PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
prioritas yaitu Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi, Penurunan Prevalensi
sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28%
penurunan dari 33% menjadi 25% atau dari 199 juta balita menjadi 161 juta balita.
(dinkes.sumselprov.go.id)
1
2
penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada tahun 2025. Menurut Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai prevalensi balita pendek di
Indonesia memperlihatkan persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat
pendek) di Indonesia Tahun 2007 adalah (36,8%), tahun 2013 adalah (37,2%), dan
pada tahun 2015 (35,6%)”. (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi,
2016)
Pada tahun 2015 Kementrian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status
Gizi (PSG) yang merupakan studi potong lintang dengan sampel dari rumah
negara, di antara 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting,
wasting dan overweight pada balita. (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan
Informasi, 2016)
muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Masalah pendek pada
perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin
asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan
stunting (dinkes.sumselprov.go.id).
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan
sangat pendek adalah: “Status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan
padanan istilah stunting (tumbuh pendek) dan severely stunting (tumbuh sangat
pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur
panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya
berada dibawah normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang
2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika
nilai z-scorenya kurang dari -3SD. (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan
Informasi, 2016)
kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui,
dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif
dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan
karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai “periode emas”, “periode
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,
dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit, (Kementrian Kesehatan
Upaya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) juga didukung oleh Peraturan
Presiden tentang “Kebijakan Strategis dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi
dimana Gizi sebagai sentral dalam pembangunan difokuskan pada stunting dan
periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Bertujuan sebagai acuan (common
5
optimal dalam pembangunan pangan dan gizi. Oleh karena itu kebijakan daerah
penguatan kelembagaan pangan dan gizi daerah dan peningkatan perbaikan gizi
masyarakat. (Kebijakan Strategis dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi, 2016-2019)
Kabupaten Indramayu pada tahun 2015 penemuan Balita Sangat Pendek dengan
jiwa (7,69%) dan pada tahun 2016 sejumlah 11.173 jiwa (9,9%) dan dapat
30.0
Persentase (%)
20.0
10.0
Puskesmas
Sumber: Pemegang Program Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kab. Indramayu, 2016
Gambar 1.1
Grafik Persentase (%) Tertinggi Indeks Tinggi Balita Berdasarkan Kriteria
Balita Sangat Pendek Di WilayahKerja Puskesmas
Di Kabupaten Indramayu
Tahun 2016
6
puskesmas Gabus Wetan dengan persentase sangat pendek 606 orang (27,5%),
Babadan 434 orang (26,2%), Pasekan 490 orang (21,6%), Juntinyuat 565 orang
(14,7%), Kertasmaya 470 orang (11,0%), dan Gantar 459 orang (10,1%). Dengan
jumlah balita sangat pendek di Kabupaten Indramayu sebesar 11.173 jiwa (9,9%)
dan Jumlah persentase balita sangat pendek tertinggi terdapat pada Wilayah Kerja
6.00
5.00
Presentase (%)
4.00
3.00
2.00
1.00
-
DRUNTEN CIKEDUNG SUKRA KERTICALA SIDAMULYA
WETAN
Puskesmas
Sumber: Pemegang Program Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kab. Indramayu, 2016
Gambar 1.2
Grafik Persentase (%) Terendah Indeks Tinggi Balita Berdasarkan Kriteria
Balita Sangat Pendek Di WilayahKerja Puskesmas
Di Kabupaten Indramayu
Tahun 2016
Sidamulya 102 orang (5,2%). Dengan jumlah balita sangat pendek di Kabupaten
7
Indramayu sebesar 11.173 jiwa (9,9%) dan Jumlah persentase balita sangat
pendek terendah terdapat pada Wilayah Kerja Puskesmas Drunten Wetan sebesar
0,9%.
Berdasarkan gambar grafik 1.1 dan gambar grafik 1.2 diatas terdapat
kesimpulan jumlah balita sangat pendek tertinggi berada pada wilayah kerja
puskesmas Gabus Wetan dengan jumlah persentase balita sebesar 27,5% dan
jumlah persentase balita pendek terendah terdapat pada wilayah kerja puskesmas
janin dan masa bayi/balita, program ini dipantau dari kesehatan calon Ibu.
Kegiatan Seksi Kesehatan Keluarga & Gizi Dinas Kesehatan Indramayu adalah :
Sosialisasi KMS (Kartu Menuju Sehat) pada balita baru dan diadakan pengukuran
BB/U, pemberian MP-ASI pada kurang gizi, sosialisasi BPB (Bulan Penimbangan
Balita) yang diadakan setahun 2x yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
Kegiatan ini dapat mencari balita stunting karena diadakan pengukuran BB/TB/U
penekanan Anemia pada remaja putri diberikan tablet penambah darah sebanyak
TB/BB, Penyuluhan Gizi tentang Pola Asupan makanan dan konsumsi gizi
seimbang.
8
yang meliputi Man, Money, Material dan Method (4M) dan Process yang
Dalam penanganan stunting pada balita belum diadakan program khusus yang
lebih spesifiknya, akan tetapi seksi kesehatan keluarga dan gizi melakukan
dilakukan pada 2x dalam setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus dengan
Kecamatan, Bidang Farmasi, Desa, Pamong Desa dan Kader. Kegiatan ini
kegiatan ini diperoleh dari APBD Kabupaten, BOK dan APBN. Kegiatan ini
kegiatan yang dihadiri oleh TPG (Tenaga Program Gizi) dan PKK Kecamatan.
Infantometer (alat ukur panjang badan) dan format. Pada saat pelaksanaan :
melakukan pelatihan kader tentang penggunaan alat ukur, pemantauan cara ukur,
status gizi dan jika terdapat data balita dengan BB sangat kurang pihak Dinas
ulang serta membandingkan antara tanggal lahir dan tanggal penimbangan guna
Analisis unsur tersebut bertujuan untuk melihat dari sisi Process, yaitu
diperlukan evaluasi mengenai unsur proses yang ada dalam program gizi yang
B. Rumusan Masalah
Upaya pencarian balita stunting pada Seksi Kesehatan keluarga dan Gizi
dalam setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. Berdasarkan laporan tahunan
sangat pendek pada tahun 2015 sejumlah 5.638 jiwa (7,69%) menjadi 11.173 jiwa
(9,9%) pada tahun 2016. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut ditemukan jumlah
balita stunting tertinggi pada Wilayah kerja puskesmas Gabus Wetan dengan
jumlah persentase sebesar 27,50% dan jumlah balita stunting terendah pada
Wilayah kerja puskesmas Drunten Wetan dengan jumlah persentase sebesar 0,9%.
