalah sebagai berikut :

1) Lokasi kawasan hutan yang telah disusun RHL 5 tahun dan telah disusun
RTT sesuai dengan Tata Ruang Daerah Kabupaten/Kota.

2) Dalam kawasan Hutan Produksi/Hutan Lindung dan Konservasi dengan


kondisi kritis dan perlu direhabilitasi.

3) Kawasan hutan yang kritis sesuai dengan kriteria Prioritas I dan II.

4) Kawasan hutan tidak dibebani hak, maupun dalam proses pengajuan hak.

Secara spesifik kawasan hutan mangrove yang menjadi sasaran kegiatan RHL,
dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Aspek lokasi kawasan hutan mangrove untuk rencana reboisasi
Kriteria
Kawasan Sosial Ekonomi/
Bio-Fisik
Budaya
Hutan 1. Tidak berhutan dengan kondisi 1. Terdapat
mangrove vegetasi awal berupa paku-pakuan perambahan
dan semak belukar, penutupan tajuk hutan.
kurang dari 50% dari seluruh 2. Letaknya relatif
hamparan areal. berdekatan
2. Mengelompok dengan luasan dengan
sekurang kurangnya 200-300 Ha pemukiman
terdekat.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Kriteria
Kawasan Sosial Ekonomi/
Bio-Fisik
Budaya
3. Mempunyai kadar salinitas menengah- 3. Adanya
tinggi. ketergantungan
4. Hutan tidak produktif dengan kriteria masyarakat
sebagaimana SK. No. : 200/Kpts- dengan hutan
II/1994. sekitarnya.

Dengan demikian sasaran lokasi kegiatan Rehabilitasi Mangrove untuk Kegiatan


Tahun 2013 Seluas 2.480 Ha yang tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi
Riau, yang berada di wilayah kerja Dinas Kehutanan Kabupaten Kabupaten
Indragiri Hilir Propinsi Riau dan BPDAS Indragiri Rokan.

2.1.3 Alur Proses

Proses pelaksanaan penyusunan Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove


untuk Kegiatan Tahun 2013 Seluas 2.480 Ha yang tersebar di Kabupaten
Indragiri Hilir Propinsi Riau secara ringkas diilustrasikan pada Gambar 2.1.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

SPK/ RTT (USULAN)


KONTRAK DAS KABUPATEN

PERSIAPAN

PERSIAPAN ADMINISTRASI PERSIAPAN TEKNIS

Penyusunan
Rencanan Kerja

Pembahasan Tidak
Perbaikan
Rencana Kerja

Ya

MOBILISASI TIM
Supervisi

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI PENATAAN AREAL KERJA:


Pengukuran, penataan. pemancangan pal batas
Penataan pola tanaman
Pembuatan sket lapangan
SOSIAL-EKONOMI BIO-FISIK
Pengukuran batas petak

HASIL RISALAH UMUM PENETAPAN JENIS

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

PENYUSUNAN DRAFT RANCANGAN


TEKNIK (RANTEK)
RENCANA KEGIATAN GAMBAR DAN PETA RENCANA ANGARAN BIAYA (RAB)

Penilaian (Dinas propinsi) Evaluasi (Dinas Kabupaten)

Tidak
Draft, Diterima?

Ya Perbaikan

Pengesahan Oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten


DOKUMEN RANCANGAN TEKNIK RHL
Tim Penerima

Gambar 2.1. Alur proses penyusunan Rantek

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

2.2 KETEPATAN MENGANALISA MASALAH DAN LANGKAH


PEMECAHANNYA

2.2.1 Persiapan Teknis

Persiapan teknis dalam rangka penyusunan Rantek Rehabilitasi Mangrove untuk


Kegiatan Tahun 2013 Seluas 2.480 Ha yang tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir
Propinsi Riau terdiri atas:

1) Pemilihan dan pemantapan lokasi melalui orientasi dan konsultasi.

Pemilihan dan pemantapan lokasi dikonsultasikan dan dikoordinasikan


dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau. Tim
Penyusunan Rancangan Teknis melakukan pengecekan lokasi dengan
bantuan Citra Satelit dan Peta RTRW Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi
Riau dan Peta RTRW Propvinsi Riau dengan sasaran prioritas kegiatan
adalah Rehabilitasi hutan mangrove di seluruh wilayah Kabupaten Indragiri
Hilir yang kriteria sasaran RHL yaitu areal yang termasuk di dalam sasaran
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTk-RHL) DAS dengan
kriteria: (a) diutamakan termasuk dalam DAS Prioritas; (b) Lahan kritis di
dalam dan di luar kawasan hutan; (c) mempunyai tingkat kerawanan banjir,
tanah longsor, abrasi, erosi tanah dan kekeringan yang tinggi; dan
(d) perlindungan danau, waduk dan bangunan vital lainnya.

2) Calon lokasi terpilih bebas dari permasalahan (clear and clean) dengan
mempertimbangkan usulan atau proposal dari masyarakat mengenai
penanaman mangrove.

3) Calon lokasi dituangkan dalam bentuk peta kerja Skala 1 : 10.000.

4) Penyusunan rencana kerja.

5) Penyediaan bahan dan alat.

2.2.2 Persiapan Administrasi

Persiapan administrasi dalam rangka penyusunan Rantek Rehabilitasi Mangrove


untuk Kegiatan Tahun 2013 Seluas 2.480 Ha yang tersebar di Kabupaten
Indragiri Hilir Propinsi Riau terdiri atas:

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

1) Perizinan dengan instasi terkait sehubungan dengan adnaya mobilisasi tim


pelaksana ke lapangan

2) Koordinasi dengan tim supervisi yang terdiri atas tim Dinas Kehutanan
Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau atau BPDAS setempatIndragiri-
Rokan.

3) Pengurusan surat pengantar sampai ke tingkat desa

4) Persiapan rencana anggaran dan biaya lapangan.

2.2.3 Pelaksanaan Lapangan

Pelaksanaan lapangan dalam rangka penyusunan Rantek Rehabilitasi Mangrove


untuk Kegiatan Tahun 2013 Seluas 2.480 Ha yang tersebar di Kabupaten
Indragiri Hilir Propinsi Riau terdiri atas:

1) Melakukan pengambilan koordinat batas blok dan petak serta melakukan


pengukuran luas dan pemetaan lokasi kegiatan.

2) Melakukan pemancangan patok batas, patok blok, patok petak, serta


pemancangan patok poligon pada jarak setiap 100 (seratus) meter.

3) Melakukan pembuatan/pemasangan patok batas blok, patok batas petak,


dan patok pembantu setiap jarak 100 (seratus) meter dilapangan dan
apabila sebelum jarak 100 (seratus) meter terdapat belokan, maka pada
titik belokan harus dipasang patok, deliniasi petak pada peta.

4) Melakukan risalah lapangan kondisi bio-fisik sosekbud calon lokasi


kegiatan.

5) Menyusun Rancangan dan Peta Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Mangrove


untuk tahun 2013, mulai dari penyiapan lahan, penyiapan sarana dan
prasarana.

2.3 METODOLOGI

Penyusunan Rancangan Teknis dibuat berdasarkan data dan informasi hasil


identifikasi dan inventarisasi lapangan oleh Tim Penyusun Rantek
Mangrove.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Obyek lokasi untuk Penyusunan Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove


uUntuk Kegiatan Tahun 2013 Seluas 2.,480 Ha” yang tersebar di Kabupaten
Indragiri Hilir Propinsi Riau. Adapun tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam
Penyusunan Rancangan Teknis Rehabiltasi Hutan Mangrove adalah:

2.3.1 Tahap Persiapan

2.3.1.1 Pemilihan dan Pemantapan Lokasi

Pemilihan dan pemantapan lokasi dikonsultasikan dan dikoordinasikan


dengan Satuan Kerja (Satker) Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir
Propinsi Riau dengan mengacu pada tingkat kekritisan sesuai Kriteria Lahan
Kritis Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagaimana Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor SK.346/Menhut-V/2005. Namun demikian Tim
Penyusunan Rancangan Teknis dapat melakukan pengecekan kembali
kelayakan lokasi tersebut.

Hasil informasi lapangan dikonfirmasi untuk mendapatkan legalitas dari status


lahan yang akan direhabilitasi dan kondisinya harus bebas dari permasalahan
(clear and clean).

Kriteria lokasi yang diharapkan secara indikatif adalah sebagai berikut :

1) Lokasi kawasan hutan yang telah disusun RHL 5 Tahun (RTk-RHL)


dan telah disusun RTT sesuai dengan Tata Ruang Daerah
Kabupaten/Kota.

2) Dalam kawasan Hutan Produksi/Hutan Lindung dan Konservasi


dengan kondisi kritis dan perlu direhabilitasi.

3) Kawasan hutan yang kritis sesuai dengan kriteria Prioritas I dan II.

4) Kawasan hutan tidak dibebani hak, maupun dalam proses pengajuan hak.

Kegiatan penyusunan rancangan teknis dilakukan pada kawasan hutan


mangrove sebagai sasaran RHL adalah sebagai berikut:

A. Aspek Bio-fisik

1) Kawasan hutan mangrove yang:

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

a. Tidak berfungsi sebagai habitat biota yang hidup di kawasan hutan


mangrove.

b. Mengalami degradasi yang dicirikan oleh menurunnya kerapatan


tegakan sehingga terbuka dan tumbuhnya berbagai jenis semak
seperti warakas (Achrosticum aurum) dan jerujen (Acanthus
ilicefelius).

c. Adanya kenyataan dan atau berpotensinya proses abrasi/tsunami.

2) Daerah pantai yang berfungsi lindung yang memenuhi pesyaratan bio-


fisik untuk pertumbuhan mangrove:

a. Kondisi tanah berlumpur, sedikit berpasir dan dipengaruhi pasang


surut air laut.

b. Salinitas antara 10 – 30%, tetapi harus diperhatikan iklim dan


kondisi pasang surut air laut yang menyebabkan tinggi rendahnya
salinitas.

c. Ketahanan jenis mangrove terhadap pasang surut.

3) Kawasan pantai berhutan mangrove dengan lebar minimal 130 kali nilai
rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur
dari garis air laut surut terendah ke arah darat.

B. Aspek Sosial Ekonomi - Budaya

1) Adanya pengaruh yang nyata keberadaan hutan mangrove terhadap


kehidupan dan lingkungannya.

2) Adanya ketergantungan hidup masyarakat terhadap keberadaan hutan


mangrove sebagai mata pencaharian.

3) Adanya kecenderungan berkembangnya pola usaha tani perikanan


tambak/pantai.

2.3.1.2 Penyusunan Rencana Kerja

Rencana kerja memuat tahapan dan prosedur kerja serta metode yang akan
digunakan, dilengkapi jadwal waktu dengan memperhatikan batas waktu
terakhir penyerahan pekerjaan.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

2.3.1.3 Penyediaan Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang diperlukan secara umum sebagai berikut :

1) Berbagai jenis peta yang terkait dengan kebutuhan survey antara lain:
peta situasi, peta topografi, peta klasifikasi tanah, peta tata guna lahan,
peta jaringan jalan, peta hidrologi, dan peta citra landsat (sepanjang
tersedia).

2) Berbagai alat ukur sesuai kebutuhannya antara lain: alat ukur lapangan
(GPS, Theodolite, kompas, altimeter, abney, dll), alat ukur pohon (Kristen
meter, pita ukur, dll), planimeter, kamera, teropong, alat tulis dan alat
gambar.

3) Berbagai tally sheet untuk pengumpulan data lapangan dan kuesioner


seperlunya sesuai kebutuhan.

2.4 PROSEDUR PENYUSUNAN RANCANGAN

2.4.1 Pemantapan Lokasi

Pemantapan lokasi di lapangan sebenarnya telah dilakukan pada waktu


pemilihan lokasi, dengan demikian pada saat pengukuran lokasi seharusnya
sudah dalam keadaan tidak bermasalah (clear and clean). Kegiatan
pengukuran dan pemetaan lokasi dilakukan bersama-sama dengan
masyarakat (secara partisipatif) dengan mengikuti petunjuk teknis yang
telah ada. Sebagai dasar kegiatan pengukuran dan pemetaan dipergunakan
peta-peta dasar antara lain peta TGHK, peta kawasan/batas fungsi.

2.4.2 Pembuatan Peta Rencana

Kegiatan perencanaan peta lokasi dilakukan dengan cara pemetaan sesuai


dengan kaidah-kaidah perpetaan. Sebagai pedoman kegiatan pengukuran dan
pemetaan dipergunakan peta-peta dasar, yaitu:

(1) Peta Administrasi skala 1 : 50.000.

(2) Peta RTRWP/K skala 1 : 50.000.


Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

(3) Peta Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan skala 1 : 50.000.

(4) Peta Topografi skala 1 : 50.000.

(5) Peta Iklim skala 1 : 50.000.

(6) Peta Jenis Tanah skala 1 : 50.000.

(7) Peta Satuan Lahan/Sistem Lahan skala 1 : 50.000.

Selanjutnya peta – peta tersebut dioverlaykan dengan peta lokasi yang


telah ditetapkan oleh Satker, sehingga didapat peta rencana kerja dengan
skala minimal 1 : 10.000 yang memuat :

1) Rancangan Penataan Areal

Rancangan penataan areal memuat tentang rencana pembagian blok


dan petak lokasi yang akan direhabilitasi. Dalam rancangan
tersebut ditentukan titik ikat batas blok yang sedapat
mungkin menggunakan titik pasti yang sudah tercantum
dalam peta dasar (titik triangulasi atau titik dooler). Bila titik pasti
letaknya terlalu jauh, maka dapat menggunakan titik mark yang
berupa p e r c a b a n g a n s u n g a i d a n b a t a s k a w a s a n h u t a n
( y a n g mempunyai koordinat). Penetapan titik nol pada pembuatan
petak dan blok ditentukan koordinatnya dengan pengukuran dari titik
ikat. Pembuatan batas blok dan petak dimulai dari titik awal (nol),
kemudian dari titik nol ditarik garis arah Utara-Selatan dan
Timur-Barat.

2) Rancangan Plot Pengambilan Data Biofisik dan Sosial Ekonomi


Budaya

Berdasarkan Ruang lingkupnya pekerjaan ini terdiri atas beberapa kegiatan yaitu:

1. Persiapan

- Pemilihan dan Pemantapan Lokasi melalui orientasi dan


konsultasi, penyusunan rencana kerja, penyediaan bahan dan alat.

- Pemilihan lokasi dan pemantapan lokasi telah dilakukan oleh


Dinas Kehutanan, tetapi kemungkinan lahan masyarakat yang akan
dijadikan sebagai lokasi rehabilitasi lahan mangrove dengan
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

membuat kawasan rehabilitasi mangrove semuanya sudah harus


berada dalam kondisi clear and clean, sehingga Tim Penyusunan
Rancangan Teknis harus melakukan pengecekan kembali kelayakan
lokasi tersebut terhadap RTRWK/P setempat.

- Penyusunan rencana kerja dilakukan dengan membuat tahapan


pekerjaan dan prosedur pelaksanaan kegiatan penyusunan
rancangan teknis yang merupakan pedoman bagi Tim Penyusun
Rancangan teknis di Lapangan.

- Penyediaan bahan dan alat


Bahan dan alat yang diperlukan secara umum adalah alat yang biasa
digunakan dalam pengukuran dan pemetaan serta survey lapangan
(GPS. Kompas, meteran, Kamera, handycam, clino meter, altimeter,
planimeter, pita ukur, tropong, alat tulis dan alat gambar, serta tally
sheet dan quisioner untuk pengumpulan data.

2. Inventarisasi dan Identifikasi

Dalam melakukan inventarisasi dan identifikasi, masyarakat sekitar


hutan agar dilibatkan secara aktif dan dilakukan pendekatan
partisipatif. Inventarisasi data, baik data fisik maupun data sosial
ekonomi dan budaya masyarakat dilaksanakan dengan melibatkan
masyarakat. Metode yang digunakanan adalah Rapid Rural Appraisal
(RRA).

Inventarisasi dan Identifikasi ini bertujuan:

a. Mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan


potensi sumberdaya hutan dan potensi desa di sekitar yang meliputi
aspek fisik, biologi, sosial, ekonomi dan budaya. Cek dan Ricek
terhadap kebenaran data dan informasi yang diperoleh perlu
dilakukan.

b. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi, pengetahuan, kemampuan,


kebutuhan dan permasalahan yang ada di lapangan sebagai
bahan pengambilan keputusan dalam menyusun Rancangan
Teknis dan atau RRA untuk lebih mendekati kebutuhan riil di

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

lapangan.

Tabel 2.2. Jenis data yang dikumpulkan


No Jenis Metoda Sumber
REHABILITASI MANGROVE
BIO-FISIK
Pengamatan
Analisis Data
1 Salinitas Lapangan dan Data
Sekunder
Sekunder
Pengamatan
Pengamatan
Lapangan,
2 Tanah/Pasir Lapangan dan Data
Analisis Data
Sekunder
Sekunder
Pengamatan
Pengamatan
Lapangan,
3 Kondisi Pasang Surut Lapangan dan Data
Analisis Data
Sekunder
Sekunder
Pengamatan
Pengamatan
Lapangan,
4 Zona hutan mangrove Lapangan dan Data
Analisis Data
Sekunder
Sekunder
Pengamatan
Pengamatan
Lapangan,
5 Vegetasi Penutupan Lahan Lapangan dan Data
Analisis Data
Sekunder
Sekunder
Tiype Iklim Kondisi Curah BMG, Dinas
6 Analisis data
Hujan Tanaman Pangan
SOSEKBUD
Demografi Penduduk
(jumlah penduduk
Quisioner dan Survey Lapangan
berdasarkan jenis kelamin,
Analisis Data dan Data
1 umur, kepadatan
Sekunder Sekunder/Data
penduduk,tingkat
RRA BPS
pendidikan dan mata
pencaharian)
Budaya, adat istiadat dan
keagamaan (sistem
keagamaan dan
kepercayaan serta sikap
tradisional yang berkaitan
dengan hutan, pohon,
KQuisioner dan Surveiy Lapangan
tanaman, dan penggunaan
Analisis Data dan Data
2 lahan; nilai-nilai yang
Sekunder Sekunder/Data
berharga dan berlaku
RRA BPS
berkaitan dengan
sumberdaya alam; praktek
dan budaya serta kebiasaan
masyarakat dengan pohon,
usaha tani serta
pembersihan lahan)
3 Organisasi sosial KQuisioner dan Surveiy Lapangan
(struktur organisasi sosial, Analisis Data dan Data
keluarga atau kekerabatan, Sekunder Sekunder/Data
desa; lembaga yang ada RRA BPS
serta praktek

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

No Jenis Metoda Sumber


kepemimpinan;
kelembagaan sosial yang
mengatur hubungan
masyarakat dengan lahan
dan hasil hutan; sumber-
sumber pendanaan)

Jenis data dan informasi yang perlu untuk rehabilitasi areal hutan mangrove
adalah:

1) Data Fisik Areal

Salinitas

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai


jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya mampu secara selektif menghindari penyerapan
garam dan media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya
mempu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya.

Faktor salinitas sangat berpengaruh dalam penentuan rehabilitasi hutan


mangrove. Pengamatan salinitas yang akan dilakukan adalah analisis data
salinitas daerah yang akan direhabilitasi dengan melakukan pengkajian
data sekunder dan telaah literatur.

Jenis tanah

Areal yang akan direhabilitasi Hutan Rakyatnya perlu dibuat peta tanah.
Peta tanah menyajikan satuan tanah yang terinci berdasarkan karakteristik
tanah yang berpengaruh terhadap potensi pengembangan Hutan Rakyat.
Jenis tanah diklasifikasikan berdasarkan Taksonomi Tanah (USDA, 2010)
dan padanannya menurut Klasifikasi Tanah Nasional (PPT, 1983) dengan
fase, berupa kematangan tanah, tipe luapan/genangan air tanah, kedalaman
bahan sulfidik (pirit), dan salinitas. Satuan peta tanah nantinya juga
merupakan satuan evaluasi untuk pengembangan Hutan Rakyat.
Pengamatan tanah di lapangan mengikuti metode transek dengan
memperhatikan hubungan antara tanah dan landscape (King et al., 1983;
Steers dan Hajek, 1978; White, 1966) dari hasil interpretasi citra satelit, peta
geologi, data sekunder. Intensitas pengamatan tergantung dari
heterogenitas landform. Pengamatan sifat morfologi tanah dilakukan melalui
pemboran, minipit, dan pembuatan profil yang mengacu pada Soil Survey
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Manual (Soil Survey Division Staff, 1993) dan Guidelines for Soil Profile
Description (FAO, 1990). Parameter sifat-sifat tanah yang perlu diamati di
lapangan antara lain: kedalaman tanah, tekstur, drainase, reaksi tanah/pH,
salinitas, bahan sulfidik (pirit), kematangan tanah. Sedangkan parameter
fisik lingkungan yang perlu diamati antara lain: landform, bahan induk, relief
mikro, penggunaan lahan/vegetasi, tipe luapan/ genangan. Hasil
pengamatan lapangan nantinya disimpan dalam basis data Site and Horizon
Description. Pengamatan tanah ini diplot dengan menggunakan GPS.
Perubahan batas delineasi satuan lahan dan diskripsi karakteristik tanah
dan lingkungan dilakukan di lapangan.

Penggunaan lahan/vegetasi

Penggunaan lahan/vegetasi merupakan tutupan lahan yang diperoleh dari


interpretasi citra satelit resolusi tinggi (ikonos) yang dilakukan verifikasi
lapangan. Penggunaan lahan/vegetasi sangat diperlukan untuk
menentukan rencana kerja dan strategi Pembuatan Hutan Rakyat.
Verifikasi lapangan dilakukan dengan cara pengamatan secara sampling
dari hasil interpretasi Penggunaan lahan/vegetasi dan diplot menggunakan
GPS.

Tipe luapan/genangan

Tipe luapan/genangan merupakan zona dimana air pasang dapat meluapi


lahan. Tipe luapan digolongkan menjadi 4 (empat), yaitu: tipe luapan A,
dimana air pasang kecil dan besar meluapi lahan; tipe luapan B, dimana air
pasang besar saja meluapi lahan; tipe laupan C, dimana air pasang kecil
dan besar tidak meluapi lahan dan air tanah berada diantara 0-50 cm; tipe
laupan D, dimana air pasang kecil dan besar tidak meluapi lahan dan air
tanah berada diantara >50 cm.

Tipe luapan ini berpengaruh terhadap zona vegatasi Hutan Rakyat.


Beberapa penulis melaporkan adanya korelasi antara zonasi Hutan Rakyat
dengan tinggi rendahnya pasang surut dan frekuensi banjir. Di Indonesia
areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah umumnya
didominasi oleh Avicennia alba atau Soneratia alba. Areal yang digenangi
oleh pasang sedang didominsi oleh jenis-jenis Rhizophora. Adapun areal
yang digenangi hanya pada saat pasang tinggi, yang mana areal ini lebih

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

ke daratan, umumnya didominasi oleh jenis Bruguiera dan Xylocarpus


granatum, sedangkan areal yang digenangi hanya pada saat pasang
tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh
Brugeira sexangula dan Lumnitzera littorea.

Faktor pasang surut sangat berpengaruh dalam penentuan rehabilitasi


Hutan Rakyat. Peta tipe luapan hipotesis telah dibuat dari data sekunder
dan perlu pengamatan di lapangan. Pengamatan dilakukan terhadap tipe
luapan dengan cara pengamatan vegetasi alami, kondisi lahan, dan
informasi penduduk setempat.

Kondisi iklim/curah hujan

Kondisi iklim dan curah hujan diperuntukkan untuk data dukung dalam
evaluasi lahan Hutan Rakyat. Data curah hujan di mabil dari stasiun
terdekat dan merupakan data series selama ±+ 10 tahun terakahir.

Evaluasi lahan

Untuk menunjang evaluasi sumber daya lahan terdapat kegiatan analisis


contoh tanah dan penyusunan basis data tanah untuk evaluasi lahan.
Analisis contoh tanah terdiri dari penetapan: tekstur 3 fraksi, pH, kadar C
organik, N, P, dan K total, P tersedia, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, K
dan Na), KTK, dan kejenuhan basa. Analisis tambahan diperlukan untuk
tipologi lahan tertentu, yaitu: daya hantar listrik, salinitas, kadar S total.

Kegiatan evaluasi lahan pada prinsipnya dilakukan dengan cara


“matching”, yaitu dengan cara membandingkan antara sifat dan
karakteristik tanah dengan persyaratan tumbuh Hutan Rakyat. Metode
penilaian kesesuaian lahan pada dasarnya menggunakan kerangka FAO
(1976).

Untuk tujuan rehabilitasi Hutan Rakyat, konsep dasar Kerangka Evaluasi


Lahan (FAO, 1976; Rossiter, 1994, 1995; Rossiter et al, 1994) berdasarkan
atas kesesuaian lahan secara fisik (kualitatif). Sistem kesesuaian lahan
yang digunakan, dibedakan menjadi kelas sesuai (S) dan kelas tidak
sesuai (N). Kelas S dibedakan menjadi 3 kelas. Ke-4 kelas kesesuaian
lahan tersebut diuraikan sebagai berikut:

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Kelas S1 - Lahan sangat sesuai (Highly suitable) => lahan tidak


mempunyai faktor pembatas berarti yang dapat mempengaruhi
pengelolaan tanah/tanamannya.

Kelas S2 - Lahan cukup sesuai (Moderately suitable) => lahan mempunyai


pembatas ringan yang dapat mempengaruhi pengelolaan tanah/ tanaman
dan masukan biaya ringan.

Kelas S3 - Lahan sesuai marjinal (Marginally suitable) => lahan mempunyai


pembatas agak berat yang dapat mempengaruhi pengelolaan
tanah/tanaman dan masukan biaya sedang sampai tinggi.

Kelas N - Lahan tidak sesuai (Not suitable) => lahan mempunyai


pembatas berat perbaikannya memerlukan biaya yang sangat besar tetapi
tidak akan sesuai dengan produksi yang dihasilkan.

Kelas kesesuaian lahan dibedakan dalam Sub-kelas kesesuaian lahan


berdasarkan faktor pembatas yang paling dominan/berat. Subkelas
kesesuaian lahan ditulis dengan simbol Kelas ditambah huruf kecil yang
menyatakan faktor pembatas tesebut. Misal: Subkelas S3 rc, berarti
tanah/lahan termasuk sesuai marjinal (Kelas S3) dengan pembatas
utama media perakaran (rc ).

Kondisi Pasang Surut

Zona vegatasi mangrove nampaknya berkaitan erat dengan pasang surut.


Beberapa penulis melaporkan adanya korelasi antara zonasi mangrove
dengan tinggi rendahnya pasang surut dan frekwensi banjir. Di Indonesia
areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah umumnya
didominasi oleh Avicennia alba atau Soneratia alba. Areal yang digenangi
oleh pasang sedang didominsi oleh jenis-jenis Rhizophora. Adapun areal
yang digenangi hanya pada saat pasang tinggi, yang mana areal ini lebih
ke daratan, umumnya didominasi oleh jenis Bruguiera dan Xylocarpus
granatum, sedangkan areal yang digenangi hanya pada saat pasang
tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh
Brugeira sexangula dan Lumnitzera littorea.

Faktor pasang surut sangat berpengaruh dalam penentuan rehabilitasi


hutan mangrove. Pengamatan yang akan dilakukan adalah analisis data

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

pasang surut daerah yang akan direhabilitasi dengan melakukan


pengkajian data sekunder dan telaah literatur.

Zona Hutan Mangrove

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada


daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau
sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.

a. Mangrove terbuka

Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut.


Samingan (1980) menemukan bahwa di karang agung, Sumatera
Selatan, di zona ini didominasi oleh Soneratia alba yang tumbuh pada
areal yang betul-betul dipengaruhi oleh air laut. Van Steenis (1958)
melaporkan bahwa S. Alba dan A. Alba merupakan jenis-jenis
kodominan pada areal pantai yang sangat tergenang ini. Komiyama dkk
(1988) menemukan bahwa di Halmahera, Maluku, di zona ini didominasi
oleh S. alba. Komposisi floristik dari komunitas di zona terbuka sangat
bergantung pada substratnya. S. alba cenderung mendominasi daerah
berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata
cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur. Meskipun
demikian, Soneratia akan berasosiasi dengan Avicennia jika tanah
lumpurnya kaya akan bahan organik.

b. Mangrove tengah

Mangrove di zona ini terletak di sepanjang sungai berair payau hingga


hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau
Soneratia. Di karang agung didominsai oleh Bruguiera cylindrica. Jenis-
jenis penting lainnya yang ditemukan adalah B. Eriopetala, B. B.
gymnorhiza, Excoeceria agallocha, R. mucronata, Xylocarpus granatum
dan X. mulocensis.

c. Mangrove payau

Mangrove berada disepanjang sungai berair payau hingga tawar. Di


zona ini biasanya didominsi oleh komunitas nypa atau soneratia. Di
karang agung, komunitas N. fructicans terdapat pada jalur sempit di
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

sepanjang sebagian sungai besar. bersambung dengan vegetasi yang


terdiri dari Cerbera sp. Gluta renghas, Stenochlsens palustris dan
Xylocarpus granatum. Kearah pantai campuran komunitas Soneratia –
Nypa lebih sering ditemukan. Di sebagian besar daerah lainnya seperti
di Pulau Kaget dan Pulau Kembang di mulut sungai Barito Kalimantan
Selatan atau di mulut Sungai Singkil di Aceh, Sonneratia caseolaris lebih
dominan terutama di bagian estuari yang berair hampir tawar.

d. Magrove daratan

Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang


jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum
ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus, Instia bujuga, N.
fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp dan
Xylocarpusmoluccensis. Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih
tinggi dibandingkan dengan zona lainnya.

2) Data Sosial – Ekonomi – Budaya

Survei sosial, ekonomi dan budaya masyarakat bertujuan untuk


mendapatkan informasi detail tentang demografi, kelembagaan dan adat
istiadat. Melalui survei ini juga akan didapatkan persepsi dan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan reboisasi lahan serta aspirasi masyarakat
tentang jenis tanaman yang akan ditanam/dikembangkan dalam
pelaksanaan reboisasi lahan tersebut. Survei dilakukan melalui pencatatan
data sekunder di desa, wawancara dengan aparat desa dan anggota
masyarakat yang diambil secara acak dari daftar penduduk yang ada.
Pemilihan calon responden dilakukan berdasarkan beberapa kriteria,
antara lain umur, tingkat pendidikan dan mata pencaharian. Hasil
wawancara dengan anggota masyarakat tersebut, sekurang-kurangnya
akan didapatkan data tanggapan dan keinginan masyarakat terhadap
program tersebut.

Data sosial ekonomi dan budaya masyarakat desa yang berada di dalam
dan di sekitar lokasi kegiatan yang perlu dikumpulkan antara lain :

Demografi

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, umur, kepadatan penduduk

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

terhadap lahan usaha, tingkat pendidikan, mata pencaharian.

Budaya adat-istiadat dan keagamaan

 Sistem keagamaan dan kepercayaan serta sikap tradisional


yang berkaitan dengan hutan, pohon, tanaman dan
penggunaan lahan.

 Nilai-nilai yang berharga dan berlaku berkaitan dengan


sumberdaya alam.

 Praktek dan budaya serta kebiasaan masyarakat


dengan pohon, usaha tani serta pembakaran untuk
m a k s u d pembersihan lahan.

Organisasi Sosial

 Struktur organisasi sosial, keluarga/kekerabatan, desa dll.

 Lembaga yang ada dan praktek kepemimpinan.

 Kelembagaan sosial yang mengatur hubungan masyarakat


dengan lahan dan hasil hutan.

 Sumber-sumber pendanaan.

3) Informasi Teknis

Informasi teknis yang perlu dikumpulkan terkait dengan lokasi adalah


sebagai berikut:

Pemanfaatan bagian tumbuhan

Informasi tentang kegiatan teknologi pemanfaatan hasil hutan yang


biasa dilakukan masyarakat, baik pemanfaatan kayu maupun non kayu
seperti getah, bunga, buah, biji, dll, mulai dari tahap p e m u n g u t a n ,
p e n g o l a h a n , p e n g g u n a a n d a n m u n g k i n pemasarannya.

Disamping itu mungkin pula telah diupayakan budidaya oleh


masyarakat. Informasi tersest sangat penting diketahui dan dapat
secara intensif didiskusikan bersama masyarakat untuk pengembangan
terhadap jenis-jenis potensial lokal yang mungkin dapat dikembangkan.

Pemanfaatan Ruang Tumbuh

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Teknologi pemanfaatan ruang tumbuh dan pola tanam yang


dilaksanakan masyarakat perlu diketahui. Teknologi lokal dijadikan dasar
dalam penerapan pola tanam dan teknologi pemanfaatan ruang
tumbuh yang akan dikembangkan. Disamping pertimbangan teknis dan
ekonomis, pertimbangan budaya sangat penting dalam menerapkan
teknologi pemanfaatan ruang tumbuh ini.

Pengelolaan Areal Intensif

Areal intensif merupakan areal kawasan hutan yang telah dijadikan


wilayah jelajahan perladangan yang dilakukan masyarakat. Luas
areal tersebut perlu diketahui agar secara jelas berdasarkan
informasi langsung dari masyarakat. Pada areal ini dapat dirancang sistem
pengelolaan yang dilakukan secara intensif berdasarkan pertimbangan
kepentingan masyarakat dengan mengakomodir teknologi
pengelolaan lokal yang selama ini diterapkan masyarakat dan
kepentingan pelestarian hutan.

Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat


setempat perlu dipertahankan, oleh karena itu informasi tentang up ay a-
up ay a pe ng el ol a an li ng ku n ga n ya ng di la ks an ak a n masyarakat
perlu diketahui. Informasi ini mungkin tidak jelas nampak, tetapi
perlu penelaahan terhadap teknologi-teknologi tradisional yang
seringkali memiliki nilai-nilai kearifan terhadap kelstarian lingkungan.

3. Pengukuran

a. Pengukuran dan Penataan Calon Lokasi

Situasi lokasi yang perlu diukur meliputi batas-batas:

1). Batas luar lokasi.

2). Batas kemiringan lokasi/topografi.

3). Batas tutupan vegetasi (rapat/sedang/kosong).

4). Batas jalan komunikasi, transportasi, inspeksi sepanjang tidak


membebani fungsi kawasan.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

b. Pengukuran yang dilakukan terdiri dari:

1) Pengukuran detail.

Di pe r l uk a n da la m pe m b ua t a n pe t a de t a il lo ka si d im an a h as il
pengukuran dicatat dalam buku ukur untuk selanjutnya dibuat sket
lapangan. Dalam sket lapangan tersebut terdapat titik-titik detail sungai,
jurang, dll.

2) Pengukuran lokasi dilakukan dalam bentuk pengukuran detail


lapangan yang meliputi:

 Pengukuran kemiringan lahan, topografi yang dilakukan bersamaan


dengan pengukuran batas areal/lokasi.

 Pengukuran tutupan vegetasi (okulair) hutan yang dilaksanakan


untuk mengetahui jenis perlakuan yang harus dilaksanakan.
Penentuan batas tutupan vegetasi (okuler) diperlukan untuk
menentukan jenis perlakuan yang harus dilaksanakan, yaitu
penanaman penuh atau pengkayaan.

 Pemancangan patok batas, tanda letak batas, tanda letak saluran-


saluran air yang ada atau akan dimanfaatkan dll.

c. Kegiatan penataan calon lokasi dimaksud untuk menentukan batas luar,


batas blok dan petak serta mengidentifikasi permasalahan yang
berkaitan dengan penggunaan lahan. Kegiatan penataan batas terdiri dari:

1) Pengumpulan data dan informasi dapat diperoleh dari peta dasar (Peta
Rupa Bumi, Peta Topografi dan Peta JOG), Peta Penafsiran Citra
Satelit/Foto Udara. Peta TGHK, Peta Paduserasi TGHK, Peta
RTRWP/K, Peta Penggunaan Lahan serta data dan informasi lainnya.

2) Perencanaan di Peta meliputi:

 Perencanaan blok dan petak di peta dituangkan dalam peta kerja


dengan skala 1:10.000.

 Menentukan titik ikat batas blok sedapat mungkin menggunakan


titik pasti yang sudah tercantum dalam peta dasar (titik triangulasi

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

atau titik dooler). Bila titik pasti letaknya terlalu jauh, maka dapat
menggunakan titik markan yang berupa percabangan sungai, dan
batas kawasan hutan (yang mempunyai koordinat).

 Penetapan titik nol pada pembuatan petak dan blok ditentukan


koordinatnya dengan pengukuran dari titik ikat.

 Pembuatan blok dan petak dimulai dari titik awal (nol), kemudian
dari titik awal (nol) ditarik garis arah Utara-Selatan dan Timur-
Barat.

 Pengambilan koordinat titik ikat dilakukan dengan GPS.

d. Pengukuran dan pemancangan batas luar lokasi

Kegiatan ini dilakukan dengan tahapan:

1) Pengukuran dilakukan dengan poligon tertutup.

2) Pal batas dibuat dari kayu dengan tinggi 1,30 meter dan kayu bulat
diameter 15 Cm atau kayu balok ukuran 10 x 10 Cm.

3) Pal batas ditanam sedalam 70 Cm dengan jarak pal rata-rata 100


m. Bagian atas (kl 20Cm) dicat warna terang (putih atau kuning).

Pengukuran dan pemancangan batas luar lokasi yaitu kegiatan


mengukur dan memproyeksikan trase batas dilapangan serta
membuat rintis batas.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

15 – 20
cm

 20 cm

 100 cm

Permukaan tanah

 70 cm

Gambar 2.2. Contoh patok batas luar yang terbuat dari kayu

e. Pengukuran dan pemancangan areal pembibitan dan blok tanaman

Lokasi pembibitan ditetapkan sesuai kriteria dan merupakan satuan unit


lokasi blok tanam.

