Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018

PELATIHAN BATIK COLET SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DI SD


NGRUKEMAN BANTUL
Christmastuti Nur1*, Stefani Natalia Sabatini2
1
Program Studi Desain Produk, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana
2
Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 5-25 Yogyakarta 55224
*Penulis Korespondensi: christmas@staff.ukdw.ac.id

ABSTRAK

Membatik merupakan salah satu bagian dalam pelajaran Muatan Lokal yang diajarkan di SD
Ngrukeman, Bantul. Selain untuk melestarikan kearifan lokal, pelajaran membatik diberikan agar
dapat menumbuhkan kebanggan anak-anak terhadap warisan budaya nusantara. Selama ini, murid-
murid di SD Ngrukeman mendapat pelajaran teknik batik tulis dan pewarnaan celup dengan dominasi
warna cokelat dan putih, khas batik provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, tidak banyak
siswa yang berminat untuk menekuni pelajaran membatik karena motif dan warna yang cenderung
tradisional. Program pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk melatih guru-guru di SD
Ngrukeman untuk membatik dengan teknik colet sehingga dapat mengajarkannya kepada siswa
secara berkelanjutan. Teknik colet diperkenalkan karena cara ini mudah diaplikasikan sama halnya
ketika melukis di atas kanvas. Bahkan, pembatik dapat leluasa memunculkan beragam warna dalam
selembar kain. Hasil dari pelaksanaan kegiatan ini adalah 1) peserta dapat mempraktikan teknik
batik colet dengan motif tradisional maupun motif kontemporer, 2) peserta mengetahui komposisi zat
pewarna untuk mendapatkan hasil warna yang diinginkan, 3) peserta dapat memiliki gambaran
mengenai tugas yang akan diberikan kepada siswa, dan 4) peserta dapat menggunakan batik colet
sebagai sebuah pilihan media pembelajaran untuk siswa. Melalui pengenalan batik colet ini
diharapkan tumbuhnya kembali minat siswa untuk belajar membatik dan mengekspresikan
gagasannya secara kreatif lewat media kain.

Kata kunci: batik colet, belajar membatik, media pembelajaran

ABSTRACT

Creating batik is part of the lesson in the subject named Muatan Lokal (Local Content) at Ngrukeman
Elementary School, Bantul. Besides, to conserve local culture, creating batik are aimed to raise the
students’s pride to Nusantara cultural heritage. Before, SD Ngrukeman’s students already got manual
batik technique lesson and color dyeing in white and brown, as the trademark of Yogyakarta’s batik
signature. Even so, just a few of them that willing to learn more about batik because its traditional
motif and color. The purpose of this community service program was to train the teachers of
Ngrukeman Elementary School to learn Batik Colet technique so that they can teach their students in
the sustainable way. Batik Colet technique is being acquainted as this technique are easy to applied. It
even allows the batik maker to bring out more variety of color in a piece of fabric than simple color
dyeing technique. The results of this program were 1) participants were able to practice batik colet
technique in traditional motif as well as contemporary motif, 2) participants understood about the
composition of the coloring solvents to achieve desired colors, 3) participants were having the idea
about the mothod of teaching batik colet technique to their students, and 4) participants might use
batik colet as an option of learning method for elementary school students. Through introduction of
batik colet, the students hopefully gain their interest to learn more about batik and express their idea
creatively on fabric media.

