Oleh
04084821921093
Pembimbing
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Siti Utari Nadya, S.Ked
04084821921093
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 20 Mei
2019 s.d 24 Juni 2019
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Jhonni Shitie Arsineus
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : WNI
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Sekip Jaya Kemuning
Tanggal Pemeriksaan : 27 Mei 2019
2. Anamnesis (Autoanamnesis)
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh mengalami pandangan kabur pada kedua mata yang
dirasakan sejak 6 tahun yang lalu.
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien mengeluh pandangan kabur sejak 6 tahun yang lalu yang
semakin lama dirasakan semakin kabur. Penglihatan kabur dirasakan terus
menerus sepanjang hari saat melihat dekat maupun jauh. Pandangan pada
kedua mata seperti berkabut dan pasien juga mengeluh silau jika melihat
cahaya. Riwayat mata merah (-), nyeri (-), mata berair (-), gatal (-), keluar
kotoran dari mata (-), seperti melihat ganda (-), pandangan menyempit
seperti melihat dalam terowongan (-), melihat pelangi di sekitar sumber
cahaya (-), seperti melihat benda berterbangan (-). Keluhan dirasakan
semakin memberat sehingga pasien merasa terganggu untuk beraktivitas.
Kemudian pasien berobat ke RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5o C
Status Gizi : Baik
b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 6/30, PH 6/24 1/60, PH (-)
Tekanan
10,7 mmHg 7,9 mmHg
intraocular
Kedudukan
bola mata
Ortoforia
(Hirschberg
test)
GBM 00 00
00 00
00 00
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Slit Lamp
Pemeriksaan funduskopi
Shadow test
5. Diagnosis Banding
Katarak senilis hipermatur
Glaukoma
Kelainan refraksi
Retinopati
6. Diagnosis Kerja
Katarak senilis matur ODS + Retinopati Diabetik
7. Tatalaksana
1. Informed Consent
2. KIE
Menjelaskan pada pasien bahwa gangguan penglihatan disebabkan
katarak pada kedua lensa mata dan retinopati diabetik
Menjelaskan pada pasien bahwa salah satu faktor resiko penyebab
retinopati diabetic adalah gula darah yang tidak terkontrol
Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak dapat diobati dengan
obat tetapi dapat disembuhkan dengan tindakan operasi,
Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi apabila tidak
dioperasi,
Menjelaskan tentang komplikasi yang mungkin timbul selama operasi
dan pascaoperasi.
3. Farmakologi
4. Tindakan Operatif
Injeksi avastin intravitreal OS
8. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
LAMPIRAN
Tn. Jhonni, 57 tahun datang dengan keluhan pandangan kabur sejak 6 tahun
yang lalu pada kedua mata. Pasien mengeluh pandangan kabur sejak 6 tahun yang lalu
yang semakin lama dirasakan semakin kabur. Penglihatan kabur dirasakan terus
menerus sepanjang hari saat melihat dekat maupun jauh. Pandangan pada kedua mata
seperti berkabut dan pasien juga mengeluh silau jika melihat cahaya. Riwayat mata
merah (-), nyeri (-), mata berair (-), gatal (-), keluar kotoran dari mata (-), seperti
melihat ganda (-), pandangan menyempit seperti melihat dalam terowongan (-), melihat
pelangi di sekitar sumber cahaya (-), seperti melihat benda berterbangan (-). Riwayat
keluhan mata yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat trauma pada mata disangkal.
Riwayat operasi pada mata disangkal. Riwayat memakai kacamata/lensa kontak
disangkal. Riwayat menderita darah tinggi (+) sejak 10 tahun yang lalu terkontrol.
Riwayat menderita kencing manis (+) sejak 10 tahun yang lalu terkontrol. Riwayat
alergi disangkal
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status oftalmologi didapatkan tajam penglihatan mata kanan 6/30, PH 6/24
dan mata kiri 1/60, PH (-), pemeriksaan segmen anterior ODS didapatkan lensa keruh N
II, P III, dan shadow test (+), pemeriksaan segmen posterior didapatkan papil OD
cresecent dan retina ODS eksudat (+).
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan berupa mata tenang
dengan penurunan visus perlahan. Keluhan mata tenang dengan penurunan visus
perlahan dapat didiagnosis banding dengan katarak senilis matur, katarak senilis
hipermatur, glaukoma, kelainan refraksi, dan retinopati diabetik. Diagnosis banding
tersebut dapat disingkirkan satu per satu dengan dengan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi.
Pada anamnesis didapatkan keluhan pandangan kabur sejak 6 tahun yang lalu
yang semakin lama dirasakan semakin kabur. Penglihatan kabur dirasakan terus
menerus sepanjang hari saat melihat dekat maupun jauh. Pandangan pada kedua mata
seperti berkabut dan pasien juga mengeluh silau jika melihat cahaya.Temuan ini
mengarahkan diagnosis pada katarak senilis matur dan retinopati diabetik.
Konjungtivitis dapat terjadi antara lain akibat virus, bakteri, maupun alergi.
Pasien dengan konjungtivitis biasanya mengeluhkan mata merah yang tidak disertai
penurunan visus. Selain itu, pasien juga biasanya mengeluhkan mata terasa perih dan
seperti ada yang mengganjal dan kotoran pada mata yang keluar terus-menerus.
Keluarnya kotoran dari mata disebabkan adanya peradangan pada bagian konjungtiva
dari mata, dimana pada konjungtiva terdapat banyak kelenjar. Infeksi konjungtiva
menyebabkan terjadi hipersekresi dari kelenjar tersebut. Pada konjungtivitis bakteri,
sekret biasanya berwarna kuning, kental dan biasa keluar dalam jumlah besar sehingga
mata agak sulit dibuka. Pada konjungtivitis virus, warna kotoran biasanya bening
Sedangkan pada konjungtivitis alergi, biasanya pasien memiliki riwayat atopi atau
alergi pada keluarga, serta ada pajanan terhadap alergen sebelum muncul gejala. Pada
kasus pasien lebih mengeluhkan rasa mengganjal pada mata dari pada mata merah dan
tidak terdapat kotoran dari mata yang keluar terus menerus yang mengarah ke penyakit
konjungtivitis sehingga diagnosis banding konjungtivitis dapat disingkirkan.
Pendarahan subkonjungtiva ditandai dengan adanya darah berwarna merah segar
pada konjungtiva bulbi tanpa disertai nyeri pada mata maupun penurunan visus.
Pendarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh
seperti pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan. Pada kasus tidak terdapat darah berwarna
merah segar pada konjungtiva bulbi sehingga diagnosis banding pendarahan
subkunjungtiva dapat disingkirkan.
Diagnosis banding lain mata merah tanpa penurunan visus yaitu episkleritis dan
skleritis. Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak
antara konjungtiva dan permukaan sklera, biasanya mengenai satu mata dan terutama
menyerang perempuan usia pertengahan dengan kelainan bawaan rematik. Keluhan
pasien dapat berupa mata terasa kering dengan sakit yang ringan, mengganjal, dengan
konjungtiva yang kemotik. Pada episkleritis, terdapat gambaran khas yaitu benjolan
setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva. Diagnosis
banding episkleritis pada kasus dapat disingkirkan karena tidak adanya benjolan
setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva. Pada kasus
juga tidak terdapat nyeri hebat pada mata dan tidak adanya benjolan yang berwarna
sedikit biru jingga sehingga diagnosis skleritis dapat disingkirkan.
Pinguekula dapat pula menyebabkan keluhan mata merah apabila terjadi iritasi.
Akan tetapi diagnosis banding pinguekula dapat disingkirkan karena tidak adanya
benjolan pada konjungtiva bulbi.
Beberapa penyebab mata merah lainnya seperti keratitis, uveitis, dan glaukoma
akut bisa dibedakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada keratitis, pasien
biasanya mengeluhkan mata silau, penglihatan kabur, nyeri serta sulit untuk membuka
mata. Gejala tersebut tidak terdapat pada pasien ini. Selain itu dari pemeriksaan fisik,
biasanya terlihat infiltrat pada kornea, peri corneal vascular injection (PCVI), edema
kornea dan bisa tampak ulkus pada kornea pasien. Sedangkan pada uveitis, pasien juga
bisa mengeluhkan nyeri pada mata, mata merah, dan dari pemeriksaan fisik bisa tampak
miosis dan hipopion. Dan pada glaukoma, pasien mengeluhkan nyeri hebat pada mata
disertai mual muntah, dan penurunan penglihatan. Dari pemeriksaan fisik, tampak bilik
mata depan dangkal serta tekanan bola mata yang meningkat.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang
tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (gradasi klinis
menurut Youngson):1
Grade I: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Grade II: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea
Grade III: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Grade IV: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan
Sehingga pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan pterigium nasal grade II OD
+ pterygium nasal grade III OS. Patofisiologi pada kasus ini diduga merupakan
fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, debu, dan kekeringan. Faktor lain yang
menyebabkan pertumbuhan pterigium antara lain uap kimia, asap, lingkungan dengan
angin yang banyak dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata. Faktor
lingkungan yang mungkin dapat menyebabkan pertumbuhan pterigium pada kasus ini
berkaitan dengan pekerjaan pasien sehari-hari, yaitu pedagang tahu keliling, dimana
kontak dengan sinar ultraviolet, debu, dan kekeringan ini akan mengakibatkan
terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.2
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epitelium. Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.3
Pterigium pada kasus ini terjadi bilateral karena kedua mata mempunyai
kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu, dan kekeringan.
Pterigium terdapat pada regio nasal, yang menurut literatur dijelaskan bahwa semua
kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum
lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior. Selain itu, daerah nasal konjungtiva juga
relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian
konjungtiva yang lain, karena di samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva
juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung,
karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium
dibandingkan dengan bagian temporal.4
Indikasi operasi pterigium yaitu pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih
3 mm dari limbus, pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi
pupil, pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus, serta masalah kosmetik terutama untuk pasien wanita.4 Pada pasien ini,
ada indikasi untuk dilakukan operasi karena pterigium telah melewati limbus kornea >
3 mm dari limbus dan mencapai tepi pupil. Pada pasien ini diberikan obat tetes mata
cendo lyteers sebagai lubricant pada mata yang kering dan teriritasi karena kondisi
lingkungan.
Prognosis quo ad vitam pada mata kanan dan kiri pasien ini adalah bonam karena
pterigium tidak mengancam nyawa. Prognosis quo ad functionam pada mata kanan dan
kiri pasien ini adalah dubia ad bonam karena belum mengenai aksis visual (belum
melewati pupil). Prognosis quo ad sanationam pada mata kanan dan kiri pasien ini
adalah dubia ad bonam dikarenakan menurut literatur apabila dilakukan eksisi
pterigium dengan autograft konjungtiva persentase kemungkinan terjadinya rekurensi
pterigium adalah 10% jika dibandingkan dengan teknik bare sclera yang tingkat
rekurensinya mencapai 60%.1
Edukasi yang dilakukan adalah menjelaskan kepada pasien mengenai
penyakitnya, rencana terapi, komplikasi yang dapat terjadi dan prognosis penyakit yang
diderita, serta menyarankan pasien memakai kacamata hitam atau topi lebar saat
beraktivitas di luar rumah dan saat bekerja pada siang hari.