Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menyusui memberikan sumber nutrisi alami bagi bayi dan menentukan periode Amenorrhea
Laktasi (AL) sebagai fenomena fisiologis normal postpartum. Secara universal, sekarang
diakui bahwa menyusui menekan siklus ovarium dan memberikan kondisi AL disertai dengan
periode infertilitas pascapersalinan. Durasi periode AL bervariasi di antara wanita dan
populasi yang berbeda. Penelitian ginekologis telah menemukan bahwa sekitar 50% wanita
sepenuhnya menyusui dan siklus menstruasinya mulai kembali sebelum 6 bulan postpartum
sementara itu, di antara populasi lain, AL dapat bertahan hingga 4 tahun.1

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) setelah melahirkan dapat melindungi wanita dari kehamilan
melalui periode lamanya amenore, sehingga pada ibu menyusui eksklusif akan memiliki
kecenderungan yang lebih lama untuk mengalami periode anovulasi dan amenore, sedangkan
ibu yang tidak menyusui eksklusif menstruasi biasanya terjadi pada 4 - 8 minggu
postpartum.1 Hal ini menyebabkan interval kelahiran rata-rata menjadi lebih lama pada ibu
menyusui eksklusif.2 Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Proporsi wanita amenore turun dari 29,1% pada 6-7 bulan postpartum menjadi 21,4% pada 8-
9 bulan postpartum. Median kembalinya menstruasi setelah persalinan di Indonesia adalah
3,1 bulan pada tahun 2007 dan mengalami penurunan menjadi 2,4 bulan pada tahun 2012.

Perbedaan-perbedaan ini tidak sepenuhnya dijelaskan karena terdapat perbedaan di antara


wanita yang menyusui penuh dengan frekuensi pemberian ASI dan tingkat pertumbuhan bayi.
Sebagian besar penelitian membuktikan bahwa menyusui menunda dimulainya kembali
siklus ovarium dan menstruasi. Namun, ciri khas AL adalah durasi bervariasi di antara
populasi yang berbeda.1

1.2 Perumusan masalah

1. Seberapa lama pemberian ASI pada ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Duri Utara
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi lamanya amenorrhea laktasi di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Duri Utara
2

3. Bagaimana hubungan lamanya menyusui dengan lamanya amenorrhea laktasi di


wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lamanya menyusui
dengan faktor – faktor lainnya terhadap lamanya amenorrhea laktasi pada ibu menyusui di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara

Tujuan Khusus:

Tujan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran :

1. Mengetahui gambaran lamanya menyusui di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan


Duri Utara
2. Mengetahui gambaran lamanya amenorrhea laktasi di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Duri Utara
3. Mengetahui gambaran faktor – faktor yang mempengaruhi lamanya amenorrhea
laktasi di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
4. Mengetahui gambaran lamanya menyusui dan faktor – faktor yang mempengaruhi
lamanya amenorrhea laktasi di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bagi peneliti
Menambah wawasan bagi peneliti khususnya mengenai amenorrhea laktasi
2. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai amenorrhea laktasi
3. Bagi institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kemajuan ilmu pengetahuan dengan
menyediakan informasi mengenai lamanya menyusui dengan lamanya amenorrhea
laktasi
3

1.5 Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara lamanya menyusui terhadap lamanya amenorrhea laktasi di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
2. Terdapat hubungan antara usia terhadap lamanya amenorrhea laktasi di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Duri Utara
3. Terdapat hubungan antara pekerjaan terhadap lamanya amenorrhea laktasi di wilayah
kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
4. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan terhadap lamanya amenorrhea laktasi di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
5. Terdapat hubungan antara status ekonomi terhadap lamanya amenorrhea laktasi di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
6. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap lamanya amenorrhea laktasi
di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
7. Terdapat hubungan antara jumlah paritas terhadap lamanya amenorrhea laktasi di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
8. Terdapat hubungan antara frekuensi menyusui terhadap lamanya amenorrhea laktasi
di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
9. Terdapat hubungan antara status gizi terhadap lamanya amenorrhea laktasi di wilayah
kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Laktasi Amenorea

2.1 Definisi

Laktasi amenorea merupakan interval antara kelahiran bayi hingga dimulainya kembali
siklus menstruasi.3

2.2 Hormon yang berperan pada masa amenore laktasi

Selama kehamilan kombinasi estrogen and progesterone menginhibisi sekresi prolactin


dari glandula pituitary dan menjadikan sel glandula mamaria tidak responsif terhadap
hormone prolactin tersebut. Pasca persalinan, seiring dengan keluarnya placenta maka
blockade tersebut hilang dan produksi prolactin dapat kembali terjadi sehingga terjadinya
laktasi.3

Saat menyusui, produksi prolactin meningkat disertai peningkatan oksitosin. Kadar


prolactin yang tinggi menghambat sekresi luteinizing secreting hormone (LSH) di
hipotalamus. Sehingga munculnya gejala berupa oligomenorea maupun amenorea.4 Kadar
prolactin basal pada ibu menyusui dengan lama AL ≤180 hari sebesar 1405±170 mU/L,
dan 1628 ± 146 mU/L pada ibu dengan lama AL ≥180 hari. Sedangkan untuk kadar
Estradiol pada ibu dengan lama AL ≤180 hari sebesar 224 ± 27 pmol/L, dan 156 ± 10a
pmol/L pada ibu dengan lama AL ≥180 hari.1

Prolaktin dan oksitosin merupakan hormon yang berperan penting dalam proses laktasi
dan memiliki pengaruh terhadap ovarium. Saat ibu menyusui maka oksitosin juga
dilepaskan sebagai respon stimulasi puting susu. Oksitosin berperan terhadap pengeluaran
ASI, ovarium dan korpus luteum. Ketika ibu memberikan ASI eksklusif maka
berpengaruh terhadap menekan terjadinya ovulasi sehingga menyebabkan tidak terjadinya
menstruasi atau disebut amenore laktasi. Sesudah 6 bulan ibu sudah memperkenalkan
makanan tambahan pada bayi maka ibu berisiko untuk menstruasi sehingga ada
kemungkinan peningkatan kehamilan.5