Diketahui terjadinya stunting dipengaruhi dari kondisi calon ibu/ibu, masa janin
dan masa bayi/balita. Oleh karenanya peneliti ingin mengetahui dan mengevaluasi
(POAC) kegiatan tersebut maka Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Tahun 2017.
Tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
pauk, makanan pokok, susu guna menjadi Keluarga sadar gizi (Kadarzi) baik pada
calon ibu, saat masa janin dan masa balita, dan pentingya pemberian ASI Ekslusif
pada balita.
12
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan untuk
dilihat dari unsur pengeluaran (output) dan dampak (outcome) dengan metode
yang berbeda.
1. Masalah penelitian
2. Metode penelitian
3. Informan penelitian
kerja puskesmas Gabus Wetan dan Drunten Wetan. Informan Trianggulasi ini
yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kab. Indramayu dan Keluarga yang mempunyai
balita stunting.
Kecamatan Gabus Wetan (Wilayah Kerja Puskesmas Gabus Wetan dan Wilayah
Kerja Puskesmas Drunten Wetan) dan telah dilaksanakan pada bulan Agustus
2017.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan. Jenis
evaluasi program dibedakan menjadi dua, yaitu: Evaluasi Formatif dan Evaluasi
berjalan). Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai hasil akhir dari suatu program
Menurut WHO Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistimatis dari
1. Jenis Evaluasi
tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-
benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan. Dengan mengukur kesesuaian
14
15
telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan yang
dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut. Penilaian pada tahap
bulan sekali dan pemantauan berkala dilakukan tiap 6 bulan sampai 1 tahun sekali.
(impact).
a. Pelaksanaan Program
program semua ketentuan yang telah ditetapkan terpenuhi atau tidak. Ketentuan
dan kriteria tersebut seperti yang tercantum dalam rencana kerja program tersebut.
16
c. Efektifitas Program
program dalam mencapai tujuan atau mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi
d. Efisiensi Program
pada setiap kali program tersebut dilaksanakan. Program disebut absah (valid)
apabila pada setiap kali program tersebut dilaksanakan hasil yang diperoleh
adalah sama.
Pada penilaian sistem yang dinilai adalah seluruh faktor yang terdapat
rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksudkan disini
Penilaian pada tahap keluaran ini ialah penilaian terhadap hasil yang
3. Langkah-Langkah Evaluasi
ada)
18
dilakukan
1) Tujuan penilaian
2) Macam data
3) Sumber data
Sumber data yang baik adalah yang dapat dipercaya, akurat dan lengkap
dengan suatu tolok ukur berupa indicator ataupun kriteria tertentu. Indikator
dipergunakan jika yang ingin diukur adalah suatu perubahan, misalnya angka
d. Laksanakan penilaian
e. Tarik kesimpulan
Yang dinilai adalah sampai seberapa jauh program telah berhasil mencapai
Nilai program ada dua yaitu efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif
f. Menyusun Saran-Saran
B. Administrasi
mempergunakan orang lain. Terdapat lima unsur pokok yang peranannya amat
kesehatan. Kelima unsur pokok yang dimaksud ialah masukan (input), proses
1. Masukan
2. Proses
dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses ini dikenal pula
3. Keluaran
kesehatan (health services). Pada saat ini pelayanan kesehatan tersebut banyak
macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, pelayanan
health services).
4. Dampak
derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan ini hanya akan dapat dicapai
lingkungan yang sehat dapat terpenuhi. Kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu
yang terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).
1. Perencanaan (Planning)
dikejar selama satu jangka waktu yang akan datang dan apa yang dilakukan agar
a. Macam-macam Perencanaan
berlakunya rencana tersebut hanya untuk jangka waktu 1 tahun saja. (Azwar,
2010:189)
2. Organisasi (Organizing)
3. Pelaksanaan (Actuating)
dapat melihat dan menganggap tujuan kelompok sebagian dari tujuan mereka
a. Tujuan Pelaksanaan
98)
4. Pengawasan (Controlling)
yang telah ditentukan terlebih dahulu guna menentukan sejalan tidaknya kinerja
D. Manajemen Kesehatan
Manajemen adalah ilmu atau seni tentang cara menggunakan sumber daya
secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau seni untuk mengatur para petugas
organisasi
seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna
dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi suatu objek
ini adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu terdiri atas berbagai elemen
(subsitem) yang saling berhubungan dalam suatu proses atau struktur dalam upaya
menghasilkan sesuatu atau mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu sistem
pelayanan kesehatan adalah struktur atau gambaran dari subsitem dalam suatu unit
sistem pelayanan kesehatan ini dapat berbentuk puskesmas, rumah sakit, dan unit-
baik dalam masyarakat, usaha mengajak masyarakat untuk hidup sehat serta
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Selain itu, dapat dikaji rencana kerja bulanan yang disusun dalam
dilaksanakan oleh pimpinan, sistem pencatatan dan pelaporan (rekam data) yang
Kabupaten/Kota.
lingkup kegiatan dan sumber daya yang dikelolanya. Penerapan manajemen pada
memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unit
a. Nutrient atau zat gizi, adalah zat yang terdapat dalam makanan dan
sangat diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme, mulai dari proses
pencernaan, penyerapan makanan dalam usus halus, transportasi oleh darah untuk
jaringan tubuh, proses biologis, penyembuhan penyakit, dan daya tahan tubuh.
b. Nutrition atau gizi, adalah keseimbangan antara zat gizi yang masuk
ke dalam tubuh dari makanan dengan zat gizi yang diperlukan untuk keperluan
proses tubuh.
oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi
Keseimbangan antara asupan gizi dan kebutuhan tubuh akan menghasilkan status
gizi baik. Kebutuhan asupan gizi setiap individu berbeda tergantung usia, jenis
a. Metode Antropometri
pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia. Misalnya, berat badan, tinggi
badan, ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dadan, ukuran lingkar lengan atas,
dan lainnya. Hasil ukuran antropometri kemudian dirujuk sesuai umur dan jenis
Pendek)
a. Faktor Genetik
b. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan Pranatal
pertumbuhan janin sebelum dan setelah janin dilahirkan. Ibu hamil yang
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Pertumbuhan bayi yang menderita
BBLR akan mengalami keterlambatan sampai usia balita bahkan sampai remaja.
b) Toksin/zat kimia
Bayi yang lahir dari ibu perokok dapat menderita berat badan lahir rendah
c) Endokrin
d) Radiasi
kerusakan otak dan mirosepali. Demikian juga radiasi yang diderita oleh laki-laki,
tidak sempurna.
29
e) Infeksi
sedangkan infeksi lainnya seperti varisela, malaria, HIV, polio, campak dapat
f) Imunitas
2) Lingkungan Postnatal
hari setelah bayi dilahirkan. Masa perinatal merupakan masa rawan untuk
a) Gizi
tubuh prinsip gizi seimbang harus menjadi dasar pemberian makanan pada masa
pertumbuhan, yaitu seimbang antara kebutuhan dan asupan gizi pada masa
b) Jenis kelamin
berpotensi memiliki berat dan tinggi badan lebih besar di bandingkan perempuan.
30
Bayi yang lahir laki-laki mempunyai berat badan optimal 3,3kg dan panjang 49,9
cm, sedangkan pada bayi perempuan berat badan optimalnya 3,2 kg dan panjang
c) Umur
Terdapat dua masa pertumbuhan cepat yaitu masa usia bawah lima tahun
dan masa remaja. Pada masa balita terjadi pertumbuhan semua jaringan tubuh
terutama otak, tetapi balita lebih mudah mengalami sakit dan menderita kurang
d) Ras/suku bangsa
e) Hormon
tiroid dan human growth hormon (HGH). Gangguan pertumbuhan timbul karena
lain. Hormon pertumbuhan adalah, hormon anabolik yang berperan sangat besar
f) Perawatan kesehatan
ketahui dan dilakukan upaya perbaikan seperti menjaga anak berada pada
lingkungan yang bersih dan pola pemberian makan yang benar. (Par’I, 2014: 18-
23)
32
F. Kerangka Teori
Program Kesehatan
Impact:
kk Meningkatnya
Input: Process: pengetahuan
keluarga
Man Planning dengan
Money Organizing Output: penerapan
Cakupan PHBS dan
Material Actuating KADARZI.
sesuai target
Method Controlling dibawah 20% Masyarakat
ikut serta
pelaksanaan
imunisasi dan
pengukuran
balita.
Gambar 2.1
Kerangka Teori Evaluasi Program Kesehatan
(Azwar, 2010)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument
kunci.
kualitatif dimana peneliti dapat menarik generalisasi, teori yang abstrak tentang
proses, tindakan atau interaksi berdasarkan pandangan dari partisipan yang diteliti
Tabel 3.1
Definisi Istilah
33
34
Kab.Indramayu
4. Ka. UPT PKM
dan Pemegang
program gizi
stunting di
wilayah kerja
puskesmas
Drunten Wetan
dan Gabus
Wetan.
5. Keluarga yang
mempunyai
balita stunting
B. Informan Penelitian
pada penelitian ini hanya melibatkan jumlah partisipan yang sedikit (sebanyak 5-8
partisipan). Jumlah informan yang relativ kecil pada umumnya digunakan pada
36
Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama dan informan
1. Kriteria Informan
a. Kriteria inklusi
b. Kriteria ekslusi
dipilih adalah
a) Informan utama
b) Informan Triangulasi
C. Tempat Penelitian
Wilayah Kerja Puskesmas Gabus Wetan dan Wilayah Kerja Puskesmas Drunten
Wetan.
D. Waktu Penelitian
E. Etika Penelitian
karena berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus
penelitian
diberikan
penelitian
Informed Consent, yaitu memberi tahu secara jujur maksud dan tujuan terkait
gunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan dipublikasikan tanpa izin
partisipan.
pembicaraan.
1. Data primer
Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer diperoleh
langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambil data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Data
2. Data sekunder
Data sekunder adalah yang diperoleh dari pihak lain tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya data dokumentasi atau
40
data laporan yang telah tersedia (Saryono, 2013: 178). Data sekunder dalam
penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti mau
data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
tertentu, diperoleh data yang kredibel. Proses dalam analisis data, yaitu data
2010:246).
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta mencari pola dan temannya,
41
sehingga data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, grafik, flowchart dan
sejenisnya
sebelumnya belum pernah ada, temuan dapat berupa deskriptif yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti akan menjadi jelas.
Secara geografis Kabupaten Indramayu berada pada posisi 107º 52’ - 108º
36’ Bujur Timur dan 06º 15’ - 06º 40’ Lintang Selatan. Sedangkan berdasarkan
sampai 2%.
saat ini terdiri dari 31 Kecamatan, 309 Desa dan 8 Kelurahan, dengan luas
Wilayah 2.099,42 KM² atau 209.942 Ha dengan panjang garis pantai 147 KM
Utara Jawa memiliki suhu udara cukup tinggi yang berkisar antara 22,9º - 30ºC,
42
43
tahun 2011 sebanyak 1.789.204 jiwa. Tahun 2016 penemuan Balita stunting
sebesar 9.9% dari target 20%. Sementara untuk fasilitas kesehatan di Kabupaten
daerah yang dituangkan dalam Visi Kabupaten Indramayu, Visi Dinas Kabupaten
menjaga kesehatannya
Informan pada penelitian ini adalah seorang yang ahli dibidangnya dan
berikut :
Tabel 4.1
Karakteristik Informan Utama Berdasarkan Usia, Pendidikan
Terakhir, Masa Kerja dan Jabatan
Variabel Proses
1. Perencanaan
gizi yang berkaitan dengan stunting pada Balita di Kabupaten Indramayu. Analisis
Tabel 4.2
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan Berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema
“Jadi untuk target tidak tercover dan harusnya stunting itu zero (0) ataupun
dibawah 20%. Dan kalau ada stunting penimbangan di Kab.X itu bohong
meningkatnya IPM tetapi masih ada yang terkena masalah gizi seperti
stunting, kwashiokor, maupun marasmus dan itu tugas saya untuk
mendongkrak untuk petugas harus benar-benar diperhatikan”. (IU-1)
“Kalau kita satu bulan, triwulan, dan pemantauan terakhir secara berkala
yaitu satu semester atau satu tahun, disatu tahun itu ada secara
keseluruhan atau komprehensif. Dari hasil evaluasi secara general masih
ditemukannya masalah itu menjadi PR saya untuk dibenahi kembali,
dikerjakan dan harus dilaksanakan RKA dan DPA yang selanjtunya. Terus
terang saja kita membuat POAC secara sengaja, dan masalah dana itu dari
APBD baik dari pusat maupun daerah jika terdapat hasil dari evaluasi
tersebut masih ditemukannya masalah”. (IU-1)
“Kalau menurut saya sudah, sumber anggaran sudah tercover dari dana
BOK, APBD, dan Anggaran Daerah”. (IU-1).
“Di puskesmas kami terdapat satu petugas pemegang program gizi dan
pyur bukan latar belakang gizi. Jika kami mengacu pada standar SOP
puskesmas ini masih membutuhkan 5 item, antara lain petugas gizi, kesling,
apoteker, dokter gigi, analis kesehatan. Seharusnya ada petugas gizi disini
tetapi belum diadakan karna sulitnya mengangkat tenaga kontrak ataupun
tenaga sementara”. (IU-1)
“bermula dari ibu yang mengalami KEK, jika ibu hamil yang mengalami
tinggi kami akan mendroping PMT dan pada balita tergantung jumlah ibu
yang menderita KEK dan itu seluruh puskesmas dapat semua dan untuk
pemberian tablet hampir 70% ibu hamil mendapatkan tablet tersebut”
(IU2)
“Gizi itukan ada gizi mikro dan gizi makro, kalau KEK kan masuknya gizi
makro, kalau anemi itu termasuknya gizi mikro, itu juga dibagikan tablet
buat penambah darah untuk ibu hamil, setiap program ibu hamil
mendapatkan 90 tablet penambah darah anemi, jika yang terkena anemu itu
mendapatkan tablet 2X90hari setiap pemeriksaan”. (IU-2)
“Perawat, bidan, kebanyakan D3 gizi dan D1, seperti di desa X, desa X itu
yang D1. Desa X ada 7 orang yang D1, seharusnya pembagian petugas gizi
ini satu petugas satu puskesmas dan minimal D3” (IU-2)
50
“Kalau sarana untuk stunting itu alat pengukurnya ada, ada pengukuran
badan, penimbangan balita terdapat 3 set itu yang di puskesmas kalau yang
di posyandu itu dapat dari BOK”. (IU-2)
“ya kalo dari ekonomi, pendidikan gitukan susah ya. Kita paling bisa
kontribusinya 30% tapi kalo sudah terjadi infeksi kita rujuk ke puskesmas
kalo tida bisa ya ke rumah sakit. Kan dapet laporan dari kader, bidan desa
lalu ke puskesmas terus ke RS kalau ada infeksi”. (IU-3)
“Ya itu saya sendiri yang membuat RKA dan DPA”. (IU-3)
“sebenernyamah kalo sudah ada poli UPK jadinya dua, Cuma untuk
sekarangmah ya satu puskesmas tuh satu petugas gizi, jadi harus
dimaksimalkan”. (IU-3)
“ya paling minta bantuan dinas, farmasi kalo ada. Kalo kitannya gabisa
kan bisa minta ke gudang farmasi, ya dimana aja sih yang ada celah”.
(IU3)
“Kalau perencanaan stunting itu ada di BPB 2X dalam setahun dan kalau
hasil penimbangan pengurus belum siap di rekap. Aman diambilnya BB/TB
aja. Hasilnya banyak yang kurus, kalau sudah hasil dari BPB itu kita buat
perencanaan kitanya ngasih yang survey kelapangan nanti swipping terus
validasi data, nanti hasil itu ada itu berupa hasil validasi ini tingginya tidak
sesuai dengan yang di tulis, disitunya gizi buruk atau statusnya kurus atau
pendek ternyata salah ngukur kalo salah ngukur kitanya. Missal, yang
51
divalidasinya kan sekian divalidasi 10 terus diukur lagi yang tadi TB nya 59
misalkan jadinya 70 kan ga masuk kriteria”. (IU-4)
“status gizi banyaknya kurang gizi, kalo gizi buruk kemaren dari posyandu
“Ada satu, makanya saya juga bukan dari latar belakang gizi, tahun
kemaren mah ada waktu tahun 2014 petugas ahli gizinya lima pindah
kebandung, jadi di tugaskan aja”. (IU-4)
“Dari Anggaran tercukupi, biasanya sih disini banyak yg lagi program MP-
ASI numpuk jadi nya”. (IU-4)
“Sarana kalau ada yang rusak kita lapor kedinas missal dacin”. (IU-4)
“Sarana yang kurang ya dacin, kadang dalam satu desa ada berapa pos
dacinnya cuma setengahnya tapi sekarang Alhamdulillah sudah satu-satu
yang kasian mah di desa X di posyandunya 11, dacin nya tuh ada 5 jadi
dari satu posyandu itu pindah-pindah”. (IU-4)
“Harapan saya , ya bantuan kaya orang desa kan mau nya gitu ya, nah
Sedangkan bantuan ya tidak”. (IU-4)
“dan bantuannya sih kadang-kadang, nanyanya dapet susu engga itu mah
satu tahun sekarang juga masih banyak, Cuma susu kemaren dikasih nya
emon, orang sini mah maunya susu, biskuitmah pada nolak katanya bosen”.
(IU-4)
cakupan, jika rendahnya cakupan pada gizi Ibu hamil maka diadakan tindakan
52
seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan pemberian tablet Fe pada Ibu
hamil dan Balita, dikarenakan proses terjadinya stunting berawal dari status gizi
ibu saat mengandung yang akan berpengaruh pada janinnya, yang kemudian
Evaluasi program ini dilakukan pada saat triwulan dan pemantauan terakhir
dilakukan satu tahun yang dilakukan secara keseluruhan program. Dari hasil
evaluasi ini dibuatkannya perencanaan berupa RKA dan DPA oleh tenaga
pemegang program gizi itu 1 puskesmas 1 tenaga pelaksana gizi dan berlatar
31 tenaga pelaksana yang berlatar belakang D1, D3 Gizi dan sisanya adalah
pelaksana gizi walau tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan gizi. SDM
petugas menyadari bahwa dengan adanya hal tersebut pelaksanaan kegiatan tidak
maksimal. Anggaran sudah tercover dan tercukupi dari dana APBD, BOK, dll.
53
Sarana dan prasarana terdapat timbangan balita, Vit.A, tablet Fe, pengukuran
badan, MP-ASI, PMT berupa biskuit dan susu, Dacin, Metlen. Terdapat keluhan
pada sarana salah satunya pada Dacin yang sering rusak dan kekurangan Dacin,
2. Pengorganisasian
Tabel 4.3
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan Berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema
Berdasarkan hasil tema diatas didapatkan bahwa hasil wawancara sebagai berikut:
“Ada, kalau sekrangkan bulan agustus diadakan kegiatan PSG, 3 hari sebelum
pelaksanaan”. (IU-2)
“setiap lokmin dan saat evaluasi kita disitu selalu berkordinasi”. (IU-3)
“Terdapat 7 Desa meliputi Desa X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7”. (IU-3)
“Wilayah kerja puskesmas ini ada 6 desa. Desa X1, desa X2, desa X3
desa X4 desa X5, desa X6”. (IU-4)
”Pengordinasian pada Saat lokmin, pemberian Vit A suka ada di lab, itu
sebelum pelaksanaan lintas program”. (IU-4)
Petugas Pelaksana Gizi, Bidan Desa, Kader pada saat mengadakan rapat swadaya,
lokmin yang dilakukan 2x dalam setahun dan diadakannya rapat 3 hari sebelum
masih kurang.
55
3. Pelaksanaan
Tabel 4.4
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan Berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema
Berdasarkan hasil tema diatas didapatkan bahwa hasil wawancara sebagai berikut:
“Wilayah kerja puskesmas X ini terdapat 7 Desa meliputi Desa X1, X2,
X3, X4, X5, X6, dan X7”. (IU-3)
“Kalo lokmin kan setiap bulan, lokakarya setiap bulan, BPB Februari dan
Agustus, validasi Maret dan September, Swipping BPB pada saat Februari
dan Agustus, alai penyelidikan epidemi bersifat insidental hanya jika ada
kejadian balita yang terkena masalah gizi saja, PMT, MP-ASI juga sama
bersifat insidental. Kalo pemantauan garam itu tergantung program,
dilakukan kapan saja asal ada dananya. Kalau pembinaan berarti
pertengahan bulan Februari dan Agustus, kelas gizi Cuma dikasih setahun
3 bulan 2x”. (IU-3)
“kita petugas gizi menyediakan fasilitas, alat dan bahan seperti alat
timbangan, dacin, kita kasih alat pengukur peninggi badan, metlen, kalau
di bulan Februari dan Agustus kita kasih Vit.A saja, kalo penimbangan
kan udah jadi kegiatan rutin paling kalo ada yang rusak kita yang minta
ganti”. (IU-3)
“disini banyaknya stunting 7,4% atau 212 pada balita tahun 2017 belum
termasuk wilayah rawan gizi masih berada 10%”. (IU-3)
“Hambatan pelaksanaan kalo dari sasaran ibunya pendidikannya kurang,
ekonomi, lingkungan rumah. Mungkin dari sayanya juga karna mungkin
sayanya double job jadi tidak bisa fokus karna satu sisi puskesmas saya
harus piket, dan program harus berjalan, jadi pelaksanaannya kurang
maksimal, masyarakat kurang berpartisipasi sebenernya tergantung kita,
kalau kitanya bisa merangkul lalu menjelaskannya dimengerti ya
masyarakatmah mau mau aja asal jangan dimintain dana”. (IU-3)
“Hasil laporan kita ambil rekapan dari bidan dan sudah ada
pembukuannya”. (IU-4)
BPB dan pemberian Vit.A, Validasi Gizi Buruk, pemberian MP-ASI Gakin
Epidemi tetapi bersifat Insidental dalam artian jika ditemukan kasus, Pemulihan
Ibu Hamil KEK/Pemberian tablet Fe, Pembinaan Posyandu dan Kelas Gizi
setelah posyandu.
Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) menyediakan fasilitas seperti alat dan bahan
Mikrotoise dll, Pemberian tablet Fe, Vit.A, PMT, Imunisasi. Hasil wawancara
Dacin, jumlah dacin tidak sesuai dengan jumlah posyandu sehingga saat
pelaksanaan antara posyandu satu dengan posyandu lain saling menunggu untuk
pengukuran menggunakan dacin, dacin pun salah satu sarana yang sering rusak.
Terlambatnya pengiriman PMT dari pusat dikarenakan faktor letak geografis yang
desa.
59
X dan Puskesmas Y faktor penyebab terjadinya stunting adalah pola asuh yang
salah, pola makan yang salah disebabkan karena kurangnya pengetahuan orangtua
Puskesmas X dan Puskesmas Y adalah buruh kasar dan nelayan sehingga petugas
Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) juga termasuk salah satu faktor pengacu
terjadinya stunting, menurut data status gizi ibu hamil yang mengalami
KTD, sehingga status gizi ibu hamil dapat berpengaruh terhadap status gizi janin
atau balita.
Hasil pelaporan kegiatan diambil dari Bidan Desa yang sudah terdapat
pembukuannya tersendiri, tetapi satu kasus Bidan Desa tidak mencatat jika
terdapat kasus balita yang terkena stunting, saat pelaksanaan validasi data ternyata
ditemukan balita yang terkena stunting, jika ditemukan infeksi maka dirujuk ke
Puskesmas, dan Rumah Sakit. Tidak semua puskesmas mempunyai Data Base
sehingga jika diminta data tidak tersedia. Adanya perubahan struktural organisasi
Dinas Kesehatan pun membuat program tidak difokuskan karena satu bidang
4. Pengawasan
gizi yang berkaitan dengan stunting pada Balita di Kabupaten Indramayu. Analisis
Tabel 4.5
Analisis Hasil Tema Variabel Pelaksanaan berdasarkan Kata
Kunci Kategori Sub Tema dan Tema
Berdasarkan hasil tema diatas didapatkan bahwa hasil wawancara sebagai berikut:
“Kalau saya dan Ka.TU selalu terjun ke lapangan setiap hari Senin dan
Selasa, dan selalu bagi waktu antara saya dan Ka.TU untuk memantau”.
(IU-1)
“Ya, kita monitoring”.(IU-2)
“disetiap posyandu saya melakukan pengawasan paling engga 6 desa
turun satu posyandu”. (IU-4)
dan evaluasi tiap program akan tetapi pemantauan kurang maksimal dikarenakan
A. Keterbatasan Penelitian
informasi yang didapat tidak maksimal dan peneliti memutuskan untuk mengganti
sasaran informan dan sasaran puskesmas untuk diteliti sudah berkonsultasi dan
berikut:
permasalahan pada Gizi Ibu Hamil seperti Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan
seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Ibu hamil dan Balita atau
62
63
pemberian tablet Fe, dikarenakan proses terjadinya stunting berawal dari status
gizi ibu saat mengandung yang akan berpengaruh pada janinnya atau gizi balita.
program ini bertujuan untuk menganalisis suatu cakupan program dan dikaitkan
dilakukan setiap triwulan dan pemantauan terakhir dilakukan satu tahun yang
perencanaan berupa RKA dan DPA oleh tenaga pelaksana gizi tersebut dan
penentuan gizi yang seimbang dan baik dilihat dari karbohidratnya, vitamin,
kalori dan melaksanakan jenis kegiatan yang mengacu pada RKA dan DPA yang
BPB, Pemberian Vit.A, Fe, MP-ASI, PMT, Validasi gizi buruk, pembinaan
lama jadi ditargetkan dibawah 20%, karena terjadinya stunting memerlukan waktu
yang lama dimulai dari status gizi calon ibu, gizi ibu hamil dan gizi balita. faktor
lingkungan, dll.
64
“Jadi untuk target tidak tercover dan harusnya stunting itu zero (0) ataupun
dibawah 20%” (IU-1). Hal ini dibenarkan oleh beberapa informan sebagai
berikut:
“stunting (tumbuh pendek) itukan rata-rata di atas 20% itu sudah merupakan
masalah kesehatan masyarakat, kalau dibawah 20% itu belum terjadi masalah”
(IU-2).
gizi sendiri sedangkan pemegang program gizi tidak semua berlatar belakang gizi,
kenyataannya perencanaan untuk stunting ini belum spesifik dan tidak terlalu
perencanaan yang sesuai. Seperti intervensi gizi spesifik, intervensi gizi sensitif
dan difokuskan pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) untuk meningkatkan
kualitas kehidupan.
pelaksana gizi dan berlatar belakang minimal D3 Gizi, tetapi pada kenyataannya
dari 49 puskesmas hanya 31 tenaga pelaksana yang berlatar belakang gizi dan
1 tenaga pelaksana gizi walau bukan basicnya. SDM Petugas kesehatan gizi masih
hasil kegiatan dan piket di puskesmasnya dan petugas menyadari bahwa dengan
SDM tenaga gizi ini seringkali terdapat beberapa puskesmas yang tidak dapat
melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan sehingga hal ini dapat menjadi
hambatan pelaksanaan seperti tidak bisa mengcover gambaran status gizi balita di
wilayahnya dan tidak dapat terdeteksi bila ada balita yang mengalami status gizi
yang kurang baik, dan akan menghambat pelaporan pada pusat terkait gambaran
puskesmas tersebut hingga berdampak buruk pula dengan wilayah kerja dan
puskesmas tersebut.
“tidak semua puskesmas bisa melaksnakan BPB, Ya, karna kekurangan SDM”
(IU-2).
“ Kalau kita selalu minta pada saat untuk penambahan tenaga penanganan
gizi” (IU-2).
“seharusnya pembagian petugas gizi ini satu petugas satu puskesmas dan
minimal D3” (IU-2).
“Di puskesmas kami terdapat satu petugas pemegang program gizi dan pyur
bukan latar belakang gizi” (IU-1).
66
“Ada satu, makanya saya juga bukan dari latar belakang gizi, tahun kemaren
mah ada waktu tahun 2014 petugas ahli gizinya lima pindah kebandung, jadi di
tugaskan aja” (IU-4).
Kurangnya SDM tenaga kesehatanpun dirasakan pada Indonesia,
(bppsdmk.kemkes.go.id)
Melihat jumlah SDM tenaga gizi dan beban kerja seharusnya sebelum
menentukan jumlah tenaga gizi pihak yang terkait dapat menghitung dan
pertama lainnya diwilayah kerja dan pembagian waktu kerja. Hal ini dibenarkan
Hal ini sudah ditetapkan pada UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2014
Diploma Tiga”. Sehingga pemenuhan SDM tenaga kesehatan dan minimal tingkat
Anggaran sudah tercover dan tercukupi dari dana APBD, BOK, dll.
Sarana dan prasarana terdapat timbangan balita, Vit.A, tablet Fe, pengukuran
badan, MP-ASI, PMT berupa biskuit dan susu, Dacin, Metlen. Terdapat keluhan
pada sarana salah satunya pada Dacin yang sering rusak dan kekurangan Dacin,
sehingga satu kasus karna kurangnya dacin sehingga saat pelaksanaan posyandu
yang lain menunggu giliran dacin untuk digunakan pada tiap kegiatan
posyandunya, hal ini dapat menghambat pelaksanaan dan tidak efektif, pemberian
pemberian PMT dikarenakan letak geografis yang jauh sehingga pada pelaksanaan
droping PMT tidak ada, terkadang membeli PMT berupa biskuit dengan
di dobel untuk kegiatan PMT selanjutnya, hal ini akan berpengaruh pada kualitas
“Kalau menurut saya sudah, sumber anggaran sudah tercover dari dana BOK,
APBD, dan Anggaran Daerah” (IU-1).
“Kendala yang kedua kadang untuk sarana baik PMT ataupun lainnya kadang-
kadang kurang karna jauh transportasinya ketika ada droping terlambatnya
PMT dari pusat” (IU-1)
“Ya dacin, kadang dalam satu desa ada berapa pos dacinnya cuma
setengahnya” (IU-4).
perawatan dan pemeriksaan secara berkala agar tetap layak fungsi dan dapat
menentukan jumlah menurut kebutuhan sehingga tidak ada kurangnya sarana dan
kerusakan sarana yang menjadi hambatan pelaksanaan. Hal ini sesuai dengan
program untuk stunting yang lebih spesifik dari mulai status gizi remaja. Karena
penentuan stunting berawal dari calon ibu, masa ibu dan masa balita khususnya
1000 HP, penambahan SDM Kesehatan, pemenuhan sarana dan prasarana. Hal ini
kesehatan”. (Depkes.go.id)
masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Hal ini sesuai
cakupan sejumlah 11.173 jiwa (9,9%), hal ini mengartikan bahwa target sudah
Gizi (TPG) pada tiap puskesmas, Bidan Desa, Bidang Farmasi, Desa, Pamong
Desa dan Kader. Tidak hanya itu, Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi pun saling
bekerjasama dengan Seksi KIA, Seksi Promkes, Seksi Kesling, dll. Dikarenakan
kegiatan yang mengenai Seksi diatas, bukan hanya pelaksanaan dalam Posyandu
saja tetapi untuk menurunkan angka kejadian faktor pendukung saling berkaitan
didalamnya terdapat Bapak Camat, KB, Kader, dan PAUD untuk melakukan
mengcover jumlah desa dan terdapat beberapa posyandu guna memantau status
seperti sudah terkena Infeksi maka Kader melaporkan kepada Bidan Desa, dan
Bidan Desa melaporkan pada Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas lalu di rujuk
sakit untuk penanganan yang lebih insentif. Namun karna kurangnya SDM tenaga
maksimal, salah satu contoh tenaga pelaksana gizi di puskesmas hanya satu,
memantau atau ikut serta dalam 1 posyandu saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan
salah satu informan (IU4) ” disetiap posyandu paling engga 6 desa turun satu
posyandu”.
puskesmas keliling dan bidan desa tetapi terdapat beberapa puskesmas yang tidak
program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung
sektor yang terkait sehingga jika terdapat penemuan balita dengan status gizi
dalam bentuk RKA dan DPA, pelaksanaan juga mengacu pada RKA dan DPA.
Pelaksanaan kegiatan yang baik akan berpengaruh pada hasil cakupan dan target
Lokakarya Mini Puskesmas (Lokmin) ini adalah suatu acara yang dilakukan setiap
tertentu dan mencari solusinya, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui hasil
beban kerja setiap petugas puskesmas, melakukan pembagian tugas baru sesuai
setahun yaitu Bulan Februari sampai Agustus, kegiatan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran data status gizi seluruh balita di wilayah kerja secara
kelompok umur dan jenis kelamin. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan
menentukan umur dan status gizi balita sesuai standar baku WHO-NCHS 2005,
laporan hasil kegitan. Akan tetapi masih terdapat beberapa puskesmas yang tidak
kegiatan ini dilakukan validasi BPB kembali apabila hasil tidak valid maka
dilakukan pengukuran ulang pada balita, hal ini tidak mengefektifkan waktu
dikarenakan pengukuran dilakukan dua kali dan jumlah kunjungan balita pun
tidak akan sama seperti pelaskanaan awal, hal ini seharusnya tidak terjadi dan
penggunaan alat ukur maupun pengisian data dan pengelolaan data, baik pada
tenaga gizi maupun pada tenaga pelaksana seperti kader, bidan desa, tpg.
73
perencanaan WHO pada bulan April tahun 2006 tentang pemberlakuan standar
maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap standar antropometri yang sudah ada
di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pelaksanaan BPB yang sudah mengacu pada
“Setiap balita harus mempunyai KMS sesuai jenis kelamin, KMS yang dimaksud
bulan dan sebagai media penyuluhan gizi dan kesehatan” hal ini menandakan
setiap Balita harus mempunyai KMS dan mengikuti kegiatan BPB dan didalam
Bayi yang sehat adalah bayi yang mampu melewati masa kritis 1000 hari pertama
kelebihan gizi. MP-ASI diberikan setelah bayi yang telah melewati masa Asi
Ekslusif yaitu saat umurnya sudah 6 bulan atau lebih. Energi yang dibutuhkan
bayi dari MP-ASI sekitar 200 kkal/hari pada umur 6 – 8 bulan, 300 kkal/hari pada
umur 9 – 11 bulan dan 550 kkal/hari pada umur 12 - 23 bulan. WHO (2003)
energi, protein, dll. Berikan makanan yang bertekstur lumat seperti bubur.
Pemberian PMT biasanya seperti biskuit dan susu akan tetapi terdapat
keterlambatan pemberian PMT dari pusat yang dikrenakan letak geografis yang
menggunakan anggaran desa dan respon masyarakat yang inginnya diberikan susu
“Kendala yang kedua kadang untuk sarana baik PMT ataupun lainnya kadang-
kadang kurang karna jauh transportasinya ketika ada droping terlambatnya
PMT dari pusat. Alhamdulillah kemarin sekali droping bisa untuk beberapa
bulan. Ketika ada kegiatan yang lain otomatis menggunakan dana APBD atau
Alokasi Dana Desa”. IU-1)
“ya bantuan kaya orang desa kan mau nya gitu ya, nah Sedangkan bantuan ya
tidak dan bantuannya sih kadang-kadang, nanyanya dapet susu engga itu mah
satu tahun sekarang juga masih banyak, Cuma susu kemare dikasih nya emon,
orang sini mah maunya susu, biskuitmah pada nolak katanya bosen.” (IU-4)
dikhususkan untuk penambah darah Ibu Hamil setiap pada pelaksanaan ibu hamil
diberikan 90 tablet penambah darah, dan 2x90hari diberikan tablet Fe pada ibu
hamil yang terkena Anemi. Pemberian tablet Fe ini selain untuk mencegah terkena
Anemia dan terkena Anemia tablet ini juga bermanfaat untuk mencegah kecacatan
pada perkembangan bayi yang disebabkan oleh anemia berat. Oleh sebab itu Ibu
hamil sangat memerlukn tablet Fe ini. Pembinaan Posyandu dan Kelas Gizi
setelah posyandu.
bahan seperti Alat Pengukur penimbangan balita seperti timbangan injak, Dacin,
Mikrotoise dll, Pemberian tablet Fe, Vit.A, PMT, Imunisasi. Hasil wawancara
Dacin, jumlah dacin tidak sesuai dengan jumlah posyandu sehingga saat
75
pelaksanaan antara posyandu satu dengan posyandu lain saling menunggu untuk
pengukuran menggunakan dacin, dacin pun salah satu sarana yang sering rusak.
Terlambatnya pengiriman PMT dari pusat dikarenakan faktor letak geografis yang
Desa.
asuh yang salah, pola makan yang salah disebabkan karena kurangnya
dan sosialisasi. Kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pun termasuk salah
satu faktor pengacu terjadinya stunting, menurut data status gizi ibu hamil yang
kejadian KTD, sehingga status gizi ibu hamil dapat berpengaruh terhadap status
Hasil pelaporan kegiatan diambil dari Bidan Desa yang sudah terdapat
pembukuannya tersendiri, tetapi satu kasus Bidan Desa tidak mencatat jika
terdapat kasus balita yang terkena stunting, saat pelaksanaan validasi data ternyata
ditemukan balita yang terkena stunting, jika ditemukan infeksi maka dirujuk ke
Puskesmas, dan Rumah Sakit. Tidak semua puskesmas mempunyai Data Base
76
sehingga jika diminta data tidak tersedia. Adanya perubahan struktural organisasi
Dinas Kesehatan pun membuat program tidak difokuskan karena satu bidang
bagaimana mestinya, latar belakang SDM bukan dalam ahli Gizinya sehingga
pembuatan perencanaan tidak begitu spesifik untuk penanganan gizi hal ini
pengukuran data, sarana dan prasarana terdapat kerusakan dan kekurangan pada
alat pengukur seperti dacin akan menghambat pelaksanaan, kurangnya dacin dapat
dapat merangkul masyarakat seperti home visit atau penyuluhan yang menarik,
sosial budaya, ekonomi, lingkungan, sehingga dapat berpengaruh pada pola asuh
dan konsumsi pangan yang berpengaruh pada status gizi, dalam pelaksanaan ini
tidak terdapat target dan waktu lama pelaksanaan, semua kegiatan yang sudah
pelatihan berkala pada tenaga pelaksana supaya tidak terjadi kesalahan pada
status gizi pada balita. pemenuhan sarana prasarana serta perawatannya supaya
semaksimal mungkin.
pelaksanaan pengawasan pada Data base, Logistik Kapsul, Sarana & Prasarana
seperti Dacin, Mikrotoise, Infantometer (alat ukur panjang badan) dan format.
penggunaan alat ukur, pemantauan cara ukur, entry data, penentuan status gizi,
78
pengentrian data, pihak Dinas Kesehatan melakukan Penentuan status gizi dan
jika terdapat data balita dengan BB sangat kurang pihak Dinas Kesehatan
mengembalikan data dan dilakukan cara pengukuran dan penimbangan ulang serta
membandingkan antara tanggal lahir dan tanggal penimbangan guna validasi data,
dan evaluasi dilakukan triwulan dan setahuan sekali pada keseluruhan program.
meneruskan rencana kegiatan program yang sudah ditetapkan di RPK, dan yang
berupa sarana dan prasarana pun dikatakan kurang dikarenakan masih adanya
sarana yang kurang dan rusak, pengawasan dilakukan pada saat sumber anggaran
akan menciptakan petugas yang terlatih. Sumber daya manusia yang terlatih walau
bukan basicnya, terampil dan aktif dapat meningkatkan cakupan program gizi
sehingga dengan demikian petugas mendapatkan gambaran status gizi yang lebih
valid dan dapat mengubah perlahan faktor penghambat seperti pengetahuan, sikap,
kesehatan gizi yang berkaitan dengan stunting yang sudah berjalan, banyaknya
bagi pelaksanaan program gizi karena dengan demikian program gizi selalu
A. Simpulan
dalam pelaksanaan program gizi yang berkaitan dengan sunting (Tubuh pendek)
spesifikasi untuk penanganan khusus stunting jika dilihat dari jenis kegiatan yang
sudah direncanakan, dan tidak fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan,
lintas program namun belum maksimal dikarenakan kurangnya SDM dan adanya
dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja puskesmas yang belum
81
82
yang dilaksanakan setahun sekali, namun terdapat beberapa puskesmas yang tidak
B. Saran
dianjurkan adalah:
1. Bagi Puskesmas
dan kalsium.
pendataan.
spesifik untuk stunting, dan penambahan jumlah sdm dan pemenuhan sarana
dilihat dari unsur pengeluaran (output) dan dampak (outcome) dengan metode
yang berbeda.
84
DAFTAR PUSTAKA
Nasrul, dkk. Faktor risiko stunting usia 6-23 bulan di kecamatan bontoramba
kabupatenjaneponto. The indonesian journal of public health volume 11,
nomor 3 september 2015
Infodatin pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. 2016. Situasi Balita
Pendek. Dari Depkes.go.id (diakses hari Selasa, 28 Maret 2017, jam 08.30
Wib)
Kebijakan Strategis dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi (KSRAN-PG 2016-2019).
Dari bkb.pertanian.go.id (diakses hari Selasa, 12 September 2017, jam
20.55 Wib)
85
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Proivinsi Jawa Barat tahun
2007. Dari terbitan.litbang.depkes.go.id (diakses hari Senin, 17 April
2017, jam 13.00 Wib)