1) Lokasi di tata dalam blok – blok tanaman dengan luas tiap blok ± 200 -
300 ha, luasan tersebut merupakan luas bersih (netto), tidak termasuk
jalan pemeriksaan. Untuk luasan yang kurang dari 300 ha tetap
dijadikan satu blok. Sedangkan untuk lokasi dengan luasan yang
relatif kecil (≤ 50 ha) digabung dengan lokasi yang terdekat.

2) Batas antar blok sekaligus difungsikan untuk jalan rintisan

3) Pengukuran dilakukan dengan poligon tertutup dengan metode sama


dengan metode pengukuran batas luar lokasi.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

4) Jumlah pal batas blok tanaman sebanyak ± 200 buah, atau jarak
rata-rata antar pal 100 m.

5) Pengukuran batas petak.

6) Blok tanaman terbagi ke dalam beberapa petak dengan luas


setiap petak rata-rata 25 ha.

7) Pengolahan hasil perhitungan/ukuran koordinat titik-titik ukur .

8) Angka-angka koordinat titik ukur secara koordinat lokal atau


koordinat geodhesi. Koordinat lokal digunakan apabila titik ikatan
berupa titik markan seperti percabangan sungai, sedangkan
koordinat geodhesi digunakan apabila titik ikatan berupa titik
pasti seperti titik triangulasi dan titik doppler .

Gambar 2.3. Contoh tipikal patok batas blok lokasi kegiatan reboisasi

f. Pengukuran dan pemancangan batas petak tanaman

Satuan blok tanaman terbagi dalam bentuk petak dengan luas setiap petak
± 25 ha. Batas antar petak sebisa mungkin berupa batas alam. Apabila

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

batas antar petak berupa batas buatan, sekaligus difungsikan untuk jalur
rintisan. Pengukuran dilakukan dengan poligon tertutup dengan metode
sama dengan metode pengukuran batas luar lokasi.

Patok batas petak dipasang pada setiap sudut petak. Patok batas petak
dibuat dari kayu/bambu/bahan lain yang tersedia di lapangan dengan
ukuran lebih kecil dari patok batas blok.

Gambar 2.4. Contoh tipikal patok batas petak lokasi kegiatan reboisasi

4. Pemetaan

Dari hasil pengukuran di lapangan dituangkan dalam buku ukur dan sket
lapangan, selanjutnya diolah dan dijabarkan dalam bentuk peta lapangan.
Peta lokasi dibuat dengan memperhatikan:

1. Skala peta:

 Peta Rancangan skala 1:10.000

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

 Peta Situasi skala 1:50.000 s/d 1:100.000

2. Kelas kemiringan lahan dan solum tanah yang memberikan alternatif


pemanfaatan lahan

3. Tutupan vegetasi dengan menetapkan standar/kriteria yang akan menjadi


perhitungan dalam menetapkan kegiatan.

4. Produk peta rancangan teknis dibuat dalam bentuk peta digital (GIS).

5. Penyusunan Naskah Rancangan

Rancangan teknis terdiri atas rencana pengelolaan kawasan hutan dan


rencana operasional (rencana tahunan/RTk)

1. Bahan penyusunan naskah. Bahan/materi pokokyang diperlukan dalam


penyusunan rancangan diantaranya:

1) Risalah umum memuat letak dan lokasi, fungsi kawasan hutan

2) Rencana kegiatan dan bantuan untuk pelaksanaan teknis


perlakuan pada lokasi

3) Rencana kebutuhan sarana dan prasarana kegiatan

4) Rencana pembinaan teknis kepada peserta dan kelompok peserta

5) Peta rancangan skala 1:10.000

2. Kerangka Penyusunan naskah Rancangan

1) Bentuk

2) Naskah Rancangan.

2.4.3 PENYUSUNAN RANCANGAN TEKNIS

Penyusunan Rancangan TeknisRantek dilaksanakan setelah pemantapan lokasi


hasil Inventarisasi dan Identifikasi selesai dilaksanakan. Output Identifikasi dan
Inventarisasi merupakan Input bagi Penyusunan Rancangan TeknisRantek.
Hasil Inventarisasi dan Identifikasi baik bio-fisik maupun sosial budaya dianalisa,
sehingga muncul beberapa alternatif, yang nantinya ditapis untuk menghasilkan
rancangan teknisRantek terbaik dan sesuai dari berbagai sudut pandang.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Tahapan pekerjaan Penyusunan Rancangan Teknis Reboisasi Lahan adalah


sebagai berikut:

1. Rancangan Tata Letak.

2. Rancangan Pembibitan.

3. Rancangan Penanaman.

4. Rancangan Pemeliharaan Tanaman.

5. Rancangan Sarana Prasarana.

6. Rancangan Perlindungan dan Pengamanan hutan.

7. Rancangan Pembuatan Gambar dan Peta.

8. Rancangan Anggaran Biaya.

9. Rancangan Pembinaan Kelembagaan.

10. Rancangan Tenaga Kerja.

11. Rancangan Struktur Organisasi Pelaksanaan Kegiatan.

12. Rancangan Jaringan Kerja dan Jadwal Rencana Kegiatan.

13. Rancangan Pengelolaan Pasca Kegiatan.

2.4.3.1 Rancangan Tata Letak

Dalam rangka efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kegiatan Reboisasi, maka


suatu areal dibagi menjadi beberapa unit pengelolaan berdasarkan kesamaan
karakteristik lahan (kesesuaian lahan). Penataan didasarkan pada ciri fisiografi
dan topografi lapangan serta kondisi biofisik. Penataan areal dengan
menggunakan alat ukur Theodolit, GPS, Kompas dan Klinometer. Hasil dari
pengukuran ini adalah peta lokasi yang telah terbagi dalam Blok dan Petak.
Faktor penataan areal sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembuatan
tanaman. Tata letak meliputi: luas dan letak, lokasi penanaman, pembagian blok
ke dalarn petak tanarnan, jaringan jalan hutan, lokasi persemaian/pengadaan
bibit, lokasi sarana prasarana, dan kondisi penutupan lahan.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja kegiatan Penyusunan Rancangan Teknis


Rehabilitasi Mangrove untuk Kegiatan Tahun 2013 Seluas 2.480 Ha di
Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau. Perencanaan tata letak meliputi:

1. Luas dan letak calon lokasi penyediaan bibit atau pembuatan


persemaian dan penanaman.

2. Pembagian blok dan petak tanaman beserta data luasnya.


a. Batas antara blok-blok ada jalan pemeriksaan.

b. Lebar rintisan sesuai dengan jarak tanam.

c. Luas tiap blok : 200-300 Ha, dibagi kedalam petak-petak kecil masing-
masing seluas 25 Ha.

3. Tata letak jaringan jalan pemeriksaan.

4. Komposisi vegetasi.
Jenis tanaman disesuaikan dengan zonasi berbagai tanaman sebagaimana
tertuang dalam rancangan, yakni dengan memperhatikan ketahanan
terhadap pasang surut dan tingkat ketinggian air, antara lain: zone
Avicennia, zone Rhizophora, zone Bruguiera, dan zone kering serta nipah.

2.4.3.2 Rancangan Penyiapan Lahan

Rancangan penyiapan lahan kegiatan rehabilitasi mangrove (Sistem Penanaman


Merata) mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pengukuran batas luar areal tanam dan pemancangan batas luar areal
tanam.

b. Pembuatan jalur tanaman dimulai dengan penentuan arah larikan tanaman


melintang terhadap pasang surut sesuai pola penanaman yang telah
dirancang pada lokasi dan areal tanam yang bersangkutan.

c. Pembersihan jalur tanam dari sampah, ranting pohon dan potongan kayu
serta tumbuhan liar.

d. Pemancangan ajir sesuai jarak tanam, dipasang tegak lurus dan kuat pada
areal tanam.

e. Penyiapan titik bagi bibit (di masing-masing areal penanaman).

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Penyiapan lahan terdiri dari kegiatan pembersihan lapangan dan


pengolahan tanah. Berdasarkan hasil analisis data vegetasi penutup lahan
dan kemiringan lahan dillakukan pengkajian untuk menentukan : (a) cara
pembersihan lahan (manual) ditentukan berdasarkan hasil analisis data
vegetasi penutup lahan dan kemiringan lahan; dan (b) cara pengolahan
tanah (sistem jalur) ditentukan sifat fisik tanah (kepekaan terhadap
erosi) dan kemiringan lahan.

2.4.3.3 Rancangan Jenis Dan Komposisi Tanaman

Untuk mangrove jenis tanaman disesuaikan dengan zonasi berbagai tanaman


sebagaimana tertuang dalam rancangan, yakni dengan memperhatikan
ketahanan terhadap pasang surut dan tingkat ketinggian air.

Dalam pembuatan pola tanam terdapat beberapa aspek yang menjadi


pertimbangan yang akan menentukan tingkat keberhasilan penanaman.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut merupakan konsep dasar teknologi
budidaya tanaman yang meliputi: pemilihan jenis dan pola tanam itu sendiri.

Gambar VII-1. Pemilihan Jenis

Dalam pemilihan jenis tanaman faktor yang perlu diperhatikan adalah faktor
genetis dan faktor lingkungan.

a. Faktor Genetis

Faktor genetis sebenarnya lebih dominan menjadi pertimbangan pada


pemilihan jenis tanaman dengan pertimbangan aspek produktivitas
dan aspek ketahanan terhadap hama dan penyakit. Beberapa sifat
genetik yang sangat erat hubungannya dengan faktor lingkungan
yang mempengaruhi penentuan pola tanam antara lain adalah sifat
toleran - intoleran, sistem perakaran dan strata tajuk.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang utama mempengaruhi pertumbuhan tanaman


adalah:

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

- Tanah

Aspek tanah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah


aspek kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan adalah kondisi dimana
lahan tersebut sesuai untuk memproduksi tanaman tertentu, baik itu
tanaman pangan, tanaman MPTS atau tanaman tahunan.

- Iklim

Komponen penyusun iklim yang mempengaruhi pertumbuhan


tanaman adalah curah hujan, penyinaran matahari, kelembaban
udara, suhu, dan angin. Berdasarkan kondisi iklim tersebut dapatlah
dilakukan pemilihan jenis tanaman yang paling sesuai untuk lokasi
tersebut. Selain itu berdasarkan kondisi iklim juga dapat ditentukan
pola tanam yang akan dibuat.

Gambar VII-2. Pola Tanam

Setelah diperoleh jenis-jenis terpilih, kemudian dibuat pola tanam yang


didasarkan kepada faktor genetis dan lingkungan yang mempengaruhi
tanaman terpilih tersebut. Berdasarkan faktor genetis dan lingkungan ini
dapat ditentukan jarak tanam dan komposisi jenis pada pola tanam
tersebut.

Untuk tanaman pokok hutan mangrove jenis tanaman disesuaikan dengan


zonasi berbagai tanaman sebagaimana tertuang dalam rancangan, yakni
dengan memperhatikan ketahanan terhadap pasang surut dan tingkat
ketinggian air.

2.4.3.4 Rancangan Pembibitan

Rancangan pembibitan yang perlu dilakukan dalam rangka kegiatan reboisasi


antara lain rancangan persemaian, pengadaan benih/bibit dan legalitasnya, dan
teknik pembibitan serta prosedur transportasi bibit.

1. Persemaian

Persemaian sebagai areal untuk pengadaan dan pemeliharaan bibit harus


dibangun dengan penataan yang rapi dan teratur. Tipe persemaian ada dua
macam, yaitu persemaian permanen dan persemaian sementara.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan persemaian adalah :

a. Lokasi yang dipilih hendaknya mendukung kelancaran proses


produksi bibit. Topografinya sedapat mungkin datar dan lingkungan
sesuai dengan kebutuhan jenis pohon yang akan dibibitkan antara
lain : tersedia suplai air secara berkesinambungan, mudah dikunjungi,
diawasi serta dekat dengan sumber tenaga kerja,

b. Media persemaian/media pertumbuhan bibit yang dipilih sesuai


dengan persyaratan perkecambahan biji dan perkembangan akar
serta pertumbuhan bibit yang aerasinya baik, hara mineralnya cukup,
memiliki daya mengikat air yang cukup tinggi dan teksturnya cukup
ringan serta strukturnya kompak,

c.Penentuan luas persemaian disesuaikan dengan rencana pananaman


tiap tahun dan perhitungan luas harus mencakup untuk pembuatan
prasarana dan sarana.

Sarana dan prasarana untuk pembuatan persemaian meliputi :

1. Bangunan : kantor, tempat tinggal karyawan,


gudang, bengkel kerja dan lain-lain.

2. Persemaian : bedeng persemaian, media, pencampur,


sekop, cangkul dan lain-lain.

3. Penyiraman : pompa air, tangki air, pipa dan selang


air, ember dan lain-lain.

4. Pengolahan media : penyaringan media, alat srerilisasi,


pencampur media, cangkul dan lain-lain.

5. Pengangkutan bibit : kotak bibit, gerobak dorong, rak bibit dan


lain-lain.

6. Sarana lainnya : parang, gunting, cat, tally sheet dan


lain-lain.

2. Pengadaan benih/bibit dan legalitasnya

Pengadaan benih adalah proses kegiatan mulai dari pengumpulan benih,


ekstraksi benih, pengujian termasuk seleksi dan penyimpanan benih.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Tujuannya pengadaan benih adalah untuk menunjang kelancaran


pengadaan bibit yang bermutu baik dalam jumlah yang cukup sesuai
dengan kebutuhan setiap tahun dan tepat waktu. Sumber atau asal usul
benih/bibit harus jelas, dan apabila bibit unggul perlu dilengkapi dengan
lebel benih, yakni keterangan tertulis pada benih atau benih yang sudah
dikemas, memuat antara lain: jenis benih, tempat asal benih, mutu benih,
data hasil uji laboratorium, serta akhir masa edar benih. Sumber benih
dimaksud diantaranya:

a. Tegakan Benih Teridentifikasi;

b. Tegakan Benih Terseleksi;

c.Areal Produksi Benih;

d. Tegakan Benih Provenance;

e. Kebun Benih.

Label benih dikeluarkan oleh Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH)


atau Badan Hukum (Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Swasta) yang telah mendapat akreditasi dari Instansi berwenang
untuk melaksanakan sertifikasi benih.

Teknik penyemaian benih yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan


sebagai teknik pembenihan adalah :

 Penyemaian benih pada bak kecambah digunakan untuk benih yang


berukuran kecil/ halus

 Penyemaian benih langsung dipolybag digunakan untuk benih


berukuran sedang/ besar.

3. Teknik pembibitan

Rancangan teknik pembibitan disusun berdasarkan jenis vegetasi yang


akan dikembang-biakkan. Teknik pembibitan dapat dilakukan secara
generatif yakni benih berasal dari biji dan dibudidayakan melalui
persemaian atau vegetatif (okulasi, cangkokan, stek, sambungan, atau
kultur jaringan). Bagian yang penting dilakukan dalam kegiatan pembibitan
adalah pemeliharaan bibit agar diperoleh bibit yang sehat dan berkualitas.
Kegiatan pemeliharaan bibit di persemaian antara lain :
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

a. Penyiraman pada pagi dan sore hari dan sampai bibit cukup umur.

b. Pemupukan dilakukan apabila terjadi kekurangan unsur hara atau


pertumbuhannya terlambat.

c. Pengendalian gulma dilakukan setiap saat dan pengendalian hama


penyakit dilihat dari gejalanya.

4. Transportasi bibit

Rancangan transportasi bibit didsarkan pada aksesibilitas dalam wilayah


lokasi persemaian. Transportasi bibit erat kaitannya dengan penetapan
letak persemaian. Pada saat merancang letak persemaian, hal yang akan
menjadi pertimbangan pertama adalah aksesibilitas dari dan menuju
persemaian.

Jenis transportasi bibit yang dapat digunakan adalah melalui jalur darat dan
sungai. Untuk transportasi bibit yang memanfaatkan jalur darat maka dapat
digunakan truk sebagai alat angkut bibit. Namun apabila jalur sungai lebih
memungkinkan maka dapat digunakan ponton, rakit atau perahu motor.
Transportasi bibit juga dapat menggunakan jalur darat maupun jalur sungai,
apabila secara finansial tidak menimbulkan kerugian.

Disamping sarana dan prasarana bibit perlu juga dirancang tata waktu
pengangkutan bibit. Waktu pengangkutan bibit yang baik adalah pada
waktu pagi, sore atau malam hari. Hal ini untuk menghindari kekurangan
air atau layu selain itu baiknya sebelum diangkut bibit disiram terlebih
dahulu. Jumlah dan jenis bibit yang akan diadakan diperoleh setelah pola
tanam dibuat. Pengadaan bibit ini dapat dilakukan dengan cara pembelian
bibit siap tanam ataupun pembuatan persemaian. Cara pembelian bibit
yang disiap tanam dapat dilakukan jika di sekitar lokasi ditemukan bibit
dalam jumlah yang cukup untuk menunjang kegiatan penanaman dan jika
pelaksanaan untuk kegiatan penanaman sudah sangat mendesak dari segi
waktu, sehingga tidak memungkinkan untuk pengadaan bibit melalui
persemaian.

Cara pengadaan bibit melalui pembuatan persemaian dapat dilakukan


untuk bibit yang berasal dari luar lokasi kegiatan rehabilitasi atau tidak
terdapat di sekitar lokasi dan memang harus didatangkan dari luar.
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

5. Pemilihan lokasi pembibitan

Dalam rangka pembangunan persemaian ada 2 (dua) hal yang harus


diperhatikan, yaitu :

a. Lokasi yang dipilih hendaknya mendukung kelancaran di bidang


manajemen, topografinya datar dan lingkungannya sesuai dengan
kebutuhan jenis pohon yang akan dibibitkan. Faktor yang mendukung
kelancaran manajemen antara lain : tersedia pasokan air secara
berkesinambungan, mudah dikunjungi dan diawasi serta dekat
dengan sumber tenaga

b. Media persemaian/media pertumbuhan bibit yang dipilih sesuai


dengan persyaratan perkecambahan biji dan perkembangan akar
serta pertumbuhan bibit, yaitu aerasinya baik, hara mineralnya cukup,
memiliki daya mengikat air yang cukup tinggi dan teksturnya cukup
ringan serta strukturnya tidak kompak.

6. Tahap-tahap pengadaan bibit melalui persemaian adalah sebagai


berikut:

1) Pemancangan Patok Batas


Pemasangan patok batas untuk memperjelas batas-batas dari lokasi
persemaian, jarak antar patok kurang lebih 25 m.

2) Pembuatan papan persemaian


a. Pembuatan papan pengenal Proyek

b. Pembuatan papan pengenal Bedengan

c. Pembuatan papan Rencana Kerja

3) Pembersihan Lapangan
Pembersihan areal persemaian dari gulma, rumput dan tumbuhan
pengganggu lainnya.

4) Pembuatan jalan pemeriksaan


Berfungsi untuk mempermudah melaksanakan pekerjaan dan
pemeriksaan terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan.

5) Pembuatan saluran air

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

- Saluran Induk untuk saluran pembuangan air dari seluruh


bedengan.

- Saluran Bedengan untuk saluran pembuangan air dari setiap


bedengan

6) Pembuatan bedeng Tabur


Bedeng tempat perkecambahan untuk jenis bibit yang berbenih halus.
Tempat harus dalam keadaan lembab, media kecambah harus steril,
ringan dan porous.

7) Pembuatan bedeng Sapih


Bedeng tempat penyapihan bibit dari bedeng tabur setelah bibit
berkecambah dan sudah berdaun 2 – 5 helai. Arah bedengan
sedapat mungkin memanjang arah Utara-Selatan. Tempat bedengan
dibersihkan dari akar-akar serta diratakan hingga datar. Pada tepi
bedeng dibatasi dengan bata, bambu atau kayu. Dasar bedengan
ditinggikan sekitar 20 cm dari permukaan tanah, agar terhindar dari
genangan air hujan.

8) Pembuatan Naungan
Naungan digunakan untuk melindungi bibit-bibit yang terdapat di
bedeng sapih dari sinar matahari yang berlebihan. Naungan secara
bertahap dapat dibuka sesuai keadaan /pertumbuhan bibit. Naungan
menghadap arah Timur - Barat. Tinggi bedengan sebelah Timur ±
120 cm dan sebelah barat ± 100 cm. Bahan dapat dari kawat kasa
atau kasa plastik atau daun rumbia.

9) Pembuatan Gubuk Kerja


Tempat untuk menyimpan segala peralatan dan bahan yang
diperlukan pada kegiatan persemaian, seperti pupuk, pestisida,
cangkul, dan lain-lain.

10) Pembuatan Media Semai


Media bibit yang digunakan harus memiliki sifat dapat mangikat akar,
porous, mengandung hara cukup, sedapat mungkin ringan dan steril.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Cara mensterilkan dengan memberikan fungisida atau media ditutup


plastik transparan dan dijemur dipanas matahari.

11) Penaburan Benih pada Bak Tabur


Dilakukan pada benih yang berukuran halus atau kecil. Benih
ditanam sedalam 1 – 2 cm atau setebal benih. Jika benih sangat
halus cukup ditaburkan dibak kecambah, tetapi sebelumnya benih
dicampur dengan pasir halus yang telah steril. Tujuannya agar benih
ditabur merata. Bak kecambah disusun dalam rak beratap dan
disiram setiap pagi.

12) Pengisian kontainer


Jenis kontainer yang dapat digunakan bermacam-macam, antara lain
kantong plastik atau pot plastik. Kontainer diisi dengan media sampai
menyisakan 2 cm bagian atas. Setelah kontainer diisi media,
kemudian disusun dalam bedengan

13) Penyapihan
Penyapihan adalah pemindahan bibit dari bedeng tabur ke bedeng
sapih. Penyapihan bibit dilakukan jika bibit sudah berdaun 2 – 5 helai.
Bibit dipindahkan dan disusun dengan rapih di bedeng sapih.

14) Penyiraman
Penyiraman dilakukan pagi dan sore dengan menggunakan sprayer
dan setelah bibit cukup umur dapat dilakukan sehari sekali pada pagi
atau sore hari. Penyiraman dilakukan dengan jumlah air yang cukup,
tidak berlebihan atau kekurangan.

15) Penyulaman
Penyulaman dilaksanakan terhadap bibit yang mati atau diperkirakan
akan mati.

16) Penyiangan dan& Pendangiran

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Penyiangan dilakukan setiap saat jika gulma telah tumbuh dan


mengganggu pertumbuhan bibit yang ada, dengan cara
membersihkan dan membuang tanaman pengganggu tersebut.

17) Pemupukan
Pemupukan dilakukan jika terjadi kekurangan unsur hara atau
pertumbuhan bibit terlalu lambat. Jenis pupuk yang dipakai
tergantung dari gejala defisiensi yang terjadi.

18) Pemberantasan Hama/Penyakit


Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan, jika terdapat gejala
yang menuju ke arah tersebut.

2.4.3.5 Rancangan Penanaman

Berdasarkan analisis terhadap kondisi lapangan dan pengalaman masyarakat


serta uji coba teknik silvikultur, maka rancangan penanaman dibuat dengan
dasar:

1. Teknik penanaman degan sistem jalur.

2. Jumlah bibit yang harus disediakan pada tahap kegiatan tersebut adalah
penanaman 100% dengan 10% sulaman, yaitu untuk mangrove jarak
tanam disesuaikan dengan lapangan, untuk jarak tanam 2 x 1 yaitu jumlah
bibit yang disediakan sebanyak 5.000 batang/ha ditambah untuk sulaman
500 batang/ha.

Agar maksud dan tujuan kegiatan penanaman tanaman reboisasi,


pengkayaan reboisasi dan hutan mangrove dapat tercapai sesuai dengan
maksud dan tujuan dari kegiatan ini, maka diperlukan rancangan yang tepat
dalam rangka pelaksanaan kegiatan penanaman tersebut. beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun rancangan penanaman
antara lain adalah persiapan lapangan, pengangkutan bibit, pola
penanaman, waktu penanaman dan konservasi tanah.

a. Persiapan Lapangan

Persiapan lapangan bertujuan untuk menciptakan prakondisi untuk


meningkatkan persentase hidup dan pertumbuhan tanaman. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap tanaman adalah persaingan
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

dengan gulma, sifat fisik tanah, kebutuhan cahaya dan bahan-bahan


lain yang mengganggu pertumbuhan.

1) Pembersihan gulma dan vegetasi pengganggu lainnya

Semua jenis gulma dan vegetasi pengganggu pertumbuhan


tanaman pokok harus dikeluarkan dari lapangan pananaman
agar tanaman babas dari persaingan hara. Cara pembersihan
gulma dapat dengan cara manual, mekanis dan kimia atau
kombinasi. Pembakaran sisa sia vegetasi atau gulma tidak
dilakukan. Cabang yang diameter lebih 10 cm dapat
dimanfaatkan untuk serpih (chip) dan sisa daun serta ranting
dapat dijadikan kompos.

2) Kebutuhan Cahaya

Tanaman diwaktu muda kebutuhan terhadap cahaya berbeda


beda, pada umumnya jenis pohon yang tergolong intoleran atau
secondary forest membutuhkan cahaya penuh, karena itu pada
areal tanaman harus bebas dari naungan/terbuka.

