Surveilans Penyakit TB Paru

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit

menular merupakan salah satu upaya pembangunan dibidang kesehatan yang

berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat

penyakit infeksi. Salah satu kegiatan pengendalian penyakit menular terutama TB

dapat berlangsung efektif, efisien dan tepat sasaran maka diperlukan suatu kegiatan

surveilans epidemiologi dimana hasil kegiatan surveilans sangat menentukan

tindakan pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi

kegiatan. Dengan adanya kegiatan surveilans TB ini juga dapat memantau

kemampuan program TB baik dalam hal mendeteksi kasus TB, menjamin selesainya

pengobatan TB dan kesembuhan pasien TB.1

Penyakit Tuberkulosis sebagai salah satu penyakit menular, sampai saat ini

upaya penanggulangan dan pemberantasannya belum begitu menggembirakan.

Menurut data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Tahun 2012 penyakit

Tuberkolosis merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit

Kardiosvaskuler dan penyakit saluran pernapasan, sedangkan menurut laporan WHO

2009, Indonesia merupakan penyumbang penderita TB terbesar No.3 di Dunia

setelah India dan China, serta diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru

TB, dan kematian karena TB sekitar 130.000 atau secara kasar diperkirakan setiap

100.000 penduduk di Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru atau BTA

Positif.2

1
Di provinsi Lampung diketahui bahwa angka BTA positif pada tahun 2007-2012

cenderung berfluktuatif naik turun, sedangkan angka konversi dan kesembuhan nampak

berfluktuatif naik turun. Untuk mencapai target perlu dilakukan berbagai upaya. Upaya

yang dilakukan harus terus diperbaiki dan ditingkatkan karena angka kesembuhan TB

Paru BTA + ini belum mencapai target ≥ 85%. Jumlah TB paru klinis dibandingkan

antara kabupaten/kota, maka Kota Bandar Lampung dengan kasus terbesar dan Kota

Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA positifnya terbesar adalah Kota Bandar

Lampung dan terkecil adalah Kota Metro, menunjukan bahwa Case Date Rate (CDR)

penemuan penderita baru TBC BTA positif Provinsi Lampung selama tiga tahun

persentasenya meningkat tetapi pada tahun 2007 sedikit menurun menjadi 40,5%,

persentase ini masih jauh dari yang ditargetkan yaitu sebesar 70%.3
Berdasarkan data yang didapatkan di Puskesmas Sukabumi pada bulan Januari 2015

didapatkan 2 kasus baru Tuberkulosis, pada bulan Februari sampai april terdapat

kesamaan yaitu ditemukan 4 kasus baru Tuberkulosis, pada bulan Mei didapatkan 7

kasus baru Tuberkulosis, sedangkan pada bulan Juni didapatkan 11 kasus baru

Tuberkulosis. Dari data yang didapatkan di Puskesmas Sukabumi dapat dilihat bahwa

terdapat peningkatan setiap bulannya terutama pada bulan Juni. Sehingga penulis ingin

melakukan survei mengenai kasus Tuberkulosis di Puskesmas Sukabumi.

2
1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana distribusi data penyakit Tuberkulosis (TB) paru dari tahun 2010

sampai tahun 2014 di Puskesmas Sukabumi.

1.3. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mengetahui distribusi dari penyakit TB paru di Puskesmas Sukabumi Kota

Bandar Lampung.

b. Tujuan Khusus

Mengetahui trends penyakit TB di Puskesmas Sukabumi Kota Bandar

Lampung dari tahun 2010-2014.

1.4. Manfaat

1. Untuk Mahasiswa Koas

Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

khususnya mengenai surveilans penyakit TB di Puskesmas.

2. Untuk Masyarakat

Hasil kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui penyakit TB

sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit TB dan menurunkan

angka kejadian TB di masyarakat.

3. Untuk Puskesmas
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kegiatan surveilans di

Puskesmas khususnya mengenai TB.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Surveilans

Beberapa ahli telah mendefenisikan surveilans. Langmuir dari Center of Disease

Control (CDC) dari Atlanta, Amerika Serikat mendefenisikan surveilans sebagai

latihan pengawasan berhati-hati yang terus menerus, berjaga-jaga terhadap distribusi

dan penyebaran infeksi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan itu, yang cukup

akurat dan sempurna yang relevan untuk penanggulangan yang efektif 4. Sementara

menurut Kepmenkes RI Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit

Tidak Menular Terpadu, menyebut bahwa surveilans adalah adalah kegiatan analisis

secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah

kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan

penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan

penanggulangan secara efektif dan efesien melalui proses pengumpulan data,

pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program

kesehatan5.

Dari kedua definisi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan bahwa kegiatan-

kegiatan dalam surveilans adalah sebagai berikut4:


- pengumpulan data secara sistematis dan terus menerus
- pengolahan, analisis dan interpretasi data untuk menghasilkan informasi
- penyebarluasan informasi yang dihasilkan kepada orang-orang atau institusi

yang dianggap berkepentingan, dan


- menggunakan informasi yang dihasilkan dalam manajemen yaitu

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian.

4
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data

secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan)

kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan

masalah kesehatan lainnya6. Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan

kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi,

mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-

perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans

menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan

langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit4. Kadang digunakan istilah

surveilans epidemiologi.

2.2. Tujuan Surveilans

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan

populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat

dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan Surveilans4,7

1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau penyakit pada

suatu wilayah
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan prioritas masalah kesehatan.

Minimal ada tiga persyaratan untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan

untuk ditanggulangi yaitu besarnya masalah, adanya metode untuk mengatasi

masalah, dan tersedianya biaya untuk mengatasi masalah. Dengan data surveilans

yang layak dapat diketahui besaran masalah dari setiap masalah kesehatan yang

ada dan keefektifan dari sebuah metode yang digunakan.


3. Untuk Mengetahui cakupan pelayanan. Atas dasar data kunjungan ke puskesmas,

dapat diperkirakan cakupan pelayanan puskesmas itu terhadap karakteristik

5
tertentu dari penderita, dengan membandingkan proporsi penderita menurut

karakteristik tertentu yang berkunjung ke puskesmas, dan proporsi penderita

menurut karakteristik yang sama di populasi dasar atas dasar data statistic dari

daerah yang bersangkutan.


4. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Bisaa (KLB).

KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian/kematian yang bermakna

secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu 1. Setiap kasus

gizi buruk juga diperlakukan sebagai KLB.Salah satu penyakit yang dapat

diimunisasi yang dapat menimbulkan KLB adalah campak, yang harus

dilaporkan oleh puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota (DKK). Bila puskesmas

melakukan pengolahan dan analisa setiap minggu, maka ini merupakan

kewaspadaan dini untuk mengetahui minggu keberapa frekuensi kasus campak

lebih meningkat dari bisaanya.

5. Untuk memantau dan menilai program. Setelah keputusan dirumuskan dan

intervensi dilakukan, kita dapat menilai berhasil atau tidaknya intervensi tersebut

dari data surveilans di rentang waktu berikutnya, apakah sudah terjadi penurunan

insiden atau prevalensi penyakit tersebut.

Tujuan khusus surveilans8,9,10:

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit


2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease

burden) pada populasi;


4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan


5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset

6
2.3. Manfaat Surveilans11
1. Deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya
2. Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit
3. Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat
4. Identifikasi faktor resiko dan penyebab lainnya
5. Deteksi perubahan layanan kesehatan yang terjadi
6. Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis
7. Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya
8. Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan

kesehatan di masa datang.

2.4. Pendekatan Surveilans

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis11:

1) Surveilans pasif
2) Surveilans aktif

Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data

penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas

pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk

dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit

infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan

analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah

kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan

cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan

kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya

rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggung jawab utama memberikan

pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan

berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis

7
lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus

baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi

laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans

pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan

tanggung jawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.

Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada

surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut

community surveilance.

Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari

komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus

bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader

kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas

kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih

menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi

laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu11.

2.5. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari kuman

Mycobacterium tuberculosis.2

2.6. Gejala Klinis Tuberkulosis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk selama 2-3 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,batuk

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

8
bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB

seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat

prevalensi TB di Indonesia masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK

dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien

TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.3

2.7 Faktor Risiko2

9
Gambar 2.1
Faktor Risiko

2.9. Alur Diagnosis2

10
Gambar 2.2
Alur Diagnosis TB

BAB III

11
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Data ini diperoleh dari surveilans pasif dimana data dikumpulkan dari hasil

rekam medis yaitu pada saat pasien berkunjung ke puskesmas dan terdiagnosa TB

paru BTA (+). Data yang dikumpulkan dari tahun 2010 sampai tahun 2014 untuk

melihat trends penyakit TB di Puskesmas Sukabumi dari Tahun 2010 sampai tahun

2014.

3.1.1. Distribusi Frekuensi Penyakit TB di Puskesmas Tahun 2010-2014

Gambar 3.1
Distribusi Frekuensi Penyakit TB di Puskesmas Sukabumi Tahun 2010-
2014

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan distribusi frekuensi penyakit TB

di Puskesmas Sukabumi jumlah kasus TB dari tahun 2010 sampai 2014 di

Puskesmas Sukabumi didapatkan 252 kasus TB paru BTA (+) dengan angka

tertinggi kejadian TB adalah pada tahun 2011 dan angka terendah kejadian TB

adalah pada tahun 2012.

12
3.1.2. Distribusi Penyakit TB Tahun 2010 Berdasarkan Waktu (Bulan)

Gambar 3.2
Distribusi Penyakit TB Tahun 2010

Berdasarkan gambar 3.2 menunjukkan distribusi penyakit TB di

Puskesmas Sukabumi pada tahun 2010, dari gambar tersebut didapatkan angka

terendah kejadian TB yaitu pada bulan Februari, Mei dan Juni yaitu 1 kasus,

sedangkan angka tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Agustus yaitu 9 kasus.

3.1.3. Distribusi Penyakit TB Tahun 2011

13
Gambar 3.3
Distribusi Penyakit TB Tahun 2011

Berdasarkan gambar 3.3 menunjukkan distribusi penyakit TB di

Puskesmas Sukabumi pada tahun 2011, dari gambar tersebut didapatkan angka

terendah kejadian TB yaitu pada bulan Oktober dan November yaitu 1 kasus,

sedangkan angka tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Januari yaitu 11 kasus.

3.1.4. Distribusi Penyakit TB Tahun 2012

14
Gambar 3.4
Distribusi Penyakit TB Tahun 2012

Berdasarkan gambar 3.4 menunjukkan distribusi penyakit TB di

Puskesmas Sukabumi pada tahun 2012, dari gambar tersebut didapatkan angka

tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Maret yaitu 10 kasus.

3.1.5. Distribusi Penyakit TB Tahun 2013

Tabel 3.5
Distribusi Penyakit TB Tahun 2013

Berdasarkan gambar 3.5 menunjukkan distribusi penyakit TB di

Puskesmas Sukabumi pada tahun 2013, dari gambar tersebut didapatkan angka

terendah kejadian TB yaitu pada bulan November yaitu 1 kasus, sedangkan

angka tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Agustus yaitu 6 kasus.

3.1.6. Distribusi Penyakit TB Tahun 2014

15
Tabel 3.6
Distribusi Penyakit TB Tahun 2013

Berdasarkan gambar 3.6 menunjukkan distribusi penyakit TB di

Puskesmas Sukabumi pada tahun 2013, dari gambar tersebut didapatkan angka

terendah kejadian TB yaitu pada bulan Juli dan Agustus yaitu 2 kasus,

sedangkan angka tertinggi kejadian TB yaitu pada bulan Februari yaitu 9 kasus.

3.2. Pembahasan
Kegiatan surveilans yang dilakukan di Puskesmas meliputi kegiatan

surveilans pasif maupun surveilans aktif. Namun yang penulis lakukan pada

laporan kegiatan ini adalah surveilans pasif yaitu data diambil dari rekam medis

untuk melihat angka kejadian TB paru BTA positif pada tahun 2010 sampai

tahun 2014.
Dari data yang didapatkan di Puskesmas Sukabumi didapatkan jumlah

kasus TB paru BTA positif pada tahun 2010-2014 adalah 252 kasus, dimana

angka kejadian kasus TB paru BTA positif pada tahun 2010 didapatkan 42 kasus

dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan Agustus

dan terendah pada bulan Februari, Mei dan Juni. Pada tahun 2011 didapatkan 75

kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah pada bulan

16
Januari dan terendah pada bulan Oktober dan November. Pada tahun 2012

didapatkan 39 kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA positif adalah

pada bulan Maret dan terendah pada bulan Oktober, November dan Desember. Pada

tahun 2013 didapatkan 41 kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA

positif adalah pada bulan Agustus dan terendah pada bulan November. Dan pada

tahun 2014 didapatkan 55 kasus dengan angka tertinggi kejadian TB paru BTA

positif adalah pada bulan Februari dan terendah pada bulan Juli dan Agustus. Dari

data yang di dapatkan di Puskesmas Sukabumi diketahui bahwa angka TB paru

BTA positif pada tahun 2010-2014 cenderung berfluktuatif naik turun setiap

tahunnya.

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan

17
Berdasarkan hasil kegiatan dan pembahasan dapat diambil simpulan

sebagai berikut :

1. Distribusi frekuensi penyakit TB pada bulan Januari sampai Juni 2015 di

Puskesmas Sukabumi yaitu 32 kasus.

2. Distribusi penyakit TB didapatkan distribusi terendah kejadian TB yaitu pada

bulan Januari yaitu 2 pasien, sedangkan kejadian TB tertinggi yaitu pada bulan

Juni yaitu 11 kasus.

3. Distribusi usia pasien TB didapatkan usia yang lebih banyak mengalami TB

adalah usia antara 15-55 tahun yaitu berjumlah 25 pasien dibandingkan

dengan pasien usia >50 tahun yaitu berjumlah 7 pasien.

4. Distribusi jenis kelamin pasien TB didapatkan jenis kelamin yang lebih

banyak mengalami TB adalah laki-laki yaitu berjumlah 18 pasien

dibandingkan dengan pasien perempuan yaitu berjumlah 14 pasien.

5. Distribusi tempat tinggal pasien TB didapatkan yang bertempat tinggal di

Kelurahan Sukabumi lebih banyak yang menderita TB yaitu berjumlah 24

pasien dibandingkan dengan pasien yang menderita TB yang bertempat

tinggal di Kelurahan Nusantara Permai yaitu berjumlah 3 pasien.

6. Distribusi faktor risiko pasien TB didapatkan pasien yang memiliki risiko


tertinggi terjadinya penyakit TB adalah pasien yang tinggal dalam rumah yang
pencahayaan sinar mataharinya kurang yaitu 4 pasien dibandingkan dengan
pasien yang bertempat tinggal di rumah yang padat penghuni dan berlantai
tanah yaitu 1 pasien.
4.2. Saran

Disarankan pada puskesmas agar dapat mengoptimalkan tenaga kerja

yang ada untuk diberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai surveilans

terutama mengenai surveilans TB agar kegiatan surveilans ini lebih aktif karena

18
kegiatan surveilans TB ini sangat membantu untuk mendeteksi kasus TB,

menjamin selesainya pengobatan TB dan kesembuhan pasien TB. Hal ini

bertujuan untuk menurunkan angka kejadian TB, tingkat penularan,

kekambuhan pada pasien dan kematian akibat TB.

19

Anda mungkin juga menyukai