Catatan Kuliah Hukum Perdata
Catatan Kuliah Hukum Perdata
Penafsiran Perjanjian adalah apa apa yang dimaksud oleh kedua belah pihak itu tidak mencapai
kejelasan.
Jika kata kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan
jalan penafsiran"
Contoh : yang diperjanjikan 1 ton beras, tetapi mengirimkan 3 ton gabah. Kalau di dalam perjanjian
sudah jelas, maka tidak boleh ditafsirkan lain.
Jika kata kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya
menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti
kata kata menurut huruf.
Contoh: Ada suatu Jual beli dengan angsuran, tanggal 25 Juli Penjual memohon supaya membayar
uang muka, maksud penjual 1 agustus sudah mulai angsuran pertama, namun pembeli menafsirkan
lain.
Jika suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang
sedemikian rupa yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang
tidak memungkinkan suatu pelaksanaan.
Contoh: Mengirim mentega dalam perjanjian namun bisa diartikan mentega yang terbuat dari
tumbuh tumbuhan dan mentega dari susu, penjual dan pembeli menyebutkan mentega itu seperti
apa dan tidak ditulis dalam dokumen kontrak. Kemudian timbul sebuah kebiasaan yang ada di
dalam suatu tempat tersebut.
Jika kata kata dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling
selaras dengan sifat perjanjian.
Apa yang meragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi dalam negeri atau di tempat di
mana perjanjian telah dibuat
Contoh: ada jual beli makanan pokok, terjadinya di mana? kalau di Maluku maka jual belinya Sagu.
Kalau di Jawa, maka jual belinya beras. Jadi kelihat kebiasan dari segi tempat.
Hal hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggapm secara diam diam dimasukkan
dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.
Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian, harus diartikan dalam hubungan satu sama lain,
tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.
Jika ada keragu raguan maka suatu perjajian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah
meminta diperjanjikannya suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya
untuk itu