EMBRIOLOGI
Duodonum
627
628 HEPATQIBII IE'R
-
630 HEPATOBIUER
Regenerasi Hati
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa
Komposisi Empedu
tetap mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Ketika
Konstituen Keterangan
kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah telbgllas,
maka sekelompok sel ph4:ipo_tensial oval yang berasal dari Asam Empedu Berikatan dengan taurin, glisin atau
sulfat
duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga Asam kolat Terutama efisien pada sirkulasi
terbentuk kembali sel-sellepatosit dan sel-sel bilier yang enterohepatik
tetap mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Asam
kenodeoksikolat
Kemampuan hati untuk beregenerasi setelah perlukaan Asam deoksikolat
jaringan atau reseksi bedah sangat mencengangkan. Dari Asam
penelitian pada model binatang ditemukan bahwa hepatosit ursodeoksikolat
(umlah kecil)
tunggal dari tikus dapat mengalami pembelahan hingga + Bilirubin Terutama berikatan dengan glukoronid
34kali, atau memproduksi jumlah sel yang mencukupi sel- Kolesterol Sepertiga direabsorbsi kembali di usus
sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dapat Trace metal Besi, mangan, zink, tembaga & timbal
Metabolit Obat Cenderung mempunyai berat molekul
dikatakan sangatlah memungkinkan untuk melakukan yang lebih besar dibandingkan yang
hgp4lekQltli hingga r/? rlari seluryh hati. diekskresikan dalam urin
Metabolit lipofi lik biasanya berkonjugasi
Fungsi lmunologi
Hati merupakan komponen sgntral sistem imun. Sel Kt,fffer, ditransport ke dalam sirkulasi sebagai sebuah kompleks
yang meliputi l5%o darl massa hati serta 80% dari total dengan albumin, walaupun sejumlah kecil dialirkan ke
populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat dalam sirkulasi secara terpisah. Bilirubin larut lemak akan
penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari diubah menjadi larut air oleh hati melalui beberapa langkah
luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada yang terdiri atas fase pengambilan spesifft, konjugasi dan
limfosit. ekskresi. (GambarT)
Sebenamya bilirubin terkonjugasi tidak direabsorbsi
dari duktus biliaris atau usus melainkan pada kolon. Kolon
SEKRESI EMPEDU, SISTEM BILIER DAN dapat mengkonjugasi bilirubin dan mengkonversi menjadi
KANDUNG EMPEDU tetrapirol larut air yang dikenal sebagai urobilinogen. Kira-
kira setengah dari urobilinogen akan direabsorbsi dan
diekskresi oleh ginjal dan dikeluarkan bersama feses
E!!edu sebagai sterkobilin.
Empedu berperan dalam membantu p_enrql4qrtn dan
absomsi lemak, ekskresi metabolit hati dan produk-sisa
seperti kolesterol, bilirubin dan logam berat. Sekresi f D".trrt s' -_l IKatrbol,sm;l f Entropoiffil
lsel darah merahllprotein Hem llsuinsum tulang I
empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu
primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang duktulus
B iliru b in
empedu. Epitel bilier berperan dalam menghasilkan 40%
dari 600 ml produksi empedu setiap hari.
Ciculating albumin
Asam-asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam b ili ru b in (u n c o n ju g ate d )
hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi
B iliru b in
dan bersifat larut dalam.air akibat konjugasi dengan glisin, te rko nju gas
H ali i
taurin dan sulfat. Asam empedu mempunyai kegrrnaan te rko nju g as i yang
be rs irku la si
seperti deterj en dalam mengemulsi lemak, membantu ke{a
enzim pankreas dan penyerapan lemak intraluminal.
Konjugasi garam-garam empedu selanjutnya direabsorbsi
oleh transpor aktif spesifik dalam ileum terminalis,
walaupun sekitar 20o/o empedu intestinal dikonjugasi oleh
bakteri ileum. Empedu yang tidak direabsorbsi akan
memetabolisme bakteri dalam kolon dan + 50oZ akan
direabsorbSi kembali. (Tabel 2)
B-dinLin, suatu pigmen kuning dengan sebuah struktur Sterkobilinogen feses
tetrapirol yang tidak larut dalam air berasal dari sel-sel Dekonjugasi bakteri
darah yang telah hancur (75%), katabolisme protein-
protein hem lain (22"/o) daninaktivasi erihopoiesis sumsum Gambar 7. Metabolisme bilirubin
tulang (3%). Bilirubin yang tidak terkonjuga'si akan
FISIOI.OGI DAIY BIOKIMIA TIITTI 631
Kandung Empedu
Hasil Laboratorium Kemungkinan Penyakit
Kandung empedu mempunyai peranan penting dalam
Hanya transaminase yang Pertimbangkan asal non-
pencernaan lemak. Kandung empedu menampung + 50 ml
meningkat hepatik, misalnya miositis,
empedu yang dapat dibuat kembali dalam merespons infark miokard, hemolisis
pencernaan makanan. Dalam keadaan puasa kira-kira Hanya y GT yang Pertimbangkan intoksikasi
meningkat alkohol, enzim terinduksi obat-
setengah dari empedu secara terus-menerus dialirkan obatan, fase awal intiltrasi
kedalam kandung empedu untuk disimpan. Selama empedu hepatik dan fatfy /lver (steatosis
berada dalam kandung empedp, maka akan terjadi hepatik)
Fosfatase alkali Pertimbangkan asal ekstra
peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya hepatik. Biasanya dihubungkan
meningkat namun y GT
proses reabsorpsi ion-ion natrium, kalsium, klorida dan normal dengan kelainan tulang, periksa
bikarbonat, diikuti oleh difusi air sehingga terjadi kadar kalsium, fosfat, hormon
paratiroid.
penurunan pH intrasistik. Kandung empedu mampu Hanya hiperbilirubinemia Bukan hemolisis dan sindrom
menurunkan volumenyajika diisi empedu 80-90%. Gilbert.
contoh, q}$1rrksr ekstrahepatis akan menyebabkan terjadi pada saat minggu IV defisiensi dari diet. Keakuratan
peningkatan bilirubin, alkali fosfatase dan y Gl namun dari pemanjangan waktu protrombin dalam mengukur
juga dapat ditemukan iritasi dan inflamasi sekunder kapasitas sintesis hati sangat baik dikonfirmasi dengan
hepatosit sebagai akibat obstruksi bilier sehingga sebagai pemberian vitamin K injeksi L0- mg pada pasien yang
konsekuensiny a, akar. terj adi peningkatan transaminase defisiensi vitamin K, minimal 12 jam sebelum dilalarkan tes
serum. Hal sebaliknya juga sering terjadi. Beberapa bentuk ulangan. (Tabel 5)
teftentu hepatitis dapat menimbulkan berbagai derajat
kolestasis dan sebagai konsekuensinya terj adi peningkatan
e dan 1GT. Oleh karena itu, klinisi harus
Penurunan sintesis faktor Disfungsi hepatoselular
sarkan pada pola yang ada, dan memilih pembekuan Defisiensi vitamin K ( Diet atau
peningkatan e r-zim mata y ang namp aknya p aling dominan. malabsorpsi)
Sangat penting untuk mengingat kemungkinan Penurunan produksi Anti trombin lll
penghambat koagulasi Protein C
penyakit-penyakit ekstrahepatis, terutama jika pola LFT Protein S
nampaknya berbeda dari biasanya atalu jika hanya Peningkatan fibrinolisis Penurunan produksi lissue
ditemukan satu abnormalitas. Merupakan hal yang sangat P al sminogen Activator I nhi bitor
(rPA-t)
jarang, sebagai contoh, ditemukan peningkatan kadar Faktor Pembekuan Disf ibrinogenemia (sialisasi
SGOT hingga 20 kali normal tanpapeningkatanparameter Abnormal Kualitatif berlebihan molekul fibrinogen)
lain sehingga faktor ekstrahepatis harus dipertimbangkan mungkin karena peningkatan
waktu trombin
(misalnya otot) dan selalu ada kemungkinan terjadi DIC Low-grade DIC biasanya pada
kesalahan laboratorium. sirosis hati
Oleh karena itu, kombinasi beberapa tes fungsi hati Mungkin refl eks endotoksemia
dan klirens yang rendah dari
sangat diperlukan pada saat pasien dalam observasi dan faktor pembekuan teraktifasi.
disesuaikan dengan tanda klinis. Kadang-kadang Trombositopenia Hipersplenisme, infeksi hepatitis
diperlukan bantuan pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan C kronis
Fragilitas kapiier Defisiensi vitamin C
radiologis (ultrasonografr, CT-scan, MRI), histopatologis Peningkatan risiko Antibodi anti fosfolipid (antibodi
dan serologis. trombosis anti kardiolipin, antikoagulan)
lupus.
Hemostasis dan Hati Umumnya pada hepatitis kronik
Gangguan hemostasis dan penyakit hati merupakan hal
yang beriringan. Hal ini bukan hanya menggambarkan
peranan hati sebagai sumber protein plasma dan faktor
Tes lmunologi
pembekuan, namun juga produksi protein-protein yang
Pengukuran autoantibodi sangat berperan dalam penyakit
secara normal akan menghambat koagulasi, kontrol
hati dan empedu. Nilai antibodi anti-smyth muscleyatg
hbrinolisis, atau aktivasi fibrinolisis. Banyak pasien dengan
positif dapat mengarahkan adanya hep'atitis autoimun
penyakit hati mengalami trp@!{gpgnia dan defisisiensi
vitamin K atau vitaminC.
Waktu protrombin (atau INR) merupakan parameter
yang banyak digunakan untuk tujuan prognosis,
pada sclerosing cholangills. Beberapa autoantibodi lain
sebagaimana skor 9!jL&1r.. Perpanjangan waktu
yang biasa ditemukan pada kelenjar tiroid juga ditemukan
protrombin juga merupakan salah satu kriteria yang
pada hepatitis C kronik. Sehingga sering terjadi tumpang
digunakan dalam menentukan perlunya transplantasi hati
tindih antara berbagai autoantibodi dan beberapa penyakit.
pada pasien gagal hati akut. Waktu protrombin secara
Pasien dengan hqpglLitl$ autoimun dapat menunjukkan
khusus sangat sensitif terhadap defisiensi faktor
peningkatan kadar IgG serum, sedangkan IgM sering
pembekuan seperti faktor V, VII dan X. Vitamin K
meningkat pada sirosis bilier primer dan IeA oa<h-!-enyakit
dibutuhkan r.rntuk sintesis faktor II, VII, IX dan X, bertindak
t uttgttot otit -'
sebagai kofaktor untuk y-karboksilase residu glutamat. ---r
ini terjadi, akan terbentuk epoxide
Setiap kali reaksi
vitamin K. Enzim yitamin K epoxide reductase yang Petanda Penyakit Hati Metabolik
mengubahnya kembali menjadi vitamin K merupakan Pada keadaan defisisiensi cr,-antitripsin, diagnosis
target terapi warfarin. ditegakkan berdasarkan pengukuran kadar enzim serum.
Defisiensi vitamin K aktif, baik disebabkan oleh Pada keadaaa hemokromatosis dan penyakit Wilson, tes
antikoagulan, defisiensi dari diet atau malabsorpsi, juga ini menjadi lebih rumit. Hemokromatosis genetik ditandai
akan mempunyai efek yang sama dalam memperpanjang dengan muatan besi berlebihan yang akan mempengaruhi
waktu protrombin. Oleh karena cadangan vitamin di hati semua sistem organ. Konsentrasi besi dan fgritin serum
sangat terbatas, sehingga keadaan defisiensi ini akan biasanya meningkat, namun dapat berflukhrasi tergantung
FISIOLOGI DAN BIOKIMIA TIISI 633
keadaan penyakit. Pengukuran saturasi transferin dapat neoplasma lainnya yang dapat mengiritasi traktus empedu
sangat membantu, dan sekarang dapat dilakukan tes (seperti kolangitis atau koledokolitiasis) atau pankreas
genetik dengan memakai darah perifer. (seperti pankreatitis kronis) dapat menyebabkan
Pada penyakit Wilson, konsentrasi tembaga dan peningkatan CA 19-o. Petanda lainnya,^QAVlJ7 1, biasa
seruloplasmin serum biasanya juga menurun, namun dinilai pada penelitian klinis dan nampaknya mempunyai
konsentrasinya sangat berfluktuasi tergantung pada potensi untuk dapat digunakan dalam deteksi kanker
keadaan penyakit hatinya. Sebagaimana pada pankreas.
hemokromatosis, bioJsr h4ti dapat sangat bermanfaat,
namun pengukuran lain yang sensitifdan spesifik terhadap
penyakit Wilson adalah pengukuran ekskresi tembaga urin TES KUANTITATIF FUNGSI HATI
24 jam, sebelum dan sesudah pemberian penisilin.
Meskipun metode ini sering digunakan dalam penelitian,
namun sebagian besar metode yang digambarkan hanya
Petanda Tumor
mempunyai sedikit dampak klinis. Skor Child-Pugh dan
Petanda tumor yang paling banyak digunakan pada
tes darah sebagaiman disebut diatas lebih banyak
penyakit hati adalah g-felsgalein (AFP), dimana akan
digunakan.
terjadi peningkatan hingga 80o/o pada karsinoma
Tes kuantitatif biasanya berdasarkan pada kemampuan
hepatoselular. Protein ini diekspresikan dari pembelahan
hati untuk membersihkan substansi yang dimasukkan ke
hepatosit dan sel oval peribilier sehingga biasanya dapat
dalam darah. Pada kasus-kasus pemberian obat yang
ditemukan peningkatan sedang dari regenerasi hati selama
banyak mengalami metabolisme di hati (seperti lignokain)
hepatitis kronik. Peningkatan kadar AFP yang terus
maka akan mempengaruhi aliran darah-hati. Oleh karena
menerus, harus mengarahkan kecuri gaan pada terjadinya
itupembersihan dengan substansi yang sedikit mengalami
karsinoma. Petanda ini juga dihasilkan oleh tumor sel
metabolisme di hati (seperti ag@jglg) biasanya mer4berikan
g.erminasiyup lairurya.
hasil yang lebih akurat.
Akhir-akhir ini, beberapa petanda tumor yang
berdasarkan pada musin epitelial juga ditemukan pada
adenokarsinoma saluran empedu dan pankreas. Salah satu
;6"til;y"=---aa;1ah CA l9-9 yang dapat dihasilkan oleh REFERENSI
berbagai epitel gastrointestinal. Peningkatan kadar serum
Aspinali R, Tyler-Robinson, SD. Gastroenterology and Liver
ini dapat ditemukanpadaT}o/okanker saluran empedu, 50%
Disease. Mosby International Limited, 2002
karsinoma hepatoselular, 40o/o adenokarsinoma lambung Husada Y. Fisiologi dan pemeriksaan biokimia hati. Dalam : Noer S
dan 30o/o kanker kolon. Sebagaimana tes-tes lainnya, (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I edisi III. Balai
sensitivitas dan spesifisitasnya ditentukan oleh nilai cut- Penerbit FKUI. Jakarta 1996: 224-31
ffinamtn jka ditemukan kadar dari QA !9-9 lebih dari 40 Pratt DS, Kaplan MM. Evaluation of liver function. In : Kasper
IU/l maka mempunyai sensitivitas 1 5 -9 0% dan spesifi sitas DL, Fauci AS, Longo DL (eds.) Harrison's Principle of Intemal
80-95% untuk kanker duktus pankreatikus. Perlu Medicine. 16'l ed. Mc Graw Hill, New York. 2005 : 1813-16
Sherlock S. Disease of the liver and biliary system. 5s ed. Blackwell
diperhatikan bahwa nilai dari CA 19-9 akan menurun sangat
Science Publ. Oxford & edinburg. 1975.
cepat jika ditemukan ikErus, sedangkan pada penyakit non
99
PENDEI(ATAN KLINIS PADA PASIEN IKTERUS
AliSulaiman
634
PENDEKITTAT{ KIJNIS PADA PASIEN IKTERUS
635
glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu Beberapa anggota keluarga sering terkenatetapi bentuk
melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini genetika yang pasti belum dapat dipastikan.
tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya Patogenesisnya belum dapat dipastikan Adanya gangguan
selain diglukuronid juga terbenhrk namun kegunaannya (defek) yang kompleks dalam proses pengambilan
tidakjelas. bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 m{dL
(34-86 umoVl) yang cenderung naik denganberpuasa dan
keadaan stres lainnya. Keaktifan enzim glukuronil-
Fase Pascahepatik
transferase rendah; karenanya mungkin ada hubungan
5. Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke
dengan sindrom Crigler-Najj ar tipe II. Banyak pasien juga
dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion
mempunyai masa hidup sel darah merah yang berkurang,
orgurik.-ii-iooyu-otauobatdapatmempengaruhiproses
namun demikian tidak cukup untuk menjelaskan keadaan
yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri hiperbilirubinemia.
men"dekonjugasi" dan mereduksi bilirubin menj adi
Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan
sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian besar
ke.dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian
alhati al:tYa
Sindrom rotor. Penyakit yangjarang ini menyerupai sindrom yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning
Dubin-Johnson, tetapi hati tidak mengalami pigmentasi dan merupakan gejala yang timbul kemudian.
perbedaan metabolik lain yang nyata ditemukan. Kolangitis sklerosis primer (Primary sclerosing
cholangitis IPSG) merupakan penyakit kolestatik lain, lebih
Hiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis sering dijumpai pada laki-laki, dan sekitar 70'% menderita
l. penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke kolangio-
Kolestasis intrahepatik
2. kolestasis ekstrahepatik (sumbatan pada duktus bilier, karsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian
di mana terjadi hambatan masuknya bilirubin ke dalam ikterus kolestatik,seperti asetaminofpn, pptruijlin, obat
usus). kg$rasspql_gal, klplplglqazgaTorazin) dan stergid
estrogenik atau anabolik.
Kolestasis intrahepatik. Istilah kolestasis lebih disukai
untuk pengertian ikterus qbstruktif sebab obstruksi yang Kolestasis ekstrahepatik. Penyebab paling sering pada
bersifat mekanis tidak perlu selalu ada. Aliran empedu kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan
dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang
(kanalikulus), sampai ampula&ter. Untuk kepentingan adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus
klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatik atau koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau
ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis
kolestatik tg!13hgpatlk adalah Sgpatitis, kr,raclruarlgbat, mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya
penyakit hati karena alkqlol dan penyakit h€EI{lS sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis
Penyebab yang empedu.
@q_Sqing adalah sirosis
hatlbitialpruner, kglegLasis pada kehamilan, karsinoma Efek patofisiologi mencerminkan efek backup
metastatik dan penyakit-penyakit lain yang jarang konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam
Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat(drug induced empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
hepatilis), dan kelainan autoimun merupakan penyebab kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi.
yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubiemia
transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin.
Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan Tinja sering berwama pucat karena lebih sedikit yang bisa
dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul mencapai saluran cerna usus halus.Peningkatan garam
secara AkUt. Hepatitis B dan C akut sering tidak empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai
menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi bisa penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya
berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal
hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. masih belum bisa diketahui dengan pasti.
Tidakjarang penyakit hati menahunjuga disertai gejala Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak,
kuning, sehingga kadang-kadang didiagnosis salah dan v-ilamin-I(, gangguan ekskresi garam empedu dapat
sebagai penyakit hepatitis akut. berakib at s t e at o r r h e a dan hlp_aplglromburcqlia. P ada
keadaan kolestasis yang berlangsung lama Qtrimary
{lksbgl bisa mempengaruhi gangguan pengambilan
empedu dan sei<resinya, dan mengakibatkan kolestasis. biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin
Pemakaiang@lql secara terus menerus bisa menimbulkan D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat
perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan menyebabkan @prcis atau Steooak€ia. Retensi
berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia,
penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi yang walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang
ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-kadang bisa menjurus berkurang dalam darah turut berperan; Konsentrasi
ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah
gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan
gejalayanglebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X.
dengan peningkatan transaminase yang tinggi.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun Manifestasi Klinis Kolestasis lntrahepatik dan
yang biasanya sering mengenai kelompok muda terutama Ekstrahepatik
perempuan. Data terakhir menyebutkan juga kelompok Tidak jarang kolestasis ekstrahepatik sukar dibedakan
yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit autoimun yang dengan kolestasis intrahepatik, padahal membedakan
berpengaruhpada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan keduanya sangat penting dan urgen. Gejala awal terjadinya
reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis perubahan wama urin yang menjadi lebih kuning, gelap,
sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati tinja pucat, dan gatal (pruritus) yang menyeluruh adalah
bersifat progrgsif dan terutama mengenai perempuan paruh tanda klinis adanya kolestasis. Kolestasis kronik bisa
baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan glgLl menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena
PENDEKIIiTAN KLINIS PADA PASIEN IKTERUS 637
pruritus, perdarahan diatesis, sakit fulang, dan endapan saluran bilier, yang menunjukkan adanya sumbatan
lemak kulit (xantelasma atau xantoma). Gambaran seperti mekanik, walaupun jika tidak ada tidak selalu berarti
di atas tidak tergantung penyebabnya. Keluhan sakit perut, sumbatair intrahepatik, terutama dalam keadaan masih akut.
gejala sistemik (seperti, anoreksia, muntah, demam atau Penyebab adarya sumbatan mungkin bisa diperlihatkan,
tambahan tanda gejala mencerminkan penyebab penyakit umumnya batu kandung empedu dapat dipastikan dengan
dasarnya daripada kolestasisnya dan karenanya dapat ultrasonografi, lesi pankreas dengan CT. Kebanyakan
memberi petunj uk etiologinya. pusat menggunakan terutama USG untuk mendiagnosis
kolestasis karena biayanya yang rendah.
Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography
DIAGNOSIS (ERCP) memberikan kemungkinan untuk melihat secara
langsung saluran bilier dan sangat bermanfaat untuk
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan jasmani menetapkan sebab sumbatan ekstrahepatk. Percutaneous
sangat penting, karena kesalahan diagnosis terutama Transhepatic Cholangiography (PTC) dapat pula
dikarenakan penilaian klinis yang kurang atau penilaian dipergunakan untuk maksud ini. Kedua cara tersebut diatas
gangguan laboratorium yang berlebihan. Kolestasis mempunyai potensi terapeutik. Pemeriksaann MRCP dapat
ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit pula untuk melihat langsung saluran empedu dan
bilier atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan mendeteksi batu dan kelainan duktus lainnya dan
karena keganasan pankreas (bagian kepala/kaput) sering merupakan cara non-invasif alternatif terhadap ERCP.
timbul kuning yanc ti@i gejala keluhan sakit perut
Qtainless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah
mencapai konsentrasi yang lebih tinggi sering warna BIOPSI HATI
kuning skleramatamemberi kesanberbeda di mana ikterus
lebih memberi kesan kehijauan (greenish iaundice) pada Biopsi hati akan menjelaskan diagnosis pada kolestasis
kolestasis q$trahepatik dan ke@]gqan Q't e l l ow i s h i aun- intrahepatik; walaupun demikian, bisa timbul juga
dice) pada kolestasis ig[phepatik. kesalahan, terutama jika penilaian dilakukan oleh yang
kurang berpengalaman. Umumnya, biopsi aman pada kasus
dengan kolestasis, namun berbahaya pada keadaan
TES LABORATORIUM obstruksi ekstra-hepatik yang berkep anjangan, karenanya
harus disingkirkan dahulu dengan pemeriksaan pencitraan
Mempunyai keterbatasan diagnosis. Kelainan sebelum biopsi dilakukan.
laboratorium yang khas adalah pBqinggian nilai fosfatase Kecuali pasien dalam keadaan kolangitis kolestasis
alkali, yang terutama diakibatkan peningkatan sintesis supurativa, bukan keadaan emergensi. Diagnosis
daripada gangguan ekskresi, namun tetap belum bisa sebaiknya ditegakkan melalui penilaian klinis, dengan
menjelaskan penyebabnya. Nilai biJiubin juga bantuan alat penunjang khusus jika ada. Jika diagnosis
mencerminkan heratnya tetapi bukan penyebab tidak pasti, ultrasonografi atau CT akan sangat membantu.
kolestasisnya, juga fraksionasi tidak menolong Obstruksi mekanis dapat ditegakkan jika ditemukan tanda
membedakan keadaan intrahepatik dari ekstrahepatik. pelebaran saluran bilier, terutama pada pasien dengan
Nilui ryl@.ug bergantung terutama pada kolestasis yang progresif. Pemeriksaan lebih lanjut dengan
penyakit dasamya, namun seringkali pqenmgkut tidaklrygi kolangiografi langsung (ERCP, PTC, MRCP) dapat
Jika peningkatan tinggi sangat mungkin karena proses dipertimbangkan. Jika pada pemeriksaan ultrasonografi
h-epatoselular, namun kadang-kadang terjadi juga pada tidak ditemukan pelebaran saluran empedu, sangat
kolestasis ekstrahepatik, terutama pada sumbatan akut yang mungkin lebih cenderung ke masalahiuJr-ahepallk, dan
diakibatkan oleh adanya batu di duknrs koledokus. Qiggsi sangat dianjurkan.
Peningkatan alqlase serym menunjukan sumbatan Jika alat penunj ang tersebut di atas tidak terdapat, maka
ekstrahepatik. Perbaikan waktu protrombin setelah agnosis harus dipertimbangkan, jika
pemberian vitamin K mengarah kepada adanya bendungan klinis lebih menjurus ke sumbatan
ekstrahepatik, namun hepatoselular juga dapat berespons. ekstrahepatik dan kolestasis memburuk pro gresif.
Ditemukannya antibodi terhadap antimitokondria
mendukung keras kemungkinan sirosis bilier primer.
PENDEKATAN KLINIS
ikterus yang sesungguhnya, keadaan di atas (karotenemi) gejala warna gelap air seni lebih dahulu dari pada warna
tidak mengakibatkan warna kuning di sklera atau kuning kulit, karenanya wama gelap urin lebih bisa dipakai
peningkatan bilirubin. sebagai ukuran awal mulainya penyakit. Jika terdapat
Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari keluhan mual dan rnglgh yang mendahului terjadinya
5 fase metabolisme bilirubin. Ikterus dapat disebabkan oleh warna kuning pada kulit, keadaan tersebut lebih
karena berbagai sebab mulai dari yang bersifatjinak sampai menandakan ke arah -f€patitis akut atau s_umbatanduktus
kepada keadaan yang bisa membahayakan jiwa. Tahap awal
@Ss oleh karena !gtu. Jika ada qakit perut atau
ketika akan mengadakan penilaian klinis seorang pasien ryAggi&Ll lebih cenderung yang terakhir. Adanya anqEksia
dengan ikterus adalah tergantung kepada apakah dan malaise yang timbul perlahan dan tidak begitu nyata
hiperbilirubinemia bersifat terkonjugasi atau tak lebih menjurus ke heoatitis kronis.
terkonjugasi. Penyakit sistemik patut dicurigai, misalnya, jika terdapat
Tes paling sederhana adalah melihat apakah terdapat peninggian tekanan vena jugularis yang menjurus ke
bilirubin di dalam urin atau tidak, dan kemudian dipastikan adany a,@rnpC4iasl-kodis atau perikarditis kpnstriktif
oleh pemeriksaan bilirubin dalam darah. Pemeriksaan pada pasien dan asglqs. Status gizi
jasmani awal harus memusatkan terhadap keluhan utama kurang yang daan kakeksia dengan
dan perjalanan penyakitnya, kemudian dilihat adanya hati yang membesar dan keras dan iregular sering
tanda-tanda penyakit akut atau kronik. Jika ikterus riugan disebabkan o
tanoa warna air seni yang gg!4p harus dipikirkan Limfaden ada adanya
kemungkinan adanya hiperbilirubinemia illslll:ek yang mononukleosis infeksiosa pada kasus ikterus yang akut
mungkin disebabkan oleh penyakit sindrom Gilbert dan dan leukemia pada penyakit kronis. Adanya
bukan oleh karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus hepatosplenomegali tanpa tanda adanya penyakit hati
yang lebih berat dr4gan disertai warna air seni yang gelap kronik bisa diakibatkan oleh penyakit infittratif (seperti
jelas menandakan penyakit hati atau bil&r. limfoma, amiloidosis), walaupun biasanya ikterus bersifat
Pembagian diagnosis banding ke dalam penyebab minimal atau bahkan tidak ada; dalam keadaan ini perlu
prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik walaupun dipikirkan skistosomiasis dan malaria yang sering
mempunyai kekurangan namun masih dapat membuat memberikan gambaran seperti itu jika te{adi di daerah
penatalaksanaan menjadi lebih mudah. Misalnya endemik.
penyebab ikterus yang tergolong prehepatik termasuk Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu dipikirkan
hemolisis dan penyerapan hematom, akan menyebabkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan
peningkatanbilirubinlgflerkonjugasi(indirek).Kelainan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput
intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubinemia tak pankreas).
terkonjugasi maupun konjugasi. Peningkatan bilirubin
konjugasi (@k) bisa diakibatkan hepatitis infeksiosa,
alkohol, reaksi obat dan kelainan autoimun. Kelainan PENEMUAN LABORATORIUM
posthepatik dapat pula meningkatkan bilirubin konjugasi.
Pembentukan batu merupakan keadaan yang paling sering Hiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan
yang bersifat jinak dalam kelompok kelainan posthepatik fosfatase alkali yang normal menunjukan kemungkinan
yang menyebabkan kuning. proses hemolisis atau penyakit sindrom Gilbert; ini
Diagnosis banding akan mengikutsertakan juga dipastikan dengan fraksionasi bilirubin. Sebaliknya
berbagai keadaan lain seperti infeksi di saluran empedu, beratnya ikterus dan fraksionasi bilirubin tidak bisa
pankreatitis, dan keganasan. Jika terdapat penyakit membantu untuk membedakan ikterus hepatoselular dari
hepatobilier, apakah kondisinya akut atau kronik. Apakah keadaan ikterus kolestatik. Peninggian aminotransferase
penyakitnya disebabkan penyakit hati primer atau >500 U lebih mengarah kepada hepatitis atau keadaan
diakibatkan penyakit sistemik yang mengikutkan hati. hipoksia akut; peninggian fosfatase alkali yang tidak
Apakah penyakit penyebab kuning ini adalah hepatitis proporsional mengarah kepada kolestatik atau kelainan
virus, alkohol atau karena obat. Jika mengarah ke kolestasis infiltratif. Pada keadaan yang disebut belakangan biliru-
apakah intra atau ekstrahepatik. Apakah dibutuhkan bin biasanya normal atau hanya naik sedikit saj a. Bilirubin
tindakan operasi. Apakah ada komplikasi anamnesis. di atas 25 sampai 30 mgldL (428-513 umol/L) seringkali
Riwayat penyakit yang rinci sangat dibutuhkan, sebab disebabkan adanya hemolisis atau disfungsi ginjal yang
kesalahan diagnosis dapatterladi akibat keputusan klinis menyertai pada keadaan penyakit hepatobilier berat.
yang kurang tepat dan terlalu mempercayai data Penyakit yang disebut terakhir sajajarang mengakibatkan
laboratorium. keadaan ikterus yang berat.
Jika terdapat tanda-tanda adanya hjpertenli_pp4al, Konsentrasi alb"U_mjnyanegdah dan gbhuliqlqng
agiles, perubahan kulit seyogyanya mengarah ke penyakit tinggi menunjukan adanya penyakit kronis. Peningkatan
kronis daripada proses akut. Seringkali pasien melihat waktu protrombin yang membaik setelah pemberian vita-
PENDEKATAN KLINIS PADA PASIEN IKTERUS 639
minK (5-10 mgIM selama2-3 hari) lebihmengarahkepada Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya
keadaan kolestatik daripada proses hepatoselular. Namun membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu
hal ini tidak bisa terlalu dipastikan karena pada pasien empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via
dengan penyakit hepatoselular pun pemberian vitamin K kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah
bisa juga memberikan perbaikan. penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang
non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan
melalui stentyang ditempatkan melalui hati (transhepatik)
PEMERIKSAAN PENCITRAAN atau secara endoskopik. Papilotomi endoskopik dengan
pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada
Pemeriksaan pencitraan (imaging) sangat berharga untuk pasien dengan batu di duktus koledokus. Pemecahan
mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik. batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk
Pemerikasaan sonografi perut, CT, dan MRI sering bisa membantu pengeluaran batu di saluran empedu.
menemukan metastatik dan penyakit fokal pada hati dan
telah menggantikan pemeriksaan nuklir scar untuk maksud
tersebut. Namun demikian pemeriksaan ini kurang REFERENSI
bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit hepatoselular
(seperti sirosis) sebab penemuannya bersifat tidak Fallon MB, Anderson JM and Boyer JI. Intrahepatic cholestasis.
spesifik. In: Schiff L and Schiff ER, editors. Philadelphia: JB Lippincott
Pemeriksaanbiopsi hati perkutan mempunyai arti yang Co; 1993. p.343-54.
Johnston DE. Special considerations in interpreting liver function
sangat penting, namun jarang dibutuhkan pada pasien
tests. Am Fam Physician. 1999;59:2223-30.
ikterus. Pemeriksaan peritoneoskopi (laparoskopi) Kalloo AN, Kantsevoy SV. Gallstones and biliary disease. Prim Care.
memungkinkan untuk memeriksa langsung hati dan 2001;28:7:591-606.
kandung empedu dan bermanfaat untuk pasien tertentu. Lewis JH. Drug-induced liver disease. Med Clin North Am.
Laparatomi diagnostik jarang diperluk4n pada pasien 2000;84:lO:127 5-311.
dengan kolestatik atau hepatosplenomegali yang belum Pasanen PA, Partanen K, Pikkarainen P, Alhava E, Pirinen A,
bisa diterangkan penyebabnya. Janatuinen E. A prospective sfudy on the value of ultrasound,
computed tomography and endoscopic retrograde.
Pasha TM, Lindor KD. Diagnosis and therapy of cholestatic liver
disease. Med Clin North Am. 1996;80:995-1019.
PENGOBATAN Pashankar D, Schreiber RA. Jaundice in older children and adoles-
cents. Pediatr Piev. 2001;22:279-26.
Pengobatan ikterus sangat tergantung penyakit dasar MD' Hepatocellular
Pauli-Magnus, Christiane MD, Meier, Peter J
penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu transporters and cholestasis. J Clin Gastroenterol.
misalnya gatal (prwitu$ pada keadaan kolestasis intahepatik, 2005;39:4(S):S 103-S I 0.
pengobatan penyakit amya sudah mencukupi. Pruritus -Pintg F, Mognol D, Garbelotto G, Dannhauser
D, Grava G, Sanzuol
pada keadaaaireversibel (seperti sirosis bilier primEr) biasanya F. Carotenodermia: an erroneous diagnosis ofjaundice [in
responsif terhadap e$Jrynm 4-16 glhartPQdalam dosis
Italianl. Recenti Prog Med. 2000;91:70-1.
.terbagi dua yang akan mengikat gararr. empedu di usus. Pyrsopoulos NT, Reddy K. Extrahepatic manifestations of chronic
Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat, viral hepatitis. Curr Gastroenterol Rep. 2001;3:71-8'
hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pembqrian ! Roche SP and Kobos R. Am Farp Physician. 2004;69:299-304.
mgl hari SK rurtuk 2-3 har,. Sackgy K. Hemolytic anem.ia: par 1. Pediatr Rev' 1999;20:152-8'
kalsium dan vitamin D dalam SchiffL. Jaundice: a clinical approach. Diseases of the liver. ln: Schiff
keadaan koJestasis yang ireversibel, namun pencegahan L and Sciff ER, eds. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1993. p.
334-40.
penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen vit A
Schramm C, Kanzlel, S, zum Buschenfelde KH, Galle PR, Lohse AW
dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini Autoimmrine hepatitis in the elderly. Am J Gastroenterol.
dan steqtorrhea yar,g berat dapat dikurangi dengan . 2001;96:1587 91.
pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium Tung BY, Carithers RL Jr. Cholestasis and alcoholic liver disease.
chain trigliceride. Clin Liver Dis. 1999;3:585-601.
100
KELAINAN ENZIM PADA PENYAKIT HATI
Nurul Akbar
DEFINISI enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra selular dan dapat
digunakan sebagai sarana untuk membuat diagnosis.
Enzim adalahprotein dan senyawa organikyang dihasilkan
oleh sel hidup. Enzim merupakan katalisator biologis yang
mempercepat reaksi kimia di dalam sel hidup. Reaksi itu DTAGNOSIS FNZr MATrK PADA PENYAKIT HAT!
bisatimbal balik. Enzim tersebut adayang spesifikuntuk
suatu reaksi tetapi ada pula satu reaksi yang dapat Gejala penyakit hati sangat bervariasi dari yang tanpa
dikatalisasi oleh bermacam-macam enzim. Sekarang sudah gejala sampai pada yang berat sekali. Kadang-kadang
dikenal ribuan enzim pada proses kimia dalam tubuh. Berat dapat ditemukan keadaan dengan kelainan hati sangatberat
molekulnya antara 12.700- 1.000.000. tetapi gejala yang dikeluhkan sangat sedikit. Untuk
menegakkan diagnosis pasti penyakit hati, kita tidak bisa
hanya melihat salah satu pemeriksaan saja tetapi harus
STRUKTUR DAN KLASIFIKASI dimulai dengan membuat anamnesis yangbaik, melakukan
pemeriksaan fisis yang teliti dan diikuti dengan
Enzim terdiri atas bagian protesis yaitu bagian yang
SGOT/ SGOT/
SGOT SGPT
Dalam menilai kelainan enzim kita harus berhati-hati SGPT GGT
oleh karena seringkali tidak terdapat hubungan antara Hepatitis akut N 20 - 50 kali N
20 - 50 kali 0,7 >1
tingginya kadar ervim dengan derajat kerusakan yang Sirosis 5-10kaliN 5-10kaliN -1 <1
hepatis
terjadi. Sebagai contoh pada keadaan hepatitis akut, CPH 5-10kali N 5-10kali N 07 >1
meskipun kerusakan hati yang terjadi sedikit, peninggian CAH 5-10kali N 5-10kali N >1 <1
enzimnya sangat hebat. Pada keadaan infeksi akut tersebut Perlemakan 2-5kaliN 2- 5kali N <1 <1
hati
Kolesistitis 2-5kali N 2 5kali N <1 >1
4000
1000
KELAINAN ENZIM PADA HEPATITIS VIRAL AKUT 750
s00
KESIMPULAN REFERENSI
Walaupun pola enzim sangat membantu dalam menegakkan Adolph L, Lorenz R. Enzyme diagnosis. In: Diseases of the Heart,
diagnosis gangguan hati tetapi pemeriksaan yang lengkap Liver, and Pancreas. S, Karger, Basel, New York , 1981; 7:81-
r 04.
disertai pemeriksaan penunjang lain seringkali harus
Akbar N, Noer MS. Diagnostik hepatitis akut dan kronik. Program
dilakukan. Kadang kala walaupun semua pemeriksaan Pustaka Prodia seri hepatitis 02. 1985.
sudah dilakukan, diagnosis pasti belum dapat }oga Golberg DM, Martin JV Role of gamma-glutamyl transpeptidase
ditegakkan. Dalam hal ini kita harus membuat diagnosis activity in the diagnosis of hepatobiliary dusease. Digestion
seperti memperhatikan gambaran mosaik, sehingga biarpun 1975l' 12:232.
ada bagian yang hilang atau tidak ada gambaran Hat JE et al. the nafure of unexplained chronic aminotransferase
keseluruhan masih dapat dibuat suatu kesimpulan elevation of a mild to moderate degree in asymptomatic
patients. Hepatology 1989; 9: 193.
diagnosis.
Levine JS. Decision Making in Gastroenterology 2"d ed. Mosby-yaer
Book Inc 1992: 158-63.
Schmidt E, Schmidt FW, Enzyme diagnosis in diseases of the liver
and biliary system. In: Advances in Clinical Enz.Tmology. Eds.
Schmidt E, et al. S.Karger.Basel, Munchen, Paris, London, New
York, Sydney 1979:239-92.
Williams AL, Hoofnagle JH. Ratio of aspartate to alanine amino
transferase in chronic hepatitis. Relationship to cirrhosis.
Gastroenterology 1988; 95: 734.
101
HEPATITIS VIRUS AKUT
AndriSanityoso
644
HEPATTTISVIRUSAKUT 645
(84,7%).Di daerah lainjuga ditemukan adanya IIEV seperti . virus tanpa selubung
di kabupaten Bawen, Jawa Timur. Pada saat teq'adi letupan . tahan terhadap cairan empedu
tahwl992,ditemukan2 kasus HEV dari 34 sampel darah.
Dari rumah sakit di Jakarta ditemukan 4 kasus dari 83 sampel. . denganpenyakit hati kronik
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai . tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi
dari infeksi asimtomatik tanpa kuning sampai yang sangat karier intestinal.
berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan
Kemungkinan munculnya jenis hepatitis virus enterik
kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut
baru dapat terjadi.
terbagi dalam 4 tahap yaitu:
Fase inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus Virus Hepatitis A (HAV)
dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda . Digolongkan dalam picornavirus, subklasifftasi sebagai
lamanya untuk tiap virus hepatitis- Panjang fase ini hepatovirus
tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur . Diameter2T-28 nmdgnbentukkubus simetrik
. Untai tung gal (single s*anded),molelttlRNA linier: 7,5
inkubasi ini.
kb
Fase prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya . Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih
keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. genotipe.
Awitannya dapat singkat atat insidious ditandai dengan . Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal.
malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran . Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di
napas atas dan anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia kapsomer
berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. . Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak
Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum siclmess dapat terdapat bukti yang nyata adanya replikasi di usus.
muncul pada hepatitis B akut di awal infeksi. Demam derajat . Menyebar pada primata non manusia dan gdlur sel
rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri ab- manusia.
domen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan
atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas Virus Hepatitis E (HEV)
akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis. . Kemungkinan diklasihkasi pada famili yang berbeda
Fase ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat
yaitu pada virus yang menyerupai hepatitis E
juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada
. Diameter2T-34nrn
banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus
. MolekulRNAlinre1;7,2kb
jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru
. Genome RNA dengan tiga overlap ORF (open reading
akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. frames) mengkode protein struktural dan protein non-
struktural yang terlibat pada replikasi HEV. RN,4
Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan replicase, helicas e, cys tein proteas e, methyltransferas e
menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi . Pada manusia hanya terdiri atas satu serotipe, empat
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. sampai lima genotipe utama
Muncul perasan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu . Lokasinetralisasiimunodominanpadaproteinstr.rkflual
makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam2-3 dikodekan oleh ORF kedua
minggu. Pada hepatitis Aperbaikan klinis dan laboratorium . Dapat menyebar pada sel embrio diploid paru.
lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk . Replikasi hanya terjadi pada hepatosit.
hepatitis B. Pada 5-10% kasus pe{alanan klinisnya mrurgkin
lebih sulit ditangani, hanya < lYoyangmenjadi fulminan.
Transmisi Melalui Darah
Terdiri atas virus hepatitis B QIBV), virus hepatitis D QiDV)
dan virus hepatitis C (HCV):
AGEN PENYEBAB HEPATITIS VIRUS . Virus dengan selubung (envelope)
. Rusak bilaterpajan cairan empedu / detergen
Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat . Tidak terdapat dalam tinja
diklasifikasikan kedalam dua grup yaitu hepatitis dengan . Dihubungkan dengan penyakit hati laonik
transmisi secara enterik dan transmisi melalui darah. . Dihubungkan dengan viremia yang persisten
derajat beratnya dan respons terhadap terapi Partikel sferis, inti nukleokapsid 33 nm
. 42nmpartikel sferis dengan: Termasuk klasifikasi F laviviridae, genus hepacivirus
. Inti nukleokapsid, densitas elektron,diameter2T nm Genome HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode
. Selubung luar lipoprotein dgn ketebalanT nm protein besar sekitar residu 3000 asam amino.
. IntiHBVmengandung, dsDNApartial(3,2kb)dan: . ll3 bagian dari poliprotein terdiri atas protein
. Protein polimerase DNA dengan aktivitas reverse stnrktural
transcriptase. . Protein selubung dapat menimbulkan antibodi
. Antigen hepatitis B core (HbcAg), merupakan netralisasi.
protein strukhral . Regio hipervariabel terletak diE2
. Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non- . Sisa 2/3 dari poliprotein terdiri atas protein
struktural yang berkorelasi secara tidak sempurna nonstruktural (dinamakan NS2, NS3, NS4A, NS4B,
dengan replikasi aktif HBV dan NS5 B) terlibat dalam replikasi HCV.
. Selubung lipoprotein HBV mengandung: . Hanya ada satu serotipe yang dapat diidentifikasi,
. Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg), dgn tiga terdapat banyak genotipe dengan distribusi yang
selubung protein: utama, besar dan menengah. bervariaSi di seluruh dunia.
. Lipid minor dan komponen karbohidrat.
. IIbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan
bentuk sferis 22 nm atau tubular. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
. Satu serotipe utama dengan banyak subtipe
berdasarkan keanekaragaman protein IIbsAg.
. Virus HepatitisA(HAV)
Virus HBV mutan merupakan konsekuensi kemampuan
. Masainkubasi 15-50hari (rata-rata 30 hari)
proofreading yang terbatas dai reverse transcriptase
Distribusi di seluruh dunia; endemisitas tinggi di negara
atau munculnya resistensi. Hal tersebut meliputi:
. IIbeAg negatif mutasi precorelcore berkembang
. Mutasi yang diinduksi oleh vaksin HBV II"{V diekskresi di tinj a oleh orang yang terinfeksi selama
. MutasiYMDDolehkarenalamivudin.
l-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan
. Hati merupakan tempat utama replikasi di samping
penyakit.
Mremia muncul singkat ( tidak lebih dari 3 minggu),
tempat lainnya.
kadang-kadang sampai 90 hari pada infeksi yang
membandel atau infeksi yang kambuh.
Virus Hepatitis D (HDV) Ekskresi feses yang memanjang (bulanan) dilaporkan
. MrusRNAtidaklengkap,memerlukanbantuandariHBV pada neonatus yang terinfeksi.
untuk ekspresinya, patogenesitas tapi tidak untuk Transmisi enterik (fekal-oral) predominan di antara
replikasi. anggota keluarga. Kejadian luar biasa dihubungkan
. Hanya dikenal satu serotipe dengan tiga genotipe. dengan sumber umum yang digunakan bersama,
. Partikel sferis 35-27 nm, diselubungi oleh lapisan lipo- makanan terkontaminasi dan air.
protein IIBV (IIBsAG) 19 nm shrktur mirip inti. Faktor risiko lain, meliputi paparan pada :
. Mengandung suatu antigen nuclear phosphoprotein . Pusatperawatan sehariuntukbayi atauanakbalita.
(IIDVantigeQ . Institusi rttotuk developmentally disadvantage
. MengikatRNA . Bepergian ke negara berkembang
. Terdiri dari 2 isoforms: yang lebih kecil mengandrurg . Perilakuseksoral-anal
195 asam amino dan yang lebih besar mengandung . Pemakaian bersama pada IVDU (intravena drug
214 asamamino. user)
. Antigen HDV yang lebih kecil mengangkut RNA ke Tak terbukti adanya penularan matemal-neonatal
dalam inti; merupakan hal esensial untuk replikasi. Prevalensi berkorelasi dengan standar sanitasi dan
. AntigenHDVyanglebihbesar : mengharnbatrephkasi rumah tinggal ukuran besar
IIDV RNA dan berperan pada perakitan HDV. Transmisi melalui transfusi darah sangat jarang
. RNA HDV merupakan untai tunggal, covalently close
dan sirkular
. Virus Hepatitis E (HEV)
Mengandungkurang dari 1680 nukleotida, merupakan
Masa inkubasi rata-rata 40 hari
genom RNA terkecil diantara virus binatang.
Distribusi luas, dalam bentuk epidemi dan endemi
. Replikasi hanya pada hepatosit
HEV RNA terdapat di serum dan tinja selama fase
akut
Virus hepatitis C (HCV) Hepatitis sporadik sering pada dewasa muda di negara
. Selubung glikoprotein. Virus RNAuntai tunggal sedang berkembang
HEFATITISVIRUSAKUT 647
. Penyakit epidemi dengan sumber penularan melalui air Virus Hepatitis G (HCV)
. Intrafamilial, kasus sekunderjarang . Masa inkubasi 15-160 hari (puncakpada sekitar 50 hari)
. Dilaporkanadanyatransmisimatemal-neonatal . Viremiayangberkepanjangan dan infeksi yang persisten
. Di negara maju sering berasal dari orang yang kembali umum dijumpai (55-85%). Distribusi geografik
pulang setelah melakukan pet' alanan atau imigran baru luas
dari daerah endemik. . Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis
. Viremia yang memanjalg ata:u pengeluaran di tinja kronik, sirosis, kanker hati.
merupakan kondisi yang tidak sering dijumpai. . Prevalensi serologi infeksi lampau / infeksi yang
. Zoonosis: babi dan binatang lain berlangsung berkisar 1,8% di USA, sedangkan di Italia
dan Jepang dapat mencapai20%o.
Virus Hepatitis B (HBV)
. Caratransmisi
. Masa inkubasi I 5- I 80 hari (rata-rata 60-90 hari)
. Darah (predominan) : IVDU dan penetrasi jaringan,
. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai
resepien produk darah
bulan setelah infeksi akut
. Transmisi seksual: efisiensi rendah, frekuensi
. Sebanyak l-5olo dewasa, 90olo neonatus dan 50% bayi
rendah.
akanberkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia
. Maternal-neonatal: efisiensi rendah, frekuensi
yang persisten rendah
. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik,
. Tak terdapat bukti transmisi fekal-oral
Hepatitis Relaps
Hepatitis dengan Kolestasis . Meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase
. Kuning sangat menonjol dan menetap selama beberapa dan bilirubin yang sudah normal ,dalam masa
bulan sebelum te{adinya perbaikan yang komplit penyembuhan
. Pruritus menonjol . Konsentrasi puncak dapat melebihi konsentrasi pada
. Pada beberapa pasien terjadi anoreksia dan diare yang saat infeksi awal.
persisten
. Prognosis baik pada pasien dengan resolusi yang
komplit Diagnosis
. Paling seringterjadipadainfeksiHAV Diagnosis Banding
. Penyakit hati oleh karena obat atau toksin
Hepatitis Relaps . Hepatitis iskemik
. Kemunculan kembali gejala dan abnormalitas tes hati
. Hepatitis autoimun
setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan
. Hepatitis alkoholik
setelah perbaikan atau kesembuhan
. Obstruksi akut traktus biliaris
. Paling sering terjadi pada infeksi HAV, IgM anti HAV Diagnosis Secara Serologis
tetap positif dan dijumpai HAV di tinja. 1. Transmisi Infeksi secara enterik
. Dapat dijumpai artritis, vaskulitis dan krioglobulinemia. a. IIAV
. Prognosis baik padayang sembuh sempurnawalaupun . IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut
setelah kambuh yang berulang (terutama dijump ai pada dan 3-6 bulan setelahnya.
anak) . Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV
mengindikasikan infeksi lampau
Laboratorium b. HEV
Pada pasien yang sembuh spontan . Belumtersediapemeriksaanserologikomersial
. Gambaran biokimia yang utama adalah. peningkatan yang telah disetujui FDA.
konsentrasi serum alanin dan aspartat amino- . IgM dan IgG anti HEV baru dapat dideteksi oleh
transferase pemeriksaan untuk riset
. Konsentrasi puncakbervariasi dari 500 sampai 5000 U/ . IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu
L setelah puncak dari penyakit.
. Konsentrasi serum bilirubin jarang melebihi 10 mgldl-, . IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20
kecuali pada hepatitis dengan kolestasis bulan
. Konsentrasi serum fosfatase alkali normal atathatya 2. Infeksi melalui darah.
meningkat sedikit a. HBV
. Masaprotrombinnormalataumeningkatantara l-3 detik - Diagnosis serologis telah tersedia dengan
. Konsentrasi serum albumin normal atau menurun mendeteksi keberadaan dari IgM antibodi
rlngan. terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc
. Hapusan darah tepi normal atau leukopenia ringan dan HBs Ag).
dengan ata.u tanpa limfositosis ringan. . Keduanya ada saat gejala muncul
HEPATITISVIRUSAKUT 649
dan sembuh tanpa gejala sisa. . Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan
b. Gagal hati akut lebih sering pada superinfeksi HDV dan perbaikan fungsi hati dilakukan monitoring
dibanding dengan koinfeksi dengan HBV kontinu dan terapi suportif.
c. Superinfeksi HDV dapat berlanjut menjadi HDV . Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang
kronik superimposed dengan HBV kronik dan mengancamnyawa
berkembang menjadi hepatitis kronik berat dan . Mempertahankan fungsi vital
srrosls. . Persiapan transplantasi bila tidak terdapat
3. HCV perbaikan.
a. 15-45% akan sembuh spontan 4. Angka survival mencapai 65-15% bila dilakukan
b. Kejadian akut sangat jarang dijumpai. transplantasi dini
c. Umumnya akan terjadi infeksi menetap dengan
viremia yang memanjang dan konsentrasi serum
Hepatitis Kolestasis
aminotransferase yang meningkat atau berfluktuasi.
l. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan
d. Histologi pada infeksi HCV persisten pemberian jangka pendek pE4lfsgl atau e!4lq
. Hepatitis kronik - inflamasi ringan, sedang,
ursodioksikofat. Hasil penelitian masih belum tersedia.
berat.
. Porta, periporta, bridging fibrosu atau sirosis 2. s dapat dikontrol dengan kolestiramin.
e. Risiko utuk terjadinya karsinoma hepatoselular pada Hepatitis relaps. Penanganan serupa dengan hepatitis
pasien yang telah mengalami sirosis. yang sembuh spontan.
f Dihubungkan dengan
. Mixedcryoglobulinemia
. Cutaneous vasculitis PENCEGAHAN
. .. Glomerulonefritis membranosa
Porphyria cutanea tarda.
Pencegahan Terhadap lnfeksi Hepatitis dengan
Penularan Secara Enterik HAV
PENGOBATAN Pencegahan dengan imunoprofilaksis
1. Imunoprofilaksis sebelum paparan
a. VaksinllAVyangdilemahkan
lnfeksi yang Sembuh Spontan . Efektivitas tinggi (Angkaproteksi 94-100%)
1. Rawatjalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia . Sangat imunogenik (Hampi L}0%opadasubyek
. berat yang akan menyebabkan dehidrasi
sehat)
2. Mempertahankan asupankalori dan cairanyang adekuat . Antibodiprotektifterbentukdalam 15haripada
. Tidak ada rekomendasi diet khusus 85-90% subjek
. Makan pagi dengan porsi yang cukup besar . Aman, toleransi baik
merupakan makanan yang paling baik ditoleransi. . Efektifrtas proteksi selama 20-50 tahun
. Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut . Efek samping utama adalah nyeri di tempat
3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan penyuntikan.
harus dihindari
b. Dosis dan jadual vaksin HAV
4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat . > 19 tahun.2 dosis of HAVRIX@ (1440 Unit
kelelahan dan malaise
Elisa) dgn interval6-12 bulan
5. Tidak ada pengobatan spesihk untuk hepatitis A, E, D. . Anak > 2 tahun. 3 dosis HA\aRIX@ (360 Unit
Pemberian interferon-alfa pada hepatitis C akut dapat
Elisa), 0, l, dan6-l2bulanatat2 dosis (720 Unit
menurunkan risiko kejadian infeksi kronik. Peran Elisa),0, 6-l2bdarr
c. Indikasi vaksinasi
belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat. . Pengunjung ke daerah risiko tinggi
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan. . Homoseksual dan biseksual
. IVDU
Gagal HatiAkut . Anak dan dewasa muda pada daerah yang
1. PerawatandiRS pernah mengalami kejadian luar biasa luas
. Segera setelah diagnosis ditegakkan . Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV
. Penanganan terbaik dapat dilakukanpada RS yang lebih tinggi dari angka nasional
menyediakan program transplantasi hati. . Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
2. Belum ada terapi yang terbukti efektif . Peker{a laboratorium yang menangani HAV
3. Tujuan . Pramusaji
HEPAITflSVIRUSAKUT 651
653
654 HEPAIIOBILIER,
mutan VHB yang tidak rriemproduksi HBeAg, integrasi toleransi imun terhadap VHB. Fase ini disebut Fase
genom VHB dalam genom sel hati. imunoaktif atau immune clearance. Pada fase ini tubuh
berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan
Faktor pejamu antara lain: faktor genetik, kurangnya
pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Pada fase
produksi IFN, adanya antibodi terhadap antigen
imunoaktif serokonversi HBeAg baik secara spontan
nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons
maupun karena terapi lebih sering terjadi. Sisanya, sekitar
antiidiotipe, faktor kelamin atau hormonal.
70o/, dariindividu tersebut akhimya dapat menghilangkan
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap
sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati
produk VHB dalam persistensi VHB adalah mekanisme
yang berarli. Pada keadaan ini, titer HBsAg rendah dengan
persistensi infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan
HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi
oleh ibu HBsAg dan HBeAg positif. Diduga persistensi
positif secara spontan, serta konsentrasi ALT yang
tersebut disebabkan ad.anya imunotoleransi terhadap
normal, yang menandai tegadinya fase nonreplikatif atau
HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului
fase residuaL Sekitar 20-30 % pasien Hepatitis B Kronik
invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa
da_lam fase residual dapat mengalami reaktivasi dan
diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya
menyebabkan kekambuhan.
konsentrasi partikel virus. Persistensi infeksi VHB dapat
Pada sebagian pasien dalam fase residual, pada waktu
disebabkan karena mutasi pada daerahprecore dari DNA
terjadi serokonversi HBeAg positif menjadi anti-HBe justru
yang menyebabkan tidak dapat diproduksinya HBeAg.
sudah terjadi sirosis. Hal ini disebabkan karena terjadinya
Tidak adanya HBeAg pada mutan tersebut akan
rfibrosis setelah nekrosis yang terjadi pada kekambuhan
menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.
yang berulang-ulang sebelum terjadinya serokonversi
tersebut. Dalam fase residua[ replikasi VHB sudah
mencapai titik minimal dan penelitian menunjukkan bahwa
PERJALANAN PENYAKIT HATI angka harapan hidup pada pasien yang anti-HBe positif
lebih tinggi dibandingkan pasien HBeAg positif. Penelitian
Sembilan puluh persen individu yang mendapat infeksi menunjukkan bahwa setelah infeksi Hepatitis B menjadi
sejak lahir akan tetap HBsAg positif sepanjang hidupnya tenang justru risiko untuk terjadi karsinoma hepatoselular
dan menderita Hepatitis B Kronik, sedangkan hanya 5o/o (KHS) mungkin meningkat. Sebagai contoh, Onata
individu dewasa yang mendapat infeksi akan mengalami melaporkan dari 500 pasien KHS, 53 orang (lloh)
persistensi infeksi. Persistensi VHB menimbulkan kelainan menunjukkan HBsAg yang positif. Dari jumlahir;tt, 46 (87%)
yang berbeda pada individu yang berbeda, tergantung anti-HBe positif dan 30% HBeAg positif. Diduga integrasi
dari konsentrasi partikel VHB dan respons imun tubuh. genom VHB ke dalam genom sel hati merupakan proses
Interaksi antara VHB dengan respons imun tubuh terhadap yang penting dalam karsinogenesis. Karena itu, terapianti
VHB, sangat besar perannya dalam menentukan derujat vurus harus diberikan selama mungkin untuk mencegah
keparahan hepatitis. Makin besar respons imun tubuh sirosis tapi di samping itu juga sedini mungkin untuk
terhadap virus, makin besar pula kerusakan jaringan hati, mencegah integrasi genom VHB dalam genom sel hati yang
sebaliknya bila tubuh toleran terhadap virus terse.but maka dapat berkembang menj adi KHS.
tidak terjadi kerusakan hati.
Ada 3 fase penting dalam perjalanan penyakit
Hepatitis B Kronik yaitu fase imunotoleransi, fase HBeAg PADAHEPATITIS B KRONIK
imunoaktif atau fase immune clearance,dan fase
nonreplikatif atau fase res idual.P adamasa anak-anak atau Parameter untuk mengukur replikasi \{HB yang biasa dipakai
pada masa dewasa muda, sistem imun tubuh toleran adalah HBeAg dan anti-HBe serta konsentasi DNA VHB.
terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah Ada2 kelompok pemeriksaan DNA VHB yang lazim dipakai
dapat sedemikian tingginya, tetapi tidak terjadi peradangan yaitu metode hibridisasi dan amplifftasi sinyal (non PCR)
hati yang berarti. Dalam keadaan itu VHB ada dalam fase dan PCR. Belakangan ini banyak dipakai metode PCR
replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg kuantitatif. Pada saat ini nilai DNA VHB yang dipilih sebagai
positif, anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan kriteria dignostik hepatitis B kronik adalah 105 kopilml yang
konsentrasiALT yang relatif normal. Fase ini disebut fase merupakan batas kemampuan deteksi metode non PCR.
imunotoleransi. Pada fase imunotoleransi sangat jarang Metode non amplifftasi mempunyai kepekaan sampai 105-
terjadi serokonversi HBeAg secara spontan, dan terapi 106 kopilml, sedang PCRmempunyai kepekaan 10-100 kopi/
untuk menginduksi serokonversi HBeAg tersebut biasanya ml. Pada fase replikatif nilai DNA VHB lebih besar dari I 05
tidak efektif. Pada sekitar 30% individu dengan persistensi kopilrnl. Dengan demikian bila DNA VHB tidak bisa dideteksi
\{HB akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, dengan metode non PCR maka infeksi VHB dianggap sudah
terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan tidak aktif. Dalam keadaan normal, pada fase replikatif
konsentrasi ALT. Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan didapatkan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif
HEFATITISBKRONIK 055
dan anti-[IBe negatif serta konsentrasi DNA VHB yang Pemeriksaan biopsi untuk pasien Hepatitis B Kronik
tinggi. Pada sekelompok pasien dengan HBeAg negatif dan sangat penting terutama untuk pasien dengan HBeAg
bahkan anti-HBe positif dapat pula dijumpai konsentrasi positif dengan konsentrasi ALT 2 xfilai normal tertinggi
DNA VIIB dengan titer yang masih tinggi (> 100.000 atau atau lebih. Biopsi hati diperlukanuntukmenegakkan diag-
105 kopilml) dengan tanda-tanda aktivitas penyakit. Pada nosis pasti dan untuk meramalkan prognosis serta
kelompok pasien tersebut didapatkan mutasi pada daerah kemungkinan keberhasilan terapi (respons histologik).
precore daigenom VHB yang menyebabkan HBeAg tidak Sejak lama diketahui bahwa pasien Hepatitis B Kronik
bisa diproduksi. Mutasi tersebut dinamakan mutasi precore. dengan peradangan hati yang aktifmempunyai risiko tinggi
Berdasarkan status HBeAg, hepatitis B kronik rurtuk mengalami progresi, tetapi gambaran histologik yang
dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif aktifjuga dapat meramalkan respons yang baik terhadap
dan hepatitis B kronik HBeAg negatif. terapi imunomodulator atau antivirus.
Hepatitis B kronik HBeAg negatif sering ditandai
dengan perjalanan penyakit yang berfluktuasi dan jarang
mengalami remisi spontan. Karena itu pasien dengan HBe GAMBARAN HISTOPATOLOGIK HEPATITIS B
negatif dan konsentrasi DNA VHB tinggi merupakan KRONIK
indikasi terapi antivirus. Pada pasien dengan infeksi VHB
mutanprecore mungkin masih ada sisa-sisa VHB tipe liar Pada segitiga portal terdapat infiltrasi sel radang terutama
yang belum mengalami mutasi. limfosit dan sel plasma, dapat terjadi fibrosis yang makin
meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel
radang dapatmasukke dalam lobulus sehinggaterjadi erosi
GAMBARAN KLINIS limiting plate, sel-sel hati dapat mengalami degenerasi
baluning dan dapat terjadi badan asidofil (acidophilic
Gambaran klinis Hepatitis B Kronik sangat bervariasi. Pada bodies). Pada pasien hepatitis B kronikjarang didapatkan
banyak kasus tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan gambaran kolestasis. Untuk menilai derajat keparahan
pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal. Pada sebagian hepatitis serta untuk menentukan prognosis, dahulu
lagi didapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali gambaran histopatologik hepatitis B kronik dibagi menjadi
atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, misalnya 3 kelompok yaitu: l).Hepatitis kronikpersisten QIKP) adalah
eritema palmaris dart spider nevi, sertapada pemeriksaan infiltrasi sel-sel mononuklir pada daerah portal dengan
laboratorium sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT sedikit fibrosis, limiting plate maslh utuh, tidak ada
walaupun hal itu tidak selalu didapatkan. Pada umumnya piecemeal necrosis . Gambaran ini sering didapatkan pada
didapatkan konsentrasi bilirubin yang normal. Konsentrasi carrier asimtomati( 2). Hepatitis konik aktif (IIKA) adalah
albumin serum umrunnya masih normal kecuali pada kasus- adanya infiltrat radang yang menonjol, yang terutama
kasus yang parah. terdiri dari limfosit dan sel plasma yang terdapat di daerah
Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik portal. Infiltrat peradangan ini masuk sampai ke dalam
dapat dikelompokkan menjadi 2 y aitu: lobulus hati dan menimbulkan erosi limiting plate dan
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik disertai piecemeal necrosis. Gambaran ini sering tampak
aktif). HB sAg positif dengan DNA VHB lebih dari I 05 Kronik
pada carrieryang sakit (simtomatik); 3). Hepatitis
kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau Lobular (HKL), sering dinamakan hepatitis akut yang
intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-tanda berkepanjangan. Gambaran histologik mirip hepatitis akut
penyakit hati kronik. Pada biopsi hati didapatkan tetapi timbul lebih dari 3 bulan. Didapatkan gambaran
gambaran peradangan yang aktif. Menurut status peradangan dan nekrosis intra-lobular, tidak terdapat
HBeAg pasien dikelompokkan menjadi hepatitis B piecemeal necrosis dar, bridging necrosis.
konik HBeAg positif dan hepatitis B laonik HBeAg Klasifftasi di atas telah dipakai berpuluh-puluh tahun
negatif. oleh para ahli di seluruh dunia tetapi ternyata kemudian
2. CarrierYl{B Inaktif (Inactive HBV Carrier State).P ada tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan
kelompok ini HBsAg positif dengan titerDNA VHB yang hasilnya sering overlapping. Salah satu klasifikasi
rendahyaitukurang dari lOs kopilrnl. Pasienmenrnjukkan histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang terkenal
roNsu.rrusl ALT normal dan tidak didapatkan keluhan. adalahHistological Activity Index (HAI), yang ditemukan
Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan jaringan oleh Knodell pada tahun 1981, yang dapat dilihat pada
yang rninimal. Sering sulit membedakan Hepatitis B Tabel 1.