Keyword: batik colet, making batik, learning method

PENDAHULUAN
Sejak dikukuhkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-Bendawi (Masterpieces of
the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural

EMERALD GARDEN INTERNATIONAL HOTEL 7 November 2018 131


PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018

Organisation (UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009 (Octaviani, 2015), kepedulian untuk melestarikan batik
semakin meningkat. Masyarakat kini menyadari bahwa batik dapat menjadi identitas kultural bangsa Indonesia
(Iskandar dan Kustiyah, 2017). Batik Indonesia diyakini keberadaannya sejak abad ke-4 atau ke-5 dengan jumlah
teknik pencelupan serta motifnya sebanyak jumlah pulau-pulaunya (Kementerian Perdagangan, 2008).
Upaya untuk melestarikan warisan budaya batik juga ditunjukkan dengan pengenalan batik sejak dini. Anak-
anak tidak hanya dikenalkan untuk memakai pakaian dari kain batik, tapi juga diajarkan untuk membuat sendiri kain
batik. Pelajaran membatik juga dapat dijumpai di sekolah-sekolah di Indonesia, salah satunya di SD Ngrukeman,
Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
SD Ngrukeman merupakan sebuah sekolah percontohan di Kabupaten Bantul yang memasukkan pelajaran
membatik sebagai bagian dari kurikulum pendidikan khususnya pelajaran Muatan Lokal. Pelajaran ini diberikan
kepada siswa dengan tujuan agar siswa belajar melestarikan kearifan lokal termasuk nilai-nilai budaya leluhur yang
terkandung di dalamnya. Elliot dalam Handayani, et al. (2018) mengungkapkan bahwa keberadaan kain batik di di
tengah-tengah masyarakat Jawa telah ada sejak tahun 1518, baik digunakan sebagai bagian dari upacara adat, tradisi,
maupun ritual budaya. Oleh sebab itu, kain batik yang kaya akan filosofi budaya lokal ini sudah sepatutnya dijaga
dan dilestarikan. Pelajaran membatik juga harus diberikan kepada siswa agar dapat menumbuhkan kecintaan dan
kebanggaan generasi muda terhadap warisan budaya negerinya sendiri.
Murid-murid di SD Ngrukeman selama ini memperoleh pelajaran membatik dari guru-guru yang
memperoleh ketrampilan membatik secara otodidak. Pelajaran membatik yang diberikan masih merupakan pelajaran
dasar menggunakan teknik batik tulis dengan motif khas batik Yogyakarta seperti Parang, Truntum, dan Kawung.
Teknik pewarnaan yang diajarkan juga mengikuti pembatik tradisional yaitu dengan cara dicelup. Warna-warna kain
batik yang dihasilkan pun mengikuti dominasi warna batik Yogyakarta yang menyimbolkan gelap dan terang seperti
warna cokelat dan putih.
Keterbatasan pengalaman membatik dari guru-guru di SD Ngrukeman cukup berpengaruh pada proses
pembelajaran membatik. Guru-guru di sekolah tersebut juga mengungkapkan bahwa sekarang tidak banyak siswa
yang berminat untuk menekuni pelajaran membatik karena motif dan warna yang cenderung tradisional. Antusiasme
generasi muda untuk belajar membatik yang menurun ini akan mempengaruhi keberlanjutan batik itu sendiri di
masa mendatang. Loupias dalam Endriyani (2015) mengungkapkan bahwa keberadaan batik tradisional kini mulai
surut sehingga perlu dipertahankan agar tidak punah.
Program pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk melatih guru-guru di SD Ngrukeman untuk menambah
wawasan dan meningkatkan ketrampilan membatik melalui teknik colet yang sering digunakan oleh pembatik di
daerah pesisir seperti Pekalongan, Madura, Gresik, dan sekitarnya. Teknik colet diperkenalkan karena teknik ini
relatif mudah diaplikasikan terutama oleh anak-anak usia sekolah dasar. Pada prinsipnya, teknik colet sama dengan
ketika seseorang melukis di atas kertas gambar atau kanvas. Melalui pelatihan kepada guru-guru SD Ngrukeman
maka diharapkan guru-guru di sekolah tersebut kemudian dapat mengajarkannya kepada siswa secara berkelanjutan.

METODE DAN ALAT


Metode
Pelatihan batik colet dilaksanakan di Sekolah Dasar (SD) Ngrukeman, Bantul pada bulan Oktober tahun
2018. Pelatihan ini dihadiri oleh sekitar lima belas peserta yang terdiri dari guru SD Ngrukeman dan staff. Pelatihan
dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan tatap muka dengan tahapan lain yang dilaksanakan di luar pertemuan tatap
muka. Setiap pertemuan tatap muka terdiri 6 jam.
Tahapan pelatihan batik colet ini yaitu:
penggambaran pola di atas kain yang dilakukan di rumah masing-masing peserta;
tatap muka I, yaitu pemberian materi serta proses pemberian lilin (malam) pada kain sesuai pola secara
berkelompok;
penyelesaian pemberian lilin (malam) pada kain oleh peserta secara mandiri;
tatap muka II, yaitu pewarnaan pada kain secara berkelompok, diikuti proses menghilangkan atau melepaskan lilin
dari kain (pelorodan).
Alat
Untuk melaksanakan pelatihan ini diperlukan beberapa alat yakni sebagai berikut.
• Pensil atau kapur warna sesuai jumlah peserta, untuk menggambar pola pada kain.
• Wajan kecil dan kompor kecil yang digunakan secara berkelompok yaitu sekitar tiga orang per kelompok,
untuk mencairkan lilin (malam).
• Kuas berbagai ukuran, untuk proses colet atau memberi warna pada kain. Disarankan menggunakan kuas
yang tidak kaku. Semakin detil gambar, semakin kecil ukuran kuas yang diperlukan. Bila memungkinkan,
akan baik bila menggunakan satu kuas untuk satu warna saja. Dengan cara tersebut, kuas juga dapat
digunakan bergantian dengan peserta lain secara berkelompok.
• Wadah gelas plastik atau kaleng bekas untuk menampung larutan pewarna. Jumlahnya disesuaikan dengan
jumlah larutan warna dan jumlah kelompok peserta pewarnaan.

