Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan
kesehatan menyelenggarakandua jenis pelayanan untuk
masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan
administrasi.Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik, rehabilitasimedik dan pelayanan
perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat
darurat,unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam
perkembangannya pelayanan rumah sakit tidakt e rle p a s da ri
p e mb an gu n a n e ko n om i m a sya ra kat . Pe rke mb an ga n in i
t e rce rm in pa d aperubahan fungsi klasik RS yang pada awalnya
hanya memberikan pelayanan yang bersifatpenyembuhan (kuratif)
terhadap pasien melalui rawat inap.
Pelayangan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu
pengetahuan khususnyailmu kedokteran, peningkatan pendapatan
dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatandi RS saat ini
tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat
pemulihan(rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara
terpadu melalui upaya promosi kesehatan(promotif) dan
pencegahan (preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan
kesehatan RSbukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga
berkembang untuk keluarga pasien danmasyarakat umum.
Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang
dirawatsebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap
seperti itu pelayanan kesehatan diRS merupakan pelayanan
kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).U n t u k

1
m e n c ip t a k a n se b u a h ru m a h sa k i t ya n g b a i k d a n b e rm u t u
t i n g g i , m a ka diperlukan manajemen rumah sakit yang terprogram,
terarah dan terpadu.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud manajemen?
2. Apa yang di maksud rumah sakit?
3. Bagaimana manajemen unit – unit rumah sakit?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu manajemen.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud rumah sakit.
3. Untuk mengetahui manajemen unit – unit rumah sakit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. MANAJEMEN
Kata manejemen berasal dari bahasa latin yaitu dari asal kata
manus yang berarti tang dan agere yang berarti melakukan. Kedua
kata itu digabungkan menjadi kata kerja manager yang artinya
menangani. Managere diterjemahkan kedalam bahasa inggris dalam
bentuk kata kerja to manage dengan kata benda management. Manajer
untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Bahasa Prancis
(ménagement), yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Management diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi
manajemen atau pengelola (Ismainar, 2006).
Pengertian manajemen cenderung menunjukkan variasi. Bebrapa
definisi manajemen adalah sebagai berikut:
1. Management is process of interacting resources and tasks toward
the achievement of stated organization goals (manajemen sebagai
proses interaksi sumber – sumber daya dan tugas untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan).
2. Management is the process of optimizing human, material and
financial contibutions for the achievement of organizational goals
(manajemen adalah proses optimasi sumber daya manusia,
material dan keuangan yang memberikan sumbangan untuk
pencapaian tujuan – tujuan organisasi).
3. Management maybe defined as the coordination and intergrating of
all resources (both human and technical) to accomplish various
specific results (manajemen adalah sebagai koordinasi dan
pengintegrasian dari semua sumber – smber daya manusi (manusia

3
dan cara) untuk menyelesaikan hasil – hasil yang khusus dan
berfariasi).
4. Management is a form of work that involves coordinating an
organzations resources land, labor and capital toward
accomplishing organizational objectives (manajemen adalah bentuk
kerja yang meliputi koordinasi dan modal untuk menyelesaikan
sasaran – sasaran organisasi). (Ismainar, 2018).
Adapun fungsi manajemen yaitu:
1. fungsi perencanaan (planning);
2. fungsi pengorganisasian (organizing);
3. fungsi pengarahan (leading, stafing, directing);
4. fungsi pengendalian (controlling). (Ismainar, 2018).

B. RUMAH SAKIT
Menurut American Hospital Associatio(1974) batasan rumah
sakit adalah suatu organisasi tenaga medis professional yang
terorganisasi serta arana kedokteran yang permanen dalam
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang
diderita oleh pasien.
Sementara itu menurut Wolper dan Pena (1987), rumah sakit
adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan
kedokteran, perawat, dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya
diselenggarakan.
Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa rumah sakit adalah
suatu tempat yang terorganisasi dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien baik yang bersifat dasar, spesialistik,

4
maupun subspesialistik. Selain itu, rumah sakit juga dapat digunakan
sebagai lembaga pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan.
Sesuai batasan diatas maka rumah sakit merupakan bagian
dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang
memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga
perawatan di rumah. Disamping itu, rumah sakit juga berfungsi
sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan penelitian. Oleh karena
itu , agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, rumah sakit harus
bisa bekerja sama sama dengan instani lain di wilayahnya,baik
instansi kesehatan maupun non kesehatan.
Rumah sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang
melaksanakan pelayanan kesehatan sekaligus sebagai lembaga
pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian, ternyata memiliki
dampak positif dan negative terhadap lingkungan sekitarnya. Rumah
sakit dalam menyelenggarakan upaya pelayanan rawat jalan, rawat
inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medic, dan nonmedik
menggunakan teknologi yang dapat memengaruhu lingkungan
disekitarnya. (Adisasmito, 2007).

C. UNIT GAWAT DARURAT


1. Definisi
Unit gawat darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah
sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang
menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan
hidupnya. Unit gawat darurat merupakan salah satu unit di rumah
sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat
dan merupakan bagian dari rangkaian yang perlu diorganisir. tidak

5
semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang
lengkap dengan tenaga memadai dan peralatan canggih, karena
dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana.
Pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan dua
aspek yaitu: sistem rujukan penderita gawat darurat dan beban
kerja dalam menanggulangi penderita gawat darurat.pelayanan unit
gawat darurat harus mampu mencegah kematian, cacat, rujukan
dan menanggulangi korban bencana. (Musliha.2010)
2. Fungsi
Fungsi Unit Gawat Darurat adalah untuk menerima,
menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang
bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak
gawat. UGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk
penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini
merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan
bencana yang terjadi di tiap daerah. Ruang UGD, selain sebagai
area klinis, UGD juga memerlukan fasilitas yang dapat menunjang
beberapa fungsi-fungsi penting sebagai berikut: kegiatan ajar
mengajar, penelitian/ riset, administrasi, dan kenyamanan staff.
Secara umum keberadaan IGD Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. mencegah kematian dan kecacatan;
b. menerima rujukan pasien atau merujuk pasien baik secara
horizontal maupun vertical;
c. melakukan penanggulangan korban bencana massal yang
terjadi di dalam dan di luar RS;
d. melakukan penanganan kasus true dan false emergency;
e. mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan
penanggulangan penderita gawat darurat melalui
pendidikan, menyelenggarakan berbagai kursus yang

6
berhubungan dengan basic dan advanced life support.
(Musliha.2010).
3. Area
Area - area pelayanan kesehatan di UGD, meliputi area
administratif, reception/ triage/ waiting area, resuscitation area,
area perawat akut (pasien yang tidak menggunakan ambulan),
area Konsultasi (untuk pasien yang menggunakan ambulan), staff
work stations, area khusus, misalnya ruang wawancara untuk
keluarga pasien, ruang prosedur, plaster room, apotik,
opthalmology/ ENT, psikiatri, ruang isolasi, ruang dekontaminasi,
dan area ajar mengajar, pelayanan penunjang, misalnya gudang/
tempat penyimpanan, perlengkapan bersih dan kotor, kamar
mandi, ruang ttaff, tempat troli linen, tempat peralatan yang bersifat
mobile, mobile X-Ray equipment bay, ruang alat kebersihan, area
tempat makanan dan minuman, kantor dan area administrasi, area
diagnostik misalnya medis imaging area laboratorium, departemen
keadaan darurat untuk sementara/ bangsal observasi jangka
pendek/ singkat (opsional), dan ruang sirkulasi.Ukuran Total UGD
dimana total area internal UGD, tidak termasuk bangsal
pengamatan dan area internal imaging sekarang ini sebaiknya,
harus sedikitnya 50 m2/1000 kehadiran tahunan atau 145 m 2/1000
jumlah pasien yang masuk setahun, ukuran yang manapun boleh
dipakai tetapi lebih baik dipilih yang lebih besar. Ukuran yang
minimum suatu UGD akan lebih fungsional apabila seluas 700 m2.
Total ukuran dan jumlah area perawatan akan juga akan
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: Jumlah angka pasien,
pertumbuhan yang diproyeksikan, anti pasti perubahan di dalam
teknologi, keparahan penyakit, waktu penggunaan laboratorium

7
dan imaging medis, jumlah atau susunan kepegawaian dan
struktur. (Musliha.2010)
4. Desain
a. Jalan masuk ambulans harus cukup luas yang dapat
menampung lebih dari 2 ambulans. Jalan masuk ambulans di
depan pintu IGD untuk menurunkan penumpang harus
terlindung dari cuaca. Tempat parkir ambulans harus tersedia
selain untuk staf medis maupun pengunjung.
b. Pengaturan pasien harus baik, demikian pula desain bagian
IGD harus membuat suasana adanya hubungan masyarakat
yang baik.
c. Desain harus memungkinkan kecepatan pelayanan dapat
dilakukan, bila terjadi hambatandalam alur yang
memperlambat pelayanan akan memberikan kesan yang tidak
baik dalammemberikan pelayanan kegawatdaruratan.
d. Tata letak ruang dalam bangunan IGD tidak boleh
memungkinkan terjadinya infeksi silang (cross infection).
(Musliha.2010).
5. Tata Ruang
a. Tata ruang akan mengikuti alur pelayanan dimulai dengan
area triase yang sebaiknya disiapkan juga area tempat
penyimpanan brankar (stretcher bay) dan kursi roda (wheel
chair).
b. Pasien yang darurat (emergency) atau perlu pertolongan
segera akan ditangani di ruang tindakan, dan pasien yang
gawat darurat (urgent) atau ada ancaman kematian akan
ditangani diruang resusitasi, sedangkan pasien yang tidak
gawat tidak darurat akan ditangani di false emergency atau
poliklinik 24 jam. (Musliha.2010).

8
6. Kriteria
Adapun beberapa kriteria dalam Unit Gawat Darurat
(UGD) menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(RI) tahun 1992 yaitu:
a. unit gawat darurat harus buka 24 jam;
b. unit gawat darurat juga harus melayani penderita-penderita
“False Emergency” tetapi tidak boleh mengganggu/
mengurangi mutu pelayanan penderita gawat darurat;
c. unit gawat darurat sebaiknya hanya melakukan “Primary
Care” sedangkan “Definitive Care” dilakukan ditempat lain
dengan cara kerja yang baik;
d. unit gawat darurat harus meningkatkan mutu personalia
maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan
penderita gawat darurat;
e. unit gawat darurat harus melakukan riset guna
meningkatkan mutu/kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat sekitarnya. (Winda Halim, Dkk. 2015).
7. Kegiatan di Unit Gawat Darurat
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab UGD, secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam yaitu (Flynn, 1962):
a. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat bertujuan
menyelamatkan untuk kehidupan penderita, namun sering
dimanfaatkan hanya untuk memperoleh mendapatkan
pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan
rawat jalan. (Winda Halim, Dkk. 2015).
b. Menyelenggarakan pelayanan penyeringan untuk kasus-
kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif.
Merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk
memperoleh pelayanan rawat inap intensif.

9
Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat,
serta menampung serta menjawab semua pertanyaan
semua anggota masyarakat tentang segala sesuatu yang
ada hubungannya dengan keadaan medis darurat
(Emergency Medical Uestions). Lingkup Sarana Pelayanan
IGD. (Winda Halim, Dkk. 2015).
8. Lingkup Sarana Pelayanan UGD
a. Program Pelayanan pada IGD:
True Emergency (Kegawatan darurat)
1) False Emergency (Kegawatan tidak darurat)
2) Cito Operation.
3) Cito/ Emergency High Care Unit (HCU).
4) Cito Laboratorium.
5) Cito Radiodiagnostik.
6) Cito Darah.
7) Cito Depo Farmasi. (Winda Halim, Dkk. 2015).
b. Pelayanan Kegawatdaruratan pada IGD:
1) Pelayanan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler.
2) Pelayanan Kegawatdaruratan Sistem Pernafasan
Respiratory.
3) Pelayanan Kegawatdaruratan Saraf Sentral / Otak.
4) Pelayanan Kegawatdaruratan Lain antara lain : saluran
kemih/prostat, pencernaan, dll. (Winda Halim, Dkk.
2015).

10
D. INTENSIVE CARE UNIT
1. Definisi
ICU adalah ruang rawat rumah sakut dengan staf perlengkapan
khusus ditunujukkan untuk mengelola pasein dengan penyakit,
trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa.
Definisi lain:
ICU adalah ruang di rumah sakit yang dilengkapi staf dan
peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang
terancam jiwa oleh kegagalan/disfungsi satu organ atau ganda yang
masih reversibel. (Doris Weinstock.2010).
2. Peran ICU
Erat hubungannya dengan peran rumah sakit di daerah itu agar
pelayanan lebih rasional dan optimalisasi dalam pemakaian
sumber daya.
Ada 3 level ICU:
a. Level I di rumah sakit daerah (tipe C dan D)
Pada rumah sakit di daerah yang kecil, di sini ICU lebih
tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi (high
dependency). Di sini dilakukan observasi perawatan ketat
dengan monitor EKG. Resusitasi segera dapat dikerjakan, tetapi
ventilator hanya diberikan kurang dari 24 jam.
b. Level II di rumah sakit tipe B
Mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter
residen yang selalu unit di tempat dan mempunyai hubungan
dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi. Bentuk
fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misal dialysis),
monitor invasive (mencatat tekanan intracranial) dan
pemeriksaan canggih (CT Scan) tidak perlu rutin ada, kecuali
menunjang peranan rumah sakit (misal sebagai trauma center).

11
c. Level III di rumah sakit tersier (Tipe A)
Biasanya pada rumah sakit tipe A, memiliki semua aspek
yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai
rumah sakit rujukan.Personil meliputi intensivist dengan traince,
perawat spesialis profesional kesehatan (MRI dan CT Scan)
tersedia dengan dukungan spesialis semua disiplin. (Doris
Weinstock.2010)
3. Tipe, ukuran, dan lokasi ICU
ICU di indonesia umumnya terbentuk ICU umum, dengan
pemisahan untuk CCU (jantung koroner), unit dialysis dan neonatal
ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomi dan
operasional dengan menghindari duplikasi peralatandan pelayanan
dibandingkan pemisah antara ICU medik dan ICU bedah.
Jumlah bed ICU di rumah sakit berkisar antara 1 – 4% dari
kapasitas bed rumah sakit. Jumlah ini tergantung pada peran dan
tipe ICU. Lokasi ICU sebaiknya di wilayah penanggulangan gawat
darurat (certical care unit) di ru,a sakit, jadi harus berdekatan
dengan unit gawat darurat, kamar bedah, CCU dan akses ke
laboratorium klinik dan radiology. (Lupita Sari. 2018).
a. Transporatasi diantara tempat ini harus baik dan lancar, baik
untuk lat maupun tempat tidur.
b. Ruang di ICU sebaiknya banyak berjendela lebar dan dari pos
peaswat siaga harus dapat meliputi semua pasien da untuk
ruang isolasi dapat dipasang monitor televisi.
c. Di pusat siaga ini dapat ditempatkan sentral monitor, obat –
obatan yang diperlukan, catatan medik, telepone, dan komputer.
d. Tempat cuci tangan harus cukup agar memudahlan petugas
(dokter dan perawat) untuk mencapainya setiap seblum dan

12
sesudah bersentuhan dengan pasien (bila mungkin 1 bed
mempunyai wastafel. (Lupita Sari 2018).
4. Personil (Sumber Daya Manusia)
Tenaga dokter, perawat, paramedik lain dan non-medik
tergantung pada level ICU dan kebutuhan masing – masing.
(Lupita Sari. 2018).
5. Kebijakan Operasional
Perlu kebijakan operasional yang jelas dalam mengelola ICU.
a. ICU terbuka: mempunyai akses tak terbatas oleh dokter yang
dapat dengan bebas memasukkan dan mengelola pasien.
b. ICU tertutup: mempunyai kebijakan untuk pasien masuk, keluar
dan rujukan oleh kontrol ICU.
c. Kebijakan dapat bersifat universal (misal kebijakan antibiotika)
dan dapat bersifat lokal (misak memakai baju khusus waktu
masuk ICU). (Lupita Sari. 2018)
6. Prosedur Masuk ICU
Pasien yang masuk ICU di kirim oleh dokter disiplin lain di luar
ICU setelah konsultasi dengan dokter ICU. Konsultasi sifatnya
tertulis, tetapi dapat juga didahului secara lisan (misal per telepon)
terutama dalam keadaan mendesak, tetapi tetap diikuti dengan
konsultasi tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa dari pasien
akan ditangani oleh dokter ICU beserta staf, tetapi penyakit yang
mendasari tetap dibicarakan dengan dokter pengirim.