3) Perbaikan sifat fisik tanah

Perbaikan sifat fisik tanah dapat dilakukan dengan pengolahan


tanah yang dilakukan pada areal datar sampai landai
(kelerengan 0 – 15 %).

b. Pengangkutan Bibit

Pengangkutan bibit dilakukan dari persemaian ke lubang tanaman.


Untuk menghindari kerusakan pengangkutan bibit dilakukan dengan
menggunakan kotak bibit yang terbuat dari papan atau keranjang
yang tidak mudah melipat dan guna mempermudah transportasi
digunakan kotak kayu yang disusun diatas rak. Alat angkut yang
digunakan disesuaikan dengan aksesibilitas menuju lokasi
penanaman.

Waktu pengangkutan adalah pada pagi, sore atau malam hari dan
sebelum diangkut bibit tanaman disiram terlebih dahulu.

c. Pola Penanaman
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

1) Arah dan Jarak Tanam

Pola tanam yang tepat baik dari arah tanam tanaman maupun
jarak tanam akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman.
Arah tanam tanaman yang umum digunakan adalah arah Utara
Selatan. Hal ini disebabkan karena tanaman akan mendapatkan
sinar matahari yang cukup, sehingga pertumbuhan tanaman
akan cukup baik. Sedangkan jarak tanam yang akan digunakan
sebaiknya menggunakan jarak tanam yang seragam.
Penentuan jarak tanam sangat tergantung dengan jenis
tanaman yang akan digunakan dalam kegiatan rehabiltasi
mangrove. Tanaman yang bertajuk kecil sebaiknya mengikuti
jarak tanam tanaman yang bertajuk lebar. Hal ini akan
mengurangi tingkat persaingan dalam memperoleh sinar
matahari, sehingga diharapkan pertumbuhan tanaman akan
merata.

Contoh skema jarak tanam disajikan dalam gambar berikut :

Gambar 2.5. Contoh skema jarak tanam 21 m x 1 m pada lahan rehabilitasi hutan
mangrove

2) Pengaturan Larikan dan Pemasangan Ajir

Larikan tanaman dibuat dengan arah larikan tanaman


diusahakan utara selatan. Pemasangan ajir dilaksanakan
setelah areal bersih, mengikuti arah larikan dari jarak tanam
yang telah ditentukan.
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Ajir tanaman dipergunakan sebagai tanda di lapangan dimana


nantinya akan dibuat lubang tanam. Ajir tanaman terbuat dari
kayu atau bambu yang mudah diperoleh di sekitar lokasi
kegiatan dengan ukuran panjang 100 – 150 cm dengan diameter
1 – 1,5 cm.

3) Penanaman

Penanamannya dapat dilakukan dengan menggunakan bibit


yang terseleksi, terutama untuk jenis-jenis dari famili
Rhizophoraceae. Walaupun demikian, tingkat keberhasilan
tanaman umumnya akan lebih tingi apabila menggunakan bibit
yang dihasilkan dari persemaian.

Penanaman bibit atau anakan sebaiknya dilakukan pada saat


setelah pasang tertinggi. Dengan demikian, tinggi permukaan air
pasang hariannya cenderung makin menurun, sehingga
memberi kesempatan bagi bibit/anakan untuk tumbuh baik pada
awal penanamannya.

Pada saat air surut, dibuat lubang tanam di dekat ajir yang telah
dipasang dengan ukuran sedikit lebih besar dari pada ukuran
polybag.

Segera setelah dibuat lubang, bibit ditanamkan secara tegak


dalam lubang yang telah tersedia. Sebelum ditanamkan,
kantong plastik harus dibelah secara hati-hati hingga tidak
terjadi kerusakan pada perakarannya. Kantong plastik bekas
kemudian disangkutkan pada ujung ajir, sebagai tanda telah
selesai dilaksanakannya penanaman.

Lubang-lubang disekeliling bibit ditutup dan ditimbuni dengan


tanah hingga batas leher akar. Ilustrasi cara penanaman bibit
tanaman disajikan pada Gambar 2.6.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Gambar 2.6. Cara penanaman bibit tanaman mangrove

2.4.3.6 Rancangan Pemeliharaan

Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam kegiatan pemeliharaan pada


dasarnya adalah optimalisasi ruang tumbuh dengan mengkaji dinamika atau
kompetisi antara jenis tanaman dan vegetasi penutup serta implikasinya dalam
jangka panjang.

Tanaman bisa dilakukan pemeliharaan tahun I apabila tanaman dianggap


berhasil dengan persentase tumbuh tanaman setelah pemeliharaan tahun
berjalan mencapai minimal 70% perpetak tanaman.

Pemeliharaan tahun II dapat dilakukan apabila tanaman dianggap berhasil


dengan persentase tumbuh tanaman tahun I minimal telah mencapai 90%
perpetak.

Tanaman dapat diserahterimakan setelah hasil pemeliharaan tahun II


presentase tumbuh tanaman mencapai minimal 90% perpetak tanaman.

2.4.3.7 Rancangan Sarana dan Prasarana Pendukung

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Berdasarkan hasil survei infrastruktur dapat diketahui sarana dan prasarana


yang telah ada. Selanjutnya dilakukan analisa untuk mengetahui sarana
dan prasarana yang diperlukan seperti pembuatan pondok kerja, papan
nama kegiatan, papan nama blok, papan nama petak, patok batas lokasi,
papan batas blok, papan batas petak, dan lain-lain yang menunjang
keberhasilan tanaman.

1. Pondok Kkerja

Bangunan pondok kerja dibuat sederhana yaitu atap seng , dinding


papan dengan ukuran 48 m2 dengan tahapan pekerjaan
perancangan, persiapan pelaksanaan dan pemeliharaan. Setiap areal
dengan luasan 200 – 300 ha minimal 1 buah pondok kerja . Rancangan
pondok kerja dilengkapi dengan gambar dan bestek.

2. Gubuk Kerja

Gubuk kerj d a dibuat dengan ukuran 2 x 4 Meter. Gubuk kerja terbuat


dari kayu, dengan atap dari rumbia/alang-alang/plastik hitam. Gubuk kerja
berfungsi sebagai tempat istirahat bagi para pekerja lapangan,
tempat pertemuan/penyuluhan. Pembuatan Gubuk kerja ini sebaiknya
ditempatkan pada lokasi yang strategis yang dilokasi blok/petak.

Gambar 2.7. Contoh gubuk kerja ukuran 2 x 4 meter

3. Papan Nama Kegiatan

Papan nama dipasang ditempat strategis. Papan nama kegiatan


berukuran 120 x 80 Cm terbuat dari papan yang diketam halus dan dicat
warna dasar hijau dengan tulisan warna putih, dipasang menggunakan broti
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

setinggi 160 Cm dari permukaan tanah dan ditanam sedalam 50 Cm.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

120 cm

DINAS KEHUTANAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR


BAPDAS INDRAGIRI ROKAN
PROGRAM RHL KAWASAN HUTAN MANGROVE

Nama Pekerjaan : RANCANGAN


TEKNIS RREHABILITASI MANGROVE UNTUK
80 cm KEGIATAN TAHUN 2013

Lokasi : Desa …………… Kecamatan ……………….


1600 cm
Luas : …… Hektar
Jenis Tanaman mangrove : ……....…/………....
Jarak Tanam : 3 m x 1 m
Waktu Pelaksanaan: …………............…
Sumber Dana : APBD DBH-
DR Bidang Kehutanan TA 2012
- warna dasar cat hijau tua
- tulisan warna putih
Pelaksana :
…………………………….

Gambar 2.8. Contoh Papan Nama Kegiatan

4. Patok Batas Lokasi/Batas Blok/Batas Petak

Patok batas lokasi/blok/petak adalah patok yang terbuat dari kayu baik
kayu bulat maupun balok dipasang pada batas yang dimaksud. Patok
dibuat dengan ukuran panjang 150 Cm dan diberi cat berwarna
setinggi 20 Cm yang disesuaikan keperluan yaitu patok batas lokasi
warna merah; batas blok warna kuning; batas petak warna putih, dan
ditanam sedalam 30 Cm.

5. Papan Nama Petak

Papan nama petak adalah patok yang diberi lembaran yang terbuat dari
papan/seng plat bertuliskan nama petak yang dipasang pada petak
dimaksud dan dapat pula dipasang diantara dua petak. Papan nama petak
dibuat dengan ukuran 50- – 20 Cm dan diberi tiang dengan ketinggian
100 Cm dari permukaan tanah dan ditanam sedalam 30 Cm.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

6. Papan Nama Blok

Papan nama blok adalah patok yang diberi lembaran yang terbuat dari
papan/seng plat bertuliskan nama blok yang dipasang pada blok dimaksud
dan dapat pula dipasang diantara dua blok. Papan Hama blok dibuat
dengan ukuran 50 — 20 Cm dan diberi tiang dengan ketinggian 100
Cm dari permukaan tanah dan ditanam sedalam 30 Cm.

7. Patok Arah Larikan

Patok arah larikan dipergunakan sebagai tanda dilapangan dimana


nantinya akan dibuat jalur tanam. Patok arah larikan terbuat dari kayu
yang mudah diperoleh disekitar lokasi kegiatan dengan ukuran panjang
100-150 Cm dan diameter 1,5-2 Cm.

8. Ajir Tanaman

Ajir tanaman dipergunakan sebagai tanda dilapangan dimana nantinya


akan dibuat lubang tanam. Ajir tanaman terbuat dari kayu atau bambu yang
mudah diperoleh disekitar lokasi kegiatan dengan ukuran panjang 100-
150 Cm Gan diameter 1-1, 5 Cm.

9. Jalan Hutan

Jalan hutan merupakan jalan setapak, dengan kondisi jalan tanah dan tidak
diperkeras. Jalan hutan tersebut diperlukan disamping untuk memperlancar
proses pengangkutan bibit dari gubuk kerja menuju lokasi penanaman juga
untuk kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan tanaman. Jalan hutan yang
akan dibuat dengan mempertimbangkan kondisi lahan diantaranya kontur,
tingkat kelerengan dan kondisi vegetasi serta intensitas kerapatan jalan.
Jalan hutan dibuat sedemikian sehingga dapat memberikan kemudahan
dalam proses transportasi bibit tananam. Jalan hutan dibuat dengan jalur
yang paling mudah dilalui dan mudah dalam melakukan pengangkutan bibit
tanaman dan pemeriksaan tanaman. Jalan tersebut dibuat dengan jalan
merintis semak dengan menggunakan alat pemotong semak dengan lebar
jalan ± 1 m.

2.4.3.8 Rancangan Pembuatan Gambar dan Peta

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Untuk menunjang kelancaran kegiatan, sejak tahap perencanaan sampai dengan


pengawasan dan pengendalian, maka diperlukan peta. Berdasarkan isinya peta
yang akan dibuat terdiri dari :

1. Peta Lokasi

Peta ini memuat lokasi kegiatan Rehabilitasi Lahan yang terbagi dalam
blok-blok atau petak-petak pengelolaan. Dalam peta ini juga dicantumkan
letak persemaian, gubuk kerja, aksesibilitas.

2. Peta Rancangan Rehabilitasi Lahan

Peta ini memuat pola tanam untuk setiap lokasi Rehabilitasi, termasuk di
dalamnya teknik konservasi tanah yang akan dilakukan.

Peta-peta tersebut merupakan peta kerja untuk kegiatan Rehabilitasi Lahan


dengan. skala 1 : 10.000. Perancangan Rehabilitasi Lahan dilakukan
dengan mengacu pada peta tematik yang dihasilkan dari kegiatan
Inventarisasi dan Identifikasi Lokasi, yaitu peta kelas lereng, peta
penutupan lahan dan peta kesesuaian lahan. Melalui proses overlay peta
penataan areal, peta kelas lereng, peta penutupan lahan dan peta
kesesuaian lahan, maka dapat diperoleh Peta Rancangan Rehabilitasi
Lahan. Tahap berikutnya dapat disusun rencana detail rehabilitasi mulai
dari jenis komponen kegiatan dan volume, jenis dan volume kebutuhan
bibit, volume kebutuhan pupuk, jumlah kebutuhan HOK, jadwal
pelaksanaan pekerjaan dan lain-lain, baik untuk tingkat kegiatan per total
lokasi, per lokasi, per blok maupun per petak.

2.4.3.9 Rancangan Rincian Kebutuhan Biaya

Kebutuhan biaya dalam kegiatan reboisasi disesuaikan dengan detail kegiatan


yang akan dilaksanakan dalam kegiatan tersebut, formatnya disajikan pada
Tabel 2.9, 2.10 dan 2.11.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Tabel 2.9. Jumlah kebutuhan biaya pembuatan tanaman RHL kawasan hutan mangrove
KEBUTUHAN BIAYA : BAHAN, ALAT DAN TENAGA KERJA
BAHAN DAN ALAT TENAGA KERJA
No. JENIS KEGIATAN Jumlah Keterangan
Satuan Jumlah Volume Satuan Jumlah Total Biaya
Satuan Volume Biaya Biaya (HOK/ Biaya Biaya (7+10)
(Rp.) (Rp) OB) (Rp.) (Rp)
A. PERSIAPAN
Pembuatan papan nama
1. unit
kegiatan
2. Pembuatan gubuk kerja unit
3. Pengadaan ajir bh
Pengadaan pupuk dan obat-
4.
obatan
a. Pupuk Majemuk kg
b. Herbisida lt
5. Pengadaan peralatan kerja
a. Cangkul/parang bh
b. Handsprayer unit
6. Pengadaan bibit tanaman
JUMLAH A

Tabel 2.9. (Lanjutan)


Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

KEBUTUHAN BIAYA : BAHAN, ALAT DAN TENAGA KERJA


BAHAN DAN ALAT TENAGA KERJA
No. JENIS KEGIATAN Jumlah Keterangan
Satuan Jumlah Volume Satuan Jumlah Total Biaya
Satuan Volume Biaya Biaya (HOK/ Biaya Biaya (7+10)
(Rp.) (Rp) OB) (Rp.) (Rp)
B. PELAKSANAAN
1. Persiapan lapangan HOK
2. Penentuan arah larikan HOK
3. Penebasan jalur tanaman HOK
4. Pemasangan ajir HOK
Pembuatan piringan & lubang
5. HOK
tanaman
6. Pengangkutan bibit HOK
7. Penanaman HOK
JUMLAH B
PEMELIHARAN
C.
BERJALAN
Pemeliharaan/penyiangan &
1. HOK
pemupukan
2. Penyulaman HOK
JUMLAH C
D. PENGAWASAN
1. Mandor/pengawas kegiatan OB
JUMLAH
JUMLAH KESELURUHAN

Tabel 2.10. Rencana biaya pemeliharaan tahun I

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Biaya/satuan Total Biaya


No Uraian Satuan Volume
(Rp/sat) (Rp)

PEMELIHARAAN TEGAKAN TAHUN I Ha

a. Tanaman Jenis 1 Ha

b. Tanaman Jenis 2 Ha

I Persemaian & Pengadaan Bibit

a. Tanaman Jenis 1 Btg

b. Tanaman Jenis 2 Btg

Jumlah I

II Pemeliharaan Tanaman

1 Penyulaman Btg

2 a. Penyiangan & pemulsaan I Ha

3 b. Penyiangan & pemulsaan II Ha

4 c. Penyiangan & pemulsaan III Ha

5 Pemupukan Btg

6 a. Pembukaan Jalur Tanaman I Ha

7 b. Pembukaan Jalur Tanaman II Ha

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

8 c. Pembukaan Jalur Tanaman III Ha

Jumlah II

Tabel 2.10. (Lanjutan)

Biaya/sat Total Biaya


No Uraian Satuan Volume
(Rp/sat) (Rp)

III Pemeliharaan Sarana Prasarana

1 Pemeliharaan infrastruktur tahun ….. Paket

2 Pemeliharaan sarana prasarana tahun …… Ha

Jumlah III

IV Perlindungan Tanaman

1 Perlindungan Hama & Penyakit Jenis 1 Ha

2 Patroli dan koordinasi Paket

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Jumlah IV

TOTAL PEMELIHARAAN TEGAKAN TAHUN I

Keterangan :
 Usulan biaya tersebut sudah termasuk :

- Over head ( biaya administrasi & umum )

- Biaya bahan dan alat

- Transportasi ke lokasi

- Keuntungan

- Pajak - pajak yang berlaku

 Format kebutuhan biaya ini bisa berubah sesuai dengan kondisi lahan

Tabel 2.11. Rencana biaya pemeliharaan tahun II

Biaya/sat Total Biaya


No Uraian Satuan Volume
(Rp/sat) (Rp)
PEMELIHARAAN TEGAKAN TAHUN II Ha
I Persemaian & Pengadaan Bibit
Pengadaan Bbt/Anakan Sulaman Tahun II Btg
Jumlah I
II Pemeliharaan Tanaman

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

1 Penyulaman Btg
2 Penyiangan & pemulsaan I Ha
3 Penyiangan & pemulsaan II Ha
4 Pembukaan Jalur Tanaman I Ha
5 Pembukaan Jalur Tanaman II Ha
Jumlah II
III Pemeliharaan Sarana Prasarana
1 Pemeliharaan infrastruktur Paket
2 Pemeliharaan sarana prasarana tanaman Ha
Jumlah III
IV Perlindungan Tanaman
1 Perlindungan Hama & Penyakit Ha
2 Patroli Paket
Jumlah IV
TOTAL PEMELIHARAAN TEGAKAN TAHUN II

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

2.3.4.10 Rancangan Pembinaan Kelembagaan

Pembinaan kelembagaan pada dasamya merupakan upaya pemerintah membantu


masyarakat sekitar hutan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan kemampuan
organisasi dalam melaksanakan pengelolaan hutan secara lestari. Pembinaan
kelembagaan ini dilaksanakan melaui kegiatan pendampingan, penyuluhan, pelatihan
dan pembentukan jaringan kerja atau forum.

Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi, kemudian dilakukan analisis


bersama dengan masyarakat, maka dapat ditentukan kebutuhan yang diperlukan oleh
kelompok khususnya berkaitan dengan pengembangan kelembagaan kelompok.
Informasi tersebut dapat menjadi masukan dalam merancang kegiatan pembinaan
kelembagaan sebagai acuan awal bagi para pelaksana pembinaan kelembagaan,
yaitu petugas pendamping, penyuluh dan pelatih. Dalam pelaksanaannya, kegiatan
pendampingan, pelatihan dan penyuluhan dapat berkembang secara dinamis sesuai
dengan sifat masyarakat yang selalu dinamis. Oleh karena itu rancangan yang berkaitan
dengan pembinaan kelembagaan ini pada dasarnya merupakan informasi awal bagi
pelaksana pembinaan yang lebih detail sesuai perkembangan dari waktu ke waktu yang
mungkin terjadi.

Pokok-pokok rancangan yang berkaitan dengan kegiatan pembinaan kelembagaan


secara umum merumuskan mengenai :

1. Pendampingan

a. Kriteria pendampingan yang diperlukan (tingkat umur, jenis kelamin, tingkat


pengetahuan teknis, pengetahuan organisasi, tingkat komunikasi dengan
masyarakat, dll).

b. Peningkatan kemampuan teknis yang diperlukan (teknologi tumpangsari,


teknologi persemaian, teknologi penanaman, teknologi pemanenan, teknologi
pengolahan, dll).

c. Peningkatan kemampuan organisasi yang diperlukan (kerjasama, organisasi,


administrasi, koperasi, jaringan informasi dan jaringan kerja, dll).

d. Waktu dan pola pendampingan sebaiknya direncanakan.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Pendampingan

Pendampingan kegiatan reboisasi dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat


(LSM Pendamping) yang merupakan lembaga non pemerintah yang mandiri dan
mempunyai tujuan nyata membantu dan bermitra dengan masyarakat dalam
mengelola sumberdaya alam secara lestari. Peran dan tugas LSM pendamping
adalah sebagai pendamping masyarakat di dalam melaksanakan kegiatan
pengembangan kelembagaan kelompok tani dan pengembangan kelembagaan
usaha, sehingga hasil-hasil kegiatan rehabilitasi dapat memberikan manfaat bagi
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Parameter yang digunakan
dalam perancangan kegiatan pendampingan adalah:

 Kerangka rencana umum pelaksanaan pendampingan.

 Kualifikasi tenaga LSM Pendamping.

Penyuluhan

Proses penyuluhan kegiatan reboisasi bertitik tolak pada kegiatan Penyuluhan


Kehutanan pada umumnya. Penyuluhan kehutanan merupakan proses
pengembangan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat agar mereka
tahu, mau dan mampu berperan aktif secara swadaya dalam mendukung
pembangunan kehutanan dan pelestarian sumberdaya hutan dan lingkungan.
Kegiatan penyuluhan kehutanan telah mengalami perubahan pendekatan dari
semula yang bersifat rekayasa sosial menjadi penyuluhan yang bersifat partisipatif.
Peran penyuluh bergeser dari yang berfungsi sebagai pengajar, pelatih menjadi
fasilitator, proses penyuluhan bersifat partisipatif dan pendampingan masyarakat.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun rancangan kegiatan
penyuluhan antara lain:

 Tingkat adopsi masyarakat di sekitarnya tentang kegiatan reboisasi secara


umum.

 Peranserta masyarakat setempat dalam kegiatan reboisasi.

 Pengembangan areal dampak kegiatan reboisasi pada lahan-lahan di sekitar


areal lokasi kegiatan.

Beberapa item yang diperlukan dalam penyusunan rancangan kegiatan penyuluhan


adalah sebagai berikut :

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

 Rencana kerja :

- Penyusunan rencana umum pelaksanaan penyuluhan dan bimbingan


teknis.

- Penyusunan kurikulum dan cara penyajian materi (termasuk sarana


peraga).

- Penyusunan kriteria pemilihan dan penetapan peserta (termasuk


keterwakilannya).

- Penyusunan kualifikasi tenaga ahli/penyuluh.

- Penyusunan tata waktu pelaksanaan.

 Peran serta masyarakat dalam kegiatan reboisasi :

- Pemahaman dan implementasi hak dan kewajiban peserta kegiatan


reboisasi.

- Peran serta masyarakat setempat dalam upaya pengawasan dan


pengamanan hutan serta konservasi sumberdaya hutan, tanah dan air.

- Keikutsertaan masyarakat khususnya peserta proyek dalam perencanaan,


pelaksanaan, pengawasan dan pengamanan kegiatan reboisasi.

 Dampak kegiatan reboisasi terhadap peningkatan pendapatan dan


kesejahteraan masyarakat :

- Peningkatan pendapatan riil keluarga peserta proyek dan masyarakat di


sekitarnya.

- Peningkatan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat di sekitar


hutan.

- Peningkatan aksesibilitas, ketersediaan prasarana dan sarana


transportasi, prasarana dan sarana umum lainnya.

- Ketersediaan sumber informasi kegiatan Hutan Kemasyarakatan secara


tetap dan berkesinambungan.

2. Pelatihan

a. Jenis pelatihan yang diperlukan.

b. Kriteria pelatihan yang diperlukan.


Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

c. Sasaran yang perlu dilatih.

d. Waktu dan pola pelatihan dilaksanakan.

Kegiatan pelatihan kegiatan reboisasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan


untuk menyampaikan materi tentang pelaksanaan kegiatan reboisasi secara detail
baik pengetahuan maupun teknis dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan pelatihan ini
dibedakan menjadi dua yaitu pelatihan untuk LSM pendamping kegiatan reboisasi
dan pelatihan untuk masyarakat dalam hal ini kelompok tani, sebagai pelaksana
kegiatan reboisasi.

Beberapa hal yang dilakukan dalam penyusunan rancangan pelatihan dalam rangka
kegiatan reboisasi baik untuk LSM pendamping maupun masyarakat (kelompok tani)
antara lain :

 Menyusun frekuensi dan kinerja pelaksanaan pelatihan.

 Menetapkan jumlah dan kategori peserta (termasuk keterwakilannya).

 Menyusun kurikulum pelatihan.

 Menyusun cara dan metoda penyampaian materi agar tercapai efektifitas


pelatihan.

 Melaksanakan implementasi hasil pelatihan oleh masing-masing peserta.

3. Pembentukan Forum

a. Para pihak yang perlu terlibat dalam forum.

b. Analisis peran pars pihak didalam forum.

c. Waktu dan prosedur pembentukan forum.

Rancangan pembentukan Forum Komunikasi dalam kegiatan reboisasi disusun


berdasarkan beberapa hal, diantaranya :

 Struktur organisasi dan kepengurusan, sistim manajemen, mekanisme kerja


dan kegiatan forum komunikasi.

 Dampak pembentukan Forum Komunikasi terhadap keseluruhan sistim


penyelengaraan kegiatan reboisasi.

 Tahap-tahap dan intensitas kegiatan Forum Komunikasi dalam kegiatan


reboisasi.
Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

 Pendapat peserta kegiatan dan masyarakat sekitar hutan pada umumnya


terhadap manfaat keberadaan Forum Komunikasi dalam kegiatan reboisasi.

 Jadual waktu pelaksanaan pembentukan Forum Komunikasi.

2.3.4.11 Rancangan Tenaga Kerja

Berdasarkan analisis dapat diketahui jumlah kebutuhan tenaga kerja. Pemenuhan


tenaga keda diprioritaskan bagi kelompok. Apabila terdapat kekurangan, maka pemenuhan
tenaga kerja dari luar daerah dapat dilaksanakan setelah disepakati bersama
dengan kelompok.

2.3.4.12 Rancangan Struktur Organisasi Pelaksana Kegiatan

Struktur organisasi pelaksana kegiatan dirancang sesuai dengan kondisi lapangan,


sehingga manajemen penanaman bisa berjalan dengan baik. Demikian juga pada saat
kegiatan penanaman selesai dilaksanakan proses alih kelola tidak mengalami
hambatan.

2.3.4.13 Rancangan Rencana Jaringan Kerja Dan Jadwal Rencana


Kegiatan

Tujuan perencanaan jaringan kerja adalah untuk merumuskan tahapan pekerjaan


sehingga dicapai efesiensi keseluruhan kegiatan proyek. Dengan berdasarkan data
iklim serta volume dan jenis pekerjaan maka dapat dianalisa dan disusun Rencana
Jaringan Kerja (Network Planning) untuk tiga tahun kegiatan yang dilengkapi dengan
analisa lintasan kritis (Critical Path Method).

Jadwal rencana kegiatan disusun dengan memperhatikan urutan tahapan pekerjaan,


kondisi musim hujan setempat dan kebiasaan kelompok setempat. Jadwal rencana
kegiatan digambarkan tabel rencana dalam bentuk palang.

Perkiraan tata waktu pelaksanaan kegiatan reboisasi berbasis tahun jamak dapat dilihat
pada Tabel 2.12.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Tabel 2.12. Rencana tata waktu pelaksanaan kegiatan penanaman RHL kawasan hutan mangrove
BULAN KE -
NO. TAHUN/KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Tahun 2012
 Persiapan/Pelaksanaan lelang Paket
Kegiatan (Pembibitan, Penanaman, dan
Pemeliharaan Tahun I, Tahun II)
 Pengadaan/Pembuatan bibit Reboisasi
 Pelaksanaan Penanaman
2. Tahun 2013
 Pelaksanaan Penanaman (termasuk
pemeliharaan tahun berjalan)
 Pembuatan bibit sulaman 10%
PEMELIHARAAN I
 Penyiangan, pendangiran, pemupukan,
pemberantasan hama.
 Penyulaman 10% (Pemeliharaan I)
3. Tahun 2014
PEMELIHARAAN II
 Penyiangan, pendangiran, pemupukan,
pemberantasan hama (Tahap I)
 Penyiangan, pendangiran, pemupukan,
pemberantasan hama (Tahap II)
 Penyiangan, pendangiran, pemupukan,
pemberantasan hama (Tahap III)
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

2.3.4.14 Rancangan Pengelolaan Pasca Kegiatan

Setelah kegiatan penanaman dan pemeliharan tanaman reboisasi dilaksanakan, perlu


disusun pola pengelolaan pasca kegiatan reboisasi tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga tanaman yang ditanam dapat tumbuh dan tetap lestari, sehingga maksud dan
tujuan dari kegiatan reboisasi sebagai upaya penanggulangan untuk mengembalikan kondisi
daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah yang dapat menahan limpasan air permukaan
(run off) dan memperbaiki lingkungan fisik dengan cara yang ramah lingkungan dapat
tercapai.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penyusunan rancangan


pengelolaan pasca kegiatan reboisasi, diantaranya :

a. Efektifitas peran serta masyarakat dalam kegiatan reboisasi khusunya dalam kegiatan
pemeliharaan tanaman.

b. Seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan reboisasi bagi
masyarakat sekitar hutan.

c. Seberapa besar manfaat yang dapat ditimbulkan dari kegiatan reboisasi bagi
masyarakat sekitar hutan dari aspek ekonomis dan ekologis.

2.3.5 TAHAP PENYEMPURNAAN

2.3.5.1 Pelaporan

Rancangan teknis terdiri dari rencana pengelolaan kawasan hutan dan rencana
operasional (Rencana Tahunan).

a. Bahan Penyusunan Naskah

Bahan/materi pokok yang diperlukan dalam penyusunan rancangan yaitu :

1) Risalah umum memuat letak dan lokasi, fungsi kawasan hutan.

2) Rencana kegiatan dan bantuan untuk pelaksanaan teknis perlakuan pada lokasi.

3) Rencana kebutuhan sarana dan prasarana kegiatan.

4) Rencana pembinaan teknis kepada peserta dan kelompok peserta.

5) Peta Rancangan skala 1 : 10.000

6) Peta Situasi Skala 1:50.000 / 1:100.000


Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

b. Kerangka Penyusun Naskah Rancangan

1) Bentuk.

Naskah rancangan disusun dalam bentuk buku berukuran kuarto, dengan cover
warna kuning.

2) Jangka Waktu

Rancangan teknis berisi rencana pelaksanaan kegiatan dengan tahapan sebagai


berikut :

Tahap I : Kegiatan pembibitan/penanaman

Tahap II : Penanaman dan pemeliharaan tahun berjalan.

3) Outline Naskah

Sistem pelaporan seluruh kegiatan Penyusunan Rancangan Teknis Rehabilitasi


Mangrove Untuk Kegiatan tahun 2013 Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri
Hilir ini akan dituangkan dalam dokumen-dokumen hasil studi berupa buku
laporan dan dokumentasi (peta-peta tematik dan album) dengan bentuk penyajian
sebagai berikut:

Judul
Peta Situasi Skala 1 : 50.000 s/d 1 :100.000
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Maksud dan Tujuan
3. Ruang Lingkup
4. Pengertian
II. Risalah Umum; berisi kondisi lapagan hasil investasi dan indentifikasi
lapangan yang memuat :
1. Kondisi Biofisik
2. Kondisi Sosial Ekonomi

III. Rancangan Pelaksanaan Kegiatan


Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

A. Rancangan Fisik
1. Tata letak
2. Pembibitan
3. Penanaman
4. Pemeliharaan
5. Perlindungan dan pengamanan
6. Sarana dan prasarana pendukung
7. Lain-lain
B. Rencana Pembinaan Kelembagaan
1. Pendampingan dan Penyuluhan
2. Pelatihan
3. Pembentukan Forum komunikasi
4. Struktur Organisasi Pelaksana Penanaman
5. Lain-lain
C. Rincian Kebutuhan Bahan dan Peralatan
D. Rincian Kebutuhan Biaya
E. Pengelolaan Pasca Kegiatan
F. Jadwal Waktu Kegiatan
IV. Penutup
Lampiran-Lampiran (Peta Rancangan Skala 1:10.000, Gambar Gubuk Kerja,
Papan Nama Kegiatan dan Papan Peringatan, Gambar Tata Letak).

Dalam lampiran dicantumkan juga standar harga (upah, bahan dan peralatan)
yang menjadi dasar analisis.

4) Prosedur Penilaian dan Pengesahan Rancangan.

a. Rancangan teknis disusun oleh Dinas Kehutan Kabupaten Indragiri Hilir


bekerjasama dengan pihak III

b. Pembahasan Rancangan Teknis dilakukan melalui rapat pembahasan


dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir, dan bila perlu dapat
mengundang unsur teknis yang berkompeten.

c. Penilaian Rancangan Teknis dilakukan oleh Kepala BPDAS Indragiri-Rokan.

d. Pengesahan Rancangan Teknis oleh Kepala Dinas yang diserahi tugas dan
tanggungjawab dibidang Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir.

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

5) Jenis-jenis Laporan

Tim penyusun rancangan teknis mempunyai kewajiban membuat laporan


pelaksanaan kegiatan rancangan secara periodik setiap bulan atau
berdasarkan perjanjian kontrak kerja kepada Dinas Kehutanan Kabupaten
Indragiri Hilir dan atau KPA/PPK. Disamping itu, hasil pelaksanaan setiap tahap
kegiatan dibuat laporan tersendiri sebagai pertanggungjawaban fisik bagi
KPA/PPK yaitu laporan sosialisasi program, laporan inventarisasi dan
identifikasi dan hasil akhir dari kegiatan ini adalah buku rancangan teknis
kegiatan reboisasi yang disamping sebagai pertanggungjawaban fisik bagi
KPA/PPK jugs sebagai dasar pelaksanaan kegiatan.

Secara rinci laporan dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Laporan Pendahuluan

Laporan Pendahuluan berisikan gambaran umum pekerjaan Penyusunan


Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Untuk Kegiatan Tahun 2013
Seluas 2,480 Ha yang merupakan bentuk rencana kerja dalam rangka
pelaksanaan survei lapangan untuk pengukuran calon lokasi serta
inventarisasi dan identifikasi kondisi biofisik. Laporan ini dicetak dalam
bentuk buku potrait dengan ukuran kertas kuarto/A4 (HVS 80 gram) dengan
cover warna kuning dan digandakan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar yang
diserahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak SPMK diterbitkan.

b. Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisikan kemajuan perkembangan pelaksanaan


pekerjaan Penyusunan Rancangan Teknis selama 1 (satu) bulan, tembusan
kepada Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir. Laporan ini
diserahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) setiap bulan.

c. Laporan Antara

Laporan Bulalan ini merupakan laporan kemajuan pekerjaan yang memuat


Laporan Fakta dan Analisa atau hasil sementara pelaksanaan lapangan
berupa data primer (eksisting) hasil pengamatan. Wawancara, dan
pengukuran serta data sekunder dari Dinas/Instansi terkait (hasil
pelaksanaan survey lapangan pengukuran calon lokasi serta inventarisasi

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

dan identifikasi kondisi biofisik). Laporan ini dicetak dalam bentuk buku
potrait dengan ukuran kertas kuarto/A4 (HVS 80 gram) dengan cover warna
kuning dan digandakan sebanyak 50 (sepuluh) eksemplar. Yang diserahkan
kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

d. Laporan Akhir

Laporan Akhir ini merupakan hasil penyempurnaan dari laporan antara/draft


laporan akhir yang telah dibahas yaitu merupakan laporan pekerjaan
Penyusunan Rancangan Teknis selesai dilaksanakan secara
keseluruhan (100 %), maka pihak konsultan / perusahaan harus
membuat laporan akhir. Laporan dijilid warna hijau dan diserahkan
kepada PPK. Laporan ini dicetak dalam bentuk buku potrait dengan ukuran
kertas kuarto/A4 (HVS 80 gram) dengan cover warna kuning dan
digandakan sebanyak 50 (sepuluh) eksemplar, dan tembusan kepada
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir . Laporan tersebut
sekurang-kurangnya memuat:

a) Buku Laporan :

 Lembar Pengesahan

 Pengantar Penyusun

 Risalah Umum

 Rancangan Pembibitan/lokasi tempat penyimpanan sementara

 Rancangan Penanaman

 Rancangan Pemeliharaan Tahun I dan Tahun II (P1 dan P2)

 Rancangan Kelembagaan

 Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk masing-masing unsur


kegiatan

 Gambar-gambar berupa : gubuk kerja, papan nama, tata letak


(pembagian petak, pola tanam)

 Lampiran (Peta Rancangan skala 1 : 10.000 dan Peta situasi skala 1


: 25.000 s/d 1 :100.000,

Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING
LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Rancangan Teknis untuk Kegiatan Tahun 2013
(Rancangan Teknis Rehabilitasi Mangrove Seluas 2.480 Ha di Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau)

Rancangan Kegiatan tersebut dibuat dalam bentuk buku landscape


dengan ukuran kertas folio (HVS 80 gram) dengan cover warna
kuning, digandakan minimal 5 buah perblok.

b) Peta Rancangan, yang merupakan bentuk gambar blok dan petak calon
lokasi kegiatan yang dibuat dengan mengikuti kaidah-kaidah perpetaan/
kartografi dengan skala 1 : 5.000 s/d 1 : 10.000. Peta rancangan
tersebut dibuat dalam aplikasi arc.view dicetak dalam kertas plain paper
100 gram dengan ukuran disesuaikan skala peta, digandakan minimal
100 lembar

Peta Situasi, yang merupakan bentuk gambar kawasan hutan dimana blok
calon lokasi kegiatan berada yang dibuat dengan mengikuti kaidah-kaidah
perpetaan/kartografi dengan skala 1 : 25.000 s/d 1 : 100.000. Peta situasi
tersebut dibuat dalam aplikasi arc.view dicetak dalam kertas plain paper 100
gram dengan ukuran disesuaikan skala peta,

e. Dokumentasi

Selain laporan tersebut diatas jugs harus dilampirkan foto-foto


dokumentasi dari setiap hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh
konsultan / perusahaan Penyusunan Rancangan Teknis, photo yang
dibuat adalah photo digital dimasukkan kedalam album dengan disertai CD
nya, diserahkan kepada pihak proyek sebagai bukti dari pekerjaan
Penyusunan Rancangan Teknis .



Dilaksanakan Oleh:
Hal II - 1
PT. Sarbi Moerhani Lestari
CONSULTANT – GIS – SURVEY & MAPPING

Anda mungkin juga menyukai