Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata(KUH Perdata) syarat-syarat sahnya kontrak dijelaskan sebagai berikut: 1. Perspektif KUH perdata Dalam pandangan hukum Eropa Kontinental, adapun syarat-syarat suatu perjanjian telah diatur pada Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru Belanda. Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata menentukan adanya empat syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain: (1) Kesepakatan antara kedua pihak (2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (3) Adanya objek (4) Adanya kausa yang halal a. Kesepakatan kedua pihak Syarat ini merupakan syarat utama sahnya suatu kontrak dengan adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Hal ini telah diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Artinya, kesepakatan tersebut merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yakni sebagai berikut: 1) Bahasa sempurna dan tertulis 2) Bahasa sempurna secara lisan 3) Bahasa tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan 4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya 5) Diam ataupun membisu, asalkan dapat dipahami dan diterima oleh pihak lawan b. Kecakapan dalam Bertindak Kecakapan bertindak merupakan kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan hukum ialah perbuatan yang akan memicu timbulnya akibat hukum. Pihak yang akan mengadakan perjanjian haruslah Pihak yang cakap hukum serta memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-undang bahwa orang yang cakap akan hukum dan berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Parameter kedewasaan seseorang adalah yang berusia 21 tahun dan sudah menikah sedangkan orang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum yaitu: 1) Anak dibawah umur 2) Orang yang dibawah pengampunan 3) Istri (sesuai dengan ketentuan pada pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963. c. Adanya Objek Perjanjian Dalam berbagai referensi disebutkan yang menjadi objek suatu perjanjian adalah prestasi atau disebut dengan pokok perjanjian. Prestasi merupakan apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi terdiri atas: (1) Memberikan sesuatu (2) Berbuat sesuatu (3) Tidak berbuat sesuatu d. Adanya Causa yang Halal Pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan definisi dari causa yang halal. Dalam pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya menyebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan serta ketertiban umum. (4)