Anda di halaman 1dari 71

MAKALAH DESAIN PONDASI I

“Pertimbangan Daya Dukung Tanah Dengan Teori Plastis


Dan Menurus Untuk Jenis Pondasi Memanjang Dan
Pondasi Telapak Gabungan”
Dosen Pengampu : ROZA MILDAWATI, ST., MT

Oleh :
DWI NURDIANSYAH AMBARITA
193110415
KELAS IV C

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK


SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................ii
Kata Pengantar.......................................................................iv
BAB I.......................................................................................1
Pendahuluan.......................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................3
1.3 Tujuan...........................................................................3
BAB II......................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................4
2.1 Syarat Perencanaan Pondasi Dan Jenis-Jenis Pondasi
.......................................................................................... 4
2.2 Kapasitas Dukung Tanah Dan Fase-Fase Keruntuhan
Pondasi...............................................................................5
2.3 Teori Analisis Daya Dukung Tanah..............................8
2.4 Daya Dukung pada Tanah Lempung (Skempton)........17
2.5 Daya Dukung Pada Tanah Pasir..................................19
2.6 Hasil pengujian sondir..................................................19
2.7 Hasil pengujian beban pelat.........................................20
2.8 Metode Plastis..............................................................21
2.9 Pondasi Dangkal...........................................................23
2.9.1 Pondasi Memanjang............................................26
2.9.2 Pondasi Setapak Gabungan...............................29

i
Contoh Soal........................................................................52
BAB III.....................................................................................54
PENUTUP.............................................................................54
3.1 Kesimpulan....................................................................54
3.2 Saran.............................................................................54
DAFTAR PUSTAKA................................................................55

ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
diberikan kesempatan untuk belajar walaupun dalam kondisi
yang berbeda atau secara daring. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh
alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan
makalah yang menjadi tugas mata kuliah Desain Pondasi I
dengan judul “Pertimbangan Daya Dukung Tanah Dengan
Teori Plastis Dan Menurus Untuk Jenis Pondasi
Memanjang Dan Pondasi Telapak Gabungan”. Disamping
itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah
ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh
dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu
mendatang.
Pekanbaru, 23 - April – 2021

Dwi Nurdiansyah Ambarita


NPM : 193110415
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pondasi dalam suatu bangunan
merupakan bagian paling bawah dan
berhubungan langsung dengan tanah.
Pada struktur bangunan, pondasi
berfungsi untuk memikul beban
bangunan yang ada diatasnya. Untuk
menghasilkan bangunan yang kokoh,
pondasi juga harus direncanakan dan
dikerjakan dengan sangat hati-hati.
Pondasi harus diperhitungkan
sedemikian rupa baik dari segi dimensi
maupun secara analitis mekanis.
Setiap pondasi bangunan perlu
direncanakan berdasarkan jenis,
kekuatan dan daya dukung tanah
tempat berdirinya. Bagi tanah yang
stabil dan memiliki daya dukung baik,
maka pondasinya juga membutuhkan
konstruksi yang sederhana. Jika
tanahnya berlapis dan memiliki daya
dukung buruk, maka pondasinya juga
harus lebih kompleks.
Dalam mendesain pondasi harus
1
mempertimbang
kan penurunan
dan daya
dukung tanah.
Ketika berbicara
penurunan,
yang
diperhitungkan
biasanya
penurunan total
(keseluruhan
bagian pondasi
turun bersama-
sama) dan
penurunan
diferensial
(sebagian
pondasi saja
yang turun /
miring). Ini
dapat
menimbulkan
masalah bagi
struktur yang
didukungnya.

2
Untuk mengurangi kelemahan dari tanah tersebut, ada
alternatif lain tanpa memperbaiki tanahnya melainkan dengan
cara pondasi berselimut. Sehingga disini pondasi didesain
dengan gabungan antara pondasi yang dikombinasikan dengan
selimut di bawahnya. Landasan pondasi ini adalah baja atau
beton dengan selimut melingkar tipis di pinggiran pondasi.
Dengan adanya selimut di bawahnya diyakini bahwa daya
dukung pondasi akan meningkat. Penelitian ini adalah untuk
menentukan daya dukung pondasi telapak pada tanah berlapis
dengan dan tanpa selimut dengan parameter yang
mempengaruhinya.
Perencanaan pondasi tidak lepas dari perhitungan kuat
daya dukung tanah. Daya dukung tanah adalah kemampuan
tanah untuk menahan beban konstruksi. Daya dukung tanah
dianalisis agar pondasi tidak mengalami keruntuhan geser
(shear failure) dan penurunan berlebih. Daya dukung tanah
tersebut ditentukan oleh jenis dan karakter tanah. Tanah
berlapis adalah tanah yang memiliki lapisan sebanyak dua atau
lebih dengan perbedaan jenis dan atau karakter antar
lapisannya. Untuk menghitung daya dukung tanah berlapis
dapat dilakukan pendekatan dari teori Limit Equilibrium Method
oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1963), Hansen (1970), dan
Vesic (1973), yaitu dengan asumsi tanah berlapis menjadi
tanah homogen (satu lapis), meskipun kekuatan tiap lapisan
tanah cukup berbeda. Hal itu dilakukan jika ketebalan lapisan
atas relatif tebal dibandingkan dengan lebar pondasi.
Sebaliknya, jika tebal lapisan atas relatif tipis dibandingkan
dengan lebar pondasi, maka asumsi tersebut tidak berlaku.
Namun pada kenyataan di lapangan, kondisi tanah homogen
jarang dijumpai. Oleh karena itu, daya dukung pondasi pada
tanah berlapis perlu ditinjau lebih lanjut. Sedangkan, untuk
tinjauan daya dukung tanah terhadap jarak antar pondasi, studi
dilakukan pada tanah pasiran homogen. Variasi jarak antar
pondasi mengikuti teori Stuart (1962).

1.2 Rumusan Masalah


1. Pertimbangan daya dukung tanah dengan teori plastis dan
menerus
2. Jenis pondasi memanjang
3. Jenis pondasi telapak gabungan.

1.3 Tujuan
Pembaca dapat memahami definisi dan konsep dari
Pertimbangan daya dukung tanah dengan teori plastis dan
menerus untuk jenis pondasi memanjang dan pondasi telapak
gabungan. Sebagai bahan masukan untuk memperluas dan
memperdalam pemahaman tentang Mata Kuliah Desain
Pondasi.
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 Syarat Perencanaan Pondasi Dan Jenis-Jenis Pondasi


Dalam merancang pondasi, terdapat 2 persyaratan yang
harus dipenuhi, yaitu:
1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya
kapasitas dukung tanah harus dipenuhi. Dalam
perhitungan kapasitas dukung pondasi, umumnya
digunakan faktor aman 3
2. Penurunan pondasi harus dalam batas-batas toleransi,
khususnya penurunan yang tidak seragam(differential
settlement) harus tidak menyebabkan kerusakan pada
struktur.
Secara umum, pondasi dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar sebagai berikut:
1. Pondasi dangkal (shallow foundation): jenis pondasi yang
dipilih jika tanah di dekat permukaan mampu mendukung
beban struktur.
a. pondasi telapak (spread footing) : isolated footing (bujur
sangkar, lingkaran, empat persegi), combine footing,
dan continous footing (pondasi menerus).
b. pondasi rakit (raft/ mat foundation) adalah pondasi yang
terdiri dari pelat tunggal yang meluas, yang mendukung
beban struktur secara keselurhan.
2. Pondasi dalam (deep foundation): apabila tanah di
permukaan tidak mampu mendukung beban struktur.
a. pondasi tiang (pile foundation)
b. pondasi sumuran (well foundation)
c. pondasi kaison (caisson foundation)

