Anda di halaman 1dari 14

STUDIO PERFILMAN di MANADO

(SEMIOTIC ARCHITECTURE)
Filemon Wungkana1
Aristotulus E. Tungka2
Faizah Mastutie3

ABSTRAK

Kota Manado merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Utara, yang memiliki
keanekaragaman budaya dan kekayaan alam yang unik dan dikenal di Indonesia. Untuk
merepresentasikan budaya itu sendiri diperlukan suatu sarana untuk memvisualisasikan
hal itu secara spesifik, yakni film. Namun, industri perfilman di Manado saat ini masih
dikatakan sangat kurang. Oleh karena itu, dirancangnya suatu objek yang dapat
mewadahi, yakni studio film. Pada perancangan Studio Perfilman di Manado, Arsitektur
Semiotik digunakan sebagai pendekatan tema. Istilah semiotik sendiri umum di kenal
dalam bidang ilmu linguistik yang pada dasarnya berbicara tentang tanda dan simbol.
Lewat penggunaan tema tersebut diharapakan Studio Perfilman di Manado dapat menjadi
media untuk merepresentasikan tanda dan simbol berhubungan dengan perfilman.

Kata Kunci : Kota Manado, Studio Film, Film, Arsitektur Semiotik.

1. PENDAHULUAN

Salah satu unsur yang paling penting dari alat komunikasi visual massa yang sangat dikenal
sekarang adalah film. Film mempunyai kekuatan yang sangat berpengaruh dan sangat peka,
karena dapat diterima dengan dua panca indera secara bersamaan yaitu penglihatan dan
pendengaran. Segala sumber tentang film menjadi karya yang dibicarakan, ditelaah,
dianalisa dan dipersoalkan. Hal ini terlihat pada fungsi film bagi berbagai kalangan seperti
masyarakat penikmat film, film berfungsi sebagai media hiburan ataupun pengetahuan,
untuk para sineas (pembuat film), film merupakan sarana pengekspresian seni, kreatifitas
dan pemenuhan hidup, bagi pengusaha, film merupakan lahan usaha yang potensial, dan
bagi pemerintah, pendidik dan budayawan, film merupakan media penerangan, pendidikan
dan pengembangan budaya bangsa. Teknologi yang terus maju dan bergerak menjadi salah
satu pemicu bagi semakin berkembangnya kehidupan sosial budaya dari masyarakat yang
terdiri dari berbagai individu (heterogen). Film merupakan aplikasi atau cangkokan dari
berbagai ilmu pengetahuan misal, sastra, fotografi, seni rupa dan lain-lain. Para pendukung
sebuah produksi film sendiri adalah orang-orang yang sifatnya dinamis (siap menerima
perubahan), aktif, modern dan tidak mau ketinggalan jaman.
Sebagai salah satu bidang usaha kreatif, usaha di bidang perfilman memiliki peran penting
untuk memicu usaha – usaha terkait, khususnya di bidang pariwisata dan perdagangan.
Pertumbuhan yang positif akan memberikan kontribusi terhadap ekonomi masyarakat,
yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan daerah. Menurut UU No. 33 Tahun
2009, usaha di bidang perfilman meliputi usaha pembuatan film, jasa teknik film,
pengedaran film, pertunjukan film, penjualan / penyewaan film, pengarsipan film, ekspor
dan impor film.
Dilihat dari potensi dan peluang, usaha pembuatan film di Indonesia dengan potensi jumlah
penonton sebanyak 250 juta jiwa penduduk, sangatlah menjanjikan. Minat besar para
generasi muda untuk berkarya dan bekerja di bidang pembuatan film juga merupakan daya
dukung yang potensial. Selain itu, keberagaman budaya dan kekayaan geografi di

