Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
Urin yang terbentuk di ginjal akan terkumpul di pelvis renalis untuk
kemudian dialirkan ke saluran kemih bagian bawah (termasuk di dalamnya
kandung kemih dan urethra) sebelum dibuang keluar tubuh. Secara embriologis,
saluran genital dan saluran kemih berhubungan sangat erat, dimana perkembangan
embriologinya merupakan serangkaian kejadian yang kompleks yang terjadi
terutama dalam 8 minggu pertama gestasi. Sejumlah kelainan kongenital saluran
genital dan kemih dapat timbul selama masa perkembangan embriologi yang
rumit ini. (1,4,5)
Angka kejadian kelainan atau malformasi kongenital kandung kemih
sangat jarang dan langka, didalamnya termasuk tidak terbentuknya (agenesis),
duplikasi lengkap / tidak lengkap, ekstrofia, anomali urakus, dan divertikulum.
Kecuali tidak terbentuknya kandung kemih, sebagian besar hanya sedikit memiliki
nilai klinis dan pada umumya ditemukan saat prosedur radiologik atau saat otopsi.
(1,2,3,5,6)

Kelainan kongenital urethra antara lain hipospadia, epispadia, duplikasi,


megalourethra, dan katub urethra posterior / anterior. Kelainan ini berkepentingan
klinik yang besar, terutama pada anak-anak, tetapi termasuk jarang ditemui, dan
sebagian besar pada laki-laki. (1,2,3,5,6)
Dalam referat ini akan dibahas beberapa kelainan kongenital kandung
kemih dan urethra sebagai bagian dari saluran kemih bagian bawah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Embriologi Unit Vesikourethra
Saat lahir, sistem genital dan kemih hanya dihubungkan oleh
kenyataan bahwa keduanya melewati beberapa saluran yang sama. Akan
tetapi, secara embriologis keduanya berhubungan sangat erat. Karena
hubungannya yang sangat kompleks dalam fase embriologis, sistem genital
dan kemih dibagi menjadi beberapa subdivisi, yaitu sistem nefrik, unit
vesikourethral, gonad, saluran genital, dan alat kelamin luar. (2)
Unit Vesikourethra
Selama

10

minggu

pertama

gestasi,

organ

genital-urinari

berkembang dari sel precursor primitive pada mesoderm intermediet cakram


embrionik, kemudian tumbuh dan berkembang fungsinya dalam 28 minggu
beriutnya. Pada awal embrio, saluran kemih bagian bawah dan hindgut
sama-sama berasal dari kloaka, dimana permukaan luarnya dilapisi oleh
membran kloaka. Pada minggu ketiga gestasi, membran kloaka tetap
merupakan struktur bilaminer yang terdiri dari ektoderm dan endoderm.
Selama minggu keempat gestasi, kloaka terbagi oleh migrasi septa / lipatan
urorektal ke arah kaudal dan oleh fusi kedua tepi lateral dinding kloaka di
bagian garis tengah sehingga menghasilkan terbentuknya sinus urogenital di
bagian depan dan rektum di bagian belakang. Pada minggu kedelapan
gestasi, septa urorektal telah komplit. (2,3,4,5)
Sinus

urogenital

menerima

saluran

mesonefrik

(Wolffian),

metanefrik, dan Mullerian (paramesonefrik) yang berpasangan. Bagian


ujung bawah saluran Mullerian menyatu membentuk kavitas tunggal. Sinus
urogenital di bagian atas berhubungan dengan allantois. Bagian atas sinus
berdiferensiasi menjadi kandung kemih, sedangkan bagian bawahnya
menjadi urethra. Seiring dengan membesarnya sinus, saluran mesonefrik dan
metanefrik bermigrasi sehingga saluran metanefrik (ureter) kosong dan

menuju ke ke kandung kemih, sedang saluran mesonefrik tumbuh ke arah


urethra bagian atas. (5)
Menjelang bulan keempat, kandung kemih fetus mulai menyerupai
bentuk dewasanya dengan sel otot polos pada dindingnya. Allantois menjadi
urachus yang secara normal lumennya akan mengalami obliterasi di akhir
masa intrauteri untuk menjadi median umbilical ligament. (5)
Pintu masuk saluran nefrik ke dalam sinus urogenital primitif berupa
landmark yang membedakan kanal vesikourethra dari sinus urogenital di
bagian kaudal. Pertumbuhan sebagian bagian kaudal sinus urogenital, serta
saluran Mullerian dan Wolffian yang berhubungan, berbeda tergantung jenis
kelamin janin. Pada laki-laki, area ini membentuk urethra yang melalui
prostat, membran, dan penis. Kelenjar prostat tumbuh dengan membentuk
tonjolan dari proksimal urethra dan saluran mesonefrik menjadi vas
deferens. Sebuah divertikel dorsal dari tiap saluran mesonefrik berkembang
menjadi

vesikula

seminalis.

Saluran

paramesonefrik

terdegenerasi,

meninggalkan tanda kecil di dinding belakang urethra prostatik (utriculus


masculinus). (3,5)
Pada perempuan, sinus urogenital bagian kaudal berkembang
menjadi

urethra,

vestibuli,

dan

vagina

bagian

bawah.

Saluran

paramesonefrik berkembang menjadi bagian atas vagina, uterus, dan tuba


fallopi, sedang saluran mesonefrik sebagian besar terdegenerasi. (5)

(Gambar diambil dari Essential Urology, 2nd Edition. Churchill Livingstone; Ch 2; 1994; page 18)

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders Elsevier;
Ch106; 2007; page 3134)

II.2. Kandung Kemih


Kandung kemih adalah organ berongga dan berotot yang berfungsi
sebagai reservoir urin. Kandung kemih orang normal dewasa memiliki
kapasitas 400 500 ml. (2)
II.2.1. Anatomi
Kandung kemih terletak pada setengah depan rongga pinggul,
dibatasi oleh tulang kemaluan di bagian depan dan oleh dinding
pinggul di bagian samping. Bagian atas kandung kemih dibungkus
oleh peritoneum. Saat kosong, kandung kemih berada di belakang
simfisis pubis, dan sebagian besar merupakan organ pelvis. Pada
bayi dan anak, letaknya lebih tinggi. Saat penuh, kandung kemih
akan timbul di atas simfisis, membesar ke rongga abdomen, dan
dapat diraba atau diperkusi. Bila overdistensi, seperti pada retensi
urin, dapat menyebabkan bagian bawah abdomen tampak sangat
menonjol. (1,2,4,5)
Ligamentum umbilicalis medial memanjang dari kubah
kandung kemih menuju ke umbilicus, sebagai urachus yang telah
terobliterasi. Kedua ureter masuk ke kandung kemih di bagian
posteroinferior secara serong melalui lapisan otot dan mukosa
setebal 1,5 2 cm dan berakhir pada orifisium ureter, terpisahkan
satu sama lain pada jarak + 5 cm. Area segitiga yang dibatasi oleh
orifisium ureter dan meatus urethra internus dikenal dengan sebutan
trigonum. Trigonum relatif tetap, dan tidak seperti bagian lain dari
kandung kemih, hanya mengalami sedikit perubahan ukuran selama
pengisian kandung kemih. Pada laki-laki, vas deferens dan vesikula
seminalis bersandar pada basis kandung kemih. Di belakangnya
terdapat rektum, yang dipisahkan dengan kandung kemih oleh fascia
of Denonvilliers. Pada perempuan, servix dan vagina berada di
belakangnya, dipisahkan oleh lapisan tipis fasia pelvis. (2,4,5)

Di bagian bawah, kelenjar prostat menempel pada basis


kandung kemih pada laki-laki dan urethra menembus melewati
prostat sebelum menembus dasar pelvis. Pada perempuan, kandung
kemih berada di atas otot-otot pembentuk dasar pelvis / pelvic floor
(m. levator ani dan m. coccygeus) dan urethra menembus otot di
bagian depan. Leher kandung kemih relatif tidak bergerak dan
tertahan oleh ligamen vesikal lateral dan puboprostatik. Sphingter
interna atau leher kandung kemih bukanlah sphingter melingkar yang
sesungguhnya, tetapi berupa penebalan yang dibentuk oleh seratserat otot detrusor yang saling terjalin sewaktu berjalan ke distal
untuk menjadi otot polos urethra. (1,2,4,5)

(Gambar diambil dari Essential Urology, 2nd Edition. Churchill Livingstone; Ch 2; 1994;
page 20)

(Gambar diambil dari Smiths General Urology; 17th Edition; McGraw-Hill


Companies, Inc.; Ch 1; 2008; page 7)

II.2.2. Histologi
Mukosa kandung kemih tersusun dari epitel transisional. Di
bawahnya adalah lapisan submukosa yang tumbuh baik, yang
sebagian besar terbentuk dari jaringan ikat dan elastis. Di bawah
submukosa adalah otot detrusor yang terbentuk dari jalinan serat otot
polos yang tersusun acak secara longitudinal, sirkuler, dan spiral,
kecuali di bagian yang dekat meatus internus dimana otot detrusor
tersusun dari 3 lapisan yang pasti, longitudinal pada lapisan luar dan
dalam, serta sirkuler pada bagian tengah. (1,2,4)
II.2.3. Vaskularisasi
Aliran darah ke kandung kemih disediakan oleh arteri vesikalis
superior, medius, dan inferior, yang keluar dari cabang anterior arteri
iliaka interna (hipogastrik), serta oleh cabang-cabang yang lebih
kecil dari arteri obturator dan arteri glutea inferior. Pada perempuan,
arteri vaginalis dan uterina juga memiliki cabang ke kandung kemih.
(1,2,4,5)

Pleksus vena yang mengelilingi kandung kemih (pleksus


vesikalis) dan pleksus vena prostatika (pada laki-laki) akan
mengalirkan darah menuju vena iliaka interna (hipogastrik). (1,2,5)
II.2.4. Persyarafan
Sensoris : parasimpatik S2-S4 memberi sensasi kandung kemih
yang penuh dan rasa nyeri dari penyakit. Impuls akan ditekan bila
kandung kemih kosong. (1,4,5)
Motorik

aktivitas

parasimpatik

kolinergik

(S2-S4)

merangsang otot detrusor sehingga kandung kemih berkontraksi, dan


juga relaksasi sfingter urethra eksterna untuk terjadinya miksi.
Aktivitas simpatik (T10-L2), pleksus hipogastrik akan menyebabkan
otot detrusor relaksasi dan sfingter urethra kontraksi, sehingga
mencegah miksi. (1,4,5)
II.2.5. Aliran Limfe
Aliran limfe dari kandung kemih akan dialirkan menuju
kelenjar getah bening vesikalis, iliaka eksterna, iliaka interna
(hipogastrik), iliaka komunis, dan kemudian ke para-aorta. (1,2,5)

II.3. Urethra
II.3.1. Anatomi
Urethra pada laki-laki (20 cm) lebih panjang dari urethra
perempuan (4 cm). urethra berjalan melalui leher kandung kemih,
kelenjar prostat, dasar pelvis, dan membran perineal sampai ke penis
dan orifisium urethra eksterna di ujung glans penis. Urethra memiliki
3 bagian : (1,4,5)

Urethra pars prostatica : panjang 3-4 cm, terdapat muara prostat


pada permukaan posteriornya, dan dikelilingi oleh jaringan
prostat.
Urethra pars membranacea : bagian paling pendek (2 cm),
dengan aktivitas sfingter.
Urethra pars spongiosa : dikelilingi oleh jaringan penis.
Pada perempuan, urethra dimulai dari leher kandung kemih dan
melewati dasar pelvis dan membran perineal untuk kemudian
membuka ke vestibule di sebelah anterior terhadap pembukaan
vagina. (1)
II.3.2. Histologi
Urethra bilapisi oleh epitel transisional sejauh sampai fossa
naviculare pada ujung penis, yang berepitel skuamus. Sejumlah
kelenjar pemroduksi musin terbuka ke arah urethra perempuan dan
bagian spongiosa pada laki-laki. Mekanisme sfingter distal adalah
dari lapisan otot dalam urethra, dimana selain lapisan otot polos di
bagian dalam, otot intrinsik urethra memiliki lapisan sirkuler di
bagian luar yang tersusun dari otot lurik. (4,5)
II.3.3. Persyarafan
Syaraf sensorik dan motorik urethra sama seperti pada kandung
kemih. Untuk sfingter otot lurik dipersyarafi oleh serat somatik dari
S2 dan S3 yang berjalan bersama serat otonomik pada nervus
erigentes. Serat otonom ini akan menyuplai otot polos bagian dalam
urethra. Otot peri-urethra juga dipersyarafi oleh serat somatik S2 dan
S3, tetapi melalui nervus pudendus. Selain itu juga ada persyarafan
oleh pleksus prostatika. (1,5)

II.3.4. Aliran Limfe

Pada laki-laki, aliran limfe menuju iliaka interna dan kelenjar


getah bening inguinal dalam, sedangkan pada perempuan ke kelenjar
getah bening iliaka interna dan eksterna. (1)

II.4. Fisiologi Miksi


Urethra dan kandung kemih berfungsi sebagai unit tunggal untuk
menampung dan ekspulsi urin, dikendalikan oleh saraf somatik dan otonom
dengan koneksi sentral yang kompleks untuk mengatur miksi di bawah
kehendak.. Miksi adalah pengeluaran urin yang ditampung dalam kandung
kemih secara intermiten. Bagian dalam dinding kandung kemih dapat
mengembang dan mengakomodasi cairan dengan sedikit peningkatan
tekanan. Akan tetapi, hanya sampai volume cairan tertentu yang dapat
diakomodasi sebelum terjadinya peningkatan tekanan intravesikal, yang
menyebabkan dorongan untuk miksi. (1,4,5)
Distensi kandung kemih dengan urin merangsang reseptor regangan
kandung kemih yang akan merangsang sistem aferen refleks miksi dan serat
parasimpatik kandung kemih, sehingga menghasilkan hasrat untuk miksi.
Rangsangan pada pusat yang lebih tinggi dari nervus pudendus menjaga
sfingter urethra eksterna tetap menutup sampai saat yang tepat untuk miksi,
dimana korteks frontalis akan memfasilitasi refleks miksi. (1,4,5)
Pada

bayi,

miksi

merupakan

refleks

spinal

lokal

dimana

pengosongan kandung kemih terjadi saat dicapainya tekanan kritis. Pada


dewasa, refleks ini dikontrol kehendak, sehingga dapat ditahan atau dimulai
oleh pusat yang lebih tinggi di otak. Selama miksi, otot perineal dan sfingter
urethra eksterna relaksasi (pada awal miksi, sfingter urethra relaksasi
terlebih dahulu bersamaan dengan dasar pelvis dan leher kandung kemih),
otot detrusor kontraksi, dan urin mengalir keluar dari kandung kemih.
Adanya urin dalam urethra menghasilkan fasilitasi refleks kontraksi otot
detrusor yang membantu komplitnya miksi. Pada akhir miksi, proses ini

10

berjalan terbalik, dan otot intrinsik urethra proksimal berkontraksi secara


retrograde untuk mengalirkan urin yang tersisa di urethra kembali ke
kandung kemih. Setelah semuanya itu, pusat yang lebih tinggi akan
menghambat refleks miksi dan kandung kemih kembali ke keadaan istirahat.
(1,4,5)

(Gambar diambil dari Essential Urology, 2nd Edition. Churchill Livingstone; Ch 2; 1994;
page 24)

BAB III

11

KELAINAN KONGENITAL KANDUNG KEMIH


Meskipun kelainan saluran kemih termasuk salah satu malformasi yang
terdiagnosa antenatal yang sering dijumpai, angka kejadian dari semua kelainan
kongenital kandung kemih sangat jarang dan langka, dan sering merupakan reaksi
obstruksi infravesika atau sebagai bagian dari kelainan yang lebih serius daripada
berdiri sendiri sebagai malformasi struktural tunggal. (3,6)
Anomali kandung kemih dapat parah, menyebabkan obstruksi kemih,
bahkan sampai ke arah gagal ginjal. Deteksi dan intervensi dini sangat krusial
untuk mencegah dekompensasi saluran kemih di kemudian hari. (3)
Anomali kandung kemih dapat ditemukan baik sebagai temuan abnormal
selama ultrasound prenatal maupun postnatal karena gejala atau tidak sengaja
ditemukan saat pemeriksaan lain. Sangat sulit untuk mengelompokkan anomali
kandung

kemih

karena

sangat

bervariasinya,

rendahnya

insidens,

dan

hubungannya dengan kelainan kongenital lain. Kelainan kongenital kandung


kemih dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu : (3)

Yang terdeteksi prenatal


o
Dilated

Megasistis kongenital (3)

Obstruksi leher kandung kemih (2,5)


o
Nondilated

Agenesis kandung kemih (3,6)

Hipoplasia kandung kemih (3)

Ekstrofia kandung kemih (1,2,3,5,6)


Yang terdeteksi postnatal
o
Anomali urakus (2,5)
o
Divertikula (1,3,5,6)
o
Duplikasi (3,6)
o

Anomali lain (3)

Kecuali tidak terbentuknya kandung kemih, sebagian besar hanya sedikit


memiliki nilai klinis dan pada umumya ditemukan saat prosedur radiologik atau

12

saat otopsi. Dua kelainan yang penting secara klinis adalah ekstrofia dan urakus
persisten. (6)

