‘’ KOLINERGIK‘’
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
BP : 1804021
KELAS : A
2019
BAB I
PEMBAHASAN
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Memahami anatomi dan fisiologi sistem
saraf otonom berguna memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf
simpatis maupun parasimpatis.
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari
sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII,
IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan
keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus
(saraf kranial X). Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya
diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan
perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan maupun
penurunan aktivitas.
Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi refleks otonom
kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual, refleks otonom lainnya
meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung
empedu, ekskresi urin pada ginjal, berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar
fungsi viseral lainnya.
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis adalah bagian sistem saraf perifer motorik
yang bertanggungjawab untuk hemostatik. Kesatuan sistem saraf simpatis dan parasimpatis
disebut Sistem Saraf Otonom (SSO). SSO menginervasi motorik semua organ lain kecuali
otot skeletal yang diinervasi oleh Sistem Saraf Somatis (SSS). Sistem saraf simpatis dan
parasimpatis bekerja dengan saling berinteraksi satu dengan yang lain yang biasanya
berlawanan untuk mempertahankan keberlangsungan hemostatik tubuh.
BAB II
TEORI
Sistem saraf parasimpatis adalah bagian saraf otonom yang berpusat dibatang otak dan
bagian kelangkang sumsum belakang yang mempunyai dua reseptor terhadap reseptor
muskarinik dan reseptor nikotik.
Sistem saraf parasimpatis memiliki badan sel neuron preganglion di batang otak dan segmen
sakralis medula spinalis. Mesencepalon, pons, dan medula oblongata yang terdapat pada
batang otak memiliki nucleus otonom yang mengirm perintah motorik ke nervus kranialis
(CN) III, VII, IX, dan X (tabel 2.2) sedangkan pada segmen sakralis nucleus otonomnya
berada pada gray horns pada S2-S4.3,4
Serabut preganglion parasimpatis memiliki ukuran yang sangat panjang sedangkan serabut
postganglionnya pendek. Hal ini disebabkan oleh karena ganglia pada sistem saraf simpatis
terdapat di dalam (ganglion intramural) atau dekat (ganglion terminal) dengan organ target.
Serabut preganglion divisi parasimpatik tidak berbeda jauh seperti divisi simpatis, dimana
satu serabut preganglion dapat bersinaps pada enam sampai delapan neuron ganglion. Hanya
berbeda dengan serabut postganglion simpatis, serabut postganglion parasimpatis
mempengaruhi organ yang sama. Hanya saja, berbeda dengan divisi simpatis ganglion
parasimpatis memiliki target organ spesifik sehingga efek stimulasi parasimpatis lebih
terlokalisir.
Tabel 2.2 Distribusi nervus kranialis sistem saraf parasimpatis Nervus kranialis Nukleus
(lokasi) Ganglion Target jaringan
Nervus vagus 75 % merupakan aliran parasimpatis, cabang nervus vagus banyak yang
bergabung dengan serabut postganglion simpatis membentuk pleksus. Serabut preganglion
pada segmen sakralis pada medula spinalis tidak memasuki nervus spinalis, namun serabut
preganglion membentuk nervus pelvik, dimana serabut tersebut menginervasi ganglia
intramural pada dinding ginjal, kandung kemih, porsio terminal usus besar dan organ seks
Vesikel pada presinap saraf terminal mengeluarkan ACh ke celah sinap saat Ca2+ di
sitosol meningkat yang merupakan respon terhadap adanya potensial aksi. Meskipun pada
semua sinaps (neuron ke neuron) dan sambungan neuromuscular dan neuroglandular (neuron
ke efektor) pada divisi parasimpatis menggunakan transmitter yang sama, terdapat dua tipe
reseptor ACh di membrane postsinaps:
Nama nikotik dan muskarinik berasal dari penemu yang menemukan bahwa racun
lingkungan yang berbahaya yaitu nikotin dan muskarin berikatan dengan reseptor tersebut.
Reseptor nikotinik mengikat nikotin, dimana tanda dan gejala keracunannya menggambarkan
aktivasi otonom secara luas yaitu muntah, diare, tekanan darah yang tinggi, denyut jantung
yang cepat, berkeringat, dan hipersalivasi dan dapat terjadi konvulsi karena SSS juga
terstimulasi. Sedangkan, tanda dan gejala keracunan muskarin hampir terbatas pada divisi
parasimpatis saja.
KESIMPULAN
Divisi parasimpatis meliputi nukleus motor viseral yang berhubungan dengan nervus
kranialis III, VII, IX dan X dan segmen sakralis S2–S4. Neuron ganglionik parasimpatis
terdapat di dalam atau dekat dengan organ target. Hal ini menyebabkan aktivasi parasimpatis
mengaktifkan respon yang spesifik pada organ atau bagian organ tertentu. parasimpatis terdiri
dari reseptor nikotinik dan muskarinik, dimana persebarannya menyebabkan perbedaan efek.
Sistem saraf parasimpatis adalah bagian saraf otonom yang berpusat dibatang otak dan
bagian kelangkang sumsum belakang yang mempunyai dua reseptor terhadap reseptor
muskarinik dan reseptor nikotik. Fungsinya Memperlambat denyut jantung,Menurunkan
tekanan darah,Meningkatkan sekresi ludah dan gerak alat pencernaan,Menurunkan sekresi
adrenalin,Memacu sekresi empedu,Mengecilkan pupil,Memperkecil bronkus paru-paru saat
tubuh dalam keadaan istirahat,Merangsang pembentukan urine,Mengembangkan kulit
rambut,Mempersempit pembuluh darah,Mempercepat kontraksi pada kandung
kemih,Mempercepat prduksi air liur,Mendukung sintesis glikogen (hormone pemecah
glukosa otot),Merangsang aktivitas kelenjar kelamin,Mempercepat gerakan peristaltik
usus,Memperlebar diameter pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah ke sistem
pencernaan, sehingga mendukung kerja usus dalam mencerna makanan,Membatasi aliran
darah ke otot rangka dan paru-paru
Barret KE, Barman S, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s Review of Medical Physiology. 23th
ed. AS:McGraw-Hill. 2010.
Guyton, A. Guyton & Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed-11. Jakarta:EGC,2007.
Martini, FH. Fundamentals of anatomy & Physiology seventh edition. San Fransisco:
Pearson, 2006.
Shier D, Butler J, Lewis R. Hole’s Essential of Human anatomy & Physiology Eleventh
Edition. New York: Mc-Graw Hill;2009.
Tanner GA, Rhoader RA. Medical Physiology. 2nd ed. Lippincott William & Wilkins, 2003
Despopoulos A, Silbernagl S. Good Color Atlas of Physiology. 5th ed. NY: Thieme. 2003
Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, et al., editors. Neuroscience. 2nd edition. Sunderland
(MA): Sinauer Associates; 2001. The Parasympathetic Division of the Visceral Motor
System. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11149/
Indra, I. Aktivitas Otonom. Aceh: Junal Kedokteran Syiah Kuala. Vol 12 (12);2012.
Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Moore PK (2003). "Ch. 10".Pharmacology (5th ed.). Elsevier
Churchill Livingstone. p. 139.