1
Mahasiswa S1 Arsitektur Unsrat
2
Staf Dosen Pengajar Arsitektur UNSRAT
3
Staf Dosen Pengajar Arsitektur UNSRAT

1
Indonesia dapat dieksploitasi untuk sumber cerita film. Terbukanya peluang yang lebih
besar untuk mendistribusikan film ke seluruh dunia, khususnya ASEAN dengan
dimulainya pasar bebas ASEAN 2015, memperluas pasar untuk industri bidang pembuatan
film.
Di Sulawesi Utara, khususnya Kota Manado, perfilman sendiri perlahan sudah mulai
berkembang dan mendapatkan tempatnya sendiri di hati para khalayak. Bahkan, sudah ada
beberapa rumah produksi film di Indonesia yang memproduksi filmnya seperti Senjakala
di Manado, Hujan Bulan Juni, dan Tommi n Jerri. Ketiga film tersebut secara tidak
langsung telah mengekspos kebudayaan dan kekayaan alam dari Sulawesi Utara khusunya
Kota Manado itu sendiri. Perkembangan industri perfilman di Manado, khususnya film
independen, bisa di katakan cukup pesat. Minat dan perkembangan atas karya audio visual
ini sangat besar. Hal ini juga yang membuat Pemerintah Provinsi Sulut mendukung penuh
industri perfilman nasional.
Banyak Komunitas film yang ada di Manado seperti Binix Cinematography, Komunitas
Film Manado (KoFiMan), dan Manado menjadi tuan rumah perhelatan Festival Film
Indonesia (FFI) pada tahun 2017 lalu. Bahkan, para pelaku perfilman dari manado seperti
aktor atau aktris diperhitungkan oleh rumah produksi besar di Indonesia seperti di Jakarta.
Perkembangan film independen di Manado merupakan bukti keberadaan filmmaker dan
videographer yang bermutu dan siap berkreasi. Namun, kreativitas mereka bisa dikatakan
sangat terbatas karena tidak diimbangi suatu wadah untuk menuangkan kreativitas mereka.
Maka, sangat perlu untuk membuat suatu kompleks studio film yang selain berfungsi
mewadahi kegiatan industri perfilman, namun juga mampu mendukung perkembangan
kreativitas para pelaku perfilman. Dibangunnya studio film ini demi efektivitas kerja serta
efisiensi waktu dan biaya produksi film. Studio film harus sedapat mungkin menampung
segala kegiatan mulai dari pra produksi syuting, sampai tahap penyelesaian akhir (Post –
Production). Idealnya, sarana syuting yang ada di studio haruslah lengkap baik dalam
ruangan (indoor), maupun alam terbuka termasuk sudut-sudut jalan, hutan buatan, danau
buatan, sehingga menjadi benar-benar mirip dengan kota mini.
Pada perancangan Studio film ini nantinya akan mengusung tema Arsitektur Semiotik,
yang merupakan suatu ilmu yang menganggap arsitektur sebagai sebuah sistem tanda dan
mengandung bahasanya sendiri.
Harapan perancangan Studio Film di Manado ini agar para sineas yang mayoritas generasi
muda produktif dapat mengekspresikan kreatifitas bakat dan talenta yang ada sehingga
dengan adanya Studio Film ini dapat meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat bangsa
negara khususnya Sulawesi Utara terlebih Kota Manado, serta dapat meningkatkan
pendapatan daerah serta dalam sektor pariwisata.

Identifikasi Masalah

Studio Film di kota Manado dapat menjadi salah satu penunjang perekonomian di kota ini,
mengingat banyaknya keberagaman budaya dan kekayaan geografi yang dapat di
eksploitasi untuk sumber cerita film, serta banyaknya talenta pelaku perfilman independen
yang belum terekspos bakatnya dikarenakan wadah yang masih belum menunjang.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang sudah diuraikan maka diperoleh
suatu rumusan masalah yaitu:
Bagaimana cara untuk mewadahi para pelaku perfilman dengan menghadirkan Studio Film
yang memiliki fungsi yang menunjang, dan merancang Studio Film sebagai suatu wadah
kreativitas generasi muda produktif agar perfilman lokal independen, kebudayaan dan alam
Kota Manado bisa dikenal secara luas?. Serta bagaimana agar rancangan desain Studio
Film dapat bersinergi dengan tema Arsitektur Semiotik

2
Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari perancangan Studio Film adalah:

Untuk mendesain Studio Film yang mengimplementasikan Arsitektur Semiotik yang


memiliki arti ‘tanda’ yang bersifat suatu hal untuk mengomunikasikan sesuatu yang
berkaitan dengan objek perancangan, Untuk memperkenalkan keberagaman budaya,
kekayaan geografis alam dari Kota Manado melalui gambar bergerak (Film), untuk
memberikan wadah untuk talenta di Kota Manado seperti filmmaker, aktor/aktris, dan
sebagai wadah kreativitas sinematografer / videografer yang ingin membuat Film mengenai
budaya Kota Manado, film dokumenter, film pendek, atau vlog travelling yang
memperkenalkan kekayaan alam Manado.

2. METODE PERANCANGAN
Metode perancangan yang dilakukan meliputi 3 aspek utama yakni Pendekatan
Tematik (Arsitektur Semiotik), Pendekatan Tipologi Objek dan Studi Komparasi,
Pendekatan Studi Literatur, dan Pendekatan Analisis Tapak.
Pendekatan Tematik (Arsitektur Semiotik) Dalam pendekatan ini, dipahami secara
bahasa arsitektural tema yang diambil (Arsitektur Semiotik) sehingga dapat
diimplementasikan kedalam proses perancangan dan aspek – aspek nya.Pendekatan
Kajian Tapak dan Lingkungan
Pendekatan Tipologi Objek dan Studi Komparasi. Pendekatan ini dilakukan
melalui pengidentifikasian dan pendalaman pada objek perancangan. Memahami lebih
mendalam seperti tipologi historis, tipologi geometri, dan tipologi fungsi dari studi
kasus yang didapat agar hasil rancangan tidak keluar dari pemahaman objek.
Pendekatan Studi Literatur. Dalam pendekatan studi literatur, dilakukan
pengumpulan data sekunder, berupa studi kepustakaan yang berkaitan dengan
perfilman, statistik minat perfilman di Indonesia, studi mendalam mengenai tema
Semiotik dalam Arsitektur, dan informasi dari instansi terkait.
Pendekatan Analisa Tapak. Analisis tapak menurut Edward T. White yaitu : pre-
programming, programing, dan post-programing. Dilakukan pendekatan analisa
lokasi, tapak dan lingkungan serta genius loci yang telah ditentukan untuk
mengoptimalkan potensi objek rancangan metode yang diakukan yaitu observasi dan
survei.

3. DESKRIPSI PERANCANGAN
3.1 Definisi Objek Rancangan

Studio : Studio (/stu·dio/) adalah ruang tempat bekerja (bagi pelukis, tukang foto, dan
seba gainya); ruang yang dipakai untuk menyiarkan acara radio atau televisi; tempat
yang dipakai untuk pengambilan film (untuk bioskop dan sebagainya) . Studio bisa
digunakan untuk banyak hal, seperti membuat foto, film, acara TV, kartun, atau musik.
Kata ini berasal dari bahasa Latin studium, yang berarti amat menginginkan sesuatu.
Film : Film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif
(yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan
dalam bioskop) Film, juga dikenal sebagai movie, gambar hidup, film teater atau foto
bergerak, merupakan serangkaian gambar diam, yang ketika ditampilkan pada layar
akan menciptakan ilusi gambar bergerak karena efek fenomena phi. Ilusi optik ini

3
memaksa penonton untuk melihat gerakan berkelanjutan antar objek yang berbeda
secara cepat dan berturut-turut.

Dengan demikian, Studio Film adalah perusahaan yang mendistribusikan film.


Namun, istilah ini merujuk pada lingkungan untuk pembuatan gambar bergerak.
Lingkungan ini bisa dalam ruangan (panggung suara), luar ruangan maupun gabungan
keduanya. Sebagian besar perusahaan (termasuk Amerika Serikat) produksi tidak
pernah memiliki Studio sendiri, namun harus menyewa ruangan fasilitas yang dimiliki
secara independen, yang dalam banyak kasus, tak pernah membuat film sendiri.

3.2 Prospek dan Fisibilitas Objek Rancangan


 Prospek Perancangan.
Memberikan wadah kepada para pelaku dunia perfilman (Filmmaker dan
Videographer) untuk menuangkan kreativitas yang dapat menghasilkan suatu
karya film lokal yang dapat diterima masyarakat Kota Manado maupun
Indonesia, meningkatkan kreativitas generasi muda produktif dibidang seni
perfilman, menjadikan Studio Film sebagai sarana hiburan dan pendidikan bagi
masyarakat Kota Manado, membuka lapangan pekerjaan untuk SDM yang ingin
atau tertarik untuk terjun ke dunia film, dan menambah pemasukan perekonomian
di Manado maupun Sulawesi Utara.

 Fisibilitas Perancangan.
Memberikan Fasilitas yang mumpuni untuk para pelaku dunia perfilman agar
dapat menjadi tempat penyaluran dibidang seni perfilman dan teknologi
informasi, sebagai tempat pembelajaran Masyarakat ataupun generasi muda
produktif yang ingin mendalami dunia perfilman maupun hanya sekedar ingin
mengetahui bagaimana proses pembuatan suatu film, Meningkatkan sarana dan
prasarana agar para pelaku film dapat menjalankan segala aktivitasnya dengan
nyaman, Sebagai wadah agar pelaku perfilman dapat menjalin keakraban satu
sama lain yang juga mempengaruhi suatu proses produksi suatu Film.

3.3 Lokasi dan Tapak


Lokasi yang diusulkan terletak di kota Manado. Secara geografis kota Manado
terletak diantara 124°40' - 124°50' BT dan 1°30' - 1°40' LU. Luas wilayah daratan
adalah 15.726 hektare.
Batas wilayah Kota Manado adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Batas wilayah Kota Manado

Utara Kabupaten Minahasa Utara dan Selat Mantehage

Selatan Kabupaten Minahasa

Barat Teluk Manado

Timur Kabupaten Minahasa

4
Gambar 3.1. Peta Lokasi Makro: Peta Sulawesi, Peta Prov. SULUT, Peta Kota
Manado,
( Sumber : Google image, RTRW Kota Manado)

Gambar 3.2. Peta Lokasi Perancangan Studio Film di Manado


(Sumber : Google Earth, 2018)

Lokasi Tapak berada di Jalan A.A Maramis, Kecamatan Mapanget.


Letak : Berada di kelurahan Mapanget Dua , yang merupakan kawasan
komersial.
Pencapaian : Bisa dicapai dengan kendaraan umum, ataupun kendaraan
pribadi.

Batas Site :
Utara : Transmart Carefour, dan jalan A.A Maramis.
Selatan : Lahan kosong dengan batasan fisik berupa vegetasi .
Timur : Lahan kosong, dengan batasan fisik berupa vegetasi
Barat : Jalan aspal, yakni Jln. Ring Road.

5
4. TEMA
4.1 Asosiasi Logis Tema dan Perancangan

Tema dalam perancangan ini adalah sebagai acuan dasar dalam perancangan arsitektural
dan sebagai nilai keunikan yang mewarnai keseluruhan hasil rancangan. Tema juga dapat
diartikan sebagai koridor dalam pemecahan masalah perancangan. Dalam perancangan
Studio Perfilman di Manado ini tema yang diangkat yaitu “Semiotika Arsitektur” dimana
perancangan objek bangunan ini secara langsung akan berbicara pada audiens oleh karna
tanda-tanda yang diterapkan dalam bangunan/ objek. Sesuai dengan objek perancangan
yaitu Studio Perfilman di Manado, objek ini difungsikan sebagai bangunan yang
memfasilitasi segala kegiatan untuk memproduksi film, serta sebagai wadah kreativitas
bagi pelaku perfilman di Manado. Objek rancangan tersebut menjadi sarat akan makna
karena dengan sendirinya mengandung nilai semiotika secara mendalam. Makna-makna ini
tertuang baik dalam wujud arsitekturnya secara keseluruhan, maupun dalam elemen-
elemen yang ada pada objek rancangan nantinya.

4.2 Kajian Tema secara Teoritis

Semiotik sebagai sebuah ilmu sendiri dikembangkan pertama kali oleh Charles Sanders
Peirce (1839-1914), adapun pemahaman dan pemikiran beliau tentang semiotik mulai
dikenal lebih luas sekitar tahun 1930-an. Secara etimologi istilah semiotik berasal dari
bahasa Yunani yaitu “semeion” yang berarti tanda. Pada dasarnya semiotik dibagi menjadi
3 (tiga) cabang, yaitu :

Semantik. merupakan model semiotik yang menguraikan suatu tanda lewat arti atau makna
yang ingin disampaikan oleh sosok yang menyampaikanya.

Pragmatik, merupakan model semiotik yang menyatakan tentang reaksi umum yang
langsung didapat terkait tentang tanda yang ada.

Sintaksis, merupakan model semiotik yang tersusun dari kombinasi tanda-tanda yang
membentuk makna secara keseluruhan.

Semiotik sendiri terbagi atas 3 aliran menurut Aart Van Zoest, yaitu :

Aliran Semiotik Komunikatif, menyatakan tanda merupakan bagian dari proses


komunikasi, dimana tanda yang dikirim pengirim sama artinya dengan yang diterima
penerima

Aliran Semiotik Konotatif, merupakan aliran yang mempelajari tanda yang hadir secara
tersirat.

Aliran Semiotik Ekspansif, merupakan aliran yang merupakan perkembangan lebih lanjut
dari aliran semiotik konotatif.

Hubungan antara semiotik dan arsitektur sendiri terdapat pada semiotik yang menggunakan
bahasa sebagai media utama dalam menafsirkan tanda, sedangkan tanda adalah hal yang
biasa digunakan arsitektur dalam mewujudkan atau mentransformasikan konsepnya.
Dalam aktualisasinya sendiri bentuk Arsitektur selalu menjadi objek atau referensi dari
sebuah tanda.

6
5. ANALISA PERANCANGAN
5.1 Analisis Program Dasar Fungsional

Studio Perfilman merupakan satu wadah yang digunakan oleh masyarakat pelaku perfilman
untuk berkreasi. Sasaran utama dari pengguna objek itu sendiri adalah.

Pelaku kegiatan produksi tetap. orang – orang yang terlibat dalam proses produksi.
Pelaku ini bersifat tetap, selalu ada di dalamnya.

Pelaku kegiatan produksi tidak tetap. para artis yang bermain dalam film yang di
produksi.

Pelaku pengunjung. orang – orang yang datang untuk melihat pameran, mengikuti
seminar / workshop, dan mengikuti pelatihan membuat film. Pelaku ini bersifat tidak tetap,
jumlahnya berubah – ubah.

Secara garis besar, ada 3 (tiga) fungsi utama yang dapat diidentifikasikan, yaitu:

Fungsi utama: merupakan fungsi pokok objek yang bekaitan dengan mengapa objek harus
dibangun:

Fungsi produksi film


Fungsi ini berkaitan dengan proses pembuatan film seperti Pra Produksi, Produksi,
dan Pasca Produksi

Fungsi penunjang: merupakan fungsi yang menunjang atau melengkapi kegiatan utama.
Fungsi penunjang tersebut terbagi antara 2 (dua) sub-fungsi, yaitu:

Fungsi komersial
Fungsi komersial merupakan fungsi pendukung yang menyediakan layanan jasa
sewa tempat untuk kegiatan berdagang, baik oleh pihak pengelola maupun pihak
swasta, serta berguna untuk memenuhi beberapa kebutuhan pengunjung Studio Film.

Fungsi edukatif
Fungsi ini merupakan wadah untuk mendalami perfilman dengan lebih spesifik. Baik
mengadakan pelatihan untuk filmmaking ataupun seminar mengenai perfilman.
Fungsi edukatif ini bertujuan sebagai upaya memperkenalkan karya audio visual itu
sebagai edukasi.

