Anda di halaman 1dari 75

BAB III

PEMBAHASAN

A. Hasil Pengukuran Lingkungan Fisik


1. Kebisingan
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No
48/MENLH/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari
usaha atau kegiatan dalam tingkat waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri, NAB kebisingan yaitu maksimal 85 dB
dengan pemaparan harian selama 8 jam. Pengukuran kebisingan
menggunakan alat Sound Level Meter dengan cara mengambil 1 titik di
masing-masing proses produksi setiap 5 detik selama 10 menit.
Cara mengukur kebisingan antara lain :
a.Menentukan titik sampling yang baik sebanyak 1 titik, jarak dari
dinding pemantul 2-3 meter.
b. Meletakkan/ memegang sound level meter pada ketinggian
1-1,2 meter.
c.Mengarahkan mikrofon ke sumber suara.
d. Menghidupkan SLM dengan menggeser tombol swicth
On/Off
e.Menyetel respon F (Fast) dan filter A pada intensitas yang kontinue
atau slow pada intensitas impulsive
f. Selanjutnya mencatat angka yang muncul pada display setiap 5
detik terakhir dan masukkan angka tersebut pada formulir bis-1
g. Pengukuran dilakukan selama 10 menit (120 angka)
h. Dilakukan pengelompokan hasil pengukuran tersebut pada
formulir bis-2

1
i. Menghitung tingkat kebisingan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

L= X+ ( p 1+P 1p 2 ) .C
Keterangan :
L = tingkat kebisingan
X = batas bawah kelas yang mengandung modus
P1 = beda frekuensi kelas modus dengan kelas di bawahnya
P2 = beda frekuensi kelas modus dengan kelas di atasnya
C = lebar kelas

a. Golongan Rangka Atas


Hari, Tanggal : Senin, 17 April 2017
Pukul : 09.20 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 93,2 77,6 84,0 82,4 84,1 81,5 79,6 80,2 80,8 80,7
2 80,0 84,6 82,1 81,3 78,1 83,7 78,9 79,9 81,7 80,1
3 80,4 80,0 84,2 81,1 82,5 82,2 79,1 79,6 79,9 80,7
4 83,5 81,7 88,2 81,7 79,5 84,4 83,3 79,0 79,8 81,6
5 80,0 79,8 81,2 84,4 83,1 78,9 89,1 80,0 79,9 80,8
6 81,7 82,9 79,6 84,3 82,5 78,3 80,0 80,1 80,6 81,4
7 80,3 87,4 79,9 78,5 79,0 80,4 79,9 80,7 80,2 83,3
8 78,5 84,3 81,1 80,4 79,3 79,2 78,6 81,2 79,3 81,6
9 86,2 85,0 81,1 79,5 82,6 80,5 79,0 81,1 79,0 83,6
10 81,0 85,1 82,2 90,0 81,5 79,5 78,5 82,7 80,2 88,6
11 80,9 82,9 83,4 88,4 91,8 84,6 81,5 80,8 81,7 81,7
12 83,9 83,3 84,9 86,0 80,0 80,9 80,5 82,7 80,3 87,2
PukuFORMUL
FORMULIR BIS-2
Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen
komulatif Komulatif
75 – 79 20 16,67 20 16,67
80 – 84 84 70 104 86,67
85 – 89 13 10,83 117 97,5
90 – 94 3 2,5 120 100
Rumus :

L= X+ ( p 1+P 1p 2 ) .C
2
= 80+ ( 6464+71 ) .5
64
80+ (
135 )
= .5
= 80 + 2,37
= 82,37 dB
Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 82,37
dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu tidak lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman atau tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di
dalam ruang proses produksi Golongan Rangka Atas menunjukkan
adanya sumber kebisingan seperti kegiatan pembongkaran lokomotif,
pendistribusian kompenen lokomotif/KRD/E/I dan genset ke golongan
lain, perbaikan body, serta perakitan kembali kompenen-kompenen.
Hal ini menyatakan bahwa kebisingan yang ditimbulkan kegiatan
proses produksi golongan rangka atas masih memenuhi persyaratan.
Namun penggunaan APD seperti ear plug dan ear muff masih tetap
penting untuk digunakan oleh para pekerja di ruang produksi.

b. Golongan Rangka Bawah

Hari, Tanggal : Senin, 17 April 2017

Pukul : 09.40 WIB

FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 85,0 87,0 85,5 84,4 80,7 79,5 85,1 83,1 82,0 83,7
2 85,2 84,7 86,0 83,7 82,6 82,4 84,6 81,4 82,7 85,1
3 80,2 82,5 80,2 84,5 83,8 82,8 83,1 82,8 86,5 85,4
4 83,4 81,8 86,7 84,2 85,1 86,2 81,9 81,9 82,5 81,4
5 92,0 85,9 81,8 82,1 82,1 82,7 86,1 82,4 83,3 82,7
6 81,6 81,9 84,4 82,6 86,1 82,0 84,9 85,3 82,4 83,3
7 83,0 85,1 84,3 83,3 83,3 83,5 87,1 85,0 84,3 85,2
8 85,6 86,0 86,3 86,1 85,0 86,4 82,2 80,9 80,4 87,4
9 80,3 80,6 83,5 81,5 83,0 85,5 84,4 86,4 83,7 84,2

3
10 76,6 77,9 81,1 77,3 84,3 77,1 80,1 81,2 79,3 77,7
11 86,0 81,3 83,0 82,1 83,3 83,1 85,4 81,7 81,7 75,7
12 84,8 82,2 84,4 83,8 83,0 80,7 86,0 82,2 81,6 78,2

FORMUFFORMULFORMULIR BIS-2
Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen
komulatif Komulatif
75 – 79 9 7,5 9 7,5
80 – 84 73 60,83 82 68,3
85 – 89 37 30,83 119 99,167
90 – 94 1 0,83 120 100

Rumus :

L= X+ ( p 1+P 1p 2 ) .C
64
80+ (
64 +36 )
= .5

64
80+ (
100 )
= .5

= 80 + 3,2

= 83,2 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar


83,2 dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu tidak lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman atau tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi
di dalam ruang proses produksi Golongan Rangka Bawah
menunjukkan adanya sumber kebisingan seperti kegiatan
pemeliharaan bogie lokomotif. Hal ini menyatakan bahwa
kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses produksi Golongan
Rangka Bawah masih memenuhi persyaratan. Namun penggunaan

4
APD seperti ear plug dan ear muff masih tetap penting untuk
digunakan oleh para pekerja di ruang produksi.

c. Golongan Logam Dingin


Hari, Tanggal : Senin, 17 April 2017
Pukul : 10.20 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 86,0 84,0 86,1 84,9 83,7 79,7 81,5 78,8 79,2 88,1
2 83,8 85,5 80,0 83,9 81,3 81,1 82,3 81,6 79,7 83,2
3 82,9 84,6 81,2 84,5 80,6 80,0 80,8 80,6 80,2 82,0
4 83,2 85,9 88,8 81,7 79,7 81,6 80,1 79,6 81,6 82,7
5 83,4 90,6 89,0 83,9 81,5 80,4 80,2 79,7 80,5 81,2
6 90,5 86,3 83,3 86,7 81,2 81,6 79,9 80,0 79,8 81,7
7 84,7 78,7 83,9 84,7 80,4 80,1 81,4 80,3 79,7 82,0
8 80,4 83,6 82,3 85,9 81,2 80,9 80,9 80,5 82,8 81,3
9 79,8 85,0 82,4 90,0 80,7 80,0 82,6 80,2 80,4 80,5
10 82,7 85,7 81,8 83,7 80,9 81,7 81,9 79,1 84,4 80,8
11 82,5 81,7 81,6 81,8 82,4 81,8 82,3 81,5 79,8 81,6
12 81,0 80,5 83,8 82,7 88,0 82,7 80,0 79,7 81,8 79,5

FORMULIR BIS-2
Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen
komulatif Komulatif
75 – 79 5 4,167 5 4,167
80 – 84 84 70 89 74,167
85 – 89 18 15 107 89,167
90 – 94 13 10,83 120 100
Rumus :

L= X+ ( p 1+P 1p 2 ) .C
5
= 80+ ( 79+7966 ) .5
79
80+ (
145 )
= .5

= 80 + 2,724

= 82,724 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar


82,724 dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu tidak lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman atau tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi
di dalam ruang proses produksi Golongan Logam Dingin
menunjukkan adanya sumber kebisingan seperti kegiatan bubutan,
bor, frais dan lain-lain. Hal ini menyatakan bahwa kebisingan yang
ditimbulkan kegiatan proses produksi Golongan Logam Dingin
masih memenuhi persyaratan. Namun penggunaan APD seperti ear
plug dan ear muff masih tetap penting untuk digunakan oleh para
pekerja di ruang produksi.

d. Golongan Logam Panas


Hari, Tanggal : Senin, 17 April 2017
Pukul : 10.40 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 94,7 91,3 91,8 93,7 78 87,8 93,9 77,8 77,2 76,6
2 95,6 90,7 94,7 94,4 89,5 88,4 94,7 77,9 82 77,3
3 95,2 95,6 91,7 95,5 90,5 94,6 92,5 86,6 79,6 78,9
4 96,2 96,1 91,3 93,8 91,8 95,3 90,2 78,3 82,6 79,1
5 95,3 87,8 89,6 95,4 93,3 94,7 92,4 77,1 78,3 79,5
6 91,4 95,5 81,8 81,4 94,3 94,4 87,3 77,2 78,2 80,4
7 95,1 95,2 79,8 86,7 93,6 91 81,8 78,3 81,9 78,4
8 94,9 92,3 79,2 78 93,9 94,3 83 79,4 82,3 79,9
9 95,7 90,9 87,1 77,8 91,1 93,8 78,3 77,7 78,4 80,4
10 92 93,2 90,9 89 95,2 91,2 81,4 78,5 78,8 76,8

6
11 91,8 90,2 90,7 80,3 94,7 95,3 80,5 77,6 79,2 81,3
12 90,9 93,5 92,7 76,7 81,2 95,2 78,3 77,6 79,6 87,1

FORMULIR BIS-2
Kelas Interval Jumlah Prosen
Jumlah Prosen komulatif Komulati
f
75 – 79 31 25,83 31 25,83
80 – 84 19 15,83 50 41,67
85 – 89 10 8,33 60 50
90 – 94 38 31,66 98 81,67
95 – 99 22 18,33 120 100

Rumus :

L = �灮 + ( p 1+P1p 2 ) . C
28
90+ (
28+ 16 )
= .5

28
= 90+ ( ) .5
44

= 90 + 3,18

= 93,18 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 93,18


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No

7
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditentukan.
Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di dalam ruang proses
produksi Golongan Logam Panas menunjukkan adanya sumber
kebisingan seperti kegiatan pengelasan, pengecoran metal, dan
membuat atau memperbaiki suku cadang sesuai permintaan dari
golongan lain. Hal ini menyatakan bahwa kebisingan yang
ditimbulkan kegiatan proses produksi Golongan Logam Panas tidak
memenuhi persyaratan. Sehingga upaya yang dapat dilakukan antara
lain penggunaan APD seperti ear plug dan ear muff bagi para pekerja,
dan memberi peredam pada ruang produksi tersebut.

e. Golongan Diesel (lokomotif)


Hari, Tanggal : Selasa, 18 April 2017
Pukul : 09.35 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 83,2 88,2 77,7 80,1 80,6 80,0 79,7 81,2 82,1 86,7
2 81,2 88,2 81,1 81,2 78,7 78,2 78,5 79,2 77,7 86,0
3 82,8 88,2 79,4 79,9 90,7 80,7 79,3 78,1 89,9 91,9
4 89,9 88,2 90,9 91,5 89,9 90,5 88,5 89,9 78,2 89,6
5 88,8 88,2 81,0 89,9 88,9 88,8 87,9 88,3 87,2 88,2
6 88,4 88,2 78,6 77,9 89,4 88,9 88,7 78,4 82,5 87,0
7 86,4 88,2 86,8 79,2 85,7 87,1 80,6 79,1 87,5 91,6
8 89,1 88,2 89,8 91,5 91,7 80,0 78,9 86,0 87,2 86,0
9 79,2 88,2 85,8 86,0 87,2 89,0 87,0 80,2 79,2 86,7
10 86,3 88,2 83,3 78,7 79,5 87,8 88,1 87,1 88,4 86,9
11 86,9 88,2 88,5 90,1 87,5 89,8 79,0 78,4 80,6 80,2
12 96,2 88,2 89,5 82,1 81,9 94,2 89,9 96,0 94,4 82,3

FORMFORMULIR BIS-2

Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen


komulatif Komulatif
75 – 79 25 20,83 % 25 20,83 %
80 – 84 29 24,16 % 54 44,99 %
85 – 89 43 35,83 % 97 80,82 %
90 – 94 23 19,16 % 120 99.98 %

8
Rumus :
L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
14
85+ (
14 +20 )
= .5

= 85 + 2,05

= 87,05 dB
Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 87,05
dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditentukan.
Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di dalam ruang proses
produksi Golongan Diesel (lokomotif) menunjukkan adanya sumber
kebisingan seperti kegiatan pembongkaran dan pemasangan
kompenen motor diesel lokomotif serta revisi / rekondisi assembly
kompenen motor diesel lokomotif. Hal ini menyatakan bahwa
kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses produksi Golongan
Diesel (lokomotif) tidak memenuhi persyaratan. Sehingga upaya yang
dapat dilakukan antara lain penggunaan APD seperti ear plug dan ear
muff bagi para pekerja, dan memberi peredam pada ruang produksi
tersebut.

f. Golongan Diesel (genset)


Hari, Tanggal : Selasa, 18 April 2017
Pukul : 10.10 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 77,7 77,4 77,4 77 77,3 78,4 79,5 79,3 77,8 78,2
2 80,8 78,9 76,9 75,8 76,4 75,8 76,8 79,2 76,2 76,3
3 77,5 78 77,1 77,3 78,2 79,1 86,8 82,6 82,9 81,9
4 80,5 80,9 78,3 78,5 78,2 80 78,8 77,8 78,8 77,5
5 78,4 78,9 79,6 81 78,8 78,3 78,8 80,9 83 79
6 80,1 78,7 79,1 78,3 78,6 76,5 83,3 76,5 77,1 77,2

9
7 78,7 85 78,4 80,1 78,8 79,8 78,4 77,4 78 79,5
8 77,4 75,8 75,9 76,1 76,2 76,8 79 78,1 78 78
9 78,7 76,8 78,4 78,5 79,5 77,6 78 76,1 77,8 78
10 78,4 80,4 79,2 80,4 80,9 80,2 81,1 80,6 78,7 78,9
11 78,6 80 83 84,1 84,3 80,2 81 80,4 81 81,4
12 79,1 79,6 80,6 79,1 78,5 78,4 78,9 79,3 78,4 81,2
Pukul

FORMFORMULIR BIS-2

Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen


komulatif Komulatif
75 – 79 85 70,83 % 85 70,83 %
80 – 84 33 27,5 % 118 98,33 %
85 – 89 2 1,67 % 120 100 %

Rumus :
L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
85
75+(
85+52 )
= .5

= 75 + 3,1
= 78, 1 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 78,1


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman dan tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di
dalam ruang proses produksi Golongan Diesel (genset) menunjukkan
adanya sumber kebisingan seperti kegiatan pembongkaran dan
pemasangan kompenen motor diesel. Hal ini menyatakan bahwa
kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses produksi Golongan
Diesel (genset) masih memenuhi persyaratan. Namun penggunaan
APD seperti ear plug dan ear muff masih tetap penting untuk
digunakan oleh para pekerja di ruang produksi.

g. Golongan Traksi Listrik dan Instrumen

10
Hari, Tanggal : Rabu, 26 April 2017
Pukul : 11.00 WIB
FORMULIR BIS-1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 78,1 77,3 77,4 78,3 78,2 77,8 78,2 78,1 75,5 79,3
2 81,5 79 80,4 78,8 79,9 81,5 79,2 79,8 80,2 81,3
3 80,1 78,8 79,9 79,5 80,3 79,1 80,9 79,5 78,6 79,4
4 80,4 82,4 80,1 79,5 79,9 78,4 80,3 81,4 83,1 79,8
5 80,1 78,6 84,9 81,9 80,1 79,2 81,2 79 80,5 78,8
6 81,5 80,7 79 78,1 79,2 79 80,2 77,9 78,6 79
7 79,9 78,6 81,9 79,1 81,4 80 80,4 80,2 78,3 80,3
8 80,4 78,5 80,7 81,2 80,6 79 80,7 81,1 82,4 78,9
9 78,7 79 83,2 78,6 81 83,4 78,1 80,7 78,6 78,3
10 79,6 79,2 80 79 81,2 81,2 80,1 80,9 79,6 80,1
11 84,1 80,6 80,8 81,6 81 80,8 79 79,6 80,9 81,7
12 82 81 81,8 81,6 79,4 80,4 80,5 81,9 82 79,7

FORMULIFORMULIR BIS-2

Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen


komulatif Komulatif
75 – 79 48 40 % 48 40 %
80 – 84 72 60 % 120 100 %

Rumus :

L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
24
80+ (
24 +72 )
= .5

= 80 + 1,25
= 86,25 dB
Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 86,25
dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditentukan.

11
Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di dalam ruang proses
produksi Golongan Traksi Listrik dan Instrument menunjukkan
adanya sumber kebisingan seperti kegiatan pembongkaran,
pemeriksaan, perbaikan, dan perakitan kembali motor traksi, motor
generator, exciter, dan auxiliary dengan segala kelengkapannya. Hal
ini menyatakan bahwa kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses
produksi Golongan Traksi Listrik dan Instrument tidak memenuhi
persyaratan. Sehingga upaya yang dapat dilakukan antara lain
penggunaan APD seperti ear plug dan ear muff bagi para pekerja, dan
memberi peredam pada ruang produksi tersebut.

h. Golongan Auxiliary (peranginan )


Hari, Tanggal : Rabu, 26 April 2017
Pukul : 10.00 WIB
FORMULIR BIS-1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 80,6 79,5 80,6 82,3 90,5 80,5 80,4 80,3 82,7 80,6
2 82,0 83,5 83,1 81,6 80,9 81,8 82,4 81,7 81,9 81,1
3 82,4 80,5 85,8 83,5 87,1 82,7 81,5 81,9 81,1 80,2
4 80,8 80,9 82,8 81,7 83,1 86,7 84,1 88,2 87 82
5 81,7 91,8 83 83,3 83,1 85,3 83,5 83,4 83,1 82,5
6 91,2 83,8 81,7 82,7 81,5 82,3 80,8 80,9 82,6 80,2
7 78,9 81,1 85,6 80 82,3 79,7 80,8 80 80,9 80,6
8 80,3 80,8 80,1 79,5 79,6 80,1 78,9 79,1 79,1 80,4
9 78,4 79,9 79,4 78,5 79 78,2 79,4 79,4 79,3 80,2
10 79,3 79,4 78,5 79 78,8 79,9 79,4 81,2 79,3 79,4
11 78,3 80,2 80,8 79 82,1 82 81,9 81,5 82,2 81,9
12 79,8 78,2 77,1 77,4 80,4 79,6 79,8 80,1 80,8 81,7
FORMU
FORMULIR BIS-2
Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen
komulatif Komulatif
75 – 79 26 21,67 % 26 21,67 %
80 - 84 84 70 % 110 91,67 %
85 - 89 7 5,53 % 117 97,2 %
90 - 94 3 2,5 % 120 99,7 %

12
Rumus :
L= X+ ( p 1+P 1p 2 ) .C
56
80+ (
56+ 76 )
= .5

= 80 + 2,12
= 82,12 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 82,12


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman dan tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di
dalam ruang proses produksi Golongan Auxiliary menunjukkan
adanya sumber kebisingan seperti kegiatan pemeliharaan terhadap
alat-alat bantu lokomotif, seperti kompresor, sistem pengereman,
sistem pendinginan, dan lain-lain. Hal ini menyatakan bahwa
kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses produksi Golongan
Auxiliary masih memenuhi persyaratan. Namun penggunaan APD
seperti ear plug dan ear muff masih tetap penting untuk digunakan
oleh para pekerja di ruang produksi.

i. Golongan Test Room


Hari, Tanggal : Rabu, 26 April 2017
Pukul : 11.00 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 90,4 86,5 90,6 91,5 90,5 91,0 91,0 91,3 90,4 90,4
2 90,9 88,0 90,1 93,6 90,7 90,9 90,9 91,4 90,1 91,1
3 90,7 88,7 90,7 90,6 91,1 91,2 91,2 91,1 90,9 91,0
4 90,7 89,0 90,6 90,7 91,3 91,1 91,1 92,3 89,5 90,7
5 90,6 89,7 90,1 91,1 92,2 91,3 91,3 91,2 91,1 90,4
6 91,1 89,2 90,2 91,4 91,3 90,8 90,8 91,3 90,6 91,4
7 90,4 89,8 90,4 90,4 91,6 90,9 90,9 91,4 90,5 90,4
8 91,3 90,2 90,6 91,2 90,9 91,7 91,7 91,2 90,8 90,9
9 89,1 89,9 91,7 92,0 91,3 91,9 91,2 91,1 91,0 90,7

13
10 87,1 90,8 90,9 91,5 91,4 91,8 90,8 91,3 91,1 90,9
11 88,5 90,0 90,4 91,5 90,9 91,2 91,5 91,5 91,2 91,1
12 87,8 90,9 90,6 90,9 91,6 90,8 91,4 91,0 90,3 90,9

FORMULIR BIS-2

Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen


komulatif Komulatif
85 – 89 10 8,3 % 10 8,3 %
90 – 94 110 91,7 % 120 100%

Rumus :
L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
100
90+ (
100+ 110 )
= .5

= 90 + 2,38
= 92,38 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 92,38


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditentukan.
Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di dalam ruang proses
produksi Golongan Test Room menunjukkan adanya sumber

14
kebisingan seperti kegiatan pengetesan mesin lokomotif. Hal ini
menyatakan bahwa kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses
produksi Golongan Test Room tidak memenuhi persyaratan. Sehingga
upaya yang dapat dilakukan antara lain penggunaan APD seperti ear
plug dan ear muff bagi para pekerja, dan memberi peredam pada
ruang produksi tersebut.

j. Golongan Final Test 1


Hari, Tanggal : Rabu, 26 April 2017
Pukul : 13.20 WIB

FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
106, 101,
1 97,8 97,1 96,9 96.8 97,3 97,1 97,2 97,6
0 3
104, 103,
2 97,9 97,2 97,1 97,0 97,1 99,1 97,3 97,6
1 3
104, 104,
3 97,4 98,2 97,0 96,9 96,9 95,9 97,3 97,3
8 4
104, 100,
4 97,8 98,5 97,2 97,2 97,4 97,9 97,4 97,6
6 4
105, 100,
5 97,5 98,6 98,0 97,5 97,6 97,6 97,3 97,7
6 7
104, 101,
6 97,4 98,3 97,7 97,4 97,5 97,0 97,5 97,5
5 0
104, 101, 101,
7 97,4 97,6 99,0 97,3 97,2 97,6 97,9
8 1 1
101,
8 99,1 97,1 97,5 96,3 97,7 97,5 97,6 97,5 97,8
7
100,
9 99,4 97,2 97,2 96,9 97,6 97,5 97,3 97,4 97,5
0
100,
10 99,4 96,9 97,2 96,7 97,5 97,3 97,5 97,7 97,5
9
101,
11 96,4 97,0 97,1 97,1 97,8 97,0 97,5 97,3 97,4
9
101,
12 97,1 97,3 97,2 97,3 97,4 97,3 97,3 97,4 97,3
4

15
FORMULIR BIS-2

Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen


komulatif Komulatif
95 – 99 100 83,33 100 83,33
100 – 104 15 12,5 115 95,84
105 – 109 5 4,17 120 100

Rumus :

L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
100
80+ (
100+ 85 )
= .5

100
80+ (
185 )
= .5

= 80 + 2,702

= 97,702 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 97,762


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditentukan.
Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di dalam ruang proses
produksi Golongan Final Test 1 menunjukkan adanya sumber
kebisingan seperti kegiatan pengetesan lokomotif yang telah selesai
diperbaiki. Hal ini menyatakan bahwa kebisingan yang ditimbulkan
kegiatan proses produksi Golongan Final Test 1 tidak memenuhi
persyaratan. Sehingga upaya yang dapat dilakukan antara lain
penggunaan APD seperti ear plug dan ear muff bagi para pekerja, dan
memberi peredam pada ruang produksi tersebut.
k. Final Test 2 (dalam ruang operator)
Hari, Tanggal : Rabu, 26 April 2017
Pukul : 10.20 WIB
FORMULIR BIS-1

16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 81,2 79,9 80,1 84,0 95,1 100,9 79,7 80,6 79,9 79,3
2 80,7 80,0 80,1 82,8 96,6 101,6 80,5 80,5 83,9 80,9
3 80.9 79,9 80,4 82,9 96,8 101,7 80,6 81,0 82,3 81,3
4 80,6 79,1 80,3 83,7 97,1 102,3 79,7 80,3 79,8 81,4
5 80,1 80,1 80,2 84,9 101,2 102,3 82,5 80,4 79,8 80,4
6 81,7 80,7 79,9 83,7 101,3 102,2 81,0 80,1 80,3 79,1
7 82,1 80,1 80,0 86,0 101,5 99,7 80,5 80,7 80,2 81,0
8 80,8 79,8 79,9 88,5 101,5 95,8 81,0 80,5 80,0 78,8
9 80,3 80,5 97,8 91,1 101,4 86,9 82,1 80,6 81,7 77,7
10 80,3 80,1 80,0 87,3 99,4 84,4 80,7 81,6 79,8 80,7
11 81,5 80,0 80,3 90,4 100,4 83,3 82,3 80,1 80,2 77,7
12 82,2 79,6 80,0 95,5 101,5 81,2 81,2 80,9 80,6 75,3
B
FORMULIR BIS-2

Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen


komulatif Komulatif
75 – 79 6 6 5 5
80 – 84 85 91 70,83 75,83
85 – 89 5 96 4,167 80
90 – 94 2 98 1,67 81,67
95 – 99 8 106 6,67 88,3
100 – 104 14 120 11,67 100

Rumus :

