Alat Kuretase
Alat Kuretase
1. Busi Hegar
Untuk merangsang pembukaan portio pada pasien abortus inkomplitus dan insipien
2. Speculum Slim
Untuk membantu membukanya vagina saat pelaksanaan Kuret.
3. Cocor Bebek
Untuk membuka Vagina sehingga bisa melihat keadaan portio dan Uterus
4. Sendok Kuret
Untuk mengumpulkan hasil sisa jaringan konsepsi yang teringgal di rahim.
5. Sonde
Untuk mengukur kedalam Uterus
6. Tenakulum
Untuk menjepit portio pada saat pelaksanaan Kuret
7. Oval Klem
Untuk menjepit dinding rahim
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong
harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah
terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.
Persiapan Sebelum Kuretase:
1.Persiapan Penderita
Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru – paru dan sebagainya.
Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
Teknik Kuretase
1.Tentukan Letak Rahim.
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat yang dipakai umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung karena
itu memasukkan alat – alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi salah arah (fase route) dan
perforasi.
4.Kuretase
Seperti telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar. Memasukkannya bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan
biasanya mulailah di bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih terasa
sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa). Dengan demikian kita tahu bersih atau
tidaknya hasil kerokan.
5.Cunam Abortus
Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh
jaringan lainnya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan saja.
6.Perhatian :
Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah hati – hati. Lakukanlah dengan lembut (with lady’s hand) sesuai dengan
arah dan letak rahim.
Kuretase
1. Pengertian Kuratase
Kuratase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuratase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuratase,
penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus gunanya untuk
mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi (Harnawatiaj, 2008).
2.Tujuan Kuratase
bagai diagnostik suatu penyakit rahim
Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi
misalnya perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau kanker rahim,
pemeriksaan kesuburan/ infertilitas.
agai terapi
Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hasil kehamilan
yang telah gagal berkembang, menghentikan perdarahan akibat mioma dan polip dengan cara mengambil mioma dan polip dari dalam
rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormon dengan cara mengeluarkan lapisan dalam rahim misalnya kasus
keguguran, tertinggalnya sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proses persalinan, hamil anggur,
menghilangkan polip rahim (Damayanti, 2008).
3. Indikasi Kuretase
.1 Abortus Inkomplit
Pengertian
Abortus Inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang
sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok
dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai
syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan Nacl fisiologik atau cairan ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah
syok diatasi, dilakukan kerokan (kuratase). Pasca tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi
uterus (Prawirohardjo, 2007).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum usia 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus (Suseno, 2009).
Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga
masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009).
gi
ebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa sebab antara lain :
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
- Kelainan kromosom
- Lingkungan endometrium
- Gizi ibu kurang
- Radiasi
- Kelainan plasenta
b. Penyakit ibu
Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta yaitu penyakit infeksi seprti
pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sypilis, toxin, bakteri, virus, atau plasmodium sehingga menyebabkan kematian janin dan
terjadi abortus
c. Kelainan traktus genitalis
Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus (Wiknjosastro. H, 2007).
Diagnosa
Anamnesis : perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak),
sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan
berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
anganan
1) Jika perdarahan bersifat ringan sampai sedang dan kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang menonjol keluar dari serviks.
2) Jika perdarahan bersifat berat dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dengan kuratase
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu infuskan oksitosin 40 Unit dalam 1L cairan iv dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai hasil
konsepsi keluar, berikan misoprostol 200 µg melalui vagina setiap 4 jam sampai hasil konsepsi keluar, evakuasi hasil sisa konsepsi
dari uterus dengan kuratase (yulianti, 2005).
2. Kehamilan Mola
1. Pengertian
Kehamilan mola dicirikan dengan poliferasi abnormal vilus korion (yulianti, 2005).
Mola Hidatidosa adalah gumpalan atau tumor dalam rahim yang terjadi karena degenerasi atau gangguan
perkembangan sel telur yang telah dibuahi (Suseno, 2009).
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan hidropik. Yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter (Prawirohardjo, 2007).
gi
Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu
hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas
40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko
terjadinya mola (Abdul, 2012).
nosa
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenore, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari
tuanya kehamilan dan untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan kadar HCG dalam darah, urin maupun bioasay, atau dengan USG
(Prawirohardjo, 2007).
4. Penanganan
1) Perbaikan keadaan umum
2) Vakum kuretase, tindakan kuretase cukup dilakukan sekali saja asal bersih, kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi
(Prawirohardjo, 2007).
3. Blighted Ovum
1. Pengertian
Blighted Ova adalah buah kehamilan yang dengan pemeriksaan USG tampak gestasional sac saja, tanpa adanya fetal pole,
kantong amnion tampak telah tidak teratur (Maimunah, 2002).
Blighted Ovum (kehamilan unembrionik) adalah kehamilan patologik, dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Disamping
mudigah, kantong kuning telur juga ikut tidak terbentuk. Blighted ovum harus dibedakan dari kehamilan muda yang normal, dimana
mudigah masih terlalu kecil untuk dapat dideteksi dengan alat USG (biasanya kehamilan 5-6 minggu) (Prawirohardjo, 2007).
logi
Kehamilan yang berkembang dengan tidak sempurna ini disebabkan oleh kelainan gen dan kromosom pada ovum (sel telur),
sperma, atau keduanya. Kelainan ini biasa diturunkan dari bapak atau ibu penderita. Rendahnya kualitas sel telur dan sperma juga
berperan. Bisa juga sel telur dan sperma normal, namun saat terjadi proses pembelahan kromosom terjadi kelainan berupa translokasi
(saling bertukarnya bagian kromosom yang non-homolog atau tak sejenis). Penyebab lainnya multifaktor, meliputi: infeksi karena
campak Jerman (rubella), cytomegalovirus, herpes simpleks, virus toxoplasma, bakteri Listeria monocytogenes, penyakit kencing
manis (diabetes mellitus) yang tak terkendali, dan kelainan imunologi (Dito, 2012)
gnosa
Diagnosis blighted ova dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm (penulis lain memakai
ukuran 25 mm), tidak dijumpai adanya struktur mudigah atau kantong kuning telur (Prawirohardjo, 2007).
enanganan
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil
kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat
diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan (Intan, 2008).
4. Misssed Abortion
1. Pengertian
Retensi janin mati (Missed Abortion) adalah perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah
mati hingga 8 minggu atau lebih (Prawiroharjo, 2009).
Missed Abortion adalah kehilangan kehamilan dimana produk-produk konsepsi tidak keluar dari tubuh (Suseno, 2009).
Missed Abortion (keguguran tertunda) adalah keadaan ketika janin telah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan didalam rahim
selama 2 bulan atau lebih (Maimunah, 2002).
2. Etiologi
Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron (Estiningtyas, 2009)
3. Diagnosa
Diagnosa missed abortion secara USG dapat ditegakkan bila dijumpai mudigah dengan jarak kepala-bokong 10 mm atau lebih
yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ukuran uterus lebih kecil dari usia kehamilan, bentuk kantong gestasi dan mudigah
tidak utuh lagi dan cairan ketuban biasanya tinggal sedikit (Prawirohardjo, 2007).
.4. Penanganan
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat
melekat erat pada dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia. Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasil
konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan
laminaria selama kira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis yang kemudian dapat diperbesar dengan busi hegar sampai cunam ovum
atau jari dapat masuk kedalam kavum uteri. Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta aman, dan sisa-
sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam (Prawirohardjo, 2007).
enta
Pengertian
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi,
harus dikeluarkan secara manual atau dikuret, disusul dengan pemberian obat-obatan oksitoksika intravena (Prawirohardjo, 2009).
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan
oleh sisa plasenta. Dengan perlindungan antibiotik, sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan kuret besar. Jika ada demam
ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan, tetapi bila ada perdarahan
banyak, rahim segera dibersihkan walaupun ada demam (sastrawinata, 2005).
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau
perdarahn postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin.
Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena
(Sujiatini, 2011).
Diagnosa
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta
(Sujiatini, 2011).
Penanganan
Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis, pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau
metergin), dan tindakan definitif dengan kuratase dan dilakukan pemeriksaan patologi-anatomik (PA) (Manuaba, 2008
etase
asien Sebelum Kuretase
uasa
Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya
perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
ersiapan Psikologis
Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok
untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret
sangat individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu
sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila
ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah bekerja
lebih dahulu.
Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan
baik. Meskipun obat bius yang diberikan kecil sudah bisa bekerja dengan baik. Untuk itu sebaiknya sebelum menjalani kuret ibu harus
mempersiapkan psikisnya dahulu supaya kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri
untuk mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu
meminta bantuan kepada orang terdekat seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya.
Penjelasan Dokter
Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada dokter secara lengkap, mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus
dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau risiko yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter
wajib menjelaskan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat membuat ibu lebih memahami dan bisa
lebih tenang dalam pelaksanaan kuret (Fajar, 2007).
at
tenun,
1) Baju operasi
2) Laken
3) Doek kecil,
kuretase
1) Spekulum dua buah (Spekullum cocor bebek (1) dan SIM/L (2) ukuran S/M/L)
2) Sonde penduga uterus
a. Untuk mengukur kedalaman rahim
b. Untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
3) Cunam muzeus atau cunam porsio
4) Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar
5) Bermacam-macam ukuran sendok kerokan (kuret 1 set)
6) Cunam tampon satu buah
7) Kain steril dan handscoon 2 pasang
8) Tenakulum 1 buah
9) kom
10) Lampu sorot
11) Larutan antiseptik
12) Tensimeter, stetoskop, sarung tangan DTT
13) Set infus, aboket, cairan infus
14) Kateter karet 1 buah
15) Spuit 3 cc dan 5 cc
16) Oksigen dan regulator (Yara, 2011).
e
Sebelum dilakukan kuretase, biasanya pasien akan diberikan obat anestesi (dibius) secara total dengan jangka waktu singkat,
sekitar 2-3 jam. Setelah pasien terbius, barulah proses kuretase dilakukan.Ketika melakukan kuret, ada 2 pilihan alat bantu bagi
dokter. Pertama, sendok kuret dan kanula/selang. Sendok kuret biasanya dipilih oleh dokter untuk mengeluarkan janin yang usianya
lebih dari 8 minggu karena pembersihannya bisa lebih maksimal. Sedangkan sendok kanula lebih dipilih untuk mengeluarkan janin
yang berusia di bawah 8 minggu, sisa plasenta, atau kasus endometrium.
Alat kuretase baik sendok maupun selang dimasukkan ke dalam rahim lewat vagina. Bila menggunakan sendok, dinding rahim
akan dikerok dengan cara melingkar searah jarum jam sampai bersih. Langkah ini harus dilakukan dengan saksama supaya tak ada
sisa jaringan yang tertinggal. Bila sudah berbunyi “krok-krok” (beradunya sendok kuret dengan otot rahim) menunjukkan kuret
hampir selesai. Sedikit berbeda dengan selang, bukan dikerok melainkan disedot secara melingkar searah jarum jam. Umumnya kuret
memakan waktu sekitar 10-15 menit (Fajar, 2007).
Teknik Kuretase
Tentukan Letak Rahim
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat yang dipakai umumnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung
karena itu memasukkan alat – alat ini harus disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi salah arah (fase route) dan
perforasi.
Penduga Rahim (sondage)
Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang ataudalamnya penduga rahim. Caranya adalah,
setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah
sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.
. Dilatasi dan Kuretase
Setelah pasien ditidurkan dalam letak litotomi dan dipersiapkan sebagaimana mestinya, dilakukan pemeriksaan bimanual
untuk sekali lagi menentukan besar dan letaknya uterus serta ada atau tidaknya kelainan disamping uterus.