2.3 Faktor yang mempengaruhi AL


5

Perempuan yang tidak menyusui umumnya akan kembali mengalami menstruasi 6 – 8


minggu setelah melahirkan. Sulit diprediksikan tanggal pasti hari pertama menstruasi
pasca melahirkan. Namun berdasarkan penelitian ovulasi pertama pasca melahirkan
terjadi antara 5 – 11 minggu, rata – rata pada minggu ke 7.1 Pada perempuan yang
menyusui ovulasi terjadi lebih jarang dibandingkan dengan ibu tidak menyusui.
Mentruasi pertama pada wanita menyusui terjadi antara 2 bulan pasca melahirkan hingga
18 bulan pasca melahirkan. Jarak antara persalinan dan ovulasi pertama bergantung pada
beberapa faktor salah satunya ialah intensitas menyusui.3,6

Menyusui menurunkan beberapa kadar hormone dalam darah yang kemudian


menyebabkan terjadinya masa anovulasi post partum. Lamanya masa anovulasi tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia ibu, status gizi, paritas dan menyusui.7

2.3.1 Frekuensi pemberian ASI

Secara umum menyusui memperlambat kembalinya ovulasi yang umum ditandai dari
kembalinya siklus menstruasi, walaupun dapat terjadi tanpa terjadinya mentruasi. Pada
saat ibu menyusui, konsentrasi prolaktin tinggi selama pengisapan sering terjadi, dan akan
terjadi peningkatan prolactin secara akut setiap kali menyusu. Kadar prolaktin yang tinggi
tersebut akan berefek pada hipotalamus dan ovarium. Di hipotalamus akan terjadi sekresi
beta-endorphin, sehingga akan menghambat sekresi GnRH dan mengakibatkan rendahnya
kadar FSH dan LH. Dengan demikian, semakin tinggi frekuensi menyusui maka semakin
banyak sekresi beta-endorphin, sehingga durasi amenorrhea laktasi akan semakin
lama.1,8,9 Menyusui setidaknya selama 15 menit sebanyak 8x sehari membantu
memperlambat kembalinya ovulasi. Terjadinya menstruasi mungkin terjadi tanpa
terjadinya ovulasi. Menyusui juga dapat memperpanjang masa amenore post partum dan
ovulasi post post partum, menurunkan kemungkinan kehamilan berjangka.6,7

2.3.2 Umur Ibu

Umur memiliki hubungan negatif dengan kembalinya masa menstruasi.8,10 Umur ibu
memiliki kaitan dengan proses reproduksi, yang semakin bertambah umur maka jumlah
folikel yang terdapat di ovarium akan lebih sedikit, sehingga akan lebih resisten terhadap
rangsangan hormone gonadotropin. Ibu yang berumur diatas 30 tahun akan memiliki
resiko sebesar 26% untuk kembali ke siklus mens, dengan nilai median 9,7 bulan (p =
0,0001) jika dibandingkan dengan ibu yang berumur dibawah 20 tahun dengan angka
6

resiko 57% untuk kembali ke siklus mens, yaitu nilai median sebesar 6,7 bulan (Shrestha
I, dkk. 2014).10

2.3.3 Pekerjaan ibu

Berdasarkan Demographic and Health Surveys (DHS), diperoleh ibu yang tidak bekerja
akan lebih lama masa amenorrheanya, karena mereka akan memiliki waktu yang lebih
lama untuk bayinya, jika dibandingkan dengan yang bekerja.9 Diperoleh hasil bahwa ibu
yang tidak bekerja memiliki risiko 0,98 kali lebih lama untuk kembali menstruasi
dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Tesfayi, 2008).

2.3.4 Pendidikan Ibu

Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap
peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan. 11 Dari penelitian oleh Suparmi, ibu yang
memiliki Pendidikan lebih tinggi akan lebih cepat masa Amenorrhea-nya sebesar 6,04
kali jika dibandingkan dengan ibu yang mendapat Pendidikan primer (Suparmi,
dkk;2010).12

2.3.5 Sosial Ekonomi

Amenore laktasi sebagai sebuah metode kontrasepsi kerap kali digunakan oleh wanita
dengan edukasi rendah, keluarga penghasilan rendah, pasangan yang jauh dari fasilitas
kesehatan, atau aksesibilitas terhadap metode kontrasepsi lain yang kurang memadai.11
Ibu dengan social ekonomi rendah akan lebih lama masa amenorrhea laktasinya jika
dibandingkan dengan social ekonomi yang lebih tinggi (suparmi ; 2010).12

2.3.6 Status Gizi Ibu

Hubungan status gizi ibu tidak mempengaruhi ibu menyusui secara signifikan, namun
berpengaruh pada jangka waktu terjadi amenore laktasi. Ibu dengan gizi buruk memiliki
kemungkinan untuk tetap amenoragik pasca masa laktasi. Menurut penelitian kurangnya
massa lemak dalam tubuh menyebabkan inhibisi pada hormone ovulasi. Menurut
penelitian lain, ibu dengan gizi buruk memproduksi asi dengan volume yang lebih sedikit
dibandingkan dengan ibu gizi cukup sehingga bayi butuh menghisap lebih lama dan lebih
kuat, fenomena ini menyebabkan meningkatnya jangka amenorrhea laktasi pada ibu
dengan gizi buruk. Teknik menghisap yang lama dan kuat meningkatkan jumlah prolactin
dalam darah sehingga menyebabkan amenoragi yang lebih panjang.11
7

2.3.7 Paritas

Jumlah paritas memiliki efek protektif dengan lamanya ameorrhea laktasi, sehingga setiap
kenaikan paritas, resiko untuk terjadi menstruasi kembali akan menurun.11 Paritas yang
lebih dari 4 memiliki nilai median 10,7 bulan masa amenorrhea laktasi dibandingkan
paritas yang < 4 bulan (pval = <0,05) (Shrestha;2014).10

Metode Amenorea Laktasi (MAL)

Metode Amenorea Laktasi atau Lactational Amenorrhea Method (LAM) adalah salah
satu metode keluarga berencana untuk ibu dengan postpartum yang praktis untuk
mencegah kehamilan. Metode ini mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif, artinya
hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya.9,11

MAL dapat dikatakan sebagai metode keluarga berencana alamiah (KBA) atau natural
family planning, apabila tidak dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain yang telah
terbukti lebih dari 89% dapat memproteksi seorang ibu yang post partum dari kehamilan.9

Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi untuk metode ini diantaranya

 Menyusui secara penuh (full breast feeding)


 Belum haid
 Umur bayi kurang dari 6 bulan

2.4 Konsesnsus Bellagio (1988)8

Berdasarkan konsensus Bellagio 1988 untuk mencapai keefektifitasan 98% daripada


metode Laktasi amenore terdapat beberapa teknik dalam penerapan metode laktasi
amenore yakni

1) Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya sesekali diberi 1-2 teguk
air/minuman pada upacara adat/agama).

2) Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan dapat diabaikan (belum dianggap haid).

3) Bayi menghisap secara langsung.

4) Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir.

5) Pola menyusui on demand (menyusui setiap saat bayi membutuhkan) dan dari kedua
payudara.
8

6) Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari.

7) Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam.

3. Menyusui / Laktasi

Menyusui adalah salah satu komponen dari proses reproduksi yang terdiri atas haid,
konsepsi, kehamilan, persalinan, menyusui, dan penyapihan. Menyusui merupakan
proses pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi, dimana bayi memiliki refleks
menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI. Menyusui merupakan proses alamiah,
sehingga tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan
kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan
keluarga.9

3.1 Fisiologi Menyusui pasca Melahirkan

Laktasi amenorea memiliki mekanisme yang kompleks, melibatkan progesterone,


estrogen, dan laktogen plasenta, prolaktin, kortisol dan insulin. Pada seorang ibu yang
menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing berperan sebagai pembentukan
dan pengeluaran air susu yaitu refleks prolaktin dan refleks let down.3

3.1.1 Reflex prolaktin

Pasca persalinan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone dalam darah.
penurunan hormone ini akan meningkatkan produksi α laktalbumin dan menghambat
faktor inhibisi terhadap α laktalbumin, sehingga jumlah lactase sintase meningkat,
sehingga terjadinya peningkatan produksi susu laktosa.3 Serotonin diproduksi didalam sel
epithelial mamalia membantu mempertahankan produksi ASI, hal ini menjelaskan
menggapa pasien yang mengkonsumsi selective serotonin reuptake inhibitor mengalami
produksi air susu yang berkurang.7,6

Saat bayi menghisap putting payudara, hisapan tersebut akan merangsang saraf sensoris
di payudara, sehingga kelenjar hipofisis anterior akan terangsang untuk menghasilkan
prolactin. Prolactin kemudian akan masuk ke peredaran darah selama 30 menit, kemudian
masuk ke payudara sehingga sel sekretori di alveolus akan menghasilkan ASI.13 Semakin
banyak ASI yang dikeluarkan dari sinus laktiferus, maka produksi ASI akan meningkat.
Sehingga semakin sering bayi menghisap, maka produksi ASI akan semakin banyak.13
Prolaktin juga memiliki fungsi untuk menginhibisi gonadotropin (GnRH), sehingga
9

memperlambat sekresi follicle stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH)
sehingga masa amenore memanjang.11 Prolaktin umumnya dihasilkan saat malam hari,
oleh karena itu, menyusui saat malam hari penting untuk tujuan menunda kehamilan. 13

3.1.2 Refleks oksitosin (Let down reflex)

Bersamaan dengan pembentukan prolactin, rangsangan hisapan bayi akan


mengeluarkan oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi otot polos yang berada di
bawah alveoli dan dinding saluran sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga
memeras ASI keluar. Semakin sering ASI diberikan terjadi pengosongan alveoli,
sehingga semakin kecil terjadi pembendungan ASI di alveoli. Untuk itu dianjurkan
kepada ibu menyusukan bayi tidak dibatasi waktu dan “on demand”, akan membantu air
susu.3,13

Produksi oksitosin lebih cepat dibanding produksi prolactin. Keadaan ini menyebabkan
ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin sudah bekerja saat ibu
berkeinginan untuk menyusui, sebelum bayi menghisap. Jika reflex ini tidak baik, maka
akan ada kesulitan dari bayi untuk mendapatkan ASI, hal ini dikarenakan ASI tidak
mengalir keluar meski payudara tetap menghasilkan ASI.13

3.2 Mekanisme Menyusui

Bayi yang sehat mempunyai 3 (tiga) refleks intrinsik, yang diperlukan untuk
keberhasilannya menyusui seperti :

1. Refleks mencari ( Rooting refleks)


Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut
merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Ini
menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu ditarik masuk ke dalam
mulut.3,4,7
2. Refleks menghisap (Sucking refleks)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh, biasanya oleh puting.
Supaya puting mencapai bagian belakang palatum, maka sebagaian besar areola harus
tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka sinus laktiferus yang berada di bawah
areola akan tertekan antara gusi, lidah, dan palatum, sehingga ASI terperas keluar.3
3. Refleks menelan ( Swallowing refleks)
10

Pada saat air susu keluar dari putting susu, akan disusul dengan gerakan
menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu
akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan masuk lambung.
Keadaan ini tidak akan terjadi bila bayi diberi susu formula dengan botol. Dalam
penggunaan susu botol rahang bayi kurang berperan, sebab susu dapat mengalir
dengan mudah dari lubang dot.9

3.3 Tehnik menyusui13


Teknik menyusui yang benar, dapat kita amati melalui beberapa respon dari bayi, jika
ibu menyusui dengan teknik yang tidak benar mengakibatkan puting susu menjadi lecet.
Teknik menyusui dengan benar :

1. Posisi menyusui. Posisi menyusui harus senyaman mungkin dan dapat dilakukan
dalam posisi terlentang, tidur miring, atau duduk.

2. Saat menyusui, bayi harus disanggah dan kepala bayi harus menghadap payudara,
dan badan bayi menempel dengan ibu
3. Sentuh bibir bawah bayi dengan putting kemudian masukan kedalam mulut bayi
dengan menyusuri langit – langit mulut bayi. Masukan payudara ibu sebanyak
mungkin sehingga hanya sedikit bagian areola yang terlihat

Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik yang benar, dapat dilihat antara
lain :

1. Posisi muka bayi menghadap ke payudara


2. Perut / dada bayi menempel ke perut / dada ibu
3. Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi membentuk
garis lurus dengan lengan dan leher bayi
4. Punggung bayi tersanggah dengan baik
5. Terdapat kontak mata antara ibu dengan bayi
6. Memengang pada punggung bayi
7. Kepala bayi terletak pada lengan bawah, bukan daerah lipatan siku
11

4. KERANGKA TEORI

Pemberian ASI

Lamanya metode
Frekuensi pemberian amenore laktasi
ASI

Usia, Pengetahuan,
Pendidikan, social
ekonomi, status gizi ibu, Kadar prolactin, FSH,
pekerjaan, paritas LH, Estrogen

5. Kerangka Konsep

Lamanya menyusui

Lamanya Amenorrhea
Laktasi
1. Faktor demografi (usia ibu,
Pengetahuan, Pendidikan,
Pekerjaan, Status Gizi,
ekonomi)
2. Frekuensi menyusui, lama
menyusui, Paritas
12

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti dan telah memenuhi kriteria
yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang menyusui dengan
umur anak terkecil 0 – 2 tahun dan sudah mendapatkan menstruasi di wilayah kerja
puskesmas kelurahan Duri Utara.

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik sampling tertentu untuk bisa
mewakili atau memenuhi populasi. Jumlah sample yang dibutuhkan
dapat dihitung dengan rumus :

2
2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)
𝑛={ } + 3
(1 + 𝑟)
0,5𝐼𝑛
(1 − 𝑟)

Keterangan :
n = besaran sampel
Zα = deviat baku α
Zβ = deviat baku β
r = simpang baku

Dengan perhitungan :
Zα = 1.96
Zβ = 0.84
r = 0,3
2
2
(1,64 + 0,84)
𝑛={ } + 3
(1,3)
0,5𝐼𝑛
(0,7)
2
(2,48)2
𝑛={ } + 3
0,5𝐼𝑛(1,85)

6,1 2
𝑛={ } + 3
0,92
n = 46,56 dibulatkan menjadi 47 sampel
13

Hasil dari rumus sampel didapatkan 47 sampel. Untuk mengantisipasi data kurang lengkap
atau responden tidak ikut berpartisipasi pada penelitian, maka dilakukan koreksi jumlah
sampel berdasarkan prediksi sampel drop out dari penelitian.
n
𝑛′ =
1−f
Keterangan :
n’ : besar sampel setelah koreksi
n : jumlah sampel sebelum koreksi
f : prediksi sampel drop out

dengan perhitungan
47
𝑛′ =
1 − 0.1

n’ = 52

maka jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini berjumlah 52 sampel

Cara pengambilan sampel secara simple random sampling dengan:


Kriteria inklusi
1. Semua ibu menyusui di Kelurahan Duri Utara
2. Ibu yang memiliki anak terkecil usia 0-2 tahun
3. Sudah haid pertama setelah melahirkan
4. Tidak memakai KB hormonal

Kriteria ekslusi :

1. Ibu yang memompa ASI


2. Ibu yang memberikan bayinya dengan dicampur susu formula
3. Ibu yang tidak mengetahui dengan pasti kapan mens pertamanya setelah post
partum

3.2 Definisi operasional


Variabel independen
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala
pengukuran
Usia Umur responden dari Kuisioner Numerik
hari lahir sampai
penelitian dilakukan
Pengetahuan Pengertian/pemahaman Kuisioner Kuisioner Ordinal
responden tentang pengetahuan terdiri
14

menyusui dan dari 13 pernyataan.


amenorea Setiap pernyataan
laktasi yang dijawab benar
maka diberi skor 1.
Kuisioner ini
mengadopsi dari
penelitian Mauliza N
(2014)

Hasil jawaban
pernyataan di
jumlahkan, dan dibagi
menjadi kelompok
1. Kurang ( X <
Mean – SD)
2. Cukup (Mean
– SD ≤ X
≤Mean + SD
3. Baik ( X ≥
Mean )
Pendidikan Jenjang sekolah formal Kuisioner Tingkat Pendidikan Ordinal
tertinggi yang pernah dibagi menjadi
ditempuh dan 1. Pendidikan
diselesaikan oleh rendah (tidak
responden dengan sekolah -
memperoleh tanda SMP)
tamat belajar 2. Pendidikan
tinggi (SMA –
perguruan
tinggi)
Pekerjaan kegiatan yang lakukan Kuisioner Hasil yang keluar Nominal
ibu diluar rumah 1. bekerja
dengan tujuan mencari 2. tidak bekerja
nafkah
Status Gizi kondisi gizi seseorang 1. Timbangan Kelompok IMT Ordinal
yang dilihat 2. Buku KIA berdasarkan
berdasarkan IMT kemenkes
1. Kurus (<18,5)
2. Normal (18,5
– 25,0)
3. Gemuk
(>25.0)
Social Jumlah penghasilan Kuisioner Hasil yang muncul Nominal
ekonomi dari pekerjaan pokok berdasarkan UMR
dan tambahan daerah Jakarta
yang diperoleh 1. < Rp
responden maupun dari 3.940.973
kepala keluarga rata- 2. ≥ Rp 3.940.973
rata dalam sebulan
Lamanya Lamanya ibu Kuisioner Numerik
15

menyusui memberikan ASI


kepada bayinya dari
hari pertama menyusui
Frekuensi Jumlah pemberian ASI Kuisioner Hasil yang muncul Ordinal
menyusui dalam 1 hari berdasarkan
kelompok
1. <8x sehari
2. 8 – 12x sehari
3. >12x sehari
Paritas Jumlah anak yang Kuisioner Numerik
telah dilahirkan
responden baik lahir
hidup
maupun lahir mati

Variabel dependen
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Skala
pengukuran
Lamanya Waktu Amenorrhea kuisioner Numerik
amenorrhea yang dialami ibu sejak
laktasi hari pertama
melahirkan

3.3 Desain Penelitian


Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan
penelitian, yang membantu penelitian dalam pengumpulan dan menganalisis data. Adapun
desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar adalah rencana dan struktur
penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab
pertanyaan penelitian. Jenis penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik untuk
melihat hubungan antara lamanya menyusui dan faktor – faktor lainnya yang berhubungan
dengan lamanya Amenorrhea laktasi, dan dikarenakan variabel terikat dan variable bebas
diambil dalam waktu bersamaan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross-
sectional.