EMERALD GARDEN INTERNATIONAL HOTEL 7 November 2018 132


PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018

• Sarung tangan lateks untuk semua peserta dan fasilitator. Fungsinya adalah melindungi tangan dari bahan
kimia selama proses pewarnaan hingga pelorodan.
• Kertas koran secukupnya untuk mengurangi kemungkinan proses pelatihan mengotori ruang kerja.
• Panci, pengaduk, dan kompor, untuk memasak air hingga mendidih dan untuk proses pelorodan.
• Ram kayu sejumlah peserta dan penjepit kertas secukupnya, untuk mempertegang kain. Kain dengan kondisi
tegang akan memudahkan proses pewarnaan karena pewarna dapat menyebar dengan lebih merata dan
menghindarkan kain yang masih basah oleh pewarna untuk menempel pada bagian kain yang lain dan
meninggalkan jejak warna.
• Penjepit kain untuk membantu proses penjemuran kain.
• Ember besar minimal untuk proses perendaman saat penguncian warna serta untuk proses pembilasan setelah
proses pelorodan.
Bahan
Bahan yang diperlukan untuk dalam pelatihan ini adalah sebagai berikut.
• Kain mori primisima sejumlah peserta. Ukuran kain dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan waktu
pengerjaan. Dalam pelatihan ini digunakan kain dengan ukuran 1 meter x 1 meter.
• Lilin batik (atau biasa disebut “malam”) secukupnya untuk melapisi kain.
• Larutan pewarna indigosol beserta larutan fiksasinya sekaligus penguncinya.
• Larutan pewarna remazol beserta larutan fiksasinya
• Air mendidih untuk proses pelorodan.
• Soda abu secukupnya untuk dicampur dengan air mendidih dalam proses pelorodan.
• Air dingin untuk proses pembilasan.
Larutan pewarna indigosol dapat dibuat dengan mencampurkan 1 gram bubuk pewarna indigosol dengan 1
liter air mendidih, atau dengan perbandingan serupa. Pewarna ini memerlukan pembangkit warna agar warna yang
muncul sesuai dengan warna yang diinginkan. Larutan pembangkit warna untuk indigosol dapat dibuat dengan
mencampurkan 5 liter air dingin, 10 mililiter HCl (Asam klorida), dan 10 gram NaNO3 (Nitrit) atau dengan
perbandingan serupa.
Larutan pewarna indigosol dapat dibuat dengan mencampurkan 200 ml air hangat dengan 1-2 gram bubuk
pewarna remazol, atau dengan perbandingan serupa. Sebagai pengunci warna, kain yang sudah di-colet dengan
pewarna remazol dapat dikuas dengan larutan fiksasi remazol yakni campuran 1 liter air dengan 20 mililiter cairan
water glass (Na2SiO3), atau dengan perbandingan serupa.
Untuk menghilangkan lilin pada kain, dapat dilakukan proses pelorodan. Pelorodan adalah proses pencelupan
kain yang sudah dilapisi lilin ke dalam larutan air mendidih yang sudah dicampur dengan soda abu dengan
perbandingan 1-2 sendok teh soda abu untuk 10 liter air mendidih. Penting untuk membuat takaran larutan soda abu
dengan tepat karena terlalu banyak soda abu akan memudarkan warna kain yang akan dilorod.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Pada pertemuan pertama peserta diberikan materi yang berisi pengetahuan mengenai batik colet. Teknik colet
adalah teknik mengoleskan warna dengan alat dari kuas, rotan, atau bambu pada media kain yang dibatik. Teknik
colet sering dijumpai pada batik dari daerah pesisiran yang memiliki ciri khas warna-warna cerah dan meriah,
misalnya batik Pekalongan, batik Gresik, batik Madura, batik Indramayu dan daerah pesisir lainnya. Hal ini
merupakan bentuk kreativitas para pembatik di Pekalongan untuk mencari pembeda dengan batik kraton karena
pada zaman dulu masyarakat awam dilarang meniru motif batik kraton (Salma, 2013).

Gambar 1. Contoh Batik Madura yang Dibuat dengan Teknik Colet

EMERALD GARDEN INTERNATIONAL HOTEL 7 November 2018 133


PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018

Setelah memahami mengenai batik colet, masing-masing peserta menjelaskan motif yang telah digambar
pada media kain. Sebagian besar peserta membuat motif batik kontemporer dengan tema alam seperti hewan dan
tumbuhan sebagai sumber inspirasi.
Tahap selanjutnya adalah melapisi motif dengan lilin panas (malam). Tujuan pelapisan lilin yang pertama
adalah menutup pola atau motif yang tidak ingin diberi warna (warna akhir adalah warna dasar kain). Tujuan yang
kedua yaitu membuat batas agar warna coletan atau warna yang akan dikuaskan tidak merembes ke bagian lain.

Gambar 2. Peserta Pelatihan Melapisi Motif dengan Lilin Panas


Pada pertemuan pelatihan yang kedua, peserta memulai untuk mencolet kain batik dengan larutan zat warna.
Biasanya pada batik colet, digunakan dua jenis pewarna yaitu remazol dan indigosol. Pewarna remazol
menghasilkan warna-warna yang lebih terang dan mencolok, sedangkan pewarna indigosol menghasilkan warna-
warna yang lebih lembut dan kalem. Selain itu, cara dan bahan fiksasinya pun berbeda. Apabila pewarna remazol
menggunakan Natrium silikat atau water glass (Na2SiO3) maka pewarna indigosol menggunakan Nitrit (NaNO3) dan
Asam sulfat (HCl) sebagai fiksasinya. Penggunaan jenis pewarna ini sepenuhnya tergantung dari keinginan
pembatik. Dalam pelatihan ini, seluruh peserta menghendaki pencoletan menggunakan zat warna indigosol.