Sesudah premedikasi diberikan, infus glukosa 5 % intravena dengan 10 satuan oksitosin dipasang dan diteteskan perlahan-
lahan untuk menimbulkan kontraksi dinding uterus dan mengecilkan bahaya perforasi. Kemudian anastesi umum, misalnya dengan
penthotal sodium, diberikan. Setelah spekulum vagina dipasang, satu atau dua serviks menjepit dinding depan porsio uteri. Spekulum
depan diangkat dan spekulum belakang dipegang oleh seorang pembantu. Cunam dipegang dengan tangan kiri si penolong untuk
mengadakan fiksasi pada serviks uteri dan untuk dapat mengatur kekuatan untuk dapat memasukkan busi Hegar melalui ostium uteri
internum. Sonde uterus dimasukkan dengan hati-hati untuk mengetahui letak dan panjangnya kavum uteri. Sesudah itu dilakukan
dilatasi kanalis servikalis dengan busi hegar dari nomer kecil hingga yang secukupnya, tetapi tidak lebih dari busi nomer 12 pada
seorang multipara. Panjang busi yang dimasukkan tidak boleh melebihi panjang sonde uterus yang dapat masuk sebelumnya. Dilatasi
pada seorang primigravida lebih sulit dan mengandung lebih besar terjadinya luka pada serviks uteri, sehingga lebih baik dilakukan
pada kehamilan yang lebih muda dan diadakan dilatasi yang sekecil-kecilnya.
Pada kehamilan sampai 6 atau 7 minggu pengeluaran isi rahim dapat dilakukan dengan kuret tajam. Harus diusahakan agar
seluruh kavum uteri dikerok, agar ovum kecil tidak terlewat, kerokan dilakukan secara sistematis menurut puteran jarum jam.
Apabila kehamilan melebihi 6-7 minggu, digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah hasil konsepsi
untuk sebagian besar lepas dari dinding uterus, maka hasil tersebut dapat dikeluarkan sebanyak mungkin dengan cunam abortus,
kemudian dilakukan kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup besar. Apabila perlu, dimasukkan tampon kedalam kavum uteri
dan vagina, yang harus dikeluarkan esok harinya.
. Dilatasi dengan dua tahap
Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang memerlukan pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar
(misalnya untuk mengeluarkan mola hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam dua tahap. Dimasukkan dahulu ganggang laminaria
dengan diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit kedalam kavum uteri dan ujung bawahnya
masih di vagina, kemudian dimasukkan tampon kasa kedalam vagina.
Ganggang laminaria memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi air, sehingga diameternya bertambah dan mengadakan
pembukaan dengan perlahan-lahan pada kanalis servikalis. Sesudah 12 jam ganggang dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan
dengan busi hegar, bahaya pemakaian ganggang laminaria adalah infeki dan perdarahan mendadak.
Kuretase dengan cara penyedotan (suction curettage)
Dalam tahun-tahun terakhir cara ini lebih banyak digunakan oleh karena perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya
perforasi lebih kecil.
Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan
serviks dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui panjang dan jalannya kavum uteri. Anastesi
umum dengan penthotal sodium, atau anastesia paracervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin disuntikkan pada korpus uteri
dibawah kandung kencing dekat pada perbatasannya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan dilatasi pada serviks agar dapat
memasukkan kuret penyedot yang besarnya didasarkan pada tuanya kehamilan (diametr antara 6 dan 11 mm). Alat tersebut
dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian ujung luar dipasang pada alat pengisap (aspirator).
Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret digerakkan naik turun sambil memutar porosnya
perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang dari 10 minggu abortus dapat diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan yang lebih tua,
kantong amnion dibuka dahulu dengan kuret dan cairan serta isi lainnya diisap keluar. Apabila masih ada yang tertinggal, sisa itu
dikeluarkan dengan kuret biasa (Prawirohardjo, 2007).
Cunam Abortus
Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti
oleh jaringan lainnya. Dengan demikian sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan saja.
Perhatian : Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah hati – hati. Lakukanlah dengan lembut sesuai dengan
arah dan letak rahim (Harnawatiaj, 2008).
Komplikasi dilakukannya tindakan kuratase
Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding
uterus yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus
ditetapkan terlebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan digunakan tekanan yang berlebihan.
Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar.
Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus
diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin dan keadaan
perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.
Pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila
terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon
pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan tibulnya incompetent cervix
atan dalam kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan
miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat.
Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila ditempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.
Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya
diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina (Prawirohardjo,
2007).
