LAPORAN PRAKTIKUM
diajukan guna memenuhi tugas Matakuliah Irigasi
Oleh :
TEP-A
Muhammad Afandi NIM. 151710201049
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap (off take) tersier.Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti
misalnya parit, jalan, batas desa dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault).
Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing- masing seluas kurang
lebih 8 - 15 ha.Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaya pelaksanaan
jaringan irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan. Petak tersier yang berukuran kecil akan meningkatkan
tingkat efisiensi dalam penyalurn air. Menurut Prijono (2012), irigasi
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu berdasarkan kontruksi jaringan,
metode pengambilan air, dan proses pendistribusian ke tanaman.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan praktikum mengenai petak tersier, yaitu
1. Mengetahui pengertian petak tersier secara umum
2. Mengetahuiluasan daearah petak tersier di Kejuron Ajung Bangunan Primer
Kertosari 11
3. Mengetahui penegertian alih fungsi lahan di indonesia secara umum
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari penulisan laporan praktikum mengenai petak tersier,
yaitu.
1. Dapat mengetahui pengertian petak tersier secara umum
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier.
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off
take) tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi
tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak,
jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak tersier
idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai seluas
75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan
tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus
mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa dan batas
perubahan bentuk medan (terrain fault). Petak tersier dibagi menjadi petak-petak
kuarter, masing- masing seluas kurang lebih 8 - 15 ha. Apabila keadaan topografi
memungkinkan bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk
mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secara
efisien. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
atau saluran primer (Kriteria Perencanaan, Hal : 47)
5. Jarak antar saluran & pembuang < 300 m (Kriteria Perencanaa, Hal : 52).
menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu
sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan
lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Konversi lahan
sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia (anthropogenic), bukan
suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya
tinggi, namun ironisnya konversi lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah
system produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Konversi lahan
merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta
proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang
wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena
terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif.
Konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasinya lahan secara umum
menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu
penggunaan ke penggunaan lainnya. Pemerintah pusat maupun daerah yang
berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Proses terjadinya alih fungsi
lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor.
menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan sawah sebagai berikut.
1. Faktor eksternal; merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun
ekonomi.
2. Faktor internal; faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor kebijakan; yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan.
Menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan
pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal,
pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin
meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan
mutu kehidupan yang lebih baik.
7
perubahan karena alih fungsi lahan. Untuk kasus Bali, eksistensi kelembagaan
subak mewakili kelembagaan sosial tersebut. Kajian sosial mencerminkan upaya
kelompok atau kelembagaan masyarakat mempertahankan kelembagaan dan nilai
sosial serta norma lokal dalam proses intervensi atau introduksi nilai dan norma
eksternal. Pada ketahanan ekonomi merujuk pada kemampuan masyarakat yang
secara ekonomi harus mampu menghadapi perubahan sebagai akibat proses
terjadinya alih fungsi lahan. Dengan membandingkan beberapa variabel ekonomi
seperti. peluang kerja, tingkat pendapatan dan kesejahteraan sebelum dan sesudah
alih fungsi lahan. Sedangkan pada ekologi mengacu pada pemahaman subak
sebagai suatu ekosistem. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat dalam
ekosistem subak setelah terjadinya alih fungsi lahan adalah menyangkut debit air,
pencemaran air, dan lahan sawah, keadaan biota sawah, produktivitas hasil dan
keberlanjutan usahatani.
10
3.2.1 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum sebagai berikut.
1. Sumber Peta, yang diantaranya sebagai berikut.
a. Peta Konsultan (PT. Angga Anugrah Konsultan,1:10000, 0.792.500–
9.085.500)
2. Software (Perangkat Lunak), yang diantaranya sebagai berikut.
a. Map Info Profesional Versi 11.0
b. Map Sourrce
c. Microsoft Office Excel
d. Easy Google Map Downloader
Mulai
Selesai
Downloader, sedangkan peta konsultan diperoleh dari register peta konsultan sesuai
daerah kejuron ajung.
5. Pembuatan pemfolderan foto komoditi
Pembuatan pemfolderan foto dokumentasi komoditidigunakan untuk merekap
hasil foto lapang sesuai dengan masing-masing tanaman komoditi pada setiap
daerah luas lahan pada saluran sekunder renes sesuai dengan No. GPS yang didigit.
