Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


KANKER OVARIUM DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN NYERI AKUT
DI RUANG MERAK IRNA OBSGYN RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh :
Kelompok B1 - 6

Lilis Ernawati, S.Kep. (131723143003)


Alfan Fachrul Rozi, S.Kep. (131723143009)
Awalludin Suprihadi Putra, S.Kep. (131723143013)
Rini Purwanti, S.Kep. (131723143017)
Rani Dwi S., S.Kep. (131723143021)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Setiap tahun, sekitar 20.000 wanita di Amerika Serikat menderita kanker ovarium.

Di antara wanita di Amerika Serikat, kanker ovarium adalah kanker paling umum yang

menduduki peringkat ke sepuluh dan penyebab utama kelima dari kematian akibat

kanker, setelah kanker paru dan bronkus, payudara, kolorektal, dan pankreas. Kanker

ovarium menyebabkan lebih banyak kematian daripada kanker lain pada sistem

reproduksi wanita, tetapi hanya menyumbang sekitar 3% dari semua kanker pada

wanita. Pada tahun 2014, sebanyak 21.161 wanita di Amerika Serikat didiagnosis

menderita kanker ovarium dan 14.195 wanita di Amerika Serikat diantaranya

meninggal karena kanker ovarium (CDC 2017) sedangkan di Indonesia, kanker

ovarium menempati urutan keenam penyakit kanker terbanyak yang diderita oleh

wanita di Indonesia (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan

2015). Kanker ovarium merupakan kanker ginekologi paling mematikan dengan

tingkat kelangsungan hidup lima tahun paling rendah dibandingkan kanker ginekologi

lainnya di dunia karena diagnosis dini yang sulit dilakukan, sehingga diagnosis dini

bergantung pada pengetahuan tentang profil pasien kanker ovarium di suatu daerah

(Ayu & Budiana 2017).

Menurut data dari Center for Disease Control and Prevention (2017) didapatkan

bahwa kanker ovarium merupakan kanker ginekologi dengan tingkat five year survival
rate terendah dari kanker ginekologi di dunia, yaitu sebesar 43%. Hal ini disebabkan

oleh gejala kasus yang tidak spesifik dan beragam, serta tidak tersedianya alat

screening dengan spesifisitas, sensitivitas, dan harga yang sesuai. Dua per tiga pasien

saat ini terdiagnosis saat telah mencapai stadium III atau IV (Curley et al. 2011).

Padahal, apabila 75% kasus kanker ovarium terdeteksi pada stadium I atau II angka

mortalitasnya diperkirakan akan turun sebanyak 50% (Rossing et al. 2010).

Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian akibat kanker di dunia setiap

tahunnya terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan. Diperkirakan kasus

kanker tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22 juta dalam dua

dekade berikutnya (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan

2015). Pada penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia didapatkan bahwa

prevalensi tertinggi jenis kanker yang dialami oleh wanita sebanyak 19,3% adalah

kanker ovarium (Oemiati et al. 2011)

Ketika kanker ovarium ditemukan pada tahap awal, pengobatan bekerja paling baik

(CDC 2017). Kanker ovarium pada stase dini menyebabkan gejala minimal,

nonspesifik, atau tidak ada gejala. Pasien mungkin merasakan massa perut. Sebagian

besar kasus didiagnosis pada stadium lanjut. Kanker ovarium epitelial hadir dengan

berbagai macam gejala yang tidak jelas dan tidak spesifik, seperti kembung (distensi

abdomen atau ketidaknyamanan), efek tekanan pada kandung kemih dan rektum,

sembelit, perdarahan pada vagina, gangguan pencernaan dan acid reflux, sesak napas,

kelelahan, berat badan turun, nyeri panggul dan perut. Gejala yang terkait dengan

penyakit stadium akhir termasuk gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah,
konstipasi, dan diare. Presentasi dengan pembengkakan kaki karena trombosis vena

tidak jarang terjadi. Sindrom paraneoplastik karena faktor yang dimediasi tumor

menyebabkan berbagai presentasi (Green 2018).

Pemeriksaan dini, saat ini hanya dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi, karena

pemeriksaan pada pasien dengan risiko sedang dinilai tidak praktis dan tidak

menurunkan angka kematian (Jelovac & Armstrong 2011) Pengetahuan tentang profil

pasien kanker ovarium di suatu daerah menjadi sangat penting untuk diketahui agar

pemeriksaan dilakukan pada populasi yang tepat (Buys et al. 2011) Padahal, profil

pasien kanker ovarium suatu daerah dapat mengalami perbedaan akibat perbedaan

budaya dan lingkungan yang dimiliki (Fuh et al. 2015). Beberapa penelitian

menyatakan umur tua, indeks masa tubuh tinggi, paritas rendah, dan riwayat

penggunaan kontrasepsi hormonal merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi

risiko kanker ovarium (Tsilidis et al. 2011) Selain itu, setiap tipe histopatologi dan

stadium kanker ovarium memiliki pilihan pemeriksaan penunjang dan respon terhadap

terapi yang berbeda, sehingga mengetahui profil tipe histopatologi dan stadium dapat

membantu klinisi dalam menentukan pemeriksaan dan pengobatan yang lebih baik

(Ayu & Budiana 2017).

1.2. RUMUSAN MASALAH

1.2.1. Bagaimana konsep teori mengenai Kanker Ovarium yang meliputi definisi,

etiologi, patofisiologi, WOC, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang,

penatalaksanaan, dan komplikasinya.


1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan pada klien dengan Kanker

Ovarium

1.3. TUJUAN

1.3.1. TUJUAN UMUM

Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan konsep serta menerapkan asuhan

keperawatan klien dengan Kanker Ovarium.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

Diharapkan mahasiswa mampu:

a. Menjelaskan pengertian dari Kanker Ovarium

b. Menyebutkan klasifikasi Kanker Ovarium

c. Menyebutkan penyebab Kanker Ovarium

d. Menjelaskan manifestasi klinis Kanker Ovarium

e. Menjelaskan patofisiologi Kanker Ovarium

f. Menyebutkan komplikasi Kanker Ovarium

g. Menjelaskan penatalaksanaan dari Kanker Ovarium

h. Menjelaskan pencegahan dari Kanker Ovarium

i. Menjelaskan WOC dari Kanker Ovarium.

j. Menjelaskan dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Kanker

Ovarium
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. PENGERTIAN

Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (organ yang berfungsi dalam

produksi sel telur). Kanker ini merupakan 3 – 4 % dari seluruh jenis kanker pada

wanita. Secara umum, kanker ovarium adalah penyakit pada wanita post-menopause,

dengan angka kejadian tertinggi pada usia 65 – 74 tahun (Sarwono 2008).

2.2. KLASIFIKASI

Klasifikasi kanker ovarium belum ada keseragamannya, namun tidak ada

perbedaan sifat fundamental (Saifuddin, 2010). Menurut International Federation of

Ginecologic and Obstetrics (FIGO), kanker ovarium di bagi dalam 3 kelompok besar

sesuai dengan jaringan asal tumor dan kemudian masing-masing kelompok terdiri dari

berbagai spesifikasi sesuai dengan histopatologi. (Aziz, 2010)

A. Kanker Berasal dari Epitel Permukaan

Kanker yang berasal dari epitel permukaan merupakan golongan terbanyak dan

sebagian besar 85 % kanker ovarium berasal dari golongan ini. Lebih dari 80% kanker

ovarium epitel ditemukan pada wanita pascamenopause di mana pada usia 62 tahun

adalah usia kanker ovarium epitel paling sering ditemui.

Jenis-jenis kanker ovarium epitel permukaan :

1. Karsinoma Serosa

Karsinoma ini merupakan keganasan epitel ovarium yang tersering ditemukan. Mudah

tersebar di kavum abdomen dan pelvis, irisan penampang tumor sebagai kistik solid.
Tumor jenis ini di bawah mikroskop menurut diferensiasi sel kanker dibagi menjadi

diferensiasi baik (benigna) yang memiliki percabangan papilar rapat, terlihat mitosis,

sel nampak anaplastik berat, terdapat invasi intersisial jelas, badan psamoma relatif

banyak. Pada kanker diferensiasi sedang (borderline) dan buruk (maligna) memiliki

lebih banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada, dan badan psamoma tidak mudah

ditemukan.

2. Karsinoma Musinosa

Karsinoma jenis ini lebih jarang ditemukan dibanding karsinoma serosa. Sebagian

besar tumor multilokular, padat dan sebagian kistik, di dalam kista berisi musin

gelatinosa, jarang sekali tumbuh papila eksofitik, area solid berwarna putih susu atau

merah jambu, struktur rapat dan konsistensi rapuh. Tumor jenis ini di bawah mikroskop

dibagi menjadi tiga gradasi, di mana yang berdiferensiasi baik dan sedang memiliki

struktur grandular jelas, percabangan papila epitel rapat, terdpat dinding bersama

grandular, atipia inti sel jelas, terdapat invasi intersisial. Pada kanker diferensiasi buruk

struktur grandular tidak jelas, mitosis atipikal bertambah banyak, produksi musin dari

sel sangat sedikit.

3. Karsinoma Endometroid

Kira-kira 20% kanker ovarium terdiri dari karsinoma endometroid. Sebagian besar

tumor berbentuk solid dan di sekitarnya dijumpai kista. Arsitek histopatologi mirip

dengan karsinoma endometrium dan sering disertai metaplasia sel skuamos. Lebih dari

30 % karsinoma endometroid dijumpai bersama-sama dengan adenokarsinoma


endometrium. Endometroid borderline dan endometroid adenofibroma jarang

dijumpai.

4. Karsinoma Sel Jernih ( Clear Cell Carcinoma )

Tumor ini berasal dari duktus muleri. Pada umumnya berbentuk solid, sebagian

ada juga berbentuk kistik, warna putih kekuning-kuningan. Arsitek histopatologi terdiri

dari kelenjar solid dengan bagian papiler. Sitoplasma sel jernih dan sering dijumpai

hopnail appearance yaitu inti yang terletak di ujung sel epitel kelenjar atau tubulus.

5. Tumor Brenner

Tumor ini diduga berasal dari folikel. Biasanya solid dan berukuran 5-10 cm dan

hampir bersifat jinak. Tumor ini sering dijumpai insidentil pada waktu dilakukan

histerektomi.

B. Kanker Berasal dari Sel Germinal Ovarium (Germ Cell )

Tumor ini lebih banyak pada wanita umur di bawah 30 tahun. Di antaranya :

1. Disgerminoma

Adalah tumor ganas sel germinal yang paling sering ditemukan, ukuran diameter

5-15 cm, berlobus-lobus, solid, potongan tumor berwarna abu-abu putih sampai abu-

abu cokelat dengan potongan mirip ikan tongkol. Kelompok sel yang satu dengan yang

lain dipisahkan oleh jaringan ikat tipis dengan infiltrasi sel radang limfosit. Gambaran

histopatologi mirip dengan seminoma testis pada laki-laki. Neoplasma ini sensitif
terhadap radiasi. Tumor marker untuk disgerminoma adalah serum Lactic

Dehydrogenase (LDH) dan Placental Alkaline Phosphatase (PLAP).

2. Tumor Sinus endodermal

Berasal dari tumor sakus vitelinus/yock sac dari embrio. Usia rata-rata penderita

tumor sinus endodermal adalah 18 tahun. Berupa jaringan kekuning-kuningan dengan

area perdarahan, nekrosis, degenerasi gelatin dan kistik. Khas untuk tumor sinus

endodermal ini adalah keluhan nyeri perut dan pelvis yang dialami oleh 75% penderita.

Tumor marker untuk tomor sinus endodermal adalah alfa fetoprotein (AFP).

3. Teratoma Immatur

Angka kejadian mendekati tumor sinus endodermal. Massa tumor sangat besar dan

unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik, berwarna-warni, komponen

jaringan kompleks, jaringan embrional belum berdiferensiasi umumnya berupa

neuroepitel. Tumor ini mempunyai angka rekurensi dan metastasis tinggi, tapi tumor

rekuren dapat bertransformasi dan immatur ke arah matur, regularitasnya condong

menyerupai pertumbuhan embrio normal. Tumor marker untuk teratoma immatur

adalah alfa fetoprotein (AFP) dan chorionic gonadotropin (HCG).

4. Teratokarsinoma

Sangat ganas, sering disertai sel germinal lain, AFP dan HCG serum dapat positif.

Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis berdarah. Di bawah

mikroskop tampak sel primordial poligonal membentuk lempeng, pita dan sarang,

displasia menonjol, mitosis banyak ditemukan, nukleus tampak vakuolasi, intrasel

tampak butiran glasial PAS positif.


C. Kanker Berasal dari Stroma Korda Seks Ovarium (Sex Cord Stromal)

Tumor yang berasal dari sex cord stromal adalah tumor yang tumbuh dari satu

jenis. Kira-kira 10% dari tumor ganas ovarium berasal dari kelompok ini. Pada

penderita tumor sel granulosa, umur muda atau pubertas terdapat keluhan perdarahan

pervagina, pertumbuhan seks sekunder antara lain payudara membesar dengan

kolostrum, pertumbuhan rambut pada ketiak dan pubis yang disebut pubertas prekoks.

1. Tumor Sel Granulosa-teka

Kira-kira 60% dari tumor ini terjangkit pada wanita post menopause, selebihnya

pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini dikenal juga sebagai feminizing tumor,

memproduksi estrogen yang membuat penderita “cepat menjadi wanita”. Arsitektur

histopatologinya bervariasi yaitu populasi sel padat. Neoplasma ini dikategorikan low

malignant. Pada endometrium sering dijumpai karsinoma.

2. Androblastoma

Tumor ini memproduksi hormon androgen yang dapat merubah bentuk penderita

menjadi kelaki-lakian atau disebut juga masculinizing tumor. Penyakit ini jarang

dijumpai.

3. Ginandroblatoma

Merupakan peralihan antara tumor sel granulosa dan arrhenoblastoma dan sangat

jarang.

4. Fibroma

Fibroma kadang-kadang sulit dibedakan dengan tekoma. Sering disertai dengan

asites dan hidrotoraks yang dikenal sebagai sindroma Meigh.


3. ETIOLOGI

Faktor resiko pada kanker ovarium meliputi

a. Genetic

b. 7 % wanita dengan ca ovarium di sebabka karena faktor genetic

c. Hormonal

d. Hormone estrogen dan progesterone dapat menjadi faktor predisposisi kanker

ovarium. Peningkatan hormone menyebabkan peningkatan siklus ovulasi,

sehingga meningkatkan mutasi epihel yang meningkatkan karsinogenesis.

e. Usia menarche dan menopause

f. Menurut hipotesis ovulasi yang tak henti-hentinya,Usia dini saat menarche dan

usia menopause dapat meningkatkan risiko ca ovarium melalui peningkatan

jumlah siklus ovulasi.

g. Laktasi

h. Laktasi menekan sekresi gonadotropin di bawah otak dan mengarah pada

anovulasi, terutama di awal bulan setelah melahirkan akan mengurangi

mengurangi risiko ca. ovarium. Sebliknya wanita yang tidak memberikan ASI

akan meningkatkan resiko ca ovarium.

i. Riwayat operasi ginekologi dan riwayat tumor ginekologi

j. Kontrasepsi

k. Kontrasepsi yang banyak mengandung estrogen dan progestin, meningkatkan

resiko ca ovarium.

l. Hormone Replacement Therapy


m. Faktor Antropometri

n. Diet dan Nutrisi

o. Olah raga dan latihan fisik

p. Gaya Hidup : merokok, alcohol, asbestos

4. PATOFISIOLOGI

Keberadaan sel kanker pada seseorang tidak hanya berasal dari efek karsinogen

seseorang, baik yang didapat dari luar ataupun dari dalam tubuh manusia itu sendiri.

Manusia pada dasarnya memiliki zat karsinogen atau zat pemicu kanker pada tubuh.

Efek karsinogen akan semakin meningkat apabila mendapat penyebab kanker dari luar.

Zat karsinogen juga berpotensi untuk menyebabkan proliferasi sel kanker. Kurangnya

asupan antioksidan dengan minimnya konsumsi buah dan sayuran yang mengandung

antioksidan (seperti vitamin E, vitamin C, dan beta karoten) dapat mengurangi

perlindungan sel terhadap efek karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki

enzim aktif yang dapat memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang sehat

(Corwin 2009).

Kanker epitel ovarium atau yang biasa kita sebut kanker indung telur atau

kanker ovarium adalah kanker yang terbentuk di sel epitel di ovarium sebagai hasil dari

perkembangan tumor ganas pada ovarium. Kanker ovarium dapat menyebar secara

langsung ke daerah disekitarnya dan melalui sistem peredaran getah bening ke area

panggul dan perut dan dapat menyebar hingga ke hati dan paru-paru melalui peredaran
darah. Kebanyakan teori patofisiologi kanker ovarium meliputi konsep yang dimulai

dengan diferensiasi dari sel-sel yang melapisi ovarium (Fitri 2015).

Penyebab kanker ovarium sampai saat ini belum diketahui secara pasti, faktor

riwayat keluarga penderita kanker terkait, kehamilan pertama dan perpindahan khusus

yang diturunkan (BRCA1 dan BRCA2) masih merupakan faktor berkebahayaan kanker

tersebut terjadi. Kanker ovarium memiliki pertumbuhan yang cepat, tahapan awal

biasanya tidak bergejala, dan ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin,

umumnya lebih dari 60% penderita didiagnosis setelah berada dalam keadaan lanjut.

Gejala dan tanda klinis yang biasa dijumpai adalah pembesaran perut, terdapat massa

di dalam rongga perut atau pelvis, gejala gangguan pencernaan makanan (dispepsia),

gangguan buang air kecil dan besar, gangguan haid, gejala penekanan rongga perut

berupa: rasa mual, muntah, hilang nafsu makan, nyeri perut (Perhimpunan Dokter

Spesialis Patologi Klinik Indonesia 2012).

Selama ovulasi, sel-sel kanker ini berada dan berkembang di dalam ovarium,

yang kemudian berkembang biak dan menyebar kepermukaan peritonium dan

omentum. Kanker epitel ovarium biasanya tidak menyerang ke ruang organ parenkim-

nya, melainkan hanya menempel pada permukaan organ saja. Sel tumor tumbuh di

sepanjang selaput rongga peritonium, dan mesenterium usus yang menunjukkan fase

metastasis. Transformasi maligna terkait dengan mutasi gen P53 dan mutasi dari proto-

onkogen, BRAF (v-raf sarkoma murine onkogen virus homolog B1), dan KRAS. Sel

kanker yang terkelupas secara tidak sengaja akan ikut mengalir dalam sirkulasi cairan

peritonel secara alami, sel tersebut akan mengalir di sepanjang selokan, paracolic dan
ruang sub-diafragma. Hal inilah yang membuat hati dan diafragma peritonium

memiliki kemungkinan terbesar untuk terjadi implantasi tumor disana. Pola

penyebaran awal kanker ovarium adalah melalui penyebaran langsung atau drainase

limfatik. Sedangkan menyebaran hematogen biasanya baru terjadi diakhir proses

penyakit. Karsinoma ovarium bisa menyebar dengan ekstensi lokal, imfasi limfatik,

implantasi intra peritonial, penyebaran hematogen, dan bagian transdiafragmatik.

Penyebaran intra peritonial adalah karakteristik yang paling umum dari kanker

ovarium. Sel-sel ganas dapat menempel dimana saja dalam rongga peritonial, tapi lebih

cenderung untuk menempel di situs statis sepanjang sirkuasi cairan

peritonium.mekanisme penyebaran inilah yang menjadi pertimbangan dalam

melakukan bedah operasi dan kemoterapi intra peritonial (Fitri 2015).


5. WEB OF CAUSATION (WOC
6. STAGING CA OVARIUM

The Tumor-Node-Metastasis (TNM) dan Internasional Federation of Gynecology and

Obstetrics (FIGO) pada tahun 2014 mengklasifikasikan stadium dari kanker ovarium

seperti pada tabel di bawah ini :

Tumor Primer / Primary tumor (T)


TNM FIGO
TX Tumor primer tidak terdeteksi
T0 Tidak ada bukti tumor primer
T1 I Tumor terbatas pada ovarium (satu atau keduanya)
T1a IA Tumor terbatas pada satu ovarium; kapsul utuh, tidak ada
tumor di permukaan ovarium; tidak ada asites yang berisi sel
ganas atau bilasan peritoneum negatif.
T1b IB Tumor terbatas pada kedua ovarium; kapsul utuh, tidak ada
tumor di permukaan ovarium; tidak ada asites yang berisi sel
ganas atau bilasan peritoneum negatif.
T1c IC ⃰ Tumor terbatas pada satu atau kedua ovarium dengan di ikuti
beberapa hal berikut: kapsul pecah, tumor di permukaan
ovarium,terdapat sel ganas pada asites atau bilasan
peritoneum positif.
T2 II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan ekstensi
(perluasan) ke panggul.
T2a IIA Ekstensi dan/atau masuk ke dalam uterus ; tidak ada sel
ganas pada asites atau bilasan peritoneum negatif.
T2b IIB Perluasan ke dan/atau masuk ke jaringan pelvis; tidak ada sel
ganas pada asites atau bilasan peritoneum negatif.
T2c IIC ⃰ Pelvis ekstensi dan/atau masuk (T2a atau T2b) dengan sel
ganas pada asites atau bilasan peritoneum posirif.
T3 III ⃰ Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan bukti
mikroskopik metastasis peritoneum di luar pelvis.
T3a IIIA ⃰ Metastasis secara mikroskopis di luar pelvis (tumor tidak
makroskopis)
T3b IIIB ⃰ Metastasis peritoneal makroskopik kurang dari 2 cm di luar
pelvis dalam dimensi besar.
T3c IIIC ⃰ Metastasis peritoneal makroskopik > 2 cm di luar panggul
dalam dimensi besar dan/atau metastasis kelenjar limfe
regional.
Kelenjar limfe setempat / Regional lymph nodes (N)
TNM FIGO
NX Kelenjar getah bening setempat tidak dapat di deteksi
N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional
N1 IIIC Metastasis pada kelenjar limfe regional
Metastasis jauh / Distant metastasis (M)
TNM FIGO
M0 Metastasis tidak jauh
M1 IV ⃰ Metastasis jauh : Pertumbuhan mengenai satu atau kedua
ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil
sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu
juga metastasis ke parenkim liver.
Catatan :
1. Adanya asites non malignant tidak diklasifikasikan; kehadiran dari asites tidak
mempengaruhi stadium kecuali sel ganas hadir.
2. Metastasis kapsul hati adalah T3 / stadium III ; metastasis parenkim hati, M1 / stadium IV.
Efusi pleura harus dilakukan memiliki sitologi positif untuk MI / stadium IV.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC

Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan pemeriksaan hispatologis yang dilakukan

dengan :

a. Metode anamnesis (wawancara dan pemeriksaan fisik)

Pada saat anamnesis pasien akan ditanya (diwawancarai) secara lisan mengenai

sakit yang dirasakan beserta sejarah penyakitnya (jika ada) yang akan dicatat dalam

rekam medik.

b. Pemeriksaan USG untuk dapat membedakan lesi/tumor yang solid dan kristik.
c. Tes laboratorium

Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di mana

kadar ALP yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan empedu atau kanker yang telah

bermetastasis ke arah hati atau tulang

d. Penanda tumor (tumor marker)Cancer antigen 125 (CA 125). Pada pasien penderita

kanker ovarium sering ditemukan peningkatan kadar CA 12

e. X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan

gelombang lalu mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang diperiksa

tulang akan memberikan warna putih, jaringan akan memberikan warna keabuan,

sedangkan udara memberikan warna hitam Pencitraan lain

f. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah memvisualisasikan

tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan menggunakan metode pengukuran

sinyal elektromagnetik yang secara alamiah dihasilkan oleh tubuh.Position

Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan cara

memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Sel-sel kanker (yang berkembang

lebih cepat daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih cepat/banyak

daripada sel-sel normal.

g. CT SCAN, merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk

mencitrakan bagian dalam tubuh.

h. Scanning radioaktif.

Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan sonogram

ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan abnormalitas pada


bagian pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara yang dipantulkan oleh

jaringan yang ditembakkan gelombang suara.

i. Endoskopi

Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga tubuh

menggunakan alat fiberoptik.Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya abnormalitas

seperti bengkak, sumbatan, luka/jejas, dan lain-lain.

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Kanker Ovarium meliputi :

A. Tindakan Bedah

Prosedur operasi biasanya meliputi pengangkatan kedua ovarium, tuba falopi,

rahim, serta omentum (jaringan lemak dalam perut). Operasi ini juga bisa melibatkan

pengangkatan kelenjar getah bening pada panggul dan rongga perut untuk mencegah

dan mencari tahu jika ada penyebaran kanker. Dengan pengangkatan kedua ovarium

dan rahim, penderita tidak lagi dapat memiliki keturunan.Namun lain halnya dengan

kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium dini. Penderitanya mungkin hanya akan

menjalani operasi pengangkatan salah satu ovarium dan tuba falopi sehingga

kemungkinan untuk memiliki keturunan masih ada.

