Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Preeklampsia adalah sindrom klinis pada masa kehamilan (setelah

kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140/90

mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari) pada wanita yang tekanan darahnya

normal pada usia kehamilan sebelum 20 minggu. Preeklampsia merupakan

penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai oleh hipertensi, tetapi juga disertai

peningkatan resistensi pembuluh darah, disfungsi endotel difus, proteinuria, dan

koagulopati, Pada 20% wanita preeklampsia berat didapatkan sindrom HELLP

(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan

hemolisis, peningkatan enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan

sistem koagulasi. Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000

kehamilan. Sekitar 20% sindrom HELLP mengalami koagulasi intravaskuler

diseminata, yang memper buruk prognosis baik ibu maupun bayi.

Eklampsia merupakan jenis preeklampsia berat yang ditandai dengan

adanya kejang, terjadi pada 3% dari seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak

pada eklampsia disebabkan oleh edema serebri. Perubahan substansia alba yang

terjadi menyerupai ensefalopati hipertensi. Komplikasi serebrovaskuler, seperti

stroke dan perdarahan serebri, merupakan penyebab kematian terbesar pada

eklampsia.

2. Patofisiologi

Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan

perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu
pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan abnormal remodeling

dinding arteri spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat perkembangan plasenta,

diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi maternal menyebabkan

terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut juga

fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen pokok

respons infl amasi sistemik maternal dan disfungsi endotel.

Selain itu, didapatkan perubahan irama sirkadian normal, yaitu tekanan

darah sering kali lebih tinggi pada malam hari disebabkan peningkatan aktivitas

vasokonstriktor simpatis, yang akan kembali normal setelah persalinan. Hal ini

mendukung penggunaan metildopa sebagai antihipertensi. Tirah baring sering

dapat memperbaiki hipertensi pada kehamilan, mungkin karena perbaikan perfusi

uteroplasenta. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penting terjadinya

preeklampsia. Dislipidemia dan diabetes melitus gestasional meningkatkan risiko

preeklampsia dua kali lipat, mungkin berhubungan dengan disfungsi endotel. Pada

preeklampsia, fraksi filtrasi renal menurun sekitar 25%, padahal selama kehamilan

normal, fungsi renal biasanya meningkat 35-50%. Klirens asam urat serum

menurun, biasanya sebelum manifestasi klinis. Kadar asam urat >5,5 mg/dL

akibat penurunan klirens renal dan fi ltrasi glomerulus merupakan penanda

penting preeklampsia.

3. Etiologi
Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui ada beberapa faktor

risiko

yang berhubungan dengan kejadian pre-eklampsia, di bawah ini :

Tabel 2. Faktor risiko preeklampsia


• Nullipara

• Multiparietas

• Riwayat keluarga preeklampsia

 Hipertensi kronis

• Diabetes melitus

• Penyakit ginjal

• Riwayat preeklampsia onsetdini pada kehamilan sebelumnya (<34 minggu)

• Riwayat sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet)

• Obesitas

• Mola hidatidosa

4. Diagnosis
Menurut American College of Obstetrics and Gynecology, diagnosis

dibuat jika tekanan darah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran disertai

proteinuria >300 mg/hari. Edema, yang merupakan gambaran klasik

preeklampsia, tidak lagi digunakan sebagai dasar diagnosis karena sensitivitas

maupun spesifisitasnya rendah. Pada 20% kasus tidak ditemukan proteinuria atau-

pun hipertensi. Pemeriksaan laboratorium, seperti tes fungsi hepar, pemeriksaan

protein urin, dan kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan

target organ, tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.

5. Penatalaksanaan
Terdapat perbedaan manajemen hipertensi pada kehamilan dan di luar

kehamilan.Kebanyakan kasus hipertensi di luar kehamilan merupakan hipertensi

esensial yang bersifat kronis. Terapi hipertensi di luar kehamilan ditujukan untuk
mencegah komplikasi jangka panjang, seperti stroke dan infark miokard,

sedangkan hipertensi pada kehamilan biasanya kembali normal saat post-partum,

sehingga terapi tidak ditujukan untuk pencegahan komplikasi jangka panjang.

Preeklampsia berisiko menjadi eklampsia, sehingga diperlukan penurunan tekanan

darah yang cepat pada preeklampsia berat. Selain itu, preeklampsia melibatkan

komplikasi multisistem dan disfungsi endotel, meliputi kecenderungan

protrombotik, penurunan volume intravaskuler, dan peningkatan permeabilitas

endotel. Preeklampsia onset dini (<34 minggu) memerlukan penggunaan obat

antihipertensi secara hati-hati; selain itu, diperlukan tirah baring dan monitoring

baik terhadap ibu maupun bayi. Pasien preeklampsia biasanya sudah mengalami

deplesi volume intravaskuler, sehingga lebih rentan terhadap penurunan tekanan

darah yang terlalu cepat; hipotensi dan penurunan aliran uteroplasenta perlu

diperhatikan karena iskemi plasenta merupakan hal pokok dalam patofisiologi

preeklampsia. Selain itu, menurunkan tekanan darah tidak mengatasi proses

primernya. Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko ibu,

yang meliputi abrupsi plasenta, hipertensi urgensi yang memerlukan rawat inap,

dan kerusakan organ target (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler).