Kronik IIBe negative dengan pasien carrierYHB inaktif Dengan demikian skorHAI yang mungkin adalah 0-18.
karena pemeriksaan DNA kuantitatif masih jarang Pada Tabel 2 dapat dilihat hubungan antara skor indeks
dilakukan secara rutin. Dengan demikran perlu dilakukan aktivitas histologik dengan derajat hepatitis kronik.
pemeriksaan ALI berulang kali untuk waktu yang cukup Belakangan dibuat suatu pembagian baru berdasarkan
luna skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade) dan
656 HEPAIIOBILIER,
. AdefovirDipivoksil
Komponen Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah
Nekrosis periportal dengan atau lanpa bridging 0-1 0 mencegah atau menghentikan progresi jejas hati (liver
necrosts
Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal o-4 injury) dengan cara menekan replikasi virus atau
lnflamasi portal o-4 menghilangkan inj eksi.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang
sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus
yang aktif secara menetap (HBeAg dan DNA VHB). Pada
umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe
Diagnosis disertai dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan
1-3 Minimal meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis
4-8 Ringan B kronik HBeAg negatif, serokonversi IIBeAg tidak dapat
9-12 Sedang dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya
13-18 Berat
dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.
konsentrasi DNA akan kembali positif dan mencapai berjalannya waktu. VHB yang kebal terhadap lamiludin
konsentrasi sebelum terapi. mengalami mutasi pada gen P di daerah dengan
Menurut penelitian, dalam waktu I tahun serokonversi motif YMDD (tyr-met-asp-asd). Salah satu penelitian yang
HBeAg menjadi anti-HBe terjadi pada 16- 18% pasien yang dilakukan pada pasien dari Asia menunjukkan angka
mendapat Lamivudin, sedangkan serokonversi hanya kekebalan yang meningkat berturut-turut mulai tahun
terladi pada 4-6%o pasienyang mendapat plasebo (p<0,05) pertama sampai tahun keempat : 17, 40, 6 5, dan 67 Yo.
danl9Yo pada pasien yang mendapat IFN. MutanYMDD mengalami replikasi yang lebih lambat
Suatu parameter tunggal terbaik yang bisa dipakai dibandingkan dengan VHB tipe liar, dan karena itu
untuk meramalkan kemungkinan serokonversi HBeAg konsentrasi DNA VHB pada pasien dengan infeksi mutan
adalah konsentrasi ALT. Hal ini tampak pada Tabel 4. masih lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi
sebelum terapi. Bila terjadi kekebalan terhadap lamivudin,
analog nukleosid yang lain masih bisa dipakai (misalnya
adefovir dan enticavir).
Kadar ALT sebelum terapi Frekuensi Serokonversi Lamivudin pada hepatitis B kronik anak-anak. Suatu
> 5 x nilai normal teftinggi 64 % (p<0,01) penelitian pada 286 anak umur 2-17 tahun dengan
2 - 5 x nilai normal tertinggi 26 % (P=6,63; peningkatan ALT yang menggunakan dosis lamivudin 3
< 2 x nilai normal tertinggi 5 o/"
mg,&g berat badan tiap hari s elama 52 mtnggu menunjukkan
bahwa serokonversi HBeAg pada kelompok yang
mendapat lamivudin lebih besar dibandingkan dengan
Setelah terapi, konsentrasi ALT berangsur-angsur kelompokplasebo (23 vs 13%).
menjadi normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
Lamivudin padapasien sirosis dengan DNAYHB positif.
setelahpengobatan lamivudin selama I tahun telah terjadi
Penelitian menunjukkan bahwa lamirudin dapat dipakai
perbaikan derajat nekroinflamasi serta penurunan progresi
pada pasien sirosis dekompensata dengan DNA VHB yang
fibrosis yang bermakna. Di samping itu terjadi penurunan
positif. Sebagian besar pasien mengalami perbaikan
indeks aktivitas histologik (Ilzs tologic Activity Index) lebth
penyakit hati dan penurunan Child-Turcotte-Pugh (CTP)
besar atau sama dengan 2 poin pada 62-70% pasien yang
yang disertai dengan penurunan kebutuhan transplantasi
mendapat lamivudin dibandingkan dengan 30-33%. pada
hati pada pasien-pasien sirosis yang mendapatkan terapi
kelompok plasebo. Lamivudin merurunkan progresi fibrosis
lamivudin sedikitnya selama 6 bulan. Sebagian pasien
sebesar 30% dibandingkan dengan l5%o pada kelompok
yang mendapat terapi lamiludin tetap mengalami progresi
plasebo (p<0,01). Pada kelompok lamivudin progresi
penyakit hati sehingga tetap memerlukan transplantasi hati.
menjadi sirosis terjadi pada l,8o/o dibandingkan dengan
Sebagian lagi meninggal setelah mendapat terapi lamivudin
7,loh pada kelompok plasebo.
selama beberapa bulan pertama.
Khasiat lamiludin semakin meningkat bila diberikan
Suatu penelitian yang dilakgkan pada 1 54 orang pasien
dalam waktu yang lebih panjang. Karena itu strategi
sirosis yang mendapat lamivudin menunjukkan bahwa
pengobatan yang tepat adaTah pengobatan jangka pasien-pasien dengan sirosis yang relatif lebih ringan
panj ang. Penelitian dilakukan secara prospektif (cohort)
mendapat manfaatyang lebih besar dibandingkan dengan
pada terapi yang diberikan selama 4 tahun menunjukkan
pasien sirosis berat.
serokonversi berturut-turut setiap tahunnya sebagai
berikut: 22,29,40,dat47oh. Bilahanya pasien ALI> 2 x Keuntungan dan kerugian lamivudin. Keuntungan utarna
nilai normal tertinggi saja yang diberikan terapi lamivudin, dari lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta
didapatkan angka serokonversi yang lebih baik, berturut- harganya yang relatif murah. Kerugiannya adalah
turut tiap tahunnya 38, 42, 65, dan7 5%o. Sayangnya, strategi seringnya timbul kekebalan.
terapi berkepanjangan ini terhambat oleh munculnya Kekambuhan aiktt(fiare up) setelah penghentian terapi
virus yang kebal terhadap lamiludin, yang biasa disebut hepatitis B kronik yang
lamivudin. Sekitar 160/o pasien
mutan YMDD. Mutan tersebut akan meningkat2}%oliap
mendapatkan pengobatan lamivudin dalam jangka lama
tahun bila terapi lamiludin diteruskan.
mengalami kenaikan konsentrasi AIT 8-24 minggu setelah
Di samping khasiat Lamivudin untuk menghambat lamivudin dihentikan. Pada umumnya reaktivasi infeksi
fibrosis, Peek dan kawan-kawan telah membuktikan pada
VHB tersebut tidak disertai ikterus dan kebanyakan akan
binatang percobaan (woodchucks) yang terinfeksi VHB,
hilang sendiri. Pada sebagian kecil kasus dapat terjadi
bahwa pemberian Lamivudin sedini mungkin dapat
gejala-gejala hepatitis akut dan bahkan gagal hati. Keadaan
mencegah terjadinya karsinoma hepatoselular.
ini disebabkan karena terjadinya reinfeksi sejumlah besar
Kekebalan terhadap lamivudin. MutanVHB yang kebal sel-sel hati yang sehat akibat dihentikannya lamivudin yang
terhadap lamiludin biasanya muncul setelah terapi selama diikuti dengan respons imun yang mirip hepatitis B akut.
6 bulan dan terdapat kecenderungan peningkatan dengan Karena itu pada semua pasien hepatitis B kronik yang
HEPATITISB KRONIK 6s9
mendapat terapi lamivDdin perlu dilakukan monitoring Gabungan antara IFII dan nukleosid. Untukmeningkatkan
seksama setelah pengobatan dihentikan. Pada khasiat monoterapi IFN dan monoterapi lamiludin telah
kekambuhan dengan gejala berat lamivudin diberikan dilakukan penelitian yang membandingkan pemakaian
kembali. Perhatian khusus perlu dilakukan untuk pasien- monoterapi dengan PEG interferon, monoterapi dengan
pasien yang sebelum terapi Lamivudin sudah menderita lamivudin dan kombinasi antara PEG inteferon dan
dekompensasi. lamivudin pada pasien hepatitis B kronik. Ternyata
gabungan ar,tara kedua obat itu tidak lebih baik
2. Adefovir dipivoksil. Adefovir dipivoksil adalah suatu
dibandingkan dengan monoterapi PEG Interferon atau
nukleosid oral yang menghambat enzim reverse
monoterapi lamivudin.
transcriptase. Mekanisme khasiat adefovir hampir sama
dengan lamivudin. Penelitian menunjukkan bahwa Lama terapi antivirus. Dalam keadaan biasa IFN diterikan
pemakaian adefovir dengan dosis l0 atau 30 mg tiap hari sampai 6 bulan sedangkan lamivudin sampai 3 bulan setelah
selama 48 minggu menunjukkan perbaikan Knodell serokonversi HBeAg.
necroinflammatory score sedikitnya 2 poin. Juga terjadi
Kriteria respons terhadap terapi antivirus. Respons
penurunan konsentrasi DNA VHB, penurunan konsentrasi
terhadap antivirus (IFN atau analog nukleosid) yang biasa
ALT serta serokonversi HBeAg.
dipakai adalah hilangnya DNA VHB dalam serum (nonPCR),
Walaupun adefovir dapat juga dipakai untuk terapi
hilangnya HBeAg dengan atau tanpamunculnya anti-HBe
funggal primer, namun karena alasan ekonomik dan efek
(serokonversi HBeAg), normalnya konsentrasi ALT serta
samping adefovir, maka pada saat ini adefovir baru dipakai
pada kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudin. Dosis
turunnya nekroinflamasi dan tidak adanya progresi
yang dianjurkan adalah l0 mg tiap hari. Sampai sekarang
fibrosis pada biopsi hati yang dilakukan secara seri. Para
kekebalan terhadap adefovir belum pernah dilaporkan.
ahli menganjurkan standardisasi respons terhadap terapi
Salah satu hambatan utama dalam pemakaian adefovir
antivirus untuk hepatitis B. Respons tersebut dibagi
menjadi: respons biokimiawi (BR), respons virilogik (VR),
adalah toksisitas pada ginjal yang sering dijumpai pada
dosis 30 mg atau lebih. dan respons histologik (HR), pada akhir terapi dan 6-12
bulan setelah terapi dihentikan.
Keuntungan dan kerugian adefovir. Keuntungan
penggunaan adefovir adalah jarangnya terjadi kekebalan. Kategori Respons Antivirus.
Dengan demikian obat ini merupakan obat yang ideal untuk
. Responsbiokimiawi@R)adalahpenurunankonsentrasi
terapi hepatitis B kronik dengan penyakit hati yang parah. ALTmenjadinormal.
Kerugiannya adalah harga yang lebih mahal dan masih
. Respons virologik (VR), negatifnya DNA VHB dengan
kurangnya data mengenai khasiat dan keamanan dalam metode nonamplifikasi (<105 kopi/ml), dan hilangnya
jangka yang sangat panjang. HBeAg pada pasien yang sebelum terapi HBeAg
positif.
3. Analog nukleosid yang lain. Berbagai macam analog . Respons histologis (HR), menurumya indeks aktivitas
nukleosid yang dapat dipakai pada hepatitis B kronik histologik sedikitnya 2 poin dibandingkan biopsi hati
adalah Famcicloyir dan emtericitabine (FTC).
sebelum terapi.
Indikasi terapi antivirus. Terapi antivirus dianjurkan untuk . Respons komplit (CR), adanyarespons biokimiawi dan
pasien hepatitis B kronik dengan ALT > 2 xnilai normal virologik yang disertai negatifnya HBsAg
tertinggi denganDNAVHB positif. UntukALT< 2x nllai Waktu Pengukuran respons antivirus. Selama terapiAlT,
normal tertinggi tidak perlu terapi antivirus. HBeAg dan DNA VHB (non PCR) diperiksa tiap 1-3 bulan.
Terapi antivirus untuk hepatitis B kronik dengan Setelah terapi selesaiALll, HBeAg dan DNAVHB (nonPCR)
konsentrasi ALT normal atau hampir normal. diperiksa tiap 3-6 bulan.
Kebanyakan ahli berpendapat bahwa untuk hepatitis B Pengaruh genotip VHB terhadap respons terapi antivirus.
kronik dengan konsentrasi ALT normal tidak diperlukan Virus Hepatitis B dikelompokkanmenjadi 8 genotip (A-II).
pemberian terapi antivirus walaupun didapatkan DNA VHB
Sebagian besar genotip menunjukkan distribusi geografik
titer tinggi atau HBeAg positif. Beberapa ahli menyatakan yang spesifik, misalnya: Eropa Barat Daya dan Amerika
bahwa pada kasus-kasus seperti di atas, yang pada biopsi Utara, Asia Tenggara, Asia Timur, Mediterania, India, dan
hati didapatkan gambaran biopsi yang sangat aktifapalagi Timur Tengah.
bila dise(ai fibrosis berat perlu diberikan terapi anti vnus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genotip VHB
IFN atau analog nukleosid UnhrkALI2-5 kali nilai tertinggi berhubungan dengan kemungkinan serokonversi HBeAg,
dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari atau IFN 5 MU progresi penyakit hati, dan respons terapi antivirus.
3x seminggu. UntukALT > 5 x nilai normal tertinggi dapat Sebagai contoh, penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa
diberikan lamivudin 100 mg tiap hari. Pemakaian IFN tidak genotip C lebih lambat dibandingkan dengan genotip B.
dianjurkan. Demikian juga kemungkinan untuk kekambuhan pada
660 I{EPATIOBILIER,
genotip B lebih rendah dibandingkan dengan genotip C. 2a (40kDa): an advance in the treatment of hepatitis B e anti-
Perbedaan respons terapi antara genotip B dan C: gen-posilive chronic hepatitis B. J viral Hepatitis. 2003;10:298-
. Interferon: respons pada genotip B lebih baik daripada 3 05.
thymosin alpha 1 in patient with chronic hepatitis B: a Lai CL, Ratziu, Yue MF, Poynard T. Viral hepatitis B. Lancet.
randomized, conlrolled trial. Hepatology. 1 998; 27 :1383. 2003;362:2089-94.
Chu CJ, Hussain M and Lok AS. Hepatitis B virus genotype B is Lai CL, Yuen MF. Perspective on the treatment of chronic
associated with earlier HBeAg seconversion compared with hepatitis B. In: Zuckerman, editor. Hepatitis B in Asian Pacific
hepatitis B virus genotype C. Gastroenterclogy. 2002;122:1756. Region. Volume 1. London: Royal College ofPhysician; 1997'
Cohard M, Poynard I Mathurin P and Zarski JP. Prednisone-inter- p.155-667.
feron combination in the treatment of chronic hepatitis B: Lee WM. Hepatitis B virus infection. N Engl I Med, 1997;337:1733.
direct and indirect meta-analysis. Hepatology. 1994;20:1390. Leung N. Therapeutic guidelines on management of chronic
Colquhoun SD; Belle SH, Samuel D, Pruett TL and Teperman LW. hepatitis B in Asia; 2001. Available on: http://
Transplantion in the hepatitis B patient and current therapies www me di c ine. o r g. hk/fm s hk/ apr 2 0 0 1 /sJ2 0 0 I 0 4 0 2. htm -
to prevent recurrence Semin Liver Dis. 2000;20:(Suppl.1):7- Liaw YF, Leung NW, Chang TT, Guan R, Tai DI, Ng KY, Chien RN,
t2. Dent J, Roman L, Edmundson S, and Lai CL. Effects of
Conjeevaram HS, Lok AS. Management of chronic hepatitis B. J extended lamivudine therapyin Asian patient with chronic
Hepatol. 2003;38:S90-S 103. hepatitis B. Asia Hepatitis Lamivudine Study Group,
Cooksley WGE, Piratvisuth T, Wang YJ, et al. Peginterferon alfa- Gastroenterolo gy. 2000 ;ll 9: I7 2.
HEFATITISB KRONIK 66t
Lok AS, Heathcote EJ, Hooftragle JH. Management of hepatitis B. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI): Konsensus tatalaksana
2000-summary of a workshop. Gastroenterol. 2001;1201828. hepatitis B di Indonesia, Jakarta, Juli 2004.
Lok ASR McMahon BJ. Chronic hepatitis B. American Association Schiff ER, Lai C, Hadziyanis et al. Adefovir dipivoxil therapy for
for the Study of Liver Disease (AASLD) Practice Guidelines. lamivudine resistant hepatitis B in pre and post liver transplan-
Hepatology. 2001;34:1125-41. tation patients. Hepatology. 2003;38:1419-27.
Marcellin P, Chang I Thin SG et al. Adefovir dipivoxil for the Schmid M, Flury R, Buller H, Harellea J, Grob PJ, Heitzh PU. Chronic
ffeatment of HBeAg positive chronic hepatitis B. N Engl J Med. viral hepatitis B and C: an argument against the conventional
2003;348:801-16. classification of chronic hepatitis. Am J Chin Pathol.
Malik AH, Lee WM. Chronic hepatitis B virus infection: treatment 1995:56'l:3.
strategies for the next millennium. Annal of internal Medicine. Thomas HC, Thurz MR. Pathogenesis of chronic hepatitis B. ln:
2000:'132:723-31 . Zuckerman and Thomas, eds. Viral hepatitis. 2nd edition.
Onata M. Treatment of chronic hepatitis B infection. N Engl J Churchil Livingstone; 1998. p. 217 -26.
Med. 1998; 339:ll4-5. The EASL. EASL International Consensus Conferenoe on
Papatheodoridis GV, Ha&iyaruris SJ. Current management of chronic Hepatitis B. Geneva. 13-14 Septembet, 2002. J Hepatol.
viral hepatitis B. Ailment Pharmacol Ther. 2004;19:25-37. 2003;3 8:5 33-40.
Peek SF, Toshkov IA, Erb HN, et al. 3'-Thiacytidine (3TC) delays Wong JB, Yrt CZ,Thin S et al. Cost effectiveness of Interferon alfa-
development of hepatocellular carcinoma (HCC) in woodchucks 2b treatment for HBeAg positive chronic hepatitis B. An Int
with experimentally induced chronic woodchuck hepatitis virus Med. 1995;122:664-75.
(WHV) infection : preliminary results of a lifetime study. Yang LM, XuKC, Zhao YL, Wu Z\ Chen TF, Qin YZ, et al. Clinical
Hepatology. 1997 ;265 :3 68 A. significance of liver biopsy in chronic hepatitis B patient with
Pontana RJ, Hann HW, Perrillo RP, Vierling JM, Wright T, Rakela persistently normal transminase. Chinese J Dig Dis. 2002;3:150-
J, Anschuetz Q Davis R, Gardner SD and Brown NA. Determi- 3.
nant of early mortality in patients with decompensated chronic
hepatitis B treated with antiviral therapy. Gastroenterology.
2002;123:7 19 .
103
HEPATITIS C
Rino A. Gani
662
HEPAilITISC 663
envelope region) dan protease-protease yang dikode oleh dent RNA polymerase; protein yang dikode oleh regio
VHC untuk protein-protein regulator dari regio non- NS5B pada gen VHC. Melalui salinan RNA negatifini dibuat
struktural (NS regloz). Sampai saat ini telah dikenal 3 salinan-salinan RNA positif. Untuk kegiatan replikasi ini,
macam protein struktural (core, El dan E2) maupun 7 VHC memerlukan semua aktivitas enzim-enzimnya, gerap7
protein non-struktural (regulator) yaitu : NS2, NS3, p7, dan susunan ujung 3' yang tepat. Untai ganda RNA ini
NS4a, NS4b, NS5a, danNS5b. akan diurai oleh helikase VHC (hasil translasi NS3) dan
. Protein core dalam proses pengemasan virus setelah dalam proses pengeluaran virus dari sel, untai RNA positif
keluar dari sel akan membungkus RNA VHC untai tunggal tunggal yang dimasukkan dalam protein C (core) danB
positif di retikulum endoplasma. Protein ini juga ditemukan (envelope).
dalam nukleus sel hati dan mungkin bertanggung jawab Susunan gen-gen yang berbeda pada regio S'UTR, core
dalam timbulnya kerusakan sel hati atau dalam fungsi maupun NS5B diketahui dapat menggolongkan VHC dalam
penekanan imunoregulasi dan apoptosis sel hati yang beberapa genotipe dan subtipe. Genotipe dipisahkan oleh
terinfeksiVHC. perbedaan susunan gen lebih kurang 30% sedangkan
Dua bagian dairegioB2 dikenal sebagai hyperttariable subtipe dipisahkan oleh perbedaan susunan gen <10%.
region (HI/RI dan HVR2) karena susunan nukleotidanya Saat ini telah diidentifftasi 6 genotipe yang berbeda dengan
sangat bervariasi dan merupakan hasil interaksi antara subtipe yang banyak dan setiap saat bertambah terus. Di
virus dengan sistem imunologik yang khas untuk VHC. Indonesia, Amerika serikat, dan Eropa barat terbanyak
Regio E2 juga mentranslasikan CDS1 yang berperan adalah genotipe I a dan lb. Lebih dmi 600/o diarfiaru genotipe
sebagai reseptor virus untuk infeksi ke dalam sel. Antibodi yang berhasil diidentifikasi pada beberapa studi di
terhadap protein E2 ini dapat protektif pada percobaan Indonesia merupakan genotipe la dan lb.
dengan simpanse. Regio E2 ini juga memuat sequence Genotipe mempunyai arti tidak saja dalammenentukan
yang identik dengan tempat fosforilasi protein kinase in- penyebaran VHC secara geografisis tetapi juga bermanfaat
terferon (PKR) yang mungkin berperan dalam kerentanan dalam menentukan prognosis perjalanan penyakit dan
VHC terhadap terapi interferon. efektifitas pengobatan dengan inteferon. Genotipe I
Regio NS2,3 dan 4,A. menghasilkan protease, NS3 mempunyai kecepatan replikasi lebih besar dari pada
menghasilkan helikase dan NS5B menghasilkan RNA-de- genotipe lainnya sehingga umumnya kandungan virus
pendent RNA polymerase. Di antara regio NS2 dan E, pada seorang pasien lebih besar. Genotipe ini diketahui
terdapat regio yang menghasilkan protein p7 mungkin pula mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan
berfungsi sebagai saluran(chanel) ion di membran selular.. pasien dengan genotipe lainnya. Genotipe I dan 4
Bagian dari regio NS5A juga ditengarai mempunyai memerlukan terapi yang lebih lama dibandingkan dengan
hubungan dengan keberhasilan terapi dengan interferon genotipe 2 dan 3. Variasi di regio NS5A mungkin berperan
sehingga disebut sebagai interferon sensivity dalam menentukan keberhasilan terapi dengan interferon
determining region (ISDR) walaupun hal ini masih tetapi hal ini masih kontroversial karena tidak ditunjang
kontroversial. dengan bukti yang sama antara isolat di Jepang dengan di
Protein-protein yang dihasilkan VHC berfungsi penting Amerika atau Eropa.
dalam siklus hidup virus ini sehingga banyak penelitian
yang berusaha memanfaatkan protein-protein tersebut
maupun regio dalam gen VHC itu untuk membuat anti PATOGENESIS
virus yang efektif.
Virus ini bereplikasi melalui RNA-dependent RNA Studi mengenai mekanisme kerusakan sel-sel hati VHC
polymerase yang akan menghasilkan salinan RNA virus masih sulit dilakukan karena terbatasnya kultur sel untuk
tanpa mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan VHC dan tidak adanya hewan model kecuali simpanse yang
menghancurkan salinan nukleotidaiyang tidak persis sama dilindungi. Kerusakan sel hati akibat VHC atau partikel
dengan aslinya). Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya virus secara langsung masih belum jelas. Namun beberapa
banyak salinan-salinan RNA VHC yang sedikit berbeda bukti menunjukkan adanya mekanisme imunologis yang
namun masih berhubungan satu sama lain pada seorang menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core misalnya
pasien yang disebut sebagai quasispecies. Perbedaan ditengarai dapat menimbulkan reaksi pelepasan radikal
nukleotida di antara quasispecies tidak lebih dari lU%6 oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui
namun menimbulkan masalah pada pengenalan sistem pula mampu berinteraksi pada mekanisme s ignaling dalam
imunologik pasien terhadap virus ini karena perbedaan inti sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi
struktur antigen yang di ekspresikan oleh VHC. imunologik dan apoptosis. Adanya bukti-bukti ini
Kecepatan replikasi VHC sangat besar, melebihi HIV menyebabkan kontroversi apakah VHC bersifat sitotoksik
maupun VHB. Data yang ada menunjukkan replikasi VHC atau tidak, terus berlangsung.
terjadi dalam sitoplasma sel hati dengan membuat salinan Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat
RNA negatif sementara yang dilakukan oleh RNA-depen- diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh VHC
664 HEPAI'OBILIER
pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang hepatitis akut akibat infeksi virus-virus hepatitis lainnya.
relatif lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan Hepatitis fulminan sangat jarang te{adi. AIT meninggi
melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa sampai beberapa kali di atas batas atas nilai normal tetapi
menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik umunnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L. Umumnya,
VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus. berdasarkan gejala klinis dan laboratorik saja tidak dapat
Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivitas dibedakan antara infeksi oleh virus hepatitis A, B
limfosit sel T-helper (Th) spesifikVHC. Adanyapergeseran maupun C.
dominasi aktivitas Th1 menjadi TM berakibat pada reaksi Infeksi akan menjadi kronik pada 70 - 90 0Z kasus dan
toleransi dan melemahnya respons CTL. sering kali tidak menimbulkan gejala apapun walaupun
Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin proses kerusakan hati berjalan terus. Hilangaya VHC setelah
pro-inflamasi seperti TNF-cr, TGF-p I , akan menyebabkan te{adinya hepatitis kronik s angat jarungteq'adi. Diperlukan
rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan waktu 20 -30 tahununtuk terjadinya sirosis hati yang akan
aktivasi sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel yang te{adi pada 15 -20 % pasien hepatitis C kronik.
khas ini sebelumnya dalam keadaan 'tenang' (quiscent) Kerusakan hati akibat infeksi kronik tidak dapat
kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel tergambar pada pemeriksaan fisis maupun laboratorik
miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada pasien dimana
sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam ALT selalu normal, l8 - 20 % sudah terdapat kerusakan
menghasilkan sitokin-sitokin pro-infl amasi. Mekanisme ini hati yang bermakna, sedangkan diantara pasien dengan
dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang peningkatan ALT, hampir semuanya sudah mengalami
terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama kerusakan hati sedang sampai berat.
semakinbanyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Progresifitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati
Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan tergantung beberapa faktor risiko yaitu : asupan alkohol,
sirosis hati. ko-infeksi dengan virus hepatitisB atalo Human Immuno-
Pada gambaran histopatologis pasien hepatitis C kronik deficiency l4rus (H$, jenis kelamin laki-laki, dan usia tua
dapat ditemukan proses inflamasi kronik berupa nekrosis saat teg'adinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka
gerigit, maupun lobular, disertai dengan fibrosis di daerah dapat timbul kanker hati dengan frekuensi I - 4 %o tiap
portal yang lebih lanjut dapat masuk ke lobulus hati (fr- tahunnya. Kanker hati dapat tef adi tanpa melalui sirosis
brosis septal) dan kemudian dapat menyebabkan nekrosis hati walaupun hal ini amat jarang te{adi.
dan fibrosis jembatan (bridging necrosis/fibrosis). Ko-infeksi \rHC dengan HIV diketahui menjadi masalah
Gambaran yang agak khas untuk infeksi VHC adalah karena dapat memperburuk perjalanan penyakit hati yang
agregat limfosit di lobulus hati namun tidak didapatkan kronik, mempercepat terjadinya sirosis hati dan mungkin
pada semua kasus inflamasi akibat VHC. pula mempercepat penurunan sistem kekebalan tubuh,
Gambaran histopatologis pada infeksi kronik VHC terutama infeksi oleh VHC genotipe l. Adanya ko-infeksi
sangat berperan dalam menentukan prognosis dan VHC dan HIV juga menyulitkan terapi dengan obat-obatan
keberhasilan terapi. Secara histopatologis dapat dilakukan anti retrovirus karena memperbesar proporsi pasien yang
skoring untuk inflamasi dan fibrosis di hati sehingga menderita gangguan fungsi hati dibandingkan dengan
memudahkan untuk keputusan terapi, evaluasi pasien mereka yang tidak terdapat ko-infeksi VHC-HIV-.
mauprm komunikasi antara ahli patologi. Saat ini sistem Di Indonesia permasalahan ko-infeksi VHC dan HIV
skoring yang mempunyai variasi intra dan interobserver banyak ditemukan pada pengguna narkotika suntik yang
yang baik di antaranya adalah METAVIR dan ISHAK. menggunakan alat suntik bergantian. Lebih dari 80%
pengguna narkotika suntik terinfeksi oleh VHC. Pada
populasi ini juga ditemukan semakin tingginya proporsi
KARAKTERISTIK KLINIS DAN PERJALANAN kejadian hepatotoksisitas penggunaan obat antiretroviral
PENYAKIT (ALT >5 kali nilai normal) pada mereka dengan ko-infeksi
VHC-HIV dibandingkan dengan mereka yang hanya
Umumnya infeksi akut VHC tidak memberi gejal a atathanya menderita infeksi HIV saja. Proporsi hepatotoksisitas juga
bergejala minimal. Hanya 20 - 30 o/o kasus saja yang semakin meningkat bila terdapat ko-infeksi \rHC-HIV dan
mennnjukkan tanda-tanda hepatitis akuf 7 - 8 minggu VIIB yang juga tidak jarang ditemukan pada pengguna
(berkisar 2 - 26 minggu) setelah terjadinya paparan. narkotika di Indonesia.
Walaupun demikian, infeksi akut sangat sukar dikenal Ko-infeksi VHC dengan virus hepatitis B (VHB) juga
karena pada umumnya tidak terdapat gejala sehingga sulit memperburuk perjalanan penyakit pasien. Dilaporkan
pula menentukan perjalanan penyakit akibat infeksi VHC. kejadian sirosis hati relatif lebih banyak ditemukan pada
Dari beberapa laporan yang berhasil mengidentifikasi mereka yang menderita ko-infeksi VHC-VHB dibandingkan
pasien dengan infeksi hepatitis C akut, di dapatkan adanya dengan \rHC atau VHB saja. Selain itu, risiko terjadinya
gejala malaise, mual-mual dan ikterus seperti halnya kanker hati meningkat menjadi amattinggi pada mereka
HEPAflTISC 665
yang menderita ko-infeksi ini dibandingkan hanya digandakan oleh enzim polimerase digunakan sejak
terinfeksi salah satu virus tersebut saja. ditemukannya virus ini dan saat ini umrunnya digunakan
Superinfeksi oleh virus hepatitis A (VHA) pada pasien untuk menentukan adanya VHC (secara kualitatif) maupun
yang telah terinfeksi VHC dilaporkan dapat menjadi menentukanjumlah virus dalam serum (kuantitatif). Teknik
hepatitis akut yang berat maupun hepatitis fulminan. Untuk ini juga dipakai dalam menentukan genotipe VHC. Teknik
itu, pasien VHC yang belum pernah terinfeksi VHA (anti- lain adalah dengan menggan dakat signal yang didapat dari
HAV total negatif) dianjurkan untuk vaksinasi terhadap gen VHC yang terikat pada probe RNA sehingga dapat
infeksiVIIA. dihitung jumlah kuantitatif VHC. Hasil dari kedua metode
Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul ini sulit dibandingkan satu sama lain walaupun saat ini telah
manifestasi ekstra hepatik, antata lain : krioglobulinemia ada standarisasi dalam satuan pemeriksaan sehingga di
dengan komplikasi-komplikasinya (glomenrlopati, kelemaharl masa datang diharapkan satu pemeriksaan dapat diikuti
vaskulitis, purp wa, atau arbr:algia), poryhyr i a cut anea tard a, atau dilakukan pemeriksaan ulang dengan pemeriksaan lain
s ic c a syndrome, atau lichen pl anus. P atoftsiologi gangguan- dengan hasil yang dapat dibandingkan.
gangguan ekstra hepatik ini belum diketahui pasti, namun Untuk menentukan genotipe VHC selain dengan teknik
dihubrurgkan dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi PCR, juga digunakan teknik hibridisasi atau dengan
sel-sel limfoid sehingga mengganggu respons sistem melakukan se qu enc ing gen YHC.
imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan
sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya angka adanya infeksi VHC dilakukan pada penapisan darah unhrk
kejadian limfoma non-Hodgkin pada pasien dengan infeksi transfusi darah. Umumnya unit-unit transfusi darah
VHC. menggunakan deteksi anti-VHC dengan EIA maupun
dengan cara imunokromatografi, namun masih terdapat
kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh VHC walaupun
DIAGNOSTIK deteksi anti-VHC sudah dinyatakan negatif.
Teknik deteksi nukleotida lebih sensitif daripada
Infeksi oleh VHC dapat diidentifftasi dengan memeriksa deteksi anti-VHC karena itu di dunia saat ini telah
antibodi yang dibentuk tubuh terhadap VHC bila virus ini dikgmbangkan teknik menggunakan real-time PCR yang
menginfeksi pasien. Antibodi ini akan bertahan lama setelah dapat mendeteksi RNA VHC dalam jumlah yang sangat
infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektif. Walaupun kecil (kurang dari 50 kopi/ml). Selain itu, teknologi
pasien dapatmenghilangkan infeksi VHC pada ffieksi akut, menggnnakan teknlk transcription'mediated amplifica-
namun antibodi terhadap VHC masih terus bertahan /ion (TMA) juga telah dikembangkan untuk meningkatkan
bertahun-tahun (18 -
20 tahun). sensitivitas deteksi VHC. Teknik-teknik yang sangat
Deteksi antibodi terhadap VHC dilakukan umunmya sensitif ini berguna untuk deteksi infeksi VHC di kalangan
dengan teknik enzyme immuno assay (EIA). Antigen yang pasien maupun di kalangan masyarakat umum untuk
digunakan untuk deteksi dengan cara ini adalah antigen transfusi darah.
C-100 danbeberapa antigen non-struktural (NS 3,4 dan 5)
sehingga tes ini menggunakan poliantigen dari VHC'
Dikenal beberapa generasi pemeriksaan antibodi VHC ini EPIDEMIOLOGI INFEKSI VHG
dimana antigen yang digunakan semakin banyak sehingga
saat ini generasi III mempunyai sensitivitas dan spesifisitas Infeksi VHC didapatkan di seluruh dunia. Dilaporkan lebih
yang tinggi. Antibodi terhadap VHC dapat dideteksi pada kurang I 70 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini.
ke 4 - l0 dengan sensitivitas mencapai 99
o/o dan Prevalensi VHC berbeda-beda di seluruh dunia. Di Indo-
^inggu nesia belum ada dataresmi mengenai infeksi VHC tetapi
spesifisitas lebih dari 90%. Negatif palsu dapat terjadi pada
pasien dengan defisisiensi sistem kekebalan tubuh seperti dari laporan pada lembaga transfusi darah didapatkan lebih
pada pasien HIV, gagal ginj al, atau pada krioglobulinemia. kvrang2 % positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi populasi
Immunoblot assay dulu digunakanuntuk tes konf,trmasi umum di Jakarta prevalensi VHC lebih kurang 4 %o.
pada mereka dengan anti-HCV positif dengan EIA. Saat Umumnya transmisi terbanyak berhubungan dengan
ini dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas EIA yang transfusi darah terutama yang didapatkan sebelum
sudah sedemikian tinggi, tes konfirmasi ini tidak lagi dilakukannya penapisan donor darah untuk VHC oleh PMI.
digunakan. Infeksi VHC juga didapatkan secara sporadik atau tidak
Deteksi RNA VHC digrurakan urtuk mengetahui adanya diketahui asal infeksinya. Hal ini dihubungkan dengan
virus ini dalam tubuh pasien terutama dalam serum sehingga sosial ekonomi rendah, pendidikan kurang, dan perilaku
memberikan gambaran infeksi sebenamya. Jumlah VHC seksual yang berisiko tinggi. Infeksi dari ibu ke anakjuga
dalam serum maupun hati relatif sangat kecil sehingga dilaporkan namun sangat jarang terjadi, biasanya
diperlukan teknik amplifikasi agar dapat terdeteksi. Teknik dihubungkan dengan ibu yang menderita HIV karena
polymerase chain reactioz (PCR) dimana gen VHC jumlah VHC di kalangan ibu yang menderita HfV biasanya
666 HEPATOBIIJER
tinggi. Dilaporkan pula terjadinya infeksi VHC pada Pada pasien yang tidak terjadi hbrosis hati (F0) atau
tindakan-tindakan medis seperti endoskopi, perawatan hanya merupakan fibrosis hati ringan @ I ), mungkin terapi
gigi, dialisis, maupun operasi. VHC dapat berkansmisi tidak perlu dilakukan karena mereka biasanya tidak
melalui luka tusukan jarum namun diketahui risikonya relatif berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita
Iebih kecil dari pada VHB namun lebih besar dari pada infeksi VHC. Nilai fibrosis hati pada tingkat menengah atau
VIrc. tinggi, sudah merupakan indikasi untuk terapi sedangkan
Umumnya genotipe yang didapatkan di Indonesia apabila sudah terdapat sirosis hati, maka pemberian
adalah genotipe 1 (ebih kurang 60 - 70%) diikuti oleh interferon harus berhati-hati karena dapat menimbulkan
genotipe 2 dan genotipe 3. Dilaporkan adanya genotipe penurunan fungsi hati secara bermakna.
khas untuk Indonesia yaitu genotipe lc tetapi sebagian Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan
para ahli menganggap genotipe ini sama dengan genotipe menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya
I lainnya yang sudah dilaporkan hanya saja laporan disepakati bila genotipe VHC adalah genotipe I dan 4,
terdahulu menggunakan metode yang banya melihat maka terapi perlu diberikan selama 48 minggu dan bila
sebagian kecil gen VHC saja. genotipe 2 dan 3, terapi cukup diberikan selama24mnggt.
Prevalensi yang tinggi didapatkan pada beberapa Kontra indikasi terapi adalah berkaitan dengan
kelompok pasien seperti pengguna narkotika suntik (> penggunaan inteferon dan ribavirin tersebut. Pasien yang
80%) dan pasien hemodialisis (70%). Pada kelompok berumur lebih dari 60 tahun, Hb < 10 g/dl, lekosit darah <
pengguna narkotika suntik ini selain infeksi VHC yang 2500fuL, trombosit < 100.000/uL , adanya gangguan jiwa
tinggi, ko-infeksi dengan HIV juga dilaporkan tinggi (> yang berat, dan adanya hipertiroid tidak diindikasikan
8070). untuk terapi dengan interferon dan ribavirin. Pasien dengan
VHC didapatkan pada saliva pasien tetapi infeksi VHC gangguan ginjal juga tidak diindikasikan menggunakan
melalui saliva dan kontak-kontak lain dalam rumah tangga ribavirin karena dapat memperberat ganggunan ginjal yang
diketahui sangat tidak efisien untuk te{adinya infeksi dan terjadi.
transmisi VHC sehingga amat jarang ditemukan adanya Untuk inteferon alfa yang konvensional, diberikan
transmisi VHC melalui hubungan dalam rumah tangga. setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit
subkutan setiap kali pemberian. interferon yang telah diikat
dengan poly-ethylen glycol (PEG) atau di kenal dengan
PENATAI.AKSANAAN Peg-Interferon, diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5
ug/kg BB/ kali (untuk Peg-Inteferon 12 KD) atau 180 ug
Untuk penatalaksanaan infeksi VHC beberapa badan (untuk Pe g-Interferon 40 KD).
peneliti hati di dunia seperti American Asscociation for Pemberian interferon diikuti dengan pemberian
Study of the Liver Diseases (AASLD), European ribavirin dengan dosis pada pasien dengan berat badan <
Association for Study of the Liver (EASL) dan Asia-Pa- 50 kg 800 mg setiap hari, 50 -70k91000 mg setiap hari,
cific Association for Study of the Liver (APASL) serta dan > 70 kg 1200 mg setiap hari dibagi dalam 2 kali
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) sudah pemberian.
mengeluarkan panduan penatalaksanaan. Pasien biasanya Pada akhir terapi dengan inteferon dan ribavirin, perlu
diketahui terinfeksi VHC setelah adanya pemeriksaan anti- dilakukan pemeriksaan RNA VHC secara kualitatif untuk
HCV yang positif. Untuk mengetahui adanya infeksi mengetahui apakah VHC resisten terhadap pengobatan
sebenarnya, pemeriksaan RNA VHC perlu dilakukan dengan interferon yang tidak akan bermanfaat untuk
dimana sekaligus diketahui jumlah virus di dalam darah memberikan terapi lanjutan dengan interferon dan tidak
serta genotipe VHC. memerlukan pemeriksaan RNA VHC 6 bulan kemudian.
Indikasi terapi pada hepatitis C kronik apabila Keberhasilan terapi dinilai 6 bulan setelah pengobatan
didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas dihentikan dengan memeriksa RNA VHC kualitatif. Bila
nilai normal, Menurut panduan penatalaksanaan, nilai ALT RNA VHC tetap negatif, maka pasien dianggap mempunyai
lebih dari 2 kali batas atas nilai normal.Hal ini mungkin respons virologik yang menetap (sustained virological
tidak berlaku mutlak karena berapapun nilai ALT di atas response atau SVR) dan RNA VHC kembali positif pasien
batas nilai normal biasanya sudah menunjukkan adanya dianggap kambuh (relapser). Mereka yang tergolong
fibrosis yang nyata bila dilakukan biopsi hati. Bila nilai kambuh ini dapat kembali diberikan lnterferon dan ribavirin
ALT normal, harus diketahui terlebih dahulu apakah nilai nantinya dengan dosis yang lebih besar atau bila
normal ini menetap (persisten) atau berfluktuasi dengan sebelumnya menggunakan inteferon konvensional, Peg-
memonitor nilai ALT setiap bulan untuk 4 - 5 kali Interferon mungkin akan bermanfaat. Beberapa peneliti
pemeriksaan. Nilai ALT yang berfluktuasi merupakan menganjurkan pemeriksaan RNA VHC kuantitatif I2 minggu
indikasi untuk melakukan terapi namun bila nilai ALT tetap setelah terapi dimulai untuk menentukan prognosis
normal, biopsi hati perlu dilalcukan agar dapat lebih jelas keberhasilan terapi dimana prognosis dikatakan baik bila
diketahui fibrosis yang sudah terjadi. RNA VHC turun > 2log.
HEFATITISC 667
Efek samping penggunaan interferon adalah demam hingga mencapai 100%. Pada kelompok pasien ini inter=
dan gejala-gejala menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak feron dapat digunakan secara monoterapi tanpa Ribavirin
nafsu makan, dan sejenisnya), depresi dan gangguan dan lama terapipada satu laporan hanya 3 bulan. Namun
emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi sulit untuk menentukan infeksi akut VHC karena tidak
sumsum tulang, hiperurisemia, kadang-kadang timbul adanya gejala akibat infeksi virus ini sehingga umurnnya
tiroiditis. Ribavirin dapat menyebabkan penurunan Hb. tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi. Apabila
Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, jelas infeksi akut tersebut terjadi misalnya pada tenaga
pemantauan pasien mutlak perlu dilakukan. Pada awal medis yang secara rutin dilakukan pemeriksaan anti-HCV
pemberian interferon dan ribavirin dilakukan pemantauan dengan hasil negatif dan kemudian setelah tertusuk jarum
klinis, laboratoris (Hb, lekosit, trombosit, asam urat, dan anti-HCVmenjadi positif maka monoterapi dengan inter-
ALT) setiap 2 minggu yang kemudian dapat dilakukan feron dapat diberikan.
setiap bulan. Terapi tidak boleh dilanjutkan bila Hb < 8 g/ Pada ko-infeksi HCV-HIV terapi dengan inteferon dan
dL, lekosit< 1500/uL ataukadarnetrofrl < 500/uL, trombosit ribavirin dapat diberikanbilajumlah CD4 pasien ini >200
< 50.000/uL, depresi berat yang tidak teratasi dengan seVml. Bila CD4 kurang dari nilai tersebut, respons terapi
pengobatan anti-depresi, atau timbul gejala-gejala tiroiditis sangat tidak memuaskan.
yang tidak teratasi. Untuk pasien dengan ko-infeksi VHC-VHB, dosis
Keberhasilan terapi dengan inteferon dan ribavirin pemberian inteferon untuk VHC sudah sekaligus
untuk eradikasi VHC lebih kurang 60 %. Tingkat mencukupi unhrk terapi VHB sehingga kedua virus dapat
keberhasilan terapi tergantung pada beberapa hal. Pada diterapi bersama-sama sehingga tidak diperlukan
pasien dengan genotipe I hanya 40o/o pasien yang berhasil nukleosida analog yang khusus untuk VHB.
dieradikasi sedangkan untuk genotipe lain, tingkat
keberhasilan terapi dapat mencapai lebih dari 70Yo. Peg'
Inteferon dilaporkan mempunyai tingkat keberhasilan REFERENSI
terapi yang lebih baik daripada interferon konvensional.
Hal lain yang juga berpengaruh dalam kurangnya Choo QL, Kuo G, Weinner AJ, Overby LR, Bradley DW, Houghton
keberhasilan respons terapi dengan inteferon adalah M. Isolation of oDNA clone derived from a blood bome non-A,
non-B viral hepatitis genome. Science 1989;244:395-62.
semakin tua umur, semakin lama infeksi terj adi, j enis kelamin
Drazan K. Molecular biology of hepatitis C infection. Liver Transpl
lakiJaki, berat badan berlebih (obese), dan tingkat fibrosis 2000;6:396-406.
hati yang berat. Lauer GM, Walker BD. Hepatitis C virus infection.N Engl J Med
Pada hepatitis C akut, keberhasilan terapi dengan in- 20Ol:345(1):41 -52.
terferon lebih baik daripada pasien hepatitis C kronik Lindenbach BD, Rice CM. Unravelling hepatitis C virus replication
from genome to function. Nature 2005;436:933-8.
to4
SIROSIS HATI
SitiNurdjanah
668
SIROSISHATI 669
mikronodular. Sirosis miklonodular dapat pula diakibatkan Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti.
oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia
alkohol adalah I ). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol
alkoholik, dan 3). Sirosis alkoholik. meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi
hipoksemia relatifdan cedera sel di daerah yangjauh dari
aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral);
2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan
Penyakit lnfeksi
chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang
memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
Bruselosis
Ekinokokus
neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet
Skistosomiasis oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi acetal-
Toksoplasmosis dehyde-proteiri adducts berperan sebagai neoantigen, dan
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi
sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini;
4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari
Defi siensi cr1-antitripsin
Sindrom Fanconi
metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi
Galaktosemia enzimmikrosomal.
Penyakit Gaucher Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin,
Penyakit simpanan glikogen
antara lain faktor nekrosis tumor, interleukin-I, PDGF, dan
Hemokromatosis
lntoleransi fl uktosa herediter TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata
Tirosinemia herediter tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis
Penyakit Wilson
alkoholik.
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Arsenik Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang
Sirosis bilier primer dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Kolangitis sklerosis primer Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran
Penyebab Lain atau Tidak Terbukti makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan
Penyakit usus inflamasi kronik sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
Fibrosis kistik regenerasi yang susunannya tidak terafur.
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terathir,
memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cel[).
Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
Perlemakan Hati Alkoholik proses degradasi. Pembentukan fibrosis memrnjukkan
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor
vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal:
yang mendorong inti hepatosit ke membran sel. hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel
stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika
proses be{alan terus maka fibrosis akan beg'alan terus di
Hepatitis Alkoholik
dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan
Fibrosis perivenular berlanjut menj adi sirosis panlobular
diganti oleh jaringan ikat.
akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang
Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain
berkepanj angan. Fibrosis yang terj adi dapat berkontraksi
frekuensinya sangat kecil sehingga tidak dibicarakan di
di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen.
slm.
Di daerah periportal dan perisenhal timbul septa jaringan
ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad
ponal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus MANIFESTAS! KLINIS
ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang
kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus.
Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi Gejala-gejala Sirosis
perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
hati mengecil, berbenj ol-benjol (nodular) menj adi keras, ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan
terbentuk sirosis alkoholik. kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
670 HEPANOBIIIER
awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan infertil. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan
dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut hemokromatosis.
kembung, mual, beratbadan menurun, pada laki-laki dapat Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar,
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis teraba keras dan nodular.
dekompensat a), gejala- gejala lebih menonjol terutama bila Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput
siklus haid, ikterus dengan air kemih berwama seperti teh medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
pekat, muntah darah dan/ ataumelena, serta perubahan men- Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien
tal, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid
sampaikoma. akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat
Temuan Klinis bilirubinemia. Bila konsentoasi bilirubin kurang dai2-3 m!
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspider- dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
angiomata (atat spider telangiektasi), suatu lesi vaskular Asterixis-bllateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan
yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering mengepak-ngepak dari taflgan, dorsofleksi tangan.
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya:
terjadinya tidak diketahui, ada anggapandikaitkan dengan . Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar.
peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini . Batu pada vesika felea al<tbathemolisis
juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan . Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis
ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak,
lesi kecil. fibrosis, dan edema.
Eritema palmaris, wama merah saga pada thenar darr
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis.
hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan
perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga
Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,
artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematologi. Gambaran Laboratoris
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan
horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku. laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan
Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada keluhan spesifft. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase,
kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin,
nefrotik. albumin, dan waktu protrombin.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil
Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (AIT)
kronik, menimbulkan nyeri. atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT,
menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan
alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan adanya sirosis.
sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali
diabetes melitus, dishofi refleks simpatetik, dan perokok batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan
yang juga mengkonsumsi alkohol. pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi primer.
benigna jaringan glandula mammae laki-laki, Gamma-glut arnil trarap eptid ase (GGT), konsentrasinya
kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati.
itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik,
laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal
feminisme. Kebalikanny a pada perempuan menstruasi hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. hepatosit.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati
SIROSISHATI 671
terapi linipertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi
selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9- darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi Transplantasi hati; terapi definitifpada pasien sirosis
resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan dekompensata" Namun sebelum dilakukan transplantasi
subkutan 3Mru, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
namun temyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan
ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan PROGNOS!S
secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mglhai. Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah
selama 6 bulan. faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati,
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifrbrotik komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak Klasifikasi Child-Pugh (Tabet 2), juga untuk menilai
terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi,
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.
aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Klasifrkasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi
Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
dihubungkan dengan peng.rangan aktivasi sel stelata. Angka kelaqgsungan hidup selama satu tahun untuk
Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80,
pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam dan45 Yo.
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for
dan vitaminAjuga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien
itu, obat-obatan herbaljuga sedang dalam penelitian. sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.
mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein editors. Harrison's principles of intemal medicine. l6'h edition.
New York: Mc Graw-Hill; 2004. p. 1858-9.
dikurangi sampai 0,5 grlkg berat badan per hari, terutama
Friedman SL. Alcoholic liver disease, cirrhosis and its major
diberikan yangkaya asam amino rantai cabang.
sequelae. In: Goldman, editor. Cecil textbook of medicine. WB
Varises esofagus,' sebelum berdarah dan sesudah Saunders Company; 2000. p. 803-415.
Friedman LS. Cirrhosis. In: LM Tiemey, SJ McPhee, MA Papadakis,
berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol).
editors. Current medical diagnosis & treatment. 43th edition.
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatosta-
Lange Medical Boooks/McGraw Hill; 2004. p. 640-51.
tin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi Goldberd E, Chopra S. Overview of the complications, prognosis
atau ligasi endoskopi. and management of cirrhosis. In: Rose BD, V/ellesley MA,
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika editors. 2004.
seperti sefotaksim intravena, amoksilin, alav Goldberd E, Chopra S. Diagnostic approach to the patient with
aminoglikosida. cirrhosis I. In: Rose BD, Wellesley MA, editors. 2004'
SIROSISIIATI 673
Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik glukagon, nitric oxide QiO), calcitonine gene related pep-
venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan lile (CGRP), endotelin, faktor natriuretik atrial (ANF),
transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun. polipeptida vasoaktif intestinal (VIP), substansi P,
Akibat volu.me cairan intravaskular menurun, ginjal akan prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factor (TNF).
bereaksi dengan melakukan reabsorpsi air dan garam Vasodilator endogen pada saatnya akan memengaruhi
melalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal sirkulasi arterial sistemik; terdapat peningkatan
terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun. vasodilatasi perifer sehingga terj adi proses underJilling
Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya relatif. Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktivitas
yang menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hati terjadi sistem saraf simpatik, sistem renin-angiotensin- aldosteron
674
ASITES 675
dan arginin vasopresin. Akibat selanjutnya adalah terdapat pada asites transudasi dan berhubungan dengan
peningkatan reabsorpsi air dan garam oleh ginjal dan hipertensi porta sedangkan nilai gradien rendah lebih
peningkatan indeks jantung. sering terdapat pada asites eksudat. (Tabel 1) Konsentrasi
protein asites kadang-kadang dapat menunjukkan asal
asites, misalnya : protein asites < 3 gram/dl lebih sering
terdapat pada asites transudat sedangkan konsentrasi
protein > 3 gram/dl sering dihubungkan dengan asites
eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena nilai
Hipertensi porta
akurasinya hanya kira-kira 40%; 3). Hitung sel.
Peningkatan jumlah sel lekosit menunjukkan proses
Vasodelatasi arteriolae splang nikus inflamasi. Untuk menilai asal infeksi lebih tepat digunakan
hitung jenis sel. Sel PMN yang meningkat lebih dari 250/
mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan, sedangkan
Teka nan intrakapiler dan Volume efektif darah arteri
koefisien filtrasi meningkat menurun
peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis
tuberkulosa atau karsinomatosis; 4). Biakan kuman.
Pembentukan cairan limfe
Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien
Aktivasi ADH, sistem
lebih besar daripada aliran simpatis, RAAS asites yang dicurigai terinfeksi. Asites yang terinfeksi
ba lik
akibat perforasi usus akan menghasilkan kuman
polimikroba sedangkan peritonitis bakteri spontan
tEb.rtrk;t.;l * F-ensktrd..ga"r l monomikroba. Metoda pengambilan sampel untuk biakan
kuman asites sebaiknya disamakan dengan sampel untuk
Gambar 1. Bagan patogenesis asites sesuai teori vasodilatasi biakan kuman dari darah yakni bed side innoculation
perifer blood culture botle;5). Pemeriksaan sitologi. Pada kasus-
kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi
asites dengan carayatgbaik memberikan hasil lrue posi-
DIAGNOSIS tivehampir 100%. Sampel untuk pemeriksaan sitologi
harus cukup banyak (kira-kira 200m1) untuk meningkatkan
Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan sensitivitas. Harus diingat banyak tumor penghasil asites
tampak perut membuncit seperti perut katak, umbilikus tidak melalui mekanisme karsinomatosis peritoneum
seolah bergerak ke arah kaudal mendekati simpisis os pu-
sehingga tidak dapat dipastikan melalui pemeriksaan
bis. Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan sitologi asites. Tumor-tumor itu misalnya: karsinoma
intraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak hepatoselular masif, tumor hati metastasis, limfoma yang
samping meningkat dan terjadi shffiing dullness. Asites menekan aliran limfe.
yang masih sedikit belum menunjukkan tanda-tanda fisis
y atg Ly ata. Diperluka.n cara pemeriksaan khusus misalnya
denganpudle slgn untuk menemukan asites. Pemeriksaan
penunjang yang dapat memberikan informasi untuk
Gradien tinggi Gradien rendah
mendeteksi asites adalah ultrasonografi. Untuk
Sirosis hati Karsinomatosis
mene gakkan diagnosis asites, ultrasono grafi mempunyai peritoneum
Gagal hati akut
ketelitian yang tinggi. Metastasis hati masif Peritonitis Tuberkulosa
Parasentesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada Gagal jantung kongestif Asites surgikal
Sindrom Budd-Chiari Asites biliaris
setiap pasien asites baru. Pemeriksaan cairan asites dapat
Penyakit veno-oklusif Penyakit jaringan ikat
memberikan informasi yang amat penting untuk Miksedema Sindroma nefrotik
pengelolaan selanjutnya, misalnya : 1). Gambaran Asites pankreatik
makroskopik. Cairan asites hemoragik, sering
dihubungkan dengan keganasan. Warna kemerahan dapat
juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat ruptur PENGOBATAN
kapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda
ruptur pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah ke Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara
peritoneum; 2). Gradien nilai albumin serum dan asites komprehensif, meliputi :
(s er um- as cit e s alb umine gr adient). P emeiksaan ini sangat Tirah baring. Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas
penting untuk membedakan asites yang ada hubungannya diuretika, pada pasien asites transud at y ang berhubungan
dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakati dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut
bahwa gradien dikatakan tinggi bila nilainy a> I ,l grarn/dL berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan
. Kurang dari nilai itu disebut rendah. Gradien tinggi frltrasi glomerulus akibat tirah baring. Tirah baring akan
676 HEFAI1OBILIER
menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angio- Terapi parasentesis. Parasentesis sebenarnya merupakan
tensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud dengan tirah cara pengobatan asites yang tergolong kuno. Pada
baring disini bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang mulanya karena berbagai komplikasi. parasentesis asites
hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama tidak lagi disukai. Beberapa tahun terakhir ini parasentesis
beberapajam setelah minum obat diuretika. kembali dianjurkan karena mempunyai banyak keuntungan
dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan dengan
Diet. Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat
baik. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan
membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) perhari
sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral
sebailorya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia
sebanyak 6- 8 gram. S etelah parasentesis sebaiknya terapi
ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi
konvensional tetap diberikan. Parasentesis asites
untuk memberikan diet rendah garam, mengingat
sebaiknya tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan
hiponatremia pada pasien asites transudat bersifat relatif.
Child-Pugh C, kecuali asites tersebut refrakter
Jumlah total Na dalam tubuh sebenarnya di atas normal.
Biasanya diet rendah garam yang mengandung NaCl Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari. Asites
kurang dari 40 mEq/hari tidak diperlukan. Konsenhasi NaCl sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang dapat diobati,
yang amat rendah justru dapat mengganggu fungsi ginjal. dengan menyembuhkan penyakit yang mendasari akan
dapat menghilangkan asites. Sebagai contoh adalah asites
Diuretika. Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang
pada peritonitis tuberkulosa. Asites yang merupakan
bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton.
komplikasi penyakit yang tidak dapat disembuhkan
Diuretika ini merupakan diuretikahematkalium, beke{a di
memerlukan pengobatan tersendiri. Asites eksudat yarlg
tubulus distal dan menahan reabsorpsi Na. Sebenarnya
penyebabnya tidak dapat disembuhkan, misalnya
potensi natriuretik diuretika distal lebih rendah dari pada
karsinomatosis peritoneum, sering hanya dilakukan
diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam
pengobatan paliatif dengan parasentesis berulang.
tidak berhubungan dengan hiperaldosteronisme. Efektif,rtas
obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma,
semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang dianjurkan
antara 100 - 600mg/hari. Jarang diperlukan dosis yang lebih
REFERENSI
tinggi lagi.
Angeli P, Gatta A. Medical treatment of ascites in cirrhosis. In.
Diuretika loop seing dibutuhkan sebagai kombinasi.
Arroyo V, Gines I Rodes J, Schrier RW (eds). Ascites and renal
Diuretika ini sebenamya lebih berpotensi daripada dirnetika dysfunction in liver disease. Blackwell Science Inc ;1999:442-
distal. Pada sirosis hati, karena mekanisme utama 462
reabsorpsi air dan natrium adalah hiperaldosteronisme, Arroyo V and Ramon B. Historical notes on Ascites in cirrhosis. In.
diuretika loop merjadikurang efektif. Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrier RW (eds). Ascites and renal
Targetyang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah bar- dysfunction in liver disease. Blackwell Science Inc;1999:3-13
Bemardi M, Caraceni P. Ascites. In. Porro GB, Gremer M, Krejs G,
ing, diet rendah garam dan terapi diuretika adalah
Ramadori G, Rask-Madsen J (eds), Gastroenterology and
peningkatan diuresis sehingga berat badan turun 400-800
Hepatology. McGraw-Hill; 7999 :pp :69-76.
g I hari. Pasien yang disertai edema perifer pemrnrnan Cardenas A and Gines P. Pathogenesis and treatment of dilutional
berat badan dapat sampai 1500 g/hari . Sebagian besar hyponatremia in cirrhosis. In Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan
pasien berhasil baik dengan terapi kombinasi tirah baring, JC, Rodes J (eds). Progress in the treatment of liver diseases. Ars
diet rendah garam dan diuretika kombinasi. Setelah cairan Medica. Barcelona ;2003 :pp3 | -42.
asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan. Gines.P, Schrier RW. The arterial vasodilation hypothesis of ascites
formation in cirrhosis. In. Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrier
Biasanya diet rendah garam dan spironolakton masih tetap
RW (eds). Ascites and renal dysfunction in liver disease. Blackwell
diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan Science Inc; 1999: 4i1-430.
natriuresis sehingga asites tidak terbentuk lagi. Gtoszmann RJ. Progression of Portal Hypertension: An analysis of
Komplikasi diuretika pada pasien sirosis hati harus variants. In . Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes J (eds).
diwaspadai. Komplikasi itu misalnya : gagal ginjal Progress in treatment of liver disease. Ars Medica.
fungsional, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan Barcelona;2003 :pp 3 -72.
asam-basa, dan ensefalopati hepatikum. Spironolakton Hoefs JC. Characteristics of ascites. In. Aroyo Y Gines P, Rodes J,
Schrier RW (eds). Ascites and renal dysfi:nction in liver disease.
dapat menyebabkan libido menurun, ginekomastia pada
Blackwell Science. Inc.; 1999: 14-35
laki-laki, dan gangguan menstruasi pada perempuan.
Sherlock S and Dooley J. Ascites. Diseases of the liver and billary
system. 10'h ed. 1997. p. 119-34.
106
KOMA HEPATIK
NasrulZubir
677
678 I{EPATOBILIER
Elektroensefalografi
Tingkat Gejala gejala Tanda-tanda (EEG)
DIAGNOSIS
Diagnosis koma hepatik ditegakkan berdasarkan gambaran Tingkat Ensefalopati Kadar amonia darah dalam
klinis dan dibantu dengan beberapa pemeriksaan Pg/dl
penunjang. Pemeriksaan penunjang antara lain adalah: Tingkat 0 < 150
Tingkat 'l 151 -200
Elektroensefalografi (EEG). Dengan pemeriksaan EEG Tingkat 2 201 -250
terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah Tingkat 3 251 - 300
Tingkat 4 > 300
siklus gelombang perdetik. Terjadi penumnan frekuensi
dari gelombang normal Alfa (8- 12 Hz).
PENDAHULUAN DEFINISI
Pasien dengan sirosis dan asites sering berkembang Sindromhepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal
menjadi gagal ginjal yang bersifat khusus, yang lebih sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik yang akut
dikenal dengan nama sindrom hepatorenal (SHR), yang maupun kronis. SHR bersifat fungsional dan progresif.
disebabkan oleh terj adinya vasokonstriksi pada sirkulasi SHR merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal,
ginj al. Gambaran histolo gi pada pasien seperti ini biasanya yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal, namun dengan
normal, dan ginjal akan kembali menjadi normal atau hanya perbaikan volume plasma sajatemyatatidak dapat
mendekati normal fimgsinya, setelah transplantasi hati. memperbaiki gangguan fungsi ginjal ini.