B. Kemoterapi

Kemoterapi dapat dijadwalkan setelah operasi. Ini dilakukan untuk membunuh sel-

sel kanker yang tersisa. Selama menjalani kemoterapi, dokter akan memantau

perkembangan penderita secara rutin guna memastikan keefektifan obat dan respons

tubuh terhadap obat.Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum operasi pada penderita
kanker ovarium stadium lanjut, dengan tujuan mengecilkan tumor sehingga

memudahkan prosedur pengangkatan. Setiap pengobatan berisiko menimbulkan efek

samping, begitu pula dengan kemoterapi. Beberapa efek samping yang mungkin terjadi

setelah melakukan proses kemoterapi di antaranya adalah tidak nafsu makan, mual,

muntah, lemas, rambut rontok, serta meningkatnya risiko infeksi.

Tabel 2.1 Panduan Obat Kemoterapi


Nama generic Nama merek (dijual sebagai)
Altretamine Hexalen®
Capecitabine Xeloda®
Carboplatin -
Cisplatin Platinol®
Siklofosfamid -
Docetaxel Taxotere®
Doxorubicin adriamycin®
Doxorubicin, liposom injeksi Doksorubisin®
Etoposid, lisan -
Gemcitabine Gemzar®
Ifosfamida -
Irinotecan Camptosar®
Melphalan Alkeran®
Oxaliplatin Eloxatin®
Paclitaxel Taxol®
Paclitaxel, albumin-terikat Abraxane®
Pemetrexed Alimta®
Topotecan Hycamtin®
Vinorelbine Navelbine

C. Radioterapi

Di samping operasi dan kemoterapi, radioterapi merupakan tindakan lain yang bisa

menjadi alternatif. Dalam radioterapi, sel-sel kanker dibunuh menggunakan radiasi dari

sinar X. Sama seperti kemoterapi, radioterapi dapat diberikan baik setelah maupun
sebelum operasi. Efek sampingnya juga serupa dengan kemoterapi, terutama terjadinya

kerontokan rambut.

D. Terapi Hormon

Terapi hormon adalah pengobatan yang berhenti tubuh dari membuat hormon

tertentu atau menghentikan tindakan hormon. Terapi hormon tidak digunakan sebagai

awal pengobatan untuk kanker ovarium. Tapi, itu dapat digunakanuntuk kanker

ovarium yang telah kembali setelah perawatan lainnya. Estrogen dan progesteron

adalah hormon yang membantu beberapa jenis kanker ovarium tumbuh. Estrogen

sebagian besar dibuat oleh ovarium dan dibuat dalam jumlah kecil oleh kelenjar

adrenal, hati, dan lemak tubuh. Progesterone juga sebagian besar dibuat oleh indung

telur. Memblokir hormon ini dari bekerja atau menurunkan tingkat hormon dapat

membantu pertumbuhan kanker ovarium lambat. Berbagai jenis obat terapi hormon

bekerja dengan cara yang berbeda. Obat terapi hormon yang mungkindigunakan untuk

kanker ovarium meliputi:

a) Tamoxifen - Obat antiestrogen ini berfungsi untuk menghentikan efek estrogen

pada pertumbuhan sel kanker.

b) Anastrozole, exemestane, dan letrozole - Obat inhibitor aromatase ini

menurunkan kadar estrogen dalam tubuh.

c) leuprolide asetat ovarium berfungsi untuk membuat sedikit estrogen dan

progesteron. Obat ini di kelas obat yang disebut LHRH (luteinizing hormone-

releasing hormone) agonis.


d) Megestrol asetat - Obat ini menghentikan efek estrogen pada pertumbuhan sel

kanker. Obat ini di kelas obat disebut progestin

9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

a. Asites

Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke strukturstruktur

yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui penyebaran benih tumor

melalui cairan peritoneal ke rongga abdomen dan rongga panggul.

b. Efusi Pleura

Dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui saluran limfe

menuju pleura.

c. Penyebaran ke organ lain

d. Progresif function loss of various organs (fungsi progresif hilangnya berbagai

organ)

e. obstruksi usus

f. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam

Rahim atau dapat menghalangi masuknya ke dalam panggul .

g. pada persalinan dapat terjadi obstruksi bagi lahirnya anak yang dapat

menyebabkan rupture uteri.

h. Pada tingkat lanjut dapat terjadi komplikasi obstruksi usus.

Komplikasi lain yang dapat disebabkan pengobatan adalah :

a. Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien menopause


b. Mual, muntah dan supresi sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat juga

c. muncul maaslah potensial ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis

d. Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus,

10. DETEKSI DINI

A. Pemeriksaan Fisik

Sekarang ini, pemeriksaan fisik pelvis, ultrasonografi transvaginal, dan level

serum CA 125 merupakan modalitas standar dalam mendeteksi karsinoma ovarium.

Pada pemeriksaan fisik, tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah

ditemukannya massa tumor di pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irregular

dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas

abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan.

Cairan asites ini diyakini hasil dari peningkatan produksi cairan karsinomatous atau

penurunan clearance oleh obstruksi saluran limfatik (Diaz 2013)

Akan tetapi, pemeriksaan fisik pelvis tidak efisien dalam membedakan lesi dini

ataupun premaligna dari ovarium normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

sensitivitas dan spesifisitas dalam mendeteksi massa pada pelvis yang semata-mata

hanya berdasarkan pemeriksaan fisik pelvis adalah sekitar 40 % dan 90%, dimana

sensitivitas dan spesifisitas tersebut masih berada di bawah kriteria sebagai skrining tes

yang efektif.

Pada stadium lanjut, pemeriksaan abdomen bagian atas biasanya menunjukkan

massa menandakan penggumpalan di omentum.4. Auskultasi dada juga penting karena

pasien dengan efusi pleura ganas mungkin tidak ada gejala yang jelas. Selain itu,
palpasi pada kelenjar limfe perifer harus dilakukan untuk memastikan ada atau tidak

metastasis.

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi

Untuk membedakan tumor jinak dan karsinoma ovarium tahap awal, sonografi

transvaginal adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat. Tumor ganas adalah

bilateral, multiloculated, padat atau echogenik, besar (>5 cm), dan memiliki septa tebal

dengan daerah nodularitas. Fitur lain termasuk proyeksi papiler atau neovaskularisasi

pada pemeriksaan Doppler. Meskipun beberapa presumtif model telah dijelaskan

dalam upaya untuk membedakan massa jinak dari karsinoma ovarium preoperatif, tidak

ada dilaksanakan secara universal.

Pemeriksaan USG transvaginal pada wanita postmenopause dengan massa pada

pelvis memiliki sensitivitas 84% dan spesifisitas 78%. Namun USG transvaginal

memiliki nilai prediktif positif yang buruk apabila digunakan dalam skrining pada

populasi umum.

Ultrasonografi transvaginal merupakan modalitas diagnosis awal dalam

mengevaluasi adneksa. Namun, sensitivitas dan spesifisitas USG transvaginal untuk

diagnosis definitif kanker ovarium sangatlah terbatas. Dalam sebuah penelitian

skrining dari National Ovarian Cancer Early Detection Program, 4526 perempuan

yang memiliki resiko tinggi kanker ovarium diskrining dengan USG transvaginal,

penelitian tersebut menunjukkan keterbatasan dalam mendeteksi karsinoma ovarium,

karsinoma peritonium primer dan karsinoma tuba fallopi pada wanita dengan stadium
III yang asimptomatik. Yang terbaru yaitu penelitian prospektif dari universitas

Kentucky (KY, USA) menevaluasi 37.293 wanita berumur 50 tahun atau lebih yang

asimptomatik, wanita berumur 25 tahun atau lebih yang asimptomatik dengan riwayat

keluarga menderita kanker ovarium, yang diperiksa skrining USG setiap tahunnya,

dengan rata-rata follow-up yaitu 5,8 tahun. Ditemukan total 47 kasus epitelial ovarian

cancer (EOC) dan 15 tumor ovarium epitelial dengan potensi keganasan rendah.

Distribusi stadium untuk invasive epithelial cancers adalah : stage I, 47%; stage II,

23%; stage III, 30%; dan stage IV, 0%. Penetili mendapatkan spesifisitas 98,5% dan

nilai prediktif positif 8,9%. Survival rate dalam 5 tahun untuk wanita dengan EOC

invasif yang dideteksi melalui skrining adalah 74,8% dibandingkan dengan wanita

penderita karsinoma ovarium yang tidak diskrining yaitu 53,7%.

Untuk meningkatkan efisasi sonografi, tehniknya dengan menggabungkan

penaksiran morfologi dengan vaskularisasi tumor dalam sistem diagnostik, yang secara

signifikan lebih baik dalammenentukan karakteristik lesi ovarium dibandingkan

pengukuran resistensi arteri Doppler, color Doppler flow imaging, ataupun informasi

grayscale morphologic. Terdapat bukti bahwa penggunaan kontras dengan Doppler

power 3D sonografi lebih superior dibandingkan nonenhanced sonography (95 vs

86.7%). Fleischer et al. Menunjukkan bahwa penggunaan pulse inversion harmonic

imaging dengan USG kontras merupakan metode yang lebih tepat dalam membedakan

tumor ovarium jinak atau ganas.


Pada pasien dengan stadium lanjut, sonografi kurang membantu karena sangat

sulit untuk membedakan massa yang besar yang mencakupi uterus, adneksa dan

struktur sekitarnya. Asites, jika ada akan mudah terdeteksi.

2. Tumor Marker

Cancer Antigen-125.

Sekarang ini, glikoprotein antigen CA 125 merupakan tumor marker yang

paling sering digunakan untuk tumor ovarium epitelial, yaitu 85-90% dari seluruh

kanker ovarium. CA 125 awalnya dideteksi dengan menggunakan antibodi murine

monoklonal OC 125. CA 125 mula-mula dikembangkan untuk memonitor pasien yang

sebelumnya telah didiagnosis kanker ovarium dan bukan untuk skrining. CA 125 hanya

meningkat pada 47% wanita dengan kanker ovarium stadium dini, sedangkan pada

stadium lanjut level CA 125 meningkat pada 80-90% wanita. Oleh karena level CA

125 meningkat pada beberapa kondisi yang benign pada wanita premenopause,

kegunaannya sebagai tumor marker lebih efektif pada wanita post menopause. Untuk

mendeteksi kanker ovarium pada wanita postmenopause, batas nilai CA 125 adalah 35

unit/ml(Widayati et al. 2009)

Berdasarkan nilai CA 125, klinis dan data demografi pada 3692 wanita yang

mengikuti skrining yang dilakukan oleh National Cancer Institute, merekomendasikan

untuk mencapai false-positive rate 2% pada percobaan skrining kanker ovarium pada

wanita beresiko tinggi, batas nilai CA 125 harus berdasarkan status menopause

seseorang : 50 units/ml untuk wanita premenopausal, 40 units/ml untuk wanita


premenopausal yang sedang menggunakan kontrasespsi oral, dan 35 units/ml wanita

postmenopausal.

Secara klinis CA 125 digunakan untuk menentukan prognosis dan surveillance

wanita yang terdiagnosis kanker ovarium. Akan tetapi, sebagai salah satu biomarker

yang terbaik untuk karsinoma ovarium, CA-125 juga sering digunakan untuk

mendeteksi karsinoma ovarium pada stadum dini. Bersamaan dengan pemeriksaan CA

125, juga difokuskan pemeriksaan biomarker lainnya dengan atau tanpa kombinasi

dengan tehnik pencitraan (imaging) dan pemantauan secara simultan marker untuk

mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik. Indeks resiko keganasan

diperoleh melalui skor level serum CA 125 untuk hasil temuan yang spesifik pada USG

pelvis dan skor status menopause. Indeks resiko keganasan memberikan sensitivitas

90% dan spesifisitas 89% dalam menentukan keganasan pada kasus massa pada pelvis.

Dalam 90% wanita dengan karsinoma nonmusinous, kadar CA-125 tinggi.

Namun preoparatif, tidak boleh digunakan sendiri dalam penanganan massa adneksa.

Setengah dari karsinoma ovarium stadium I memiliki kadar CA-125 normal (negatif

palsu). Sebaliknya, nilai tinggi (positif palsu) dapat dikaitkan dengan penyakit radang

panggul, endometriosis, leiomyoma, kehamilan dan bahkan mentruasi.

Pada wanita pascamenopause dengan massa pelvis, pengukuran CA-125 dapat

membantu memprediksi kemungkinan adanya keganasan. Pada tumor musinous,

Cancer Antigen 19-9 (CA 19-9) dan Carcinoembryonic Antigen (CEA) indikator yang

lebih baik dibanding CA-125.


