Anda di halaman 1dari 43

Sistem Saraf Otonom

d r. R i k i N o v a , S p . F K
U N I V E RS I TA S BA I T U R R A H M A H
FA KU LTA S K E D O K T E R A N
Pendahuluan

01.
Komponen sel saraf
• Neuron : sel saraf
• Dendrit: Menerima pesan dari neuron lain,
melibatkan reseptor
• Badan sel: Bagian sekitar nucleus. Organel
sitoplasma utama berkelompok
membentuk proses dasar untuk kehidupan
sel.

• Akson : Bagian sel berbentuk silinder memanjang seperti kabel untuk penghantaran
impuls/informasi
• Ujung Sinaptik: Bagian ujung saraf yang mengandung vesikel dimana neurotransmiter
dilepaskan
Komponen sel saraf
• Neuroglia (sel glia) : sel non-neuronal dalam system saraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang) dan system saraf perifer. Berfungsi mempertahankan
homeostasis, membentuk myelin, dan memberikan dukungan dan
perlindungan untuk neuron
• Sel Schwann atau neurolemmocytes : sel glia utama dari system saraf perifer
(PNS)
• Myelin: substansi lemak dalam system saraf pusat oleh sel glia yang disebut
oligodendrocytes, dan dalam system saraf perifer oleh sel Schwan. Myelin
menyekat akson sel saraf untuk meningkatkan kecepatan impuls bergerak dari
satu sel saraf ke sela saraf yang lain atau, misalnya dari tubuh sel saraf ke otot
Proses Penghantaran Impuls Neuron
(komunikasi antarsel)
01.
Sistem Saraf Tepi/Perifer
• Sistem Saraf Somatik : adalah system saraf perifer yang menghubungkan
system saraf pusat menuju ke otot/skeletal muscle
• Sistem Saraf Otonom : menghubungkan antara impuls dari otak menuju ke
organ-organ dalam
• Fungsi system saraf Otonom adalah:
1. Bertanggung jawab terhadapa pemeliharaan kondisi internal tubuh
2. Menjaga homeostasis (yaitu ketahanan/mekanisme pengaturan lingkungan
kesetimbangan dinamis dalam tubuh kita yang konstan. Cont:
pengaturan/regulasi pada system kardiovaskular, monitoring kelenjar-kelenjar
tubuh, atau monitoring kerja otot polos missal otot polos GI tract, otot polos
pernapasan.
Saraf otonom
dibagi menjadi 2
yaitu,

Saraf
Saraf simpatis
parasimpatis
(adrenergik)
(kolinergik)
Sistem Saraf Simpatik
• Bersifat Katabolik = pembakaran energi
• Disebut juga system thoracolumbar karena terletak
pada bagian torak dan lumbar pada kolom vertebral
system saraf pusat
• Mempunyai saraf postganglion yang panjang sehingga
membawa konsekuensi aksinya lebih luas
• Sebagian besar saraf postganglion melepaskan
transmitter nor-epinefrin (NE) yang pada gilirannya
berinteraksi dengan reseptor adrenergik
Sistem Saraf Parasimpatik
• Bersifat Anabolik = penyimpanan energi
• Disebut juga system craniosakral karena terletak pada
bagian batang otak (stem) dan daerah sacral pada
sumsum tulang belakang
• Mempunyai saraf postganglion yang pendek sehingga
membawa konsekuensi aksinya terlokalisasi
• Semua saraf postganglion melepaskan transmitter
asetilkolin yang pada gilirannya berinteraksi dengan
reseptor muskarinik
• Sinaps : simpul yang menghubungkan 2 bagian sel saraf
• Bagian sel saraf otonom yang berpengaruh langsung
dengan sel saraf pusat disebut pre-ganglion; sedangkan
yang berhubungan dengan organ target dinamakan
post-ganglion. Sinaps yang terletak antara pre-ganglion
dengan post-ganglion disebut ganglia otonom
• Pada system saraf somatic hanya memiliki 1 sinaps 
langsung ke organ target
• Sistem saraf simpatis post ganglion-nya panjang
sehingga aksi nya bisa luas; sementara system saraf
parasimpatis post-ganglion-nya lebih pendek dibanding
pre-ganglion nya sehingga aksinya hanya terlokalisasi
• Neurotransmitter adalah: suatu senyawa yang dihasilkan
oleh ujung saraf untuk memberikan sinyal menuju ke sel
lainnya.
• Terdapat 2 neurotransmitter yang dilepaskan oleh sel saraf
otonom; yaitu:
1. Asetilkolin (Ach)  dihasilkan oleh pre-ganglion saraf
simpatis dan parasimpatis; post-ganglion saraf
parasimpatis
2. Norepinefrin (NE)  dihasilkan oleh post-ganglion saraf
saraf simpatis
Obat Kolinergik/Parasimpatomimetik

• Obat kolinergik sering disebut sebagai obat


parasimpatomimetik karena bekerjanya mirip dengan
rangsangan saraf parasimpatis
• Berdasar mekanisme kerjanya obat kolinergik dibagi
dalam 2 kelompok yaitu:
1. Obat yang bekerja langsung pada reseptor
kolinergik sebagai agonis sehingga disebut juga
agonis kolinergik
2. Obat yang bekerjanya tidak langsung yaitu dengan
cara menghambat enzim asetilkolinesterase
sehingga terjadi peningkatan kadar asetilkolin yang
pada akhirnya bekerja pada reseptor kolinergik
Farmakodinamik
• Mekanisme kerja obat agonis kolinergik di target sel sama
dengan asetilkolin endogen yang dikeluarkan dari ujung
saraf parasimpatis. Asetilkolin bekerja pada reseptor
muskarinik di otot polos dan kelenjar eksokrin, dan pada
reseptor nikotinik di ganglion dan otot rangka
• Aktivasi asetilkolin pada reseptor muskarinik (M1, M3) akan
melibatkan G-protein mengaktifkan enzim fosfolipase C
yang mengkatalisa pemecahan PIP2 (fosfoinositol difosfat)
membentuk IP3 (inositol trifosfat) dan DAG (diasil gliserol).
Farmakokinetik
• Kelompok ester kolin termasuk hidofllik sehingga absorpsi jelek dan tidak
menembus sawar otak. Semua ester kolin dihidrolisa di saluran cerna dan
tidak efektif pada pemberian per oral. Kecepatan hidrolisa oleh
asetilkolinesterase berbeda beda dan asetilkolin yang sangat cepat
hidrolisanya
• Metakolin paling sulit dihidrolisa oleh asetilkolinesterase, sedangkan
karbakol dan betanikol juga tidak mudah dihidrolisa sehingga mempunya
masa kerja yang realtif lama. Dengan demikian karbakol dan betanikol
digunakan untuk pengobatan.
• Kelompok alkaloid (pilokarpin, nikotin, Iobelin) termasuk lipofilik sehingga
dapat diabsorpsi dengan baik melalui tempat kerjanya, sedang muskarin
kurang lengkap absorpsinya. Muskarin yang ada di beberapa jamur jika
ditelan akan toksik dan dapat menembus sawar otak.
Farmakokinetik…
• Kelompok kolinergik yang bekerja tidak langsung seperti Fisostigmin
diabsorpsi dengan baik melalui berbagai tempat dan banyak digunakan
secara topikal di mata. Fisostigmin didistribusi ke sistem saraf pusat dan
lebih toksik dibanding derivat karbamat yang lain (kuartener).
• Golongan organofosfat (kecuali ekotiopat) diabsorpsi dengan baik melalui
kulit, paru, usus dan konyungtiva, didistribusi ke seluruh tubuh termasuk
sistem saraf pusat. Golongan organofosfat lebih stabil dibanding carbamat
sehingga masa kerja obat bisa mencapai 100 jam.
• Efek samping obat kolinergik merupakan kelanjutan dari efek
farmakologinya. Biasanya terjadi karena penggunaan pilokarpin dan kolin
ester pada dosis yang berlebih. Penghambat kolinesterase sering
menimbulkan intoksi akut khususnya dari kelompok irregular (organofosfat)
yang banyak terdapat pada pestisida dan insektisida.
Farmakokinetik…
• Gejala intoksikasi akut utamanya merupakan gejala muskarinik, bisa terjadi
gejala SSP berupa kejang, koma dan dapat diikuti gejala nikotinik perifer.
• Terapi intoksikasi akut ini adalah dengan suportif terapi dan memberikan
antimuskarinik atropin.
• Dapat pula diberikan pralidoksim yang mampu mengaktivasi enzim
asetilkolinesterase.
• Efek farmakologi dari obat kolinergik pada reseptor muskarinik
menyerupai efek saraf parasimpatis dan tergantung dari distribusi
reseptor muskarinik.
Obat Antikolinergik
• Obat antikolinergik atau antagonis reseptor kolinergik
meliputi anti muskarinik dan anti nikotinik. Obat obat
yang lebih memberi efek anti nikotinik adalah ganglion
bloker dan neromuskular juntion bloker.
• Obat anti muskarinik banyak digunakan untuk terapi
dan yang menjadi prototipe golongan ini adalah
atropin. Beberapa alkaloid dari tanaman memiliki efek
mirip atropin dan sudah tersedia beberapa obat
sintetik anti muskarinik.
Efek Farmakologi
• Efek farmakologi obat anti kolinergik merupakan kebalikan
efek obat kolinergik.
• Hal ini karena atopin sebagai antikolinergik muskarinik
mampu berkompetisi dengan asetilkolin endogen pada
resptor muskarinik sehingga mengurangi efek asetilkoin dan
yang tampak adalah efek sebaliknya.
Farmakodinamik
• Mekanisme kerja atropin adalah dengan menghambat
reseptor muskarinik secara kompetitif dimana pada dosis
kecil sudah dapat memblok asetilkolin jumlah besar di
reseptor muskarinik.
• Efektivitas obat ini tergantung sensitivitas organ, di
antaranya yang lebih sensitif adalah kelenjar 2 saliva,
bronkus dan keringat.
• Sekresi asam dari lambung termasuk yang kurang sensitif.
• Atropin mempunyai selektivitas terhadap reseptor
muskarinik dan selektivitas ini tidak berbeda antara resptor
M1, M2, dan M3.
Farmakokinetik
• Atropin merupakan ester alkaloid yang absorpsinya lambat sekitar 13 jam.
• Metabolisme tidak penuh dengan hidrolisis dan konyugasi.
• Ekskresi melalui urin 50% dalam bentuk utuh.
• Efek antimuskarinik (parasimpatolitik) cepat menurun pada berbagai
organ kecuali pada mata yang bisa bertahan sampai 72 jam.
• Atropin tidak bekerja selektif pada sub tipe reseptor di satu organ tapi
bekerja pada beberapa organ, sehingga pemberian atropin untuk
mengurangi sekresi atau spasme di gastrointestinal akan menimbulkan
efek samping berupa midriasis dan sikloplegia.
• Kondisi efek samping ini menjadi efek terapi pada saat atropin digunakan
untuk tindakan di mata. Efek samping atropin yang terjadi pada dosis
besar berupa intoksikasi dapat mengenai berbagai organ dengan
manifestasi berupa mulut kering, midriasis, takikardia, kulit panas dan
kemerahan (flushing), suhu tubuh meningkat, agitasi dan delirium.
Obat Adrenergik
• Obat adrenergik atau agonis adrenergik sering disebut
sebagai obat simpatomimetik, karena bekerjanya mirip
dengan rangsangan saraf simpatis yaitu mirip kerja
epinefrin dan norepinefrin pada reseptornya
• Berdasar mekanisme kerjanya obat adrenergik dibagi
menjadi :
 kerja langsung,
 tidak langsung
 kombinasi langsung dengan tidak langsung
• Efek farmakologi yang ditimbulkan oleh obat adrenergik
merupakan hasil aktivasi pada reseptor adrenergik α, β
dan tergantung pada afinitas dan distribusi reseptor
adrenergik pada organ target
Farmakodinamik
• Mekanisme kerja obat agonis adrenergik di target sel
melalui interaksinya dengan reseptor adrenergik (α dan β).
Hal ini mirip dengan NE endogen yang dilepaskan dari ujung
saraf simpatis
• Aktivasi pada reseptor adrenergik-α1 akan mengaktifkan
protein-G yang selanjutkan mengaktifkan enzim fosfolipase-
C untuk mengkatalisa pemecahan PIP2 (phosphatdylinositol
4,5diphosphate) menjadi IP3 (inositol 1,4,5
triphosphate) dan DAG (diacylglycerol).
• IP3 menstimuli pelepasan Ca++ dari deponya menuju
sitoplasma yang akan mengaktifkan protein kinase-C untuk
menimbulkan efek farmakologi. DAG juga berperan dalam
mengaktifakn protein kinase
Farmakokinetik
• Pemberian epinefrin, norepinefrin per oral tidak efektif karena segera
dimetabolisme di mukosa GI dan hati. Absorpsi cukup baik melalui
intramuskuler dan pada kondisi emergensi dapat diberikan secara
intravena.
• Larutan epinefrin 1% per inhalasi untuk penggunaan terbatas pada
respirasi tapi pada dosis besar memberikan efek sistemik. Metabolisme
epinefrin utamanya di hati dan tempat lain oleh COMT dan MAO.
• lsoproterenol (agonis adrenergik β1, β2) diberikan kepada pasien secara
parenteral dan aerosol. Metabolisme di hari oleh COMT, tapi tidak
dimetabolisme oleh MAO.
• Obat agonis adrenergik β2 selektif (metaproterenol, terbutalin, feneterol,
dll) diabsorpsi baik pada pemberian per oral, sub kutan dan aerosol. Tidak
dimetabolisme oleh COMT dan ekskresi melalui urin dalam bentuk
konyugasi
Farmakokinetik…
• Efek samping obat adrenergik pada umumnya merupakan kelanjutan efek
farmakologi pada penggunaan dosis yang berlebihan.
• Pada umumnya menyebabkan kenaikan tekanan darah, takikardi, aritmia,
sakit kepala, nyeri dada.
• Penggunaan agonis adrenergik-β2 selektif dapat menimbulkan efek
samping takikardia, tremor.
Obat Antiadrenergik
• Obat antiadrenergik atau antagonis reseptor adrenergik
menghambat interaksi antara Epinefrin, NE dan obat
simpatomimetik lain dengan reseptor adrenergik α dan
β.
• Obat obatan ini banyak digunakan di klinik karena efek
hambatannya di reseptor adrenergik α dan β dapat
menghambat berbagai penyakit yang patoflsiologinya
melalui aktivitas simpatis
Farmakodinamik
• Mekanisme kerja obat antagonis adrenergik adalah dengan
menempati atau berikatan dengan reseptor adrenergik α
dan β pada sisi yang tidak aktif sehingga tidak menimbulkan
sinyal transduksi di sub reseptor
• Klasifikasi obat antagonis reseptor adrenergik berdasar
pada selektivitasnya pada sub tipe reseptor adrenergik α1,
α2, β1, β2.
Farmakokinetik
• Fenoksibezamin (α-bloker) diberikan secara per oral dan
diabsorpsi setelah pemberian oral walaupun
bioavailabilitasnya rendah. Waktu paruh Terazosin,
Doxazosin, Tamsulosin (α bloker selektif) relatiflebih lama
yaitu 9 – 20 jam.
• Obat obat antagonis reseptor adrenergik-β, rata rata
diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral. Propranolol
mengalami metabolisme first pass sehingga
bioavailabilitasnya rendah. Propranolol dan Penbutolol
sangat larut lemak sehingga mudah menembus sawar otak.
• Obat β-bloker ini rata rata mempunyai waktu paruh 3 – 10
jam kecuali Esmolol yang cepat dihidrolisa mempunyai
waktu paruh hanya 10 menit.
• Metabolismenya di hepar dan ekskresi melalui urin.
Farmakokinetik…
• Metabolismenya di hepar dan ekskresi melalui urin.
• Atenolol, Seliprolol dan Pindolol metabolismenya tidak lengkap,
bahkan Nadolol diekskresi dalam bentuk utuh tidak berubah
melalui urin dan waktu paruhnya paling panjang.
• Efek samping utama dari obat antagonis reseptor adrenergik-α1
sebagai obat antihipertensi adalah hipotensi ortostatik. Efek
samping antagonis reseptor adrenergik-β adalah
bronkokonstriksi.
Efek Farmakologi
• Efek farmakologi obat antagonis reseptor adrenergik ini
utamanya adalah efek di kardiovaskuler yaitu berupa
hambatannya pada reseptor adrenergik α dan β yang
tersebar di jantung dan pembuluh darah
• Efek yang ditimbulkannya tergantung pada selektif atau
tidaknya obat tersebut pada sub tipe reseptor

Anda mungkin juga menyukai