BAB II
TINJAUAN TEORI
3. Jenis Persalinan
Adapun menurut proses berlangsungnya persalinan dibedakan menjadi berikut:
a. Persalinan spontan, adalah bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri melalui jalan lahir ibu tersebut.
b. Persalinan buatan, adalah bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar misalnya ekstraksi forcep, atau operasi section
caesaria.
c. Persalinan anjuran, adalah persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban,
atau pemberian rangsangan.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Persalinan ditentukan oleh 5 faktor “P” utama, yaitu :
a. Power
Kekuatan yang mendorong janin keluar yaitu: his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligament,
dengan kerjasama yang baik dan sempurna selain itu juga tenaga meneran dari ibu.
b. Passage
Keadaan jalan lahir meliputi: ukuran panggul, rentang SBR (pembukaan), kapasitas regangan saluran vagina dan introitus
vagina, dan keadaan perineum dan dasar panggul
c. Passanger
Keadaan janin atau factor janin yang meliputi: sikap janin, letak janin, presentasi janin,bagian terbawah, dan posisi janin.
d. Psikis ibu
Kesiapan ibu dalam menghadapi persalinan.
e. Penolong
Keterampilan penolong dalam memberikan asuhan sesuai dengan standard yang ada.
d. Kala IV
Merupakan masa 1-2 jam setelah placenta lahir. Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu
dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang
menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar. Petugas/bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa
keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.
7. Mekanisme Persalinan (Cunningham, Mac Donald & Gant, 1995)
Mekanisme Persalinan adalah proses keluarnya bayi dari uterus ke dunia luar pada saat persalinan.
Gerakan utama pada Mekanisme Persalinan :
a. Engagement
1) Diameter biparietal melewati PAP
2) Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
3) Multipara terjadi permulaan persalinan
4) Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP dengan flexi ringan.
b. Descent (Turunnya Kepala)
1) Turunnya /masuknya kepala pada PAP
2) Disebabkan oleh 4 hal :
a) Tekanan cairan ketuban
b) Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
c) Kekuatan meneran
d) Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus.
3) Synclitismus
4) Asynclitismus
c. Flexion
Majunya kepala mendapat tekanan dari servix, dinding panggul atau dasar panggul flexi (dagu lebih mendekati dada).
Keuntungannya adalah ukuran kepala yang melalui jalan lahir lebih kecil
d. Internal Rotation
1) Bagian terrendah memutar ke depan ke bawah symphisis
2) Usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir (Bidang tengah dan PBP)
3) Terjadinya bersama dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke H-III
4) Rotasi muka belakang secara lengkap terjadi setelah kepala di dasar panggul.
e. Extension/ Defleksi Kepala
1) Terjadi karena sumbu jalan lahir PBP mengarah ke depan dan atas
2) Dua kekuatan kepala
a) Mendesak ke bawah
b) Tahanan dasar panggul menolak ke atas
3) Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis sebagai Hypomoclion kemudian lahir lewat pinggir atas perineum
f. External Rotation
1) Setelah kepala lahir, kepala memutar kembali ke arah panggul anak untuk menghilangkan torsi leher akibat putaran paksi dalam
2) Disebabkan ukuran bahu menempatkan pada ukuran muka belakang dari PBP.
g. Expulsi
Bahu depan di bawah symphisis sebagai Hypomoklion kemudian lahir bahu belakang, bahu depan, badan seluruhnya.
B. Partus Tak Maju
Proses persalinan tidak selamanya berjalan dengan normal terkadang ada keadaan dimana suatu persalinan yang awalnya
diperkirakan normal tetapi pada saat prosesnya terjadi penyulit atau komplikasi. Komplikasi ini dapat berupa distosia persalinan, dan
dalam distosia persalinan ini terdapat beberapa jenis diantaranya partus tak maju.
Partus tak maju merupakan akibat dari penatalaksanaan persalinan yang dikelola tidak baik atau adanya factor-faktor
penyebab yang terabaikan. Partus tak maju disebut juga dengan istilah obstructed labour atau failure to progress. Pada partus tak maju
kontraksi uterus berusaha mengatasi obstruksi ini, pada partus tak maju yang terjadi di awal uterus berkontraksi kuat untuk sementara
waktu kemudian menjadi hipoaktif karena gagal mengatasi obstruksi, sedangkan pada partus tak maju yang terjadi di akhir kala 1
uterus terus-menerus berkontraksi dengan kuat berusaha mendorong janin melewati panggul ibu, hal inilah yang terkadang
menimbulkan kelelahan dan kesakitan pada ibu.