Transportasi ke ICU masih menjadi tanggung jawab dokter


pengirim, kecuali transportasi pasien yang perlu bantuan khusus
dapat dibantu pihak ICU. Selama pengobatan di ICU maka
dimungkinkan untuk konsultasi dengan berbagai spesialis di luar
dokter pengirim dan dokter ICU bertindak sebagai koordintornya.

13
Terhadap pasien dan atau keluarga diberikan penjelasan tentang
perlunya masuk ICU dengan segala konsekuensinya (termasuk
biaya) dengan menandatangani informed consent (surat
persetujuan). (Doris Weinstock.2010)

7. Indikasi Masuk ICU


Seperti dikemukakan dalam definisi ICU maka pasien yang
masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan ternacam jiwanya
sewaktu – waktu karena kegagalan atau disfungsi satu/ multipel
organ atau sistem dan kemungkinan masih ada kemungkinan
dapat disembuhkan kembali melalui perawatan pemantauan dan
pengobatan intensif.Dari disfungsi atau kegagalan organ atau
sistem ini dapat diuraikan berbagai jenis penyakit yang nantinya
perlu masuk ICU.Selain indikasi medik yang jelas ini, maka masih
dikenal indikasi sosial yang masuknya pasien ke ICU di luar
indikasi medik yaitu: pasien tidak ada kegawatan mengancam jiwa
atau pasien yang sudah jelas ireeversibel penyakitnya (misal mati
batang otak, penyakit kanker yang sudah metastase jauh). Tetapi
karena ada pertimbangan sosial tertentu dapat masuk ICU. (Doris
Weinstock.2010).
8. Kontra Indikasi Masuk ICU
Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalh pasien dengan
penyakit yang sangan menular seperti gas gangraen. Sedangkan
kontras indikasi relatifnya adalah yang disebut dalam indikasi sosial
di atas. (Doris Weinstock.2010)
9. Kriteria Keluar Dari ICU
Pasien tidak perlu lagi berada di di ICU apabila:
a. meninggal dunia;

14
b. tidak ada kegawatan yang mengancam jiwa sehingga dapat
dirawat di ruang biasa atau dapat pulang;
c. atas permintaan kelurga tetapi harus ada informed consen
yang khusus dari keluarga pasien. (Doris Weinstock.2010)
10. Perlakuan Terhadap Pasien
Pasien di ICU agak berbeda dengan pasien di rawat inap biasa,
karena pasien ICU dapat dikatakan ada ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap perawat dan dokternya. Di ICU pasien dapat
sakit kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami
kelumpuhan, sehingga segala sesuatu yang terjadi pada diri pasien
hanya dapat diketahui melalui monitoring dan rekording yang baik
dan teratur. Perubahan yang terjadi harus dianalisis secara cermat
untuk mendapatkan tindakan atau pengobatan yang tepat. (Antony
Halim Gunawan.2016).
11. Perlakuan Terhadap Keluarga Pasien
Karena pasien tidak dapat di tunggu oleh keluarga di dalam
ruang ICU diperlukan komunikasi yang baik antara dokter / perawat
ICU dengan keluarga secara teratur dan konsisten. Harus di
jelaskan secara jelas keadaan sebenarnya dari pasien dengan
bahasa sederhana saat masuk atau bilamana ada perubahan
keadaan pasien. Bila keadaan pasien dalam keadaan sakratul
maut, keluarga dapat dipersilahkan masuk untuk melakukan ritual
agama tertentu. Keluarga yang penuh kecemasan takut kehilangan
keluarga, penolakan terhadap penyakit yang menimpa, rasa tidak
percaya, rasa berdosa atau rasa marah perlu mendapatkan
pendekatan yang baik dari petugas ICU. Jasa rohaniawan dapat
dipergunakan dalam hal ini. Permintaan untuk menyertakan
pengobatan alternatif kadangkala membuat kesulitan untuk dokter
atau perawat, tetapi sepanjang tidak memberi intervensi

15
pengobatan atau dapat memberi sumber infeksi hal tersebut dapat
diakomodasikan (misal meminta menggosok air putih di kaki).
(Antony Halim Gunawan.2016).
Adapun acuan dalam merumuskan paket-paket program sesuai
dengan klafikasi dan jenis-jenis pelayanan UPI berdasarkan
kemenkes tahun 2011, dapat di klafikasikan menjadi 3 yaitu:
a. ICU Primer
Ruang perawatan intensive primer memberikan pelayanan
pada pasien yang memerlukan perawatan ketat (high care),
ruang perawatan intensif mampu melakukan resusitasi
jantung paru dan memberikan ventilasi bantuan 24-48 jam.
b. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus mampu
memberikan ventilasi bantu lebih lama, mempu melakukan
bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
c. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek
perawatan intensif, mampu memberikan pelayanan yang
tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi
sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak
terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstra
corporal dan pemantauan kardiovaskuler invasive dalam
jangka waktu terbatas. (Antony Halim Gunawan.2016)

E. HIGH CARE UNIT


1. Definisi
High care unit (HCU) adalah unit pelayanan rumah sakit
bagi pasien dengan kondisi stabil dari fungsi respirasi,

16
hemodinamik, dan kesadaran namun masih memerlukan
pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. (Lupita
Sari.2018)
2. Pelayanan HCU
Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang
dilaksanakan melalui pendekatan multidisiplin yang terdiri dari
dokter spesialis dan dokter serta dibantu oleh perawat yang
bekerja secara interdisiplin dengan fokus pelayanan.
Pengutamaan pada pasien yang membutuhkan pengobatan,
perawatan dan observasi secara ketat sesuai dengan standar
prosedur operasional yang berlaku di rumah sakit.

Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakukan antara


lain:
a. tingkat kesadaran;
b. fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan interval waktu
minimal empat jam atau disesuaikan dengan keadaan
pasien
c. oksigen dengan menggunakan oksimeter secara terus
menerus
d. keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal
delapan jam atau disesuaikan dengan keadaan pasien.
(Lupita Sari.2018)
Tindakan medik dan asuhan keperawatan yang dilakukan:
a. Bantuan Hidup Dasar/Basic Life support (BHD/BLS) dan
Bantuan Hidup Lanjut / Advanced Life Support ( BHL/ALS)
1) Jalan nafas (Airway): membebaskan jalan nafas
(sampai dengan melakukan intubasi endotrakeal)

17
2) Pernafasan/ventilasi (Breathing): Mampu melakukan
bantuan nafas (breathing support).
3) Sirkulasi (Circulation): mampu melakukan resusitasi
cairan, defibrilasi, dan kompresi jantung luar.

b. Terapi oksigen.
c. Penggunaan obat-obatan untuk pemeliharaan/stabilisasi
(obat inotropik, obat anti nyeri, obat aritmia jantung, obat-
obat yang bersifat vasoaktif, dan lain-lain).
d. Nutrisi enteral atau parenteral campuran
e. Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien
f. Evaluasi seluruh tindakan dan pengobatan yang telah
diberikan. (Lupita Sari.2018)
3. Indikasi masuk dan keluar HCU
Penentuan indikasi pasien masuk ke HCU dan keluar dari
HCU serta pasien yang tidak dianjurkan untuk dirawat di HCU
ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. Indikasi masuk
1) Pasien gagal organ tunggal yang mempunyai resiko
tinggi untuk terjadi komplikasi
2) Pasien yang memerlukan perawatan perioperatif.
b. Indikasi keluar
1) Pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan
pemantauan yang ketat
2) Pasien/keluarga yang menolak untuk dirawat di HCU
(atas dasar “informed consent”). (Lupita Sari.2018).
4. Sarana dan Prasarana
Pengadaan sarana, prasarana, dan peralatan HCU
mengikuti pedoman seperti berikut:

18
1. Lokasi: Bergantung dari modal yang dipilih

1) Intergrated: bergabung dengan ICU

2) Paralel: bersebelahan dengan ICU

3) Separated: terpisah dengan ICU ( dapat dibuat di setiap


bagian: bagian bedah, bagian neurologi, penyakit dalam,
anak, bagian kebidanan, dan lain-lain). (Lupita
Sari.2018)

2. Desain
1) Luas daerah untuk satu tempat tidur adalah 3 x 3 meter
2) Mempunyai alat pendingin ruangan (AC)
3) Ventilasi baik, memiliki exhaust fan
4) Pencahayaan cukup
5) Lantai bersih
6) Memiliki sumber energi listrik cadangan
7) Luas ruangan di sesuaikan sesuai kebutuhan
8) Jumlah tempat tidur disesuaikan sesuai kebutuhan
9) Memiliki sumber oksigen (sentral/tabung)
10) Memiliki tempat cuci tangan (wastafel) yang disesuaikan
dengan jumlah tempat tidur. (Lupita Sari.2018)
3. Peralatan
a. Bedside monitor (yang dapat memonitor tekanan darah
dan nadi secara berkala, EKG dan oksimetri)
b. Defibrilator
c. Alat penghisap lendir (suction pump) (sentral atau
manual)
d. Alat pembebas jalan nafas (laringoskop, pipa
endotracheal, dan lain-lain)

19
e. Alat akses pembuluh darah
f. Pompa infus (infusion pump syringe pump)
g. Alat transfortasi pasien. (Lupita Sari.2018)

F. PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT


1. Definisi
Perawatan di ruang pediatric intensive care unit (PICU)
merupakan perawatan yang sangat unik karena tidak hanya
pasien yang harus ditangani langsung oleh perawat, akan tetapi
juga orang tua yang perlu mendapat perhatian perawat.
Menurut Kristension dkk (2003). Goran Haglund dikreditkan
dengan mendirikan ICU pediatrik pertama pada tahun 1955. PICU
berlokasi di Children's Hospital of Goteburg di Swedia. PICU
pertama di Amerika Serikat tidak dikembangkan hingga 12 tahun
kemudian. Pada tahun 1967, John Downes mendirikan PICU
pertama di Amerika Utara di Children's Hospital of Philadelphia.
Pembentukan dua unit ini akhirnya akan menyebabkan ratusan
PICU dikembangkan di Amerika Utara dan Eropa. Jumlah ini
masih meningkat di masa sekarang.Ada berbagai faktor yang
mengarah pada pengembangan PICU. John Downes
mengidentifikasi lima spesialisasi obat yang dibantu dalam
pengembangan. Spesialisasi ini termasuk ICU pernapasan
dewasa, perawatan intensif neonatal, bedah umum anak, bedah
jantung anak, dan anestesi anak.
Antara 1930 dan 1950 epidemi poliomyelitis telah
menciptakan kebutuhan yang lebih besar untuk perawatan intensif
pernapasan dewasa, termasuk paru-paru besi. Ada kalanya anak-

20
anak akan terkena polio dan harus dirawat di ICU juga. Ini
berkontribusi pada kebutuhan akan unit di mana anak-anak yang
sakit kritis dapat diobati. Masalah pernafasan juga meningkat pada
anak-anak karena unit perawatan intensif neonatal meningkatkan
tingkat kelangsungan hidup bayi. Ini disebabkan oleh kemajuan
ventilasi mekanis. Namun, ini mengakibatkan anak-anak
mengembangkan penyakit paru-paru kronis, tetapi tidak ada unit
khusus untuk mengobati penyakit ini.Kemajuan dalam bedah
umum anak, operasi jantung, dan anestesiologi juga merupakan
faktor pendorong dalam pengembangan PICU. Pembedahan yang
dilakukan menjadi lebih rumit dan membutuhkan pemantauan
pasca operasi yang lebih luas. Pemantauan ini tidak dapat
dilakukan pada unit pediatrik biasa, yang menyebabkan Rumah
Sakit Anak dari Philadelphia mengembangkan PICU pertama
.Kemajuan dalam anestesi pediatrik mengakibatkan ahli anestesi
mengobati pasien anak di luar ruang operasi. Hal ini menyebabkan
dokter anak untuk mendapatkan keterampilan dalam anestesiologi
untuk membuat mereka lebih mampu mengobati pasien anak yang
sakit kritis. Ahli anestesi pediatri ini akhirnya mengembangkan dan
kemudian menjalankan PICU. (Cecep Triwibowo, Dkk. 2016).
2. Karakteristik PICU
Ada berbagai karakteristik PICU yang memungkinkan
penyedia layanan kesehatan untuk memberikan perawatan yang
paling optimal. Yang pertama dari karakteristik ini adalah
lingkungan fisik PICU. Tata letak unit harus memungkinkan staf
untuk terus mengamati pasien yang mereka tangani. Staf juga
harus dapat dengan cepat menanggapi pasien jika ada perubahan
dalam status klinis pasien. Kepegawaian yang benar adalah
komponen vital berikutnya untuk PICU yang sukses. Staf perawat

21
sangat berpengalaman dalam memberikan perawatan kepada
pasien yang paling kritis. Rasio perawat terhadap pasien harus
tetap rendah, yang berarti bahwa perawat hanya harus merawat 1-
2 pasien tergantung pada status klinis pasien. Jika status klinis
pasien sangat penting, maka mereka akan membutuhkan lebih
banyak pemantauan dan intervensi daripada pasien yang stabil.
Dalam banyak kasus, para perawat dan dokter merawat pasien
yang sama untuk jangka waktu yang lama. Ini memungkinkan
penyedia membangun hubungan dengan pasien, sehingga semua
kebutuhan pasien terpenuhi. Para perawat dan dokter harus
bekerja bersama sebagai tim kolaboratif untuk memberikan
perawatan yang optimal. Kolaborasi yang sukses antara perawat
dan dokter telah menghasilkan tingkat kematian yang lebih rendah
tidak hanya di PICU, tetapi semua unit perawatan intensif.
(Wikipedia.2018)
3. Kriteria Perawat Picu
Sebagai perawat PICU, diperlukan pengetahuan dan
sertifikasi yang lebih luas. Pengakuan dan interpretasi adalah dua
dari banyak keterampilan yang dibutuhkan untuk perawat PICU.
Hal ini memungkinkan perawat untuk dapat mendeteksi
perubahan apa pun dalam kondisi pasien dan untuk merespon
sesuai. Keterampilan lain mungkin termasuk rute administrasi,
resusitasi, intervensi pernapasan dan jantung, persiapan dan
pemeliharaan monitor pasien, dan keterampilan psiko-sosial untuk
memastikan kenyamanan pasien dan keluarga. Ada berbagai
sertifikat yang diperlukan untuk perawat terdaftar untuk
memperoleh untuk bekerja di PICU. Salah satu dari sertifikasi ini
adalah sertifikat Perawat Terdaftar Perawatan Kritis (pediatrik).
Sertifikat ini memungkinkan perawat untuk merawat pasien anak

22
yang sakit kritis dalam pengaturan apa pun, tidak hanya PICU.
Sertifikat lainnya termasuk resusitasi cardiopulmonary, dukungan
hidup dasar anak, dan dukungan kehidupan muka pediatrik.
(Wikipedia. 2018).
4. Tingkat Perawatan PICU
Sebagai obat telah jatuh tempo dari waktu ke waktu,
pengembangan unit perawatan intensif pediatri telah diperluas
untuk mempertahankan tingkat satu dan tingkat dua PICU. Di
antara dua tingkat yang berbeda ini, mereka mampu memberikan
perawatan kritis dan stabilisasi untuk setiap anak sebelum
mentransfer ke ketajaman yang berbeda. Di tingkat satu PICU,
anggota tim perawatan kesehatan harus mampu memberikan
berbagai perawatan yang biasanya melibatkan pendekatan
intensif, cepat berubah, dan progresif. Di tingkat dua PICU,
pasien akan hadir dengan ketajaman yang kurang kompleks dan
akan lebih stabil. (Wikipedia.2018).
5. Indikasi Masuk Ruang PICU
PICU merupakan pelayanan intensif untuk anak yang
memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah
dan mengobati terjadinya kegagalan organ-oragan vital. Anak
yang harus dirawat di PICU adalah mereka yang mengalami:
a. Masalah pernafasan akut
b. Kecelakaan berat
c. Komplikasi
d. Kelainan fungsi organ.(Sri Mulyani. 2016).

23
G. NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT
1. Definisi
NICU (Neonatal Intensive Care Unit), ruangan khusus di bawah
pantauan intensif tim dokter untuk merawat maupun mengobati bayi
baru lahir yang membutuhkan perawatan khusus. Banyak rumah-
sakit yang mengklaim telah memiliki NICU, namun sesungguhnya
belum memenuhi standar. Angka kematian dan kejadian neonatal di
negara-negara berkembang hingga saat ini masih tinggi. Meski
demikian, unit-unit dan layanan kesehatan, belum bisa berbuat
banyak yang disebabkan upaya yang dilakukan selalu terganjal
banyak kendala. Antara lain belum tersedianya infrastruktur dan
peralatan yang memadai serta minimnya tenaga medis dengan latar
belakang pendidikan khusus Neonatal Intensive Care Unit (NICU).
Penanganan pasien neonatal pada dasarnya tidak bisa disamakan
atau disatukan dengan pasien dengan keluhan dan penyakit lain.
Untuk neonatal, pasien harus mendapatkan penanganan dan
perlakuan ekstra khusus. Sebab risiko kematiannya sangat tinggi.
Meski demikian, beberapa rumah-sakit tetap melakukan perawatan
terhadap pasien neo natal, dengan berbagai kekurangan dan
keterbatasan. Akibatnya, penanganan yang dilakukan tidak
maksimal. Inilah yang menyebabkan angka kematian pasien
neonatus tetap tinggi. (Charles J.P Siregar Dkk. 2003).
2. Tingkat perawatan
Idealnya, penanganan kasus neonatal harus dilakukan dalam
ruang perawatan khusus yang terdiri dari tiga level, berdasarkan
derajat kesakitan, risiko masalah dan kebutuhan pengawasannya.
Level pertama adalah untuk bayi risiko rendah, dengan kata lain
bayi normal yang sering digunakan istilah rawat gabung ( perawatan
bersama ibu). Unit ini memberikan perawatan dasar. Bayi tidak

24
perlu diinfus, namun siap dipindahkan ke unit yang lebih intensif jika
ditemukan komplikasi. (Emiliana Luh Damayanti Dkk. 2017).
Level II untuk bayi risiko tinggi tetapi pengawasan belum perlu
intensif. Pada level ini bayi diawasi oleh perawat 24 jam, akan
tetapi perbandingan perawat dan bayi tidak perlu 1-1. Sedangkan
pada level III, pengawasan yang dilakukan benar-benar ekstra
ketat. Satu orang perawat yang bertugas hanya boleh menangani
satu pasien selama 24 jam penuh. Pada ketiga level peran dokter
boleh dibagi, artinya 1 orang dokter pada ketiga level, akan tetapi
dengan ketrampilan dan pengetahuan khusus mengenai masalah
gawat darurat pada neonatus. menyediakan perawatan untuk
kasus komplikasi serius ketika bayi memerlukan inkubator,
infus, oksigen, dan monitor jantung serta paru. (Emiliana Luh
Damayanti Dkk. 2017).
Level III Sesuai dengan namanya, perawatan intensif harus
dilakukan secara khusus oleh seorang perawat terus menerus
selama 24 jam. Tapi kalau perawatan dilakukan terhadap beberapa
pasien, itu namanya bukan intensif. Tujuannya, agar kita bisa
merawat bayi-bayi risiko tinggi secara baik dan benar. Sehingga
bayi yang sakit itu jangan sampai meninggal. Setelah dirawat, dia
harus sembuh. Dan sembuhnya itu juga bukan sekedar sembuh,
tapi kalau bisa sembuh tanpa cacat,” tegas Kepala Unit Neonatal
sebuah Rumah Sakit, Dr. Eric Gultom Sp.A. Selain pengawasan
oleh dokter dan perawat secara intensif, dukungan peralatan juga
sangat membantu kesembuhan pasien. Sebab perubahan klinis
pasien neonatal sangat cepat, sehingga membutuhkan peralatan
bantuan monitor, mesin dan peralatan penunjang lain yang cukup
mahal.

25
Meski penting untuk dapat mewujudkan Unit NICU sesuai
standar, tapi ada hal lain yang menurut ahlinya dokter anak dapat
dengan mudah dilakukan. Hal itu adalah memberikan informasi dan
pengetahuan pada calon ibu atau ibu muda untuk menjaga dan
merawat kehamilannya dengan benar. “Apa pun namanya,
mencegah tetap lebih baik daripada mengobati,” tambahnya.
menyediakan penanganan dan pemantauan ketat. Unit ini
menawarkan dukungan hidup bila diperlukan, serta perawatan bayi
prematur dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu atau berat
badan (BB) kurang dari 510 gram. (Emiliana Luh Damayanti Dkk.
2017).

3. Indikasi NICU
Ada berbagai penyakit bayi baru lahir yang membuat bayi musti
dirawat di NICU. Yang paling sering adalah kasus kegagalan
fungsi organ vital yang dialami bayi akibat lahir belum cukup bulan
atau prematur, atau akibat bayi lahir dengan penyakit bawaan,
di antaranya:
a. Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau disfungsi
pernapasan pada bayi prematur. Karena paru-paru bayi
belum berkembang sepenuhnya, maka organ tersebut tidak
cukup memroduksi zat aktif pada alveoli (surfaktan), sehingga
dibutuhkan bantuan berupa mesin pernapasan sementara
atau penggunaan surfaktan buatan;
b. Infeksi, baik yang berasal dari mama – selama kehamilan,
proses persalinan atau setelah kelahiran - yang rentan
mengenai bayi prematur akibat tubuhnya yang belum mampu
menangkis benda asing yang masuk ke tubuhnya.

26
Sepsis atau infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri
dan mengakibatkan komplikasi serius pada organ penting (ginjal,
paru-paru, otak) dan berisiko kematian.
(Emiliana Luh Damayanti Dkk. 2017).

4. Alat-Alat NICU
a. Inkubator, untuk mempertahankan kondisi lingkungan yang
sesuai untuk bayi baru lahir khususnya bayi prematur atau bayi
sakit.
b. Infant Warmer, untuk menstabilkan dan mengontrol suhu tubuh
bayi terutama saat baru lahir.
c. Infusion Pump, untuk memberikan cairan infus atau obat-obatan
secara akurat dan kontinu sesuai dengan yang dibutuhkan.
d. Syringe Pump, untuk memberikan cairan infus dan obat-obatan
dengan aman, ketepatan sangat akurat dan kontinu sesuai
dengan yang dibutuhkan.
e. Berbagai alat monitor seperti monitor jantung paru dan pulse
oximeter), yakni untuk memantau denyut jantung dan
pernapasan bayi serta kadar oksigen dalam darah secara terus-
menerus.
f. Alat bantu pernafasan C-PAP (continous positive airway
pressure), untuk bayi-bayi prematur yang mengalami gangguan
pernapasan akibat paru-parunya tidak dapat mengembang
secara sempurna.
g. Ventilator multifungsi, untuk merawat bayi dengan gangguan
pernapasan berat. (Koestoer Artono Raldi. 2013).

27
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Kata manejemen berasal dari bahasa latin yaitu dari asal kata
manus yang berarti tang dan agere yang berarti melakukan. Kedua
kata itu digabungkan menjadi kata kerja manager yang artinya
menangani. Managere diterjemahkan kedalam bahasa inggris
dalam bentuk kata kerja to manage dengan kata benda
management. Manajer untuk orang yang melakukan kegiatan
manajemen.
2. Rumah sakit adalah suatu tempat yang terorganisasi dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien baik yang
bersifat dasar, spesialistik, maupun subspesialistik. Selain itu,
rumah sakit juga dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan
bagi tenaga profesi kesehatan.
3. Unit gawat darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit
yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita
sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan
hidupnya.
4. ICU adalah ruang rawat rumah sakut dengan staf perlengkapan
khusus ditunujukkan untuk mengelola pasein dengan penyakit,
trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa.
5. High care unit (HCU) adalah unit pelayanan rumah sakit bagi
pasien dengan kondisi stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik,
dan kesadaran namun masih memerlukan pengobatan, perawatan
dan pemantauan secara ketat.
6. Perawatan di ruang pediatric intensive care unit (PICU)
merupakan perawatan yang sangat unik karena tidak hanya

28
pasien yang harus ditangani langsung oleh perawat, akan tetapi
juga orang tua yang perlu mendapat perhatian perawat.
7. NICU (Neonatal Intensive Care Unit), ruangan khusus di bawah
pantauan intensif tim dokter untuk merawat maupun
mengobati bayi baru lahir yang membutuhkan perawatan khusus.

B. SARAN
Semoga dengan selesainya makalah ini, pembaca khususnya
mahasiswa dapat lebih meningkatkan proses pembelajaran yang
lebih efektif terutama tentang Organisasi Manajemen Rumah Sakit,
untuk membantu terciptanya sumber daya manusia yang kompeten.

29
30
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito Wiku. 2007. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.


Jakarta: PT Raja Grafindo Perindo.

IsmaiInar H. 2018. Manajemen unit kerja: Untuk Perekam Medis dan


Informatika Kesehatan Masyarakat Keperawatan dan Kebidanan.
Yogyakarta: CV Budi Utama.
Musliha. 2010.Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika.
Weinstock, Doris. 2010. Rujukan Cepat Di Ruang ICU/ICCU. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Mulyani, Sri. 2016. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Analisis Dan
Perancangan.Bandung:Abdi Sistemika.
Siregar J.P Charles., dan Lia Amalia. 2003.Farmasi Rumah Sakit. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Halim Winda, dkk. 2015. Perancangan Ruang Triase dan Intermediate Ward
(IW) Ditinjau Dari Segi Ergonomi dan Peraturan Pemerintah (Studi
Kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS.X): Jurnal Integra. Vol.
5,No.1, hh 83-101.
Gunawan Antony Halim. 2016. Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat Unit
Pelayanan Intensif Berdasarkan Beban Kerja dan Kompetensi di Unit
Pelayanan Intensif Rumah Sakit Dr Oen Solo Baru Tahun 2015: Jurnal
Arsi. Vol. 2 No. 2, hh 98-114.
Triwibowo Cecep, Nani Zulfikar, Tinah. 2016. Pengembangan Instrumen
Caring Berbasis Need Assesment Pada Pasien Dampak
Hospitalisasi Di Bangsal Pediatric Intensive Care Unit RSUD DR
PRINGADI MEDAN: Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. Vol. 1 No.
1, hh 35-42

31
Damayanti Luh Emiliana, dan Hanna Harnida. 2017. Gambaran
Penatalaksanaan Perawatan Bayi Prematur Di Ruang Nicu Rs. X
Surabaya: Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan. Hh 24-31.

Wikipedia. 2018.Pediatric Intensive Care Unit.


(https://en.wikipedia.org/wiki/Pediatric_intensive_care_unit. Di akses
pada tanggal 22 Juli 2018).

Sari, Lupita. 2018. Manajemen Pelayanan HCU dan ICU.


(https://www.academia.edu/7668279/Manajemen_Pelayanan_HCU_da
n_ICU. Di akses pada tanggal 22 Juli 2018).

Raldi Artono Koestoer. 2013. Ruang Nicu Dan Peralatannya.


(https://koestoer.wordpress.com/2013/11/08/ruang-nicu-dan-
peralatannya/. Di akses pada tanggal 22 Juli 2018).

32

Anda mungkin juga menyukai