Anda di halaman 1dari 79

Bagian IV

ASTRONOMI

SUMBER: Earth Science; twelfth edition, Oleh Edward J.


Tarbuck, Frederick K. Lutgens, dan Dennis Tasa, Penerbit:
Pearson International Edition; Astronomy principles and
practice by A.E Roy; Astrofisika by Winardi Sutantyo; Diktat
Pelatihan Astronomi tingkat Nasional; Philip’s Pocket Star
Atlas by John Cox; Software Starry Night
(www.StarryNight.com); Wikipedia (www.wikipedia.com);
PENDAHULUAN

Astronomi adalah ilmu yang erat kaitannya dengan ilmu Matematika dan Fisika,
konsekuensinya untuk menguasai materi olimpiade Astronomi diperlukan dasar yang
kuat dari ilmu-ilmu tersebut. Pengetahuan Astronomi umum dan kemampuan
berbahasa Inggris (beberapa soal akan diberikan dalam bahasa Inggris) akan membantu
anda, namun yang lebih utama adalah kemampuan Matematika, Fisika, serta
kemampuan analisis anda.
Untuk mempelajari materi astronomi dalam diktat ini, akan lebih mudah bagi
anda apabila telah menguasai materi-materi dibawah ini,

Matematika :
- Trigonometri dasar (dalam derajat dan radian)
- Logaritma
- Lingkaran & persamaan lingkaran
- Dimensi dua dan tiga
- Grafik Y-X, Grafik Log Y-X, Grafik Y-Log X, Grafik Log Y – Log X
Fisika :
- Mekanika Dasar
- Gerak Parabola dan jatuh bebas.
- Gerak Melingkar
- Persamaan Energi
- Momentum dan tumbukan.

Diktat ini hanya memberikan materi astronomi yang bukan bersifat pengetahuan
umum atau hapalan. Materi pengetahuan umum kami asumsikan dapat anda cari
sendiri dari literatur atau internet, meskipun nantinya dalam olimpiade anda tidak akan
banyak menemukan pertanyaan yang bersifat murni hapalan (biasanya dibutuhkan
analisa dan pemahaman konsep astronomi) apalagi untuk tingkat propinsi keatas.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi olimpiade tingkat kota (OAKK) anda
disarankan untuk memperdalam pengetahuan umum astronomi, serta memperkuat
dasar matematika dan fisika anda minimal setingkat materi kelas 3 SMU, sebab materi
ujian juga mencakup pelajaran tersebut. Namun fisika dan matematika tidak lagi masuk
materi ujian untuk tingkat propinsi, sehingga anda sudah dapat berkonsentrasi pada
materi astronomi saja terutama bab-bab awal dari diktat ini. Sedangkan untuk tingkat
nasional, selain harus sudah menguasai diktat ini (dan mungkin membaca bacaan
Astronomi tingkat lanJut), anda harus pula mempersiapkan diri untuk ujian praktek
yang meliputi observasi, simulasi observasi, dan pengolahan data. Nilai uJian praktek
dalam Astronomi cukup besar dan sangat berpengaruh dalam perolehan nilai.

--= SELAMAT BERJUANG =--


Daftar Isi :

1 Fenomena Geosentrik
1.1 Bola langit 4
1.2 Bintang & Rasi Bintang 5
1.3 Matahari 8
1.4 Planet 9
1.5 Periode Sinodis Planet 13
1.6 Bulan 14
1.7 Gerhana, Transit, Okultasi 15
1.8 Presesi & Nutasi 16
1.9 Objek Langit Lain 16

2 Pengukuran Sudut dan Paralaks


2.1 Sudut 18
2.2 Jarak / diameter Sudut 18
2.3 Paralaks Trigonometri 19

3 Astrofisika 1
3.1 Gelombang 22
3.2 Hukum Pancaran 23
3.3 Terang bintang 25
3.4 Magnitudo 26
3.5 Spektrum 28
3.6 Kelas spectrum 29
3.7 Diagram HR 31
3.8 Evolusi Bintang 32

4 Mekanika 1
4.1 Hukum Kepler 38
4.2 Hukum Gravitasi Newton 41
4.3 Mekanika Orbit Lingkaran 43
4.4 Titik Netral dan Titik Pusat Massa 45
4.5 Gaya Pasang Surut 48

5 Tata Koordinat
5.1 Koordinat Geografis 51
5.2 Koordinat Horizon 52
5.3 Koordinat Ekuatorial 53
5.4 Koordinat Ekliptika 55
5.5 Konsep Waktu 55
5.6 Siang dan Malam 59
5.7 Bintang Sirkumpolar 61
5.8 Tiang Dan Bayangan 63

2
5.9 Koreksi Ketinggian Pengamat 65

6 Astrofisika 2
6.1 Absorpsi 68
6.2 Gerak Bintang 68

3
1. FENOMENA GEOSENTRIK

Bab ini disebut fenomena geosentrik, sebab kita menggunakan asumsi bumi
diam dan benda-benda langit lain mengitarinya.
Benda-benda langit terletak pada jarak yang berbeda-beda. Namun untuk
memudahkan pemetaan posisi bintang bagi pengamat di Bumi, semuanya diasumsikan
berada pada jarak yang sama jauhnya, seolah-olah ditempatkan pada suatu bola
khayalan mahabesar yang menyelubungi bumi, yang disebut bola langit. Dalam bola
langit kita memperhitungkan arah dari suatu bintang tanpa mempedulikan jaraknya.

1.1 BOLA LANGIT


Bola langit memiliki bagian-bagian yang penting, yaitu ekuator langit, Kutub Langit
Utara (KLU), Kutub Langit Selatan (KLS), dimana masing-masing adalah perpanjangan
dari saudaranya di bola Bumi.
KLU

lintasan tahunan matahari


(ekliptika)
Titik Aries

ekuator langit

lintasan harian matahari


(berubah-ubah)

lintasan harian bintang

Gambar 1:Bola langit

Bagian lain yang penting ialah ekliptika (Bidang edar tahunan matahari) , dan titik
aries dan titik libra(perpotongan ekuator langit-ekliptika).
Bagi pengamat di bumi (yang diam), bola langit tampak berputar (lihat tanda panah)
dengan arah timur ke barat atau dilihat dari arah Utara searah jarum jam, dengan
periode 23 jam 56 menit. Akibat dari putaran bola langit, semua bintang akan nampak
bergerak mengikuti lintasan harian bintang. Sementara matahari akan mengikuti
lintasan harian matahari. Perlu diingat bahwa selama bola langit berputar, matahari
pun bergerak mengikuti lintasan tahunan, sehingga membutuhkan 1 derajat atau 4

4
menit tambahan untuk memenuhi satu putaran lintasan hariannya, sehingga periode 1
hari matahari ialah 24 Jam.
Bola langit akan berbeda-beda penampakannya tergantung pada posisi pengamat di
permukaan bumi.

Di ekuator (lintang 00):


Pada pengamat yang berada di ekuator, Ekuator
langit akan nampak tegak lurus horizon, dan
kutub langit utara akan berimpit dengan arah
U S utara. Lintasan harian bintang akan tegak lurus
horizon.

Di lintang utara (00< lintang <900):


Pada pengamat di lintang utara. Kutub langit KLU
utara akan tampak naik dari arah Utara
sebesar lintang pengamat tersebut. Misalnya
untuk pengamat di lintang 300 Utara, maka
KLU akan naik 300 dari titik Utara. Ekuator U S
langit akan membentuk sudut 900 terhadap
arah KLU, dan lintasan harian bintang akan
sejajar dengan ekuator langit.
KLU
Di
Kutub Utara (lintang 900):
Pengamat di kutub Utara akan melihat KLU tepat
di atas kepala (zenith), dan ekuator langit tepat
berimpit dengan horizon. Maka, ia dapat melihat
U S semua bintang yang berada di Utara ekuator
langit (deklinasi positif) tidak akan pernah
tenggelam (sirkumpolar), dan lintasan harian
bintang akan sejajar horizon.

1.2 BINTANG & RASI BINTANG


Titik-titik yang berkelap-kelip di langit yang disebut bintang sebenarnya masing-
masing adalah sebuah benda serupa Matahari kita. Karena jaraknya yang sangat jauh
cahayanya tampak sangat redup dibandingkan dengan cahaya Matahari kita. Bahkan
pada zaman dahulu orang membedakan antara Matahari dengan bintang. Padahal
sesungguhnya matahari bukan suatu bintang yang spesial.

5
Menurut imajinasi manusia, bintang-bintang di langit nampak membentuk pola-
pola yang menggambarkan bentuk khusus. Oleh karena itu bintang-bintang yang dekat
arah datang cahayanya dikelompokan dan dinamai berdasarkan figur yang terbentuk
olehnya (rasi bintang), yang kebanyakan berdasarkan mitos dan legenda setempat.

Namun, akibatnya penamaan menjadi berbeda-beda


bergantung pada tempat. Misalnya rasi disamping
dikenal sebagai rasi Scorpio (kalajengking) oleh bangsa
Yunani, namun oleh orang Jawa disebut rasi Kelapa
Doyong, karena dinilai mirip pohon kelapa yang
miring.

Di zaman modern ini, rasi bintang digunakan bukan hanya untuk menamai bentuk,
namun juga untuk membagi daerah. Seluruh bola langit dibagi ke dalam 88 daerah rasi
bintang, yang dinamakan berdasarkan tata penamaan orang Yunani.

Tiga belas diantara rasi-rasi bintang itu dilintasi oleh matahari sepanjang tahun, dan 12
diantaranya dinamakan rasi zodiak. Seseorang dikatakan memiliki rasi Aries bila saat
dia lahir matahari berada di rasi tersebut. Satu rasi lagi Ophiucus (sang pemegang ular)
tidak diikutsertakan dalam zodiak namun letaknya berada diantara rasi scorpio dan
Sagittarius.

Bintang paling terang dalam satu rasi dinamakan bintang Alpha (misal Alpha cygnii
adalah bintang paling terang dari rasi cygnus), kedua Beta, ketiga Gamma, dan
seterusnya menurut abjad Yunani.

Bintang-bintang dalam satu rasi tidak harus


dekat dalam kenyataannya, namun hanya
tampak dekat dilihat dari bumi. Sebagai contoh
bintang Alpha Centauri yang merupakan bintang
terdekat dengan matahari, berjarak 4,26 tahun
cahaya, sementara Beta Centauri berjarak 360
tahun cahaya, namun keduanya nampak
bersebelahan dilihat dari bumi.

6
Berikut adalah daftar beberapa rasi, dan kapan dia bisa dilihat di meridian pengamat
(lingkaran besar yang melalui KLU, Zenith, dan KLS) saat tengah malam waktu lokal.
Rasi Bintang terang / hal menarik Waktu
Andromeda Alpheratz (α), terdapat galaksi Andromeda, ikut Oktober
membentuk segiempat Pegasus
Aquila Altair (α), (Altair-Deneb-Vega membentuk Summer Juli
Triangle)
Auriga Capella (α) Desember
Bootes Arcturus(α)adalah bintang terterang diUtara ekuator langit April
Canis Major Sirius (α) adalah bintang paling terang di seluruh langit Desember
Canis Minor Procyon (α) Desember
Carina Canopus (α) Desember
Cassiopeia Berbentuk seperti hurup M atau W September
Centaurus Rigil Kent (α), Agena/Hadar (β). Maret
Crux Acrux (α), Mimosa (β), dikenal sebagai rasi salib Maret
selatan/layang-layang, sebagai penunjuk arah selatan.
Cygnus Deneb (α) Agustus
Eridanus Achernar (α) September
Gemini Castor (α), Pollux (β), (kenyataannya Pollux lebih terang Desember
dari Castor), merupakan rasi zodiak paling utara.
Leo Regulus (α), Denebola (β) Februari
Lyra Vega (α) Juni
Orion Betelgeuse (α), Rigel (β), 3 bintang sabuk Orion (Alnitak, November
Alnilam, Mintaka), dikenal sebagai rasi Waluku/bajak
Oktans Rasi yang ada tepat di arah Kutub Langit Selatan -
Pisces Rasi tempat dimana titik Aries berada sekarang September
Sagittarius Tidak ada bintang yang menonjol, namun membentuk Juni
figure mirip poci (teapot), titik winter solstice (titik
Capricorn) berada di sini sekarang.
Scorpio Antares (α), merupakan rasi zodiak paling selatan. Mei
Taurus Aldebaran (α), ciri : huruf V taurus, terdapat gugus bintang November
Pleiades yang terkenal sebagai ekor dari banteng, titik
summer solstice (titik cancer) berada di sini sekarang.
Ursa Major Dubhe(α),Merak(β),dikenal sebagai rasi biduk/gayung Maret
sebagai penunjuk arah utara.
Ursa Minor Polaris (α), bintang yang berada di arah Kutub langit Utara -
Virgo Spica (α), titik dimana titik libra berada sekarang. Maret
15 bintang paling terang di langit dan magnitudo tampak (skala keterangan) masing-
masing ialah:
1.Sirius (-1,46) 5. Vega (0,03) 9. Achernar (0,46) 13. Aldebaran(0,85)
2.Canopus (-0,72) 6. Capella (0,08) 10. Betelgeuse(0,50) 14. Acrux (0,87)
3.Rigil Kent (-0,27) 7. Rigel (0,12) 11. Agena (0,60) 15. Antares (0,96)

7
4. Arcturus (-0,04) 8. Procyon (0,34) 12. Altair (0,77)

1.3 MATAHARI
Ketika siang hari tiba, langit yang penuh bintang akan tertutupi oleh cahaya Matahari
yang mendominasi langit. Sebenarnya langit berwarna biru karena adanya fenomena
penyebaran cahaya matahari (scattering) oleh atmosfer Bumi, dimana cahaya dengan
panjang gelombang terpendek (biru) akan paling efisien disebarkan.

Di bola langit, Matahari memiliki lintasan tahunan yaitu bidang ekliptika. Dimana
Matahari akan menempuh lintasan tersebut dengan periode satu Tahun. Apabila kita
mengambil acuan bintang tertentu, periode tersebut bernilai 365,25636 hari atau 1 tahun
sideris. Namun apabila kita mengambil acuan titik Aries, periode tersebut bernilai
365,2422 hari atau 1 tahun tropis. Mengapa terdapat perbedaan dalam dua periode
tersebut ?
Ekliptika

C
B

23,50

Ekuator langit
D
A

Akibat lintasan ekliptika yang berinklinasi terhadap ekuator, deklinasi Matahari (jarak
sudut Matahari terhadap ekuator langit) akan berubah-ubah dari +23,5 0 hingga –23,50.
Deklinasi Matahari juga berhubungan dengan panjang siang, perubahan musim, dan
titik terbit Matahari di suatu tempat (problem yang sering keluar ialah mengenai
panjang bayangan tongkat di suatu tempat, prinsip dasar yang harus anda ingat ialah
panjang bayangan tongkat akan nol pada pukul 12 waktu local hanya saat deklinasi
matahari = lintang pengamat) .

Dari gambar diatas, keadaan yang tercapai bila Matahari berada pada titik-titik tersebut
ialah,

KEADAAN A (Titik Aries, deklinasi 00, bujur ekliptika 00) dicapai saat 21 Maret.
Disebut titik Vernal equinox (equinox = sama), karena panjang siang sama di semua
tempat di muka bumi yaitu 12 jam. Titik ini adalah titik awal musim Semi bagi lintang
sedang Utara. Matahari akan terbit tepat di titik timur dan tenggelam tepat di titik barat
di semua tempat di Bumi.
KEADAAN B (Titik Cancer, deklinasi +23,50, bujur ekliptika 900 ) dicapai saat 22 Juni.
Disebut titik Summer solstice (sol stice = berhentinya matahari), karena pada saat ini
Matahari berhenti menambah deklinasinya ke Utara dan mulai berbalik ke Selatan. Saat

8
itu, tercapai lama siang terpanjang (lebih dari 12 jam) bagi belahan bumi Utara, dan
lama siang terpendek bagi belahan Bumi selatan. Titik ini adalah titik awal musim
Panas bagi lintang sedang Utara. Matahari akan terbit di titik terbit paling jauh ke
Utara dari titik Timur, dan akan terbenam di titik terbenam paling jauh ke Utara dari
titik Barat. Apabila dilihat dari Ekuator, Matahari akan terbit 23,50 ke Utara dari Titik
Timur, dan terbenam 23,50 di Utara titik Barat.

KEADAAN C (Titik Libra)dicapai saat 23 September. Disebut titik Autumnal Equinox.


Panjang siang sama untuk semua bagian Bumi. Titik ini adalah titik awal musim gugur
bagi lintang sedang Utara. Matahari akan terbit di titik Timur di semua bagian Bumi.

KEADAAN D (Titik Capricornus) dicapai tanggal 22 Desember. Disebut titik Winter


solstice. Lama siang terpendek bagi belahan bumi Utara. Merupakan titik awal musim
dingin bagi lintang sedang Utara. Matahari akan terbit di titik terbit paling jauh ke
selatan dari titik Timur.
Utara

23,50 Lintasan harian

Timur

21 Maret
22 Juni 23 September 22 Desember
Titik terbit Matahari pada tanggal-tanggal
tertentu di lintang 00
Sebelum terbenam atau sesudah terbit Matahari tidak berbentuk bulat sempurna (saat
jauh dari horizon diameter sudut matahari sekitar 0,50) namun akan berbentuk agak
benjol. Ini disebabkan karena efek refraksi atmosfer yang menyebabkan kedudukan
benda langit nampak lebih tinggi dari sebenarnya, dan efek ini berdampak paling kuat
bagi benda langit di dekat horizon, sehingga bagian piringan matahari yang lebih dekat
ke horizon akan naik.

1.4 PLANET
Para astronom sejak zaman dahulu telah menyadari bahwa tidak semua benda melekat
di bola langit. Ada beberapa objek yang tidak tunduk pada gerakan bola langit,
misalnya matahari. Selain itu termasuk planet-planet yang artinya pengembara, sebab
planet tampak bergerak terhadap latar belakang bintang-bintang.

Di langit, planet-planet dapat dibedakan dari bintang, karena cahayanya yang tidak
berkelap-kelip. Hal tersebut disebabkan oleh dekatnya jarak planet dengan bumi. Selain
itu, diameter sudut planet akan jauh lebih besar dari diameter sudut bintang (yang
berupa benda titik) dan dari teleskop akan tampak seperti piringan.

9
Planet-planet tidak akan ditemui terlalu jauh dari ekliptika bumi sebab bidang orbit
semua planet hanya membentuk sudut kecil terhadap ekliptika. Maka planet-planet
bisasanya ditemui berada pada rasi zodiak.

Planet-planet yang dapat dilihat oleh mata telanjang hanya Merkurius, Venus, Mars,
Jupiter, dan Saturnus. Astronom terlatih dan beberapa orang dengan kemempuan
khusus dapat melihat planet Uranus, yang sangat redup dan berada pada batas
penglihatan manusia normal.

Planet-planet juga memiliki fase (seperti layaknya bulan) yang tergantung pada posisi
matahari, planet, dan bumi. Akibatnya terang (magnitudo) semu akan berubah-ubah.
Sudut pisah antara suatu planet dengan matahari dilihat dari bumi disebut sudut
elongasi.

Diamati dari Bumi dari hari ke hari, planet akan terlihat bergerak dengan latar belakang
bintang-bintang, dengan arah barat ke timur (berlawanan arah bola langit). Gerakan ini
disebut gerak direct dan menggambarkan arah yang benar dari arah revolusi planet
inferior mengitari Matahari. Namun ada kalanya planet tampak bergerak dari timur ke
barat dan disebut gerak retrograd.

Gambar disamping menunjukkan konfigurasi


planet inferior. Gerak retrograd terjadi ketika
planet melintas diantara Bumi dan Matahari
(saat bergerak dari B ke F). Namun karena
kebanyakan planet inferior hanya dapat
diamati saat senja/fajar maka gerak retrograd
ini tidak teramati.
Posisi Planet inferior :
C – Elongasi Timur Maksimum (ETM)- senja
D – Konjungsi Inferior
E – Elongasi Barat Maksimum (EBM)- fajar
A – Konjungsi Superior

Perlu diingat bahwa keadaan C dan E terjadi


saat sudut Matahari-planet inferior-Bumi 900.

Sekarang perhatikan kembali gambar diatas, dan sekarang tukar Bumi menjadi yang di
orbit dalam, sehingga gambar di atas menunjukkan konfigurasi planet superior.
Posisi Planet superior, saat Bumi di posisi..
A – Konjungsi ( Elongasi 0 )
C – Kuadratur Barat ( Elongasi 900)
D – Oposisi (Elongasi 1800 –maks-)
E – Kuadratur Timur ( Elongasi 900)

10
Gerak retrograd bagi planet superior terjadi karena
semakin dekat suatu planet ke Matahari, semakin
cepat kecepatan orbitnya, maka akan ada periode
ketika Bumi melintas diantara planet superior dan
Matahari, planet akan “tersusul” oleh bumi, sehingga
tampak bergerak mundur, seperti diilustrasikan
gambar disamping. Gerak retrograd selalu terjadi
beberapa waktu sebelum dan sesudah planet superior
mencapai fase oposisi.

Seandainya kita mengetahui waktu antara satu oposisi


ke oposisi berikutnya atau satu fase ke fase yang sama
lagi (Periode Sinodis) yang dapat diamati dengan mudah dari bumi, dapatkah anda
menghitung periode revolusi planet tersebut terhadap matahari ? (Perhitungan ini
dipakai Astronom purba untuk menghitung secara kasar periode revolusi suatu planet,
dan nantinya berujung pada jarak planet ke Matahari)

a. Merkurius
Merkurius sangat sulit untuk dilihat, karena sebagai planet inferior dan terdekat dengan
Matahari, sudut elongasi Venus tidak pernah lebih besar dari 280. Saat terbaik melihat
Merkurius adalah sekitar 40 menit sebelum Matahari terbit atau setelah Matahari
terbenam. Merkurius akan tampak seperti bintang yang sangat terang (magnitudo
tampak saat elongasi maksimal, bervariasi sekitar –0,2), terletak 6 – 18 derajat diatas
horizon di daerah yang terpendarkan oleh cahaya matahari yang tersembunyi.

Merkurius akan mencapai elongasi maksimum timur (tampak senja) berikutnya tanggal
2 Juni 2007, 28 September 2007. Dan akan mencapai elongasi maksimum barat (tampak
pagi) berikutnya tanggal 22 Maret 2007, 21 Juli 2007, 9 November 2007. Dari satu ETM
ke ETM berikutnya dibutuhkan waktu sekitar 4 bulan (periode sinodis 115,88 hari).
Sementara dari ETM ke EBM hanya butuh 45 hari, sementara dari EBM ke ETM butuh
sekitar 75 hari.

b. Venus
Venus adalah benda paling terang ketiga di langit dengan magnitudo tampak saat
elongasi bervariasi disekitar –4,2 (sekitar 15 kali lebih terang dari Sirius). Seperti halnya
Merkurius, Venus tidak akan jauh dari Matahari. Saat elongasi maksimum (sekitar 460),
untuk mata telanjang Venus akan tampak seperti bintang, namun dengan binokular /
teleskop akan terlihat seperti sabit.

Venus akan mencapai ETM (saat senja) berikutnya tanggal 10 Juni 2007 dan 14 Januari
2009. Mencapai EBM (saat fajar) berikutnya tanggal 29 Oktober 2007, dan 9 Juni 2009.
Periode Sinodis planet Venus sekitar 19 Bulan (583,92 hari). Dari ETM ke EBM butuh 20
minggu dan dari EBM ke ETM butuh 63 minggu.

11
c.Mars
Seperti halnya semua planet superior, 1-2 bulan setelah fase konjungsi, planet akan
tampak mulai pagi hari di sebelah timur, setiap harinya lalu Planet akan terbit lebih
awal. Saat kuadratur barat, planet akan terbit tengah malam dan mencapai meridian
saat fajar. Ketika fase oposisi dimana planet akan mencapai kecerlangan maksimal,
(untuk Mars dengan magnitudo sekitar –1 sampai –2.8), dia akan terbit sekitar saat
matahari terbenam (senja), melintas meridian saat tengah malam, dan tenggelam saat
fajar. Mars akan terlihat seperti bintang berwarna merah yang sangat terang dan
sepintas mirip dengan bintang Antares, yang dinamakan dengan nama dari lawan-
lawan dewa perang Yunani/Romawi (Mars = Ares) yaitu Antares atau anti-Ares.

Dari satu oposisi ke oposisi berikutnya membutuhkan sekitar 780 hari, dan gerak
retrograd akan dimulai sekitar lima minggu sebelum setiap oposisi dan berlangsung 10
minggu, mencakup jarak 150 di langit. Oposisi Mars berikutnya akan terjadi tanggal 24
Desember 2007, dan 29 Januari 2010.

d. Jupiter
Jupiter akan nampak oleh mata telanjang saat oposisi dengan magnitudo sekitar –2,5;
akan lebih terang dari bintang manapun. Dengan teleskop kecil, kita bahkan bisa
melihat satelit-satelit Jupiter yang terbesar (Bulan Galilean) bergerak mengitarinya.
Oposisi Jupiter akan berlangsung sekitar satu bulan lebih lambat setiap tahun, dengan
setiap oposisi akan berlangsung sekitar 30 0 lebih timur dari sebelumnya. Gerak
Retrograd akan berlangsung selama 8 minggu sebelum dan sesudah oposisi, dan
mencakup jarak 100. oposisi Jupiter berikutnya ialah tanggal 5 Juni 2007 dan 9 Juli 2008.

e. Saturnus
Magnitudo semu dari Saturnus saat oposisi akan sekitar 0,7; tidak terlalu terang dan
akan tampak seperti bintang biasa namun kita dapat membedakannya dengan mudah.
Dengan teleskop kita dapat mengamati cincin Saturnus yang anggun, dan cincin ini
akan berbeda-beda penampakannya dari bumi tergantung posisi Bumi-Saturnus saat
itu. Saturnus akan kembali ke oposisi dua minggu lebih lambat setiap tahun, dengan
setiap oposisi berlangsung kurang lebih 130 lebih ke timur dari oposisi sebelumnya.
Gerak retrograd akan berlangsung 10 minggu sebelum oposisi, berlangsung selama 20
minggu dan mencakup 70 di langit. Oposisi berikutnya akan berlangsung tanggal 24
Februari 2008 dan 8 Maret 2009.

f. Uranus & Neptunus


Bagi pengamat biasa, Uranus tidak akan terlihat lewat mata telanjang. Namun bagi
pengamat yang berpengalaman akan dapat mengamati Uranus saat cuaca bagus dan di
tempat sangat terpencil dari lampu kota. Uranus akan terlihat seperti bintang yang
sangat redup sehingga sulit dibedakan, sehingga lebih mudah dengan bantuan
binokuler dan peta bintang yang akurat, sebab magnitudonya saat oposisi hanya sekitar

12
+5,5 yang sangat dekat dengan batas penglihatan manusia. Maka tidak heran Uranus
adalah planet pertama yang memiliki “penemu”, yaitu oleh William Herschel tahun
1781. Herschel adalah orang pertama yang menyatakan cahaya redup Uranus sebagai
cahaya sebuah Planet.

Neptunus akan memiliki magnitudo 7,9 dan jauh dibawah batas penglihatan manusia,
sehingga hanya dapat diamati melalui teleskop.

1.5 PERIODE SINODIS PLANET


Astronom purba mengetahui periode orbit planet mengelingi matahari dengan
mengamati periode dari satu oposisi planet ke oposisi berikutnya. Bagaimana metoda
perhitungan mereka ?

B3 B2
A2

A3

A1 B1

Perhatikan gambar diatas yang menunjukan orbit 2 planet A dan B yang dilihat dari
kutubnya dan diasumsikan orbitnya berbentuk lingkaran. Menurut pengamat di planet
A, oposisi planet B terjadi pada posisi 1. Setelah oposisi, kedua planet akan bergerak
dengan kecepatan sudut masing-masing, dimana planet A akan bergerak dengan
360 
kecepatan sudut ω A = , yaitu 360 derajat dibagi dengan periode sideris/orbit A.
TsidA
360 
Lalu, Kecepatan sudut planet B ω B = .
TsidB
Karena periode orbit kedua planet berbeda, maka kecepatan sudut kedua planet pun
berbeda, sehingga akan membuat perbedaan sudut setiap satuan waktu. Karena
kecepatan sudut planet A lebih besar, maka perbedaan sudut per satuan waktu kedua
planet ialah
360  360 
ω A − ωB = −
TsidA TsidB

13
Oposisi berikutnya (keadaan 3) akan tercapai apabila perbedaan sudut mencapai 3600,
sehingga akan satu garis kembali. Dimana waktu yang diperlukan disebut periode
360 
sinodis, atau T sin = ,
ω A − ωB
Dengan menggabungkan dua persamaan di atas didapat persamaan

1 1 1
= − (1.1)
T sin TsidA TsidB
Persamaan diatas berlaku bagi semua planet atau benda lain yang mengelilingi matahari
dengan orbit mendekati lingkaran. Bila pengamat berada di bumi dan mengamati planet
Mars, maka bumi menjadi planet A dan Mars menjadi planet B. Keadaan harus ditukar
dalam kasus pengamat di bumi mengamati planet Venus.

Contoh soal :
Seorang pengamat mengamati bahwa dari satu oposisi ke oposisi berikutnya Mars
membutuhkan waktu 2,14 tahun bumi. Berapakah periode revolusi Mars ?
Jawab :
Periode orbit bumi = 1 tahun
Periode sinodis Mars = 2,14 tahun.
1 1 1
Maka, = −
T sin TsidBumi TsidMars
1 1 1
Atau = −
TsidMars TsidBumi T sin
1 1 1
= − = 0,5327
TsidMars 1 2,14

Maka Tsid Mars = 1,88 tahun

1.6 BULAN
Bulan adalah satelit alami Bumi satu-satunya. Dan Bulan
memiliki periode revolusi yang sama dengan periode rotasi
sebesar 27,32 hari, akibatnya Bulan akan selalu menampakan
bagian yang (nyaris) sama kepada bumi. Periode Revolusi
diukur dengan acuan posisi Bulan terhadap bintang tertentu.
Orbit bulan memiliki kemiringan sekitar 50 terhadap ekliptika,
sehingga akan nampak memiliki kemiringan 18,50 hingga 28,50 Barat
terhadap ekuator langit. Setiap hari, bulan terbit terlambat
sekitar 48-56 menit.

Akibat konfigurasi Bulan-Bumi-Matahari yang berubah-ubah, bulan tampak memiliki


fase-fase. Namun waktu yang dibutuhkan dari satu purnama ke purnama berikutnya
tidak sama dengan periode revolusinya, yaitu sekitar 29,53 hari dan disebut periode

14
sinodis. Bagaimana kita membedakan fase awal (waxing) dengan fase akhir (waning) ?
Pertama waktu terbit bulan akan berbeda-beda sesuai fasenya. Kedua, jika bagian barat
dari Bulan yang tersinari matahari, maka ia sedang berada dalam fase awal, seperti
gambar sabit awal diatas.

Mengapa bulan membutuhkan waktu lebih lama dari kuartir awal ke kuartir akhir
dibanding dari kuartir akhir ke kuartir awal ?

1.7 GERHANA, TRANSIT, DAN OKULTASI


Inklinasi orbit bulan terhadap ekliptika membuat tidak setiap konjungsi/oposisi terjadi
gerhana. Gerhana hanya akan terjadi apabila bulan,bumi, dan matahari berada pada
satu garis DAN satu bidang. Keadaan itu hanya akan terjadi bila saat konjungsi/oposisi
bulan berada pada titik simpul bidang orbit bulan dan ekliptika (analogi titik simpul
ialah serupa dengan titik aries dan libra untuk bidang ekuator dengan ekliptika).
Gerhana total hanya akan terjadi apabila saat terjadi gerhana, Bumi/Bulan memasuki
Umbra. Gerhana Matahari cincin terjadi apabila
hanya perpanjangan kerucut Umbra (antumbra)
yang sampai ke bumi. Saat gerhana bulan, bulan
tidak akan gelap total, melainkan agak kemerahan
karena adanya refraksi cahaya matahari oleh
atmosfer bumi, yang jatuh di permukaan bulan.

Besar kerucut Umbra akan maksimal apabila jarak


benda penghalang dengan pengamat minimal, dan
jarak sumber cahaya maksimal.

Diameter benda penghalang juga berpengaruh,


misalnya besar kerucut umbra bumi jauh lebih besar
dari besar kerucut umbra bulan.

Bagian piringan matahari sebelah mana (barat atau timur) yang akan tertutup Bulan
duluan ketika gerhana matahari Total ?

Saat Venus / Merkurius berada pada Konjungsi Inferior, ada kemungkinan terjadi
transit, Yaitu lewatnya planet di depan matahari, layaknya gerhana, namun diameter
sudut benda penghalang jauh lebih kecil dari benda yang dihalangi. Transit tidak terjadi
di setiap kunjungsi Inferior karena orbit Venus memiliki inklinasi 3,40 terhadap
ekliptika. Apabila diameter benda penghalang jauh lebih besar dari benda yang
dihalangi, disebut okultasi, misalnya bulan lewat didepan planet Saturnus.

15
1.8 PRESESI & NUTASI
Saat ini, sumbu rotasi Bumi memiliki kemiringan
P’ P
23,50 terhadap ekliptika, dan arah sumbu Rotasi
(hampir) ke arah bintang polaris. Namun ternyata
dari catatan peradaban dulu, arah sumbu rotasi
bukan ke arah polaris, tapi ke arah Thuban (α Draco).
Ternyata fenomena yang menyebabkannya ialah
presesi sumbu Bumi. Yaitu peristiwa berubahnya
arah kemiringan sumbu rotasi bumi (dengan
mempertahankan besar kemiringan) , dengan periode
sekitar 26.000 tahun. Pada gambar di samping, garis
tebal menunjukan kemiringan sumbu bumi saat ini
(mengarah ke titik P), dan garis putus-putus
menunjukkan kemiringan bumi 13.000 tahun
mendatang (arah titik P’). Akibat presesi, bintang
terang (yang terdekat dengan) kutub Utara Langit
berubah-ubah diantaranya
Thuban-Polaris-Er Rai (γ Cepheus)-Alderamin (α Cepheus)-Vega (α Lyra).Penyebab
presesi ialah pengaruh gravitasi Bulan dan matahari terhadap bentuk bumi yang tidak
bulat sempurna. Seperti gasing yang berputar mengalami gangguan. Selain bintang
kutub, Presesi menyebabkan titik Aries bergerak, dahulu ada di rasi Aries, dan sekarang
berada di rasi Pisces. Begitu pula titik Libra, yang sekarang ada di rasi Virgo saat ini.
Presesi juga menyebabkan asensio rekta dan deklinasi bintang berubah.

Dalam presesi, ternyata sumbu rotasi tidak bergerak mulus dan agak “bergoyang” yang
disebut Nutasi. Nutasi menyebabkan sumbu rotasi bergoyang dari lintasan presesinya
dengan amplitudo sekitar 9 detik busur.

