Anda di halaman 1dari 17

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh
rangkaian proses penyusunan laporan kasus yang berjudul: “ Dermatitis
kontak Alergi “ sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik ilmu kesehatan kulit dan kelamin di RS Murni Teguh.
Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing atas bimbingan dan
arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik di Kepaniteraan Klinik ilmu
kesehatan kulit dan kelamin di RS Murni Teguh.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan,
kritik dan sarannya yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna
perbaikan case ini di kemudian hari. Harapan penulis semoga laporan kasus
ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan
dalam mengimplementasikan ilmu di klinis dan masyarakat.

Medan , 2019
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2

BAB 1 ........................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 4

1.1 Defenisi....................................................................................................... 4

1.2 Etiologi ....................................................................................................... 4

1.2 Epidemiologi .............................................................................................. 5

1.3 Patogenesis ................................................................................................. 6

1.5 Gejala Klinis .............................................................................................. 8

1.6 Penegakan Diagnosa ................................................................................. 8

1.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 10

1.8 Diagnosa Banding ................................................................................... 10

1.9 Prognosis .................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12

STATUS PASIEN ..................................................................................................... 13


3

BAB 1

PENDAHULUAN

Dermatitis merupakan reaksi inflamasi polimorfik yang melibatkan


epidermis dan dermis. Dermatitis akut ditandai dengan pruritus, eritema dan
vesikula. Sedangkan dermatitis kronik ditandai dengan pruritus, xerosis,
likenifikasi, hiperkeratosis dengan atau tanpa fisura. Keadaan ini dapat
ditemukan pada keadaan kronik. Penyakit ini disebabkan oleh reaksi
hipersensitifitas tipe IV dan merupakan respon hipersensitifitas tipe lambat
dan timbul akibat pajanan suatu alergen, yang sebelumnya sudah terpajan oleh
alergen yang sama

Dengan perkembangan industri yang sangat pesat di negara kita, maka


adanya alergen kontak dalam lingkungan sulit untuk dihindari. Bahan-bahan
seperti logam, karet dan plastik hampir selalu ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Demikian pula kosmetik, obat-obatan, terutama obat gosok yang
populer di masyarakat, sehingga diduga insidensi DKA akibat alergen-alergen
tersebut cukup tinggi.

Dermtitis kontak alergi dapat menyebar ke tempat lain, misalnya


dengan cara autosensitisasi. Scalp , telapak tangan, dan kaki relative resisten
terhadap dermatitis kontak alergi.

.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Defenisi
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
timbul bersamaan bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis
cenderung residif dan menjadi kronik.1

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah peradangan kulit yang terjadi


setelah kulit terpajan dengan bahan alergen melalui proses hipersensitivitas
tipe lambat. Terjadinya DKA sangat tergantung dari kemampuan suatu bahan
untuk mensensitisasi, tingkat paparan dan kemampuan masuknya bahan
tersebut dalam kulit, oleh karena itu seseorang dapat terkena DKA apabila
terjadi sensitisasi terlebih dahulu oleh bahan alergenik.1

1.2 Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana
dengan berat molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen
yang belum diproses disebut hapten bersifat lipofilik, sangan reaktif dapat
menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis yang
dibawahnya (sel hidup).beberapa faktor berpengaruh timbulnya dermatitis
kontak alergi misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas
daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembapan lingkungan,
vehikulum dan PH.1,2
5

1.2 Epidemiologi
Di Eropa sekitar 20% dari populasi umum mengalami dermatitis
kontak laergi.Paling umum adalah alergi terhadap nikel, wewangian dan
pengawet. Dermatitis kontak terjadi dua kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pada pria , dan sering dimulai pada usia muda dengan
prevalensi 15% pada usia 12-16 tahun. 3
6

1.3 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergik
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas
di kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam
waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas
tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi.

Fase sensitisasi dimulai saat adanya kontak dengan bahan kimia


sederhana yang disebut hapten (alergen yang memiliki berat molekul kecil
yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein
untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke
epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC),
yaitu makrofag, dendrisit, dan sel langerhans. Selanjutnya antigen ini
dipresentasikan oleh antigen presenting cells ke sel T. Setelah kontak dengan
antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening
regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor
yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase ini
rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.

Fase elisitasi terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen
dermis. Sel Langerhans akan mensekresi interleukin-1 yang akan merangsang
sel T untuk mensekresi interleukin-2. Selanjutnya interleukin-2 akan
merangsang interferon gamma. Interleukin-1 dan interferon gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan leukosit, serta
7

sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag


untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses
peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1,2 oleh sel
makrofag akibat stimulasi interferon gamma. prostaglandin E-1,2 berfungsi
menekan produksi interleukin-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan
keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga
histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik.
Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan1,3
8

1.5 Gejala Klinis


Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema
berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada
yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin
juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis
kontak iritan kronis

Dermtitis kontak alergi dapat menyebar ke tempat lain, misalnya


dengan cara autosensitisasi. Scalp , telapak tanga, dan kaki relative resisten
terhadap dermatitis kontak alergi.1,5

1.6 Penegakan Diagnosa


Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti, serta pembuktian dengan uji temple.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan, ada kelainan kulit berukuran numular sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanya
apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang
terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesis meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,
bahan-bahan yang diketahui menimbulkan penyakit kulit yang pernah
dialami, riwayat atopi baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.
9

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan


pola kelainan sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya, di ketiak oleh deodorant, pergelangan tangan oleh jam tangan, di
kaki oleh sepatu/sandal, Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang
cukup terang, seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain
karena sebab-sebab endogen

Pemeriksaan uji temple dilakukan setelah dermatitisnya sembuh


(tenang), bila mungkin setelah 3 minggu, atau sekurag-kurangnya 1 minggu
bebas obat. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di
bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas
yang non-alergik, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan
impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Pasien dilarang mandi
minimal 48 jam, dan menjaga punggung selalu kering hingga pembacaan
terakhir. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (15-30 menit
setelah dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru
memberi reaksi setelah satu minggu.

Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau
bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi
(reaksi positif palsu), sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi.
Bila oleh karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe
decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe
cresendo). .
Hasil dari uji tempel dicatat seperti berikut:
reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
reaksi kuat: edema atau vesikel (++}
reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++) 1
10

1.7 Penatalaksanaan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul. 1,4,5

- Terapi Topikal

Untuk dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema,
bula atau vesikel, serta eksudatif (madidans), kelainan kulit dikompres
beberapa kali sehari dengan larutan NaCL 0,9% selama 15- 20 menit.

Pada beberapa kasus , diperlukan kortikosteroid topical dari potensi


sedang hingga potensi tinggi. Pada keadaan subakut, penggunaan krim
kortikosteroid potensi sedang hingga potensi tinggi merupakan pilihan utama..

Sedangkan untuk lesi kronik, diberikan salap kortikosteroid potensi tinggi


atau sangat tinggi sebagai terapi initialnya. Diberikan juga emolien, seperti
gliserin, urea 10%, untuk lesi yang likenifikasi dan kering.

- Terapi sistemik

Untuk mengurangi rasa gatal dan peradangan yang moderate dapat diberikan
antihistamin. Sedangkan kortikosteoroid oral diberikan dalam jangka pendek
untuk mengatasi peradangan pada keadaan akut yang berat1,4,5

1.8 Diagnosa Banding


Kelainan kulit DKA sering tidak memberikan gambaran morfologik
yang khas, menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis
seboroik, atau neurodermatitis sirkumskripta. Diagnosis banding yang
terutama ialah dengan dermatitis kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksan
11

uji tempel perlu timbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut


karena kontak alergi.

Dermatitis Numularis. Lesi eksematous khas berbentuk koin, berbatas


tegas, ujud kelainan kulit terdiri dari papul dan vesikel. Dermatitis Atopik.
Erupsi cenderung bilateral dan simetris. Lesi kering terdiri dari papul atau
likenifikasi, dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi pada muka dan ekstensor
untuk bayi dan anak-anak, bagian fleksor, di lipat siku, lipat lutut, samping
leher pada dewasa. Adanya riwayat atopi pada pasien atau keluarganya.

Dermatitis Seboroik. Adanya erupsi kronik pada daerah scalp,


belakang telinga, sternal, axilla, dan lipat paha, disertai dengan skuama basah
berwarna kuning hingga kering. 1

1.9 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis,
bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,
dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang
tidak mungkin dihindari.1
12

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A.Dermatitis . In: Sri AS dan Suria D, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. p.
161-165
2. Allergic Contact Dermatitis.Thomas N Helm,Chief .2019
https://emedicine.medscape.com/article/1049216-overview#a7
3. Peiser , T Tralau J Heidler et al. Allergic contact dermatitis: epidemiology,
molecular mechanisms,in vitro methods and regulatory aspects.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3276771/pdf/18_2011_Article_8
46.pdf
4. British Association of Dermatologists’ guidelines for the management of contact
dermatitis 2017. http://www.bad.org.uk/shared/get-
file.ashx?id=4375&itemtype=document
5. Guideline contact dermatitis. Jochen B, detlef B, werner B
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4484750/pdf/40629_2014_Artic
le_13.pdf
13

STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Inisial : Ny. W
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 65 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
B. Riwayat Penyakit
Keluhan utama: Bercak kemerahan dan bersisik yang terasa gatal pada kedua
kaki, tangan dan leher yang dialami sejak tiga minggu yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Awalnya berupa bercak kemerahan yang terasa gatal pada kedua punggung
kaki setelah makan kacang yang kemudian digaruk semakin lama menyebar
pada kedua tangan kiri dan kanan dan leher, kemudian diberikan obat salep
namun tidak ada perbaikan.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Penyakit diabetes melitus, penyakit hipertensi, penyakit jantung
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak dijumpai keluhan yang sama pada keluarga.
Riwayat Penggunaan Obat :
Penggunaan obat (+)
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan umum : Pasien tampak lemah
Kesadaran: compos mentis.
14

Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90mmHg
Nadi : 85 x/i
Pernafasan : 20 x/i
Suhu : 36,5°C
Keadaan Spesifik
Kepala : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
15

m
o
m
e
t
a
s
o
n
e

f
u
r
o
a
t
e
,
Status Dermatologistatus dermatologi :

- Plak eritematosa ditutupi skuama, multipel, batas tidak tegas, lentikuler-


plakas pada regio coli sinistra.

- Ekskoriasi,Plak hiperpigmentasi yang ditutupi skuama, multipel lentikuler-


plakat, batas tidak tegas pada regio dorsum pedis, manus dextra dan sinistra.

D. Pemeriksaan Penunjang
Uji temple/patch test : tidak dilakukan
E. Diagnosis Banding
16

1. Dermatitis kontak alergi


2. Dermatitis kontak iritan
3. Dermatitis seboroik
F. Diagnosis Kerja
Dermatitis kontak alergi
G. Penatalaksanaan
Non medikamentosa:
- hindari kontak ulang dengan alergen penyebab (kacang tanah)
- jaga kebersihan

Medikamentosa:

- Cetirizine tab 1 x 10mg


- Momethasone furoate 1% krim 2x1
H. Prognosis
Ad vitam: Bonam
Ad functionam: Dubia ad bonam
Ad sanactionam: Dubia ad bonam
17

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai