Anda di halaman 1dari 6

JUDUL ESAI

“LAFA (Light Magnetic Fishing Boat) : Inovasi Kapal Nelayan Ramah


Lingkungan Berbasis Magneto Hydro Dinamic (MHD) yang Dilengkapi Metode
Light Fishing dengan Sumber Photovoltaic Guna Mewujudkan Sustainable
Development Goals (SDGS) 2030 ”

Karya Ini Disusun Untuk Mengikuti Lomba Esai Nasional


“Pembangunan Berkelanjutan SDG”

Penulis :

MOCH. SISWAN AFANDI


LAFA (Light Magnetic Fishing Boat) : Inovasi Kapal Nelayan Ramah Lingkungan
Berbasis Magneto Hydro Dinamic (MHD) yang Dilengkapi Metode Light Fishing
dengan Sumber Photovoltaic Guna Mewujudkan Sustainable Development Goals
(SDGS) 2030
Oleh : Moch. Siswan Afandi

PENDAHULUAN
Satu hal penting dalam keberlangsungan hidup nelayan adalah teknologi
penangkapan, baik dalam bentuk alat tangkap maupun alat bantu penangkapan (perahu).
Ketergantungan terhadap teknologi penangkapan sangat tinggi karena kondisi sumber
daya perikanan yang bersifat mobile, yaitu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
yang lain, juga membutuhkan sarana bantu untuk dapat bertahan lama di atas air
(Acheson, 1981: 276). Saat ini, lebih dari 50% nelayan Indonesia masih menggunakan
perahu motor berbahan bakar solar atau bensin, baik in board (motor dalam) maupun out
board (motor tempel) (KKP, 2010). Hal ini menyebabkan bahan bakar solar dan bensin
menjadi bagian terpenting dalam operasional kapal-kapal penangkap ikan di Indonesia.
Padahal, penggunaan sumber daya tak terbarukan memiliki dampak tidak hanya pada
pencemaran lingkungan (melalui emisi karbon) yang dihasilkan oleh motor melainkan
juga pada aspek ekonomi dan sosial.
Dalam biaya total operasional kapal motor, sebesar 60% digunakan untuk
mencukupi kebutuhan bahan bakar untuk nelayan dapat pulang pergi melaut (Zaini,
2011). Dengan naiknya harga bahan bakar solar dan bensin menyebabkan meningkatnya
biaya operasional. Disisi lain, sejak tahun 2005 produksi dan konsumsi minyak bumi
tidak berimbang (Kem. ESDM : 2007). Bahkan hingga saat ini, jumlah konsumsi minyak
bumi di Indonesia meningkat drastis sedangkan produksi kian menurun sehingga
menyebabkan timbulnya krisis nasional di bidang energi yang berdampak langsung pada
nelayan. Hal ini menyebabkan adanya pembatasan pasokan minyak melalui SPBN
(Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak untuk Nelayan). Dengan pasokan yang terbatas
seringkali menimbulkan kelangkaan, sehingga nelayan terpaksa tidak dapat melaut. Pada
akhirnya, kondisi ini turut memberikan pengaruh pada tingginya angka kemiskinan
masyarakat nelayan, yang mencapai 7,84 juta jiwa atau 25,14% dari jumlah penduduk
miskin di Indonesia (KKP, 2012).
Penggantian bahan bakar solar dan bensin dengan energi terbarukan akan
berpengaruh besar pada penurunan pencemaran lingkungan (melalui emisi karbon)
sekaligus meningkatkan aspek ekonomi dan sosial bagi masyarakat nelayan. Energi
terbarukan yang pernah ditawarkan yaitu penggunaan energi listrik yang diperoleh dari
konversi energi cahaya matahari dan energi angin, yang selanjutnya disalurkan pada
motor sebagai penggerak propeller. Konsep ini memerlukan baterai aki yang sangat besar
sebagai penyimpan energi listrik ketika digunakan oleh perahu selama melaut. Namun,
kebutuhan daya listrik yang diperlukan oleh motor untuk menggerakkan propeller sangat
besar sedangkan kapasitas baterai terbatas. Keadaan tersebut menjadi kekhawatiran
nelayan jika seandainya perahu tiba-tiba berhenti akibat kehabisan energi listrik.
Selain keterbatasan teknologi pada kapal, nelayan di Indonesia juga mengalami
keterbatasan teknologi pada alat pendukung penangkapan ikan. Selama ini, nelayan masih
menggunakan lampu pijar untuk menarik perhatian ikan. Padahal lampu pijar merupakan
alat yang boros energi. Menggunakan lampu pijar sama dengan meningkatkan biaya
operasional nelayan.
Berdasarkan uraian diatas, penggunaan sumber energi terbarukan berupa energi
listrik yang berasal dari konversi energi cahaya matahari dan energi angin belum optimal
jika masih menggunakan motor sebagai penggerak propeller. Hal ini didasarkan adanya
keterbatasan disamping keunggulan yang didapatkan dari sumber energi terbarukan
diatas.
Oleh karena itu, inovasi kapal nelayan LAFA dengan memanfaatkan tenaga
pendorong berupa MHD (Magneto Hydro Dynamic) dan photovoltaic yang ramah
lingkungan tanpa menggunakan bahan bakar yang terintegrasi dengan LED Fishing
sangat dibutuhkan nelayan. Konsep MHD memanfaatkan medan dari magnet neodymium
dan suplai tegangan dari photovoltaic sehingga menghasilkan gaya dorong oleh aliran air
laut yang dapat menggerakkan kapal. Di Indonesia sendiri penerapan teknologi Magneto
Hydro Dinamic pada kapal masih belum ada. Kapal ramah lingkungan yang berbasis
MHD dan photovoltaic ini memiliki keunggulan karena menggunakan sumber energi
listrik yang berasal energi terbarukan (photovoltaic) tanpa bahan bakar dan motor sebagai
penggerak propeller. Selain itu, teknologi MHD menggunakan sedikit alat atau teknologi
yang diterapkan pada kapal sehingga dapat mengurangi gesekan dan bunyi yang terjadi.
Dengan sedikit alat yang digunakan juga berdampak pada lebih mudahnya perawatan.
Pada akhirnya, kapal ini dapat mengurangi polusi serta meningkatkan kesejahteraan
nelayan Indonesia. Kapasitas dari MHD juga dapat disesuaikan dengan spesifikasi
(ukuran) kapal. Dengan begitu sistem penggerak yang dirancang akan memberikan hasil
yang optimal, baik dalam penggunaan energi maupun penerapannya pada kapal nelayan.

ISI
Nelayan Indonesia hingga saat ini masih belum memanfaatkan teknologi secara
optimal. Perlu adanya teknologi yang mampu menyelesaikan permasalahan nelayan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis memberikan solusi yang dapat diterapkan
yaitu penggantian penggerak kapal yang berupa motor dengan teknologi mutakhir
“Magneto Hydro Dynamic” dan dilengkapi dengan metode LED Fishing di kapal
nelayan.
LAFA terdiri dari tiga bagian penting yaitu mesin penggerak berupa MHD, LED
yang dapat mengoptimalkan penangkapan ikan, dan photovoltaic sebagai catu daya mesin
penggerak serta supply energi listrik pada LED. Kapal yang pada umumnya
menggunakan motor sebagai alat penggerak, penulis ganti menggunakan teknologi
mutakhir yaitu Magneto Hydro Dynamic (MHD). Cara kerja MHD sendiri tidaklah rumit.
Pada SMA kita semua sudah dijelaskan dengan “hukum Lorentz” yang dirumuskan
sebagai F = nB x I x L, dimana suatu gaya dapat dihasilkan oleh muatan yang bergerak
atau arus listrik yang berada dalam suatu medan magnet. Lebih sederhananya jika ada
sebuah penghantar yang dialiri oleh arus listrik dan penghantar tersebut berada dalam
medan magnet maka akan timbul gaya. Gaya ini lah yang selanjutnya akan mendorong
kapal.

Penggunaan teknologi Magneto Hydro Dynamic sebagai penggerak kapal masih


tergolong baru dan prospek karena belum banyak yang menggunakan. Selama ini,
manusia pada umumnya masih menggunakan motor baik untuk alat transportasi kapal,
motor, mobil, bahkan pesawat. Padahal teknologi ini yang nantinya akan menggantikan
motor (motor diesel maupun motor listrik) di masa mendatang. Saat ini, konsep Magneto
Hydro Dynamic sudah diterapkan pada kapal selam buatan Jepang. Dan sudah tentu bisa
diterapkan pada kapal nelayan. Nelayan juga bisa mengatur kecepatan kapal nelayan
hanya dengan menaik-turunkan besarnya arus listrik yang melewati penghantar hal ini
karena besar gaya dorong berbanding lurus dengan arus listrik yang sudah dirumuskan
dalam persamaan Lorentz. Selanjutnya penggunaan metode LED Fishing yang penulis
terapkan dan terintegrasi akan menggantikan penggunaan lampu pijar dalam mendukung
penangkapan ikan. Penggunaan LED yang terintegrasi ini lah yang memicu ikan akan
untuk berkumpul dibawah cahaya. Penggunaan LED lebih diunggulkan daripada lampu
pijar. Selain lampu pijar yang mudah panas, penggunaan energi lampu pijar juga lebih
boros jika dibandingkan dengan LED. Hal ini tentu menambah biaya operasional nelayan
dan pada akhirnya memberatkan nelayan. Penerapan teknologi MHD dan LED yang
membutuhkan energi listrik akan disuplai oleh photovoltaic (solar panel) yang
ditempatkan pada bagian atas kapal nelayan.

LED
Desain LAFA
(sumber :penulis)
PENUTUP
Penggunaan LAFA akan jauh lebih efektif dan effisien bagi nelayan karena tidak
memerlukan bahan bakar yang biayanya mahal namun menggunakan energi baru dan
terbarukan (EBT) dan mampu didapatkan secara langsung dari potensi cahaya matahari
di Indonesia. Di sisi lain, penggunaan LAFA akan mengurangi ketergantungan nelayan
pada bahan bakar minyak bumi, dan turut membantu pemerintah dalam pemangkasan
serta pengaturan penggunaan subsidi BBM.
Pada akhirnya, perlu kita ketahui dan kita sadari, di era industri ke-4 dimana
teknologi baru bermunculan dan berkembang semakin pesat maka ketika kita tidak
bersaing dan mengikuti perkembangan, kita akan mudah tersingkirkan dengan sendirinya.
Hal ini tidak terkecuali bagi nelayan, sudah saatnya teknologi baru yang ramah
lingkungan serta berdampak panjang bisa hadir di tengah-tengah nelayan sebagai upaya
mensejahterahkan kehidupan nelayan dan mendorong terwujudnya sustainable
Development Goals (SDGS) 2030.

“Bagaimana Indonesia akan menjadi poros maritim ? Jika teknologi kelautannya


saja masih jauh tertinggal”

Anda mungkin juga menyukai