1.9 OBJEK LANGIT LAINNYA


a. Galaksi, Nebula, Kluster Bola
Apabila kita mengamati langit di tempat yang jauh dari polusi cahaya kota, dan
di malam tanpa Bulan, maka kita akan mendapati di langit terdapat kabut putih tipis
yang membentang luas seperti sungai di angkasa, namun bentuknya tidak berubah, dan
tampak bergerak mengikuti bola langit. Sebenarnya itu adalah bagian galaksi bima
sakti (milky way) galaksi dimana matahari berada. Terlihat seperti kabut karena terlalu
jauhnya bintang-bintang tersebut sehingga mata kita tidak bisa membedakan satu sama
lain, dan hanya menangkap energi cahaya redup gabungannya.
Arah pusat galaksi bima sakti kira-kira sekitar arah rasi Sagittarius, dan arah
berlawanan arah pusat galaksi ialah arah rasi Auriga. Sehingga kita bisa melihat kabut
putih tersebut sangat pekat di daerah dekat Sagittarius.Galaksi diluar Bima Sakti karena
jaraknya yang sangat jauh tidak akan tampak oleh mata telanjang kecuali 4 galaksi :
Awan Magellan besar di rasi Dorado, Awan Magellan kecil di rasi Tucana, Galaksi

16
Andromeda(M31) di rasi Andromeda, dan galaksi Triangulum (M33) di rasi
Triangulum.
Galaksi, Nebula, dan Globular Cluster didaftar oleh Astronom Perancis Charles
Messier dalam katalog yang dinamakan atas namanya. Benda-benda itu diberi kode
M1, M2, M3 dan seterusnya hingga M110. Hingga kini penamaan Messier masih dipakai
meskipun perkembangan teleskop menunjukkan ada lebih dari 110 benda-benda
tersebut. Dalam keperluan pendataan objek redup langit modern dibuat katalog baru
misalnya NGC, HIP, TYC, dan lain lain.

b. Komet
Komet atau bintang berekor ialah anggota tata surya yang dari bumi terlihat
gerakannya sangat tidak tunduk terhadap gerakan bola langit, dan terlihat hanya saat
tertentu lalu menghilang. Masyarakat zaman dahulu belum bisa memprediksi dan
menghitung gerakan dan posisi komet, ketidaktahuan tersebut menimbulkan ketakutan
pada masyarakat zaman dahulu bahwa komet adalah pembawa pesan khusus dari
langit atau bencana. Barulah setelah ilmu pengetahuan astronomi berkembang, dan
Edmund Halley (teman dari Isaac Newton) berhasil memprediksi kedatangan komet
dan posisinya di langit, masyarakat mulai percaya bahwa komet hanyalah salah satu
anggota tata surya yang mengelilingi matahari dan tunduk pada hukum-hukum
Newton.
Bagi pengamat dengan mata telanjang, beberapa Komet akan tampak cemerlang
dan memiliki ekor yang panjang dan selalu melawan arah dari Matahari, dengan
magnitudo bervariasi dan maksimal saat paling dekat dengan matahari. Kebanyakan
komet hanya dapat dilihat dengan bantuan alat. Komet yang memiliki lintasan elips
(biasanya memiliki eksentrisitas elips mendekati 1, artinya sangat lonjong) disebut
komet periodic, karena akan mengitari matahari dengan suatu periode tertentu.
Misalnya komet Halley dengan periode 76 tahun bumi. Komet-komet yang memiliki
lintasan parabola hanya akan mendekati Matahari sekali dan tidak akan kembali lagi.

c. Planet Kerdil dan Asteroid


Planet kerdil di tata surya ada 3 : Pluto, Ceres, dan Eris. Ketiganya hanya akan
terlihat dengan bantuan teleskop. Begitu pula dengan Asteroid dan benda-benda kecil
tata surya lainnya.

d. Meteoroid
Meteoroid adalah benda-benda serpihan yang berada di Tata surya. Karena
massanya kecil, kadangkala ia tertarik oleh gravitasi suatu planet dan jatuh ke planet
tersebut. Saat memasuki bumi, akibat gesekannya dengan atmosfer ia akan tampak
seperti bintang jatuh/bintang beralih, disebut meteor. Apabila Meteor tidak terbakar
habis di atmosfer dan mencapai permukaan bumi disebut meteorit.
Mengapa Meteor akan terlihat paling banyak di langit setelah tengah malam
menjelang pagi ?

17
2. PENGUKURAN SUDUT DAN PARALAKS

2.1 SUDUT
Dalam kehidupan sehari-hari sudut dinyatakan dalam satuan
derajat, dimana 360 derajat sama dengan satu lingkaran penuh.
Namun ternyata angka 360 tersebut tidak memiliki latar belakang r r
ilmiah yang pasti, maka dirumuskan satuan sudut radian dimana
1 radian didefinisikan sebagai besar sudut yang dibentuk oleh r
busur lingkaran sepanjang jari-jari lingkaran tersebut (lihat
gambar disamping). Maka besar sudut satu lingkaran penuh
(dalam radian) ialah sudut yang dibentuk oleh busur lingkaran
sepanjang keliling lingkaran tersebut atau senilai 2π radian.

Besar satu derajat dibagi-bagi lagi ke dalam 60 bagian yang sama besar untuk
memperbesar keakuratan, dimana satu bagiannya ( 1/60 derajat) disebut satu menit busur
(dinyatakan dengan ‘ ). Satu menit busur juga dibagi-bagi lagi kedalam 60 bagian sama
besar yang disebut satu detik busur (“).

Dapat kita tarik kesimpulan bahwa :


1 Radian = 3600 / 2π ≈ 57,29578 0
21600’ / 2π ≈ 3437,75 ‘
1.296.000”/ 2π ≈ 206265 “

2.2 JARAK SUDUT


Lebar bentangan sudut suatu benda dilihat oleh pengamat pada jarak tertentu disebut
jarak sudut.

Besar diameter sudut benda (θ) dengan lebar r, dan berada pada
r jarak d dari pengamat, dinyatakan dengan persamaan sederhana
θ
r
d tan θ = (2.1)
d

(Diameter sudut sebesar 1”didapat bila kita meletakkan tiang sepanjang 1 m pada jarak
206.265 m atau sekitar 200 km)

Dalam pengukuran diameter sudut benda-benda langit dengan kondisi d >> r (d jauh
lebih besar dari r), maka berlaku
tan θ ≈ θ
Dengan syarat besar sudut dinyatakan dalam radian. Contohnya tangen 0,01 =
0,010000333 (gunakan kalkulator dalam mode radian).

18
Maka persamaan (2.1) akan menjadi
r
θ (rad ) = (2.2)
d

Bila dinyatakan dalam derajat menjadi


r
θ ( 0 ) = 57,29 (2.2a)
d
Dalam detik busur menjadi
r
θ (" ) = 206265 (2.2b)
d

Perlu diingat, untuk benda piringan (misalnya matahari), apabila faktor r ialah radius
matahari, maka θ akan menyatakan setengah diameter sudut matahari.

2.3 PARALAKS TRIGONOMETRI

Perhatikan gambar kedudukan bumi (B), matahari (M),


S1 S2 dan bintang (S) di samping! Pada suatu saat bumi
berada di kedudukan B1, maka saat itu pengamat di
bumi akan melihat bintang memiliki kedudukan S1.
S Akibat revolusi bumi mengelilingi matahari,
kedudukan bintang akan berubah-ubah relatif terhadap
bintang-bintang jauh yang ada di latar belakangnya,
misalnya saat bumi di B2, bintang akan nampak di S2.
Sudut B1 – S – B2 disebut 2 sudut paralaks. Adapun
B2
M B1 yang disebut sudut paralaks ialah sudut B1 – S – M.
Besar sudut paralaks (p) ialah

jarak B1 M
tan p =
jarak S M

Persamaan di atas analog dengan persamaan (2.1) dan memenuhi syarat SM >> B1M.
Maka sudut paralaks dalam detik busur dapat dinyatakan dengan
r
p (" ) = 206265
d

Dimana r adalah jarak bumi-matahari dan d adalah jarak bintang-matahari (keduanya


harus dalam satuan yang sama, misalkan meter). Namun karena sudut p mendekati nol,

19
maka cosinus p mendekati 1 dan SB1 ≈ SM. Maka besaran d dapat dianggap sebagai
jarak bintang ke bumi.

Bila r dan d dinyatakan dalam satuan astronomi (SA) atau astronomical unit (AU)
dimana 1 SA = jarak (rata-rata) bumi-matahari, maka persamaan paralaks menjadi

206265
p (" ) =
d ( SA)

Dari persamaan diatas kita bisa lihat bahwa benda yang memiliki jarak 206265 SA akan
memiliki sudut paralaks 1 detik busur.

Untuk mempersingkat persamaan, ditetapkan satuan panjang baru yaitu parsec


(parallax second) dimana satu parsec didefinisikan sebagai jarak bintang yang memiliki
sudut paralaks sebesar satu detik busur diukur dari bumi. Sehingga 1 SA = 1/206265
parsec. Bila persamaan (2.4) kita nyatakan r dan d dalam satuan parsec kita akan
mendapat persamaan
1 (2.7)
p(" ) =
d

Persamaan (2.6) memberikan hubungan yang sangat sederhana antara besar sudut
paralaks yang diamati dari bumi dengan jarak bintang tersebut terhadap bumi. Dari sini
kita bisa mengukur seberapa jauh sebuah bintang tanpa harus meninggalkan bumi,
disinilah hebatnya ilmu astronomi.

Apabila pengukuran dilakukan bukan dari bumi, maka persamaan (2.7) akan menjadi

r
p (" ) = (2.7b)
d

Dimana besaran r ialah jarak posisi pengamat terhadap matahari dinyatakan dalam SA.

Tentunya semakin jauh suatu bintang, sudut paralaksnya akan semakin kecil, semakin
sulit pula untuk mengukurnya dengan tingkat keakuratan yang baik. Maka metode ini
hanya dapat dipakai untuk menentukan jarak bintang-bintang yang tidak terlalu jauh
dari matahari. Untuk menentukan jarak bintang-bintang yang jauh digunakan metode
paralaks spektroskopi.

Contoh soal :
1. Berapakah sudut paralaks bintang α Centauri (jaraknya = 4,26 tahun cahaya) diukur
dari a) bumi
b) mars (jarak Matahari-mars = 1,52 SA)

20
Jawab :
a) Jarak α centauri = 4,26 tahun cahaya = 4,26 x 365,25 x 24 x 60 x 60 x kecepatan
cahaya = 4,033 x 1016 m
1 parsec = 206265 SA = 206265 x 1,5 x 1011 = 3,093 x 1016 m
Maka didapat jarak α centauri = 1,3 parsec
1
Maka paralaks α centauri dari bumi = p(" ) =
d
1
= = 0,77 detik busur
1,3

r 1,52
b) Paralaks α centauri dari Mars = p M (" ) = d = = 1,17 detik busur
1,3

21
3. ASTROFISIKA 1

3.1 GELOMBANG

λ
Dalam penelitian bintang, satu-satunya informasi yang bisa didapat ialah cahaya dari
bintang tersebut. Cahaya adalah gelombang elektromagnet, yang merambat tegak lurus
arah getarannya (transversal). Dalam perambatannya, jarak yang ditempuh cahaya per
detik yaitu panjang gelombang ( λ ) dikalikan banyak gelombang dalam satu detik ( f ),
selalu konstan (disebut c), dinyatakan dengan
c=λ f ……………………………….(3.1)
Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = 299.792 km/s, atau mendekati 3x108 m/s.

Karena banyak gelombang dalam satu detik (frekuensi) ialah kebalikan dari periode
gelombang ( T ), maka bentuk lain dari persamaan (3.1) ialah
λ
c= ……………………………………..(3.1 b)
T
Apabila c dalam m/s, maka λ harus dalam meter dan T dalam detik.

Contoh soal :
Berapakah waktu yang dibutuhkan cahaya dengan panjang gelombang 4500 Angstrom
(Å) untuk menempuh jarak sebesar satu panjang gelombangnya?
Jawab :
λ 4500 x10 −10 m
T= = = 1,5x10-15 detik.
c 3 x108 m / s

Berdasarkan panjang gelombangnya, cahaya dibedakan menjadi :


Gelombang Radio 1 mm < λ
Inframerah 7500 Å – 1 mm
Visual 3800-7500 Å
Ultraviolet 100-3800 Å
Sinar X 1 – 100 Å
Sinar Gamma λ<1Å

22
Mata manusia normal hanya mampu melihat cahaya dengan panjang gelombang visual,
sementara untuk panjang gelombang lainnya, perlu digunakan detektor lain.

Gelombang visual dibagi lagi menjadi daerah warna-warna :


Merah 6300-7500 Å
Merah-Oranye 6000-6300 Å
Oranye 5900-6000 Å
Kuning 5700-5900 Å
Kuning-hijau 5500-5900 Å
Hijau 5100-5500 Å
Hijau-biru 4800-5100 Å
Biru 4500-4800 Å
Biru-Violet 4200-4500 Å
Violet 3800-4200 Å

3.2 HUKUM PANCARAN


Sifat-sifat pemancaran cahaya bintang ternyata mendekati sifat-sifat pancaran benda
hitam (benda ideal yang menyerap semua energi cahaya yang diterimanya), yaitu
bintang memancarkan cahaya pada seluruh panjang gelombang, mulai dari sinar
gamma hingga gelombang radio, namun intensitas (kekuatan) pancarannya tidak
merata untuk semua panjang gelombang, artinya ada panjang gelombang tertentu
dimana bintang akan paling kuat memancarkan cahaya.

Secara matematis, panjang gelombang dimana intensitas mencapai maksimum


berbanding terbalik dengan suhu efektif benda. Hal tersebut dinyatakan oleh hukum
pergeseran Wien,
0,2898
λmaks = ........................................(3.2)
Tef
Dimana λ dinyatakan dalam cm, dan temperatur dalam Kelvin.

Contoh Soal :
Apabila matahari memiliki suhu 5880 K, maka pada panjang gelombang berapakah
matahari akan memancarkan intensitas terbesar ?
Jawab :
0,2898 0,2898
λmaks = = = 4,928 x10 −5 cm = 4928 Å.
Tef 5880
Matahari memancarkan cahaya dengan intensitas maksimum pada bagian Hijau-biru
dari gelombang visual.

Dari hukum Wien, kita dapat menjelaskan mengapa bintang-bintang berwarna biru
lebih tinggi temperaturnya dari bintang-bintang berwarna merah atau kuning.

23
Besaran-besaran yang penting untuk diketahui dalam penyebaran cahaya bintang yaitu:
1. Energi yang melewati satu satuan luas permukaan bintang untuk satu panjang
gelombang secara tegak lurus disebut intensitas spesifik atau Bλ (T ) . Dinyatakan
2hc 2 1
dengan persamaan Bλ (T ) = hc / λkT
Dimana h = konstanta planck, k =
λ e
5
−1
konstanta Boltzmann, c = kecepatan cahaya, dan T = temperatur benda

2. Energi yang melewati satu satuan luas permukaan bintang untuk seluruh panjang
gelombang secara tegak lurus disebut intensitas atau B (T ) . Yaitu merupakan integrasi
persamaan intensitas spesifik, untuk seluruh panjang gelombang. Dinyatakan dengan
σ 4
persamaan B (T ) = T Dengan σ adalah konstanta stefan-boltzmann=5,67x10-8 W/m2K4.
π

3. Energi yang melewati satu satuan luas permukaan bintang ke segala arah disebut
radiance ( ℜ ), dinyatakan dengan persamaan ℜ = π .B(T ) = σ T 4

4. Energi yang melewati seluruh permukaan bintang ke segala arah disebut luminositas
(L). Luminositas ini juga menyatakan daya yang dipancarkan bintang dan menentukan
kecerlangan asli sebuah bintang. Didapat dari mengalikan radiance dengan luas
permukaan bintang, atau dinyatakan oleh
L = 4πr 2σT 4 ................................................. (3.3)
Dimana r adalah radius permukaan bintang (m)dan luminositas memiliki satuan Watt
(dapat diibaratkan bintang adalah bola lampu yang watt-nya sangat besar).

Intensitas / Intensitas spesifik

Radiance

Luminositas

24
Contoh soal :
Sebuah bintang radiusnya setengah radius matahari, namun suhunya 4 kali suhu
matahari, apabila keduanya berada pada jarak yang sama dari pengamat, bintang
manakah yang akan tampak lebih terang ? Berapa perbandingan terangnya ?
Jawab :
2 4
L 4πr 2σT 4  r   T   1 2  4 4
= 4 = 
LM 4πrM σTM
2  r    =     = 64
 M  TM  2 1
Bintang tersebut akan tampak 64 kali lebih terang dari matahari.

3.3 TERANG BINTANG


Tingkat keterangan suatu bintang di langit ditentukan oleh seberapa besar energi
cahaya yang kita terima dari bintang tersebut. Namun apakah bintang yang memiliki
luminositas paling besar akan tampak paling terang di langit ? Jawabannya tentu saja
tidak, apabila bintang tersebut terletak sangat jauh, tentu cahaya yang datang akan
redup. Hal ini menegaskan faktor lain yang mempengarhi keterangan bintang, yaitu
jarak.
Energi yang diterima pengamat
(Elluminance/flux) ialah sama dengan
luminositas bintang dibagi dengan luas
permukaan sebuah bola yang memiliki
radius jarak bintang dari pengamat. Hal
ini karena bintang meradiasikan cahaya
d ke segala arah, dan dianggap energi
total yang dipancarkan tidak berubah.
Luminositas (L) Pengamat (E)
Maka energi (E) yang diterima
pengamat berjarak d dari suatu bintang
berluminositas L ialah
L
E= ..............(3.4)
4π d 2

Dimana L bersatuan Watt, d dalam meter, sehingga E dalam W/m2.


Bentuk-bentuk lain dari persamaan elluminance/flux antara lain,
Dengan menggabungkan persamaan 3.3 dan 3.4, didapat hubungan
2
r
E =   σT 4 ..........................................................(3.5)
d 
Apabila anda ingat persamaan 2.2 maka bisa kita masukkan ke persamaan 3.5, didapat
E = (θ RAD ) σT 4
2

2
 θ" 
Atau dalam detik busur, E =  σT ...............................................(3.6)
4

 206265 
Dimana θ ialah setengah diameter sudut matahari

25
Contoh Soal :
Apabila diukur energi yang diterima bumi dari matahari per satuan luas ialah 1380
W/m2, dan jarak bumi-matahari = 1,5 x 1011 m, maka hitung berapa energi yang
dipancarkan matahari per detiknya !
Jawab :
L = E.4πd 2
= (1380 w / m 2 ).4π (1,5 x1011 m) 2
= 3,9x1026 Watt.
Dapat dilihat bahwa per detiknya matahari memancarkan energi sebesar 3,9x1026 Joule.

3.4 MAGNITUDO
Untuk menyatakan terang suatu bintang, astronom biasa menggunakan satuan
magnitudo, yang merupakan logaritma dari jumlah energi yang diterima. Hipparchos
(astronom yunani kuno) membagi bintang-bintang menjadi enam satuan magnitudo
dimana bintang paling terang memiliki magnitudo 1 dan yang paling redup 6.

Seiring dengan semakin majunya teknologi pengamatan, skala magnitudo pun


didefinisikan semakin tegas. Oleh pogson dinyatakan bintang bermagnitudo 1 seratus
kali lebih terang dari bintang bermagnitudo 6. Atau setiap beda satu magnitudo, akan
berbeda terang sebesar 5
100 = 2,512 . Secara matematis dinyatakan,

E1
= ( 2,512 ) 2 1
m −m
........................................(3.7)
E2

Perhatikan letak E dan m bintang pertama dan kedua! Dapat dilihat bahwa bintang
yang lebih terang akan memiliki magnitudo lebih kecil / lebih negatif.

Dari skala pogson, terdapat bintang yang magnitudonya lebih kecil dari satu, misalnya
Sirius, bintang kedua paling terang di langit, memiliki magnitudo -1,46. Bahkan
Matahari (yang paling terang di langit) memiliki magnitudo -26,7. Magnitudo yang kita
lihat di langit dinamakan magnitudo semu atau apparent magnitude.

Contoh Soal :
Berapa perbandingan terang bintang Sirius dengan bintang Procyon (magnitudo semu =
+0,34) ?
Jawab:
ES
= ( 2,512 ) = (2,512) ( 0,34 )−( −1, 46 ) = ( 2,512) = 5,24
mP −mS 1,8

EP
Di langit, Sirius 5,24 kali lebih terang dari Procyon

26
Magnitudo semu suatu bintang gagal menunjukan terang asli (luminositas) suatu
bintang, karena ada satu faktor yang mempengaruhi yaitu jarak bintang. Sebagai
contoh, bintang yang luminositasnya tinggi namun jarak dari pengamat sangat jauh
akan memiliki magnitudo semu besar (redup di langit).

Untuk menghapus pengaruh faktor jarak bintang, maka dibuat sistem magnitudo yang
meletakkan semua bintang pada jarak yang sama, yaitu 10 parsec dan disebut
magnitudo mutlak. Secara sederhana, magnitudo mutlak ialah magnitudo semu yang
akan diamati apabila bintang berada pada jarak 10 parsec dari pengamat.

Penurunan persamaan magnitudo mutlak didapat dari persamaan 3.7 :


E1
= ( 2,512 )
m 2− m1

E2
E
= Log ( 2,512 )
m 2 − m1
Log 1
E2
E
Log 1 = m2 − m1 ( Log 5 100 )
E2
E 2
Log 1 = m2 − m1 ( )
E2 5
E
2,5 Log 1 = m2 − m1 ....................................(3.7 b)
E2
(Persamaan 3.7 b ialah bentuk lain dari persamaan magnitudo semu)
Sekarang misalkan E1 dan m1 adalah yang teramati sekarang di jarak d parsec, dan E 2
dan m2 adalah yang akan diamati pada jarak 10 parsec, maka
 L 
 
2 
4π d
2,5 Log   = m −m
2 1
 L 
 
2 
 4π (10) 
10
5 Log = m2 − m1
d
Magnitudo yang teramati di jarak 10 parsec (m2) ialah magnitudo mutlak dan kita
nyatakan dengan M, sementara magnitudo semu (m1) kita nyatakan dengan m.
d
m − M = 5 Log
10
m − M = 5 Log d − 5Log10
m − M = 5 Log d − 5 .................................(3.8)

Dimana m – M disebut modulus Jarak.

27
3.5 SPEKTRUM
Apabila kita lewatkan cahaya matahari melalui sebuah prisma, maka akan terbentuk
apa yang dinamakan spektrum cahaya yang terdiri dari warna merah, jingga, kuning,
hingga ungu. Dengan prinsip yang serupa ternyata kita bisa mengamati spektrum
cahaya bintang lain, dan dapat menarik banyak informasi penting.

Pembentukan spektrum dinyatakan oleh Kirchoff dalam 3 hukumnya, yaitu


1. Hukum Kirchoff 1
Sumber cahaya yang memiliki kerapatan tinggi akan memancarkan spektrum
yang kontinu pada seluruh panjang gelombang

Gas
tekanan
tinggi
Pengamat

2. Hukum Kirchoff 2
Sumber cahaya yang memiliki kerapatan rendah akan memancarkan spektrum
hanya pada panjang gelombang tertentu (garis emisi).

Gas
tekanan
rendah
Pengamat

3. Hukum Kirchoff 3
Apabila berkas cahaya dari benda bertekanan tinggi melewati benda bertekanan
rendah sebelum sampai di pengamat, maka spektrum yang akan teramati ialah
spektrum kontinu yang diselingi garis-garis gelap (garis absorpsi).

Gas
tekanan
tinggi

Pengamat
Gas Tekanan rendah

Bila gas bertekanan rendah pada hukum 3 = hukum 2, maka letak garis-garis emisi dan
absorpsi akan sama.

28
Untuk mengamati spektrum biasa digunakan alat Spektrograf, yang memiliki sebuah
prisma atau kisi cahaya di dalamnya, untuk menguraikan spektrum.

Apabila kita melihat spektrum suatu bintang, maka kita akan mengamati spektrum
seperti pada ilustrasi hukum kirchoff 3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa cahaya dari
pusat bintang (gas bertekanan tinggi) melewati atmosfer bintang tersebut (gas
bertekanan rendah) sebelum sampai ke pengamat.

Perlu diperhatikan bahwa setiap unsur apabila dipijarkan akan memiliki garis yang
khas, layaknya sidik jari sebuah unsur. Maka kita dapat mengidentifikasi unsur apa saja
yang dikandung oleh sebuah bintang dengan mengamati garis absorpsi yang muncul.
Misalnya pada bintang A ditemui garis-garis helium (sidik jari unsur helium), dan pada
bintang B ditemui garis-garis Titanium Oksida. Maka dapat kita simpulkan bahwa pada
bintang A memiliki unsur helium, dan bintang B mengandung unsur Titanium Oksida.

3.6 KELAS SPEKTRUM BINTANG


Astronom membentuk suatu sistem klasifikasi bintang yang didasari atas karakteristik
garis absorpsi spektrum bintang tersebut. Klasifikasi awal ialah bintang diurutkan
berdasarkan kekuatan / ketebalan garis-garis hidrogen (Antonia Maury). Bintang yang
paling kuat garis hidrogennya dikelompokkan dalam kelas A, berurut abjad hingga
kelas Q yang memiliki garis hidrogen paling lemah.

Kelas A

Kelas Q

Klasifikasi Maury disempurnakan oleh Annie Cannon, rekannya di Observatorium


harvard. Cannon mengklasifikasikan bintang berdasarkan temperatur permukaannya.
Hal ini dapat dilakukan dengan melihat panjang gelombang dimana terdapat intensitas
pancaran terbesar, dan menerapkan hukum pergeseran Wien. Intensitas maksimum
ditunjukkan oleh bagian paling terang dari spektrum, dan panjang gelombangnya dapat
diukur. λ maks λ maks

λ λ
Karena ke kanan panjang gelombang naik, maka bintang yang sebelah kiri tentu lebih
panas (hukum Wien).

29
Namun, untuk bintang yang jauh, perbedaan antara intensitas maksimum dan
sekitarnya akan menjadi tidak jelas, sehingga sulit untuk diamati. Alternatif lain
penentuan kelas bintang ialah dengan mengamati garis hidrogen, berdasarkan
pengetahuan bahwa kekuatan garis hidrogen berhubungan dengan suhu bintang.
Pada suhu tertentu, garis hidrogen akan paling jelas, untuk suhu diatas atau
dibawahnya, garis akan semakin tidak jelas. Suhu ideal tersebut dicapai oleh bintang
kelas A.

Lalu diamati dari kelas A sampai Q, bahwa ada beberapa kelas yang sama dan berulang,
sehingga beberapa dihapus dan digabung, sehingga membentuk klasifikasi bintang
modern sebagai berikut,

Kelas Temperatur Warna Bintang Garis hidrogen Garis lain


O 30.000 K < Biru Kuat Sangat Lemah He Terionisasi
B 10.000-30.000 K Biru Lemah Sedang He Netral; Si terionisasi
A 7500-10.000 K Putih kebiruan Kuat Mg,Si,Ti, Fe terionisasi
F 6000-7500 K Putih Sedang Ca, Fe terionisasi; Fe netral
G 5000-6000 K Kuning Lemah Ca terionisasi, Pita CH
K 3500-5000 K Kuning-Merah Sangat Lemah Logam netral
M 2000-3500 K Merah Sangat Lemah Pita Titanium Oksida

Untuk memudahkan mengingat urutan kelas ini biasa digunakan singkatan Oh Be A


Fine Girl, Kiss Me, atau anda boleh membuat sendiri sesuka hati.

30
3.7 DIAGRAM H-R
Apabila kita membuat grafik kartesius dengan kelas spektrum bintang sebagai absis
(sumbu-x) dan luminositas bintang sebagai ordinat (sumbu-y), lalu kita memplot
bintang-bintang yang telah kita ketahui karakter fisisnya ke dalam grafik tersebut, kita
akan mendapati bahwa bintang-bintang memiliki kecenderungan untuk mengisi daerah
tertentu dalam grafik tersebut.

Grafik tersebut dibuat pertama kali oleh Ejnar Hertzprung dan Henry Russell pada
1910, dan dinamakan Diagram Hertaprung-Russell atau Diagram H-R, dan merupakan
lompatan besar dalam pemahaman manusia terhadap evolusi bintang.

Skema diagram H-R :

Luminositas (Matahari = 1)

100 000
10 000 Ia Maharaksasa Terang
Ib Maharaksasa
1000
II Raksasa Terang
100
III Raksasa
10
1
0,1 IV Sub Raksasa
0,01
0,001
0,0001 V Deret Utama
Katai Putih
0,00001
Kelas Spektrum /
O B A F G K M Logaritma Temperatur
Kelas spektrum bintang berhubungan dengan temperaturnya, maka akan lebih akurat
apabila kita memplot diagram H-R dengan absis logaritma temperatur, atau grafik y
terhadap log x, yang berbeda dengan grafik y terhadap x biasa, dimana temperatur
tertinggi terletak di sebelah kiri.

Secara umum, bintang dengan temperatur semakin tinggi akan terletak semakin ke kiri,
dan bintang dengan daya pancar semakin besar akan terletak makin ke atas. Dari
persamaan 3.3, kita dapat pula menentukan ukuran sebuah bintang. Misalnya di daerah
kiri bawah, kita akan menemui bintang-bintang dengan temperatur tinggi, namun
memiliki daya pancar rendah, sehingga pasti ukurannya kecil dan disebut katai putih.
Begitu pula dengan daerah kanan atas, yang pasti memiliki ukuran besar, sehingga
disebut raksasa atau maharaksasa.
Banyak bintang yang teramati berada pada daerah V dimana luminositas bintang
seimbang dengan temperaturnya, sehingga mengindikasikan ukuran yang proporsional.
Bintang-bintang ini disebut deret utama.

31
3.8 EVOLUSI BINTANG
Bintang ternyata mengikuti jenjang kehidupan yang serupa dengan manusia. Mereka
lahir, remaja, dewasa, tua, sekarat, dan akhirnya mati. Yang berbeda hanyalah usia
bintang jauh lebih lama dari usia terpanjang hidup manusia, sehingga perubahan yang
terjadi tidak bisa diamati secara akurat oleh manusia.

Yang dapat kita lakukan ialah mengamati bintang-bintang yang masing-masing berada
pada tahap kehidupan yang berbeda-beda, dan merangkaikan potongan-potongan
puzzle tersebut sehingga kita bisa memahami, atau setidaknya membayangkan suatu
gambaran utuh mengenai alur kehidupan bintang. Tentunya seiring semakin majunya
ilmu pengetahuan manusia, semakin akurat pula gambaran yang kita bentuk.

A. Awal kehidupan bintang


Semua bintang berawal dari awan gas antarbintang.
Sebagian memiliki kandungan materi-materi berat seperti
oksigen atau silikon dalam beberapa persen massa, namun
kebanyakan hanya mengandung zat paling sederhana di
alam semesta, hidrogen.
Adanya gangguan dari lingkungan, membuat awan gas
tersebut menjadi tidak stabil dan terbentuk kumpulan-
kumpulan massa yang masing-masing berotasi dan
mengerut akibat gravitasi penyusunnya. Saat itu
Tempat banyak bintang baru terbentuklah protobintang, yang boleh disebut sebagai
terbentuk di Eagle Nebula “janin” bintang.
Foto : Wikipedia

Seiring dengan menyusutnya protobintang, suhu dan tekanan di pusat menjadi semakin
tinggi. Apabila kedua variabel tersebut mencapai suatu nilai tertentu, maka terpiculah
reaksi inti berantai yang mengubah hidrogen menjadi deuterium lalu menjadi helium.
Tekanan radiasi ke arah luar tersebut mampu melawan tekanan gravitasi ke arah dalam,
sehingga mencegah keruntuhan gravitasi lebih lanjut.

Saat pertama kali terjadi reaksi inti tersebut boleh disebut sebagai momen kelahiran
bintang, dimana untuk pertama kali dia bisa memancarkan energinya sendiri untuk
menerangi alam semesta yang gelap.

Apabila awan antarbintang memiliki massa yang terlalu sedikit, maka panas dan
tekanan di inti tidak akan cukup untuk memicu reaksi inti hidrogen-deuterium-helium,
dengan kata lain ia adalah bintang yang gagal terbentuk. Benda seperti ini disebut
sebagai katai coklat. Ada beberapa katai coklat yang mampu menghasilkan reaksi inti
hidrogen-deutrium, namun semua katai coklat akan tampak sangat redup, dan akan
“berpendar” dalam waktu yang sangat lama. Kita dapat membayangkan katai coklat
akan tampak serupa dengan planet Jupiter yang diterangi matahari, namun memiliki
massa dan ukuran yang jauh lebih besar.

32
B. Masa stabil bintang
Evolusi bintang, sesungguhnya adalah pertarungan antara dua gaya, yaitu gaya
gravitasi ke arah pusat bintang melawan gaya tekan radiasi ke luar. Ukuran bintang
akan stabil apabila besarnya kedua gaya tersebut sama. Keadaan tersebut tidak tercapai
segera setelah pembakaran pertama, namun bintang harus melewati masa “remaja”
yang tidak stabil terlebih dahulu meskipun sangat singkat.

Setelah dalam tahap sebelumnya kedudukan bintang dalam diagram H-R berubah-ubah
secara cepat, pada saat bintang telah mencapai keadaan stabil barulah dia akan
mencapai titik yang tetap di diagram tersebut, yaitu di daerah deret utama, dimana dia
akan menghabiskan waktu paling lama dalam hidupnya, yang juga merupakan masa
“dewasa” suatu bintang. Letak setiap bintang di deret utama tidak sama dan
bergantung pada massa awal bintang, dimana bintang bermassa lebih besar akan
terletak lebih ke atas (pada sabuk deret utama), memenuhi hubungan luminositas
bintang pangkat tiga sebanding dengan massa bintang.

Bintang bermassa besar akan memiliki gaya gravitasi ke dalam yang juga besar,
sehingga membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk mengimbanginya, yang
akhirnya mengakibatkan proses pembakaran yang lebih boros pula. Akibatnya, semakin
besar massa bintang, semakin cepat dia “kehabisan” bahan bakar dan meninggalkan
deret utama. Bintang berukuran sedang seperti matahari akan menghabiskan 10 miliar
tahun bumi untuk berada di deret utama, dan saat ini sedang berada kira-kira di tengah-
tengah masa tersebut. Bintang-bintang bermassa 20 kali massa matahari hanya akan
memiliki waktu sekitar beberapa juta tahun saja, dan berlaku sebaliknya untuk bintang
bermassa kecil.

Perjalanan hidup bintang bermassa sama dengan matahari di dalam


diagram H-R, dimulai dari awan antar bintang (titik 1), lalu tahap
protobintang (2), mencapai kestabilan di deret utama (3), mengembang
menjadi raksasa merah (4) dan pensiun sebagai katai putih (5)
GRAFIK : Wikipedia

33
C. Pasca deret utama
Akibat pembakaran terus menerus jumlah hidrogen di pusat semakin kecil, sementara
terjadi tumpukan “abu” sisa pembakaran berupa helium. Pada akhirnya hidrogen di
pusat akan habis dan pusat bintang akan mengalami keruntuhan gravitasi.

Bagi bintang yang memiliki massa sedang atau besar ( > 0,5 massa matahari),
mengerutnya inti akan menyebabkan suhu dan tekanan di inti begitu besar, sehingga
memicu terjadinya reaksi termonuklir kedua, yang mengubah helium menjadi karbon.
Akibatnya bintang akan mempunyai dua reaksi pembakaran, yaitu fusi helium di inti,
dan fusi hidrogen di kulit inti.

Meningkatnya Laju pembakaran hidrogen dan adanya tambahan energi dari fusi helium
akan menyebabkan bintang mengembang, bagi bintang bermassa sedang akan menjadi
raksasa merah, dan bintang bermassa besar akan menjadi maharaksasa. Proses ini juga
menyebabkan suhu permukaan bintang turun, sehingga warnanya akan menjadi lebih
merah dari saat dia di deret utama. Awal terjadinya fusi helium biasanya ditandai oleh
peristiwa helium flash, yaitu peningkatan kecerlangan secara tiba-tiba suatu bintang
akibat fusi kedua tersebut.

Pembakaran helium hanya akan terjadi apabila massa bintang cukup besar untuk
memberikan suhu dan tekanan tertentu di pusat. Maka bintang bermassa kecil tidak
akan berkembang menjadi raksasa atau maharaksasa, tetapi melewati masa yang sangat
lama dan ukuran yang relatif stabil hingga akhirnya kehabisan hidrogen di inti untuk
dibakar.

D. Akhir hidup bintang


Bagi bintang dengan massa sedang hingga besar, proses fusi tidak hanya berhenti pada
reaksi helium menjadi karbon. Pada akhirnya proses yang sama yang menyebabkan
pembakaran helium akan terulang lagi, sehingga memaksa terjadinya reaksi fusi ketiga,
karbon menjadi neon yang terjadi di inti. Sementara itu di kulit inti masih terjadi
pembakaran helium, dan diatas lapisan helium masih terjadi fusi hidrogen.

Proses diatas terus berlanjut hingga berturut-turut terjadi reaksi fusi neon menjadi
oksigen, neon-magnesium, oksigen-silikon, dan proses lain yang semuanya
membutuhkan suhu dan tekanan yang semakin tinggi untuk dapat terjadi, sehingga
hanya bintang bermassa sangat besarlah yang bisa mencapai tahap reaksi akhir :
pembentukan inti besi, yang merupakan unsur paling berat yang bisa dibentuk di inti
bintang.

34
Hasilnya di akhir hidupnya, bintang akan dalam
keadaan berlapis-lapis seperti bawang, yang
terdiri dari zat-zat yang pernah dibentuknya
mulai dari hidrogen yang paling luar, lalu helium
dibawahnya, dan seterusnya. Lapisan terdalam
ditentukan oleh massa bintang. Di pusat bintang
bermassa seperti matahari akan diisi oleh karbon,
karena tidak akan mampu membentuk inti Neon.
Sementara pada bintang yang lebih besar bisa
ditemui Oksigen. Dan pada bintang bermassa
sangat besar baru akan ditemui pusat besi.

Setelah bintang tidak mampu lagi membakar


Lapisan-lapisan bintang bermassa materi di inti, maka saat itulah bintang akan
sangat besar, di akhir hidupnya sesaat mendekati keruntuhan gravitasi. Yaitu dimana
sebelum terjadi keruntuhan gravitasi energi yang dihasilkan tidak mampu menahan
Foto : Wikipedia
gaya gravitasinya sendiri, akibatnya bintang akan
menyusut

Seiring menyusutnya ukuran bintang, tekanan degenerasi elektron semakin besar


karena elektron-elektronnya akan semakin rapat. Bagi bintang bermassa kurang dari
1,44 massa matahari (batas ini dirumuskan oleh ilmuwan India-Amerika Subramaniyan
Chandrasekhar) tekanan tersebut akan cukup untuk menghentikan keruntuhan
gravitasi, dan bintang akan berhenti mengerut saat berukuran tidak jauh dari ukuran
bumi, dan disebut bintang katai putih.

Katai putih akan menjadi akhir dari kehidupan matahari, setelah sebelumnya akan
membentuk nebula planeter, yaitu awan gas yang terbentuk ketika terjadi pembakaran
helium, dimana lapisan terluar bintang akan “lepas” dan meninggalkan bintang. Kabut
tersebut biasa terbentuk pada bintang semassa matahari.

Meskipun telah “pensiun”, bintang katai putih masih akan melakukan reaksi fusi dan
akan menghabiskan bahan bakarnya secara perlahan selama sisa hidupnya, hingga
akhirnya berhenti memproduksi energi, dan “mati” sebagai bintang katai gelap. Masa
hidup bintang-bintang bermassa kecil ini sangat lama, sehingga umur alam semesta saat
ini belum cukup untuk membentuk bahkan satu katai gelap pun.

35
Bagi bintang yang memiliki massa diatas batas Chandrasekhar, tekanan degenerasi
elektron tidak kuasa menahan laju keruntuhan bintang. Sementara dia terus menyusut,
suhu dan tekanan akan meningkat secara drastis, hingga akhirnya mencapai suatu titik
dimana seluruh permukaannya, yang pada dasarnya merupakan bahan bakar, dari
mulai hidrogen hingga yang terdalam, akan terpicu oleh suatu reaksi berantai yang tiba-
tiba, layaknya satu gedung penuh bubuk mesiu yang diledakkan secara serentak dan
tiba-tiba. Hasilnya adalah suatu ledakan mahadashyat yang disebut supernova.

Kecerlangan bintang bisa meningkat jutaan kali lipat akibat supernova, bahkan sekitar
1000 tahun yang lalu, terdapat catatan dari astronom Cina yang mengamati adanya
bintang yang tiba-tiba menjadi sangat terang sehingga dapat dilihat di siang hari.
Setelah diamati posisinya saat ini, yang tampak disana ialah nebula sisa supernova yang
disebut crab nebula. Dapat disimpulkan bahwa bintang yang tampak di siang hari
tersebut adalah suatu bintang yang mengalami supernova.

Supernova melepaskan energi yang luar biasa besar


dan sebagian materi bintang dimuntahkan dari
permukaannya. Bahkan supernova adalah salah satu
sumber “pengotor” awan gas antarbintang, sehingga
memiliki unsur berat seperti oksigen, besi, dan
silikon yang terbentuk di inti bintang. Keberadaan
unsur-unsur berat tersebut di bumi dan bahkan di
dalam tubuh kita mengindikasikan awan gas
antarbintang yang membentuk matahari, dahulu
setidaknya telah terpengaruh oleh supernova.
Crab Nebula (M1) yang merupakan
sisa supernova, dimana ditengahnya
Setelah supernova, jalan hidup bintang bergantung
ditemui sebuah pulsar.
Foto : Wikipedia
pada massanya. Bagi bintang yang massanya
dibawah 3 massa matahari (batasnya sendiri masih
berupa perkiraan), materi yang tersisa dari supernova akan terus menyusut hingga
ukuran sangat kecil (hanya beradius sekitar 10 km saja), dimana tekanan neutron
mampu menolak keruntuhan lebih lanjut. Saat itu gaya elektromagnet yang
memisahkan dua inti atom telah terkalahkan, sehingga atom-atom menjadi sangat rapat
dan dekat sehingga tampak seperti bola-bola neutron. Bintang seperti ini disebut
bintang neutron. Dapat dibayangkan bagaimana kerapatan bintang neutron ini, dimana
satu sendok teh permukaanya bisa memiliki massa hingga 20 ton!

Bintang neutron adalah pemancar gelombang radio yang sangat kuat, dan akibat
rotasinya, dan arah sumbu rotasinya terhadap bumi, gelombang radio yang diterima
oleh bumi tampak seperti denyutan-denyutan dengan periode tertentu. Semula diduga
denyutan tersebut adalah sinyal dari makhluk dari luar angkasa. Namun setelah diteliti
lebih lanjut dapat dipastikan gelombang tersebut berasal dari bintang neutron yang

36
berputar cepat, dan disebut PULSAR (Pulsating Radio Source). Semakin kecil radius
bintang neutron, rotasinya semakin cepat karena kekekalan momentum sudut.

Bagi bintang-bintang yang massanya melebihi 3 massa matahari, setelah supernova,


bahkan tekanan neutron pun sudah tidak mampu lagi mencegah keruntuhan bintang.
Akibatnya tidak ada lagi gaya apapun yang bisa melawan gaya gravitasi. Akibatnya
bintang akan menyusut hingga satu titik singularitas dimana bahkan cahaya tidak lagi
bisa melepaskan diri dari permukaannya (karena massa yang besar dan radius yang
luar biasa kecil) kerana kecepatan lepas di permukaannya melebihi kecepatan cahaya.
Benda seperti ini disebut sebagai lubang hitam atau black hole.

Keberadaan lubang hitam sendiri diprediksikan secara teori dan telah dibuktikan secara
observasi. Meskipun cahaya tidak bisa meninggalkan permukaan black hole (otomatis
kita tidak bisa mendeteksi black hole tersebut), namun apabila black hole tersebut
adalah anggota dari sistem bintang ganda (sistem dua bintang yang mengitari pusat
massa sistem) dia akan dapat dideteksi. Bila di dekatnya ada sebuah bintang lain yang
masih “hidup” dan jaraknya cukup dekat maka akan terjadi perpindahan materi dari
bintang ke black hole membentuk suatu piringan akresi (piringan yang berupa materi
yang berpindah dan bergerak mengitari benda tujuan secara spiral dengan radius yang
semakin lama semakin mengecil).

Jumlah black hole di alam semesta ini diperkirakan cukup banyak. Kemungkinan benda
yang ada di pusat galaksi-galaksi adalah Black Hole, sebab dibutuhkan massa yang
sangat besar untuk bisa menggerakkan satu galaksi agar tunduk pada dirinya.

***

37
4. MEKANIKA

4.1 HUKUM KEPLER


Pencarian manusia akan pertanyaan bagaimana benda-benda langit sesungguhnya
bergerak, telah didengungkan secara berabad-abad dan telah banyak gagasan dan teori
(baik dengan dasar logika maupun murni khayalan) yang mencoba menjelaskannya.
Pada abad ke-16 muncul banyak Astronom yang mulai menentang paham Geosentris
yang telah lama diimani. Salah satunya adalah Tycho Brahe, astronom Denmark yang
melakukan pengamatan dengan peralatan minimum, namun dengan akurasi yang
sangat baik.

Adalah murid Brahe, Johannes Kepler, yang kemudian berhasil merumuskan teori dasar
tentang pergerakan planet-planet, berdasarkan data pengamatan yang dikumpulkan
Brahe.

A.Hukum kepler pertama


Hukum Kepler pertama berbunyi,

“orbit setiap planet berbentuk elips dengan matahari berada di salah satu
fokusnya”

Elips adalah bentuk bangun datar yang merupakan salah satu dari irisan kerucut (selain
lingkaran, hiperbola, dan parabola). Dimana eksentrisitas elips bernilai antara 0 dan 1.
Lintasan suatu planet mengelilingi matahari akan berupa sebuah elips, dan matahari
akan selalu berada di salah satu dari dua focus elips tersebut.

Skema dan parameter elips :


Planet
Sudut Anomali Benar

b a = setengah sumbu
mayor
Fokus
Aphelium Perihelium b = setengah sumbu
minor
a c
Fokus
c = jarak focus

Berlaku persamaan :
(4.1) c 2 + b 2 = a 2 (4.3) Jarak perihelium = (a – c) = a (1 - e)
c
(4.2) eksentrisitas (e) = (4.4) Jarak aphelium = (a + c) = a (1+ e)
a

38
Hukum pertama kepler jelas-jelas menentang pernyataan Nicolaus Copernicus yang
menyatakan bahwa orbit planet berbentuk lingkaran dengan matahari berada di pusat
lingkaran. Dan terbukti dari hasil pengamatan bahwa orbit elips Kepler dapat
memberikan posisi yang lebih akurat dibandingkan orbit lingkaran.

Kesalahan Copernicus ini dapat dipahami sebab meskipun memiliki lintasan elips,
namun eksentrisitas orbit planet mendekati nol, sehingga sekilas akan tampak
mendekati lingkaran, bahkan untuk perhitungan-perhitungan sederhana kita boleh
mengasumsikan orbit planet adalah lingkaran.

B. Hukum kepler kedua


Hukum kepler kedua berbunyi,

“vektor radius suatu planet akan menempuh luas areal yang sama untuk selang
waktu yang sama”

Vektor radius ialah garis hubung antara planet dengan pusat gravitasi (matahari).
Gambaran dari hukum kepler kedua ialah
P2

P1

P3 F

P4

Apabila Planet membutuhkan waktu yang sama untuk menempuh P1 – P2 dan P3 - P4,
maka luas areal P1 – F – P2 akan sama dengan P3 - F - P4, begitu pula sebaliknya.
Dengan kata lain kita dapat menyatakan bahwa kecepatan angulernya konstan.

Karena planet selalu mematuhi hokum kepler, maka konsekuensi dari hukum kedua
kepler ini ialah kecepatan linear planet di setiap titik di orbitnya tidaklah konstan,
tetapi bergantung pada jarak planet. Contohnya planet akan bergerak paling cepat saat
dia ada di perihelium, dan akan bergerak paling lambat saat dia ada di aphelium.

39
C. Hukum kepler ketiga
Hukum kepler ketiga berbunyi

“pangkat tiga sumbu semi major orbit suatu planet sebanding dengan kuadrat
dari periode revolusi planet tersebut”

Kepler menemukan hubungan diatas, atau apabila sumbu semi mayor kita nyatakan
dengan a dan periode revolusi planet kita nyatakan dengan T, maka secara matematis
hukum ketiga kepler dapat ditulis

a3
= konstanta …………………………… (4.5)
T2

Ternyata untuk benda-benda yang mengelilingi pusat gravitasi yang sama, besarnya
kontanta akan sama, misalnya bagi planet Venus dan planet Bumi, atau bagi Io dan
Europa. Untuk benda-benda yang memenuhi syarat tersebut berlaku

3 3 3
a1 a a
2
= 2 2 = 32 = ... = konstanta ……………………… (4.5 b)
T1 T2 T3

Apabila benda yang kita tinjau adalah planet yang mengitari matahari, dan kita
nyatakan a dalam Satuan Astronomi dan T dalam tahun, maka kita akan mendapati
3 3
a planet abumi
2
= 2
T planet Tbumi
3
a planet
2
=1
T planet
3 2
a planet = T planet …………………………… (4.5 c)

Persamaan 4.5 c adalah bentuk sederhana dari hukum kepler 3, namun hanya bisa
digunakan apabila a dinyatakan dalam Satuan Astronomi, T dalam tahun dan pusat
gravitasi adalah benda bermassa sama dengan matahari.

Perlu diingat bahwa hukum kepler tidak hanya berlaku pada planet di tata surya saja,
namun juga berlaku pada satelit planet-planet, asteroid, komet, pada sistem bintang
ganda, dan lain-lain.

40
4.2 HUKUM GRAVITASI NEWTON
Sebelum era Newton, bidang mekanika benda langit merupakan bidang yang
berdasarkan pengamatan empiris. Baru dengan kejeniusannya Newton dapat
menjelaskan fenomena alam yang terjadi secara teoritis dan mampu menerangkan
“mengapa” peristiwa tersebut dapat terjadi.

Dua pertanyaan, mengapa apel jatuh dari pohon dan mengapa bulan mengitari bumi,
yang tampak sebagai dua hal yang sama sekali berbeda dan tidak berhubungan,
ternyata dijawab Newton oleh satu kata : Gravitasi.

Hukum Gravitasi Newton sendiri berbunyi,

“ semua partikel materi di alam semesta menarik semua partikel lain dengan gaya
yang sebanding dengan produk massa dan berbanding terbalik dengan pangkat dua
dari jarak antara keduanya”,

atau secara matematis,


m1m2
F =G ................................................ (4.6)
r2

Dimana F ialah gaya gravitasi (newton), m1 dan m2 adalah massa kedua benda
(kilogram), r adalah jarak kedua benda (meter), dan G ialah konstanta gravitasi
universal yang besarnya 6,67 x 10-11 N.m2.kg-2 .

Lalu menurut persamaan gaya yang kita ketahui, bahwa gaya ialah perkalian antara
massa dan percepatan benda, atau

F = ma ,

bila kita gabungkan dengan persamaan 4.6 kita akan mendapat,

m1m2
ma = G
r2

Apabila kita tinjau benda 1 sebagai pemberi gaya gravitasi dan kita nyatakan dengan M,
lalu benda 2 sebagai objek yang terkena pengaruh gaya kita nyatakan sebagai m, kita
akan dapat,

mM
ma = G , atau
r2

41
M
a=G ............................................................. (4.7),
r2

yaitu persamaan kuat medan gravitasi atau lebih dikenal sebagai percepatan gravitasi,
yang dalam fisika dinyatakan sebagai “g”, yang ternyata bergantung pada massa benda
sumber dan jarak benda.

Energi potensial gravitasi yang dimiliki sebuah benda, sebanding dengan produk
massa benda tersebut dan massa benda sumber, serta berbanding terbalik dengan jarak
antara kedua benda, serta bernilai selalu negatif, sebab energi potensial gravitasi selalu
bersifat seolah-olah “kekurangan” energi, atau dinyatakan dengan,

Mm
E p = −G .........................................(4.8).
r

Potensial gravitasi yang dimiliki sebuah benda didefinisikan sebagai energi potensial
gravitasi per satuan massa, atau dinyatakan
Ep
V=
m
M
V = −G .............................................(4.9)
r

Dimana perlu diingat bahwa massa benda yang berpengaruh ialah benda sumber
gravitasi saja.