2.2 Kapasitas Dukung Tanah Dan Fase-Fase Keruntuhan


Pondasi
Bila tanah mengalami pembebanan seperti beban
pondasi, tanah akan mengalami distorsi atau penurunan. Jika
beban terus ditambah, maka penurunan tanah juga terus
bertambah. Akhirnya pada suatu saat, terjadi kondisi dimana
pada beban tetap, pondasi mengalami penurunan sangat
besar. Kondisi ini menunjukkan keruntuhan kapasitas dukung
telah terjadi.
Kapasitas/daya dukung ultimit (qu) didefinisikan sebagai
beban maksimum persatuan luas dimana tanah masih dapat
mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan. Bila
dinyatakan dalam persamaan, maka:

Dimana:
= kapasitas dukung ultimit/batas (kN/m2)
= beban ultimit/beban batas (kN)
= luas beban (m2)
Konsep perhitungan daya dukung batas tanah dan bentuk
keruntuhan geser dalam tanah dapat dilihat dalam model
pondasi menerus dengan lebar (B) yang diletakkan pada
permukaan lapisan tanah pasir padat (tanah yang kaku) seperti
pada Gambar 2.1a. Apabila beban terbagi rata (q) tersebut
ditambah, maka penurunan pondasi akan bertambah pula. Bila
besar beban terbagi rata q = qu (qu = daya dukung tanah
batas) telah dicapai, maka keruntuhan daya dukung akan
terjadi, yang berarti pondasi akan mengalami penurunan yang
sangat besar tanpa penambahan beban q lebih lanjut seperti
Gambar 2.1b.

a) Model pondasi
b) kurva hubungan antara beban dan penurunan
Kurva I menunjukkan kondisi keruntuhan geser umum.
Pada waktu beban ultimit tercapai, tanah melewati fase
kedudukan keseimbangan plastis. Kondisi lain, jika tanah
sangat tidak padat atau lunak, penurunan yang terjadi sebelum
keruntuhan sangat besar. Pada kasus ini, keruntuhannya
terjadi sebelum keseimbangan plastis tanah termobilisasi,
seperti yang ditunjukkan pada kurva 2 yaitu pada kondisi
keruntuhan geser lokal.

Fase 1 Fase II
Fase III
Gambar 2.1.1 fase-fase keruntuhan
Fase-fase keruntuhan dibagi menjadi tiga fase sebagai berikut:
1. Fase I
Pada awal pembebanan, tanah di bawah pondasi akan
turun, terjadi pengembungan kolom tanah tepat dibawah
dasar pondasi ke arah lateral dan penururan permukaandi
sekitar pondasi. Penurunan yang terjadi sebanding
dengan besarnya beban tanah dalam kondisi
keseimbangan elastis. Masa tanah di bawah pondasi
mengalamikomresi sehingga kuat geser tanah naik,
sehingga daya dukung bertambah.
2. Fase II
Pada penambahan beban selanjutnya, penurunan tanah
terbentuk tepat di dasar pondasi dan deformasi plastis
tanah menjadi dominan. Gerakan tanah pada kedududkan
plastis dimulai dari tepi pondasi, dengan bertambah beban
zona plastis berkembang,kuat geser tanah
berkembang.Gerakan tanah ke arah lateral semakin
nyata, sehingga terjadi
retakan lokal dan geseran tanah di sekeliling tepi pondasi.
3. Fase III
Fase ini dikarekteristikkan oleh kecepatan deformasi yang
semakin bertambah sejalan dengan penambahan beban
yang diikuti oleh gerakan tanah kearah luar sehingga
permukaan tanah menggembung, sehingga tanah
mengalami keruntuhan disebut bidang geser radial dan
linier.

2.3 Teori Analisis Daya Dukung Tanah


 Teori daya dukung Terzaghi
Analisis kapasitas dukung didasarkan kondisi general
shear failure, yang dikemukakan Terzaghi (1943) dengan
anggapan-anggapan sebagai berikut:
 Tanah di dasar pondasi dianggap homogen isotropik
 Mode keruntuhan pondasi adalah general shear
failure
 Pondasi adalah strip dengan permukaan bawah
kasar
 Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi
diabaikan
 Permukaan tanah adalah horizontal
 Tidak terdapat gaya horizontal, momen dan
eksentrisitas
 Pondasi terletak pada kedalaman D<B
 Daerah elastis mempunyai sudut batas yang lurus
dengan bidang horizontal
Untuk pondasi menerus penyelesaian masalah seperti
pada analisa dua dimensi
Analisa distribusi tegangan di bawah dasar pondasi
menurut teori Terzaghi seperti ditunjukkan pada Gambar
2.2.1, dimana bidang keruntuhan dibagi menjadi 3 (tiga)
zona keruntuhan yaitu:

Gambar 2.2.5 Analisa distribusi tegangan di bawah


pondasi menurut teori Terzaghi (1943)
1. Zona I
Bagian ACD adalah bagian yang tertekan ke bawah dan
menghasilkan suatu keseimbangan plastis dalam bentuk
zona segitiga di bawah pondasi dengan sudut ACD = CAD
= α = 45o + ø/2. Gerakan bagian tanah ACD ke bawah
mendorong tanah disampingnya ke samping.
2. Zona II
Bagian ADF dan CDE disebut radial shear zone (daerah
geser radial) dengan curve DE dan DF yang bekerja pada
busur spiral logaritma dengan pusat ujung pondasi.
3. Zona III
Bagian AFH dan CEG dinamakan zona pasif Rankine
dimana bidang tegangannya merupakan bidang longsor
yang mengakibatkan bidang geser di atas bidang
horisontal tidak ada dan digantikan dengan beban
sebesar q =  . Df
 Untuk tanah dengan keruntuhan geser umum
(general shear failure)
Persamaan umum untuk pondasi lajur/menerus,
sebagai berikut:
qu = c Nc +  Df Nq + 1/2  B N
Juga dapat menggunakan rumus-rumus sebagai
berikut:
Nc = N q 1cot
Nq = 


 2 
a 
   
2 cos2  45  
 2  
 

= e
Dimana:
c = kohesi (kN/m2)
Df = kedalaman fondasi (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
B = lebar fondasi (m)
NC , Nq , N γ = faktor kapasitas dukung tanah (fungsi ⱷ)
 Untuk tanah dengan keruntuhan geser setempat (local
shear failure)
Untuk harga c diganti c′ = 2/3 c dan harga  diganti ′ =
tan-1 (2/3 tan ). Dari nilai c′ dan ′ didapatkan faktor-faktor
daya dukung untuk kondisi keruntuhan lokal: N′c; N′q; N′
 N′c N′q N′  N′c N′q N′
0 5,70 1,00 0,00 26 15,53 6,05 2,59
1 5,90 1,07 0,005 27 16,30 6,54 2,88
2 6,10 1,14 0,02 28 17,13 7,07 3,29
3 6,30 1,2 0,04 29 18,03 7,66 3,76
4 6,51 1,30 0,055 30 18,99 8,31 4,39
5 6,74 1,39 0,074 31 20,03 9,03 4,83
6 6,97 1,49 0,10 32 21,16 9,82 5,51
7 7,22 1,59 0,128 33 22,39 10,69 6,32
8 7,47 1,70 0,16 34 23,72 11,67 7,22
9 7,74 1,82 0,20 35 25,18 12,75 8,35
10 8,02 1,94 0,24 36 26,77 13,97 9,41
11 8,32 2,08 0,30 37 28,51 15,32 10,90
12 8,63 2,22 0,35 38 30,43 16,85 12,75
13 8,96 2,38 0,42 39 32,53 18,56 14,71
14 9,31 2,55 0,48 40 34,87 20,50 17,22
15 9,67 2,73 0,57 41 37,45 22,70 19,75
16 10,06 2,92 0,67 42 40,33 25,21 22,50
17 10,47 3,13 0,76 43 43,54 28,06 26,25
18 10,90 3,36 0,88 44 47,13 31,34 30,40
19 11,36 3,61 1,03 45 51,17 35,11 36,00
20 11,85 3,88 1,12 46 55,73 39,48 41,70
21 12,37 4,17 1,35 47 60,91 44,54 49,30
22 12,92 4,48 1,55 48 66,80 50,46 59,25
23 13,51 4,82 1,74
24 14,14 5,20 1,97 49 73,55 57,41 71,45
25 14,80 5,60 2.25 50 81,31 65,60 85,75