3.4 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Jakarta, tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Duri Utara

3.5 alat pengumpulan data


3.5.1 Instrumen
alat pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah kuisioner.
a. Bagian 1
16

Kuisioner bagian 1 terkait dengan demografi responden (usia, pendidikan,


pekerjaan, status gizi, social ekonomi), variabel independen (lamanya menyusui,
Frekuensi menyusui, Paritas) dan variabel dependen (lamanya amenorehea laktasi)
b. Bagian 2
Kuisioner yang berisi pertanyaan mengenai pengetahuan Ibu mengenai
Amenorrhea laktasi. Kuisioner ini mengadopsi dari penelitian Mauliza N (2014).
Kuisioner berisi 13 pertanyaan.
3.5.2 Teknik pengumpulan data

Data dikumpulkan dengan cara meminta persetujuan sebagai responden melalui


informed consent ke responden yang tinggal di RW yang terpilih dengan lotre dan
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Peneliti kemudian meminta responden
untuk mengisi kuisioner. Data yang digunakan adalah data primer.

3.6 Dana penelitian

Nama barang Kuantitas Harga satuan Total biaya


Kertas HVS A4 1 RIM Rp.60.000 Rp.60.000
80 gr
Tinta Printer 1 botol Rp. 100.000 Rp.100.000
Epson (hitam)
Kuisioner 4 lembar x 80 Rp. 1.000 Rp. 80.000
kopi
Hard Cover 1 buku Rp. 25.000 Rp. 25.000

Printing dan Rp. 100.000


fotokopi
Total Biaya Rp. 365.000

3.7 Analisis Data


Semua data yang telah diperoleh akan diolah dengan menggunakan program komputer SPSS
16.0. Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa data univariat, dan
bivariate.
a. Analisa data univariat.

Bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dari setiap variable yang diteliti.


Variabel yang diteliti adalah demografi responden (Usia, Pengetahuan, Pendidikan,
17

Pekerjaan, Status Gizi, Social ekonomi), variabel independen (lamanya menyusui,


Frekuensi menyusui, Paritas) dan variabel dependen (lamanya amenorehea laktasi).

b. Analisa data bivariat.

Bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variable antara variabel independen dan
dependen dengan mencari p-value, kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel. Pada
penelitian ini menggunakan analisis bivariat untuk menilai hubungan lamanya
menyusui dan faktor – faktor lainnya terhadap lamanya amenorrhea laktasi.

Dikarenakan variabel Y merupakan data numerik dengan distribusi tidak normal, maka
uji statistic untuk variabel X dengan data numerik menggunakan uji Kendall’s tau-b.
Uji statistic untuk variabel X dengan data kategorik 2 kelompok menggunakan uji
Mann Whitney’s. Jenis uji statistik untuk variabel X dengan data kategorik 3 kelompok
menggunakan uji Kruskal Wallis, Uji post-hoc akan dilakukan jika ada variabel yang
bermakna dari hasil uji Kruskal Wallis, dengan menggunakan Mann Whitney U test
untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan.

Hasil dari statistic diketahui berdasarkan nilai p value yang dibandingkan dengan nilai
α = 0,05. Jika p value ≤ α, maka terdapat hubungan yang signifikan antara variable
independen dengan variabel dependen. Jika p value > α, maka tidak ada hubungan
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
18

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan frekuensi setiap variabel dalam penelitian.

4.1.1 Karakteristik responden

Gambaran responden berdasarkan umur, lama menyusui, dan paritas disajikan pada tabel 4.1,
dan gambaran responden berdasarkan pekerjaan, pendidikan,ekonomi, status gizi, dan
pengetahuan disajikan pada tabel 4.2.

Tabel 4.1 Gambaran usia, pekerjaan, pendidikan, ekonomi, status gizi, dan tingkat
pengetahuan responden wilayah kerja Puskesmas Duri Utara (n=52)

Frekuensi Persentase (%)


<20 8 15,4
20 - 24 15 28,8
Usia
25 - 29 22 42,3
>29 7 13,5
Ya 29 55,8
Pekerjaan
Tidak 23 44,2
Pendidikan Rendah 18 34,6
Tinggi 34 65,4
Ekonomi < Rp. 3.940.973 22 42,3
≥ Rp. 3.940.973 30 57,7
Kurus 13 25
Status gizi
Normal 27 51,9
Gemuk 12 23,1
Buruk 8 15,4
Pengetahuan Cukup 34 65,4
Baik 10 19,2
<8x/hari 17 32,7
Frekuensi
8-12x/hari 23 44,2
menyusui
>12x/hari 12 23,1

Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 52 dan didapatkan responden terbanyak
berada di kelompok usia 25 – 29, yaitu sebanyak 22 responden (42,3%), diikuti kelompok
usia 20 – 24 sebanyak 15 responden (28,8%), kemudian kelompok usia <20 sebanyak 8
responden (15,4%), dan kelompok paling sedikit adalah >29 sebanyak 7 responden (13,5%)
19

Gambaran pekerjaan pada responden menunjukan bahwa sebanyak 29 responden (55,8%)


bekerja, dan yang tidak bekerja sebanyak 23 responden (44,2%).

Gambaran tingkat pendidikan pada responden penelitian ini adalah sebanyak 34 responden
(65,4%) memiliki pendidikan tinggi, dan 18 responden memiliki pendidikan rendah (34,6%).

Status ekonomi responden pada penelitian ini, sebesar 30 responden (57,7%) memiliki
pendapatan keluarga diatas UMR provinsi Jakarta, dan 22 responden (42,3%) memiliki
pendapatan keluarga diatas UMR provinsi Jakarta.

Status gizi responden penelitian ini adalah sebanyak 27 responden (51,9%) memiliki IMT
normal , 13 responden (25%) termasuk kategori kurus, dan 12 responden (23,1) termasuk
kategori gemuk.

Tingkat pengetahuan responden mengenai amenorrhea laktasi adalah sebanyak 34 responden


(65,4%) memiliki pengetahuan yang cukup, diikuti 10 responden (19,2%) dengan
pengetahuan baik, dan 8 responden (15,4%) memiliki pengetahuan buruk.

Banyaknya menyusui yang dilakukan oleh responden didapatkan 23 responden (44,2%)


menyusui sebnyak 23 responden, 17 responden (32,7%) menyusui <8x/hari, dan yang
menyusui >12x/hari sebanyak 12 responden (23,1%).

Tabel 4.2 Gambaran usia, lama menyusui, dan paritas responden wilayah kerja
Puskesmas Duri Utara (n=52)
Mean Modus Minimum Maksimum
Lama
4,8 6 (n=19, 36,5%) 2 (n=9, 17,3%) 12 (n=1, 1,9%)
menyusui
Paritas 1,96 1 (n=23, 44,2%) 1 (n=23, 44,2%) 4 (n=4, 7,7%)

Gambaran lama menyusui responden pada penelitian ini adalah sebanyak 19 responden
(36,5%) menyusui selama 6 bulan, dengan rerata lama menyusui 4,8 bulan. Lama menyusui
yang paling cepat adalah 2 bulan pada 9 responden (17,3%), dan yang terlama selama 12
bulan pada 1 responden (1,9%).

Gambaran jumlah paritas responden pada penelitian ini adalah sebanyak 23 responden
(44,3%) melahirkan 1 kali, dengan rerata jumlah paritas 1,96. Jumlah paritas paling sedikit
sebanyak 1 pada 23 responden (44,2%), dan 4 responden (7,7%) memiliki jumlah paritas 4.

4.1.2 Frekuensi lamanya amenorrhea laktasi


20

Tabel 4.3 Frekuensi lamanya amenorrhea laktasi pada responden wilayah kerja
Puskesmas Duri Utara (n=52)

Mean Modus Minimum Maksimum


Lama
amenorrhea 4,19 4 (n=12, 23,1%) 1 (n=2, 3,8%) 8 (n=1, 1,9%)
laktasi

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa lamanya amenorrhea laktasi pada 12 responden selama 4
bulan. Rerata lama amenorrhea laktasi pada penelitian ini adalah 4,19 bulan. Waktu paling
singkat untuk masa amenorrhea laktasi adalah 1 bulan pada 2 responden (3,8%), dan yang
terlama adalah 8 bulan pada 1 responden (1,9%).
4.2 Analisis bivariat
Tabel 4.4 hasil uji bivariat Kendall’s tau-b (n = 52)
Lamanya Amenorrhea
laktasi
r 0,477
Lama menyusui
p 0,001
r 0,29
Paritas
p 0,797

Pada tabel 4.4 tergambarkan bahwa lama menyusui memiliki hubungan yang bermakna
terhadap lamanya amenorrhea laktasi (p=0,001). Koefisien korelasi antara variabel lama
menyusui dengan lamanya amenorrhea laktasi bernilai positif sebesar 0,477, yang berarti
memiliki kekuatan hubungan yang cukup. Variabel paritas (p=0,797) tidak memiliki
hubungan yang bermakna (p>0,05).
Tabel 4.5 hasil uji bivariat Mann Whitney’s
Median
n P
(Minimum – maksimum)
Ya 29 3 (1-7)
Pekerjaan 0,011
tidak 23 5 (2 – 8)
Rendah 18 4 (2 – 7)
Pendidikan 0,429
Tinggi 34 4 (1 – 8)
<Rp. 3.940.973 22 4 (1 – 8)
Ekonomi 0,947
≥ Rp. 3.940.973 30 4 (1 – 7)

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna terhadap
lamanya amenorrhea laktasi (p=0,011), dengan nilai median 3 untuk responden yang bekerja,
21

dan nilai median 5 untuk responden yang tidak bekerja. Variabel pendidikan (0,429) dan
ekonomi (0,947) tidak memiliki hubungan bermakna terhadap lamanya amenorrhea laktasi
(p>0,05).

Tabel 4.6 Hasil uji bivariat Kruskall Wallis


Median
n P
Minimum - maksimum
<20 8 4,5(3 – 7)
20 - 24 15 4(1 – 7)
Usia 0,481
25 - 29 22 4(2 – 8)
>29 7 3(1-7)
Buruk 8 3,5(2 – 7)
Pengetahuan Cukup 34 4(1 – 8) 0,393
Baik 10 5(2 – 7)
<8x/hari 17 4(1 – 8)
Frekuensi
8-12x/hari 23 5(2 – 7) 0,028
menyusui
>12x/hari 12 3(2 – 7)
Kurus 13 3(1 – 8)
Gizi Normal 27 4(2 – 7) 0,7
Gemuk 12 4,5(2 – 7)
Uji kruskall-walls. Uji post-hoc Mann-whitney untuk variable frekuensi menyusui : <8 vs 8-
12 p = 0,048; <8 vs >12 p = 0,219; 8-12 vs >12 p=0,024
Pada tabel 4.5, variabel yang memiliki hubungan bermakna adalah frekuensi menyusui
(p=0,028) dengan nilai median 5. Variabel usia (p=0,481), gizi (p=0,7), dan pengetahuan
(p=0,393) tidak memiliki hubungan bermakna (p>0,05).

Uji post-hoc Mann-Whitney pada variabel yang bermakna, yaitu frekuensi menyusui,
didapatkan : (1) kelompok menyusui <8x/hari dan 8-12x/hari, p=0,048; (2) kelompok
menyusui <8x/hari dan >12x/hari, p=0,219; (3) kelompok menyusui 8-12x/hari dan >12x/hari,
p=0,024. Maka dapat ditarik kesimpulan terdapat perbedaan lama amenorrhea laktasi antara
kelompok (1) <8x/hari dan 8-12x/hari; (2) 8-12x/hari dan >12x/hari.
22

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bagian pembahasan, hasil penelitian akan dihubungkan dengan tujuan pembahasan,
kemudian selanjutnya akan dikaitkan dengan teori dan penelitian sebelumnya.

5.1 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan usia Ibu

Usia Ibu antara 25 – 29 tahun sebanyak 22 orang (42,3%). Median waktu lamanya
amenorrhea laktasi pada umur <20tahun lebih lama yaitu 4,5 bulan jika dibandingkan dengan
usia >29 tahun yang terjadi selama 3 bulan.Pada hasil analisis bivariat, usia (p=0,325) tidak
memiliki hubungan yang bermakna (p>0,05) dengan lamanya amenorrhea laktasi. Hal ini
sesuai dengan penelitian oleh Irawaty P, et al, yaitu tidak adanya hubungan antara usia
dengan lebih lamanya masa amenorrhea laktasi (p>0,05).15

Tetapi hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Manan et al dan Suparmi, yang
menjelaskan bahwa usia ada kaitannya dengan lama amenorrhea laktasi karena pengaruh
pada proses reproduksi wanita. Semakin tua, kepekaan ovarium terhadao rangsangan
hormone gonadotropin akan semakin menurun, dan juga jumlah folikel pada ovarium akan
menurun, sehingga menyebabkan munculnya kembali menstruasi akan lebih lama
dibandingkan dengan umur yang lebih muda.12

5.2 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan paritas

Banyaknya paritas terhadap lamanya amenorrhea laktasi tidak tidak memiliki hubungan yang
bermakna ((p=0,797). Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Irawati P et al, dengan
p=0,17.15 Hal ini tidak sesuai dengan pada penelitian oleh Shretsa, yang menunjukkan paritas
memiliki efek protektif terhadap lamanya amenorrhea laktasi (p<0,05).10 Pada penelitian oleh
WHO, yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan lamanya
amenorrhea.

Penelitian dari WHO menjelaskan Ibu primipara lebih memungkinkan untuk memberikan
bayinya makanan lain selain ASI pada usia < 6 bulan, jika dibandingkan dengan Ibu
multipara. Hal ini akan menyebabkan frekuensi pemberian ASI dan lama pemberian ASI
akan berkurang. Penelitian lain menyebutkan Ibu primipara cenderung khawatir ASI yang
dihasilkan akan tidak cukup untuk memenuhi gizi bayinya, sehingga Ibu primipara cenderung
memberikan makanan lain.
23

5.3 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan pekerjaan

Sebanyak 29 Ibu bekerja (55,8%) memiliki masa amenorrhea laktasi lebih cepat, yaitu 3
bulan jika dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja yaitu pada bulan ke lima. Pada hasil
analisis bivariat, pekerjaan memiliki hubungan bermakna dengan lamanya amenorrhea laktasi
(p=0,011). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Singh et al.7 Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian oleh Irawaty P et al

Berdasarkan penelitian oleh Tisfay, disebutkan ibu yang bekerja memiliki resiko 0,98 kali
lebih cepat masa amenorrhea laktasinya. Hal ini juga didukung dengan penelitian oleh
Vekemans. Ibu yang bekerja akan memiliki waktu untuk menyusui lebih sedikit jika
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui. Penelitian oleh Singh menjelaskan Ibu yang
bekerja pada sosioekonomi yang rendah cenderung lebih pendek masa amenorrhea laktasinya
karena kemungkinan bekerja lebih lama, sehingga mereka cenderung memberikan makanan
lain selain ASI lebih awal karena mereka tidak dapat menyusui ASI secara sering.

5.4 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan pendidikan

Sejumlah 34 Ibu (65,4%) memiliki pendidikan tinggi. Median antara Ibu dengan pendidikan
rendah dan Ibu dengan pendidikan tinggi sama, yaitu 4 bulan. Pada hasil uji bivariat, nilai
p=0,429, sehingga tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan lamanya amenorrhea
laktasi. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Irawati P, yang menyebutkan Ibu dengan
pendidikan lebih rendah (DII/DIII) memiliki nilai median 20 minggu, jika dibandingkan
dengan Ibu berpendidikan lebih tinggi (S1/S2) yang terjadi pada minggu ke 16.

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ojofeitimi, dan Singh. Mereka
menyebutkan Ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pekerjaan diluar
rumah, sehingga waktu Ibu untuk menyusui bayinya akan berkurang. 7

5.5 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan ekonomi

Status ekonomi keluarga tidak memiliki hubungan bermakna dengan lamanya amenorrhea
laktasi (p=0,947). Hasil ini sesuai dengan penelitian Irawaty P dengan nilai p=0,21. 15 Tetapi
hasil ini tidak sesuai dengan penelitian oleh McNeilly yang menyatakan sosioekonomi
memiliki hubungan baik terkait lamanya amenorrhea laktasi. Penelitian oleh Singh
menjelaskan Ibu pada sosioekonomi lebih tinggi dimungkinkan karena pendidikan Ibu yang
lebih tinggi, sehingga lebih cenderung memiliki pekerjaan jika dibandingkan dengan Ibu
dengan pendapatan keluarga rendah. 7
24

5.6 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan pengetahuan

Sebanyak 34 responden (65,4%) memiliki pengetahuan yang cukup. Pada hasil analisis
bivariat, pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan lamanya masa amenorrhea (p=0,393).
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara pengetahuan dengan lamanya
metode amenorrhea laktasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kasmiandriani.

5.8 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan gizi

Status gizi menunjukkan hubungan yang tidak bermakna terhadap lamanya amenorrha
(p=0,7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Papua oleh Tracer DP. Hasil ini
berbeda dengan penelitian lain, salah satunya penelitian di Afrika, dimana status gizinya
cenderung rendah, lama amenorrhea laktasi dapat mencapai 3 tahun. Ibu dengan gizi buruk
memiliki kemungkinan untuk tetap amenoragik pasca masa laktasi. Gizi buruk pada Ibu
menyusui cenderung memproduksi asi dengan volume yang lebih sedikit, sehingga akan
terjadi penambahan durasi menghisap putting Ibu oleh bayi (suckling reflex), sehingga
menyebabkan meningkatnya lama amenorrhea.

5.7 Lamanya amenorrhea laktasi berdasarkan

5.7.1 Lamanya menyusui

Didapatkan bahwa lama menyusui memiliki hubungan yang bermakna terhadap


lamanya amenorrhea laktasi (p=0,001). Hubungan antara lama menyusui dengan
masa amenorrhea sebesar 0,477, yang berarti hubungan cukup kuat.
5.7.2 Frekuensi menyusui

Sebanyak 23 Ibu yang menyusui 8 – 12x memiliki nilai tengah masa amenorrhea
laktasi selama 5 bulan. Pada uji post-hoc didapatkan adanya perbedaan antara ama
amenorrhea laktasi antara kelompok (1) <8x/hari dan 8-12x/hari (p=0,048); dan (2) 8-
12x/hari dan >12x/hari (p=0,024)

Hal ini sesuai dengan penelitian Singh et al (p<0,01). Semakin lama dan sering seorang Ibu
menyusui, maka akan lebih lama produksi hormon yang berkaitan dengan kembalinya
menstruasi. Penelitian oleh Suparmi menunjukkan Ibu yang memberikan ASI selama 5 – 6
bulan menurunkan kembalinya mens sebanyak 45%. Pada saat menyusui juga terdapat
stimulasi menghisap pada putting payudara ibu, dan memiliki efek ke produksi prolaktin oleh
25

kelenjar pituitary. Prolaktin memiliki efek mengsupresi GnRH, sehingga sekresi FSH dan LH
akan terhambat, dan menyebabkan amenorrhea pada Ibu post-partum. 7,12
26

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan :

1. Rerata lama menyusui 4,8 bulan pada Ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Duri
Utara.
2. Rerata lama amenorrhea laktasi adalah 4,19 bulan pada Ibu menyusui di wilayah kerja
Puskesmas Duri Utara.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama menyusui, frekuensi menyusui, dan
pekerjaan terhadap lamanya amenorrhea laktasi pada Ibu menyusui di wilayah kerja
Puskesmas Duri Utara.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun
demikian masih memiliki keterbatasan, yaitu :

1. Responden penelitian ini hanya terbatas pada Ibu menyusui di wilayah kerja
Puskesmas Duri Utara, sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan pada
kelompok dengan jumlah yang lebih besar.
2. Peneliti tidak bisa mengontrol jawaban responden secara langsung, sehingga dapat
dimungkinkan adanya bias dalam pengisian kuisioner meski sudah dipandu saat
dilakukan pengisian.

6.3 Saran

1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan menggunakan metode


yang berbeda dan sampel yang lebih besar sehingga tingkat pembuktian hasil lebih
tinggi dan dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan umum.
2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lainnya yang
berhubungan dengan lamanya amenorrhea laktasi, sebagai contoh kadar prolaktin,
penggunaan kontrasepsi, dan cara menyusui Ibu.

Anda mungkin juga menyukai

  • S DHF
    S DHF
    Dokumen27 halaman
    S DHF
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • ISPA
    ISPA
    Dokumen8 halaman
    ISPA
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Tablet FE Pada Remaja Putri
    Tablet FE Pada Remaja Putri
    Dokumen10 halaman
    Tablet FE Pada Remaja Putri
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen12 halaman
    Asma
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Kejang Anak
    Kejang Anak
    Dokumen9 halaman
    Kejang Anak
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 - 6 Revisi
    Bab 3 - 6 Revisi
    Dokumen15 halaman
    Bab 3 - 6 Revisi
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen13 halaman
    Lamp Iran
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Jarum Dan Benang Bedah
    Jarum Dan Benang Bedah
    Dokumen10 halaman
    Jarum Dan Benang Bedah
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Ablasio Retina
    Ablasio Retina
    Dokumen40 halaman
    Ablasio Retina
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Ablasio Retina
    Ablasio Retina
    Dokumen27 halaman
    Ablasio Retina
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen26 halaman
    Kata Pengantar
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • 3 Teknik Pakai Baju OK
    3 Teknik Pakai Baju OK
    Dokumen18 halaman
    3 Teknik Pakai Baju OK
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Yohihihj
    Yohihihj
    Dokumen24 halaman
    Yohihihj
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Uujo
    Uujo
    Dokumen20 halaman
    Uujo
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Referat Transportasi Pesawat 2
    Referat Transportasi Pesawat 2
    Dokumen25 halaman
    Referat Transportasi Pesawat 2
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Katarak Pada Diabetes Mellitus
    Katarak Pada Diabetes Mellitus
    Dokumen21 halaman
    Katarak Pada Diabetes Mellitus
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Referat Transportasi Pesawat 2
    Referat Transportasi Pesawat 2
    Dokumen25 halaman
    Referat Transportasi Pesawat 2
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Ryj 6 Uw
    Ryj 6 Uw
    Dokumen5 halaman
    Ryj 6 Uw
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Transportasi Jenazah
    Transportasi Jenazah
    Dokumen34 halaman
    Transportasi Jenazah
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Episkleritis
    Episkleritis
    Dokumen19 halaman
    Episkleritis
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Episkleritis Os
    Episkleritis Os
    Dokumen34 halaman
    Episkleritis Os
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Dokcil P3K
    Dokcil P3K
    Dokumen27 halaman
    Dokcil P3K
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • POAG
    POAG
    Dokumen32 halaman
    POAG
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Anatomi SSP
    Anatomi SSP
    Dokumen35 halaman
    Anatomi SSP
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Katarak Pada Diabetes Mellitus
    Katarak Pada Diabetes Mellitus
    Dokumen21 halaman
    Katarak Pada Diabetes Mellitus
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading Indo
    Journal Reading Indo
    Dokumen10 halaman
    Journal Reading Indo
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen5 halaman
    Kata Pengantar
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Mata
    Pemeriksaan Mata
    Dokumen30 halaman
    Pemeriksaan Mata
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat
  • Impetigo Krustosa
    Impetigo Krustosa
    Dokumen6 halaman
    Impetigo Krustosa
    タナトス Thanatos
    Belum ada peringkat