Anda di halaman 1dari 38

CHAPTER I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persaingan bisnis saat ini sangat kompetitif, tiap usaha yang dilakukan membutuhkan
proses secara efektif dan efisien guna mendapat bisnis proses yang baik. Perkembangan
teknologi saat ini sangat cepat berkembang dengan ketatnya persaingan di industri, sehingga
perusahaan dituntut untuk berkembang dan membuat inovasi dalam segala bidang (Syukron,
2013). Perusahaan butuh banyak cara agar bisa berjuang pada sengitnya kompetisi antar
perusahaan.
Desain tata letak salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi dan juga menjaga agar
mudah dalam bekerja. Tata letak dalam ruang produksi adalah sebuah bagian yang mendasar
dalam dunia industri. Penempatan tata letak atau fasilitas tata letak adalah prosedur untuk
mengatur penempatan fasilitas seperti ruang produksi dan ruang lain yang penting bagi
perusahaan, yang dilakukan untuk menunjang kelancaran proses produksi (Adhiana, T. P.,
dkk,2017 ). Menata letak fasilitas sebaiknya berdasarkan apa yang ada pada perusahaan untuk
mendapatkan waktu dan biaya produksi yang optimal. Tata letak fasilitas yang kurang
direncanakan dengan baik dengan mempertimbangkan pergerakan material akan menimbulkan
permasalahan seperti penurunan produksi dan peningkatan biaya. Sehingga perencanaan tata
letak fasilitas dilakukan untuk mendukung proses produksi sehingga dicapai efektifitas dan
efisiensi (Pailin, 2013). Perusahaan yang bergerak di bidang furnitur adalah perusahaan yang
memproduksi kursi dan jenis lainnya. UKM Karya Jati Yogyakarta memilliki beberapa
departemen,akan tetapi memiliki permasalahan dalam penempatan departemen tersebut. Hal ini
menyebabkan tidak efektif dan efisiennya aktivitas produksi. Permasalahan yang berhubungan
dengan layout adalah penempatan fasilitas produksi yang kurang tepat sehingga menyebabkan
jarak pergerakan material menjadi panjang dan akan berdampak pada mahalnya biaya
pergerakan material yang harus dikeluarkan.
Dalam penelitian ini digunakan aplikasi simulasi flexim. Hal ini dikarenakan untuk
meniru kondisi stasiun kerja pada UKM Karya Jati Yogyakarta. Karenanya simulasi model nyata
dengan alternatif yang ditawarkan untuk mendapatkan solusi optimal pada tata letak fasilitas
UKM Karya Jati Yogyakarta dapat dilakukan.

1.2 Alasan Menggunakan Descrete Event Simulation (DES)

Untuk dapat meningkatkan efisiensi dari sistem nyata diperlukan eksperimen. Akan tetapi
dengan melakukan eksperimen secara langsung pada sistem nyata adalah hal yang beresiko yang
dapat menyebabkan kerusakan sistem kerja dalam sistem (Sharma,2015)
BAB II

FUNGSI TUJUAN MODEL SIMULASI

2.1 Fungsi Tujuan

UKM Karya Jati Yogyakarta memiliki permasalahan pada tidak dilakukan penataan dengan
benar. Hal ini berdampak terhadap tidak efektif dan efisiennya aktivitas produkasi, Selain itu,
dengan penataan layout yang tidak dipertimbangkan dengan baik akan meningkatkan jarak aliran
material yang relatif jauh sehingga dapat meningkatkan biaya material handling. Oleh karena itu
dibentuklah model usulan yang berupa penataan layout pada fasilitas produksi yang ada pada
UKM Karya Jati Yogyakarta untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Tujuan dari pembuatan model ini adalah untuk mendapatkan solusi layout yang optimal
sehingga dapat meningkatkan produktifitas pada aktivitas produksi. Selain itu pemodelan ini juga
memiliki tujuan yang berupa meminimalkan biaya material handling.
CHAPTER III

KONSEPTUAL MODEL

3.1 Alur Proses


Pada bahasan kali ini akan menjelaskan konsep model dari alur proses pembuatan jendela guna
memodelkan simulasi nantinya. Konseptual model akan mewakili dari keadaan nyatanya, konsep
ini akan dituangkan pada flow process chart. Alur proses yang ada pada UKM Karya Jati
Yogyakarta, terdapat dari beberapa bagian dari kedatangan material, pemotongan, hingga proses
finishing.
Pada gambar 3.1 akan menampilkan alur proses yang ada pada alur produksi pada UKM
Karya Jati Yogyakarta, berikut alur produksinya:

Gambar 3.1 Alur Proses


Alur proses pada gambar diatas menjelaskan dari hulu ke hilir alur produksi pembuatan
jendela, berikut penjelasannya:
 Kedatangan material, terdapat 2 kedangatan material pada produksi pembuatan
jendela ini, yaitu: kayu dan kaca.
 Loading material, terdapat 2 loading material pada alur produksi, yaitu: material
kayu dan kaca.
 Pemotongan kayu, selanjutnya pada alur proses terdapat pemotongan material kayu,
dibagi menjadi 2 pemotongan, yaitu pemotongan manual dan dengan mesin. Disini
gunanya untuk manual yaitu pembuatan kerangka jendela dan mesin untuk
pembuatan pin.
 Penghalusan kayu, pada proses ini terdapat 2 bagian, yaitu penghalusan untuk kayu
panjang dan kayu pendek pada mesin pasah.
 Penyaringan serbuk, proses ini hanya menyaring serbuk kayu bekas pemotongan
untuk proses pengeleman nantinya.
 Pembuatan pins, setelah memotong log kayu dengan mesin gergaji maka akan
dibentuk pins menggunakan mesin pedal.
 Pembentukan model kerangka, setelah melakukan penghalusan kayu panjang dan
pendek terdapat pembentukan kerangka sesuai panjang pendeknya kayu untuk
memproduksi jendela dengan 2 ukuran, yaitu jendela panjang dan pendek.
 Pengeleman serbuk, pada proses ini serbuk serbuk kayu yang sudah disaring maka
akan dilem untuk disatukan dengan model kerangka yang berguna untuk penyatuan
pins dengan kerangka model.
 Assembly, selanjutnya hasil dari pemotongan kayu, pembuatan pins, pembentukan
model kerangka, dan loading kaca pada proses ini merakit dari hasil tersebut menjadi
sebuah jendela kaca dengan kerangka kayu.
 Proses akhir, setelah merakit menjadi sebuah jendela, proses ini terdapat kegiatan
plitur dan packing jendela.
Pernyataan diatas sudah menjelaskan alur produksi yang ada pada UKM Karya Jati
Yogyakarta, berikut ini akan menjelaskan struktur produk jendela yang akan digambarkan pada
gambar 3.2, sebagai berikut:
3.2 Struktur Produk Jendela

Struktur produk jendela atau Bill of Material dari jendela dapat dijelaskan terdapat 3 level
pada produksi ini, yaitu:
 Level 0: Jendela
 Level 1: Kayu Panjang, Kayu Pendek, dan Kaca.
 Level 2: Pins dan Serbuk Kayu.

Data

1. Historical Data
Data yang didapatkan dari UKM Karya Jati Jogja adalah berupa data output dari 30 kali
produksi dan juga proses time dari tiap-tiap produksinya. Data historis dari output
produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel XX dibawah:

Output
(historical
No data)
1 1
2 1
3 3
4 2
5 1
6 1
7 1
Output
(historical
No data)
8 3
9 1
10 2
11 1
12 1
13 1
14 3
15 1
16 3
17 1
18 1
19 2
20 1
21 1
22 1
23 3
24 1
25 1
26 2
27 2
28 2
29 1
30 1
Sedangkan data historis dari masing-masing waktu prosesnya dapat dilihat pada Tabel XX dibawah:

Machine saw Saw Filter Pedal Glue Pasah 1 Pasah 2 Profiler 1 Profiler 2 finishing Assembly 2
1 24,12 4,17 10,55 6,62 2,75 9,12 7,22 15,23 9,30 5,35 50,80
2 19,90 4,27 9,88 6,42 2,85 9,52 7,00 14,50 11,00 4,33 52,35
3 21,25 5,42 10,12 6,18 2,52 10,60 7,15 14,98 9,80 4,00 53,20
4 20,68 4,28 8,50 7,23 2,78 9,28 7,10 15,38 10,32 6,00 52,73
5 17,62 4,42 8,40 7,23 3,13 10,97 7,13 15,48 10,78 5,62 56,62
6 18,00 4,55 10,40 6,43 3,20 9,78 6,70 14,90 10,80 5,95 56,92
7 20,47 4,87 9,92 6,37 2,67 9,02 7,28 15,37 10,95 5,82 53,57
8 20,97 5,67 9,78 7,93 2,58 10,28 6,73 14,95 9,53 5,47 52,88
9 21,18 4,63 10,77 7,08 2,65 9,07 7,23 15,63 9,45 4,05 51,62
10 16,45 5,07 8,50 7,25 2,52 9,92 6,97 14,48 10,23 5,28 52,07
11 23,15 5,62 10,05 7,67 2,50 9,27 7,22 15,08 10,25 4,50 50,87
12 23,78 4,48 8,17 7,57 2,82 9,28 7,28 14,57 9,95 5,63 51,85
13 23,97 5,43 10,95 8,00 2,95 9,10 6,80 15,50 9,28 5,47 51,03
14 16,23 5,07 9,53 7,85 3,32 9,07 6,97 14,03 10,17 5,00 54,52
15 21,85 5,68 10,68 6,23 2,78 9,92 7,27 14,92 9,38 4,40 56,32
16 19,60 4,83 8,73 6,48 2,83 9,80 6,77 15,07 10,97 6,00 55,93
17 22,83 5,48 10,97 6,67 2,88 9,13 6,70 14,13 10,38 4,90 50,37
18 20,80 4,57 10,60 7,87 2,92 9,82 6,83 15,55 9,77 5,45 52,47
19 16,90 5,52 8,62 7,45 2,72 10,17 6,83 14,20 10,42 5,48 55,98
20 19,18 5,80 10,42 6,58 3,07 10,05 6,98 15,73 9,83 5,68 54,98
21 18,27 4,73 10,85 7,07 3,07 10,05 6,67 15,08 9,48 5,53 55,88
22 24,58 4,85 9,50 6,08 3,17 9,03 6,85 14,48 10,35 5,10 52,57
23 20,27 5,88 9,23 7,82 2,90 10,88 6,92 15,50 10,78 4,85 52,73
24 23,12 4,02 10,52 7,17 3,20 10,23 6,77 15,68 10,73 5,23 52,80
25 23,32 4,90 9,67 6,60 2,83 10,77 6,75 14,52 9,05 4,83 51,22
26 16,07 4,98 10,77 6,83 2,58 10,77 7,07 14,38 10,75 4,02 57,45
27 16,25 5,52 8,85 6,88 2,87 9,90 7,33 15,82 9,53 4,72 50,58
28 20,47 4,60 9,35 7,00 2,68 10,80 7,12 14,00 9,38 5,37 55,07
29 22,52 4,73 8,75 7,87 2,83 9,10 7,00 14,63 9,98 5,78 50,80
30 16,03 4,50 8,38 6,20 2,83 9,25 6,95 15,10 10,88 4,83 50,73
CHAPTER III

PENGOLAHAN DATA

4.1. Model Inisial


Experfit
Berdasarkan data waktu proses pada Tabel XX, dapat dilihat bahwa tiap proses memiliki waktu
proses yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat disebabkan karena pekerjaan tersebut dilakukan
oleh operator yang memiliki kondisi dan kinerja yang beragam karena adanya terjadi error, tiap
operator dapat melakukan pekerjaan ganda, dan hal-hal lain yang dapat membuat waktu proses di
tiap operator berbeda-beda. Oleh karena itu, telah dilakukan perhitungan jenis distribusi untuk
tiap proses agar dapat digunakan pada software Flexsim. Dalam tahap ini bantuan Experfit yang
merupakan fitur dalam Flexsim telah digunakan. Hasil dari distribusi tersebut adalah:

1. Waktu proses mesin gergaji


Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses mesin gergaji dapat dilihat pada
Gambar XX dibawah ini:

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
mesin gergaji adalah distribusi Beta dengan relative score sebesar 97.58 yang diikuti
dengan distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 97.58 dan Weibull(E) dengan
relative score sebesar 91.94. Karena jenis distribusi Beta dan Johnson SB memiliki nilai
relative score yang sama, maka pada tahapan ini akan digunakan jenis distribusi Beta.
Kemudian hasil tersebut dimasukkan kedalam mesin pada software Flexsim. Grafik
distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX berikut:

2. Waktu proses gergaji


Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses mesin gergaji dapat dilihat pada
Gambar XX dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
mesin gergaji adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 87.90 yang
diikuti dengan distribusi Erlang(E) dengan relative score sebesar 86.29 dan Beta dengan
relative score sebesar 85.48. Dapat dilihat bahwa distribusi Johson SB dengan nilai
relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses mesin pada
software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX berikut:
3. Waktu proses penyaringan
Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses penyaringan dapat dilihat pada
Gambar XX dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
proses penyaringan adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 99.19
yang diikuti dengan distribusi Beta dengan relative score sebesar 97.58 dan Weibull
dengan relative score sebesar 87.90. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson SB dengan
nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses mesin
pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX
berikut:
4. Waktu proses pedal
Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses pedal dapat dilihat pada Gambar XX
dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses pedal adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 97.58
yang diikuti dengan distribusi Beta dengan relative score sebesar 95.97 dan Rayleigh(E)
dengan relative score sebesar 88.71. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson SB dengan
nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses pedal
pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX
berikut:

5. Waktu proses pasah 1


Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses pasah 1 yang merupakan proses
pasha untuk kayu panjang dapat dilihat pada Gambar XX dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses pasah 1 adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 100.00
yang diikuti dengan distribusi Beta dengan relative score sebesar 96.77 dan Rayleigh(E)
dengan relative score sebesar 87.90. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson SB dengan
nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses pasah 1
pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX
berikut:
6. Waktu proses pasah 2
Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses pasah 2 yang merupakan proses
pasah untuk kayu pendek dapat dilihat pada Gambar XX dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses pasah 2 adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 99.11
yang diikuti dengan distribusi Beta dengan relative score sebesar 95.54 dan Rayleigh(E)
dengan relative score sebesar 85.71. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson SB dengan
nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses pasah 2
pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX
berikut:

7. Waktu proses profiler 1


Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses profiler 1 yang merupakan proses
pembentukan rangka jendela untuk kayu panjang dapat dilihat pada Gambar XX dibawah
ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses profiler 1 adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 98.39
yang diikuti dengan distribusi Beta dengan relative score sebesar 96.77 dan Erlang(E)
dengan relative score sebesar 80.65. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson SB dengan
nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses profiler
1 pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX
berikut:
8. Waktu proses profiler 2
Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses profiler 2 yang merupakan proses
pembentukan rangka jendela untuk kayu pendek dapat dilihat pada Gambar XX dibawah
ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses profiler 1 adalah distribusi Beta dengan relative score sebesar 99.19 yang
diikuti dengan distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 96.77 dan
Rayleigh(E) dengan relative score sebesar 87.90. Dapat dilihat bahwa distribusi Beta
dengan nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses
profiler 2 pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada
Gambar XX berikut:

9. Waktu proses mixing


Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses mixing yang merupakan proses
penggabungan serbuk-serbuk kayu dapat dilihat pada Gambar XX dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses mixing adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 83.87
yang diikuti dengan distribusi Beta dengan relative score sebesar 82.26 dan Random
Walk(E) dengan relative score sebesar 79.84. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson SB
dengan nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses
mixing pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar
XX berikut:
10. Waktu proses assembly
Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses assembly yang merupakan proses
penggabungan elemen-elemen pembuat jendela tersebut yang dapat dilihat pada Gambar
XX dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses assembly adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar
100.00 yang diikuti dengan distribusi Erlang(E) dengan relative score sebesar 88.79 dan
Weibull(E) dengan relative score sebesar 88.79. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson
SB dengan nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu
proses assembly pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada
Gambar XX berikut:

11. Waktu proses finishing


Hasil dari automated-fitting untuk data waktu proses finishing dapat dilihat pada Gambar
XX dibawah ini:
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jenis distribusi yang sesuai dengan data historis
waktu proses finishing adalah distribusi Johnson SB dengan relative score sebesar 98.39
yang diikuti dengan distribusi Beta dengan relative score sebesar 96.77 dan Weibull
dengan relative score sebesar 92.74. Dapat dilihat bahwa distribusi Johnson SB dengan
nilai relative score tertinggi digunakan untuk dimasukkan kedalam waktu proses finishing
pada software Flexsim. Grafik distribusi data tersebut dapat dilihat pada Gambar XX
berikut:
Dari hasil-hasil experfit di atas, distribusi data dari seluruh proses dapat dilihat pada Tabel XX
dibawah ini:
No Nama Mesin Jenis Distribusi Data
1 Mesin Gergaji beta(932.00924, 1477.62814, 1.03796, 0.92795, getstream(current))
2 Gergaji johnsonbounded(238.02247, 360.84022, 0.07758, 0.73494,
getstream(current))
3 Filter johnsonbounded(487.49966, 659.70240, -0.18599, 0.50624,
getstream(current))
4 Pedal johnsonbounded(363.14079, 484.44770, 0.07266, 0.58013,
getstream(current))
5 Pasah 1 johnsonbounded(540.65107, 659.44612, 0.32893, 0.44242,
getstream(current))
6 Pasah 2 johnsonbounded(399.47783, 440.76076, 0.08377, 0.58583,
getstream(current))
7 Profiler 1 johnsonbounded(830.75004, 952.13452, -0.20848, 0.69824,
getstream(current))
8 Profiler 2 beta(542.18246, 660.85776, 0.96581, 0.79540, getstream(current))
9 Mixing johnsonbounded(131.05727, 247.55192, 1.36027, 1.94792,
getstream(current))
10 Assembly johnsonbounded(3018.67388, 3461.62401, 0.36321, 0.56312,
getstream(current))
11 Finishing johnsonbounded(193.92408, 371.18039, -0.74896, 0.98450,
No Nama Mesin Jenis Distribusi Data
getstream(current))

Model Inisial
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan model berdasarkan sistem nyata kedalam software
Flexsim. Gambar XX dibawah ini menunjukkan pembuatan model pada software Flexsim:

Dari model diatas dapat dilihat bahwa masalah terdapat pada penempatan lokasi produksi yang
kurang tepat karena jauhnya jarak dari suatu proses ke proses lainnya. Hal ini menyebabkan
jarak pergerakan material menjadi panjang dan berdampak kepada tingginya biaya untuk
material manual handling.

Verifikasi model inisial

Verifikasi model inisialisasi ini digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada error yang terjadi
saat model dijalankan sehingga model simulasi ini dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Pada verifikasi ini dilakukan replikasi sebanyak 30 kali percobaan, sehingga
didapatkan hasil seperti yang dapat dilihat pada Tabel XX berikut:
Output
No Inisial
1 3
2 3
3 2
Output
No Inisial
4 2
5 1
6 3
7 2
8 2
9 2
10 3
11 1
12 2
13 2
14 4
15 2
16 1
17 2
18 3
19 2
20 2
21 2
22 3
23 3
24 1
25 3
26 2
27 2
28 1
29 2
30 3

Persentase tingkat error dihitung berdasarkan rata rata dari data dengan N sebesar 30,
alpha yang digunakan sebesar 5%, dengan rata-rata yang didapatkan sebesar 2.2, dan standard
deviasi sebesar 0.761124. Tahapan yang dilakukan adalah dengan menghitung Half Width
𝑡(𝑛−1,𝑎𝑙𝑝ℎ𝑎) ∗ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖
dengan cara: . Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan nilai
√𝑁
𝐻𝑎𝑙𝑓 𝑊𝑖𝑑𝑡ℎ ∗100%
Half Width sebesar 0.284177 dan persentase rata – rata eror, dengan rumus:
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
Dari rumus perhitungan persentase error tersebut didapatkan nilai error sebesar 13%.

Validasi model inisial

Validasi dilakukan untuk memastikan apakah model yang telah dibuat sesuai dengan system
nyata yang ada. Validasi ini dilakukan dengan melakukan independent t-test dari data pada
sistem nyata dan model inisial. Hipotesis yang digunakan pada validasi ini adalah:
H0 = Tidak adanya perbedaan rata-rata antara data historis dengan model inisial
Ha = Adanya perbedaan rata-rata antara data historis dengan model inisial

Perhitungan t-test ini dilakukan dengan bantuan software SPSS dengan nilai confidence level
sebesar 0.05. Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan hasil seperti yang dapat dilihat pada
Gambar XX dibawah:

Nilai significance yang didapatkan dari perhitungan independent sample t-test tersebut adalah
sebesar 0.117. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 gagal untuk ditolak, dan
tidak adanya perbedaan antara data historis dengan model inisial. Sehingga, data dapat dikatakan
valid.

4.2. Skenario 1
Sebagai referensi maka pada skenario pertama akan di gunakan Activity Relationship Chart
(ARC) pada setiap departemen atau mesin untuk mengetahui hubungannya. Berikut adalah ARC
yang sudah dibuat untuk mengembangkan tata letak alur produksi pada UKM Karya Jati
Yogyakarta, akan ditunjukan pada gambar 4.1:
1. Receiving
A

1,2 E
2. Material Storage
A 2

1,2 5
3. Cutting
A 5 5

1,2 I 5 5
4. Smoothing
A 4 I 5 5

1,2 I 4 O 5 O 5 O
5. Profiling machine
A 4 O 4 3 O 3

1,2 O 4 5 3
6. Assembly
A 4 5 5

1,2 5 5
7. Finishing
A 5 5

1,2 O 5
8. Finished goods storage
A 3

1,2
9. Shipping

Gambar 4.1 Activity Relationship Chart


Dari gambar 4.1 dapat dilihat hubungan tiap departemen, guna mengetahui departemen
mana yang perlu didekatkan sesuai hubungan yang ada. Pada chart diatas memiliki nilai
hubungan antara departemen satu dengan departemen lain, maka nilai hubungan tiap departemen
akan ditampilkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nilai hubungan antar departemen


No Hubungan
A Mutlak
No Hubungan
E Sangat Penting
I Penting
O Cukup atau Biasa
U Tidak Penting
X Tidak Diharapkan

Pada gambar 4.1 terdapat nilai 1 – 5 untuk mengetahui nilai antar departemen yang akan
dijelaskan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Nilai alasan hubungan antar departemen


No Alasan
1 Proses yang berurutan
2 Alurnya mudah
3 Tujuannya atau prnggunaannya sama
4 Dibutuhkan mesin yang sama untuk membantu
5 Tidak ada hubungan

Untuk menampilkan hasil dari Activity Relationship Chart (ARC) dapat menggunakan
Activity Relationship Diagram (ARD). Aktifitas hubungan antar departemen akan ditampilkan
pada gambar 4.2 untuk departemen produksi, sebagai berikut:
1

2 3
8

4 5 6 7

Gambar 4.2. Activity Relationship Diagram


SS flexsim
Validasi
Verifikasi

4.3. Skenario 2
Untuk referensi lanjutan dalam pembentukan tata letak maka akan digunakan CRAFT
(Computerized Relative Allocation of Facilities Technique). Teknik ini untuk mengetahui
Material Handling Cost pada perpindahan barang tiap departemen. CRAFT dapat membantu
dalam pembuatan tata letak baru sebagai pembanding dengan tata letak yang sudah ada pada
sistem nyata.
Tata letak awalan pada sistem nyata akan ditampilkan pada gambar 4.3, terdapat 14
departemen dari profiler 1, profiler 2, profiler 3, alat saring, gergaji manual, mesin pasah 1,
mesin pasah 2, gergaji mesin, mesin pedal, perakitan, penampung kaca, penampung kayu, plitur
dan pengemasan, dan yang terakhir penampungan produk jadi.
Gambar 4.3 Tata Letak Awal

Keterangan gambar diatas akan ditunjukan pada tabel 4.3, dari nomer hingga nama
departemen.
Tabel 4.3 Keterangan Tiap Departemen
No Departemen
1 Profiler 1
2 Profiler 2
3 Profiler 3
4 Alat saring
5 Gergaji manual
6 Pasah 1
7 Pasah 2
8 Mesin Gergaji
9 Pedal
10 Assembly
11 Storage kaca
12 Storage raw material
13 Storage finished good
14 finishing

Pada tata letak awal menunjukan Material Handling Cost sebesar 441, maka akan
dilakukan solve guna meminimalkan biaya perpindahan barang. Setelah dilakukannya solusi,
terdapat 7 iterasi yang dimana biaya menurun hingga sebesar 271. Jumlah iterasi dan aksi yang
dilakukan untuk mengurangi akan ditampilkan pada gambar 4.4, sebagai berikut:

Gambar 4.4 Percobaan Iterasi

Setelah dilakukannya 7 iterasi maka akan terbentuk tata letak yang akan di tunjukan ada
gambar 4.5, sebagai berikut:
Gambar 4.5 Tata Letak Usulan
Tata letak usulan yang telah terbentuk, akan dijadikan referensi di model flexim nantinya.
Terdapat perubahan dan ada juga yang tetap pada tempat awal, seperti departemen perakitan,
penampungan produk jadi, dan plitur dan pengemasan tidak berpindah, dan sisanya berpindah
guna memudahkan alur proses produksi.

SS flexsim
Validasi
Verifikasi
BAB II

ANALISIS DAN REKOMENDASI

Perbandingan Inisial & scenario 1


Perbandingan Inisial & scenario 2
Referensi
Sharma, P. 2015. International Journal of Scientific & Technology Research. VOLUME 4.ISSUE 04:136-
140

Anda mungkin juga menyukai