Anda di halaman 1dari 142

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS EKONOMI ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN


1998 TENTANG PERBANKAN DAN PERATURAN BANK INDONESIA
TERKAIT DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN ASURANSI
BANKERS BLANKET BOND

SKRIPSI

CHRISTINE ELISIA WIDJAYA


0906519261

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI
DEPOK
JULI 2012

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS EKONOMI ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN


1998 TENTANG PERBANKAN DAN PERATURAN BANK INDONESIA
TERKAIT DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN ASURANSI
BANKERS BLANKET BOND

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

CHRISTINE ELISIA WIDJAYA


0906519261

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI
DEPOK
JULI 2012

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus,


Juruselamat yang hidup dan berdaulat penuh atas kehidupan Penulis, karena atas
berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Analisis Ekonomi atas Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Bank
Indonesia Terkait Dalam Rangka Penyelenggaraan Asuransi Bankers
Blanket Bond” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang mendukung Penulis. Oleh karena itu Penulis hendak mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Kornelius Simanjuntak, S.H, M.H., AAIK., selaku Pembimbing I. Terima
kasih atas bimbingan di sela-sela kesibukan Bapak sebagai praktisi dan dosen.
2. Muhamad Ramdan Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M, Ph.D, selaku
Pembimbing II. Terima kasih atas bimbingan, diskusi, dan bahan bacaan yang
memperkaya pemahaman Penulis tentang analisis ekonomi atas hukum.
3. Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H. selaku Penguji yang telah memberikan
masukan yang berharga untuk Penulis.
4. Dr. Yetty Komalasari Dewi, S.H., M.L.I. selaku Penguji yang telah
memberikan masukan yang berharga untuk Penulis
5. Bono Budi Priambodo, S.H., M.Sc selaku Penguji yang telah memberikan
masukan yang berharga untuk Penulis.
6. Ibu Anika Faisal dan Bapak Argo Wibowo atas bantuan data dan wawancara.
7. Ibu Villy Chandra, Bapak Rudy T. Syahputra, Bapak Widyo Primastowo,
dan Ibu Irene Margaretha atas bantuan data dan wawancara.
8. Bapak Adi Setyanto, Ibu Sinta, Ibu Syilvia Herlina, Ibu Desi, Ibu Rini

iv

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


Marlina, dan Bapak Randi Ikhlas Sardoni atas bantuan data dan wawancara.
9. Pramudya Azhar Oktavinanda, S.H., LL.M (FHUI 2001) atas kesediaan
menjawab keingintahuan Penulis seputar analisis ekonomi atas hukum.
10. MGR. Erita Narhetali, S.Psi (dosen FPsiUI), Astriani Dwi Aryaningtyas
(FPsiUI 2009), Haryo Wisanggeni dan Kirana Ikhsani (FEUI 2008), Areno
Papadaki dan Bryan Alexando (FEUI 2009) untuk bantuan teori-teori dan
referensi di bidang Psikologi dan Ekonomi guna penyusunan skripsi ini.
11. Bapak Wahyu Andrianto, S.H, M.H., dan Bapak Hendra Nurtjahyo, S.H.,
M.H. selaku Penasihat Akademis Penulis.
12. Seluruh pimpinan fakultas dan staf pengajar FHUI atas ilmu dan didikan
yang diberikan kepada Penulis.
13. Bapak Sadeli (PK V), Bapak Jon (PK IV), Bapak Selam, Bapak Indra, dan
segenap pegawai Biro Pendidikan dan Sekretariat Dekan FHUI yang telah
membantu proses administratif selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.
14. Sumitomo Mitsui Banking Corporation dan Indonesia International
Education Foundation atas beasiswa yang telah diberikan kepada Penulis.
15. Kedua orang tua Penulis, Jeffrey Hartanto Widjaya dan Jessica Cecilia
Widjaya, yang senantiasa mendidik, mendoakan, dan mendukung penuh
Penulis. Juga kepada adik-adik Penulis, Alex Christian Widjaya, David
Christian Widjaya, dan Elizabeth Kezia Widjaya. Semoga skripsi ini dapat
menjadi inspirasi untuk terus menimba ilmu setinggi-tingginya.
16. Kelompok Kecil Sola Gracia, Silvia Age Gideon, S.H., Louise Ruselis
Sitorus, dan Youshica Angel untuk setiap kesempatan berbagi hidup dan
bertumbuh bersama Penulis. Semoga persaudaraan kita dalam Tuhan Yesus
Kristus akan selalu abadi.
17. Radian Adi Nugraha, S.H. untuk setiap diskusi dan bantuan yang diberikan
kepada Penulis selama menempuh studi di FHUI.
18. Samuel Andy Pratama Sitohang, Yohanna Ameilya Panjaitan, Destya
Lukitasari Pahnael, Darma Samadaya Zendrato, Yosua Saroinsong,

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


Indira Sarah Lumbanraja, Arief Raja Jacob Hutahaean, Dodi Gamaliel,
dan Hardiono Iskandar.
19. Kanca-kanca Jawa-ku tersayang Andini Dyahlistia, R.A. Safitri
Kusumawardhani, Ritno Nursakti, Navy Sasmita, Fidila Yuni, Estu Dyah
Arrifianti, dan Ryan Eka Permana Sakti untuk setiap canda dan tawa.
20. Andita Pritasari, Heliana Komalasari, Selvy Anissa Ramadhani, Indri
Astuti, Eka Sakti Sirait, Guretno Sekar, dan Fajar Cahyanto Santosa, atas
bantuan akademis yang diberikan kepada Penulis selama perkuliahan.
21. Keluarga besar LaSALe FHUI. Kepada tim Internal Mooting
“INKRACHT” 2010 : Akhmad Sigit Tri Handoyo, Alldo Felix Januardy,
M. Audrian Insya, Frans Ricardo Pardede, Kharis Sucipto Simaremare,
Randolph Yosua Siagian, Ahmad Rashed, Hanna Connia Balina Purba,
dan Hanna Friska Luciana Marbun. Kepada tim UI4MCCUNPAD 2011
dan tim UI4MCCUNAIR 2011 : Aisia Arrifianty Fauzi, Maria Yudithia,
Stephanie Simbolon, Walfrid Simanjuntak, Imam Purbo Jati, Bagus
Raditya Wiradana, Genio Ladyan Finasisca, Devina Puspita, Renhard
Edward Sibarani, Ryan Meliala Sembiring, Gregorius Bintang
Adhimakayasa Pradana, Diyana Theresia Berlian Siagian, Frederick
Parlindungan, dan Anindita Sasidwikirana Djatmiko, beserta Domas
Manalu, Rieya Aprianti, Agung, Luh Putu Sri Anggrayani, S.H, Clara
Anastasia Sianipar, S.H, Gabriela Anastasia Tampubolon sebagai BPH
LaSALe 2011. Terutama pada Bang Dodik Setyo Wijayanto, S.H., selaku
pelatih yang selalu mendukung dan memberi teladan yang baik bagi mooters
FHUI.
22. Persekutuan Oikumene FHUI. Terima kasih atas pelayanan yang pernah
dipercayakan kepada Penulis dan telah menjadi wadah Penulis bertumbuh.
Semoga Tuhan selalu mencukupkan persekutuan kita ini.
23. Getri Permata Sari, S.H. dan Rizky Ikhsan sebagai Ketua dan Wakil Ketua
Departemen Pemberdayaan Badan Semi Otonom BEM FHUI 2010, beserta

vi

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


seluruh Sahabat BSO dan BSO Muda.
24. Keluarga besar Business Law Society, terkhusus Danu Ega, M. Alfian
Ramli, dan Christian Limbong atas kepercayaan yang diberikan kepada
Penulis selama menjabat sebagai Manajer Capital Market and Securities dan
Wakil Project Officer TERM 2011.
25. Para teman seangkatan, senior, dan junior selama menempuh studi di FHUI.
26. Cathrien Koopman-Siwu, guru PKn Penulis di SMA Kristen Petra 2
Surabaya. Terima kasih untuk setiap semangat dan pengajaran kepada Penulis.
27. Para sahabat terkasih di SMA Kristen Petra 2 Surabaya, Tabita Tania
Libianto, Sabrina Tedjokusuma, Martha Gunawan, Rut Angelina
Limanto Sie, dan Fanny Taniasurya.
28. Seluruh pihak yang tidak dapat Penulis ucapkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna.
Skripsi ini merupakan karya pertama Penulis di bidang analisis ekonomi atas
hukum, yang sejujurnya tidak mudah bagi Penulis untuk menyusunnya. Masih
sangat banyak yang harus Penulis pelajari lagi, seperti teori-teori ekonomi
maupun psikologi. Oleh karena itu Penulis sangat terbuka terhadap saran dan
kritik yang disampaikan oleh Pembaca. Penulis juga menyimpan mimpi suatu hari
dapat memperdalam pengetahuan dan riset analisis ekonomi atas hukum ini pada
jenjang yang lebih tinggi.
Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memperkaya
khazanah pengetahuan pembaca untuk pengembangan dunia hukum yang lebih
baik.

Depok, 19 Juli 2012

Christine Elisia Widjaya

vii

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


My Tribute
How can I say thanks for the things You have done for me?
Things so undeserved, yet You gave to prove Your love for me
The voices of a million angels could not express my gratitude
All that I am, and ever hope to be
I owe it all to Thee

To God be the Glory, to God be the Glory


To God be the Glory, for the things He has done
With His blood He has saved me
With His power He has raised me

To God be the Glory, for the things He has done


Just let me live my life
And let it be pleasing Lord to Thee
And if I gain any praise, let it go to Calvary

Amsal 1 : 7
Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh
menghina hikmat dan didikan.

viii

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
ABSTRAK

Nama : Christine Elisia Widjaya

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Skripsi : Analisis Ekonomi atas Undang-undang Nomor 10


Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Bank
Indonesia Terkait Dalam Rangka Penyelenggaraan
Asuransi Bankers Blanket Bond

Skripsi ini membahas latar belakang PT Bank ABC, Tbk. berlangganan


asuransi Bankers Blanket Bond. Asuransi Bankers Blanket Bond adalah mekanisme
sukarela untuk mengalihkan sejumlah risiko perbankan di luar kewajiban yang
ditetapkan Bank Indonesia seperti Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM),
audit internal, dan strategi anti-fraud. Penelitian ini juga membahas isi polis dan
prosedur pembayaran ganti rugi asuransi Bankers Blanket Bond. Meskipun penting,
ternyata masih banyak bank di Indonesia yang belum berlangganan asuransi ini.
Penelitian ini mencoba menganalisis kemungkinan terjadinya bias psikologis, serta
memberikan rekomendasi untuk mendorong asuransi dengan pendekatan libertarian
paternalism melalui perubahan aturan standar (default rule).

Kata Kunci : Analisis ekonomi atas hukum, asuransi, Bankers Blanket Bond,
ketidakjujuran, preferensi risiko, bias psikologi, libertarian
paternalism.

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


ABSTRACT

Name : Christine Elisia Widjaya


Major : Law
Title : The Bankers Blanket Bond in Practice : Economic
Analysis of Indonesian Banking Law and Related Bank
Indonesia Regulations

This thesis discusses about PT Bank ABC, Tbk. attitude towards fraud as the
reason to take out Bankers Blanket Bond. Bankers Blanket Bond itself is a voluntary
mechanism for transferring banking risks, beside such obligations as setting aside
reserve, internal audit, and anti-fraud strategy required by Bank Indonesia. The
insurance policy and claim procedures are elaborated as well. Despite its significance,
this insurance has not attracted Indonesian banks due to some possible psychological
biases. To correct error in judgment and decision-making, a libertarian paternalistic
policy recommendation is offered. Banks are ’nudged’ to obtain the insurance
through changing the default rule.

Key Words : Economic analysis of law, insurance, Bankers Blanket Bond,


fraud, risk preference, psychological bias, libertarian
paternalism

xi

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................................................... ix
ABSTRAK........................................................................................................................x
DAFTAR ISI.................................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................. xvi

1. PENDAHULUAN ......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1
1.2 Pokok Permasalahan .............................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................5
1.4 Kerangka Teori .....................................................................................................5
1.5 Kerangka Konsepsional ........................................................................................7
1.6 Metode Penelitian .................................................................................................8
1.7 Sistematika Penulisan .........................................................................................11

2. RISIKO, MANAJEMEN RISIKO, DAN PANDANGAN TERHADAP RISIKO


DALAM USAHA PERBANKAN............................................................................14
2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................................14
2.1.1 Bank ...........................................................................................................14
2.1.1.1 Definisi Bank .................................................................................14
2.1.1.2 Pembinaan dan Pengawasan Bank.................................................14
2.1.1.3 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ................................................16
2.1.2 Risiko dalam Usaha Perbankan .................................................................18
2.1.2.1 Pengertian dan Jenis-jenis Risiko Secara Umum...........................18
2.1.2.2 Macam-macam Risiko yang Dihadapi Bank .................................22
2.1.2.3 Risiko Operasional.........................................................................25
a. Pengertian Risiko Operasional ...................................................25
b. Penyebab, Peristiwa, dan Dampak Kerugian Akibat Risiko
Operasional ....................................................................................27
2.1.3 Manajemen Risiko Bank .............................................................................31
2.1.3.1 Definisi Manajemen Risiko ...........................................................31
2.1.3.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Manajemen Risiko ............................32
2.1.3.3 Kewajiban Manajemen Risiko Perbankan .....................................37
2.1.3.4 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (Capital Adequacy Ratio)
dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).........................38
2.1.3.5 Audit Internal .................................................................................40

xii
Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


2.1.3.6 Strategi Anti-fraud .........................................................................43
2.1.3.7 Asuransi .........................................................................................46
2.1.4 Pandangan Terhadap Risiko ........................................................................47
2.1.4.1 Kategori Preferensi Risiko.............................................................47
2.1.4.2 Hubungan Preferensi Risiko dengan Kebutuhan Asuransi ............49
2.2 Pembahasan ........................................................................................................50

3. GAMBARAN UMUM ASURANSI BANKERS BLANKET BOND ..................52


3.1 Kajian Pustaka ....................................................................................................52
3.1.1 Tinjauan Umum Asuransi ..........................................................................52
3.1.1.1 Perjanjian Asuransi dan Syarat-syarat Perjanjian Asuransi...........52
3.1.1.2 Asas-asas Penanggungan ...............................................................57
3.1.2 Asuransi Bankers Blanket Bond.................................................................61
3.1.2.1 Sejarah Asuransi Bankers Blanket Bond........................................61
3.1.2.2 Cakupan Perlindungan dalam Asuransi Bankers Blanket Bond dan
Pengecualiannya ............................................................................70
3.1.2.3 Alasan Bank Berasuransi Bankers Blanket Bond ..........................77
3.1.2.4 Tinjauan Singkat Asuransi Bankers Blanket Bond ........................81
3.1.2.5 Kedudukan Asuransi Bankers Blanket Bond dalam Hukum
Indonesia ........................................................................................84
3.2 Pembahasan ........................................................................................................84
3.2.1 Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Bankers Blanket Bond antara PT
Bank ABC, Tbk. dengan PT Asuransi DEF ..................................84
3.2.2 Prosedur Pelaksanaan Ganti Rugi Apabila Terjadi Klaim Kerugian
Akibat Fraud pada PT Bank ABC, Tbk. .......................................93

4. RASIONALITAS DAN KEMUNGKINAN ANOMALI KEPUTUSAN


BERASURANSI BANKERS BLANKET BOND PADA SEJUMLAH BANK DI
INDONESIA............................................................................................................98
4.1 Rasionalitas PT Bank ABC, Tbk. dalam Berasuransi Bankers Blanket Bond....98
4.2 Kemungkinan Anomali Rasionalitas Keputusan Bank-bank di Indonesia dalam
Berasuransi Bankers Blanket Bond.....................................................................99
4.2.1 Tinjauan Umum Kajian Behavioral Economics.......................................99
4.2.2 Tiga Hambatan (Bounds) dalam Prediksi Perilaku Rasional .................100
4.2.3 Bias Psikologis sebagai Penyebab Kemungkinan Anomali Rasionalitas
Perilaku Manusia ....................................................................................101
4.2.4 Jenis-jenis Heuristic dan Analisis Kemungkinan Bias dalam Memandang
Risiko Fraud pada Industri Perbankan...................................................102
4.2.5 Perbaikan Bias Psikologis ......................................................................108
a. Perancangan Arsitektur Pilihan (Choice Architecture).....................108
b. Libertarian Paternalism sebagai Solusi Perbaikan Bias Kognitif dalam
Penilaian dan Pengambilan Keputusan .................................................108
4.3 Pembahasan.......................................................................................................111
4.3.1 Default Rule Asuransi Bankers Blanket Bond di Indonesia...................111

xiii
Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


4.3.2 Perubahan Default Rule sebagai Solusi Pendorong Asuransi Bankers
Blanket Bond ..........................................................................................111
4.3.3 Persyaratan Lanjutan Mengenai Usulan Keberlakuan Bankers Blanket
Bond sebagai Asuransi Wajib (Compulsory Insurance) ........................112

5. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................114


5.1 Kesimpulan .......................................................................................................114
5.2 Saran ................................................................................................................116

DAFTAR REFERENSI ..............................................................................................117

LAMPIRAN

xiv
Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Ilustrasi Periode Polis PT Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi DEF..... 94

Gambar 4.1 Fungsi Teori Prospek (Prospect Theory) ........................................... 107

xv
Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Polis Asuransi Bankers Blanket Bond

xvi

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul


Dalam proses pembangunan negara, industri perbankan memiliki peranan
yang amat penting. Salah satunya adalah sebagai lembaga perantara keuangan
masyarakat (financial intermediary), di mana bank menjadi media perantara antara
pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak
yang kekurangan atau memerlukan dana (lack of funds).1
Masyarakat sangat mengandalkan bank dalam kehidupan sehari-hari, hingga
kepercayaan yang diberikan pada bank sangatlah besar. Oleh karena itu, bank wajib
menjaga kepercayaan yang diembannya. Ia harus berhati-hati dalam menjalankan
kegiatan usahanya, dengan cara menerapkan beberapa prinsip seperti :2
a. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Relation Principle)
Menurut Neni Sri Imaniyati, prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang
melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank.3 Bank mendapatkan
dana yang disimpan oleh masyarakat kepadanya berdasarkan kepercayaan,
sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan bank serta menyediakan
informasi mengenai timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan
transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. 4
b. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle)
Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank
dalam menjalankan kegiatan usaha, baik dalam penghimpunan dari
maupun penyaluran dana kepada masyarakat, harus sangat berhati-hati.

1
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2000), hal. 67
2
Neni Sri Imaniyati, “Pencucian Uang (Money Laundering) dalam Perspektif Hukum
Perbankan dan Hukum Islam,” Mimbar UNISBA Bandung 21 (Januari-Maret 2005), hal. 104.
3
Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : Refika Aditama,
2010), hal. 17
4
Indonesia (a), Undang-undang tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 31
Tahun 1992, TLN No. 3472, ps. 29 angka 4.

1
Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
2

Tujuannya adalah bank selalu dalam keadaan sehat dan dalam bekerja
selalu mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang
berlaku di dunia masyarakat. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam
dunia perbankan ini di antaranya adalah5 : bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset,
kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, serta aspek lain
yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan
usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.6
Akan tetapi risiko kerugian yang terjadi pada perbankan masih mungkin
terjadi. Dalam praktek niaga, godaan-godaan kecurangan yang timbul berhubungan
dengan adanya uang dalam jumlah yang besar merupakan konsekuensi aktivitas
usaha. Walaupun telah ada sistem pengendalian internal yang dapat mencegah
pegawai dari godaan tersebut, akan tetapi faktanya kerugian yang diderita oleh
berbagai perusahaan di Amerika Serikat sebagai akibat dari tindakan penggelapan
uang oleh pegawai diperkirakan mencapai US $500.000.000,00.7 Tidak ada cara
yang mujarab untuk memastikan bahwa seseorang yang dipercaya oleh pimpinan
perusahaan tidak akan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Ada akuntan mengatakan, “Belief is good, but control is better.” 8 Ungkapan ini
beralasan, karena sebuah studi menunjukkan ada saja pegawai yang mencuri dari
majikannya tiga hari sesudah ia mulai dipekerjakan. Secara rata-rata, seorang
pegawai yang tidak jujur biasanya telah bekerja 6,5 tahun sebelum ia mulai
melakukan penggelapan.9 Peristiwa penggelapan uang oleh karyawan bukannya tidak
mungkin akan dapat membuat kerugian sangat besar, bahkan kebangkrutan pada
perusahaan.
Sebagai lembaga yang mengelola dana masyarakat dalam jumlah yang besar
hingga triliunan rupiah, bank memang rentan menjadi sarana tindak kejahatan (crime

5
Indonesia (a), op.cit., Ps. 29 angka 2.
6
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2009), hal. 147.
7
Amin Wijaya Tunggal, Fraud Auditing, cet. 1 (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hal. 16.
8
Ibid.
9
Ibid., hal. 17.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
3

through the bank) maupun sasaran kejahatan keuangan (crime against the bank).10
Berdasarkan catatan Bank Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Sondang M.
Samosir, senior associate Direktorat Investigasi Bank Indonesia, pada periode 2007-
2009 sebanyak 15.097 kasus kejahatan keuangan telah menimpa industri perbankan.
Pada triwulan pertama 2011, terdapat empat kasus yang tengah ditangani dan
diperkirakan menelan kerugian hingga Rp 42 miliar.11 Jumlah ini sebenarnya lebih
besar lagi, karena tidak semua bank yang menjadi korban bersedia mengungkapkan
secara detail jumlah kerugian yang dideritanya.
Menjaga keamanan perbankan ternyata tidak cukup hanya dengan
mengetatkan pengawasan dan memperkuat sistem teknologi informasi.12 Tidak
adanya kepastian di masa mendatang akan terjadinya kerugian akibat kejahatan
keuangan menyebabkan industri perbankan juga harus meningkatkan perlindungan
dengan cara lain, seperti mengalihkan risiko ketidakjujuran pegawai (fraud) yang
mungkin muncul melalui asuransi. Program ini mulai ditawarkan di Indonesia baru-
baru ini, dan dikenal dengan nama asuransi Bankers Blanket Bond (BBB), yang mana
masuk dalam kategori asuransi kejahatan keuangan (fidelity bond).
Definisi dari asuransi Bankers Blanket Bond menurut kamus bisnis online All
Business adalah “...fidelity bond purchased from an insurance broker that protects a
bank against losses from a variety of criminal acts: employee fraud, robbery,
burglary, and forgery…”13
Asuransi Bankers Blanket Bond melindungi Tertanggung dari berbagai
macam risiko kerugian, dengan ciri khas utama yaitu kerugian yang disebabkan oleh
ketidakjujuran pegawai bank yang bersangkutan (employee dishonest).14 Kerugian

10
Pengertian diberikan oleh Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M dalam perkuliahan Hukum
Perbankan, semester 4.
11
”BI : Penipuan Bank Capai 15.097 Kasus,” <http://www.zonaberita.com/ekonomi-bisnis/bi-
penipuan-melalui-bank-capai15097-kasus.html/>, diakses pada 20 Juli 2011.
12
“Bankers Blanket Bond : Asuransi Kejahatan Keuangan,”
<http://www.infobanknews.com/2011/04/bankers-blanket-bond-asuransi-kejahatan-keuangan/.>,
diakses pada 20 Juli 2011.
13
“Bankers Blanket Bond,” <http://www.allbusiness.com/glossaries/bankers-blanket-bond/
4952244-1.html.>, diakses pada 20 Juli 2011.
14
Bart L. Greenwald dan Peter M. Cummins, ”A Bank’s Bond Claim : Proving “Manifest
Intent” Can be Matter of Fact,” Kentucky Banker Magazine Louiseville 921 (Oktober 2003), hal. 9.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
4

yang dapat ditutup oleh adalah penipuan yang dilakukan oleh pegawai bank dengan
niat atau kesengajaan untuk mendapatkan keuntungan finansial bagi dirinya sendiri
ataupun orang lain atau sekelompok orang tertentu, serta kerugian yang disebabkan
oleh pegawai bank yang menerima keuntungan finansial supaya nasabah bisa
mendapatkan pinjaman (meskipun pihak bersangkutan tidak layak menerima
pinjaman tersebut).15 Selain itu kerusakan dan kerugian pada lingkungan bank
(premises), kerugian dan kerusakan pada saat pengiriman (transit), cek palsu (forged
cheques), surat berharga palsu (forged securities), uang palsu (counterfeit currency)
dan kerusakan terhadap peralatan kantor (office contents) juga menjadi cakupan
perlindungan asuransi ini.16
Meskipun asuransi Bankers Blanket Bond ini cukup penting untuk dimiliki
oleh bank, namun pada kenyataannya saat ini tidak banyak bank umum di Indonesia
yang memiliki asuransi ini. Padahal tidak hanya akhir-akhir ini saja marak terjadi
berbagai kasus fraud yang menimbulkan kerugian dalam jumlah yang besar bagi
bank, seperti kasus pegawai Citibank Melinda Dee17 dan kasus pegawai Bank
Mandiri Poppy Rachmania18. Setiap hari juga pasti ada risiko kerugian akibat fraud
dalam jumlah yang lebih kecil. Di sini isu moral hazard pada pegawai bank
mengawali pemikiran Penulis untuk mendalami lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan asuransi ini dari perspektif Law and Economics serta Behavioral
Analysis of Law.

15
Michael Keeley dan Christopher A. Nelson, “Critical Issues in Determining Employee
Dishonesty Coverage,” Tort Trial & Insurance Practice Law Journal Chicago 44 (Spring 2009), hal.
933
16
“Asuransi Bankers Blanket Bond Bantu Kendalikan Risiko Perbankan,”
<http://www.asuransi.adira.co.id/NewsTips/PressRelease/tabid/137/ newsid536/ 567/language/id-
ID/default.aspx.>, diakses pada 20 Juli 2011.
17
“Pembobolan Bank Kian Marak,” <http://fokus.vivanews.com/news/read/212460-
pembobol-bank-libatkan-orang-dalam.>, diakses pada 4 Mei 2012.
18
“Pembobol Bank Mandiri Ternyata Karyawannya Sendiri,”
<http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7744/pembobol-bank-mandiri-ternyata-karyawannya-
sendiri-.>, diakses pada 4 Mei 2012.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
5

1.2 Pokok-pokok Permasalahan


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun pokok permasalahan yang akan
dibahas di dalam skripsi ini yaitu :
1.1 Apakah latar belakang PT Bank ABC, Tbk. berasuransi Bankers Blanket
Bond?
1.2 Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian asuransi Bankers Blanket Bond dan
prosedur pembayaran ganti rugi antara PT Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi
DEF?
1.3 Apakah asuransi Bankers Blanket Bond sebaiknya diwajibkan oleh regulator
dalam peraturan perundang-undangan atau diserahkan kepada mekanisme
pasar?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Mengetahui pandangan PT Bank ABC, Tbk. terhadap risiko ketidakjujuran
pegawai (fraud).
2. Mengetahui pelaksanaan perjanjian asuransi Bankers Blanket Bond dan
prosedur pembayaran ganti rugi antara PT Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi
DEF.
3. Memberikan rekomendasi apakah asuransi Bankers Blanket Bond sebaiknya
diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan atau diserahkan kepada
mekanisme pasar.

1.4 Kerangka Teori


Analisis ekonomi atas hukum (economic analysis of law) adalah suatu bentuk
pendekatan teori hukum yang menggunakan metode ekonomi dan hukum. Konsep-
konsep ekonomi digunakan untuk menjelaskan efek hukum, untuk menilai mana
norma-norma hukum mana yang efisien, serta memprediksi norma-norma hukum

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
6

mana yang dapat diberlakukan dalam suatu negara. 19 Pendekatan analisis ekonomi
atas hukum disusun berdasarkan asumsi dasar bahwa manusia adalah makhluk yang
rasional dan senantiasa berusaha memaksimalkan manfaat (atau utilitas) mereka,
dengan mempertimbangkan kelangkaan sumber daya yang mereka miliki, 20 serta
mengambil keputusan untuk kepentingan pribadinya (self-interest), atau seringkali
disebut dengan istilah homo economicus (rational men atau makhluk rasional).
Dengan demikian setiap manusia diasumsikan akan memperhitungkan unsur untung
dan rugi dalam setiap tindakannya, baik secara sadar maupun tidak. 21
Analisis ekonomi atas hukum bermula dari pemikiran utilitarian Jeremy
Bentham (1789) yang menguji secara sistemik bagaimana orang bertindak dan
berhadapan dengan insentif-insentif hukum dan mengevaluasi hasil-hasilnya menurut
ukuran-ukuran kesejahteraan sosial. Pemikiran Bentham tersebut kemudian
dikembangkan oleh Ronald Coase yang terkenal dengan teorema Coase melalui
artikelnya “The Problem of Social Cost” (1960), Guido Calabresi (1970), Gary
Becker (1968), dan tentu saja Richard Posner yang dipandang sebagai bapak dari
aliran analisis ekonomi atas hukum dengan bukunya Economic Analysis of Law
(1972).
Secara umum kajian analisis ekonomi atas hukum terbagi atas dua sub-
bidang, yaitu analisis positif (positive analysis) dan analisis normatif (normative
analysis).22 Positive analysis menggunakan bantuan ilmu ekonomi untuk menjelaskan
efek dari berbagai aturan hukum, sedangkan normative analysis selangkah lebih maju
dengan berusaha merumuskan rekomendasi atas berbagai aturan hukum berdasarkan
konsekuensi ekonomi yang muncul. Richard Posner membedakan analisis ekonomi
atas hukum menjadi dua, yaitu old law and economics yang mengkaji bidang

19
David Friedman, The New Palgrave : A Dictionary of Economics, (1987). "law and
economics," The New Palgrave: A Dictionary of Economics, v. 3, hal 144.
20
Richard Posner, Economic Analysis of Law, cet. 8, (New York : Aspen Publisher, 2011),
hal. 3.
21
Gary Becker, The Economic Approach to Human Behavior, (Chicago : The University of
Chicago Press, 1990), hal. 7.
22
Pengertian diberikan oleh Prof. Dr. Michael Faure, LL.M. pada kuliah umum analisis
ekonomi atas hukum pada Senin, 21 Mei 2012 di Kampus UI Salemba, Jakarta.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
7

persaingan usaha (antitrust) dan regulasi ekonomi serta new law and economics yang
mengkaji segala bidang hukum seperti hukum keluarga dan tort law.23
Akan tetapi berdasarkan penelitian empiris ternyata perilaku manusia dapat
melenceng dari prediksi-prediksi ekonomi yang rasional.24 Hal ini disebabkan karena
asumsi-asumsi dalam ilmu ekonomi mengabaikan aspek-aspek lain yang
mempengaruhi perilaku manusia, seperti etika, moralitas, dan altruisme. Anomali
rasionalitas juga dapat terjadi karena konteks dan cara penyajian pilihan dapat
mempengaruhi keputusan seseorang di luar prediksi rasionalitas. Hal ini
dikemukakan oleh Amos Tversky dan Daniel Kahneman melalui penelitian-penelitian
di bidang psikologi, dan dikenal sebagai ilmu ekonomi perilaku (behavioral
economics). Behavioral economics sendiri tidak menolak teori pilihan rasional
(rational choice theory) yang didasarkan pada ilmu ekonomi neoklasik. Hal ini justru
memperkaya analisis ekonomi atas hukum ketika aplikasi dari rational choice theory
tidak sesuai dengan kenyataan.25

1.5 Kerangka Konsepsional


Untuk menghindarkan kerancuan, maka di dalam skripsi ini perlu dilakukan
pembatasan definisi dari kata, istilah, dan konsep yang digunakan yaitu antara lain :
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.26
2. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima uang
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada Tertanggung karena

23
Alessandra Arcuri, “Eclecticism in Law and Economics,” Erasmus Law Review Vol. 1
(2008), hal.66.
24
Ibid., hal. 68.
25
Ibid., hal. 74.
26
Indonesia (b), Undang-undang tentang Usaha Perasuransian, UU No. 2 Tahun 1992, LN
No. 13 Tahun 1992, TLN NO. 3467, pasal 1 angka 2.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
8

suatu kerugian, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.27
3. Moral hazard adalah suatu keadaan di mana perilaku dari pihak Tertanggung
(bank) berubah menjadi kurang berhati-hati setelah mengalihkan risiko
kepada pihak Penanggung (perusahaan asuransi). Dengan demikian
28
probabilitas terjadinya kerugian akan meningkat. Oleh karena itu pihak
Penanggung akan selalu melakukan upaya-upaya guna mengontrol moral
hazard Tertanggung.
4. Adverse selection atau anti-selection adalah suatu keadaan saat Tertanggung
mengasuransikan risiko yang probabilitas terjadinya lebih tinggi daripada
premi yang dibayarkannya. Hal ini disebabkan oleh adanya asimetri informasi
antara Penanggung dan Tertanggung, di mana Tertanggung lebih mengetahui
keadaan risiko sebenarnya. Dengan demikian Penanggung akan dirugikan,
karena premi yang dibayarkan sebagai kompensasi peralihan risiko tidak
sebanding.29

1.6 Metode Penelitian


Dalam metode penelitian ada beberapa hal yang harus diketahui, antara lain :
1. Tipologi Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu gejala atau
hubungan antara dua gejala atau lebih.30
2. Alat Pengumpulan Data

27
Ibid., Ps. 1 angka 1.
28
Robert Cooter dan Thomas Ulen, Law and Economics, (New York : Addison Wesley
Longman, Inc., 2000), hal. 50.
29
Ibid., hal. 51.
30
Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995),
hal. 35.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
9

Data dalam penyusunan skripsi ini diperoleh dengan menggunakan


metode studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen merupakan alat
pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis. Wawancara
dilakukan guna menemukan data yang lebih terperinci dengan sejumlah
pihak, yakni informan dan responden. Informan adalah orang yang
mengetahui secara praktikal dan konseptual mengenai hal tertentu yang
terkait dengan penelitian karena tugas atau jabatannya. Dalam hal ini
informan yang dimaksud adalah pihak underwriter perusahaan asuransi
yang menyelenggarakan asuransi Bankers Blanket Bond, yaitu PT
Asuransi DEF. Sedangkan responden adalah orang yang dijadikan subjek
penelitian dan/atau yang menjadi obyek suatu masalah atau kebijakan
tertentu untuk mengetahui sikap dan persepsinya secara subyektif. Dalam
hal ini responden yang dimaksud adalah pejabat yang berwenang dari
departemen manajemen risiko bank yang berasuransi Bankers Blanket
Bond maupun yang tidak, yaitu PT Bank ABC, Tbk., PT Bank KLM,
Tbk., dan PT Bank XYZ, Tbk.
3. Jenis Bahan Hukum
Bahan pustaka hukum yang dipergunakan, bila ditinjau dari kekuatan
mengikatnya dibedakan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tertier.31
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yang
terdiri dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat.32 Di
dalam skripsi ini bahan hukum primer yang dipergunakan adalah
peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum terkait permasalahan
asuransi kejahatan keuangan pada industri perbankan yang hendak diteliti,
seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Undang-undang Nomor 7

31
Soekanto, op.cit., hal. 52.
32
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
10

Tahun 1992 jo. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang


Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 10/15/PBI/2008 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Peraturan Bank
Indonesia Nomor : 5/8/PBI/2003 jo. Peraturan Bank Indonesia Nomor :
11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum,
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan
Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar
Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum, Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor : 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009 perihal
Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dengan
Menggunakan Indikator Dasar (PID), Peraturan Bank Indonesia Nomor :
8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 13/28/DPNP tanggal
9 Desember 2011 perihal Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank
Umum, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 13/24/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, dan lain-
lain. Selain itu ada juga polis asuransi Bankers Blanket Bond antara PT
Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi DEF.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya rancangan undang-
undang, hasil-hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum.33
Bahan hukum sekunder berisikan informasi tentang bahan hukum
primer.34 Bahan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
artikel-artikel ilmiah, buku-buku, laporan-laporan penelitian, jurnal-jurnal,
skripsi, dan dokumen yang berasal dari internet yang berhubungan dengan
lembaga asuransi sebagai lembaga peralihan risiko, perjanjian asuransi,
syarat dan asas-asas perjanjian asuransi, pengaturan usaha asuransi di
Indonesia, prinsip-prinsip usaha di bidang perbankan, serta pengaturan
33
Ibid.
34
Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2007), hal. 29.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
11

mengenai asuransi kerugian perbankan baik dari buku, jurnal, artikel, dan
berita di media massa. Selain itu di dalam skripsi ini juga mempergunakan
bahan hukum tertier.
Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari
kamus, ensiklopedia, dan direktori pengadilan.35 Bahan hukum tertier
yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah kamus bahasa dan kamus
hukum.