Gambar 4. Perbedaan warna indigosol (kanan) dan remazol (kiri)


Warna asli pewarna indigosol tidak akan langsung muncul ketika dibuat sebagai larutan dan dikuaskan pada
kain. Sebagai contoh, warna hijau ketika pertama kali dikuaskan akan berwarna merah keunguan, warna biru mula-
mula ketika dikuaskan akan berwarna abu-abu muda atau cenderung tidak berwarna, sedangkan warna jingga ketika
dikuaskan pada awalnya akan berwarna krem.

Gambar 4. Peserta Pelatihan Mempraktikan Pencoletan Warna

EMERALD GARDEN INTERNATIONAL HOTEL 7 November 2018 134


PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018

Setelah proses pencoletan selesai, tahap berikutnya adalah menjemur hasil pencoletan. Tujuan dari
penjemuran ini adalah karena sinar matahari membantu membangkitkan zat warna indigosol. Proses penjemuran
dengan zat warna indigosol harus dilakukan di bawah sinar matahari selama kurang lebih 1-6 jam tergantung
intensitas cahaya matahari dan kepekatan zat warna. Oleh karena itu, proses pencoletan dengan zat warna indigosol
sangat efektif dilakukan saat musim kemarau dengan intensitas sinar matahari yang cukup tinggi.
Tahap berikutnya adalah melakukan fiksasi warna dengan menggunakan larutan Nitrit (NaNO3) dan Asam
sulfat (HCl). Caranya adalah dengan mencelupkan kain batik pada larutan tersebut. Pada proses ini, biasanya warna
indigosol sudah terlihat mendekati warna yang sesungguhnya. Sebagai tambahan, cairan Asam sulfat cukup
berbahaya bagi kulit sehingga penggunaan sarung tangan lateks sangat dianjurkan.

Gambar 5. (a) Proses Fiksasi Warna, (b) Penjemuran Kain Batik


Tahap terakhir dari proses membatik dengan teknik colet adalah pelorodan. Pelorodan adalah proses
melepaskan lapisan lilin yang menempel pada kain batik. Proses ini dilakukan dengan mencelupkan kain pada air
panas yang sudah diberi soda abu sehingga lilin melunak dan lepas dari kain. Kain kemudian dibilas dengan air
dingin untuk membersihkan sisa lilin yang menempel. Setelah proses pelorodan, kain dapat dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan.

Gambar 6. (a) Proses Pelorodan, (b) Pengeringan Hasil Akhir Kain Batik

PEMBAHASAN
Membatik dengan teknik colet memungkinkan pembatik untuk menggambar motif jenis apapun bahkan tanpa
harus mengikuti pola tertentu. Melalui teknik colet, pembatik tetap dapat membuat batik dengan motif tradisional
maupun motif kontemporer. Oleh karena itu, batik teknik colet dapat digunakan sebagai media pembelajaran karena
bisa menjelaskan berbagai motif dengan berbagai warna dalam selembar kain.
Pada proses pelapisan lilin, belum semua peserta terbiasa melapisi motif menggunakan canting berisi lilin
panas. Hasilnya, lapisan lilin beberapa kali menetes pada kain di luar pola yang telah direncanakan. Selain itu, ada
pula lapisan lilin yang tidak menembus hingga bagian belakang permukaan kain. Salah satu cara mengatasinya
adalah melapisi ulang motif dengan lilin panas pada bagian belakang permukaan kain. Cara ini tentunya menyita
waktu karena membuat peserta mengerjakan ulang proses pelapisan lilin.
Proses melapisi motif dengan canting berisi lilin panas, atau yang disebut sebagai membatik, membutuhkan
waktu yang tidak sebentar. Apalagi jika motif yang dibuat berukuran kecil, detil, dan terdapat banyak isian (cecek).
Namun begitu, motif yang detil dan rapat justru akan menghasilkan kain batik yang lebih indah dan meningkatkan
harga jualnya karena menggambarkan ketelitian dan kesabaran pembatiknya. Selain motif yang detil, faktor lain
yang menentukan keindahan kain batik adalah kerapian terutama dalam proses pelapisan lilin. Sudut kemiringan
saat memegang canting serta perkiraan suhu lilin panas membutuhkan ketepatan dan ketekunan pembatik.
Pada tahap awal membatik ini, guru-guru SD Ngrukeman yang merupakan peserta pelatihan dapat
merefleksikan proses membatik yang telah dilalui sebagai pertimbangan dalam pemberian tugas membatik kepada
siswa kelak. Pertimbangan ini meliputi ukuran kain yang digunakan sebagai media latihan membatik. Kain yang
berukuran besar, seperti 1x1 meter dengan motif yang detil dan memenuhi kain, akan membutuhkan waktu lebih
lama baik dalam proses pelapisan lilin maupun proses pencoletan. Oleh karenanya, untuk proses pembelajaran

