DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK V
Nurhasrat Z (12000046)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN 2013/2014
PEMICU
Noni, 18 tahun , dibopong suaminya ke Puskesmas Porsea karena mengeluh mual dan
muntah sejak 1 minggu ini. Riwayat demam sebelumnya (-), riwayat nyeri perut (-),
riwayat BAB seperti dempul maupun seperti sop kacang merah tidak dijumpai. Dua hari
sebelumnya Noni sudah berobat ke Pustu dan diberikan hanya vitamin, obat- obat yang
lain tidak ada. Noni menikah 6 bulan ini dan sudah 2 bulan tidak dapat haid.
Keadaan Noni saat ini: Sensorium: apatis, TD: 90/60 mmHg, Nadi: 104x/menit, RR:
20x/I dan Suhu: 37,80C.
MORE INFO
Pemeriksaan tes kehamilan di puskesmas: positif.
MASALAH
Mual muntah disertai tidak dapat haid sudah 2 bulan.
ANALISA MASALAH
Terlambat haid
LEARNING ISSUE
1 .Diagnosa banding mual dan muntah
2. Siklus haid
7. Hiperemesis Gravidarum :
- defenisi
- etiologi
- epidemiologi
9. Penegakan diagnose
10.Penatalaksanaan
12.Indikasi merujuk
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
OBGYN
GASTROINSTENSTINAL
Hipofisis Hipotalamus
Ovulasi
FSH LH
Prekursor androgenestradiol
Estradiol(Estrogen 2(E2))
Proliferasi folikel mjd bbrp lapis sel granulosa yg mengelilingi oosit FSH & LH
Folikel yang matang (Folikel de Graaf) Menembus estradiol & inhibin B(Estradiol )FSH
Fase ovulatoir
ovulasi
Estrogen
Setelah ovulasi,folikel membentuk korpus luteum
Mempersiapkan
Sintesis hormon steroid Progesteron ,Estrogen (FSH & LH stabil)
endometrium untuk
implantasi sel telur
Fase Menstruasi
Menstruasi (Haid)
3.Anatomi system reproduksi wanita
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat
reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.
a. Mons veneris / Mons pubis Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang
menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat
setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung
banyak kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan
hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora) Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk
lonjong, panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung
bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri
dari: 1) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada
mons veneris. 2) Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora) Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak
dibagian dalam bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah
klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa
vagina yaitu merah muda dan basah.
d. Klitoris Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan
letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan
serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari
muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perinium Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh
dan mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara) Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh
dan mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di
keluarkan uterus dan darah saat menstruasi. i. Fourchette Merupakan lipatan jaringan
transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan
labia minora. Di garis tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil
dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
a. Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang
secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding anterior
vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak
di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran muskulo-
membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya
merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu
dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae
dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian
uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri
membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik
dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang
menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi
terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir
uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak dipelvis minor di antara
kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan,
licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian
corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan
bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri
yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup
peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Untuk
mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan
peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus
sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga
lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
2) Lapisan otot
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya
bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum yang
merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri
histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir
serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang
saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim
sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul, ligamentum
yang menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres uteri)
ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii) ligamentum kardinale
machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum.
a) Ligamentum latum
(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke dinding
panggul
(2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung pembuluh
darah limfe dan ureter
(3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi
(4) Ligamentum rotundum (teres uteri)
(5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan mencapai labia
mayus
(6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
(7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi
- Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding lateral dan
memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium membentuk arteri
spinalis uteri
- Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopi dan
ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.
6) Susunan saraf uterus Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan
oleh saraf simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser yang
terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum. c. Tuba Fallopi Tuba fallopi
merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat
ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas
ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding
rahim.Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan
yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia.
Dinding oviduk teriri atas lipatan mukosa, suatu lapisan muskularis tebal dengan
jalinan lapisan sirkulkar (atau spiral) dan longitudinal otot polos, dan suatu serosa
tipis yang dilapisi oleh peritoneum viseral dengan mesotel.