Carcinoembriogenic Antigen (CEA)

CEA merupakan antigen onkofetal dan peningkatan kadar serum CEA

seringkali ditemukan pada berbagai penyakit benign dan maligna, termasuk kanker

ovarium. Peningkatan konsentrasi CEA pada karsinoma ovarium beragam sesuai

dengan tipe histologis dan stadium penyakitnya, yang kebanyakan meningkat pada

pasien dengan kanker ovarium tipe musinosa ataupun kanker ovarium yang telah

metastasis.

Sensitivitas CEA sebagai marker untuk mendeteksi kanker ovarium hanyalah

sekitar 25% dengan positive predictive value pada peningkatan konsentrasi CEA hanya

14%. Walaupin CEA bukanlah marker untuk diagnosis dini oleh karena sensitivitasnya

yang rendah, CEA dapat sangat bermanfaat dalam menentukan respon terapi terhadap

pasien kanker ovarium.

Alfa-Fetoprotein (AFP)

Alfa-fetoprotein merupakan glikoprotein onkofetal yang diproduksi oleh yolk

sac fetus, hepar dan saluran cerna bagian atas. Peningkatan AFP dapat ditemukan pada

kehamilan dan penyakit hati. Kadar serum AFP meningkat pada pasien dengan tumor

hepar, dan beberapa keganasan seperti gaster, pankreas, kolon dan bronkus. Pada

wanita dengan tumor sinus endodermaldan keganasan embrional, AFP digunakan

dalam memonitor respon terapi dan mendeteksi dini rekurensi penyakit. AFP secara

akurat dapat memprediksi elemen yolk sac pada mixed germ cell tumour.
Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

hCG secara normal diproduksi oleh trofoblas dan secara klinis (serum ataupun

urin) digunakan sebagai penanda kehamilan dan penyakit kehamilan trofoblastik.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa imunoreaktivitas dari total hCG dalam serum

dan urin (urinary b-core fragment, hCGbcf) memberikan gambaran prognosis kanker

ovarium. Pada kadar serum hCG normal, 5-year survival rate dapat mencapai 80%,

namun pada kadar hCG meningkat hanya 22%. Pada pasien dengan stadium III, IV dan

penyakit residual, 5-year survival mencapai 75%, sebaliknya 0% pada keadaan hCG

meningkat. hCGbcf dapat dideteksi melalui urin pada 84% pasien kanker ovarium.

Walaupun kemampuan marker ini memfasilitasi pemilihan modalitas terapi kanker

ovarium sebelum pembedahan, aplikasi klinis hCG dan subunit B bebasnya (B-hCG)

masih sangat terbatas untuk skrining dan diagnosis. hCG sering digunakan sebagai

petanda tumor germ sel.

Inhibin

Inhibin merupakan sebuah glikoprotein dan bagian dari kelompok transforming

growth factor beta (TGFb). Inhibin A dan B merupakan heterodimer yang terdiri dari

subunit a yang identik dan antara subunit bA atay bB yang berkaitan dengan ikatan

disulfida. Inhibin diproduksi oleh gonad dan berfungsi sebagai regulator sekresi FSH.

Inhibin berhubungan dengan tumor sel granulosa dan karsinoma musinosa; berbeda

dengan CA 125 yang berhubungan dengan tumor serous, endometrioid dan

undifferentiated. Sebagai tambahan, subunit a berfungsi sebagai supresor tumor

ovarium. Kombinasi pemeriksaan total inhibin melalui ELISA dengan CA 125


digunakan untuk mendeteksi sebagian besar tipe kanker ovarium dengan sensitivitas

dan spesifisitas 95%.

Risk of Malignancy Index (RMI)

RMI mengkombinasikan 3 hasil pemeriksaan pra-bedah: kadar serum CA125

(IU/ml) (CA125), status menopause (M), dan skor USG (U). Rumusnya adalah:

RMI = U x M x CA125

 Hasil USG memiliki nilai 1 untuk setiap karakteristik berikut : kista multilokular,

area padat, metastasis, ascites, dan lesi bilateral. U=0 (untuk skor USG 0), U=1

(untuk skor USG 1), dan U=3 (untuk skor USG 2-5).

 Status menopause memiliki skor 1= premenopause dan 3= postmenopause.

 Klasifikasi postmenopause adalah wanita yang sudah tidak mendapatkan haid

selama lebih dari 1 tahun atau wanita berusia > 50 tahun yang telah menjalani

histerektomi.

 Kadar serum CA125 diukur dalam IU/ml dan dapat bervariasi dari 0 hingga ratusan

atau bahkan ribuan unit.

 Hitung skor risk of malignancy index (RMI ) dan rujuk semua pasien dengan skor

RMI > 250 ke tim dokter spesialis.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Data diri klien

b. Data biologis/fisiologis : keluhan utama, riwayat keluhan utama

c. Riwayat kesehatan masa lalu

d. Riwayat kesehatan keluarga

e. Riwayat reproduksi : siklus haid, durasi haid

f. Riwayat obstetric : kehamilan, persalinan, nifas, hamil

g. Data psikologis/sosiologis : Reaksi emosional setelah penyakit diketahui

h. Pemeriksaan fisik

i. Aktifitas istirahat

- Kelemahan / keletihan

- Perubahan pada pola tidur

- Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,ansietas,keringat

malam

- Pekerjaan / profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan ,tingkat stress

tinggi

j. Integritas ego

- Faktor stress,merokok,alcohol

- Menunda mencari pengobatan


- Masalah tentang lesi / cacat, pembedahan

- Menyangkal diagnosis, putus asa

k. Eliminasi

- Pada kanker Ovarium terdapat tanda haid tidak teratur,sering berkemih,menopouse

dini dan menorrhagia.

- Dispepsia,rasa tidak nyaman pada abdomen, lingkar abdomen yang terus meningkat.

l. Neurosensori: Pusing, sinkope

m. Nyeri / ketidaknyamanan

- Adanya nyeri, derajat bervariasi dari nyeri tingkat ringan s/d berat (dihubungkan

dengan proses penyakit )

- Nyeri tekan pada area kanker

n. Keamanan

Pemajanan pada zat kimia, toksik dan karsinogen

Tanda : Demam,ulserasi

o. Seksualitas

Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun,mempunyai banyak pasangan seksual,

aktifitas seksual dini.

p. Interaksi sosial

- Ketidaknyamanan / kelemahan sistem pendukung

- Riwayat perkawinan,dukungan dan bantuan

- Masalah tentang fungsi dan tanggung jawab perawat


2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan kanker ovarium meliputi :

A. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan infiltrasi tumor.

