Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan dalam Kebijakan Perencanaan Pembangunan

Kesehatan Dan Gizi (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional-RPJMN

periode tahun 2015-2019/Perpres No.2/2015) difokuskan pada empat program

prioritas yaitu Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi, Penurunan Prevalensi

Balita Pendek (stunting), Pengendalian Penyakit Menular dan Pengendalian

Penyakit Tidak Menular. Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk

penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan

nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka

Menengah Tahun 2015-2019. Target penurunan prevalensi stunting (pendek dan

sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28%

(RPJMN,2015-2019). (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi, 2016)

Prevalensi stunting di Dunia pada tahun 2000 hingga 2013 mengalami

penurunan dari 33% menjadi 25% atau dari 199 juta balita menjadi 161 juta balita.

(dinkes.sumselprov.go.id)

Kementrian Kesehatan RI pusat Data dan Informasi (2016) menyatakan


bahwa: “Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi Ibu/calon ibu, Masa janin, dan Masa bayi/balita.
Termasuk penyakit yang diderita selama Masa balita. Seperti masalah gizi
lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai
kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan”.
Menurut WHO menyatakan bahwa : “prevalensi balita pendek menjadi
masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Diperkirakan
terdapat 162 juta Balita Pendek pada tahun 2012, Jika trend berlanjut tanpa upaya

1
2

penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada tahun 2025. Menurut Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai prevalensi balita pendek di
Indonesia memperlihatkan persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat
pendek) di Indonesia Tahun 2007 adalah (36,8%), tahun 2013 adalah (37,2%), dan
pada tahun 2015 (35,6%)”. (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi,
2016)
Pada tahun 2015 Kementrian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status

Gizi (PSG) yang merupakan studi potong lintang dengan sampel dari rumah

tangga yang mempunyai balita di Indonesia, didapatkan sebesar 29% balita

Indonesia termasuk kategori pendek dan kategori tersebut masih tinggi di

Indonesia. Hal tersebut merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi.

Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukan Indonesia termasuk dalam 17

negara, di antara 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting,

wasting dan overweight pada balita. (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan

Informasi, 2016)

Indikator TB/U menggambarkan Status Gizi yang sifatnya kronis artinya

muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Masalah pendek pada

Balita di Jawa Barat ditemukan 35,4% balita stunting. Peningkatan masalah

pendek terlihat setelah mencapai umur 11 bulan. (Badan penelitian &

pengembangan kesehatan departemen kesehatan RI tahun 2009)

Stunting (tumbuh pendek) adalah retardasi pertumbuhan linier kurang dari

-2 standar deviasi panjang badan menurut usia. Masalah stunting telah

mempengaruhi sebagian besar anak-anak secara global. Stunting memiliki

konsekuensi terhadap kesehatan dan pembangunan. Berhubungan dengan

rendahnya fungsi kognitif dan kinerja, rendahnya pendidikan dan rendahnya

kognitivitas. Risiko tinggi penyakit kronis usia dewasa. Konsekuensi ekonomi


3

pada tingkat indvidu, rumah tangga dan masyarakat. (Abdullah Zulkifli.2015.The

Indonenesian Journal Of Public Health. Vol 11, 140)

Faktor Gizi Ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab

tidak langsung yang memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan dan

perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin

mengalami Intrauterine Growth Retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir

dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya

asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan

meningkatnya kebutuhan metabolik serta mengurangi nafsu makan, sehingga

meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit

untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya

stunting (dinkes.sumselprov.go.id).

Menurut keputusan Menteri Kesehatan 1995/MENKES/SK/XII/2010

tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan

sangat pendek adalah: “Status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan

menurut umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan

padanan istilah stunting (tumbuh pendek) dan severely stunting (tumbuh sangat

pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur

panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya

berada dibawah normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang

berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan

dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun


4

2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika

nilai z-scorenya kurang dari -3SD. (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan

Informasi, 2016)

Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada

kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui,

dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif

dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi 270 hari selama

kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan

secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan. Oleh

karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai “periode emas”, “periode

kritis”, dan Bank Dunia (2006) menyebutnya sebagai “Window Of Opportunity”.

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,

dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,

gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan

dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya

kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga

mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit, (Kementrian Kesehatan

RI Pusat Data dan Informasi, 2016)

Upaya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) juga didukung oleh Peraturan

Presiden tentang “Kebijakan Strategis dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi

(KSRAN-PG)” sebagai Sentral dalam Pembangunan tahun 2016-2019, yang

dimana Gizi sebagai sentral dalam pembangunan difokuskan pada stunting dan

periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Bertujuan sebagai acuan (common
5

platform) bagi para pemangku kepentingan di bidang pangan dan gizi di

provinsi/kabupaten dalam peran dan upayanya untuk memberikan kontribusi yang

optimal dalam pembangunan pangan dan gizi. Oleh karena itu kebijakan daerah

perlu menjamin kebijakan yang mendukung ketersediaan pangan, keterjangkauan

pangan termasuk didalamnya pemenuhan gizi masyarakat, pemanfaatan pangan,

penguatan kelembagaan pangan dan gizi daerah dan peningkatan perbaikan gizi

masyarakat. (Kebijakan Strategis dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi, 2016-2019)

Berdasarkan laporan tahunan Penimbangan Balita Dinas Kesehatan

Kabupaten Indramayu pada tahun 2015 penemuan Balita Sangat Pendek dengan

diadakannya penimbangan dengan ukuran Antropometri adalah sejumlah 5.638

jiwa (7,69%) dan pada tahun 2016 sejumlah 11.173 jiwa (9,9%) dan dapat

diartikan terjadi peningkatan jumlah balita sangat pendek di Kabupaten

Indramayu. Adapun datanya sebagai berikut:

30.0
Persentase (%)

20.0

10.0

Puskesmas
Sumber: Pemegang Program Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kab. Indramayu, 2016

Gambar 1.1
Grafik Persentase (%) Tertinggi Indeks Tinggi Balita Berdasarkan Kriteria
Balita Sangat Pendek Di WilayahKerja Puskesmas
Di Kabupaten Indramayu
Tahun 2016
6

Berdasarkan gambar grafik 1.1 diketahui bahwa ada 5 wilayah kerja

puskesmas dengan prevalensi balita sangat pendek terbesar diantaranya

puskesmas Gabus Wetan dengan persentase sangat pendek 606 orang (27,5%),

Babadan 434 orang (26,2%), Pasekan 490 orang (21,6%), Juntinyuat 565 orang

(14,7%), Kertasmaya 470 orang (11,0%), dan Gantar 459 orang (10,1%). Dengan

jumlah balita sangat pendek di Kabupaten Indramayu sebesar 11.173 jiwa (9,9%)

dan Jumlah persentase balita sangat pendek tertinggi terdapat pada Wilayah Kerja

Puskesmas GabusWetan dengan persentase balita stunting 27,5%.

6.00
5.00
Presentase (%)

4.00
3.00
2.00
1.00
-
DRUNTEN CIKEDUNG SUKRA KERTICALA SIDAMULYA
WETAN
Puskesmas

Sumber: Pemegang Program Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kab. Indramayu, 2016

Gambar 1.2
Grafik Persentase (%) Terendah Indeks Tinggi Balita Berdasarkan Kriteria
Balita Sangat Pendek Di WilayahKerja Puskesmas
Di Kabupaten Indramayu
Tahun 2016

Berdasarkan gambar grafiik 1.2 diketahui bahwa ada 5 wilayah

puskesmas dengan prevalensi balita sangat pendek terendah diantaranya

puskesmas Drunten Wetan dengan jumlah persentase 14 orang (0,9%), Cikedung

22 orang (0,8%), Sukra 26 orang (0,7%), Kerticala 70 orang (3,2%), dan

Sidamulya 102 orang (5,2%). Dengan jumlah balita sangat pendek di Kabupaten
7

Indramayu sebesar 11.173 jiwa (9,9%) dan Jumlah persentase balita sangat

pendek terendah terdapat pada Wilayah Kerja Puskesmas Drunten Wetan sebesar

0,9%.

Berdasarkan gambar grafik 1.1 dan gambar grafik 1.2 diatas terdapat

kesimpulan jumlah balita sangat pendek tertinggi berada pada wilayah kerja

puskesmas Gabus Wetan dengan jumlah persentase balita sebesar 27,5% dan

jumlah persentase balita pendek terendah terdapat pada wilayah kerja puskesmas

Drunten Wetan sebesar 0,9%.

Menurut Par’I Muhammad dalam bukunya tentang penentuan status


gizi mengemukakan bahwa terdapat “Faktor-faktor penyebab terjadinya stunting
antara lain : 1. Genetik, 2. Lingkungan, yang meliputi a. Pranatal: status gizi ibu,
mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, imunitas. b. Postnatal: gizi,
jenis kelamin, umur, ras/suku bangsa, hormon, perawatan kesehatan. 3. Sosial
ekonomi, 4. Persepsi/budaya”. (Par’I,2014: 18-23)
Terjadinya stunting dapat dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa

janin dan masa bayi/balita, program ini dipantau dari kesehatan calon Ibu.

Kegiatan Seksi Kesehatan Keluarga & Gizi Dinas Kesehatan Indramayu adalah :

Sosialisasi KMS (Kartu Menuju Sehat) pada balita baru dan diadakan pengukuran

BB/U, pemberian MP-ASI pada kurang gizi, sosialisasi BPB (Bulan Penimbangan

Balita) yang diadakan setahun 2x yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

Kegiatan ini dapat mencari balita stunting karena diadakan pengukuran BB/TB/U

menggunakan standar Antropometri, pemberian Rematri (Remaja putri) upaya

penekanan Anemia pada remaja putri diberikan tablet penambah darah sebanyak

52 tablet untuk dikonsumsi selama setahun, Droping PMT guna menyeimbangkan

TB/BB, Penyuluhan Gizi tentang Pola Asupan makanan dan konsumsi gizi

seimbang.
8

Pelaksanaan program akan berhasil jika prinsip manajemen yaitu Input

yang meliputi Man, Money, Material dan Method (4M) dan Process yang

meliputi Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (POAC) terpenuhi.

Dalam penanganan stunting pada balita belum diadakan program khusus yang

lebih spesifiknya, akan tetapi seksi kesehatan keluarga dan gizi melakukan

pencegahan dan pemantauan pertumbuhan pada balita. Kegiatan yang sudah

dilaksanakan adalah BPB yaitu Bulan Penimbangan Balita yang direncanakan

dilakukan pada 2x dalam setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus dengan

kerjasama lintas sektor antara Bidan puskesmas, PKK Kabupaten, PKK

Kecamatan, Bidang Farmasi, Desa, Pamong Desa dan Kader. Kegiatan ini

dilaksanakan berbarengan dengan Bulan Kapsul Vitamin A yang dilaksanakan di

Posyandu. Dengan jumlah tenaga pelaksanaan di puskesmas sebanyak 49 orang.

Dengan latar belakang pendidikan D1 Gizi 1 orang, D3 Gizi 19 orang, S1 Gizi 3

orang, dan 19 orang Lainnya diluar pendidikan Gizi. Anggaran pelaksanaan

kegiatan ini diperoleh dari APBD Kabupaten, BOK dan APBN. Kegiatan ini

selalu diadakan pengawasan yaitu sebelum pelaksanaan, saat pelaksanaan dan

sesudah pelaksanaan. Sebelum pelaksanaan : mengadakan kumpulan persiapan

kegiatan yang dihadiri oleh TPG (Tenaga Program Gizi) dan PKK Kecamatan.

Lalu diadakannya pengawasan sebelum pelaksanaan yaitu pengawasan pada Data

base, Logistik Kapsul, Sarana & Prasarana seperti Dacin, Mikrotoise,

Infantometer (alat ukur panjang badan) dan format. Pada saat pelaksanaan :

melakukan pelatihan kader tentang penggunaan alat ukur, pemantauan cara ukur,

entry data, penentuan status gizi. Setelah pelaksanaan: Pengentrian data


9

diserahkan kepada puskesmas dan diserahkan kepada Dinas Kesehatan apabila

sudah dilakukan pengentrian data, pihak Dinas Kesehatan melakukan Penentuan

status gizi dan jika terdapat data balita dengan BB sangat kurang pihak Dinas

Kesehatan mengembalikan data dan dilakukan cara pengukuran dan penimbangan

ulang serta membandingkan antara tanggal lahir dan tanggal penimbangan guna

validasi data, dan untuk pencegahan stunting menggalakan kegiatan Inisiasi

Menyusui Dini (IMD), dan ASI Ekslusif.

Diharapkan upaya penurunan angka stunting pada balita dapat berhasil


karena jika dibiarkan begitu saja stunting akan berdampak panjang, hal ini
dibenarkan oleh (par’I Muhammad dalam buku penentuan status gizi) yaitu:
“tidak optimalnya pembentukan otot sehingga otot mudah lembek dan rambut
mudah rontok, kekurangan tenaga untuk bergerak dan bekerja sehingga dapat
menurunkan produktivitas, kerja sistem imun dan antibody menurun sehingga
anak dapat dengan mudah terserang penyakit infeksi, pertumbuhan sel-sel otak
tidak dapat berkembang”. Sehingga dampak tersebut dapat berpengaruh pada
produktivitas kinerja pada penerus Bangsa, dan tidak tercapainya target seperti
Millenium Development Goals (MDGs), penurunan AKI & AKB, Keluarga sehat
dan lainnya. (Par’I,2014: 12-13)

Analisis unsur tersebut bertujuan untuk melihat dari sisi Process, yaitu

Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC), dengan demikian

proses harus memenuhi segala aspek yang mempengaruhinya. Sehingga

diperlukan evaluasi mengenai unsur proses yang ada dalam program gizi yang

telah dilaksanakan untuk upaya perbaikan selanjutnya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul ”Evaluasi Pelaksanaan Program Gizi yang Berkaitan dengan

kejadian stunting (Tubuh pendek) di Kabupaten Indramayu Tahun 2017”.


10

B. Rumusan Masalah

Upaya pencarian balita stunting pada Seksi Kesehatan keluarga dan Gizi

telah dilakukan kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) yang dilaksanakan 2x

dalam setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. Berdasarkan laporan tahunan

Bulan Penimbangan Balita (BPB) telah mengalami peningkatan balita stunting/

sangat pendek pada tahun 2015 sejumlah 5.638 jiwa (7,69%) menjadi 11.173 jiwa

(9,9%) pada tahun 2016. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut ditemukan jumlah

balita stunting tertinggi pada Wilayah kerja puskesmas Gabus Wetan dengan

jumlah persentase sebesar 27,50% dan jumlah balita stunting terendah pada

Wilayah kerja puskesmas Drunten Wetan dengan jumlah persentase sebesar 0,9%.

Diketahui terjadinya stunting dipengaruhi dari kondisi calon ibu/ibu, masa janin

dan masa bayi/balita. Oleh karenanya peneliti ingin mengetahui dan mengevaluasi

proses pelaksanaan kegiatan yang sudah dilakukan guna menurunkan angka

kejadian balita stunting di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dengan melihat

aspek process yang meliputi Planning, Organizing, Actuating dan Controlling

(POAC) kegiatan tersebut maka Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Evaluasi Pelaksanaan Program Gizi yang Berkaitan dengan kejadian stunting

(Tubuh pendek) di Kecamatan Gabus Wetan Kabupaten Indramayu Tahun 2017”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Evaluasi Pelaksanaan Program Gizi yang berkaitan dengan

kejadian Stunting (Tubuh Pendek) di Kabupaten Indramayu Tahun 2017.


11

2. Tujuan Khusus

a. Mengevaluasi Perencanaan (Planning) Pelaksanaan Program Gizi

yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) di Kabupaten Indramayu

Tahun 2017.

b. Mengevaluasi Pengorganisasian (Organizing) Pelaksanaan Program

Gizi yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) di Kabupaten

Indramayu Tahun 2017.

c. Mengevaluasi Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan Program Gizi

yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) di Kabupaten Indramayu

Tahun 2017.

d. Mengevaluasi Pengendalian/Pengawasan (Controlling) Pelaksanaan

Program Gizi yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) di

Kabupaten Indramayu Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini sebagai sumber informasi serta masukan bagi

masyarakat khususnya keluarga yang mempunyai balita stunting untuk lebih

memperhatikan pertumbuhan balitanya, dengan menjaga kesehatan dan

mengkonsumsi beragam macam makanan seperti sayuran, buah-buahan, lauk

pauk, makanan pokok, susu guna menjadi Keluarga sadar gizi (Kadarzi) baik pada

calon ibu, saat masa janin dan masa balita, dan pentingya pemberian ASI Ekslusif

pada balita.
12

2. Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan untuk

mengevaluasi proses kegiatan program gizi stunting sehingga dapat melakukan

penanganan untuk menurunkan kejadian balita stunting.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi maupun sumber

informasi bagi mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan tentang pelaksanaan

program gizi yang berkaitan dengan stunting (tubuh pendek).

4. Bagi Peneliti Lain

Sebagai sumber referensi penelitian lebh lanjut mengenai program gizi

dilihat dari unsur pengeluaran (output) dan dampak (outcome) dengan metode

yang berbeda.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Masalah penelitian

Evaluasi Pelaksanaan Program Gizi yang Berkaitan dengan kejadian

stunting (Tubuh Pendek) di Kabupaten Indramayu Tahun 2017.

2. Metode penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian Kualitatif dengan

pendekatan Studi Kasus.

3. Informan penelitian

Informan utama dalam penelitian ini yaitu Kepala Seksi Kesehatan

keluarga dan Gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Pemegang Program


13

yang berkaitan dengan penanganan gizi stunting di Dinas Kesehatan Kab.

Indramayu, Kepala UPT Puskesmas, Pemegang Program gizi stunting di wilayah

kerja puskesmas Gabus Wetan dan Drunten Wetan. Informan Trianggulasi ini

yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kab. Indramayu dan Keluarga yang mempunyai

balita stunting.

4. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian bertempat di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dan

Kecamatan Gabus Wetan (Wilayah Kerja Puskesmas Gabus Wetan dan Wilayah

Kerja Puskesmas Drunten Wetan) dan telah dilaksanakan pada bulan Agustus

2017.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi Program Kesehatan

Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah

keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Jenis

evaluasi program dibedakan menjadi dua, yaitu: Evaluasi Formatif dan Evaluasi

Sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mendiagnosis suatu program yang

hasilnya untuk mengembangkan atau perbaikan program (program masih

berjalan). Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai hasil akhir dari suatu program

(saat program selesai). (Notoatmodjo,2011: 107)

Menurut WHO Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistimatis dari

pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan, dan

perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai

kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya. (Azwar, 2010 : 331)

1. Jenis Evaluasi

a. Penilaian pada tahap awal program

Penilaian yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program,

tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-

benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan. Dengan mengukur kesesuaian

program dengan permasalahan tersebut.

14
15

b. Penilaian pada tahap pelaksanaan program

Penilaian yang dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan,

tujuannya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan

telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan yang

dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut. Penilaian pada tahap

pelaksanaan program ini adalah pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala

(periodic evaluation), pemantauan biasanya dilakukan tiap 2 minggu sampai 1

bulan sekali dan pemantauan berkala dilakukan tiap 6 bulan sampai 1 tahun sekali.

c. Penilaian pada tahap akhir program

Penilaian yang dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan,

tujuannya adalah dapat mengukur keluaran (output) dan mengukur dampak

(impact).

2. Ruang Lingkup Evaluasi Menurut Blum

a. Pelaksanaan Program

Penilaian terlaksana atau tidaknya pelaksanaan program tersebut,

bagaimana pelaksanaannya, dan faktor penghambat pada pelaksanaan program.

b. Pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan

Pemenuhan kriteria pada program adalah apakah dalam pelaksanaan

program semua ketentuan yang telah ditetapkan terpenuhi atau tidak. Ketentuan

dan kriteria tersebut seperti yang tercantum dalam rencana kerja program tersebut.
16

c. Efektifitas Program

Penilaian tentang efektivitas program menunjuk pada keberhasilan

program dalam mencapai tujuan atau mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi

d. Efisiensi Program

Penilaian tentang efisiensi progam melihat keberhasilan program dalam

mencapai tujuan ataupun mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi tetapi

dikaitkan dengan penggunaan dana. Semakin sedikit pengeluaran dana maka

semakin efesien program tersebut.

e. Keabsahan Hasil Yang Dicapai Oleh Program

Penilaian ini dikaitkan dengan kemampuan memberikan hasil yang sama

pada setiap kali program tersebut dilaksanakan. Program disebut absah (valid)

apabila pada setiap kali program tersebut dilaksanakan hasil yang diperoleh

adalah sama.

f. Sistem Yang Digunakan Untuk Melaksanakan Program

Pada penilaian sistem yang dinilai adalah seluruh faktor yang terdapat

dalam program atau seluruh faktor yang mempengaruhi program.

Untuk kepentingan praktis ruang lingkup penilaian tersebut secara sederhana

dapat dibedakan menjadi empat kelompok saja, yakni :

1) Penilaian terhadap Masukan (Input)

Yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana,

tenaga maupun sumber sarana


17

2) Penilaian terhadap Proses (Process)

Lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksudkan disini

mencakup semua tahap administrasi mulai dari perencanaan, pengorganisasian,

dan pelaksanaan program.

3) Penilaian terhadap Keluaran (Output)

Penilaian pada tahap keluaran ini ialah penilaian terhadap hasil yang

dicapai dari dilaksanakannya suatu program.

4) Penilaian terhadap Dampak (Impact)

Mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program.

3. Langkah-Langkah Evaluasi

a. Memahami Program yang akan dinilai

Perhatian haruslah ditujukan kepada semua unsur program yang meliputi :

1) Latar belakang dilaksanakannya program

2) Masalah yang mendasari lahirnya program

3) Tujuan yang ingin dicapai oleh program

4) Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan program

5) Organisasi dan tenaga pelaksana program

6) Sumberdaya yang dipergunakan oleh program

7) Waktu dan pentahapan program

8) Tolok ukur, kriteria keberhasilan dan rencana penilaian program (jika

ada)
18

b. Tentukan macam dan ruang lingkup penilaian yang akan

dilakukan

c. Menyusun rencana penelitian

1) Tujuan penilaian

2) Macam data

3) Sumber data

Sumber data yang baik adalah yang dapat dipercaya, akurat dan lengkap

4) Cara mendapatkan data

Tetapkan cara yang dipergunakan untuk mendapatkan data. Yakni dengan

wawancara, pemeriksaan, pengamatan maupun peran serta.

5) Cara menarik kesimpulan

a) Membandingkan hasil yang diperoleh dengan data awal

b) Membandingkan hasil yang diperoleh dengan tujuan program

c) Membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil program lain

d) Membandingkan hasil yang diperoleh dengan sesuatu tolok ukur

Kesimpulan dapat ditarik dengan membandingkan hasil yang dicapai

dengan suatu tolok ukur berupa indicator ataupun kriteria tertentu. Indikator

dipergunakan jika yang ingin diukur adalah suatu perubahan, misalnya angka

kematian, angka komplikasi, angka kesembuhan dan seagainya.

e) Membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil dari control

d. Laksanakan penilaian

e. Tarik kesimpulan

1) Kesimpulan tentang keberhasilan program


19

Yang dinilai adalah sampai seberapa jauh program telah berhasil mencapai

tujuan yang telah ditetapkan baik berupa keluaran ataupun dampaknya,

menghitung persentase keberhasilan

2) Kesimpulan tentang nilai program

Nilai program ada dua yaitu efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif

jika dapat menyelesaikan masalah, dan dikatan efisien apabila penggunaan

sumber dana yang sedikit.

f. Menyusun Saran-Saran

Tujuannya adalah untuk lebih memperbaiki pelaksanaan program pada

masa yang akan datang. (Azwar, 2010: 332-346)

B. Administrasi

Administrasi berasal dari kata administrare (Latin:ad = pada, ministrare =

melayani) yang berarti memberikan pelayanan. Menurut George R. Terry,

Administrasi adalah upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan

mempergunakan orang lain. Terdapat lima unsur pokok yang peranannya amat

penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan administrasi

kesehatan. Kelima unsur pokok yang dimaksud ialah masukan (input), proses

(process), keluaran (output), sasaran (target) serta dampak (impact).

1. Masukan

Masukan (input) dalam administrasi adalah segala sesuatu yang

dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan administrasi. Masukan ini

dikenal pula dengan nama perangkat administrasi (tools of administration).


20

2. Proses

Proses (process) dalam administrasi adalah langkah-langkah yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses ini dikenal pula

dengan nam fungsi administrasi (functions of administraion).

3. Keluaran

Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pekerjaan administrasi. Untuk

administrasi kesehatan, keluaran tersebut dinekal dengan nama pelayanan

kesehatan (health services). Pada saat ini pelayanan kesehatan tersebut banyak

macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, pelayanan

kedokteran (medical services). Kedua, pelayanan kesehatan masyarakat (public

health services).

4. Dampak

Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh keluaran. Untuk

administrasi kesehatan, dampak yang diharapkan adalah makin meningkatnya

derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan ini hanya akan dapat dicapai

apabila kebutuhan (needs) dan tuntutan (demands) perseorangan, keluarga,

kelompok dan atau masyarakat terhadap kesehatan, pelayanan kedokteran serta

lingkungan yang sehat dapat terpenuhi. Kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu

yang terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).

(Azwar, 2010 :10-15)


21

C. Teori George R. Terry Planning, Organizing, Actually, Controlling

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah proses memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan

dikejar selama satu jangka waktu yang akan datang dan apa yang dilakukan agar

tujuan-tujuan itu dapat tercapai. (Terry, 2012: 43-44)

a. Macam-macam Perencanaan

1) Perencanaan jangka panjang

Disebut perencanaan jangka panjang (longe-range planning), jika masa

berlakunya rencana tersebut antara 12 sampai 20 tahun

2) Perencanaan jangka menengah

Disebut perencanaan jangka menengah (medium-range planning), jika

masa berlakunya rencana tersebut antara 5 sampai 7 tahun.

3) Perencanaan jangka pendek

Disebut perencanaan jangka pendek (short-range planning), jika masa

berlakunya rencana tersebut hanya untuk jangka waktu 1 tahun saja. (Azwar,

2010:189)

2. Organisasi (Organizing)

Pengorganisasian adalah pengelompokkan berbagai kegiatan yang

diperlukan untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa sehingga tujuan

yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. (Azwar, 2010:255)

3. Pelaksanaan (Actuating)

Usaha untuk menjadikan keseluruhan anggota ikut bertekad dan berupaya

dalam mewujudkan tujuan kelompok. Adanya kesatuan tekad, semangat dan


22

upaya menumbuhkan keterikatan, kesetiaan, perasaan ikut memiliki, para anggota

dapat melihat dan menganggap tujuan kelompok sebagian dari tujuan mereka

sehingga tingkat keberhasilan pencapaian tujuan akan terjamin.

a. Tujuan Pelaksanaan

1) Menciptakan kerjasama yang lebih efisien

2) Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf

3) Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan

4) Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi

dan prestasi kerja staf

5) Membuat organisasi berkembang secara dinamis. (Grace, 2012: 97-

98)

4. Pengawasan (Controlling)

a. Pengertian Pengawasan (Controlling)

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai suatu usaha sistematis oleh

manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan

yang telah ditentukan terlebih dahulu guna menentukan sejalan tidaknya kinerja

dengan standar tersebut. Selain itu, pengawasan dilakukan untuk mengambil

tindakan penyembuhan yang diperlukan dengan sumber daya manusia yang

digunakan selektif dan seefesien mungkin dalam mencapai tujuan.

Penilaian dan pengawasan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :


23

1) Penilaian pada tahap awal program

Penilaian dilakukan saat merencanakan suatu program (formative

evaluation). Tujuannya adalah meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun

benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan.

2) Penilaian pada tahap pelaksanaan program

Tujuan utamanya adalah mengukur kesesuaian program yang sedang

dilaksanakan tersebut dengan rencana atau ada tidaknya penyimpangan yang

dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut.

3) Penilaian pada tahap akhir

Tujuan utamanya adalah untuk mengukur keluaran (output) dan dampak

(impact). (Grace, 2012:111-112)

D. Manajemen Kesehatan

Manajemen adalah ilmu atau seni tentang cara menggunakan sumber daya

secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Manajemen dalam kaitannya dengan kesehatan masyarakat dapat

didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau seni untuk mengatur para petugas

kesehatan dan nonpetugas keehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat

melalui program kesehatan.

Dalam mempelajari manajemen kesehatan, terdapat lima pendekatan guna

mengkaji fungsi dan unsur manajemen, antara lain:


24

1. Manajemen dilaksanakan sebagai alat untuk mencapai tujuan

organisasi

2. Manajemen adalah kerjasama untuk mencapai tujuan bersama

3. Manajemen ditinjau dari aspek perilaku manusia

4. Manajemen sebagai suatu proses

5. Manajemen sebagai ilmu terapan

Dalam pendekatan manajemen kesehatan, manajemen kesehatan kaitannya

dengan kesehatan masyarakat dapat didefinisikan sebagai: “suatu kegiatan atau

seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna

meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan”. Dengan kata

lain manajemen kesehatan masyarakat merupakan penerapan manajemen umum

dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi suatu objek

atau sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sistem

ini adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu terdiri atas berbagai elemen

(subsitem) yang saling berhubungan dalam suatu proses atau struktur dalam upaya

menghasilkan sesuatu atau mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu sistem

pelayanan kesehatan adalah struktur atau gambaran dari subsitem dalam suatu unit

dalam suatu proses untuk mengupayakan pelayanan kesehatan masyarakat baik

yang bersifat preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif. Dengan demikian

sistem pelayanan kesehatan ini dapat berbentuk puskesmas, rumah sakit, dan unit-

unit atau organisasi yang lain yang mengupayakan peningkatan kesehatan.

Penerapan manajemen dalam bidang kesehatan untuk membantu manajer

organisasi kesehatan memecahkan masalah kesehatan, yang bertujuan untuk


25

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat atau mencapai status kesehatan yang

baik dalam masyarakat, usaha mengajak masyarakat untuk hidup sehat serta

mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada dalam mengatasi seluruh

permasalahan keehatan yang dihadapi perlu diterapkan sehingga status kesehatan

masyarakat yang optimal dapat tercapai. Manajemen kesehatan harus

dikembangkan pada setiap organisasi di Indonesia, seperti kantor Depkes, Dinas

Kesehatan di daerah, rumah sakit, puskesmas, dan jajarannya. Untuk memahami

manajemen kesehatan perlu dilakukan kajian proses penyusunan rencana tahunan

baik menggunakan Anggaran Pembangunan Daerah (APBD) yang bersumber dari

Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Selain itu, dapat dikaji rencana kerja bulanan yang disusun dalam

bentuk rencana kerja operasional, prosedur tetap (protap) pelayanan kesehatan,

koordinasi dan komunikasi melalui pertemuan rutin, mekanisme supervisi yang

dilaksanakan oleh pimpinan, sistem pencatatan dan pelaporan (rekam data) yang

dibuat oleh masing-masing organisasi kesehatan atau unit pelayanan RS dan

sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan program Dinkes Provinsi dan

Kabupaten/Kota.