Contoh soal :
Urutkan benda-benda berikut sesuai dengan percepatan gravitasinya (dari nilai
kecil ke besar) mengelilingi Bumi:
- sebuah stasiun luar angkasa dengan massa 200 ton dan berjarak 6580 km dari
Bumi
- seorang astronot dengan massa 60 kg dan berjarak 6580 km dari Bumi
- sebuah satelit dengan massa 1 ton dan berjarak 418000 km dari Bumi
- Bulan dengan massa 7,4 × 1019 ton dan berjarak 384000 km dari Bumi

Jawab :
Percepatan gravitasi sebanding dengan massa benda pusat, dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak. Namun untuk keempat benda massa benda pusat sama (Bumi),
sehingga kita hanya perlu melihat faktor jarak. Maka urutan benda-benda dari
percepatan gravitasi terbesar hingga terkecil ialah : 1) stasiun luar angkasa dan astronot;
2)Bulan; 3)satelit. Perlu diperhatikan bahwa massa masing-masing benda sama sekali
tidak berpengaruh.

42
4.3 MEKANIKA ORBIT SEDERHANA
Bulan mengalami gaya tarik gravitasi ke arah bumi, namun mengapa bulan tidak
pernah jatuh ke bumi padahal tidak ada gaya yang tampak menahan atau menarik
bulan ke arah berlawanan ?

Ternyata bulan dapat mempertahankan posisinya terhadap bumi ialah karena


melakukan revolusi mengelilingi bumi, sehingga gaya gravitasi akan berlaku sebagai
gaya sentripetal bagi putaran bulan, analoginya adalah apabila kita memutar bola
bertali, maka bola tersebut adalah bulan, dan gravitasi adalah tali tersebut, atau kita
nyatakan

Fsentripetal = Fgravitasi

Orbit bulan berupa elips, namun memiliki eksentrisitas mendekati nol, sehingga dapat
kita dekati sebagai sebuah lingkaran. Maka radius orbit dapat kita asumsikan tetap,
sehingga dapat kita nyatakan,

2
mvorbit Mm
=G 2
r r
GM
vorbit = ................................... (4.10)
r

Dimana vorbit ialah kecepatan orbit mengelilingi benda pusat (yang besarnya selalu
konstan), dan bergantung pada massa benda pusat dan jarak. Persamaan 4.10 hanya
berlaku bagi benda-benda yang mengelilingi benda pusat gravitasi dengan orbit
lingkaran.

Untuk gerak melingkar, berlaku


v =ωr
GM
(gabungkan dengan pers. 4.10) ωr =
r
GM
ω 2r 2 =
r
ω r = GM
2 3

2π 2π
(ω = , dengan T = periode) ( ) 2 r 3 = GM
T T
4π 2 r 3
= GM
T2
r 3 GM
=
T 2 4π 2

43
Karena lingkaran adalah elips yang memiliki eksentrisitas 0, maka berlaku a =r,
sehingga menjadi

a 3 GM
= ........................................... (4.11)
T 2 4π 2

Uraian diatas adalah salah satu pembuktian hukum kepler 3. Dimana sebelum
dirumuskannya hukum gravitasi oleh Newton, tidak dapat dibuktikan orang (termasuk
Kepler sendiri !). Dan Newton mampu menentukan nilai konstanta dari ruas kiri
persamaan 4.5, yaitu sebesar GM / 4π 2 .

Persamaan 4.11 adalah bentuk umum hukum kepler 3, dan berlaku untuk semua orbit
yang terpengaruh oleh gravitasi, baik itu lingkaran, elips, parabola, atau hiperbola.

Bagi benda-benda yang mengelilingi matahari, atau mengelilingi bintang dengan massa
sama dengan massa matahari Persamaan 4.11menjadi :

3
a1 GM solar
=
T1
2
4π 2

Bagi benda-benda yang mengelilingi bintang bermassa selain matahari menjadi


3
a2 GM star
=
T2
2
4π 2

Apabila kita bagi kedua persamaan di atas didapat

 a2 3 
 2
T  M
 2  = star
 a13  M solar
 2
T 
 1 
Apabila a dinyatakan dalam satuan astronomi, dan T dalam tahun, maka kita dapat
memasukkan persamaan 4.5 c kedalam persamaan diatas

 a2 3 
 2
T  M
 2  = star
1 M solar

44
Dan bila kita nyatakan semua massa bintang dalam massa matahari, ruas kanan dapat
kita ganti menjadi

3
a
2
= M star .................................................(4.12)
T

Dengan catatan a dinyatakan dalam SA, T dalam tahun, dan Mstar dinyatakan dalam
massa matahari. Bila kita masukan matahari sebagai bintang yang kita tinjau, kita akan
mendapati persamaan 4.12 menjadi persamaan 4.5 c. Dapat kita simpulkan persamaan
4.12 ialah bentuk umum hukum kepler 3 bagi benda bermassa berbeda dengan
matahari.

Contoh soal :
Jika matahari kita massanya diperbesar hingga menjadi dua kali massa sekarang, tapi
susunan tata surya sama sekali tidak berubah, berapa lama waktu yang akan Bumi
butuhkan untuk satu kali mengelilingi matahari ?

Jawab :
3
a
2
= M star
T
a3
T=
M star
1
T= tahun
2
= 258 hari

4.4 TITIK NETRAL DAN TITIK PUSAT MASSA

A. Titik Netral
Pada sistem tiga benda (dua sumber gravitasi, dan satu benda objek), terdapat titik-titik
dimana gaya gravitasi dari kedua benda saling meniadakan, sehingga apabila benda
objek ditempatkan di titik tersebut, maka benda tersebut akan diam relatif terhadap
kedua benda sumber gravitasi (mengalami keseimbangan gravitasi). Titik-titik tersebut
disebut titik netral, atau titik Lagrange.

45
Dari gambar disamping, dapat
L1
dilihat posisi kelima titik Lagrange
(L1,L2,L3,L4,L5).

SUMBE Penurunan titik-titik ini


R1 menggunakan kurva potensial
gravitasi dalam ruang dimensi tiga,
dan pertama kali dipecahkan oleh
matematikawan Prancis Josef
Lagrange.
L2

Yang paling mudah tentunya titik


SUMBER Lagrange kedua, yang letaknya
2
L4 L5 berada di antara kedua benda
sumber. Dan secara sederhana dapat
dihitung letaknya dengan
L3 menyamakan gaya gravitasi dari
kedua benda sumber.

Contoh soal :
Bila jarak bumi-bulan adalah 384400 km, dan massa bumi = 81 kali massa bulan. maka
tentukan jarak titik netral -yang berada di antara bumi dan bulan- terhadap pusat bumi !

Jawab :
Secara logika, letak titik netral pasti harus lebih dekat ke Bulan daripada Bumi karena
massa Bulan lebih kecil dari bumi. Maka keadaan soal bisa digambarkan,
X 384400 - X

Bulan
Bumi

Lalu, FBumi = FBulan


GM B m GM m m
=
x 2
(384400 − x) 2
384400 − x Mm
=
x MB
Mm
384400 − x = x
MB

46
Mm
x + x = 384400
MB
Mm
x( + 1) = 384400
MB
384400
x=
Mm
+1
MB

384400
x=
1
+1
81

x = 345960 km
Jadi, letak titik netral ialah 345960 km dari pusat bumi.

B. Titik Pusat Massa


Pada sistem dua benda, sesungguhnya kedua benda selalu saling mengitari pusat massa
sistem. Hal tersebut berlaku juga untuk matahari dan planet-planetnya. Jika kita tinjau
sistem matahari-Jupiter, kita sekilas akan melihat Jupiter bergerak mengelilingi
Matahari. Namun apabila kita perhatikan lebih seksama, ternyata matahari dan Jupiter
keduanya mengitari pusat massa sistem Jupiter-Matahari, namun letak titik itu sangat
dekat dengan pusat matahari, sehingga gerakan matahari tidak kentara terlihat,
melainkan hanya bergoyang sedikit saja. Hal serupa terjadi bagi sistem Bumi-Bulan,
Jupiter-Ganymede, dan lain-lain, namun tidak bagi Pluto-Charon, dimana letak titik
pusat massa sistem berada di luar permukaan Pluto.

Secara sederhana, prinsip menghitung letak titik pusat massa (untuk sistem dua benda)
serupa dengan cara menghitung letak titik tumpu suatu penggaris yang diberi beban
berbeda di kedua sisinya.

Contoh Soal :
Bila jarak bumi-bulan adalah 384400 km, dan massa bumi = 81 kali massa bulan, hitung
letak titik pusat massa sistem Bumi-Bulan, diukur dari pusat bumi !

47
Jawab :
Keadaan Sistem Bumi-Bulan dapat digambarkan,

X 384400 - X

Bulan
Bumi

Lalu, m1a1 = m2 a 2
M B x = M m (384400 − x )
M B x = 384400 M m − M m x
M B x + M m x = 384400M m
x( M B + M m ) = 384400M m
384400 M m
x=
(M B + M m )
384400(1)
x=
(81 + 1)
x = 4687 km

Karena jari-jari permukaan bumi sekitar 6400 km, maka jelas titik pusat massa sistem
berada di dalam permukaan bumi, 4687 km dari pusat bumi.

4.5 GAYA PASANG SURUT


Kita telah mengenal peristiwa naiknya muka air laut di saat bulan purnama dan bulan
baru, namun apa yang sebenarnya menJadi penyebab fenomena tersebut ?

Gaya pasang surut didefinisikan sebagai selisih gaya gravitasi di permukaan benda
dengan di pusat benda. Pada terapan umumnya gaya ini tidak hanya menyebabkan
naiknya permukaan air laut di bumi saJa, namun Juga menyebabkan komet yang lewat
terlalu dekat dengan matahari akan pecah, atau satelit yang terlalu dekat dengan planet
induknya akan terpecah membentuk cincin.

48
Perhatikan gambar berikut, dengan asumsi kemiringan orbit Bulan terhadap ekuator 0.

Ke bulan

D C A

Kita akan menghitung besar gaya pasang surut oleh bulan kepada bumi. Gaya pasang
surut di titik A didefinisikan sebagai selisih gaya di permukaan dengan gaya di pusat,
atau dinyatakan
FPASU A = FA − FC
GMm GMm
= −
(d − R) 2
d2
Dengan d ialah Jarak bulan ke bumi (dari pusat ke pusat), R ialah radius permukaan
bumi (kita sumsikan berupa bola sempurna), M adalah massa bumi, dan m adalah
massa bulan.
 1 1 
= GMm − 2
 d − 2dR + R
2 2
d 

 d 2 − (d 2 − 2dR + R 2 ) 
= GMm 4 2 2 

 d − 2 d 3
R + d R 

 d 2 − (d 2 − 2dR + R 2 ) 
= GMm 2 2 

 d − 2d R + d R 
4 3

 2dR − R 2 
= GMm 
2 2 
 d − 2d R + d R 
4 3

 R2 
 2R − 
d d
= GMm 4 . 
d 2R R 2 
 1− + 
 d d2 

49
Karena d Jauh lebih besar daripada R (d >> R), maka persamaan menJadi

 1 2R − 0 
= GMm . 
 d 1− 0 + 0 
3

2GMmR
FPASUA= ........................................(4.13)
d3

Melalui penurunan yang sama akan diperoleh gaya pasang surut di masing-masing titik
GMmR
FPASUB= (setengah FPASUA)
d3
FPASUC= 0
2GMmR
FPASUD= - (negatif dari FPASUA)
d3

Atau bila digambar dalam diagram gaya di seluruh permukaan akan berbentuk :

Ke bulan

Dimana tinggi permukaan air laut akan mengikuti diagram diatas, terbesar di ekuator,
dan terus menurun hingga terkecil di kutub. Perlu dilihat bahwa besar gaya pasang
surut di titik A akan sama dengan di titik D, hanya berlawanan arah. Sehingga
walaupun Bulan ada di sisi kanan Bumi dalam gambar, sisi kiri bumi Juga akan
“menggelembung” dengan besar yang sama. Hal inilah yang menyebabkan pasang saat
Purnama sama dengan pasang saat Bulan Baru. Dan setiap hari, pengamat di
permukaan bumi akan mengalami 2 kali pasang dan 2 kali surut, akibat rotasi bumi.

Persamaan 4.13 berlaku umum bagi dua benda yang saling mempengaruhi karena
gravitasi.

50
5. TATA KOORDINAT

Dalam astronomi, amatlah penting untuk memetakan posisi bintang atau benda langit
lainnya, dan menerapkan system koordinat untuk membakukan posisi tersebut. Prinsip
dasarnya sama dengan penentuan posisi suatu tempat di pemukaan bumi.

5.1 KOORDINAT GEOGRAFIS


Dalam pelajaran geografi atau ketika melihat peta atau bola dunia, tentu anda telah
sangat familiar dengan kata-kata seperti lintang, bujur, dan kutub. Parameter penting
dalam koordinat geografis antara lain:

KU
Meridian
Greenwich

Bujur Lintang

Ekuator

KS

1. Lintang
Diukur dari ekuator, ke arah kutub Utara disebut lintang Utara (positif), ke arah
sebaliknya disebut lintang selatan (negatif). Lintang Utara maupun Selatan membentang
hingga 900, dan masing-masing berujung di Kutub rotasi bumi. Garis-garis lintang
berupa lingkaran-lingkaran kecil (lingkaran yang mengelilingi permukaan bola dengan
diameter bukan diameter bola), kecuali lintang 90 utara maupun selatan yang berupa
titik.

2. Bujur
Diukur dari meridian Greenwich, yaitu bujur yang melalui kota Greenwich, ke timur
disebut bujur timur, dan ke barat disebut bujur barat, masing-masing membentang
sejauh setengah lingkaran, dan garis 1800 BT berimpit dengan garis 1800 BB. Garis-garis
bujur berupa lingkaran-lingkaran besar (lingkaran yang mengelilingi permukaan bola
dengan diameter sama dengan diameter bola, contohnya ekuator)

51
5.2 KOORDINAT HORIZON
Apabila koordinat geografis melakukan pemetaan pada bola bumi, maka koordinat
horizon melakukan pemetaan pada bola horizon. Apa itu bola horizon? Coba lihat
gambar berikut.

Zenit
Terlihat bahwa pengamat di
KU
permukaan bola tersebut mempunyai
sebuah bola horizon yang
menyelubunginya. Dapat
disimpulkan bahwa setiap pengamat
Nadir di tempat berbeda akan memiliki
bola horizon yang berbeda pula.

Bola horizon yang sebenarnya jauh


Pengamat
Ekuator lebih besar, bahkan hingga
memotong bola langit. Bahkan bola
horizon pada dasarnya ialah bola
langit yang terlihat dari posisi
KS
tertentu.

Sekarang kita tinjau bola langit itu sendiri. Parameter penting dalam koordinat horizon
antara lain,

Z
Z = Titik Zenith, titik yang berada
tepat diatas pengamat

N=Titik Nadir, titik yang berada Alt


tepat dibawah pengamat
Azimuth T
U,T,S,B = titik-titik cardinal, atau U S
titik-titik arah mata angin. Berturut-
turut ialah arah Utara, Timur,
B
Selatan, dan Barat
Horizon
/cakrawala

52
Sedangkan koordinat horizon terdiri atas :
1. Altitude : Analog dengan lintang. Merupakan ketinggian benda diatas horizon,
positif kearah zenith, negative kearah nadir. Rentangnya dari +900 hingga -900.
Misalkan benda yang berada tepat di titik Zenith akan mempunyai altitude 900,
dan benda yang berada tepat di horizon altitudenya 00. Perlu diingat bahwa
salah satu syarat suatu bintang terlihat (bagi pengamat dengan ketinggian 0
meter) ialah memiliki altitude positif.

2. Azimuth: serupa dengan bujur, yaitu posisi benda diukur dari Utara-Timur-
Selatan-Barat. Rentangnya dari 00 hingga 3600, atau dari 0 jam hingga 24 jam.
Sebagai contoh titik arah tenggara akan memiliki azimuth 1350, dan titik barat
laut sebesar 3150. Bintang dalam gambar contoh diatas memiliki koordinat
horizon sekitar azimuth 900 dan altitude +450.

5.3 KOORDINAT EKUATORIAL


Koordinat ekuatorial memetakan posisi suatu benda (biasanya suatu benda langit) di
bola langit, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, tanpa memperdulikan posisi
pengamat.

A. Sistem RA-DEC
Terdapat dua jenis koordinat ekuatorial, yang pertama ialah system Asensio Recta (RA
atau α) dan Deklinasi (DEC), Skema koordinat ekuatorial system pertama ialah :

Dari pembahasan bab 1, tentunya anda masih


ingat bahwa gambar disamping menunjukkan
KLU bola langit. Koordinat ekuatorial terdiri atas:

1. Deklinasi : serupa dengan lintang, yaitu


ketinggian sebuah benda diukur dari ekuator
langit. Ke arah Kutub Langit Utara positif, dan
sebaliknya negative. Dari +900 hinga -900.

2. Asensio Recta : yaitu posisi bintang diukur


DEC+
RA+ sepanjang ekuator langit dari titik Aries (boleh
dibilang meridian Greenwichnya Bola langit)
Ekuator positif bila diukur berlawanan arah dengan
Langit putaran bola langit dan pergerakan bintang-
bintang. Misalnya bila bintang-bintang terbit
Titik Aries di timur dan tenggelam di barat, asensio recta
KLS diukur dari barat ke timur di langit. Bernilai 00
hingga 3600 atau 0 jam hingga 24 jam.

53
B. Sistem HA-DEC
Sistem kedua dari koordinat ekuatorial ini lebih merupakan gabungan antara koordinat
horizon dan koordinat ekuatorial. Skema yang menunjukkannya ialah :
KLU Z Gambar disamping adalah
gambar pengamat di lintang
sekitar 600, karena altitude KLU
Σ dari horizon sebesar 600. Maka
posisi ekuator langit pun akan
HA
tegak lurus terhadap KLU.
T DEC
U S Apabila sistem RA-DEC
menggunakan titik Aries, maka
sistem ini menggunakan titik
B
sigma (Σ), yaitu titik perpotongan
ekuator langit dengan meridian
pengamat/bujur pengamat yaitu
lingkaran besar yang melalui titik
Ekuator langit N KLS Utara, Zenit, dan Selatan.