Di samping perubahan pada fungsi ginjal, pasien dengan
SHR juga menunjukkan kelainan yang mencolok dari
sirkulasi pembuluh nadi sistemik dan aktivitas sistem PATOGENESIS
vasoaktif endogen, yang mungkin memegang peranan
yang sangat penting untuk timbulnya hipoperfusi ginjal. Patogenesis SHR sampai sekarang belum secara lengkap
Pasien penyakit hati yang berat misalnya sirosis hati diketahui. Hipotesis patogenesis SHR adalah sbb: akibat
(SH) dekompensata, yang sering mengalami gangguan sirosis hati (SH) atau penyakit hati tingkat berat dan
fungsi ginj al ini, umumnya akan memperburuk pro gnosis bersama-sama dengan hipertensi portal akan
pasien. Gangguan fungsi ginjal padapasien SH ini dapat mengakibatkan terjadinya vasodilatasi arteri splanknik.
disebabkan adany a gangguan hemodinamik, terutama Vasodilatasi ini akan mengakibatkan hipovolemia arterial
vasodilatasi perifer, yang akan diikuti aktivasi hormon sentral, sehingga merangsang aktivasi sisterr saraf simpatis,
vasokonstriksi, sistem neurohormonal seperti renin- renin-angiotensin-aldosteron, dan hormon antidiuretik
aldosteron, vasopresin, endotelin dan peningkatan yar^g secara keseluruhan akan menyebabkan
aktivitas sistem saraf simpatis. Gangguan ini akanmemicu vasokonstriksi pembuluh darah ginjal. Di ginjal seharusnya
retensi air dan natrium di ginjal, dan penurunan laju filtrasi akante{adi mekanisme kompensasi, namun dengan alasan
glomerulus ginjal (LFG). Kelainan fungsi ginjal pada yang belum jelas justru terjadi ketidak-seimbangan
pasien SH ini bersifat fungsional, yaitu tanpa disertai mekanisme kompensasi ini, yaitu meningkatnya
perubahan morfologis ginj al. vasokonshikor disertai pemrrunan vasodilator.
Pada stadium awal gangguan fungsi ginjal ini bersifat Beberapa studi melaporkan beberapa perubahan
reversibel, yaitu dapat membaik dengan intervensi medis. biokimiawi pada pasien SH dengan SHR sebagai berikut:
Stadium ekstrim dari gangguan flrngsi ginjal ini adalah a. Hati
sindrom hepatorenal (SHR) yang umumnya bersifat . pemrnman sintesis angiotensinogen dan kininogen
ireversibel. Sekitar 20ohpasien SH dengan asites disertai . penurunan pemecahan renin, angiotensin II,
fungsi ginjal yang normal, akanmengalami SHR setelah 1 aldosteron, endotoksin, dan vasopresin
tahun, dan 39Yo setelah 5 tahun perjalanan penyakit. b. Plasma
Prognosis SHR umumnya buruk. Tanpa transplantasi hati . peningkatan kadar renin, angiotensin II, aldosteron,
atau pengobatan dengan vasokonstriktor yang tepat, rerata endotoksin noradrenalin, vasopresin, endotelin 2
angka ketahanan hidup kurang dari 2 minggu. dan 3, leukotrien C4 dan D4, kalsitonin peptida dan
681
682 HEFATOBILIER.
hormon antidiuretik dan 5 kriteria tambahan. Diagnosis SHR dapat dibuat bila
. pemrrunan kadar kalikrein, bradikinin, dan faktor ditemukan seluruh kriteria mayor.
nahiuretik arterial
c. Urinatauginjal
. peningkatan renin, angiotensin Kriteria Mayor
II, aldosteron, 1. Penyakit hati akut atau kronis dengan kegagalan tingkat
endotelin, tromboksan 42, leukotrien E4, prostag-
lanjut dan hipertensi portal
landin E2, prostasiklin, bradikinin.
2. Laju filhasi glomerulus (LFG) yang rendah (kreatinin
Fakta hasil studi di atas kiranya menunjukkan betapa serum > I ,5 mgldl ( I 3 0mmoVl) atau bersihan kreatinin <
pada pasien SHR terjadi vasokonstriksi ginjal dengan 40mUmenit)
segala akibatnya dengan mekanisme atau patogenesis 3. Tidak ada syok, sepsis, kehilangan cairan, maupun
yang sangat kompleks. Studi lain menyatakan bahwa teq'adi pemakaian obat-obatan nefrotoksik (misalnya OAINS
penurunan sintesis nitrit oksida yang merupakan atau aminoglikosida)
vasodilator kuat, pada pasien SH dan SHR. 4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan kreatinin
serum < 1,5 mg/dl atau peningkatan bersihan kreatinin
> 40 ml/menit) sesudah pemberian cairan isotonik salin
Penyakit hati berat atau 1,5 liter
sirosis hati 5. Proteinuria < 500 mgAari, tanpa obstmksi saluran kemih
+ atau penyakit ginj al pada pemeriksaan USG.
Hipertensi portal
Menurut The International Ascites Club, tJiteria unfik Pada pasien sirosis hati, 80% kasus SHR disertai asites,
menegakkan diagnosis SHR terdiri dari 5 kriteria mayor 7 5o/o disertai ensefalopati hepatik, dan40%o disertai ikterus.
SINDROMHEFATIOREI{AL
683
Arroyo V, Gine's P. TIPS and refractory ascites: lessons from effects on renal function and vasoactive systems. Hepatology.
recent history of ascites therapy. J Hepatol. 1996:25: 221-3. 1998:27:35-41.
Bataller R, Gine's P, Guevara M, Arroyo V. Hepatorenal syndrome. Gu'lberg V, Bilzer M, Paumgartner G, Gerbes AL. Ornipressin for
Semin Liver Drs. 1997:l'7:2f3-48. treatment of hepatorenal syndrome (HRS) type I: Results of
Cardenas A, Gine's P, Rodes J. Renal complications. Schiff's long-term therapy or retreatment [Abstract]. Hepatology.
Diseases of the Liver.9ft edition. Volume 1. In: ER Schiff, et al, 1998:28:554A.
editor. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003. P. Hadengue A, Gadano A, Moreau R, Giostra E, Durand F, Valla D,
497. Erlinger S, Lebre D. Beneficial effects of the 2-day administra-
Follo A, Llovet JM, Navasa M, Planas R, Forns X, Francitorra A, tion of terlipressin in patients with cirrhosis and hepatorenal
Rimola A, Gassull MA, Arroyo V, Rode's J. Renal impairmenl syndrome. J Hepatol. 1998:29 :565-7 0.
after spontaneous bacterial peritonitis in cirrhosis: incidence, Lenz K, Ho"matgl H, Druml W Reither H, Shmid R, Schneeweiss B,
clinical course, predictive factors and prognosis. Hepatology. Gerbes AL. Ornipressin in the treatment of functional renal
1994:20:1495-501 . failure in decompensated liver cirrhosis. Gastroenterology.
Gine's P, Rode's J. Clinical disorders of renal function in cirrhosis 1991:101;1060-7.
with ascites. Ascites and renal dysfunction in liver disease: Maroto A, Gine's P, Arroyo V, Gine's A, Salo' J, Cla'ria J, Jime'nez W,
pathogenesis, diagnosis, and treatment. In: Arroyo Y Gine's P, Bru C, Rivera F, Rode's J. Brachial and femoral artery blood flow in
Rode's J, Schrier RW, Malden MA, editors. Blackwell Science; cirrhosis: relationship to kidney dysfunction. Hepatology.
1999. p.36 62. 1993:17:788-93.
Gine's A, Escorsell A, Gine's P, Salo' J, Jime'nez W, Inglada L, Martin Pl Gine's P, Schrier RW. Role of nitric oxide as mediator of
Navasa M, Cla'ria l, Rimola A, Anoyo V, Rode's J. Incidence, hemodynamic abnormalities and sodium and water retention in
predictive factors, and prognosis of hepatorenal syndrome in cirrhosis. N Engl J Med. 1998:339:53341.
cirrhosis. Gastroenterology. I 993 : 1 05 : 229-36. Moore K. The hepatorenal syndrome. Clin Sci. 1997:92:43343.
Gine's P, Arroyo V, Rode's J. Pathophysiology, complications, and Navasa M, Follo A, Filella X, Jrme'nez W, Francitorra A, Planas R,
treatment of ascites. Clin Liver Dts. 1997:1:129-56. Rimola A, Arroyo V, Rode's J. Tumor necrosis factor and
Gine's P, Arroyo V. Hepatorenal syndrome. J Am Soc Nephrol. interleukin-6 in spontaneous bacterial peritonitis in cirrhosis:
1999:10;1833-9. Relationship with the development of renal impairment and
Gine's P, Arroyo V. Complications of cirrhosis: ascites, h mortality. Hepatology. 1998:27 : 122'7-32.
yponatremia, hepatorenal syndrome, and spontaneous Ochs A, Ro'ssle M, H*g K Hauenstein KH, Deibert P, Siegerstetter
bacterial peritonitis. Liver Disease, Diagnosis and Management. V, Huonker M, Langer M, Blum HE. The transjugular
In: BR Bacon, AM Di Bisceglie, editors. San Fransisco: Churchill intrahepatic portosystemic stent shunt procedure for refractory
Livingstone; 2000. p 238. ascites. N Engl J Med. 1995:332:1192-7.
Gine's P, Schrier RW The arterial vasodilation hypothesis of ascites Rimola A, Navasa M, Grande L. Liver transplantation in cirrhotic
formation in cirrhosis. Ascites and renal dysfunction in liver patients with ascites. Ascites and renal dysfunction in liver
disease: pathogenesis, diagnosis, and treatment. In: Arroyo V, disease: pathogenesis, diagnosis, and treatment. In: Arroyo V,
Gine's P, Rode's J, Schrier RW, Malden MA, editors. Blackwell Gine's P, Rode's J, Schrier RW, Malden MA, editors. Blackwell
Science; 1999. p. 41 1-30. Science; 1999. p. 522-37.
Gonwa TA, Wilkinson AH. Liver transplantation and renal Sherlock S, Dooley J. Diseases of the liver and biliary system. 1lth
function: results in patients with and without hepatorenal syn- edition. Oxford: Blackwell Sci Ltd; 2002. p. 140.
drome. The Kidney in Liver Disease. In: Epstein M, editor. 4th Sort P, Navasa M, Arroyo V, Aldeguer X, Planas R, Ruiz-del-Arbol
Ed. Philadelphia: Hanley & Belfus; 1996. p. 52942. L, Castells LL, Vargas V, Soriano G, Guevara M, Gine's P, Rode's
Guevara M, Gine's B Ferna'ndez-Esparach G Sort B Saimero'n J. Effect of intravenous albumin on renal impairment and
JM, Jime'nez W, Arroyo V, Rode's J. Reversibility of hepatorenal mortality in patients with cirrhosis and spontaneous bacterial
syndrome by prolonged administration of omipressin and plasma peritonitis. N Engl J Med. 1999, in press.
volume expansion. Hepatology. 1998:27:35-41. Wong F, Blendis. New challenge of hepatorenal syndrome:
Guevara M, Bru C, Gine's P, Fema'ndez-Esparrach Q Sort P, Bataller prevention and treatment. Hepatology. 2001;34:1242-51.
R, Jime'nez W, Arroyo V, Rode's J. Increased cerebrovascular Shiffrnan ML, Jeffers L, Hoofnagle JH, Sue Tralka T. The role of
resistance in cirrhotic patients with ascites. Hepatology. transjugular intrahepatic portosystemic shunt for the treatrnent
1998:28:39-44. of portal hypertension and its complications: a conference
Guevara M, Gine's B Bandi JC, Gilabert R, Sort B Jime'nez W sponsored by the National Digestive Disease advisory board.
Garcia-Paga'n JC, Bosch J, Arroyo V, Rode's J. Transjugular Hepatology. 1995:25:.1591-7.
intrahepatic portosystemic shunt in hepatorenal syndrome:
108
KARSINOMA HATI
Unggul Budihusodo
PENDAHULUAN
Amerika
Karibea 7,58 4,17
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTORRISIKO HCC Amerika Tengah 2,06 1,64
Amerika Selatan 4,80 3,68
Amerika Serikat dan Kanada 4,11 1,68
HCC meliputi 5,6% dari seluruhkasus kankerpadamanusia
Australia dan Selandia baru 3,60 1,19
serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan Sumber: Bosch FX, Ribes J, Borras J. Epidemiology of primary liver
kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di cancer. Semin Liver Dis '1999;19:271-286
685
686 HEFATOBILIE,R
meningkatnya seroprevalensi infeksi HCV di negara maju hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif dari
dan hasil upaya eliminasi faktor-faktor infeksi HBV di apoptosis sel. Genotipe HBV ditengarai memiliki
negara berkembang. kemampuan yang berbeda dalam mempengaruhi proses
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di pe{alanan penyakit. Relevansi klinis genotipe HBV semakin
wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi jelas diketahui. Sebagai contoh, dibandingkan dengan
transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan genotipe C, genotipe B dihubungkan dengan serokonversi
kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih HBeAg yang lebih awal, progresi ke sirosis lebih lambat,
muda daripada umur pasien HCC di wilayah dengan sefia lebih jarang berkembang menjadi HCC.
angka kekerapan HCC rendah. Hal ini dapat dijelaskan
antara lain karena di wilayah dengan angka kekerapan
tinggi, infeksi HBV sebagai salah sahr penyebab terpenting vrRUS HEPATTTTS C (HCV)
HCC, banyak ditularkan pada masa perinatal atau masa
kanak-kanak, kemudian terjadi HCC sesudah dua-tiga Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV
dasawarsa. Pada semuapopulasi, kasus HCC laki-laki jauh merupakan faktorrisiko penting dari HCC. Prevalensi
lebih banyak (dua-empat kali lipat) daripada kasus HCC anti-HCV pada pasien HCC di Cina dan Afrika Selatan
perempuan. Di wilayah dengan angka kekerapan HCC sekitar 30olo, sedangkan di Eropa Selatan dan Jepang 70-
tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai 80%. Meta analisis dari 32 penelitian kasus-kelola
delapan berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal menyimpulkan bahwa risiko terjadinya HCC pada pengidap
ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-taki terhadap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko
timbulnya tumor, atau karena laki-laki lebih banyak terpajan pada bukan pengidap. Koeksistensi infeksi HCV kronik
oleh faktor risiko HCC seperti virus hepatitis dan alkohol. dengan infeksi HBV atau dengan peminum alkohol meliputi
20% dai kasus HCC. Di area hiperendemik HBV seperti
Taiwan, prevalensi anti-HCV jauh lebih tinggi pada kasus
vrRUS HEPATTTTS B (HBV) HCC dengan HBsAg-negatif daripada yang HBsAg-positif.
Juga ditemukan bahwa prevalensi HCV-RNA dalam serum
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya dan jaringan hati lebih tinggi pada pasien HCC dengan
HCC terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis HBsAg-negatif dibandingkan dengan yang HBsAg-
maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang positif. Ini menunjukkan bahwa infeksi HCV berperan
hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan HCC penting dalam patogenesis HCC pada pasien yang bukan
yang tinggi. Di Taiwan pengidap kronis infeksi HBV pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat
mempunyai risiko untuk terjadinya HCC 102 kali lebih transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara
tinggi daripada risiko bagi yang bukan pengidap. Juga saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29
ditengarai bahwa kekerapan HCC yang berkaitan dengan tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga
HBV pada anak jelas menurun setelah diterapkannya melalui aktivitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.
vaksinasi HBV universal bagi anak. Umur saat terjadi
infeksi merupakan faktorrisiko penting, karena infeksi IIBV
pada usia dini berakibat akan terjadinya persistensi
Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko rrtama HCC di
(kronisitas). Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin
dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC.
terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
Setiap tahun tiga sampai lima persen dari pasien SH akan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA
menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab utama
sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik-HBV berinteraksi
kematian pada SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan
dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari
20-80% diantararrya telah menderita HCC. Pada 60-80%
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus
dari SH makronodular dan tiga sampai sepuluh persen
sel dapat diaktifl<an secara tidak langsung oleh kompensasi
dari SH mikronodular dapat ditemukan adanya HCC.
Prediktorutama HCC pada SH adalahjenis kelamin laki-
proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat
laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum,
dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen
beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel
yang berubah akibat HBV. Koinsidensii infeksi HBV dengan
hati.
pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat
menyebabkan terjadinya HCC tanpa melalui sirosis hati
(HCC pada hati non sirotik). Transaktifasi beberapa pro- Aflatoksin
moter selularatauviral tertentu oleh gen-x HBV (IIBx) dapat Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang
mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi diproduksi oleh amur A sp er gi I lu s. D ai percobaan binatang
j
protein yang disandi HBx mampu menyebabkan akselerasi diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit
proliferasi hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen
I(ARSINOMAII'I"II 687
utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik
hepatokarsino- genesisny a ialah kemampuan AFB I langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan
menginduksi mutasi pada kodon 249 dad' gen supresor risiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi
tumor p53. Beberapa penelitian dengan menggunakan HBV atau HCV. Sebalikirya, pada sirosis alkoholik
biomarker di Mozambik, Afrika Selatan, Swaziland, Cina terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien
dan Taiwan menunjukkan bahwa ada korelasi kuat antara dengan HBsAg-positif atau anti-HCV-positif. Ini
pajanan aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap
mortalitas HCC. Risiko relatifHCC dengan aflatoksin saja infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali
adalah3.4, dengan infeksi HBV kronik risiko relatifnya7 , penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk
dan meningkat menjadi 59 bila disertai dengan kebiasaan terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau
mengonsumsi afl atoksin. sirosis akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik
alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit
Obesitas alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
Suatu penelitian kohort prospektifpada lebih dari 900,000
individu di Amerika Serikat dengan masa pengamatan
selama 16 tahun mendapatkan terjadinya peningkatan FAKTORRISIKO LAIN
angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi
masa tubuh:IMT 35-40Kg/m2) dibandingkan dengan lain yang merupakan faktor risiko HCC namun lebihjarang
kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti dibicarakan/ditemukan, antara lain : 1). Penyakit hati
diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk autoimun (hepatitis autoimun; PB C/sirosis bilier primer) ;
non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya 2). Penyakit hati metabolik (hemokromatosis. genetik;
non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat defisiensi antitripsin-alfal; penyakit Wilson); 3).
berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat Kontrasepsi oral; 4). Senyawa kimia (thorotrast; vinil
berlanjutmenjadi HCC. klorida; nitrosamin; insektisida organoklorin; asam tanik);
5). Tembakau (masih kontroversial).
Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya
saluran limfe atau infiltrasi langsung. Metastasis diketahui. Apapun agen penyebabnya, tansformasi maligna
ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan p erpttarun (turn-
atau vena kava. Dapat terjadi metastasis pada varises ove) selhanyangdiinduksi oleh cederu (injury) dan regenerasi
esofagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti ke konik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA.
kelenj ar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti
dan dapat juga sampai di mediastinum. Bila sampai di perubahan kromosom, aktivasi onkogen selular atau
peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan
berarti sudah memasuki stadium terminal. kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aklivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan
angiogenik. Hepatitis virus kronik, akohol dan penyakit hati
KARAKTERISTIK KLINIS metabolik seperti hemokromatosis dan defisisiensi
antitripsin-alfal, mungkin menjalankan peranannya terutama
Di Indonesia (khususnya di Jakarta) HCC ditemukan melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis).
tersering pada median umur aRtara 50 dan 60 tahun, DilaportcanbahwaHBV danmungkinjugaHCV dalamkeadaan
dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus tertentu juga berperan langsung pada patogenesis molekular
laki-laki dan perempuan berkisar antara 2 - 6 : l. HCC. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik tumor p53 dan ini memrnjukkan bahwa faktor lingkungan
hingga yang gejala dan tandanya sangatjelas dan disertai juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya
gagalhati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah proses hepato karsinogenesis.
nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan-atas Hilangnya heterozigositas (LOH : lost of hetero-
abdomen. Pasien sirosis hati yang makin memburuk zygosity) juga dihubungkan dengan inaktivasi gen
kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan atas; supresor tumor. LOH atau delesi alelik adalah hilangnya
atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut dicurigai satu salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada
menderita HCC. Demikian pula bila tidak te{adi perbaikan manusia, LOH dapat terj adi di banyak bagian kromosom.
pada asites, perdarahan varises atau pre-koma setelah Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom
diberi terapi yang adekuat; atau pasien penyakit hati 17 atat pada lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC,
kronik dengan HbsAg atau anti-HCV positif yang lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat
mengalami perburukan kondisi secara mendadak. Juga bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan
harus diwaspadai bila ada keluhan rasa penuh di sebagai agen mutagenik insersional non-selektif. Integrasi
abdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat badan acapkali menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan
dengan atau tanpa demam. selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, terbalik, penghapusan (delesi) dan rekombinasi. Semua
kembung, konstipasi atau diare. Sesak napas dapat perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi
dirasakan akibat besamya tumor yang menekan diafragma, tumor maupun gen-gen selular penting lain. Dengan
atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian besar analisis Southern blot, potongan (sekuen) HBV yang telah
pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih terintegrasi ditemukan di dalamjaringan tumor/IICC, tidak
dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah ditemukan di luarjaringan tumor. Produk gen X dari HBV,
menunjukkan tanda-tanda gagal hati sepedi malaise, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. transkripsional dari berbagai gen selular yang
Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini
dengan atau tanpa 'bruit' hepatik, splenomegali, asites, menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlib atpada
ikterus, demam dan atrofi otot. Sebagian dari pasien yang hepatokarsinogenesis oleh HBV.
dirujuk ke rumah sakit karena perdarahan varises esofagus Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan yang
atau peritonitis bakterial spontan (SBP) ternyata sudah bersifat do s e- dependent antara paj anan AFB 1 dalam diet
menderita HCC. Pada suatu laporan serial nekropsi dengan mutasi pada kodon 2 49 danp$. Mutasi ini spesifik
didapatkan bahwa 50o/o daripasien HCC telah menderita unhrk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam
asites hemoragik, yang jarang ditemukan pada pasien DNAtumor. Mutasi genp53 terjadi pada sekitar 300/o kasus
sirosis hati saja. Pada l0% hingga 40o/o pasien dapat HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang
ditemukan hiperkolesterolemia akibat dari berkurangnya berbeda menurut wilayah geografik dan etiologi tumomya.
produksi enzim beta-hidroksimetilglutaril koenzim-A Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah
reduktase, karena tiadanya kontrol umpan balik yang berlangsung puluhan tahun dan umumnya didahului oleh
normal pada sel hepatoma. terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari
I(ARSINOMAHATI 689
proses cedera hati traonik diikuti oleh regenerasi dan srosrs angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi HCC,
pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV. namun karena beberapa kelebihannya, USG masih tetap
Selain yang disebutkan di atas, mekanisme merupakan alat diagnostik yang paling populer dan
karsinogenesis HCC juga dikaitkan dengan peran dari 1). bermanfaat.