1.7 Sistematika Penulisan


Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan menuntun pada
penjelasan yang berkelanjutan sampai pada kesimpulan.

BAB 1 PENDAHULUAN
Bab 1 terdiri dari latar belakang pemilihan judul, pokok-pokok permasalahan,
tujuan penelitian, kerangka teori, kerangka konsepsional, metode penelitian, dan
sistematika penulisan skripsi ini.

BAB 2 RISIKO DAN MANAJEMEN RISIKO DALAM BISNIS PERBANKAN,


SERTA PANDANGAN PT BANK ABC, TBK. TERHADAP RISIKO FRAUD
Bab 2 terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah kajian pustaka, yang
terdiri dari empat sub-bab. Sub-bab pertama membahas mengenai bank secara umum,
terutama mengenai definisi bank, pembinaan dan pengawasan bank, dan penilaian
tingkat kesehatan bank. Sub-bab kedua membahas mengenai risiko dalam usaha
perbankan, yaitu pengertian dan jenis-jenis risiko secara umum, macam-macam risiko
yang dihadapi oleh bank, terkhusus pada risiko operasional. Sub-bab ketiga
membahas mengenai manajemen risiko bank, yaitu mengenai definisi manajemen
risiko, tujuan dan ruang lingkup manajemen risiko, serta kewajiban manajemen risiko
operasional perbankan, antara lain melalui pengukuran prosentase kewajiban

35
Ibid., hal. 33.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
12

penyediaan modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR), pelaksanaan audit
internal, dan penyusunan strategi anti-fraud, serta penggunaan asuransi untuk
peralihan risiko perbankan. Sub-bab keempat membahas mengenai pandangan
terhadap risiko, yaitu kategori preferensi risiko dan hubungan preferensi risiko
dengan kebutuhan asuransi. Bagian kedua adalah pembahasan pokok permasalahan
pertama, yaitu latar belakang PT Bank ABC, Tbk. berasuransi Bankers Blanket Bond
yang dikaitkan dengan preferensi risiko.

BAB 3 GAMBARAN UMUM ASURANSI BANKERS BLANKET BOND


Bab 3 terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah kajian pustaka, yang
terdiri dari dua sub-bab. Sub-bab pertama membahas mengenai tinjauan umum
terhadap asuransi, terutama mengenai perjanjian asuransi dan syarat-syarat perjanjian
asuransi, serta asas-asas penanggungan. Sub-bab kedua membahas mengenai asuransi
Bankers Blanket Bond, yaitu sejarah asuransi Bankers Blanket Bond, cakupan
perlindungan dalam asuransi Bankers Blanket Bond dan pengecualiannya, alasan
bank berasuransi Bankers Blanket Bond dan pengecualiannya, alasan bank
berasuransi Bankers Blanket Bond, tinjauan singkat asuransi Bankers Blanket Bond,
dan kedudukan asuransi Bankers Blanket Bond dalam hukum Indonesia. Bagian
kedua adalah pembahasan pokok permasalahan kedua, yang membahas mengenai
pelaksanaan perjanjian asuransi Bankers Blanket Bond antara PT Bank ABC, Tbk.
dengan PT Asuransi DEF dan prosedur pelaksanaan pemenuhan ganti rugi apabila
terjadi klaim kerugian akibat fraud pada PT Bank ABC, Tbk.

BAB 4 RASIONALITAS DAN KEMUNGKINAN ANOMALI KEPUTUSAN


BERASURANSI BANKERS BLANKET BOND PADA SEJUMLAH BANK DI
INDONESIA
Bab 4 terdiri dari tiga sub-bab. Sub-bab pertama membahas mengenai
rasionalitas PT Bank ABC, Tbk. dalam keputusan berasuransi Bankers Blanket Bond.
Sub-bab ketiga membahas mengenai kemungkinan anomali rasionalitas keputusan PT
Bank KLM, Tbk. dan PT Bank XYZ, Tbk. di Indonesia yang tidak berasuransi

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
13

Bankers Blanket Bond, yakni alasan-alasan dan analisis kemungkinan berdasarkan


teori bias kognitif dalam penilaian (error in judgment) dan pengambilan keputusan
(decision making). Sub-bab ketiga membahas mengenai pokok permasalahan ketiga,
yaitu pendekatan libertarian paternalism dalam perancangan arsitektur pilihan
(choice architecture) sebagai koreksi terhadap bias kognitif dalam penilaian dan
pengambilan keputusan bank umum berasuransi Bankers Blanket Bond melalui
perubahan default rule, beserta persyaratan lanjutan mengenai usulan keberlakuan
Bankers Blanket Bond apabila ditetapkan sebagai asuransi wajib (compulsory
insurance).

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Bab 5 berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan selama
penelitian ini.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
BAB II
RISIKO, MANAJEMEN RISIKO, DAN PANDANGAN TERHADAP
RISIKO DALAM USAHA PERBANKAN

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Bank
2.1.1.1 Definisi Bank

Pengertian bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah :36


“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Menurut F.E. Perry, bank adalah suatu badan usaha yang transaksinya
berkaitan dengan uang, menerima simpanan (deposit) dari nasabah, menyediakan
dana atas setiap penarikan, melakukan penagihan cek-cek atas perintah nasabah,
memberikan kredit, dan atau menanamkan kelebihan simpanan tersebut sampai
dibutuhkan kembali.37
Sedangkan menurut Howard D. Crosse dan George J. Hemple, bank adalah
suatu organisasi yang menggabungkan usaha manusia dan sumber-sumber keuangan
untuk melaksanakan fungsi bank dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat dan
untuk memperoleh keuntungan bagi pemilik.38

2.1.1.2 Pembinaan dan Pengawasan Bank

Dari pengertian-pengertian mengenai bank di bagian sebelumnya, dapat


ditarik kesimpulan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang memegang peranan

36
Indonesia (a), op.cit, Ps. 2.
37
Veitzhal Rivai, Andria Permata, dan Ferry N. Idroes, Bank an Financial Institution
Management, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 321.
38
Ibid.

14
Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
15

yang cukup vital di masyarakat. Bank berperan sebagai lembaga intermediasi,


membantu kelancaran sistem pembayaran, dan yang tidak kalah penting adalah
sebagai lembaga yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu
kebijakan moneter.39 Oleh karena itu, kegiatan usaha bank perlu diatur agar tidak
menimbulkan dampak sistemik yang membahayakan kepentingan masyarakat luas.
Di dalam ketentuan Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1992 jo. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur bahwa
pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. 40 Ada kewajiban
bagi bank untuk memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, serta wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap
bank bertujuan untuk mengawasi :41
1. Ketaatan bank mengikuti ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan
yang dilakukan oleh otoritas moneter.
2. Menilai kualitas dan likuiditas aset bank.
3. Menilai pelaksanaan pengawasan internal dan pengamanan yang memadai
oleh bank terhadap usaha bank.
4. Mengetahui kecukupan permodalan
5. Menilai kesehatan manajemen bank dalam menjalankan usaha.
Metode pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dapat berupa
pengawasan aktif maupun pasif. Pengawasan aktif dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan langsung secara periodik pada kasus-kasus tertentu, sedangkan

39
Octha Lydia Saragih, “Analisis CAMEL Untuk Menilai Tingkat Kesehatan Bank pada
Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2008,” (Skripsi
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010), hal. 7.
40
Indonesia (a), op.cit., Ps. 29 ayat 1.
41
Aldieta Ciara Mahardika, “Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Kredit Terhadap
Kinerja Manajemen Kredit (Survei Pada Lima Bank Pemberi Kredit Terbesar di Kota Bandung),
Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2011, hal. 11.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
16

pengawasan pasif dilakukan dengan cara memonitor kegiatan operasional bank


melalui laporan-laporan yang disampaikan bank tersebut kepada Bank Indonesia.42

2.1.1.3 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Untuk menjaga bank agar menjalankan usahanya dengan penuh kehati-hatian,


Bank Indonesia telah menerapkan standar-standar yang harus dipenuhi dalam Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP tertanggal 25 Oktober 2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penilaian tingkat kesehatan bank secara
kuantitatif ditinjau dari 5 (lima) faktor, yaitu faktor permodalan (capital), kualitas
aktiva produktif (asset), manajemen (management), rentabilitas (earning), dan
likuiditas (liquidity),43 atau disingkat sebagai CAMEL.
1. Aspek Permodalan (Capital)
Salah satu penilaian terhadap aspek permodalan bank didasarkan kepada
kewajiban penyediaan modal minimum bank. Salah satu penilaian tersebut
didasarkan kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) atau dalam bahasa
Indonesia disebut dengan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM), yang ditetapkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor :
10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum, sekurang-kurangnya sebesar 8% dari Aset Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR).44 Menurut Bank Indonesia, CAR merupakan indikator
yang paling penting dalam menentukan tingkat kesehatan bank. 45 Namun
perlu diingat bahwa rasio CAR bukan satu-satunya rasio yang dipakai
sebagai pengukuran kinerja perbankan, melainkan masih banyak faktor

42
Ibid.
43
Ibid., hal. 12.
44
Bank Indonesia (a), Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum, PBI No. 10/15/PBI/2008, Ps. 2 ayat 1.
45
Mahardika, op.cit., hal. 8.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
17

fundamental lain yang bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan atas


kinerja perbankan.46
2. Aspek Kualitas Aktiva Produktif (Asset)
Aktiva produktif atau productive assets atau earning assets adalah semua
aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya. Ada 4 (empat) macam jenis aktiva
produktif, yaitu :
a. Kredit yang diberikan
b. Surat berharga
c. Penempatan dana pada bank lain
d. Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia, adalah dengan
membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan
aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva
produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi
aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat
kolektabilitasnya, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar,
diragukan, dan macet.
3. Aspek Kualitas Manajemen (Management)
Untuk menilai kualitas, akan diajukan sebanyak 250 pertanyaan
menyangkut manajemen bank yang bersangkutan. Kualitas ini juga akan
melihat segi pendidikan dan pengalaman karyawan dalam menangani
berbagai kasus yang terjadi.
4. Aspek Rentabilitas (Earning)
Penilaian aspek rentablitias digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam meningkatkan keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Penilaian ini

46
F. Artin Shitawati, “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Capital Adequacy
Ratio (Studi Empiris : Bank Umum di Indonesia periode 2001-2004)”, (Tesis Universitas Diponegoro
Semarang, 2006), hal. 3.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
18

meliputi ROA (Return of Assets) atau rasio laba terhadap total aset, dan
perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional.
5. Aspek Likuiditas (Liquidity)
Suatu bank dikatakan likuid, apabila bank tersebut mampu membayar
semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu bank
juga harus memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
a. Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar
b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank, seperti KLBI,
giro, tabungan, deposito, dan lain-lain

2.1.2 Risiko dalam Usaha Perbankan


2.1.2.1 Pengertian dan Jenis-jenis Risiko Secara Umum

Di dalam kehidupan ini tidak ada sesuatupun yang abadi. Manusia kadang
mengalami suka duka, untung rugi, yang tidak bisa diketahui kapan datangnya. Oleh
karena itu manusia akan selalu menghadapi risiko dalam kehidupannya, karena pada
hakikatnya manusia merupakan subyek tumpuan risiko, yang sebagaimana sifat
manusia itu sendiri.47 Tidak ada seorangpun yang bebas dari risiko. Masing-masing
orang memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda, tergantung dari pekerjaan, kondisi
fisik, keadaan geografis, dan berbagai alasan lain yang sangat bervariasi. 48 Risiko
dapat muncul dari berbagai faktor dan jumlahnya begitu banyak sehingga kita tidak
dapat membuat satu daftar risiko yang sempurna, karena macam risiko juga
berkembang seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.49

47
Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika,
1997), hal. 54
48
Ibid.
49
Angela E. Simanjuntak, “Asuransi Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga dan Asuransi
Kecelakaan Penumpang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan”, (Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2010), hal. 20.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
19

Banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian


risiko. Oleh S.R. Diacon dan R.L. Carter dikatakan bahwa :50
“Risk is present whenever human being are unable to control or perfectly
forecast the future.”

Sri Redjeki Hartono dalam bukunya Hukum Asuransi dan Perusahaan


Asuransi menyetujui pendapat yang dikemukakan oleh Robert I. Mehr dan Emerson
Cammack51 dalam bukunya Principle of Insurance. Dikatakan bahwa :
“Risk is a concept with several meanings defending on the concept and the
scientific discipline in which it is used.”

Menurut Robert I. Mehr, beliau berpendapat :52


“Risiko mempengaruhi asuransi, sehingga secara sederhana risiko dapat
disebutkan sebagai : ketidakpastian mengenai kerugian.”

Dari batasan tersebut diketahui bahwa risiko adalah ketidakpastian mengenai


kerugian. Jadi di dalamnya mengandung dua konsep dasar, yaitu ketidakpastian dan
kerugian. Oleh Sri Redjeki Hartono ditegaskan lagi bahwa risiko merupakan : 53
1. Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan/diharapkan
terjadi
2. Peristiwa atau keadaan yang diinginkan/diharapkan tidak terjadi, keadaan
itu lazim dikatakan sebagai kehilangan sebagai penurunan atau
pemusnahan nilai ekonomi.

50
S.R Diacon dan R.L. Carter, Success in Insurance, (London : John Murrey Ltd., 1984), hal.
3.
51
Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, Principle of Insurance, (Homewoods, Illinois L
Richard D. Irwin, Inc., 1980), hal. 18. Hal yang sama lihat juga pada C. Arthur Williams, Jr. dan
Richard M. Heins, Risk Management and Insurance, (Singapore : Mc. Graw Hill Book Co, 1985), hal.
17. Dikatakan bahwa : “These book writers and other authors have defined risk in a various ways. No
one definition is 'correct'.” Meskipun demikian diberinya pula definisi risiko sebagai berikut : “risk as
the variation in the, outcomes that could occur over a specified period in a given situation.”
52
Hartono, op.cit, hal. 18.
53
Ibid., hal. 61.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
20

Dengan demikian dapat digolongkan risiko sebagai :54


1. Kemungkinan kehilangan atau kerugian
2. Kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena
kemungkinan penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan.
Karena pengertian risiko sangatlah beragam, maka tidak mudah untuk
menggolongkan risiko ke dalam golongan tertentu. Ada beberapa pendekatan yang
dapat dipakai untuk mengelompokkan risiko. Pendekatan pertama yang dapat dipakai
adalah suatu pendekatan tidak langsung yang diberikan oleh S.R. Diacon dan R.L.
Carter dalam bukunya sebagai berikut :55
1. Risiko yang dikategorikan berdasarkan/oleh akibatnya (kemungkinan atau
peluangnya diketahui) :
a. Risiko Fundamental
Risiko fundamental bersifat mempengaruhi masyarakat atau
kelompok-kelompok, sehingga tidak dapat diawasi oleh orang-
perorangan atau kelompok orang. Biasanya disebabkan oleh bencana
alam atau situasi ekonomi yang luas, misalnya akibat cuaca atau
inflasi berat atau resesi ekonomi yang mempengaruhi ekonomi
internasional. Perwujudan dari peralihan risiko ini adalah dalam
bentuk jaminan sosial (social security) atau dalam bentuk yang lebih
konkret sebagai asuransi-asuransi sosial.
b. Risiko Khusus
Risiko khusus adalah risiko yang diakibatkan karena tindakan atau
keputusan seseorang. Oleh karena itu risiko ini seharusnya menjadi
tanggung jawab perseorangan juga.

2. Risiko yang dikategorikan berdasarkan jangkauan alternatif (kemungkinan


atau peluangnya tidak diketahui) :56

54
Ibid.
55
S.R Diacon dan R.L. Carter, op.cit., hal. 4.
56
James L. Atheam, Risk and Insurance, (West Publishing Co, 1977), hlm. 5. Hal yang sama
lihat juga pada : Robert Reigel, et. al, Insurance Principles and Practice, (Property and Liability) hal.
2. dan David L. Bickelhaupt, General Insurance, (Homewood, Illinois : Richard D. Irwin, Inc., Tenth

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
21

a. Risiko Murni
Risiko yang memberikan suatu kemungkinan saja, yaitu risiko yang
merugikan. Apabila risiko murni terjadi akan menimbulkan kerugian,
dan apabila tidak terjadi maka tidak akan menimbulkan kerugian.
Risiko murni dapat diasuransikan.
b. Risiko Spekulatif
Risiko dikatakan spekulatif apabila peristiwa yang spesifik tersebut
dapat membawa akibat yang baik (menguntungkan) atau buruk
(merugikan). Risiko spekulatif pada dasarnya tidak dapat
diasuransikan.

Sedangkan Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak menggolongkan risiko-


risiko yang ada antara lain sebagai berikut :57
1. a) Fundamental Risk : risiko fundamental adalah risiko yang menyangkut
rakyat banyak atau masyarakat luas, antara lain gempa bumi.
b) Particular Risk : risiko khusus adalah risiko yang dihadapi orang
perorangan secara individual, antara lain kebakaran, pencurian.
2. a) Dynamic Risk : risiko yang terjadi karena perubahan keadaan ekonomi,
antara lain perubahan harga, situasi moneter, dan sebagainya.
b) Static Risk : risiko ini timbul dalam keadaan ekonomi statis, kebakaran,
gempa bumi, banjir
3. a) Risiko perorangan/pribadi (Personal Risk) : risiko yang dihadapi orang-
orang perorangan. Risiko ini mengancam kemampuan seseorang untuk
memperoleh penghasilan atau keuntungan, misalnya bahaya kecelakaan
kerja, kecelakaan penumpang, bahaya menderita penyakit berat, atau

Edition 1979), hal. 10 serta John H. Magee dan David L. Bickelhaupt. General Insurance,
(Homewood, Illinois : Richard D. Irwin, Inc, Seventh Edition, 1964), hal. 7.
57
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangan, (Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 1980), hal. 4

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
22

kematian. Risiko ini dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi sosial


atau asuransi jiwa.58
b) Risiko harta kekayaan (Property Risk) : risiko yang berhubungan
dengan pemilikan harta kekayaan. Risiko ini ancamannya adalah
menghilangkan, menghancurkan, atau merusak harta kekayaan seseorang,
misalnya tabrakan, pencurian kendaraan bermotor, ataupun kebakaran
rumah.59
c) Risiko tanggung jawab (Liability Risk) : risiko yang timbul karena
tanggung jawab karena hukum. Risiko ini ancamannya mengganti
kerugian kepada pihak ketiga akibat perbuatan pelaku (Tertanggung),
misalnya tabrakan yang merugikan pihak lain.60

2.1.2.2 Macam-macam Risiko yang Dihadapi Bank

Cade menyatakan bahwa definisi risiko berbeda-beda, tergantung pada tujuan


atau konteks untuk apa definisi tersebut diberikan.61 Definisi risiko yang tepat dilihat
dari sudut pandang bank adalah exposure (keterbukaan) terhadap ketidakpastian
pendapatan. Sedangkan menurut Philip Best (dalam Nugraha, 2003 : 21) menyatakan
bahwa : “risiko adalah kerugian secara finansial, baik secara langsung maupun tidak
langsung”.62
Risiko dalam perbankan terkait dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh
bank. Kegiatan-kegiatan usaha yang dilakukan oleh lembaga perbankan, sebagai
salah satu lembaga keuangan yang memegang peranan perekonomian suatu bangsa,
tentunya memiliki risiko-risiko dengan derajat risiko yang beragam pula.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum yang diubah dengan PBI Nomor

58
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, cet. 4, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2006), hal. 118.
59
Ibid.
60
Ibid.
61
Mahardika, op.cit., hal. 18
62
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
23

11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009, dalam bisnis perbankan ada 8 (delapan) risiko
yang harus menjadi perhatian bagi bank, antara lain :63
a. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Termasuk di dalam kelompok
risiko kredit ini adalah risiko konsentrasi kredit. Risiko konsentrasi kredit
merupakan risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana
kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau
area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup
besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha bank.
b. Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif
termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari
kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar
meliputi antara lain : risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko
komoditas, dan risiko ekuitas.
Risiko suku bunga adalah risiko akibat perubahan harga instrumen
keuangan dari posisi trading book atau akibat perubahan nilai ekonomis
dari posisi banking book, yang disebabkan oleh perubahan suku bunga.
Dalam kategori risiko suku bunga termasuk pula risiko suku bunga dari
posisi banking book yang antara lain meliputi repricing risk, yield curve
risk, basis risk, dan optionality risk.
Risiko nilai tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi trading book
dan banking book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing
atau perubahan harga emas.
Risiko komoditas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen
keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh
perubahan harga komoditas.

63
Bank Indonesia (b), Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum, PBI No. 5/8/PBI/2003, ps. 4 ayat (1), jo. PBI No. 11/25/PBI/2009, ps. 1 angka 6-13.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
24

Risiko ekuitas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan


dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham.
c. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas
dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank.
d. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan
aspek yuridis. Risiko ini timbul antara lain karena adanya ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan, seperti tidak dipenuhi syarat sahnya kontrak atau pengikatan
agunan yang sempurna.
e. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Risiko
ini timbul antara lain karena adanya pemberitaan media dan/atau rumor
mengenai bank yang bersifat negatif, serta adanya strategi komunikasi
bank yang kurang efektif.
f. Risiko Stratejik
Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan
dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Risiko ini timbul antara lain
karena adanya bank menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi
dan misi bank, tidak melakukan analisis lingkungan stratejik yang
komprehensif, dan/atau terdapat ketidaksesuaian rencana stratejik
(strategic plan) antar level stratejik. Selain itu risiko stratejik juga timbul
karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, perubahan
kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi pasar, dan perubahan
kebijakan otoritas terkait.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
25

g. Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
h. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,
dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi
operasional Bank. Sumber terjadinya risiko operasional adalah yang
paling luas dibandingkan jenis risiko lainnya. Di dalam sub-bab
selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai risiko operasional, karena
kejahatan fraud oleh pegawai bank termasuk salah satu risiko operasional.

2.1.2.3 Risiko Operasional


a. Pengertian Risiko Operasional
Selama ini sudah banyak definisi mengenai risiko operasional disampaikan
oleh banyak ahli dan lembaga yang menangani manajemen risiko, antara lain sebagai
berikut :

Laycock memberikan definisi risiko operasional sebagai segala risiko yang


terkait dengan fluktuasi hasil usaha perusahaan akibat pengaruh dari hal-hal yang
terkait dengan kegagalan sistem atau pengawasan dan peristiwa yang tidak dapat
dikontrol oleh perusahaan.64
Sedangkan Crouchy, Galai, dan Mark mendefinisikan risiko operasional
sebagai risiko dari external events, atau kelemahan dalam sistem pengendalian intern
(internal control system), yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.65
Dalam dokumen konsultatif yang diterbitkan oleh Basel Committee on
Banking Supervision yang dituangkan dalam The International Convergence of
Capital Measurement and Capital Standars (atau yang lebih dikenal dengan “Basel

64
Gerardus Alrianto, “Analisis Pengukuran Risiko Operasional Bank ABC dengan Metode
Loss Distribution Approach”, (Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, 2009), hal. 8.
65
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
26

II”), risiko operasional didefinisikan sebagai “the risk of direct or indirect loss
resulting from inadequate or failed internal processes, people, and systems or from
external events”.66
Risiko operasional mempunyai dimensi yang luas dan kompleks karena
merupakan gabungan dari berbagai sumber risiko yang ada dalam organisasi, proses
dan kebijakan, sistem dan teknologi, orang, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karenanya
risiko operasional tidak selalu dapat diukur. Besaran risiko operasional juga dapat
semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan semakin kompeksnya bisnis
perusahaan dan teknologi.67 Sebagai contoh, akhir-akhir ini persaingan antara bank
dalam merebut nasabah membuat bank banyak menyediakan pelayanan khusus yang
mempermudah nasabah dalam bertransaksi, khususnya bagi nasabah prioritas.68
Misalnya nasabah tidak perlu antre saat bertransaksi di bank, karena transaksi dapat
dilakukan di kafe-kafe, rumah, atau di mana saja. Hal ini meningkatkan potensi risiko
operasional, terkhusus pada ketidakjujuran dari pegawai yang bertugas melayani jasa
private banking.
Bank dapat saja memiliki teknologi yang canggih dan sistem pengawasan
internal yang berlapis. Namun seketat apapun pengawasan internal dan secermat
apapun sistem operasional yang diterapkan, ada faktor manusia yang
menjalankannya. Pegawai bank memiliki kemungkinan menyalahgunakan
kewenangan setiap saat, terutama bila memang mereka kurang berintegritas dalam
menjalankan profesinya. Hal ini terjadi karena tidak ada yang mampu menafsir
kedalaman pikiran dan hati seseorang, sehingga pegawai bisa saja melakukan fraud
bila ada kesempatan.

66
Basel Committee on Banking Supervision, Consultative Document : The New Basel Capital
Accord, Januari 2001, ps. 547.
67
“Perbankan dan Risiko yang Dihadapinya,”
<http://vibiznews.com/knowledgelib/banking_insurance/Perbankan%20dan%20Risiko%20Yang%20D
ihadapinya.pdf>, diakses 3 Maret 2012.
68
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
27

b. Penyebab, Peristiwa, dan Dampak Kerugian Akibat Risiko Operasional

Ada berbagai penyebab munculnya risiko operasional yang bisa menyebabkan


bank mengalami kerugian, antara lain : 69
a. Proses Internal
Dalam menjalankan usahanya, bank akan menetapkan prosedur
operasional internal guna memastikan agar nasabah mendapatkan
pelayanan yang baik dan bank tidak melanggar ketentuan yang berlaku.
Dalam hal ini risiko operasional akan muncul bila proses internalnya ada
yang dilanggar, antara lain dapat berupa dokumentasi tidak lengkap,
pengendalian lemah, kelalaian pemasaran, kesalahan penjualan produk,
pencucian uang, laporan tidak lengkap atau tidak benar, serta kesalahan
transaksi.
b. Manusia
Faktor manusia terkait erat dengan karyawan bank yang dapat menjadi
penyebab terjadinya risiko operasional. Hal-hal yang terkait dengan risiko
manusia adalah permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja (health
and safety issues), perputaran karyawan yang tinggi, penipuan internal,
sengketa pekerja, praktek manajemen yang buruk, pelatihan karyawan
yang tidak memadai, bergantung pada karyawan tertentu, dan lain
sebagainya.
c. Sistem
Pada saat ini bank sudah sangat bergantung pada sistem dan teknologi
untuk menjalankan kegiatan usahanya sehari-hari. Kejadian-kejadian
akibat sistem yang dapat menyebabkan kegagalan, antara lain seperti data
tidak lengkap (data corruption), kesalahan input data (data entry errors),
pengendalian perubahan data yang tidak memadai (inadequate change
control), kesalahan pemrograman (programming errors), ketergantungan
pada teknologi blackbox (keyakinan bahwa model matematis yang
69
Yenny Hermiana Alga, “Pengukuran Risiko Operasional dengan Pendekatan Peak Over
Threshold – Generalized Pareto”, (Skripsi Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011), hal. 52.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
28

terdapat pada sistem internal pasti benar), gangguan pelayanan (service


interruption) yang bersifat sebagian atau seluruhnya, masalah yang terkait
dengan keamanan sistem, misalnya virus dan hacking, kecocokan sistem
(system suitability), dan penggunaan teknologi.
d. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal terkait dengan hal-hal di luar kendali bank secara
langsung. Kejadian risiko eksternal dapat disebabkan oleh pencurian dan
penipuan dari luar, kebakaran, bencana alam, kegagalan perjanjian
outsourcing, penerapan ketentuan baru, kerusuhan dan unjuk rasa, tidak
beroperasinya sistem transportasi yang menyebabkan karyawan tidak
dapat hadir di tempat kerja, dan kegagalan utility service, seperti listrik
padam.
Bank for International Settlement, sebagaimana dikutip oleh Gerardus
Alrianto, mengelompokkan peristiwa-peristiwa risiko operasional (loss event types)
dalam 7 (tujuh) macam, yaitu :70
a) Employee fraud, yaitu suatu tindakan kejahatan yang menimbulkan
kerugian dan melibatkan satu atau lebih pegawai bank, misalnya
pencurian oleh pegawai dan insider trading untuk kepentingan pribadi
karyawan.
b) External fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh pihak ketiga,
misalnya perampokan, pemalsuan buku cek, dan pengacauan data bank
oleh hacker.
c) Employment practices and workplace safety, yaitu tidak ditaatinya
ketentuan ketenagakerjaan dan keselamatan kerja yang bisa menimbulkan
tuntutan hukum, misalnya tuntutan kenaikan gaji, tidak terpenuhinya hak
kesehatan dan keselamatan karyawan.
d) Clients, products, and business practices, yaitu kegagalan memenuhi
kewajiban kepada nasabah karena unsur kelalaian, ketidaksengajaan, atau
gagal dalam memenuhi standar hubungan dengan nasabah sesuai

70
Alrianto, op.cit., hal. 12.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
29

perjanjian dan ketentuan hukum lainnya, misalnya penyalahgunaan data


nasabah, praktek money laundering, dan penjualan produk yang dilarang
oleh regulator.
e) Damage to physical assets, yaitu hilang atau rusaknya aset secara fisik
akibat bencana alam atau peristiwa lainnya, misalnya terorisme,
vandalisme, gempa bumi, dan banjir.
f) Business disprution and system failures, yaitu gangguan terhadap kegiatan
usaha atau sistem, misalnya kegagalan mesin ATM untuk mengeluarkan
uang, gangguan telekomunikasi, dan pemadaman listrik.
g) Execution, delivery, and process management, yaitu kerugian yang timbul
dari proses kegagalan transaksi atau proses manajemen, termasuk
hubungan dengan counterparty atau supplier.