Mukosa tuba terdiri atas epitel selapis silindris di lamina propia jariingan ikat
longgar, epitelnya mengandung dua jenis sel yang penting secara fungsional: sel
bersilia dan sel skretoris yang terpulas lebih gelap, atau peg cell dengan ujung
apikal yang biasanya menonjol ke dalam lumen. Silia melecut ke arah uterus, dan
menggerakan lapisan tipis cairan kental yang menutupi permukaan epitel dan
mengandung glikoprotein dan komponen nutrien yang dihasilkan sel sekretoris.
3. Uterus
Dinding uterus memiliki tiga lapisan utama yaitu:
Suatu lapisan jaringan ikat luar, perimetrium, yang bersambung dengan ligamen,
yang berupa lapisan adventisia di sejumlah area, tetapi kebanyakan berupa serosa
yang dilapisi mesotel.
Lapisan tebal otot polos yang memiliki banyak pembuluh darah, miometrium
Suatu mukosa, endometrium, yang dilapisi oleh epitel kolumnar selapis.
Lapisan endometrium dapat dibagi menjadi dua zona: (1) Lapisan Basal yang
berdekatan dengan miometrium mengandung lamina propria yang memiliki
banyak sel dan ujung basal kelenjar uterus. (2) Lapisan Fungsional (atau
functionalis) superfisial mengandung lamina propria yang berspons dan memiliki
lebih sedikit sel, lebih banyak mengandung subtansi dasar, sebagian besar panjang
kelenjar, dan epitel permukaan. Lapisan fungsional mengalami perubahan drastis
selama siklus haid, tetapi lapisan basal relatif tidak berubah.
4. Vagina
Dindimg vagina tidak memiliki kelenjar dan terdiri atas tiga lapisan: Mukosa,
lapisan Muskularis, dan adventisia.
Epitel mukosa vagina merupakan epitel berlapis gepeng dengan tebal 150-200
m pada orang dewasa. Sel-selnya dapat mengandung sedikit keratoohialin, tetapi
mengalami keratinisasi membentuk lempeng-lempeng keratin seperti pada epidermis.
Dalam pengaruh estrogen, sel epitel menyintesis dan mengumpulkan glikogen.
Ketika sel-sel terlepas, bakteri memetabolisme glikogen menjadi asam laktat, yang
membantu memberikan perlindungan terhadap beberapa mikroorganisme patogen.
Lapisan otot polos vagina terutama tediri atas dua lapis otot polos khusus, yang
tersebar sebagai berkas otot sirkular yang bersebelahan dengan mukosa dan berkas
longitudinal yang lebih tebal di dekat lapisan adventisia. Jaringan ikat adventisia
kaya akan serat elastin yang membungkamnya dengan jaringan ikat sekitar. Lapisan
luar ini juga mengandung pleksus vena yang luas, pembuluh limfe dan saraf.
5.Mekanisme mual dan muntah
Pusat Mual
Muntah
-Pusat Saliva
-Pusat Vasomotor
-Pusat Pernafasan
-Nervus Kranial
5. Leukore (Keputihan)
Peningkatan sekresi dari epitelium serviks dan vagina yang disebabkan oleh
hormon serta vasokongesti pada kehamilan menyebabkan pengeluaran sekret
vagina yang berwarna putih susu, tapi tanpa gejala.
Penegakan Diagnosanya :
1. Anamnesis :
Identitas
Lama menikah
Jumlah anak
Persalinan sebelumya
Penyakit herediter
Kehamilan saat ini
Menstruasi
a. Inspeksi Umum
Lakukan inspeksi terhadap keadaan kesehatan secara keseluruhan. Status
gizi, koordinasi neuromuskular, dan kondisi emosional pasien pada saat dia
berjalan masuk ke dalam kamar periksa serta menaiki meja periksa. Pembicaraan
tentang prioritas pasien dalam menjalani pemeriksaan, responnya terhadap
kehamilannya dan keadaan kesehatannya secara umum akan memberikan
informasi yang berguna dan membantu menimbulkan perasaan nyaman dalam diri
pasien.
b. Tanda Vital dan Berat Badan
Berdiri dengan posisi menghadap pasien yang sedang duduk dan lakukan
pengamatan terhadap kepala serta lehernya yang meliputi bagian-bagian berikut
ini :
Wajah.
