Anda di halaman 1dari 2

Penafsiran Perjanjian dalam Hukum Kontrak

Pengertian Penafsiran Perjanjian

Penafsiran Perjanjian adalah apa apa yang dimaksud oleh kedua belah pihak itu tidak mencapai
kejelasan.

Di dalam hukum perdata, penafsiran perjanjian sifatnya terbuka.

Pasal Pasal tentang Penafsiran suatu Perjanjian

Pasal 1342 KUHPerdata.

Jika kata kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang daripadanya dengan
jalan penafsiran"

Contoh : yang diperjanjikan 1 ton beras, tetapi mengirimkan 3 ton gabah. Kalau di dalam perjanjian
sudah jelas, maka tidak boleh ditafsirkan lain.

2. Pasal 1343 KUHPerdata

Jika kata kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya
menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti
kata kata menurut huruf.

Contoh: Ada suatu Jual beli dengan angsuran, tanggal 25 Juli Penjual memohon supaya membayar
uang muka, maksud penjual 1 agustus sudah mulai angsuran pertama, namun pembeli menafsirkan
lain.

3. Pasal 1344 KUH perdata

Jika suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang
sedemikian rupa yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang
tidak memungkinkan suatu pelaksanaan.

Contoh: Mengirim mentega dalam perjanjian namun bisa diartikan mentega yang terbuat dari
tumbuh tumbuhan dan mentega dari susu, penjual dan pembeli menyebutkan mentega itu seperti
apa dan tidak ditulis dalam dokumen kontrak. Kemudian timbul sebuah kebiasaan yang ada di
dalam suatu tempat tersebut.

4. Pasal 1345 KUH perdata

Jika kata kata dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling
selaras dengan sifat perjanjian.

5. Pasal 1346 KUH perdata

Apa yang meragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi dalam negeri atau di tempat di
mana perjanjian telah dibuat
Contoh: ada jual beli makanan pokok, terjadinya di mana? kalau di Maluku maka jual belinya Sagu.
Kalau di Jawa, maka jual belinya beras. Jadi kelihat kebiasan dari segi tempat.

6. Pasal 1347 KUH perdata

Hal hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggapm secara diam diam dimasukkan
dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.

7. Pasal 1348 KUH Perdata

Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian, harus diartikan dalam hubungan satu sama lain,
tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.

8. Pasal 1349 KUH Perdata

Jika ada keragu raguan maka suatu perjajian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah
meminta diperjanjikannya suatu hal, dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya
untuk itu

Anda mungkin juga menyukai