Kejadian risiko operasional dapat digolongkan menjadi beberapa kategori


berdasarkan frekuensi dan dampaknya, yaitu : 71
1. Low Frequency/Low Impact (LF/LI) – jarang terjadi dan dampaknya
rendah.
2. Low Frequency/High Impact (LF/HI) – jarang terjadi dan dampaknya
sangat besar.
3. High Frequency/Low Impact (HF/LI) – sering terjadi dan dampaknya
rendah.
4. High Frequency/High Impact (HF/HI) – sering terjadi dan dampaknya
sangat besar.

Frekuensi (frequency) adalah seberapa sering suatu kejadian risiko


operasional terjadi di masa lalu dan bagaimana tren di masa depan, sedangkan
dampak (impact) adalah seberapa besar kerugian yang diderita (severity) ketika

71
“Pengertian Risiko Operasional”,
<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=131:pengertian-risiko-
operasional&catid=96:risiko-operasional&Itemid=149>, diakses 9 Mei 2012.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
30

kejadian risiko operasional tersebut terjadi.72 Pada umumnya manajemen risiko hanya
berfokus pada kejadian yang sifatnya Low Frequency/High Impact (LF/HI) dan High
Frequency/Low Impact (HF/LI). Untuk risiko yang bersifat Low Frequency/High
Impact perlu diperhatikan dengan seksama, mengingat kejadian ini dapat
mengakibatkan kerugian yang sangat besar dalam waktu singkat.73
Kingsley mengelompokkan dampak risiko operasional dalam 2 (dua) kategori,
yaitu :74
1. Direct financial loss, yaitu kerugian yang secara langsung berdampak
pada pendapatan perusahaan.
2. Indirect loss, yaitu kerugian yang berdampak pada reputasi dan/atau
hubungan dengan klien.

Selain itu, dampak finansial risiko operasional lainnya dapat berupa potensi
kerugian atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan karena rendahnya
kemampuan operasional untuk menjalankan bisnis perusahaan.
Untuk mengantisipasi risiko operasional tidak mudah, karena pada saat ini
pemahaman mengenai risiko operasional masih relatif baru. Namun pada saat ini
bank-bank sudah mulai menempatkan perhatiannya atas risiko operasional sejajar
dengan risiko-risiko lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan-kecenderungan
seperti :
- Peningkatan perhatian dan kesadaran para kepala unit kerja terhadap
berbagai isu risiko operasional
- Berbagai pendekatan untuk mitigasi risiko operasional sudah
dikembangkan
- Perhatian bank semakin besar untuk mengarahkan kemampuan mitigasi
profit risiko sebagai upaya peningkatan daya saing
- Tekanan regulasi agar bank mengalokasikan sebagian modal untuk
menutup kerugian risiko operasional
72
“Risiko Operasional”, <http://ircboy.wordpress.com/2011/07/21/v-risiko-operasional/>,
diakses 20 Maret 2012.
73
Ibid.
74
Alrianto, op.cit., hal. 13.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
31

2.1.3 Manajemen Risiko Bank


2.1.3.1 Definisi Manajemen Risiko

Terdapat berbagai definisi mengenai manajemen risiko yang dikemukakan


oleh berbagai ahli, antara lain sebagai berikut :
Mark S. Dorfman dalam bukunya Introduction to Risk Management and
Insurance menyatakan bahwa :75
“Manajemen risiko atau risk management merupakan pendekatan logis untuk
menangani masalah-masalah yang dihadapi perusahaan karena terekspos oleh
kemungkinan kerugian. Pendekatan manajemen risiko mendorong manajer
perusahaan menempatkan eksposur terhadap kerugian dalam perspektif yang
luas.”

Pengertian manajemen risiko menurut COSO adalah :76


“A process, effected by an entity’s board of directors, management, and other
personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to
identify potential events that may affect the entity, manage risk to be within its
risk appetite, and provide reasonable assurance regarding the achievement of
entity objectives.”

Apabila dikaitkan dengan perbankan, Widigdo Sukarman memberikan


definisi manajemen risiko sebagai :
“Keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian risiko yang dihadapi bank
yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk
kewenangan dan sistem dan prosedur operasional) dan organisasi yang
ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan bank
yang telah ditetapkan dalam corporate plan atau rencana strategis bank
lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan bank yang berlaku.”

Bank Indonesia mendefinisikan manajemen risiko sebagai :


“serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang
timbul dari kegiatan usaha bank.” 77

75
Sentanoe Kertonegoro, Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta : PT Gunung Agung,
2006), hal. 15
76
Mahardika, op.cit., hal. 18.
77
Bank Indonesia (b), op.cit., Ps. 1 angka 5.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
32

2.1.3.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Manajemen Risiko


Menurut Lee, sebagaimana dikutip oleh Alrianto, manajemen risiko
operasional memiliki tujuan merubah inherent risk (risiko yang melekat) dalam
aktivitas organisasi menjadi residual risk dan mengelola penyebab timbulnya risiko
operasional sehingga dapat menekan atau mencegah timbulnya risiko yang
mengakibatkan potensi kerugian operasional bank. Dengan penerapan manajemen
risiko operasional maka perusahaan diharapkan mampu :78
1. Mengelola potensi kerugian untuk mengoptimalkan pendapatan bank.
2. Mengurangi volatilitas pendapatan.
3. Meningkatkan risk awareness.
4. Memaksimalkan nilai aset pemegang saham (shareholder dan stakeholder
value) melalui pengembangan infrastruktur, budaya dan manajemen.
5. Memperbesar peluang kerja dan jaminan finansial.

Manajemen risiko pada dunia perbankan sangat menarik untuk dibahas karena
faktor-faktor risiko yang mungkin terjadi di dunia perbankan dapat terjadi dari mana
saja. Bank merupakan suatu unit usaha yang dipengaruhi oleh berbagai aspek, baik
aspek internal seperti manajemen, perilaku nasabah, pelayanan, maupun aspek
eksternal seperti kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian.
Manajemen risiko merupakan kegiatan yang mempunyai sifat dua arah, yaitu
proses top-down dan bottom-up.79 Proses top-down adalah proses penetapan target
return dan limit risiko oleh manajemen puncak. Dalam proses ini tujuan dan batas
limit keseluruhan perusahaan diterjemahkan sebagai sinyal kepada unit-unit bisnis
dan kepada manajer yang berhubungan langsung dengan transaksi keuangan bank.
Sinyal ini mencakup target penerimaan, limit risiko, dan pedoman yang terkait
dengan kebijaksanaan pelaksanaan tugas unit bisnis. Sedangkan pemantauan dan
pelaporan risiko-risiko yang dihadapi merupakan kegiatan yang bersifat bottom-up
yang dimulai dari transaksi keuangan dan berakhir dengan konsolidasi risiko,
penerimaan, dan volume transaksi. Dengan demikian bila dipandang dari lingkup
78
Alrianto, op.cit., hal. 14.
79
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
33

kegiatan, proses manajemen risiko melibatkan seluruh level organisasi dengan


pendekatan pelaksanaan secara dua arah.
Dalam proses manajemen risiko operasional, ada beberapa tahapan yang harus
dilalui yaitu Identifikasi, Pengukuran, Pengendalian, dan Pemantauan.
4.1 Identifikasi
Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko operasional adalah
identifikasi. Identifikasi risiko dilakukan untuk mengenali semua risiko
yang berpotensi mempengaruhi kerugian operasional, yang dapat
berdampak pada laba dan rugi perusahaan.80 Identifikasi risiko yang
efektif harus memperhatikan seluruh faktor, baik internal maupun
eksternal. Faktor internal antara lain adalah kompleksitas struktur
organisasi perusahaan, lingkup aktivitas bisnis perusahaan, kualitas
sumber daya manusia, perubahan organisasi, dan frekuensi
perputaran/pergantian pegawai. Sedangkan faktor eksternal adalah
fluktuasi keadaan ekonomi, perubahan dalam industri dan kemajuan
teknologi, keadaan politik dan sosial, serta kemungkinan bencana alam.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi risiko
operasional, antara lain :
- Risk Self-Assessment (RSA)
Risk self-assessment dilakukan oleh perusahaan guna menilai sendiri
aktivitas dan operasi perusahaan berdasarkan kejadian risiko. Proses
penilaian dilakukan dengan mengisi checklist pertanyaan-pertanyaan
guna evaluasi kekuatan dan kelemahan lingkungan risiko operasional
tersebut.
- Risk Mapping
Risk mapping adalah proses pemetaan risiko yang dilakukan untuk
mengenali tingkat urgensi atau skala prioritas yang harus dikendalikan

80
Muhammad Muslich, Manajemen Risiko Operasional, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2007),
hal. 7.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
34

guna menekan potensi terjadinya risiko operasional.81 Risiko yang


dipetakan dapat berupa risiko kualitatif (risiko yang dampak
kerugiannya sulit diukur nilai nominal rupiahnya, seperti kesalahan
prosedur dan keterlambatan proses) maupun risiko kuantitatif (risiko
yang berdampak langsung pada kerugian dan dapat diukur nilainya,
misalnya salah bayar, denda/penalty, dan sebagainya).
- Key Risk Indicator
Key risk indicator adalah data statistik dan/atau metrik, seringkali
berhubungan dengan finansial, yang dapat menyediakan pengertian
tentang posisi risiko bank.82 Indikator-indikator ini cenderung dikaji
berkala (mungkin bulanan atau kuartalan) untuk mengingatkan bank
pada perubahan indikasi yang menjadi perhatian risiko. Indikator-
indikator ini mungkin termasuk jumlah kegagalan perdagangan,
tingkat perputaran karyawan dan frekuensi dan/atau dampak kesalahan
dan kelalaian.
- Limit Threshold
Limit threshold menunjukkan batas kerugian yang dapat dijadikan
ukuran toleransi risiko yang dapat diterima. Dengan limit threshold ini
manajemen perusahaan dapat menentukan di bidang dan tipe risiko
yang manakah yang perlu mendapat perhatian.83
- Scorecard
Scorecard merupakan suatu alat untuk mengkonversi penilaian
pengelolaan dan pengendalian berbagai aspek kerugian risiko

81
“Identifikasi Risiko Operasional,”
<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=345:identifikasi-risiko-
operasional&catid=96:risiko-operasional&Itemid=149>, diakses 10 Mei 2012.
82
“Penerapan Prinsip Manajemen Risiko Operasional Berdasarkan Basel II,”
<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=464:prinsip-manajemen-
risiko-perasional-berdasarkan-basel-ii&catid=96:risiko-operasional&Itemid=149>, diakses 10 Mei
2012.
83
Muslich, op.cit., hal. 11.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
35

operasional yang bersifat kualitatif menjadi perhitungan yang bersifat


kuantitatif.84
4.2 Pengukuran
Menurut Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), pengukuran
potensi kerugian risiko operasional dapat dilakukan dengan metode
standar atau metode internal. Pengukuran potensi kerugian risiko
operasional berdasarkan pendekatan metode standar dapat dilakukan
melalui tiga pendekatan, yaitu :85
a. Basic Indicator Approach (BIA)
b. Standardized Approach (SA)
c. Alternative Standard Approach (ASA)

Sedangkan untuk pengukuran potensi kerugian risiko operasional dengan


metode internal disebut dengan Advanced Measurement Approach
(AMA). Pengukuran risiko operasional dengan AMA meliputi Internal
Measurement Approach (IMA), Loss Distribution Approach (LDA), dan
Scoreboard Approach (SA).
Dalam melakukan manajemen risiko operasional bank dipersyaratkan
untuk memperhitungkan dua macam kerugian, yaitu kerugian yang
diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak diperkirakan
(unexpected loss) dalam kebutuhan modal bagi risiko operasional.86
Expected loss atau kerugian yang diperkirakan didefinisikan sebagai
kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan usaha secara normal.
Jenis kerugian ini diasumsikan selalu ada sepanjang bank melaksanakan
kegiatan usahanya. Olehnya bank telah mengantisipasinya dengan
menawarkan harga produk yang mana di dalamnya telah menutup potensi
kerugian tersebut. Sedangkan unexpected loss atau kerugian yang tidak
diperkirakan didefinisikan sebagai kerugian yang timbul dari kejadian

84
Ibid., hal. 12.
85
Ibid., hal. 103.
86
Alga, op.cit., hal. 53.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
36

luar biasa yang menurut bank potensi kejadiannya sangat kecil dan
besarnya kerugian yang ditimbulkan sangat signifikan jauh berada di atas
nilai wajar yang dapat dikategorikan sebagai kerugian yang diperkirakan.
Kejadian ini merupakan bukan kejadian yang timbul akibat kegiatan usaha
bank.
4.3 Pengendalian
Pengendalian risiko operasional dicantumkan dalam kebijakan manajemen
risiko operasional. Pengendalian risiko operasional yang dapat dilakukan
antara lain dengan cara :87
- Risk Acceptance
Beberapa risiko operasional ada yang tidak dapat dihindari dengan
cara dicegah atau perbaikan situasi. Namun perlu diperhatikan, risk
acceptance bukan strategi “do nothing”. Kontrol yang ketat harus
dijalankan apabila risk acceptance akan diterapkan. Misalnya, suatu
bank akan menempatkan server sistem informasi di basemen dengan
alasan efisiensi ruangan. Risiko akan terjadinya banjir atau
overheating tidak dapat dihindari. Oleh karena itu kontrol terhadap
suhu ruangan harus dilaksanakan dengan ketat.
- Risk Avoidance
Risk avoidance dilakukan untuk mencegah organisasi bank mengalami
suatu risiko operasional yang tidak dapat diterima (unacceptable) atau
mencegah dilakukannya aktivitas lain yang mungkin dapat menambah
eksposur risiko operasional sebelumnya. Tindakan ini dapat
mengurangi tingkat aktivitas bisnis atau malah menghentikan bisnis
sama sekali. Umumnya risk avoidance dipilih apabila benefit suatu
aktivitas bisnis tidak lebih besar atau sama dengan eksposur risiko
operasional.
- Risk Transfer
87
“Risiko Operasional”, <http://ircboy.wordpress.com/2011/07/21/v-risiko-operasional/>,
diakses 20 Maret 2012.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
37

Pada strategi risk transfer risiko operasional masih melekat pada


bisnis tersebut, akan tetapi ada pihak lain yang mengambil alih risiko
tersebut. Bank biasa menggunakan jasa asuransi untuk mengalihkan
risiko tersebut.88
- Risk Mitigation
Mitigasi risiko operasional dapat memperkecil kerugian yang dipicu
oleh external disaster ataupun kejadian dalam bank. Misalnya
kerugian akibat gangguan listrik atau kegagalan telekomunikasi dapat
dimitigasi dengan cara menyediakan fasilitas back-up yang serupa,
seperti genset atau alternatif operator jaringan telekomunikasi.89
4.4 Monitoring (Pemantauan)
Satuan Kerja Manajemen Risiko harus menyusun laporan mengenai risiko
kerugian operasional dan menyampaikan laporan tersebut kepada Komite
Manajemen Risiko dan Direksi.90

2.1.3.3 Kewajiban Manajemen Risiko Perbankan

Secara umum, manajemen atas risiko perbankan merupakan pengejawantahan


dari kewajiban pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 demi terwujudnya prinsip transparency,
accountability, dan responsibility.91 Selain itu untuk mencegah fraud, Bank Indonesia
juga menetapkan kewajiban bagi bank (terkhusus pada direktur kepatuhan) untuk
menerapkan fungsi kepatuhan, yaitu serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang
bersifat preventif untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan

88
Ibid.
89
Ibid.
90
Ibid.
91
“Mencegah dan Menanggulangi Kejahatan Perbankan”,
<http://www.stabilitas.co.id/view_articles.php?article_id=42&article_type=0&article_category=4&md
=b9f7b7aa40f39272b2e187ed33a76d35>, diakses 20 April 2012.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
38

prosedur serta kegiatan usaha yang dilakukan bank telah sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.92
Kewajiban akan pelaksanaan manajemen risiko perbankan secara khusus
diatur di dalam PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum yang diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
tanggal 1 Juli 2009. Secara umum melalui peraturan ini Bank Indonesia meminta
kepada seluruh bank umum untuk mengatur risiko-risiko dalam struktur manajemen
yang terintegrasi, serta membangun sistem dan struktur manajemen yang dibutuhkan
dalam mencapainya. Dengan demikian diharapkan efektivitas prudential banking
menjadi meningkat. Konsep manajemen risiko yang terintegrasi diharapkan dapat
memberikan suatu sort and quick report kepada Board of Directors guna mengetahui
risk exposure yang dihadapi bank secara keseluruhan.
Penulis berpendapat beberapa cara untuk menjaga bank dari bahaya risiko
operasional antara lain adalah pencadangan modal minimum yang cukup, audit
internal, penyusunan strategi anti-fraud, serta mengalihkan risiko melalui asuransi.
Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum/KPMM (Capital Adequacy Ratio), Satuan Kerja Audit Intern
(SKAI), strategi anti-fraud, dan penggunaan asuransi dalam peralihan risiko
perbankan.

2.1.3.4 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (Capital Adequacy Ratio) dan


Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)

Capital Adequacy Ratio (CAR), atau yang disebut dengan Kewajiban


Penyediaan Modal Minimum (KPMM) adalah rasio atau perbandingan antara modal
bank dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum, bank harus menyediakan modal minimum sekurang-

92
Bank Indonesia (c), Peraturan Bank Indonesia tentang Penugasan Direktur Kepatuhan
(Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern bagi Bank Umum,
PBI No. 13/2/PBI/2011, Ps. 1 angka 6.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
39

kurangnya sebesar 8% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).93 Batas


minimum 8% ini merupakan implementasi atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh
Basel Accord. Apabila sebuah bank memiliki rasio CAR kurang dari 8%, maka bank
tersebut dikategorikan tidak sehat.94 Berdasarkan data dari Statistik Perbankan
Indonesia tentang kinerja bank umum bulan Januari 2012 diketahui bahwa rata-rata
CAR bank umum di Indonesia sebesar 18,41%, sedangkan pada bulan Desember
2011 sebesar 16,05%.95
Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, ada beberapa macam
metode penghitungan yang dapat dipakai untuk menghitung besarnya CAR. Akan
tetapi berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/3/DPNP, metode
perhitungan yang diperkenankan oleh Bank Indonesia pada saat ini barulah Basic
Indicator Approach (BIA) atau disebut juga dengan metode Pendekatan Indikator
Dasar saja.96
Metode Basic Indicator Approach (BIA) merupakan pendekatan yang paling
sederhana dan dapat digunakan oleh semua bank untuk menghitung kebutuhan modal
risiko operasional. BIA menggunakan total gross income suatu bank sebagai
indikator besaran eksposur. Oleh karena itu gross income dianggap mewakili skala
kegiatan usaha dan digunakan untuk menunjukkan risiko operasional yang melekat
pada bank.97
Rumus perhitungan ATMR untuk risiko operasional dalam perhitungan CAR
bank umum dengan menggunakan Pendekatan Indikator Dasar dirumuskan sebagai
berikut :

93
Bank Indonesia (a), op.cit., Ps. 2 ayat 1.
94
Yuliani, “Hubungan Efisiensi Operasional dengan Kinerja Profitabilitas pada Sektor
Perbankan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol. 5 No
10 Desember 2007 : 28.
95
“Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia,”
<http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2012/04/13/analisis-pengaruh-rasio-rasio-keuangan-terhadap-
kinerja-bank-umum-di-indonesia-berdasarkan-data-yang-diperoleh-dari-statistik-perbankan-indonesia-
januari-2012/>, diakses 25 Maret 2012.
96
Bank Indonesia (d), Surat Edaran Bank Indonesia perihal Perhitungan Aset Tertimbang
Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar
(PID), SE BI No. 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009, Ps. I huruf E.
97
Alga, op.cit., hal. 55.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
40

[ ( … α )]
KPID =

KPID = beban modal risiko operasional menggunakan PID


GI = pendapatan bruto positif tahunan dalam tiga tahun terakhir
n = jumlah tahun di mana pendapatan bruto positif
α = 15%

2.1.3.5 Audit Internal

Dalam menjalankan kontrol terhadap usaha bank, Bank Indonesia mewajibkan


seluruh bank di Indonesia untuk menerapkan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit
Intern Bank. Fungsi audit internal adalah melakukan evaluasi dan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan
governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur, dan
menyeluruh.98
Sebagai pelaksanaan fungsi audit internal ini, Bank Indonesia telah
menginstruksikan penyusunan piagam audit intern (internal audit charter),
penyusunan panduan audit intern, dan pembentukan Satuan Kerja Audit Intern
(SKAI).99
a. Penyusunan Piagam Audit Intern (Internal Audit Charter)
Piagam audit intern adalah dokumen resmi bank yang memuat visi,
wewenang, dan tanggung jawab SKAI. Piagam audit intern sekurang-kurangnya
harus mencantumkan :
- Kedudukan SKAI
- Kewenangan untuk melakukan akses terhadap catatan, karyawan, sumber
daya, dan dana serta aset bank lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
audit

98
Lisa Sulistiowati, “Peranan Internal Audit dalam Penerapan Good Corporate Governance
pada PT BEI (Persero)”, (Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, 2006), hal. 14
99
Bank Indonesia (c), op.cit., Ps. 9.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
41

- Ruang lingkup kegiatan audit intern


- Pernyataan bahwa auditor intern tidak boleh mempunyai wewenang atau
tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional dari
auditee

b. Pembentukan Satuan Kerja Audit Intern (SKAI)


Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) merupakan sebuah satuan yang independen
terhadap satuan kerja operasional, dan bertugas membantu direktur utama dan
direktur komisaris dalam melakukan pengawasan, membuat analisis dan penilaian di
bidang keuangan, akuntansi, operasional, dan kegiatan lainnya melalui pemeriksaan
langsung dan pengawasan scara tidak langsung, dan lain sebagainya.100 SKAI
bertanggung jawab langsung kepada direktur utama. Laporan yang dibuat oleh SKAI
harus disampaikan kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris, dengan tembusan
kepada Direktur Kepatuhan. Pelaksanaan tugas SKAI akan diawasi oleh Komite
Audit yang bertanggung jawab pada Dewan Komisaris.101

Tahap pelaksanaan audit dapat dibedakan menjadi 5 (lima) tahap kegiatan,


yaitu :
1. Tahap Persiapan Audit
Pelaksanaan audit harus dipersiapkan dengan baik agar tujuan audit dapat
dicapai dengan cara efisien. Langkah yang perlu diperhatikan pada tahap
persiapan audit meliputi penetapan penugasan, pemberitahuan audit, dan
penelitian pendahuluan.
2. Tahap Penyusunan Program Audit
Menurut Robert Tampubolon, program audit adalah :102
a. Merupakan dokumentasi prosedur bagi auditor intern dalam
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi

100
Ibid., Ps. 10.
101
Bank Indonesia (e), Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum, PBI No. 8/4/PBI/2006, Ps. 12 ayat 1.
102
Robert Tampubolon, Risk and Systems-based Internal Audit, (Jakarta : PT Elex Media
Computindo, 2005), hal. 1

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
42

selama pelaksanaan audit, termasuk catatan untuk pemeriksaan yang


akan datang
b. Menyatakan tujuan audit
c. Menetapkan luas, tingkat, dan metodologi pengujian guna mencapai
tujuan audit untuk tiap tahapan audit
d. Menetapkan jangka waktu pemeriksaan
e. Mengidentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang
harus diuji, termasuk pengolahan data elektronik
3. Tahap Pelaksanaan Penugasan Audit
Menurut Tjukria Tawaf, tahap pelaksanaan audit meliputi kegiatan
mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasikan, mendokumentasikan
bukti-bukti audit, serta informasi lain yang dibutuhkan, sesuai dengan
prosedur yang digariskan dalam program audit untuk mendukung hasil
audit.103
4. Tahap Pelaporan Hasil Audit
Auditor berkewajiban menuangkan hasil audit ke dalam laporan tertulis.
Laporan harus memenuhi standar pelaporan, memenuhi kelengkapan
materi, dan melalui proses penyusunan yang baik. Materi laporan berupa
tujuan, luas, dan pendekatan audit; temuan audit; kesimpulan auditor
intern atas hasil audit; pernyataan auditor intern bahwa audit telah
dilakukan sesuai dengan standar; rekomendasi auditor intern; tanggapan
auditee; dan hasil pengecekan komitmen auditee. Penyampaian laporan
hasil audit diperuntukkan kepada Direktur Utama, Dewan Komisaris,
Direktur Kepatuhan, dan auditee. Selain itu Direktur Utama dan Dewan
Komisaris menyampaikan laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil
audit intern setiap semester kepada Bank Indonesia.
5. Tahap Tindak Lanjut Hasil Audit

103
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
43

SKAI harus memantau dan menganalisis serta melaporkan perkembangan


pelaksanaan tindak lanjut perbaikan yang telah dilakukan oleh auditee.
Tindak lanjut tersebut dapat meliputi :
- pemantauan atas pelaksanaan tindak lanjut
- analisis kecukupan tindak lanjut
- pelaporan tindak lanjut

2.1.3.6 Strategi Anti-fraud

Baru-baru ini Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia


Nomor 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011 perihal Penerapan Strategi Anti-fraud
bagi Bank Umum dalam rangka mencegah terjadinya kasus-kasus penyimpangan
operasional pada perbankan, khususnya fraud yang dapat merugikan nasabah atau
bank. Oleh karena itu diperlukan peningkatan efektifitas pengendalian intern sebagai
upaya meminimalkan risiko fraud dengan cara menerapkan strategi anti-fraud.104
Strategi anti-fraud ini bertujuan sebagai upaya pencegahan dan juga untuk
mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari
strategi yang bersifat integral dalam mengendalikan fraud.
Yang dimaksud dengan fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran
yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank,
nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan
sarana bank, sehingga mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain menderita
kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara
langsung maupun tidak langsung.105 Perbuatan-perbuatan yang tergolong fraud
adalah kecurangan, penipuan, penggelapan aset, pembocoran informasi, tindak pidana
perbankan, dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Strategi anti-fraud adalah strategi bank dalam mengendalikan fraud yang
dirancang dengan mengacu pada proses terjadinya fraud dengan memperhatikan

104
Bank Indonesia (f), Surat Edaran Bank Indonesia perihal Penerapan Strategi Anti-fraud
pada Bank Umum, SE BI No. 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011, ps. II angka 1.
105
Ibid., Ps. I angka 2.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
44

karakteristik dan jangkauan dari potensi fraud yang tersusun secara komprehensif-
integralistik dan diimplementasikan dalam bentuk sistem pengendalian fraud.
Penerapan strategi anti-fraud merupakan bagian dari penerapan Manajemen Risiko,
khususnya yang terkait dengan aspek sistem pengendalian intern.
Struktur strategi anti-fraud secara utuh menggabungkan prinsip dasar dari
Manajemen Risiko, khususnya pengendalian intern dan tata kelola yang baik.
Implementasi strategi anti-fraud dalam bentuk sistem pengendalian anti-fraud
dijabarkan melalui 4 (empat) pilar strategi pengendalian fraud yang saling berkaitan,
yaitu :106
1. Pilar Pencegahan
Pilar pencegahan merupakan bagian dari sistem pengendalian fraud yang
memuat langkah-langkah dalam rangka mengurangi potensi risiko
terjadinya fraud, yang paling kurang mencakup :
a. Anti-fraud Awareness
Anti-fraud Awareness adalah upaya untuk menumbuhkan kesadaran
mengenai pentingnya pencegahan fraud oleh seluruh pihak terkait.
Melalui kepemimpinan yang baik, didukung dengan anti-fraud
awareness yang tinggi, diharapkan tumbuh kepedulian semua unsur di
bank terhadap pengendalian fraud. Hal ini dapat dilakukan antara lain
melalui :
- Penyusunan dan sosialisasi Anti-fraud Statement, contohnya
kebijakan zero tolerance terhadap fraud.
- Program employee awareness, contohnya penyelenggaraan
seminar atau diskusi terkait anti-fraud, training, dan publikasi
mengenai pemahaman terhadap bentuk-bentuk fraud, transparansi
hasil investigasi, dan tindak lanjut terhadap fraud yang dilakukan
secara berkesinambungan

106
“Great Momentum – Manajemen Risiko Operasional,”
<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1652:great-momentum-
manajemen-risiko-operasional&catid=96:risiko-operasional&Itemid=149>, diakses 9 Mei 2012.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
45

- Program customer awareness, contohnya pembuatan brosur anti-


fraud, penjelasan tertulis maupun melaui sarana lainnya untuk
meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan nasabah/deposan
terhadap kemungkinan terjadinya fraud.
b. Identifikasi Kerawanan
Identifikasi kerawanan, yaitu merupakan proses manajemen risiko
untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menilai potensi risiko
terjadinya fraud. Secara umum identifikasi kerawanan ditujukan untuk
mengidentifikasi risiko terjadinya fraud yang melekat pada setiap
aktivitas yang berpotensi merugikan bank. Hasil identifikasi
didokumentasikan dan diinformasikan kepada pihak yang
berkepentingan.
c. Know Your Employee
Kebijakan Know Your Employee merupakan upaya pengendalian dari
aspek SDM. Kebijakan Know Your Employee yang dimiliki bank
paling kurang mencakup sistem dan prosedur rekrutmen yang efektif
dan sistem seleksi dengan kualifikasi yang tepat, objektif, dan
transparan. Selain itu juga diperlukan pengenalan dan pemantauan
karakter, perilaku, dan gaya hidup karyawan.
2. Pilar Deteksi
Pilar deteksi memuat langkah-langkah dalam rangka mengidentifikasi dan
menemukan fraud dalam kegiatan usaha bank. Mekanisme yang
digunakan antara lain : whistble-blowing system, surprise audit, dan
surveillance system.
3. Pilar Investigasi
Pilar investigasi merupakan bagian dari sistem pengendalian fraud yang
mencakup standar investigasi, sistem pelaporan, dan pengenaan sanksi
atas fraud dalam kegiatan usaha bank.
4. Pilar Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
46

Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut ini mencakup langkah-


langkah dalam rangka memantau dan mengevaluasi fraud serta
mekanisme tindak lanjut.