Gambaran kloasma gravidarum (the mask of pregnancy) merupakan keadaan
yang normal. Gambaran ini terdiri atas bercak kecokelatan yang tidak teratur di
sekeliling mata dan melintasi pangkal hidung.
Rambut
Yang meliputi tekstur, kelembapan dan distribusinya. Rambut yang kering,
berminyak, dan kadang-kadang sedikit rontok dengan distribusi yang menyeluruh
dapat ditemukan.
Mata
Perhatikan warna konjungtiva.
Hidung
Yang meliputi membran mukosa dan septum nasi. Kongesti nasalis sering
dijumpai selama kehamilan.
Mulut
Khususnya gusi dan gigi.
Kelenjar tiroid
Lakukan inspeksi dan palpasi pada kelenjar tersebut. Pembesaran yang simetris
diperkirakan terjadi selama kehamilan
d. Toraks dan Paru
Lakukan inspeksi toraks untuk menentukan pola pernapasan pasien.
Meskipun para wanita dengan kehamilan yang lanjut kadang-kadang
mengeluhkan kesulitan bernapas, biasanya mereka tidak mempunyai tanda-tanda
fisik yang abnormal.
e. Jantung
Lakukan palpasi iktus kordis. Pada kehamilan yang lanjut, letak iktus
kordis mungkin sedikit lebih tinggi daripada lokasi normal dan keadaan ini terjadi
karena dekstrorotasi jantung akibat letak diafragma yang lebih tinggi.
Lakukan. auskultasi jantung, bising seperti tiupan halus (soft-blowing
murmur) sering terdengar selama masa kehamilan menggambarkan adanya
peningkatan aliran darah pada pembuluh darah yang normal.
f. Payudara
Lakukan inspeksi payudara dan puting untuk memeriksa kesimetrisan dan
warnanya. Corakan pembuluh darah vena dapat terlihat lebih nyata, puting serta
areola mammae berwarna lebih gelap, dan kelenjar Montgomery tampak
menonjol. Lakukan palpasi untuk menemukan massa. Selama kehamilan payudara
terasa nyeri ketika disentuh dan bersifat noduler (berbenjol-benjol). Lakukan
kompresi pada tiap-tiap puting di antara jari telunjuk dan ibu jari Anda. Manuver
ini dapat menyebabkan kolostrum keluar dari puting susu.
g. Abdomen
Atur tubuh ibu hamil dalam posisi setengah duduk dengan kedua lutut
ditekuk. I.akukan inspeksi untuk menemukan setiap sikatriks atau stria, bentuk
serta kontur abdomen dan tinggi fundus uteri. Gambaran stria yang berwama
keunguan dan linea nigra merupakan keadaan yang normal pada-
kehamilan.Bentuk dan kontur abdomen dapat menunjukkan ukuran kehamilan.
Lakukan pengukuran tinggi fundus uteri dengan pita pengukur jika usia
kehamilan lebih dari 20 minggu. Dengan memegang pita dan mengikuti garis
tengah abdomen seperti yang diilustrasikan, lakukan pengukuran dari puncak
simfisis pubis hingga puncak fundus uteri. Sesudah usia kehamilan 20 minggu,
pengukuran yang dilakukan dalam satuan sentimeter secara kasar harus sama
dengan usia kehamilan dalam minggu
Lakukan auskultasi detak jantung janin (DJJ) dengan memperhatikan
frekuensi, lokasi, dan iramanya. Gunakan alat :
Dopton, dengan alat ini, DJJ dapat didengar sesudah usia kehamilan12 minggu,
atau
Fetoskop, dengan alat ini, DJ] dapat didengar sesudah usia kehamilan 18 minggu.
