Surveilans Penyakit TB Paru
Surveilans Penyakit TB Paru
Surveilans Penyakit TB Paru
PENDAHULUAN
dapat berlangsung efektif, efisien dan tepat sasaran maka diperlukan suatu kegiatan
kemampuan program TB baik dalam hal mendeteksi kasus TB, menjamin selesainya
Penyakit Tuberkulosis sebagai salah satu penyakit menular, sampai saat ini
Menurut data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Tahun 2012 penyakit
setelah India dan China, serta diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru
TB, dan kematian karena TB sekitar 130.000 atau secara kasar diperkirakan setiap
100.000 penduduk di Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru atau BTA
Positif.2
1
Di provinsi Lampung diketahui bahwa angka BTA positif pada tahun 2007-2012
cenderung berfluktuatif naik turun, sedangkan angka konversi dan kesembuhan nampak
berfluktuatif naik turun. Untuk mencapai target perlu dilakukan berbagai upaya. Upaya
yang dilakukan harus terus diperbaiki dan ditingkatkan karena angka kesembuhan TB
Paru BTA + ini belum mencapai target ≥ 85%. Jumlah TB paru klinis dibandingkan
antara kabupaten/kota, maka Kota Bandar Lampung dengan kasus terbesar dan Kota
Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA positifnya terbesar adalah Kota Bandar
Lampung dan terkecil adalah Kota Metro, menunjukan bahwa Case Date Rate (CDR)
penemuan penderita baru TBC BTA positif Provinsi Lampung selama tiga tahun
persentasenya meningkat tetapi pada tahun 2007 sedikit menurun menjadi 40,5%,
persentase ini masih jauh dari yang ditargetkan yaitu sebesar 70%.3
Berdasarkan data yang didapatkan di Puskesmas Sukabumi pada bulan Januari 2015
didapatkan 2 kasus baru Tuberkulosis, pada bulan Februari sampai april terdapat
kesamaan yaitu ditemukan 4 kasus baru Tuberkulosis, pada bulan Mei didapatkan 7
kasus baru Tuberkulosis, sedangkan pada bulan Juni didapatkan 11 kasus baru
Tuberkulosis. Dari data yang didapatkan di Puskesmas Sukabumi dapat dilihat bahwa
terdapat peningkatan setiap bulannya terutama pada bulan Juni. Sehingga penulis ingin
2
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana distribusi data penyakit Tuberkulosis (TB) paru dari tahun 2010
1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Bandar Lampung.
b. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat
2. Untuk Masyarakat
3. Untuk Puskesmas
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kegiatan surveilans di
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
dan penyebaran infeksi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu, yang cukup
akurat dan sempurna yang relevan untuk penanggulangan yang efektif 4. Sementara
Tidak Menular Terpadu, menyebut bahwa surveilans adalah adalah kegiatan analisis
kesehatan5.
Dari kedua definisi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan bahwa kegiatan-
4
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data
surveilans epidemiologi.
populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat
Tujuan Surveilans4,7
suatu wilayah
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan prioritas masalah kesehatan.
masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi masalah. Dengan data surveilans
yang layak dapat diketahui besaran masalah dari setiap masalah kesehatan yang
5
tertentu dari penderita, dengan membandingkan proporsi penderita menurut
menurut karakteristik yang sama di populasi dasar atas dasar data statistic dari
secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu 1. Setiap kasus
gizi buruk juga diperlakukan sebagai KLB.Salah satu penyakit yang dapat
intervensi dilakukan, kita dapat menilai berhasil atau tidaknya intervensi tersebut
dari data surveilans di rentang waktu berikutnya, apakah sudah terjadi penurunan
outbreak
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease
6
2.3. Manfaat Surveilans11
1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3. Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat
4. Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya
5. Deteksi perubahan layanan kesehatan yang terjadi
6. Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis
7. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya
8. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan
1) Surveilans pasif
2) Surveilans aktif
pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk
infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan
kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya
rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggung jawab utama memberikan
berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis
7
lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus
baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi
laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans
pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan
tanggung jawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.
Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada
surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut
community surveilance.
bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader
Mycobacterium tuberculosis.2
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
8
bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB
seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
9
Gambar 2.1
Faktor Risiko
10
Gambar 2.2
Alur Diagnosis TB
BAB III
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Data ini diperoleh dari surveilans pasif dimana data dikumpulkan dari hasil
rekam medis yaitu pada saat pasien berkunjung ke puskesmas dan terdiagnosa TB
paru BTA (+). Data yang dikumpulkan dari tahun 2010 sampai tahun 2014 untuk
melihat trends penyakit TB di Puskesmas Sukabumi dari Tahun 2010 sampai tahun
2014.
Gambar 3.1
Distribusi Frekuensi Penyakit TB di Puskesmas Sukabumi Tahun 2010-
2014
Puskesmas Sukabumi didapatkan 252 kasus TB paru BTA (+) dengan angka
tertinggi kejadian TB adalah pada tahun 2011 dan angka terendah kejadian TB
12
3.1.2. Distribusi Penyakit TB Tahun 2010 Berdasarkan Waktu (Bulan)
Gambar 3.2
Distribusi Penyakit TB Tahun 2010
Puskesmas Sukabumi pada tahun 2010, dari gambar tersebut didapatkan angka
terendah kejadian TB yaitu pada bulan Februari, Mei dan Juni yaitu 1 kasus,
sedangkan angka tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Agustus yaitu 9 kasus.
13
Gambar 3.3
Distribusi Penyakit TB Tahun 2011
Puskesmas Sukabumi pada tahun 2011, dari gambar tersebut didapatkan angka
terendah kejadian TB yaitu pada bulan Oktober dan November yaitu 1 kasus,
sedangkan angka tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Januari yaitu 11 kasus.
14
Gambar 3.4
Distribusi Penyakit TB Tahun 2012
Puskesmas Sukabumi pada tahun 2012, dari gambar tersebut didapatkan angka
Tabel 3.5
Distribusi Penyakit TB Tahun 2013
Puskesmas Sukabumi pada tahun 2013, dari gambar tersebut didapatkan angka
15
Tabel 3.6
Distribusi Penyakit TB Tahun 2013
Puskesmas Sukabumi pada tahun 2013, dari gambar tersebut didapatkan angka
terendah kejadian TB yaitu pada bulan Juli dan Agustus yaitu 2 kasus,
sedangkan angka tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Februari yaitu 9 kasus.
3.2. Pembahasan
Kegiatan surveilans yang dilakukan di Puskesmas meliputi kegiatan
surveilans pasif maupun surveilans aktif. Namun yang penulis lakukan pada
laporan kegiatan ini adalah surveilans pasif yaitu data diambil dari rekam medis
untuk melihat angka kejadian TB paru BTA positif pada tahun 2010 sampai
tahun 2014.
Dari data yang didapatkan di Puskesmas Sukabumi didapatkan jumlah
kasus TB paru BTA positif pada tahun 2010-2014 adalah 252 kasus, dimana
angka kejadian kasus TB paru BTA positif pada tahun 2010 didapatkan 42 kasus
dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan Agustus
dan terendah pada bulan Februari, Mei dan Juni. Pada tahun 2011 didapatkan 75
kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan
16
Januari dan terendah pada bulan Oktober dan November. Pada tahun 2012
didapatkan 39 kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah
pada bulan Maret dan terendah pada bulan Oktober, November dan Desember. Pada
tahun 2013 didapatkan 41 kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA
positif adalah pada bulan Agustus dan terendah pada bulan November. Dan pada
tahun 2014 didapatkan 55 kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA
positif adalah pada bulan Februari dan terendah pada bulan Juli dan Agustus. Dari
BTA positif pada tahun 2010-2014 cenderung berfluktuatif naik turun setiap
tahunnya.
BAB IV
4.1. Simpulan
17
Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan dapat diambil simpulan
sebagai berikut :
bulan Januari yaitu 2 pasien, sedangkan kejadian TB tertinggi yaitu pada bulan
terutama mengenai surveilans TB agar kegiatan surveilans ini lebih aktif karena
18
kegiatan surveilans TB ini sangat membantu untuk mendeteksi kasus TB,
19