2.1.3.7 Asuransi

Selain mencadangkan sejumlah modal yang cukup untuk menutup potensi


kerugian akibat risiko operasional, bank juga dapat mengalihkan risiko tersebut
kepada pihak lain. Biasanya risiko yang dialihkan adalah risiko yang frekuensinya
rendah, namun nilai kerugiannya relatif tinggi (low frequency – high impact).107
Sedangkan untuk risiko operasional yang frekuensinya tinggi tetapi dampaknya
rendah (high frequency – low impact), bank biasanya akan memilih untuk
menanggung sendiri risiko tersebut.
Permasalahan dalam melakukan asuransi potensi kerugian risiko operasional
terdapat pada luasnya cakupan pengertian risiko operasional. Karena cakupan risiko
operasional sangat bervariasi, maka harus ditetapkan dengan jelas coverage yang
ditanggung oleh perusahaan asuransi.108 Biasanya cakupan ini akan ditentukan oleh
perusahaan asuransi, karena tidak semua risiko bersedia dialihkan pada perusahaan
asuransi. Oleh karena itu proses analisis risiko penting sekali untuk menentukan
apakah berlangganan asuransi menjadi mekanisme yang paling efisien dalam
menangani risiko.
Industri perbankan sudah lama menggunakan asuransi sebagai mekanisme
untuk risiko operasional yang mungkin menimpa banknya. Jenis-jenis asuransi yang
biasa dipakai adalah Bankers Blanket Bond, Errors and Omissions Insurance,
Directors and Officers Liability Insurance, Property Insurance Policy, Business
Interruption Policy, Commercial General Liability Policy, dan Employment Practices
Liability Policy.109 Namun seiring dengan berkembangnya usaha perbankan dan
teknologi, cakupan perlindungan asuransi untuk bank meluas hingga risiko yang
107
Muslich, op.cit., hal. 189
108
Ibid.
109
Marsh and McLennan Companies, Operational Risk and the New Basel Capital Accord,
The Federal Reserve Bank of Boston, November 15, 2001, hal. 3.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
47

terkait dengan jasa perbankan elektronik (e-banking), contohnya adalah Internet


Liability, Unauthorized Trading Policy, Computer Crime Policy, Internet Insurance
Policy, dan lain sebagainya.110 Pada saat ini ketentuan Bank Indonesia tidak
mewajibkan bank umum untuk berasuransi.
Pada saat ini asuransi tidak hanya berfungsi untuk mengalihkan risiko yang
melekat pada industri bank, namun juga dapat dimungkinkan sebagai pengganti
alokasi modal cadangan bank (effective capital reserve replacement). Dokumen
konsultatif Basel mensyaratkan bahwa metode perhitungan yang dipakai untuk
menentukan prosentase CAR tersebut adalah Advanced Measurement Approach.
Apabila metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan besaran Capital
Adequacy Ratio (CAR) adalah Basic Indicator Approach atau Standardized
Approach, maka mekanisme asuransi dapat digunakan untuk menurunkan prosentase
modal minimum dengan syarat rata-rata CAR pada bank tersebut sebesar 20% hingga
12%.111 Meskipun demikian, jumlah prosentase akhir CAR tidak boleh kurang dari
ketentuan minimum yang sudah ditetapkan oleh regulasi nasional.112
Dalam pelaksanaan penutupan asuransi untuk risiko perbankan, perlu
dilakukan self-assessment dan third-party assessment oleh pihak underwriter untuk
menilai risiko-risiko operasional yang hendak dialihkan melalui asuransi. Aspek-
aspek yang dinilai antara lain level dan jenis aktivitas usaha, pengaturan pelaksanaan,
dan riwayat kerugian yang pernah terjadi. Apabila ternyata profil dari bank tersebut
kurang baik, perusahaan asuransi dapat meminta untuk perbaikan kondisi atau
tambahan warranty.

2.1.4 Pandangan Terhadap Risiko


2.1.4.1 Kategori Preferensi Risiko

Dalam mengambil keputusan, individu akan selalu berhadapan dengan risiko


(ketidakpastian). Pandangan orang terhadap risiko ini berbeda-beda, tergantung pada

110
Ibid., hal. 4.
111
Marsh and McLennan Companies, op.cit., hal. 20.
112
Basel Committee on Banking Supervision, op.cit., ps. 547.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
48

persepsi subjektif mereka. Preferensi risiko menggambarkan bagaimana setiap


individu melihat risiko dalam setiap pilihan yang ada, dengan cara memberikan bobot
penilaian yang berbeda terhadap hal-hal yang pasti (certainties) dan hal-hal yang
tidak pasti (uncertainties).113 Potensi besarnya kerugian yang terjadi dapat dinilai
lebih kecil atau lebih besar, tergantung bagaimana individu bersangkutan menilai
risiko tersebut. Adalah perlu untuk memisahkan nilai dari hasil dengan bobot positif
atau negatif yang dihubungkan dengan risiko ketidakpastian. Sebagai contoh, orang
yang tidak suka risiko akan lebih memilih mendapatkan $50 yang pasti daripada
kesempatan 50-50 untuk mendapatkan $100 sedangkan orang yang menyukai risiko
akan memilih kesempatan untuk mendapatkan $100, padahal di sini nilai kegunaan
(expected utility)-nya bernilai sama yaitu $50. Pandangan terhadap risiko seperti ini
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan harus diambil pada keadaan tidak pasti
(uncertainty), dengan penekanan pada penggunaan fungsi kegunaan (utility function).
Daniel Bernoulli, seorang matematikawan Swiss, mengamati bahwa individu
akan mengambil keputusan dengan berdasarkan nilai kegunaan yang diharapkan
(expected utility), bukan nilai yang sebenarnya (monetary utility). Berdasarkan
pandangan individu terhadap expected utility, ada tiga macam sikap atau pandangan
orang terhadap risiko yaitu :114
1. Netral Terhadap Risiko (Risk Neutral)
Seseorang yang netral terhadap risiko (risk neutral) memiliki pandangan
bahwa pilihan yang pasti ataupun tidak pasti pada hakekatnya sama saja.
Hal ini disebabkan karena individu tersebut memiliki marginal dari nilai
kegunaan (marginal utility of income) yang konstan.115
2. Tidak Menyukai Risiko (Risk Averse)
Seseorang disebut sebagai tidak suka risiko (risk averse) bila ia lebih suka
memilih alternatif pilihan yang lebih pasti daripada yang tidak pasti. Hal
ini disebabkan karena expected value dari kemungkinan yang pasti dinilai

113
Robert Cooter dan Thomas Ulen, op.cit., hal. 46.
114
Craig W. Kirkwood, “Notes on Attitude Toward Risk Taking and Exponential Utility
Function,” Arizone State University (1997) : 5.
115
Robert Cooter dan Thomas Ulen, op.cit, hal. 67.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
49

lebih tinggi daripada kemungkinan yang tidak pasti. Individu yang risk
averse tidak akan memperhatikan setiap nilai kerugian yang mungkin
terjadi (expected value of loss), tetapi hanya besarnya kemungkinan
(probability) yang mungkin muncul. Sebagai gambaran, individu yang
risk averse akan memilih kemungkinan 5% untuk rugi sebesar Rp
20.000,00 daripada kemungkinan 10% kerugian kehilangan Rp 10.000,00,
meskipun pada situasi tersebut nilai kerugian yang mungkin terjadi
besarnya sama yaitu sebesar Rp 1.000,00. Dengan kata lain, individu yang
risk averse tidak menyukai ketidakpastian tentang besarnya kerugian per
se.
3. Menyukai Risiko (Risk Seeking atau Risk Preferring)
Seseorang yang risk seeking akan lebih suka terhadap pilihan yang tidak
pasti daripada yang pasti. Hal ini disebabkan individu tersebut memiliki
marginal nilai kegunaan yang cenderung meningkat (increasing marginal
utility of income). Ia memberikan penilaian lebih tinggi atas expected
utility atas kemungkinan peristiwa yang tidak pasti daripada kemungkinan
peristiwa yang pasti.

2.1.4.2 Hubungan Preferensi Risiko dengan Kebutuhan Asuransi

Seperti yang sudah dijelaskan di bagian sebelumnya, individu yang risk


averse tidak menyukai ketidakpastian. Mereka lebih senang untuk mendapatkan
income yang rendah tetapi pasti, daripada income yang tinggi tetapi tidak pasti. Oleh
karena itu, mereka akan berusaha untuk mengubah keadaan yang tidak pasti menjadi
lebih pasti.
Ada tiga cara bagi individu yang risk averse untuk mengubah ketidakpastian
menjadi kepastian.116 Pertama, ia akan membeli polis asuransi dari pihak lain.
Dengan cara ini ia berusaha untuk mengubah ketidakpastian akan kerugian yang
bernilai besar, dengan cara membayar sejumlah kerugian yang sifatnya pasti namun

116
Ibid., hal. 68.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
50

secara jumlah lebih kecil, yaitu premi asuransi. Cara kedua, ia akan melakukan self-
insurance, di mana ia akan mengalokasikan sejumlah dana untuk memperkecil
kemungkinan akan peristiwa yang tidak pasti, atau memperkecil kerugian dalam
keadaan tertentu. Contohnya, seseorang memasang detektor asap di rumahnya, atau
menyisihkan sejumlah dana untuk menutup kerugian yang mungkin timbul. Ketiga,
apabila seorang yang risk averse mempertimbangkan untuk membeli aset yang
berisiko, ia akan mengurangi harga yang ia bersedia dibayar untuk aset tersebut.
Selisih dari harga sebenarnya dan harga yang bersedia dibayar tersebut berfungsi
untuk mengurangi risiko yang mungkin muncul di kemudian hari.

2.2 Pembahasan

Dalam kasus ini PT Bank ABC, Tbk. memandang bahwa risiko operasional
yang dihadapi oleh banknya adalah relatif rendah. 117 PT Bank ABC, Tbk.
mendasarkan jawabannya atas beberapa hal sebagai berikut :
1. Besaran Capital Adequacy Ratio yang dimiliki oleh PT Bank ABC, Tbk.
pada akhir bulan Desember 2011 mencapai 20.47%, sehingga dapat
dikategorikan sebagai bank yang sehat.
2. Dalam rangka mencegah risiko yang mungkin terjadi, PT Bank ABC,
Tbk. telah memiliki beberapa perangkat pencegahan risiko seperti strategi
anti-fraud (sebagaimana dipersyaratkan oleh Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011) yang mencakup tahapan
Pencegahan; Deteksi; Investigasi, Pelaporan dan Sanksi; Pemantauan,
Evaluasi, dan Tindak Lanjut. PT Bank ABC, Tbk. juga telah menerapkan
kerangka kerja anti-fraud yang komprehensif, antara lain meliputi
penetapan kebijakan dan prosedur Know Your Employee, whistle-blowing
mechanism, program sosialisasi anti-fraud (fraud awareness), baik kepada
seluruh karyawan PT Bank ABC, Tbk. maupun kepada nasabah, serta
mekanisme surprise audit. PT Bank ABC, Tbk. juga sudah mewajibkan
117
Hasil wawancara melalui media surat elektronik (e-mail) dengan pejabat PT Bank ABC,
Tbk. yang menjadi responden dalam penelitian ini.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
51

adanya reporting secara bulanan kepada pihak top-level management


(Direksi dan Dewan Komisaris) mengenai aktivitas-aktivitas yang
berisiko, dan kepada Bank Indonesia minimal setahun sekali. Selain itu
smenjak tahun 2005 PT Bank ABC, Tbk. telah melakukan beberapa
proses penerapan manajemen risiko dan masih berjalan hingga sekarang,
seperti pembentukan Komite Manajemen Risiko, Komite Audit, Komite
Pengendalian Risiko, serta perubahan struktur organisasi. Hal ini
merupakan usaha PT Bank ABC, Tbk. dalam mencapai sasaran jangka
pendeknya, yaitu mengimplementasi ketentuan yang ada dalam Basel II
Accord. Penerapan manajemen risiko pada PT Bank ABC, Tbk. telah
menunjukkan hasil yang baik, yang dapat dilihat dari tren dari profil risiko
yang relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir serta level risiko yang
sebagian besar dikategorikan “low”.

Meskipun telah memenuhi segala kewajiban perangkat dan strategi


pencegahan risiko dan menempatkan cadangan modal sebagaimana ditetapkan oleh
Bank Indonesia, ternyata PT Bank ABC, Tbk. masih merasa hal itu belum cukup
untuk melindungi diri dari risiko ketidakjujuran pegawai (fraud) dan berbagai risiko
lain. Setelah mempelajari profil risiko serta kasus-kasus kejahatan perbankan yang
terjadi di Indonesia, PT Bank ABC, Tbk. memutuskan untuk mengalihkan risiko
tersebut melalui asuransi Bankers Blanket Bond guna lebih melindungi keuangan
banknya. Oleh karena itu Penulis berpendapat PT Bank ABC, Tbk bersikap risk
averse (tidak suka risiko), dan hal inilah yang menjadi alasan mengapa PT Bank
ABC, Tbk. memilih berasuransi Bankers Blanket Bond.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
BAB III
GAMBARAN UMUM ASURANSI BANKERS BLANKET BOND

3.1 Kajian Pustaka


3.1.1 Tinjauan Umum Asuransi
3.1.1.1 Perjanjian Asuransi dan Syarat-syarat Perjanjian Asuransi

Istilah asuransi juga disebut dengan pertanggungan, dan nampaknya hal ini
mengikuti istilah dalam bahasa Belanda yaitu assurantie yang berarti asuransi dan
verzekering yang berarti pertanggungan.118 Namun pada prakteknya banyak orang
yang lebih suka menggunakan istilah asuransi. Dalam bahasa Inggris, asuransi
disebut juga dengan istilah insurance.
Asuransi menurut Wirjono Prodjodikoro adalah : 119
“Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup
menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapatkan
penggantian suatu kerugian yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari
suatu peristiwa yang semula belum akan terjadi atau semula belum dapat
ditentukan saat terjadinya. Adanya asuransi ini menimbulkan kontraprestasi.
Kontraprestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu diwajibkan
untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Uang
tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang menanggung, apabila kemudian
yang ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.”

Williams, Jr. dan Heins memberikan rumusan asuransi dari dua sudut
pandang. Pertama dikatakan bahwa “insurance is the protection against financial loss
provided by insurer”, dan yang kedua “insurance is a device by means of the risk of
two or more persons or firm are combined through actual or promises contribution
fund out of which claimants are paid.”120

118
Muhammad, op.cit., hal. 6.
119
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta : PT Intermasa, 1991), hal.
1.
120
M. Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum dan Surat Berharga, cet. 2, (Bandung :
PT Alumni, 2003), hal. 10.

52
Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
53

Pengertian asuransi atau pertanggungan seperti yang terdapat dalam Pasal 246
KUHD adalah :121
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima
suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.

Sedangkan pengertian asuransi menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun


1992 tentang Usaha Perasuransian yaitu :122
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.

Dari pengertian di atas dapat kita perhatikan bahwa di dalam perjanjian


asuransi ada dua pihak, yaitu Penanggung dan Tertanggung. Penanggung adalah
pihak yang wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan oleh karenanya
berhak untuk menerima pembayaran sejumlah uang yang disebut dengan premi. Yang
dapat menjadi Penanggung adalah badan hukum yang berbentuk perusahaan persero,
koperasi, perseroan terbatas, dan usaha bersama (mutual).123 Sedangkan Tertanggung
adalah pihak yang mengalihkan risiko dengan membayar suatu premi dan mempunyai
hak untuk mendapatkan ganti kerugian apabila terjadi suatu risiko. Tertanggung dapat
berstatus sebagai perseorangan, persekutuan, ataupun badan hukum, baik perusahaan
maupun bukan perusahaan. Selain itu objek asuransi dapat berupa benda, hak, atau
kepentingan yang melekat pada benda, ataupun sejumlah uang. Berdasarkan Pasal
268 KUHD disebutkan hal-hal yang dikatakan sebagai objek asuransi, yaitu semua

121
Kitab Undang-undang Hukum Dagang [Wetboek van Koophandel], diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.32, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2008), Ps. 246.
122
Indonesia (b), op.cit., Ps. 1 ayat 1.
123
Ibid., Ps. 7 ayat 1.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
54

kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan
tidak dikecualikan oleh undang-undang.
Asuransi merupakan salah satu perjanjian khusus yang diatur di dalam
KUHD. Oleh karena itu, ketentuan syarat sahnya perjanjian tunduk pada ketentuan
dalam KUH Perdata. Secara umum, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320
KUH Perdata beserta pasal-pasal yang melindunginya (Pasal 1321-1329 KUH
Perdata).
Setiap perjanjian, termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat
umum sebagai berikut :124
1. Sepakat mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal

1. Sepakat Mengikatkan Diri (Konsensus)


Kesepakatan yang terjadi antara para pihak yang membuat perjanjian berarti
telah terjadi pertemuan atau kesesuaian kehendak yang terjadi antara para pihak.125
Kesepakatan tersebut harus diberikan secara bebas, baik dari paksaan, kekhilafan,
ataupun penipuan.126 Bebas dari paksaan, termasuk paksaan fisik maupun rohani.
Kekhilafan terjadi bila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang
diperjanjikan atau tentang sifat-sifat penting dari barang yang menjadi objek
perjanjian atau mengenai orang yang mengadakan perjanjian tersebut. Sedangkan
penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan
palsu disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan
persetujuannya.

124
Kitab Undang-undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet.8, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1976), Ps. 1320.
125
Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata
(Suatu Pengantar), cet. 1, (Jakarta : CV. Gitama Jaya, 2005), hal. 141.
126
Pasal 1321 KUH Per.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
55

Di dalam perjanjian asuransi, Tertanggung dan Penanggung sepakat


mengadakan perjanjian asuransi. Pada pokoknya perjanjian penanggungan tersebut
meliputi :127

a) benda yang menjadi obyek asuransi


b) pengalihan risiko dan pembayaran premi
c) syarat-syarat khusus asuransi
d) dibuat secara tertulis yang disebut dengan polis
Penutupan asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih Penanggung,
kecuali pada program asuransi sosial.128 Hal ini dimaksudkan agar ada kebebasan
bagi calon Tertanggung, mengingat ialah yang paling berkepentingan dalam
perjanjian asuransi.
Dalam mengadakan perjanjian asuransi dapat dilakukan secara langsung
(antara Tertanggung dengan Penanggung) maupun tidak langsung (melalui perantara).
Di dalam Pasal 260 KUHD ditentukan apabila perjanjian asuransi diadakan dengan
perantaraan seorang makelar, maka polis yang sudah ditandatangani harus diserahkan
paling lambat 8 (delapan) hari setelah perjanjian dibuat.129 Dalam Pasal 5 huruf (a)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, Perusahaan Pialang Asuransi dapat
menyelenggarakan usaha dengan bertindak mewakili Tertanggung dalam rangka
transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi.130 Perantara di dalam KUHD
disebut dengan makelar, sedangkan di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
disebut dengan Pialang.
2. Kecakapan untuk Mengikatkan Diri
Kedua pihak Penanggung dan Tertanggung harus berwenang melakukan
perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Pengertian cakap menurut hukum
adalah seseorang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum, baik

127
Muhammad, op.cit., hlm. 50.
128
Indonesia (b), op.cit., Ps. 6 ayat 1.
129
Pasal 260 KUHD.
130
Indonesia (b), op.cit., Ps. 5 huruf a.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
56

untuk kepentingan diri sendiri maupun pihak lain yang diwakili. Pasal 1330 KUH
Perdata telah menentukan siapa-siapa saja yang dianggap tidak cakap, yaitu :131
- Orang-orang yang belum dewasa
- Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
- Orang-orang perempuan (sudah dihapuskan dengan berlakunya Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) dan orang-orang
tertentu yang dilarang untuk membuat perjanjian tertentu
Selain itu di dalam perjanjian asuransi juga terdapat kewenangan yang bersifat
subjektif dan objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa,
sehat ingatan, dan tidak berada di bawah perwalian (trusteeship).132 Kewenangan
objektif artinya Tertanggung mempunyai hubungan dengan benda objek asuransi
tersebut karena memang kekayaannya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah
mewakili Perusahaan Asuransi berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan.133 Apabila
asuransi diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, maka Tertanggung yang
mengadakan asuransi tersebut mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga
yang bersangkutan.
Kewenangan tersebut tidak hanya dalam rangka mengadakan perjanjian
asuransi, tetapi juga hubungan internal di lingkungan perusahaan asuransi. 134
Misalnya dalam rangka jual beli obyek asuransi, asuransi untuk kepentingan pihak
ketiga. Dalam hubungan dengan perkara asuransi di muka pengadilan, pihak
Tertanggung dan Penanggung adalah pihak yang berwenang untuk mewakili
kepentingan pribadinya atau kepentingan perusahaan asuransi.
3. Suatu Sebab (Objek) Tertentu
Objek yang dimaksud dalam perjanjian asuransi adalah objek yang
diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta

131
Pasal 1330 KUH Per.
132
Fadilla Agustina, “Pertanggungjawaban Renteng dalam Perjanjian Asuransi Pada PT
(Persero) Asuransi Indonesia terhadap Pihak Ketiga”, (Tesis Universitas Sumatera Utara, Medan,
2009), hal. 14.
133
Ibid.
134
Muhammad, op.cit, hal. 52.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
57

kekayaan, pada perjanjian asuransi kerugian. Sedangkan jiwa atau raga manusia
merupakan objek tertentu dalam perjanjian asuransi jiwa.
Pengertian objek tertentu adalah identitas objek yang diasuransikan harus
cukup jelas atau tertentu.135 Bila berupa harta kekayaan, harus jelas apa, berapa
jumlah dan ukurannya, di mana letaknya, apa mereknya, buatan mana, berapa
nilainya, dan sebagainya. Apabila berupa jiwa atau raga harus jelas atas nama siapa,
usia, hubungan keluarga, alamat, dan sebagainya.
Namun yang terpenting adalah Tertanggung harus membuktikan apakah ia
memiliki insurable interest (kepentingan yang dapat diasuransikan) terhadap objek
penanggungan. Apabila tidak dapat membuktikan maka asuransi akan batal (null and
void).136 Menurut Pasal 599 KUHD, dianggap tidak memiliki kepentingan adalah
orang yang mengasuransikan benda yang dilarang untuk diperdagangkan oleh
undang-undang dan kapal yang mengangkut barang yang dilarang tersebut. 137 Bila
diasuransikan, maka perjanjian tersebut batal.
4. Suatu Sebab Yang Halal (Legal Cause)
Sebab (kausa) yang halal berarti isi perjanjian asuransi tersebut tidak dilarang
oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan.138 Contoh kausa yang tidak halal adalah
mengasuransikan benda yang dilarang undang-undang untuk diperdagangkan atau
tidak memiliki kepentingan atas benda yang diasuransikan.

3.1.1.2 Asas-asas Penanggungan


Sedangkan syarat khusus bagi perjanjian asuransi harus memenuhi ketentuan
dalam Buku I Bab IX KUHD, antara lain :139
a. Asas indemnitas (principle of indemnity)

135
Simanjuntak, Hukum Asuransi, op.cit., hal. 21.
136
Muhammad, op.cit, hal. 53.
137
Pasal 599 KUHD.
138
Pasal 1337 KUH Per.
139
Hartono, op.cit., hal. 92.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
58

b. Asas kepentingan yang dapat diasuransikan (principle of insurable


interest)
c. Asas kejujuran yang sempurna (utmost good faith)
d. Asas subrogasi pada Penanggung
e. Asas Proximate Cause
f. Asas Kontribusi (principle of contribution)

1. Asas Indemnitas (principle of indemnity)


Asas indemnitas merupakan asas yang terutama dari perjanjian asuransi,
karena asas inilah yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari
perjanjian asuransi itu sendiri.140 Indemnitas adalah pemulihan keadaan finansial
setelah kerugian finansial terjadi. Di sini Penanggung memiliki kewajiban untuk
memulihkan kerugian hingga pada saat sebelum kerugian tersebut dialami
Tertanggung. Tujuan dari penerapan asas ini adalah agar tidak terjadi moral hazard
dari pihak Tertanggung dan Penanggung tidak dirugikan. Nilai pertanggungan yang
ada dalam polis hanya menunjukkan bahwa itu adalah nilai maksimal yang akan
dibayar Penanggung bila terjadi risiko.
Prinsip indemnitas hanya berlaku untuk asuransi harta dan tanggung jawab
hukum, tidak untuk asuransi jiwa. Hal ini disebabkan kematian manusia tidak dapat
dinilai dengan uang.
2. Asas Kepentingan yang Dapat Diasuransikan (Insurable Interest)
Asas insurable interest atau kepentingan finansial yang dapat
dipertanggungkan merupakan prinsip yang penting dalam asuransi. Menurut Pasal
250 KUHD, jika dalam suatu perjanjian asuransi Tertanggung tidak memiliki
kepentingan finansial terhadap obyek yang dipertanggungkannya, maka perjanjian
asuransi tersebut akan batal demi hukum (null and void) dan Penanggung tidak
berkewajiban memberikan ganti rugi bila terjadi risiko.141

140
Ibid., hal. 98.
141
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
59

Beberapa macam kepentingan yang dapat diasuransikan adalah :


a. Hubungan Kepemilikan
b. Hubungan Keluarga
c. Hubungan Pekerjaan
d. Hubungan Perjanjian
e. Hubungan Pengaturan

Tujuan pengaturan insurable interest adalah mencegah orang mencari


keuntungan dari perjanjian asuransi dan mencegah meluasnya moral hazard. Menurut
Dorhout Mees, kepentingan tersebut sudah harus ada ketika kerugian terjadi.142
Vollmar juga mengatakan bahwa kepentingan itu sudah harus ada ketika terjadi
peristiwa, sehingga Tertanggung berhak mengklaim kerugian. Jadi, kepentingan tidak
harus ada ketika perjanjian asuransi dibuat, tetapi pada saat terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian. Hal ini dapat dimaklumi karena asuransi baru memiliki arti
bagi Tertanggung ketika kerugian terjadi.143. Di dalam praktek usaha perasuransian
hal ini tidak akan menimbulkan kesulitan dalam soal kapan harus ada kepentingan,
karena segala sesuatunya sudah diatur oleh Penanggung dalam polis. Oleh karena itu
tergantung pada Tertanggung apakah mau atau tidak berlangganan asuransi dengan
syarat-syarat yang ditentukan lebih dulu oleh Penanggung. 144
3. Asas Kejujuran Yang Sempurna (Utmost Good Faith)
Asas kejujuran yang sempurna (utmost good faith) adalah setiap pihak
diwajibkan untuk mengungkapkan segala fakta material atau fakta yang diduga dapat
mempengaruhi penutupan asuransi terhadap suatu obyek (duty of disclosure) dan
dilarang membuat pernyataan yang keliru atau tidak benar (misrepresentation) dalam
perjanjian asuransi.145 Bila hal ini dilanggar maka perjanjian asuransi akan batal demi
hukum.
4. Asas Subrogasi

142
Ibid.
143
Muhammad, op.cit., hal. 93.
144
Ibid, hal. 94.
145
Simanjuntak, Hukum Asuransi, op.cit., hal. 31.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
60

Dalam Pasal 284 KUHD disebutkan bahwa :146


“Penanggung yang telah membayar ganti kerugian atas benda yang
diasuransikan menggantikan Tertanggung dalam segala hak yang
diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian
tersebut, dan Tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang
dapat merugika hak Penanggung terhadap pihak ketiga itu.”
Pengaturan kedudukan seperti ini disebut dengan subrogasi (subrogation).
Dalam asuransi, apabila Tertanggung telah mendapatkan hak ganti kerugian dari
Penanggung, ia tidak boleh lagi mendapatkan hak dari pihak ketiga yang
menimbulkan kerugian tersebut. Hal terhadap pihak ketiga itu telah beralih kepada
Penanggung. Penanggung akan menggantikan hak dan kedudukan Tertanggung untuk
menuntut kerugian dari pihak ketiga sebesar jumlah kerugian yang telah
dibayarkannya kepada Tertanggung, dan hak ini disebut dengan hak subrogasi. 147
Tujuan subrogasi pada prinsipnya ada dua, yaitu :
a) Untuk mencegah tertanggung memperoleh ganti rugi melebihi hak yang
sesungguhnya.
b) Untuk mencegah pihak ketiga membebaskan diri dari kewajibannya
membayar ganti kerugian.
Subrogasi dalam KUHD merupakan bentuk khusus dari subrogasi yang diatur
dalam KUH Perdata. Berikut adalah perbedaannya :148
a) Dalam hukum asuransi, hak subrogasi ada pada Penanggung sebagai
pihak kedua dalam perjanjian asuransi. Dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, subrogasi ada pada pihak ketiga.
b) Hubungan hukum dalam subrogasi pada perjanjian asuransi ditentukan
oleh undang-undang. Oleh karena itu, hak yang berpindah kepada
Penanggung juga termasuk hak yang timbul karena perbuatan melawan
hukum. Pada subrogasi yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, semata-mata karena perjanjian.

146
Pasal 260 KUHD.
147
Ibid., ps. 284.
148
Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Pertanggungan, (Jakarta : PT Citra Aditya
Bakti, 1994), hal. 105.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
61

c) Tujuan subrogasi pada perjanjian asuransi adalah untuk mencegah ganti


kerugian ganda pada Tertanggung dan mencegah pihak ketiga bebas dari
kewajibannya.
5. Asas Proximate Cause
Asas proximate cause artinya penyebab terjadinya kerugian tersebut
(proximate cause) adalah risiko yang dijamin oleh polis asuransi. Jika risiko yang
menjadi penyebab timbulnya klaim tersebut tidak dijamin atau dikecualikan dari polis
asuransi, maka hal tersebut tidak akan dibayar oleh Penanggung.
6. Asas Kontribusi
Asas kontribusi adalah apabila terdapat beberapa penutupan asuransi (polis)
untuk objek asuransi yang sama, Tertanggung hanya akan menerima ganti kerugian
sebesar ganti kerugian yang dialami. Para Penanggung atas objek tersebut akan
membagi beban kerugian di antara mereka secara berimbang sesuai dengan besarnya
jumlah uang pertanggungan atau polis yang terdahulu berlaku yang akan membayar
klaim (asas kronologis).149

3.1.2 Asuransi Bankers Blanket Bond


3.1.2.1 Sejarah Asuransi Bankers Blanket Bond

Asuransi kejahatan (fidelity bond) pertama kali berkembang pada tahun 1840
di London, Inggris, di mana pada saat itu asuransi fidelity bond telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan.150 Pada saat itu asuransi fidelity bond digolongkan
sebagai personal accident insurance.151 Dahulu asuransi fidelity bond tersedia dalam
kontrak-kontrak yang masing-masing terpisah satu sama lain, dan dapat dibeli secara
“a la carte”.152 Calon Tertanggung dapat secara bebas membeli satu, beberapa,

149
Pasal 277 KUHD.
150
Edward G. Gallagher, James L. Knoll, dan Linda M. Bolduan, A Brief History of the
Financial Institution Bond, (Duncan L. Clore ed., 2d ed. : 1998), hal. 1.
151
CII Tuition Service, Element of Insurance, (London : the CII Tuition Service, 1976), hal.
27.
152
Cole S. Kain dan Lana M. Glovach, Annotated Commercial Crime Policy, (American Bar
Association : 2006), hal. 9.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
62

ataupun seluruh jenis perlindungan atas kerugian akibat kejahatan keuangan, seperti
ketidakjujuran pegawai, pencurian, pemalsuan, dan lain sebagainya.
Fidelity bond atau fidelity guarantee sendiri ada yang menerjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia sebagai asuransi jaminan kesetiaan, asuransi jaminan
kejujuran (honesty insurance), atau asuransi penggelapan uang. Menurut
Purwosutjipto, pengertian dari asuransi fidelity guarantee adalah asuransi jaminan
kesetiaan, yaitu penjaminan terhadap kerugian akibat penggelapan uang oleh pegawai
yang bersangkutan.153 Purwosutjipto memasukkan jenis asuransi ini ke dalam
asuransi kecelakaan umum atau general accident insurance yang menjamin
kerusakan atau kerugian pada hak milik karena pencurian, kecurangan, atau musibah
lainnya.154
Di Amerika Serikat, asuransi Bankers Blanket Bond muncul seiring dari
perkembangan usaha perasuransian. Pada tanggal 1 Desember 1908, sejumlah
perusahaan asuransi di Amerika Serikat bersama-sama membentuk sebuah wadah
bernama Asosiasi Penanggung Amerika (The Surety Association of America, atau
selanjutnya disingkat dengan “SAA”). Organisasi SAA bertujuan untuk membuat dan
menerapkan standar-standar internal penyelenggaraan asuransi fidelity bond. SAA
merancang sebuah polis standar (standard bond forms)155 untuk dipergunakan

153
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6 (Hukum Pertanggungan),
cet. 3, (Jakarta : Djambatan, 1990), hal. 198.
154
Ibid.
155
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud dengan standard form
contract adalah :
“A usually preprinted contract containing set clauses, used repeatedly by a business or
within a particular industry with only slight additions or modifications to meet the specific
situation.”
Sedangkan Munir Fuady mendefinisikan kontrak baku sebagai :
“Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut,
bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir
tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani
umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit
atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya di mana para pihak lain dalam kontrak
tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi
atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga
biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.” Kontrak baku seperti ini biasanya terdapat
dalam perjanjian penanggungan, perjanjian kartu kredit, dan lain sebagainya.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
63

sebagai standar pelaksanaan asuransi fidelity bond.156 SAA merasa sangat perlu untuk
menyusun polis standar sendiri, karena adanya kebutuhan akan polis standar asuransi
fidelity bond selain yang dibuat oleh Lloyd's London.157 Polis standar yang dibuat
oleh SAA tersebut menutup berbagai risiko, seperti ketidakjujuran karyawan
(employee dishonesty), pencurian (theft)158, perampokan (burglary)159, penodongan
(hold up)160, kebakaran (fire), dan kehilangan properti tertentu dalam transit
(disappearance of certain property in transit). 161
Meskipun perlindungan yang diberikan oleh asuransi fidelity bond sudah
bermacam-macam, namun sama seperti di Inggris, pada saat itu peraturan perundang-
undangan di Amerika Serikat melarang perusahaan asuransi menggabungkan
beberapa jenis perlindungan yang berbeda ke dalam sebuah polis. Sebagai contoh,
Tertanggung dapat membeli asuransi kerugian akibat ketidakjujuran pegawai, tetapi
diperlukan polis yang terpisah untuk risiko pencurian dan pembongkaran.162 Dengan
demikian, proses underwriting atas calon Tertanggung akan dilakukan berulang-
ulang sesuai dengan banyaknya perjanjian (pertanggungan) yang dibuat antara
Penanggung dan Tertanggung.
Pada tahun 1912, Komisi Asuransi Negara Bagian New York (New York State
Commissioner of Insurance) untuk pertama kalinya memberikan izin pada perusahaan
asuransi untuk menggabungkan beberapa jenis cakupan perlindungan ke dalam satu

156
Robin V. Weldy, The Evolution of the Financial Institution Bond : A New Perspective
(Makalah disampaikan pada International Association of Defense Counsel Mid-Winter Program, New
York, N.Y., 26 Januari 1971)
157
Weldy, loc.cit.
158
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud dengan theft adalah :
“the felonious taking and removing of another's personal property with the intent of
depriving the true owner of it; larceny.”
159
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud dengan burglary adalah :
1) The common-law offense of breaking and entering another's dwelling at night with
the intent to commit a felony.
2) The modern statutory offense of breaking and entering any building – not just
dwelling, and not only at night – with the intent to commit a felony. Some statues
make petit larceny an alternative to a felony for purposes of proving burglarious
intent.
160
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud dengan hold up adalah :
“an armed robbery in which the victim is threatened by the use of weapons.”
161
Michael Keeley dan Sean W. Duffy, Handling Fidelity Bond Claims, (Chicago, Illinois :
American Bar Association, 2005), hal. 3.
162
Keeley, op.cit, hal. 4

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
64

polis asuransi, dengan maksud agar proses underwriting163 dapat lebih


164
dipersingkat. Kemudian pada tahun 1916, SAA menjalin kerjasama dengan
Asosiasi Bankir Amerika (American Bankers Association) guna merancang dan
memasarkan produk asuransi fidelity bond pertama untuk kalangan perbankan yang
menutup kerugian atas berbagai risiko dalam satu polis. Produk inilah yang disebut
dengan Bankers Blanket Bond, Standard Form No. 1.165
Standard Form No. 1 memberikan perlindungan terhadap risiko kerugian
akibat ketidakjujuran karyawan, kehilangan properti yang berada dalam premises166
atau dalam masa transit yang disebabkan oleh perampokan atau pencurian, dan
sejumlah peril167 lainnya dalam satu polis. Yang dapat membeli asuransi ini adalah
bank, lembaga trust168, bank penyimpan (saving banks)169, private bankers170,
perusahaan jasa penyimpanan (safe deposit box)171, dan perusahaan title insurance172.

163
Underwriting adalah suatu proses evaluasi oleh Penanggung terhadap suatu permohonan
asuransi. Hal yang akan dievaluasi di antaranya adalah karakter, perilaku, dan sejarah kehidupan
Tertanggung, kondisi fisik aset yang akan dipertanggungkan, serta berbagai kebiasaan lingkungan
alam dan lingkungan sosial yang berkaitan dengan aset yang akan dipertanggungkan. Lihat : Kornelius
Simanjuntak, Brian Amy Prastyo, dan Myra R.B. Setiawan, Hukum Asuransi, (Depok : Djokosoetono
Research Center : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hal. 13.
164
Robin V. Weldy, History of the Bankers Blanket Bond and the Financial Institution Bond
Standard Form No. 24 with Comments on the Drafting Process, dalam buku Annotated Bankers
Blanket Bond chs. 1,3 (Harvey Koch ed., 2d Supp., ed. 1998)
165
Bankers Blanket Bond, Standard Form No.1 dalam Samuel Arena, The Manifest Intent
Handbook, (2002), hal. 204.
166
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), premises adalah :
“A house or building, along with its grounds.”
167
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), peril adalah :
“The cause of loss to person or property.”
168
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), trust company adalah :
“A company that acts as a trustee for people and entities and that sometimes also operates
as a commercial bank.”
169
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), saving banks adalah :
“A bank that receives deposits, pay interest on them, and makes certain types of loans, but
does not provide checking services.”
170
<http://www.wisegeek.com/what-is-a-private-banker.htm>, diakses pada 3 Maret 2012.
Definisi dari private banker adalah :
“A private banker is the person who is in charge of managing the portfolios of bank customers
with abbove average net worth in the form of liquid assets as well as investments in stocks,
bonds and real property. She is distinguished from a regular banker in that her focus is
primarily on clients with investment and diversification needs rather than on customers with
more general needs, such as mortgage and equity loans and CD and savings accounts.”
171
<http://www.investopedia.com/terms/s/safe-deposit-box.asp#ixzz1pZkHJhxo>, diakses
pada 3 Maret 2012.
Definisi dari safe deposit box adalah :

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
65

Sejak mulai diluncurkan, produk asuransi Bankers Blanket Bond semakin


berkembang dan terus dilakukan perubahan dalam polis standarnya. Pada tahun 1920,
Bankers Blanket Bond, Standard Form No. 2 menggantikan polis standar sebelumnya
yang menjadi acuan. Ada beberapa perubahan yang patut menjadi perhatian dari
Standard Form No. 2 ini.
Pertama, ketentuan segala risiko (“any loss”) ditanggung oleh perusahaan
asuransi pada Standard Form No. 1 diubah menjadi “kerugian langsung” (“direct
losses”) saja. Analis industri asuransi menyadari bahwa ketentuan “any loss”
tersebut dapat ditafsirkan secara luas, sehingga perusahaan asuransi tidak hanya wajib
menanggung kerugian langsung (direct losses)173, tetapi juga kerugian tidak langsung
(indirect losses atau consequential losses)174. Untuk menghindarkan perusahaan
asuransi dari kewajiban membayar klaim atas kerugian tidak langsung (contohnya
kerugian yang disebabkan karena insolvensi175, kredit macet, atau perubahan nilai

“A box - usually located inside a bank - which is used to store valuables. A safe deposit box is
rented from the institution and can be accessed with keys, pin numbers or some other security
pass. Valuables such as documents and jewelry are placed inside and customers rely on the
security of the building to protect those valuables.”
172
Definisi dari title insurance menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999) adalah :
“an agreement to indemnify against damage or loss arising from a defect in title to real
property, usu. issued to the buyer of the property by the title company that conducted the
title search.”
Title insurance is normally written by specialized companies that maintain tract indexes :
companies involved in writing life or asualty usually are not involved in title insurance. Title
insurance is an unusual type of insurance in a few respects. For one thing, it is not a recurring
policy : There is only a single premium, and a title insurance policy written on behalf of an
owner theoretically remains outstanding forever to protect him or her from claims asserted by
others. It is more similar to an indemnification agreement than to an insurance policy. For
another, title insurance companies generally do not take risks that they do not know about. If
the title search shows that a risk exists, the company will exclude that risk from the coverage of
the policy. Lihat : Robert W. Hamilton, Fundamentals of Modern Business 84. (1989)
173
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud dengan direct loss adalah :
“a loss that results immediately and proximately from an event”
174
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud consequential loss adalah :
“a loss arising from the results of damage rather than from the damage itself. A consequential
loss is proximate when the natural and probable effect of the wrongful conduct, under the
circumstances, is to set in operation the intervening cause from which the loss directly results.
When the loss is not the natural and probable effect of the wrongful conduct, the loss is
remote.”
Sering juga disebut dengan indirect loss.
175
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), insolvency adalah :
“the condition of being unable to pay debts as they fall due or in the usual course of
business.”

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
66

atas surat berharga), Form No. 2 membatasi cakupan perlindungan asuransi Bankers
Blanket Bond. Dengan demikian yang ditanggung hanyalah kerugian yang bersifat
langsung saja. Kedua, dihapusnya perlindungan atas kehilangan barang pada premises
akibat salah penempatan karena ketidak-hatian pegawai Tertanggung. Ketiga, definisi
dari “uang” (“money”) yang dipertanggungkan juga diubah. Dari yang semula juga
mencakup aset yang tidak dapat dinilai dengan uang, kini dipersempit hingga aset
yang bersifat kasat mata dan dapat bergerak saja seperti : currency, coin, bullion,
bank notes signed or unsigned, Federal Reserve notes and uncancelled United Stated
Postage and revenue stamps.176
Pada perubahan polis standar Bankers Blanket Bond, Standard Form No. 8
pada tahun 1936,177 pertanggungan dalam Bankers Blanket Bond dikelompokkan
dalam empat bagian besar, yaitu tipe A (Fidelity), tipe B (On Premises), tipe C (In
Transit), dan tipe D (Forgery). Ada ketentuan baru di dalam polis standar ini, yaitu
perlindungan asuransi akan berakhir secara otomatis bila lembaga yang diasuransikan
diambil alih oleh pihak kurator178, likuidator179, atau lembaga pemerintah lainnya.
Perlindungan bagi pegawai Tertanggung juga akan berakhir secara otomatis apabila si
Tertanggung (bank) sendiri diketahui telah berbuat tidak jujur.180
Bankers Blanket Bond terus mengalami perkembangan dan perluasan cakupan
perlindungan, salah satunya dengan Standard Form No. 24 yang disusun pada bulan
Maret 1941.181 Adapun cakupan perlindungan yang diberikan adalah sebagai berikut :
kejahatan (fidelity); on premises; in transit; pemalsuan atas cek atau instrumen

176
Keeley, op.cit., hal. 4.
177
Bankers Blanket Bond, Standard Form No. 8 (1936), dalam Samuel Arena, The Manifest
Intent Handbook (2002).
178
Indonesia, Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, UU No. 34 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN No. 4443, ps. 1 angka 5.
Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan
Hakim Pengawas.
179
<http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/likuidator.aspx>, diakses 9 Mei 2012.
Likuidator adalah orang atau badan yang diberikan wewenang untuk menyelesaikan segala
urusan yang berkaitan dengan pembubaran perusahaan.
180
Bankers Blanket Bond, Standard Form No. 8 (1936), dalam Samuel Arena, The Manifest
Intent Handbook (2002).
181
Keeley, op.cit., hal. 5.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
67

sejenis; pemalsuan surat berharga dan promissory notes182, hal-hal yang disebabkan
oleh perbuatan signature guarantee183 atau signature witness184; dan salah
penempatan atau kehilangan yang tidak dapat dijelaskan,185 serta kerugian bank
melalui pembayaran atas cek pelawat (travelers check)186 hasil pencurian atau yang
mengandung tandatangan palsu. Perubahan yang paling penting adalah
dimasukkannya kata “kriminal” (“criminal”) dalam polis standar, sehingga membuka
kesempatan bagi Tertanggung untuk melakukan klaim atas kerugian berdasarkan
pelanggaran atas statuta hukum perbankan federal ataupun negara bagian, 187 namun
hal ini dihapuskan pada perubahan polis standar tahun 1969.188
SAA terus melakukan penyesuaian lebih lanjut atas polis standar asuransi
Bankers Blanket Bond pada tahun 1946, 1951, 1980, dan 1986. 189 Dilakukan
perubahan terus-menerus ini dimaksudkan untuk memperjelas ketentuan dan definisi
dalam perjanjian asuransinya, menambahkan rider190 (klausula atau perjanjian

182
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), promissory notes adalah :
“an unconditional written promise, signed by the maker, to pay absolutely and in any
event a certain sum of money either to, or to the order of, the bearer of a designated
person.”
183
<http://www.investopedia.com/terms/s/signatureguarantee.asp#ixzz1pZsQIIlh>, diakses 3
Maret 2012.
Pengertian dari signature guarantee adalah :
“A form of authentication issued by a bank or other financial institution that verifies the
legitimacy of a signature and the signatory's overall request. This type of guarantee is often
used in situations where financial instruments are being transferred. In most cases, the
guarantor accepts all consequences in the event that the signature is fraudulent.”
184
<http://www.ehow.com/facts_5683043_rules-witness-legal-document_.html>, diakses 3
Maret 2012.
Pengertian dari signature witness adalah orang yang berada di tempat dan menyaksikan
sendiri penandatanganan suatu dokumen tertentu guna keabsahan dokumen tersebut. Saksi
bisa siapa saja, asalkan merupakan pihak yang netral dan bukan termasuk pihak yang
terlibat dalam kontrak serta sudah dewasa di hadapan hukum.
185
Weldy, History, op.cit., hal. 6.
186
<http://www.bnisyariah.co.id/productDetail.do?id=30302e31323935323331333539303836
2e713748537a46354e4f6a66625a714f723273&c=4c41303033&p=434f303033>, diakses 9 Mei 2012.
Traveller check adalah suatu surat berharga yang diterbitkan oleh lembaga keuangan atau
sebuah bank yang berjanji bahwa penerbit akan membayar sebesar nominal yang
tercantum dalam cek tersebut.
187
Kelley, op.cit., hal. 6.
188
Bankers Blanket Bond, Standard Form No. 24 (1969), dalam Duncan L. Clore, Financial
Institution Bonds, (1998).
189
Weldy, History, op.cit, hal. 6
190
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud dengan rider adalah :

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
68

tambahan) yang sering dipergunakan, dan yang paling penting adalah memastikan
bahwa perjanjian asuransi Bankers Blanket Bond tersebut sesuai dengan praktek
usaha perbankan terkini pada saat itu.191
Sebelum tahun 1954, Bankers Blanket Bond merupakan perjanjian
penanggungan yang bersifat loss sustained, yang mewajibkan pihak Tertanggung
untuk memberitahukan tanggal kapan kerugian tersebut terjadi. 192 Akan tetapi pada
tahun 1954, SAA mengubah Standard Form No. 24 sehingga penanggungannya
bersifat discovery form193.194 Klaim dibayarkan untuk kerugian yang dilaporkan
dalam periode polis berjalan, sehingga kerugian yang ditemukan setelah perlindungan
dibatalkan atau dihentikan secara otomatis tidak akan diberikan ganti rugi.195 Dengan
membayar sejumlah premi tambahan, SAA menentukan Tertanggung juga dapat
memperoleh tambahan masa penemuan (discovery period) sampai 12 bulan setelah
masa polis berakhir.196 SAA juga menambahkan ketentuan perjanjian asuransi
Bankers Blanket Bond, sehingga kerugian akibat kehilangan pada premises
Tertanggung hanya akan diganti bila dapat dibuktikan oleh pihak Tertanggung
disertai bukti-bukti yang cukup. Serangkaian kasus cek kosong (check kiting)197 yang
sering terjadi pada saat itu menyebabkan perubahan dalam perjanjian asuransi,
sehingga kerugian akibat cek kosong akan dikecualikan dari klaim kecuali
ditanggung sebagai over the counter transaction atau ditemukan unsur ketidakjujuran
dari pegawai bank.

“an attachment to some document or an insurance policy, that amends or supplements the
documents.”
191
Weldy, loc.cit.
192
Jean Harth, Saving and Loan Blanket Bond – Past, Present, and Future, (The Forum,
1973), hal. 368, 371.
193
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), discovery policy adalah :
“an agreement to indemnify against all claims made during a specified period, regardless of
when the incidents that gave to the claims occurred.”
Sering disebut juga sebagai claim-made policy.
194
Harth, loc.cit.
195
Kelley, op.cit., hal. 26.
196
Ibid.
197
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud check kiting adalah :
“the illegal practice of writing a check against a bank account with insufficient funds to
cover the check, in the hope that the funds from a previously deposited check will reach
the account before the bank debits the amount of the outstanding check.”

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
69

Dalam waktu 10 tahun dari tahun 1969 hingga 1979, SAA menyusun
ketentuan untuk beberapa rider tambahan dan mengubah tata bahasa dalam polis
standar asuransi.198 Pengembangan rider mengikuti perubahan dari industri
perbankan, seiring perluasan interpretasi yuridis dari kontrak. Salah satu ketentuan
dalam rider yang cukup penting untuk dicermati adalah Rider SR 6019 yang
ditetapkan pada bulan April 1976, yang menambahkan istilah “manifest intent” yang
kini sudah sering dimasukkan dalam definisi kata “ketidakjujuran” (“dishonesty”),199
dan penghilangan istilah kerugian yang tidak langsung atau beruntun (“indirect atau
consequential losses”). Rider lainnya mengharuskan adanya pemberitahuan kepada
pihak Penanggung dalam hal terjadi merger, konsolidasi, atau perubahan
pengendalian sebesar 10 persen200.201
Selain itu rider lainnya juga mengharuskan adanya pemberitahuan kepada
Penanggung dalam hal ada perubahan kegiatan bisnis bank yang berskala besar. 202
Peningkatan aktivitas bank dalam perdagangan pada bursa devisa, bursa valuta asing
yang nilainya mudah berubah-ubah, dan bursa instrumen keuangan domestik,
menciptakan risiko-risiko baru bagi Penanggung.203 Aktivitas finansial yang sifatnya
baru seperti ini sebelumnya tidak terpikirkan ketika Penanggung menyusun kontrak
asuransi, sehingga risiko kerugian yang harus ditanggung perusahaan asuransi
meluas.204 Oleh karena itu, SAA mengadopsi pengecualian atas kerugian akibat
aktivitas perdagangan dari Stockbrokers Blanket Bond dan mengadopsinya dalam
ketentuan Bankers Blanket Bond.205 Banyaknya penculikan dan ancaman pemerasan
yang mengancam anggota keluarga bankir, menyebabkan SAA mengecualikan
tindakan pemerasan dari pertanggungan.206

198
Weldy, History, op.cit., hal. 7.
199
Rider No. SR 6019, dalam Duncan L. Clore, Financial Institution Bonds, (1998)
200
Financial Institution Bond, General Agreement C (2004), dalam Duncan L. Clore,
Financial Institution Bonds, (1998)
201
Keeley, op.cit., hal. 8.
202
Ibid.
203
Ibid.
204
Ibid.
205
Weldy, Survey, op.cit, hal. 899.
206
Keeley, op.cit, hal. 9.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
70

Perubahan Standard Form No. 24 pada tahun 1969 menghapus hak dari
kurator atau badan pemerintah yang mengambil alih institusi yang sebelumnya
menjadi pihak Tertanggung, untuk membeli perpanjangan masa penemuan kerugian
(“extended discovery period”).207 Perubahan Standard Form No. 24 tahun 1980 juga
membuat perubahan dengan memasukkan daftar instrumen berharga yang secara
spesifik akan ditanggung.208 Yang paling penting yaitu perubahan Standard Form No.
24 tahun 1986 mengubah nama perjanjian pertanggungan tersebut dari Bankers
Blanket Bond menjadi Financial Institution Bond.
Revisi terbaru atas Standard Form No. 24 ditetapkan pada tanggal 1 April
2004, yang memberikan perlindungan atas kerugian akibat paper transactions.209
Tersedia pula rider untuk menambah cakupan perlindungan untuk kerugian akibat
instruksi palsu guna melakukan transfer dana secara elektronik dan penipuan yang
dilakukan dengan media komputer (computer fraud).210 Bank yang merasa perlu
untuk dilindungi dari risiko transaksi elektronik dapat membelinya, tapi bagi yang
tidak membutuhkannya tidak perlu membayar biaya tambahan. 211

3.1.2.2 Cakupan Perlindungan dalam Asuransi Bankers Blanket Bond dan


Pengecualiannya

Ada beberapa jenis perjanjian asuransi Bankers Blanket Bond, seperti Insuring
Agreement tipe A (Employee Dishonesty), tipe B (On Premises), tipe C (In Transit),
tipe D (Forgery atau Alteration), tipe E (Securities), tipe F (Counterfeit Money), dan
tipe G (Fraudulent Mortgages).212
Adapun luas cakupan dari masing-masing perlindungan dalam asuransi
Bankers Blanket Bond yang diberikan oleh Penanggung adalah sebagai berikut :

207
Ibid.
208
Ibid.
209
Paper transaction adalah transaksi yang masih menggunakan dokumen dalam bentuk
cetak.
210
Keeley, op.cit, hal. 9.
211
Ibid.
212
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
71

a. Ketidakjujuran Pegawai (Employee Dishonesty)


Insuring Agreement tipe A (Employee Dishonesty) mengatur bahwa kerugian
yang ditutup oleh Penanggung haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
‘the dishonest employee act with the manifest intent to cause the insured a
loss and to obtain a financial benefit for the employee or someone else’.213

Terjemahan bebasnya adalah :


‘pegawai yang tidak jujur tersebut bertindak dengan maksud yang nyata
supaya Tertanggung mengalami kerugian dan menerima keuntungan finansial
untuk dirinya sendiri atau orang lain.’

Pada awalnya istilah ‘manifest intent’ hanya dipergunakan dalam perjanjian


asuransi tipe A saja, tetapi pada perkembangannya sudah dipergunakan dalam segala
jenis perjanjian asuransi. Sebagian besar putusan pengadilan di Amerika Serikat
sudah menerapkan dengan benar ketentuan dari ‘manifest intent’ dalam kasus-kasus
klaim asuransi Bankers Blanket Bond. Akan tetapi masih banyak putusan pengadilan
yang salah kaprah menyamakan ‘manifest intent’ dengan ‘substantially certain to
result or with the natural and probable consequences of the act’.214
Terjemahan bebasnya adalah :
'tindakan yang dilakukan secara sadar akan hasil atau akibat yang pasti terjadi
dan mungkin terjadi'.

Pengadilan-pengadilan tersebut mengabulkan pemohonan ganti rugi tanpa


adanya bukti-bukti bahwa pegawai yang bersangkutan memiliki niat (maksud) yang
nyata untuk membuat pihak Tertanggung mengalami kerugian. 215 Black's Law
Dictionary edisi ke-7 juga secara salah kaprah mendefinisikan “manifest intent”
sebagai :

213
Ibid.
214
Ibid.
215
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
72

“Intent that is apparent or obvious based on the available circumstantial


evidence, even if direct evidence of intent is not available. For example, some
fidelity bonds cover an employee's losses caused by an employee's dishonest
or fraudulent acts committed with a manifest intent to cause a loss to the
employer and to obtain a benefit for the employee. Establishing manifest
intent sufficient to trigger coverage does not require direct evidence that the
employee intended the employer's loss. Even if the employee did not actively
want that result, but the result was substantially certain to follow from the
employee's conduct, the requisite intent will be inferred.” 216

Definisi dari kata “manifest intent” di sini hanya mensyaratkan bahwa


pegawai bank yang bersangkutan harus secara aktif menghendaki adanya hasil.
SAA mempertahankan term “manifest intent” dalam revisi tahun 2004
Standard Form No. 24 dengan menambahkan definisi yang lebih akurat, sehingga
kerugian yang ditutup oleh Penanggung haruslah berasal dari perbuatan pegawai bank
dengan “actual specific intent”217 dan “conscious purpose” (kesengajaan sebagai
tujuan), yang menjadi gradasi tertinggi dari kesengajaan di dalam Model Penal Code,
yakni undang-undang hukum pidana di Amerika Serikat.218 Kesengajaan yang
dilakukan oleh pelaku secara aktif sebagai tujuan (active and conscious purpose)
adalah kualifikasi yang paling tepat untuk menggambarkan tingkatan niat yang
dipersyaratkan untuk pembayaran ganti rugi oleh Penanggung. Ketentuan yang
dipergunakan dalam perjanjian asuransi tipe A adalah sebagai berikut : 219
“Loss resulting directly from dishonest or fraudulent acts committed by an
Employee, acting alone or in collusion with others, with the active and
conscious purpose to cause the Insured to sustain such loss.”

216
Black's Law Dictionary, (7th ed. 1999), hal. 813-814.
217
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), yang dimaksud dengan specific intent adalah :
“the intent to accomplish the precise criminal act that one is later charged with.”
Pada sistem hukum common-law, tindak pidana yang merupakan specific-intent crime antara
lain : perampokan (robbery), penyerangan (assault), pencurian (larceny), perampokan (burglary),
pemalsuan tanda tangan (forgery), kepura-puraan (false pretenses), penggelapan (embezzlement), percobaan
(attempt), penghasutan (solicitation), dan konspirasi (conspiracy).
218
Model Penal Code 2.02 (1985)
219
Keeley, op.cit., hal. 10.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
73

Terjemahan bebasnya adalah :


“Kerugian yang timbul secara langsung dari perbuatan tidak jujur atau yang
bersifat curang dan penipuan, yang dilakukan oleh seorang pegawai, yang
bertindak sendiri atau bekerja sama dengan orang lain, dengan tujuan yang
aktif dan sadar untuk menyebabkan kerugian bagi pihak Tertanggung”.

Definisi ini membatasi cakupan perlindungan dalam keadaan pegawai bank


bertindak dengan tujuan yang aktif dan sadar (active and conscious purpose) untuk
menyebabkan bank tempatnya bekerja mengalami kerugian. 220 Tidak cukup pegawai
tersebut mengetahui ada kerugian yang mungkin timbul atau pasti terjadi. Juga tidak
cukup kerugian itu adalah konsekuensi yang pasti atau hanya kemungkinan saja atas
perbuatan si pegawai.221 Harus dibuktikan apakah pegawai tersebut harus dibuktikan
apakah bertindak dengan tujuan yang aktif dan sadar dalam menyebabkan kerugian
bagi Tertanggung. Jadi pada saat ini sudah tidak ada produk asuransi perbankan
komersial yang menggunakan istilah “manifest intent” dalam ketentuan polisnya.
Terkait dengan istilah ‘kesengajaan’, di dalam polis standar Bankers Blanket
Bond diatur bila seorang pegawai dari pihak Tertanggung memiliki niat tertentu untuk
menghilangkan atau merusak properti milik Tertanggung, kerugian tersebut
seharusnya ditanggung oleh Penanggung bila dalam perjanjian dinyatakan secara
tegas. Terkait dengan kerugian dalam perjanjian on premises dan in transit tidak akan
dicover apabila pegawai tersebut tidak memiliki niat untuk menyebabkan kerugian.
Hal ini ditandai dengan dimasukkannya kata ‘unintentional’ pada bagian
Pengecualian dalam polis standar asuransi ini.222 Sebagai contoh, perbuatan salah
kredit terhadap rekening nasabah yang bukan merupakan hasil atas ketidakjujuran
pegawai, merupakan tindakan praktek bisnis yang tidak tepat (poor business practice)
sehingga tidak akan ditanggung oleh pihak asuransi.223

220
Ibid.
221
Ibid.
222
Ibid., hal. 11.
223
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
74

b. Dalam Premises (On Premises)


Dalam perjanjian asuransi tipe B ini, SAA merumuskan ketentuan untuk
menghindari tumpang tindih perlindungan yang diberikan oleh asuransi properti.224
Pada mulanya di dalam standard form disyaratkan bahwa properti yang hilang harus
berada dalam premises Tertanggung.225 Ketentuan ini secara berangsur-angsur
diperlonggar, sehingga sekarang properti dapat dititipkan atau didepositkan dalam
premises manapun. Untuk melihat apakah persyaratan mengenai apakah benar
properti tersebut berada dalam premises terpenuhi, Penanggung akan meninjaunya
berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh si pelaku kejahatan. SAA juga
mengecualikan kerugian yang diderita oleh Tertanggung akibat properti yang
“dilepaskan” (“surrendered away”) dari kantor Tertanggung sebagai akibat dari
perbuatan pengancaman, penculikan, dan permintaan sejumlah uang tebusan. 226

c. Dalam Transit (In Transit)


SAA melakukan pengubahan cakupan perlindungan Perjanjian Penanggungan
tipe C mengenai dua hal.227 Pertama, properti harus berada di dalam penguasaan
seorang kurir (messenger), yang sekarang diartikan sebagai seorang pegawai
(employee) atau perusahaan jasa pengangkutan (transportation company).
Mempercayakan properti berharga kepada pihak-pihak lain selain yang tersebut di
atas merupakan sebuah praktek bisnis yang tidak tepat (poor business practice),
sehingga kerugian yang muncul bila ada kehilangan atau kerusakan pada properti
tersebut bukan menjadi tanggung jawab pihak Penanggung.228 Kedua, properti harus
benar-benar berada dalam masa transit ketika kehilangan terjadi. Ketika perusahaan
pengangkutan menyimpannya pada suatu lokasi tertentu, kehilangan atas properti
tersebut sudah bukan merupakan tanggung jawab Penanggung.229

224
Ibid., hal. 12.
225
Ibid.
226
Ibid.
227
Insuring Agreement C (2004), dalam Duncan L. Clore, Financial Institution Bonds, (1998)
228
Keeley, op.cit., hal. 12.
229
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
75

d. Pemalsuan (Forgery or Alteration)


Financial Institution Bond yang diperbaharui pada tahun 2004 mengatur
cakupan perlindungan perjanjian asuransi tipe D untuk dokumen tertulis asli yang
dirinci secara jelas dalam perjanjian penanggungan,230 pemalsuan handwritten
signatures ataupun reproduksi dari handwritten signatures, seperti tandatangan yang
dikirim melalui faksimile (facsimile signatures) atau tandatangan yang merupakan
hasil cetak (printed signatures).231 Pemalsuan tandatangan elektronik atau digital
tidak termasuk dalam asuransi ini. Selain itu pertanggungan atas pemalsuan hanya
berlaku untuk sejumlah dokumen yang disebutkan di dalam polis, dan tidak berlaku
untuk dokumen yang menjadi satu kesatuan (bundled) dengan dokumen tersebut.232

e. Surat Berharga (“Securities”)


Definisi “counterfeit” pada Standard Form No. 24 dari SAA mensyaratkan
keberadaan dokumen yang sebenarnya, berlaku, dan asli yang ditiru oleh dokumen
palsu tersebut (actual, valid, original that the counterfeit document is imitating)
sebagai bukti untuk melakukan klaim.233

f. Uang Palsu (“Counterfeit Money”)


Bankers Blanket Bond juga melindungi bank dari kerugian yang disebabkan
karena uang palsu.

g. Hipotek dengan Penipuan (“Fraudulent Mortgages”)


Bankers Blanket Bond memberikan perlindungan atas pemberian hipotek atau
kredit yang diberikan oleh pegawai dengan penipuan.

Terdapat pula beberapa rider tambahan yang dapat dibeli oleh calon
Tertanggung asuransi Bankers Blanket Bond untuk mengalihkan risiko-risiko yang
230
Ibid.
231
Ibid.
232
Ibid.
233
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
76

sifatnya lebih khusus, seperti penipuan melalui komputer (Computer Fraud),


penipuan berupa perintah palsu untuk mengirimkan sejumlah dana melalui media
suara (Voice Initiated Transfer Fraud), penipuan berupa perintah pengiriman
sejumlah dana melalui telefaksimile (Telefacsimile Transfer Fraud), perintah untuk
berhenti membayar atau menolak untuk membayar sejumlah dana (Stop Payment or
Refusal to Pay), uang tunai (Cash Letter), dan pengeluaran untuk audit dan klaim
(Audit and Claim Expense).234
Ada pula beberapa perubahan yang terjadi dalam perkembangan Bankers
Blanket Bond yang sampai sekarang masih dipertahankan dalam polis-polis asuransi
Bankers Blanket Bond terbaru. Pertama, terkait dengan definisi pegawai (‘employee’)
yang dipertanggungkan. SAA menambahkan sebuah istilah baru ke dalam polis
standar yang dibuatnya yaitu ‘electronic data processor’.235 Jadi, pegawai yang
dipertanggungkan dalam asuransi ini adalah : seluruh pihak yang memberikan
pelayanan dalam institusi Tertanggung dan dinyatakan secara tegas di dalam
perjanjian asuransi, yang berada di bawah perintah dan kontrol langsung dari pihak
Tertanggung, juga termasuk seluruh pihak yang melakukan proses validasi atas cek
yang dikeluarkan oleh bank (Tertanggung).236 Diperjelasnya definisi pegawai di sini
bertujuan untuk mencegah diajukannya klaim atas kerugian yang disebabkan oleh
pihak ketiga yang memiliki hubungan bisnis dengan pihak Tertanggung, dengan
alasan bahwa mereka memproses laporan keuangan Tertanggung sehingga dapat
digolongkan sebagai pegawai Tertanggung dan karenanya dapat diberikan ganti
rugi.237 Kedua, SAA mengecualikan kontaminasi kimia dan biologis238 dan cek
pelawat palsu yang tidak pernah dicairkan239 dari risiko kerugian yang ditanggung
oleh Penanggung.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlindungan yang diberikan
asuransi Bankers Blanket Bond sesungguhnya sama dengan asuransi kejujuran

234
Ibid.
235
Ibid., hal. 14.
236
Ibid.
237
Ibid.
238
Michael Keeley, op.cit, hal. 16.
239
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
77

(fidelity guarantee) dan asuransi uang (money insurance) yang telah ada sebelumnya.
Hanya saja seluruh perlindungan ini digabungkan ke dalam satu polis, sehingga
proses underwriting akan lebih singkat. Selain itu juga dilakukan perluasan cakupan
perlindungan diberlakukan sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi,
sehingga muncul juga Electronic and Computer Crime Insurance. Asuransi ini
memperlengkapi perlindungan Bankers Blanket Bond dengan menutup kerugian
karena risiko kejahatan lewat sistem komputer dan dunia maya.

3.1.2.3 Alasan Bank Berasuransi Bankers Blanket Bond

Secara umum, pelaku bisnis perbankan memilih untuk membeli Bankers


Blanket Bond karena beberapa alasan berikut, antara lain :240
1. untuk mengalihkan sejumlah risiko kerugian
2. untuk memenuhi ketentuan hukum atau perundang-undangan
3. untuk melindungi diri mereka dalam keadaan di mana terjadi kerugian yang
bersifat bencana (catastrophic loss)

1. Peralihan Risiko
Risiko kerugian akibat kecurangan pegawai termasuk risiko yang dapat
diasuransikan (insurable risk). Peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat
sudah mewajibkan sebagian besar lembaga keuangan untuk memiliki asuransi
kejahatan keuangan.241 Akan tetapi, pelaku bisnis keuangan akan selalu
mengidentifikasi mekanisme yang paling murah dan efisien (cost effective) untuk
mengalihkan sebagian risiko kerugian akibat ketidakjujuran pegawai.242 Hal ini bisa
dilakukan baik melalui mekanisme peralihan risiko kepada pihak ketiga melalui
asuransi atau mengatasinya sendiri dengan mekanisme self-insurance243. Meskipun

240
Keeley, op.cit., hal. 25.
241
Ibid.
242
Lihat FDIC v. Ins. Co. of N. Am., 105 F.3d 778, 785 (1st Cir. 1997). (“Fidelity bonds are a
sort of 'honesty insurance.'”)
243
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), self-insurance adalah :
“a plan under which a business sets aside money to cover any loss.”
Sering juga disebut sebagai first-party insurance.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
78

lembaga keuangan telah memiliki asuransi, tidak berarti pelaku bisnis menjadi kurang
hati-hati. Pelaku bisnis akan selalu melaksanakan langkah-langkah guna mencegah
terjadinya fraud untuk menjaga reputasi dan memaksimalkan profit.
Salah satu tugas dari manajer risiko adalah melakukan perhitungan
berdasarkan cost-benefit analysis dan memberikan rekomendasi apakah peralihan
risiko kepada asuransi merupakan hal yang tepat (appropriate) dan efektif bila dilihat
dari segi biaya (cost-effective). Bila pertanggungan yang ditawarkan tidak luas dan
premi yang dibayarkan terlalu tinggi, pelaku bisnis akan cenderung memilih untuk
menangani risiko itu sendiri sebagai pilihan utama dan hanya membeli polis asuransi
kejahatan yang memenuhi ketentuan minimum perundang-undangan apabila memang
diwajibkan.
Secara spesifik, cakupan perlindungan dari asuransi Bankers Blanket Bond
yang baik harus cukup luas untuk menutup bentuk-bentuk kerugian yang paling
sering terjadi dan bentuk-bentuk perlindungan pokok lainnya. Premi yang ditetapkan
harus merefleksikan risiko keuangan yang sesungguhnya (actual financial risk).
Investigasi atas klaim dan pembayaran harus dilakukan secara layak (reasonable) dan
lancar (expeditious). Pada akhirnya, manajer risiko dari bank tersebutlah yang harus
menentukan apakah manfaat dari membeli asuransi kejahatan keuangan melebihi
ketentuan minimum yang ditetapkan perundang-undangan, mengalahkan pilihan bagi
organisasi tersebut untuk mengurangi sendiri risikonya melalui mekanisme self-
insurance.

2. Diwajibkan oleh Peraturan Perundang-undangan


Pada awalnya Komisi Sekuritas dan Bursa Efek Amerika Serikat (Securities
and Exchange Commision, untuk selanjutnya disebut dengan SEC), Bursa Efek New
York (New York Stock Exchange, Inc., untuk selanjutnya disebut dengan NYSE), dan

Sedangkan yang dimaksud dengan first-party insurance adalah :


“a policy that applies to oneself or one's own property, such as life insurance, health
insurance, disability insurance, and fire insurance.”
Sering disebut juga indemnity insurance.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
79

Asosiasi Pialang Surat Berharga Nasional (National Association of Securities


Dealers, Inc., untuk selanjutnya disebut dengan NASD) di Amerika Serikat yang
pertama kali menetapkan lembaga keuangan yang mengelola dana dari masyarakat
dan sekuritas wajib memiliki asuransi guna menutup kerugian yang disebabkan oleh
tindakan penipuan atau ketidakjujuran dari pegawai mereka. 244 Sebagai contoh, sesuai
dengan Investment Company Act 1940 SEC telah menetapkan Rule 17g-1, yang
mensyaratkan perusahaan investasi yang tunduk pada ketentuan tersebut untuk
membeli pertanggungan terhadap kejahatan terhadap pencurian dan penggelapan.
Asuransi ini berguna untuk menanggung pegawai atau otoritas tertentu yang memiliki
akses langsung terhadap dana atau surat berharga.
Sejak tahun 1956, perusahaan anggota NYSE yang menyelenggarakan usaha
yang berkaitan dengan masyarakat diwajibkan memiliki asuransi kejahatan. Hal ini
berguna untuk melindungi pelanggan dan pialang saham lainnya dari risiko
kebangkrutan. NASD juga mewajibkan anggota-anggotanya untuk membeli asuransi
kejahatan. Anggota NASD wajib melindungi diri mereka di bawah Broker Blanket
Bond untuk kerugian yang terkait dengan kejahatan, kehilangan properti pada
premises, kehilangan properti pada masa transit, salah penempatan, pemalsuan,
peniruan (termasuk pemalsuan cek), kerugian atas surat berharga (termasuk
pemalsuan atas surat berharga), dan perdagangan yang mengandung penipuan.
Pada tahun 1970, Congress menetapkan Securities Investor Protection Act
untuk melindungi rekening nasabah pialang saham (broker-dealers)245. Melalui
undang-undang ini dibentuklah Securities Investor Protection Corporation yang

244
Keeley, op.cit., hal. 27.
245
Menurut Black's Law Dictionary, 7th ed. (1999), broker-dealer adalah :
“A brokerage firm that engages in the business of trading securities for its own account
(i.e., as a principal) before selling them to customers. Such a firm is usually registered
with the SEC and with the state in which it does business.”
“Since many broker-dealers maintain custody of funds and securities belonging to their
customers, safeguards are required to assure that the customers can recover those funds
and securities in the event that the broker-dealer becomes insolvent. The three principal
techniques that have been utilized are a) financial responsibility standars for broker-
dealer, b) requirements for segregation of customers' funds and securities, and c)
maintenance of an industry-wide fund to satisfy the claims of customers whose brokerage
firms become insolvent.” Lihat : David L. Ratner, Securities Regulation in a Nutshell 4th
ed., (1992), hal. 182-183.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
80

bertujuan untuk mengumpulkan dana guna melindungi nasabah dari kerugian dana
dan surat berharga karena insolvensi. SEC menyatakan bahwa tujuan diwajibkannya
asuransi adalah untuk membatasi kerugian perusahaan yang disebabkan oleh
pencurian yang dilakukan oleh pegawai dan perbuatan tidak jujur, dan juga kerugian-
kerugian lain yang bersifat bencana (catastrophic).
Mengikuti lembaga-lembaga keuangan di atas, pada akhirnya hukum federal
Amerika Serikat mewajibkan penggunaan asuransi kejahatan keuangan bagi bank.
Dalam 12 C.F.R 7.2013, Badan Pengawas Keuangan (Office of the Comptroller of
Currency) di Amerika Serikat telah menetapkan bahwa semua pejabat dan pegawai
dari bank nasional harus dilindungi oleh asuransi kejahatan keuangan yang cukup
layak. Dalam ketentuan ini juga ditetapkan bahwa bila tidak ada perlindungan
asuransi kejahatan keuangan, maka kerugian menjadi tanggung jawab dari direktur
bank yang bersangkutan.

3. Menghindarkan Diri dari Catastrophic Loss


Perusahaan yang bergerak di bidang bisnis dapat memilih untuk melindungi
diri melalui asuransi kejahatan keuangan untuk menghindari kerugian yang sifatnya
bencana (catastrophic).246 Untuk mengukur apakah kerugian tersebut bersifat
catastrophic atau tidak, bank perlu mengetahui dan menganalisis empat hal di bawah
ini, yakni :247
1. Frekuensi Kerugian (Loss Frequency), yaitu jumlah kasus kerugian yang
mungkin terjadi dalam kurun waktu tertentu.
2. Level Kerugian (Loss Severity), yaitu seberapa serius kerugian yang mungkin
terjadi.
3. Total Dollar Losses, yaitu seberapa besar nilai kerugian yang akan terjadi.
4. Pengaruh kerugian tersebut terhadap jalannya bisnis secara keseluruhan.

246
Keeley, op.cit., hal. 29
247
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
81

3.1.2.4 Tinjauan Singkat Asuransi Bankers Blanket Bond


Seperti yang sudah dijelaskan di bagian sebelumnya, asuransi Bankers
Blanket Bond memberikan perlindungan atas risiko-risiko yang mungkin menimpa
bank, yang dapat Penulis golongkan dalam dua bagian.
Golongan pertama adalah fidelity guarantee, yaitu mencakup risiko kerugian
akibat ketidakjujuran seseorang yang dipercayai mengelola suatu dana atau harta
kekayaan, sehingga merusak atau melanggar kepercayaan yang diberikan
kepadanya.248 Fidelity guarantee merupakan aspek risiko terpenting dari asuransi
Bankers Blanket Bond. Karakter pribadi dari pegawai bank merupakan risiko yang
sulit ditaksir dan berpotensi menyebabkan kerugian dalam jumlah yang besar
sehingga menempati proporsi risiko terbesar di antara risiko-risiko lain yang
dipertanggungkan, yaitu sekitar 70-80 persen. Pegawai yang diasuransikan di sini
bisa menjabat sebagai pengelola dana, kasir atau clerk bagian keuangan, penagih
rekening atau kolektor penagihan, pembawa atau penyetor dana, atau pegawai
penyetoran uang, maupun pegawai lain yang dalam tugas sehari-harinya
bertanggungjawab atas sejumlah uang yang cukup besar.249 Kasus-kasus fraud yang
selama ini terjadi seringkali dilakukan pegawai bank yang justru sangat setia dan
sudah lama bekerja di tempat tersebut. Pegawai tersebut biasanya sungguh rajin,
jarang mengambil cuti atau libur, dan tidak mau mengambil posisi yang tinggi. Ia
mempelajari pola dan kebiasaan, sehingga orang akan menaruh kepercayaan tinggi
kepada dia. Sebagai contoh adalah dalam kasus pegawai Citibank Melinda Dee, yang
bersangkutan merupakan bright star employee. Ia memiliki performance yang bagus
dalam bekerja dan berhasil mengumpulkan klien-klien kelas kakap. Bisa jadi karena
faktor-faktor seperti inilah, pihak manajemen internal bank menjadi agak kendor
sehingga yang bersangkutan bisa berkesempatan melakukan kejahatan yang
merugikan bank.

248
Jakarta Insurance Institute, Prinsip-Prinsip dan Praktek Asuransi, Yayasan Pengembangan
Ilmu Asuransi, hlm. 128
249
Sri Murni Hardjanti, “Tinjauan Hukum Asuransi Kerugian Fidelity Guarantee”, (Skripsi
Universitas Indonesia, Depok, 1996), hal. 8.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
82

Golongan kedua adalah money insurance, yaitu kerugian akibat physical


hazard, seperti kerusakan dan kerugian pada lokasi bank (premises), kerugian dan
kerusakan pada saat pengiriman (transit), cek palsu (forged cheques), surat berharga
palsu (forged securities), uang palsu (counterfeit currency) dan kerusakan terhadap
peralatan kantor (office contents). Money insurance melindungi kerugian yang lebih
bersifat fisik (physical hazard). Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam proses
underwriting juga lebih bersifat fisik, seperti konstruksi dalam bangunan bank,
perangkat keamanan (seperti alarm dan kamera CCTV), frekuensi uang yang
disimpan dan ditransportasikan, dan lain sebagainya.
Polis Bankers Blanket Bond berdiri di atas asuransi fidelity guarantee dan
money guarantee, atau kerap diistilahkan dengan layering. Semua risiko kerugian
dalam asuransi fidelity guarantee dan money insurance akan dipayungi dalam satu
polis. Manfaatnya adalah hanya diperlukan satu kali proses underwriting. Selain itu,
praktek asuransi Bankers Blanket Bond ini menghambat Tertanggung untuk
mengasuransikan risiko yang dianggap lebih mungkin terjadi, karena perusahaan
asuransi berpendapat risiko-risiko yang dihadapi oleh industri perbankan tidak
terpisahkan dan saling berhubungan satu sama lain. Bank tidak dapat memilih risiko
yang dianggapnya lebih mungkin terjadi untuk dialihkan kepada perusahaan asuransi,
karena risiko-risiko yang ada akan saling mensubsidi satu sama lain dalam satu polis.
Bankers Blanket Bond sangat bermanfaat untuk melindungi bank dari risiko
kerugian yang sifatnya bencana besar (catastrophic loss), sehingga tidak akan
merusak balance sheet dari bank secara keseluruhan dan mengakibatkan anjloknya
bank tersebut. Kejatuhan suatu bank merupakan hal yang berbahaya, karena
berpotensi menimbulkan dampak sistemik terhadap perbankan nasional secara
keseluruhan. Dengan berlanggan asuransi Bankers Blanket Bond akan mencegah agar
hal-hal tersebut di atas tidak terjadi.
Di Indonesia sendiri belum ada polis standar yang ditetapkan oleh Dewan
Asuransi Indonesia untuk produk asuransi Bankers Blanket Bond di Indonesia. Oleh
karena itu penyelenggaraan asuransi Bankers Blanket Bond mengadopsi praktek
asuransi yang sudah berjalan di luar negeri. Polis yang digunakan merupakan adaptasi

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
83

dari polis-polis yang dipakai oleh perusahaan asuransi asing di luar negeri dan
disesuaikan dengan kemampuan Penanggung dan kebutuhan Tertanggung.
Selain premi, pihak asuransi akan mempertimbangkan berbagai faktor
sebelum menutup pertanggungan dengan pihak bank. Faktor-faktor tersebut antara
lain :
1. Jumlah Pegawai Tertanggung
2. Aspek Fisik
Pihak asuransi akan mempertimbangkan apakah calon Tertanggung
berkomitmen untuk menjaga risiko yang ada. Pihak asuransi bisa juga
mengecualikan lokasi-lokasi tertentu yang tidak dipasangi alarm atau
kamera CCTV, cabang-cabang bank yang tidak dilengkapi dengan
brankas, ataupun menetapkan warranty tertentu sebelum menutup polis.
3. Komitmen Pihak Top Management terhadap Manajemen Risiko
Pihak asuransi sangat selektif dalam memilih calon Tertanggung, karena
risiko yang dialihkan kepadanya sangat besar. Pihak asuransi bisa saja
menolak permohonan penutupan polis apabila ternyata manajemen risiko
dalam bank ternyata tidak menjadi prioritas utama, departemen
Manajemen Sumber Daya Manusia bank tersebut kurang baik sehingga
berakibat pada kendornya proses monitoring pegawai, tingkat turnover
pegawai tinggi, dan lain sebagainya.
4. Limit Pertanggungan yang Diminta
Pihak asuransi akan memperhatikan seberapa besar dan luas limit
pertanggungan yang diminta oleh bank tersebut, karena terkadang
pertanggungan yang diminta tidak sesuai dengan risiko dan ukuran usaha
dari bank.
5. Deductibles
Deductibles atau porsi yang harus ditanggung sendiri oleh Penanggung
bila terjadi risiko juga menjadi hal yang penting. Deductibles dalam
asuransi Bankers Blanket Bond boleh dibilang cukup besar, karena risiko
yang ditanggung sifatnya holistik (keseluruhan). Besarnya deductibles

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
84

berguna agar bank juga ikut menjaga komitmen terhadap risiko yang
dipertanggungkan.

3.1.2.5 Kedudukan Asuransi Bankers Blanket Bond dalam Hukum Indonesia

Pada dasarnya asuransi Bankers Blanket Bond tidak diatur secara khusus
dalam KUH Perdata, KUHD, atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Dasar hukum berlakunya asuransi Bankers Blanket Bond adalah Pasal 247
KUHD, yang bunyinya adalah sebagai berikut : 250
“Pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai…”
Dengan adanya kata “antara lain” di dalam rumusan pasal tersebut, berarti
jenis-jenis pertanggungan yang ada di dalam Pasal 247 KUHD tersebut tidak tertutup.
Undang-undang masih membuka kesempatan bagi jenis-jenis pertanggungan baru
yang muncul berdasarkan perkembangan zaman.

3.2 Pembahasan
3.2.1 Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Bankers Blanket Bond antara PT Bank
ABC, Tbk. dengan PT Asuransi DEF

Setiap perusahaan asuransi mempunyai cara, syarat, dan ketentuan sendiri


dalam membuat perjanjian asuransi (polis). Dalam perjanjian asuransi Bankers
Blanket Bond antara PT Bank ABC, Tbk. dengan PT Asuransi DEF, PT Bank ABC,
Tbk. juga membeli perlindungan terhadap risiko kejahatan transaksi elektronik dan
dunia maya yang ditawarkan oleh produk asuransi Electronic and Computer Crime.
Perlindungan yang diberikan oleh asuransi Electronic and Computer Crime tidak
dijual terpisah dengan asuransi Bankers Blanket Bond.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam membuat perjanjian asuransi
Bankers Blanket Bond dan Electronic and Computer Crime tersebut, yaitu :

250
Pasal 247 KUHD

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
85

1. Mengisi proposal form atau yang biasanya dikenal dengan Surat Permintaan
Penutupan Asuransi (SPPA). Proposal form adalah suatu dokumen yang
dikonsep oleh pihak Penanggung untuk mengetahui informasi akan aspek-
aspek dari risiko yang hendak dipertanggungkan. Dalam tahap ini calon
Tertanggung harus menaati prinsip utmost good faith dengan mengisi
proposal form dengan baik dan sebenar-benarnya sesuai fakta yang ada
(disclosure).
Kolom yang harus diisi di dalam proposal form tersebut antara lain :
a. Identitas bank (Particulars of Bank), seperti :
- Nama, alamat, dan tahun berdiri bank calon Tertanggung
- Permodalan bank (authorized capital, paid up capital, total asset, total
deposit, total loans and discounts) sebagaimana tertera di dalam
laporan keuangan tahun terakhir
- Jenis kegiatan usaha bank
- Jumlah rekening pada bank yang bersangkutan
- Nama correspondent bank atau agent yang berada di London
b. Jumlah direktur dan pegawai pada kantor pusat, kantor cabang, maupun
kantor bank lainnya (Staff and Locations)
c. Nilai sebenarnya atas risiko yang dipertanggungkan, seperti jumlah
maksimal uang tunai, surat berharga, atau cek pelawat yang berada dalam
kantor pusat, kantor cabang, atau lokasi lainnya (Value At Risk)
d. Jumlah limit of indemnity dan pertanggungan lain yang dimintakan kepada
Penanggung (Particulars of Coverage)
e. Riwayat klaim sebelumnya (Claim Experience)
f. Faktor-faktor yang menunjang pengawasan bank atas risiko kejahatan oleh
pegawai (Security)
g. Faktor-faktor yang menunjang pengawasan bank atas risiko kejahatan
yang bersifat fisik (Vaults and Strongrooms, Safes, Doors and Windows,
Alarm, Tellers Positions, Guards, Safe Deposit Boxes, Transit, dan Other
Protections)

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
86

PT Bank ABC, Tbk. juga membeli asuransi Electronic and Computer Crime
untuk tambahan proteksi terhadap risiko kerugian dunia maya dan transaksi
elektronik. Oleh sebab itu proposal form untuk aplikasi asuransi Electronic
and Computer Crime harus diisi juga karena risiko yang ditutup berbeda
dengan asuransi Bankers Blanket Bond. Adapun kolom-kolom yang harus
diisi untuk penutupan asuransi Electronic and Computer Crime adalah :
a) Identitas bank (Particulars of Bank), seperti :
- Nama, alamat, dan tahun berdiri bank calon Tertanggung
- Aktivitas utama bank calon Tertanggung
- Kepemilikan bank calon Tertanggung dan riwayat perubahan
pengendalian, merger, pembelian atau akuisisi aset dalam tiga tahun
terakhir
- Permodalan bank (authorized capital, paid up capital, total asset, total
deposit, total loans and discounts) sebagaimana tertera di dalam
laporan keuangan tahun terakhir
- Prosentase pendapatan yang diperoleh dari aktivitas commercial
banking, investment, trust operation, retail banking, stock brokerage
operation, foreign exchange dealing, dan factoring
- Jumlah pegawai, lokasi bank, dan data processing centres.
b) Jumlah limit of indemnity dan pertanggungan dalam asuransi Bankers
Blanket Bond serta jumlah limit of indemnity dan pertanggungan lain yang
dimintakan kepada Penanggung untuk asuransi Electronic and Computer
Crime (Particulars of Coverage)
c) Riwayat kerugian sebelumnya (Loss Experience)
d) Informasi mengenai data processing secara lengkap dan terperinci
(General Description of Data Processing)
e) Prosedur dan mekanisme pencegahan risiko yang ada, seperti data
security office, internal EDP audit, external audit, input and system
access, communications, physical security (General Procedures)

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
87

f) Karakteristik dari masing-masing item yang dipergunakan untuk transaksi


elektronik, seperti assued computer systems, Automated Teller Machines
(Anjungan Tunai Mandiri atau ATM), service bureau computer system,
independent contractor, electronic data processing media, automated
clearing house, electronic communication systems, dan computer
communications systems.
2. Setelah mengisi proposal form, yang dilakukan adalah proses penilaian risiko
oleh satu atau beberapa orang underwriter melalui wawancara dengan pihak
bank (direktur maupun pegawai dari berbagai divisi). Underwriter harus
melakukan penilaian risiko dengan cermat.
3. Berdasarkan informasi yang tertera di dalam proposal form dan laporan dari
surveyor serta informasi dari sumber-sumber lain yang dianggap perlu,
Penanggung akan menetapkan terms and conditions yang biasa disebut
dengan polis. Isi polis tersebut antara lain adalah Schedule, General
Definitions, General Exclusions, General Conditions, dan Endorsement.

Bagian pertama adalah Schedule, yang antara lain berisi sebagai berikut :
a. Nama dan Alamat Tertanggung
b. Periode Pertanggungan
c. Retroactive Date, yaitu tanggal di mana diberikan perluasan periode
pertanggungan mundur ke belakang sampai pada tanggal ini
d. Premi Tahunan
e. Tanggal Proposal Form Ditandatangani
f. Limit of Indemnity
g. Jenis Pertanggungan dan Deductibles untuk Setiap Pertanggungan
Insuring Clause 1 – Employee Dishonesty
Insuring Clause 2 – Premises
Insuring Clause 3 – Transit
Insuring Clause 4 – Forged Cheques
Insuring Clause 5 – Forged Securities

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
88

Insuring Clause 6 – Counterfeit Currency


Insuring Clause 7 – Office and Contents
h. Risiko yang Ditanggung
Insuring Clause 1 (Employee Dishonesty) akan menutup kerugian yang
hanya dan langsung disebabkan oleh perbuatan tidak jujur atau penipuan
dari pegawai, baik dilakukan sendiri atau berkolusi dengan orang lain,
serta diakui sendiri oleh pegawai yang bersangkutan bahwa perbuatan
tersebut dilakukan dengan maksud menyebabkan Tertanggung mengalami
kerugian atau menerima keuntungan pribadi. Keuntungan pribadi di sini
tidak termasuk gaji, komisi, bonus, kenaikan gaji, promosi, pembagian
keuntungan, dan benefit lainnya, termasuk business entertainment.
Insuring Clause 2 (Premises) akan menutup kerugian karena kehilangan
barang di dalam premises akibat pencurian, kehilangan misterius yang
tidak dapat dijelaskan, atau dirusak, dihancurkan, atau salah ditempatkan.
Terorisme dikecualikan dari kerugian yang ditutup di sini, dan beban
pembuktian (burden of proving) berada pada pihak Tertanggung.
Insuring Clause 3 (Transit) akan menutup kerugian karena kehilangan
uang atau kerusakan ketika berada dalam transit, dalam pengawasan
pegawai atau perusahaan keamanan selama diangkut dalam kendaraan
bermotor yang bersenjata untuk kepentingan Tertanggung, ataupun non-
negotiable instrument yang hilang atau mengalami kerusakan ketika
ditransportasikan dengan pengawasan pihak perusahaan keamanan. Masa
transit yang dihitung dari waktu orang yang mengangkut menerima barang
tersebut dari atau untuk kepentingan Tertanggung sampai barang tersebut
diterima oleh orang yang ditunjuk atau agennya.
Insuring Clause 4 (Forged Cheques) akan menutup kerugian karena
tandatangan palsu (forged signature) atau penipuan (fraudulent alteration)
atas surat-surat berharga yang mengandung tandatangan palsu atau
fraudulent alteration.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
89

Insuring Clause 5 (Forged Securities) akan menutup kerugian


Tertanggung ketika surat berharga atau instrumen tertulis lain yang sejenis
yang mengandung tandatangan palsu, dipalsukan, hilang, atau dicuri.
Insuring Clause 6 (Counterfeit Currency) akan menutup kerugian
Tertanggung yang beritikad baik dan melakukan kegiatan usaha normal
yang mengalami kerugian karena uang palsu.
Insuring Clause 7 (Office and Contents) akan menutup kerugian akibat :
- kerugian karena kerusakan atas premises atau interior dari premises
Tertanggung, yang secara langsung disebabkan karena pencurian atau
percobaan pencurian, atau vandalisme.
- kerugian karena kerusakan barang-barang (contents) yang berada
dalam premises Tertanggung, yang secara langsung disebabkan oleh
pencurian, percobaan pencurian, pengancaman, atau vandalisme, tetapi
tidak mencakup akibat dari tindakan terorisme.
Yang dimaksud dengan contents dapat berupa perabot, perlengkapan,
peralatan, alat tulis, atau peti besi, baik yang dimiliki oleh
Tertanggung atau Tertanggung harus bertanggung jawab atasnya bila
terjadi kerusakan. Contents yang dilindungi tidak termasuk komputer,
program komputer, tape, disk, atau media lainnya, serta peralatan lain
yang berhubungan dengan komputer.

Adapun perlindungan yang diberikan oleh asuransi Electronic and Computer


Crime dari PT Asuransi DEF meliputi :
Insuring Clause 1 (Computer Systems) memberikan perlindungan atas
kerugian yang disebabkan karena :
a) input data yang bersifat penipuan ke dalam sistem komputer
Tertanggung, sistem komputer biro jasa, sistem pemindahan dana
elektronik, ataupun customer communication system.
b) perubahan atau penghapusan data elektronik yang disimpan dalam
sistem-sistem yang disebut di atas atau melalui transmisi

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
90

elektronik ke dalam sistem komputer Tertanggung atau biro jasa


yang bertujuan untuk melakukan penipuan
c) input data elektronik melalui sistem telephone banking yang
bertujuan untuk melakukan penipuan
Insuring Clause 2 (Electronic Computer Programs) melindungi
kerugian yang disebabkan oleh pemindahan atau pembayaran sejumlah
dana, pemberian kredit, atau tindakan lain yang disebabkan secara
langsung karena pengubahan program komputer oleh seseorang yang
bertujuan untuk melakukan penipuan.
Insuring Clause 3 (Electronic Data and Media) melindungi kerugian
karena :
a) pengubahan atau penghapusan data elektronik yang disampan
dalam sistem komputer Tertanggung atau biro jasanya, ataupun
ketika data tersebut berada dalam media yang disimpan dalam
kantor atau premises Teranggung atau ketika berada dalam transit.
b) hilang, rusak, atau dihancurkannya media penyimpan elektronik
yang disimpan dalam kantor atau premises Tertanggung, atau
ketika berada dalam transit, sebagai akibat dari pencurian,
perampokan, salah penempatan, kehilangan misterius yang sulit
dijelaskan
Insuring Clause 4 (Computer Virus) melindungi kerugian akibat
pemindahan atau pembayaran sejumlah dana, pemberian kredit,
pendebitan dana, dan sebagainya yang disebabkan karena virus yang
dimasukkan oleh siapapun ke dalam sistem komputer Tertanggung.
Insuring Clause 5 (Electronic and Telefacsimile Communications)
melindungi kerugian akibat pemindahan atau pembayaran sejumlah
dana, pemberian kredit, pendebitan dana, dan sebagainya yang
diinstruksikan lewat sistem komunikasi elektronik atau telefaks,
teleks, TWX, atau sistem komunikasi yang sejenis.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
91

Insuring Clause 6 (Electronic Transmissions) melindungi Tertanggung


dari kesalahan yang menyebabkan ia harus bertanggung jawab atas
kerugian nasabah, kesalahan penyelenggara sistem kliring (di
Indonesia fungsi ini dijalankan oleh Bank Indonesia), atau lembaga
keuangan lain.
Insuring Clause 7 (Electronic Securities) melindungi Tertanggung dari
kesalahan yang menyebabkan ia harus bertanggung jawab atas
kerugian central depository (di Indonesia fungsi ini dijalankan oleh PT
Kustodian Sentral Efek Indonesia sebagai lembaga penyimpanan dan
penjaminan efek).
Insuring Clause 8 (Voice Initiated Instructions) melindungi
Tertanggung dari kerugian pemindahan atau pembayaran dana
dan/atau properti lainnya akibat instruksi (suara) palsu.

Bagian kedua adalah General Exclusions, yang memuat hal-hal yang menjadi
pengecualian dalam polis ini. Beberapa pengecualian yang tidak ditanggung oleh
asuransi Bankers Blanket Bond antara lain :
- Kerugian yang terjadi sebelum retroactive date atau diakibatkan oleh
tindakan atau peristiwa yang terjadi sebelum retroactive date,
- Kerugian yang ditemukan sebelum periode polis berjalan,
- Kerugian yang ditemukan setelah periode polis berakhir,
dan pengecualian-pengecualian lain yang jumlahnya sangat banyak dan dapat
dibaca dalam bagian General Exclusions.
Bagian ketiga adalah General Conditions, yang antara lain memuat hal-hal
sebagai berikut :
1. Legal Fee dan Legal Expenses
Penanggung harus mengganti legal fee dan legal expenses dalam jumlah
yang layak, yang dikeluarkan oleh Tertanggung apabila yang
bersangkutan mengajukan tuntutan hukum atas klaim yang seharusnya
dibayar oleh Penanggung.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
92

2. Perubahan Pengendalian atas Tertanggung


a) Likuidasi
Dalam hal Tertanggung mengalami likuidasi (baik yang voluntary
ataupun compulsory), atau dengan pengangkatan seorang Kurator atau
pengurus, atau perubahan pengendalian atas Tertanggung karena
diambil alih oleh pemerintah atau pejabat yang ditunjuk, maka
pertanggungan akan dihentikan dengan segera.
b) Perubahan Aset atau Komposisi Kepemilikan Saham
Tertanggung harus memberitahukan kepada Penanggung apabila ada
konsolidasi atau merger dengan entitas bisnis lain, ataupun pembelian,
penunjukan, transfer, penjaminan, atau penjualan aset atau saham yang
mengakibatkan perubahan kepemilikan atau pengendalian.
Pengendalian berarti wewenang untuk menentukan manajemen atau
kebijakan untuk mengendalikan anak perusahaan Tertanggung melalui
kepemilikan saham dengan hak suara (voting). Tertanggung wajib
memberitahukan hal ini secara tertulis dalam waktu 30 hari sejak
perubahan aset atau kepemilikan saham, serta melengkapi informasi
yang diminta oleh Penanggung. Apabila ingin tetap melanjutkan
pertanggungan polis, maka Tertanggung wajib mendapat persetujuan
dahulu dari underwriter dan membayar premi tambahan apabila perlu.
3. Pendirian Kantor Tambahan
Bila Tertanggung hendak mendirikan kantor cabang tambahan, secara
otomatis kantor tersebut akan ditanggung oleh pihak asuransi tanpa harus
memberitahukan underwriter atau membayar premi tambahan, dengan
syarat kantor cabang tambahan tersebut berdiri bukan dalam rangka
merger, konsolidasi, pembelian, atau akuisisi dari perusahaan lain.
Apabila kantor baru tersebut berdiri dalam rangka merger, konsolidasi,
pembelian, atau akuisisi dari perusahaan lain, maka Tertanggung harus
memberitahukan kepada underwriter dalam waktu 30 hari dan melengkapi
informasi yang diminta Penanggung. Tertanggung wajib mendapat

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
93

persetujuan dahulu dari underwriter dan membayar premi tambahan


apabila perlu.
4. Penghentian Pertanggungan (Termination)
Pertanggungan akan diberhentikan segera apabila :
a) Tertanggung tidak memberitahukan adanya perubahan pengendalian,
perubahan aset, atau perubahan komposisi pemegang saham
pengendali
b) Underwriter menolak untuk melanjutkan perlindungan setelah ada
perubahan pengendalian atau kepemilikan saham pengendali
c) Direktur dari bank yang bersangkutan diketahui melakukan fraud
d) Dalam jangka waktu 30 hari sejak Tertanggung menerima notice berisi
keputusan penghentian pertanggungan dari underwriter
e) Segera setelah underwriter menerima notice berisi keputusan
penghentian pertanggungan dari Tertanggung
f) Segera setelah masa berlakunya polis berakhir

Bagian keempat adalah Endorsement, di mana memuat pasal-pasal tambahan


(rider) yang disepakati bersama antara PT Bank ABC, Tbk. deJngan PT Asuransi
DEF, seperti ancaman pemerasan terhadap direktur, trustee, pegawai, partner, atau
kerabat/orang yang diundangnya maupun properti Tertanggung.

3.2.2 Prosedur Pelaksanaan Ganti Rugi Apabila Terjadi Klaim Kerugian


Akibat Fraud pada PT Bank ABC, Tbk.
Apabila terjadi kerugian, yang harus dilakukan Tertanggung adalah sesegera
mungkin memberitahukan kepada underwriter secara tertulis dalam waktu 30 hari
setelah ditemukannya kerugian (discovery). Di dalam polis disebutkan discovery
dimulai ketika Tertanggung pertama kalinya menyadari fakta-fakta yang membuat
seseorang yang reasonable dapat mengambil kesimpulan telah terjadi kerugian, tidak
peduli kapan perbuatan atau peristiwa/transaksi yang berkaitan dalam kerugian
tersebut terjadi. Penanggung juga tidak memperhatikan apakah Tertanggung

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
94

mengetahui detail kerugian dan apakah kerugian tersebut dapat diklaim atau tidak.
Discovery juga terjadi ketika Tertanggung dituntut untuk membayar ganti kerugian
kepada pihak ketiga dan ganti rugi tersebut dapat juga diklaim kepada Penanggung
berdasarkan alasan-alasan yang termuat dalam polis ini.
Pembayaran atas klaim asuransi Bankers Blanket Bond dilakukan secara
actual basis. Artinya, kerugian yang terjadi dan dilaporkan hanya pada masa berlaku
polis itulah yang akan diganti oleh Penanggung. Kerugian yang ditutup dapat
diperluas hingga kejadian yang terjadi di masa lampau apabila di dalam perjanjian
disepakati bersama ada retroactive date.
Dalam contoh polis antara PT Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi DEF ini
masa berlaku polis adalah tanggal 17 Desember 2011 hingga 16 Desember 2012, dan
diberikan retroactive date mundur hingga tanggal 17 Desember 2009. Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini :

Periode Polis

17 Des 2011 16 Des 2012

Retroactive Date
17 Des 2009
Gambar 3.1 Ilustrasi Periode Polis Asuransi PT Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi DEF

Dengan demikian, pihak PT Asuransi DEF hanya akan menanggung kerugian


yang terjadi antara retroactive date hingga tanggal berakhirnya polis asuransi
tersebut, yaitu pada tanggal 17 Desember 2009-16 Desember 2012; dan kejadian

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
95

tersebut dilaporkan pada masa polis berjalan, yaitu antara tanggal 17 Desember 2011-
16 Desember 2012.
Pada dasarnya prosedur penanganan klaim Bankers Blanket Bond atas fraud
dalam kegiatan industri perbankan pada dasarnya tidak berbeda dengan penanganan
klaim lain, yaitu Penanggung tetap meminta dokumen-dokumen dan informasi
pendukung klaim. Mengenai dokumen dan informasi apa saja yang harus
disampaikan oleh bank, tergantung pada kasus fraud tersebut. List dokumen yang
harus disampaikan akan diberikan begitu Penanggung menerima laporan klaim dan
informasi mengenai kegiatan fraud yang terjadi. Biasanya permintaan dokumen
dilakukan oleh loss adjuster yang ditunjuk oleh reinsurer (sesuai dengan loss
adjuster) yang disepakati di dalam polis. Sebagai contoh, bila fraud dilakukan dengan
cara melakukan penggelapan uang milik bank dengan memalsukan catatan laporan
penerimaan kas, maka loss adjuster biasanya akan meminta laporan kas yang palsu
atau dipalsukan, laporan yang asli, catatan kepegawaian pelaku fraud, prosedur
standar, dan lain sebagainya. Bila terjadi kasus fraud yang dilakukan dengan
memalsukan data agunan sehingga bank dirugikan dalam melakukan pencairan
kredit, tentunya data yang diberikan adalah berkaitan dengan hal tersebut, seperti
laporan penilaian appaiser, data nasabah, catatan kepegawaian pelaku fraud, dan lain
sebagainya. Hampir bisa dipastikan bahwa dokumen yang diminta dari satu kasus ke
kasus lainnya hanya berkisar mengenai catatan kepegawaian pelaku fraud, data
pegawai yang bersangkutan, laporan audit, prosedur standar (SOP), timeline kejadian
fraud, laporan investigator internal, dan lain sebagainya.
Di dalam polis asuransi antara PT Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi DEF
disepakati bahwa dalam jangka waktu 6 bulan sejak discovery, Tertanggung harus
memberikan bukti-bukti tertulis dan keterangan yang cukup di bawah sumpah
bersama-sama dengan Direktur Keuangan dari Tertanggung. Seluruh beban
pembuktian berada pada pihak Tertanggung, dengan catatan sebagai berikut :
a) Dalam hal klaim atas kerugian dalam Insuring Clause 1 (Employee
Dishonest), Tertanggung harus membuktikan :
- Orang yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian tersebut,

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
96

- Perbuatan yang nyata (specific dishonest or fraudulent acts) yang


menyebabkan terjadinya kerugian,
- Adanya keuntungan pribadi yang diterima oleh pelaku, dan
- Kerugian tersebut benar-benar disebabkan langsung karena
perbuatan tidak jujur atau penipuan dari pelaku
b) Dalam hal klaim atas kerugian dalam Insuring Clause 4 dan 5 (Forged
Cheque and Securities), Tertanggung harus :
- Menyertakan bukti yang mengandung tandatangan palsu atau bukti
yang dipalsukan
- Membuktikan bahwa Tertanggung tidak akan menderita kerugian
bila item tersebut asli dan tidak mengandung tandatangan palsu atau
dipalsukan
c) Dalam hal klaim atas kerugian dalam Insuring Clause manapun,
Tertanggung harus membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan
langsung karena peril yang sudah diasuransikan, dan bukan karena
kondisi ekonomi atau sebab-sebab lain.
Tertanggung wajib untuk bekerja sama dengan baik dengan pihak underwriter
Penanggung dan perwakilan yang ditunjuk oleh Penanggung untuk menangani hal-
hal yang berkaitan dengan klaim. Tertanggung wajib menunjukkan semua laporan
yang berkaitan, termasuk laporan audit keuangan dan memberikan kesempatan
Penanggung untuk investigasi klaim melalui wawancara dengan pegawai bank atau
orang-orang yang berkaitan langsung.
Batas pertanggungan (limit of indemnity) yang diberikan jumlahnya sudah
disepakati dari awal dalam perjanjian penanggungan asuransi Bankers Blanket Bond
ini. Limit of indemnity merupakan total batas kerugian yang akan dibayarkan
Penanggung bila terjadi kerugian. Jumlah ini sudah termasuk biaya yang untuk
membayar legal fee dan legal expenses bagi Tertanggung bila terjadi tuntutan hukum
atas klaim yang seharusnya dibayar Penanggung. Apabila Tertanggung menderita
kerugian yang jumlahnya lebih besar dari limit of indemnity, maka Penanggung tidak
akan membayar sisanya. Pertanggungan yang diberikan oleh Penanggung sifatnya

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
97

non-cumulative liability sehingga jumlahnya tidak boleh diakumulasikan dari tahun


ke tahun atau dari periode ke periode, dan tidak boleh melebihi batas pertanggungan
(limit of indemnity) yang ditetapkan di dalam Schedule.
Dalam hal pelaku tindak kejahatan yang merugikan Tertanggung telah
ditangkap dan ditemukan adanya aset-aset yang diduga merupakan hasil kejahatan
tersebut, perusahaan asuransi berhak untuk mengambil kembali aset-aset tersebut.
Akan tetapi perusahaan asuransi harus membuktikan bahwa aset-aset tersebut
bersumber dari tindak kejahatan dan ia wajib membayar klaim ganti rugi dahulu
kepada Tertanggung. Hal ini merupakan penerapan dari salah satu prinsip dalam
asuransi, yaitu asas subrogasi. Investigasi terhadap hasil kejahatan ini dapat bekerja
sama dengan pihak kepolisian. Apabila harus melalui proses pengadilan, pihak
Penanggung dapat menyewa pengacara untuk mengusahakan agar aset-aset tersebut
dapat dikembalikan kepada Penanggung.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
BAB IV
RASIONALITAS DAN KEMUNGKINAN ANOMALI KEPUTUSAN
BERASURANSI BANKERS BLANKET BOND PADA SEJUMLAH BANK DI
INDONESIA

4.1 Rasionalitas PT Bank ABC, Tbk. dalam Berasuransi Bankers Blanket


Bond

Berdasarkan hasil temuan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa PT Bank


ABC, Tbk. mengambil keputusan berlangganan asuransi karena beberapa sebab
sebagai berikut :
Pertama, sebelum mengambil keputusan berasuransi PT Bank ABC, Tbk.
telah mengadakan penilaian atas profil risiko pada bank mereka. Hasilnya
menunjukkan bahwa risiko operasional yang ada pada PT Bank ABC, Tbk.
besarannya rendah. Akan tetapi PT Bank ABC, Tbk. menyadari betul bahwa risiko
terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai merupakan risiko yang jelas ada dan
nyata, dan tidak dapat hilang seratus persen meskipun telah menerapkan prinsip
manajemen risiko dan memiliki segala macam perangkat antisipasi risiko fraud. Oleh
karena itu PT Bank ABC, Tbk. merasa perlu untuk berasuransi Bankers Blanket
Bond.
Kedua, PT Bank ABC, Tbk. juga telah mempelajari kasus-kasus internal
fraud yang menimpa industri perbankan di Indonesia secara umum. Dari sini dapat
dilihat bahwa PT Bank ABC, Tbk. melakukan proses belajar (learning), dengan
menyadari bahwa banyak bank-bank besar di Indonesia yang menderita kerugian
yang cukup besar dari tindakan fraud pegawainya sendiri. Jumlah kerugian yang
ditanggung bank-bank tersebut dapat mencapai miliaran, bahkan triliunan rupiah.
Oleh karena itu, berkaca pada pengalaman-pengalaman yang terjadi pada bank lain,
PT Bank ABC, Tbk. memutuskan untuk berasuransi Bankers Blanket Bond.
Ketiga, PT Bank ABC, Tbk. memandang bahwa jumlah premi yang
dibayarkan cukup sepadan dibandingkan potensi kerugian yang mungkin muncul.

98
Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
99

Dengan alasan-alasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa PT Bank


ABC, Tbk. telah cukup rasional dalam mengambil perlindungan asuransi Bankers
Blanket Bond, meskipun tidak diwajibkan dalam regulasi Bank Indonesia dan tidak
ada insentif penurunan jumlah penyediaan modal minimum untuk menalangi risiko
tersebut.

4.2 Kemungkinan Anomali Rasionalitas Keputusan Bank-bank di Indonesia


dalam Berasuransi Bankers Blanket Bond
4.2.1 Tinjauan Umum Kajian Behavioral Economics

Analisis ekonomi atas hukum dengan landasan teori ilmu ekonomi klasik
selalu mengasumsikan bahwa manusia adalah aktor yang rasional (homo
economicus).251 Homo economicus dipandang selalu mengambil keputusan
berdasarkan tingkat rasionalitas yang tinggi, dengan kekuasaan yang tidak terbatas
dan tidak dipengaruhi oleh pihak lain (unlimited will-power), dan mendasarkan pada
kepentingan pribadi (self-interest). Akan tetapi fakta empiris menunjukkan bahwa
sesungguhnya manusia bertindak tidak serasional homo economicus. Asumsi-asumsi
yang dipergunakan oleh ahli ekonomi telah mengabaikan aspek-aspek lain yang turut
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan manusia.252 Dalam hal ini aspek
psikologi manusia merupakan salah satu penyebab terjadinya penyimpangan terhadap
prediksi ekonomi, sehingga hal ini berpengaruh terhadap maksimalisasi utilitas atau
efisiensi dalam mengambil keputusan.
Kajian ekonomi perilaku (behavioral economics) merupakan salah satu
cabang dari ilmu ekonomi yang mengadopsi kajian dari bidang ilmu psikologi, yang
bertujuan untuk mengamati dan menganalisa bagaimana individu mengambil

251
Christine Jolls, Cass R. Sunstein, dan Richard Thaler, 1998, “A Behavioral Approach to
Law and Economics”, Stanford Law Review 50 : 1473.
252
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
100

keputusan-keputusan ekonomi.253 Berbagai penelitian di bidang psikologi


menunjukkan bahwa keputusan yang diambil oleh manusia seringkali tidak efisien,
karena dipengaruhi oleh banyak sekali faktor-faktor bias yang memunculkan deviasi
yang relatif tinggi dari prediksi berdasarkan rasionalitas.254 Dengan bantuan kajian
behavioral law and economics, diharapkan kekurangan dalam prediksi perilaku
ekonomi manusia dapat diperbaiki sehingga makin mendekati kenyataan.

4.2.2 Tiga Hambatan (Bounds) dalam Prediksi Perilaku Rasional

Ada tiga hal yang menyebabkan manusia bertindak di luar standar-standar


model ekonomi, antara lain keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),
keterbatasan kekuatan untuk melakukan keinginan (bounded will-power), dan
keterbatasan akan keinginan pribadi mereka (bounded self-interest).255
Bounded rationality pertama kali dikemukakan oleh Herbert Simon,
berdasarkan fakta bahwa manusia memiliki keterbatasan kemampuan kognitif, seperti
kekuatan memori (ingatan) dan kemampuan menghitung. 256 Oleh karena itulah,
manusia dapat bertindak di luar batas-batas rasionalitas yang dapat diprediksi dengan
standar model ekonomi. Sumber utama dari perbedaan antara perkiraan yang tidak
bias dengan penilaian yang sesungguhnya adalah penggunaan aturan praktis (rule of
thumb atau heuristic).257 Bounded will-power bersumber dari fakta bahwa manusia
seringkali melakukan perbuatan yang mereka ketahui bertentangan dengan
kepentingan mereka dalam jangka panjang.258 Misalnya saja seorang perokok
mengetahui bahwa rokok akan merusak kesehatan dalam jangka panjang, sehingga
mereka akan melakukan usaha-usaha tertentu agar berhenti dari kebiasaan tersebut.
253
“Free to Err : Behavioral Law and Economics and its Implications for Liberty,”
http://libertylawsite.org/liberty-forum/free-to-err-behavioral-law-and-economics-and-its-implications-
for-liberty/, diakses 4 Juni 2012.
254
Riyan Rismayana, “Analisis Psychological Bias sebagai Refleksi Perilaku Investor
Menggunakan Pendekatan Analisis Faktor Konfirmatori,” (Tesis Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 2011), hal.15.
255
Christine Jolls, 2006, “Behavioral Law and Economics”, Yale Law School, National
Bureau of Economic Research (NBER) : 4.
256
Herbert A. Simon, A Behavioral Model of Rational Choice, 69 Q.J. ECON. 99 (1955)
257
Christine Jolls, Cass R. Sunstein, dan Richard Thaler, op.cit., hal. 1477.
258
Ibid., hal. 1479.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
101

Sedangkan bounded self-interest bersumber dari fakta bahwa individu ingin


diperlakukan secara adil sehingga mereka ingin memperlakukan orang lain secara
adil pula.259 Oleh karena itu individu akan peduli terhadap orang lain, meskipun tidak
saling mengenal (strangers).

4.2.3 Bias Psikologis sebagai Penyebab Kemungkinan Anomali Rasionalitas


Perilaku Manusia

Bias merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu tendensi atau
preferensi terhadap perspektif, idelogi, prediksi, atau hasil di mana perspektif tersebut
cenderung dicampuri dengan keberpihakan, prasangka, dan tidak objektif. Secara
umum, bias dapat dipandang sebagai perspektif satu arah dan dapat terjadi baik
disadari atau tidak.
Bias psikologis mampu menjelaskan mengapa perilaku manusia tidak selalu
rasional. Oleh karena begitu berpengaruhnya bias psikologis dalam membentuk
perilaku penilaian terhadap risiko dan pengambilan keputusan, maka Penulis akan
mencoba mengobservasi konsep bias psikologis dalam hubungannya terhadap risiko
dan keputusan berasuransi Bankers Blanket Bond pada pelaku bisnis perbankan.
Ilmu psikologi menyatakan bahwa manusia dapat melakukan kesalahan
sewaktu mengambil keputusan karena menggunakan aturan praktis (rule of thumb)
sebagai pegangan. Menurut ilmu psikologi, manusia hanya dapat memproses paling
banyak tujuh informasi secara bersamaan.260 Aturan praktis, atau selanjutnya akan
disebut sebagai heuristic, digunakan ketika manusia dikelilingi oleh setumpuk
informasi atau tidak memiliki waktu untuk memproses seluruh informasi yang ada,
sedangkan ia memerlukan solusi atas permasalahan tersebut dengan cepat.261
Heuristic juga dipilih ketika sebuah masalah dianggap tidak penting, atau ketika
individu tidak mempunyai pengalaman untuk menyelesaikan persoalan tertentu.262

259
Ibid.
260
George Miller, 1956, “The Magical Number Seven, Plus or Minus Two : Some Limits on
our Capacity for Processing Information,” Psychological Review, Harvard University, hal. 81.
261
Riyan Rismayana, op.cit., hal. 13
262
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
102

Selain itu heuristic juga dapat mengurangi uraian yang kompleks dalam memprediksi
kemungkinan-kemungkinan dan memprediksi nilai dalam kuantitas yang tidak pasti.
Penilaian subjektif terhadap suatu probabilitas hampir serupa dengan
penilaian subjektif terhadap kuantitas yang berhubungan dengan materi, seperti
ukuran dan jarak.263 Penilaian tersebut biasanya dilakukan berdasarkan data dengan
validitas yang rendah, dan kemudian diproses dengan prinsip heuristic. Sebagai
contoh, jarak yang terlihat pada suatu benda diukur berdasarkan tingkat kemampuan
pandangan mata dalam memprediksi jarak tersebut. Semakin jelas suatu objek
terlihat, maka objek tersebut akan disimpulkan memiliki jarak yang semakin dekat.
Aturan semacam ini memiliki tingkat validitas, karena fakta membuktikan bahwa
jarak yang lebih jauh akan terlihat lebih tidak jelas daripada benda yang lebih dekat
letaknya. Akan tetapi metode seperti ini akan menimbulkan kesalahan sistematis
dalam estimasi jarak. Jarak sering diprediksi terlalu besar (overestimated) ketika
kemampuan penglihatan (visibility) berkurang, misalnya saja karena faktor kontur
objek atau objek yang semu dan tidak jelas. Atau sebaliknya, jarak sering diprediksi
lebih pendek (underestimated) ketika kemampuan penglihatan (visibility) sangat jelas
dan objek terlihat sangat dekat. Kesimpulannya, gangguan atau ketidakakuratan
terhadap kemampuan pandangan (visibility) dapat menjadi karakteristik dalam
kesalahan penilaian terhadap jarak. Kesalahan sistematis yang dikaitkan dengan
teknik prediksi heuristic juga sering terjadi dalam penilaian intuitif suatu
kemungkinan.

4.2.4 Jenis-jenis Heuristic dan Analisis Kemungkinan Bias dalam Memandang


Risiko Fraud pada Industri Perbankan

Ada beberapa macam heuristic yang mungkin terjadi dalam memandang


risiko fraud dan berakibat pada keputusan bank berasuransi Bankers Blanket Bond.
Dalam hal ini Penulis mendasarkan kemungkinan terjadinya bias terhadap risiko

263
Amos Tversky dan Daniel Kahneman, 1974, “Judgement under Uncertainty : Heuristics
and Biases”, Science 185 : 1124.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
103

melalui penelitian (wawancara) pada dua bank umum yang tidak berasuransi Bankers
Blanket Bond, yaitu PT Bank KLM, Tbk. dan PT Bank XYZ, Tbk.

Jenis-jenis heuristic yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :


1. Representativeness Bias
Amos Tversky dan Daniel Kahneman mendefinisikan representativeness
sebagai berikut :264
‘the degree to which [an event] (i) is similar in essential characteristics to its
parent population and (ii) reflects the salient features of the process by which
it is generated’
Bias keterwakilan (representativeness bias) adalah proses pembuatan
keputusan berdasarkan pemikiran yang stereotipikal, yaitu dengan cara
menghubungkan sebuah objek atau ide ke dalam suatu kelompok yang
dianggap sejenis.265 Sebagai contoh, objek A memiliki kemiripan ciri-ciri
dengan kelompok B, sehingga orang akan mudah mengasosiasikan bahwa A
berasal dari kelompok B. Dengan kata lain, representativeness bias
merupakan suatu rule of thumb yang digunakan manusia untuk menilai
probabilitas atau frekuensi suatu kejadian (hipotesis), dengan
mempertimbangkan seberapa dekat atau mirip hipotesis tersebut dengan data
yang telah ada sebelumnya. Data atau kinerja pada masa lalu dijadikan
indikator atas masa depan, padahal hal tersebut belum tentu valid. Ketika
individu terlalu bergantung pada representativeness untuk melakukan
penilaian, mereka cenderung salah menilai karena sesuatu yang lebih
representatif tidak berarti hal tersebut akan cenderung lebih benar atau lebih
mendekati kenyataan.266
Dalam hal ini PT Bank XYZ, Tbk. mengemukakan salah satu alasan mereka
tidak berasuransi Bankers Blanket Bond adalah karena selama ini nominal

264
Daniel Kahneman, Paul Slovic, dan Amos Tversky, Judgment under Uncertainty :
Heuristic and Biases, (New York : Cambridge University Press, 1982), hal. 33.
265
Ibid.
266
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
104

fraud yang terjadi adalah kecil (rendah), sehingga kerugian tersebut masih
bisa ditanggung sendiri dengan cadangan modal dari bank. Menurut Penulis,
di sini mungkin saja telah terjadi representativeness bias karena PT Bank
XYZ, Tbk. menganggap jumlah kerugian tersebut akan sama dengan kerugian
di masa mendatang. Sebaik apapun sistem manajemen risiko yang diterapkan
oleh bank, risiko kerugian akibat fraud masih tetap ada dan jumlah
kerugiannya tidak dapat diprediksi berdasarkan riwayat kerugian di masa
lampau. Seharusnya mereka juga berkaca pada tren jumlah kerugian bank-
bank besar lainnya, sehingga hal tersebut juga menjadi bahan pertimbangan
bahwa mungkin saja hal itu terjadi pada mereka.

2. Overconfidence Bias
Overconfidence atau kepercayaan diri yang berlebihan, berkaitan erat dengan
pandangan diri sendiri atas kemampuan dan keterbatasan yang dimilikinya.267
Seseorang yang percaya diri berlebihan akan berpikir bahwa ia memiliki
kemampuan yang lebih baik daripada kemampuan sebenarnya.
Overconfidence bukan berarti seseorang tidak kompeten atau tidak memiliki
pengetahuan sama sekali, hanya saja menurut pandangan orang tersebut ia
lebih pandai dan lebih berpengetahuan dari fakta sebenarnya.268 Daniel
Kahneman berpendapat tingkat kepercayaan diri tergantung pada seberapa
baik mereka menilai diri sendiri. Karena adanya perilaku overconfident, orang
dapat melakukan underestimate terhadap risiko yang mungkin muncul pada
dirinya.
Dalam hal ini PT Bank KLM, Tbk. dan PT Bank XYZ, Tbk. menyatakan
bahwa risiko fraud yang mungkin menimpa bank mereka rendah, karena
selama ini mereka merasa telah memiliki pengalaman dan kemampuan yang
cukup untuk mencegah timbulnya fraud oleh pegawai tersebut. Pada faktanya,
salah satu cabang PT Bank KLM, Tbk. pernah dibobol oleh salah satu

267
Riyan Rismayana, op.cit., hal. 17
268
Ibid.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
105

pegawainya melalui transaksi fiktif hingga mencapai kerugian puluhan miliar


rupiah. Hal yang sama terjadi pada PT Bank XYZ, Tbk. yang mengalami
kerugian hingga triliunan rupiah baru-baru ini akibat transaksi fiktif. Ada
kemungkinan PT Bank KLM, Tbk. dan PT Bank XYZ, Tbk. mengalami
overconfidence bias karena menganggap diri sudah cukup baik dan sudah
dapat mencegah tindakan fraud melalui perangkat-perangkat pencegahan
fraud yang telah dimiliki pada saat ini. Prinsip kehati-hatian dalam
menjalankan kegiatan usaha perbankan bisa jadi kurang terterapkan. Dengan
demikian masih ada kekurangan dalam proses pengendalian risiko, seperti
contohnya ada pelanggaran prosedur dan tidak dilakukannya pengecekan
ulang.

3. Status Quo Bias


Status quo bias merupakan suatu keadaan (bias) di mana pihak-pihak
cenderung untuk mempertahankan status yang tetap. William Samuelson dan
Richard Zeckhauser telah menemukan bahwa status quo bias terjadi dalam
banyak situasi.269 Sebagai contoh, biasanya guru mengetahui bahwa siswa
cenderung untuk duduk di kursi yang sama dalam kelas, meskipun tidak ada
seating chart. Status quo bias dapat disebabkan karena perilaku enggan rugi
(loss aversion).

Pada tahun 1979, Daniel Kahneman (seorang ahli psikologi peraih hadiah
Nobel tahun 2002 di bidang Ekonomi)270 dan Amos Tversky menyusun
sebuah model matematika yang disebut dengan teori prospek (prospect
theory), untuk menjelaskan proses pembuatan keputusan dalam ketidakpastian
(decision-making under uncertainty). Prospect theory menjelaskan bahwa
individu mencoba untuk bersiap rasional dan memaksimalkan hasil, akan
tetapi ternyata hasilnya mereka gagal. Sebagai ilustrasi, dalam eksperimen
269
Richard Thaler dan Cass R. Sunstein, Nudge : Improving Decisions About Health, Wealth,
and Happiness, (Amerika Serikat : Yale University Press, 2008), hal. 34.
270
Daniel Altman, A Nobel that Bridges Economics and Psychology, NY Times, Oct. 10,
2002.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
106

yang dilakukan oleh Kahneman dan Tversky responden diminta untk


membayangkan terjadinya sebuah wabah penyakit yang mematikan dan
mengancam kehidupan sebanyak 600 orang.271 Responden diminta untuk
memilih salah satu dari alternatif program yang ditawarkan sebagai berikut :
Apabila Program A dijalankan, 200 orang pasti akan selamat.
Apabila Program B dijalankan, ada peluang 1/3 dari 600 orang akan selamat
dan 2/3 sisanya akan meninggal.
Hasil eksperimen menunjukkan 72% responden memilih Program A.
Pada grup kedua, responden diberikan pertanyaan yang nyaris sama dengan
alternatif sebagai berikut :
Apabila Program C dijalankan, 400 orang pasti akan meninggal.
Apabila Program D dijalankan, ada peluang 1/3 dari 600 orang akan selamat
dan 2/3 sisanya akan meninggal.
Hasil eksperimen menunjukkan 78% memilih Program C.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa responden cenderung risk-averse dalam


hal jumlah nyawa yang selamat dan cenderung risk-seeking dalam hal jumlah
nyawa yang hilang. Hal ini berarti framing (teknik penyusunan) dari hasil
yang mungkin muncul akan menentukan preferensi seseorang atas suatu
pilihan. Apabila hasil disusun dalam term ‘gain’ (seperti contohnya jumlah
orang yang selamat) individu akan lebih risk-averse dan lebih suka prospek
yang menawarkan hasil yang lebih pasti. Sedangkan apabila hasil disusun
dalam term ‘loss’, individu akan lebih risk-seeking dan lebih suka prospek
yang menawarkan hasil yang tidak pasti. Hal ini digambarkan dengan fungsi
kurva sebagai berikut :

271
Daniel Kahneman dan Amos Tversky, 1984, “Choices, Values, and Frames”, American
Psychologist 39 : 343.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
107

Gambar 4.1 Fungsi Teori Prospek (Prospect Theory)

Dapat kita lihat di sini, kurva untuk losses lebih curam daripada kurva gains
untuk value yang sama. Fenomena ini dinamakan loss aversion (tidak suka
rugi), di mana penilaian subjektif terhadap loss akan lebih besar daripada gain
untuk value yang sama, bahkan bisa mencapai dua kali lipatnya. 272 Loss
aversion menyebabkan status quo bias.273
Bias status quo terjadi ketika salah satu responden yaitu PT Bank KLM, Tbk.,
menyatakan telah merasa cocok dengan jenis asuransi yang dimilikinya
sekarang (yang hanya menutup kerugian fisik). PT Bank KLM, Tbk. tidak
mau pindah ke asuransi Bankers Blanket Bond yang menutup kerugian akibat
kejahatan keuangan oleh pegawai, dengan alasan sudah lama menjalin
hubungan yang baik (long-term relationship) sehingga merasa proses klaim
akan berjalan lebih lancar. Mereka takut apabila pindah ke perusahaan lain,
ternyata perusahaan tersebut kurang bonafid sehingga tidak bisa
mengembalikan seluruh jenis kerugian yang muncul. Dari sini ditengarai
bahwa cost (dalam hal ini dianggap sebagai losses) untuk berpindah ke
perusahaan asuransi baru yang menutup risiko employee fraud dirasa lebih

272
Cass R. Sunstein, “Behavioral Analysis of Law”, Chicago Working Paper in Law and
Economics, hal. 6.
273
Daniel Kahneman dan Amos Tversky, 1979, “Prospect Theory : An Analysis of Decision
under Risk”, Econometrica 47 : 279.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
108

besar daripada keuntungan berupa coverage atas risiko tersebut. Apabila


mereka merasa risiko ini layak untuk ditutup dengan asuransi, seharusnya
mereka mencari perusahaan asuransi lain yang menawarkan produk Bankers
Blanket Bond. Ketakutan perusahaan asuransi baru tersebut kurang terpercaya
seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak berlanggan asuransi ini, karena
baik atau tidaknya suatu perusahaan asuransi dapat dilihat dari peringkat atau
rating penilaian tahunan perusahaan asuransi yang bersangkutan.

4.2.5 PERBAIKAN BIAS PSIKOLOGIS


a. Perancangan Arsitektur Pilihan (Choice Architecture)
Istilah ‘arsitektur pilihan’ (choice architecture) menjelaskan bagaimana
keputusan yang diambil oleh individu dapat dipengaruhi dengan cara mengatur
konteks dan penyajian pilihan-pilihan tersebut. Seorang arsitek pilihan (choice
architect) bertanggung jawab untuk menyusun pilihan mengatur konteks di mana
individu akan mengambil keputusan. Tanpa disadari banyak orang telah menjadi
arsitek pilihan, seperti manajer kantin menyusun susunan menu bagi siswa sekolah
untuk mempengaruhi pilihan makan siang mereka, dokter yang menjelaskan
perawatan yang tersedia untuk pasien, desainer balot pemilihan umum yang
menempatkan nama-nama bakal calon untuk mempengaruhi pilihan dari pemilih, dan
lain sebagainya. Dengan melakukan perubahan terhadap bagaimana cara pilihan
disajikan, para choice architect dapat mempengaruhi keputusan individu yang
menjadi .

b. Libertarian Paternalism sebagai Solusi Perbaikan Bias Kognitif dalam


Penilaian dan Pengambilan Keputusan

Kata “paternalisme” berasal dari bahasa Latin pater, yang berarti ayah.
Paternalisme merupakan campur tangan negara atau individu terhadap individu
lainnya, yang bertentangan dengan kehendak mereka, dengan alasan bahwa individu
tersebut akan menjadi lebih baik (better-off) atau terhindar dari bahaya. Hal ini

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
109

berkembang dari pemikiran behavioral economics, yang mengkritik rasionalitas


manusia dalam mengambil keputusan karena adanya bias. Oleh karena itu muncullah
paternalisme. Sebuah kebijakan atau peraturan dianggap paternalistik bila hal tersebut
akan mempengaruhi pilihan individu, sehingga mereka akan berubah menjadi lebih
baik (better-off).
Akan tetapi tindakan paternalisme seringkali ditentang. Pihak-pihak yang anti
terhadap paternalisme menganggap bahwa individu dapat mengambil keputusan
tanpa pengaruh dari pihak lain, termasuk choice architect, padahal hal ini tidak
benar.274 Selain itu paternalisme dianggap sebagai suatu kebijakan yang memaksa
(coercive) dan menghalangi kebebasan individu untuk mengambil keputusan yang
terbaik menurut diri mereka sendiri.275
Oleh karena itu libertarian paternalism muncul sebagai jalan tengah bagi
mereka yang menginginkan kebebasan, tetapi tetap ada arahan bagi individu tersebut
untuk memilih hal yang baik bagi diri mereka. Libertarian paternalism merupakan
jenis paternalisme yang relatif lebih halus (soft), weak, dan non-intrusive, karena
peraturan atau kebijakan yang ada tidak menghalangi pilihan-pilihan individu dalam
mengambil keputusan.276 Meminjam istilah dari Milton Friedman, libertarian
paternalism mendorong agar masyarakat tetap dapat bebas memilih (free to
choose).277 Peraturan atau kebijakan yang dibuat harus mempertahankan adanya
kebebasan untuk memilih, dan pilihan yang dibuat oleh masyarakat akan tetap
digiring menuju peningkatan kesejahteraan dan membuat mereka lebih baik (better-
off).278
Cass R. Sunstein dan Richard H. Thaler dalam bukunya “Nudge : Improving
Decisions About Health, Wealth, and Happiness” memperkenalkan istilah ‘nudge’
sebagai implementasi libertarian paternalism. ‘Nudge’ adalah semua aspek dari
arsitektur pilihan (choice architecture) yang dapat mengubah perilaku individu

274
Richard Thaler dan Cass R. Sunstein, Nudge, op.cit., hal. 10.
275
Ibid., hal. 11.
276
Ibid., hal. 6.
277
Ibid.
278
Richard H. Thaler dan Cass R. Sunstein, 2003, “Libertarian Paternalism”, The American
Economic Review 93 : 6.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
110

dengan cara-cara yang dapat diprediksi, tanpa melarang pilihan atau mengubah
insentif ekonomi secara signifikan.279
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian kedua dari bab ini, banyak orang
akan mengambil pilihan apapun yang tidak memerlukan usaha atau hanya sedikit
usaha. Hal ini berkaitan erat dengan status quo bias, yaitu kecenderungan manusia
untuk tetap berada pada kondisi atau keadaannya pada saat ini. Di sini para choice
architect dengan gerakan libertarian paternalism dapat melakukan ‘nudge’ dengan
cara memanfaatkan kecenderungan manusia mempertahankan status quo-nya
tersebut.
Apabila seseorang diminta untuk memilih, biasanya akan selalu ada pilihan
standar (default option), yaitu pilihan yang wajib diambil apabila individu tersebut
tidak memilih apapun.280 Sebagai contoh, ketika kita hendak menginstal suatu
software komputer, akan selalu ada pilihan instalasi ‘regular’ atau ‘custom’. Biasanya
salah satu kotak telah diberi tanda centang, yang menunjukkan bahwa pilihan tersebut
adalah default-nya. Pilihan ‘regular’ biasanya diberikan oleh pemrogram, karena hal
ini akan membantu pengguna yang mengalami kesulitan dalam menginstal program
dengan pilihan ‘custom’. Hal ini merupakan salah satu contoh choice architecture, di
mana default option dirancang dengan baik untuk membantu dan mempermudah
hidup pemilih yang tidak ingin direpotkan oleh hal-hal yang sepele semacam ini.
Oleh karena itu choice architect, dalam hal ini adalah para pembuat kebijakan
atau peraturan perundang-undangan, dapat melakukan perubahan terhadap default
option yang ada, dengan harapan individu (yang bias status quo tadi) akan memilih
default option yang baru. Tendensi perilaku untuk tidak berbuat apa-apa ini akan
lebih diperkuat apabila default option diberikan dengan saran-saran yang implisit
ataupun eksplisit, bahwa pilihan tersebut normal dan sangat direkomendasikan. 281

279
Sunstein, op.cit., hal. 6.
280
Richard H. Thaler dan Cass R. Sunstein, Libertarian Paternalism, op.cit., hal. 4.
281
Ibid., hal. 5.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
111

4.3 Pembahasan
4.3.1 Default Rule Asuransi Bankers Blanket Bond di Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, berbagai
ketentuan perundangan-undangan di bidang perbankan, termasuk Peraturan Bank
Indonesia pada saat ini tidak mewajibkan dan tidak memberikan insentif bagi bank-
bank di Indonesia untuk berasuransi Bankers Blanket Bond. Hal ini berarti default
option (atau default rule) yang tersedia adalah tidak berasuransi; padahal ternyata hal
ini mungkin masih kurang efektif dan efisien untuk menangani risiko fraud pegawai.
Oleh karena itu para choice architect (dalam hal ini adalah pembuat kebijakan, yaitu
Bank Indonesia) sebaiknya melakukan sesuatu terhadap default rule yang lama
supaya risiko kerugian yang mengancam bank dan nasabah dapat terhindarkan.

4.3.2 Perubahan Default Rule sebagai Solusi Pendorong Asuransi Bankers


Blanket Bond
Kemungkinan terjadinya bias-bias psikologis, terutama status quo bias, pada
PT Bank KLM, Tbk. dan PT Bank XYZ, Tbk. yang telah diuraikan pada bagian
kedua bab ini dapat dikoreksi dengan cara mengubah hukum atau regulasi yang
menjadi default rule. Pada saat ini regulasi Bank Indonesia tidak mewajibkan bank-
bank di Indonesia untuk memiliki asuransi Bankers Blanket Bond yang dapat
menutup risiko bisnis perbankan, terutamanya ketidakjujuran pegawai (fraud),
padahal risiko ini nyata adanya dan memiliki pengaruh signifikan terhadap bisnis
perbankan serta perekonomian bangsa.
Oleh karena itu sebaiknya default rule tersebut diubah. Seluruh bank tanpa
terkecuali diwajibkan untuk memiliki asuransi Bankers Blanket Bond, akan tetapi
mereka masih dimungkinkan untuk keluar (opt-out) apabila melalui cost and benefit
analysis mereka merasa asuransi ini tidak terlalu bermanfaat bagi mereka. Mereka
harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang mendukung argumen mereka, seperti
sistem, standar kerja operasional, dan sistem pengawasan yang diberlakukan untuk
mencegah terjadinya fraud sudah baik dan berjalan efektif, serta jumlah kerugian
akibat fraud oleh pegawai memang benar-benar minimal. Prosedur opt-out ini

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
112

diupayakan untuk terus dipersulit, sehingga mereka akan bertahan dengan default rule
yang baru, yaitu berlanggan asuransi Bankers Blanket Bond. Pembuat regulasi (Bank
Indonesia) dapat melakukan ‘nudge’ agar semua bank yang sebelumnya bias status
quo memiliki proteksi terhadap risiko fraud ini lewat asuransi, tetapi tidak
menghalangi kebebasan bank-bank tersebut untuk tidak berlangganan asuransi
(bersikap libertarian paternalistic). Dengan demikian diharapkan kepentingan bank
dan nasabah akan terlindungi.

4.3.3 Persyaratan Lanjutan Mengenai Usulan Keberlakuan Bankers Blanket


Bond sebagai Asuransi Wajib (Compulsory Insurance)
Apabila Pemerintah memberlakukan kewajiban asuransi Bankers Blanket
Bond pada seluruh bank di Indonesia maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar hal ini dapat berjalan efektif, antara lain sebagai berikut :
Pertama, Pemerintah harus dapat memastikan bahwa Penanggung dapat
mengontrol moral hazard dengan cara melakukan pengawasan atas Tertanggung.282
Tertanggung dapat saja bertindak tidak hati-hati dalam menjalankan usaha dan sistem
pengawasan atas risiko fraud karena merasa risiko tersebut telah berpindah pada
pihak Penanggung, sehingga terjadi kemungkinan terjadinya risiko meningkat. Hal
ini dapat ditempuh melalui perubahan premi yang dikaitkan dengan profil risiko pada
bisnis Tertanggung. Apabila ditinjau profil risikonya meningkat, tentu jumlah premi
harus dinaikkan. Cara lain yang dapat ditempuh adalah menetapkan batas yang harus
ditanggung sendiri oleh Tertanggung (deductibles), agar Tertanggung juga dapat
menjaga risiko yang dialihkan sebagian pada perusahaan asuransi.
Kedua, persoalan apakah Penanggung berkewajiban untuk menerima
permohonan penutupan asuransi (duty to accept) yang diajukan oleh calon
Tertanggung.283 Konsekuensi logis dari adanya kewajiban berasuransi bagi seluruh
bank adalah kewajiban bagi perusahaan asuransi untuk mengasuransikan risiko.
Namun apabila ternyata Penanggung sendiri tidak dapat melakukan kontrol terhadap
282
Michael G. Faure dan Ton Hartlief, Insurance and Expanding Systemic Risks : No.5,
(Organisation for Economic Co-operation and Development, 2003), hal. 215.
283
Ibid., hal. 218.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
113

diri Tertanggung guna mengurangi moral hazard, tentunya ini akan menjadi
bumerang bagi kelangsungan usaha Penanggung sendiri karena potensi diajukannya
klaim sangat besar. Oleh karena itu seharusnya Penanggung tetap memiliki hak untuk
menerima atau menolak permohonan asuransi untuk mencegah adverse selection.
Sebagai catatan, ketika kewajiban ini diatur sebagai sebuah persyaratan usaha
(default rule), ada risiko perusahaan asuransi akan sewenang-wenang dalam memilih
calon Tertanggung dan bertindak seakan-akan licensor (pemberi izin) bagi industri
perbankan.
Ketiga, tidak boleh terjadi monopoli terhadap premi.284 Penanggung bisa saja
menerapkan monopoli terhadap premi, sehingga tidak ada insentif baginya untuk
mengawasi perilaku Tertanggung dan hal ini berakibat pada berkurangnya kontrol
terhadap potensi moral hazard. Premi yang ditetapkan benar-benar mencerminkan
risiko aktual yang mungkin terjadi, dan bukan mencari profit semata.
Keempat, jumlah premi yang ditetapkan tidak mungkin flat (sama) antar
Tertanggung karena level aktivitas dan usaha masing-masing bank berbeda sehingga
besaran risikonya juga berbeda. Selain itu premi juga tidak mungkin ditetapkan flat
secara terus-menerus, karena jumlah premi harus dinaikkan bila pernah terjadi
kerugian atau ketika risikonya meningkat. Hal ini dilakukan dengan tujuan
mengontrol moral hazard.
Kelima, Pemerintah harus bekerja sama dengan pelaku usaha asuransi (yang
dalam hal ini dapat diwakili oleh sebuah asosiasi asuransi) untuk memberikan
informasi apakah sesungguhnya risiko fraud ini dapat diasuransikan.285 Hal ini
menghindari penolakan bersama untuk penutupan risiko dari para pelaku usaha
asuransi dengan alasan bahwa risiko tersebut tidak dapat diasuransikan, padahal
sebenarnya dapat.

284
Ibid.
285
Ibid., hal. 217.

Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian bab-bab sebelumnya, akhirnya telah sampailah penelitian ini pada
beberapa hal yang menjadi kesimpulan atas pembahasan pokok permasalahan yang
telah diteliti yaitu sebagai berikut :
1. Meskipun berpendapat risiko ketidakjujuran pegawai (fraud) pada banknya
adalah relatif rendah, memiliki tingkat kesehatan bank (yang ditandai dengan
besaran Capital Adequacy Ratio) yang baik dan telah melaksanakan
serangkaian tindakan pencegahan fraud seperti tahapan pencegahan, deteksi,
investigasi, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi, strategi anti-fraud, dan lain-
lain, PT Bank ABC, Tbk masih merasa hal tersebut belum cukup untuk risiko
fraud. Karena itu PT Bank ABC, Tbk. yang tidak menyukai risiko ini
mengubah ketidakpastian (kerugian yang besar) ini menjadi suatu kepastian,
berupa kemauan untuk membayar (willingness to pay) sejumlah premi kepada
perusahaan asuransi. Ini merupakan ciri dari pihak yang risk averse, dan hal
ini merupakan alasan mengapa PT Bank ABC, Tbk. memutuskan berasuransi
Bankers Blanket Bond.

2. Perjanjian asuransi antara PT Bank ABC, Tbk. dan PT Asuransi DEF, Tbk.
secara garis besar terdiri dari dua macam, yaitu asuransi Bankers Blanket
Bond yang diperluas dengan asuransi Electronic and Computer Crime.
Tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam perjanjiannya adalah mengisi
proposal form, melakukan proses underwriting, dan penetapan polis.
Perlindungan yang diberikan untuk asuransi Bankers Blanket Bond antara lain
risiko kerugian akibat ketidakjujuran karyawan (employee dishonesty),
kerugian pada premises, pada saat transit, cek, surat berharga, dan uang palsu,
serta peralatan kantor dan isinya. Sedangkan perlindungan yang diberikan

114
Universitas Indonesia
Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012
115

oleh asuransi Electronic and Computer Crime adalah risiko kerugian pada
computer systems, electronic computer programs, electronic data and media,
computer virus, electronic transmissions, electronic securities, dan voice
initiated instructions. Sedangkan dalam hal terjadi ganti rugi, klaim akan
dibayarkan dengan syarat harus ada pemberitahuan kepada underwriter dalam
jangka waktu 30 hari sejak tanggal discovery dengan menyertakan bukti-bukti
pendukung yang diminta, selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan
harus sudah dilengkapi. Apabila dipandang perlu, Penanggung akan
melakukan investigasi terhadap klaim yang dimaksud melalui wawancara
dengan pegawai atau orang-orang yang berkaitan langsung. Kerugian yang
ditutup bersifat actual basis, yaitu hanya kerugian yang terjadi dan dilaporkan
hanya pada masa berlaku polis itulah yang akan diganti oleh Penanggung,
tetapi dalam perjanjian ini diperluas (mundur hingga retroactive date).
Tertanggung wajib menunjukkan semua laporan yang berkaitan, termasuk
laporan audit keuangan dan memberikan kesempatan Penanggung untuk
investigasi klaim melalui wawancara dengan pegawai bank atau orang-orang
yang berkaitan langsung.

3. Ditinjau dari segi rasionalitas, memang seharusnya bank di Indonesia


memiliki perlindungan akan risiko internal fraud yang tidak terduga ini.
Namun ditengarai adanya kemungkinan bias kognitif pada bank-bank di
Indonesia, antara lain representativeness bias, overconfidence bias, dan status
quo bias. Kemungkinan bias-bias ini mempengaruhi penilaian terhadap risiko
yang nyata ada dan keputusan berasuransi, sehingga risiko tersebut hanya
digantungkan pada kontrol internal dan manajemen risiko perusahaan yang
tentunya masih ada kelemahan-kelemahan pada pelaksanaannya. Oleh karena
itu Penulis berpendapat asuransi Bankers Blanket Bond sebaiknya diwajibkan.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


116

5.2 Saran
1. Asuransi Bankers Blanket Bond perlu diwajibkan dalam peraturan perundang-
undangan, mengingat risiko fraud berpotensi untuk menimbulkan kerugian
yang sifatnya bencana (catastrophic) dan mengancam balance sheet bank
secara keseluruhan. Pemberian insentif berupa penurunan Capital Adequacy
Ratio dapat dilakukan sebagai salah satu faktor pendorong keputusan
berasuransi. Ataupun setidak-tidaknya, default rule dalam pelaksanaan
asuransi ini diubah sehingga seluruh bank wajib berlangganan asuransi
Bankers Blanket Bond dan tetap dimungkinkan untuk keluar (opt-out) asalkan
menunjukkan bukti-bukti yang menunjang. Prosedur opt-out ini akan
dipersulit sehingga para pelaku industri perbankan akan cenderung
mempertahankan status quo dan pada akhirnya jumlah langganan polis
asuransi ini akan lebih meningkat. Opsi ini adalah implementasi dari strategi
libertarian paternalism.

2. Pihak penyelenggara asuransi Bankers Blanket Bond seharusnya dapat


melakukan sosialisasi produk secara lebih baik dan lebih gencar lagi guna
peningkatan kesadaran pentingnya asuransi ini pada pelaku bisnis perbankan.
Berdasarkan wawancara dengan pihak bank, ternyata masih ada bank yang
belum pernah mendapatkan penawaran atas asuransi ini sehingga tidak dapat
melakukan cost and benefit analysis.

3. Selain itu apabila asuransi ini pada akhirnya diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan, pihak perusahaan asuransi harus memastikan bahwa
potensi moral hazard dapat dikontrol oleh Penanggung melalui besaran premi
yang dikaitkan dengan profil risiko, tetap adanya kebebasan bagi Penanggung
untuk menerima atau menolak permohonan penutupan polis, tidak boleh
terjadi monopoli atas premi, premi harus benar-benar mencerminkan risiko
secara aktual, tipe dan adanya kerjasama antara Pemerintah dengan
Penanggung untuk menjamin bahwa risiko ini dapat diasuransikan.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


117

DAFTAR REFERENSI

I. BUKU
Arena, Samuel J. The Manifest Intent Handbook. Chicago : American Bar
Association, 2002.
Atheam, James L. Risk and Insurance. West Publishing Co, 1977.
Becker, Gary. The Economic Approach to Human Behavior. Chicago : The
University of Chicago Press, 1990.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen, dan Gary Cokins. Manajemen Biaya Buku 1.
Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2007.
Bickelhaupt, David L. General Insurance. Homewood, Illinois : Richard D. Irwin,
Inc., 1979.
CII Tuition Service. Element of Insurance. London : The CII Tuition Service, 1976.
Clore, Duncan L. Financial Institution Bonds. Chicago : American Bar Association,
1998.
Cooter, Robert dan Thomas Ulen. Law and Economics. New York : Addison Wesley
Longman, Inc., 2000.
Diacon, S.R. dan R.L. Carter. Success in Insurance. London : John Murrey Ltd.,
1984.
Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2000.
Faure, Michael dan Ton Hartlief. Insurance and Expanding Systemic Risks : No.5.
Organisation for Economic Co-operation and Development, 2003.
Jakarta Insurance Institute. Prinsip-Prinsip dan Praktek Asuransi. Jakarta : Yayasan
Pengembangan Ilmu Asuransi, 2006.
Jean Harth. Saving and Loan Blanket Bond – Past, Present, and Future. The Forum,
1973.
Hartono, Sri Redjeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta : Sinar
Grafika, 1997.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


118

Imaniyati, Neni Sri. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Bandung : Refika


Aditama, 2010.
Kahneman, Daniel, Paul Slovic, dan Amos Tversky. Judgment under Uncertainty :
Heuristic and Biases. New York : Cambridge University Press, 1982 .
Kain, Cole S. dan Lana M. Glovach. Annotated Commercial Crime Policy. American
Bar Association : 2006.
Keeley, Michael dan Sean W. Duffy. Handling Fidelity Bond Claims. Chicago,
Illinois : American Bar Association, 2005.
Kertonegoro, Sentanoe. Manajemen Risiko dan Asuransi. Jakarta : PT Gunung
Agung, 2006.
Magee, John H. dan David L. Bickelhaupt. General Insurance. Homewood, Illinois :
Richard D. Irwin, Inc, 1964.
Mahdi, Sri Soesilowati, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono. Hukum
Perdata (Suatu Pengantar). Jakarta : CV. Gitama Jaya, 2005.
Mehr, Robert I. dan Emerson Cammack. Principle of Insurance. Homewoods, Illinois
L Richard D. Irwin, Inc., 1980.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2006.
Muhammad, Abdulkadir. Pengantar Hukum Pertanggungan. Jakarta : PT Citra
Aditya Bakti, 1994.
Muslich, Muhammad. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta : PT Bumi Aksara,
2007.
Posner, Richard. Economic Analysis of Law. New York : Aspen Publisher, 2011.
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta : PT Intermasa, 1991.
Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6 (Hukum
Pertanggungan). Jakarta : Djambatan, 1990.
Ratner, David L. Securities Regulation in a Nutshell. West Publishing Co., 1992.
Reigel, Robert. Insurance, Principles, and Practice : Property and Liability. New
York : Prentice Hall, 1922.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


119

Rivai, Veitzhal, Andria Permata, dan Ferry N. Idroes. Bank an Financial Institution
Management. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Sastrawidjaja, M. Suparman. Aspek-aspek Hukum dan Surat Berharga. Bandung : PT
Alumni, 2003.
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. Hukum Pertanggungan dan Perkembangan. Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 1980.
Simanjuntak, Kornelius, Brian Amy Prastyo, dan Myra R.B. Setiawan. Hukum
Asuransi. Depok : Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2011.
Simon, Herbert. A. A Behavioral Model of Rational Choice. 1955.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:
Rajawali Pers, 2007.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI-Press, 2006.
Suhartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1995.
Tampubolon, Robert. Risk and Systems-based Internal Audit. Jakarta : PT Elex Media
Computindo, 2005.
Tunggal, Amin Wijaya. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2009.
Thaler, Richard H. dan Cass R. Sunstein, Nudge : Improving Decisions About Health,
Wealth, and Happiness. Amerika Serikat : Yale University Press, 2008.
Weldy, Robin V. “History of the Bankers Blanket Bond and the Financial Institution
Bond Standard Form No. 24 with Comments on the Drafting Process” Dalam
Annotated Bankers Blanket Bond. Harvey Koch, 1998.
Williams, Jr., C. Arthur dan Richard M. Heins. Risk Management and Insurance.
Singapore : Mc. Graw Hill Book Co, 1985.

II. ARTIKEL
Altman, Daniel. A Nobel that Bridges Economics and Psychology. New York Times
(10 Oktober 2002).

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


120

Arcuri, Alessandra. “Eclecticism in Law and Economics.” Erasmus Law Review Vol.
1 (2008), hal. 66.
Basel Committee on Banking Supervision. Consultative Document : The New Basel
Capital Accord. (Januari 2001).
Greenwald, Bart L. dan Peter M. Cummins. ”A Bank’s Bond Claim : Proving
“Manifest Intent” Can be Matter of Fact.” Kentucky Banker Magazine
Louiseville 921 (Oktober 2003), hal. 9.
Imaniyati, Neni Sri. “Pencucian Uang (Money Laundering) dalam Perspektif Hukum
Perbankan dan Hukum Islam.” Mimbar UNISBA Bandung 21 (Januari-Maret
2005), hal. 104.
Jolls, Christine. “Behavioral Law and Economics.” National Bureau of Economic
Research (NBER), Yale Law School (2006), hal. 4.
Jolls, Christine, Cass R. Sunstein, dan Richard Thaler. “A Behavioral Approach to
Law and Economics.” Stanford Law Review 50 (1998), hal. 1473.
Kahneman, Daniel dan Amos Tversky. “Prospect Theory : An Analysis of Decision
under Risk.” Econometrica 47 (1979), hal. 279.
Kahneman, Daniel dan Amos Tversky. “Choices, Values, and Frames.” American
Psychologist 39 (1984), hal. 343.
Keeley, Michael dan Christopher A. Nelson. “Critical Issues in Determining
Employee Dishonesty Coverage.” Tort Trial & Insurance Practice Law
Journal Chicago 44 (Spring 2009), hal. 933.
Kirkwood, Craig W. “Notes on Attitude Toward Risk Taking and Exponential Utility
Function.” Arizone State University (1997), hal. 5.
Marsh and McLennan Companies. Operational Risk and the New Basel Capital
Accord, The Federal Reserve Bank of Boston. 2001, hal. 3.
Miller, George. “The Magical Number Seven, Plus or Minus Two : Some Limits on
our Capacity for Processing Information.” Psychological Review, Harvard
University, (1956), hal. 81.
Sunstein, Cass R. “Behavioral Analysis of Law.” Chicago Working Paper in Law and
Economics, hal. 6.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


121

Thaler, Richard H. dan Cass R. Sunstein. “Libertarian Paternalism.” The American


Economic Review 93 (2003), hal. 6.
Tversky, Amos dan Daniel Kahneman. “Judgement under Uncertainty : Heuristics
and Biases.” Science 185 (1974), hal. 1124.
Weldy, Robin V. The Evolution of the Financial Institution Bond : A New
Perspective (Makalah disampaikan pada International Association of Defense
Counsel Mid-Winter Program, New York, N.Y., 26 Januari 1971)
Yuliani. “Hubungan Efisiensi Operasional dengan Kinerja Profitabilitas pada Sektor
Perbankan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta.” Jurnal Manajemen dan
Bisnis Sriwijaya Vol. 5 (2007), hal. 28.

III. PERUNDANG-UNDANGAN
Bank Indonesia (a). Peraturan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum. PBI No. 10/15/PBI/2008.
--------------------(b). Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum. PBI No. 5/8/PBI/2003 jo. PBI No. 11/25/PBI/2009.
--------------------(c). Peraturan Bank Indonesia tentang Penugasan Direktur
Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan
Fungsi Audit Intern Bank Umum. PBI No. 1/6/PBI/1999.
--------------------(d). Surat Edaran Bank Indonesia perihal Perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan
Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (PID). SE BI No. 11/3/DPNP
tanggal 27 Januari 2009.
--------------------(e). Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum. PBI No. 8/4/PBI/2006.
--------------------(f). Surat Edaran Bank Indonesia perihal Penerapan Strategi Anti-
fraud pada Bank Umum. SE BI No. 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011.
Indonesia (a). Undang-undang tentang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992, LN. No.
31, TLN. No. 3472. jo. UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182, TLN. No. 3790.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


122

------------(b). Undang-undang tentang Usaha Perasuransian. UU No. 2 Tahun 1992,


LN. No. 13, TLN. No. 3467.
------------. Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. UU No. 34 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004, TLN
No. 4443.

Kitab Undang-undang Hukum Dagang [Wetboek van Koophandel]. diterjemahkan


oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta : Pradnya Paramita, 2008.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta : Pradnya Paramita, 1976.

IV. SKRIPSI/TESIS
Agustina, Fadilla. “Pertanggungjawaban Renteng dalam Perjanjian Asuransi Pada PT
(Persero) Asuransi Indonesia terhadap Pihak Ketiga.” Tesis Universitas
Sumatera Utara. Medan, 2009.
Aldieta Ciara Mahardika. “Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Kredit Terhadap
Kinerja Manajemen Kredit (Survei Pada Lima Bank Pemberi Kredit Terbesar
di Kota Bandung.” Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, 2011.
Alga, Yenny Hermiana. “Pengukuran Risiko Operasional dengan Pendekatan Peak
Over Threshold – Generalized Pareto.” Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Medan, 2011.
Alrianto, Gerardus. “Analisis Pengukuran Risiko Operasional Bank ABC dengan
Metode Loss Distribution Approach.” Tesis Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Depok, 2009.
Hardjanti, Sri Murni. “Tinjauan Hukum Asuransi Kerugian Fidelity Guarantee.”
Skripsi Universitas Indonesia. Depok, 1996).
Rismayana, Riyan. “Analisis Psychological Bias sebagai Refleksi Perilaku Investor
Menggunakan Pendekatan Analisis Faktor Konfirmatori.” Tesis Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung, 2011.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


123

Saragih, Octha Lydia. “Analisis CAMEL Untuk Menilai Tingkat Kesehatan Bank
pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2006-2008.” Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan, 2010.
Shitawati, F. Artin. “Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Capital
Adequacy Ratio (Studi Empiris : Bank Umum di Indonesia periode 2001-
2004).” Tesis Universitas Diponegoro. Semarang, 2006.
Simanjuntak, Angela E. “Asuransi Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga dan
Asuransi Kecelakaan Penumpang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.” Skripsi Universitas Indonesia.
Depok, 2010.
Sulistiowati, Lisa. “Peranan Internal Audit dalam Penerapan Good Corporate
Governance pada PT BEI (Persero).” Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Depok, 2006.

V. INTERNET
------------. “Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Bank Umum
di Indonesia.” <http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2012/04/13/analisis-
pengaruh-rasio-rasio-keuangan-terhadap-kinerja-bank-umum-di-indonesia-
berdasarkan-data-yang-diperoleh-dari-statistik-perbankan-indonesia-januari-
2012/>. Diakses pada 25 Maret 2012.
------------. “Asuransi Bankers Blanket Bond Bantu Kendalikan Risiko Perbankan.”
<http://www.asuransi.adira.co.id/NewsTips/PressRelease/tabid/137/
newsid536/ 567/language/id-ID/default.aspx.>. Diakses pada 20 Juli 2011.
------------. “Bankers Blanket Bond” <http://www.allbusiness.com/glossaries/bankers-
blanket-bond/ 4952244-1.html.>. Diakses pada 20 Juli 2011.
------------. ”Bankers Blanket Bond : Asuransi Kejahatan Keuangan.”
<http://www.infobanknews.com/2011/04/bankers-blanket-bond-asuransi-
kejahatan-keuangan/.>. Diakses pada 20 Juli 2011.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


124

------------. ”BI : Penipuan Bank Capai 15.097 Kasus.”


<http://www.zonaberita.com/ekonomi-bisnis/bi-penipuan-melalui-bank-
capai15097-kasus.html/>. Diakses pada 20 Juli 2011.
------------. “Free to Err : Behavioral Law and Economics and its Implications for
Liberty.” <http://libertylawsite.org/liberty-forum/free-to-err-behavioral-law-
and-economics-and-its-implications-for-liberty/>. Diakses pada 4 Juni 2012.
------------. “Great Momentum – Manajemen Risiko Operasional.”
<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=16
52:great-momentum-manajemen-risiko-operasional&catid=96:risiko-
operasional&Itemid=149>. Diakses pada 9 Mei 2012.
------------. “Identifikasi Risiko Operasional.”
<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=34
5:identifikasi-risiko-operasional&catid=96:risiko-operasional&Itemid=149>.
Diakses pada 10 Mei 2012.
------------. “Likuidator.” http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-
bank/likuidator.aspx>. Diakses pada 9 Mei 2012.
------------. “Mencegah dan Menanggulangi Kejahatan Perbankan”,
<http://www.stabilitas.co.id/view_articles.php?article_id=42&article_type=0
&article_category=4&md=b9f7b7aa40f39272b2e187ed33a76d35>. Diakses
pada 20 April 2012.
------------. “Pembobol Bank Mandiri Ternyata Karyawannya Sendiri,”
<http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7744/pembobol-bank-mandiri-
ternyata-karyawannya-sendiri-.>. Diakses pada 4 Mei 2012.
------------. “Pembobolan Bank Kian Marak.”
<http://fokus.vivanews.com/news/read/212460-pembobol-bank-libatkan-
orang-dalam.>. Diakses pada 4 Mei 2012.
------------. “Penerapan Prinsip Manajemen Risiko Operasional Berdasarkan Basel II.”
<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=46
4:prinsip-manajemen-risiko-perasional-berdasarkan-basel-ii&catid=96:risiko-
operasional&Itemid=149. Diakses pada 10 Mei 2012.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012


125

------------. “Pengertian Risiko Operasional.”


<http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13
1:pengertian-risiko-operasional&catid=96:risiko-operasional&Itemid=149>.
Diakses pada 9 Mei 2012.
------------. “Perbankan dan Risiko yang Dihadapinya.”
<http://vibiznews.com/knowledgelib/banking_insurance/Perbankan%20dan%
20Risiko%20Yang%20Dihadapinya.pdf>. Diakses pada 3 Maret 2012.
------------. “Private Banker.” <http://www.wisegeek.com/what-is-a-private-
banker.htm>. Diakses pada 3 Maret 2012.
------------. “Risiko Operasional.” <http://ircboy.wordpress.com/2011/07/21/v-risiko-
operasional/>. Diakses pada 20 Maret 2012.
------------. “Safe Deposit Box.” <http://www.investopedia.com/terms/s/safe-deposit-
box.asp#ixzz1pZkHJhxo>. Diakses pada 3 Maret 2012.
------------. “Signature Guarantee.”
<http://www.investopedia.com/terms/s/signatureguarantee.asp#ixzz1pZsQIIlh
>. Diakses pada 3 Maret 2012.
------------. “Signature Witness.” <http://www.ehow.com/facts_5683043_rules-
witness-legal-document_.html>. Diakses pada 3 Maret 2012.
------------. “Traveller Check.”
<http://www.bnisyariah.co.id/productDetail.do?id=30302e313239353233313
335393038362e713748537a46354e4f6a66625a714f723273&c=4c41303033&
p=434f303033>. Diakses pada 9 Mei 2012.

VI. KAMUS
Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary. West Group, 1999.
Friedman, David. The New Palgrave : A Dictionary of Economic Theory and
Doctrine. Macmillan, 1987.

Universitas Indonesia

Analisis ekonomi..., Christine Elisia Widjaya, FH UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai