Anda di halaman 1dari 13

PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON

DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS GEMPOL
Jalan KH. Agus Salim No. 26 Telp. (0231) 8825134
email: pkm.gempol@cirebonkab.go.id Kecamatan Gempol – 45668

PEDOMAN INTERNAL PROGRAM TB PARU

BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
TB sampai dengansaat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah
diterapkan.
Dalam laporan WHO tahun 2013:
 Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang
(13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif,
 Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria
tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi,
 Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak diantara seluruh kasus
TB secara global mencapai 6%,
 Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi untuk penyakit
yang sebenarnya bias dicegah dan disembuhkan tetap fakta juga menunjukan
keberhasilan dalam pengendalian TB, peningkatan angka insidensi TB secara
global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukantren penurunan (turun
2% per tahun pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil
diturunkan 45% bila dibandingkan tahun 1990.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15 – 50 tahun) Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan akan kehilangan rata
rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara social, seperti stigma
bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:


 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara yang
sedang berkembang,
 Pertumbuhan ekonimis yang tinggi tetapl dengan disparitas yang terlalu besar,
sehingga masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi,
papan, sandang dan pangan yang buruk,
 Beban determinan social yang masih berat seperti angka pengangguran,
tingkat pendidikan yang pendapatan perkapita yang masih rendah berakibat
pada kerentanan masyarakat terhadap TB,
 Kegagalan program TB selama ini, hal ini disebabkan oleh:
 Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
 Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus/diagnose yang tidak standart, obat tidak
terjamin pennyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standart)
 Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnose dan paduan obat yang
tidak standart, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosa),
 Salah persepsi terhadap manfaat danefektifitas BCG,
 Infrastruktur kesehatan yang buruk pada Negara Negara yang mengalami
kritis ekonomi atau pergolakan masyarakat,
 Belum adanya system jaminan kesehatan yang bias mencuckupi
masyarakat luas secara merata.
 Perubahan demografis karena menigkatnyapenduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan,
 Besarnya masalah kesehatan lain yang bias mempengaruhi tetap tingginya
beban TB seperti gizi buruk, merokok dan diabetes.
 Dampak pandemic HIV,
 Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB
semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan.

B. Tujuan
Umum:
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Khusus:
 Tercapainya penemuan suspek,
 Tercapainya angka kesembuhan,
 Tercapainya target kasus BTA Positif,
 Meningkatkan pengawasan minum obat oleh PMO,
 Pasien DO dan mangkir tidak ada.
C. Sasaran
Sasaran strategis nasional pengendalian TB ini mengacu pada rencana strategis
Kementrian Kesehatan dari 2009 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan
prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk.
Sasaran keluaran adalah:
1. Meningkatkan presentasi kasus baru TB Paru (BTA Positip) yang ditemukan dari
73% menjadi 90%,
2. Meningkatkan presentasi keberhasilan pengobatan kasus baru TB Paru (BTA
Positif) mencapai 88%,
3. Meningkatkan presentasi provinsi dengan CDR diatas 70% mencapai 50%,
4. Meningkatkan presentasi provinsi dengan keberhasilan pengobatan diatas 85%
dari 80% menjadi 88%.

D. Ruang Lingkup Pedoman


Tindakan mulai dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium,
penegakan diagnose sampai dengan pemberian therapy pada pelanggan TB Paru.

E. Batasan Oprasional
Pelayanan keperawatan komunitas yaitu suatu pelayanan menyeluruh yang meliputi
bio-psiko-sosio-spiritual bagi individu, Keluarga dan masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan menghilangkan respon tubuh klien terhadap masalah kesehatan yang
terjadi sehingga dalam merancanakan kegiatannya melibatkan keluarga.
Keperawatan Komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (publis health) dengan
dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif secara kesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif
dan rehabilitative secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai keastuan utuh melalui proses
keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia
secara optima, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan.
Penjaringan suspek meliputi batuk lebih dari 2 minggu atau lebih, keluar keringat
malam hari tanpa katifitas, adanya demam, berat badan turun selama 2-3 bulan dll.
Pendiagnosaan meliputi kriteria pengobatan sesuai kategori pengobatan yang diobati,
kunjungan rumah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh petugas TB Paru dengan
kegiatannya mengumpulkan dahak semua anggota keluarga dan sekitarnya.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar standar yang
menyengkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya
kegiatan program TB.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan di UPTD Puskesmas Gempol


 Puskesmas rujukan mikroskopis dan puskesmas minimal tenaga pelaksana
terlatih terdiri dari 1 Dokter, 1 perawat/petugas TB dan 1 tenaga laboratorium,
 Puskesmas Satelit: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1
dokter, 1 perawat/petugas TB,
 Puskesmas Pembantu: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri
dari 1 perawat/petugas TB.
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan di Puskesmas Gempol untuk program TB tahun 2018 dapat
dilihat pada table diwilayah ini:

No. Ketenagaan SDM Pelatihan TB Sumber Tenaga

1. Dokter Sudah Pelatihan TB 2 Orang

2. Perawat/Petugas TB Belum Pelatihan TB 1 Orang

3. Petugas Laboratorium Belum Pelatihan TB 1 Orang

C. Jadwal Kegiatan
Jadwal Kegiatan pelaksanaan pelayanan TB diadakan setiap hari selasa untuk setiap
minggunya, untuk kasus baru dan suspek setiap hari pelayanan jam kerja. Untuk
kegiatan kunjungan rumah pasien TB dilakukan setiap hari kamis, jumat dan sabtu.
No. KEGIATAN POKOK RINCIAN KEGIATAN

1. Kegiatan Dalam Gedung  Petugas melakukan anamnesa dan


pemeriksaan fisik,
 Apabila pada anamnesa pelanggan
mengatakan sdh menderita batuk lebih dari
2 minggu, maka segera sarankan
pelanggan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium untuk tes BTA,
 Petugas memberikan rujukan internal ke
laboratorium,
 Apabila hasil tes BTA menunjukan hasil
positip, maka berikan pengobatan sesuai
kategori,
 Apabila hasil tes BTA menunjukan
negative namun ada curiga TB beri
antibiotic selama 2 minggu,
 Apabila ada perbaikan bukan TB dan
apabila tidak ada perbaikan anjuran photo
thorax,
 Dokumentasikan pencatatan dalam
pelaporan.
2. Kegiatan Luar Gedung  Penemuan kasus TB yang diobati,
 Kunjungan rumah,
 Persiapan alat dan bahan yang dibawa,
 Pemberian konseling sekitar TB,
 Menganjurkan semua anggota keluarga
dan sekitar untuk periksa dahak,
 Dokumentasikan pencatatan dan
pelaporan.
BAB III
SATNDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Pedaftaran

Konseling individu dan keluarga,


BP umum, BP Anak, Pemeriksaan dahak,
KIA dan BP TB Paru Apabila positif diobati sesuai kategori

Pengambilan Obat

Pasien Pulang
B. Standar Fasilitas

Keadaan Barang
Nama Barang / Jenis Kurang
No. Barang Baik Baik Rusak Berat Jumlah

1 Tensi Meter  1
2 Stetoskop  1
3 Buku Kohort  1
4 Buku Register Suspek  1
5 Meja program  1
6 Register Kunjungan  1
7 Spidol Permanen  1
8 Register TB 01, 02, 05  10, 10, 3
9 Gunting  1
10
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Lingkup pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat meliputi Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) ataupun Upaya Kesehatan Masyarakat dan preventif
tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitative.
Upaya Preventif meliputi pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention).
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Preventtion) maupun pencegahan Tingkat
Ketiga (Tertiary Prevention).

Upaya Promotif (Peningkatan Kesehatan)


 Penyuluhan kesehatan masyarakat,
 Pemeliharaan kesehatan perseorangan dan link,
 Olah raga secara teratur dan rekreasi.

Upaya Kuratif ( Pencegahan )


 Imunisasi BCG pada anak,
 Pemeriksaan kesehatan secara berkala di Puskesmas,
 Menutup mulut saat batuk,
 Jika batuk lebih dari 2 minggu segera periksakan diri.

Upaya Kuratif (Merawat dan Mengobati)


 Home nursing,
 Melakukan pengobatan kasus TB anak,
 Melakukan pengobatan kasus TB dengan BTA+
 Melakukan pengobatan kasus TB dengan BTA-
 Melakukan pengobatan kasus TB kambuh/default (kategori 2),
 Melakukan pengobatan kasus TB MDR,
 Melakukan pengobatan kasud TB XDR.

Upaya Rehabilitasi (Pemulihan Kesehatan)


 Pola hidup sehat seperti: PHBS, dan rumah sehat,
 Makan makanan yang bergizi dan seimbang,
 Olah raga ringan seperti: jalan santai,
 Mengkonsumsi multivitamin setiapharinya.

B. Metode
Penyelenggaraan Keperawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas, dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki oleh Puskesmas.
Metode yang ditetapkan adalah:
1. Penemuan pasien TB secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan,
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.
Pelihatan semua layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan
mengurangi keterlambatan pengobatan. Penemuan secara aktif pada masyarakat
umum, dinilai tidak coast efektif.
2. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap
a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada
pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS),
b. Kelompok yang rentan tertular TB sperti dirumah tahanan, lembaga
pemasyarakatan, mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau
kontak pasien TB terutama mereka yang dengan TB BTA Positif,
c. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus
dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB
atau pengobatan pencegahan
d. Kontak dengan pasien TB resisten obat.
3. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda
yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis menuju kesehatan paru.
4. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala:
 Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
 Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma kanker paru, dll.
Mengingat prevalansi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang dating ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
 Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejara TB dengan
salah satu atau lebih criteria suspek dibawah ini:
a. Pasien TB yg gagal mengobatan kategori 2,
b. Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2,
c. Pasien TB dg riwayat pengobatan TB di fasyankes NON DOTS,
d. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1,
e. Pasien TB gagal konversi setelah pemberian sisipan,
f. Pasien TB kambuh,
g. Pasien TB yg kembali berobat setalah lalai/default,
h. Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR,
i. OGHA dengan gejala TB HIV.

C. Langkah Kegiatan
Pemeriksaan dahak
A. Pemeriksaan dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnose, menilai keberhasilan
pengobatan dan menetukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
meneggakkan diagnose dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-
pagi-sewaktu (SPS),
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat susupek TB dating berkunjung
pertama kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua,
 P (pagi) : Dahak dikumpulkan pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
fasyenkes.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.

Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan disbanding dengan 2


spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi system dan hasil
jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.
BAB V
LOGISTIK

Logistik meliputi fungsi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan


penggunaannya. Siklus ini akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh suatu
dukungan manajemen yang meliputi organisasi, pendanaan, system informasi, sumber
daya manusia.
Dalam manajemen program pengendalian TB, logistic dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu: Logistic OAT dan Logistic non OAT.
1. Logistik Obat Anti Tuberculosis (OAT)
Sediaan OAT ini pertama ada dua macam yaitu: Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
dan Kombipak.
 OAT KDT terdiri dari kombinasi dua (HR) atau empat jenis (HRZE) obat
dalam satu tablet yang dosisnya disesuaikkan dengan berat badan pasien,
 OAT KOMBIPAK adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid (H),
Rimfapisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) yang dikemas dalam
bentuk blister.

Paduan OAT yang digunakan oleh program:


 Kategori 1: 2(HRZE)/ 4(HR),
 Kategori 2: 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
 Kategori Anak: 2HRZ/ 4HR.

Sejak tahun 2005 program TB nasional menetapkan penggunaan KDT sebagai


obat utama, Paduan OAT Kombipak tetap disediakan program sebagai pilihan
pengobatan pasien dengan efek samping berat pada penggunaan OAT KDT.
2. Logistik non OAT
 Alat Laboratorium : mikroskop, pot dahak, kaca sediaan,oli emersi, ether
alcohol, tisu, lampu spirtus, ose, pipet, kertas saring, dll.
 Bahan diagnostic, antara lain: Reagensia ZN, PPD RT (tuberculin),
 Barang cetakan antara lain buku pedoman, formulir pencatatan dan
pelaporan, booklet, brosur, poster, lembar balik, kertas, tinta printer, map,
odner stiker dll.
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja merupakan salah satu factor yang harus dilakukan selama kerja.
Tidak ada seorangpun didunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan.
Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana
pekerjaan itu dilaksanakan.
Tenaga kesehatan yang setiap hari melaksanakan pelayanan yang beresiko besar
terhadap paparan penyakit akibat kerja, maka dalam setiap pelayanan seharusnya kita
menggunakan alat pelindung diri guna mengantisipasi dampak negative yang mungkin
terjadi dilingkungan kerja akibat bahaya factor kimia, maka perlu dilakukan pengendalian
lingkungan kerja secara teknis.
1. Sarung Tangan
Sarung tangan merupakan solusi untuk melindungi tangan dari bahaya terpapar
cairan tubuh seperti darah,

2. Masker atau Penutup Mulut


Merupakan solusi untuk menjaga kesehatan tubuh akibat kuman yang masuk
melalui udara yang terhirup melalui pernafasan,

3. Barakshort
Selain untuk menghindari dari percikan air juga berfungsi sebagai pelindung dari
paparan cairan tubuh,

4. Tersedianya Tempat sampah medis dan non medis


Merupakan salah satu solusi untuk memisahkan sampah yang bias
mengakibatkan pajanan penyakit, seperti jarum suntik, bahan habis pakai yang
terkontamintasi cairan tubuh.
BAB VII
PENUTUP

Dengan mengucap puji syukur Alhamdillillah, atas segala rahmat dan karunianya serta
nikmat yang kita dapatkan bersama. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan Pedoman Internal TB Paru.

Segala puji bagi Allah, semoga Pedoman ini berguna bagi kita sem

Anda mungkin juga menyukai