Ruang lingkup manajemen di bidang kesehatan sesuai dengan ruang

lingkup kegiatan dan sumber daya yang dikelolanya. Penerapan manajemen pada

unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan RS merupakan upaya untuk

memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit

pelayanan kesehatan tersebut dan diarahkan untuk mncapai tujuan organisasi

secara efektif, efisien dan rasional. (Grace, 2012:133-137).


26

E. Penilaian Status Gizi

1. Konsep Dasar Status Gizi

a. Nutrient atau zat gizi, adalah zat yang terdapat dalam makanan dan

sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme, mulai dari proses

pencernaan, penyerapan makanan dalam usus halus, transportasi oleh darah untuk

mencapai sel target dan menghasilkan energi, pertumbuhan tubuh, pemeliharaan

jaringan tubuh, proses biologis, penyembuhan penyakit, dan daya tahan tubuh.

b. Nutrition atau gizi, adalah keseimbangan antara zat gizi yang masuk

ke dalam tubuh dari makanan dengan zat gizi yang diperlukan untuk keperluan

proses tubuh.

c. Nutritional status atau status gizi, adalah keadaan yang diakibatkan

oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi

yang diperlukan oleh tubuh.

d. Indikator status gizi, adalah tanda-tanda yang dapat diketahui untuk

menggambarkan status gizi.

Status gizi seseorang tergantung asupan gizi dan kebutuhan.

Keseimbangan antara asupan gizi dan kebutuhan tubuh akan menghasilkan status

gizi baik. Kebutuhan asupan gizi setiap individu berbeda tergantung usia, jenis

kelamin, aktivitas, berat badan dan tinggi badan. (Par’I, 2014:2)

2. Metode Penilaian Status Gizi

a. Metode Antropometri

Antropometri adalah Studi yang menelaah tentang ukuran tubuh manusia,

Antropometri dikaitkan dengan proses pertumbuhan tubuh manusia. Metode


27

Antropometri dapat mengukur fisik dan komposisi tubuh. Antropometri adalah

pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia. Misalnya, berat badan, tinggi

badan, ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dadan, ukuran lingkar lengan atas,

dan lainnya. Hasil ukuran antropometri kemudian dirujuk sesuai umur dan jenis

kelamin. (Par’I, 2014:5)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting (Tubuh

Pendek)

a. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan penentu sifat yang diturunkan dari kedua

orangtua. Individu yang mempunyai orangtua denhan ukuran tubuh pendek

kemungkinan mempunyai tinggi badan yang tidak optimal walaupun dengan

asupan gizi yang baik.

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang menemukan tingkat tercapainya

potensi bawaan. Lingkungan yang baik memungkinkan tercapainya potensi

pertumbuhan. Sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan mengakibatkan

pertumbuhan yang terhambat. Faktor lingkungan terbagi dalam dua hal,

lingkungan pranatal dan lingkungan postnatal. (Par’I, 2014: 18-23)

1) Lingkungan Pranatal

Adalah lingkungan yang dapat memengaruhi pertumbuhan janin didalam

rahim ibu. Pertumbuhan janin yangbaik akan memengaruhi pertumbuhan

selanjutnya setelah bayi dilahirkan. Faktor lingkungan pranatal yang

mempengaruhi pertumbuhan janin adalah:


28

a) Status Gizi Ibu

Kondisi ibu saat hamil mempunyai pengaruh yang besar pada

pertumbuhan janin sebelum dan setelah janin dilahirkan. Ibu hamil yang

menderita Kekurangan Energi Kronis (KEK) mmpunyai resiko melahirkan Bayi

dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Pertumbuhan bayi yang menderita

BBLR akan mengalami keterlambatan sampai usia balita bahkan sampai remaja.

b) Toksin/zat kimia

Ibu hamil yang merokok atau hidup di lingkungan orang-orang yang

merokok (perokok pasif), dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin.

Bayi yang lahir dari ibu perokok dapat menderita berat badan lahir rendah

(BBLR). (Par’I, 2014: 18-23)

c) Endokrin

Beberapa jenis hormon yang mempengaruhi pertumbuhan janin

diantaranya somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin dan peptida

lain aktivitasnya mirip insulin.

d) Radiasi

Efek radiasi pada janin dapat mengaibatkan kematian, cacat bawaan,

kerusakan otak dan mirosepali. Demikian juga radiasi yang diderita oleh laki-laki,

menyebabkan sperma yang dihasilkan akan menghasilkan janin yang tumbuh

tidak sempurna.
29

e) Infeksi

Infeksi intrauterin pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat bawaan,

sedangkan infeksi lainnya seperti varisela, malaria, HIV, polio, campak dapat

mengakibatkan terinfeksi janin dengan penyakit tersebut.

f) Imunitas

Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops

fitalis, ikterus atau lahir mati.

2) Lingkungan Postnatal

Masa perinatal adalah masa antara 28 minggu dalam kandungan sampai 7

hari setelah bayi dilahirkan. Masa perinatal merupakan masa rawan untuk

pertumbuhan bayi, khususnya otak. Lingkungan postnatal yang mempengaruhi

pertumbuhan,secara umum dapat di golongkan menjadi 7 aspek yaitu:

a) Gizi

Gizi atau makanan mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan

tubuh prinsip gizi seimbang harus menjadi dasar pemberian makanan pada masa

pertumbuhan, yaitu seimbang antara kebutuhan dan asupan gizi pada masa

pertumbuhan makanan sumber pembangun harus menjadi perhatian khusus.

Asupan gizi yang kurang dapat mengakibatkan pertumbuhan yang terhambat

b) Jenis kelamin

Jenis kelamin akan mempengaruhi pertumbuhan tubuh manusia laki laki

berpotensi memiliki berat dan tinggi badan lebih besar di bandingkan perempuan.
30

Bayi yang lahir laki-laki mempunyai berat badan optimal 3,3kg dan panjang 49,9

cm, sedangkan pada bayi perempuan berat badan optimalnya 3,2 kg dan panjang

badan 49,1 cm.

c) Umur

Terdapat dua masa pertumbuhan cepat yaitu masa usia bawah lima tahun

dan masa remaja. Pada masa balita terjadi pertumbuhan semua jaringan tubuh

terutama otak, tetapi balita lebih mudah mengalami sakit dan menderita kurang

gizi. (Par’I, 2014: 18-23)

d) Ras/suku bangsa

Pertumbuhan juga di pengaruhi oleh faktor ras/suku bangsa. Bangsa kulit

putih cenderung mempunyai tinggi badan lebih dibandingkan bangsa kulit

berwarna seperti Indonesia.

e) Hormon

Hormon akan mempengaruhi aktifitas pertumbuhan yang terjadi di dalam

tubuh hormon yang mempengaruhi aktifitas pertumbuhan tubuh adalah, hormon

tiroid dan human growth hormon (HGH). Gangguan pertumbuhan timbul karena

kadar hormon tiroid yang rendah mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan

lain. Hormon pertumbuhan adalah, hormon anabolik yang berperan sangat besar

dalam pertumbuhan dan pembentukan tubuh terutama pada masa kanak-kanak.


31

f) Perawatan kesehatan

Perawatan kesehatan pada anak harus di lakukan secara teratur dengan

membawa balita ke pos pelayanan terpadu setiap bulan untuk di monitor

pertumbuhannya. Anak yang pertumbuhannya tidak optimal harus segera di

ketahui dan dilakukan upaya perbaikan seperti menjaga anak berada pada

lingkungan yang bersih dan pola pemberian makan yang benar. (Par’I, 2014: 18-

23)
32

F. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Program Kesehatan

Impact:
kk Meningkatnya
Input: Process: pengetahuan
keluarga
Man Planning dengan
Money Organizing Output: penerapan
Cakupan PHBS dan
Material Actuating KADARZI.
sesuai target
Method Controlling dibawah 20% Masyarakat
ikut serta
pelaksanaan
imunisasi dan
pengukuran
balita.

Evaluasi Program Kesehatan

Gambar 2.1
Kerangka Teori Evaluasi Program Kesehatan
(Azwar, 2010)
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan metode kualitatif yaitu metode

penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument

kunci.

Menggunakan pendekatan fenomenologi, yaitu salah satu jenis penelitian

kualitatif dimana peneliti dapat menarik generalisasi, teori yang abstrak tentang

proses, tindakan atau interaksi berdasarkan pandangan dari partisipan yang diteliti

(Sugiyono, 2014: 24-25).

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang

diamati atau diteliti perlu menggunakan definisi istilah (Notoatmodjo, 2012:84).

Tabel 3.1
Definisi Istilah

No. Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Sasaran Alat Ukur

1. Perencanaan Suatu kegiatan Wawancara 1. Ka. Dinkes Pedoman


yang mendalam Kab.Indramayu wawancara
dilaksanakan 2. Kasie Kesga &
untuk Gizi
menentukan 3. Petugas
tujuan, target, Pemegang
pencapaian Program yang
program, standar berkaitan
standar SDM dan dengan
output program penanganan gizi
gizi stunting stunting pada
balita di Dinkes

33
34

No. Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Sasaran Alat Ukur

Kab.Indramayu
4. Ka. UPT PKM
dan Pemegang
program gizi
stunting di
wilayah kerja
puskesmas
Drunten Wetan
dan Gabus
Wetan.
5. Keluarga yang
mempunyai
balita stunting

2. Pengorganisasian Suatu kegiatan Wawancara 1. Ka. Dinkes Pedoman


untuk menata mendalam Kab.Indramayu Wawancara
agar pelaksanaan 2. Kasie Kesga &
berjalan sesuai Gizi
rencana meliputi 3. Petugas
penyusunan staf, Pemegang
pembagian tugas Program yang
kerja, berkaitan
pengkordinasian, dengan
pembagian penanganan gizi
wewenang dan stunting pada
tanggung jawab balita di Dinkes
dalam Kab.Indramayu
pelaksanaan 4. Ka. UPT PKM
program gizi dan Pemegang
stunting program gizi
stunting di
wilayah kerja
puskesmas
Drunten Wetan
dan Gabus
Wetan.
5. Keluarga yang
mempunyai
balita stunting.
3. Pelaksanaan Suatu usaha Wawancara 1. Ka. Dinkes Pedoman
organisasi untuk mendalam Kab.Indramayu Wawancara
mencapai sasaran 2. Kasie Kesga &
yang sesuai dengan Gizi
perencanaan yang 3. Petugas
meliputi: arahan Pemegang
kepemimpinan, Program yang
komunikasi berkaitan dengan
pemimpin, sasaran, penanganan gizi
jenis kegiatan, stunting balita.
tempat & waktu
35

No. Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Sasaran Alat Ukur

pelaksanaan 4. Ka. UPT PKM


sasaran, batasan dan Pemegang
waktu program gizi
pelaksanaan, stunting di
langkah wilayah kerja
pelaksanaan dan puskesmas
standar Drunten Wetan
pelaksanaan. dan Gabus
Wetan.
5. Keluarga yang
mempunyai
balita stunting
4. Pengawasan Suatu kegiatan Wawancara 1. Ka. Dinkes Pedoman
yang bertujuan mendalam Kab.Indramayu Wawancara
mengawasi dan 2. Kasie Kesga &
mengevaluasi
Gizi
suatu kegiatan
seperti 3. Petugas
pengawasan Pemegang
input, Program yang
pengawasan berkaitan
process, dan dengan
pengawasan penanganan gizi
output, penetapan
stunting pada
standar,
penentuan balita di Dinkes
pengukuran Kab.Indramayu
pelaksana 4. Ka. UPT PKM
kegiatan, dan Pemegang
membandingkan program gizi
pelaksana dengan stunting di
standar, kinerja
wilayah kerja
standar, rencana,
tujuan yang telah puskesmas
ditentukan dan Drunten Wetan
efektifitas dan dan Gabus
efisiensi SDM. Wetan.
5. Keluarga yang
mempunyai
balita stunting

B. Informan Penelitian

Fokus penelitian kualitatif adalah pada kedalaman dan proses sehingga

pada penelitian ini hanya melibatkan jumlah partisipan yang sedikit (sebanyak 5-8

partisipan). Jumlah informan yang relativ kecil pada umumnya digunakan pada
36

suatu penelitian kualitatif untuk lebih memberikan perhatian pada kedalaman

penghayatan subyek (Saryono, 2011: 67-68)

Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama dan informan

triangulasi dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Informan

a. Kriteria inklusi

1) Bersedia menjadi informan

2) Karyawan tetap Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu

3) Karyawan tetap Puskesmas Gabus Wetan dan Drunten Wetan

4) Masa kerja karyawan minimal 1 tahun

5) Petugas Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi

6) Pengelola program gizi di puskesmas

7) Terlibat dalam program minimal 1 tahun

8) Pengelola program yang aktif

b. Kriteria ekslusi

1) Petugas yang tidak aktif terlibat dalam pelaksanaan gizi

2) Pegawai kontrak atau PTT

Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, informan dalam penelitian yang

dipilih adalah

a) Informan utama

(1) Pemegang program gizi yang berkaitan dengan penanganan stunting

balita di Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu

(2) Kepala UPT Puskesmas dan


37

(3) Pemegang program gizi penanganan stunting di wilayah kerja

puskesmas Gabus Wetan dan Drunten Wetan

b) Informan Triangulasi

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu

(2) Keluarga yang mempunyai balita stunting

C. Tempat Penelitian

Rencana penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Indramayu, di

Wilayah Kerja Puskesmas Gabus Wetan dan Wilayah Kerja Puskesmas Drunten

Wetan.

D. Waktu Penelitian

Rencana penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli 2017.

E. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian,

karena berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan. Etika yang diperhatikan antara lain:

1. Meminta izin pada penguasa setempat dimana penelitian akan

dilaksanakan sekaligus memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

penelitian

2. Menempatkan orang-orang yang di teliti bukan sebagai “objek”

melainkan orang yang derajatnya sama dengan peneliti


38

3. Menghargai, menghormati dan patuh semua peraturan, norma, nilai

masyarakat, kepercayaan, adat-istiadat dan kebudayaan yang hidup di dalam

masyarakat tempat penelitian dilakukan.

4. Memegang segala rahasia yang berkaitan dengan informasi yang

diberikan

5. Infromasi tentang subjek tidak di publikasikan bila subjek tidak

menghendaki, termasuk nama subjek tidak akan dicantumkan dalam laporan

penelitian

6. Peneliti dalam merekrut partisipan terlebih dahulu, memberikan

Informed Consent, yaitu memberi tahu secara jujur maksud dan tujuan terkait

dengan tujuan penelitian pada sampel dengan sejelas-jelasnya

7. Selama dan sesudah penelitian (privacy) tetap dijaga, semua partisipasi

diperlakukan sama, nama partisipan diganti dengan nomor (anonimity),

penelitinakan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan dan hanya di

gunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan dipublikasikan tanpa izin

partisipan.

8. Selama pengambilan data peneliti memberi kenyamanan pada

partisipan dengan mengambil tempat wawancara sesuai dengan keinginan

partisipan. Sehingga partisipan dapat leluasa tanpa ada pengaruh lingkungan

untuk mengungkapkan masalah yang dialami (Saryono,2011:98-99)


39

F. Alat Pengumpulan Data Penelitian

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi

(pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan

gabungan keempatnya. (Sugiyono,2006:253)

1. Alat Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono, 2010 alat pengumpulan data di antaranya, yaitu :

a. Buku catatan, berfungsi mencatat semua percakapan dengan sumber

data kepada pengumpul data.

b. Alat perekam, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau

pembicaraan.

c. Camera, yaitu berfungsi untuk memotret proses pengumpulan data

atau pengambilan data

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer diperoleh

langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

pengambil data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Data

primer dalam penelitian ini yaitu didapatkan langung oleh peneliti.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah yang diperoleh dari pihak lain tidak langsung

diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya data dokumentasi atau
40

data laporan yang telah tersedia (Saryono, 2013: 178). Data sekunder dalam

penelitian ini yaitu dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu.

H. Rencana Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai dilapangan.

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data

sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Fokus

penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti mau

dan selama dilapangan.

2. Analisis Data di Lapangan Model Miles and Huberman

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

diwawancarai. Bila jawaban yang di wawancarai setelah di analisis terasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap

tertentu, diperoleh data yang kredibel. Proses dalam analisis data, yaitu data

reduction, data display, dan coclusion dawning/verification (Sugiyono,

2010:246).

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari pola dan temannya,
41

sehingga data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan

mempermudah penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

b. Data Display (Penyajian Data)

Dalam penelitian kualitatif penyajian data biasanya dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, grafik, flowchart dan

sejenisnya

c. Conclusing Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada, temuan dapat berupa deskriptif yang sebelumnya

masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti akan menjadi jelas.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab semua rumusan

masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang

setelah penelitian berada dilapangan (Sugiyono, 2010: 247-252).


BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Indramayu

1. Keadaan geografis, topografis, iklim dan pemerintahan

Secara geografis Kabupaten Indramayu berada pada posisi 107º 52’ - 108º

36’ Bujur Timur dan 06º 15’ - 06º 40’ Lintang Selatan. Sedangkan berdasarkan

topografinya sebagian besar merupakan dataran dengan kemiringan tanahnya 0

sampai 2%.

Batas-batas wilayah Kabupaten Indramayu sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Laut Jawa

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Cirebon

c. Sebelah Barat : Kabupaten Subang

d. Sebelah Timur : Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon

Apabila melihat wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten Indramayu

saat ini terdiri dari 31 Kecamatan, 309 Desa dan 8 Kelurahan, dengan luas

Wilayah 2.099,42 KM² atau 209.942 Ha dengan panjang garis pantai 147 KM

yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon – Subang, dengan

banyaknya desa pantai 36 Desa dari 11 Kecamatan.

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu Kabupaten di pesisir pantai

Utara Jawa memiliki suhu udara cukup tinggi yang berkisar antara 22,9º - 30ºC,

karakteristik iklim di kabupaten Indramayu antara lain:

a. Kelembaban udara berkisar antara 70 – 80%

42
43

b. Suhu udara harian berkisar 22,9º - 30ºC

c. Curah hujan rata-rata tahunan adalah 1.501 mm pertahun

d. Curah hujan rendah kurang lebih sebesar 888 mm

Berdasarkan data demografi, jumlah penduduk Kabupaten Indramayu pada

tahun 2011 sebanyak 1.789.204 jiwa. Tahun 2016 penemuan Balita stunting

sebanyak 11.173 jiwa. Cakupan Bulan Penimbangan Balita metode Antropometri

sebesar 9.9% dari target 20%. Sementara untuk fasilitas kesehatan di Kabupaten

Indramayu memiliki 49 Puskesmas.

2. Visi dan Misi

a. Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan tujuan pembangunan

daerah yang dituangkan dalam Visi Kabupaten Indramayu, Visi Dinas Kabupaten

Indramayu yaitu “Terwujidnya Masyarakat Indramayu yang Religius, Maju,

Mandiri, dan Sejahtera Serta Terciptanya Keunggulan Daerah”

b. Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan di

Kabupaten Indramayu ditempuh melalui Misi Dinas Kesehatan Kabupaten

Indramayu sebagai berikut:

1) Meningkatkan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat untuk

menjaga kesehatannya

2) Meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat

3) Meningkatkan kesehatan ibu dan anak dan meningkatkan status gizi

4) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar

5) Meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit

6) Menciptakan tata kelola/managemen kepemerintahan yang baik


44

B. Karakteristik Informan Penelitian

Informan pada penelitian ini adalah seorang yang ahli dibidangnya dan

dapat memberikan informasi terkait pelaksanaan kesehatan gizi di Dinas

Kesehatan, maupun di Puskesmas. Jumlah informan dalam penelitian ini sebagai

berikut :

1. 1 (satu) orang petugas kesehatan gizi di Dinas Kesehatan

2. 1 (satu) orang Kepala Puskesmas Drunten Wetan

3. 1 (satu) orang petugas kesehatan gizi Puskesmas Cikedung

4. 1 (satu) orang petugas kesehatan gizi Puskesmas Pasekan

Tabel 4.1
Karakteristik Informan Utama Berdasarkan Usia, Pendidikan
Terakhir, Masa Kerja dan Jabatan

Kode Usia Pendidikan Masa Kerja Jabatan


Informan Terakhir
IU-1 52 S2 30 Ka. Puskesmas
IU-2 41 S2 15 Pelaksana Gizi
IU-3 36 D3 8 Tenaga Pelaksana Gizi
IU-4 51 S1 28 Tenaga Pelaksana

C. Analisis Tema Hasil Penelitian

Variabel Proses

1. Perencanaan

Tujuan khusus yang pertama adalah mengevaluasi perencanaan program

gizi yang berkaitan dengan stunting pada Balita di Kabupaten Indramayu. Analisis

diuraikan sebagai berikut:


45

Tabel 4.2
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan Berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema

Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema


Informan
IU-1 ketika cakupan itu rendah kami Membuat Planning Process
setiap bulan mengadakan evaluasi Perencanaan
dan perencanaan RKA bahwa
dimana saja yang terdapat ketika
hasil evaluasi kemarin posyandu
cakupan misalnya disatu Desa X
ada RT yang ditemukan disuatu
posyandu misalnya RT X, disinikan
menggunakan Dewi Fortuna di
salah satu Desa. Contoh ada
penimbangan dengan BBM itu
kami pantau hasilnya. Ketika
diberikan edukasi bulan berikutnya
memang sudah ada perubahan
yang signifikan, hasil dari temuan
itu termasuk kategori kami untuk
membuat perencanaan dan
organisasi. Yang jelas setiap bulan
diberikan perencanaan yang
berpacu pada RKA seperti jenis-
jenis kegiatan semacamnya.
IU-1 ketika ditimbang dan ada Tindakan Controlling Process
perubahan naik, stunting pemantauan
terdapat perubahan jika masih
tetap tidak ada perubahan kami
secara periodik memberikan
asupan PMT dan makanan
tambahan lainnya
IU-1 dipantau saja untuk selanjutnya Tindakan Controlling Process
bagaimana pola makannya, pemantauan
apakah harus diberikan vitamin
atau tidak. Kalau tetap tidak
ada perubahan ya dirujuk ke
puskesmas.
IU-1 Jadi untuk target tidak tercover Target Implementing Process
dan harusnya stunting itu zero
(0) ataupun dibawah 20%.
IU-1 Kalau kita satu bulan, triwulan, Tindakan Controlling Process
dan pemantauan terakhir pemantauan
secara berkala yaitu satu
semester atau satu tahun, disatu
tahun itu ada secara
keseluruhan atau komprehensif.
46

Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema


Informan
IU-1 sumber anggaran sudah Sumber Planning Process
tercover dari dana BOK, Anggaran
APBD, dan Anggaran Daerah
IU-2 ibu yang mengalami KEK, jika Tindakan Controlling Process
ibu hamil yang mengalami pemantauan
tinggi kami akan mendroping
PMT pada balita dan ibu hamil
IU-2 dibagikan tablet buat penambah Perencanaan Planning Process
darah untuk ibu hamil, setiap
program ibu hamil
mendapatkan 90 tablet
penambah darah anemi, jika
yang terkena anemi itu
mendapatkan tablet 2X90hari
setiap pemeriksaan
IU-2 Dari 49 puskesmas jumlahnya Latar Planning Process
31 yang berpendidikan gizi belakang
SDM
IU-2 seharusnya pembagian petugas Standar Planning Process
gizi ini satu petugas satu SDM
puskesmas dan minimal D3
IU-2 sarana untuk stunting itu alat Sarana & Planning Process
pengukurnya ada, ada Prasarana
pengukuran badan,
penimbangan balita terdapat 3
set itu yang di puskesmas
IU-2 yang kurang dacin Kurangnya Material Input
sarana &
prasarana
IU-2 kita analis untuk menentukan Analisis Planning Process
perencanaan selanjutnya. Ada pengajuan
pengajuan dari puskesmas pada perencanaan
saat rapat persiapan kita untuk
memberi surat pengajuan
melalui kita terlebih dahulu kita
lihat pengajuanya berapa, lalu
kita hitung jumlahnya berapa,
lalu kita ajukan kegudang
farmasi
IU-3 Kita paling bisa kontribusinya Tindakan Organizing Process
30% tapi kalo sudah terjadi kerjasama
infeksi kita rujuk ke puskesmas lintas sektor
kalo tida bisa ya ke rumah
sakit. Kan dapet laporan dari
kader, bidan desa lalu ke
puskesmas terus ke RS kalau
ada infeksi.
IU-3 saya sendiri yang membuat Pembuatan Planning Process
perencanaan
47

RKA dan DPA


Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema
Informan
IU-3 Cuma untuk sekarangmah ya Kebijakan Material Input
satu puskesmas tuh satu pemerintah
petugas gizi
IU-3 sarana dan pasarana masih Kurangnya Material Input
kurang ya sarana &
prasarana
IU-3 PMT mintanya berapa eh Ketidak Planning Process
dapetnya Cuma berapa tida sesuaian
sesuai dengan cuknis perencanaan
IU-3 minta bantuan dinas, farmasi Pengajuan Material Input
kalo ada sarana &
prasarana
IU-3 cukup dana mah Dana Money Input
IU-3 Iya dari latar belakang D3 gizi Latar Man Input
belakang
SDM
IU-3 kabupaten pada saat bulan Mei Pelatihan Method Input
biasa diadakan pelatihan
IU-4 Kalau perencanaan stunting itu Perencanaan Planning Process
ada di BPB 2X dalam setahun
IU-4 kalau sudah hasil dari BPB itu Penyusunan Implementing Process
kita buat perencanaan kitanya pelaporan
ngasih yang survey kelapangan kegiatan
nanti swipping terus validasi
data, nanti hasil itu ada itu
berupa hasil validasi
IU-4 status gizi banyaknya kurang Gambaran Man Input
gizi, status gizi
IU-4 karna salah pola asuh makan Faktor Man Input
terjadinya
masalah gizi
IU-4 Ada satu, makanya saya juga Latar Man Input
bukan dari latar belakang gizi belakang
SDM
IU-4 SDM kurang Kurangnya Man Input
SDM
IU-4 Anggaran tercukupi Anggaran Money Input
IU-4 Sarana kalau ada yang rusak Pelaporan Material Input
kita lapor kedinas missal dacin kerusakan
sarana &
prasarana
IU-4 Sarana yang kurang ya dacin Kurangnya Material Input
Sarana &
Prasarana
IU-4 Pelatihan kader ada di lab Pelatihan Method Input
IU-4 kader di tingkat kecamatan Pelatihan Method Input
dilakukan setahun sekali
48

Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema


Informan
IU-4 orang sini mah maunya susu, Respon Man Input
biskuitmah pada nolak katanya Masyarakat
bosen

Berdasarkan hasil tema diatas didapatkan bahwa hasil wawancara sebagai


berikut:

“Memang untuk stunting tumbuh perkembangan sudah termasuk program


gizi salah satunya program gizi di puskesmas kami. Perlu diketahui ketika
cakupan itu rendah kami setiap bulan mengadakan evaluasi dan
perencanaan RKA bahwa dimana saja yang terdapat ketika hasil evaluasi
kemarin posyandu cakupan misalnya disatu Desa X ada RT yang ditemukan
disuatu posyandu misalnya RT X, disinikan menggunakan Dewi Fortuna di
salah satu Desa. Contoh ada penimbangan dengan BBM itu kami pantau
hasilnya. Ketika diberikan edukasi bulan berikutnya memang sudah ada
perubahan yang signifikan, hasil dari temuan itu termasuk kategori kami
untuk membuat perencanaan dan organisasi yang jelas setiap bulan
diberikan perencanaan yang berpacu pada RKA seperti jenis-jenis kegiatan
semacamnya”. (IU-1)

“Rencana yang dibuatkan berapa sasaran kemudian dilaksanakan di


posyandu kemudian pemantauannya adalah sesuai dengan hasil evaluasi
hari posyandu ketika ditimbang dan ada perubahan naik, stunting terdapat
perubahan jika masih tetap todak ada perubahan kami secara periodik
memberikan asupan PMT dan makanan tambahan lainnya. Kemudian hasil
evaluasinya setelah hasil dari timbangannya naik berarti signifikan nah itu
kami mengulang dan memasukan data tersebut bahwa cakupan tersebut
sudah dilaksanakan dan dijelaskan dengan baik tinggal dipantau saja untuk
selanjutnya bagaimana pola makannya, apakah harus diberikan vitamin
atau tidak. Kalau tetap tidak ada perubahan ya dirujuk ke puskesmas”. (IU-
1)

“Setiap bulan kami evaluasi dengan pola manajemen dari kantong-kantong


resi atau restold yang mana kantong yang sering muncul, kita mengacu
pada status ekonomi. Ketika di RT tersebut status ekonominya dengan pola
makan yang salah kita lebih mengarahkan kepada anaknya karena anak
adalah penentuan asupan gizi yang seimbang baik itu dari kalorinya,
kemudiam vitaminnya, karbohidratnya seperti apa dan dikurangi pola yang
tidak mendidik jadi penanganan asupan gizi kemudian harus
mengutamakan vitamin, kalori dan karbohidrat tersebut. Apakah karna pola
makann yang tidak teratur atau makanan yang tidak bagus ya akan kita
arahkan”. (IU-1)
49

“Jadi untuk target tidak tercover dan harusnya stunting itu zero (0) ataupun
dibawah 20%. Dan kalau ada stunting penimbangan di Kab.X itu bohong
meningkatnya IPM tetapi masih ada yang terkena masalah gizi seperti
stunting, kwashiokor, maupun marasmus dan itu tugas saya untuk
mendongkrak untuk petugas harus benar-benar diperhatikan”. (IU-1)
“Kalau kita satu bulan, triwulan, dan pemantauan terakhir secara berkala
yaitu satu semester atau satu tahun, disatu tahun itu ada secara
keseluruhan atau komprehensif. Dari hasil evaluasi secara general masih
ditemukannya masalah itu menjadi PR saya untuk dibenahi kembali,
dikerjakan dan harus dilaksanakan RKA dan DPA yang selanjtunya. Terus
terang saja kita membuat POAC secara sengaja, dan masalah dana itu dari
APBD baik dari pusat maupun daerah jika terdapat hasil dari evaluasi
tersebut masih ditemukannya masalah”. (IU-1)

“Kalau menurut saya sudah, sumber anggaran sudah tercover dari dana
BOK, APBD, dan Anggaran Daerah”. (IU-1).

“Di puskesmas kami terdapat satu petugas pemegang program gizi dan
pyur bukan latar belakang gizi. Jika kami mengacu pada standar SOP
puskesmas ini masih membutuhkan 5 item, antara lain petugas gizi, kesling,
apoteker, dokter gigi, analis kesehatan. Seharusnya ada petugas gizi disini
tetapi belum diadakan karna sulitnya mengangkat tenaga kontrak ataupun
tenaga sementara”. (IU-1)

“Untuk sarana dan prasarana diantaranya timbangan, pemberian Vit.A itu


angaran dari pusat selalu ada. Hari senin jadwalnya KIA untuk melihat
perkembangan ibu hamil dan rabu penimbangan balita”. (IU-1)

“bermula dari ibu yang mengalami KEK, jika ibu hamil yang mengalami
tinggi kami akan mendroping PMT dan pada balita tergantung jumlah ibu
yang menderita KEK dan itu seluruh puskesmas dapat semua dan untuk
pemberian tablet hampir 70% ibu hamil mendapatkan tablet tersebut”
(IU2)

“Gizi itukan ada gizi mikro dan gizi makro, kalau KEK kan masuknya gizi
makro, kalau anemi itu termasuknya gizi mikro, itu juga dibagikan tablet
buat penambah darah untuk ibu hamil, setiap program ibu hamil
mendapatkan 90 tablet penambah darah anemi, jika yang terkena anemu itu
mendapatkan tablet 2X90hari setiap pemeriksaan”. (IU-2)

“Dari 49 puskesmas jumlahnya 31 yang berpendidikan gizi” (IU-2)

“Perawat, bidan, kebanyakan D3 gizi dan D1, seperti di desa X, desa X itu
yang D1. Desa X ada 7 orang yang D1, seharusnya pembagian petugas gizi
ini satu petugas satu puskesmas dan minimal D3” (IU-2)
50

“Kalau sarana untuk stunting itu alat pengukurnya ada, ada pengukuran
badan, penimbangan balita terdapat 3 set itu yang di puskesmas kalau yang
di posyandu itu dapat dari BOK”. (IU-2)

“Kalau sarana ada yang kurang, yg kurang dacin” (IU-2)

“Jika terdapat permasalahan kita analis untuk menentukan perencanaan


selanjutnya. Ada pengajuan dari puskesmas pada saat rapat persiapan kita
untuk memberi surat pengajuan melalui kita terlebih dahulu kita lihat
pengajuanya berapa, lalu kita hitung jumlahnya berapa, lalu kita ajukan
kegudang farmasi”. (IU-2)

“ya kalo dari ekonomi, pendidikan gitukan susah ya. Kita paling bisa
kontribusinya 30% tapi kalo sudah terjadi infeksi kita rujuk ke puskesmas
kalo tida bisa ya ke rumah sakit. Kan dapet laporan dari kader, bidan desa
lalu ke puskesmas terus ke RS kalau ada infeksi”. (IU-3)

“Ya itu saya sendiri yang membuat RKA dan DPA”. (IU-3)

“sebenernyamah kalo sudah ada poli UPK jadinya dua, Cuma untuk
sekarangmah ya satu puskesmas tuh satu petugas gizi, jadi harus
dimaksimalkan”. (IU-3)

“sebeneryamah untuk sarana dan pasarana masih kurang ya”. (IU-3)

“ya tida semua istilahnyamah misal PMT mintanya berapa eh dapetnya


Cuma berapa tida sesuai dengan cuknis:. (IU-3)

“ya paling minta bantuan dinas, farmasi kalo ada. Kalo kitannya gabisa
kan bisa minta ke gudang farmasi, ya dimana aja sih yang ada celah”.
(IU3)

“cukup dana mah”. (IU-3)

“Iya dari latar belakang D3 gizi”. (IU-3)

“kalo pelatihan kader di kecamatan mungkin engga tapi di kabupaten pada


saat bulan Mei biasa diadakan pelatihan”. (IU-3)

“Kalau perencanaan stunting itu ada di BPB 2X dalam setahun dan kalau
hasil penimbangan pengurus belum siap di rekap. Aman diambilnya BB/TB
aja. Hasilnya banyak yang kurus, kalau sudah hasil dari BPB itu kita buat
perencanaan kitanya ngasih yang survey kelapangan nanti swipping terus
validasi data, nanti hasil itu ada itu berupa hasil validasi ini tingginya tidak
sesuai dengan yang di tulis, disitunya gizi buruk atau statusnya kurus atau
pendek ternyata salah ngukur kalo salah ngukur kitanya. Missal, yang
51

divalidasinya kan sekian divalidasi 10 terus diukur lagi yang tadi TB nya 59
misalkan jadinya 70 kan ga masuk kriteria”. (IU-4)

“status gizi banyaknya kurang gizi, kalo gizi buruk kemaren dari posyandu

`kemaren di temukan kadang dari bidan desanya suka ngga nyantumin,


ternyata di temukan gizi buruk, tapi di temukan biasanya karna salah pola
asuh makan sama ibunyakan biasanya dikasih makan pagi, siang, sore
padahalkan anak ga boleh kaya gitu, orangtuanya makan anaknya ikutan
makan, belum waktunya di kasih makan berat”. (IU-4)

“Ada satu, makanya saya juga bukan dari latar belakang gizi, tahun
kemaren mah ada waktu tahun 2014 petugas ahli gizinya lima pindah
kebandung, jadi di tugaskan aja”. (IU-4)

“disini SDM kurang”. (IU-4)

“Dari Anggaran tercukupi, biasanya sih disini banyak yg lagi program MP-
ASI numpuk jadi nya”. (IU-4)

“Sarana kalau ada yang rusak kita lapor kedinas missal dacin”. (IU-4)

“Sarana yang kurang ya dacin, kadang dalam satu desa ada berapa pos
dacinnya cuma setengahnya tapi sekarang Alhamdulillah sudah satu-satu
yang kasian mah di desa X di posyandunya 11, dacin nya tuh ada 5 jadi
dari satu posyandu itu pindah-pindah”. (IU-4)

“Pelatihan kader ada di lab, kalau di kecamatan ada di pertemuan PKK,


atau lintas sektoral kader di tingkat kecamatan dilakukan setahun sekali
petugas sama pacamat dan lain-lain, paud, KB, kalo pelatihan mah
tergantung dinkes”. (IU-4)

“Harapan saya , ya bantuan kaya orang desa kan mau nya gitu ya, nah
Sedangkan bantuan ya tidak”. (IU-4)

“dan bantuannya sih kadang-kadang, nanyanya dapet susu engga itu mah
satu tahun sekarang juga masih banyak, Cuma susu kemaren dikasih nya
emon, orang sini mah maunya susu, biskuitmah pada nolak katanya bosen”.
(IU-4)

Berdasarkan hasil wawancara kepada informan (IU-4) menyatakan bahwa

pembuatan perencanaan berawal dari pemantauan hasil kegiatan yang berupa

cakupan, jika rendahnya cakupan pada gizi Ibu hamil maka diadakan tindakan
52

seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan pemberian tablet Fe pada Ibu

hamil dan Balita, dikarenakan proses terjadinya stunting berawal dari status gizi

ibu saat mengandung yang akan berpengaruh pada janinnya, yang kemudian

dilakukannya evaluasi program yang bertujuan untuk menganalisis suatu cakupan

program dan dikaitkan dengan target untuk dilakukan perencanaan selanjutnya.

Evaluasi program ini dilakukan pada saat triwulan dan pemantauan terakhir

dilakukan satu tahun yang dilakukan secara keseluruhan program. Dari hasil

evaluasi ini dibuatkannya perencanaan berupa RKA dan DPA oleh tenaga

pelaksana gizi tersebut dan diusulkan kepada tenaga pelaksana di Dinas

Kesehatan untuk melakukan pengajuan ke pusat. Inginnya untuk target 0% tetapi

karna pengendalian stunting bersifat lama jadi ditargetkan dibawah 20%.

Pemilihan petugas pemegang program gizi sementara hanya berdasarkan

surat tugas dan bersedia untuk bertanggungjawab atas tugasnya, standarnya

pemegang program gizi itu 1 puskesmas 1 tenaga pelaksana gizi dan berlatar

belakang minimal D3 Gizi, tetapi pada kenyataannya dari 49 puskesmas terdapat

31 tenaga pelaksana yang berlatar belakang D1, D3 Gizi dan sisanya adalah

perawat, penugasan tiap puskesmas sudah diterapkan 1 puskesmas 1 tenaga

pelaksana gizi walau tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan gizi. SDM

Petugas kesehatan gizi masih merasa kurang mencukupi dikarenakan petugas

tersebut diharuskan merangkap tugasnya seperti harus terjun ke lapangan untuk

memantau, pembuatan laporan hasil kegiatan dan piket di puskesmasnya dan

petugas menyadari bahwa dengan adanya hal tersebut pelaksanaan kegiatan tidak

maksimal. Anggaran sudah tercover dan tercukupi dari dana APBD, BOK, dll.
53

Sarana dan prasarana terdapat timbangan balita, Vit.A, tablet Fe, pengukuran

badan, MP-ASI, PMT berupa biskuit dan susu, Dacin, Metlen. Terdapat keluhan

pada sarana salah satunya pada Dacin yang sering rusak dan kekurangan Dacin,

pemberian PMT dirasa kurang karena tidak sesuai dengan perencanaan,

terlambatnya pemberian PMT dikarenakan letak geografis.

2. Pengorganisasian

Tujuan khusus yang kedua adalah mengevaluasi pengorganisasian

program gizi yang berkaitan dengan stunting pada Balita di Kabupaten

Indramayu. Analisis diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4.3
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan Berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema

Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema


Informan
IU-2 pada saat rapat dan rapat swadaya Rapat Organizing Process
IU-2 Tahun ini kita sudah melakukan 2X Rpat Organizing Process
rapat kordinasi Kordinasi
IU-2 Ada, 3 hari sebelum pelaksanaan Pelaksanaan Organizing Process
Rapat
IU-3 setiap lokmin dan saat evaluasi Berkordinasi Organizing Process
kita disitu selalu berkordinasi
IU-3 Wilayah kerja puskesmas ini ada 7 Wilayah Organizing Process
desa dan 44 posyandu kerja
IU-4 Wilayah kerja puskesmas ini ada 6 Wilayah Organizing Process
desa dan 39 posyandu kerja
IU-4 Pengorgardinasian pada saat Berkordinasi Organizing Process
lokmin

Berdasarkan hasil tema diatas didapatkan bahwa hasil wawancara sebagai berikut:

“pengorganisasiannya pada saat rapat dan rapat swadaya”. (IU-2)

“Tahun ini kita sudah melakukan 2X rapat”. (IU-2)


54

“Ada, kalau sekrangkan bulan agustus diadakan kegiatan PSG, 3 hari sebelum
pelaksanaan”. (IU-2)

“setiap lokmin dan saat evaluasi kita disitu selalu berkordinasi”. (IU-3)

“Terdapat 7 Desa meliputi Desa X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7”. (IU-3)

“Keseluruhan terdapat 44 posyandu” (IU-3)

“Wilayah kerja puskesmas ini ada 6 desa. Desa X1, desa X2, desa X3
desa X4 desa X5, desa X6”. (IU-4)

“Total posyandu ada 39. Desa X 5 posyandu, desa X 3 posyandu, desa X


6 posyandu, desa X 9 posyandu, desa X 6 posyandu , desa X 11
posyandu”. (IU-4)

”Pengordinasian pada Saat lokmin, pemberian Vit A suka ada di lab, itu
sebelum pelaksanaan lintas program”. (IU-4)

Kesimpulan dari hasil wawancara terhadap beberapa informan menyatakan

pengorganisasian dan pengkordinasian antara Dinas Kesehatan, Petugas PKK,

Petugas Pelaksana Gizi, Bidan Desa, Kader pada saat mengadakan rapat swadaya,

lokmin yang dilakukan 2x dalam setahun dan diadakannya rapat 3 hari sebelum

pelaksanaan. Masing-masing puskesmas saling berkordinir dengan lintas sektor

dan masing-masing terkordinir dengan beberapa posyandu yang ada di wilayah

kerjanya. Karena kurangnya SDM sehingga pemantauan pelaksanaan kegiatan

masih kurang.
55

3. Pelaksanaan

Tujuan khusus yang ketiga adalah mengevaluasi pelaskanaan program gizi

yang berkaitan dengan stunting pada Balita di Kabupaten Indramayu. Analisis

diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4.4
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan Berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema

Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema


Informan
IU-1 Ketika disuruh berobat di Sikap Man Input
puskesmas atau mengikuti kegiatan
puskesmas dia sibuk dengan
pekerjaannya untuk mengais rejeki
sehinnga anaknya terlupakan.
IU-1 sarana baik PMT ataupun lainnya Kurangnya Material Input
kadang-kadang kurang karna jauh Sarana &
transportasinya ketika ada droping prasarana
terlambatnya PMT dari pusat
IU-2 Targetnya lama Keberhasilan Method Input
program

IU-3 Kalo lokmin kan setiap bulan, Waktu Actuating Process


lokakarya setiap bulan, BPB pelaksanaan
Februari dan Agustus, validasi kegiatan
Maret dan September, Swipping
BPB pada saat Februari dan
Agustus, alai penyelidikan epidemi
bersifat insidental hanya jika ada
kejadian balita yang terkena
masalah gizi saja, PMT, MP-ASI
juga sama bersifat insidental. Kalo
pemantauan garam itu tergantung
program, dilakukan kapan saja
asal ada dananya. Kalau
pembinaan berarti pertengahan
bulan Februari dan Agustus, kelas
gizi Cuma dikasih setahun 3 bulan
2x.
IU-3 kita petugas gizi menyediakan Penyediaan Material Input
fasilitas, alat dan bahan sarana &
prasarana
IU-3 disini banyaknya stunting 7,4% Gambaran controlling Process
atau 212 pada balita tahun 2017 status gizi
belum termasuk wilayah rawan
56

Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema


Informan
IU-3 mungkin sayanya double job jadi Kurang Man Input
tidak bisa fokus karna satu sisi maksimal
puskesmas saya harus piket, dan pelaksanaan
program harus berjalan, jadi
pelaksanaannya kurang maksimal
IU-3 struktur organisasi dinas yang Perubahan Organizing Process
makin kecil jadinya ga fokus organisasi
IU-4 Gambaran status gizi kebanyakan Gambaran Controlling Process
disini mah KTD (kehamilan tidak status gizi
diinginkan) nah terkena KEK

Berdasarkan hasil tema diatas didapatkan bahwa hasil wawancara sebagai berikut:

“Hambatan ketika pasien yang diberikan dengan gizi di Desa X itu


termasuk masyarakat yang miskin yang notabennya adalah buruh kasar.
Ketika disuruh berobat di puskesmas atau mengikuti kegiatan puskesmas
dia sibuk dengan pekerjaannya untuk mengais rejeki sehinnga anaknya
terlupakan. Ketika kami memberi instruktur ya kadangnya melaksanakan.
Kendala yang kedua kadang untuk sarana baik PMT ataupun lainnya
kadang-kadang kurang karna jauh transportasinya ketika ada droping
terlambatnya PMT dari pusat. Alhamdulillah kemarin sekali droping bisa
untuk beberapa bulan. Ketika ada kegiatan yang lain otomatis
menggunakan dana APBD atau Alokasi Dana Desa, tetapi masyarakat
diberikan penyuluhan tentang gizi mereka memahami walau terkadang
terlena dengan kesibukan orangtuannya”. (IU-1)

“Pelaksanaan penyuluhan berbarengan setiap diadakannya posyandu”.


(IU-1)

“kalau stunting itukan lama merubah prilaku, adat, kebudayaan, terutama


pola makan bayi dan balita”. (IU-2)

“Hambatannya itu tidak semua puskesmas mempunyai database, terus


variabelnya tidak ada umur, pendidikan dan jenis kelamin kalau ada
variabelnya itu enak, kalau database tidak ada di computer itu susah
kalau dimintain datanya. Data tidak tersedia, pola asuh, pengetahuan,
faktor sosial budaya”. (IU-2)

“Wilayah kerja puskesmas X ini terdapat 7 Desa meliputi Desa X1, X2,
X3, X4, X5, X6, dan X7”. (IU-3)

“Keseluruhan terdapat 44 posyandu”. (IU-3)

“Banyak, hehehe. (membuka buku) dimulai dari manajemennya dulu ya,


seperti Lokmin bulanan, lokakarya puskesmas itu manajemen
57

puskesmasnya kemudian pertemuan rutin PKK. Terus yang progrma


gizinya pelaksanaan Bulan Penimbangan Balita yang dilaksanakan pada
bulan Februari dan Agustus didalam kegiatan tersebut terdapat kegiatan
swipping BPB kemudian Validasi Gizi Buruk, pemberian MP-ASI Gakin,
kemudian pemantauanya, pemantauan Garam Beryodium, pemberian
PMT pemulihan Ibu Hamil KEK kemudian pemantauannya, Pembinaan
Posyandu dan Kelas gizi”. (IU-3)

“Kalo lokmin kan setiap bulan, lokakarya setiap bulan, BPB Februari dan
Agustus, validasi Maret dan September, Swipping BPB pada saat Februari
dan Agustus, alai penyelidikan epidemi bersifat insidental hanya jika ada
kejadian balita yang terkena masalah gizi saja, PMT, MP-ASI juga sama
bersifat insidental. Kalo pemantauan garam itu tergantung program,
dilakukan kapan saja asal ada dananya. Kalau pembinaan berarti
pertengahan bulan Februari dan Agustus, kelas gizi Cuma dikasih setahun
3 bulan 2x”. (IU-3)

“ya semua pelaksanaan kegiatan sih berhasil, tapi mipil”. (IU-3)

“kita petugas gizi menyediakan fasilitas, alat dan bahan seperti alat
timbangan, dacin, kita kasih alat pengukur peninggi badan, metlen, kalau
di bulan Februari dan Agustus kita kasih Vit.A saja, kalo penimbangan
kan udah jadi kegiatan rutin paling kalo ada yang rusak kita yang minta
ganti”. (IU-3)

“disini banyaknya stunting 7,4% atau 212 pada balita tahun 2017 belum
termasuk wilayah rawan gizi masih berada 10%”. (IU-3)
“Hambatan pelaksanaan kalo dari sasaran ibunya pendidikannya kurang,
ekonomi, lingkungan rumah. Mungkin dari sayanya juga karna mungkin
sayanya double job jadi tidak bisa fokus karna satu sisi puskesmas saya
harus piket, dan program harus berjalan, jadi pelaksanaannya kurang
maksimal, masyarakat kurang berpartisipasi sebenernya tergantung kita,
kalau kitanya bisa merangkul lalu menjelaskannya dimengerti ya
masyarakatmah mau mau aja asal jangan dimintain dana”. (IU-3)

“sebenernyamah ada struktur organisasi dinas yang makin kecil jadinya


ga fokus, dulu mah ada gizi tersendiri sekarang mah membawahi
beberapa kasie mungkin yaaah keputusan atasannya begitu ya eng kan
sekarang mah satu bidang kesmas di bawahnya ada gizi, KIA, Promkes,
Kesling di satu bidang semua dulukan gizi misah KIA misah sekarangmah
ya gitu mau gimana lagi”. (IU-3)

“Gambaran status gizi kebanyakan disini mah KTD (kehamilan tidak


diinginkan) nah terkena KEK rata-rata dari KTD. Agustus 2 gizi buruk
tahun 2017. Satu KEK juga dua tapi bukan KTD. Itu hasil agustus tuh
murni KEK”. (IU-4)
58

“Hambatan pelaksanan selama ini belum ada”. (IU-4)

“Hasil laporan kita ambil rekapan dari bidan dan sudah ada
pembukuannya”. (IU-4)

Kesimpulan dari hasil wawancara terhadap beberapa informan menyatakan

rincian kegiatan dan waktu pelaksanaan kegiatan stunting adalah: Lokmin

bulanan, Lokakarya yang dilaksanakan setiap bulan, Bulan Penimbangan Balita

(BPB) yang dilakukan 2x dalam setahun yaitu Bulan Februari-Agustus dengan

menggunakan Metode Anthropometri didalamnya terdapat kegiatan Swipping

BPB dan pemberian Vit.A, Validasi Gizi Buruk, pemberian MP-ASI Gakin

beserta pemantauannya, PMT, Pemantauan Garam Beryodium, Penyelidikan

Epidemi tetapi bersifat Insidental dalam artian jika ditemukan kasus, Pemulihan

Ibu Hamil KEK/Pemberian tablet Fe, Pembinaan Posyandu dan Kelas Gizi

dilakukan setahun 2x dengan jarak waktu 3bulan, Penyuluhan yang dilakukan

setelah posyandu.

Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) menyediakan fasilitas seperti alat dan bahan

seperti Alat Pengukur penimbangan balita seperti timbangan injak, Dacin,

Mikrotoise dll, Pemberian tablet Fe, Vit.A, PMT, Imunisasi. Hasil wawancara

beberapa informan mengatakan suatu pernyataan bahwa kurangnya sarana seperti

Dacin, jumlah dacin tidak sesuai dengan jumlah posyandu sehingga saat

pelaksanaan antara posyandu satu dengan posyandu lain saling menunggu untuk

pengukuran menggunakan dacin, dacin pun salah satu sarana yang sering rusak.

Terlambatnya pengiriman PMT dari pusat dikarenakan faktor letak geografis yang

jauh sehingga saat pelaksanaan dropping menggunakan anggaran alokasi dana

desa.
59

Beberapa pernyataan lain mengenai gambaran status gizi pada Puskesmas

X dan Puskesmas Y faktor penyebab terjadinya stunting adalah pola asuh yang

salah, pola makan yang salah disebabkan karena kurangnya pengetahuan orangtua

yang mempengaruhi sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat sehingga

partisipasi untuk mengikuti pelaksanaan kegiatan kurang dikarenakan kesibukan

orangtuanya untuk mencari rezeki karena notaben pekerjaan masyarakat

Puskesmas X dan Puskesmas Y adalah buruh kasar dan nelayan sehingga petugas

kesehatan melakukan Home Visit untuk pemantauan dan sosialisasi. Kejadian

Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) juga termasuk salah satu faktor pengacu

terjadinya stunting, menurut data status gizi ibu hamil yang mengalami

Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah latar belakangnya karena kejadian

KTD, sehingga status gizi ibu hamil dapat berpengaruh terhadap status gizi janin

atau balita.

Hasil pelaporan kegiatan diambil dari Bidan Desa yang sudah terdapat

pembukuannya tersendiri, tetapi satu kasus Bidan Desa tidak mencatat jika

terdapat kasus balita yang terkena stunting, saat pelaksanaan validasi data ternyata

ditemukan balita yang terkena stunting, jika ditemukan infeksi maka dirujuk ke

Puskesmas, dan Rumah Sakit. Tidak semua puskesmas mempunyai Data Base

sehingga jika diminta data tidak tersedia. Adanya perubahan struktural organisasi

Dinas Kesehatan pun membuat program tidak difokuskan karena satu bidang

membawahi banyak kasie, contoh Bidang Kesmas membawahi KIA, Gizi,

Kesling, Promkes, dll.


60

4. Pengawasan

Tujuan khusus yang keempat adalah mengevaluasi pengawasan program

gizi yang berkaitan dengan stunting pada Balita di Kabupaten Indramayu. Analisis

diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4.5
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema

Kode Kata Kunci Kategori Sub Tema Tema


Informan
IU-1 Saya dan Ka.TU selalu terjun ke Jadwal Controlling Process
lapangan setiap hari Senin dan pemantauan
Selasa,
IU-2 Ya, kita monitoring Pemantauan Controlling Process

IU-4 Disetiap posyandu saya melakukan Pemantauan Controlling Process


pengawasan paling engga 6 desa
turun satu posyandu

IU-1 Saya dan Ka.TU selalu terjun ke Jadwal Controlling Process


lapangan setiap hari Senin dan pemantauan
Selasa,
IU-2 Ya, kita monitoring Pemantauan Controlling Process

Berdasarkan hasil tema diatas didapatkan bahwa hasil wawancara sebagai berikut:

“Kalau saya dan Ka.TU selalu terjun ke lapangan setiap hari Senin dan
Selasa, dan selalu bagi waktu antara saya dan Ka.TU untuk memantau”.
(IU-1)
“Ya, kita monitoring”.(IU-2)
“disetiap posyandu saya melakukan pengawasan paling engga 6 desa
turun satu posyandu”. (IU-4)

Kesimpulan dari hasil wawancara beberapa informan menyatakan bahwa

dilakukannya monitoring 3 hari sebelum pelaksanaan, saat pelaksanaan, dan

setelah pelaksanaan bahkan sudah termasuk dalam perencanaan kegiatan bahwa

setiap setelah pelaksanaa dilakukannya pemantauan hasil kegiatan. Penilaian


61

program dilakukan triwulan dan setahuan sekali untuk diadakannya monitoring

dan evaluasi tiap program akan tetapi pemantauan kurang maksimal dikarenakan

kurangnya SDM kesehatan.


BAB V
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya:

1. Ketidakbersediaan dari Informan utama yang menjabat sebagai

kepala dinas kesehatan, kepala puskesmas, tenaga pelaksana gizi sehingga

informasi yang didapat tidak maksimal dan peneliti memutuskan untuk mengganti

sasaran informan dan sasaran puskesmas untuk diteliti sudah berkonsultasi dan

berkoordinasi dengan pembimbing.

2. Tidak lengkapnya informasi yang diberikan informan dikarenakan

latar belakang informan bukan dari gizi dan kesibukan informan.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, selanjutnya akan membahas hal-hal sebagai

berikut:

1. Mengevaluasi Perencanaan (Planning) terhadap Pelaksanaan

Program Gizi yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) di

Kabupaten Indramayu Tahun 2017

Hasil wawancara terhadap beberapa Informan menyatakan bahwa

pembuatan perencanaan berawal dari pemantauan hasil kegiatan jika ditemukan

permasalahan pada Gizi Ibu Hamil seperti Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan

setelah diadakan kegiatan ditemukan cakupan rendah maka diadakan tindakan

seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Ibu hamil dan Balita atau

62
63

pemberian tablet Fe, dikarenakan proses terjadinya stunting berawal dari status

gizi ibu saat mengandung yang akan berpengaruh pada janinnya atau gizi balita.

Jika cakupan masih rendah maka diadakannya evaluasi program, evaluasi

program ini bertujuan untuk menganalisis suatu cakupan program dan dikaitkan

dengan target untuk dilakukan perencanaan selanjutnya. Evaluasi program ini

dilakukan setiap triwulan dan pemantauan terakhir dilakukan satu tahun yang

dilakukan secara keseluruhan program. Dari hasil evaluasi ini dibuatkannya

perencanaan berupa RKA dan DPA oleh tenaga pelaksana gizi tersebut dan

diusulkan kepada tenaga pelaksana di Dinas Kesehatan untuk melakukan

pengajuan ke pusat, untuk selanjutnya hanya dipantau saja atau melakukan

sosialisasi guna merubah pola asuh , menambah pengetahuan masyarakat untuk

penentuan gizi yang seimbang dan baik dilihat dari karbohidratnya, vitamin,

kalori dan melaksanakan jenis kegiatan yang mengacu pada RKA dan DPA yang

sudah di rencanakan. Jenis kegiatan yang sudah direncanakan pada Dinas

Kesehatan Kab.Indramayu dan Puskesmas ini adalah Lokmin, BPB, Swipping

BPB, Pemberian Vit.A, Fe, MP-ASI, PMT, Validasi gizi buruk, pembinaan

posyandu, kelas gizi, penyuluhan dan pemantauan garam beryodium.

Inginnya untuk target 0% tetapi karna pengendalian stunting bersifat

lama jadi ditargetkan dibawah 20%, karena terjadinya stunting memerlukan waktu

yang lama dimulai dari status gizi calon ibu, gizi ibu hamil dan gizi balita. faktor

yang mempengaruhi yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, sosial budaya,

lingkungan, dll.
64

Hal ini sesuai dengan pernyataan informan yang menyatakan:

“Jadi untuk target tidak tercover dan harusnya stunting itu zero (0) ataupun

dibawah 20%” (IU-1). Hal ini dibenarkan oleh beberapa informan sebagai

berikut:

“stunting (tumbuh pendek) itukan rata-rata di atas 20% itu sudah merupakan

masalah kesehatan masyarakat, kalau dibawah 20% itu belum terjadi masalah”

(IU-2).

“Targetnyamah pengen nya di bawah 20%” (IU-2).

Dari pembuatan perencanaan diatas dilakukan oleh pemegang program

gizi sendiri sedangkan pemegang program gizi tidak semua berlatar belakang gizi,

dobel jabatan dan masih kurangnya tenaga pelaksana sehingga pembuatan

perencanaan belum maksimal. Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kesehatan

dan Gizi (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional-RPJMN periode

tahun 2015-2019/Perpres No.2/2015) difokuskan pada empat program prioritas

termasuk didalamnya terdapat penurunan angka stunting namun pada

kenyataannya perencanaan untuk stunting ini belum spesifik dan tidak terlalu

fokus terhadap permasasalahan stunting jika dilihat dari jenis perencanaannya.

Seharusnya dibuatkannya perencanaan untuk penanganan stunting yang lebih

spesifik karena untuk mendapatkan hasil yang maksimal membutuhkan

perencanaan yang sesuai. Seperti intervensi gizi spesifik, intervensi gizi sensitif

dan difokuskan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) untuk meningkatkan

kualitas kehidupan.

Pemilihan petugas pemegang program gizi sementara hanya berdasarkan

surat tugas dan bersedia untuk bertanggungjawab atas tugasnya, menurut


65

pernyataan informan (IU-2) pemegang program gizi itu 1 puskesmas 1 tenaga

pelaksana gizi dan berlatar belakang minimal D3 Gizi, tetapi pada kenyataannya

dari 49 puskesmas hanya 31 tenaga pelaksana yang berlatar belakang gizi dan

sisanya adalah perawat. Penugasan tiap puskesmas sudah diterapkan 1 puskesmas

1 tenaga pelaksana gizi walau bukan basicnya. SDM Petugas kesehatan gizi masih

merasa kurang mencukupi dikarenakan petugas tersebut diharuskan merangkap

tugasnya seperti harus terjun ke lapangan untuk memantau, pembuatan laporan

hasil kegiatan dan piket di puskesmasnya dan petugas menyadari bahwa dengan

adanya hal tersebut pelaksanaan kegiatan tidak maksimal. Dengan kurangnya

SDM tenaga gizi ini seringkali terdapat beberapa puskesmas yang tidak dapat

melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan sehingga hal ini dapat menjadi

hambatan pelaksanaan seperti tidak bisa mengcover gambaran status gizi balita di

wilayahnya dan tidak dapat terdeteksi bila ada balita yang mengalami status gizi

yang kurang baik, dan akan menghambat pelaporan pada pusat terkait gambaran

puskesmas tersebut hingga berdampak buruk pula dengan wilayah kerja dan

puskesmas tersebut.

Seperti pernyataan beberapa nforman dibawah ini :

“tidak semua puskesmas bisa melaksnakan BPB, Ya, karna kekurangan SDM”
(IU-2).

“ Kalau kita selalu minta pada saat untuk penambahan tenaga penanganan
gizi” (IU-2).

“seharusnya pembagian petugas gizi ini satu petugas satu puskesmas dan
minimal D3” (IU-2).

“Di puskesmas kami terdapat satu petugas pemegang program gizi dan pyur
bukan latar belakang gizi” (IU-1).
66

“Ada satu, makanya saya juga bukan dari latar belakang gizi, tahun kemaren
mah ada waktu tahun 2014 petugas ahli gizinya lima pindah kebandung, jadi di
tugaskan aja” (IU-4).
Kurangnya SDM tenaga kesehatanpun dirasakan pada Indonesia,

Ketenagakerjaan puskesmas di Indonesia tahun 2017 menurut hasil laporan dari

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tentang Kebijakan dan Program pusat

perencanaan dan pendayagunaan SDM Kesehatan Standarnya Tenaga Gizi

berjumlah 13.152 jiwa namun pada kenyataannya Tenaga Gizi di Puskesmas

berjumlah 9.331 jiwa, ini membuktikan bahwa Tenaga Gizi Puskesmas di

Indonesia memiliki kekurangan 5.990 jiwa. Standar ketenagakerjaan minimal di

puskesmas berdasarkan PMK RI No.75/2014 tentang Puskesmas

(bppsdmk.kemkes.go.id)

Melihat jumlah SDM tenaga gizi dan beban kerja seharusnya sebelum

menentukan jumlah tenaga gizi pihak yang terkait dapat menghitung dan

menganalisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang

diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah

kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat

pertama lainnya diwilayah kerja dan pembagian waktu kerja. Hal ini dibenarkan

berdasarkakan PMK RI No.75/2014 Pasal 16 tentang puskesmas, sehingga dengan

menganalisis hal tersebut pelaksanaan dapat berjalan dengan maksimal dan

terkendalinya dobel jabatan.

Hal ini sudah ditetapkan pada UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2014

tentang Tenaga Kesehatan pasal 6 tentang “pengadaan tenaga kesehatan” dan

pasal 9 yang berbunyi “ Tenaga Kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum


67

Diploma Tiga”. Sehingga pemenuhan SDM tenaga kesehatan dan minimal tingkat

pendidikan harus ditetapkan sebagaimana mestinya.

Anggaran sudah tercover dan tercukupi dari dana APBD, BOK, dll.

Sarana dan prasarana terdapat timbangan balita, Vit.A, tablet Fe, pengukuran

badan, MP-ASI, PMT berupa biskuit dan susu, Dacin, Metlen. Terdapat keluhan

pada sarana salah satunya pada Dacin yang sering rusak dan kekurangan Dacin,

hal ini dikarenakan kurangnya pemantauan dan pemeliharaan pada fasilitas,

sehingga satu kasus karna kurangnya dacin sehingga saat pelaksanaan posyandu

yang lain menunggu giliran dacin untuk digunakan pada tiap kegiatan

posyandunya, hal ini dapat menghambat pelaksanaan dan tidak efektif, pemberian

PMT dirasa kurang karena tidak sesuai dengan perencanaan, terlambatnya

pemberian PMT dikarenakan letak geografis yang jauh sehingga pada pelaksanaan

droping PMT tidak ada, terkadang membeli PMT berupa biskuit dengan

menggunakan anggaran Desa, sekalinya pengiriman PMT sekaligus banyak atau

di dobel untuk kegiatan PMT selanjutnya, hal ini akan berpengaruh pada kualitas

pangan dari tempat penyimpanan dan lamanya tersimpan.

Hal tersebut berdasarkan pernyataaan informan yang telah diwawancarai:

“Kalau menurut saya sudah, sumber anggaran sudah tercover dari dana BOK,
APBD, dan Anggaran Daerah” (IU-1).

“Kendala yang kedua kadang untuk sarana baik PMT ataupun lainnya kadang-
kadang kurang karna jauh transportasinya ketika ada droping terlambatnya
PMT dari pusat” (IU-1)

“sebenenryamah masih kurang ya, misal PMT mintanya berapa eh dapetnya


Cuma berapa tida sesuai dengan cuknis” (IU-3)

“Kalau sarana ada yang kurang, yg kurang dacin” (IU-2)


68

“Ya dacin, kadang dalam satu desa ada berapa pos dacinnya cuma
setengahnya” (IU-4).

Hal ini disebabkan karena kurangnya pemeliharaan dan pengawasan

pada sarana, semestinya untuk sarana dan prasarana dilakukan pemeliharaan,

perawatan dan pemeriksaan secara berkala agar tetap layak fungsi dan dapat

menentukan jumlah menurut kebutuhan sehingga tidak ada kurangnya sarana dan

kerusakan sarana yang menjadi hambatan pelaksanaan. Hal ini sesuai dengan

PMK RI No.75/2014 Pasal 14. (online.fliphtml5.com)

Untuk langkah selanjutnya peneliti menyarankan untuk perencanakan

program untuk stunting yang lebih spesifik dari mulai status gizi remaja. Karena

penentuan stunting berawal dari calon ibu, masa ibu dan masa balita khususnya

1000 HP, penambahan SDM Kesehatan, pemenuhan sarana dan prasarana. Hal ini

sesuai dengan sasaran RPJMN 2015-2019/Perpres No.2/2015 yaitu

“Meningkatkan pemerataan akses dan mutu pelayanan kesehatan berkualitas,

meningkatnya ketersediaan, penyebaran dan mutu sumber daya manusia

kesehatan”. (Depkes.go.id)

Menurut WHO menyatakan bahwa : “prevalensi balita pendek menjadi

masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Hal ini sesuai

dengan pernyataan informan :

“Inginnya untuk target 0% tetapi karna pengendalian stunting bersifat


lama jadi ditargetkan dibawah 20%, karena terjadinya stunting
memerlukan waktu yang lama dimulai dari status gizi calon ibu, gizi ibu
hamil dan gizi balita”.
69

Hasil laporan dari Bulan Penimbangan Balita tahun 2016 ditemukan

cakupan sejumlah 11.173 jiwa (9,9%), hal ini mengartikan bahwa target sudah

ditempuh dibawah 20% oleh wilayah Kab.Indramayu.

2. Mengevaluasi Pengorganisasian (Organizing) Pelaksanaan

Program Gizi yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) di

Kabupaten Indramayu Tahun 2017

Hasil wawancara dengan beberapa informan menyatakan

pengorganisasian dan pengkordiniran pelaksanaan program gizi ini pada saat

diadakannya rapat lokmin yang dilakukan 2x dalam setahun dan diadakannya

rapat 3 hari sebelum pelaksanaan akan dimulai. Pengkordinasian Dinas Kesehatan

ini didalamnya meliputi PKK Kabupaten, PKK Kecamatan, Tenaga Pelaksana

Gizi (TPG) pada tiap puskesmas, Bidan Desa, Bidang Farmasi, Desa, Pamong

Desa dan Kader. Tidak hanya itu, Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi pun saling

bekerjasama dengan Seksi KIA, Seksi Promkes, Seksi Kesling, dll. Dikarenakan

dalam pelaksanaan kegiatan seperti posyandu didalamnya terdapat macam-macam

kegiatan yang mengenai Seksi diatas, bukan hanya pelaksanaan dalam Posyandu

saja tetapi untuk menurunkan angka kejadian faktor pendukung saling berkaitan

sehingga terdapatnya kerjasama lintas program.

Bukan hanya pengordinasian pada pusat, tingkat kecamatan pun

dilakukan pengordinasian dalam pertemuan PKK yang dilakukan setahun sekali

didalamnya terdapat Bapak Camat, KB, Kader, dan PAUD untuk melakukan

kordinasi kerjasama lintas sektor untuk melaksanakan kegiatan yang sudah


70

ditentukan dan untuk keberhasilan kegiatan pelaksanaan. Dikarenakan setiap

puskesmas memiliki wilayah kerjanya masing-masing yang didalamnya

mengcover jumlah desa dan terdapat beberapa posyandu guna memantau status

kesehatan di wilayah kerja tersebut.

Pengordinasian ini berlaku juga untuk pelaporan, jika terdapat kejadian

seperti sudah terkena Infeksi maka Kader melaporkan kepada Bidan Desa, dan

Bidan Desa melaporkan pada Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas lalu di rujuk

ke puskesmas untuk pengobatan jika masih berkelanjutan maka di rujuk ke rumah

sakit untuk penanganan yang lebih insentif. Namun karna kurangnya SDM tenaga

pelaksana yang memantau pengordinasian pada pelaksanaan menjadi tidak

maksimal, salah satu contoh tenaga pelaksana gizi di puskesmas hanya satu,

wilayah kerja posyandu terdapat 6 posyandu, tenaga tersebut hanya dapat

memantau atau ikut serta dalam 1 posyandu saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan

salah satu informan (IU4) ” disetiap posyandu paling engga 6 desa turun satu

posyandu”.

Menurut PMK RI No.75/2014 Pasal 40 dalam meningkatkan aksesibilitas

pelayanan, puskesmas didukung oleh jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring

fasilitas pelayanan kesehatan jaringan tersebut terdiri atas puskesmas pembantu,

puskesmas keliling dan bidan desa tetapi terdapat beberapa puskesmas yang tidak

memiliki puskesmas pembantu dan puskesmas keliling, seharusnya diadakan

puskesmas keliling dan puskesmas pembantu guna meningkatkan jangkauan dan

mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja puskesmas yang belum

terjangkau oleh pelayanan dalam gedung puskesmas


71

Untuk langkah selanjutnya peneliti menyarankan untuk puskesmas dapat

mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggara UKM dan UKP lintas

program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung

dengan manajemen puskesmas, pengordinasian yang berupa pelaksanaan dan

pelaporan harus dilakukan dengan maksimal dan meningkatkan kerjasama lintas

sektor yang terkait sehingga jika terdapat penemuan balita dengan status gizi

kurang maupun buruk dapat segera dipantau dan ditindaklanjuti.

3. Mengevaluasi Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan Program

Gizi yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) di Kabupaten

Indramayu Tahun 2017

Pelaksanaan adalah bukti dari adanya perencanaan yang sudah dibuat

dalam bentuk RKA dan DPA, pelaksanaan juga mengacu pada RKA dan DPA.

Pelaksanaan kegiatan yang baik akan berpengaruh pada hasil cakupan dan target

yang diinginkan. Sebagaimana rincian dari pelaksanaan kegiatan stunting adalah:

Lokakarya Mini Puskesmas (Lokmin) ini adalah suatu acara yang dilakukan setiap

bulan, dimana semua petugas puskesmas berkumpul untuk memecahkan masalah

tertentu dan mencari solusinya, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui hasil

kegiatan puskesmas pada bulan lalu, untuk mengetahui hambatan dalam

pelaksanaan program, untuk memecahkan permasalahan yang terjadi dan untuk

menyusun rencana kerja di bulan berikutnya. Langkah-langkah kegiatan tersebut

meliputi Kepala Puskesmas membentuk tim dalam dinamika kelompok tentang

peran, tanggungjawab dan kewenangan petugas puskesmas, memberikan


72

informasi tentang kebijakan program dan konsep yang berkaitan dengan

puskesmas, Kepala Puskesmas memberikan informasi tatacara penyusunan

rencana kegiatan seperti POA, menginventasir kegiatan puskesmas, menganalisis

beban kerja setiap petugas puskesmas, melakukan pembagian tugas baru sesuai

dengan rencana kegiatan puskesmas.

Kedua Bulan Penimbangan Balita (BPB) yang dilakukan 2x dalam

setahun yaitu Bulan Februari sampai Agustus, kegiatan ini bertujuan untuk

memperoleh gambaran data status gizi seluruh balita di wilayah kerja secara

berkala, memperoleh data balita berdasarkan nama, alamat, status ekonomi,

kelompok umur dan jenis kelamin. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan

Metode Anthropometri, pelaksanaannya melaksaakan, memantau dan membina

pelaksanaan penimbangan BB dan pengukuran panjang badan/tinggi badan,

menentukan umur dan status gizi balita sesuai standar baku WHO-NCHS 2005,

merekap dan mengolah data hasil penimbangan dan pengukuran, membuat

laporan hasil kegitan. Akan tetapi masih terdapat beberapa puskesmas yang tidak

melakukan kegiatan ini, dikarenakan kurangnya SDM, dan dalam pelaksanaan

kegiatan ini dilakukan validasi BPB kembali apabila hasil tidak valid maka

dilakukan pengukuran ulang pada balita, hal ini tidak mengefektifkan waktu

dikarenakan pengukuran dilakukan dua kali dan jumlah kunjungan balita pun

tidak akan sama seperti pelaskanaan awal, hal ini seharusnya tidak terjadi dan

peneliti menyarankan agar melakukan pelatihan pengukuran baik dalam

penggunaan alat ukur maupun pengisian data dan pengelolaan data, baik pada

tenaga gizi maupun pada tenaga pelaksana seperti kader, bidan desa, tpg.
73

Permenkes R.I No.155/Menkes/Per/II/2010 tentang “Penggunaan Kartu

Menuju sehat (KMS) Bagi Balita. Menimbang: Bahwa menindaklanjuti

perencanaan WHO pada bulan April tahun 2006 tentang pemberlakuan standar

antropometri WHO 2005 menggantikan standar antropometri WHO-NCHS 1977,

maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap standar antropometri yang sudah ada

di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pelaksanaan BPB yang sudah mengacu pada

WHO 2005. Dan Permenkes R.I No.155/Menkes/Per/II/2010 pasal 2 yaitu

“Setiap balita harus mempunyai KMS sesuai jenis kelamin, KMS yang dimaksud

digunakan untuk mencatat berat badan, memantau pertumbuhan balita setiap

bulan dan sebagai media penyuluhan gizi dan kesehatan” hal ini menandakan

setiap Balita harus mempunyai KMS dan mengikuti kegiatan BPB dan didalam

kegiatan tersebut terdapat kegiatan Swipping BPB dan pemberian Vit.A.

Kegiatan selanjutnya pemberian MP-ASI Gakin beserta pemantauannya,

Bayi yang sehat adalah bayi yang mampu melewati masa kritis 1000 hari pertama

kehidupan (HPK) yaitu tidak mengalami malnutrisi, baik kekurangan maupun

kelebihan gizi. MP-ASI diberikan setelah bayi yang telah melewati masa Asi

Ekslusif yaitu saat umurnya sudah 6 bulan atau lebih. Energi yang dibutuhkan

bayi dari MP-ASI sekitar 200 kkal/hari pada umur 6 – 8 bulan, 300 kkal/hari pada

umur 9 – 11 bulan dan 550 kkal/hari pada umur 12 - 23 bulan. WHO (2003)

mengeluarkan rekomendasi tentang pemberian MPASI yaitu yang mengandung

energi, protein, dll. Berikan makanan yang bertekstur lumat seperti bubur.

Pemberian PMT biasanya seperti biskuit dan susu akan tetapi terdapat

kehambatan dalam pemberian PMT dikarenakan menurut salah satu informan


74

keterlambatan pemberian PMT dari pusat yang dikrenakan letak geografis yang

jauh sehingga berpengaruh pada pelaksanaan dropping sehingga PMT diberikan

menggunakan anggaran desa dan respon masyarakat yang inginnya diberikan susu

sehingga jika diberikan biskuit pada menolak dikarenakan bosan.

“Kendala yang kedua kadang untuk sarana baik PMT ataupun lainnya kadang-
kadang kurang karna jauh transportasinya ketika ada droping terlambatnya
PMT dari pusat. Alhamdulillah kemarin sekali droping bisa untuk beberapa
bulan. Ketika ada kegiatan yang lain otomatis menggunakan dana APBD atau
Alokasi Dana Desa”. IU-1)

“ya bantuan kaya orang desa kan mau nya gitu ya, nah Sedangkan bantuan ya
tidak dan bantuannya sih kadang-kadang, nanyanya dapet susu engga itu mah
satu tahun sekarang juga masih banyak, Cuma susu kemare dikasih nya emon,
orang sini mah maunya susu, biskuitmah pada nolak katanya bosen.” (IU-4)

Pemulihan Ibu Hamil KEK/Pemberian tablet Fe, pemberian tablet Fe ini

dikhususkan untuk penambah darah Ibu Hamil setiap pada pelaksanaan ibu hamil

diberikan 90 tablet penambah darah, dan 2x90hari diberikan tablet Fe pada ibu

hamil yang terkena Anemi. Pemberian tablet Fe ini selain untuk mencegah terkena

Anemia dan terkena Anemia tablet ini juga bermanfaat untuk mencegah kecacatan

pada perkembangan bayi yang disebabkan oleh anemia berat. Oleh sebab itu Ibu

hamil sangat memerlukn tablet Fe ini. Pembinaan Posyandu dan Kelas Gizi

dilakukan setahun 2x dengan jarak waktu 3bulan, Penyuluhan yang dilakukan

setelah posyandu.

Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) menyediakan fasilitas seperti alat dan

bahan seperti Alat Pengukur penimbangan balita seperti timbangan injak, Dacin,

Mikrotoise dll, Pemberian tablet Fe, Vit.A, PMT, Imunisasi. Hasil wawancara

beberapa informan mengatakan suatu pernyataan bahwa kurangnya sarana seperti

Dacin, jumlah dacin tidak sesuai dengan jumlah posyandu sehingga saat
75

pelaksanaan antara posyandu satu dengan posyandu lain saling menunggu untuk

pengukuran menggunakan dacin, dacin pun salah satu sarana yang sering rusak.

Terlambatnya pengiriman PMT dari pusat dikarenakan faktor letak geografis yang

jauh sehingga saat pelaksanaan dropping menggunakan Anggaran Alokasi Dana

Desa.

Beberapa pernyataan lain mengenai gambaran status gizi pada

Puskesmas X dan Puskesmas Y faktor penyebab terjadinya stunting adalah pola

asuh yang salah, pola makan yang salah disebabkan karena kurangnya

pengetahuan orangtua yang mempengaruhi sikap, perilaku dan partisipasi

masyarakat sehingga partisipasi untuk mengikuti pelaksanaan kegiatan kurang

dikarenakan kesibukan orangtuanya untuk mencari rezeki karena notaben

pekerjaan masyarakat Puskesmas X dan Puskesmas Y adalah buruh kasar dan

nelayan sehingga petugas kesehatan melakukan Home Visit untuk pemantauan

dan sosialisasi. Kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pun termasuk salah

satu faktor pengacu terjadinya stunting, menurut data status gizi ibu hamil yang

mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah latar belakangnya karena

kejadian KTD, sehingga status gizi ibu hamil dapat berpengaruh terhadap status

gizi janin atau balita.

Hasil pelaporan kegiatan diambil dari Bidan Desa yang sudah terdapat

pembukuannya tersendiri, tetapi satu kasus Bidan Desa tidak mencatat jika

terdapat kasus balita yang terkena stunting, saat pelaksanaan validasi data ternyata

ditemukan balita yang terkena stunting, jika ditemukan infeksi maka dirujuk ke

Puskesmas, dan Rumah Sakit. Tidak semua puskesmas mempunyai Data Base
76

sehingga jika diminta data tidak tersedia. Adanya perubahan struktural organisasi

Dinas Kesehatan pun membuat program tidak difokuskan karena satu bidang

membawahi banyak kasie, contoh Bidang Kesmas membawahi KIA, Gizi,

Kesling, Promkes, dll.

Keberhasilan suatu pelaksanaan terjadi apabila semua faktor dapat

mendukung keberhasilan pelaksanaan program tersebut, pelaksanaan program gizi

yang berkaitan dengan stunting ini dikatakan belum maksimal dikarenakan

terdapat hambatan dalam pelaksanaannya, kurangnya SDM tenaga pelaksana

sehingga tidak dapat berkordinasi, melaksnakan dan mengawasi dengan

bagaimana mestinya, latar belakang SDM bukan dalam ahli Gizinya sehingga

pembuatan perencanaan tidak begitu spesifik untuk penanganan gizi hal ini

diharuskan dilaksanakannya pelatihan karna berpengaruh pada validasi

pengukuran data, sarana dan prasarana terdapat kerusakan dan kekurangan pada

alat pengukur seperti dacin akan menghambat pelaksanaan, kurangnya dacin dapat

mengacu ketidakefektifan pelaksanaan dikarenakan posyandu lain menunggu

bergantian untuk menggunakan alat tersebut hal ini diharuskan adanya

pengawasan, pemerksanaan dan pemeliharaan pada sarana dan pelaporan untuk

pengajuan penambahan sarana, letak geografis yang jauh diharuskan adanya

puskesmas pembantu dan puskesmas keliling untuk dapat menjangkau

masyarakat, partisipasi masyarakat yang kurang akan menyebabkan

keterhambatan pelaksanaan sehingga tenaga gizi harus mempunyai strategi untuk

dapat merangkul masyarakat seperti home visit atau penyuluhan yang menarik,

pelaksanaan dalam penanganan stunting ini bersifat lama dikarenakan harus


77

mengubah dan menambah pengetahuan keluarga, persepsi masyarakat tentang

sosial budaya, ekonomi, lingkungan, sehingga dapat berpengaruh pada pola asuh

dan konsumsi pangan yang berpengaruh pada status gizi, dalam pelaksanaan ini

tidak terdapat target dan waktu lama pelaksanaan, semua kegiatan yang sudah

direncakan dikerjakan tetapi satu persatu dikarenakan kurangnya SDM seperti

pengakuan informan (IU-3) : “ya semua sih, tapi mipil”.

Untuk langkah selanjutnya peneliti menyarankan untuk diadakannya

pelatihan berkala pada tenaga pelaksana supaya tidak terjadi kesalahan pada

pengukuran, pendataan, dan pelaporan sehingga berpengaruh pada penentuan

status gizi pada balita. pemenuhan sarana prasarana serta perawatannya supaya

memaksimalkan pelaksanaan sehingga tidak terhambatnya proses pelaksanaan

seperti kerusakan pada sarana atau kurangnya sarana. Pelaksana dilakukan

semaksimal mungkin.

4. Mengevaluasi Pengendalian/Pengawasan (Monitoring)

Pelaksanaan Program Gizi yang berkaitan dengan kejadian stunting (Tubuh

Pendek) di Kabupaten Indramayu Tahun 2017

Kesimpulan dari hasil wawancara beberapa informan menyatakan bahwa

dilakukannya monitoring pada 3 tahap yaitu Tahap pertama: 3 hari sebelum

pelaksanaan pengawasan pada Data base, Logistik Kapsul, Sarana & Prasarana

seperti Dacin, Mikrotoise, Infantometer (alat ukur panjang badan) dan format.

Tahap kedua pada saat pelaksanaan melakukan pelatihan kader tentang

penggunaan alat ukur, pemantauan cara ukur, entry data, penentuan status gizi,
78

dan Tahap terakhir setelah pelaksanaan Pengentrian data diserahkan kepada

puskesmas dan diserahkan kepada Dinas Kesehatan apabila sudah dilakukan

pengentrian data, pihak Dinas Kesehatan melakukan Penentuan status gizi dan

jika terdapat data balita dengan BB sangat kurang pihak Dinas Kesehatan

mengembalikan data dan dilakukan cara pengukuran dan penimbangan ulang serta

membandingkan antara tanggal lahir dan tanggal penimbangan guna validasi data,

pemantauan bahkan sudah termasuk dalam perencanaan kegiatan bahwa setiap

setelah pelaksanaa dilakukannya pemantauan hasil kegiatan. Untuk Monitoring

dan evaluasi dilakukan triwulan dan setahuan sekali pada keseluruhan program.

Pelaksanaan Monev ini masing-masing penanggungjawab program melaporkan

kinerja berupa capaian program dibandingkan dengan target capaian kepada

Kepala Puskesmas, bagi program yang sudah mencapai capaian target

meneruskan rencana kegiatan program yang sudah ditetapkan di RPK, dan yang

belum mencapai target mencari pokok permasalahan yang menyebabkan target

capaian belum tercapai, Kepala puskesmas dan seluruh penanggung jawab

melakukan penelaahan masalah dan mencari pemecahan permasalahan.

PP/R.I/No. 39 tahun 2006/pasal 1 mengatakan “ Tata cara pengendalian

program dan evaluasi rencana pembangunan” bahwasannya pengendalian,

pemantauan dan evaluasi harus diberlakukan dikarenakan menjamin agar suatu

program/kegiatan sesuai dengan rencana yang ditentukan, mengantisipasi

permasalahan yang timbul dan akan timbul, rangkaian kegiatan untuk

membandingkan masukan (Input), keluaran (Output) dan hasil (Outcome) dengan

rencana atau standar.


79

Akan tetapi pemantauan kurang maksimal saat pelaksanaan kegiatan

dikarenakan kurangnya SDM kesehatan dan adanya doubel jabatan. Pengawasan

berupa sarana dan prasarana pun dikatakan kurang dikarenakan masih adanya

sarana yang kurang dan rusak, pengawasan dilakukan pada saat sumber anggaran

.dari APBD saja,

Untuk langkah selanjutnya peneliti menyarankan agar pemantauan

dilakukan secara bersama sama yang termasuk lintas sektor kegiatan

tersebut.bukan hanya pemantauan saat pelaksana saja akan tetapi pemantauan

keluaran dan hasil pun perlu dipantau.

C. Implikasi Hasil Penelitian

1. Implikasi terhadap pelayanan kesehatan

a. Sebagai bahan informasi serta masukan dalam hal membuat

kebijakan untuk meningkatkan program gizi yang berkaitan dengan stunting.

b. Mengadakan pelatihan baik bagi petugas pelaksana gizi maupun

asisten pelaksana gizi yang terkordinir sehingga diharapkan pelatihan tersebut

akan menciptakan petugas yang terlatih. Sumber daya manusia yang terlatih walau

bukan basicnya, terampil dan aktif dapat meningkatkan cakupan program gizi

sehingga dengan demikian petugas mendapatkan gambaran status gizi yang lebih

valid dan dapat mengubah perlahan faktor penghambat seperti pengetahuan, sikap,

prilaku, lingkungan dan sosial budaya.

c. Pemenuhan, pengawasan, pemeriksaan, pemeliharaan sarana dan

prasana lebih ditingkatkan untuk dapat memperlancar keberhasilan suatu program.


80

2. Implikasi terhadap pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam pendidikan dan

pengembangan penelitian lainnya sehingga dapat digunakan sebagai referensi

dalam pelaksanaan penelitian lanjutan mengenai program gizi yang berkaitan

dengan kejadian stunting (Tubuh Pendek) pada Balita.

3. Implikasi terhadap penelitian

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pelaksanaan program

kesehatan gizi yang berkaitan dengan stunting yang sudah berjalan, banyaknya

penelitian mengenai program pelaksanaan gizi dapat memberikan pengaruh baik

bagi pelaksanaan program gizi karena dengan demikian program gizi selalu

dilakukan evaluasi untuk perbaikan selanjutnya.


BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai unsur proses

dalam pelaksanaan program gizi yang berkaitan dengan sunting (Tubuh pendek)

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perencanaan program gizi sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan

dan Puskesmas Kabupaten Indramayu namun perencanaan tersebut belum

spesifikasi untuk penanganan khusus stunting jika dilihat dari jenis kegiatan yang

sudah direncanakan, dan tidak fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan,

perencanaan kegiatan tersebut hanya untuk gizi umum.

2. Organisasi Program gizi sudah bekerjasama dengan lintas sektor dan

lintas program namun belum maksimal dikarenakan kurangnya SDM dan adanya

merangkap kerja/double jabatan, pengkoordinasian pada puskesmas keliling dan

puskesmas pembantupun tidak ada seharusnya diadakan dikarenakan untuk

membantu rujukan pengidentifikasian masalah gizi guna meningkatkan jangkauan

dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja puskesmas yang belum

terjangkau oleh pelayanan dalam gedung puskesmas

3. Pelaksanaan dilakukan mengacu pada RKA dan DPA tetapi terdapat

hambatan kurangnya sarana dan prasarana yang menghambat proses pelaksanaan,

dan kurangnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti kegiatan tersebut.

4. Pengawasan sudah dilakukan pada 3 tahap yaitu sebelum

pelaksanaan, sesudah pelaksanaan dan setelah pelaksanaan. Triwulan dan monev

81
82

yang dilaksanakan setahun sekali, namun terdapat beberapa puskesmas yang tidak

mempunyai Data Base sehingga pemantauan terhambat, dan pemantauan jarang

dilakukan secara bersamaan saat kegiatan.

B. Saran

Berdasarkan pada simpulan yang didapat, maka saran yang dapat

dianjurkan adalah:

1. Bagi Puskesmas

a. Mengajukan perencanaan yang lebih spesifik berdasarkan analisis

masalah kesehatan masyarakat dan menganalisis kebutuhan pelayanan yang

dibutuhkan sesuai dengan penyelesaian masalah stunting seperti pemberian zink

dan kalsium.

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan untuk

regulasi penanganan stunting.

c. Petugas Kesehatan gizi Puskesmas bekerjasama dengan kesehatan

masyarakat untuk melaksanakan penyuluhan dan penjaringan dengan rutin.

d. Kepala puskesmas membuat komitmen untuk memaksimalkan

pelaksanaan dengan seringnya dipantau, dan untuk petugas kesehatan

diberlakukannya pelatihan kader untuk pengukuran, pembuatan laporan mapun

pendataan.

2. Bagi Dinas Kesehatan

a. Pemegang program Dinas Kesehatan melaksanakan advokasi terhadap

pemangku kebijakan kesehatan mengenai pembuatan perencaan yang lebih


83

spesifik untuk stunting, dan penambahan jumlah sdm dan pemenuhan sarana

prasarana untuk kegiatan stunting

b. Pemegang program Dinas Kesehatan melakukan arahan, kordinasi dan

pemantauan yang lebih untuk petugas yang melaksanakan kegiatan.

c. Pemegang program Dinas Kesehatan melakukan kegiatan sosialisasi

yang lebih untuk pemahaman masyarakat untuk dapat berpartisipasi dan

memahami apa yang dikatakan petugas kesehatan.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi sumber informasi dan bahan dalam pengetahuan dan wawasan

tentang stunting pada mahasiswa STIKes Indramayu.

4. Bagi Peneliti Lain

Menjadi sumber referensi penelitian lebih lanjut mengenai program gizi

dilihat dari unsur pengeluaran (output) dan dampak (outcome) dengan metode

yang berbeda.
84

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. A., 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3 ed.


Tangerang:BINARUPA AKSARA Publisher
Grace, E.C., 2012. Organisasi & Manajemen Kesehatan. Jakarta:EGC.

Nasrul, dkk. Faktor risiko stunting usia 6-23 bulan di kecamatan bontoramba
kabupatenjaneponto. The indonesian journal of public health volume 11,
nomor 3 september 2015

Notoatmodjo.S, 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta:Rineka Cipta

, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta

Nurani R, dkk. Status Gizi Balita Berdasarkan Comoposite Index of


Anthropometric Failure. Jurnal kesehatan masyarakat vlome 7, nomor 12,
juli 2013

Par’i.M., 2014. Penilaian status gizi. Jakarta:EGC

Saryono, 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.


Yogyakarta:Nuha Medika

Sugiyono.,2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung:ALFABETA CV

,2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.


Bandung:ALFABETA, CV.

,2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Cetakan ke


20. Bandung:ALFABETA, CV.

Ticoalu,G.A., 2012. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: PT BUMI AKSARA

Gizi kurang penyebab stunting. Dari dinkes.sumselprov.go.id (diaskes hari Selasa,


28 Maret 2017, jam 08.39 Wib)

Infodatin pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. 2016. Situasi Balita
Pendek. Dari Depkes.go.id (diakses hari Selasa, 28 Maret 2017, jam 08.30
Wib)

Kebijakan Strategis dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi (KSRAN-PG 2016-2019).
Dari bkb.pertanian.go.id (diakses hari Selasa, 12 September 2017, jam
20.55 Wib)
85

Menteri kesehatan. Dari www.pdpersi.co.id (diakses hari Selasa, 29 Agustus


2017, jam 08.52 Wib)
Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 39 tahun 2006. Dari biro-
kesra.nttprov.go.id (diakses hari Selasa, 29 Agustus 2017, jam 08.46 Wib)

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Proivinsi Jawa Barat tahun
2007. Dari terbitan.litbang.depkes.go.id (diakses hari Senin, 17 April
2017, jam 13.00 Wib)

Laporan Bulan Penimbangan Balita 2015-2016 Program Gizi Dinas Kesehatan


Kabupaten Indramayu

Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2016. Dari pusdalisbang.jabarprov.go.id


(diakses hari Selasa, 28 Maret 2017, jam 09.18 Wib)

Anda mungkin juga menyukai