1. Deklinasi, persis sama dengan yang digunakan oleh sistem RA-DEC.


2. Hour Angle, diukur dari titik sigma sepanjang ekuator langit, positif apabila searah
dengan putaran bola langit dan pergerakan bintang (otomatis berlawanan dengan arah
asensio rekta). Bernilai 0 sampai 24 jam, atau +12 jam hingga -12 jam.

Hour Angle juga merupakan posisi


bintang dari titik kulminasinya KLU Z
(mencapai meridian pengamat).
Seringkali HA dinyatakan dalam +2
jam, atau -3 jam, yang berturut-turut
berarti mencapai kulminasi 2 jam Σ
yang lalu, serta membutuhkan 3 jam DEC
lagi untuk mencapai kulminasi.
T
Otomatis semua benda yang ada di
meridian pengamat akan memiliki U S
RA
hour angle 0 jam.
B
Apabila bintang digambar atas kita
gambar dalam sistem RA-DEC,
apabila posisi titik aries (yang Titik Aries
berubah-ubah setiap saat) kita KLS
Ekuator langit N
tentukan, akan kita dapati seperti
gambar disamping

54
5.4 KOORDINAT EKLIPTIKA
Koordinat ekliptika serupa dengan koordinat ekuatorial sistem RA-DEC, namun hanya
berbeda lingkaran besar acuannya saja. Apabila ekuatorial menggunakan lingkaran
ekuator langit, maka koordinat ekliptika menggunakan bidang ekliptika, yaitu bidang
edar bumi mengelilingi matahari, yang memiliki kemiringan 23,50 dari ekuator.

KLU
KUE Koordinat ekliptika terdiri atas:

Ekuator 1. Lintang Ekliptika, diukur dari bidang


Langit ekliptika, positif ke arah Kutub utara
LE+
ekliptika (KUE). Berkisar antara +900
hingga -900. Lintang ekliptika sering
BE+ disebut juga lintang langit.

2. Bujur Ekliptika, diukur dari titik aries


sepanjang ekliptika, positif searah dengan
asensio rekta positif, atau diukur
Ekliptika
berlawanan arah putaran bola langit.
Titik Aries KSE Diukur dari 00 sampai 3600. Bujur
KLS ekliptika sering disebut juga bujur langit.
Tanggal 21 Maret bujur ekliptika matahari
00, dan semakin hari semakin positif.

Dari pembahasan bab 1 tentu anda masih ingat bahwa Ekliptika dan ekuator langit
berpotongan di dua titik, Aries dan Libra. Titik Aries disebut juga sebagai titik
nodal naik (ascending node) dalam koordinat ekliptika, sebab bila kita mengukur
bujur ekliptika secara positif sepanjang ekliptika, kita akan melintasi titik aries
dengan arah sedang “naik” atau melintasi belahan bola langit selatan ke belahan
bola langit utara. Dengan alasan sebaliknya, titik Libra disebut titik nodal turun.

5.5 KONSEP WAKTU

A. Waktu Matahari
Waktu yang kita kenal, misalnya waktu yang ditunjukkan oleh jam tangan kita atau jam
dinding, ternyata sesungguhnya mendasarkan perhitungannya pada fenomena
astronomi. Waktu yang biasa kita pakai sehari-hari disebut waktu lokal surya rata-rata
atau waktu lokal rata-rata saja (Local Mean Time), dan perhitungannya berdasarkan
posisi matahari di langit.

55
Waktu Lokal Rata-rata, dihitung berdasarkan sudut jam dari matahari dilihat dari posisi
pengamat, atau dinyatakan

Local Mean Time = HA sun + 12 jam ............................. (5.1)

Dari sini kita mengetahui bahwa jam tangan kita, adalah peralatan astronomi yang
cukup canggih, yang (jika presisi) mampu menunjukkan dimana posisi matahari setiap
saat. Pukul 24.00 misalnya, menunjukkan matahari ada di kulminasi bawahnya.

Mengapa harus ditambah 12 jam ? Bayangkan apabila kita tidak menambahkan 12 jam
pada persamaan tersebut, maka pukul 00.00 akan dicapai saat hour angle matahari 00.00
juga, yang berarti kita akan berganti hari di tengah-tengah aktivitas kita, betapa
repotnya? Maka kita sesuaikan persamaan agar pergantian hari terjadi saat kebanyakan
orang sedang beristirahat.

Mengapa disebut waktu rata-rata? Ternyata akibat kecepatan orbit bumi yang tidak
konstan (dalam orbit elips) maka panjang satu hari juga berbeda-beda, tidak tepat 24
jam. Maka diambillah waktu rata-rata yang dipakai agar lebih simpel.

Kita juga tahu bahwa pada bujur yang berbeda, matahari akan mencapai meridian pada
waktu yang berbeda-beda pula (bujur lebih timur akan lebih dulu). Maka perlu ada
waktu standar yang dipakai sebagai patokan. Maka ditetapkan waktu lokal rata-rata di
kota Greenwich atau di bujur 00 (Greenwich Mean Time), sebagai waktu standar,
disebut Universal Time.

Kemudian bola bumi dibagi menjadi 24 zona waktu, dimana setiap zona memiliki bujur
standar untuk menentukan waktu zona (untuk Zona GMT +7 atau zona WIB, bujur
acuannya ialah bujur 1050 BT). Lalu berdasarkan perbedaan waktu zona dengan waktu
greenwich setiap zona diberi nama. Misalnya zona GMT +2 artinya waktu zona tersebut
8 jam lebih dulu dari waktu Greenwich.

B. Waktu Sideris
Alkisah seorang astronom bernama Alif berniat mengamati bintang Aldebaran setiap
malam minggu di pinggir pantai. Malam minggu pertama Alif mencatat bahwa bintang
Aldebaran terbit pukul 19.00 dalam waktu jam tangannya. Seminggu kemudian Alif
berencana mengabadikan terbitnya bintang Aldebaran yang tepat di horizon, dan dia
datang tepat pukul 19.00. Apa yang akan dia amati? Ternyata Aldebaran tidak tepat di
horizon melainkan sudah tinggi di langit, rencananya pun gagal. Dimana letak
kesalahannya?

56
Tentu saja kesalahan Alif ialah dia menggunakan jam yang salah. Jam tangan selalu
menggunakan waktu surya sebagai acuannya. Sedangkan semua benda langit lain
(termasuk bintang) tidak tunduk pada waktu surya. Perhatikan gambar berikut!

γ γ

Arah rotasi

Gambar yang kiri menunjukkan matahari dan salah satu benda bola langit (dalam hal
ini diambil contoh titik aries) nampak berimpit dilihat oleh pengamat di bumi. Satu hari
kemudian, bumi sudah berpindah posisinya akibat revolusi. Namun titik Aries yang
letaknya sangat jauh mendekati tak hingga, hanya akan bergeser sedikit. Peristiwa ini
analog dengan apabila anda melihat dua pohon, satu terletak tepat di depan anda dan
yang lainnya berada di jarak sangat jauh. Ketika anda berlari ke samping anda akan
melihat pohon yang lebih dekat akan seolah-olah bergeser, sementara pohon yang jauh
akan nampak relatif diam.

Akibatnya bumi perlu berotasi sedikit lebih jauh agar mendapati matahari berada di
atas kepala lagi. Perbedaan ini ternyata sebesar 4 menit perhari, sehingga bintang-
bintang akan terbit 4 menit lebih cepat setiap hari (dalam jam surya).

Lalu waktu apa yang harus kita gunakan untuk mengamati bintang ? Tentunya kita
harus membuat sistem waktu dimana acuannya terletak di bola langit, sehingga
bergerak bersama-sama bintang-bintang. Maka diputuskan sistem tersebut akan
dihitung berdasarkan posisi dari titik Aries di langit, jam tersebut disebut jam sideris,
atau disebut waktu sideris lokal (Local Sidareal time).

57
Waktu sideris lokal akan mengikuti persamaan

Local Sidereal Time = HAγ ................................................(5.2)

Dimana kita tidak perlu menambahkan 12 jam atau berapapun, sebab aktivitas harian
kita tidak bergantung pada jam sideris. Jadi apabila kita melihat titik Aries ada di
meridian, maka dapat dipastikan saat itu LST = 00.00.

Dapat dipastikan bahwa satu kali putaran bola langit, atau selang waktu suatu bintang
dari kulminasi (meridian) kembali ke kulminasi lagi ialah 23 jam 56 menit (dalam jam
tangan kita), yang menunjukkan waktu rotasi bumi yang sebenarnya.

Perhatikan gambar berikut !

KLU Z

Σ
HA*
T
U S
RA*

B HAγ

Titik Aries
Ekuator langit N KLS

Dapat dilihat bahwa ternyata terdapat hubungan


HA titik aries =RA bintang + HA bintang
Gabungkan dengan persamaan 5.2, didapat

LST=RA +HA ..............................................(5.3)

Dan persamaan 5.3 ini berlaku untuk semua bintang. Jadi apabila kita mengetahui
asensio recta suatu bintang, dan LST saat itu, kita dapat meramalkan Hour angle
bintang di langit. Dapat dilihat betapa pentingnya LST bagi pengamatan astronomi.
Apabila yang kita kaji adalah titik aries (RA = 0) maka persamaan 5.3 akan
menghasilkan persamaan 5.2

58
Karena Hour Angle setiap benda di meridian adalah nol, maka dari persamaan 5.3
dapat diturunkan

LST = RA bintang di meridian .......................................(5.4)

Persamaan 5.4 memudahkan kita menghitung RA, sebab titik aries sendiri di langit
bukan sebuah bintang, dan hanyalah titik imajiner sehingga tidak bisa ditentukan
posisinya dengan pandangan mata. Alternatif penentuan LST ialah dengan melihat
bintang apa yang ada di Meridian. Misalkan kita melihat bintang α Centauri (RA =
14jam38men) berada di meridian, maka dapat dipastikan saat itu LST akan menunjukkan
pukul 14.38.

Satu hal yang perlu diingat adalah bintang akan terbit pada waktu yang sama dalam
LST, jadi pada kasus pengamat Alif tadi, apabila jam tangannya adalah jam sideris,
tentu dia akan berhasil.

Bagaimana hubungan antara LST dan LMT? Apabila kita perhatikan seksama, maka
pukul 00.00 LMT akan sesuai dengan pukul 00.00 LST apabila matahari ada di bujur
ekliptika 1800, atau dengan kata lain tepat berseberangan dengan titik aries, atau seperti
sudah kita pelajari di Bab I, terjadi pada tanggal 23 September.

Pada tanggal 24 September pukul 00.00, LST sudah berjalan 4 menit lebih cepat sehingga
akan menunjukkan pukul 00.04, dan seterusnya perbedaan bertambah 4 menit setiap
hari, untuk kembali mencapai 00.00 LMT = 00.00 LST pada tanggal 23 September tahun
berikutnya. Hubungan ini memudahkan kita menghitung LST (secara pendekatan)
untuk waktu kapan saja.

5.6 SIANG DAN MALAM


Berapa lama sebuah benda akan berada di atas horizon ditentukan oleh dua faktor :
deklinasi benda tersebut dan lintang pengamat. Dalam hal benda tersebut adalah
matahari, maka saat matahari berada di atas horizon dinamakan waktu siang, sementara
sisanya disebut malam.

Penurunan persamaan waktu membutuhkan pengetahuan terhadap persamaan


trigonometri untuk segitiga bola, yang mungkin belum anda pelajari. Adapun
persamaan waktu tersebut ialah

cos H = − tan DEC tan Latitude .....................................(5.5)

Dimana H ialah setengah busur siang, atau setengah busur diatas horizon. Persamaan
5.5 berlaku bagi objek bola langit maupun Matahari.

59
Setelah mendapat nilai H, kita dapat menentukan berapa lama matahari akan berada di
atas horizon, dengan persamaan:

2.H
T= x12 jam ............................................(5.6 a)
180 0
Dimana 12 jam sesungguhnya ialah setengah hari matahari.

Sehingga apabila benda yang kita tinjau bukan matahari, melainkan benda yang
melekat di bola langit, setelah mendapat nilai H, kita gunakan persamaan lain
2.H
T= x11 jam58menit ...........................................(5.6 b)
180 0

Tentunya 11 jam 58 menit ialah setengah hari sideris.

Dari persamaan matahri bisa kita simpulkan bahwa untuk pengamat di lintang 00
(ekuator), kapanpun akan memiliki panjang siang hari 12 jam dan malam 12 jam. Di
kutub, persamaan 5.5 tidak akan memberikan hasil. Khusus untuk pengamat di kutub,
akan mengalami siang selama 6 bulan lalu berganti dengan malam selama 6 bulan.
Daerah-daerah yang bisa mengalami panjang siang/malam lebih dari 24 jam ialah
daerah di dalam lingkaran kutub utara maupun selatan, (lintang >+66,50 atau < -66,50).

Contoh soal :
Bila ada pengamat berada pada lintang +54°, maka berapa lama malam terpendek dan
terpanjang yang akan dialami pengamat tersebut ?

Jawab :
a) Malam terpendek (siang terpanjang) bagi tempat di belahan bumi Utara, akan
tercapai tanggal 22 Juni saat deklinasi Matahari +23,50. Maka,
cos H = − tan DEC tan Latitude
cos H = − tan(23,5) tan(54)
cos H = −0,599
H = 126 0 48'
Maka panjang siang terpanjang
2.(126 0 48' )
x12 jam =16 jam 54 menit
180 0
Maka panjang malam terpendek ialah 24 jam – 16 jam 54 menit = 7 jam 06 menit

b) Malam terpanjang (siang terpendek) bagi tempat di belahan bumi Utara, akan
tercapai tanggal 22 Desember saat deklinasi Matahari +23,50. Maka dengan cara yang
sama akan didapat panjang malam terpanjang = 16 jam 54 menit.

60
5.7 BINTANG SIRKUMPOLAR

KLU Bintang X
Z

DEC
Latitude Σ

U S

Bintang Y

N KLS

Gambar diatas menunjukan bola langit bagi pengamat di lintang utara. Apabila
diperhatikan bintang X, yang memiliki lintasan harian dengan kulminasi bawah tepat di
horizon (titik Utara). Otomatis bintang-bintang yang memiliki deklinasi lebih besar dari
bintang X akan memiliki kulminasi bawah di atas horizon. Apabila kulminasi bawah
suatu bintang berada di atas atau tepat di horizon, maka bintang tersebut tidak akan
pernah tenggelam, atau selalu ada di langit kapanpun, disebut bintang sirkumpolar
artinya bintang yang mengitari (sirkum) kutub (polar).

Syarat suatu bintang agar tidak pernah tenggelam bagi pengamat di belahan bumi
utara ialah
DEC > 90 0 − Latitude ....................................................(5.7 a)

Sekarang perhatikan bintang Y, dimana kulminasi atasnya berada tepat di horizon (titik
selatan). Maka otomatis, bintang-bintang dengan deklinasi lebih kecil dari bintang Y
akan memiliki kulminasi atas di bawah horizon, sehingga tidak akan pernah terbit
ataupun terlihat di langit.

Syarat suatu bintang agar tidak pernah terbit bagi pengamat di belahan bumi utara ialah

DEC < −(90 0 − Latitude) ....................................................(5.8 a)

61
Bagi pengamat di lintang selatan, bola langit akan tampak

KLS Bintang Y
Z

DEC
Σ
Bintang X

S U

Latitude

N KLU

Perlu diperhatikan bahwa pengamat di belahan bumi selatan ini memiliki posisi lintang
negatif dari posisi pengamat di gambar sebelumnya.

Dengan cara yang sama, maka syarat suatu bintang tidak pernah tenggelam bagi
pengamat di belahan bumi selatan ialah

DEC < −(90 0 + Latitude) .........................................(5.7 b)

Disini perlu diperhatikan bahwa lintang pengamat dinyatakan dalam negatif, sebab
berada di lintang selatan (ketinggian KLU bernilai negatif).

Syarat suatu bintang tidak pernah terbit bagi pengamat di belahan bumi selatan ialah

DEC > 90 0 + Latitude .........................................(5.8 b)

Contoh Soal :
Dapatkah bintang αCentauri (deklinasi = -600) dilihat oleh pengamat di kota Moscow,
Russia (lintang +600) ?

Jawab :
Batas deklinasi bintang yang tidak pernah terlihat di Moscow ialah DEC < −(90 0 − 60 0 )
, yaitu DEC < −30 . Karena alpha centauri memenuhi syarat tersebut, maka bintang
tersebut tidak pernah bisa dilihat dari Moscow.

62
5.8 TIANG DAN BAYANGAN
Suatu tiang yang berada di lintang tertentu, hanya akan kehilangan bayangannya,
apabila matahari berada tepat di zenith. Syarat matahari melintasi zenith (pada pukul
12.00 waktu lokal) ialah deklinasi matahari = lintang pengamat. Misalnya tiang yang
ditancapkan di lintang +23,50, akan kehilangan bayangannya pada pukul 12.00 siang
tanggal 22 Juni. Tiang yang berada di lintang lebih besar dari +23,50 atau lebih kecil dari
-23,50 tidak akan pernah kehilangan bayangannya.

Apabila suatu matahari tidak melintasi zenith, maka panjang bayangan tiang pada
pukul 12.00 siang waktu lokal hanya akan mencapai keadaan terpendek. Panjang
bayangan dan panjang tiang berkorelasi pada ketinggian matahari dari horizon.

Apabila X adalah tinggi tiang, dan Y adalah panjang bayangan


terpendek (tercapai pukul 12.00), maka ketinggian matahari dapat
dicari dari persamaan sederhana
X
X
Tan Altitude = ......................................(5.9)
Alt Y
Y

Contoh Soal :
Seorang ilmuwan Jepang yang tinggi tubuhnya 168 cm sedang survey di Papua,
berkomunikasi dengan koleganya di Tokyo melalui telpon genggam untuk mengetahui
koordinat geografisnya. Komunikasi dilakukan tepat pada saat bayangan tubuh
ilmuwan itu di tanah kira-kira paling pendek dan arahnya ke Selatan, dengan panjang
bayangan 70 cm. Tayangan di Tokyo saat itu bayangan benda-benda yang terkena sinar
matahari juga terpendek, dan ketinggian matahari saat itu 680 koordinat geografis
Tokyo adalah 1390 42’ BT dan 35037’. Tentukanlah koordinat geografis tempat ilmuwan
Jepang itu berada !

Jawab :
Tokyo berada di lintang +350 37’, maka bola KLU Z H
langit di tokyo pada saat panjang bayangan
benda-benda terpendek (matahari di Σ
kulminasi atas) seperti disamping.
T

U S
Perlu diingat bahwa lintang pengamat = O
ketinggian KLU
= ∠ U.O.KLU = +350 37’ B

KLS

63
Lalu ketinggian matahari dari horizon ( ∠ HOS)= 680, saat itu ketinggian matahari pasti
diukur dari titik S, mengapa ? karena apabila matahari berada 680 diatas U, maka
deklinasi matahari akan lebih besar dari +23,50, yang tidak mungkin terjadi.
Maka deklinasi matahari,
∠ HO Σ = ∠ ZOS – ( ∠ Σ 0S + ∠ ZOH)
= 900 – ((900- ∠ ZO Σ )+(900- ∠ HOS))
(ingat bahwa ∠ ZO Σ = ∠ UO.KLU)
= 900-((900-35037’)+( 900-680)
= + 130 37’

Lalu perlu kita perhatikan bahwa di posisi ilmuwan Jepang diperoleh informasi bahwa
panjang bayangan tubuhnya = 70 cm. Maka dari informasi yang ada, kita dapat
menggambarkan bola horizon ilmuwan tersebut :

Z
168
θ
70

Dapat dilihat bahwa ketinggian matahari dari horizon = θ , Dimana


168
tan θ =
70
θ ≈ 67 
Dari ketinggian
matahari, dan
H
Σ Z
deklinasinya yang
sudah kita hitung, kita
dapat menggambarkan KLS
bola langit ilmuwan T
tersebut dengan S
U O
lengkap, seperti
disamping.
KLU B

64
Perlu diingat bahwa karena bayangannya mengarah ke selatan, maka matahari haruslah
berada di sebelah utara Zenith, maka θ = ∠ UOH.

Untuk mengetahui posisi ilmuwan, kita harus mencari ∠ KLU.OU, yang merupakan
lintang pengamat, maka
∠ KLU.OU = ∠ KLU.O Σ - ( ∠ UOH + ∠ HO Σ )
(Ingat bahwa ∠ HO Σ = deklinasi matahari)
= 900- (670+13037’)
= 90 23’
Perlu diingat bahwa karena ketinggian KLU negatif, maka ilmuwan berada di lintang
negatif, yaitu lintang 90 23’ Lintang Selatan.

Karena panjang bayangan terpendek di Tokyo dan di tempat ilmuwan dicapai pada
waktu yang sama, maka keduanya pasti berada pada satu bujur yang sama (karena
waktu matahari mencapai kulminasi sama), yaitu 1390 42’ BT.

Maka koordinat geografis pengamat ialah 1390 42’ BT dan 90 23’ LS.

5.9 KOREKSI KETINGGIAN PENGAMAT


Bagi seorang pengamat di tempat yang memiliki suatu ketinggian di atas permukaan
laut, maka apa yang akan diamati olehnya tidak akan sama dengan pengamat di
ketinggian 0. Dua orang pengamat dengan buJur yang sama, namun yang satu berada
di tempat yang lebih tinggi mengamati matahari terbit. Tentunya pengamat yang berada
di tempat yang lebih tinggilah yang akan melihat matahari terbit duluan, sebab dia
dapat melihat lebih “dalam”, atau Jarak ke horizon (jarak terjauh permukaan bumi yang
bisa dilihat) semakin jauh.

Gambar di samping menunJukkan seorang


A A’
pengamat di ketinggian h diatas permukaan
h bumi. Jarak ke horizon bagi pengamat tersebut
B
ialah jarak AB = d, dimana ∠ OBA adalah siku-
siku.
R
Maka berlaku hukum phytagoras :
O
AB2 = AO2 – OB2
d = AO 2 − OB 2
= ( R + h) 2 − R 2

65
= 2 Rh + h 2
= h( 2 R + h)
Karena h << R , maka dapat kita nyatakan sebagai
= 2 Rh
Bila kita nyatakan h dan R dalam meter, dan kita masukkan nilai Jari-Jari bumi ke dalam
persamaan di atas kita akan mendapatkan

d = 3570 h (meter ) ..........................................(5.10)

Persamaan 5.10 adalah persamaan umum Jarak pengamat ke horizon laut.

Sudut A’AB, disebut sudut kedalaman (angle of dip) = θ. Dimana berlaku


cos A' AB = sin OAB
OB
cos θ =
OA
R
cos θ =
R+h
θ2
Untuk sudut yang kecil berlaku cos θ = 1 − , berlaku bila sudut dinyatakan dalam
2
radian, sehingga menJadi
θ2 R
1− =
2 R+h
θ 2
R+h R
= −
2 R+h R+h
θ 2
h
=
2 R+h
2h
θ (rad ) =
R+h
Karena h << R , maka dapat kita nyatakan sebagai
2h
θ (rad ) =
R
Bila kita ingin nyatakan θ dalam menit busur, h dan R dalam meter, dan kita masukkan
nilai radius bumi ke dalam persamaan kita akan mendapati

θ (' ) = 1930 h (menit busur) ....................................(5.11)

66
Persamaan 5.11 memberikan hubungan yang sederhana antara sudut dengan ketinggian
pengamat. Perlu diingat bahwa persamaan 5.10 dan 5.11 tidak memperhitungkan efek
refraksi atmosfer. Dimana refraksi bisa menyebabkan bintang-bintang tampak lebih
tinggi dari posisi sebenarnya (untuk benda di dekat horizon, altitude akan naik sekitar
34 menit busur, dan pengaruhnya makin kecil ke arah zenith dan bernilai 0 untuk benda
yang berada tepat di Zenith).

Contoh Soal :
Pilot sebuah pesawat terbang berada pada ketinggian 10.000 m dari permukaan laut.
Berapa jarak ke horizon yang dapat ia lihat ?

Jawab :
Jarak ke horizon d=3570 h , maka
d= 3570 10000
= 357 km

67
6. ASTROFISIKA 2

6.1 ABSORPSI
Meskipun nampak kosong, namun ruang antar bintang sesungguhnya memiliki materi
yang cukup untuk melemahkan cahaya bintang. Pengaruh dari absorpsi ini bisa
diabaikan untuk bintang-bintang dekat, namun tidak untuk bintang-bintang Jauh.

Salah satu efeknya ialah pada persamaan modulus Jarak atau persamaan 3.8, dimana
persamaan tersebut sesungguhnya hanya berlaku bagi bintang-bintang dekat. Untuk-
bintang-bintang Jauh perlu ada koreksi absorbsi sehingga persamaan menJadi

m − M = 5 Log d − 5 + A .............................................(6.1)

Dimana A adalah besarnya absorpsi oleh materi antarbintang. Besarnya absorpsi tidak
hanya bergantung pada Jarak saJa, namun Juga bergantung pada temperature bintang
dan panJang gelombang yang dipancarkan (dengan intensitas maksimum) oleh bintang.
Dimana panJang gelombang yang lebih pendek akan lebih mudah diserapdaripada
panJang gelombang yang lebih panJang.

6.2 GERAK BINTANG

A. Gerak Radial
Alam semesta ini tidaklah statis, sehingga Jarak antar bintang pun tidaklah konstan,
namun bagaimana kita bisa mendeteksi suatu bintang apakah bergerak mendekati atau
menJauhi bumi ?

Tentu dalam pelaJaran fisika anda pernah mempelaJari tentang efek Doppler, dimana
ambulan yang bergerak mendekati kita bunyi sirinenya lebih keras dibanding ambulan
yang bergerak menJauhi kita. Ternyata efek Doppler ini berlaku Juga untuk cahaya,
dimana apabila suatu bintang bergerak mendekati kita, maka panJang gelombangnya
akan mendekati biru, sedangkan bila menJauh, akan tampak mendekati merah.
Pergeseran panJang gelombang ini dapat diamati dengan mengamati garis-garis
spectrum bintang. Pergeseran ini diamati untuk komponen gerak bintang yang seJaJar
garis pandang atau disebut gerak radial.

68
Perhatikan gambar berikut!

b c

Spektrum bintang a

Spektrum bintang b

Spektrum bintang c

λ
Seorang pengamat mengamati spektrum tiga bintang kembar yang masing-masing
berbeda keadaan, bintang a diam terhadap pengamat, bintang b bergerak mendekat,
dan bintang c bergerak menJauh. Ternyata dari hasil pengamatan, spectrum bintang a
akan sesuai dengan yang diamati di laboratorium / perhitungan. Pada spectrum bintang
b, garis-garis absorpsi telah bergeser ke sebelah kiri (panJang gelombang memendek),
sedangkan pada bintang c garis-garis absorpsi bergeser ke sebelah kanan (panJang
gelombang memanJang).

Semakin besar pergeseran spectrum bintang tersebut, semakin besar pula kecepatan
sebenarnya (kecepatan radial) bintang tersebut. Dinyatakan oleh persamaan

∆λ 1 + Vr
c −1
= ………………………(6.2)
λ diam 1 − Vr
c
Dimana λdiam adalah panJang gelombang yang diamati di laboratorium (panJang
gelombang diam), Δλ adalah besar pergeseran panJang gelombang akibat gerak radial
bintang (dinyatakan dengan λobs − λ diam ) yang akan bernilai negatif bila bintang
bergerak mendekat dan positif bila menJauh, Vr adalah kecepatan radial bintang, dan c
adalah kecepatan cahaya. Perlu diingat bahwa satuan λdiam dan Δλ harus sama, bgitu
pula satuan Vr dan c, karena persamaan 6.2 berupa perbandingan.

69
Apabila benda yang kita tinJau bergerak dengan kecepatan rendah dan tidak mendekati
kecepatan cahaya, atau memenuhi syarat Vr << c (kecepatan radial Jauh lebih kecil dari
kecepatan cahaya). Maka persamaan 6.2 akan menJadi persamaan yang lebih sederhana

∆λ Vr
= ………………………………..(6.3)
λ diam c

B. Gerak Tangensial
Bintang tidak hanya bergerak seJaJar dengan garis pandang kita, namun komponen
gerak yang bergerak tegak lurus garis pandang kita disebut gerak tangensial.

Gerak tangensial lebih mudah untuk diamati, sebab pergerakannya akan tampak nyata
di langit, tentunya dalam Jangka waktu sangat lama. Oleh karena itu perlu ada
penyesuaian RA dan Deklinasi bintang pada catalog bintang secara berkala, agar posisi
tetap akurat.

Besarnya gerak tangensial bergantung pada Jarak bintang, dan besar pergeseran di
langit (proper motion), dan dinyatakan oleh persamaan

Vt = ω d ,
Dimana Vt adalah kecepatan tangensial (m/s), ω adalah kecepatan sudut atau proper
motion yang tampak di langit(rad/s), dan d adalah Jarak bintang (m).

Agar lebih mudah, kita nyatakan satuan Vt dalam km/s, ω dalam detik busur per tahun
(karena besar pergeseran sangat kecil), dan d dalam parsec, maka persamaan diatas
menJadi

Vt = 4,74ω d ……………………………(6.4)

Apabila kita gabungkan dengan persamaan 2.7, kita akan dapat

4,74ω
Vt = …………………………...(6.5)
p
Dimana p adalah besar paralaks bintang.

70
C. Gerak Linear

V
Vr

Vt

Garis pandang

Besar gerak sesungguhnya bintang (gerak linear) ialah resultan dari dua komponennya,
gerak radial dan tangensial, dan besarnya dinyatakan oleh

V = Vr 2 + Vt 2 …………………………(6.6)

************

SUMBER : Astronomy principles and practice by A.E Roy; Astrofisika by Winardi


Sutantyo; Diktat Pelatihan Astronomi tingkat Nasional; Philip’s Pocket Star Atlas by
John Cox; Software Starry Night (www.StarryNight.com); Wikipedia
(www.wikipedia.com);

71
7. TATA SURYA

Planet-planet dapat dikelompokkan menjadi dua:

- Planet terrestrial (=seperti Bumi) (Merkurius, Venus, Bumi, Mars)


- Planet Jovian (=seperti Jupiter) (Jupiter, saturnus, Uranus, dan neptunus)

Orbit planet

Jika dibandingkan dengan planet Jovian, planet terrestrial lebih kecil, lebih padat,
lebih banyak mengandung material batuan, kecepatan rotasi yang lambat, dan
atmosfernya tipis.

Data-data planet

72
Permukaan bulan menampakkan beberapa keunikan:

- Impact craters: dihasilkan oleh


tumbukan puing interplanetary yang
bergerak dengan sangat cepat
(meteoroid).
- Highland: cerah, kawah yang
padat, melingkupi sebagian besar
permukaan bulan.
- Maria: gelap, dataran rendah yang
cukup mulus. Merupakan kawah hasil
tumbukan yang sangat besar, kemudian
tertutupi oleh lapisan demi lapisan fluida
lava yang sangat basaltik.
- Lunar regolith: lapisan seperti
tanah yang menutupi seluruh bidang
permukaan bulan, berwarna abu-abu,
tersusun oleh puing-puing yang tidak
kompak, dihasilkan dari tabrakan
meteorik pada miliaran tahun lalu.

Hipotesis pembentukan Bulan


diperkirakan bahwa ada objek yang
seukuran Mars yang menabrak Bumi, dan
kemudian menghasilkan Bulan. Dan
saintis menyimpulkan bahwa permukaan
Bulan berevolusi dalam 4 tahap:

- The original crust (highlands)


- The Highlands
- Maria basins
- Youthful rayed craters

Merkurius merupakan planet yang


kecil, padat, tidak memiliki atmosfer,
dan planet yang memiliki temperature
paling ekstrim.

Venus, planet paling cerah di langit,


memiliki atmosfer yang tebal, 97%-nya
merupakan CO2, permukaannya lunak dan
vulkanik yang tidak aktif, tekanan permukaan atmosfer 90 kali lebih tinggi daripada
Bumi, dan temperature permukaannya 475OC.

73
Permukaan Merkurius (kiri), dan Venus (kanan)

Mars, planet merah, memiliki CO2 dalam atmosfer hanya 1% seperti Bumi, ada badai
debu yang besar, banyak sekali vulkanik yang tidak aktif, banyak tebing yang besar, dan
beberapa lembah yang masih diperdebatkan apakah itu bekas dilalui oleh sungai
sebagaimana di Bumi.

Mars (kiri) dan bukti keberadaan air di Mars (kanan)

74
Pembentukan alam semesta

Jupiter, planet terbesar, berotasi sangat cepat, Nampak memiliki sabuk yang
disebabkan oleh arus konveksi yang besar yang dikontrol oleh panas dari dalam planet,
memiliki Great Red Spot yang ukurannya bervariasi, memiliki cincin yang tipis, dan
sedikitnya 63 bulan yang berotasi mengelilinginya (salah satunya Io, yang mungkin objek
tata surya yang paling aktif vulkaniknya).

Jupiter dan Great Red Spot

Bulan-bulan terbesar Jupiter (Io, Europa, Ganymede, dan Callisto)

75
Komposisi planet, jarak ke matahari, dan titik leleh

Saturnus, dikenal dengan sangat baik karena system cincinnya. Memiliki atmosfer
yang dinamis dengan angin yang mencapai kecepatan 930 mil/jam, dan badai yang mirip
dengan Great Red Spot di Jupiter.

Wahana Cassini mendekati Saturnus (atas) dan cincin Saturnus (bawah)

Uranus dan Neptunus, sering disebut planet kembar karena kemiripan struktur dan
komposisinya. Cirri yang unik dari Uranus ialah cara berotasinya yang miring. Neptunus,
memiliki awan berwarna putih seperti cirrus di atas awan utamanya, memiliki Great

76
Dark Spot yang seukuran Bumi, diasumsikan merupakan badai besar yang berotasi, mirip
dengan Great Red Spot di Jupiter.

Uranus dan Neptunus

Anggota-anggota kecil dari tata surya ialah asteroid, komet, meteoroid, dan planet
kerdil. Kebanyakan asteroid terletak di antara orbit Mars dan Jupiter. Asteroid ialah
batuan dan puing-puing logam dari nebula tata surya yang tidak pernah berakresi
menjadi planet.

Orbit asteroid yang tidak beraturan

Komet terbentuk dari es (air, amoniak, metana, karbondioksida, dan karbon


monoksida) dengan potongan-potongan kecil dari material batuan dan logam. Banyak
yang mengorbit dalam orbit yang memanjang hingga lebih jauh dari Pluto.

77
Ekor komet yang menjauh dari matahari

Meteroroid, partikel padat kecil yang bergerak di ruang antar planet, menjadi
meteor jika memasuki atmosfer Bumi menguap dengan mengeluarkan kilatan cahaya.
Hujan meteor terjadi ketika Bumi bertemu dengan kumpulan besar meteoroid, yang
kemungkinan merupakan material yang lepas dari komet. Meteorit ialah sisa dari
meteoroid yang ditemukan di Bumi.

Hujan meteor yang besar

Pluto dimasukkan ke dalam kelompok baru dalam tata surya, yaitu objek planet
kerdil (dwarf planets).

78

Anda mungkin juga menyukai