Anda di halaman 1dari 6

KAKTUS BERTUAH

Alkisah ada dua pengelana yangsedang melintasi gurun pasir. Yang seorang
berbudi baik, Abdullah namanya, dan yang lain pelit, Kohar namanya. Matahari terik
memanggang tubuh mereka. Jalanan berdebu. Oleh karena itu, mereka sering berhenti
untuk melepas lelah.
Setiap kali berhenti, si Kohar tidak langsung membuka bekal makannya. Dia
menunggu sampai akhirnya Abdullah menawarinya makan dan minum. Sesekali terdengar
ucapan Abdullah, “Maaf teman, Cuma ikan kering. Kalau tahu akan bersamamu,
kubawakan daging yang lezat”.
Senyum terkembang dibibir si Kohar karena mendapat makanan dan air gratis.
Jadi, bekal air dan makanannya tetap utuh. Begitulah selama beberapa hari, si Kohar makan
dari bekal rekan seperjalannya.
Suatu hari makanan dan air Abdullah habis, padahal perjalanan masih jauh.
Kemudian mereka beristirahat. Mengetahui bahwa bekal rekan sudah habis, si Kohar
membuka bekal makanannya. Dengan suara berisik diteguknya air. Lalu, dimakannya
sekerat roti keju besar. Nyam, nyam, suaranya terdengar keras. Sama sekali dia tidak
menawari makan Abdullah.
Karena terpaksa, Abdullah membuka suara. “Teman, bagi-bagi makanannya.
Sedikit saja ….”
Si Kohar menjawab sengit, “Oho, tidak teman. Perjalanan masih amat jauh.
Kalau aku berbagi makanan denganmu, makan apa aku nanti ? Kau ingin aku mati
kelaparan disini bersamamu ? Oho, tidak ….”
Setelah kenyang si Kohar melanjutkan perjalanannya.
Sementara itu Abdullah tidak bisa meneruskan perjalannya. Tubuhnya terasa
lemah sekali. Bergerak saja hampir tidak bisa. Namun, dipaksanya juga menyeret-nyeret
langkahnya. Sejam berjalan, dia sudah tidak kuat. Dia tergolek dijalan setapak yang
berdebu. Didekatnya ada sekelompok kecil tanaman kaktus. Karena hausnya, dia
mematahkan satu batang kaktus dan mengisap airnya.
Hampir dia tertidur, ketika terdengar olehnya suara aneh tidak jauh dari situ. Dia
melihat dua ekor kura-kura sedang merangkak melintasinya.
Abdullah menggosok-gosok matanya. “apakah aku mimpi ? rasanya tidak. Itu
benar kura-kura dan mereka bisa bicara.”
Terdengar oleh Abdullah seekor kura-kura bergumam. “Dasar manusia pemalas,
seratus meter dari sini ada sumur. Tapi dia Cuma tergolek disini, mengerang, dan hampir
mati karena kehausan.”
Kura-kura yang lain menukas, “Benar, dia juga tersiksa menahan lapar. Padahal,
sekitar 800 meter dari sini ada perkemahan suku pengembara. Dia akan bisa memperoleh
makanan disana.”
Abdullah hampir tidak mempercayai pendengarannya. Dia bisa memahami
pembicaraan sepasang kura-kura. Barangkali kaktus yang diminum airnya itu tanaman
bertuah.
Lelaki itu bangkit. Diayunkannya langkah dengan semangat baru, ketempat
sumur berada. Setelah mengobati dahaganya dan mengisi botol minumnya, dia menuju ke
perkemahan suku pengembara. Disana, selain memperoleh makanan, dia juga mendapat
tempat berteduh sebelum meneruskan perjalanannya.
Beberapa hari kemudian, terdengar kabar ada seorang pengelana tewas ditengah
gurun pasir. Konon karena tersesat dan kehabisan bekal. Tidak lain orang itu adalah si
Kohar.
KESIMPULAN CERITA

Kita jangan berperilaku sombong dan kikir, karena itu akan membuat diri kita
celaka. Tuhan tidak akan menolong kita, tapi jika kita berhati baik seperti Abdullah, kita
akan selalu mendapat pertolongan dari orang dan Allah SWT.

Nama : AFRAHUN NAZIAH


Kelas : V/D
Asal : MIN Paya Bujok Kota Langsa
ANAK TAMANGGUNG

Mambang adalah anak Tamanggung Baya, seorang pejabatan di Kerajaan


Kapuas. Tamanggung Baya sangat berjasa kepada Kerajaan Baya. Ia di hormati di kalangan
kerajaan .
Mambang sebagai anak tamanggung, ingin menjaga kehormatan orang tuanya.
Setelah ayahnya wafat, Mambang berusaha menjadi orang yang sangat terhormat seperti
ayahnya. Ia memimpin orang-orang di desanya. Orang-orang diajaknya membuat rumah
besar untuk tempat tinggal bersama lazimnya dalam kehidupan masyakarakt suku Dayak.
Mambang mengajari orang-orang bercocok tanam. Kempeminpinan Mambang pun segera
tampak. Berkat kepemimpinannya, orang-orang dayak hidup sejahtera. Hasil
panennyamelimpah ruah.
Sebagai keturunan bangsawan, Mambang perlu memiliki pusaka yang andal.
Berkat ketekunannya berguru kepada seorang empu yang terkenal, Mambang dapat
membuat keris yang sakti. Keris milik Mambang merupakan keris terbaik di seluruh
Kerajaan Kapuas.
Pada suatu senja Mambang mengamati keris pusakanya. Pada saat mengamati
kerisnya tiba-tiba lewat seorang gadis yang sangat cantik. Mambang terpesona oleh
kecantikan gadis itu. Disapanya gadis itu lalu diajak bicara. Gadis itu cantik dan lemah
lembut budi bahasanya. Gadis itu bernama Mada. Mada berterus terang, bahwa dirinya
bukan manusia seperti Mambang, karena Mambang telah jatuh cinta, dimintanya gadis itu
sebagai istrinya.
Mambang dan istrinya hidup rukun dan berbahagia di desanya. Namun, baru
beberapa bulan, Mambang dan istrinya menetap, datanglah wabah penyakit, banyak
penduduk yang sakit sampai meninggal. Para penduduk marah lalu menuduh Mambang
sebagai penyebab datangnya malapetaka, karena istrinya siluman.
Mambang sedih sekali dituduh oleh penduduk sebagai penyebab terjadinya
wabah penyakit didesanya. Dengan berat hati, Mambang mengajak istrinya untuk
meninggalkan desa yang telah dibangunnya itu.
Sejak Mambang dan istrinya pergi, wabah penyakit itu meresa dan akhirnya
hilang sama sekali. Rakyat senang sekali wabah penyakit dapat sirna. Namun,
kesejahteraan penduduk mulai berkurang, bahkan lama kelamaan kekurangan pangan.
Mereka kehilangan pemimpin yang arif dan bijaksana, seperti Mambang. Para penduduk
akhirnya menyadari, bahwa kesengsaraan yang tiba itu akibat kesalahannya sendiri telah
memfitnah Mambang dan istrinya, kini mereka menyadari kesalahannya.
Mambang dan istrinya terus melanjutkan pengembaraannya. Tiba mereka di
negeri Manen Panduran, sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang raja yang zalim.
Mambang dan istrinya menetap di negeri Manen Panduran tersebut.
Baru beberapa bulan Mambang dan istrinya tinggal, telah banyak penduduk yang
datang menuturkan kesedihannya dipimpin oleh raja yang zalim. Mambang mengajari para
penduduk negeri Manen Panduran cara mengatasi penderitaan.
Berita kedatangan Mambang dan isterinya akhirnya diketahui oleh Sang Raja.
Sang Raja berang sekali mendengar Mambang membangun kekuatan untuk menggulingkan
kedudukannya.
Mambang di panggil ke kerajaan. Raja sangat marah terhadap Mambang karena
telah menghasut rakyat untuk menyerbunya. Mambang dengan tenang menjawab semua
pertanyaan dan tuduhan Raja. Raja marah sekali karena merasa tertantang oleh Mambang.
Raja berdiri mencabut sebilah keris dan hendak menusukkan ke tubuh Mambang. Karena
telah siap, dengan gesit Mambang mengelak dan mendorong Sang Raja. Raja jatuh dan
keris di tangannya menancap diperutnya sendiri. Para punggawa kerajaan bersorak-sorai
melihat rajanya yang lalim mati oleh kerisnya sendiri. Sejak itu Mambang dinobatkan
sebagai Raja di Kerajaan Manen Panduran dan Mada sebagai Permaisurinya.
KESIMPULAN CERITA

Kita tidak boleh menuduh orang yang tidak bersalah, karena kita akan kena
batunya sendiri. Itulah orang yang tidak tahu membalas budi, kita tidak boleh meniru hal
seperti itu, yang mengakibatkan mereka sedih karena lama-kelamaan mereka kekurangan
pangan.

Nama : M. SAIFAN SYAHPUTRA


Kelas : V/D
Utusan : MIN Paya Bujok Kota Langsa

Anda mungkin juga menyukai