Anda di halaman 1dari 15

NAMA : WENNY OCTANIA

NPM : 16710183

TUGAS TERJEMAH JURNAL MENGULANG STASE MATA

Manajemen Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering pada orang usia

kerja di Inggris, Wales, dan Scotlandia dan prevalensinya meningkat meskipun telah

tersedia terapi yang efektif. Prevalensi global penderita diabetes pada dewasa akan

meningkat dari 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta pada tahun 2030. Gangguan

penglihatan sebagai akibat retinopati diabetik akan meningkatkan beban manusia dan

biaya ekonomi pada komunitas.

Retinopati diabetik merupakan keadaan yang kronis namun dapat diobati.

Pencegahan primer dengan memperbaiki manajemen medis diabetes, deteksi dini, dan

terapi pada waktu yang tepat akan menurunkan risiko kehilangan penglihatan.

Siapa saja yang dapat terkena retinopati diabetik?

Lamanya menderita diabetes merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya

retinopati diabetik. Studi longitudinal luas menemukan bahwa retinopati berkembang

dalam waktu lima tahun dari diagnosis diabetes pada sekitar 25% orang dengan diabetes

tipe 1, 40% pada orang dengan diabetes tipe 2 yang menggunakan insulin, dan 24%

pada orang dengan diabetes tipe 2 yang tidak menggunakan insulin. Rasio kumulatif 25

tahun dari perkembangan retinopati diabetik, diabetic macular oedema, dan edema

macular yang relevan secara klinis masing-masing adalah 83%, 29%, dan 17%. Selain

itu, pasien dengan kontrol glikemik yang buruk dan hipertensi tidak terkontrol memiliki

risiko lebih tinggi dari pada mereka dengan kontrol yang baik.

1
Perubahan apa yang terjadi pada retinopati diabetik?

Retinopati diabetik merupakan akibat dari perubahan mikrovaskular. Diawali

dengan kematian pericyte dan penebalan membran dasar menyebabkan gangguan aliran

darah di dalam kapiler-kapiler retina.

Perubahan ini menyebabkan kebocoran kapiler dan oklusi pembuluh darah

kapiler, diikuti dengan pembentukan pembuluh darah baru. Terdapat dua tipe berbeda,

yang dapat terjadi bersamaan (untuk rangkuman anatomi normal lihat gambar 1).

Retinopati diabetik non-proliferatif dan proliferatif

Retinopati diabetik non-proliferatif ditandai dengan mikroaneurisma,

perdarahan, venous beading, kebocoran kapiler, dan abnormalitas mikrovaskular

intraretina (gambar 2). Rasio progresi menjadi retinopati diabetik setelah 10 tahun

adalah 6,6%.

Retinopati diabetik proliferatif berkembang secara sekunder akibat penutupan

kapiler-yang menyebabkan up-regulasi faktor-faktor pertumbuhan, seperti faktor

pertumbuhan endothelial vaskular- dan ditentukan oleh pertumbuhan abnormal

pembuluh darah baru dari retina atau diskus optikus dipermukaan posterior vitreus atau

iris (gambar 3). Pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur, menyebabkan perdarahan

vitreus, atau dapat membentuk lapisan jaringan fibrovaskular yang menyebabkan traksi

pada retina, sehingga terjadi retinal detachment.

Diabetic maculopathy

Peningkatan permeabilitas kapiler terjadi lebih awal pada diabetik retinopati.

Hiperglikemia menyebabkan peningkatan aliran darah retina sebagai akibat perubahan

tekanan perfusi dan kurangnya kompensasi autoregulasi pada diabetes. Hal ini, pada

suatu ketika, akan menyebabkan peningkatan eksudasi di dalam retina.

2
Gambar 1. Anatomi retina normal. Saraf optikus membawa informasi sensoris dan

membawa vaskular retina masuk dan keluar dari retina. Area makula, terutama fovea,

bertanggung jawab pada sebagian besar penglihatan yang detail.

Gambar 2. Visualisasi langsung pada retina dapat mengilustrasikan perubahan

mikrovaskular yang berhubungan dengan retinopati diabetik seperti mikroaneurisma

(panah; A), perdarahan retina (kepala panah;A) dan penggelembungan vaskular (venous

beading) (B).

3
Peningkatan tekanan perfusi dapat juga berkontribusi pada pembentukan

mikroaneurisma dengan memacu tekanan pada dinding pembuluh darah, yang menjadi

lemah akibat hilangnya pericyte.

Kebocoran vaskular dapat juga terjadi sebagai respon penutupan kapiler. Peningkatan

penebalan membran dasar mengurangi lubang pembuluh darah yang terkena. Faktor-

faktor lain yang mempengaruhi iskemia retina meliputi adhesi leukosit ke endotel

vaskular.

Diabetic maculopathy terjadi ketika retinopati mengenai makula dan ketajaman

visus sentral terancam. Pasien dengan diabetes tipe 2 memiliki prevalensi makulopati

yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan diabetes tipe 1 (53% v 42%). Keadaan ini

kemudian dapat diklasifikasikan sebagai diabetic macular oedema dan macular

ischaemia, dan keduanya sering terjadi bersamaan. Macular ischaemia ditandai dengan

hilangnya kapiler disekitar area makula; hal ini dapat dilihat dengan menggunakan

angiography fluoresin (gambar 4, lihat bmj.com) dan sampai saat ini tidak dapat diobati.

Diabetic macular oedema disebabkan oleh peningkatan permeabilitas barier darah

retina dalam dan penurunan efluks cairan melalui epitel pigmen retina. Hal ini

menyebabkan akumulasi cairan intraretina, yang menyebabkan pembengkakan retina

dan penurunan penglihatan sentral. The Early Treatment of Diabetic Retinopathy Study

menegaskan edema macular yang relevan secara klinis sebagai diabetic macular

oedema mengancam penglihatan sentral (kotak).

Diabetic macular oedema dapat fokal atau difus. Edema fokal terutama

disebabkan oleh kebocoran dari mikroaneurisma, dilatasi kapiler retina, atau

abnormalitas mikrovaskular intraretina. Kelompok mikroaneurisma dapat terlihat di

area seputaran eksudat, dan angiografi fluoresin fundus mengkonfirmasi jika terjadi

4
kebocoran mikroaneurisma. Edema difus disebabkan oleh kebocoran menyeluruh dari

kapiler yang berdilatasi yang melalui pole posterior dan umumnya berhubungan dengan

hilangnya kapiler.

Bagaimana mendiagnosis retinopati diabetik?

Gejala utama retinopati diabetik adalah menurunnya penglihatan, tetapi hal ini

terjadi hanya ketika kondisi penyakit sudah berat dan mungkin ireversibel. Perubahan

awal pada retinopati diabetik umumnya asimptomatik, dan terapi mungkin diperlukan

jauh sebelum pasien menyadari adanya kehilangan penglihatan. Semua pasien yang

berusia diatas 11 tahun dengan diabetes tipe 1 harus menjalani pemeriksaan retina setiap

tahun atau lebih sering jika terindikasi secara klinis. Diabetes tipe 2 dapat terjadi selama

bertahun-tahun sebelum diagnosis, maka dari itu semua pasien dengan diabetes tipe 2

harus menjalani pemeriksaan retina paling tidak setiap 12 bulan, yang dimulai sedini

mungkin setelah diagnosis dibuat.

Pada tahun 2000, sebuah ulasan dari studi kohort yang tersedia menyimpulkan

bahwa pemeriksaan diagnostik terbaik adalah fotography dilatasi retina dengan

ophthalmoscopy jika hasil foto tidak dapat menunjukan perubahan yang bertahap.

Penebalan retina dan edema macular dapat terlihat hanya dengan tampilan stereoskopi

retina. Namun, tanda lain yang mudah dikenali seperti mikroaneurisma, perdarahan, dan

eksudat di area macular berfungsi sebagai marker untuk edema macular (gambar 5).

Bagaimana penanganan retinopati diabetik?