L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
79
80+ (
79+ 80 )
= .5

= 80 + 2,484

= 82,484 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 82,484


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman atau tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di

17
dalam ruang proses produksi Golongan Final Test 2 (dalam ruang
operator) menunjukkan adanya sumber kebisingan seperti kegiatan
pengetesan lokomotif yang sudah selesai diperbaiki. Hal ini
menyatakan bahwa kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses
produksi Golongan Final Test 2 (dalam ruang operator) masih
memenuhi persyaratan. Namun penggunaan APD seperti ear plug dan
ear muff masih tetap penting untuk digunakan oleh para pekerja di
ruang produksi tersebut meskipun di dalam ruangan operator Final
Test 2.

l. Golongan Final Test 2 (luar ruangan)


Hari, Tanggal : Rabu, 26 April 2017
Pukul : 10.10 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 97,2 109,7 113,2 115,2 91,5 92,5 93,,2 93,0 91,0 92,3
2 97,1 109,7 113,4 114,2 91,8 92,3 92,9 93,3 91,9 91,3
103,
3 96,5 109,8 113,4 110,2 92,9 92,2 93,0 93,5 91,8
1
4 103,7 110,9 114,3 110,0 92,0 93,3 92,9 93,5 91,5 93,0
5 103,2 111,1 114,3 100,9 91,8 92,4 92,0 92,0 91,8 93,2
6 103,2 111,5 114,4 92,0 92,0 92,4 93,1 92,0 91,7 93,1
7 103.5 111,8 114,5 92,0 92,0 93,2 93,3 92,1 92,1 93,3
8 103.4 112,5 114,6 91,6 92,0 92,6 93,3 91,8 92,6 93,3
9 103.0 112,6 114,7 91,8 92,0 92,7 93,6 91,7 92,2 92,9
10 107,0 112,9 115,1 92,2 92,1 92,6 93,3 91,6 92,1 93,3
11 108,1 113,0 115,4 92,2 93,3 92,2 92,9 91,8 92,0 93,5
103,
12 108,1 112,0 115,3 91,7 93,1 93,0 93,0 91,8 92,0
0

FORMUL

F
FORMULIR BIS-2

18
Kelas Interval Jumlah Prosen
Jumlah Prosen
komulatif Komulatif
90 – 94 76 63,33 76 63,33
95 – 99 4 3,33 80 66,67
100 – 104 8 6,67 88 73,33
105 – 109 5 4,167 93 77,5
110 – 114 21 17,5 114 95
115-120 6 5 120 100

Rumus :

L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
76
90+ (
76 +72 )
= .5

76
90+ (
148 )
= .5

= 90 + 2,567

= 92,567 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 92,567


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditentukan.
Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di dalam ruang proses
produksi Golongan Final Test 2 (luar ruangan) menunjukkan adanya
sumber kebisingan seperti kegiatan pengetesan lokomotif yang sudah
selesai diperbaiki. Hal ini menyatakan bahwa kebisingan yang
ditimbulkan kegiatan proses produksi Golongan Final Test 2 tidak
memenuhi persyaratan. Sehingga upaya yang dapat dilakukan antara
lain penggunaan APD seperti ear plug dan ear muff bagi para pekerja,
dan memberi peredam pada ruang produksi tersebut.

m. Golongan Load Test (genset)


Hari, Tanggal : Rabu, 26 April 2017

19
Pukul : 15.00 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
101, 100, 100,
1 100,8 100,9 100,9 99,8 99,6 99,1 103,8
6 3 5
100, 100, 100,
2 100,9 100,5 100,6 99,5 99,7 99,5 104,8
0 7 9
100, 100, 100,
3 101,3 100,6 100,5 100,3 99,8 105,1 102,4
1 1 9
100,
4 101,2 100,4 100,5 99,9 99,5 99,7 110,1 99,6 100,7
5
100, 100, 102,
5 100,9 100,7 100,5 100,4 100,2 99,7 100,3
6 2 1
100,
6 101,9 100,3 100,6 99,9 100,0 99,2 100,1 99,4 100,2
3
100, 100,
7 105,0 100,4 100,1 99,6 99,6 99,2 99,3 99,2
6 5
100,
8 102,0 100,5 102,8 99,5 99,2 98,9 99,6 99,8 99,5
7
100,
9 101,1 100,6 99,5 101,3 99,0 99,2 105,8 99,5 99,0
4
101, 100,
10 101,1 100,5 99,3 99,5 99,1 99,6 101,7 99,2
4 9
100, 102,
11 100,4 100,6 99,9 99,7 99,9 99,3 100,8 99,3
7 5
101, 101,
12 100,6 100,4 100,8 100,5 99,7 99,2 101,4 99,0
2 3
-

FORMULIR

FORMULIR BIS-2
Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen
komulatif Komulatif
95 – 99 26 21,67 26 21,67
100 – 104 88 73,33 114 95
105 – 109 5 4,167 119 99,167
110 – 114 1 0,833 120 100

Rumus :

20
L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
62
100+(
62+83 )
= .5

62
100+(
145 )
= .5

= 100 + 2,137

= 102,137 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar


102,137 dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut melebihi nilai ambang batas yang ditentukan.
Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di dalam ruang proses
produksi Golongan Load Test menunjukkan adanya sumber
kebisingan seperti kegiatan adanya sumber kebisingan seperti kegiatan
pengetesan lokomotif yang sudah selesai diperbaiki. Hal ini
menyatakan bahwa kebisingan yang ditimbulkan kegiatan proses
produksi Golongan Load Test tidak memenuhi persyaratan. Sehingga
upaya yang dapat dilakukan antara lain penggunaan APD seperti ear
plug dan ear muff bagi para pekerja, dan memberi peredam pada
ruang produksi tersebut.

n. Ruang SDM
Hari, Tanggal : Rabu, 19 April 2017
Pukul : 15.00 WIB

FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 77,5 76,6 77,3 77,5 75,2 77,1 77,8 77,4 78,3 78,2
2 77,4 74,0 77,2 74,5 75,1 75,0 77,8 77,5 75,0 74,2
3 74,9 73,8 75,5 72,5 67,9 66,4 72,9 63,6 70,0 70,1
4 69,9 66,2 63,9 71,2 66,4 69,7 66,1 62,3 67,6 68,2

21
5 68,4 70,0 70,7 66,5 66,0 65,9 70,0 74,0 66,2 63,4
6 63,0 72,1 67,2 69,2 68,1 68,8 64,3 62,5 62,7 63,6
7 63,8 64,9 67,4 67,5 67,0 65,9 62,5 68,8 71,2 72,4
8 72,7 74,1 72,0 74,5 71,1 69,6 70,0 69,4 66,6 67,9
9 64,2 65,8 63,9 62,2 63,8 63,3 62,0 65,6 65,2 63,1
10 63,4 62,9 65,2 66,0 62,9 64,8 65,3 64,3 65,3 66,6
11 61,7 65,4 63,6 61,3 63,8 65,2 63,2 63,7 63,8 62,1
12 66,4 65,3 63,5 64,5 63,9 64,1 66,0 64,4 64,0 65,1

FORMULIR BIS-2
Kelas Interval Jumlah Prosen
Jumlah Prosen
komulatif Komulatif
60 – 64 36 30 % 36 30 %
65 – 69 40 33,3 % 76 63,3 %
70 – 74 25 20,83 % 101 84,13 %
75 – 79 19 18,53 % 120 100 %

Rumus :
L= X+ ( p 1+P 1p 2 ) .C
4
65+(
4+15 )
= .5
= 65 + 1,05
= 66,05 dB
Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 66,05
dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No

22
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman dan tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di
dalam ruang proses produksi ruang SDM menunjukkan adanya
sumber kebisingan yang berasal dari ruang proses produksi. Hal ini
menyatakan bahwa kebisingan tersebut masih memenuhi persyaratan.
Sehingga upaya yang tetap dapat dilakukan untuk mengurangi
kebisingan yaitu menanam pohon peredam suara seperti pohon yang
daunnya kecil, rapat, rimbun, dan daun bergelombang. Misalnya
angsana, tanjung, pecut, gelondongan, teh-tehan, dan lain-lain di
sekitar lingkunga perkantoran

o. Balai Pengobatan
Hari, Tanggal : Rabu, 19 April 2017
Pukul : 13.20 WIB
FORMULIR BIS-1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 72,3 69,3 69,0 69,7 69,6 71,4 70,7 72,0 72,2 74,9
2 74,7 76,5 75,4 73,3 75,9 78,1 83,0 79,5 79,2 77,6
3 76,5 75,5 74,1 72,7 74,2 75,2 74,2 77,5 74,2 74,4
4 73,6 84,4 74,3 78,4 72,3 72,1 73,3 73,1 72,1 71,3
5 68,7 67,6 69,0 70,7 67,7 64,3 69,5 64,0 65,9 62,6
6 63,2 65,5 65,9 65,4 69,9 68,1 65,7 64,5 66,6 68,7
7 65,8 69,0 70,3 70,5 74,7 76,9 75,7 75,1 80,0 79,6
8 77,8 79,3 77,9 75,4 67,7 77,7 74,9 74,8 75,3 71,8
9 71,5 69,5 68,7 71,2 66,4 81,0 69,9 86,1 65,1 65,9
10 66,0 65,9 65,2 66,6 68,1 66,1 66,5 66,0 67,3 66,5
11 68,3 70,3 69,7 66,1 69,5 68,2 66,9 67,4 66,7 67,1
12 67,0 67,3 68,1 67,1 75,8 66,5 67,6 68,1 68,0 67,2

23
Kelas Jumlah Prosen Jumlah Prosen
Interval komulatif Komulatif
60 – 64 5 4,17 % 5 4,16 %
65 – 69 51 42,5 % 56 46,66 %
70 – 74 32 26,67 % 88 73,33 %
75 – 79 27 22,5 % 115 95,83 %
80 – 84 5 4,17 % 120 100 %
FORMULIR BIS-2

FO
Rumus :

L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
46
65+(
46+19 )
= . 5

= 65 + 3,53
= 68, 53 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 68,53


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman dan tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di
dalam ruang Balai Pengobatan menunjukkan adanya sumber
kebisingan yang berasal dari ruang proses produksi. Hal ini
menyatakan bahwa kebisingan tersebut masih memenuhi persyaratan.
Sehingga upaya yang tetap dapat dilakukan untuk mengurangi
kebisingan yaitu menanam pohon peredam suara seperti pohon yang
daunnya kecil, rapat, rimbun, dan daun bergelombang. Misalnya
angsana, tanjung, pecut, gelondongan, teh-tehan, dan lain-lain di
sekitar lingkunga perkantoran

24
p. Gudang Logistik
Hari, Tanggal : Rabu, 19 April 2017
Pukul : 14.35 WIB
FORMULIR BIS-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 71,0 76,9 67,0 68,3 69,2 71,5 77,9 67,7 68,4 68,8
2 67,6 71,7 71,1 67,3 67,5 66,7 65,6 67,3 65,0 64,6
3 66,1 64,7 65,2 67,3 65,9 66,8 67,6 67,4 68,8 66,3
4 66,6 67,4 68,8 67,4 68,1 65,1 68,4 66,8 67,1 67,4
5 67,1 65,4 65,6 66,1 65,7 65,1 66,4 65,0 67,4 67,7
6 66,9 66,1 68,8 66,2 67,5 70,1 74,6 71,2 67,6 66,7
7 67,5 66,3 68,3 71,6 69,0 72,7 72,3 60,2 70,7 77,6
8 70,8 73,5 72,1 69,9 68,6 68,7 68,7 71,2 70,5 66,2
9 70,6 69,7 66,2 67,7 69,5 69,8 69,1 65,2 67,4 68,1
10 70,3 70,5 68,4 70,0 68,7 70,4 71,1 70,0 69,2 69,7
11 70,1 67,6 68,7 69,4 69,3 73,8 72,0 70,4 76,3 76,2
12 74,1 72,3 73,3 71,8 73,2 69,3 70,2 70,5 71,4 70,9

Kelas Interval Jumlah Prosen Jumlah Prosen


komulatif Komulatif
65 – 69 75 62,5 % 75 62,5 %
70 – 74 39 32,5 % 114 79 %
75 – 79 6 5% 120 100 %

Rumus :
L= X+( p 1+P 1p 2 ) .C
75
65+(
75+36 )
= .5

= 65 + 3,37
= 68, 37 dB

Hasil pengukuran kebisingan tersebut diperoleh sebesar 68,37


dB. Jika dibandingkan dengan baku mutu Kepmenkes No
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu lebih dari 85 dB. Jadi hasil
pengukuran tersebut masih aman dan tidak melebihi nilai ambang
batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan di lapangan kondisi di
dalam ruang Gudang Logistik menunjukkan adanya sumber

25
kebisingan yang berasal dari ruang proses produksi. Hal ini
menyatakan bahwa kebisingan tersebut masih memenuhi persyaratan.
Sehingga upaya yang tetap dapat dilakukan untuk mengurangi
kebisingan yaitu menanam pohon peredam suara seperti pohon yang
daunnya kecil, rapat, rimbun, dan daun bergelombang. Misalnya
angsana, tanjung, pecut, gelondongan, teh-tehan, dan lain-lain di
sekitar lingkungan perkantoran