3. Pemeriksaan Penunjang
- Test Kehamilan, dengan pemeriksaan urin (βhCG)
- Pemeriksaan USG
EPIDEMOLOGI
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90% dari
kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi
gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya
mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan. Mual
dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-
10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada
kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan,
gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu. Kejadian hiperemesis dapat
berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159
wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan
pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiperemesis pada kehamilan
berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya
mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami
hiperemesis pada kehamilan ketiga.
ETIOLOGI
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada
diketahui beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan
gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini
disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai
berikut :
1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan
kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik
gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang
peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya
terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik
gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa
kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan
dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum
tidak dapat dibuktikan oleh beberapa peneliti.
MANIFESTASI KLINIS
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum
belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai
mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah
dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut
berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa
lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada
epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan
mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau
pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam
kencing.
3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun.
Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy
Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini
terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukan adanya gangguan hati.
Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum
Faktor Predisposisi
Motillitas lambung
HCl
Sphingter esophagus
berelaksasi dan terjadi
refluks ke esofagus
Hemokonsentrasi
TD
Anoreksia
HR
Aliran perfusi
9.Penegakan Diagnosa Kehamilan dan Hiperemesis
Gravidarum
Anamnesis
Penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dimulai dengan menegakkan diagnosis
kehamilan terlebih dahulu. Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan amenorea, serta
mual dan muntah berat yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan obstetrik dapat dilakukan untuk menemukan tanda-tanda kehamilan,
yakni uterus yang besarnya sesuai usia kehamilan dengan konsistensi lunak dan serviks
yang livid.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang kadar β-HCG dalam urin pagi hari dapat membantu
menegakkan diagnosis kehamilan.
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan beberapa kondisi mual
dan muntah dalam kehamilan.
Keluhan muntah yang berat dan persisten tidak selalu menandakan hiperemesis
gravidarum. Penyebab penyebab lain seperti penyakit gastrointestinal, pielonefritis dan
penyakit metabolik perlu dieksklusi. Satu indikator sederhana yang berguna adalah
awitan mual dan muntah pada hiperemesis gravidarum biasanya dimulai dalam delapan
minggu setelah hari pertama haid terakhir. Karena itu, awitan pada trimester kedua atau
ketiga menurunkan kemungkinan hiperemesis gravidarum. Demam, nyeri perut atau sakit
kepala juga bukan merupakan gejala khas hiperemesis gravidarum. Pemeriksaan
ultrasonografi perlu dilakukan untuk mendeteksi kehamilan ganda atau mola hidatidosa.
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi hiperemesis
gravidarum tingkat I, II dan III. Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah
yang terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah
makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan dapat keluar darah jika
keluhan muntah terus berlanjut. Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan
tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah
kering, penurunan turgor kulit dan penurunan jumlah urin.
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang dimakan
dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi
berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg.
Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta
bilirubin dalam urin.
Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan ini merupakan
kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai dengan muntah yang
berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien menurun (delirium sampai
koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung dan dalam
urin ditemukan bilirubin dan protein.
Promethazine 25 mg Kerusakan
setiap 4-6 jaringan berat
dengan
jam
pemberian
intravena; lebih
disarankan
pemberian oral,
rectal,
atau
intramuskular
Prochlorperazine 5-10 mg
setiap 6 jam
Tambahkan doxylamine
Substitusi doxylamine
dengan promethazine
atau dimenhydrinate
b. Prognosis
Dengan penanganan yang baik prognosis Hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada
tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
12.Indikasi Merujuk
Jika ditemukan Hiperemesi Gravidarum Tingkat II dan III maka si Ibu harus
langsung dirujuk bagian Obgyn sesudah diberi penanganan tingkat awal.
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab,maka pasien
didiagnosa mengalami Hiperemesis Gravidarum Tingkat II.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. (2010). Kamus Kedokteran Dorland (ed 31 ed.). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sherwood lauralee. (2011). Fisiologi Manusia (ed 6 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Mescher, Al. Histologi Dasar, teks dan atlas. Edisi 10. Penerbit: EGC Kedokteran.
2010
Bickley, Lynn S. Szilaglli, Peter G. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan. Edisi 8. Jakarta:EGC. 2012