Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Daya Dukung Tanah


Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Mekanika Tanah II.

DOSEN PENGAMPU :

Ayu Roesdyningtyas Dyah Anggraeny, S.T., M

Disusun Oleh
Dita Irtanti Febrianita 1794094029
Vita Dzul Hajanah 1794094006

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Mekanika Tanah 1 dengan judul Daya Dukung Tanah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, kritik dan saran. Maka dalam kesempatan
kali ini penulis menghaturkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ayu Roesdyningtyas Dyah Anggraeny, S.T., M. selaku dosen pembimbing
Mata Kuliah Mekanika Tanah II yang telah memberikan kesempatan dan
kepercayaan kepada kami serta telah membimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
2. Semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapan
terselesaikan.
3. Serta kepada rekan-rekan kelompok yang dengan usaha dan kerjasamanya
membantu penulis dalam menyusun makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyajian makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pemahaman. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca guna membangun kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jombang, 20 Mei 2018


Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Daya Dukung Tanah..........................................................................3
2.2 Kapasitas Daya Dukung Menurut Terzaghi.......................................6
2.3 Pengaruh Permukaan Air Tanah Terhadap Kapasitas Dukung..........12
2.4 Rumus Kalpasitas Dukung Secara Umum.........................................12
2.5 Faktor Keamanan Pada Pondasi Dangkal..........................................16
2.6 Metode Daya Dukung Tanah.............................................................17

BAB III PENUTUP


Kesimpulan.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................20

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Larat Belakang


Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan
organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan
dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh
karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-
partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya.
Proses pelapukan batuan atau geologi lainnya yang terjadi didekat permukaan bumi
membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan unduknya, dapat berupa proses
fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan
menjadi partikel-partikel yang lebih keci, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air,
es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca.
Partikel – partikel mungkin berbentuk bukat , maupun lainnya. Umumnya,
pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbondioksida,
air (terutama yang mengandung asam atau alkali) dan proses – proses kimia yang
lain. Jika hasil pelpukan masih ditempat asalnya, maka tanah ini disebut tanah
sangkur (transported soil).
Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakana untuk menggambarkan
ukuran partikel pada batas ukuran butir yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah
yang sama jiga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai
contoh, lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis.

Daya dukung tanah merupakan pendukung pondasi, dimana suatu pondasi


merupakan bagian dari stuktur yang menyalurkan beban langsung ke lapisan tanh di
bawahnya. Bila tanah di dekat permukaan mampu mendukung beban – beban
struktur maka dapat digunakan pondasi tapak (footing) atau pondasi rakit (raft).
Pondasi tapak adalah suatu pelat yang relatif memberikan dukungan terhadap
bagian dari struktur secara terpisah. Sedangkan pondasi raft adalah pelat tunggal
yang relatif besar, biasanya diperkaku, yang mendukung keseluruhan struktur. Bila
tanah didekat permukaan tidak mampu mendukung beban – beban struktur, maka
dipakai tiang pancang (pile) untuk menyalurkan beban ke tanah yang lebih kuat
(batuan) pada kedalam yang lebih besar.

4
Pondasi harus memenuhi persyaratan dasar: (1) faktor keamanan terhadap
keruntuhan geser dari tanah pendukung harus memadai, biasanya sebesar 2.5
sampai 3. (2) penurunan pondasi dapat terjadi dalam batas toleransi dan penurunan
sebagai (defferential settlement) tidak boleh menyebabkan kerusakan serius atau
mempengaruhi fungsi struktur. Daya dukung tanah izin (q) didefinisikan sebagai
tekanan maksimum yang boleh dikerjakan pada tanah sedemikian rupa sehingga
kedua kebutuhan diatas terpenuhi. Nilai – nilai perkiraan daya dukung tanah, yaitu
besarnya tekanan yang akan terjadi dengan faktor keamanan terhadap keruntuhan
geser yang cukup memadai, tetapi tanpa memperhitungkan adanya penurunan.

Kerusakan akibat penurunan tanah dapat ditanggulangi dengan cara


menstabilkan tanah, yaitu cara yang dipakai untuk menungkatkan daya dukung
tanah terutama untuk tanah dasar. Hampir semua jenis tanah kecualai tanah organic
dapat meningkatakan daya dukungnya bila distabilisasi dengan bahan stabilisasi
yang sesuai.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi anatara penulis
dan pembaca mengenai daya dukung tanah, metode apa yang digunakan, fungsi, dan
cara menghitungnya.
1.3 Tujuan
1. Memahami dan menghitung kekuatan daya dukung tanah untuk perancangan
segala pondasi dari hasil pengolahan data penyelidikan tanah.
2. Menentukan karakteristik tanah dari kekuatan daya dukung tannah.

BAB II
PEMBAHASAN

5
2.1 Daya Dukung Tanah.
Kapasitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah untuk
menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan melalui
pondasi. Kapasitas/daya dukung tanah batas (qu = qult = ultimate bearing capacity)
adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah akibat beban yang
bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah pendukung tepat di
bawah dan sekeliling pondasi.
Pengetahuan tentang daya dukung tanah sangat diperlukan bila akan mendirikan
suatu bangunan pada lapisan tanah tertentu. Dengan mengetahui kondisi lapisan
tanah pada suatu daerah maka kita dapat memperkirakan apakah daerah tersebut
dapat didirikan suatu bangunan atau tidak. Selain itu keamanan konstruksi
bangunan terhadap penurunan tanah akibat hilangnya daya dukung tanah
merupakan hal yang perlu diperhatikan. Setiap lapisan tanah yang mengalami
pembebanan akan mengalami penurunan, itu disebabkan oleh pengecilan rongga
udara pada butir tanah (angka pori).
Untuk mengetahui kandisi tanah dimana bangunan akan didirikan,harus
dilakukan penyelidikan tanah terlebih dahulu . Kondisi tanah dapat dibedakan
menjadi :
1. Kondisi tanah normal , dimana lapisan tanah labil dan tidak
mempunyai daya dukung baik terletak dipermukaan setebal ± 50 cm atau
lebih , tetapi dalam lapisan tanah keras tidak terlalu jauh dibawah permukaan
tanah .
2. Kondisi tanah khusus , dimana
a. Lapisan tanah labil terletak sampai jauh dibawah permukaan
tanah , sehingga lapisan tanah keras terletak sangat dalam , seperti tanah
rawa dan tanah bergambut .
b. Lapisan tanah terletak pada permukaan tanah dan tanah sangat
sukar digali, misalnya tanah berbatu dan batu karang .

Konsep perhitungan daya dukung batas tanah dan bentuk keruntuhan geser
dalam tanah dapat dilihat dalam model pondasi menerus dengan lebar (B) yang
diletakkan pada permukaan lapisan tanah pasir padat (tanah yang kaku) seperti pada

6
Gambar 1.3a. Apabila beban terbagi rata (q) tersebut ditambah, maka penurunan
pondasi akan bertambah pula. Bila besar beban terbagi rata q = qu (qu = daya
dukung tanah batas) telah dicapai, maka keruntuhan daya dukung akan terjadi, yang
berarti pondasi akan mengalami penurunan yang sangat besar tanpa penambahan
beban q lebih lanjut seperti Gambar 1.3b. Hubungan antara beban dan penurunan
ditunjukkan pada kurva I pada Gambar 1.3b. Untuk keadaan ini, qu didefinisikan
sebagai daya dukung batas dari tanah.

qu’ q Beban per


q satuan luas
q
II I

Keruntuhan geser
Keruntuhan geser
setempat
menyeluruh

(a) (b)

Gambar 1.3 Daya dukung batas tanah untuk kondisi dangkal.


Model pondasi
Grafik hubungan antara beban dan penurunan

Terdapat 3 kemungkinan pola keruntuhan kapasitas dukung tanah, yaitu :


1. Keruntuhan geser umum (General Shear Failure), Gambar 1.4.
1) Kondisi kesetimbangan plastis terjadi penuh diatas failure plane
2) Muka tanah di sekitarnya mengembang (naik)
3) Keruntuhan terjadi di satu sisi sehingga pondasi miring
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas rendah (padat dan kaku)
5) Kapasitas dukung batas (qu) bisa diamati dengan baik.

7
Gambar 1.4. Pola keruntuhan geser umum (General Shear Failure).

2. Keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure), Gambar 1.5.


1) Muka tanah disekitar pondasi tidak terlalu mengembang, karena dorongan
kebawah dasar pondasi lebih besar
2) Kondisi kesetimbangan plastis hanya terjadi pada sebagian tanah saja
3) Miring yang terjadi pada pondasi tidak terlalu besar terjadi
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas tinggi yang ditunjukkan dengan
penurunan yang relatif besar
5) Kapasitas dukung batas (qu) sulit dipastikan sulit dianalisis, hanya bisa diamati
penurunannya saja.

Gambar 1.5. Pola keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure).

3. Keruntuhan geser baji/penetrasi (Punching Shear Failure), Gambar 1.6.

8
1) Terjadi desakan di bawah dasar pondasi disertai pergeseran arah vertikal
sepanjang tepi
2) Tidak terjadi kemiringan pondasi dan pengangkatan di permukaan tanah
3) Penurunan yang terjadi cukup besar
4) Terjadi pada tanah dengan kompresibilitas tinggi dan kompresibilitas rendah jika
kedalaman pondasi agak dalam

Gambar 1.6. Pola Keruntuhan geser baji (Punching Shear Failure)

2.2 Kapasitas Daya Dukung Menurut Terzaghi


Analisis kapasitas dukung didasarkan kondisi general shear failure, yang
dikemukakan Terzaghi (1943) dengan anggapan-anggapan sebagai berikut:
 Tahanan geser yang melewati bidang horisontal di bawah pondasi diabaikan
 Tahanan geser tersebut digantikan oleh beban sebesar q =  . Df
 Membagi distribusi tegangan di bawah pondasi menjadi tiga bagian
 Tanah adalah material yang homogen, isotropis dengan kekuatan gesernya yang
mengikuti hukum Coulumb.
 = c +  . tan  (1.1)
dimana :
 = tegangan geser

9
c = kohesi tanah
 = tegangan normal
 = sudut geser dalam tanah
 Untuk pondasi menerus penyelesaian masalah seperti pada analisa dua dimensi
Analisa distribusi tegangan di bawah dasar pondasi menurut teori Terzaghi seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.7, dimana bidang keruntuhan dibagi menjadi 3 (tiga) zona
keruntuhan yaitu:

Gambar 1.7 Analisa distribusi tegangan di bawah pondasi menurut teori


Terzaghi (1943)

Zona I
Bagian ACD adalah bagian yang tertekan ke bawah dan menghasilkan suatu
keseimbangan plastis dalam bentuk zona segitiga di bawah pondasi dengan sudut
ACD = CAD = α = 45 o + ø/2. Gerakan bagian tanah ACD ke bawah mendorong
tanah disampingnya ke samping.

Zona II
Bagian ADF dan CDE disebut radial shear zone (daerah geser radial) dengan curve
DE dan DF yang bekerja pada busur spiral logaritma dengan pusat ujung pondasi.

Zona III

10
Bagian AFH dan CEG dinamakan zona pasif Rankine dimana bidang tegangannya
merupakan bidang longsor yang mengakibatkan bidang geser di atas bidang
horisontal tidak ada dan digantikan dengan beban sebesar q =  . Df

Terzaghi (1943), memberikan beberapa rumus sesuai dengan bentuk geometri


pondasi tersebut. Rumus-rumus yang dimaksud antara lain:
Untuk tanah dengan keruntuhan geser umum (general shear failure)
1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B
qu = c Nc +  Df Nq + 1/2  B N (1.2)
2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R
qu = 1,3 c Nc +  Df Nq + 0,6  R N (1.3)

3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B


qu = 1,3 c Nc +  Df Nq + 0,4  B N (1.4)
4. Kapasitas daya dukung pondasi segi empat (B x L)
qu = c Nc (1 + 0,3 B/L) +  Df Nq + 1/2  B N (1-0,2 . B/L) (1.5)
dimana:
qu = daya dukung maksimum
c = kohesi tanah
 = berat isi tanah
B = lebar pondasi (= diameter untuk pondasi lingkaran )
L = panjang pondasi
Df = kedalaman pondasi
Nc; Nq; N adalah faktor daya dukung yang besarnya dapat ditentukan dengan
memakai Tabel 1.1 atau Gambar 1.8 atau dengan memakai rumus-rumus sebagai
berikut:

 
 e 2(3/4 φ/2)tanφ 
Nc  cot φ   1  cot (N q  1) (1.6)
 2 π φ 
 2cos  4  2  
   

11
e 2(3/4 φ/2)tanφ
Nq 
 φ (1.7)
2cos 2  45  
 2

1  K py 
Nγ   1 tanφ (1.8)
2  cos 2 φ 
 

Kpy = koefisien tekanan tanah pasif

Untuk tanah dengan keruntuhan geser setempat (local shear failure)


Untuk harga c diganti c′ = 2/3 c dan harga  diganti ′ = tan-1 (2/3 tan ). Dari nilai c′
dan ′ didapatkan faktor-faktor daya dukung untuk kondisi keruntuhan lokal: N′c; N
′q; N′ (Table 1.2 atau Gambar 1.8).
1. Kapasitas daya dukung pondasi menerus dengan lebar B
q′u = c′ N′c +  Df N′q + 1/2  B . N′ (1.9)
2. Kapasitas daya dukung pondasi lingkaran dengan jari-jari R
q′u = 1,3 c′’ N′c +  Df N′q + 0,6  R N′ (1.10)
3. Kapasitas daya dukung pondasi bujur sangkar dengan sisi B
q′u = 1,3 c′ N′c +  Df N′q + 0,4  B N′ (1.11)
4. Kapasitas daya dukung pondasi persegi empat (BxL)
q′u = c′ N′c (1 + 0,3 B/L) +  Df N′q + 1/2  B N′y (1-0,2.BL) (1.12)

Tabel 1.1 Faktor Daya Dukung Terzaghi untuk Kondisi Keruntuhan Geser Umum
(general shear failure)

12
 Nc Nq N  Nc Nq N
0 5,70 1,00 0,00 26 27,09 14,21 9,84
1 6,00 1,10 0,01 27 29,24 15,90 11,60
2 6,30 1,22 0,04 28 31,61 17,81 13,70
3 6,62 1,35 0,06 29 34,24 19,98 16,18
4 6,97 1,49 0,10 30 37,16 22,46 19,13
5 7,34 1,64 0,14 31 40,41 25,28 22,65
6 7,73 1,81 0,20 32 44,04 28,52 26,87
7 8,15 2,00 0,27 33 48,09 32,23 31,94
8 8,60 2,21 0,35 34 52,64 36,50 38,04
9 9,09 2,44 0,44 35 57,75 41,44 45,41
10 9,61 2,69 0,56 36 63,53 47,16 54,36
11 10,16 2,98 0,69 37 70,01 53,80 65,27
12 10,76 3,29 0,85 38 77,50 61,55 78,61
13 11,41 3,63 1,04 39 85,97 70,61 95,03
14 12,11 4,02 1,26 40 95,66 81,27 115,31
15 12,86 4,45 1,52 41 106,81 93,85 140,51
16 13,68 4,92 1,82 42 119,67 108,75 171,99
17 14,60 5,45 2,18 43 134,58 126,50 211,56
18 15,12 6,04 2,59 44 151,95 147,74 261,60
19 16,56 6,70 3,07 45 172,28 173,28 325,34
20 17,69 7,44 3,64 46 196,22 204,19 407,11
21 18,92 8,26 4,31 47 224,55 241,80 512,84
22 20,27 9,19 5,09 48 258,28 287,85 650,67
23 21,75 10,23 6,00 49 298,71 344,63 831,99
24 23,36 11,40 7,08 50 347,50 415,14 1072,80
25 25,13 12,72 8,34
* Kumbhojkar (1993)

Tabel 1.2 Faktor-faktor daya dukung Terzaghi modifikasi untuk kondisi keruntuhan
geser setempat (locall shear failure)

13
 N′c N′q N′  N′c N′q N′
0 5,70 1,00 0,00 26 15,53 6,05 2,59
1 5,90 1,07 0,005 27 16,30 6,54 2,88
2 6,10 1,14 0,02 28 17,13 7,07 3,29
3 6,30 1,2 0,04 29 18,03 7,66 3,76
4 6,51 1,30 0,055 30 18,99 8,31 4,39
5 6,74 1,39 0,074 31 20,03 9,03 4,83
6 6,97 1,49 0,10 32 21,16 9,82 5,51
7 7,22 1,59 0,128 33 22,39 10,69 6,32
8 7,47 1,70 0,16 34 23,72 11,67 7,22
9 7,74 1,82 0,20 35 25,18 12,75 8,35
10 8,02 1,94 0,24 36 26,77 13,97 9,41
11 8,32 2,08 0,30 37 28,51 15,32 10,90
12 8,63 2,22 0,35 38 30,43 16,85 12,75
13 8,96 2,38 0,42 39 32,53 18,56 14,71
14 9,31 2,55 0,48 40 34,87 20,50 17,22
15 9,67 2,73 0,57 41 37,45 22,70 19,75
16 10,06 2,92 0,67 42 40,33 25,21 22,50
17 10,47 3,13 0,76 43 43,54 28,06 26,25
18 10,90 3,36 0,88 44 47,13 31,34 30,40
19 11,36 3,61 1,03 45 51,17 35,11 36,00
20 11,85 3,88 1,12 46 55,73 39,48 41,70
21 12,37 4,17 1,35 47 60,91 44,54 49,30
22 12,92 4,48 1,55 48 66,80 50,46 59,25
23 13,51 4,82 1,74 49 73,55 57,41 71,45
24 14,14 5,20 1,97 50 81,31 65,60 85,75
25 14,80 5,60 2.25
* Kumbhojkar (1993)

Gambar 1.8 Grafik Faktor Daya Dukung Terzaghi

2.3 Pengaruh Permukaan Air Tanah Terhadap Kapasitas Dukung

14
Terdapat tiga keadaan pengaruh muka air tanah (ground water table) terhadap
kapasitas dukung, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.9.

Gambar 1.9. Perubahan kapasitas dukung adanya beda tinggi muka air tanah

a. Kasus I : jika letak muka air tanah, 0 < D1  Df :


q = D1. + D2(sat - w) dan
nilai  dibawah pondasi menjadi : ´= sat – w (1.13)
b. Kasus II : jika letak muka air tanah, 0 < d  B :
d
q = .Df dan nilai  dibawah pondasi menjadi : γ  γ  (γ  γ) (1.14)
B
c. Kasus III : jika letak muka air tanah, d  B :
Muka air tanah tidak berpengaruh terhadap kapasitas dukung tanah.

2.4 Rumus Kapasitas Dukung Secara Umum


Meyerhof (1963) telah mengembangkan rumus-rumus perhitungan
kapasitas daya dukung dengan mempertimbangkan faktor : kedalaman, bentuk dan
kemiringan beban. Rumus daya dukung secara umum dari Meyerhof adalah :

qu = c.Nc.Fcs.Fcd.Fci + .Df.Nq.Fqs.Fqd.Fqi + ½..B.N.Fs.Fd.Fi (1.15)

Dimana :
qu = daya dukung maksimum
c = kohesi tanah
B = lebar pondasi (= diameter untuk pondasi lingkaran )
 = berat isi tanah

15
Df = kedalaman pondasi
Fcs, Fqs, Fs = faktor bentuk
Fcd, Fqd, Fd = faktor kedalaman
Fci, Fqi, Fi = faktor kemiringan beban
Nc; Nq; N = faktor daya dukung, sesuai Tabel 1.3 atau dengan rumus faktor
daya dukung diberikan oleh Meyerhof sebagai berikut :
 
N q  tan 2  45    e π.tan (1.16)
 2
N c  (N q  1).cot  (1.17)
N γ  2.(N q  1).tan  (1.18)

16
Tabel 1.3 Faktor daya dukung Meyerhof (1963)
 Nc Nq Nγ Nq/Nc tan   Nc Nq Nγ Nq/Nc tan 
0 5,14 1,00 0,00 0,20 0,00 26 22,25 11,85 12,54 0,53 0,49
1 5,38 1,09 0,07 0,20 0,02 27 23,94 13,20 14,47 0,55 0,51
2 5,63 1,20 0,15 0,21 0,03 28 25,80 14,72 16,72 0,57 0,53
3 5,90 1,31 0,24 0,22 0,05 29 27,86 16,44 19,34 0,59 0,55
4 6,19 1,43 0,34 0,23 0,07 30 30,14 18,40 22,40 0,61 0,58
5 6,49 1,57 0,45 0,24 0,09 31 32,67 20,63 25,99 0,63 0,60
6 6,81 1,72 0,57 0,25 0,11 32 35,49 23,18 30,22 0,65 0,62
7 7,16 1,88 0,71 0,26 0,12 33 38,64 26,09 35,19 0,68 0,65
8 7,53 2,06 0,86 0,27 0,14 34 42,16 29,44 41,06 0,70 0,67
9 7,92 2,25 1,03 0,28 0,16 35 46,12 33,30 48,03 0,72 0,70
10 8,35 2,47 1,22 0,30 0,18 36 50,59 37,75 56,31 0,75 0,73
11 8,80 2,71 1,44 0,31 0,19 37 55,63 42,92 66,19 0,77 0,75
12 9,28 2,97 1,69 0,32 0,21 38 61,35 48,93 78,03 0,80 0,78
13 9,81 3,26 1,97 0,33 0,23 39 67,87 55,96 92,25 0,82 0,81
14 10,37 3,59 2,29 0,35 0,25 40 75,31 64,20 109,41 0,85 0,84
15 10,98 3,94 2,65 0,36 0,27 41 83,86 73,90 130,22 0,88 0,87
16 11,63 4,34 3,06 0,37 0,29 42 93,71 85,38 155,55 0,91 0,90
17 12,34 4,77 3,53 0,39 0,31 43 105,11 99,02 186,54 0,94 0,93
18 13,10 5,26 4,07 0,40 0,32 44 118,37 115,31 224,64 0,97 0,97
19 13,93 5,80 4,68 0,42 0,34 45 133,88 134,88 271,76 1,01 1,00
20 14,63 6,40 5,39 0,43 0,36 46 152,10 158,51 330,35 1,04 1,04
21 15,82 7,07 6,20 0,45 0,38 47 173,64 187,21 403,67 1,08 1,07
22 16,88 7,82 7,13 0,46 0,40 48 199,26 222,31 496,01 1,12 1,11
23 18,05 8,66 8,20 0,48 0,42 49 229,93 265,51 613,16 1,15 1,15
24 19,32 9,60 9,44 0,50 0,45 50 266,89 319,07 762,89 1,20 1,19
25 20,72 10,66 10,88 0,51 0,47
* Vesic (1973)

17
Rumus umum yang digunakan untuk menentukan faktor pengaruh bentuk, kedalaman
dan kemiringan beban dapat digunakan seperti dalam Tabel 1.4

Tabel 1.4 Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan yang rekomendasikan:


Faktor Rumus Sumber
Bentuk B Nq De Beer (1970)
Fcs  1  
L Nc
B
Fqs  1  tan 
L
B
Fγs  1  0,4 
L
Kedalaman a. Bila Df/B  1 Hansen (1970)
Untuk  = 0
Df
Fcd  1  0,4
B
Fqd  1

Fd  1

Untuk  > 0
1 - Fqd
Fcd  Fqd -
N c  tanφ
Df
Fqd  1  2 tanφ 1  sinφ  ²
B
Fd  1

b. Bila Df/B > 1


Untuk  = 0
D 
Fcd  1  0,4 tan 1  f 
 B 
Fqd  1

Fd  1

Untuk  > 0
1 - Fqd
Fcd  Fqd -
N c  tanφ

D 
Fqd  1  2 tanφ 1  sinφ  ²tan 1  f 
 B 
Fγd  1

...lanjutan Tabel 1.4

18
Faktor Rumus Sumber
Kemiringan  β 
2 Mayerhof (1963);
Fci  Fqi  1   Hanna dan Mayerhof
 90 
2
(1981)
 β 
Fγi  
1    

 

β
Df

β
B

Gambar 1.10 Kemiringan beban pada pondasi

2.5 Faktor Keamanan pada Pondasi Dangkal


Besarnya kapasitas dukung ijin kotor (qijin = qall = gross allowable load-
bearing capacity) adalah :
qu
q ijin  (1.19)
SF
Sedangkan penambahan tegangan di bawah tanah netto (qijin(net)) = beban dari
bangunan atas (superstructure) per satuan luas pada pondasi dinyatakan dalam :

q u(net) qu  q
q ijin(net)   (1.20)
SF SF
keterangan :
qu = kapasitas dukung batas kotor (gross ultimate bearing capacity)
qu(net) = kapasitas dukung batas netto (net ultimate bearing capacity)
q = tekanan overburden = .Df
SF = faktor keamanan (factor of safety) umumnya minimal bernilai = 3.

Tegangan Tanah Yang Diperbolehkan

19
Untuk mendapatkan tegangan yang dipakai dalam perencanaan pondasi nilai yang
dihitung dengan rumus diatas ini dibagi dengan faktor keamanan dan nilai yang
didapat disebut daya dukung yang diperbolehkan, yaitu :

2.6 Metode Daya Dukung Tanah


A. Metode CBR
Metode ini awalnya diciptakan oleh O.J. Poter kemudian dikembangkan
oleh California State Highway Departement, kemudian dikembangkan dan
dimodifikasi oleh Corps insinyur – insinyur tentara Amerika Serikat (U.S Army
Corps of Engineers). Metode ini mengkombinasi percobaan pembebanan
penetrasi di laboratorium atau di lapangan dengan recana empiris untuk
menentukan tabel lapiasan perkerasan. Hal ini digunakan sebagai metode
perencanaan pelaksanaan lentur (flexible pavement) suatu jalan. Tabel suatu
bagian perkerasan ditentukan oleh CBR. Dengan rasio dari hasil tersebut yang
kita pakai sebagai acuan.

B. DCP (Dynamic Cone Penetrometer)


DCP atau Dynamic Come Penetrometer adalah alat yang digunakan
untuk mengukur daya dukung tanah dasar jalan langsung di tempat (in situ).
Daya dukung tanah dasar tersebut diperhitungkan berdasarkan atas hasil test
DCP yang dilakukan dengan cara mengukur berapa dalam (mm) ujung konus
masuk ke dalam tanah dasar tersebut setelah mendapat tumbukan palu geser
pada landasan batang utamanya. Korelasi antara banyaknya tumbukan dan
penetrasi ujung conus dari alat DCP ke dalam tanah akan memberikan gambaran
kekuatan tanah dasar pada titik – titik tertentu. Makin dalam konus yang masuk
untuk setiap tumbukan artinya makin lunak tanah dasar tersebut. Pengujian
debgan menggunakan alat DCP akan menghasilkan data yang setelah diolah
akan menghasilkan CBR lapangan tanah dasar pada titik yang ditinjau. CBR
lapanagan tanah dasar pada pelebaran jalan.

Jika pada tanah dasar dengan kedalaman sampai dengan 1 meter terdapat
beberapa lapisan tanah dengan daya dukung (nilai CBR) yang berbeda, maka
nilai CBR lapangan pada titik tersebut diperhitungkan berdasarkan nilai CBR
yang mewakili nilai – nilai CBR lapisan – lapisan tanah dimaksud untuk CBR
lapangan tanah dasar pada jalan aspal. Jika dihadapi kondisi tidak terdapat alat
Benkelman Beam untuk mendapatkan data renound deflection jalan aspal guna
keperluan overlay design, maka dapat digunakan alat DCP untuk mengumpulkan
data - data lapangan. CBR yang diperoleh dari perhitungan hasil survey dengan
alat DCP digunakan sebagai salah satu masukan untuk memperhitungkan
kebutuhan overlay yang prinsipnya adalah memanfaatkan nilai sisa perkerasan
lama. CBR lapangan tanah dasar di bawah perkeerasan jalan yang direkonstruksi
arau jalan baru. Prinsip sama dengan penentuan CBR lapangan tanah dasar pada
pelebaran jalan, hanya pengambilan lokasi titik-titik uji saja yang berbeda.
C. SPT (Standard Penetrasi Test)

20
Uji penetrasi standar ini dikembangkan pada tahun 1927 dan merupakan
saran yang paling populer dan ekonomis untuk memperoleh informasijenis dan
ketentuan tanah dari suatu lapisan bawah permukaan tanah. Yang diperkirakan
antara 80 sampai 90 persen dari rancangan pondasi konvensional di Amerika
dibuat dengan SPT. Dan telah dibukakan sebagai ASTM D 1586 sejak tahun
1958 dan sampai dengan sekarang telah mengalami revisi – revisi secara berkala
untuk memperoleh kesempurnaan.
Dari hasil pengalaman pengeboran lebih baik dengan menggunakan
common auger dengan diameter 1 7/8”, yang dilakukan untuk setiap 40 cm
sampai kedalaman 2 m atau 3m. Kemudian diadakan pencucian (washing)
sampai kedalaman tersebut dengan maksud untuk melebarkan lubang berkas bir
untuk persiapan pemasangan mata bor yang lebih besar dan pipa pelindung
(cashing). Sedangkan untuk lapisan permukaan tanah yang terdiri dari campuran
kerakal, kerikil dan pasir kasar yang bersifat lepas, pada saat pembuatan lubang
langsung dipasang pipa pelindung. Untuk membersihkan lubang dipakai three
cone bit.
Pengambilan sempel tanah asli pada umumnya dilakukan untuk tanah jenis
lempung, lanau, pasir kelempungan atau pasir kelanauan dengan menggunakan
alat tabung berdinding tipis dengan diameter 75 mm dan panjangnya 78 cm.
Setelah pengambilan sampel kemudian dilakukan percobaan penetrasi standar
untuk mengetahui kekuatan lapisan tanah pada kedalaman tersebut. Sehingga
didapat kekuatan atau daya dukung tanah tersebut.

BAB III

21
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Untuk menentukan daya dukung tanah dapat diperoleh dengan cara


menggunakan beberapa teori serta beberapa metode. Diantara teori – teori tersebut,
yang pertama adalah teori daya dukung Terzhagi, dimana digunakan untuk pondasi
yang tidak terlalu dalam. Yang kedua adalah daya dukung kempung, dimana untuk
menentukan daya dukung tanah serta kuat gesernya, yang tanahnya berupa
lempung. Yang ketiga adalah daya dukung pasir. Dan beberapa metode yang
digunakan adalah CBR (California Bearing Ratio), DCP (Dynamic Cone
Penetrometer), SPT (Standard Penetration Test). Dari masing – masing metode
tersebut didapat suatu nilai atau suatu kesimpulan. Sehinnga akhirnya dapat
ditentukan daya dukung tanah tersebut serta kuat geser tanah.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://karpetilmusipil.blogspot.com/2010/01/cbr-california-bearing-ratio.html

F.D Wieslly,1977,Mekanika Tanah cetakan keempat,Erlangga,Jakarta

Bersumber dari MODUL AJAR Politeknik Negeri Malang jurusan teknik sipil.

23

Anda mungkin juga menyukai