Hasil pengukuran kebisingan pada ruang proses produksi antara


lain :

No Lokasi Hasil (dB) NAB Keterangan


1. Golongan Rangka 82,37 85 dB Memenuhi syarat
Atas
2. Golongan Rangka 83,2 85 dB Memenuhi syarat
Bawah
3. Golongan Logam 93,18 85 dB Tidak Memenuhi
Panas syarat
4. Golongan Logam 82,724 85 dB Memenuhi syarat
Dingin
5. Golongan Diesel 78,10 85 dB Memenuhi syarat
(genset)
6. Golongan Diesel 87,05 85 dB Tidak Memenuhi
(lokomotif) syarat
7. Golongan Traksi 86,25 85 dB Tidak Memenuhi
Listrik dan syarat
Instrumen
8. Golongan 82,12 85 dB Memenuhi syarat
Auxiliary
(peranginan)
9. Golongan Test 92,38 85 dB Tidak Memenuhi
Room syarat
10. Golongan Final 97,702 85 dB Tidak Memenuhi
Test 1 (listrik) syarat
11. Golongan Final 82,484 85 dB Memenuhi syarat
Test 2 (dalam
ruangan operator)
12. Golongan Final 92,567 85 dB Tidak Memenuhi
Test 2 (luar syarat
ruangan)

26
13. Golongan Load 102,137 85 dB Tidak Memenuhi
Test (genset) syarat
14. Ruang SDM 66,96 85 dB Memenuhi syarat
15. Ruang Balai 68,538 85 dB Memenuhi syarat
Pengobatan
16. Gudang Logistik 68,387 85 dB Memenuhi syarat

Dampak yang dapat ditimbulkan apabila kebisingan melebihi


ambang batas antara lain :
a. penurunan kualitas pendengaran
b. telinga berdengung
c. gangguan emosi
d. hipertensi, sehingga apabila kebisingan terlalu tinggi maka akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah

Sedangkan hambatan terhadap adanya kebisingan antara lain :


a. Komunikasi terganggu, sehingga apabila akan berbicara maka
harus dilakukan dengan berteriak
b. Sulit konsentrasi, sehingga mengganggu pekerjaan yang dilakukan
dan pekerja cenderung akan berbuat kesalahan dan menurunkan
produktivitas kerja
Upaya perbaikan yang dapat di lakukan terhadap kebisingan antara
lain :
a. Menggunakan APD seperti ear plug dan ear muff bagi tenaga kerja
b. Memberikan pelatihan dan pendidikan tentang keselamatan dan
kesehatan kerja khususnya tentang kebisingan dan pengaruhnya bagi
tenaga kerja
c. Memodifikasi sumber kebisingan dengan cara memberi peredam
pada mesin
d. Mengatur waktu operasi mesin
e. Mengatur penempatan mesin
f. Menanam pohon peredam suara seperti tanaman yang daunnya
kecil, rapat, rimbun, dan daun bergelombang. Misalnya angsana,
tanjung, pecut, gelondongan, teh-tehan, dan lain-lain

2. Pencahayaan
Intensitas pencahayaan merupakan aspek yang penting ditempat
kerja. Intensitas pencahayaan di tempat kerja dimaksudkan untuk

27
memberikan penerangan benda-benda yang merupakan obyek kerja,
peralatan atau mesin, proses produksi serta lingkungan kerja. Untuk itu
diperlukan intensitas pencahayaan yang mencukupi. Jika intensitas
pencahayaan di tempat kerja tidak memenuhi standar yang ditetapkan
maka dapat menimbulkan berbagai masalah seperti gangguan fungsi
penglihatan yang dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman,
kurang kewaspadaan sampai risiko terberat yaitu terjadi kecelakaan kerja.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405 /Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Industri dan Perkantoran, intensitas pencahayaan dibedakan menurut
jenis kegiatan yang berlangsung di tempat kerja tersebut. Jenis pekerjaan
di UPT. Balai Yasa Yogyakarta merupakan jenis pekerjaan yang kasar dan
terus menerus karena berhubungan dengan mesin dan perakitan kasar,
untuk jenis pekerjaan tersebut tingkat pencahayaan minimal 200 Lux dan
untuk pencahayaan di area perkantoran minimal 100 Lux.
Pengukuran intensitas pencahayaan menggunakan Lux Meter dengan
cara mengambil 5 titik di masing-masing lokasi yaitu di Gol. Rangka Atas,
Gol. Rangka Bawah, Gol. Logam Panas, Gol. Logam Dingin, Gol. Diesel
(Genset), Gol. Diesel (lokomotif), Gol. Traksi Listrik dan Instrumen, Gol.
Auxiliary (peranginan), Gol. Test Room, Gol. Final Test 1 (listrik), Gol.
Final Test 2 (Dalam ruangan operator), Gol. Final Test 2 (Luar Ruangan),
Gol. Load Test (genset), Ruang SDM, Ruang Balai Pengobatan, dan
Gudang Logistik. Masing-masing titik pengukuran dilakukan pengulangan
tiga kali hal ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang valid.
a. Golongan Rangka Atas
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 201,3 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan rangka atas
diperoleh sebesar 201,3 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang
tertera dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan
bahwa intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja industri,

28
minimal sebesar 200 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada
golongan rangka atas termasuk pada kondisi aman atau sesuai dengan
nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan
dilapangan kondisi di dalam ruang proses produksi golongan rangka
atas menggunakan pencahayaan secara alami dengan ditambahkan
jendela sebagai tempat masuknya cahaya matahari, sehingga
pencahayaan pada golongan rangka atas cukup terang. Hal ini
menyatakan bahwa golongan rangka atas masih memenuhi
persyaratan.

b. Golongan Rangka Bawah


Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 245,7 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan rangka bawah
diperoleh sebesar 245,7 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang
tertera dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan
bahwa intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja industri,
minimal sebesar 200 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada
golongan rangka bawah termasuk pada kondisi aman atau sesuai
dengan nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan
dilapangan kondisi di dalam ruang proses produksi golongan rangka
bawah menggunakan pencahayaan secara alami dengan ditambahkan
jendela sebagai tempat masuknya cahaya matahari, sehingga
pencahayaan pada golongan rangka bawah cukup terang. Hal ini
menyatakan bahwa golongan rangka bawah masih memenuhi
persyaratan.
c. Golongan Logam Panas
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002

29
Ruang Produksi 201,4 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan logam panas
sebesar 201,4 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang tertera
dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan
bahwa intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja industri,
minimal sebesar 200 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada
golongan logam panas termasuk pada kondisi aman atau sesuai
dengan nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan
dilapangan kondisi di dalam ruang proses produksi golongan logam
panas menggunakan pencahayaan secara alami dengan ditambahkan
jendela sebagai tempat masuknya cahaya matahari, sehingga
pencahayaan pada golongan logam panas cukup terang. Hal ini
menyatakan bahwa golongan logam panas masih memenuhi
persyaratan.

d. Golongan Logam Dingin


Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 259,8 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan logam dingin
diperoleh sebesar 259,8 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang
tertera dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
menyatakan bahwa intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja
industri, minimal sebesar 200 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang
ada pada golongan logam dingin termasuk pada kondisi aman atau
sesuai dengan nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan
kenyataan dilapangan kondisi di dalam ruang proses produksi
golongan logam dingin menggunakan pencahayaan secara alami
dengan ditambahkan jendela sebagai tempat masuknya cahaya
matahari, sehingga pencahayaan pada golongan logam dingin cukup

30
terang. Hal ini menyatakan bahwa golongan logam dingin masih
memenuhi persyaratan.
e. Golongan Diesel (genset)
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 225,01 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan diesel (genset)
dipeoleh sebesar 225,01 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang
tertera dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan
bahwa intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja industri,
minimal sebesar 200 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada
golongan diesel (genset) termasuk pada kondisi aman atau sesuai
dengan nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan
dilapangan kondisi di dalam ruang proses produksi golongan diesel
menggunakan pencahayaan secara alami dengan ditambahkan jendela
sebagai tempat masuknya cahaya matahari, sehingga pencahayaan
pada golongan diesel (genset) cukup terang. Hal ini menyatakan
bahwa golongan diesel (genset) masih memenuhi persyaratan.
f. Golongan Diesel (lokomotif)
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 354,65 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan diesel
(lokomotif) dipeoleh sebesar 354,65 lux. Baku mutu intesnitas
pencahayaan yang tertera dalam Kepmenkes No.
1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan bahwa intensitas
pencahayaan untuk lingkungan kerja industri, minimal sebesar 200
lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada golongan diesel
(lokomotif) termasuk pada kondisi aman atau sesuai dengan nilai
ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan dilapangan

31
kondisi di dalam ruang proses produksi golongan diesel (lokomotif)
menggunakan pencahayaan secara alami dengan ditambahkan
jendela sebagai tempat masuknya cahaya matahari, sehingga
pencahayaan pada golongan rangka atas cukup terang. Hal ini
menyatakan bahwa golongan rangka atas masih memenuhi
persyaratan.
g. Golongan Traksi Listrik dan Instrumen
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 344,62 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan traksi listrik
dan instrumen dipeoleh sebesar 344,62 lux. Baku mutu intesnitas
pencahayaan yang tertera dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/
SK/XI/2002 menyatakan bahwa intensitas pencahayaan untuk
lingkungan kerja industri, minimal sebesar 200 lux. Jadi, intensitas
pencahayaan yang ada pada golongan traksi listrik dan instrumen
termasuk pada kondisi aman atau sesuai dengan nilai ambang batas
yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan dilapangan kondisi di dalam
ruang proses produksi golongan traksi listrik dan instrumen
menggunakan pencahayaan secara alami dengan ditambahkan jendela
sebagai tempat masuknya cahaya matahari, sehingga pencahayaan
pada golongan traksi listrik dan instrumen cukup terang. Hal ini
menyatakan bahwa golongan traksi listrik dan instrumen masih
memenuhi persyaratan.
h. Golongan Auxiliary (perangian)
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 219,01 200
Hasil pengukuran pencahayaan pada golongan Auxiliary
dipeoleh sebesar 219,01 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang

32
tertera dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan
bahwa intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja industri,
minimal sebesar 200 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada
golongan auxiliary (perangian) termasuk pada kondisi aman atau
sesuai dengan nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan
kenyataan dilapangan kondisi di dalam ruang proses produksi
golongan auxiliary (perangian) menggunakan pencahayaan secara
alami dengan ditambahkan jendela sebagai tempat masuknya cahaya
matahari, sehingga pencahayaan pada golongan auxiliary (perangian)
cukup terang. Hal ini menyatakan bahwa golongan auxiliary
(perangian) masih memenuhi persyaratan.
i. Ruang SDM
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 96,7 100
Hasil pengukuran pencahayaan pada ruangan tersebut dipeoleh
sebesar 96,7 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang tertera
dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan bahwa
intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja perkantoran, minimal
sebesar 100 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada ruang
SDM termasuk dalam kondisi tidak aman atau belum sesuai dengan
nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan kenyataan
dilapangan kondisi di dalam ruang SDM terdapat 5 buah lampu yang
menyala akan tetapi nyala lampu kurang terang serta gorden dalam
posisi terbuka namun saat dilakukan pengukuran cuaca sedang
mendung.
Intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi persyaratan dapat
menimbulkan berbagai dampak seperti gangguan fungsi penglihatan
yang dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang
kewaspadaan sampai risiko terberat yaitu terjadi kecelakaan kerja.

33
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan oleh UPT. Balai Yasa
Yogyakarta agar mengganti lampu dengan daya yang lebih tinggi dari
sebelumnya atau menambakan jumlah lampu agar intensitas
pencahayaan dapat menyebar secara rata dalam ruangan serta
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
j. Ruang Balai Pengobatan
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 97,56 100
Hasil pengukuran pencahayaan pada ruangan tersebut dipeoleh
sebesar 97,56 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang tertera
dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 menyatakan bahwa
intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja perkantoran, minimal
sebesar 100 lux. Jadi, intensitas pencahayaan yang ada pada ruang
Balai Pengobatan termasuk dalam kondisi tidak aman atau belum
sesuai dengan nilai ambang batas yang ditentukan. Berdasarkan
kenyataan dilapangan kondisi di dalam ruang Balai Pengobatan
terdapat 5 buah lampu dengan kondisi 4 menyala dan 1 lampu mati,
selain itu terdapat jendela yang digunakan sebagai tempat masuknya
sinar matahari.
Intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi persyaratan dapat
menimbulkan berbagai dampak seperti gangguan fungsi penglihatan
yang dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang
kewaspadaan sampai risiko terberat yaitu terjadi kecelakaan kerja.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan oleh UPT. Balai Yasa
Yogyakarta agar mengganti lampu yang mati dengan lampu yang baru
agar intensitas pencahayaan dapat menyebar secara rata atau
menambah daya lampu yang lebih tinggi dari sebelumnya sehingga
dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
k. Gudang Logistik

34
Titik Pengukuran Tingkat Pencahayaan Standar Minimal
(Lux)
(Lux) Kepmenkes No
1405 tahun 2002
Ruang Produksi 52,35 100
Hasil pengukuran pencahayaan pada ruangan tersebut
dipeoleh sebesar 52,35 lux. Baku mutu intesnitas pencahayaan yang
tertera dalam Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
menyatakan bahwa intensitas pencahayaan untuk lingkungan kerja
perkantoran, minimal sebesar 100 lux. Jadi, intensitas pencahayaan
yang ada pada ruang gudang logistik termasuk dalam kondisi tidak
aman atau belum sesuai dengan nilai ambang batas yang ditentukan.
Berdasarkan kenyataan dilapangan kondisi di dalam ruang Gudang
Logistik pencahayaan sangat kurang, hal ini dikarenakan dalam
ruang gudang logistik tidak terdapat lampu penerangan serta tidak
terdapat jendela sebagi tempat masuknya sinar matahari.

Intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi persyaratan dapat


menimbulkan berbagai dampak seperti gangguan fungsi penglihatan yang
dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang
kewaspadaan sampai risiko terberat yaitu terjadi kecelakaan kerja.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan oleh UPT. Balai Yasa
Yogyakarta agar menambahkan lampu pada beberapa titik di ruang
logistik agar intensitas pencahayaan dapat memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan.

3. Suhu dan Kelembaban


Suhu yang tinggi dan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) pada
lingkungan kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja
berupa heat syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan
miliaria. Heat Syncope adalah kelelahan akibat terpapar panas yang

35
disebabkan karena dilatasi pembuluh darah sehingga banyak darah yang
mengalir ke bagian bawah tubuh yang mengakibatkan suplai darah dan
oksigen ke otak menjadi berkurang. Heat Cramps terjadi akibat keringat
yang dikeluarkan terlalu banyak, sehingga cairan keseimbangan elektrolit
terganggu. Gejala heat cramps adalah kejang pada otot tubuh dan perut
disertai rasa sakit. Heat exhaustion biasanya terjadi karena pemaparan
panas yang tinggi, dapat terjadi pada pekerja yang belum teraklimatisasi
atau penyesuaian dengan udara panas. Heat stroke jarang terjadi pada
industri, namun bila terjadi dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya.
Biasanya heat stroke dialami oleh pekerja pria dengan jenis pekerjaan
yang berat dan belum teraklimatisasi. Sedangkan miliari adalah kelainan
kulit sebagai akibat dari keluaranya keringat yang berlebihan. Oleh karena
itu perlu dilakukan pengukuran suhu pada ruang kerja untuk mengetahui
tingkat tekanan panas yang diterima oleh pekerja sehingga bisa dilakukan
langkah-langkah pengendalian baik terhadap lingkungan kerja maupun
pekerja jika hasil pengukuran menunjukkan melebihi NAB sehingga
dapat menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1405/Menkes/SK/XI/2002 mengenai persyaratan kesehatan lingkungan
kerja perkantoran dan industri, suhu kering yang nyaman untuk area
perkantoran adalah 18 – 26oC (ruang AC) atau suhu kamar (ruang tanpa
AC) yaitu 18 – 28oC sedangkan kelembaban yang nyaman untuk iklim
tropis area perkantoran adalah berkisar antara 40 – 60%, sedangkan suhu
untuk ruang produksi yaitu 18-30 oC dan kelembaban yaitu 65-95 %.
Dengan standar minimal tersebut diharapkan dapat menjaga produktivitas
pekerja sehingga dapat meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan kerja.
Berikut hasil pengukuran suhu kering dan kelembaban yang dilakukan:
a. Golongan Rangka Atas
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Rangka Atas
Titik Suhu Kering Standar Standar Standar
Pengukuran ( ° celcius) ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( ° celcius)

36
Ruang 31,7 18-26 18-28 18-30
Produksi

Titik Pengukuran Kelembaban Standar Standar


(%) ruang kantor Ruang
(%) Industri
(%)
Ruang Produksi 58,1 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan rangka atas,


dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan ruang kerja.

Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu sebesar


31,7 °C sedangkan kelembaban sebesar 58,1 %, jika pengukuran suhu
tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405 tahun 2002 yaitu suhu
sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar 65-95 % maka suhu di
ruang industri golongan rangka atas melebihi persyaratan standar
sedangkan kelembaban diruang tersebut tidak memenuhi persyaratan
standar. Hal ini disebabkan karena kondisi atap ruang produksi terbuat
dari seng dan pada saat dilakukan pengukuran cuaca panas. Suhu yang
tinggi dan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat
syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria. Bila
suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air
Conditioner (AC), kipas angin, dll.

b. Golongan
Rangka Bawah

37
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Rangka
Bawah
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 32,4 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang


(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 54,3 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan rangka


bawah, dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan ruang kerja.
Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu sebesar
32,4 °C sedangkan kelembaban sebesar 54,3 %, jika pengukuran suhu
tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405 tahun 2002 yaitu suhu
sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar 65-95 % maka suhu di
ruang industri golongan rangka bawah melebihi persyaratan standar
sedangkan kelembaban diruang tersebut tidak memenuhi persyaratan
standar. Hal ini disebabkan karena kondisi atap ruang produksi terbuat
dari seng dan pada saat dilakukan pengukuran cuaca panas. Suhu yang
tinggi dan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat
syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria. Bila
suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air
Conditioner (AC), kipas angin, dll.
c. Golongan Logam Panas
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Logam Panas
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri

38
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 33,7 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang


(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 47,6 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan logam panas,


dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan ruang kerja.
Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu sebesar
33,7 °C sedangkan kelembaban sebesar 47,6 %, jika pengukuran suhu
tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405 tahun 2002 yaitu suhu
sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar 65-95 % maka suhu di
ruang industri golongan logam panas melebihi persyaratan standar
sedangkan kelembaban diruang tersebut tidak memenuhi persyaratan
standar. Hal ini disebabkan karena kondisi atap ruang produksi terbuat
dari seng dan pada saat dilakukan pengukuran cuaca panas. Suhu yang
tinggi dan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat
syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria. Bila
suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air
Conditioner (AC), kipas angin, dll.

d. Golongan Logam Dingin


Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Logam
Dingin
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 33,2 18-26 18-28 18-30

39
Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang
(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 50,4 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan logam


dingin, dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat
mewakili keseluruhan ruang kerja.

Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu


sebesar 33,2 °C sedangkan kelembaban sebesar 50,4 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar
65-95 % maka suhu di ruang industri golongan logam dingin
melebihi persyaratan standar sedangkan kelembaban diruang
tersebut tidak memenuhi persyaratan standar. Hal ini disebabkan
karena kondisi atap ruang produksi terbuat dari seng dan pada saat
dilakukan pengukuran cuaca panas. Suhu yang tinggi dan melebihi
NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat
syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria.
Bila suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata udara
seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.

e. Golongan Diesel (genset)


Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Diesel
Genset
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 31,1 18-26 18-28 18-30

40
Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang
(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 70,9 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan diesel


genset, dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat
mewakili keseluruhan ruang kerja.

Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu


sebesar 33,1 °C sedangkan kelembaban sebesar 70,9 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar
65-95 % maka suhu di ruang industri golongan diesel genset
melebihi persyaratan standar sedangkan kelembaban diruang
tersebut telah memenuhi persyaratan standar. Hal ini disebabkan
karena kondisi atap ruang produksi terbuat dari seng dan pada
saat dilakukan pengukuran cuaca panas. Suhu yang tinggi dan
melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat
syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria.
Bila suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata udara
seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.

f. Golongan Diesel Lokomotif


Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Diesel
Lokomotif
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 33,2 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang

41
(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 50,4 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan diesel


lokomotif, dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat
mewakili keseluruhan ruang kerja.

Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu


sebesar 33,7 °C sedangkan kelembaban sebesar 47,6 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar
65-95 % maka suhu di ruang industri golongan diesel lokomotif
melebihi persyaratan standar sedangkan kelembaban diruang
tersebut tidak memenuhi persyaratan standar. Hal ini disebabkan
karena kondisi atap ruang produksi terbuat dari seng dan pada
saat dilakukan pengukuran cuaca panas. Suhu yang tinggi dan
melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat
syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria.
Bila suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata udara
seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.

g. Golongan Traksi Listrik dan Instrumen


Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Traksi
Listrik dan Instrumen
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 33,3 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang


(%) kantor Industri

42
(%) (%)
Ruang Produksi 66,3 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan traksi


listrik dan instrumen, dilakukan pada ruang produksi yang
dianggap dapat mewakili keseluruhan ruang kerja.

Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu


sebesar 33,3 °C sedangkan kelembaban sebesar 66,3 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar
65-95 % maka suhu di ruang industri golongan traksi listrik dan
instrumen melebihi persyaratan standar sedangkan kelembaban
diruang tersebut telah memenuhi persyaratan standar. Hal ini
disebabkan karena kondisi atap ruang produksi terbuat dari seng
dan pada saat dilakukan pengukuran cuaca panas. Suhu yang tinggi
dan melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa
heat syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan
miliaria. Bila suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata
udara seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.
h. Golongan Auxiliary
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Auxiliary
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 31,6 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang


(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 68,9 40-60 65-95

43
Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan auxiliary,
dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan ruang kerja.
Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu
sebesar 31,6 °C sedangkan kelembaban sebesar 68,9 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar
65-95 % maka suhu di ruang industri golongan auxiliary melebihi
persyaratan standar sedangkan kelembaban diruang tersebut telah
memenuhi persyaratan standar. Hal ini disebabkan karena kondisi
atap ruang produksi terbuat dari seng dan pada saat dilakukan
pengukuran cuaca panas. Suhu yang tinggi dan melebihi NAB
(Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat syncope, heat
cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria. Bila suhu udara
> 28 °C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air
Conditioner (AC), kipas angin, dll.

i. Golongan Test Room


Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Golongan Test Room
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) ( °
celcius)
Ruang Produksi 29,4 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar Standar


(%) ruang Ruang
kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 55,6 40-60 65-95

44
Pengukuran suhu dan kelembaban pada golongan test room,
dilakukan pada ruang produksi yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan ruang kerja.
Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu
sebesar 29,4 °C sedangkan kelembaban sebesar 55,6 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-30 °C dan kelembaban sebesar
65-95 % maka suhu di ruang industri golongan test room
memenuhi persyaratan standar, sedangkan kelembaban diruang
tersebut tidak memenuhi persyaratan standar.
j. Ruang SDM
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Ruang SDM
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius)
Tanpa AC industri
( ° celcius) (°celcius)
Ruang Produksi 27,9 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang


(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 67,5 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada ruang SDM,


dilakukan pada titik yang dianggap dapat mewakili keseluruhan
ruang kerja.
Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu
sebesar 27,9 °C sedangkan kelembaban sebesar 67,5 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-26 °C dan kelembaban sebesar
40-60 % maka suhu di ruang SDM tidak memenuhi persyaratan

45
standar, sedangkan kelembaban diruang tersebut tidak memenuhi
persyaratan standar.
k. Balai Pengobatan
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Balai Pengobatan

Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar


Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) (°celcius)
Ruang Produksi 29,5 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang


(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 47,5 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada ruang balai


pengobatan, dilakukan pada titik yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan ruang kerja.
Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu
sebesar 29,5 °C sedangkan kelembaban sebesar 47,5 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-26 °C dan kelembaban sebesar
40-60 % maka suhu di ruang SDM tidak memenuhi persyaratan
standar, sedangkan kelembaban diruang tersebut telah memenuhi
persyaratan standar. Suhu yang tinggi dan melebihi NAB (Nilai
Ambang Batas) pada lingkungan kerja dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat syncope, heat
cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria. Bila suhu udara
> 28 °C perlu menggunakan alat penata udara seperti Air
Conditioner (AC), kipas angin, dll.
l. Ruang Gudang Logistik
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada Balai Pengobatan
Titik Pengukuran Suhu Standar Standar Standar
Kering ruang AC Ruang ruang
( ° celcius) ( ° celcius) Tanpa AC industri
( ° celcius) (°celcius)

46
Ruang Produksi 30,4 18-26 18-28 18-30

Titik Pengukuran Kelembaban Standar ruang Standar Ruang


(%) kantor Industri
(%) (%)
Ruang Produksi 67,6 40-60 65-95

Pengukuran suhu dan kelembaban pada ruang gudang


logistik, dilakukan pada titik yang dianggap dapat mewakili
keseluruhan ruang kerja.
Dari tabel yang diperoleh diatas hasil pengukuran suhu
sebesar 30,4 °C sedangkan kelembaban sebesar 67,6 %, jika
pengukuran suhu tersebut dibandingkan dengan Kepmenkes 1405
tahun 2002 yaitu suhu sebesar 18-26 °C dan kelembaban sebesar
40-60 % maka suhu di ruang gudang logistik tidak memenuhi
persyaratan standar, sedangkan kelembaban diruang tersebut telah
memenuhi persyaratan standar. Suhu yang tinggi dan melebihi
NAB (Nilai Ambang Batas) pada lingkungan kerja dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan pada pekerja berupa heat
syncope, heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria.
Bila suhu udara > 28 °C perlu menggunakan alat penata udara
seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.