III.1. Megasistis Kongenital


Megasistis kongenital didefinisikan sebagai kandung kemih yang
dilatasi, berdinding tipis, disertai trigonum yang lebar dan berkembang
tidak sempurna. Kedua muara ureter terletak sangat lateral dan berjarak
sangat lebar yang menyebabkan refluks masif. Kontraktilitas kandung
kemih sendiri normal dan tidak ada kelainan neurogenik. Sebagian besar
penderita diketahui saat prenatal dan diberi antibiotik propilaksis saat lahir
(Mandell dkk.1992). Koreksi refluks akan mengembalikan dinamika miksi
normal dan dilakukan setelah usia 6 bulan. Sistoplasti reduksi pada
umumnya tidak diperlukan (Burbige dkk.1984). (3)

(Gambar

diambil

dari

Campbell-Walsh Urology;
Ninth Edition; Volume 4;
Saunders Elsevier; Ch121;
2007; page 3574)

III.2. Agenesis Kandung Kemih


Perkembangan embriologis agenesis kandung kemih masih sulit
untuk dijelaskan. Pemisahan kloaka menjadi sinus urogenital dan
anorektum tampaknya normal, karena bagian belakang saluran cerna

13

(hindgut) umumnya normal. Oleh karena itu, defek dapat terjadi karena
atrofi bagian kranial sinus urogenital maupun karena kegagalan
inkorporasi saluran mesonefrik dan ureter ke dalam trigonum (Krull
dkk.1988). Absennya kandung kemih sering berhubungan dengan kelainan
neurologis, orthopedis, dan kelainan urogenital lain seperti displasia /
agenesis ginjal atau agenesis prostat, vesikula seminalis, penis dan vagina
(Aragona dkk. 1988).(3)
Kelainan ini sangat jarang, hanya 16 dari 45 kasus yang lahir
hidup, dimana hanya 2 dari semuanya adalah perempuan (Adkes dkk.
1988; Gopal dkk. 1993; DiBenedetto dkk. 1999). Penderita dengan defek
ini hanya dapat hidup jika drainase ureter secara ektopik ke dalam struktur
mullerian yang tumbuh normal pada perempuan atau ke dalam rectum
pada lelaki. Pada bayi yang bertahan hidup, diagnosa dapat dipastikan
dengan retrograde ureteronefrogram melalui bukaan ektopik. Fungsi ginjal
dapat dipertahankan setelah dibuat ureterosigmoidostomi atau stoma
eksternal (Glenn 1959; Berrocal dkk. 2002). (3)

III.3. Hipoplasia Kandung Kemih


Hipoplasia

kandung

kemih

terjadi

karena

pengisian

atau

penampungan urin yang inadekuat selama masa janin. Meskipun kandung


kemih terbentuk selama pertumbuhan janin dan dapat dideteksi dengan
ultrasound antenatal selama kehamilan, tetapi kapasitas kandung kemih
yang adekuat tidak pernah tercapai. Kondisi yang disebabkan oleh
resistensi pengeluaran kandung kemih yang inadekuat (seperti epispadia
berat), defek separasi, abnormalitas perkembangan ginjal, atau urin yang
membypass kandung kemih, dapat berakhir pada underdevelopment
kandung kemih. Pada beberapa kasus, kandung kemih dapat tumbuh
setelah malformasi dikoreksi, tetapi penguatan kandung kemih biasanya
diperlukan untuk mencapai kapasitas adekuat (Gearhart 2002). (3)

14

III.4. Ekstrofia Kandung Kemih


III.4.1.Definisi
Ekstrofia kandung kemih adalah defek ventral komplit pada sinus
urogenital dan sistem skeletal yang menutupnya. (2)
Definisi lainnya adalah fistula vesika-kutan kongenital akibat
penutupan dinding anterior abdomen yang tidak sempurna dan
dinding anterior kandung kemih yang mendasarinya. (6) Atau adalah
bagian dari sebuah spektrum defek dimana terjadi kegagalan
penyatuan abdomen bagian bawah, organ genital dan tulang pelvis.
(3,5)

(Gambar

diambil

dari

Campbell-Walsh Urology;
Ninth Edition; Volume 4;
Saunders Elsevier; Ch119;
2007; page 3498)

III.4.2.Epidemiologi
Insiden diperkirakan 1 tiap 50.000 kelahiran (literatur lain 1 tiap
10-40.000 kelahiran) dan dua kali lebih banyak ditemukan pada

15

anak laki-laki. Risiko untuk terulangnya kejadian ekstrofia pada


suatu keluarga adalah 1:100. (1,3,6)
III.4.3.Patogenesa
Mukosa kandung kemih terekspos pada dinding bawah abdomen
dengan leher kandung kemih dan urethra terbuka. Perubahan
inflamasi sekunder sering ditemui dengan metaplasia skuamus,
sistitis kistik, sistitis glandularis, dan akhirnya fibrosis leher
kandung kemih.(5,6)
III.4.4.Manifestasi Klinis
Kelainan ini dapat bervariasi tingkat keparahannya, dan dapat
berhubungan dengan kelainan kongenital lain, yaitu defek urethra
atau simfisis pubis, seperti epispadia pada laki-laki dan klitoris
yang terbelah pada perempuan. Prostat dan testis tumbuh normal,
tetapi penis dan vagina pendek. Akan tetapi, pasien dapat memiliki
fertilitas normal saat dewasa. (1,5,6)
Abdomen bagian tengah bawah ditempati oleh permukaan dalam
dari dinding posterior kandung kemih, dimana tepi mukosanya
menyatu dengan kulit. Urin akan mengalir keluar ke dinding
abdomen melalui orifisium ureter. (1,2,6)
Ramus tulang pubis terpisah sangat lebar. Cincin pelvis menjadi
kurang kaku, tulang femur rotasi ke luar, sehingga anak akan
terhuyung-huynung seperti bebek. Karena m. rectus berinsersio
pada ramus, otot-otot akan jauh terpisah satu sama lain di bagian
inferior. (2,5)
Banyak kasus ekstrofia kandung kemih yang tidak diterapi
menunjukkan fibrosis, kacaunya muskularis mukosa, dan infeksi
kronik. Perubahan ini mempersulit usaha untuk membentuk
kandung kemih dengan kapasitas yang sesuai. Ekstrofia yang tidak

16

dikoreksi juga meningkatkan risiko terjadi pertumbuhan neoplastik


(seperti adenokarsinoma, karsinoma sel skuamus, karsinoma sel
transisional, dan rhabdomiosarkoma) kandung kemih di masa
dewasa. Risiko ini mulai pada dekade ketiga dan semakin
meningkat seiring umur. Infeksi merupakan patogenesa penting
pada keganasan ini. (1,2,5,6)
Infeksi ginjal sering dijumpai, dan hidronefrosis karena obstruksi
ureterovesikal dapat ditemukan saat urografi, juga ditemukan
separasi tulang pubis. (2)

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch119; 2007; page 3504)

III.4.5.Diagnosa Prenatal
Saat ini, diagnosa prenatal ekstrofia sulit untuk digambarkan.
Seringkali diagnosa omfalokel atau gastroskisis yang diambil dan
ekstrofia tidak terpikirkan. Dengan evaluasi ultrasound pada janin
dapat dibuat survei menyeluruh tentang keadaan anatomi janin
(Gearhart dkk. 1995). Beberapa kelompok telah menyebutkan
kriteria penting untuk diagnosa prenatal ekstrofia kandung kemih
klasik, yaitu absennya kandung kemih normal yang terisi cairan
pada pemeriksaan berulang dan juga adanya massa jaringan

17

ekhogenik pada dinding abdomen bawah, akan mengarahkan pada


diagnosa (Mirk dkk. dan Verco dkk. 1986).(3)
Gearhart dkk. 1995 menyimpulkan dari 25 pemeriksaan prenatal
dengan ultrasound pada bayi baru lahir dengan ekstrofia kandung
kemih : (3)
1. Tidak ada pengisian kandung kemih
2. Low-set umbilicus
3. Pelebaran ramus pubis
4. Genitalia diminutive
5. Massa pada abdomen bagian bawah yang meningkat
ukurannya seiring perjalanan kehamilan dan seiring
bertmbahnya ukuran organ intra abdomen.
Penggunaan 3-D USG dan MRI janin meningkatkan diagnosa
antenatal pada ekstrofia kandung kemih dan kloaka. Tujuan utama
diagnosa prenatal adalah agar orang tua dapat dikonsultasikan
tentang risiko dan keuntungan serta aspek lain yang berhubungan
dengan kondisi janin. (3)
III.4.6.Tata Laksana
Beberapa tahun terakhir dilaporkan hasil yang baik tentang bedah
rekonstruksi komplit defek ini. Dahulu, diversi urin dan reseksi
kandung kemih, dengan perbaikan epispadia di kemudian hari
biasa dilakukan. Seiring berkembangnya teknik dan bedah dini
sebelum kandung kemih memburuk, maka hasil yang baik didapat
dari rekonstruksi komplit. Koreksi bedah memungkinan pasien
bertahan hidup untuk waktu yang lama. (1,2)

18

Akhir-akhir ini yang banyak dilakukan adalah Modern Staged


Reconstruction of Bladder Extrophy (MSRE), yang terdiri dari :
(2,3,5)

1. Penutupan dini kandung kemih, urethra posterior, dan


dinding abdomen, biasanya disertai osteotomi.
2. Perbaikan dini epispadia.
3. Rekonstruksi leher kandung kemih yang kontinen dan
reimplantasi ureter sebagai prosedur anti refluks ureter.
Tujuan utama pada penutupan fungsional adalah untuk mengubah
kondisi kondisi ekstrofia kandung kemih menjadi epispadia
komplit dengan urethra yang bermuara ke penis. Osteotomi
bertujuan menutup cincin pelvis pada simfisis pubis, sekaligus
memperpanjang penis. Perbaikan epispadia dilakukan antara usia 6
12 bulan, setelah stimulasi testosteron, sedangkan perbaikan
leher kandung kemih dilakukan saat anak berusia 4 5 tahun,
memiliki kapasitas kandung kemih yang adekuat, dan yang
terpenting siap untuk ikut dalam program miksi post operasi. (2,3,5)
Metode perbaikan epispadia pada ekstrofia kandung kemih antara
lain yaitu : Cantwell-Ransley Repair, Modified Cantwell-Ransley
Repair, dan Penile Disassembly Technique Mitchell & Bagli.
Empat perhatian utama rekonstruksi meliputi koreksi korda dorsal,
rekonstruksi urethra, rekonstruksi glandula, dan penutupan kulit
penis. Untuk rekonstruksi leher kandung kemih dan prosedur anti
refluks

dilakukan

dengan

Cohens

Methode,

Young-Dees

Procedure atau Modified Young-Dees-Leadbetter Bladder Neck


Plasty. (3)
Beberapa metode lain rekonstruksi ekstrofia kandung kemih adalah
Warsaw Approach, Erlangen Approach, dan Seattle Approach. (3)

19

Lima dkk (1981) merekonstruksi kandung kemih dengan


duramater untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. Mereka
juga melakukan osteotomi sebagai bagian dari langkah awal dan
menganjurkan untuk dilakukan tindakan bedah saat pasien berumur
3 18 bulan. Enterocystoplasty adalah metode pilihan yang saat ini
banyak digunakan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih
dan membantu fungsi reservoir. (2)
Bila kandung kemih kecil, fibrotik, dan tidak elastis, penutupan
fungsional tidak dianjurkan, dan diversi / pengalihan aliran urin
dengan cystectomy adalah tindakan yang dipilih (anastomosis
ureter-iliokutan, ureter-sigmoid). Turner, Ransley, dan Williams
(1980) menyatakan bahwa meskipun bayi baru lahir memiliki
saluran kemih bagian atas yang normal, diversi urin sering
menyebabkan hidronefrosis dan pielonefritis pada pasien. (2,5)

III.4.7.Prognosa
Lattimer dkk (1978) yang mengikuti perkembangan 17 pasien
dengan rekonstruksi kandung kemih selama 20 tahun, melaporkan
bahwa kualitas hidup pasien baik. (1,2)
Ansel (1979) melakukan rekonstruksi pada 28 pasien saat masa
neonatus untuk melindungi kandung kemih dari perubahan serius
di kemudian hari. Sebagian dari pasien hasilnya baik.(2)
Hasil terbaik yang penah dilaporkan Jeffs dan Gearhart (1983 dan
1989) adalah bahwa 86% pasien yang menjalani perbaikan primer
tidak mengalami inkontinensia, dan fungsi ginjal tetap terjaga baik
pada 90% pasien. Rekonstruksi genital dan urethra juga sama
berhasilnya. (2)

20

III.5. Anomali Urakus


III.5.1.Definisi
Anomali urakus adalah urakus yang tetap terbuka secara lengkap
maupun terobliterasi parsial, yang mengarah pada pembentukan
struktur kistik pada tempat manapun sepanjang jalurnya. (3)
III.5.2.Epidemiologi
Masalah terkait urakal sangat jarang terjadi, yaitu 1 tiap 300.000
kelahiran, dan lebih sering pada laki-laki. (5)
III.5.3.Patogenesa
Secara embriologis, allantois menghubungkan sinus urogenital
dengan umbilikus. Normalnya allantois akan terobliterasi dan
menjadi korda jaringan ikat (urachus) yang memanjang dari kubah
kandung kemih ke pusar. Pembentukan urakal secara langsung
berhubungan dengan turunnya kandung kemih.(2)
Obliterasi yang tidak lengkap kadang terjadi. Jika terjadi obliterasi
lengkap kecuali pada ujung superior, maka akan tampak sinus
umbilikal yang mengalir. Jika hal ini terinfeksi, maka alirannya
akan menjadi purulen. Jika bagian ujung inferior tetap terbuka,
maka akan berhubungan dengan kandung kemih, tetapi hal ini
biasanya tidak bergejala. Sangat jarang terjadi bahwa seluruh
saluran tetap paten, dimana pada kasus ini urin terus mengalir
melalui umbilikus. Hal ini akan menjadi jelas dalam beberapa hari
setelah lahir. Jika hanya akhiran urakus yang terbuka, sebuah kista
dari bagian itu akan terbentuk dan dapat menjadi sangat besar,
hingga tampak sebagai massa yang besar di daerah tengah bawah.
Bila kista tersebut terinfeksi, akan tampak tanda-tanda sepsis lokal
dan umum. (2)

21

Adenokarsinoma dapat terjadi pada kasus kista urakal, terutama


pada ujung yang dekat kandung kemih, dan cenderung invasi ke
jaringan di bawah dinding anterior abdomen. Batu dapat timbul di
dalam kista urakus, yang dapat diidentifikasi dengan foto polos
sinar X. (2)
III.5.4.Klasifikasi
1. Urakus paten
Adalah kandung kemih yang tidak turun atau kegagalan
obliterasi kanal urakus yang dibatasi epitel. Dapat dengan
mudah didiagnosa dengan sistografi. Ditandai dengan
mengalirnya cairan secara terus menerus atau terputusputus dari umbilikus. Diagnosa banding untuk keluarnya
cairan dari pusar adalah patent vitello-intestinal duct
dimana dengan kontras akan tampak hubungan dengan usus
halus. Terapi urakus paten adalah eksisi seluruh saluran dari
pusar ke kandung kemih.(3,5)
2. Kista urakal
Pada umumnya terbentuk pada 1/3 bawah urakus dan
terbentuk

bila

bagian

atas

dan

bawah

tertutup,

meninggalkan area kistik diantaranya. Lesi dapat diduga


dengan USG, tetapi kepastian hanya dengan eksplorasi dan
eksisi. (3,5)
3. Divertikel urakal
Terjadi bila bagian bawah urakus tetap terbuka dan
membentuk divertikel yang keluar dari tepi kandung kemih.
Jika divertikel berleher lebar dan tidak bergejala, tidak
diperlukan tindakan, tetapi jika komplikasi infeksi terjadi,
maka divertikel harus dieksisi. (3,5)

22

4. Sinus umbilikal-urakus
Urakus obliterasi pada tingkat kandung kemih, tetapi tetap
terbuka pada bagian umbilikus, menyebabkan aliran sinus
terus menerus. Tampak mirip dengan urakus paten.
Diagnosa dengan sinogram.(3)

(Gambar diambil dari Essential Urology, 2nd Edition. Churchill Livingstone; Ch 6; 1994;
page 80)

23

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch121; 2007; page 3577)

III.5.5.Tata Laksana
Terapi terdiri dari eksisi urakus, yang berada pada permukaan
peritoneum. Jika terdapat adenokarsinoma, maka diperlukan
reseksi radikal. Pada urakus terinfeksi disertai pembentukan abses
melibatkan drainase awal didukung antibiotik, dan bila infeksi
mereda maka eksisi komplit urakus harus dilakukan. (2,3)
III.5.6.Prognosa
Prognosa pada umumnya baik, kecuali bila terdapat kelainan
kongenital serius lain yang menyertai. Komplikasi adenokarsinoma
dan keganasan lain akan menyebabkan prognosa buruk. (2,6)

III.6. Divertikel Kandung Kemih


Divertikel adalah protusi melalui titik lemah pada otot kandung
kemih, dan secara embriologis lebih sering terjadi dekat pertemuan
ureterovesika. Divertikel kandung kemih dapat terjadi karena sumbatan
infravesika, iatrogenik setelah pembedahan kandung kemih, atau defek
kongenital. Semua divertikel tumbuh sebagai herniasi dari mukosa
kandung kemih diantara defek serat otot polos kandung kemih. Insidens
dilaporkan rendah, 1,7% dari populasi anak yang menjalani pemeriksaan
radiologis. Banyak kasus divertikel tidak bergejala yang mungkin tidak
akan pernah terdeteksi. (3,5,6)
Hutch (1961) menyebutkan 2 jenis divertikel pada lubang muara
ureter, yaitu : (3)

Divertikel paraureteral primer. Ditemukan pada kandung


kemih yang berdinding rata. Didapatkan tunggal tanpa

24

disertai divertikel lain, intermiten, dan terjadi pada anak


tanpa sumbatan infravesika. Divertikel primer juga dikenal
sebagai divertikel kongenital, yang disebabkan oleh defek
kongenital dinding kandung kemih. (1,3,5,6)

Divertikel paraureteral sekunder. Ditemukan pada kandung


kemih dengan trabekulasi sebagai salah satu dari banyak
divertikel lain. Disebabkan oleh sumbatan infravesika. (1,3,5,6)

Divertikel kongenital lebih banyak didapat pada anak laki-laki,


sering terletak 1-2 cm di atas dan lateral dari muara ureter. Pembesaran
divertikel dapat menyebabkan stasis, pembentukan batu, refluks vesika
dan obstruksi sekunder.(5,6)
Divertikel kandung kemih dapat dideteksi dengan USG prenatal
(Gaudet dkk. 1999), tetapi sebagian besar ditemukan saat pemeriksaan
untuk infeksi, hematuri, inkontinensia, atau obstruksi. Pemeriksaan gold
standart adalah VCUG (voiding cystourehrography) yang juga akan
menunjukkan kemungkinan adanya VUR (refluks vesiko-ureter). (1,3)
Divertikel yang kecil dan tak bergejala dapat diterapi konservatif
dengan observasi regular. Para ahli bedah menyarankan eksisi pada
divertikel yang disertai VUR. Ureter pada sisi yang sama diimplantasi
ulang jika letaknya dekat atau dalam divertikel. Eksisi divertikel
tradisional dilakukan intravesika, tetapi dapat juga melalui pendekatan
ekstravesika (Jayanthi dkk. 1995; Yu, 2002). Selain itu dapat pula eksisi
laparaskopik (Kok dkk. 2000). (3,5,6)

25

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch121; 2007; page 3579)

III.7. Duplikasi Kandung Kemih


Duplikasi kandung kemih dan urethra dapat komplit / inkomplit,
dan dapat terjadi pada irisan koronal maupun sagital. Yang tersering adalah
duplikasi komplit sagital. Pada duplikasi inkomplit, kedua kandung kemih
berhubungan sebagian dan bermuara pada satu urethra. Pada duplikasi
komplit, kedua kandung kemih terpisah seluruhnya dengan mukosa
normal dan dinding berotot yang dipisahkan oleh lipatan peritoneal.
Meskipun ukuran dan kualitas tiap kandung kemih dapat berbeda,
umumnya keduanya memiliki ureter dan muara urethra masing-masing
(Esham dan Holt, 1980). (3)
Kelainan duplikasi genital eksterna yang menyertai dilaporkan
pada 90% kasus, sedangkan kelainan duplikasi saluran cerna bagian bawah
ditemukan pada 42% kasus (Kossow dan Morales, 1973). (3)
Dengan malformasi saluran cerna atau genital eksterna yang
menyertainya, diagnosa sering dibuat pada masa neonatus. Akan tetapi,
banyak kasus tidak terdiagnosa sampai terjadi infeksi berulang atau
inkontinensia yang memerlukan pemeriksaan urologik. (3)

26

Evaluasi diagnostik preoperatif komplit dengan kariotipe, USG,


IVP, studi video-urodinamik, genitografi, dan pencitraan saluran cerna
berguna untuk menentukan situasi anatomik. Terapi awal diarahkan pada
presevasi

ginjal

dan

pencegahan

infeksi

dengan

menghilangkan

kemungkinan obstruksi pada saluran kemih. Tujuan jangka panjang


meliputi tercapainya kontinensia dan rekonstruksi genital interna dan
eksterna. Duplikasi inkomplit mungkin tidak perlu tindakan bedah jika
drainase kedua kandung kemih tercukupi oleh sebuah urethra. Pada
duplikasi komplit, kedua kandung kemih dapat dipersatukan. Jika kedua
kompleks sfingter kompeten, maka urethra distal dihubungkan. Jika salah
satu tidak kompeten, leher kandung kemih yang bersangkutan ditutup dan
urethranya dieksisi. Duplikasi vagina dipersatukan di bagian tengah, dan
dilakukan vulvoplasti. Duplikasi urogenital dapat dibiarkan tanpa koreksi
bila penderita tidak bergejala. (3)

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch121; 2007; page 3581)

27

BAB IV
KELAINAN KONGENITAL URETHRA
Kelainan kongenital urethra sangat penting secara klinik, terutama pada
anak-anak, tetapi termasuk jarang ditemui, dan sebagian besar pada laki-laki
Kelainan kongenital urethra meliputi :

Katub urethra posterior / anterior (1,2,3,5,6)

Hipospadia (1,2,3,5,6)

Epispadia (1,2,3,6)

Duplikasi urethra (2,3,5,6)

Striktur urethra (2,3,5)

Polip urethra (3,5,6)

Divertikel urethra (5)

Atresia urethra (5)

Megalourethra (5,6)

Fistula urethrorektal dan vesikorektal (2)

IV.1.

Katub Urethra Posterior


IV.1.1. Definisi

28

Katub urethra posterior (posterior urethral valves) adalah lesi


urethra obstruktif pada bayi baru lahir yang paling sering dijumpai,
dan hanya terjadi pada laki-laki, serta ditemukan pada bagian distal
urethra prostatik. Katub ini berupa lipatan mukosa yang terlihat
seperti membran tipis (literatur lain menyatakan obstruksi
disebabkan oleh adanya sebuah diafragma yang melintang urethra
pada bagian apeks prostat). Hal ini dapat menyebabkan obstruksi
pada tingkat yang bervariasi saat pasien miksi. (1,2,5)

(Gambar diambil dari Essential Urology, 2nd Edition. Churchill Livingstone; Ch


6; 1994; page 83)

IV.1.2. Epidemiologi
Insidens 1:8.000 sampai 1:25.000 kelahiran hidup. Hanya terjadi
pada laki-laki. (1,2,3,5)
IV.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi yang umum digunakan adalah klasifikasi dari Young: (3)
1. Young tipe I : katub ini merupkan 95% dari seluruh
obstruksi urethra posterior.
2. Young tipe II : katub timbul dari vrumontanum dan
memanjang sepanjang didning urethra posterior ke arah
leher kandung kemih.

29

3. Young tipe III : membran yang terletak tranversal melewati


urethra dengan perforasi kecil di tengahnya.

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3584)

IV.1.4. Patogenesa
Terbentuk bukaan seperti celah / irisan pada bagian posterior,
dimana ujungnya menempel pada tiap sisi batas bawah
verumontanum. Bagian terendah katub memanjang ke bawah ke
bagian urethra yang dikelilingi kompleks sfingter eksterna dan
dapat mengganggu struktur ini sehingga meski katub telah
dihancurkan, fungsi sfingter tetap dapat abnormal.(5)
Efek obstruksi kongenital urethra tercermin pada seluruh saluran
kemih di atas tingkat obstruksi. Di atas katub terjadi dilatasi
urethra prostatik dimana dilatasi ini menandakan telah terjadi

30

hipertrofi leher kandung kemih. Kandung kemih menebal, terjadi


trabekulasi, sakulasi karena obstruksi yang lama dan berat. Saluran
bagian atas melebar dan ginjal rusak sampai tingkat tertentu.
Refluks ureter satu atau kedua sisi terjadi pada pasien.(3,5)

(Gambar diambil dari Smiths General Urology; 17th Edition; McGraw-Hill Companies,
Inc.; Ch 40; 2008; page 628)

IV.1.5. Gejala dan Tanda


Anak dengan katub urethra posterior dapat menunjukkan gejala
obstruksi yang ringan, sedang, atau berat. Aliran / pancaran urin
lemah, terputus-putus, dan menetes saat akhir miksi. Muntah,
infeksi saluran kemih, dan sepsis sering terjadi. Obstruksi berat
dapat menyebabkan hidronefrosis yang teraba sebagai massa di
abdomen (flank mass mengindikasikan hidronefrosis). Massa yang
teraba di bagian tengah abdomen bagian bawah adalah khas untuk
kandung kemih yang distensi. Pada banyak pasien, kegagalan

31

untuk tumbuh (failure to thrive) bisa menjadi satu-satunya gejala


yang signifikan, dan pada pemeriksaan tidak ditemukan tandatanda lain selain bukti penyakit kronis. Dapat pula ditemukan tanda
penyakit sistemik berat seperti retardasi pertumbuhan intrauterine,
letargi, poor feeding. Masalah klinik terberat yang dapat terjadi
pada neonatus adalah hipoplasia pulmoner sebagai akibat langsung
oligohidramnion. (1,2,3,5)
IV.1.6. Pemeriksaan
Laboratorium
Azotemia dan kemampuan ginjal yang buruk untuk memekatkan
urin adalah temuan yang sering didapat. Urin seringkali terinfeksi
dan anemia dijumpai bila infeksinya kronik. Kreatinin serum dan
kadar BUN, serta klirens kreatinin merupakan indikator terbaik
pada perkembangan gagal ginjal. (2,3)
X-ray
Cystourethrography miksi merupakan pemeriksaan radiologi
terbaik untuk diagnosa. Adanya residu urin dalam jumlah besar
telah terbukti pada kateterisasi awal yang dilakukan pada studi
radiografik, dan spesimen urin yang tidak terkontaminasi
didapatkan

dari

kateter

untuk

dikultur.

Cystogram

dapat

menunjukkan refluks vesikoureter dan trabekulasi hebat akibat


obstruksi lama, serta kendung kemih yang tebal, sakulasi, dan
gambaran urethra posterior yang melebar. Pada cystourethrogram
tampak pemanjangan dan dilatasi urethra posterior dengan leher
kandung kemih yang prominen. Pada urogram dapat dijumpai
keadaan hidroureter dan hidronefrosis. (1,2,3,5)
USG

32

USG dapat digunakan untuk mendeteksi hidronefrosis, hidroureter,


dan distensi kandung kemih pada anak dengan azotemia berat.
USG juga dapat mendeteksi hidronefosis janin, yang khas untuk
katub urethra, sejak minggu ke-28 gestasi. Jika obstruksi berasal
dari katub, akan didapatkan pembesaran kandung kemih disertai
hidroureteronefrosis. USG dilakukan saat lahir dan beberapa mingu
kemudian untuk melihat efek obstruksi. (1,2,3)

33

(Gambar diambil dari Smiths General Urology; 17th Edition; McGraw-Hill Companies,
Inc.; Ch 40; 2008; page 627)

34

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3585)

Pemeriksaan dengan Instrumen


Urethroskopi dan sistoskopi yang dilakukan dengan anastesi
umum, menunjukkan trabekulasi, selula, dan terkadang divertikel
kandung kemih. Leher kandung kemih dan trigonum dapat
hipertrofi. Diagnosa dipastikan dengan identifikasi visual katub
pada bagian distal urethra prostatik. Kompresi supravesikal
menandakan bahwa katub tersebut menyebabkan obstruksi. (2)
IV.1.7. Tata Laksana
Terapi terdiri dari destruksi katub, tetapi pendekatannya tergantung
derajad obstruksi dan keadaan umum pasien. Pada anak dengan
obstruksi ringan sampai sedang dan azotemia minimal, fulgurasi
transurethral katub biasanya berhasil. Terkadang, kateterisasi,

35

sistoskopi, atau dilasi urethra dengan urethrostomi perineal dapat


menghancurkan katub. (2)
Derajad obstruksi berat yang mengakibatkan hidronefrosis dalam
tingkatan

yang

bervariasi,

memerlukan

manajemen

yang

individual. Terapi pada anak dengan urosepsis dan azotemia,


melibatkan antibiotik, drainase kateter kandung kemih, koreksi
gangguan cairan dan elektrolit. Vesikostomi dilakukan pada pasien
dengan refluks dan dysplasia ginjal. (2,5)
Pada kasus hidronefrosis yang sangat berat, vesikostomi atau
pembuangan katub mungkin tidak cukup, karena telah terjadi atoni
ureter dan atau obstruksi ureterovesical junction karena hipertrofi
trigonum. Pada kasus ini, percutaneous loop ureterostomies
dilakukan untuk menjaga fungsi ginjal dan memudahkan resolusi
hidronefrosis. Setelah fungsi ginjal stabil, baru dilakukan ablasi
katub dan rekonstruksi saluran kemih. (2,5)
Masa diversi proksimal harus sesingkat mungkin karena kontraktur
vesika dapat menjadi permanen bila diversi supravesikal dilakukan
dalam waktu yang lama. (2)
Sekitar 50% pada pasien dengan katub urethra terjadi refluks
vesikoureter, dan prognosa akan lebih buruk jika refluksnya
bilateral. Setelah obstruksi dihilangkan, hanya 1/3 kasus dimana
refluks hilang spontan, sedang 2/3 sisanya memerlukan tindakan
bedah. (2,5)
Penggunaan obat antimiroba dalam jangka waktu lama diperlukan
untuk mencegah urosepsis berulang dan infeksi saluran kemih,
meski obstruksi telah dihilangkan. (2)

36

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3595)

IV.1.8. Prognosa
Deteksi dini adalah cara terbaik untuk menjaga fungsi ginjal dan
kandung kemih. Hal ini dapat dilakukan dengan USG dalam
uterus, dengan pemeriksaan fisik yang teliti, dan observasi miksi
pada bayi baru lahir, serta dengan evaluasi menyeluruh pada anak
dengan infeksi saluran kemih. Anak dengan azotemia dan infeksi
yang menetap setelah obstruksi dihilangkan memiliki prognosa
yang buruk. (2)

IV.2.

Hipospadia
IV.2.1. Definisi

37

Hipospadia adalah muara (meatus) urethra terbuka di sisi ventral


penis, proksimal terhadap ujung glans penis.(2)
Definisi lain yaitu bermuaranya urethra pada sisi ventral penis,
biasanya pada glans penis, tetapi bisa juga pada batang penis atau
perineum, disertai defek ventral prepusium. (1,5) Atau didefinisikan
juga sebagai hubungan dari 3 anomali penis, yaitu pembukaan
ventral abnormal meatus urethra yang dapat berlokasi dimana saja
pada sisi ventral glans penis sampai perineum; kurvatura ventral
abnormal penis; dan distribusi kulit abnormal dengan hood di
bagian dorsal dan defisiensi kulit di ventral. (3)
IV.2.2. Epidemiologi
Hipospadia terjadi pada 1 tiap 300 anak laki-laki (ada pula literatur
yang menyatakan 1:400 bayi laki-laki). Pemberian estrogen dan
progestin selama kehamilan diketahui ikut meningkatkan insiden.
Meskipun pola familial dari hipospadia telah dikenali, tidak ada
jejak genetik spesifik yang telah ditetapkan. (1,2,3,5)
IV.2.3. Etiologi
Laporan terinci oleh Sorensen (1953) dan pembahasan yang lebih
baru oleh Sweet dkk.(1974) dan Baskin (2000) menyebutkan
penyebab multifaktorial, sesuai model poligenik. Faktor etiologi
yang bertanggung jawab meliputi satu atau lebih dari gangguan
lingkungan atau endokrin lain; endokrinopati, enzimatik atau
abnormalitas jaringan lokal; dan manifestasi pertumbuhan yang
tertahan. (3)
IV.2.4. Patogenesa
Diferensiasi seks dan pertumbuhan urethra dimulai dalam rahim
pada kurang lebih minggu ke-8 dan lengkap saat mencapai minggu
ke-15. Urethra terbentuk dari penyatuan lipatan-lipatan urethra

38

spanjang permukaan ventral penis, yang memanjang ke korona


pada bagian distal. Hipospadia terjadi bila penyatuan ini tidak
komplit. Umumnya semakin abnormal letak muara, semakin besar
kemungkinan terbentuk korda, sebuah lengkungan ke bawah penis
saat ereksi. Korda terbentuk dari kombinasi dari defisiensi kulit
vebtral, urethra yang pendek, dan adanya penebalan jaringan
fibrosa pada aspek ventral tunika albugenia. (2,5)
Hipospadia pada laki-laki adalah tanda feminisasi. Pasien dengan
bukaan penoskrotal dan perineal berpotensi memiliki problem
interseks sehingga perlu evaluasi yang tepat. Tiap tingkatan
hipospadia adalah ekspresi feminisasi. Bukaan urethra perineal dan
scrotal harus dievaluasi dengan teliti untuk memastikan bahwa
pasien adalah bukan perempuan dengan sindrom adrenogenital
terandrogenisasi. (2)

IV.2.5. Klasifikasi
Hipospadia diklasifikasikan berdasar lokasinya: (2)
1. Glandular, terletak di glans penis proksimal
2. Koronal, terletak pada coronal sulcus
3. Penil, pada batang penis
4. Penoskrotal
5. Perineal
Sekitar 70% kasus merupakan penil distal atau koronal. (2)
Klasifikasi lain hanya membagi menjadi 3, yaitu glandular, koronal
dan sub koronal (anterior / distal). (3)

39

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch125; 2007; page 3705)

40

(Gambar diambil dari Smiths General Urology; 17th Edition; McGraw-Hill Companies,
Inc.; Ch 40; 2008; page 630)

41

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch125; 2007; page 3704)

IV.2.6. Gejala dan Tanda


Meskipun bayi baru lahir dan anak jarang bergejala yang
berhubungan dengan hipospadia, anak yang telah lebih besar dan
orang dewasa mengeluhkan sulitnya mengarahkan aliran /
pancaran urin. Chordee (lengkungan pada penis) menyebabkan
menekuk ventral dan membusurnya batang penis, sehingga dapat
menghalangi intercourse seksual. Hipospadia penoskrotal atau
perineal mengharuskan untuk posisi duduk saat berkemih,
sedangkan bentuk proksimal hipospadia pada dewasa dapat
menyebabkan infertilitas. Keluhan tambahan pada hamper semua
pasien adalah bentuk penis yang abnormal, yang disebabkan
kurang atau tidak adanya kulit ventral. Muara / lubang hipospadia
dapat mengalami stenotik dan harus hati-hati dalam memeriksa
(meatotomi harus dilakukan bila ada stenosis). Didapatkan insiden
undesensus testis yang meningkat pada pasien dengan hipospadia;
pemeriksaan skrotum perlu dilakukan untuk menetukan posisi
testis. (2)

42

IV.2.7. Pemeriksaan
Temuan Laboratorium, X-Ray, Endoskopi
Karena anak dengan penoskrotal dan perineal hipospadia sering
berskrotum terbelah (bifida) dan genitalia yang ambigu, maka
buccal smear dan kariotiping diindikasikan untuk membantu
menetukan seks genetik. Urethroskopi dan sistoskopi bernilai
untuk menetukan apakah organ seks / reproduksi laki-laki internal
tumbuh dengan normal. Urografi ekskretori dilakukan untuk
mendeteksi kelainan kongenital tambahan pada ginjal dan ureter. (2)

IV.2.8. Tata Laksana


Untuk tujuan psikologis (pengertian anak tentang genitalnya) dan
supaya aliran miksi lurus (saat anak berdiri untuk miksi),
hipospadia harus ditangani sebelum pasien mencapai usia sekolah;
pada banyak kasus, hal ini dapat dilakukan sebelum umur 2 tahun
(usia optimal antara 15-18 bulan). (1,2,5)
Terdapat lebih dari 150 metode bedah korektif untuk hipospadia
dimana pada semua teknik perbaikan diarahkan pada orthoplasti
(perbaikan kurvatura penis), urethroplasti, meatoplasti dan
glanuloplasti, dan akhirnya penutupan kulit. Saat ini, 1-stage
repairs (koreksi korda dan memindahkan muara ke posisi terminal
dalam 1 kali operasi) dengan flap pulau kulit luar (foreskin island
flaps) dan insisi lempeng urethra banyak dikerjakan oleh para
urologis. Tampaknya cangkok mukosa bukal lebih menguntungkan
dibanding lainnya, dan harus dianggap sebagai teknik cangkok
yang utama bila ada indikasi. Fistula timbul pada 15 30% kasus,
tetapi perbaikannya dianggap rekonstruksi kecil / sekunder. (2,3,5)

43

Semua tipe perbaikan melibatkan pelurusan penis dengan


membuang khorda. Pembuangan khorda dapat dipastikan dengan
membuat ereksi artifisial dalam ruang operasi setelah dilakukan
rekonstruksi urethra. Teknik yang tersukses untuk memperbaiki
hipospadia memakai kulit lokal dalam membuat neourethra. Bayi
baru lahir dengan hipospadia tidak boleh disunat, karena kulit
prepusiumnya dapat digunakan untuk rekonstruksi di kemudian
hari. (2,3)
IV.2.9. Prognosa
Setelah bedah korektif, sebagian besar pasien dapat berkemih
dalam posisi berdiri, dan juga untuk deposit semen ke dalam
vagina. Tampilan kosmetik secara keseluruhan dan pencegahan
terbentuknya fistula tetap menjadi tantangan terbesar dalam usaha
perbaikan ini. (2)

44

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4;


Saunders Elsevier; Ch125; 2007; page 3721)

IV.3.

Epispadia
IV.3.1. Definisi
Epispadia adalah urethra yang bermuara di bagian dorsal. (2)

45

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch119; 2007; page 3545)

IV.3.2. Epidemiologi
Insiden epispadia sangat jarang, diperkirakan 1 dari 120.000 lakilaki dan 1 dari 450.000 perempuan. Sekitar 70% epispadia pada
laki-laki adalah epispadia komplit diertai inkontinensia. (2,3)
IV.3.3. Patogenesa
Epispadia terdiri dari defek pada dinding dorsal urethra. Urethra
normal digantikan oleh jalur mukosa yang luas yang membatasi
bagian dorsal penis memanjang ke arah kandung kemih, dengan
potensi inkompetennya mekanisme sfingter.
IV.3.4. Klasifikasi
Klasifikasinya tergantung posisinya pada laki-laki. Pada epispadia
glandular, urethra terbuka pada aspek dorsal glans penis yang luas
dan datar. Pada tipe penil, muara urethra yang luas dan bercelah
berlokasi diantara simfisis pubis dan sulkus koronaria. Sebuah
celah distal biasanya memnajang dari meatus melewati glans yang
merenggang. Tipe penopubik memiliki urethra yang terbuka pada

46

pertemuan penopubik, dan seluruh penis memiliki celah distal


dorsal memanjang melewati glans. (2,3)
Pada

perempuan

dipakai

klasifikasi

Davis

(1928)

yang

menyebutkan 3 tingkatan epispadia. Pada tingkat yang paling


rendah, orifisium urethrahanya tampak salah. Pada epispadia
intermediet, urethra terbagi secara dorsal sepanjang hamper seluruh
urethra. Pada tingkatan yang paling berat, celah urethramelibatkan
seluruh panjang urethra dan mekanisme sfingter mengalami
inkontinensia. (3)

IV.3.5. Manifestasi Klinis


Pasien dengan epispadia glandular jarang mengalami inkontinensia
urin. Akan tetapi, pada epispadia tipe penil dan penopubik,
inkontinensia didapat pada 75 dan 95% kasus. (2,3)
Perempuan dengan epispadia memiliki klitoris yang terbelah
(bifida) dan pemisahan labia. Sebagian besar mengalami
inkontinensia. (1,2,3)
Inkontinensia

urin

adalah

masalah

yang

umum

karena

pertumbuhan yang salah sfingter urin. Lengkungan dorsal penis


(dorsal chordee) juga didapatkan. Tulang pubis terpisah seperti
pada ekstrofi kandung kemih. Epispadia merupakan bentuk yang
lebih ringan dari ekstrofi kandung kemih, dan terkadang terjadi
bersamaan. (2)
IV.3.6. Tata Laksana
Sama seperti pada hipospadia, koreksi bedah dilakukan sebelum
umur 2 tahun. Bedah diperlukan untuk penanganan inkontinensia,

47

membuang khorda untuk meluruskan penis, dan memanjangkan


urethra keluar ke glans penis. Perbaikan sfingter urin tidak terlalu
berguna. Eksisi khorda dan urethroplasti disertai pemajuan meatus
cukup baik untuk hasil fungsional dan kosmetik. Pada pasien
dengan inkontinensia yang tidak dapat diatasi, mungkin diperlukan
penguatan kandung kemih disertai sfingter artifisial.(1,2,3)

IV.4.

Duplikasi Urethra
Kelainan ini jarang didapatkan, dapat komplit / inkomplit. Dua
urethra dapat berjalan bersampingan / satu bidang horizontal (kanan dan
kiri) atau yang lebih sering terjadi adalah salah satu berada di depan yang
lain / satu bidang sagital (dorsal dan ventral). Tipe duplikasi urethra
bervariasi dan ada beberapa sistem klasifikasi (Effmann dkk.1976;
Woodhouse dkk.1979). (2,3,5)
Duplikasi urethra dorsal terjadi bila terdapat muara kemih normal,
korda dorsal pada penis, dan muara epispadia kedua pada dorsal penis.
Urethra yang normal adalah yang ventral, bermuara pada ujung glans.
Gejala pada tipe ini timbul karena korda pada penis, inkontinensia melalui
saluran aksesoria, atau infeksi. Jika menimbulkan gejala, maka urethra
ekstra harus dieksisi. (3,5)
Duplikasi urethra ventral sangat jarang, dan dapat komplit /
inkomplit dengan sebuah urethra berujung buntu. Terdapat urethra yang
bermuara pada ujung glans dan yang kedua pada sisi ventral penis bahkan
perineum. Duplikasi tipe Y terjadi bila urethra prostatik bercabang menjadi
2 saluran dimana yang satu bermuara pada glans dan yang ventral yang
lebih fungsional bermuara pada perineum. (3,5)

48

Diagnosa duplikasi urethra tergantung pada tipenya. Duplikasi


komplit dengan VCUG, sedangkan pada inkomplit mungkin diperlukan
injeksi kontras retrograde dan sistoskopi. (3)
Tatalaksana bervariasi sesuai gejala dan tingkat keparahan. Terapi
tidak perlu jika tidak didapatkan infeksi dan inkontinensia. Duplikat
aksesoria sederhana dapat difulgurasi dengan elektroda bugbee sehingga
terbentuk jaringan parut dan menutup (Holst dkk.1988). Beberapa kasus
diperlukan eksisi. Fistula tipe Y yang rumit memerlukan urethroplasti
ekstensif. (3)

(Gambar diambil dari Essential Urology, 2nd Edition. Churchill Livingstone; Ch 6; 1994;
page 86)

49

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3602)

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3602)

IV.5.