* Kumbhojkar (1993)

Gambar 2.2.6 Grafik Faktor Daya Dukung Terzaghi


 Pengaruh bentuk pondasi pada teori daya dukung
terzaghi

α, β = faktor bentuk
Bentuk pondasi α β

Menerus 1 1

Bujur sangkar 1,3 0,8

Lingkaran (d=B) 1,3 0,6

(1+0,3 (1-0,2
Persegi panjang (BxL)
B/L) B/L)

 Pengaruh muka air

• Kasus 1  muka air tanah pada kedalaman dw (m) dari


permukaan tanah

• Kasus 2 muka air pada dasar pondasi

• Kasus 3 muka air pada z dibawah dasar pondasi


))B

• Kasus 4 muka air pada z=B dibawah dasar pondasi


B

Dimana :
α, β = faktor bentuk pondasi
c = kohesi tanah (kN/m2)
Df = kedalaman fondasi (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
γw = berat volume air (kN/m3)
γ’ = berat volume efektif (kN/m3)
γ’= γ- γw
B = lebar fondasi (m)
NC , Nq , N γ = faktor kapasitas dukung tanah (fungsi ⱷ)
 Istilah – istilah penting
 p = tekanan overburden total(total overburden pressure)
adalah intensitas tekanan total yang terdiri dari berat
material di atas dasar pondasi total, yaitu berat tanah dan
air sebelum pondasi dibangun.
 qu= daya dukung ultimit/batas (ultimate bearing capacity)
adlah beban maksimum per satuan luas yang masih dapat
didukung oleh pondasi, dengan tidak terjadi kegagalan
geser pada tanah yang mendukungnya. Besranya beban
yang didukung, termasuk beban struktur, beban pelat
pondasi, dan tanah urug di atasnya.
 qun= daya dukung ultimit neto (net ultimate bearing
capacity) adalah nilai intensitas beban pondasi neto
dimana tanah akan mengalami keruntuhan geser, dengan:
qun = qu- Df
 q= tekanan pondasi total(total foundation pressure) atau
intensitas pembebanan kotor (gross loading intensity)
adalah intensitas tekanan total pada tanah di dasar
pondasi, sesudah struktur sudah selesai dibangun dengan
pembebanan penuh. Beban-bebannya termasuk berat
kotor pondasi, berat struktur atas, dan berat kotor tanah
urug termasuk air di atas dasar pondasi.
 qn= tekanan pondasi neto(net foundation pressure)
adalah untuk pondasi tertentu adalah tambahan tekanan
pada dasar pondasi, akibat beban mati dan beban hidup
dari struktur. Bila dinyatakan dalam persamaan maka:
qn = q- Df
 qa= daya dukung ijin (allowable bearing capacity) adlah
besarnya intensitas beban neto maksimum dengan
mempertimbangkan besarnya kapasitas dukung,
penurunan dan kemampuan struktur untuk menyesuaikan
terhadap pengaruh penurunan tersebut.

 Faktor Aman (Safety Factor)(SF)


Pada umumnya faktor keamanan yang diijinkan untuk
daya dukung tanah di bawah dasar pondasi besarnya sekitar
3. Hal ini dilakukan karena dalam keadaan sesungguhnya di
lapangan tanah tidak homogen dan isotropis sehingga pada
saat mengevaluasi parameter-parameter dasar dari kekuatan
geser tanah ini ditemui banyak ketidakpastian.
Faktor aman (SF) dalam tijauan kapasitas dukung ultimit
neto didefinisikan sebagai:

SF =
Dimana:
= berat volume tanah di atas dasar
pondasi Df = kedalaman pondasi
qu= daya dukung ultimit
q = tekanan pondasi total
q=

2.4 Daya Dukung pada Tanah Lempung (Skempton)


Pondasi yang terletak pada lempung jenuh
memperhatikan faktor bentuk dan kedalaman pondasi.
Terdapat faktor pengaruh bentuk pondasi Sc = (1 + 0,2
⁄ ).

1. Pondasi di permukaan D = 0
Nc = 5,14 (pondasi memanjang) dan N c = 6,20 (pondasi
lingkaran/bujur sangkar).
2. Pondasi pada kedalaman 0 < D < 2,5 B)  Nc =
(1+0,2 ⁄ ) Nc permukaan
3. Pondasi pada kedalaman D > 2,5 B  Nc = 1,5 Nc permukaan
Pondasi memanjang:
Daya dukung batas: qu = cu Nc + γ D Nq
Daya dukung batas netto: qu’ = cu’ Nc
Dimana: qu = daya dukung batas (kN/m2)
qu’ = daya dukung batas netto (kN/m2)
D = kedalaman pondasi (m)
γ = berat satuan tanah (kN/m3)
cu = kohesi undrained (kN/m2)
Nc = faktor daya dukung
Pondasi empat persegi panjang (B x L):
Nc = (0,84 + 0,16 ⁄ ) Nc bujur sangkar

Daya dukung batas: qu = (0,84 + 0,16 ⁄ ) cu Nc + γ D

Nq Daya dukung batas netto: qu’ = (0,84 + 0,16 ⁄ ) cu’

Nc
Gambar 2.5.1 faktor kapasitas dukung Nc (Skempton, 1951)
2.5 Daya Dukung Pada Tanah Pasir
Pada tanah pasir dan kerikil (c=0), daya dukung
terutama dipengaruhi oleh kerapatan relatif (relative density),
kedudukan muka air tanah, tekanan kekang, dan ukuran
pondasi. Persamaan untuk masing-masing pondasi adalah
sebagai berikut:
1. Pondasi menerus  qu = γ D Nq + 0.5 γ B Nγ
2. Pondasi bujur sangkar  qu = γ D Nq + 0.4 γ B Nγ
3. Pondasi lingkaran/bulat  qu = γ D Nq + 0.3 γ B Nγ
4. Pondasi 4 persegi panjang  qu = γ D Nq + (1-0,2 B/L)
0.5 γ B Nγ
Perhitungannya berdasarkan kondisi terdrainasi dengan
menggunakan parameter tegangan efektif ϕ’ > 0 dan c’ = 0.

2.6 Hasil pengujian sondir


Meyerhof (1956) menyarankan persamaan sederhana
untuk menentukan daya dukung ijin pada tanah pasir
berdasarkan penurunan 1 inchi. Penerapannya digunakan
untuk pondasi telapak atau pondasi menerus dengan
dimensi yang tidak lebar.
1. Pondasi bujur sangkar atau menerus (B ≤ 1,20 m) 
qa =
(kg/cm2)
2. Pondasi bujur sangkar atau menerus (B ≥ 1,20 m) 

qa = ( ) kg/cm2
Dimana: qa = daya dukung ijin untuk penurunan 1 inchi
qc = nilai konus (kg/cm2), diambil nilai konus rata-
rata sampai kedalaman B
Schmertmann (1978), mengusulkan hubungan daya
dukung dengan nilai konus untuk pondasi dangkal dengan
⁄ ≤ 1,5 sebagai berikut:

1. Tanah non kohesif


Menerus  qu = 28 – 0,0052 (300 – qc) 1,5
Bujur sangkar  qu = 48 – 0,0090 (300 – qc) 1,5
2. Tanah kohesif
Menerus  qu = 2 – 0,28qc
Bujur sangkar  qu = 5 – 0,34qc
qu dan qc dalam tsf atau kg/cm2.

2.7 Hasil pengujian beban pelat


Dari hasil uji pembebanan pelat, daya dukung batas pondasi
dihitung dengan persamaan berikut:
1. Tanah dengan kekuatan konstan (B < 4Bp)  qu = qu.p
2.Tanah dengan kekuatan meningkat secara linear terhadap
kedalaman (B < 4Bp)
 qu = qu.p

3. Ekstrapolasi hasil uji penurunan Terzaghi dan Peck  q1 =


Gambar 2.3.3 Uji pembebanan pelat
Hasil uji pembebanan pelat berlaku apabila dasar tanah
seragam sampai dengan kedalaman lapisan distribusi tekanan
bangunan masih berpengaruh.

2.8 Metode Plastis


Sebagian besar teori daya dukung dikembangkan
berdasarkan teori plastisitas dimana tanah dianggap
berkelakuan sebagai bahan yang bersifat plastis. Paham ini
dikenalkan oleh Prandtl (1921) yang mengembangkan
persamaan dari analisis kondisi aliran. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Mayerhof (1955),
Hansen (1970), Vesic (1975) , dan lainnya. Paham analisa
perhitungan daya dukung tanah lemung yang
dikembangkan para ahli tersebut mengasumsikan bahwa
tanah lempung dalam keadaan undrained. Teori ini
dikembangkan dari Mohr-Coulumb dapat dilihat pada
persamaan 1.1 :
 = c +  . tan  (1.1)

dimana :
 = teganganger
c = kohesi tanah
 = tegangan normal
 = sudut geser dalam tanah
Prandtl mengembangkan persamaan dari analisis kondisi
aliran yang diasumsikan seperti Gambar 1.

Gambar 1. Bidang Keruntuhan Daya Dukung


Pondasi di Permukaan Tanah
menurut Prandrl (1920), SUmber :
Joseph E. Bowles,1991)
Bagian melengkung dari busur ed atau ce dianggap sebagai
bagian dari suatu spiral logaritmis. Suatu keseimbangan
plastis terjadi di atas permukaan gdcef sedangkan sisi tanah
lainnya berada dalam keseimbangan elastis.
Berdasarkan teori plastisitas yang dikembangkannya, Prandtl
menyelesaikan permasalahan daya dukung ultimit pada
pondasi di atas lempung jenuh dalam kondisi tak terdrainase
(u = 0) dengan kekuatan geser cu secara eksak dapat dilihat
pada Persamaan 1.2 berikut.

qu = (π+2)cu = 5,14 cu (1.2)

2.9 Pondasi Dangkal


Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban
secara langsung. Pondasi dangkal disebut pondasi langsung ,
pondasi ini digunakan apabila lapisan tanah pada dasar
pondasi yang mampu mendukung beban yang dilimpahkan
terletak tidak dalam (berada relative dekat dengan permukaan
tanah.
Saat ini masih sulit bagi kita untuk mendefinisikan pondasi
dangkal, karena sangat tergantung dari masing-masing ahli
tanahyang menginterpretasikan. Sebagai contoh Tarzaghi
mendefinisikan pondasi dangkal sebagai berikut:

 Apabila kedalam fondasi lebih kecil atau sama dengan


lebar fondasi, maka fondasi tersebut bisa dikatakan
sebagai fondasi dangkal.
 Anggapan bahwa penyebaran tegangan pada struktur
pondasi ke tanah dibawahnya berupa lapisan penyangga
(bearing stratum) lebih kecil atau sama dengan lebar
pondasi.
Stabilitas dari suatu pondasi dangkal bisa kita tentukan dengan
banyak cara dan stabilitas ini ditentukan oleh beberapa faktor :

a. Kapasitas daya dukung tanah (bearing capacity)


Yaitu daya dukung tanah dimana konstruksi
diletakkan kapasitas daya dukung ini sangat ditentukan
oleh:
 Jenis pondasi dangkal : Meliputi bentuk pondasi,
dimensi, dan kedalaman pondasi.
 Sifat-sifat tanah Yaitu sifat-sifat tanah dimana
pondasi dangkal diletakkan dan terutama yang erat
kaitannya dengan karakteristik indeks dan
karakteristik struktur tanah yang meliputi antara lain :
 γ(berat volume tanah)
 c (cohesi tanah)
 ϕ (sudut geser tanah)

b. penurunan (settlement)
Penurunan yang terjadi pada struktur pondasi dangkal
yang terjadi akibat beban struktur yang dipikul oleh
pondasi tersebut, dalam perhitungannya dikenal :
 Penurunan seketika (immediate settlement) yaitu
penurunan diakibatkan oleh elastisitas tanah
 Penurunan konsolidasi (consolidation settlement)
yaitu penurunan yang diakibatkan peristiwa
konsolidasi atau peristiwa keluarnya air dari ruang
pori partikel tanah.

Jika dilihat dari bentuk penurunannya maka penurunan


bisa dibedakan menjadi dua yaitu :
 Penurunan seragam (uniform), penurunan yang terjadi
Stot< penurunan yang disyaratkan Syrt.
 Penurunan tak seragam (non uniform) Stot < Syrt.ᵟs <ᵟs yrt
Dengan melihat kriteria stabilitas dari suatu pondasi dangkal
maka didalam perancangan dua kriteria tersebut perlu
diperhatikan dan harus selalu memenuhi persyaratan selain
memenuhi persyaratan terhadap factor keamanan.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pondasi dangkal


harus memenuhi keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Kapasitas daya dukung batas Qult > tegangan kontak
yang diakibatkan oleh beban luar
2. Penurunan pondasi yang terjadi < penurunan disyaratkan
3. Struktur secara keseluruhan harus stabil dalam arah
vertikal, horinzal dan terhadap guling
2.9.1 Pondasi Memanjang

Pondasi jalur/ pondasi memanjang (kadang disebut juga


pondasi menerus) adalah jenis pondasi yang digunakan untuk
mendukung beban memanjang atau beban garis, baik untuk
mendukung beban dinding atau beban
kolom dimana penempatan kolom dalam jarak yang dekat dan
fungsional kolom tidak terlalu mendukung beban
berat sehingga pondasi tapak tidak terlalu dibutuhkan. Pondasi
jalur/ pondasi memanjang biasanya dapat dibuat dalam bentuk
memanjang dengan potongan persegi ataupun trapesium.
Bisanya digunakan untuk pondasi dinding maupun kolom
praktis. Bahan untuk pondasi ini dapat menggunakan
pasangan patu pecah, batu kali, cor beton tanpa tulangan dan
dapat juga menggunakan pasangan batu bata dengan
catatan tidak mendukung beban struktural.
Pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan
kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi
telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya.
Pondasi menerus biasa digunakan untuk pondasi dinding,
terutama digunakan pada bengunan/rumah tinggal tidak
bertingkat, seluruh beban atap/beban bangunan umumnya
dipikul oleh dinding dan diteruskan ketanah melalui pondasi
menerus sepanjang dinding bangunan.
Untuk bangunan kecil di atas tanah baik, pondasi
menerus setengah bata cukup diletakkan pada kedalaman 60-
80 cm di bawah muka tanah, bila dinding satu bata, kedalaman
pondasi biasanya 80- 100 cm, sedangkan konstruksi pondasi
cukup dari pasangan batu, lebar dasar pondasi umumnya
dibuat tidak kurang dari dua setengah kali tebal tembok. Diatas
pondasi pasangan batu perlu dipasang balok beton bertulang
yang berfungsi sebagai balok pengikat dan juga dapat
meratakan beban dinding.
2.9.1 Pondasi Telapak Gabungan
Pondasi telapak gabungan merupakan pondasi yang terdiri dari
2 (dua) pondasi tapak yang berdekatan menjadi suatu pondasi
tunggal. Pondasi telapak gabungan biasanya ditemui pada
bangunan seperti pilar jembatan dan pilar akuaduk. Tujuan
penggunaan pondasi jenis ini adalah untuk menanggulangi
momen penggulingan yang terlalu besar pada pondasi, selain
itu untuk tanah yang daya dukungnya kecil pondasi ini sangat
cocok, karena dasar pondasi yang dibutuhkan lumayan lebar.
Keuntungan lain menggunakan pondasi jenis ini adalah untuk
mencegah penurunan tak seragam, terutama pada tanah
lunak.

Secara garis besar merencanakan pondasi telapak gabungan


sama prinsipnya dengan merencanakan pondasi telapak, yaitu
meliputi perhitungan besar beban yang diterima oleh pondasi
dan pendistribusian beban, menganalisa jenis tanah dan
menentukan kapasitas daya dukung izin suatu tanah dan
merancang struktur pondasi.
 Perhitungan beban dan pendistribusiannya
Perhitungan beban meliputi berat seluruh bangunan baik
struktur maupun non struktur, baik beban hidup maupun
beban angin. Selain itu beban angin, hujan dan gempa
juga turut diperhitungkan. Perhitungan beben yang akan
ditanggung oleh pondasi secara detail akan menjadikan
bangunan lebih kukuh, dan tahan terhadap keruntuhan.
Pendistribusian atau pelimpahan beban biasanya dibagi
kepada titiktitik kolom, sehingga melalui kolom akan
disalurkan ke pondasi.
 Menganalisa jenis tanah dan menentukan kapasitas/daya
dukung izin
Menganalisa jenis tanah untuk perletakan pondasi
biasanya dilakukan dengan mengambil sampel tanah
dilapangan dan melakukan pengujian di laboratorium.
Pengujian yang sering dilakukan antara lain Uji Penetrasi
Standar (SPT), Uji Kuat Geser, dan lain sebagainya.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jenis tanah,
kuat geser, hambatan konus, dan data lain untuk
menentukan kapasitas dukung izin tanah.
Menentukan kapasitas dukung izin tanah bertujuan untuk
mengetahui besarnya kemampuan tanah untuk
mendukung atau menahan beban pondasi yang diletakkan
pada tanah tersebut. Biasanya perencana menggunakan
Analisa Terzaghi ataupun Analisa Meyerhof.
 Merancang struktur pondasi
Secara umum merancang struktur pondasi telapak
gabungan dapat dilakukan dengan anggapan bahwa
pondasi atau pelat pondasi sangat kaku, sehingga
pelengkungn pondasi tidak mempengaruhi penyebaran
tekanan. Dan menganggap bahwa distribusi tekanan
sentuh pada dasar pondasi disebarkan secara linear.
Pondasi telapak gabungan digunakan dengan alasan-alasan
sebagai berikut:
a) Jarak antara dua kolom atau lebih terlalu dekat, sehingga
bila dipakai pondasi terpisah akan berimpit atau overlapping.
b) Jarak kolom terlalu dekat dengan batas pemilikan tanah,
atau dibatasi oleh bangunan yang telah ada sebelumnya.
c) Untuk menanggulangi momen penggulingan yang terlalu
besar.
d) Dibutuhkan dasar pondasi dengan lebar yang besar, karena
tanah mempunyai daya dukung rendah.
Batas pemilikan

Pondasi telapak gabungan empat persegi panjang


Batas pemilikan

Pondasi telapak terpisah Pondasi telapak gabungan trapesium

Pondasi rakit

Batas pemilikan

Gambar 4.1 Contoh penggunaan beberapa jenis pondasi


Anggapan-anggapan dalam perancangan pondasi telapak
gabungan :
a) Pelat pondasi dianggap kaku, sehingga pelengkungan
pondasi tidak mempengaruhi penyebaran tekanannya.
b) Distribusi tekanan pada dasar pondasi disebarkan secara
linier.
A. Telapak Gabungan Empat Persegi Panjang
Perancangan pondasi telapak gabungan empat
persegi panjang digunakan apabila jarak antara dua
kolom berdekatan.
Apabila kolom bagian luar terletak pada batas pemilikan,
maka pusat luasan pondasi dibuat berhimpit dengan
resultan bebannya dengan mengatur panjang L pada sisi
pondasi yang terletak di bagian dalam bangunan. Oleh
karena itu tekanan pada dasar pondasi seragam.
Apabila kedua kolom berbatasan dengan pemilikan, maka
dapat dibuat pusat luasan pondasi tidak berhimpit dengan
resultan bebannya. Dan oleh karena itu tekanan pada dasar
pondasi tidak seragam.
Tabel 4.1 Estimasi daya dukung aman berbagai jenis tanah
Macam tanah Daya Keterangan
dukung
aman
(kg/cm2)
(a) tanah-tanah Lebar B>1
granuler >6,0 m.
Kerikil padat/pasir kedalaman
bercampur kerikil padat 2–6 muka air
tanah > B
Kerikil kepadatan dari dasar
sedang/pasir berkerikil <2 pondasi
kepadatan sedang
>3
Kerikil tak padat/pasir
berkerikil tak padat 1–3

Pasir padat <1

Pasir kepadatan sedang

Pasir tak padat


(b) Tanah-tanah Sangat
kohesif 3–6 dipengaruhi
Lempung keras oleh
2–4 konsolidasi
Lempung pasir dan jangka
lempung kaku 0,5 – 1 panjang

Lempung agak kaku < 0,75

Lempung sangat lunak


dan lanau

Langkah-langkah perhitungan demensi pondasi telapak


gabungan apabila pusat luasan pondasi berimpit dengan
resultan beban, dilakukan sebagai berikut:

a. Hitung lebar pondasi B


P ,
L  qa

dengan
P  P  P
1 2

qa = daya dukung estimasi ( Tabel 4.1)


L = panjang pondasi
B = lebar pondasi
b. Hitung daya dukung aman netto (qn) dengan lebar pondasi
B
c. Kontrol bahwa qn ≥ qa

Langkah-langkah perhitungan demensi pondasi telapak


gabungan apabila pusat luasan pondasi tidak berimpit dengan
resultan beban, dilakukan sebagai berikut:
a. Hitung :  P  P1  P2  R
r
b. Hitung letak R dari P1, dengan r1 = P2
R

c. L = (a1 + r1 + r2 + a2) dan r2 = r – r1


d. Hitung eksentisitas resultan beban dari pusat telapak
L
pondasi, yaitu : e = (a1 + r1) –
2

e. Estimasikan daya dukung pondasi menurut jenis tanahnya


qa, (Tabel 4.1)
f. Hitung lebar pondasi B,
=
P 6e
q

1 ≤ q ; untuk e ≤ L

maks
 L  a
BL 6
dan

qmaks = 4P L
≤ qa ; untuk e >
3BL  6
2e

g. Hitung
q
=  P
1
6e >0 ; untuk e≤ L

min
 L 

BL 6
h. Hitung daya dukung aman netto (qn) , untuk lebar pondasi
B
i. Kontrol qn ≥ qa

Contoh soal 4.1


Dua buah kolom berdekatan P1 = 80 t, P2 = 160 t. Kolom P1
berbatasan dengan kepemilikan dengan jarak a1 = 0,4 m. Jarak
kedua kolom 4 m pondasi terletak pada tanah lempung dengan
berat volume rata-rata 2 t/m3, cu = 7 t/m2. Hitung dimensi
pondasi yang aman.
Penyelesaian :

R
P1=80 t P2=160 t

1,5 m

0,4 m4,0 m a2

qn

B
r1r2

Gambar C 4.1

 PRP  1
= P1 + P2 = 80 t + 160 t = 240 t
P2

Untuk cu = 7 t/m2 , didapat qestimasi = qa = 15 t/m2


Letak R dari kolom P1 → r1 = P2  160  = 2,67 m.
rR =4
r2 = r – r1 = 4 – 2,67 = 1,33 m 240

a1 = 0,4 m (jarak P1 terhadap batas tanah)


Bila diinginkan pusat luasan pondasi berimpit dengan resultan
bebannya
L = 2 (2,67 + 0,4) = 6,14 m, dan a2 =6,14 – (0,4 + 2,67 + 1,33)
= 1,74 m
P
B = 240
L  qa = 2,6 m
6,14
15
Daya dukung netto dihitung menurut analisis Skempton, maka :
qun = cu Nc
Df/B = 1,5/2,6 = 0,58
Dari grafik Skempton, untuk pondasi bujur sangkar diperoleh Nc
= 7,2
Untuk pondasi empat persegi panjang ukuran 2,6 m x 6,14 m.
Nc = (0,84 + 0,16 x 2,6
) x 7,2 = 6,53
6,14

Sehingga, qun = 7 x 6,53 = 45,71 t/m2


qn = qun 45,71
= 15,24 > qa t/m2 ( OK !)
SF
=
3

qnet = 240
= 15 t/m2
2,6 
6,14

qnet < qn (OK !)


Jadi pondasi empat persegi panjang ukuran 2,6 m x 6,14 m
aman.

Contoh 4.2
Dua buah kolom masing-masing P1= 80 t dan P2= 120 t, yang
berjarak 3 m akan dibangun pada lapisan tanah pasir tebal ,
yang mempunyai berat volume γb= 1,9 t/m3, φ = 30o,
kedalaman muka air tanah sangat dalam. Kolom P1
berbatasan dengan kepemilikan dengan jarak 40 cm.
Sedangan kolom P2 terletak bebas dalam bangunan. Bila
diinginkan pusat berat luasan berimpit resultan beban,
rencanakan lebar pondasi yang aman.
R
P1= 80 t P2=120 t
Lapisan pasir tebal
D f= 5 m 3
b = 1,9 t/m
1, = 30 o

0,4 3,0 1,0

qn

L=4,4 m

r1 r2

Gambar C 4.2
Untuk pasir dengan sudut gesek φ =30o , dapat diklasifikasikan
sebagai pasir dengan kepadatan sedang, maka daya dukung
estimasi qa = 2 kg/cm2 = 20 t/m2

 P  R  P  P = 80 + 120 = 200 t
1 2

Letak resultan beban dari kolom P1 adalah r1 = P2  3


rR = 120
200 =

1,80 m, sedangkan letak resultan beban dari kolom P2 adalah


r2 = 3,0 – r1 = 1,20 m
Pusat telapak pondasi dibuat berimpit dengan resultan beban.
L = 2 (1,80 + 0,4) = 4,4 m, dan a2 = 4,4 – (0,4 + 1,80 + 1,20) =
1,0 m
P
B = 200
L  qa = 2,273 m
4,4x20
qnet
 200 = 19,9976 t/m2

P = 4,4x2,273
L
B

Dari table Terzaghi untuk φ =30o, didapat Nq= 22,5 , Nγ = 19,7


Daya dukung pondasi untuk B= 2,273 m , dan L = 4,4 m
qult = po . Nq + 0,5 γ B.Nγ (1-0,2B/L)
= (1,5 x 1,90) x 22,5 +(0,5 x 1,9 x 2,273 x 19,7)x(1 – 0,2 x
2,273/4,4)
= 102,2691 t/m2
qult netto = qult – po = 102,2691 - 1,5 . 1,90 = 99,42 t/m2

qn = qultnetto  99,42  33,14 t / m2


SF 3

Ternyata qn > qnet, sehingga pondasi ukuran B= 2,273 m dal L=


4,40 m, aman!

Contoh 4.3
Dua buah kolom masing-masing P 1= 80 t dan P2= 120 t, yang
berjarak 3 m akan dibangun pada lapisan tanah pasir tebal ,
yang mempunyai berat volume γb= 1,9 t/m3, φ = 30o,
kedalaman muka air tanah sangat dalam. Kolom P1dan P2
berbatasan dengan kepemilikan dengan jarak 40 cm. Bila
diinginkan pusat berat luasan tidak berimpit resultan beban,
rencanakan lebar pondasi yang aman.
Penyelesaian:
R
P1= 80 t P2=120 t
Lapisan pasir tebal
Df= 1,5 m b= 1,9 t/m3
= 30o

0,4 3,0 0,4

qn min
qn max

L=3,8 m

r1 r2

Gambar C4.3

Untuk pasir dengan sudut gesek φ =30o , dapat diklasifikasikan


sebagai pasir dengan kepadatan sedang, maka daya dukung
estimasi qa = 2 kg/cm2 = 20 t/m2
Panjang pondasi L = 3,80 m
Letak resultan beban dari kolom P1 adalah r1 = P2  3
rR = 120
200 =

1,80 m, sedangkan letak resultan beban dari kolom P2 adalah


r2 = r – r1 = 1,20 m
L= (a1 + r1 + r2 + a2) =3,8 m.
a2 = a1 = 0,4 m
e = (a1 + r1) – L
= (0,4 + 1,80) – 1,90 = 0,30 m < L
2 6
Tekanan pada dasar pondasi :
P 6e 
q = 1 = 20
0

1
6  0,30 
max  
BL 3,80 
 
 L B  3,80

q max ≤ qa , sehingga didapat :
200  6  0,30 
1 ≤ 20, atau B = 3,88 m
 
B  3,80 3,80 

q min = 200  6  0,30 
1 , untuk B = 3,88 m
 
B  3,80 3,80 

qmin = 200 6  0,30 
1 = 7,14 t/m2 > 0 (O.K)
 
3,88  3,80 3,80 

Dari Table Terzaghi untuk φ =30o, didapat Nq= 22,5 , Nγ =


19,7
Daya dukung pondasi untuk B= 3,88 m, dan L = 3,8
m qult = po . Nq + 0,5 γ B.Nγ (1-0,2B/L)
= (1,5 x 1,90) x 22,5 +(0,5 x 1,9 x 3,8 x 19,7) x(1 – 0,2 x
3,8/3,88)
= 121,3119 t/m2
qult netto = qult – po = 121,3119 - 1,5 . 1,90 = 118,4619 t/m2

qn = qultnetto  118,4619  39,48 t / m2


SF 3

Ternyata qn > q max, sehingga pondasi ukuran B= 3,88 m dal L=


3,80 m, aman!

B. Telapak Gabungan Trapesium


Pondasi telapak gabungan trapsium digunakan bila ruang
bagian kanan dan kiri kolom terbatas dengan kepemilikan.
Pondasi telapak gabungan trapesium dapat dibuat menurut
pusat luasan pondasi berimpit dengan resultan beban dan
pusat luasan pondasi tidak berimpit dengan resultan beban.
Langkah-langkah perhitungan demensi pondasi telapak
gabungan trapezium apabila pusat luasan pondasi berimpit
dengan resultan beban, dilakukan sebagai berikut:
a. Tentukan besar resultan beban (P=R)
b. Tentukan letak resultan beban R dari masing-masing
kolom .
c. Panjang L yang terbatas ditentukan dengan mengambil
pusat berat luasan berimpit resultan beban.
P 1 L  a 1   P 2 a 2
r=
P
d.Estimasi daya dukung pondasi (qa) menurut jenis tanah
(Tabel 4.1)
e.Hitung luas telapak pondasi
A= 
P

qa

f. Hitung lebar telapak B1 dan B2


B1 2A  3r 
  1
=
L L 
B2
 2A 
= B
  1
L

B1 = sisi trapesium pada kolom P1.


B2 = sisi trapesium pada kolom P2
Bila r = L/3, maka B1 = 0. Dalam hal ini panjang L harus
ditambah ke arah sisi B2.
g.Hitung daya dukung aman netto (qs net ) yang didasarkan
pada dimensi pondasi yang ditemukan
h.Kontrol bahwa qn ≥ qa.
Langkah-langkah perhitungan demensi pondasi telapak
gabungan trapezium apabila pusat luasan pondasi tidak
berimpit dengan resultan beban, dilakukan sebagai berikut:
a. Tentukan letak titik berat luasan pondasi dengan :
L  2B1  B2 
ro =  
3  B1  B 2 

ro = jarak titik berat trapesium terhadap sisi B2.


b. Buat sumbu-sumbu koordinat x,y berimpit dengan ro.
c. Tentukan momen interia luasan pondasi terhadap sumbu y
Iy = IB2 – A.ro2
dengan IB2 sebagai momen interia terhadap sisi B2, dan
IB2 = 1
B L3 
1
B  B L3
1 2 1
3 6

d. Hitung momen P terhadap sumbu y, yaitu :


My = e . P
dengan e = ro - r
e. Tentukan besarnya tekanan pada dasar pondasi dengan :

q = A
P My  Xo

Iy

dengan Xo jarak sembarang titik pada sumbu x terhadap titik


awal.
f. Hitung daya dukung aman netto (qn) yang didasarkan pada
dimensi pondasi yang ditemukan
g. Kontrol bahwa qn ≥ qa, dan qn ≥ q mak , serta q min > 0

Contoh 4.4
Dua buah kolom dengan beban masing-masing P1 = 80 t, P2 =
140 t. Jarak kedua kolom 3 m. Dibangun di atas tanah pasir γb
= 1,8 t/m3 pada kedalaman 1,5 m dari permukaan tanah. Hasil
pengujian SPT didapat N rata-rata di bawah pondasi N = 20.
Bila a2 = 40 cm, a1 = lahan bebas. Rencanakan dimensi
pondasi telapak trapezium yang aman terhadap daya dukung !
Penyelesaian :
P = R = 80 + 140 = 220 ton
Pusat berat luasan trapesium dibuat berimpit dengan garis
kerja resultan beban-bebannya
Letak resultan beban-beban dari pusat kolom P2 : P x y = P1 x
L1
P1  L1 80  3
y= = = 1,09 m
P 220

Jarak resultan beban-beban terhadap sisi B2 (r) adalah:


r = y + a2 = 1,09 + 0,4 = 1,49 m.
P1 L  a1   P2
ra2 80L  a1   140  0,4
 220  1,49
P

80 (L – a1) + 56 = 327,8
80 (L – a1) = 271,8
L – a1 = 3,40 m

P1=80 t
y=1,09 m P2= 140 t
R
Pasir kepadatan sedang
Df=1,5 m N-SPT = 20
b= 1,8 t/m3

r=1,49 m
a1 L1=3,0 m a2=0,4 m

qn

B1 B2

Gambar C4.4
Misal dipakai a1 = 0,3 m, maka panjang pondasi trapezium L =
3,40 + 0,3 = 3,70 m
Pasir dengan nilai N-SPT = 20 ( sudut gesek dalam tanah 33 o).
Estimasi nilai daya dukung diizinkan untuk pasir kepadatan
relatif sedang qa = 20 t/m2.
Luas plat telapak trapezium A:
P 220
A =   11 m2
qa 20

B1 
2A   2 11  3  1 =
3r 1,49 1,24 m
=  1 = 
L L  3,7  3,7 
B2 2 11
 2A  1,24 = 4,71 m
= B
=
 1
L 3,7
Daya dukung diizinkan untuk pondasi B = 1,24 m
Untuk N-SPT = 20, maka menurut Peck& Terzaghi didapat φ
= 330 ,
Dari table factor daya dukung Terzaghi diperoleh Nγ= 31,17 ;
Nq = 33
qult = po . Nq + 0,5 γ B.Nγ
= (1,5x1,8x33) + (0,5x1,8x1,24x31,17)
= 123,88 t/m2
qult netto = qu – po = 123,88 – (1,8 x 1,5) = 121,18 t/m2
qn = qu netto 121,18 2
SF  3  40,39 t / m

qn> qa , maka ukuran pondasi trapezium dapat dipakai.

Contoh 4.5
Dua buah kolom masing-masing P1 = 140 t, P2 = 120 t. Jarak
kedua kolom 3 m. Dibangun di atas tanah pasir yang relatif
homogen. Dari pengujian SPT di lapangan diperoleh N rata-
rata di bawah pondasi N = 20. Berat volume pasir γb = 1,8 t/m3 ,
kedudukan air tanah sangat dalam. Bila jarak kolom terhadap
batas-batas lahan a1 = 40 cm, a2 = 40 cm. Rencanakan
dimensi pondasi yang aman terhadap daya dukung !
Penyelesaian :
P = 140 + 120 = 260 t
a1 = 40 cm; dan a2 = 40 cm, serta L = a1 + L1 + a2 = 3,80 m
Misal dipakai pusat berat luasan trapesium dibuat berimpit
dengan garis kerja resultan beban-bebannya.
Maka jarak resultan beban terhadap sisi B2 ( r )adalah :
P1 L  a1   P2
ra2 1403,8  0,4 120  0,4
 260  2,02 m
P

Estimasi nilai daya dukung diizinkan untuk tanah pasir sedang


qa = 2 kg/cm2 = 20 t/m2.
Luas pelat pondasi yang diperlukan : A P 260 2
=   13 m
qa 20
2A   2 13  3  
B1 = 3r 2,02  1 = 4,09 m
  1 = 
L L  3,8  3,8 
B2 = 2 13
 2A   4,09 = 2,75 m
B
=
 1
L 3,8

P1=140 t
P2= 120 t
R

Pasir kepadatan sedang


Df=1,5 m N-SPT = 20
b= 1,8 t/m3

r=2,02 m
a1=0,4 L1=3,0 m a2=0,4

qn

B1 B2

L
Gambar C4.5
Daya dukung aman dengan lebar pondasi B = 2,75 m
Untuk N-SPT = 20, maka menurut Peck& Terzaghi didapat φ
= 330 ,
Dari table factor daya dukung Terzaghi diperoleh Nγ= 31,17 ;
Nq = 33
qult = po . Nq + 0,5 γ B.Nγ
= (1,5 x 1,8 x 33) + (0,5 x 1,8 x 2,75 x 31,17)
= 166,24 t/m2
qult netto = qu – po = 166,24 – (1,8 x 1,5) = 163,54 t/m2
qn = qu netto 163,54 2
SF  3  54,51t / m

qn > qa , maka ukuran pondasi trapezium dapat dipakai

Contoh 4.6
Dua buah kolom masing-masing P1 = 80 t, P2 = 140 t. Jarak
kedua kolom 3 m. Dibangun di atas tanah pasir yang relatif
homogen γb = 1,8 t/m3. Dari pengujian SPT di lapangan
diperoleh N rata-rata di bawah pondasi N = 20. Bila jarak kolom
terhadap batas-batas lahan a1 = 50 cm, a2 = 60 cm.
Rencanakan dimensi pondasi yang aman terhadap daya
dukung !
Penyelesaian :
P1=80 t R P2=140 t

Df= 1,5 m

0,5 3,0 0,6


r

qn maks
qn min

ro

B2
B1

4,1

Gambar C 4.6
P1 = 80 t; P2 = 140 t
N – SPT = 20, merupakan pasir kepadatan sedang. Estimasi
nilai daya dukung diizinkan untuk tanah pasir sedang q a = 2
kg/cm2 = 20 t/m2.
a1 = 50 cm; a2 = 60 cm, L= a1 + a2 + L1= 4,1 m
P = 80 + 140 = 220 t
Jarak resultan beban terhadap sisi B2 (r) adalah
P1 L  a1   P2
ar 2 804,1  0,5 140  0,6
 220  1,69 m
P
Luas pelat pondasi yang diperlukan :
P 220
A=   11 m2
qa 20

B1 = 
2A   2 11  3  1 = 1,23
3r 1,69 m
  1 = 
L L  4,1  4,1 
 2A  2 11
B = B= 1,23 = 4,13 m
2   1
4,1
 L 

Bila pusat berat luasan trapesium dibuat tidak berimpit


dengan garis kerja resultan beban-bebannya, maka B1≠ 1,23
m. Misal dipakai B1= 2,0 m, maka :
B2 = 2A 2 11
   2,0 = 3,37 m.
B
=
 1
L 4,1

Letak titik berat luasan pondasi dari sisi B2 :


L  2B1  B2  4,1  2  2,0  3,37 
ro =  = = 1,88 m.
3  B1  B2   
3 2,0  3,37
Momen interia terhadap sisi B2 :
IB2 1
B L3 
1
B  B L3
=
1 2 1
3 6
1 1
=  2,0  4,13  3,37  2,0 4,13
3 6

= 45,95 + 15,74
= 61,68 m4
Momen interia luasan pondasi terhadap sb y (Iy) :
Iy = IB2 – A.ro2 = 61,68 – 11 . 1,882 = 22,80 m4
Momen P terhadap sumbu y :
My = e . P = (ro – r) . P = (1,88 – 1,69) . 220 = 41,8 tm
Tekanan pada dasar pondasi :
q = A
P My  Xo

Iy

Tekanan pada dasar pondasi sisi B2 :


qmax = 220 41,8 1,88
  20  3,45  23,45 t/m2
11 22,80

Tekanan pada dasar pondasi sisi B1 :


qmin = 220 41,8  2,22
  20  4,07  15,93 t/m2
11 22,80

Daya dukung yang diizinkan untuk pondasi B = 2,0 m


Tanah pasir N-SPT = 20 , dari grafik Peck & Terzaghi diperoleh
φ = 330
Dari table factor daya dukung Terzaghi diperoleh Nγ= 31,17 ;
Nq = 33
qult = po . Nq + 0,5 γ B.Nγ
= (1,5x1,8x33) + (0,5x1,8x2,0x31,17)
= 145,206 t/m2
qult netto = qu – po = 145,206 – (1,8 x 1,5) = 142,506 t/m2
qn = qu netto  142,506  47,50 t / m2
SF 3

qn > qmax (OK !)


Contoh Soal :
Fondasi memanjang terletak pada tanah seperti yangditunjukan
gambar di bawah ini, beban terbagi rata di atas permukaan tan
ah sebesar 2 t/m2.

Hitunglah Kapasitas Dukung Fondasi ?

Penyelesaian:
Sudut gesek internal(φ)yang digunakan adalah sudut gesek unt
uk lapisan 2(pada dasar fondasi) yaitu φ=30o. Bila dianggap terj
adi keruntuhan geser umum maka dari tabel 1 diperoleh :
Nc = 37,2
Nq = 22,5
Nγ = 19,7

Daya dukung fondasi memanjang dihitung dengan persamaan


1.

qu = c2 Nc + (po + qo)Nq + 0,5γ2BNγ


po = Dfγ1 = 1 x 1,9 = 1,9 t/m2
Maka daya dukung tanah bila ada beban terbagi merata di atas
tanah menjadi :
qu = (5 x 37,2) + [(1,9+2) x 22,5] + (0,5 x 1,89 x 1,8 x 19,7)
= 309,03 t/m2
Bila tidak ada beban terbagi merata,
qu = (5 x 37,2) + (1,9 x 22,5) + (0,5 x 1,89 x 1,8 x 19,7)
= 264,3 t/m2 < 309,03 t/m2
adanya beban terbagi merata diatas permukaan tanah menam
bah daya dukung ultimit.
•Qu=309.03 t/m2
•Qa=309.03/3=103.01 t/m2
•A=1.8x1=1.8m2
•P=qaxA= 103.01 x 1.8= 185.4 ton
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pondasi dalam suatu bangunan merupakan bagian paling


bawah dan berhubungan langsung dengan tanah. Pada
struktur bangunan, pondasi berfungsi untuk memikul beban
bangunan yang ada diatasnya. Untuk menghasilkan bangunan
yang kokoh, pondasi juga harus direncanakan dan dikerjakan
dengan sangat hati-hati. Pondasi harus diperhitungkan
sedemikian rupa baik dari segi dimensi maupun secara analitis
mekanis.

3.2 Saran
Untuk mengurangi kelemahan dari tanah tersebut, ada
alternatif lain tanpa memperbaiki tanahnya melainkan dengan
cara pondasi berselimut. Sehingga disini pondasi didesain
dengan gabungan antara pondasi yang dikombinasikan dengan
selimut di bawahnya. Landasan pondasi ini adalah baja atau
beton dengan selimut melingkar tipis di pinggiran pondasi.
Dengan adanya selimut di bawahnya diyakini bahwa daya
dukung pondasi akan meningkat. Penelitian ini adalah untuk
menentukan daya dukung pondasi telapak pada tanah berlapis
dengan dan tanpa selimut dengan parameter yang
mempengaruhinya.
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia Indonesia. (2015, 6 Maret). Pondasi dalam.Diperoleh
23April2021,darihttps://id.wikipedia.org/wiki/Pondasi_dalam
Faoziah,Siti. Universitas Hasanudin Makasar. (2015).Jenisjenis
pondasi.Diperoleh23April2021,darihttp://www.slideshare.ne
t/ulmy28/pondasi-53276267?from_action=save
Karnadi, Edi. (2013). Mengenal jenis-jenis pondasi bangunan.
Diperoleh 23 april 2021, dari
http://kontemporer2013.blogspot.com/2013/08/jenis-
jenispondasi-bangunan.html

Anda mungkin juga menyukai