4. Kadar Debu
Debu adalah partikel padat yang dipancarkan atau dihasilkan oleh
proses mekanis seperti pemecahan (breaking), penghalusan (grinding),
penggilingan (drilling), pengayakan (shaking), pukulan ataupun
peledakan, pemotongan (cutting), serta penghancuran (crushing) bahan.
Udara yang kita hirup dalam pernafasan mengandung partikel-partikel
dalam bentuk debu, dan sebagian dari debu tersebut akan ditahan/tinggal
di dalam paru.
Secara umum, ukuran partikel debu termasuk dalam kisaran yang
sangat luas, yaitu mulai dari ukuran yang sangat kecil hingga yang
berukuran cukup besar (mulai dari ukuran partikel yang tidak terlihat oleh

47
mata telanjang sampai ukuran yang dapat terlihat). Debu merupakan salah
satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara
(Suspended Particular Matter – SPM) dengan ukuran 1 mikron hingga
500 mikron. Debu yang berukuran lebih dari 50 jam dapat terlihat oleh
kasat mata.
Debu dalam industri dapat terbagi dalam dua kelompok, yaitu :
kelompok bahan kimia organic yang berasal dari tumbuhan, hewan, atau
bahan sintetis dan kelompok bahan kimia anorganik, yang terdiri dari
golongan logam dan golongan non logam. Partikel debu akan berada di
udara dalam waktu yang relative lama, kemudian masuk ke tubuh
terutama melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan kesehatan juga
dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat menimbulkan
reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel campuran
dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri, NAB kadar debu yaitu untuk ruang proses
produksi sebesar 10 mg/m3 sedangkan untuk ruang perkantoran sebesar
0,15 mg/m3.
Dampak yang ditimbulkan kadar debu yang melebihi nilai ambang
batas antara lain gangguan pernafasan ringan hingga berat,seperti
bronkitis, fibrosis. asma dan kanker.
Hasil perhitungan kadar debu pada ruang proses produksi Painting
Shop antara lain :

Hari, Tanggal : Kamis, 28 April 2017


Pukul : 14.00 WIB
Berat a Berat b
No Lokasi (sebelum (sesudah
dipaparkan) dipaparkan)
Painting
1. 44 53
shop 1
Painting
2. 45 47
shop 2
Rumus :

48
a. Kadar debu di painting shop 1
b−a
= × lpm
waktu
53−44
= × 2lpm
30 menit
9
= × 2lpm
30 menit
= 0,15 mg/m3

Keterangan :
a = berat sebelum dipaparkan
b = berat sesudah dipaparkan
lpm = kecepatan
b. Kadar debu di painting shop 2
b−a
= × l� m
waktu
47−45
= × 2lp � D
30 menit
2
= × 2lpm
30 menit
= 0,03 mg/m3

Upaya perbaikan yang dilakukan yaitu : menambah jenis tumbuhan


penyerap debu di area sekitar pengecatan, memelihara serta menambah
tanaman peneduh sebagai ruang terbuka hijau dan mewajibkan seluruh
pegawai pada waktu melakukan pengecatan untuk menggunakan masker
penutup mulut dan hidung (respirator).

B. Inspeksi Sanitasi Lingkungan Kerja


Industri atau perusahaan adalah tempat kerja yang memproduksi
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan orang/ pihak lain dan umumnya
berorientasi pada profit. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 dinyatakan “setiap tempat kerja
wajib menyelenggarakan upaya keselamatan kerja“.
Sedangkan tempat kerja adalah suatu ruang terbuka atau tertutup yang
terdapat kegiatan tenaga kerja atau sering dimasuki tenaga kerja atau terdapat
potensi bahaya faktor fisik.
Higiene dan sanitasi industri adalah upaya kesehatan di suatu industri
atau tempat kerja dengan cara menyediakan fasilitas sanitasi untuk

49
memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan kerja atau tempat kerja,
agar karyawan terlindungi dari faktor risiko atau penyebab penyakit dan
kecelakaan kerja selama ia bekerja atau berada di tempat kerja.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri, lingkungan kerja merupakan suatu ruang terbuka
atau tertutup yang didalamnya terdapat kegiatan/pekerjaan, tenaga kerja, dan
potensi bahaya kerja (Hazard). Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan
sebagai lingkungan kerja yang baik apabila manusia bisa melaksanakan
kegiatannya dengan optimal, sehat, aman, dan selamat.
Hasil penilaian inspeksi sanitasi lingkungan kerja yang dilakukan di
UPT. Balai Yasa PT. KAI Yogyakarta adalah sebagai berikut :

Skor
Skor
yang
No Variabel Upaya Minima Keterangan
diperole
l (%)
h (%)
I Lingkungan luar /
60 60 Memenuhi Syarat
halaman
II Ruang bangunan 60 100 Memenuhi Syarat
III Penyehatan air
80 100 Memenuhi Syarat
bersih
IV Penyehatan udara Tidak Memenuhi
70 0
ruang Syarat
V Pengelolaan
Tidak Memenuhi
sampah dan 70 25
Syarat
limbah
VI Pencahayaan 60 100 Memenuhi Syarat
VII Kebisingan pada Tidak Memenuhi
100 0
ruang kerja Syarat
VIII Getaran di ruang
100 - -
kerja
IX Radiasi di ruang
75 - -
kerja
X Pengendalian
80 100 Memenuhi Syarat
vektor penyakit
XI Instalasi 70 100 Memenuhi Syarat
XII Pemeliharaan
50 75 Memenuhi Syarat
toilet

50
Skor penilaian kesehatan lingkungan kerja UPT Balai Yasa PT KAI
Yogyakarta :

Nilai terukur
= × 100
Nilai Maks

4355
¿ x 100
6800
¿ 64,04

Dari hasil Penilaian Kesehatan Lingkungan Kerja Industri UPT Balai


Yasa PT KAI Yogyakarta persentase yang diperoleh adalah 64,04 %,
memenuhi persentase minimal yang ditentukan yaitu 80 %, maka
dinyatakan belum laik sehat.
Beberapa komponen yang memenuhi syarat ini dapat menjadi tolak
ukur dalam pemeliharaan kesehatan lingkungan kerja industri.
Hal ini ada beberapa variabel upaya yang tidak kami lakukan
pengukuran yaitu kadar debu, pertukaran udara minimal, radiasi, tingkat
getaran karena keterbatasan waktu, alat dan biaya. Sehingga skore penilaian
pada variabel yang tidak diukur tidak memenuhi syarat dan didapat hasil
keseluruhan yang belum sempurna, selain itu ada beberapa penilaian
variabel yang belum memenuhi syarat dan perlu perbaikan untuk mencapai
standart atau lebih disetiap variabel yang ada.
Berikut penjelasan dari masing-masing variabel upaya pada formulir
Inspeksi Sanitasi Lingkungan Kerja Industri pada UPT. Balai Yasa PT. KAI
Yogyakarta antara lain :
1. Lingkungan luar / halaman
a. Bersih
b. Tertata rapi
c. Ada genangan air
d. Tingkat kebisingan maksimal 70 dB
2. Ruang bangunan
a. Bangunan kuat, terpelihara dan bersih
b. Lantai kuat, kedap air, rata dan tidak licin
c. Dinding rata, bersih dan berwarna terang
d. Permukaan dinding yang selalu terkena air, terbuat dari
bahan yang kedap air

51
e. Langit-langit kuat, bersih, berwarna terang, dan tinggi dari
lantai minimal 3 meter
f. Luas lubang ventilasi (jendela + pintu + kisi-kisi ) minimal
1/6 kali luas lantai
3. Penyehatan air bersih
a. Tersedia air bersih untuk kebutuhan karyawan dengan
kapasitas 60 liter/orang/hari
b. Kualitas air bersih memenuhi syarat sesuai PERMENKES
No 416/1990
c. Distribusi air dengan sistem perpipaan
4. Penyehatan udara ruang
a. Terdapat suhu yang tidak memenuhi syarat
b. Terdapat kelembaban yang tidak memenuhi syarat
c. Tidak dilakukan pengukuran kadar debu asbes bebas, kadar
debu silika total, pertukaran udara, dan kandungan gas-gas polutan
5. Pengelolaan limbah
a. Pengelolaan sampah domestik tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
b. Limbah cair diolah dalam IPAL
c. Terdapat kualitas efluent hasil pengolahan yang tidak
memenuhi syarat peraturan yang berlaku yaitu kandungan TSS,
detergent dan minyak
d. Limbah B3 tidak dikelola sesuai dengan peraturan yang
berlaku karena kurangnya tenaga SDM yang mengelola
e. Tidak dilakukannya uji emisi limbah gas
6. Pencahayaan
a. Intensitas cahaya pada masing-masing ruang/unit produksi
memenuhi syarat sesuai peruntukkannya
b. Pencahayaan ruangan tidak menimbulkan bayangan.
7. Kebisingan pada ruang kerja
a. Terdapat tingkat kebisingan di ruang kerja yang tidak
memenuhi syarat sesuai dengan tingkat kebisingan dan lamanya
kontak.
8. Getaran di ruang kerja
a. Tidak dilakukannya pengukuran getaran di ruang kerja
9. Radiasi di ruang kerja
a. Tidak dilakukannya pengukuran radiasi di ruang kerja
10. Pengendalian vektor penyakit
a. Tidak ditemukan lalat pada saat observasi
b. Tidak ditemukan kecoa pada saat observasi
c. Tidak ditemukan jentik Aedes aegypti pada saat observasi

52
d. Ruang proses produksi bebas tikus
11. Instalasi
a. Intalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air
limbah memenuhi syarat estetika
b. Tidak terjadi sambungan silang (cross conecction) antara
masing-masing instalasi.
c. Bangunan dilengkapi penangkal petir
12. Pemeliharaan toilet
a. Sebagian toilet kurang bersih dan bau
b. Toilet yang tersedia untuk karyawan pria terpisah dengan
karyawan wanita
c. Jumlah wastafel, jamban, dan peturasan memenuhi syarat
sesuai dengan jumlah karyawan
d. Lantai toilet kedap air dan tidak licin

Hasil penilaian Inspeksi Sanitasi Lingkungan Kerja di UPT. Balai


Yasa PT. KAI yaitu sebesar 64,34 % dan dinyatakan belum laik sehat.
Sehingga dampak yang akan ditimbulkan antara lain :
1. Adanya genangan air di sekitar lingkungan ruang proses produksi
dapat menimbulkan jentik-jentik nyamuk dan meningkatkan risiko
kecelakaan kerja seperti terpeleset akibat genangan air tersebut.
2. Suhu dan kelembaban tidak memenuhi syarat maka dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja (berupa heat syncope,
heat cramps, heat exhaustion, heat stroke dan miliaria), dapat
meningkatkan stress (beban psikis), meningkatkan risiko kecelakaan
dan menyebabkan kelelahan
3. Pengelolaan sampah domestik tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dikarenakan tidak terpilah dan tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap serta mengurangi estetika di lokasi
kerja UPT. Balai Yasa
4. Terdapat kualitas efluent hasil pengolahan yang tidak memenuhi
syarat peraturan yang berlaku yaitu kandungan TSS, detergent dan
minyak maka dapat menimbulkan pencemaran lingkungan air apabila
dibuang ke badan air

53
5. Limbah B3 tidak dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku
karena kurangnya tenaga SDM yang mengelola maka dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan
6. Terdapat tingkat kebisingan di ruang kerja yang tidak memenuhi
syarat sesuai dengan tingkat kebisingan dan lamanya kontak maka
dapat menimbulkan penurunan kualitas pendengaran, telinga
berdengung, gangguan emosi, hipertensi, sehingga apabila kebisingan
terlalu tinggi maka akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
7. Sebagian toilet kurang bersih dan bau maka dapat menimbulkan
berbagai penyakit berbasis lingkungan seperti diare

Sedangkan hambatan Inspeksi Sanitasi Lingkungan Kerja terhadap


adanya antara lain :
1. Kurangnya tenaga sumber daya manusia dalam melakukan
penilaian inspeksi sanitasi lingkungan kerja industri secara rutin
Upaya perbaikan yang dapat di lakukan terhadap is antara lain :
1. Mengkoordinasikan kepada petugas kebersihan untuk segera
membersihkan genangan air tersebut
2. Apabila suhu dan kelembaban tidak memenuhi syarat maka upaya
yang perlu dilakukan yaitu ;
a. Bila suhu udara > 30 ˚C perlu menambah alat penata udara
seperti Air Conditioner (AC), kipas angin, dll.
b. Bila kelembaban udara ruang kerja > 60 % perlu
menggunakan alat dehumidifier
c. Bila kelembaban udara ruang kerja < 40 % perlu
menggunakan humidifier (misalnya : mesin pembentuk aerosol).
3. Pengelolaan sampah domestik yang tidak sesuai peraturan dapat
dilakukan upaya yaitu ;
a. Sebaiknya dilakukan pemilahan sampah pada sesuai dengan

jenisnya.
b. Sebaiknya disediakan tempat sampah diruang produksi

yang sudah diberi keterangan sesuai jenisnya.


4. Kualitas efluent hasil pengolahan yang tidak memenuhi syarat
peraturan yang berlaku yaitu kandungan TSS, detergent dan minyak
dapat dilakukan upaya yaitu

54
5. Limbah B3 tidak dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku
dapat dilakukan upaya dengan penanganan khusus sesuai peraturan
dari DLH yaitu ditempatkan pada TPS khusus B3
6. Tingkat kebisingan di ruang kerja yang tinggi dapat dilakukan
upaya yaitu
a. Menggunakan APD seperti ear plug dan ear muff bagi
tenaga kerja
b. Memberikan pelatihan dan pendidikan tentang keselamatan
dan kesehatan kerja khususnya tentang kebisingan dan pengaruhnya
bagi tenaga kerja
c. Memodifikasi sumber kebisingan dengan cara memberi
peredam pada mesin
d. Mengatur waktu operasi mesin
e. Mengatur penempatan mesin
f. Memberi tanaman peredam suara seperti tanaman yang
daunnya kecil, rapat, rimbun, dan daun bergelombang. Misalnya
angsana, tanjung, pecut, gelondongan, teh-tehan, dan lain-lain
7. Toilet yang kurang bersih dapat dilakukan upaya seperti
mengkoordinasikan kepada petugas kebersihan untuk membersihkan
toilet secara rutin terutama di toilet yang berada di sekitar ruang
produksi

55
B. Identifikasi Faktor Risiko

No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
1 Kereta masuk di Kereta masuk di Kecelakaan Kerja 1. Memasan
Balai Yasa Balai Yasa - Tertabrak sarana g rambu-
rambu
peringatan
2 Rangka Atas dan - Pembongkar 1. Kebisingan 1. Berbica 1. Terdapat 1. Memakai
Rangka Bawah an lokomotif - Penuruna ra pada saat ceceran oli di APD (helm,
- Perakitan n kualitas bekerja lantai ruang masker,
kembali pendengaran 2. Tidak produksi sarung
komponen- - Telinga memakai 2. Terdapat tangan, sepatu
komponen berdengung APD genangan air di safety)
- Pengetesan - Ganggua (helm, lantai ruang 2. Fokus
lokomotif n konsentrasi masker dan produksi pada
- Ganggua sarung 3. Terdapat baut pekerjaan
n emosi tangan) yang berceceran 3. Membersi
- Hiperten 3. Bermai di lantai ruang hkan oli yang
si n HP pada produksi tercecer
- Komunik saat 4. Memakai
asi terganggu bekerja earplug
2. Debu 4. Tidak
- Ganggua fokus
n pernafasan bekerja
3. Suhu dan sehingga
kelembaban

56
- Meningk
atkan stress
(beban psikis

No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
- Meningk 5. tali
atkan risiko crane yang
kecelakaan terkulai
- Menyeba hambir
bkan kelelahan mengenai
4. Kecelakkan kepala
kerja 6. Makan
- Tangan pada saat
terjepit bekerja di
- Tangan jam
teriris produksi
- Terpelese
t karena oli yang
berceceran
- Tangan
tertimpa benda
berat
3 Golongan Diesel - Pembongkar 1. Kebisingan 1. Berbica 1. Terdapat 1. Memakai
terdiri dari : an dan - Penuruna ra pada saat ceceran oli di APD (helm,
a. Di pemasangan n kualitas bekerja lantai ruang masker, sarung
esel genset 2. Tidak produksi tangan, sepatu

57
b. Di - Revisi/ pendengaran memakai 2. Terdapat safety)
esel rekondisi - Telinga APD (helm, genangan air di 2. Fokus
lokomotif - Assembly berdengung masker dan lantai ruang pada
komponen - Ganggua sarung produksi pekerjaan
motor diesel n konsentrasi tangan 3. Terdapat baut 3. Memakai
lokomotif - Ganggua yang berceceran earplug
n emosi di lantai ruang
- Hiperten produksi
si
- Komunik
asi

No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
terganggu 4. Bermai
n HP pada
2. Debu
saat bekerja
- Ganggua 5. Tidak
n pernafasan fokus
3. Suhu dan kelembaban bekerja
- Meningk sehingga
atkan stress 6. tali
(beban psikis) crane yang
- Meningk terkulai
atkan risiko hambir
kecelakaan mengenai
kepala

58
- Menyeba 7. Makan
bkan kelelahan pada saat
4. Kecelakkan bekerja di
kerja jam
- Tangan produksi
terjepit
5. Tangan tertimpa
benda berat
4 Golongan Traksi - Pembongkar 1. Kebisingan 1. Berbica 1. Terdapat 1. Memakai
Listrik an - Penuruna ra pada saat ceceran oli di APD (helm,
- Pemeriksaan n kualitas bekerja lantai ruang masker,
- Perbaikan pendengaran produksi sarung
- Perakitan - Telinga 2. Terdapat tangan,
kembali motor berdengung genangan air di sepatu safety
traksi, lantai ruang
generator, produksi
No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
exciter dan - Ganggua 2. Tidak 3. Terdapat baut dan kaca
auxiliary n konsentrasi memakai yang berceceran mata LAS)
- Ganggua APD (helm, di lantai ruang 2. Fokus
n emosi masker dan produksi pada pekerjaan
- Hiperten sarung 3. Memakai
si tangan earplug
- Komunik 3. Bermai 4. Membata
asi terganggu n HP pada si kontak
2. Suhu dan saat bekerja

59
kelembaban 4. Tidak dengan radiasi
- Meningk fokus
atkan stress bekerja
- Meningk sehingga
atkan risiko 5. Tali
kecelakaan crane yang
- Menyeba terkulai
bkan kelelahan hambir
3. Kecelakkan mengenai
kerja kepala
- Tangan 6. Makan
terjepit pada saat
- Tangan bekerja di
teriris jam
- Tangan produksi
tertimpa benda
berat
- Tersengat
listrik
- Salah
posisi kerja
4. Radiasi LAS
No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
5 Golongan - Pemeliharaa 1. Kebisingan 1. Berbica 1. Terdapat 1. Memakai
Auxiliary n terhadap alat- - Penuruna ra pada saat ceceran oli di APD (helm,
alat bantu n kualitas bekerjATid lantai ruang masker, sarung

60
lokomotif pendengaran ak memakai produksi tangan, sepatu
- Telinga APD (helm, 2. Terdapat safety)
berdengung masker dan genangan air di 2. Fokus
- Ganggua sarung lantai ruang pada
n konsentrasi tangan produksi pekerjaan
- Ganggua 2. Tidak 3. Terdapat baut 3. Memakai
n emosi memakai yang berceceran earplug
- Hiperten APD (helm, di lantai ruang 4. Mengatur
si masker dan produksi waktu kerja
- Komunik sarung
asi terganggu tangan
2. Debu 3. Bermai
- Ganggua n HP pada
n pernafasan saat bekerja
3. Suhu dan 4. Tidak
kelembaban fokus
- Meningk bekerja
atkan stress sehingga
(beban psikis) 5. Tali
- Meningk crane yang
atkan risiko terkulai
kecelakaan hambir
- Menyeba mengenai
bkan kepala
No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
- kelelahan 5. Makan

61
pada saat
4. Kecelakkan bekerja di
kerja jam
- Tangan produksi
terjepit
- Tangan
tertimpa benda
berat
Salah posisi kerja
6 Golongan Logam - Bubu 1. Kebisingan 1. Berbica 1. Terdapat 1. Memakai
terdiri dari : tan - Penuruna ra pada saat ceceran oli di APD (helm,
- Lo - Frais n kualitas bekerjATid lantai ruang masker,
gam - Bor pendengaran ak memakai produksi sarung
dingin - Peng - Telinga APD (helm, 2. Terdapat tangan,
- Lo elasan berdengung masker dan genangan air di sepatu safety
gam panas - Peng - Ganggua sarung lantai ruang dan kaca
ecoran metal n konsentrasi tangan produksi mata LAS)
- Ganggua 2. Tidak 3. Terdapat baut 2. Fokus
n emosi memakai yang berceceran pada
- Hiperten APD (helm, di lantai ruang pekerjaan
si masker dan produksi 3. Membersi
- Komunik sarung hkan oli yang
asi terganggu tangan tercecer
2. Suhu dan 3. Bermai 4. Memakai
kelembaban n HP pada earplug
- Meningk saat bekerja 5. Membata
atkan stress si kontak

62
(beban psikis) dengan radiasi
- Meningk
atkan
No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
risiko 6. Tidak
kecelakaan fokus
- Menyeba bekerja
bkan kelelahan sehingga
4. Kecelakkan 7. Tali
kerja crane yang
- Tangan terkulai
terjepit hambir
- Tersengat mengenai
listrik kepala
- Salah
posisi kerja
- Iritasi
mata
- Tangan
terkena LAS
5. Radiasi LAS
7 Golongan - Peng 1. Debu Tidak memakai 1. Iritasi 1. Memakai
pengecatan ecatan body Gangguan APD (helm, pada mata APD (helm,
kereta api pernafasan masker, sarung 2. Meni masker,
2. Terpapar bau cat tangan, dan mbulkan rasa sarung

63
3. Iritasi mata sepatu safety) sesak pada tangan,
4. Sesak nafas pekerja sepatu safety)
3. Pekerj 2. Fokus
a mengalami pada
batuk yang pekerjaan
diakibatkan
oleh debu
4. Terdap
at lumpur dan
No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
genangan air
disekitar
lokasi
5. Terdap
at ceceran
partikel di
lantai ruang
produksi
Lantai ruang
produksi
becek
8 Pengecekan ` 1. Kebisingan 1. Lokasi 1. Memakai
akhir : - Penuruna Load Test APD (helm,
Load Test n kualitas yang masker,
pendengaran berdekatan sarung
- Telinga dengan area tangan,

64
berdengung perkantoran sepatu safety)
- Ganggua dapat 2. Memakai
n konsentrasi menyebabkan earplug
- Ganggua kebisingan 3. Mengatur
n emosi dan waktu kontak
- Hiperten menganggu dengan
si kenyamanan kebisingan
- Komunik karyawan
asi terganggu serta dapat
mengurangi
kualitas
No Proses Produksi Jenis Kegiatan Analisis Faktor Risiko Tindakan Tidak Kondisi Tidak Aman Penanggulangan
Aman
2. Asap pendengaran
- Sesak 2. Kuran
Nafas gnya peredam
3. Kecelakaan suara didalam
Kerja ruang
- Terjepit test sehingga
bagian kereta belum
maksimal
untuk
mengurangi
tingkat
kebisingan
yang

65
dihasilkan
mesin kereta

66
C. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
1. Alat Pelindung Diri (APD)
a. Pakaian
UPT. Balai Yasa Yogyakarta memberikan pakaian kerja pada
seluruh pekerjanya, mulai dari golongan non-produksi maupun
golongan produksi. Pakaian kerja yang diterima oleh masing-
masing pekerja terdiri dari dua potong kemeja dan dua potong
celana panjang.
Pada saat dilakukan observasi, semua pekerja yang sudah
menggunakan APD berupa pakaian kerja sesuai dengan jenis
bahaya di tempat kerjanya.
b. Pelindung Mata
Pelindung mata harus dipakai pada pekerjanya yang dapat
membahayakan indera penglihatan, seperti pada pekerjaan
pengelasan.
Pada saat dilakukan observasi, pekerja di bagian pengelasan sudah
menggunakan APD berupa Pelindung Mata.
c. Safety Helmet
Safety helmet wajib digunakan oleh seluruh pekerja yang berada di
lingkungan kerja UPT. Balai Yasa Yogyakarta.
Pada saat dilakukan observasi, seluruh pekerja diruang produksi
maupun di lingkup Balai Yasa Yogyakarta sudah menggunakan
Safety Helmet.
d. Pelindung Telinga
Pelindung telinga yang disediakan terdiri dari dua jenis yaitu ear
muff dan ear plug, namun yang lebih sering digunakan oleh pekerja
adalah ear plug. Pelindung telinga tersebut wajib digunakan pada
pekerja dengan jenis pekerjaan yang memiliki tingkat kebisingan
tinggi secara terus-menerus, seperti pada golongan final test, test
room, dan golongan logam panas.
Ada beberapa lokasi yang hasil pengkuran kebisingan melebihi 85
dB dengan paparan 8 jam, yang dapat mengakibatkan penurunan
kualitas pendengaran. Di Balai Yasa sendiri sudah disediakan APD.
Penyuluhan diperlukan lebih dkepada pekerja tentang pentingnya
penggunaan APD dan dan bahaya kebisingan, selain itu sebaiknya

67
dilakukan pemantauan kebisingan dengan melakukan pengukuran
kebisingan setiap 6 bulan sekali.
e. Masker
Pekerja yang memiliki kemungkinan untuk terpapar partikel
logam, partikel debu, bau, maupun radiasi wajib memakai masker
saat bekerja. Pekerja yang tidak menggunakan masker dapat
menyebabkan penyakit gangguan pernafasan ringan hingga berat,
sehingga perlu dilakukan penyuluhan pada pekerja tentang
pentingnya kesehatan kerja terutama dalam penggunaaan APD
berupa masker sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pada ruang
produksi seperti pengecatan dan pengelasan sebaiknya
menggunakan masker penutup mulut dan hidung (masker
respirator).
f. Pelindung Tangan
Pekerja wajib memakai sarung tangan saat melakukan pekerjaan
seperti pembubutan, pengelasan, penempaan logam, dan lain-lain.
Pekerja yang tidak menggunakan atau menggunakan sarung tangan
yang rusak dapat luka atau terkena percikan api pada proses
pengelasan.
g. Safety Shoes
Pekerja wajib memakai safety shoes saat bekerja di lingkungan
industri. Pada saat dilaukan observasi semua pekerja sudah
menggunakan safety shoes.
Penyuluhan secara terus-menerus diperlukan untuk selalu
mengingatkan bahaya atau potensi yang ditimbulkan dari tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


Pemantauan pada fasilitas pemadam kebakaran secara umum yaitu
mengenai kondisi alat, kelengkapan, isi alat, kelayakan alat, dan
penempatannya, serta keadaan alat secara keseluruhan baik warna,
tanda dan keterangan cara penggunaan yang harus tertera pada alat itu.
APAR di UPT. Balai Yasa Yogyakarta rutin diperiksa setiap tiga bulan
sekali untuk kemudian dilakukan pengisian ulang maupun penggantian

68
APAR yang sudah tidak layak pakai. Lokasi penempatan APAR harus
diperhatikan sesuai ketentuan antara lain :
a. APAR diletakkan pada jarak maksimal 15 meter dari lokasi
kemungkinan sumber kebakaran.
b. Terletak di daerah yang mudah dilihat, strategis, dan mudah
dijangkau serta dilengkapi dengan tanda-tanda yang jelas.
c. Diletakkan di dekat tempat-tempat sumber bahaya, seperti
panel listrik, generator, area yang kontak dengan api, tempat yang
mempunyai suhu tinggi.
d. Pada jalur keluar arah reflek pelarian atau jalur evakuasi.
e. Untuk bangunan bertingkat ditempatlan pada posisi yang
sama untuk tiap-tiap lantai.
f. Memperhatikan suhu sekitarnya
g. Tidak terkunci
h. APAR terdapat label masa expired dan dikontrol secara
rutin.
3. Kotak Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)
UPT. Balai Yasa Yogyakarta menyediakan kotak P3K di setiap ruang
pada masing masing golongan.
4. Pemasangan tanda-tanda bahaya dan penggunaan APD
Di lingkungan kerja UPT. Balai Yasa Yogyakarta terdapat slogan-
slogan, tanda peringatan penggunaan APD, peringatan dampak dari
bahaya di tempat kerja dan tanda area berbahaya di beberapa area
yang mempunyai potensi bahaya.
D. Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair merupakan sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan
yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan didiuga dapat
menurunkan kualitas lingkungan. Kualitas effluent hasil pengolahan limbah
cair diatur dalam peraturan Gubernur DIY No. 7 tahun 2010 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, Pelayanan Kesehatan, dan Jasa
Pariwisata.
1. Macam- macam limbah cair yang dihasilkan dari UPT Balai Yasa
Yogyakarta sendiri terdiri dari :
a. Limbah cair minyak pelumas baru, dihasilkan dari kegiatan
pengisian minyak pelumas untuk mesin lokomotif.

69
Limbah cair berupa minyak pelumas berasal dari
ceceran/tumpahan pada saat pengisian kembali minyak pelumas
pada mesin lokomotif. Ceceran tersebut langsung jatuh ke lantai
kerja, sehingga untuk itu disebut dengan limbah. Volume limbah
cair minyak pelumas relative sedikit jumlahnya. Diperkirakan
volume ceceran minyak pelumas sebanyak 12-18 liter per bulan
b. Limbah cair pelumas minyak pelumas bekas, dihasilkan
dari kegiatan perawatan/ penggantian minyak pelumas mesin
lokomotif. Setiap mesin lokomotif rata-rata menghasilkan limbah
pelumas bekas sebanyak 20-40 liter/took untuk setiap kali
perawatan. Limbah pelumas bekas menghasilkan 2-4 m3 pada
setiap bulannya.
c. Limbah cair berupa sisa kegiatan pencucian suku cadang
dan mesin lokomotif bercampur dengan minyak solar. Limbah
cair ini tidak dihasilkan secara konyinyu setiap hari, sehingga
volume yang dihasilkan setiap harinya sangat bervariasi
tergantung pelaksanaan kegiatan tersebut. Diperkirakan volume
limbah cair yang dihasilkan antara 75-80 m3/hari.
d. Limbah cair berupa air kotor dan tinja, dihasilkan dari
MCK Karyawan. Volume limbah cair ini relative kecil dan
diperkirakan debit air limbah ini berkisar antara 20-25 m3/hari.
2. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
IPAL merupakan instalasi pengolahan air limbah cair produksi
(berasal dari aktivitas pencucian suku cadang dan mesin lokomotif).
IPAL UPT. Balai Yasa Yogyakarta terdiri dari 2 unit. Loksi IPAL
terletak dibagian selatan dan dibagian barat area bengkel Balai Yasa
pada lahan seluas kurang lebih 80 m3 dan 20 m3. IPAL dibagian
selatan dengan kapasitas 10 m3/jam digunakan untuk pengolahan
limbah yang berasal dari area produksi. Sedangkan IPAL dibagian
barat digunakan untuk pengolahan limbah dari kantin dan mushola.
Sistem pengolahan limbah cair dari kegiatan produksi menggunakan
system gracetrap (penangkap minyak). Limbah cair dari aktivitas

70
pencucian suku cadang dan mesin lokomotif akan masuk kedalam bak
kontrol kemudian dipompa kedalam bak equalisasi, dari bak equalisasi
dipompa kedalam bak gracetrap. Didalam bak gracetrap tersebut
terdapat pasir, koral, dan sabut kelapa yang berfungsi menyaring
padatan tersuspensi. Hasil pemisahan dari bak gracetrap berupa
minyak/oli ditampung dalam tangki kapasitas 5000 liter yang
selanjutnya ditampung dalam drum-drum untuk kemudian disimpan
sementara dalam TPS limbah B3 dan diserahkan pada pihak kedua
yang telah memiliki ijin pengumpulan limbah B3 dari Kementerian
Lingkungan Hidup. Sedangkan sisa pengolahan limbah yang berupa
air disalurkan ke badan air (sungai) melalui selokan.

E. Pengelolaan Sampah Padat


Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk
padat.
Sampah padat yang dihasilkan di UPT. Balai Yasa Yogyakarta
sebagian besar berasal dari sisa proses produksi yang berupa serpihan-
serpihan logam, potongan besi, dan komponen-komponen yang tidak dapat
dipakai, sedangkan sampah padat domestic yang terdapat di UPT. Balai
Yasa Yogyakarta berupa kardus, plastic, bungkus makanan atau minuman,
kertas, daun yang berasal dari tanaman.
Sistem pengelolaan sampah padat khusus untuk komponen-
komponen lokomotif yang sudah tidak terpakai dilakukan yaitu dengan
ditempatkan pada area khusus, kemudian akan dilakukan pelelangan untuk
komponen yang masih memiliki nilai jual, sedangan untuk sampah
domestic dikumpulkan pada tempat pembuangan sampah sementara
kemudian dilakukan pembakaran. Sistem pengelolaan sampah domestic
dengan cara pembakaran merupakan sistem yang kurang tepat dan tidak
efisien karena mempunyai banyak kelemahan, antara lain :
a. Sampah yang dibakar masih meninggalkan sisa yang dapat
mencemari lingkungan

71
b. Asap yang dihasilkan akan mengakibatkan pencemaran udara
c. Suhu panas yang tidak tinggi menyebabkan proses pembakaran
menjadi tidak sempurna
d. Mengurangi nilai estetika
e. Dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia, seperti gangguan
pernafasan.
Dampak yang dapat timbul di lingkungan UPT. Balai Yasa dapat
terjadi dikarenakan sampah domestic dan sampah produksi yang tidak
terpilah dan dikelola dengan baik dapat menimbulkan bau yang tidak
sedap serta mengurangi estetika di lokasi kerja UPT. Balai Yasa.
Upaya yang dilakukan guna meminimalisir dampak dari sampah
yang tidak dikelola adalah dengan terdapatnya tempat sampah terpilah di
lokasi tertentu serta pembuangan yang jauh dari lokasi Balai Yasa
sehingga dapat mengurangi dampak akibat sampah yang belum terkelola
dengan baik.
F. Rancangan Desain IPAL

Grease trap Bak Bak


Bak Sedimentasi
Kontrol Kontrol

Anaerob

Equal

Keterangan :
1. Grease Trap
Merupakan bangunan penangkap lemak. Lemak, malam/lilin, fatic-acid,
sabun, mineral-oil, dan material non-volatil, akan mengapung apabila
kondisi aliran tenang, shg konstruksi grease trap berupa bak bersekat-sekat
untuk menghilangkan turbulensi air limbah. Dimensi minimal untuk grease
trap misal volume limbah perjam 10 m3 sedangkan limbah mengalir
selama 8 jam, sehingga volume limbah yaitu 80 m 3 kemudian dilebihkan
30-40 %.
2. Bak equalisasi

72
Bak equalisasi bukan merupakan suatu proses pengolahan tetapi berguna
untuk meningkatkan efektivitas proses pengolahan selanjutnya. Adanya
tangki equalisasi maka diharapkan dapat diperoleh debit yang mendekati
atau tetap normal.
• Fungsi equalisasi ;
a. Membagi dan meratakan volume pasokan (influen) yang
masuk pada proses
pengolahan
b. Meratakan pH utk meminimalkan kebutuhan bahan kimia pada
proses netralisasi
c. Meratakan kandungan padatan (SS, koloidal, dsb), sehingga
meminimalkan
kebutuhan bahan kimia pada proses koagulasi dan flokulasi
d. Sebaiknya dilengkapi mixer/pengaduk atau secara sederhana
peletakan pipa inlet dan outlet diatur sedemikian rupa sehingga
menimbulkan efek turbulensi/mixing.
e. Ukuran bak equalisasi dapat setengahnya dari bak anerob.
3. Bak anaerob
Adalah tempat terjadinya proses dekomposisi dalam ruang tanpa oksigen,
yang di dalamnya terdapat bakteri anaerob. Dalam bak anaerob dapat
dikasih botol/paralon yang dibuat kasar agar bekteri anaerob dapat
menempel pada pipa/paralon tersebut.
Dimensi ipal : misal volume limbah = 10 m 3 x 8 = 80 m3 kemudian
ditambah 25 % panjang =10 m, lebar = 5 m, kedalaman = 2 m. Masa
Tinggal : 1 – 5 hari.
4. Bak sedimentasi
Bak sedimentasi merupakan tempat endapan flok2/lumpur sebelum
selanjutnya endapan dipompa ke bak pengering lumpur yang berfungsi
untuk mengendapkan kotoran tercampur (tersuspensi), yang berlangsung
secara gravitasi. Kotoran yang mengendap akan membentuk lumpur yang
tertampung di bagian dasar tangki. Didalam bak sedimentasi diletakkan
pipa miring. Bak sedimentasi bawahnya berbentuk kerucut dengan
kemiringan 30 ˚. Aliran dalam bak sedimentasi dari bawah ke atas.
Dibawah kerucut terdapat saluran pipa pembuangan lumpur. Ukuran bak

73
sedimentasi dapat setengahnya dari ukuran bak anaerob. Masa Tinggal :
1,5 – 2,5 jam
5. Bak kontrol 1
Untuk mengontrol hasil limbah dengan wet land, biasanya diberi tanaman
air seperti teratai, atau melati air.
6. Bak kontrol 2
Untuk mengontol hasil limbah. Biasanya diberi indikator yaitu ikan untuk
mengetahui kualitas air limbah. Apabila dengan bak kontol yang diberi
ikan hasil effluen limbah sudah bagus tidak perlu bak kontrol wet land.

G. Pemasangan Stiker CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)


Pada stiker CTPS tersebut terdapat 6 langkah cuci tangan yang benar
yaitu :
1. Langkah pertama, membasahi tangan dengan air yang mengalir
dan berikan sabun lalu usapkan pada kedua telapak tangan
2. Langkah kedua, menggosok kedua punggung tangan
3. Langkah ketiga, menggosok bagian sela-sela jari tangan
4. Langkah keempat, punggung jari tangan kanan digosokkan pada
telapak tangan kiri dengan sisi jari di dalam kedua telapak tangan
(saling mengunci)
5. Langkah kelima, ibu jari tangan kiri digosok berputardalam
genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya
6. Langkah keenam, ujung jari tangan kanan diletakkan pada telapak
tangan kiri di gosok secara berputar dan lakukan sebaliknya, kemudian
bilas kedua tangan menggunakan air yang mengalir (kran) dan tutup
kran menggunakan siku tangan
Dampak yang dapat ditimbulkan apabila tidak melakukan CTPS
antara lain :
1. Para karyawan/karyawati UPT. Balai Yasa PT. KAI Yogyakarta
diharapkan selalu mencuci tangan pakai sabun dengan menerapkan 6
langkah yang baik dan benar setelah dan atau sebelum melakukan
aktifitas tertentu.
Sedangkan hambatan terhadap adanya kegiatan penempelan stiker
CTPS antara lain :

74
1. Sumber air mengalir atau kran yang ada di UPT. Balai Yasa PT. KAI
Yogyakarta hanya di sebagian kamar mandi dikarenakan terdapat kran
air di kamar mandi yang rusak dan tidak dapat digunakan lagi terutama
ruang di unit produksi
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan terhadap penempelan stiker
CTPS antara lain :
1. UPT. Balai Yasa PT. KAI Yogyakarta diharapkan dapat segera
melakukan perbaikan kran yang rusak

75

Anda mungkin juga menyukai