Fungsi pengelola: Fungsi ini yang mewadahi kegiatan manajemen dan operasional dari
Studio Film, serta kegiatan service.

Berdasarkan fungsi yang ada, aktivitas yang dapat ditampung di Studio Film adalah sebagai
berikut:

• Pembuatan Film
• Seminar perfilman
• Gathering Komunitas Film
• Pelatihan dasar Perfilman
• Workshop
• Kegiatan Administratif

7
6. Analisis Tapak dan Besaran Ruang

6.1 Besaran ruang

Berikut ini adalah hasil total kapasitas ruang pada perancangan Studio Perfilman :

Tabel 6.1 Tabel besaran ruang

KELOMPOK AKTIVITAS RUANG LUASAN (m²)


PENGELOLA (PIMPINAN DAN 1670 m²
STAFF)
PRODUKSI SOUNDSTAGE 6024 m²
WORKSHOP 1916 m²
PASCA PRODUKSI 2656 m²
EDUKASI DAN REKREATIF 5169 m²
SERVIS 606 m²
LAHAN PARKIR 2745 m²
TOTAL LUAS LANTAI 20.746 m²

6.2 Analisis daya dukung dan lokasi tapak

Luasan Site :
Total Luas Site = 23.000 m²
FAR / KLB = 150 %
TTL = TLS x FAR 150 %
= 23.000 m² x 150 %
= 34.500 m²
BCR/KDB = 40 %
LLD = BCR 40 % x TLS
= 9.200 m²
KB = KLB / KDB
= 34.500m² x 9.200 m² Gambar 6.1 Daya dukung tapak site terpilih
= 3,75 (4 Lantai)
Sumber : Penulis, 2019
Rg. Luar (50%) = TLS x 50 %
= 11.500 m²
KDH = Rg. Luar x 20 %
= 2.300 m²

Gambar 6.2 Analisis Site


Sumber : Penulis, 2019

8
7. Hasil Perancangan

Konsep Gubahan Massa

Dalam konsep perancangan gubahan massa studio film di manado, diambilnya bentukan
berdasarkan ilmu semiotik simbol yakni roll film dan kamera film yang digabung dan
ditransformasikan agar memberikan efek dualitas makna semiotik ikonik.

Gambar 7.1 Konsep Gubahan Massa


Sumber : Penulis, 2019

Konsep Sirkulasi dan Entrance

Gambar 7.2 Konsep Sirkulasi dan Entrance


Sumber: Penulis. 2019

Untuk konsep sirkulasi tapak menggunakan 2 entrance dan 2 pintu keluar. Adapun
pengunaan 2 jalan entrance dan 2 pintu keluar dimaksudkan agar mudah di akses dari 2
jalur berbeda yaitu dari jalan A.A Maramis dan dari jalan Ring Road Manado. Panah hitam
sendiri merupakan simbol yang menandakan jalur sirkulasi kendaraan pada tapak,
sedangkan untuk pejalan kaki disediakan pedestrian berupa trotoar pada setiap samping
jalan batas tapak dan jalan setapak dengan material perkerasan sebagai jalan setapak
penghubung antara lokasi yang satu dengan lainnya terutama pada daerah terbuka hijau.

9
Konsep Struktur dan Konstruksi

Gambar 7.3 Konsep Struktur dan Konstruksi


Sumber : Penulis, 2019

Konsep Aplikasi Tema

Dalam penerapan konsep semiotik dalam objek perancangan, perancang menggunakan


pendekatan segitiga semiotik dalam implementasi konsep perancangan, berikut ini
merupakan tabelnya.

Tabel implementasi tema perancangan

Fungsi
Signified Signifier Nyata Sifat Implementasi dalam rancangan
Benda

Proses
Gubahan
Film Pembuatan
Massa Gambar 7.4 Kamera dan Roll Film Sebagai
Film gagasan awal bentuk
Sumber : Penulis, 2019

Dalam konsep perancangan gubahan


massa studio film di manado,

10
diambilnya bentukan berdasarkan ilmu
semiotik simbol yakni roll film dan
kamera film yang digabung dan
ditransformasikan agar memberikan
efek dualitas makna semiotik ikonik.