Bukti dari percobaan randomisasi yang luas dan follow-up jangka panjang

menunjukan bahwa pencegahan primer, deteksi dini, dan terapi efektif mengurangi

risiko hilangnya penglihatan. Memberikan edukasi kepada pasien alasan untuk

melakukan skrining regular dan mendapatkan terapi adalah penting karena penyakit ini

5
biasanya asimptomatik sampai stadium lanjut. Pasien harus mengerti bahwa kontrol

diabetik yang baik memberikan kesempatan untuk mempertahankan penglihatan yang

baik. Namun, meskipun pasien dengan kontrol yang baik pun dapat mengalami

komplikasi 20 tahun setelah onset diabetesnya.

Pencegahan primer

Kontrol glikemik yang optimal

Target hemoglobin glikasi (HbA1c) sebesar 6,5% secara intensif menurunkan glukosa

darah mencapai target 6.0% menunjukan hubungan dengan peningkatan mortalitas.

Gambar 3. Retinopati diabetik proliferatif ditandai dengan terbentuknya pembuluh

darah baru di retina (panah;A), saraf optikus (kepala panah;A), atau di iris (panah; B).

Memperbaiki kontrol glikemik dapat mengurangi tetapi tidak menghilangkan

risiko retinopati. Percobaan dari Diabetes Control and Complications (DCCT)

menemukan bahwa terapi intensif menurunkan risiko perkembangan dan progresi

diabetic macular oedema sekitar 26% dibandingkan dengan manajemen biasa selama

Sembilan tahun follow-up. The UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) melaporkan

6
pada tahun 1997 menilai peran kontrol ketat pada pasien dengan diabetes tipe 2.

Ditemukan 17% penurunan risiko progresi retinopati, 29% penurunan kebutuhan terapi

laser, dan 16% penurunan risiko kebutaan pada kelompok yang diterapi secara intensif

dibandingkan dengan manajemen biasa selama 10 tahun. Pada praktiknya,

bagaimanapun, kontrol glikemik yang sempurna tidak dapat dicapai pada diabetes tipe 1

karena hipoglikemi yang tidak dapat diprediksi selama kontrol yang sangat ketat.

Kontrol yang sempurna juga tidak dapat dicapai pada sebagian besar orang dengan

diabetes tipe 2, dan kontrol cenderung terganggu karena waktu.

Kontrol tekanan darah

Target tekanan darah adalah 140/80 mmHg atau lebih rendah. UKPDS

merandomisasi pasien dengan hipertensi baik untuk mengontrol ketat tekanan darah

(<150/85 mmHg) dengan beta blocker atau angiotensin converting enzyme inhibitor

(dan agen lain jika diperlukan) atau kontrol kurang ketat (<180/105 mmHg) tanpa

penggunaan agen-agen ini. Setelah tujuh tahun follow-up, progresi retinopati diabetik

berkurang sebesar 35% pada kelompok dengan kontrol ketat dibandingkan dengan

kelompok dengan kontrol kurang ketat. Pada sembilan tahun, risiko kehilangan

penglihatan sedang dan kebutuhan terapi laser berkurang masing-masing sebesar 47%

dan 35%, pada kelompok dengan kontrol ketat dibandingkan dengan kelompok kontrol

kurang ketat. Tidak ada bukti yang jelas bahwa salah satu metode menurunkan tekanan

darah lebih superior daripada yang lain.

The Diabetic Retinopathy Candesartan Trial (DIRECT) merupakan desain

percobaan randomisasi yang besar untuk menilai apakah blockade sistem renin-

angiotensi menurunkan insiden atau progresi retinopati diabetik pada pasien

normoalbumin normotensif. Candesartan tidak memberikan efek pada insiden retinopati

7
diabetik baru pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan tidak ada efek pada progresi

terjadinya retinopati pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2.

Agen penurun lipid

Data observasi dari The Early Treatment of Diabetic Retinopathy Study

menunjukan bahwa agen penurun lipid dapat menurunkan risiko kehilangan penglihatan

pada pasien dengan retinopati diabetik. Target total kolesterol kurang dari 4 mmol/l atau

kolesterol low density lipoprotein kurang dari 2.0 mmol/l. Mekanismenya melalui

beberapa agen memperbaiki retinopati diabetik eksudatif masih belum jelas, meskipun

temuan laboratorium menunjukan bahwa kolesterol low density lipoprotein teroksidasi

bersifat toksik untuk sel-sel endothelial retina. Yang terbaru dari studi Fenofibrate

