Anda di halaman 1dari 45

FARMAKOLOG

I
Kelompok 3
Anggota Kelompok

 20011092 ISAURA MURDIYAH PUTRI


 20011100 LUTHFIYAH MUTIARA HASANAH
 20011104 MELI JULIANI
 20011108 MIFTAHUL JANNAH
 20011112 MIFTAHURRAHMAH
 20011116 MUHAMAD FADILLAH
 20011120 MUTIARA PUTRI TEZSA
 20011123 NABILA SUKRI
 20011124 NABILAH MASYHURAH
 20011128 NAJMIL KHAIRA
FARMAKOLOGI
SISTEM
SARAF
SISTEM SARAF
 Adalah : Serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf.
Dalam sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur.
Diatur oleh sistem saraf dalam 3 cara utama :
1. Input sensorik
2. Aktivitas integratif
3. Output motorik
 Struktur sistem saraf
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf yang terdiri dari otak dan medulla spinalis (sum sum tulang belakang) yang dilindungi kranium dan
kanal vertebratal
b. Sistem saraf perifer
Sistem ini terdiri dari saraf kranial, dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan
reseptor dan efektor. Secara fungsional, system saraf perifer terbagi atas :
1. Saraf aferen (sensorik) : mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
2. Saraf eferen (motorik) : mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar. System ini memiliki dua sub
divisi, yaitu divisi somatik dan divisi otonom
PEMBAGIAN SARAF OTONOM

Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang


berperan dalam homeostatis. Kecuali otot rangka, yang
mendapat persarafan dari sistem saraf somatomotorik,
persarafan ke semua organ lain diberikan oleh SSO. Ujung saraf
terletak di otot polos (misalnya pembuluh darah, dinding kanal
cerna, kandung kemih) , otot jantung dan kelenjar (misalnya
kelenjer keringat dan kelenjer liur).
Sistem saraf otonom memiliki dua cabang :

1. Sistem saraf simpatis

Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu
tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga, cemas
dan lainlain, pada keadaan ini terjadi peningkatan penggunaan energi atau
katabolisme. Sistem saraf simpatis disebut juga sistem saraf torakolumbar,
karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke 1 sampai
dengan ke 12. Pusat saraf simpatis berada dibagian medula spinalis bagian
torakal dan lumbal.

Peningkata aktifitas simpatis memperlihatkan :


• Kesiagaan meningkat
• Denyut jantung meningkat
• Pernafasan meningkat
• Tonus otot otot meningkat
• Gerakan saluran cerna menurun
• Metabolisme tubuh meningkat
2. Saraf parasimpatis

Pada saraf parasimpatis ini terjadi penyimpanan energi/anabolisme dan terlihat


apabila individu sedang istirahat. Saraf parasimpatis disebut juga dengan sistem
saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah
sakral. Pusat parasimpatis berada dibagian medula oblongata dan medula spinalis
bagian sacral.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
a. Kesiagaan menurun
b. Denyut jantung melambat
c. Pernafasan tenang
d. Tonus otot otot menurun
e. Gerakan saluran cerna meningkat
f. Metabolisme tubuh menurun
RESEPTOR SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS
SERTA DISTRIBUSINYA
1. Simpatis
Terdapat 2 kelas reseptor simpatis yang umum, yaitu : reseptor alfa dan reseptor beta.
Reseptor alfa dan beta adalah reseptor dengan protein G, dimana efek stimulasi pada reseptor
tersebut tidak sama diseluruh tubuh, tergantung produksi jenis second messenger yang
dihasilkan.
 
Stimulasi reseptor alfa mengaktivasi enzim didalam membran sel. Terdapat dua tipe reseptor
alfa, yaitu :
● Alfa-1 :
Fungsinya adalah pelepasan ion kalsium dari cadangan diretikulum endoplasma yang
menyebabkan efek eksitatori pada sel target.
● Alfa-2 :
Fungsinya adalah menghasilkan penurunan kadar cyclic-AMP (cAMP) umumnya reseptor A2
terdapat di presinap yang disebut auto reseptor
Reseptor Beta adalah reseptor dengan protein G yang menstimulasi
peningkatan kadar cAMP intrasel setelah neurotransmitter berikatan
dengan reseptor. Reseptor ini berlokasi di membran sel pada banyak organ,
sel ini juga terbagi tiga. Yaitu :

● Beta-1
Reseptor beta-1 lebih dominan di jantung. Umumnya stimulasi reseptor ini
akan meningkatkan aktifitas metabolisme atau eksitasi.
● Beta-2
Reseptor beta-2 lebih tersebar luas didalam tubuh. Reseptor ini
menyebabkan inhibisi sebagai contoh memicu relaksasi otot polos
sepanjang jalur pernafasan
● Beta-3
Reseptor ini terdapat dijaringan lemak, stimulasinya menyebabkan lipolisis,
penghancuran trigliserid yang disimpan dalam adiposit.
Distribusinya :
2. Parasimpatis
Terdapat dua tipe reseptor

Reseptor Reseptor muskarinik


nikotinik
Reseptor ini berlokasi di ganglia Reseptor ini dijumpai pada semua sel efektor yang
otonom pada sinaps antara dirangsang oleh neuron kolinergik postganglion
neuron preganglion dan baik oleh sistem saraf simpatis maupun
postganglion parasimpatis dan parasimpatis.
simpatis. Saat ACh berikatan Reseptor ini memiliki protein G dan stimulasinya
dengan reseptor terjadi influx menghasilkan efek yang lebih lama dibandingkan
cepat Na+ dan Ca2+ dan eksitasi stimulasi yang disebabkan oleh reseptor nikotinik.
potensial postsinal yang cepat, Reseptor muskarinik terdiri dari beberapa tipe.
yang kemudian memicu potensial Yaitu, M1 sampai M5
aksi postsinap.
Distribusinya :
NEUROTRANSMITTER SARAF SIMPATIS DAN
PARA SIMPATIS

Neurotransmitter adalah senyawa organik endogenus


membawa sinyal diantara neuron. Neurotransmitter terbungkus
oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan
datangnya potensial aksi. Fungsi neurotransmitter dalam
bentuk zat kimia bekerja sebagai penghubung antara otak
keseluruh jaringan saraf dan pengendalian fungsi tubuh.
Neurotransmitter saraf simpatis dan parasimpatis adalah
asetilkolin
RESPON TERHADAP AKTIVASI DAN INHIBISI RESEPTOR
SISTEM SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS
● RESPON SIMPATIS
Stimulasi neuron preganglion simpatis menghasilkan ACh yang kemudian menstimulasi serabut postganglion
simpatik. Serabut postganglionik tersebut akhirnya akan menghasilkan NE, atau E pada medula adrenal. Terminal
serabut postsinaps berupa jaringan telodendria yang membentuk varikositas disepanjang atau dekat permukaan
sel efektor untuk kontak sinaps dengan efektor sel. Varikosa yang menyerupai untaian mutiara ini juga
merupakan tempat NE yang merupakan neurotransmitter yang paling banyak dilepaskan oleh postganglion
simpatis disintesa dan disimpan. Ujung saraf postganglion secara aktif menangkap L-tyrosin di celah sinaps untuk
diubah menjadi dopamin dan akhirnya menjadi NE. Neuron simpatis disebut neuron adrenergic karena
neurotransmitter yang dihasilkan kebanyakan adalah NE, meskipun demikian, terdapat sedikit neuron ganglionik
simpatis yang melepaskan neurotransmitter lain namun memainkan peranan yang penting. NE dan atau E yang
dilepaskan oleh neuron simpatis akan ditangkap oleh reseptor adrenergik yang akan menyebkan efek tertentu
pada sel target. NE yang di lepaskan varikosa mempengaruhi targetnya sampai NE diabsorbsi kembali oleh
varikosa dan selanjutnya dapat digunakan kembali (70%) atau sampai NE dihancurkan oleh enzim
monoaminoksidase (MAO) ataupun catechol-O methyltransferase (COMT) di jaringan sekitarnya. Difusi NE dari
celah sinaps ke darah juga akan menyebabkan deaktivasi NE pada celah sinaps. Secara umum, efek NE pada
membran postsinaps menetap selama beberapa detik, lebih lama daripada efek Ach yang hanya mencapai 20
milidetik.
• RESPON PARASIMPATIS

Semua neuron parasimpatis melepaskan ACh sebagai neurotransmitter. Efeknya


pada sel postsinaps sangat bervariasi, tergantung tipe reseptor atau sifat second
messenger yang terlibat. Neuromuskular dan neuroglandular junction sistem
saraf parasimpatik kecil dan memiliki celah sinaps yang sempit. ACh disintesis
di sitoplasma saraf terminal. Efek stimulasinya adalah jangka pendek . karena
langsung diinaktivasi oleh asetilkolinesterase pada sinaps. ACh yang berdifusi ke
jaringan sekitar akan diinaktivasi oleh enzim kolinesterase jaringan.

1234567890
QWE R T Y U I OP
A S D F GH J KL
Z XCVB NM
KLASIFIKASI OBAT YANG MEMPENGARUHI
SISTEM SARAF OTONOM

● Terdapat banyak tempat atau bagian dimana obat-obat otonom dapat bekerja.
Tempat-tempat yang berfungsi seperti SSP (sistem saraf pusat) yang
merupakan pusat fasomotor, ganglia, terminal saraf pra dan pasca ganglion
(misal : sintesis, penyimpanan, dan pelepasan transmiter) reseptor pada sel efektor
dan mekanisme yang melibatkan terminasi kerja transmiter (misal : metabolisme
atau ambilan kembali).
Klasifikasinya :
Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi SSO dapat digolongkan menurut jenis efek
utamanya, yaitu golongan :
1. Adrenergik (simpatomimetik), yang mempunyai efek mirip dengan perangsangan
aktifitas saraf simpatik.
2. Penghambat adrenergik (simpatolitik) yang mempunyai efek menghambat aktifitas
susunan saraf simpatik.
3. Kolinergik (parasimpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan peningkatan
aktifitas susunan saraf parasimpatik
4. Penghambat kolinergik (parasimpatolitik) yang mempunyai efek penghambat aktivitas
susunan saraf parasimpatik
5. Obat ganglion dengan efek merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion.
PENJELASAN PROFIL FARMAKOLOGI (Efedrin,
Terazosin, Atropin, Pilokarpin)
1. Efedrin

● Farmakodinamik
Efedrin secara langsung berperan sebagai agonis pada reseptor alfa adrenergik dan beta
adrenergik, serta secara tidak langsung menyebabkan pelepasan norepinefrin pada persarafan
simpatis. Hal ini menyebabkan efek peningkatan tekanan darah, denyut jantung, cardiac output
serta peningkatan resistensi perifer.
Selain itu, stimulasi pada reseptor alfa adrenergik yang terdapat pada sel otot polos vesika
urinaria menyebabkan peningkatan tahanan terhadap pengeluaran urin. Aktivasi reseptor beta
adrenergik di saluran napas dan paru menyebabkan bronkodilasi. Efedrin juga bekerja sebagai
stimulan pada korteks serebri dan pemberian topikal dapat menyebabkan dilatasi pupil. [1-6]
• Farmakokinetik
Pada pemberian oral, efedrin diserap dengan baik melalui gastrointestinal. Durasi kerja sediaan oral
berkisar 3-6 jam.

• Absorpsi
Efedrin diabsorpsi hampir seluruhnya melalui jalur gastrointestinal. Waktu paruh berkisar antara 2,5-3,6
jam, dengan durasi kerja 3-6 jam. Onset obat sangat cepat jika diberikan secara intravena, dan berkisar 10-
20 menit setelah pemberian intramuskular.

• Distribusi
Efedrin diekskresikan secara ekstensif ke seluruh tubuh, termasuk ke air susu ibu. Efedrin dapat
berakumulasi di hepar, paru, ginjal, limpa, dan otak.

Metabolisme
Efedrin dimetabolisme di hepar secara minimal. Metabolit yang dihasilkan berupa asam benzoat, hippuric
acid, norefedrin, dan p-hidroksiefedrin (inaktif).

• Eksresi
Efedrin dieksresikan melalui urin sebanyak 95% dalam 24 jam. Tetapi, ekskresi efedrin tergantung pada
pH urin dikarenakan adanya grup yang terionisasi pada kondisi asam. Pada kondisi basa, ekskresi urin
dapat berkurang hingga 20-30% dosis. [1,5-7]
2. Terazosin

● Senyawa ini secara khusus memblok alpha1 dengan efek minimal pada alpha2; hal ini mengakibatkan
penghambatan postsynaptic peripher, dengan akibat menurunkan arterial tone. Terazosin merelaksasi
otot halus pada leher kandung urin (bladder neck), sehingga menurunkan obstruksi kandung urin.
Secara umum, reseptor α1-adrenergik memediasi kontraksi dan pengembangan hipertrofik sel otot
polos. α1-Reseptor merupakan reseptor domain 7-transmembran berikatan dengan protein G, Gq / 11.
Tiga subtipe α1-reseptor, yang berbagi sekitar 75% homologi dalam domain transmembran mereka,
telah diidentifikasi: α1A (kromosom 8), α1B (kromosom 5), dan α1D (kromosom 20). Terazosin adalah
antagonis reseptor α1-pertama untuk menunjukkan selektivitas terhadap α1A-reseptor. Ketiga subtipe
reseptor tampaknya terlibat dalam menjaga tonus pembuluh darah. α1A-reseptor mempertahankan
tonus pembuluh darah basal sementara reseptor α1B- menengahi efek vasocontrictory eksogen α1-
agonis. Aktivasi α1-reseptor mengaktifkan protein Gq, yang menghasilkan stimulasi intraselular
phospholipases C, A2, dan D. Hal ini menyebabkan mobilisasi Ca2 + dari intraseluler, aktivasi mitogen-
diaktifkan kinase dan PI3 jalur kinase dan vasokonstriksi berikutnya.
Terozosin menghasilkan efek farmakologis yang dengan
menghambat aktivasi α1A-reseptor. Penghambatan reseptor
dalam pembuluh darah dan prostat menghasilkan relaksasi otot,
penurunan tekanan darah dan meningkatkan aliran urin pada
gejala benign prostatic hyperplasia.
Mengurangi resistensi pembuluh darah perifer dan BP sebagai
akibat dari efek vasodilatasi; memproduksi dilation baik arteri
dan vena.
Mengikat reseptor α1-adrenergik dalam prostat dan trigonum
kandung kemih, yang mengakibatkan penurunan resistensi
outflow kemih pada laki laki.
Dapat meningkatkan profil lipid serum ke batas tertentu
(misalnya, peningkatan kecil di HDL / rasio kolesterol total;
penurunan kecil dalam LDL, kolesterol total, trigliserida dan
konsentrasi).
3. Antropin
Farmakodinamik
Atropin menghalangi aksi muskarinik dari asetilkolin pada:
 Struktur jaringan, yang diinervasi oleh persarafan kolinergik post ganglion Otot polos, yang respon
terhadap asetilkolin endogenus
 
Mekanisme kerja utama atropin adalah sebagai zat antagonisme yang kompetitif, dimana dapat diatasi
dengan cara meningkatkan konsentrasi asetilkolin pada lokasi reseptor dari organ efektor. Contohnya
adalah dengan menggunakan zat antikolinesterase, yang menginhibisi destruksi enzimatik dari
asetilkolin.
 
Reseptor-reseptor, yang diantagonisir oleh atropin, adalah struktur jaringan perifer, yang distimulasi,
atau diinhibisi oleh muskarin, seperti kelenjar eksokrin, otot polos, otot kardiak.
 
Efek kerja atropin, pada jantung, intestinal, dan otot bronkial, adalah lebih poten, dan durasinya lebih
panjang, dibandingkan dengan efek kerja skopolamin (suatu isomer atropin). Namun, aksi atropin, pada
badan siliar, iris, dan kelenjar sekretori tertentu, lebih lemah dari skopolamin.
Farmakokinetik
Berikut adalah farmakokinetik obat atropin, yaitu mengenai absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi obat :
 
Absorpsi 
Absorpsi atropin per oral terjadi di traktus gastrointestinal. Onset kerja atropin oral dalam waktu satu jam, dan durasi
kerja sekitar 4 jam. Bioavailabilitas obat 90%. Konsentrasi puncak obat dalam plasma darah adalah satu jam. Pada
pemberian secara injeksi intravena, atropin akan segera hilang dalam darah, dengan efek kerja dalam waktu 3 menit.
Sedangkan, konsentrasi puncak obat atropin dalam darah, pada pemberian injeksi secara intramuskular terjadi sekitar
30 menit.
 
Distribusi
Distribusi atropin injeksi adalah ke seluruh jaringan tubuh. Ikatan protein dengan atropin dalam plasma darah adalah
sekitar 44%. Atropin dapat melewati sawar plasenta, dan memasuki sirkulasi fetus, namun tidak ditemui dalam cairan
amnion.
 
Metabolisme
Atropin terutama dimetabolisme di hepar. Metabolit utama yang dihasilkan adalah noratropine, atropine-n-oxide, tropine,
dan tropic acid. Metabolisme atropin dapat diinhibisi oleh zat pestisida, seperti organofosfat. Sebagian besar obat
didestruksi oleh enzim hidrolitik.
 
Eksresi 
Waktu paruh atropin, setelah diabsorpsi adalah sekitar 2‒3 jam dalam plasma darah. Waktu paruh eliminasi atropin
adalah lebih dari dua kali lipat pada anak dibawah usia dua tahun, dan lanjut usia, usia >65 tahun, dibandingkan dengan
populasi usia lainnya. Sekitar 13% hingga 50% obat yang masuk ke dalam tubuh, akan diekskresikan ke dalam urine,
dalam bentuk yang tidak diubah. Ekskresi obat juga terjadi ke dalam air susu ibu.
4. Pilokarpin
● Farmakodinamik 
Farmakodinamik dari pilocarpine sebagai senyawa kolinergik yang bekerja secara langsung dengan efek
parasimpatomimetik melalui stimulasi reseptor muskarinik dan otot polos termasuk otot sfingter iris dan otot
siliaris (bila diberikan secara topikal ke mata) dan kelenjar sekretori. Kontraksi dari otot siliaris menyebabkan
peningkatan ketegangan pada scleral spur dan pembukaan trabecular meshwork spaces untuk memfasilitasi
aliran keluar dari aqueous humor sehingga mengurangi resistensi aliran keluar dan TIO. Selain itu, pilocarpine
juga memiliki efek miosis melalui kontraksi otot sfingter iris yang dapat mengurangi penyempitan dan penutupan
sudut aposisi sehingga menurunkan TIO pada tipe glaukoma sudut tertutup tertentu.

● Farmakokinetik
Farmakokinetik pilocarpine dengan pemberian secara oral terdiri dari aspek absorpsi, distribusi, metabolisme
dan eliminasi obat. Pilocarpine tersedia dalam bentuk sediaan gel, tetes mata, dan tablet. Pemberian pilocarpine
secara topikal memiliki penetrasi yang baik dengan onset terjadinya miosis dimulai 15-30 menit dan penurunan
TIO dengan onset 60 menit setelah aplikasi topikal serta durasi miosis berlangsung selama 4-8 jam dan
penurunan TIO selama 4-12 jam. Sedangkan, efek puncak pilocarpine pada glaukoma berlangsung antara 2-4 jam
setelah pemberian secara topikal dan berlangsung selama 12-24 jam.
● Absorbsi
Pemberian pilocarpine hydrochloride secara oral pada xerostomia dengan dosis tunggal 5 mg dan 10
mg, memiliki onset aliran saliva terjadi pada 20 menit (individu sehat) sampai 1 jam (individu dengan
kanker kepala dan leher), respon puncak aliran saliva diamati pada 1 jam, dan durasi kerja bertahan
selama lebih dari 10 jam.

Dalam studi farmakokinetik pada individu sehat berjenis kelamin pria, didapatkan pemberian
pilocarpine hydrochloride secara oral dengan dosis 5 dan 10 mg sebanyak 3 kali sehari selama 2 hari,
memiliki nilai Cmax masing-masing 15 dan 41 nanogram/ ml dengan waktu untuk mencapai
konsentrasi puncak masing-masing pada 1,25 dan 0,85 jam. Diketahui bahwa terjadi penurunan tingkat
penyerapan pilocarpine yang diberikan secara oral, jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan tinggi
lemak.

Pada penelitian yang melibatkan 12 individu sehat (laki-laki) yang konsumsi pilocarpine oral
bersamaan dengan makanan tinggi lemak menunjukkan penurunan tingkat penyerapan dengan Tmax
rata-rata masing-masing 1,47 dan 0,87 jam dalam keadaan makan dan puasa serta Cmax rata-rata
masing-masing 51,8 dan 59,2 nanogram/mL dalam keadaan makan dan puasa.
● Distribusi
Pilocarpine tersebar luas ke jaringan tubuh dengan volume distribusi sebesar 2,1 L/ kg. Pilocarpine tidak
terikat pada protein plasma pada konsentrasi mulai dari 5-25.000 nanogram/ ml.

● Metabolisme
Pilocarpine dimetabolisme menjadi pilocarpic acid oleh serum esterase oleh isoenzim CYP2A6 membentuk
metabolit 3-hydroxypilocarpine dalam mikrosom hati manusia.

● Eksresi
Pilocarpine diekskresikan dalam urin sekitar 30% sebagai bentuk yang tidak berubah dan metabolit inaktif.
Pada individu dengan insufisiensi hati derajat ringan sampai sedang diketahui bahwa total pembersihan
plasma pilocarpine sekitar 30% lebih rendah dibandingkan dengan individu sehat setelah pemberian dosis
tunggal pilocarpine hydrochloride oral 5 mg. Waktu paruh eliminasi pilocarpine hydrochloride oral dosis 5
mg dan 10 mg dengan pemberian 3 kali sehari selama 2 hari, masing-masing 0,76 jam dan 1,35 jam.
Sedangkan, pada individu dengan insufisiensi hati derajat ringan sampai sedang memerlukan waktu 2,1 jam.
Respon terhadap saraf simpatis dapat diilustrasikan pada
saat seseorang ingin menyerang lawan atau sadar adanya
bahaya sehingga ia lari ketakutan, maka tubuh
membutuhkan lebih banyak sinar masuk ke dalam retina
(pupil melebar),dan lebih banyak suplai darah ke seluruh
tubuh (kontraktilitas jantung dan laju jantung meningkat).
Contohnya pada Mata, terjadi Dilatasi pupil. Pada Jantung,
Laju jantung meningkat dan tekanan darah meningkat.
Pada Jaringan Lemak, Liposis meningkat.
Pada Vesikula Urinaria, Tonus spingter menurun dan otot
destrusor meningkat.
Pada Otot Skelet, Glikogenolisis meningkat. Pada Saluran
Gastrointestinal, Peristaltik menurun, tonus spingter
meningkat, aliran darah menurun. Pada Hepar, Glikolisis
pelepasan glukosa meningkat. Pada kulit, Perspirasi
(kolinergik) meningkat. Pada Bronkus, terjadi Dilatasi.
Pada Saliva, Sedikit kental. Pada Saraf Pusat, Kewaspadaan
meningkat.
Sistem saraf parasimpatis mendorong aktivasi
program tubuh tipe “istirahat dan mencerna”. cirinya
seperti pada bagian Mata, Akomodasi untuk
penglihatan dekat (miosis). Pada Saliva, Encer. Pada
Jantung, Laju jantung menurun dan tekanan darah
menurun. Pada Bronkus, Kontriksi sekresi
meningkat. Pada Saluran Gastrointestinal, Sekresi
meningkat, peristaltik meningkat, tonus spingter
menurun. Serta pada, Vesikula Urinaria, Tonus
spingter menurun dan otot destrusor meningkat
Farmakologi

KASUS 1
● Seorang wanita 15 tahun datang dengan gejala demam, sakit tenggorokan, dan limfadenopati serviks
yang nyeri. Dia didiagnosis dengan faringitis yang disebabkan streptokokus dan diobati dengan penisilin
IM. Dalam beberapa menit setelah injeksi, pasien menjadi sesak, takikardi, dan hipotensi,dan ditemukan
mengi pada pemeriksaan. Dia juga mengeluh disfagia. Epinefrin rute IM diberikan segera untuk reaksi
anafilaksisnya.

1. Apa efek epinefrin pada sistem vaskular pasien ini?


Jawab: efek yang diberikan pada dosis rendah yang menyebabkan vasodilatasi ( hipotensi) seharusnya,diberikan
dalam dosis tinggi yang menyebabkan peningkatan tekanan darah

2. Adrenoseptor mana yang terutama memediasi respon vaskular?


Jawab : Pada Dosis tinggi epinefrin dapat menimbulkan vasokonstriksi di mana pengecilan lumen pembuluh darah
dan naiknya tekanan darah yang dimediasi Reseptor Alfa-1Aksi reseptor alfa-1 yang memicu vasokonstriksi
menciptakan obat ini menjadi pilihan ketika hipotensi karena syok sepsis ,karena onset yang cepat.
3. Apa efek epinefrin pada sistem pernapasannya?
Jawab : melemaskan otot-otot saluran pernapasan dan meningkatkan ketegangan pada
pembuluh darah, memicu kerja jantung, meningkatkan tekanan darah, melegakan
pernapasan.

4. Adrenoseptor mana yang terutama memediasi respons sistem pernapasan?


Jawab : Epinefrin pada Dos is rendah menyebabkan vasodilatasi yaitu lebarnya pembuluh
darah yang dimediasi Reseptor beta-2 aksi terhadap Reseptor beta-2 menyebabkan
relaksasi otot polos bronkus sehingga obat ini dapat mengatasi sesak dan bronkospasme
pada anafilaksis
Farmakologi

KASUS 2
Seorang wanita 70 tahun mengalami gagal jantung kongestif ringan dirawat di unit perawatan
intensif (ICU) dengan sepsis yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Dia mengalami
hipotensi, dengan tekanan darah 80/40 mm Hg, memiliki denyut jantung meningkat (takikardia),
dan penurunan output urin (oliguria). Seiring dengan pemebarian terapi antibiotik yang tepat
dan cairan IV, keputusan dibuat untuk memberikannya infus norepinefrin IV untuk mencoba
meningkatkan tekanan darahnya

1. Efek apa yang dapat diharapkan dengan norepinefrin?


 Efek yg diharapkan dari pemberian norepinefrin ini adalah dapat meningkatkan tekanan
darah dan gagal jantung pasien tersebut kembali secara normal

2. Reseptor mana yang memediasi efek ini?


 Reseptor alfa dan Beta-1Dimana terhadap reseptor alfa ini menyebabkan vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik, karena efeknya sbg vasokonstritor
maka norepinefrin tsb digunakan untuk mengembalikan tekanan darah selama anastesi
spinak maupun keadaan hipotensif lainnyaTerhadap Beta-1 fungsinya untuk meningkatkan
denyut jantung
Daftar Putaka
Budiyono, setiadi. (2012). Anatomi Tubuh Manusia (hlm 25-26). Jakarta: Laskar Aksara

Departemen Farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran universitas Indonesia. (2007).


Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta.

Ganong. (2014). Fisiologi Kedokteran(hlm 271). Jakarta: EGC

Sloane, Ethel. (2003) Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula(hlm 154) Jakarta:EGC

Winata,Lisa Augusti.(2019).Farmakologi dasar dan toksikologi sistem saraf parasimpatis


dan neurotransmitten oleh kolinergik
Diskusi 1
Diskusi 2
Absensi / Daftar Kehadiran Diskusi
Nama BP Diskusi 1 Diskusi 2
Isaura Murdiyah Putri 20011092

Luthfiyah Mutiara Hasanah 20011100

Meli Juliani 20011104

Miftahul Jannah 20011108

Miftahulrrahmah 20011112

Muhammad Fadillah 20011116

Mutiara Putri Tezsa 20011120

Nabila Sukri 20011123

Nabilah Masyurah 20011124

Najmil Khaira 20011128


Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai