Sistem pengolahan rekam medis terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: assembling,
coding, indexing, dan penyimpanan berkas rekam medis dan retensi berkas. Tetapi perlu
diingat bahwa pengelompokan system dan subsistem ini adalah tidak baku. Pengelompokan
ini dilakukan untuk lebih memahami secara detail kegiatan dan ruang lingkup unit rekam
medis. Pengolahan berkas rekam medis dimulai dari tempat penerimaan pasien (membuat
atau menyiapakan berkas rekam medis), dilanjutkan dengan assembling, coding, indexing,
dan filing. Untuk kegiatan pengolahan berkas rekam medis di tempat penerimaan pasien telah
dibahas dalam bab tersendiri terkait dengan sistem penerimaan pasien.
1. SUBSISTEM ASSEMBLING
Assembling berarti merakit, tetapi untuk kegiatan assembling berkas rekam medis di
fasilitas pelayanan kesehatan tidaklah hanya sekedar merakit atau mengurut satu halaman ke
halaman yang lain sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengurutan halaman ini dimulai berkas
rekam medis rawat darurat, rawat jalan dan rawat inap. Pergantian pada masing-masing
pelayanan akan diberikan kertas pembatas yang menonjol sehingga dapat mempermudah
pencarian formulir dalam berkas rekam medis.
Kegiatan assembling termasuk juga mengecek kelengkapan pengisian berkas rekam
medis dan formulir yang harus ada pada berkas rekam medis. Untuk kegiatan pengecekan
kelengkapan pengisian ini termasuk bagian kecil dari analisis kuantitatif. Proses permintaan
kelengkapanan pada berkas rekam medis dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Berkas rekam medis dari unit pelayanan akan dikembalikan ke unit rekam medis bagian
assembling. Bagian assembling mencatat pada buku register semua berkas yang masuk sesuai
tanggal masuk ke bagian assembling dan tanggal pasien pulang. Pada proses ini akan
diketahui berkas yang kembali tepat pada waktunya dan yang terlambat kembali ke unit
rekam medis. Setelah itu berkas rekam medis dianalisis untuk mengetahui kelengkapan
pengisiannya. Berkas yang tidak lengkap akan dikembalikan ke tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan pada pasien melalui unit kerjanya.
Berkas rekam medis akan ditinggal dalam waktu yang telah ditentukan dan akan
diambil kembali untuk diproses ke assembling. Menurut Huffman (1994) pada bagian
assembling ini diketahui tipe ketidaklengkapan berkas rekam medis ada 2 yaitu:
1. Incomplete Medical Record, merupakan tipe ketidaklengkapan berkas rekam medis
ketika berkas rekam medis kembali dari unit pelayanan.
2. Delinguent Medical Record, merupakan tipe ketidaklengkapan berkas rekam medis
ketika berkas sudah dimintakan kelengkapannya kepada tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan pada pasien dalam waktu yang telah ditentukan, tetapi setelah
diambil dan diproses ke aseembling ditemukan berkas rekam medis masih belum
lengkap juga.
Analisis untuk mengetahui kelengkapan pengisian pada item-item berkas rekam medis
dilakukan melalui analisis kuantitatif berkas rekam medis. Menurut Huffman (1994) analisis
kuantitatif adalah review bagian tertentu dari isi rekam medis dengan maksud menemukan
kekurangan khusus yang berkaitan dengan pendokumenan (pencatatan) pada berkas rekam
medis. Untuk melakukan analisis kuantitatif dapat menggunakan 4 komponen utama pada
analisis, yaitu:
1. Identitas pasien pada setiap lembar rekam medis,
2. Autentikasi dokter pada setiap tempat yang ditentukan,
3. Pengisian laporan yang penting pada berkas rekam medis, dan
4. Pendokumentasian yang baik.
Dari hasil analisis ini akan diketahui jumlah berkas rekam medis yang terisi lengkap, terisi
tidak lengkap dan tidak terisi. Hal ini dapat dijadikan tolak ukur mutu berkas rekam medis di
fasilitas pelayanan keseahatan.
Kegiatan pengecekan lembar yang harus ada pada kasus tertentu pasien berobat di
fasilitas pelayanan kesehatan juga harus dilakukan pada kegiatan assembling. Misalnya pada
pasien rawat inap setelah selesai rawat inap dan berkas kembali ke unit rekam medis maka
seharusnya ditemukan antara lain surat pengantar dirawat, persetujuan dirawat, lembar rekam
medis masuk dan keluar, lembar resume, dan resume keperawatan. Khusus untuk pasien yang
mendapatkan tindakan medis harus terdapat lembar informed consent dan hasil tindakan
medis yang dilakukan. Berikut contoh lembaran pada berkas rekam medis tersebut.
Beberapa paremeter yang dapat dilihat untuk mengetahui mutu rekam medis di rumah
sakit khususnya yang melibatkan kegiatann assembling diantaranya:
1. Ketepatan waktu pengambilan
2. Kelengkapan formulir pada berkas rm
3. Kelengkapan pengisisan pada berkas rekam medis
Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk
menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala, dan faktor yang mempengaruhi
kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia
menggunakan klasifikasi penyakit revisi 10 (ICD-10, International Statistical Classification
of Disease and Related Health Problem Tenth Revision). Namun, di Indonesia sendiri ICD-10
baru ditetapkan untuk menggantikan ICD-9 pada tahun 1998 melalui SK Menkes RI No.
50/MENKES/KES/SK/I/1998. Sedangkan untuk pengkodean tindakan medis dilakukan
menggunakan ICD-9CM.
Kecepatan dan ketepatan coding dari suatu diagnosis dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya tulisan dokter yang sulit dibaca, diagnosis yang tidak spesifik, dan
keterampilan petugas coding dalam pemilihan kode. Pada proses coding ada beberapa
kemungkinan yang dapat mempengaruhi hasil pengkodean dari petugas coding, yaitu bahwa
penetapan diagnosis pasien merupakan hak, kewajiban, dan tanggungjawab tanaga medis
yang meberikan perawatan pada pasien, dan tenaga coding di bagian unit rekam medis tidak
boleh mengubah (menambah atau mengurangi) diagnosis yang ada. Tenaga rekam medis
bertanggungjawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh
tenaga medis. Apabila ada hal yang kurang jelas, tenaga rekam medis mempunyai hak dan
kewajiban menanyakan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Dalam proses coding mungkin terjadi beberapa kemungkinan, yaitu:
3. SUBSISTEM INDEXING
Indeks dalam arti bahasa yaitu daftar kata atau istilah penting yang terdapat dalam
buku tersusun menurut abjad yang memberi informasi tentang halaman tempat kata atau
istilah tersebut ditemukan. Kegiatan pengindekan adalah pembuatan tabulasi sesuai dengan
kode yang sudah dibuat ke dalam kartu indek. Hasil pengumpulan kode yang berasal dari
data penyakit, operasi pasien dan pengumpulan data dari indeks yang lain sebagai bahan
untuk penyajian data statistik kesehatan. Beberapa macam indeks yang dibuat oleh bagian
rekam medis diantaranya adalah (1) Indeks Utama Pasien; (2) Indeks Penyakit (rawat jalan
dan rawat inap); (3) Indeks Operasi; (4) Indeks Kematian dan (5) Indeks Dokter.
Indeks Utama Pasien disebut juga Master Patient Index (MPI) yaitu indeks yang beris
data pokok mengenai identitas pasien untuk mengidentifikasikan semua pasien yang pernah
berobat. Indeks ini sering dalam wujud kartu maka disebut Kartu Indeks Utama Pasien
(KIUP). Data identitas pasien tersebut meliputi : nomor rekam medis, nama pasien, tanggal
lahir (umur), jenis kelamin, alamat lengkap, nama orang tua/wali, alamat orang tua/wali dan
tahun terakhir berobat. Selain berwujud kartu, penggunaan indeks utama pasien telah banyak
menggunakan computer. Contoh kartu indeks utama pasien dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Manfaat KIUP dalam pelayanan pasien diantaranya yaitu (a) untuk mencari kembali
data identitas pasien terutama nomor rekam medis, bila pasien yang pernah datang berobat
datang kembali tanpa membawa Kartu Identitas Berobat (KIB); (b) untuk mengetahui tanggal
paling akhir pasien berobat sehingga dapat mempermudah proses pencarian berkas rekam
medis yang sudah inaktif pada kegiatan retensi (penyusutan) berkas rekam medis; (c) sebagai
alat bantu penyusunan laporan kunjungan pasien.
Menurut American Hospital Association semua indeks pasien harus disimpan secara
permanen. Hal ini berbeda dengan berkas rekam medis yang mempunyai batas penyimpanan
dalam jangka waktu tertentu. Menurut IFHRO ada beberapa macam aturan penyimpanan
KIUP, yaitu Alfabetis, sistem fonetik (phonetic System), dan system fonetik “Soundex”
(Soundex Phometic System). Penjabaran masing-masing penyimpanan tersebut adalah:
1. Alfabetis
Sistem penyimpanan KIUP jenis ini dilakukan dengan menyusun KIUP secara
vertikal urut huruf satu persatu sesuai abjad seperti dalam di dalam kamus. Pada
metode ini nama pada masing-masing huruf diperhatikan, karena akan mempengaruhi
letak penyimpanan KIUP. Apabila nama pasien sama, maka KIUP diurutkan
berdasarkan urutan tanggal lahirnya. Contohnya pada nama pasien M.Hasan
diletakkan sebelum Mohamad Hasan
2. Sistem Fonik (Phonetic system)
Sistem penyimpanan KIUP jenis ini dilakukan dengan menyusun KIUP dalam
laci-laci penyimpanan secara vertical atas dasar huruf pertama nama pasien yang
diikuti oleh lafal nama pasien (bukan ejaan nama pasien).
3. Sistem Fonetik “Soundex” (Soundex Phonetic System)
Sistem penyimpanan KIUP secara Fonetik “Soundex” dikembangkan dari
Phonetic Filing oleh Remington Rand. Pada sistem penyimpanan ini alphabet
dimampatkan 6 huruf kunci, kecuali huruf hidup (seperti huruf a,i,u,e,o) dan w,h,y
tidak dikode. Penyimpanan KIUP jenis ini akan menyusun KIUP berdasarkan huruf
pertama yang diikuti dengan huruf kode sesuai hasil pengkodean nama pasien dengan
huruf kunci tersebut.
Selain KIUP terdapat juga indeks lain, seperti indek penyakit. Indeks penyakit yaitu
daftar tabulasi kode-kode penyakit yang disusun dalam masing-masing daftar sesuai dengan
kode penyakitnya. Ketentuan penulisan indeks penyakit yaitu (a) Satu jenis penyakit
menggunakan satu kartu indeks; (b) setiap nama penyakit diikuti dengan penulisan kode ICD
(International Statistical Classification of Desease and Related Health Problem) yang
berlaku (revisi ke 10 sampai 3 digit).
Indeks operasi atau tindakan medis yaitu indeks tentang tindakan medis yang
diberikan kepada pasien yang disusun ke dalam daftar tabulasi indeks sesuai dengan masing-
masing kode tindakan medisnya. Ketentuan penulisan indeks operasi yaitu (a) satu jenis
tindakan medis dimasukkan dalam satu daftar indeks tindakan medis; (b) setiap nama operasi
diikuti dengan penulisan kode tindakan (missal ICD-9CM atau ICOPIM). Indeks operasi
berguna untuk (a) menelusuri nomor rekam medis dan nama pasien dengan jenis operasi yang
sama, hal ini sering kali diminta oleh Komite Medik untuk audit medic, (b) menyusun
laporan jenis operasi berdasarkan umur, jenis kelamin, wilayah/alamat, hasil pelayanan
(sembuk, dirujuk, mati <48 jam dan 48 jam), dokter yang menangani dan bagaimana cara
pembayaran pasien dalam memperoleh pelayanan tersebut.
Cara penyusunan indeks dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu indeks secara sederhana
(single index) dan secara indeks silang (cross index). Penentuan system ini tergantung
kebijakan dimasing-masing fasilitas pelayanan kesehatan dan kemampuan petugas.
Penyusunan indeks sederhana yaitu tata-cara penyimpanan berdasarkan pada kode diagnosis
utama atau kode jenis tindakan utama dengan berpatokan urut abjad atau kodenya tanpa
menunjuk silang penyakit yang menyertai, dan tindakan medis lain yang dilakukan pada
pasien bersamaan dengan operasi utamanya. Sedangkan penyusunan indeks silang, pada kartu
utamanya diberi catatan yang menunjuk pada diagnosis kedua dan atau komplikasi atau
operasi lainnya pada pasien yang sama dengan cara menuliskan kode penyakit atau operasi
yang bersamaan dengan diagnosis atau operasi utamanya. Dengan demikian maka kode yang
ditujuk tersebut dapat ditelusuri indeksnya. Contoh penyusunan indkes secara sederhana:
diagnosis utamanya Typhoid Abdominalis, meskipun ada komplikasi Perforasi Usus, indeks
yang disimpan hanyalah indeks Typhoid Abdominalis. Sedangkan penyimpanan indeks
secara silang, pada indeks Typhoid Abdominalis diberi catatan pada kolom diagnosis
komplikasi Perforasi Usus; kemudian diagnosis Perforasi Usus dicatat pada indeks Perforasi
Usus dengan diberi catatan pada kolon diagnosis komplikasi sebagai komplikasi Typhoid
Abdominalis. Dengan demikian dalam 1 pasien dapat memiliki lebih dari 1 indeks apabila
dijumpai beberapa diagnosis.
Indeks dokter yaitu daftra tabulasi nama-nama pasieb yang mendapatkan pelayanan
dari dokter tertentu. Ketentuan penulisan indeks dokter yaitu (a) setiap nama dokter
menggunakan kartu indeks yang berisi daftar pasien yang mendapatkan pelayanannya; (b)
setiap nama dokter diikuti dengan penulisan kode dokter yang ditetapkan oleh institusi
pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Penyimpanan indeks dokter didasarkan pada nama
dokter dan nomor kodenya urut secara alfabetik. Indeks dokter beguna untuk (a)
mengavaluasi kinerja dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien, (b) menghitung
angka kredit guna promosi atau demosi dokter berdasarkan kinerja tersebut. Sumber data
untuk membuat indeks penyakit, operasi dan dokter dapat diperoleh dari formukir ringkasan
masuk-keluar, register, dan KIUP.