Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus
mastoideus, dan tuba eustachius.1,4,5

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka
dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran
timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks
cahaya ( none of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1
a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum
kutaneum dan mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1
a) Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan
yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada
anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang
temporal.
b) Pars flaksida atau membran Shrapnell.

1
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars
flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu : Plika maleolaris anterior
(lipatan muka) dan Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).

Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang


dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.

2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,
dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,5
a) Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil),
inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b) Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius (muskulus stapedius).
c) Saraf korda timpani.
d) Saraf pleksus timpanikus.

3. Processus mastoideus

2
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.1,4,5
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).

Gambar 2.1. Anatomi Telinga.6

2.2 Definisi

3
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.4
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
membran timpani dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih
dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous,
mukous, atau purulen.1,2,3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi
otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa
faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.4

2.3 Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi
OMSK pada negara yang sedang berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat
OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di
antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh

4
Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas)
Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran
yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-
5,2%.3Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006
menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.3

2.4 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani
ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang
gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping
itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan
dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan
dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi
tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars
flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong
retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan
kolesteatom.

Kolesteatom adalah Tumpukan dari pengelupasan lapisan keratin epitel


bertatah dalam kavum timpani atau kavum mastoid

5
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling
sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal
sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin
yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6,
tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh
reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:5
1. Kolesteatom Kongenital
Kista epitel yang timbul di dalam salah satu tulang kepala
( biasanya tulang temporal) tanpa kontak dengan telinga luar.
Dapat tumbuh di tulang temporal bagian dalam atau
skuama.jumlahnya meningkat dalam ruang mastoid atau atik.
2. Kolesteatom Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
 Primary acquired cholesteatoma (kolesteatoma
akuisital primer)
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi
membran timpani pada daerah atik atau pars flasida.
 Secondary acquired cholesteatoma. (Kolesteatoma
akuisital sekunder)
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi
membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai
akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau
dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia
mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlansung lama (teori metaplasia)

6
2.5 Patogenesis.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,4,5
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses
inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus
dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan
infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya
dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara
proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini
berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.1,4

Sembuh/ normal
Fgs.tuba tetap terganggu
Infeksi (-)
Gangguan Tekanan negatif
tuba telinga tengah efusi OME

Perubahan tekanan tiba-tiba Tuba tetap terganggu


Alergi + ada infeksi
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Tampon OMA
Tumor
Otitis Media Akut
(OMA)

Sembuh sempurna Otitis Media Otitis media Efusi


Supuratif Kronik (OME)
(OMSK)

7
OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Gambar 2.2 Patogenesis Otitis Media4

2.6 Faktor Ressiko


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah
melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat
timbul sebagai infeksi telinga kronis.
Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :1,2
1. Lingkungan.
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosio ekonomi, dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki
insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal
ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
2. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih

8
kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak
diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan
berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan
oleh campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang
multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab
yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa
sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%. Jenis
bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada
OMSK pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang
perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap
organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih
besar terhadap otitis media kronis.

7. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya
sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau

9
bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap


pada OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang
mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi
penutupan spontan pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan
melalui mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.

2.7 Gejala Klinis.


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang
atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret
yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,3

2. Gangguan pendengaran
Tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat

10
menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak
sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada
penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi
besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi
akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius,
karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana

11
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian
tekanan positif dan negatif pada membran timpani.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari
kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Gambar 2.3. Perforasi Membran Timpani.8

Gambar 2.4. Otitis Media Supuratif Kronik.8

2.8 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,6
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan
penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah
lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada

12
tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau
bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih
sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada
kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau
telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak
perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronis memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan
manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya
memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik
memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang
biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas,
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh
kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa
kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.1,3
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari
mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri

13
yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis
media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari
hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab
biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan
tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi
membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk
melalui perforasi tadi.

2.9 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat
-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi
A. Otitis media supuratif kronik benigna
1. Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Pada keadaan ini sekret masih keluar dari kavum timpani secara aktif.
2. Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran
nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.
Prinsip pengobatan OMSK benigna adalah :
1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)

14
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan
liang telinga (toilet telinga):1
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah
dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini
sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh
anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
a) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan
nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi
serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk
membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan
reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti
dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
b) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat
ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi
mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan
tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi.
Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya
bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika :1

15
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret
yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila
sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan
dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik
yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik
adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik
terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan
negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.
a) Antibiotik sistemik.1
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika
tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,


antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya

16
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan


ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat


bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

2. Otitis media supuratif kronik maligna.1,5


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach
tympanoplasty)

17
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

18
====

19
Gambar 2.5. Pedoman Tatalaksana OMSK5

2.10 Komplikasi

20
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :
A.Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B.Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis

Cara penyebaran infeksi :


1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3


macam lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan
masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis.
Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi,
dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang
terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.

21
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi
ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan
infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular
subkortek.

2.11 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien
karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.10

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap


Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik
Medan. Medan : FK USU. 2003.
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
3. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
4. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI. 2007.
5. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
6. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com
pada tanggal 20 September 2019.
7. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari
http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 20 September 2019

23
8. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
9. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment: Follow-
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 20 September 2019.
10. Balenger

24

Anda mungkin juga menyukai