EMERALD GARDEN INTERNATIONAL HOTEL 7 November 2018 135


PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018

membatik dengan teknik colet bagi siswa disarankan menggunakan ukuran 50x50 centimeter. Ukuran kain yang
tidak terlalu besar akan membuat siswa lebih fokus dalam membuat motif yang detil dan menguaskan warna secara
rapi dan merata.
Pada proses pencoletan warna, peserta disarankan untuk menggunakan ram agar posisi kain tegang dan tidak
menempel permukaan alas meja atau lantai. Tujuannya adalah agar hasil pencoletan warna lebih rata dan mencegah
kain yang basah oleh pewarna untuk menodai bagian kain yang lain. Dalam hal kualitas warna, peningkatan
kepekatan warna dapat dilakukan dengan menambah konsentrasi zat pewarna indigosol pada larutan, sedangkan
penambahan konsentrasi Nitrit pada larutan fiksasi indigosol justru tidak menghasilkan warna yang lebih pekat pada
kain.

Gambar 6. Proses Pengujian Warna Indigosol


Zat pewarna indigosol yang dijual di pasaran hanya tersedia dalam pilihan warna yang terbatas. Namun
begitu, hal ini dapat disiasati dengan membuat campuran warna. Pembatik bahkan dapat membuat gradasi warna
dari pilihan warna-warna indigosol yang terbatas. Dengan demikian, teknik batik colet juga dapat digunakan sebagai
media pembelajaran kepada siswa mengenai gradasi warna atau kombinasi warna.

Gambar 7. Aplikasi Batik Colet sebagai Media Pembelajaran Gradasi dan Komposisi Warna
Pada waktu pelaksanaan pelatihan, proses pelorodan terkendala karena ketersediaan kompor untuk
mendidihkan air yang tidak sebanding dengan jumlah peserta. Maka pada pelaksanaan pelajaran membatik dengan
siswa berikutnya, guru harus mengatur giliran pelorodan demi efisiensi waktu. Selain itu, proses pelorodan
memakan waktu lama, sebab beberapa kain diberi lapisan lilin yang terlalu tebal sehingga lilin tidak mudah lepas
atau masih lengket pada kain. Oleh karena itu, nantinya guru perlu memperhatikan cara siswa dalam memberikan
lapisan lilin agar tidak terlalu tebal.
Teknik colet banyak digunakan industri batik modern karena memiliki beberapa keunggulan. Pertama,
warna-warna yang digunakan dalam teknik colet biasanya lebih terang dan cerah sehingga menarik minat pembeli.
Warna yang cerah juga memudahkan dan menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar membatik. Keunggulan yang
kedua adalah tidak terbatasnya warna yang dapat muncul dalam selembar kain. Ketiga, pembatik lebih leluasa dalam
menentukan warna coletan bahkan menentukan bagian motif yang ingin dicolet maupun tidak. Keempat,
penggunaan zat warna menjadi lebih hemat karena larutan warna dapat digunakan untuk mencolet lembaran-
lembaran kain berikutnya hingga habis. Kelima, penggunaan air dapat dihemat karena tidak membutuhkan banyak
air untuk pencelupan warna.
Terlepas dari kelebihannya, teknik batik colet juga memiliki kelemahan. Kelemaham=n tersebut, misalnya,
warna yang dicolet berisiko merembes ke bagian lain apabila pelapisan lilin tidak sampai menembus bagian
belakang permukaan kain. Itu artinya, lapisan lilin gagal dalam membatasi area motif. Kelemahan yang lain ialah
proses pewarnaan dengan colet yang dikerjakan secara terburu-buru, tidak hati-hati, dan tidak menggunakan ram,