Gambar 7.5 Konsep Penataan ruang dalam


Sumber : Penulis, 2019

Dalam film tertentu, ada film yang


Penataan
Alur cerita memiliki alur cerita yang complicated
Storytelling ruang
film dan tidak dapat dimengerti oleh
dalam
sebagian penonton. Oleh karena itu, alur
ceritanya seiring durasi berjalannya film
semakin mengecil agar penonton dapat
mengikuti alurnya. Sama halnya dengan
penataan denah per lantai, dari lantai
dasar yang besar hingga lantai teratas
yang semakin mengecil yang
merepresentasikan suatu gedung studio
film.

11
Konsep Ruang luar

Gambar 7.6 Konsep Ruang Luar


Sumber : Penulis, 2019

Secara garis besar ruang luar dapat dibagi menjadi 2 yaitu, Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH), umumnya RTH dimanfaatkan sebagai taman
untuk berkumpul maupun lahan konservasi, dan RTNH di hadirkan dalam bertuk lahan
parkir dan plaza.

12
8. Finalisasi Perancangan

Berikut ini adalah finalisasi desain dari hasil perancangan pada Studio Perfilman di
Manado :

Gambar 7.7 1.Site plan 2. Layout Plan 3. Denah – denah bangunan


Sumber : Penulis, 2019

Gambar 7.8 Tampak Bangunan dan Tapak, Potongan Bangunan dan Site
Sumber: Penulis, 2019

13
Gambar 7.9 Isometri Struktur, Potongan Orthogonal, Spot Interior, Eksterior dan
Perspektif bangunan
Sumber: Penulis, 2019

8. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Berdasarkan pada proses dan hasil perancangan, penggunaan semiotik pada perancangan
Studio Film ini merupakan sesuatu yang berarti dengan penggunaan “tanda” dan “makna”.
Mengingat dalam kegiatannya, mulai dari proses pembuatan film itu sendiri hingga dapat
dinikmati oleh khalayak penikmat film. Peralatan dan aspek pada bangunan yang
digunakan diharapkan dapat menjadi iconic regional pada perancangan objek.

Saran
Arsitektur Semiotik berpengaruh terhadap perasaan dan panca indera manusia. Hasil karya
arsitektur yang indah dan baik dapat dirasakan dan dinikmati oleh pengamat yang adalah
pengguna hasil karya arsitektur

Dalam perancangan studio film, diharapkan beberapa aspek di atas dapat di terapkan
berdasarkan teori semiotika yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Barthes, Roland. 1986. Structuralism and Semiotics. Hill and Wang. New York.
Broadbent, Geoffrey. 1980. Signs, Symbol, and Architecture. John Willey & Sons. New
York
Ching, Francis D. K. 1991. Arsitektur, Bentuk, Ruang dan Susunannya. Erlangga, Jakarta.
Dariwu, Claudia & Rengkung, Joseph. 2002. Kajian Semiotika dalam Arsitektur
Tradisional Minahasa. Jurnal Arsitektur Daseng Vol. 1 No. 1
Jencks, Charles. 1977. The Language of Post-Modern Architecture. Academy Editions.
London
Kristiandi, dkk. 2016. Panduan Pendirian Usaha Film. Bekraf. Surakarta
LoBrutto, Vincent. 2002. The Filmmaker’s Guide to Production Design. Allworth Press.
New York
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitektur Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Noth, Winfried. 1990. Handbook of Semiotics. B. Metzlersche Verlagsbuchhandling.
Stuttgart
Primanti, H.R. 2012. Studio Film di Yogyakarta. Tugas Akhir Sarjana Strata – 1 Teknik
Arsitektur Universitas Atma Jaya. Yogyakarta
Shyles, Leonard. 2007. The Art of Video Production. Sage Production. California

14

Anda mungkin juga menyukai