Anda di halaman 1dari 24

Umumnya trafo transformator digunakan sebagai power supply atau

sumber tegangan untuk alat-alat listrik dan elektronik rumah tangga dan
juga kantor.

Jenis trafo step down, paling banyak digunakan, berfungsi untuk


menurunkan tegangan AC (bolak-balik). Trafo jenis ini memiliki kumparan
(lilitan) primer lebih banyak daripada kumparan sekunder. Dengan trafo
step-down ini, tegangan input PLN 220V-240V diturunkan menjadi 6V,
9V,12V, 15V, atau sesuai kebutuhan, setelah itu disearahkan menjadi
tegangan DC.

Pengukuran dan pengecekan trafo

Berikut cara sederhana untuk mengetahui kondisi sebuah trafo dengan


memakai multimeter pada selektor Ohm Meter. Prinsipnya transformator
yang masih bagus dapat dilihat dari hasil beberapa pengetesan berikut:

1. Kumparan primer trafo tidak boleh terhubung dengan dengan


kumparan sekunder trafo

2. Setiap titik (terminal) pada ujung kumparan primer harus terhubung


atau memiliki resistansi kecil, terminal-terminal tersebut ditandai dengan
tulisan tegangan input seperti 0, 110V, 120V, 220V, dan 240V

3. Setiap terminal pada ujung kumparan sekunder harus terhubung atau


memiliki resistansi kecil, terminal-terminal tersebut ditandai dengan
tulisan tegangan output seperti 0, CT, 6V, 9V,12V, 15V, 18V, dan 24V

Perhitungan Trafo

Trafo yang tersusun dari kumparan primer, kumparan sekunder, dan inti
besi bekerja berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday dimana
arus listrik berubah menjadi medan magnet dan sebaliknya medan
magnet berubah menjadi arus listrik. Apabila salah satu kumparan pada
transformator diberi arus bolak-balik (AC) maka medan magnet akan
berubah dan menimbulkan induksi pada kumparan sisi yang lain.
Perubahan medan magnet tersebut akan mengakibatkan perbedaan
potensial (tegangan).

Berikut adalah beberapa rumus dasar untuk menentukan jumlah


kumparan primer dan kumparan sekunder agar menghasilkan tegangan
output rendah dengan arus besar.

Np / Ns = Vp / Vs = Is / Ip

Keterangan :

Np = Jumlah kumparan primer

Ns = Jumlah kumparan sekunder

Vp = Tegangan input primer (Volt)

Vs = Tegangan output sekunder (Volt)

Ip = Arus input primer (Ampere)

Is = Arus output sekunder (Ampere)

Dari rumus di atas, arus berbanding terbalik dengan kumparan dan


tegangan.

Pp = Ps

Vp x Ip = Vs x Is

Pp = Daya Primer (Watt)

Ps = Daya Sekunder (Watt)

Vp = Tegangan Primer (Volt)

Vs = Tegangan Sekunder (Volt)

Ip = Arus Sekunder (Ampere)

Is = Arus Sekunder (Ampere)

Contoh 1
Jika sebuah trafo memiliki kumparan primer (Np) 2200, tegangan input
(Vp) 220V, dan tegangan output sekunder (Vs) yang diinginkan adalah
10V, maka jumlah kumparan sekunder adalah......

Np / Ns = Vp / Vs

2200 / Ns = 220 / 10

Ns = 2200 / (220 /10 )

Ns = 2200 / 22

Ns = 100

Jadi untuk menghasilkan tegangan output (Vs) sekunder 10V, kumparan


sekunder (Ns) harus 100 lilitan

Contoh 2

Jika sebuah trafo memiliki kumparan primer (Np) 2000 dan kumparan
sekunder (Ns) 500, berapakah arus primer dan arus sekunder jika
digunakan untuk menyalakan sebuah pemanas 25 Volt 50 Watt.

Pp = Ps

Vp x Ip = Vs x Is

Is = Ps / Vs

Is = 50 / 25

Is = 2

Jadi arus sekunder (Is) trafo tersebut adalah 1 Ampere

Np / Ns = Is / Ip

Np / Ns = (Ps / Vs) / Ip

2000 / 500 = (50 / 25) / Ip

4 = 2 / Ip

Ip = 2 / 4

Ip = 0.5

atau
Np / Ns = Is / Ip

2000 / 500 = 2 / Ip

4 = 2 / Ip

Ip = 2 /4

Ip = 0.5

Jadi Arus Primer (Ip) adalah 0.5 Ampere

Catatan:

Tegangan primer dan tegangan sekunder trafo adalah tegangan bolah-


balik (AC).

Berbagai sumber

Umumnya trafo transformator digunakan sebagai power supply atau


sumber tegangan untuk alat-alat listrik dan elektronik rumah tangga dan
juga kantor.

Jenis trafo step down, paling banyak digunakan, berfungsi untuk


menurunkan tegangan AC (bolak-balik). Trafo jenis ini memiliki kumparan
(lilitan) primer lebih banyak daripada kumparan sekunder. Dengan trafo
step-down ini, tegangan input PLN 220V-240V diturunkan menjadi 6V,
9V,12V, 15V, atau sesuai kebutuhan, setelah itu disearahkan menjadi
tegangan DC.

Pengukuran dan pengecekan trafo


Berikut cara sederhana untuk mengetahui kondisi sebuah trafo dengan
memakai multimeter pada selektor Ohm Meter. Prinsipnya transformator
yang masih bagus dapat dilihat dari hasil beberapa pengetesan berikut:

1. Kumparan primer trafo tidak boleh terhubung dengan dengan


kumparan sekunder trafo
2. Setiap titik (terminal) pada ujung kumparan primer harus terhubung
atau memiliki resistansi kecil, terminal-terminal tersebut ditandai dengan
tulisan tegangan input seperti 0, 110V, 120V, 220V, dan 240V
3. Setiap terminal pada ujung kumparan sekunder harus terhubung atau
memiliki resistansi kecil, terminal-terminal tersebut ditandai dengan
tulisan tegangan output seperti 0, CT, 6V, 9V,12V, 15V, 18V, dan 24V
Perhitungan Trafo

Trafo yang tersusun dari kumparan primer, kumparan sekunder, dan inti
besi bekerja berdasarkan hukum Ampere dan hukum Faraday dimana
arus listrik berubah menjadi medan magnet dan sebaliknya medan
magnet berubah menjadi arus listrik. Apabila salah satu kumparan pada
transformator diberi arus bolak-balik (AC) maka medan magnet akan
berubah dan menimbulkan induksi pada kumparan sisi yang lain.
Perubahan medan magnet tersebut akan mengakibatkan perbedaan
potensial (tegangan).
Berikut adalah beberapa rumus dasar untuk menentukan jumlah
kumparan primer dan kumparan sekunder agar menghasilkan tegangan
output rendah dengan arus besar.
Np / Ns = Vp / Vs = Is / Ip
Keterangan :
Np = Jumlah kumparan primer
Ns = Jumlah kumparan sekunder
Vp = Tegangan input primer (Volt)
Vs = Tegangan output sekunder (Volt)
Ip = Arus input primer (Ampere)
Is = Arus output sekunder (Ampere)
Dari rumus di atas, arus berbanding terbalik dengan kumparan dan
tegangan.
Pp = Ps
Vp x Ip = Vs x Is
Pp = Daya Primer (Watt)
Ps = Daya Sekunder (Watt)
Vp = Tegangan Primer (Volt)
Vs = Tegangan Sekunder (Volt)
Ip = Arus Sekunder (Ampere)
Is = Arus Sekunder (Ampere)
Contoh 1
Jika sebuah trafo memiliki kumparan primer (Np) 2200, tegangan input
(Vp) 220V, dan tegangan output sekunder (Vs) yang diinginkan adalah
10V, maka jumlah kumparan sekunder adalah......
Np / Ns = Vp / Vs
2200 / Ns = 220 / 10
Ns = 2200 / (220 /10 )
Ns = 2200 / 22
Ns = 100
Jadi untuk menghasilkan tegangan output (Vs) sekunder 10V, kumparan
sekunder (Ns) harus 100 lilitan
Contoh 2
Jika sebuah trafo memiliki kumparan primer (Np) 2000 dan kumparan
sekunder (Ns) 500, berapakah arus primer dan arus sekunder jika
digunakan untuk menyalakan sebuah pemanas 25 Volt 50 Watt.
Pp = Ps
Vp x Ip = Vs x Is
Is = Ps / Vs
Is = 50 / 25
Is = 2
Jadi arus sekunder (Is) trafo tersebut adalah 1 Ampere
Np / Ns = Is / Ip
Np / Ns = (Ps / Vs) / Ip
2000 / 500 = (50 / 25) / Ip
4 = 2 / Ip
Ip = 2 / 4
Ip = 0.5
atau
Np / Ns = Is / Ip
2000 / 500 = 2 / Ip
4 = 2 / Ip
Ip = 2 /4
Ip = 0.5
Jadi Arus Primer (Ip) adalah 0.5 Ampere
Catatan:
Tegangan primer dan tegangan sekunder trafo adalah tegangan bolah-
balik (AC).

Menghitung Konsumsi Daya Penguat Kelas B/AB


Shortcut :
Menghitung tegangan ripple catu daya
Analisa kerja penguat Kelas B/AB Komplementer
Dari mana harus memulai
Program Kalkulasi
Contoh Aplikasi

Seiring dengan semakin bertambahnya permintaan membuat trafo dari para


rekan DIYer yang berniat membuat penguat daya Kelas B atau AB yang salah
satunya adalah adalah Gain Clone (selanjutnya disebut GC) dari para DIYer
maupun Gain Cloner, maka saya terdorong untuk membuat tulisan ini dengan
tujuan agar para rekan DIYer bisa memahami bagaimana cara menghitung
kapasitas dari trafo yang akan digunakan ataupun juga nilai kapasitor pada
rangkaian power supply berkaitan dengan besarnya daya keluaran yang diinginkan.

Menghitung Tegangan Ripple Pencatu Daya


Sebagai awalan dari tulisan ini saya akan membahas bagaimana cara menghitung
tegangan ripple atau singkatnya kemudian akan saya tulis sebagai Vr. Untuk
memahami tujuan dari tulisan ini cobalah anda lihat Gambar 1 di bawah, yaitu
sebuah gambar rangkain penyearah gelombang penuh yang mendrive sebuah
beban resistor R.
Gambar 1,
Rangkaian penyearah gelombang penuh mendrive beban R dengan kapasitor C

Untuk memahami bagaimana pola tegangan listrik sebagagi fungsi waktu pada
rangkain di atas bisa anda lihat gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2,
Bentuk gelombang listrik fungsi waktu dari sebuah penyearah gelombang penuh
dengan beban RL

Pola tegangan listrik seperti pada gambar 2 di atas tentunya hanya bisa dilihat
dengan osiloskop, dan jika menggunakan multimeter yang akan terukur adalah
Vdcmin.

* Menghitung tegangan ripple Vr dari sebuah catu daya

Tegangan ripple dapat diperoleh dengan menggunakan formula sbb :

Vr = 0.5 x I x T / C.............................................Persamaan 1

Dimana :
Vr = tegangan ripple dalam volt
I = arus dalam ampere
T = periode dalam detik, untuk Indonesia dengan F_PLN = 50Hz, maka T = 20
mS/0.02 S
C = nilai kapasitor penyearah dalam farad
Untuk memahami pemakaian formula tsb, kita akan coba membahas sebuah
contoh berikut

Sebuah rangkaian catu daya memiliki, tegangan sekunder trafo Vac =15V,
menyerahkan tegangan dengan diode bridge dan kapasitor
C= 1000uF, diberi beban RL = 1 kohm
Berapakah nilai tegangan keluaran yang terukur Vdcmin dan juga tegangan
ripplenya Vr

Jawab :

Tegangan dari trafo akan dikonversikan oleh diode bridge dan juga kapasitor
menjadi tegangan searah dengan nilai

Vdcmax = Vac x 1.4142 - 1.2V (----> 1.2V adalah tegangan drop pada diode
bridge)
= 15 x 1.4142 - 1.2
= 20.013 volt

Tegangan ini akan mengalirkan arus IL sebesar : IL = Vdcmax / RL


= 20.013V / 1kohm
= 20.013 mA

Nilai tegangan ripple Vr = (0.5 x IL x T)/ C


= (0.5 x 0.021213A x 0.02 )/ 0.001 F
= 0.213 V

Nilai Vdc min = Vdcmax - Vr


= 20.013 V - 0.2013 V
= 19.8117 V

Dalam aplikasi yang sesungguhnya nilai yang akan didapat bisa jadi akan lebih
kecil dari hasil perhitungan tsb, karena perhitungan tsb dilakukan dengan
menganggap bahwa trafo yang digunakan adalah ideal dengan load regulation =
0%

Jika ada memesan trafo dari saya, anda tidak perlu lagi memperhitungkan load
regulation karena trafo saya sudah dibuat dengan memperhitungkan drop
tegangan ketika bekerja pada beban penuh.

Analisa kerja penguat daya Kelas B/AB


Sekarang kita akan masuk ke dalam topik utama kita yaitu menghitung konsumsi
daya penguat Kelas B dengan output transistor komplementer ataupun Quasy
Complementer seperti pada IC LM3886 dan keluarganya, dan metoda yang saya
uraikan pada tulisan ini tentunya juga bisa digunakan sebagai pendekatan untuk
mengkalkulasi konsumsi daya penguat B atau AB.

Dalam sebuah penguat Kelas B Komplementer, ketika tidak ada sinyal yang masuk
pada input amplifier maka tegangan keluaran pada output akan berada pada nilai
nol terhadap ground. Ketika amplifier ini diberi sinyal maka tegangan output
akan bergerak naik menuju Vpos, nilai maksimum atau Vpeak nya adalah pada
suatu nilai tertentu yang mendekati Vpos, selanjutnya setelah mencapai Vpeak(+)
maka sinyal akan turun mendekati tegangan negatif Vneg sampai pada sebuah
nilai yang kita sebut Vpeak(-).
Begitulah seterusnya hal ini akan terjadi. Untuk membantu memahami penjelasan
ini, anda bisa lihat gambar3 di bawah ini

Gambar 3

Selisih antara Vpos dan Vpeak(+) maupun juga selisih antara Vneg dan Vpeak(-)
setelah dikurangi tegangan ripple Vr adalah tegangan saturasi positif dan
negatif atau kita sebut Vsat(+) dan Vsat(-) dalam realitanya Vsat(+) dengan
Vsat(-) ini bisa sama ataupun berbeda, akan tetapi dalam perhitungan kalkulasi
daya harus dianggap sama dan mengacu pada nilai Vsat yang lebih besar. Pada
data sheet LM3886 nilai Vsat ini disebut sebagai output drop Voltage dan
besarnya adalah 3V.

Darimana harus memulai

Langkah2 yang harus dilakukan sebelum melakukan perhitungan daya adalah kita
harus menentukan kondisi sbb :
1. Berapa watt daya yang diinginkan (Po)
2. Berapa ohm impedansi speaker yang akan terhubung pada penguat ini (RL)
3. Berapa besar Vsat, dengan melihat data sheet atau mengukur sendiri
4. Berapa besar Nilai kapasitor C pada power supply yang ingin digunakan
5. Berapa besar nilai arus bias.

Tentunya juga daya maksimum yang ingin dikeluarakan tidak boleh melebihi batas
kemampuan dari amplfier yang bersangkutan, dalam kasus LM3886 daya keluaran
maksimumnya adalah 68 watt pada impedansi speaker 4 ohm.

Langkah-langkah Perhitungan kebutuhan daya

1. Menghitung Tegangan keluaran RMS (Kita sebut Vo_RMS)

Setelah kita menemukan daya keluaran yang diinginkan ( disebut Po) dan juga
impedansi speaker (disebut RL), kita bisa menghitung daya keluaran RMS dari
penguat dengan formula sbb

Vo_RMS = akar ( Po x RL)....................................Persamaan 2

2. Menghitung Vpeak

Setelah V_RMS didapat kita harus menghitung Vpeak dengan bantuan formula
berikut :

Vpeak = Vo_RMS x 1.4142...................................Persamaan 3

3. Menghitung Arus Beban IL


Untuk menghituang arus beban IL bisa kita gunakan formula pada persamaan 4
berikut ini :
IL = akar (Po / RL)..................................................Persamaan 4

Arus IL ini adalah arus yang harus disediakan oleh trafo daya, jika penguat anda
bekerja dalam Kelas AB maka nilai IL ini harus ditambah dengan arus bias pada
operasi Kelas AB yang bersangkutan.

4. Menghitung tegangan ripple Vr


Vr bisa kita kalkulasi dengan menggunakan persamaan 1 dengan memakai nilai
arus beban yang kita dapat dari langkah 3 di atas dan
dengan nilai kapasitor C yang sudah kita tentukan sebelumnya

Formulanya adalah sbb : Vr = (0.5 x IL x 0.02) /(C)

Dimana IL dalam ampere dan C dalam


mikrofarad

5. Menghitung tegangan power supply yang diperlukan


Besarnya tegangan power supply yang diperlukan adalah penjumlahan dari Vpeak,
Vsat dan Vr ditambah dengan nilai tegangan 1.2V sebagai tegangan drop di
penyearah gelombang penuh.

Vsupply = Vpeak + Vsat + Vripple + 1.2V......................Persamaan 6

6. Menghitung Tegangan Trafo yang diperlukan

Tegangan Trafo yang diperlukan adalah Vsupply dibagi dengan 1.4142, dengan
rumus dapat ditulis sbb :

Vac1 = Vac2 = Vsupply / 1.4142...................................Persamaan 7

Setelah melewati 6 langkah di atas maka anda sudah bisa mengetahui kapasitas
trafo yang anda perlukan yaitu sebuah trafo dengan sekunder Vac-0-Vac dengan
rating arus sama dengan IL.
Jika anda ingin menggunakan Speaker Protector atau preamp dalam satu casing
dengan amplifier ini anda harus menambahkan gulungan sekunder lain untuk
keperluan ini
Program Kalkulasi

Untuk memudahkan anda melakukan perhitungan di atas saya telah menyiapkan


untuk anda sebuah program sederhana dalam format xls,
silahkan click di sini :

Semoga tulisan ini bisa membantu anda untuk menghitung dengan cepat dan
akurat akan kebutuhan daya sebuah penguat Kelas B/AB sehingga bisa
menentukan trafo yang cocok dengan kebutuhan anda.

Contoh Aplikasi
Berikut saya akan memberikan sebuah contoh aplikasi untuk agar anda bisa
memahami lebih jelas pemakaian metode perhitungan yang telah saya uraikan di
atas.

Seorang Gain Cloner hendak membuat power amplifier menggunakan LM3886,


daya keluaran yang diinginkan adalah 50 watt dengan speaker berimpedansi 8
ohm, elco catu daya yang ingin digunakan adalah 10000uF, dan tegangan saturasi
Vsat adalah 3V.
Berapakah rating trafo yang harus disediakan

* Langkah 1 , Menghitung tegangan keluaran RMS

Vo_RMS = akar(Po x RL)


= akar(50watt x 8 ohm)
= 20 Vrms

* Langkah 2, Menghitung Vo_peak

Vo_peak = VoRMS x 1.4142


= 20 Vrms x 1.4142
= 28.284 Vpeak

* Langkah 3, Menghitung Arus beban IL

IL = akar (Po / RL)


= akar (50watt/8ohm)
= 2.5 A
Berdasarkan informasi di data sheet LM3886, arus bias nya (Total Quiescent
Power Supply Current) adalah 85 mA
Sehingga arus yang harus disediakan oleh trafo adalah 2.5A + 85mA = 2.585
A

* Langkah 4, Menghitung Tegangan ripple

Vr = (0.5 xILx 0.02)/(C)


= (0.5 x IL x 0.02)/( 0.01) ------> 10000uF = 0.01 F
= 2.585V

* Langkah 5, Menghitung Tegangan power supply yang diperlukan

Vsupply = Vpeak + Vsat + Vripple + 1.2V


= 28.284V + 3V + 2.585V + 1.2V
= 35.069 V

* Langkah 6, Menghitung tegangan trafo yang diperlukan

Vac1 = Vac2 = Vsupply/1.4142


= 35.069/1.4142
= 24.8V

Dari perhitungan di atas maka trafo yang diperlukan adalah trafo dengan
sekunder 24.8V-0-24.8V dengan rating arus 2.585A
Seperti pada gambar 4 di bawah ini
Gambar 4
Hasil perhitungan contoh aplikasi

Dalam menyediakan trafo tentunya ada tidak perlu memesan dengan trafo
dengan nilai persis seperti di atas tapi bisa dilakukan pendekatan sehingga trafo
yang disediakan bisa menjadi 25V-0-25V, 2.6A.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa hasil perhitungan ini adalah
untuk satu kanal amplifier atau mono, jika penguat yang hendak anda buat adalah
stereo tentunya anda harus menyediakan trafo yang rating arusnya adalah dua
kali hasil perhitungan di atas namun dengan tegangan yang sama, atau bisa juga
menyediakan dua buah trafo terpisah untuk masing2 kanal.

Semoga tulisan ini bisa membantu anda untuk menghitung dengan cepat dan
akurat akan kebutuhan daya sebuah penguat Kelas B/AB sehingga bisa
menentukan trafo yang cocok dengan kebutuhan anda.

Kembali ke Halaman utama


Lama tak jumpa, kawan. Gimana punya kabar? Semoga selalu sehat dan semangat
untuk belajar. Aamiin.

Lama pula tak menulis artikel tentang dunia kelistrikan. Bukan apa-apa, karena
memang belum cukup ilmu untuk menuliskannya. hehehe

Yuk, mari kita belajar dari yang sederhana.

Kali ini kita belajar tentang “Menghitung I nominal Trafo Tenaga”.

Langsung saja,

Contoh : di GI (Gardu Induk) Jember memiliki sebuah Trafo Tenaga 3 phasa 150/20
kV – 60 MVA. Anda tahu maksudnya?

150/20 kV = Tegangan sisi primer / tegangan sisi sekunder

60 MVA = Daya.

Perlu kita ketahui bahwa Daya disini masih dalam satuan MVA yang berarti Daya
Semu.

Baiklah mari berhitung. Berikut ialah formula untuk menghitung Daya Semu untuk
Trafo 3 phasa :

S = V x I x √3
dengan :

S : Daya semu

V : Tegangan

I : Arus

Dengan formula di atas dapat kita hitung nilai I (arus) nominal trafo pada sisi primer
dan sisi sekunder.

Menghitung Ip (arus nominal sisi primer) :


Ip = S / (V. √3)

Ip = 60.000 kVA / (150 kV . 1,732)


Ip = 230,95 A

Menghitung Is (arus nominal sisi sekunder) :


Is = S / (Vs. √3)

Is = 60.000 kVA / (20 kV . 1,732)

Is = 1732,1 A

Bagaimana sederhana bukan? Hmm…alhamdulillah…semoga bermanfaat.

Dengan mengetahui I nominal dari belitan trafo tersebut kita dapat memonitor beban
yang disupply oleh Trafo. Dari situ pula kita akan dapat menentukan berapa setting
Overload Relay yang insyaAllah akan kita bahas di tulisan berikutnya.

Jika diketahui daya listrik 3 phase sebesar 10500 watt, maka utk menghitung berapa
besar arus dri daya tsb dpt dilakukan dgn menggunakan persamaan sbg :
P = i . v . V3(akar 3)
i = P : v . V3
I = 10500 : 380 . 1,732
I = 15,953 A.
Maka dgn demikian kita bsa menggunakan MCB 3 phasa sebesar 16 ampere.

Sistem Listrik 3-Phase


Published January 24, 2012 | By ILR

Penjelasan sistem 3 phase dan 1 phase


Artikel ini adalah semacam sub-artikel dari artikel sebelumnya
“Pengawatan Meter PraBayar dan munculnya tulisan “PERIKSA””. Kami
coba membantu sobat ILR dalam memahami fenomena munculnya arus
netral pada kWh-meter, khususnya Meter PraBayar (MPB).
Ada beberapa pertanyaan mengenai sistem 3-phase yang diaplikasikan
pada sistem kelistrikan PLN dan mengapa kabel listrik yang disambung ke
instalasi listrik rumah terdiri kabel phase dan kabel netral? Mengapa kabel
phase bertegangan dan kabel netral tidak bertegangan? Dan mengapa
ada arus netral yang datang dari jaringan listrik PLN? Semuanya kami
coba rangkum dalam tulisan ini.
Tetapi terus terang, tulisan ini dibuat sebagai “nice to know” saja. Isinya
tidak rumit-rumit dengan rumus atau teori yang mendalam. Walaupun
begitu, kami berusaha sebaik mungkin membuatnya lebih mudah
dimengerti oleh pembaca yang merasa awam soal listrik. Mudah-
mudahan cukup bermanfaat dan mencerahkan.
Baiklah….silahkan klik di “selanjutnya”

Sistem 3-Phase dan 1-Phase

Hampir seluruh perusahaan penyedia tenaga listrik menggunakan sistem


listrik 3-phase ini. Sistem ini diperkenalkan dan dipatenkan oleh Nikola
Tesla pada tahun 1887 dan 1888. Sistem ini secara umum lebih ekonomis
dalam penghantaran daya listrik, dibanding dengan sistem 2-phase atau
1-phase, dengan ukuran penghantar yang sama. Karena sistem 3-phase
dapat menghantarkan daya listrik yang lebih besar. Dan juga peralatan
listrik yang besar, seperti motor-motor listrik, lebih powerful dengan
sistem ini.
PLN mengaplikasikan sistem 3-phase dalam keseluruhan sistem
kelistrikannya, mulai dari pembangkitan, transmisi daya hingga sistem
distribusi. Oh iya, agar lebih jelas, sistem kelistrikan PLN secara umum
dibagi dalam 3 bagian besar :
 Sistem Pembangkitan Tenaga Listrik
Terdiri dari pembangkit-pembangkit listrik yang tersebar di berbagai
tempat, dengan jenis-jenisnya antara lain yang cukup banyak adalah
PLTA (menggunakan sumber tenaga air), PLTU (menggunakan
sumber batubara), PLTG (menggunakan sumber dari gas alam) dan
PLTGU (menggunakan kombinasi antara gas alam dan uap).
Pembangkit-pembangkit tersebut mengubah sumber-sumber alam
tadi menjadi energi listrik.
 Sistem Transmisi Daya
Energi listrik yang dihasilkan dari berbagai pembangkit tadi harus
langsung disalurkan. Karena energi listrik sebesar itu tidak bisa
disimpan dalam baterai. Karena akan butuh baterai kapasitas besar
untuk menyimpan energi sebesar itu dan menjadi sangat tidak
ekonomis. Sebagai gambaran, accu 12Vdc dengan kapasitas 50Ah
akan menyimpan energi listrik maksimal kira-kira 600 Watt untuk
pemakaian penuh selama 1 jam. Sedangkan total pemakaian daya
listrik untuk jawa-bali bisa melebihi 15,000 MW (15,000,000,000
Watt). Jadi….Berapa besar baterai untuk penyimpanannya?
Untuk itulah suplai energi listrik bersifat harus sesuai dengan
permintaan saat itu juga, tidak ada penyimpanan. Karena itu sistem
transmisi daya listrik dibangun untuk menghubungkan pembangkit-
pembangkit listrik yang tersebar tadi dan menyalurkan listriknya
langsung saat itu juga ke pelanggan-pelanggan listrik. Saluran
penghantarannya dikenal dengan nama SUTT (Saluran Udara
Tegangan Tinggi), SUTET (Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi) dll.
Pastinya nggak asing dech dengan bentuknya yang kaya menara itu
ya..
Di Jawa-Bali, sistem transmisi daya listrik ini diatur oleh P3B
(Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban) Jawa-Bali yang berlokasi di
daerah Gandul, Cinere, Bogor.
 Sistem Distribusi Daya Listrik
Dari sistem transmisi daya tadi, listrik akan sampai ke pelanggan-
pelanggannya (terutama perumahan) dengan terlebih dahulu melalui
Gardu Induk dan kemudian Gardu Distribusi. Gardu Induk mengambil
daya listrik dari sistem transmisi dan menyalurkan ke Gardu-gardu
distribusi yang tersebar ke berbagai daerah perumahan. Dan di dalam
gardu distribusi, terdapat trafo distribusi yang menyalurkan listrik
langsung ke rumah-rumah dengan melewati JTR (Jaringan Tegangan
Rendah), yang biasanya ditopang oleh tiang listrik.
Selengkapnya mengenai sistem tenaga listrik PLN ini akan dijelaskan
pada artikel lain yang akan masuk daftar tunggu untuk rilis (“Sistem
Tenaga Listrik PLN”).
Listrik 3-phase adalah listrik AC (alternating current) yang menggunakan
3 penghantar yang mempunyai tegangan sama tetapi berbeda dalam
sudut phase sebesar 120 degree. Ada 2 macam hubungan dalam koneksi
3 penghantar tadi : hubungan bintang (“Y” atau star) dan hubungan
delta. Sesuai bentuknya, yang satu seperti huruf “Y” dan satu lagi seperti
simbol “delta”. Tetapi untuk bahasan ini kita akan lebih banyak
membicarakan mengenai hubungan bintang saja.

Sistem 3-Phase Hubungan Bintang dengan tegangan 380/220V


Gambar disamping adalah contoh sistem 3-phase yang dihubung bintang.
Titik pertemuan dari masing-masing phase disebut dengan titik netral.
Titik netral ini merupakan common dan tidak bertegangan.
Ada 2 macam tegangan listrik yang dikenal dalam sistem 3-phase ini :
Tegangan antar phase (Vpp : voltage phase to phase atau ada juga yang
menggunakan istilah Voltage line to line) dan tegangan phase ke netral
(Vpn : Voltage phase to netral atau Voltage line to netral). Sistem
tegangan yang dipakai pada gambar dibawah adalah yang digunakan PLN
pada trafo distribusi JTR (380V/220V), dengan titik netral ditanahkan.
Pada istilah umum di Indonesia, sistem 3-phase ini lebih familiar dengan
nama sistem R-S-T. karena memang umumnya menggunakan simbol “R”,
“S” , “T” untuk tiap penghantar phasenya serta simbol “N” untuk
penghantar netral.

Kita langsung saja pada sistem yang dipakai PLN. Seperti pada gambar
tersebut, di dalam sistem JTR yang langsung ke perumahan, PLN
menggunakan tegangan antar phase 380V dan tegangan phase ke netral
sebesar 220V. Rumusnya seperti ini :

Vpn = Vpp/√3 –> 220V = 380/√3

Instalasi listrik rumah akan disambungkan dengan salah satu kabel phase
dan netral, maka pelanggan menerima tegangan listrik 220V. Perhatikan
pada gambar dibawah ini :

Sistem Listrik 3-Phase PLN 380/220V pada Jaringan Distribusi Perumahan


Contoh 3-phase hubungan delta bisa dilihat di sisi primer dari trafo diatas
(sebelah kiri). Sedangkan sisi sekunder (sebelah kiri) terhubung bintang.
Hubungan delta pada umumnya tidak mempunyai netral.

Arus Netral pada sistem 3-phase

Salahsatu karakteristrik sistem 3-phase adalah bila sistem 3-phase


tersebut mempunyai beban yang seimbang, maka besaran arus phase di
penghantar R-S-T akan sama sehingga In (arus netral) = 0 Ampere.
Contohnya pada gambar diatas : Misal ketiga rumah tersebut mempunyai
beban yang identik seimbang. Maka arus netral sebagai penjumlahan dari
ketiga arus phase tersebut akan menjadi :

Ir + Is + It = In –> Bila beban seimbang maka Ir = Is = It dan In


= 0 Ampere

Kok hasilnya bisa nol? Karena sistem penjumlahannya adalah secara


penjumlahan vektor, bukan dengan penjumlahan matematika biasa (jadi
bukan 1+1+1=3).
Pada prakteknya, beban seimbang dari ketiga phase tadi hampir mustahil
dicapai. Karena beban listrik setiap rumah belum tentu identik. Bila
terjadi ketidakseimbangan beban, maka besar arus listrik setiap phase
tidak sama. Akibatnya arus netral tidak lagi sebesar 0 Ampere. Semakin
tidak seimbang bebannya, maka arus netral akan semakin besar.
Karena sifat arus listrik adalah loop tertutup agar bisa mengalir, maka
arus netral tadi akan mengalir ke instalasi listrik milik pelanggan dan
melewati grounding sistem untuk masuk ke tanah, yang akhirnya
mengalir balik ke titik grounding trafo kemudian kembali masuk ke
instalasi listrik rumah, demikian seterusnya.
Walaupun pelanggan listrik tersebut mematikan daya listrik yang masuk
ke rumah, dengan MCB di kWh-meter pada posisi “OFF”, arus netral tetap
akan mengalir.
Arus Netral ke kWh-Meter Saat Terjadi Beban 3 Phase Tidak Seimbang

Apa pengaruhnya pada Meter Prabayar?


Seperti yang dijelaskan pada artikel sebelumnya “Pengawatan Meter
PraBayar dan munculnya tulisan “PERIKSA”, adanya arus netral yang
tidak diinginkan ini akan membuat masalah pada Meter Prabayar (MPB)
bila pengawatan pada MPB tidak benar. Karena MPB cukup peka
mengukur perbedaan antara arus phase dan netralnya.
Oke dech sobat…sampai disini dulu tulisannya. semoga sobat ILR menjadi
lebih jelas memahami sistem kelistrikan 3 phase dan fenomena arus
netralnya serta hubungannya dengan masalah pada MPB. Mudah-
mudahan bermanfaat. Mohon maaf bila tulisannya malah jadi rumit dan
sulit dimengerti.
Bila ada pertanyaan silahkan saja. Walaupun mungkin anda awam istilah
teknis, yang penting maksudnya tersampaikan . Juga mohon
koreksinya bila ada yang harus diperbaiki.

Salam,

Rahmat:
September 28, 2012 at 7:16 am
Salam Kenal Mas…
Saya bekerja di salah satu kantor cabang, d mana daya yang terpasang
adalah 3 phase 380 V dan saat ini jaringan instalasi kami sedang
mengalami ganguan disalah satu fasenya mungkin disebabkan pembagian
fase tidak seimbang. yang ingin saya tanyakan:
1. Bagaimana mengecek kabel R S T, maaf saya masih awam mas?
2. Menghitung Dayanya?
Atas bantuannya saya haturkan terima kasih (mohon penjelasannya lewat
email saya aja mas)!
Reply
o
je mino:
November 12, 2012 at 9:54 pm
ikut koment ;
untuk mengecek/mengetahui kabel power R,S,T harus menggunakan
alat yang disebut RSTmeter.
untuk menghitung daya :
- 1ph adalah P= V x I x CosQ(phi)
- 3ph adalah P= V x I x V3 x CosQ(phi)
NOte :
CosQ adl Power Factor (0,8)
V3 (akar 3) = 1,73
semoga membantu.thanks
Reply

deim:
January 11, 2013 at 5:15 pm
kalau menentukan star atau delta gmna yaaa,
bingung nihh.
Reply
o
irwansyah:
March 29, 2013 at 9:33 am
1. R S T itu hanya menunjukkan arah rotasi phasa, dan sangat
berpengaruh jika bebannya adalah motor (jika salah arah putaran
motor akan terbalik). Namun kalau hanya untuk lampu atau beban
kantor biasa tidak akan berpengaruh.
2. Perhitungan daya: daya langganan dapat dilihat dari MCB PLN nya,
lalu hitung dengan rumus:
KVA=1.732 x 380 x I (ampere mcb)
Aktual daya terpakai:
Hitung daya tiap phasa nya dengan cara mengukur arus dan cos phi
tiap phasa, kemudian dihitung dengan persamaan
P1=220 x I x cos phi
lalu jumlahkan daya dari tiap phasa tersebut untuk mendapatkan aktual
daya terpakai.
Ptotal=P1+P2+P3
Reply

aziz:
September 30, 2012 at 6:35 pm
salam listrik jaya mas IRL
saya mau tanya berapa batas daya pada tegangan tinggi, tegangan
sedang, tegangan rendah…
makasih sebelum’a…
g:

Anda mungkin juga menyukai