Striktur Urethra Kongenital


Striktur kongenital jarang terjadi pada bayi lelaki, menghasilkan
patologi dan masalah klinik yang sama dengan katub urethra posterior.
Fosa navikularis dan urethra membranous (urethra posterior) merupakan 2
tempat tersering. Striktur berat dapat menyebabkan kerusakan kandung
kemih dan bilateral hidroureteronefrosis, dengan gejala obstruksi
(frekuensi dan urgensi) atau infeksi. Diagnosa didapat dari riwayat,

50

pemeriksaan fisik, dan dibantu penunjang seperti urografi, urethrografi,


sistoskopi dan urethroskopi. (2,3)
Tindakan awal pada bayi baru lahir adalah vesikostomi. Striktur
dapat diterapi pada saat endoskopi. Striktur dapat didilatasi atau dilakukan
urethrotomi. Pada beberapa kasus diperlukan urethroplasti. (2,3,5)

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3601)

IV.6.

Katub Urethra Anterior


Lebih jarang dibanding katub posterior. Ditandai dengan dilatasi
urethra atau divertikel proksimal dari katub yang menyebabkan obstruksi
pengeluaran isi kandung kemih, inkontinensia post miksi, enuresis, dan
infeksi.

Urethroskopi

dan

VCUG

dapat

menunjukkan

lesi

ini.

Elektrofulgurasi endoskopik / insisi endoskopik dengan diatermi dapat


mengoreksi obstruksi dengan efektif. (2,3,5)

51

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3600)

IV.7.

Polip Urethra
Polip urethra adalah anomali langka pada urethra lelaki. Sering
didapatkan pada urethra prostatik dekat leher kandung kemih, dan
umumnya soliter. Polip bertangkai dapat timbul dari verumontanum dan
jika mencapai ukuran yang cukup untuk prolaps ke dalam urethra dan
menyumbatnya. Pada penderita biasanya didapatkan keluhan berkemih
intermiten seperti hematuri, stranguri, dan disuri (Raviv dkk.1993). Polip
tidak menyebabkan kerusakan ekstensif saluran kemih. Lesi ini dapat
terlihat dengan VCUG, dan dipastikan dengan sistoskopi. Tindakan kuratif
adalah dengan reseksi transurethra secara endoskopik. (3,5)

IV.8.

Divertikel Urethra
Divertikel urethra dibagi menjadi :

Divertikel urethra posterior (bulbar)


Kondisi ini terjadi pada lelaki dan jarang. Dapat menyebabkan
infeksi

saluran

kemih

52

persisten

atau

obstruksi,

dan

pembentukan batu. Divertikel memiliki leher yang sempit dan

harus dieksisi jika menyebabkan masalah persisten. (5)


Divertikel urethra anterior
Dapat memiliki leher yang lebar / sempit dan mungkin
menyerupai

duplikasi

urethra

inkomplit.

Gejala

yang

ditimbulkan meliputi infeksi dan dribbling post miksi. (5)

(Gambar diambil dari Essential Urology, 2nd Edition. Churchill Livingstone; Ch 6; 1994;
page 84)

(Gambar diambil dari Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4; Saunders


Elsevier; Ch122; 2007; page 3601)

IV.9.

Atresia Urethra

53

Urethra berujung buntu. Sering berhubungan dengan sindroma


prune-belly dan juga disertai urakus paten. Pada umumnya juga
didapatkan anomali berat pada ginjal dan prognosanya buruk. (5)

IV.10. Megalourethra
Tidak adanya korpus spongiosa menyebabkan tidak ada yang
menyokong urethra. Penis dapat terlihat normal tetapi defek akan nampak
saat miksi dimana dilatasi urethra terjadi. Defek dapat dipastikan dengan
urethrografi, sistografi miksi, dan sistoskopi. Kelainan ini sering dijumpai
pada sindroma prune- dan pseudo prune-belly. Tidak diperlukan tindakan
yang spesifik. (5)

IV.11. Fistula Vesikorektal & Urethrorektal


Sangat jarang terjadi dan hampir selalu berhubungan dengan anus
imperforata. Kegagalan septa urorektal untuk berkembang sempurna
(memisahkan rectum dari saluran kemih) menyebabkan terjadinya
hubungan antara kedua sistem. Materi fekal dan gas akan melewati
urethra. Jika anus berkembang normal, maka urin dapat keluar melalui
anus. (2)
Pembukaan fistul tampak pada sistoskopi dan panendoskopi. Anus
imperforata harus segera dibuka dan fistul ditutup, atau jika rektum
terletak sangat tinggi, kolostomi sigmoid temporer dapat dilakukan. Bedah
definitive dengan perbaikan fistul urethra dapat dilakukan kemudian. (2)
BAB V
KESIMPULAN

54

Kelainan kongenital sebenarnya jarang ditemui, tetapi pada saluran


urogenital termasuk sering didapatkan dibanding sistem organ lainnya. Saluran
kemih dan genitalia berasal dari kloaka embrional dan sistem sekresi, yaitu ginjal
dan gonad dari sumber yang sama, yaitu pro dan mesonefros. Penyebab terjadinya
kelainan kongenital tersebut sering tidak diketahui dan dipengaruhi banyak faktor,
seperti faktor herediter, pengaruh radiasi, dan infeksi virus. Pada umumnya
kelainan

kongenital

saluran

kemih

sangat

berhubungan

dengan

fase

embriologisnya. Kadang kelainan tidak menyebabkan gejala atau tanda, tetapi


dapat juga fatal. Efek patologi yang mungkin terjadi adalah gangguan faal,
obstruksi saluran kemih, inkontinensia kemih, infertilitas, gangguan faal seks,
keganasan, hipertensi, predisposisi infeksi, dan gangguan kosmetik.
Contoh kelainan kongenital kandung kemih yang penting dan bermakna
klinis yang signifikan adalah ekstrofia kandung kemih dan anomali urakus.
Sedangkan pada urethra, contohnya adalah katub urethra posterior, hipospadia,
dan epispadia. Beberapa kelainan kongenital ini dapat terjadi bersamaan.
Diagnosa didasarkan pada keluhan, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Pemeriksaan penunjang seperti USG, sistouretrogram miksi, dan pencitraan
radiologik lain sangat bermanfaat pada kasus kelainan kongenital.
Hampir semua kelainan kongenital kandung kemih dan urethra
memerlukan tindakan bedah untuk koreksi dan memelihara fungsi organ.
Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sejak dini. Infeksi dan keganasan merupakan
penyulit utama pada kelainan kongenital saluran kemih.

DAFTAR PUSTAKA
1. Daniel Horton-Szar, BSc (Hons), MBBS (Hons), MRCGP; Robert Thomas;
Bethany Stanley; Crash Course Renal and Urinary Systems; Third Edition;
MOSBY Elsevier; Ch 5; 2007; page 98 106.

55

2. Emil A. Tanagho, MD; Jack W. Mc Aninch, MD, FACS; Smiths General


Urology; 17th Edition; McGraw-Hill Companies, Inc.; Ch 1, Ch 2, Ch 37, Ch
40; 2008; page 7 15, 21 27, 574 575, 625 632.
3. Louis R. Kavoussi, MD; Andrew C. Novick, MD; Alan W. Partin, MD, PhD;
Craig A. Peters, MD; Campbell-Walsh Urology; Ninth Edition; Volume 4;
Saunders Elsevier; Ch 106, Ch 119, Ch 121, Ch 122, Ch 125; 2007; page 3131
3136, 3497 3548, 3573 3582, 3583 3603, 3703 - 3743.
4. Nigel Bullock, MD, FRCS; Andrew Doble, MB, BS, MS, FRCS (Urol);
William Turner, MA, MD, FRCS (Urol); Peter Cuckow, MB, BS, FRCS
(Paed); Urology An Illustrated Colour Text; Churchill Livingstone Elsevier;
Ch 2 Ch 5; 2008; page 2 9.
5. Nigel Bullock, MD, FRCS; Gary Sibley, DM, MCh, FRCS; Robert Whitaker,
MD, MChir, FRCS;

Essential Urology; Second Edition; Churchill

Livingstone; Ch 1, Ch 15; 1994; page 17 29, 79 97.


6. Robert O. Petersen; Urologic Pathology; J. B. Lippincott Company; 1986;
page 281 290.

56

Anda mungkin juga menyukai