B. Ansietas (00146) berhubungan dengan stresor rencana pembedahan.

C. Intoleran Aktivitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen.

D. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan

dengan faktor biologis efek kanker ovarium pada traktus gastro intestinal.

3. INTERVENSI

1. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan infiltrasi tumor.

NOC:

 Kontrol nyeri

- Laporan nyeri mereda atau terkontrol

- Mengatakan metode yang meredakan nyeri

NIC:

 Lakukan pengkajian nyeri komfrehensif (lokasi, karakteristik, konsep, dll)

 Observasi adanya pentunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan

 Dorong klien untuk memonitor nyeri

 Berikan informasi mengenai nyeri (penyebab nyeri)

 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

2. Ansietas (00146) berhubungan dengan stresor rencana pembedahan.

NOC:
 Kontrol diri terhadap ansietas:

- Mengenali dan mengungkapkan perasaan

- Mengidentifikasi penyebab dan faktor kontribusi

- Mengungkapkan penurunan ansietas

NIC:

 Identifikasi dan kenali persepsi klien tentang ancaman atau situasi

 Observasi tanda verbal dan nonverbal dari ansietas

 Dorong klien dan orang dekat untuk berkomunikasi satu sama lain

 Beri periode istirahat dan waktu tidur tanpa gangguan

 Kolaborasi dalam pemberian anti ansietas

3. Intoleran Aktivitas (00092) berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen.

NOC:

 Endurance:

- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diperlukan dan diinginkan

- Melaporkan peningkatan yang dapat terukur dalam toleransi aktivitas

- Mendemonstrasikan penurunan tanda-tanda fisiologis intoleransi

NIC:

 Kaji respon klien terhadap aktivitas, catat frekuensi nadi yang lebih cepat > 20

x/menit dari frekuensi saat istirahat; peningkatan TD (sistolik meningkat > 40

mmHg atau diastolik meningkat > 20 mmHg), selama dan setelah aktivitas, dipsnea,

nyeri dada, diaforesis, dan sinkop.


 Ajarkan klien teknik penghematan energi (duduk saat menyisir rambut atau saat

menyikat gigi)

 Dorong aktivitas progresif dan perawatan diri jika ditoleransi

4. Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan

dengan faktor biologis efek kanker ovarium pada traktus gastro intestinal.

NOC:

 Status nyeri:

- Menunjukkan berat badan stabil atau kenaikan yang progresif sesuai tujuan dengan

normalisasi nilai laboratorium dan tidak ada tanda malnutrisi

NIC:

 Kaji berat badan, usia, masa tubuh, kekuatan dan tingkat aktifitas serta istirahat

 Inspeksi mukosa oral

 Evaluasi nafsu makan klien

 Beri higiene oral

 Dorong klien untuk makan makanan yang sehat dan bervariasi sebanyak mungkin

 Kolaborasi dalam pemberian makanan lewat NGT


DAFTAR PUSTAKA

Ayu, I.D. & Budiana, I.N.G., 2017. PROFIL PASIEN KANKER OVARIUM DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR – BALI PERIODE
JULI 2013 – JUNI 2014. e-Jurnal Medika, 6(3), pp.1–9.

AZIZ, M.F., 2010. BUKU ACUAN NASIONAL ONKOLOGI GINEKOLOGI 1st ed.,
Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Buys, S.S. et al., 2011. Effect of Screening on Ovarian Cancer Mortality. JAMA,
305(22), p.2295. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21642681
[Accessed May 27, 2018].

CDC, 2017. Ovarian Cancer Statistics. Available at:


https://www.cdc.gov/cancer/ovarian/statistics/ [Accessed May 27, 2018].

Corwin, E.J., 2009. Buku Saku Patofisiologi 3 Revisi., Jakarta: EGC.

Curley, M.D. et al., 2011. Evidence for cancer stem cells contributing to the
pathogenesis of ovarian cancer. Frontiers in bioscience (Landmark edition), 16,
pp.368–92. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21196176
[Accessed May 27, 2018].

Diaz, E., 2013. Early detection of ovarian cancer. , 8(2), pp.169–179.

Fitri, 2015. Patofisiologi Kanker Ovarium | SEHAT.link.

Fuh, K.C. et al., 2015. Survival differences of Asian and Caucasian epithelial ovarian
cancer patients in the United States. Gynecologic Oncology, 136(3), pp.491–497.
Available at:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0090825814013699
[Accessed May 27, 2018].

Green, A.E., 2018. Ovarian Cancer: Practice Essentials, Background, Pathophysiology.


Available at: https://emedicine.medscape.com/article/255771-overview
[Accessed May 27, 2018].

Jelovac, D. & Armstrong, D.K., 2011. Recent Progress in the Diagnosis and Treatment
of Ovarian Cancer. CA Cancer J Clin, 61 (3), pp.183–203. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3576854/pdf/nihms-440699.pdf
[Accessed May 27, 2018].
Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2015. Stop Kanker.
infodatin-Kanker, p.hal 3.

Oemiati, R., Rahajeng, E. & Kristanto, A.Y., 2011. Di Indonesia penyakit. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Indonesia,
39(4), pp.190–204.

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia, 2012. Indonesian Journal of


Clinical Pathology and Medical Laboratory. , 19.

Rossing, M.A. et al., 2010. Predictive Value of Symptoms for Early Detection of
Ovarian Cancer. JNCI Journal of the National Cancer Institute, 102(4), pp.222–
229. Available at: https://academic.oup.com/jnci/article-
lookup/doi/10.1093/jnci/djp500 [Accessed May 27, 2018].

Sarwono, P., 2008. Ilmu Kandungan 2nd ed., Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Tsilidis, K.K. et al., 2011. Oral contraceptive use and reproductive factors and risk of
ovarian cancer in the European Prospective Investigation into Cancer and
Nutrition. British Journal of Cancer, 105(9), pp.1436–1442.

Widayati, P., Ariyanto, A. & Lestari, W., 2009. Produksi Kit Immunoradiometricassay
( IRMA ) CA-125. , 7(2), pp.91–97.

Anda mungkin juga menyukai