EMERALD GARDEN INTERNATIONAL HOTEL 7 November 2018 136


PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018

cenderung menghasilkan kuasan warna yang tidak rata ketebalannya. Selain itu, proses pencoletan warna umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi jika motif yang digambar banyak dan detil.

Gambar 8. Hasil Karya Peserta Pelatihan Batik Colet

KESIMPULAN
Hasil dari pelaksanaan kegiatan pelatihan batik colet kepada guru-guru di SD Ngrukeman, Bantul ini adalah:
1. peserta dapat mempraktikan teknik batik colet dengan motif tradisional maupun motif kontemporer.
2. peserta mengetahui komposisi zat pewarna untuk mendapatkan hasil warna yang diinginkan.
3. peserta dapat memiliki gambaran mengenai tugas yang akan diberikan kepada siswa.
4. peserta dapat menggunakan batik colet sebagai media pembelajaran untuk siswa.
Melalui pelatihan batik colet ini diharapkan guru-guru di SD Ngrukeman dapat mengajarkan teknik batik
colet kepada siswa sehingga minat siswa untuk belajar membatik kembali tumbuh. Selain itu, siswa juga diharapkan
mampu mengekspresikan gagasannya secara kreatif lewat media kain sebab teknik batik colet memungkinkan siswa
untuk bereksplorasi dengan motif dan warna yang tidak terbatas. Keberanian untuk mengungkapkan gagasan kreatif
ini nantinya dapat melahirkan ide motif-motif batik kontemporer yang potensial.

DAFTAR PUSTAKA
Endriyani. (2015). Upaya Meningkatkan Ketrampilan Mencolet Dan Hasil Belajar Membatik Melalui Model
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Berbantuan Video. Seminar Nasional dan Gelar Produk
Penelitian & PPM (pp.36-45), Universitas Negeri Yogyakarta.
Handayani, W., Kristijanto, A., Hunga, A. (2018). Behind The Eco-Friendliness of “Batik Warna Alam”
Discovering the Motives behind the Production of Batik in Jarum Village, Klaten. Jurnal Wacana, Vol. 19
(1), 235-256.
Iskandar dan Kustiyah, E. (2017). Batik Sebagai Identitas Kultural Bangsa Indonesia di Era Globalisasi. Jurnal
Gema, Th. XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 (pp. 2456-2572), ISSN: 0215 – 3092.
Kementerian Perdagangan. (2008). Indonesian Batik: A Cultural Beauty. Handbook of Commodity Profile (pp.1).
Balitbangdag/PK/001/IX/2008.
Octaviani, Rubiati Nurin. (2015). Dampak Pengakuan Batik dari UNESCO terhadap Batik Jonegoroan Sebagai
Identitas Batik pada Masyarakat Bojonegoro di Desa Jono Temayang Kabupaten Bojonegoro. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.
Salma, Irfa’ina Rohana. (2013). Corak Etnik dan Dinamika Batik Pekalongan. Jurnal Dinamika Kerajinan dan
Batik, Vol. 30, No. 2, Desember 2013, 85-97.

EMERALD GARDEN INTERNATIONAL HOTEL 7 November 2018 137

Anda mungkin juga menyukai