Intervention and Event Lowering in Diabetes (FIELD) merupakan studi yang besar

yang melihat efek jangka panjang fenofibrat terhadap kelainan kardiovaskular pada

pasien dengan diabetes tipe 2. Titik akhir tersier menunjukan bahwa lebih sedikit pasien

yang mendapat terapi fenofibrate yang membutuhkan terapi laser dari pada kelompok

kontrol (3.4% banding 4.9%; P=0.0002; jumlah yang membutuhkan terapi 67,95%

dengan confidence interval 43 sampai 143). Efek protektif tampaknya independen

terhadap gula darah, tekanan darah, dan nilai lipid pada garis dasar. Penelitian lebih

lanjut diperlukan untuk melanjutkan temuan ini.

Protein Kinase C inhibitor

Protein kinase C memilliki peran dalam pathogenesis diabetic macular oedema.

Ruboxistaurin didesain sebagai protein kinase C-β inhibitor aktif secara oral, tetapi

dalam suatu percobaan randomisasi yang luas telah gagal mengurangi progresi

makulopati pada pasien dengan retinopati diabetik dini. Analisis post hoc menunjukan

bahwa percobaan tersebut dapat mengurangi insiden kehilangan penglihatan moderate.

8
Agen yang lebih efektif untuk mencegah retinopati mungkin dapat ditemukan

dikemudian hari.

Glitazone

Glitazone efektif untuk menurunkan hemoglobin glikosilasi, tetapi kegunaannya

terbatas karena efek sampingnya, seperti seringnya edema pedis perifer (pioglitazone),

gagal jantung, peningkatan kejadian infark miokard (rosiglitazone), dan fraktur. Sebuah

serial kasus yang luas menyatakan 2,6 kali lipat peningkatan kejadian diabetic macular

oedema. Meskipun hal ini tampaknya reversibel, hal ini telah membuat ahli

ophthalmology waspada menggunakan glitazone pada saat terjadi diabetic macular

oedema.

Skrining regular dan deteksi dini

Retinopati diabetik adalah target yang tepat untuk skrining: kondisi ini

merupakan masalah kesehatan yang penting dengan keadaan presimptomatik yang dapat

dikenali, prosedur skrining dipertimbangkan dapat diterima, terapi yang sesuai tersedia,

dan skrining dengan harga terjangkau.

Pada tahun 2001 the National Service Framework for Diabetes Standards for England

and Wales menyatakan bahwa pada tahun 2007 semua pasien dengan diabetes harus

diskrining setiap tahun untuk retinopati diabetik, terutama dengan menggunakan

fotograpi fundus digital.

9
Gambar 5. Petanda pengganti dari diabetic macular oedema meliputi mikroaneurisme

(kepala panah;A), eksudat (panah; A), dan titik perdarahan intraretinal (panah; B)

Gambar 6. Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan teknik interferometrik

menggunakan cahaya infra merah pendek, yang menghasilkan gambar cross sectional

pada retina sehingga dapat divisualisasikan. (A) Scan OCT (kanan) menunjukan kontur

macular normal, dengan depresi sentral dari zona avascular fovea (area yang discan

ditunjukan pada gambar dikiri). (B) Scan OCT menunjukan penebalan retina

berhubungan dengan diabetic macular oedema dan cairan hiporeflektif mengisi kista

yang terbentuk. (C) Traksi vitreomakular dapat juga diidentifikasi dengan OCT, dan

pada gambar ini sisi vitreus posterior melekat hanya pada satu titik. Pada beberapa

pasien distorsi besar pada anatomi fovea dapat terlihat (D).

10
Teknik skrining terbaru sekarang ini bergantung pada persediaan departemen

untuk melakukan fotografi retina digital, yang kemudian diinspeksi secara visual, proses

kerja yang intensif yang menghasilkan kadar skrining yang berbeda bergantung pada

keahlian yang melakukan skrining. Analisis gambar terkomputerisasi mungkin lebih

hemat biaya dalam menggolongkan gambar ini. Studi terbaru dari algoritme tingkatan

automatis menunjukan sensitivtas untuk deteksi retinopati yang dapat diobservasi atau

yang mengarah pada retinopati sebesar 96,6% (95% interval keyakinan/confidence

interval 95.4 sampai 97.4) dibandingkan dengan 62%-82% untuk penggolongan

manual.

Optical coherence tomography menggunakan cahaya infra merah pendek untuk

gambar cross section retina (gambar 6). Optical coherence tomography lebih sensitif

dari pada pemeriksaan klinis atau fotografi stereoskopi fundus untuk deteksi penebalan

retina dan secara klinis relevan terhadap edema makula. Namun, peran optical

coherence tomography pada skrining masih belum pasti karena tidak jelas bahwa terapi

diabetic macular oedema subklinis akan memperbaiki prognosis pasien dengan

retinopati diabetik.

Meskipun pasien dengan diabetes direkomendasikan untuk melakukan

pemeriksaan retina paling tidak setiap 12 bulan, banyak pasien tidak dapat atau tidak

mau untuk diperiksa. Ketidakhadiran berkaitan dengan hasil yang buruk, tetapi relatif

sedikit yang mengetahui mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien

dengan rekomendasi skrining. Faktor-faktor ini akan bervariasi pada sistem pelayanan

kesehatan yang berbeda. Misalnya, pada sebuah studi terhadap orang Afrika-Amerika

yang menderita diabetes di New Orleans, biaya merupakan penghalang yang besar

untuk mendatangi klinik mata, dimana di United Kingdom pasien dan pemberi

11
pelayanan kesehatan nampaknya meremehkan tingkat keparahan retinopati. Dilihat dari

sisi investasi mayor dalam program skrining dan terapi, mengidentifikasi intervensi

untuk mengurangi pasien yang tidak hadir harus menjadi prioritas penelitian.

Terapi terkini untuk retinopati yang diketahui

Sebagian besar pasien dengan retinopati tidak membutuhkan terapi dan dapat

dimonitor secara aman dengan pemeriksaan retina setiap tahun di komunitas, dengan

rujukan ke dokter spesialis mata hanya jika tanda makulopati atau retinopati diabeti

non-proliferatif atau proliferatif berat muncul.

Fotokoagulasi laser

Fotokoagulasi laser merupakan terapi yang dapat dilakukan dengan baik untuk

retinopati diabetik dan hanya dilakukan sedikit modifikasi dalam 25 tahun terakhir.

Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk menginduksi regresi pembuluh darah baru

dan mengurangi penebalan makula sentral dan hal tersebut mencegah kehilangan

penglihatan dari masing-masing retinopati diabetik proliferatif dan diabetik makulopati.

Fotokoagulasi telah menunjukan keefektifan pada percobaan randomisasi multisenter.

The Diabetic Retinopathy Study, menemukan 50% penurunan hilangnya penglihatan

berat setelah fotokoagulasi laser tersebar untuk pembuluh darah baru di diskus optikus.

Sebuah studi dari The Early Treatment of Diabetic Retinopathhy membandingkan efek

fotokoagulasi laser dengan observasi diabetic macular oedema. Setelah tiga tahun risiko

kehilangan penglihatan moderate berkurang sebanyak 50% (dari 24% sampai 12%)

pada kelomppok laser (jumlah yang perlu diterapi 8.3). Ketajaman visual membaik

hanya pada 3% pasien. Namun, diabetic macular oedema masih menyebabkan

kehilangan visual, dan pada beberapa pasien bahkan dengan terapi yang paling agresif

tidak dapat mencegah kebutaan. Pilihan terapi lain masih diperlukan.

12
Streoid intravitreal

Injeksi kortikosteroid intravitreal telah digunakan untuk menangani penyakit

inflamasi mata selama bertahun-tahun, meskipun mekanisme kerjanya masih belum

sepenuhnya dipahami. Sebuah percobaan acak yang besar membandingkan injeksi

intravitreal triamcinolone 4 mg dengan fotokoagulasi laser standar menemukan bahwa

steroid pada awalnya lebih efektif dari pada laser tetapi setelah dua tahun mata diterapi

dengan laser menghasilkan ketajaman penglihatan yang lebih baik dan edema macular

yang lebih ringan. Disisi lain, steroid intravitreal meningkatkan risiko terbentuknya

katarak dan meningkatkan tekanan intraocular.

Terapi anti-faktor pertumbuhan endothelial vaskular

Konsentrasi faktor pertumbuhan endothelial vaskular meningkat di dalam

viterus mata dengan diabetic macular oedema. Obat-obatan anti-faktor pertumbuhan

endotel vaskular meliputi pegaptanib (Macugen), bevacizumab (Avastin), dan

ranibizumab (Lucentis) dapat digunakan dalam manajemen diabetic macular oedema.

Pada percobaan besar acak yang terbaru dari ranibizumab intravitreal dibandingkan

terapi laser standar, pasien yang diterapi dengan ranibizumab lebih sering mendapatkan

paling tidak 10 huruf dari ketajaman penglihatan (48.8% banding 27.6%; P<0.001) dan

jarang yang tidak dapat membaca 10 huruf atau lebih (3.2% banding 13.3%; P<0.001)

setelah satu tahun terapi. Namun, pasien yang diterapi dengan ranibizumab

mendapatkan rata-rata injeksi delapan hingga Sembilan injeksi pada tahun pertama.

Setiap injeksi seharga £760 (€885; $1200) untuk obatnya saja. Kemudian pasien

diperiksa setiap empat minggu, yang nampaknya tidak dapat dilakukan ditempat praktik

klinik biasa.

13
Bevacizumab memiliki mekanisme kerja yang sama dengan ranibizumab tetapi

jauh lebih murah. Percobaan acak yang lebih kecil (150 mata; 129 pasien) yang

dilakukan di Tehran dibandingkan dengan injeksi bevacizumab intravitreal saja,

bevacizumab bersama dengan triamcinolone intravitreal, dan laser macular saja sebagai

terapi diabetic macular oedema. Terapi ulang dilakukan dengan interval 12 minggu jika

ada indikasi. Terdapat perbaikan dua jalur dalam ketajaman penglihatan pada minggu ke

36 terdeteksi masing-masing sebesar 37%, 25%, dan 14,8% pada pasien.

Vitrectomy

Pengangkatan vitreus dengan pembedahan (vitrectomy) adalah penting dalam

terapi retinopati diabetik proliferatif. Tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki

penglihatan dengan mengangkat darah yang ada didalam atau dibelakang vitreus,

melekatkan kembali area retina yang terlepas, dan mengurangi stimulus

neovaskularisasi dengan fotokoagulasi laser komplit pan-retinal. Seri kasus terbaru

dalam jumlah besar menunjukan bahwa komplikasi pneglihatan yang mengancam

jarang terjadi, dan pada 90% pasien penglihatannya membaik atau stabil. Perdarahan

kavum vitreus berulang merupakan salah satu komplikasi yang paling sering; percobaan

acak skala kecil menemukan bahwa terapi dini dengan bevacizumab intravitreal satu

minggu sebelum vitrectomy membuat prosedur pembedahan lebih mudah dan

mengurangi risiko perdarahan pasca operasi.

Secara teoritis, vitrectomy seharusnya memberikan manfaat pada diabetic

macular oedema yang tidak berespon dengan terapi laser, namun percobaan acak hanya

menunjukan sedikit efek. Traksi vitreus (didemonstrasikan oleh optical coherence

tomography) dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada sebagian kecil pasien

dengan edema macular. Pada situasi ini vitrectomy mungkin bermanfaat.

14
Kesimpulan

Meskipun availabilitas terapi efektif berdasarkan bukti, retinopati diabetik masih

menyebabkan kebutaan di Negara kaya dan meningkat di Negara berkembang. Insiden

retinopati dapat dikurangi dengan manajemen medis yang baik. Jika retinopati terjadi,

kehilangan pandangan harusnya dapat dicegah dengan deteksi dini dan fotokoagulasi

laser. Jika terjadi kehilangan penglihatan, paling tidak beberapa pandangan mungkin

dapat diselamatkan kembali dengan vitrectomy atau terapi dengan agen anti-faktor

pertumbuhan endothelial vaskular. Meskipun terapi baru dibutuhkan, perbaikan

penghantaran intervensi yang telah menunjukan keefektifan harus menjadi prioritas.

15

Anda mungkin juga menyukai