Anda di halaman 1dari 25

1

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya disingkat BSK adalah


terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat
dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. Penyakit ini diduga telah ada sejak
peradaban manusia yang tua karena ditemukan batu diantara tulang panggul
kerangka mumi dari seorang berusia 16 tahun. Mumi ini diperkirakan berumur
sekitar 7000 tahun (Dejong, 2004).
Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di Negara barat sekitar
5% dan terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak insidensinya
sekitar 2-3%. Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung kemih diantaranya
obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih (urea- splitting
bacteria), adanya benda asing, divertikel kandung kemih. Di Indonesia
diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya beberapa daerah yang
termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu endemik yang
disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik. Batu
kandung kemih dapat juga terbentuk pada usia lanjut yang disebut batu sekunder
karena terjadi sebagai akibat adanya gangguan aliran kemih, misalnya karena
hiperplasia prostat (Dejong, 2004).
Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari batu infeksi
(struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering
ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iritatif
saat berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri
suprapubik, hematuria dan buang air (Basler, 2017).
2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI VESIKA URINARIA

Vesika urinaria merupakan kantong muskular yang berfungsi untuk


menampung sementara urin, terletak didalam cavum pelvis, tepat dorsal os pubis.
Vesika urinaria dengan os pubis dipisahkan adanya spatium praevesicale (Retzii).
Di dorsal vesika urinaria, pada laki-laki terdapat rectum dan pada wanita ada
uterus, portio supravaginalis dan vagina. Bentuk dan ukuran vesika urinaria
dipengaruhi oleh derajat pengisian dan organ di sekitarnya. Vesika urinaria
inferior pada wanita berhadapan dengan diafragma pelvis dan pada laki-laki
berhadapan dengan prostat (Standring, 2008).

Pada permukaan dalam vesika urinaria terdapat dua osteum ureter dan satu
ostium uretra. Di dasar trigonum vesica terdapat musculus trigonalis, musculus ini
merupakan lanjutan tunika muscularis ureter. Musculus trigonalis ke anterior,
mengadakan kondensasi membentuk uvula visicae pada tepi ostium medius
prostat, atau oleh kedua bangunan tersebut bersamaan. Di antara kedua ostium
ureteris terdapat plica interuretica yang ditimbulkan oleh lanjutan stratum
longitudinale tunika muscularis ureter (Standring, 2008).

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang
kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius. Terdapat
beberapa bagian penting dari vesika urinaria yang terdiri dari atas;

a. Fundus yaitu bagian yang menghadap ke belakang dan bawah. Bagian ini
terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan
ikat duktus deferens, vesika seminalis dan prostat.
b. Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis (Standring, 2008).
3

Gambar 2.1. Anatomi vesika urinaria

Gambar 2.2 Hubungan kandung kemih dan prostat, bagian sagittal pada pria
(Gray, 2008).
4

Gambar 2.3 Hubungan kandung kemih perempuan, bagian sagital pelvis


(Gray, 2008).
2.1.1 Bagian dalam Buli – Buli:

Gambar 2.4 Bagian Coronal dari kandung kemih pada pria (Gray, 2008)
5

Hampir semua mukosa vesikalis (Gambar 2.4) hanya melekat secara


longgar pada otot yang berada di bawahnya: melipat ketika kandung kemih
mengosongkan, dan lipatan direntangkan rata saat terisi. Di atas trigonum, tepat di
atas dan di belakang lubang uretra internal, ia melekat pada lapisan otot yang
berdekatan dan selalu halus. Sudut anteroinferior trigonum dibentuk oleh lubang
uretra internal, sudut posterolateral oleh orifisi ureter. Batas trigonal superior
adalah bar interureterik sedikit melengkung, yang menghubungkan dua lubang
ureter dan diproduksi oleh kelanjutan ke dinding vesikalis dari otot longitudinal
internal ureter. Lateral punggungan ini melampaui bukaan ureter sebagai lipatan
ureter, yang diproduksi oleh bagian terminal ureter yang berjalan miring melalui
dinding kandung kemih.
Pada sistoskopi, lambang interureter muncul sebagai pita pucat dan
merupakan panduan untuk lubang ureter (Standring, 2008).
A. Trigonum
Otot polos trigonum terdiri dari dua lapisan berbeda, kadang-kadang
disebut otot trigonal superfisial dan otot detrusor trigonal yang dalam. Yang
terakhir terdiri dari sel-sel otot, tidak dapat dibedakan dari sel-sel detrusor, dan
hanya bagian posteroinferior dari otot detrusor yang tepat. Otot trigonal
superfisial merupakan komponen yang berbeda secara morfologis dari trigon,
yang, tidak seperti detrusor, tersusun atas bundel otot berdiameter relatif kecil
yang kontinu secara proksimal dengan yang ada pada ureter intramural. Otot
trigonal superfisialis relatif tipis tetapi umumnya digambarkan sebagai penebalan
sepanjang batas superiornya untuk membentuk bar interureterik. Penebalan serupa
terjadi di sepanjang tepi lateral trigon superfisial. Pada kedua jenis kelamin, otot
trigonum superfisial menjadi kontinu dengan otot polos uretra proksimal, dan
meluas pada pria di sepanjang puncak uretra sejauh bukaan saluran ejakulasi.
(Standring, 2008).
B. Lubang ureter (Ureteric orifices)
Lubang ureter seperti celah ditempatkan di sudut trigonal posterolateral
(Gambar 2.4). Dalam kantung kosong akan berjarak sekitar 2,5 cm, dan 2,5 cm
dari lubang uretra internal (Standring, 2008).
6

C. Lubang uretra internal (Internal urethral orifice)


Lubang uretra internal terletak di puncak trigonal, bagian terendah
kandung kemih, dan biasanya agak crescentic di bagian. Seringkali ada
peningkatan tepat di belakangnya pada pria dewasa (terutama usia paruh baya)
yang disebabkan oleh median prostatic lobe (Standring, 2008).

2.1.2 Sistem Vaskularisasi di Limfatik


A. Arteri
Kandung kemih dipasok terutama oleh arteri vesikalis superior dan
inferior (Gambar 2.5 A,B) berasal dari batang anterior arteri iliaka interna,
ditambah oleh arteri obturator dan glutealis inferior. Pada wanita, cabang
tambahan berasal dari arteri uterus dan vagina (Standring, 2008).
B. Arteri vesikalis superior
Arteri vesikalis superior memasok banyak cabang ke fundus kandung
kemih. Arteri ke vas deferens sering berasal dari salah satunya dan menyertai vas
deferens ke testis, di mana anastomosis dengan arteri testis. Cabang-cabang lain
memasok ureter. Awal dari arteri vesikalis superior adalah proksimal, bagian
paten dari arteri umbilical janin (Standring, 2008).
C. Arteri vesikalis inferior
Arteri vesikalis inferior sering timbul dengan arteri rektum tengah dari
arteri iliaka interna. Ini memasok dasar kandung kemih, prostat, vesikula
seminalis dan ureter bawah. Cabang-cabang prostatik berkomunikasi melintasi
garis tengah. Arteri vesikalis inferior kadang-kadang memberikan arteri ke vas
deferens (Standring, 2008).
D. Pembuluh darah

Vena yang mengalirkan kandung kemih (Gambar 2.5 A, B) membentuk


pleksus yang rumit pada permukaan inferolateral dan melewati ke belakang di
ligamen lateral kandung kemih untuk berakhir di vena iliaka interna (Standring,
2008).
7

E. Limfatik
Limfatik yang mengalirkan kandung kemih (Gambar 2.5 A, B) dimulai
pada pleksus mukosa, intermuskular, dan serosa. Ada tiga set kapal pengumpul,
yang sebagian besar berakhir di simpul iliaka eksternal. Pembuluh dari trigonum
muncul di bagian luar kandung kemih untuk berjalan secara superolateral.
Pembuluh dari permukaan superior kandung kemih menyatu ke sudut
posterolateral dan melewati secara superolateral ke nodus iliaka eksternal
(beberapa mungkin menuju ke kelompok iliaka internal atau umum). Kapal dari
permukaan inferolateral kandung kemih naik untuk bergabung dengan mereka
dari permukaan superior atau lari ke kelenjar getah bening di fossa obturator.
Nodul kecil dari jaringan limfoid dapat terjadi di sepanjang pembuluh limfe
vesikalis.

Gambar 2.5 A pembuluh darah, saraf dan limfatik panggul wanita tampilan
sagittal (Sobotta, 2000.)
8

Gambar 2.5 B pembuluh darah, saraf dan limfatik panggul wanita tampilan
sagittal (Sobotta, 2000).

2.1.3 Histologi Vesika Urinari

Kandung kemih terdiri dari empat lapisan: epitel lapisan (urothelium),


lamina propria, muscularis propria dan serosa (Standring, 2008).

Lapisan epitel atau urothelium

Urothelium (epitel transisional) memiliki ketebalan 4-7 sel; mungkin


tampak dilemahkan hingga 2–3 sel tebal ketika kandung kemih sepenuhnya
buncit. Ini berisi tiga lapisan sel yang berbeda, lapisan basal, lapisan menengah
dan lapisan superfisial (sel payung) (Gambar 2.6 Lapisan basal terdiri dari sel-sel
kuboid kecil dari mana lapisan atas muncul. Lapisan antara bersifat poligonal dan
memiliki kapasitas untuk meregangkan dan meratakan. Lapisan superfisial
membentuk permukaan pelindung yang hampir tidak tembus cahaya untuk
mukosa kandung kemih dan terdiri dari sel-sel besar, terkadang berinti banyak,
9

yang menunjukkan perubahan degeneratif dalam sitoplasma mereka; sel-sel ini


pada akhirnya dikelupas ke dalam urin. Permukaan apikal dari lapisan sel payung
ditutupi oleh partikel protein 16 nm yang dikemas secara heksagon untuk
membentuk kristal 2D dari unit membran asimetris, (AUM), yang berkontribusi
pada fungsi penghalang permeabilitas kandung kemih, mencegah reabsorpsi urin
melintasi urothelium menjadi aliran darah. Pulau atau sarang urothelium dapat
dipisahkan dari permukaan selama perkembangan dan ditemukan tertanam di
lamina propria yang mendasarinya. Ini disebut sarang von Brunn dan dapat
mengalami degenerasi sentral untuk membentuk kista (cystitis cystica) (Standring,
2008).

Gambar 2.6 Histologi kandung kemih dilapisi oleh urothelium dengan permukaan
‘lapisan sel payung (U) dan lapisan sel menengah (tebal 3-5 sel). Lamina propria
(LP) terdiri dari stroma dengan pembuluh darah dan von Brunn nests
(Strunding,2008).

Lamina propria
Lamina propria membentuk lapisan jaringan ikat yang mendukung
urothelium di atasnya, yang darinya dipisahkan oleh membran dasar. Kaya
kapiler, limfatik, dan ujung saraf. Ini mengandung serat elastis dan lapisan tipis
otot polos yang tipis dan tidak jelas, muscularis mucosae, yang terdistribusi secara
bervariasi di dalam kandung kemih. Lapisan ini sering sangat dangkal, terletak
dekat di bawah urothelium, tetapi kadang-kadang lebih dalam di lamina propria
10

dimana ia dapat berkembang dengan baik, dan harus dibedakan dari muscularis
propria (Standring, 2008).
Muscularis propria
Muscularis propria adalah otot detrusor dari dinding kandung kemih. Ini
terdiri dari tiga lapisan tidak jelas, longitudinal dalam dan luar dan lapisan
melingkar menengah. Berbeda dengan muscularis mukosa, yang terdiri dari serat
kecil, muscularis propria terdiri dari kumpulan otot polos yang lebih besar dan
tidak terdefinisi dengan baik, yang membentuk lapisan melingkar dalam dan luar
memanjang di leher kandung kemih (Standring, 2008).
Serosa
Serosa menutupi sebagian kandung kemih. Ini dibatasi secara eksternal
oleh mesothelium, di bawahnya terdapat sejumlah variabel jaringan adiposa
vaskularisasi yang sering meluas ke dalam muscularis propria dan kadang-kadang
ke dalam lamina propria (Standring, 2008).

2.2 Fisiologi
Pengisian Kandung Kemih
Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun spiral, memanjang dan
melingkar, tetapi batas lapisan yang jelas tidak ditemukan. Kontraksi peristaltik
yang teratur timbul 1-5 kali tiap menit akan mendorong urine dari pelvis renal
menuju kandung kemih, dan akan masuk secara periodic sesuai dengan
gelombang peristaltik. Ureter menembus dinding kandung kemih secara miring,
dan meskipun tidak ada sfingter ureter, kemiringan ureter ini cenderung menjepit
ureter sehingga ureter tertutup kecuali selama adanya gelombang peristaltik, dan
refluks urine dari kandung kemih ke ureter dapat dicegah (Sherwood, 2012).
Pengosongan Kandung Kemih
Otot polos kandung kemih, seperti pada ureter, tersusun secara spiral,
memanjang, melingkar dan karena sifat dari kontraksinya otot ini disebut
muskulus detrusor, terutama berperan dalam pengosongan kandung kemih selama
berkemih. Susunan otot berada di samping kiri dan kanan uretra, dan serat ini
disebut spingter uretra interna, meskipun tidak sepenuhnya melingkari uretra
11

sepenuhnya. Lebih distal, terdapat spingter pada uretra yang terdiri dari otot
rangka, yaitu spingter uretra membranosa (spingter uretra eksterna)
(Sherwood, 2012).
Sistem saraf perifer dari saluran kemih bawah terutama terdiri dari sistem
saraf otonom, khususnya melalui sistem parasimpatis yang mempengaruhi otot
detrusor terutama melalui transmisi kolinergik. Perjalanan parasimpatis melalui
nervus pelvikus dan muncul dari S2-S4. Transmisi simpatis muncul dari T10-T12
mmbentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersama-sama dengan saraf
parasimpatis membentuk pleksus pelvikus. Persarafan parasimpatis dijumpai
terutama di kandung kemih dari dindingnya sangat kaya akan reseptor kolinergik.
Otot detrusor akan berkontraksi atas stimulasi asetil kolin. Serabut simpatis-
adrenergik mempersarafi kandung kemih dan uretra. Reseptor adrenergik di
kandung kemih terdiri dari reseptor alfa dan beta. Bagian trigonum kandung
kemih tidak mempunyai reseptor kolinergik karena bagian ini terbentuk dari
mesodermis, tetapi kaya akan reseptor adrenergic alfa dan sedikit reseptor beta.
Sementara uretra memiliki ketiga reseptor. (Sherwood, 2012).
Berkemih pada dasarnya merupakan reflex spinal yang akan difasilitasi
dan dihambat oleh pusat susunan saraf yang lebih tinggi, dimana fasilitasi dan
inhibisi dapat bersifat volunteer. Urine yang memasuki kandung kemih tidak
begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah terisi penuh. Akhirnya
timbul peningkatan tekanan yang tajam akibatnya tercetus reflex berkemih.
Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume kandung kemih sekitar
150cc, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400cc. (Sherwood, 2012).
Pada kandung kemih, ketegangan akan meningkat dengan meningkatnya
isi organ tersebut, tetapi jari-jarinya pun bertambah. Oleh karena itu, peningkatan
tekanan hanya akan sedikit saja sampai organ tersebut relatif penuh. Selama
proses berkemih, otot perineum dan spingter uretra eksterna relaksasi, otot
detrusor berkontraksi dan urine akan mengalir melalui uretra. Mekanisme awal
yang menimbulkan proses berkemih volunter belum diketahui secara pasti. Salah
satu peristiwa awal adalah relaksasi otot-otot dasar panggul, dan hal ini mungkin
menimbulkan tarikan ke bawah yang cukup besar pada otot detrusor untuk
12

merangsang kontraksi. Kontraksi otot perineum dan spingter eksterna dapat


dilakukan secara volunter, sehingga dapat menghentikan aliran urine saat sedang
berkemih. Melalui proses belajar seorang dewasa dapat mempertahankan
kontraksi spingter eksterna sehingga mampu menunda berkemih sampai saat yang
tepat (Sherwood, 2012).

Gambar 2.7 Fisiologi berkemih (Sherwood, 2012).

2.3 Definisi Batu Buli - Buli


Batu buli adalah suatu kondisi dimana didapatkannya batu di dalam buli
(Daryanto, 2010).
Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone,
bladder stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk
kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin.
Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih
banyak pada saluran penampung terakhir. Pada orang dewasa batu saluran
kencing banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-
anak sering pada sistem bagian bawah (buli-buli). Di negara berkembang batu
13

buli-buli terbanyak ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen yang
terbanyak penyusun batu buli-buli adalah garam kalsium. Pada awalnya
merupakan bentuk yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat berkembang
menjadi ukuran yang lebih besar. Kadangkala juga merupakan batu yang multipel.
(Purnomo, 2012)

2.4 Epidemiologi
Kejadian keseluruhan batu kandung kemih dewasa tampaknya menurun.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan obat BPH seperti alpha blocker
dan 5-Alpha Reductase Inhibitor (5-ARI) di seluruh dunia.Secara umum, pria
dewasa dengan BPH dan batu kandung kemih lebih cenderung memiliki riwayat
nefrolitiasis, asam urat, pH urin yang lebih rendah, dan kadar magnesium urin
yang lebih rendah daripada pria serupa dengan BPH tetapi tanpa batu kandung
kemih. Adanya infeksi saluran kemih dan memiliki ekstensi prostat intravesikal
(BPH) yang signifikan adalah tanda-tanda klinis yang paling erat terkait dengan
perkembangan batu kandung kemih (Leslie, 2018).
Pada anak-anak, kejadian keseluruhan juga menurun, sebagian besar
karena perawatan prenatal dan postnatal yang lebih baik serta peningkatan umum
dalam dukungan nutrisi neonatal. Anak laki-laki biasanya memiliki batu kandung
kemih lebih banyak daripada anak perempuan, tidak terkait dengan penyakit batu
ginjal, dan relatif tidak mungkin kembali dibandingkan dengan penyakit batu
ginjal di mana kekambuhan pada anak-anak relatif umum (Leslie, 2018).

2.5 Etiologi
Stasis kemih, seperti dari benign prostatic hyperplasia (BPH) atau kelainan
neurogenik kandung kemih, adalah penyebab utama batu kandung kemih.
Sebagian besar batu tersebut baru terbentuk di kandung kemih, meskipun
beberapa mungkin berasal dari ginjal baik sebagai batu atau papilla yang dikupas.
Batu yang berasal dari ginjal yang cukup kecil untuk melewati ureter dapat
dengan mudah melintasi uretra kecuali ada disfungsi kandung kemih yang
signifikan atau obstruksi saluran keluar. Batu yang tersisa di kandung kemih akan
14

mengembangkan lapisan bahan batu tambahan yang mungkin atau mungkin tidak
identik dengan bahan inti asli (Leslie, 2018).
Benda asing yang tertinggal di kandung kemih yang tidak dikeluarkan
secara spontan pada akhirnya akan membentuk lapisan bahan batu dan
berkembang menjadi kalkulus. Salah satu contohnya adalah staples bedah atau
jahitan permanen. Inilah sebabnya mengapa bahan jahitan yang dapat diserap
direkomendasikan setiap kali operasi urin dilakukan (Leslie, 2018).
Stent kuncir ganda yang ditahan juga akan membentuk bahan batu jika
dibiarkan dalam saluran kemih cukup lama. Contoh lain adalah fragmen dari
balon kateter Foley yang "jatuh" tetapi sebenarnya memiliki balon pecah dengan
fragmen yang tertinggal di kandung kemih. Untuk alasan ini, penting untuk
memeriksa kateter Foley yang telah ditarik atau "jatuh" untuk memastikan bahwa
tidak ada fragmen yang hilang yang dapat berkembang menjadi batu. Jika ini
tidak dapat dilakukan atau tampaknya ada fragmen balon yang hilang, sistoskopi
harus dilakukan (Leslie, 2018).
Kateter Foley berhubungan dengan lebih banyak batu kandung kemih
daripada kateterisasi intermiten. Dalam satu studi pasien dengan cedera tulang
belakang, 36% mengembangkan batu kandung kemih selama periode delapan
tahun masa tindak lanjut. Perawatan urologis yang diperbaiki dari pasien-pasien
ini mengurangi tingkat pembentukan batu kandung kemih menjadi sekitar 10%
(Leslie, 2018).

2.6 Patofisiologi

Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada


beberapa kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian
terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli
yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui
ureter dan dapat dikeluarkan spontan melalui uretra (Stoller, 2008).
15

Gambar 2.8 Batu pada buli-buli

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti
pada hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri
atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik
yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal
yang lebih besar (Stoller, 2008).
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine
16

di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk
batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam
urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein,
dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas
hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat
mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat
terbentuk karena urine bersifat basa (Stoller, 2008).
Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu
merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi
di vesika. Batu yang terdiri dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada
batu yang ditemukan pada anak umumnya ditemukan pada daerah yang endemik
dan terdiri dari asam ammonium material, calsium oksalat, atau campuran
keduanya. Hal itu disebabkan karena susu bayi yang berasal dari ibu yang banyak
mengandung zat tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor menunjang
tingginya ekskresi amonia. Anak-anak yang sering makan makanan yang kaya
oksalat seperti sayur akan meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet
rendah sitrat) (Stoller, 2008).
Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/
spinal injury, adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu
buli-buli dapat bersifat single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel
dari ventrikel buli-buli dan biasanya berukuran besar atau kecil sehingga
menggangu kerja dari vesika. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras.
Batu pada vesika umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding
vesika yaitu batu yang berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor
intra vesika (Stoller, 2008).
Pada umumnya, batu bisa menyumbat semua bagian saluran kemih
terutama bagian yang sering mengalami hambatan aliran (statis urine) seperti
kaliks ginjal dan buli. Batu terdiri dari kristal-kristal yang megandung bahan
17

organik maupun anorganik. Pada keadaan tertentu kristal-kristal tersebut tidak


bisa larut dalam urine. Pada keadaan tertentu, kristal-kristal akan mengalami
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan
agregasi dan menarik bahan-bahan lain untuk membentuk batu yang lebih besar
(Purnomo, 2012).
Kondisi terbentuk batu disebabkan oleh berbagai faktor misalnya suhu, pH
larutan, koloid dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih serta adanya
korpus alineum yang bisa menjadi inti batu. Lebih dari 80% batu terbentuk dari
kalsium yang berikatan dengan fosfat maupun oksalat. Sisanya, batu terbentuk
dari asam urat, magnesium amonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein. Untuk
terbentuk batu juga diperlukan suasana terntentu, misalnya pada asam urat mudah
terbentuk pada suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat lebih
mudah terbentuk pada suasana basa (Purnomo, 2012).
Pada orang dewasa, komposisi batu kandung kemih yang paling umum
adalah asam yang menyumbang sekitar 50% dari kasus. Kebanyakan orang yang
menderita batu asam urat urat tidak menderita asam urat atau hiperurisemia. Batu
kandung kemih termasuk bahan kimia seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat,
amonium urat, sistin, dan kalsium-amonium-magnesium fosfat (juga disebut triple
fosfat atau batu struvite dan selalu dikaitkan dengan infeksi). Pasien yang rentan
terhadap infeksi bakteriuria dan kemih kronis, kandung kemih yang sangat
hipotonik, cenderung mengalami struvite (infeksi) dan batu kalsium fosfat.
(Leslie, 2018).
Batu yang terutama kalsium oksalat atau kalsium fosfat biasanya dimulai
sebagai batu ginjal, terperangkap dalam kandung kemih dan kemudian
mengembangkan lapisan bahan batu tambahan sampai terlalu besar untuk dilewati
dan menjadi gejala. Mungkin ada hubungan antara batu kandung kemih dan
kanker urothelial kandung kemih. (Leslie, 2018).
Pada anak-anak, jenis batu yang paling umum adalah kalsium oksalat,
kalsium fosfat, dan kemungkinan asam urat amonium. Di negara-negara
berkembang, ASI dan beras, menyebabkan ekskresi amonia urin tinggi karena
fosfor makanan rendah. Anak-anak ini juga biasanya memiliki asupan sayuran
18

hijau yang tinggi (makanan oksalat yang tinggi) dengan diet yang rendah sitrat
(Leslie, 2018).

2.7 Faktor Resiko


Secara umum, batu yang ada di dalam saluran kemih disebabkan oleh
karena berbagai faktor misalnya saja gangguan aliran urine, infeksi saluran kemih,
gamgguan metabolik, dehidrasi, serta gangguan-gangguan lain yang belum
diketahui penyebabnya. Faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya batu pada
saluran kemih terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik (Daryanto, 2010; Purnomo, 2012)
Faktor intrinsik merupakan faktor-faktor yang berasal dari tubuh
seseorang. Faktor-faktor ini meliputi:
a. Usia
Paling banyak terjadi pada usia 30-50.
b. Herediter
Disebabkan oleh karena penyakit yang diturunkan.
c. Jenis kelamin
Pasien laki-laki yang terkena batu buli 3 kali leboh banyak daripada
perempuan (Daryanto, 2010; Purnomo, 2012).

Sedangkan untuk faktor ekstrinsik merupakan faktor-faktor yang berpengaruh


yang berasal dari lingkungan sekitarnya, yang meliputi;
a. Iklim dan temperatur
b. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dalamair bias
meningkatkan insidensi terjadinya batu saluran kemih.
c. Diet
Banyak makan makanan yang mengandung purin, oksalat dan
kalsium bisa meningkatkan insidensi batu saluran kemih.
19

d. Pekerjaan
Pekerjaan yang cenderung duduk bisa meningkatkan insidensi batu saluran
kemih.
e. Geografi
Terdapat daerah yang mendapat julukan stone belt dimana pada daerah
tersebut kejadian batu saluran kemih lebih besar daripada daerah yang lain
(Daryanto, 2010; Purnomo, 2012).

2.8 Komposisi Batu


Data tentang komposisi batu sangat penting dalam rangka sebagai
pencegahan timbulnya batu kembali di kemudian hari. Berikut ini macam-macam
komposisi batu:
a. Batu kalsium
Batu kalsium paling banyak diumpai. Kalsium akan bercampur dengan
oksalat atau fosfat untuk membentuk suatu batu. Keadaan yang menyebabkan
terbentuknya batu kalsium yaitu hiperkalsiuri yang ditandai dengan kadar kalsium
urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Yang kedua adalah hiperoksaluri yaitu
suatu keadaan yang ditandai dengan ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per
hari. Yang ketiga adalah hiperurikosuri yaitu suatu keadaan dimana kadar asam
urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24 jam. Yang keempat adalah
hipositrauri dimana di urin sitrat akan bereaksi dengan kalsium sehingga
menghalangi pembentukan kalsium oksalat maupun kalsium fosfat. Yang kelima
adalah hipomagnesuria dimana magnesium akan berikatan dengna oksalat yang
akan mencegah pembentukan batu kalsium oksalat. Kelebihan dan kekurangan
komponen pembentuk batu dipengaruhi oleh ada tidaknya gangguan absorbsi
pada sisitem pencernaan, gangguan pada sistem saluran kemih, serta intake
makanan yang dikonsumsi (Purnomo, 2012).
b. Batu struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi. Karena batu struvit berasal dari
adanya bakteri yang menghasilkan enzim urease dimana enzim ini akan memecah
urea menjadi amoniak sehingga menyebabkan suasana urin menjadi basa. Suasana
20

basa memudahkan terbentuknya batu magnesium amonium fosfat. Contoh bakteri


yang memiliki enzim urease adalah Proteus spp, Kleibsella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas,dan Stafilokokus (Purnomo, 2012).
c. Batu asam urat
Asam urat dalam tubuh terbentuk dengan proses yang bermula dari
perubahan asam inosinate yang diubah menjadi hipoxantin. Hipoxantin kemudian
diubah menjadi xantin oleh enzim xantin oksidase. Xentin kemudian diubah
menjadi asam urat. Asam urat relative tidk larut di dalam urine dan dalam keadaan
tertentu seperti urine yang terlalu asam, volume urine yang sedikit, dan kadar
asam urat yang tinggi bisa menimbulkan terbentuknya batu asam urat (Purnomo,
2012).
d. Batu jenis lain
Batu lain yang jarang dijumpai adalah seperti sistin, xanthin, triamteren,
dan silikat. Batu-batu ini terbentuk karena adanya kelainan metabolisme maupun
peningkatan konsumsi makanan, minuman ataupun obat-obatan yang mampu
meningkatkan terbentuknya batu (Purnomo, 2012).

2.9 Manifestasi Klinis


Keluhan yang muncul pada penderita batu buli adalah nyeri pada saat
kencing/disuri hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, kencing
tiba-tiba terhenti kemudian lancar kembali, dan perasaan nyeri yang dirasakan
pada penis, skrotum, perineum, pinggang sampai kaki, nyeri pada pinggang akibat
hidronefrosis, hematuria akibat trauma pada buli, dan retensi urin. Pada anak
dirasakan enuresis nokturna dan biasanya pada anak laki-laki akan menarik-narik
penisnya dan pada anak perempuan akan menggosok-gosok vulva. Pada jenis batu
tertentu bisa juga disertai dengan gejala infeksi (Daryanto, 2010; Purnomo, 2012;
IAUI, 2005).

2.10 Diagnosis
Diagnosis batu buli dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, perlu ditanyakan faktor-faktor resiko
21

yang mungkin menyebabkan timbulnya batu buli misalnya asupan air per hari,
diet sehari-hari, pekerjaan, serta geografis tempat tinggal. Setelah itu baru
ditanyakan gejala-gejala seperti nyeri saat berkencing, kencing yang tiba-tiba
terhenti kemudian lancar kembali, nyeri pada penis, skrotum, perineum, dari
pinggang hingga kaki, nyeri pada pinggang, hematuria, retensi urin, tanda-
tanda infeksi seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal seperti urin yang
keluar lebih sedikit dari normalnya (Daryanto, 2010; Purnomo, 2012).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien batu buli adalah
pemeriksaan status generalis dan pemeriksaan status urologi. Pada status
generalis dilihat ada tidaknya anemis, hipertensi, febris, dan syok. Sedangkan
status urologi meliputi sudut kosto vertebra adakah nyeri tekan, nyeri ketok,
dan pembesaran ginjal; sumprasimfisis adakah nyeri tekan, teraba buli kosong
atau penuh, dan teraba batu atau tidak; genitalia eksterna teraba batu buli di
uretra atau tidak; colok dubur dilakukan palpasi bimanual teraba batu buli atau
tidak (IAUI, 2005).

2.11 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium juga dikerjaan untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, leukosit, dan hematokrit.
Pemeriksaan protein yaitu albumin juga dilakukan. Pemeriksaan faal ginjal
yang meliputi ureum dan kreatinin. Pemeriksaan kadar elektrolit meliputi
kalsium, oksalat fosfat, asam urat, natrium, magnesium, dan kaliu yang
merupakan komponen yang bisa menyebabkan terbentuknya batu. Pemeriksaan
sedimen urin untuk melihat adanya leukosituri, hematuria, dan kristal-kristal
pembentuk urin. Pemeriksaan kultur urin untuk melihat ada tidaknya bakteri
pemecah urea (Daryanto, 2010; Purnomo, 2012).
Pemeriksaan foto polos abdomen untuk melihat batu dengan jenis radio
opak seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Sedangkan batu asam urat
biasanya radio lusen (Daryanto, 2010; Purnomo, 2012).
Pemeriksaan pielografi intra vena untuk menilai keadaan antomi dan
fungsi ginjal. Pemeriksaan ini juga untuk mendeteksi batu dengan sifat semi
22

opak seperti magnesium amonium fosfat dan batu non opak seperti batu asam
urat dan sistin. Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien
berikut alergi kontras media, kreatinin serum > 200µmol/L (>2mg/dl),
pengobatan metformin, dan myelomatosis. Pemeriksaan khusus yang dapat
dilakukan meliputi retrograde atau antegrade pielografi dan skintigrafi
(Daryanto, 2010; Purnomo, 2012).
Pemeriksaan USG juga dikerjakan bila pasien alergi dengan kontras,
faal ginjal yang menurun, serta pada wanita hamil. Pada buli bila terdapat batu
akan muncul echoic shadow (Daryanto, 2010; Purnomo, 2012).

2.12 Tatalaksana
Pemilihan terapi pada batu ada 2 macam yaitu dengan vesikolitotripsi dan
bedah section alta dengan vesikolitotomi. Vesikolitotripsi adalah cara untuk
memecah batu buli dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam
buli-buli kemudian pecahan batu akan dikeluarkan. Vesikolitotripsi digunakan
bila ukuran batu <20mm. sedangkan pada bedah section alta dengan
vesikolitotomi dilakukan dengan mengambil langsung batu pada buli.
Vesikolitotomi dikerjakan bila ukuran batu >20 mm (Purnomo, 2012; IAIU 2015).
Setelah dilakukan pengambilan batu pada buli, dilakukan analisis jenis
batu. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui jenis batu dan mencegah
kekambuhan timbulnya batu baik dengan menghindari makanan yang
mencetuskan maupun menggunakan obat-obatan yang bisa mencegah timbulnya
batu (Purnomo, 2012; IAIU 2015).
Pencegahan untuk timbulnya batu kembali ada beberapa faktor yang harus
dilakukan. Untuk sehari-hari dianjurkan untuk menghindari obesitas, stres dan
aktivitas yang berlebihan. Selain itu dianjurkan untuk minum cukup yaitu 2-3 liter
perhari, mengurangi makanan yang bisa mencetuskan munculnya batu kembali,
aktivitas yang cukup dan pemberian medikamentosa (Purnomo, 2012; IAIU
2015).
Beberapa macam diet yang dianjurkan untuk mencegah kekambuhan. Diet
protein bisa memicu ekskresi dari kalsium dan membuat suasana urin menjadi
23

asam. Diet rendah oksalat dan diet rendah garam. Diet rendah purin untuk
mencegah kekambuhan batu asam urat (Purnomo, 2012; IAIU 2015).

Tabel 1.1 Terapi medikamentosa pada batu saluran kemih

Jenis Faktor Penyebab Jenis Obat Mekanisme Kerja Obat


Batu Timbulnya Batu
Kalsium Hiperkalsiuri Natrium selulosa Mengikat Ca dalam usus
absortif fosfat sehingga ↓absorbsi
Thiazide ↑ resorbsi Ca di tubulus
Orthofosfat ↓ sintesa vitamin D
↑ urine inhibitor
Hiperkalsiuri renal Thiazide ↑ resorpsi Ca di tubulus
Hiperkalsiuri Paratiroidektomi ↓ resorpsi Ca dari tulang
resorptif
Hipositraturi Potasium sitrat ↑ pH ↑ sitrat
↑ Ca urine
Hipomagnesiuri Magnesium sitrat ↑ Mg urine
Hiperurikosuri Allopurinol ↓ urat
Potasium alkali ↑ pH
Hiperoksaluria Allopurinol ↓ urat
Pyridoxin
Kalsium suplemen
MAP Infeksi Antibiotika Eradikasi infeksi
AHA (amino Urease inhibitor
hydroxamic acid)
Urat Dehidrasi (pH urine Hidrasi cukup ↑ pH
menurun) Potasium Alkali ↓ urat
Hiperurikosuri Allopurinol
24

2.13 Komplikasi
Komplikasi dari adanya batu buli adalah:
a. Obstruksi yang menyebabakan hidroureter dan hidronefrosis.
b. Infeksi yang menyebabkan sisititis dan urosepsis
c. Gagal ginjal akut dan kronis (Daryanto, 2010).

2.14 Prognosis
Semakin dini batu yang terdeteksi dengan ukuran yang masih kecil maka
akan memudahkan terapi disbanding batu yang sudah besar. Selain itu,
kekambuhan dari batu tergantung dari pola pencegahan yang dilakukan serta diet
yang seimbang (Purnomo, 2012; IAIU 2015).
25

DAFTAR PUSTAKA

Basler, J. 2017. Bladder Stones. Emedicine Journal. Sited by


https://emedicine.medscape.com/article/2120102-overview

Daryanto, B. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Malang: SMF Urologi


Laboratorium Ilmu Bedah RSU dr. Saiful Anwar – Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. 2010. 11-16.

IAUI. Clinical Pathway 10 Penyakit Urologi Tersering. Ikatan Ahli Urologi


Indonesia. 52-55.

IAUI. PPK Batu Saluran Kemih 2005. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2005. 1-
14.

IAUI. Pedoman Pelayanan Berdasar Tingkat Pelayanan Kesehatan Bidang


Urologi. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2015.10.

Purnomo, B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Malang: Sagung Seto; 2012.

Putz, R. 2000. Atlas Anatomi Sobotta Edisi 21. EGC: Jakarta.

Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta: EGC;


2012.

Standring, S. 2008. Gray’s Anatomy 40th Edition. Spain: Elsevier.

Stoller, M.L. 2008. Smith’s General Urology 17th Edition: Urinary Stone
Disease. Amerika Serikat: McGraw Hill

Leslie, S.W. 2018. Bladder Stones. Stat Pearls Publishing.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441944/

Anda mungkin juga menyukai