1. Pengertian
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan servik,
turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir. (Muctar R. 1998:384)
Partus tak maju adalah His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir
yang lazim terdapat pada setiap persaiinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kematian
(Prawirohardjo, 2005).
Partus tak maju adalah persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan servik dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan
janin dalam 1 jam.
Partus tak maju adalah persalinan yang tidak berlangsung secara efektif pada persalinan spontan/ dengan induksi dimana
kemajuan dilatasi servik dan atau desensus janin tidak terjadi atau berlangsung tidak normal. (dr. Bambang Widjanarko SpOG, 2009)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa partus tak maju adalah suatu persalinan dengan penyulit yang
terjadi pada pembukaan lebih dari 4 cm atau pada fase aktif kala I dimana servik tidak mengalami kemajuan dalam pembukaan dan
tidak adanya penurunan kepala selama 2 jam terakhir dengan his yang adekuat.
2. Etiologi
a. Kelainan letak janin dan presentasi
Kelainan letak janin meliputi:
1) Letak sungsang (letak bokong)
a) Letak bokong sempurna (complete breech)
b) Letak bokong tidak sempurna (incomplete breech)
c) Letak bokong murni (frank breech)
d) Letak bokong kaki (footling breech)
2) Letak lintang (transverse lie)
Pada pemeriksaan palpasi sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba bagian besar (kepala/bokong) pada simfisis, kepala
biasanya teraba di daerah pinggang.
3) Letak miring (Oblique lie)
a) Letak kepala mengolak
b) Letak bokong mengolak
Kelainan presentasi meliputi:
1) Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kepala janin berada di tengah antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan kepala dengan panggul,saat persalinan kepala janin
tidak dapat turun sehingga persalinan menjadi lambat dan sulit. Presentasi dahi tidak dapat dilakukan persalinan normal kecuali bayi
kecil atau pelvis luas.
2) Presentasi bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah
pada pintu atas panggul menjelang persalinan.presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan dinding abdomen dan uterus kendur,
prematuritas, obstruksi panggul.
3) Presentasi muka
Pada presentasi muka kepala mengalami hiperekstensi sehingga oksiput menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian
terendah.
b. Kelainan jalan lahir
Jalan lahir dibagi atas bagian tulang yang terdiri atas tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya dan bagian lunak terdiri atas otot-
otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen. Dengan demikian distosia akibat jalan lahir dapat dibagi atas:
1) Distosia karena kelainan panggul
Kelainan panggul dapat disebabkan oleh; gangguan pertumbuhan, penyakit tulang dan sendi (rachitis, neoplasma, fraktur, dll),
penyakit kolumna vertebralis (kyphosis, scoliosis,dll), kelainan ekstremitas inferior (coxitis, fraktur, dll). Kelainan panggul dapat
menyebabkan kesempitan panggul. Kesempitan panggul dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu;
a) Kesempitan pintu atas panggul, pintu atas panggul dikatakan sempit jika ukuran konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter
transversa kurang dari 12 cm.
Kesempitan pintu atas panggul dapat menyebabkan persalinan yang lama atau persalinan macet karena adanya gangguan
pembukaan yang diakibatkan oleh ketuban pecah sebelum waktunya yang disebabkan bagian terbawah kurang menutupi pintu atas
panggul sehingga ketuban sangat menonjol dalam vagina dan setelah ketuban pecah kepala tetap tidak dapat menekan cerviks karena
tertahan pada pintu atas panggul.
b) Kesempitan panggul tengah, bila jumlah diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior 13,5 cm (normalnya 10,5 +5
cm =15,5 cm ).
Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam
posisi lintang tetap (transverse arrest)
c) Kesempitan pintu bawah panggul, diartikan jika distansia intertuberum 8 cm dan diameter transversa + diameter sagitalis
posterior < 15 cm (normalnya 11 cm+7,5 cm = 18,5 cm), hal ini dapat menyebabkan kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
Sedangkan kesempitan panggul umum, mencakup adanya riwayat fraktur tulang panggul, poliomielitis, kifoskoliosis, wanita
yang bertubuh kecil, dan dismorfik, pelvik kifosis
2) Distosia karena kelainan jalan lahir lunak
Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena kelainan jalan lahir lunak (kelainan tractus genitalis). Kelainan tersebut
terdapat di vulva, vagina, cerviks uteri, dan uterus:
a) abnormalitas vulva ( atresia vulva, inflamasi vulva, tumor dekat vulva)
b) abnormalitas vagina (atresia vagina, seeptum longitudinalis vagina, striktur anuler)
c) abnormalitas serviks (odema,atresia dan stenosis serviks, Ca serviks)
d) Kelainan letak uterus (antefleksi, retrofleksi, mioma uteri, mioma serviks)
e) Tumor ovarium
c. Kelainan his dan meneran
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, jika tidak dapat diatasi dapat megakibatkan kemacetan persalinan. His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus
uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekutan pada fundus uteri, kemudian
mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh. Baik atau tidaknya his dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu
sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum.
Adapun jenis-jenis kelainan his sebagai berikut:
1) Inersia uteri
His bersifat biasa, yaitu fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian lain. Kelainannya terletak dalam hal
bahwa kontaksi berlangsung terlalu lama dapat meningkatkan morbiditas ibu dan mortalitas janin. Keadaan ini dinamakan dengan
inersia uteri primer. Jika setelah belangsungnya his yang kuat untuk waktu yang lama dinamakan inersia uteri sekunder. Karena
dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama (hingga menimbulkan kelelahan otot uterus) maka inersia uterus sekunder
jarang ditemukan2.
2) His yang terlalu kuat
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah
selesai kurang dari tiga jam disebut partus presipitatus. Sifat his normal, tonus otot diluar his juga normal, kelainannya hanya terletak
pada kekuatan his. Bahaya dari partus presipitatus bagi ibu adalah perlukaan pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan
perineum. Sedangkan bagi bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut menglami tekanan kuat dalam
waktu yang singkat.
3) Kekuatan uterus yang tdak terkoordinasi
Disini kontraksi terus tidak ada koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah, tidak adanya dominasi fundal, tidak
adanya sinkronisasi antara kontraksi daripada bagian-bagiannya. Dengan kekuatan seperti ini, maka tonus otot terus meningkat
sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang terus menerus dan hipoksia janin. Macamnya adalah hipertonik lower segment, colicky
uterus, lingkaran kontriksi dan distosia servikalis
Kelainan Meneran
Terkadang pada persalinan kala I fase aktif terdapat usaha-usaha ibu untk meneran tanpa sadar akibat adanya kontraksi
uterus hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya odema pada genetalia sehingga partus tak maju dapat terjadi.
d. Pimpinan partus yang salah
Pimpinan persalinan yang salah dari penolong juga bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya partus tak maju. Seringkali
penyebab partus tak maju ini adalah berhubungan dengan pengawasan pada pelaksanaan pertolongan persalinan yang tidak adekuat
yang bisa disebabkan ketidaktahuan, ketidaksabaran, atau bisa juga karena keterlambatan merujuk.
e. Janin besar/ ada kelainan congenital
Hal ini biasanya sering terjadi berat janin lebih dari 4.000 gram, hidrosefalus,bahu yang lebar, dan janin kembar.
f. Respon psikologis ibu terhadap persalinan
g. Primitua primer atau sekunder
h. Grande multi
i. Ketuban pecah dini
1. Diagnosis
Sebelum di diagnose partus tak maju selama kala 1 maka criteria berikut harus terpenuhi:
a. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm
b. His adekuat selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik
c. Bagian terbawah tidak terdapat kemajuan/penurunan
d. Pada pembukaan belum lengkap bisa terdapat odema servik, air ketuban keruh bercampur mekonium, servik dapat mengalami
kolpoporeksis.
2. Manifestasi klinik
a. Gelisah
b. Suhu badan meningkat
c. Berkeringat
d. Nadi meningkat
e. Letih
f. Pernafasan cepat
g. Odema vulva
h. Odema servik
i. Cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.