Risiko kerusakan organ target meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-

tiba autoregulasi serebral yang meningkatkan risiko perdarahan serebral. Selain

itu, risiko abrupsi plasenta dan asfi ksia juga meningkat. Penurunan tekanan darah

yang terlalu cepat dan mendadak dapat menurunkan perfusi uteroplasenta,

sehingga dapat menyebabkan hipoksia janin. Target tekanan darah adalah sekitar

140/90 mmHg. Obat Antihipertensi


a. Hipertensi ringan-sedang
Keuntungan dan risiko terapi antihi pertensi pada hipertensi ringan-sedang

(tekanan darah sistolik 140-169 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-109

mmHg) masih kontroversial. Guideline European Society of Hypertension

(ESH) / European Society of Cardiology(ESC) terbaru merekomendasikan

pemberian terapi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg

pada wanita dengan:


• Hipertensi gestasional (dengan atau tanpa proteinuria)
• Hipertensi kronis superimposed hipertensi gestasional
• Hipertensi dengan kerusakan target organ subklinis atau adanya gejala selama

hamil .

b. Hipertensi berat
ESC merekomendasikan jika tekanan darah sistolik >170 mmHg atau

diastolik >110 mmHg pada wanita hamil diklasifi kasikan sebagai emergensi dan

merupakan indikasi rawat inap. Terapi farmakologis dengan labetalol intravena,

metildopa oral, atau pada wanita yang sebelumnya normotensi.Tekanan darah

>170/110 mmHg merusak endotel secara langsung. Pada tekanan darah 180-

190/120-130 mmHg terjadi kegagalan untuk mengalami hipertensi di kemudian

hari. Setelah follow up selama 7 tahun pada 223 wanita yang mengalami

eklampsia, didapatkan bahwa risiko paling tinggi adalah pada wanita yang

mengalami hipertensi pada usia kehamilan sebelum 30 minggu. Wanita dengan

hipertensi gestasional juga mengalami resistensi insulin lebih tinggi.


Wanita preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskuler lebih tinggi bahkan

hingga bertahun-tahun pasca persalinan, serta mempunyai risiko lebih besar

terjadinya disfungsi dan hipertrofi ventrikel kiri asimptomatik dalam 1-2 tahun

pasca-persalinan.Risiko kematian karena penyakit kardio-serebrovaskuler juga

dua kali lebih besar pada wanita dengan riwayat preeklampsia. Wanita dengan

riwayat preeklampsia onset sebelum 34 minggu atau preeklampsia yang disertai


persalinan preterm mempunyai risiko kematian karena penyakit kardiovaskuler 4-

8 kali lebih besar dibandingkan wanita dengan kehamilan normal.Mekanismenya

masih belum diketahui pasti, tetapi disfungsi endotel yang berkaitan erat dengan

proses aterosklerosis menetap selama bertahun-tahun setelah kejadian

preeklampsia. Tiga bulan hingga paling tidak tiga tahun pasca-persalinan masih di

dapat kan gangguan dilatasi endotel. Wanita dengan riwayat preeklampsia juga

dilaporkan lebih sensitif terhadap angiotensin II dan garam. Penanda aktivasi

endotel, meliputi vascular cell adhesion molecule-1 dan intercellular adhesion

molecule-1 kadarnya lebih tinggi hingga >15 tahun pasca-persalinan. Adanya

diabetes melitus, hipertensi kronis, dan penyakit ginjal sebelum kehamilan dapat

meningkatkan risiko preeklampsia. Obat antihipertensi larut lemak konsentrasinya

dapat lebih tinggi di air susu ibu (ASI). Paparan neonatus pada penggunaan obat

metildopa, labetalol, captopril, dan nifedipin rendah, sehingga obat-obat ini

dianggap aman diberikan selama menyusui. Diuretik juga didapatkan pada

konsentrasi rendah, tetapi dapat mengurangi produksi ASI. Metildopa sebaiknya

dihindari pasca-persalinan karena dapat menyebabkan depresi pasca melahirkan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Myrta Risalina. 2015. Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklamsia.

Jakarta: Journal CDK. Vol. 42 no. 4.


2. POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Jakarta : PB. POGI
TUGAS REFERAT

KEHAMILAN UK 39-40 MINGGU DENGAN


PER

Oleh :

Nama : Siti Dewi Ambarwati

Nim : 201310330311072
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang

2017

Anda mungkin juga menyukai