14
BAB 4. PEMBAHASAN
4.1 Analisis Luasan Lahan Petak Tersier pada Sekunder Haji Karim
Petak tersier merupakan daerah atau petak yang menerima air irigasi yang
dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier. Pada praktikum irigasi
ini dilakukan pengamatan dan penginterpretasikan data mengenai petak tersier pada
saluran Sekunder Haji Karim. Penginterpretasian data mengenai petak tersier ini
bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara luasan petak tersier pada peta
konsultan dan luasan petak tersier pada peta satelit. Berikut data perbandingan
luasan lahan pada peta konsultan dan luasan petak tersier pada peta satelit.
Tabel 4.1 Perbandingan Luasan Lahan Pada Peta Konsultan Dan Luasan Petak
Tersier Pada Peta Satelit
1 KS. 5 Ka 36 35,51
2 KS. 5 Ki 4 4,41
3 KR. 1 Ka 9 9,4
4 KR. 2 Ka 46 45,74
5 KR. 2 Ki 98 76,57
Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan pada
penginterpretasian peta satelit lebih kecil dari luasan lahan pada peta konsultan. Hal
ini dikarenakan terjadinya alih fungsi lahan pada lahan pertanian. pada praktikum
yang telah dilakukan alih fungsi lahan yang terjadi yaitu alih fungsi lahan pertanian
menjadi pemukiman penduduk. Selain dijadikan pemukiman, sebagian luasan lahan
pertanian telah dialih fungsikan ke sektor lainnya seperti digunakan untuk jalan,
kolam pancing, pertokohan, dan lainnya.
Selain itu faktor yang menyebabkan jauhnya jumlah luasan pada peta
konsultan dengan peta satelit yaitu peta konsultan yang digunakan masih belum
diupdate atau diperbaruhi. Peta konsultan yang digunakan yaitu peta konsultan pada
15
tahan 2007, sehingga luasan lahan yang dihasilkan akan berbeda jauh dengan luasan
lahan petak tersier pada image satelit. Semakin lama peta konsultan yang digunakan
sebagai pembanding, maka semakain jauh pula perbandingan lusan lahan yang akan
dihasilkan.
Tabel 4.2 Kebutuhan Air pada Masing-masing Petak Tersier di Sekunder Curah
Kates dan Sekunder Renes
1 KS. 5 Ka 36 41
2 KS. 5 Ki 4 7
3 KR. 1 Ka 9 13
4 KR. 2 Ka 46 56
5 KR. 2 Ki 98 103
Dari tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kebutuhan air pada setiap lahan
atau petak tersier berbeda-beda. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa semakin
besar luasan lahan pada petak tersier, maka semakin besar pula kebutuhan air yang
diperlukan untuk mengairi tanaman pada lahan. Selain itu, faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan air pada setiap lahan yaitu jenis tanaman dan topografi.
Jenis tanaman sangat mempengaruhi banyak sedikitnya kebutuhan air dari
saluran atau sumber air. Semisal pada tanaman padi kebutuhan airnya relatif lebih
besar (tinggi) bila dibandingkan dengan tanaman palawija seperti jagung, kedelai,
dan lainnya. Selain itu keadaan topografi juga sangat mempengaruhi kebutuhan air
pada suatu lahan.
17
BAB 5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan praktikum tentang petak irigasi pad Sekunder Curah
Kates dan Renes antara lain:
1. Rata-rata luas lahan pada penginterpretasian peta satelit lebih kecil dari
luasan lahan pada peta konsultan. Hal ini dikarenakan terjadinya alih fungsi
lahan pada lahan pertanian.
2. Kebutuhan air pada setiap lahan atau petak tersier berbeda-beda. Semakin
besar luasan lahan pada petak tersier, maka semakin besar pula kebutuhan
air yang diperlukan untuk mengairi tanaman pada lahan.
3. Peta konsultan yang digunakan yaitu peta konsultan pada tahan 2007,
sehingga luasan lahan yang dihasilkan akan berbeda jauh dengan luasan
lahan petak tersier pada image satelit. Semakin lama peta konsultan yang
digunakan sebagai pembanding, maka semakain jauh pula perbandingan
lusan lahan yang akan dihasilkan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2010. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP - 01.
Juhana, E. A., Permana, S., dan Farida, I. 2015. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Pada
Daerah Irigasi Bangbayang Uptd Sdap Leles Dinas Sumber Daya Air
Dan Pertambangan Kabupaten Garut. Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi
Teknologi Garut. Vol 13 (1): 1.
Lestari, T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani.
Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Wahyunto, 2001, Studi Perubahan Lahan di Sub Das Citarik, Jawa Barat dan Kali
Garang Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Multif