Faktor Neurotransmitter
Neurotransmitter yang paling berpengaruh pada patofisiologi gangguan afektif bipolar ini
Norepinefrin
Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas dari reseptor Beta
adrenergic dan dalam klinik hal ini di buktikan oleh respon pada penggunaaan anti
depresan yang cukup baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari sistem
noradrenergic pada depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor Beta-2 presinaps pada
depresi karena aktivitasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan dari pelepasan
norepinefrin. Reseptor Beta-2 juga terletak pada neuron serotoninergic dan berperan
Serotonin
Teori ini di dukung oleh respon pengobatan SSRI dalam mengatasi depresi. Rendahnya kadar
serotonin dapat menjadi faktor resipitas depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri
memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebrospinal nya dan memiliki kadar
Dopamine
Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga di duga memiliki peran. Data
memperkirakan nahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi dan meningkat pada
mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah jalur mesolimbic dopamine
tidak berfungsi terjadi pada depresi dan dopamine reseptor D1 hipoaktif pada keadaan
depresi
Faktor Bio-Psikososial
otak. Secara psikososial di kaitkan dengan pola asuh masa kanak – kanak, stress yang
menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan masik banyak faktor
lainnya.
generasinya, 50% pasien bipolar memiliki satu orang tua dengan gangguan afektif, yang
tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orangtua mengidap gangguan bipolar maka
Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 50% sampai 75% anaknya
memiliki resiko menderita gangguan afektif. Keturunan pertama dari seseorang yang
menderita bipolar beresiko menderita gangguan serupa sebesar 8-18 kali. Bahkan resiko
pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (50%) sedangkan
kembar dizigot lebih rendah yakni 5-25%. Beberapa studi berhasil membuktikan