Telomerase, 2). Insulin-like growth fuclors (IGFs), 3).
Insulin receptor substrste 1 (IRSI ).
Strategi Skrining dan Surveilans
Untuk proliferasi HCC yang diduga berperan penting
Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan
adalah vascalar endothelial growth factor (\{EGF) dan
diagnostik pada populasi umum, sedangkan surveillance
basic Jibroblast growth factor (bFGF), berkat peran
adalah aplikasi berulang pemeriksaan diagnostik pada
keduanya pada proses angiogenesis.
populasi yang berisiko untuk suatu penyakit sebelum ada
bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi.
Karena sebagian dari pasien HCC, dengan atau tanpa
PEMERIKSAAN PENYARING
sirosis, adalah tanpa gejala, untuk mendeteksi dini HCC
diperlukan strategi khusus terutama bagi pasien sirosis
Penanda Tumor hati dengan HBsAg atau anti-HCV positif. Berdasarkan
atas lamanya waktu penggandaan (doubling time) diam-
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang
eter HCC yang berkisar attara3 sampai 12 bulan (rerata 6
disintesis oleh sel hati fetal, selyolk-sac dan sedikit sekali
bulan), dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan AFP se-
oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP
rum dan USG abdomen setiap 3 hingga 5 bulan bagi pasien
serum adalah 0-20 nlnL.KadarAFP meningkat pada 60%
sirosis maupun hepatitis kronik B atau C. Cara ini di Jepang
sampai 70o/o daipasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ngl
terbukti dapat menurunkan jumlah pasien HCC yang
mL adalah diagrrostik atau sangat sugestif untuk HCC. terlambat dideteksi dan sebaliknya meningkatkan
Nilai normal dapat ditemukan juga pada HCC stadium lanjut.
identifrkasi tumor kecil (dini). Namun hingga kini masih
Hasil positif-palsu dapat juga ditemukan oleh hepatitis
belumjelas apakah dengan demikian juga terjadi penurunan
akut atau kronik dan pada kehamilan. Penanda tumor lain
mortalitas (liver-related mortality).
untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin
(DCP) atau PfVKA-Z,yang kadarnya meningkat pada
hngga9l% dari pasien HCC, namunjuga dapat meningkat
DIAGNOSIS
pada defisisiensi vitamin K, hepatitis kronik aktif atau
metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC,
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya
seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucos idas e
penyakit hati kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul
serum, dll., tetapi tidak ada yang memiliki agregat
(dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum > 400 nlrL
sensitivitas & spesifisitas melebihi AFP, AFP-L3 dan
adalah diagnostik (Tabel 2).
PIVKA'.
U ltrasonografi Abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AIP, Kriteria sito-histologis
pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pemeriksaan USG Kriteria non-invasif (khusus untuk pasien sirosis hati) :
Kriteria radiologis: koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-
setiap tiga bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan spiraliMRl/angiografi )
risiko tinggi USG lebih sensitif dari pada AFP serum . Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati berkisar Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP
serum:
ariaraTlo/o hingga 80%. Tampilan USG yang khas untuk . Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
HCC kecil adalah gambaran mosaik, formasi septum, . KadarAFP serum > 400 no/ml
bagian perifer sonolusen (ber-'halo'), bayangan lateral
yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotik, serta
penyangatan eko posterior. Berbeda dari tumor Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada
metastasis, HCC dengan diameter kurang dari dua kontraindikasi (untuk lesi berdiameter >2 cm) dan
sentimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan
USG color Doppler sangat berguna untuk membedakan terapi.
HCC dari tumor hepatik lain. Tumor yang berada di bagian Untuk tumor berdiameter kurang dari 2 cm, sulit
atas-belakang lobus kanan mungkin tidak dapat terdeteksi menegakkan diagnosis secara non-invasif karena berisiko
oleh USG. Demikian juga yang berukuran terlalu kecil dan tinggi terjadinya diagnosis negatif palsu akibat belum
isoekoik. matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan
Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI dan cara imaging dan biopsi tidak diperoleh diagnosis definitif,
690 HEPAIIOBILIE,R
sebaiknya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan imaging dengan bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang
serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan. bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dap atmencapai7 0%o.
Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis
ekstrahepatik, HCC difus atau multifokal, sirosis stadium
SISTEM STAG,,VG lanjut dan penyakit penyerta yang dapat memengaruhi
ketahanan pasien menjalani operasi.
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas
kelompok-kelompok yang prognosisnya berbeda, Transplantasi Hati
berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati
pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor, menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi.
derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta Dilaporkan kesintasan 3 tahun mencapai 80%, bahkan
keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah dengan perbaikan seleksi pasien dan terapi perioperatif
pasien sirosis yangjuga mengurangi harapan hidup. Sistem
dengan obat antiviral seperti lamivudin, ribavirin dan
yang banyak digunakan untuk menilai status fungsional interferon dapat dicapai kesintasan 5 tahun sebesar 92o/o.
hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah sistem Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan.
ditujukan untuk penilaian staging HCC. Beberapa sistem Rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat
yang dapat dipakai luntttkstaging HCC adalah: antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter
. Tumor-Node-Metastases (TNM Staging System kurang dari 3cm lebih jarang kambuh dibandingkan
. Okuda Staging System dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm.
. Cancer of the Liver ltalian Program (CUP) Scoring
System
. Chinese University Prognostic Index (CUPI) Ablasi Tumor Perkutan
. Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging Destmksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan
System kimia (alkohol, asam asetat) atau dengan memodifikasi
suhunya (radiofrequency, microwave, laser dan
cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan
teknik terpilih untuk tumor kecil karena efftasinya tinggi,
TERAPI
efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar kerjanya
adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta
tingginya kekerapan multi-nodularitas, resektabilitas HCC dan fibrosis. Untuk tumor kecil (diameter < 5 cm) pada
pasien sirosis Child-Pugh A, kesintasan 5 tahun dapat
sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga sering
kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien dengan
Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya tumor kecil namua resektabilitasnya terbatas karena adanya
sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan
sirosis hati non-Child A.
hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skor Child- Radiofrequency abl ation (RFA) menunjukkan angka
Pugh menunjukkan estimasi yang akurat mengenai keberhasilan yang lebih tinggi daripada PEI dan efikasinya
kesintasan pasien. Telaah mengenai terapi HCC tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm, namun
menemukan sejumlah kesulitan karena terbatasnya tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien.
penelitian dengan kontrol yang membandingkan efftasi Selain itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih
terapi bedah atau terapi ablatif lokoregional, di samping banyak dibandingkan dengan PEI.
besarnya heterogenitas kesintasan kelompok kontrol pada Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian
berbagai penelitian individual. asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12 bulan
dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan
ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok
ReseksiHepatik plasebo (kelompokplasebo 49%; kelompokterapi PEI atau
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya reseksi kuratit22%).
mempunyai fungsi hati normal pilihanutama terapi adalah
reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan
kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya Terapi Paliatif
gagalhali yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium
Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor menengah-lanjut (intermediate-advanced stage) yang
Child-Pugh dan derajat hipertensi portal atau kadar tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis,
bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial
I(ARSINOMATI.PITI 691
embolization/chemo embolization) saja yang Satu-satunya terapi paliatif yang terbukti mampu
menunjukkan penurunan pertumbuhan fumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien HCC stadium
meningkatkan harupan hidup pasien dengan HCC yang menengah/lanjut adalah TACE
tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali
setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup
bak (Child-Pugh 1\) serta tumor multinodular asimtomatik REFERENSI
tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang
tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien Aguayo A, PattYZ. Liver cancer. Clinics Liver Dis 2001; 5(2) :
yang dalam ke adaan gagalhati (Child-Pugh B-C), serangan 479-507.
iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping Bruix J. Treatment of hepatocellular carcinoma. AASLD postgradu-
yang berat. ate course 2004. Boston USA; October 29-30,2004, p 172-6.
Colombo M. Hepatocellular carcinoma. In: McDonald JWD,
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang
Burroughs AK, Feagan BG, eds. Evidence-based gastroenterol-
tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, ogy and hepatology. 2d edn,2004. Malden: Blackwell Publish-
terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi inter- ing, p 517-25.
nal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan Colombo M, Iavarone M. Epidemiology, risk factors and screening
penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang strategies for hepatocellular carcinoma. In: Arroyo V, Foms X,
meyakinkan. Garcia-Pagan JC, Rodes J, eds. Progress in the treatment of
liver diseases. Barcelona: Ars Medica; 2003, p 279-89.
Colombo M. Malignant neoplasms of the liver. In: Schiff ER, Sorrel
MF, Maddrey WC, eds. Schiff's diseases of the liver, 9r edn,
KESIMPULAN volume 2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003,
p 1317-403.
Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang El-Serag HB. The epidemiology and natural course of hepatocellu-
lat carcinoma. AASLD postgraduate course 2004. Boston USA;
disebabkan oleh faktor risiko yang sudah dikenal dan
October 29-30,2004, p 159-76.
dapat dicegah (HBY HCY akohol, dan NASH). Infeksi Ip EWK, Fong J. Hepatocellular carcinoma: current surgical man-
HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor agement. In: Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes J, eds.
lingkungan seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses Progress in the treatment of liver diseases. Barcelona : Ars
transformasi pada patogenesis molekular HCC. Semakin Medica; 2003, p 297-325.
banyakbukti bahwa obesitas dan diabetes melitus adalah Kao JH, Chen DS. Changing disease burden of hepatocellular carci-
faktor risiko untuk HCC. noma in the Far East and Southeast Asia. Liver lnt 2005;25:
696-703.
Sebagian besar kasus HCC berproposis buruk karena
Llovei JM, Bruix J. Systematic review of treatment for hepatocel-
tumor yang besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut lular carcinoma. In : Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes
serta ketiadaan atau ketidakmamprurn penerapan terapi J, eds. Progress in the treatment of liver diseases. Barcelona :
yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). Ars Medica; 2003, p 341-52.
USG abdomen secara periodik merupakan cara terbaik Lo CM, Fan ST. Liver transplantation for hepatocellular carcinoma
untuk surveilans HCC, namun belum jelas pengaruh szr- . Brit J Surg 2004;91: 131-3.
Matsunami H, Shimizu J, Lynch SY et al. Liver transplantation as a
veillance terhadap mortalitas spesifik-penyakit. Stadium
tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati therapeutic option for hepatocellular carcinoma. Oncol-
dan
ogy 2002; 62 (suppl. 1) : 82-6.
intervensi spesifik mempengaruhi prognosis pasien HCC. Sherlock S, Dooley J. Hepatic tumours. In: Sherlock S, Dooley J,
Pada kelompok kasus terseleksi, cangkok hati menghasilkan eds. Diseases of the liver and biliary system,l0n edn.
kesintasan lebih baik daripada reseksi hepatik maupun PEI. London:Blackwell Science; 1997, p 531-59.
109
A,BSES HATI PIOGENIK
Nelly Tendean Wenas, B,J. Waleleng
692
ABSESIIATIPIOGENIK 693
aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan
bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin,
sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu
Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara protrombin yang memanjang memrnjukkan bahwa terdapat
hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.Tes serologi
akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab
kauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara
intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu mikrobiologik.
sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan Pada pemeriksaan penunjangyang lain, seperti pada
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen
te{adi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleural,
pembentukan pus. Lobus kanan hati yang lebih sering atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada foto
terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini berdasarkan toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi
anatomi hati, yaifu lobus kanan menerima darah dari arteri lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah
mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid level.
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara
limfatik angiografik, abses merupakan daerah avaskular.
Pemeriksaan penunjang yang lain yaittt abdominal
CT-scan ata:u MM, ultrasonografi abdominal dan biopsi
MANIFESTASI KLINIS hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki
-nilai diagnostik semakin tinggi. Abdominql CT-scan
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada memiliki sensitivitas 95-l00yo, dan dapat mendeteksi
abses hati amebik. Dicurigai adanyaAHP apabila ditemukan luasnya lesi hingga kurang dari I cm. l.Iltrasound
sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan abdomen memiliki sensitivitas 80-900 , Ultrasound-
atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan Guided Aspiratefor Culture and Special Stains, dengan
dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam./panas kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound
tinggi merupakan keluhanpalingutama, keluhan lain yaitu didapatkan positif 9002 kasus, sedangkan gallium dan
nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas
dengan keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik 50-90%.
yang adekuat. gejala dan manifestasi klinis AHP adalah
malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri hrmpul
pada abdomen yang menghebat dengan adanya DIAGNOSIS
pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat
dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis,
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk pemeriksaan fisis dan laboratoris sefta pemeriksaan
ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit
dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak
berat badan yang unintentional,kelemahan badan, ikterus, spesifik. Sedangkan diagnosis dini memberikan arti
buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit ini
berwarna gelap. dapat disembuhkan. Sebaliknya, diagnosis dan
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang pengobatan yang terlambat akan meningkatkan angka
summer-sumer hingga demam/panas tinggi, pada palpasi kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat
terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun
hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan pada akhirnya dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi
abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan
menjadi kronik, selain itu, bisa didapatkan asites, ikterus, tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif
serta tanda-tanda hipertensi portal. menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada
sedikit kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa
hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah
PEMERIKSAAN PENUNJANG dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan
kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis diagnosis.
694 HEPATIOBILIER,
KOMPLIKASI PROGNOSIS
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang
penyakit yang berat, seperti septikamia/bakterimia dengan sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah
mortalitas ruptur abses hati disertai peritonitis
85olo, l0- l6%.Prognosis yang buruk apabila terjadi
generalisata dengan mortalitas 6-7yo, kelainan keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga darah y ang memperlihatkan bakterial penyebab multipel,
abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
kedalam perikard atau retroperitoneum. hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.
Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis
hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder
dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. REFERENSI
dengan hasil kultur sensitivitas aspirat abses hati. Grady OJQ Lake JR, Howale PD (Eds). Compreh"o.ivs 6linical
Hepatology, Mosby, London 2000, pp 1502-1513.
Pengobatan secara parenteral dapat dirubah menjadi oral
Sherlock S. Hepatic Amebic.In Sherlock S, Dooley J (eds). Diseases
setelah pengobatan parenteral selama l0-14 hari, dan of The Liver and Biliary System, 9s ed, Blackwell Scientific
kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu Publications, London 1993, pp 475-7.
kemudian. Waleleng BJ, Wibisono M, Wibowo C.Terapi Konservatif
Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris Metronidazole pada Abses Hati Ameba tanpa Komplikasi di
dilakukanjika terjadi obstruksi sistem biliaris yaitu dengan RSUP Manado. Dalam Acta Medica Indonesiana. Vol XXXV
rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi. Supplement 2 Naskah Lengkap KOPAPDI XII
Manado;2003 : I 94-200.
Zulkarnaen I. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Hati Amuba.
Dalam Naskah Lengkap Simposium Penyakit Hati Karena Infeksi
Non Virus, Jakarta 1989, ha1 13-17.
110
PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK
Irsan Hasan
695
696 HEPAT1OBILIER
penelitian prospektifuntuk menilai mortalitas masih sangat radiologis dan kimia darah terus menerus diteliti dan
diperlukan. dioptimalkan sebagai metoda pemeriksaan alternatif yang
Banyak faktor yang berperan dalam mortalitas pasien bersifat non invasif.
dengan perlemakan hati non alkoholik, seperti obesitas,
diabetes melitus beserta komplikasinya, komorbiditas lain
Laboratorium
yang berkaitan dengan obesitas, serta kondisi hatinya
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang bisa secara
sendiri. Belum ada publikasi yang secara jelas menilai
akurat membedakan steatosis dengan steatohepatitis, atau
kontribusi faktor-faktor tersebut terhadap kematian pasien, perlemakan hati non alkoholik dengan perlemakan hati
walaupun sebuah studi mendapatkan bahwa terjadinya alkoholik. Peningkatan ringan sampai sedang, konsentrasi
sirosis meningkatkan risiko relatif mortalitas.
aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotrans-
Perbaikan histologikjuga dapat terjadi, khususnya pada
ferase (ALT), atau keduanya merupakan kelainan hasil
pasien-pasien dengan fibrosis minimal. Setelah mengalami
pemeriksaan laboratorium yang paling sering didapatkan
penurunan berat badan, histologi hati bisa membaik antara
pada pasien-pasien dengan perlemakan hati non alkoholik.
lain berupa berkurangnya inflamasi serta Mallory bodies,
Beberapa pasien datang dengan enzim hati yang
sampai perbaikan fibrosis. Tentunya hal ini terjadi jika
normal sama sekali. Kenaikan enzimhati biasanya tidak
penurunan dilakukan secara bertahap, karena terbukti
melebihi empat kali dengan rasio AST:ALT kurang dari
bahwa kehilangan berat badan mendadak justru memicu
satu, tetapi pada fibrosis lanjut rasio ini dapat mendekati
progresi penyakit bahkan sampai mengalami gagal hati.
atau bahkan melebihi satu. Perlu menjadi perhatian
beberapa studi yang melaporkan bahwa konsentrasi AST
dan ALI tidakmemiliki korelasi dengan aktivitas histologis,
MANIFESTASI KLINIS bahkan konsentrasi enzim dapat tetap normal pada
penyakit hati yang sudah lanjut. Pemeriksaan laboratorium
Sebagian besar pasien dengan perlemakan hati non lain seperti fosfatase alkali, g-glutamiltransferase; feritin
alkoholik tidak menunjukkan gejala maupun tanda-tanda darah atau saturasi transferin juga dapat meningkat,
adanya penyakit hati. Beberapa pasien melaporkan adanya sedangkan hipoalbuminemia, waktu protrombin yang
rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak dan seperti memanjang, dan hiperbilirubinemia biasanya ditemukan
mengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien, pada pasien yang sudah menjadi sirosis.
hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan fisis yang Dislipidemia ditemukan pada 2l-83oh pasien dan
didapatkan. Umumnya pasien dengan perlemakan hati non biasanya berupa peningkatan konsentrasi trigliserida.
alkoholik ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan Karena diabetes merupakan salah satu faktor risiko
pemeriksaan lain, misalnya dalam medical check-up. perlemakan hati non alkoholik, maka tidak jarungterdapat
Sebagian lagi datang dengan komplikasi sirosis seperti pula peningkatan konsentrasi gula darah.
asites, perdarahan varises, atau bahkan sudah berkembang
menjadi hepatoma.
Evaluasi Pencitraan
Berbagai modalitas pencitraan telah dicoba untuk
mendeteksi perlemakan hati. Agaknya ultrasonografi
DIAGNOSIS merupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun
computerized tomography ( CT ) danmagnetic resonance
Biopsi hati merupakan baku emas (gold standard) imaging (MM)juga dapat digunakan. Pada ultrasonografi,
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dan infiltrasi lemak di hati akan menghasilkanpeningkatan difus
sejauh ini masih menjadi satu-satunya metoda untuk ekogenisitas (hiperekoik, bright liver) bila dibandingkan
membedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan dengan ginjal. Sensitivitas USG 89Yo dan spesivisitasnya
tanpa atau disertai inflamasi. Masih menjadi perdebatan 93%o dalam mendeteksi steatosis. Terbukti ketiga teknik
apakah biopsi hati perlu dilakukan sebagai pemeriksaan pencitraan di atas memiliki sensitivitas yang baik untuk
rutin dalam proses penegakan diagnosis perlemakan hati mendeteksi perlemakan hati non alkoholik dengan deposisi
non alkoholik. Sebagian ahli mendukung dilakukannya lemakdi hati lebih dari 30%, tetapi tidak satupun dari ketiga
biopsi karena pemeriksaan histopatologi mampu alat tersebut dapat membedakan perlemakan hati sederhana
menyingkirkan etiologi penyakit hati lain, membedakan dari steatohepatitis.
steatosis dari steatohepatitis, memperkirakan prognosis, Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambar parenkim
dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu. Alasan hati dengan densitas rendah yang bersifat difus pada Cl
dari kelompok yang menentang biopsi hati antara lain meskipun adakalanya berbentuk fokal. Gambaran fokal ini
prognosis yang umumnya baik, belum tersedianyaterapi dapat disalahartikan sebagai massa ganas di hati. Pada
yang benar-benar efektif, dan risiko serta biaya dari keadaan seperti itu MRI bisa dipakai untuk membedakan
tindakan biopsi itu sendiri. Oleh karenanya pemeriksaan nodul akibat keganasan dari infiltasi fokal lemak di hati.
698 HEPAI1OBILIER
Penurunan berat badan secara bertahap terbukti dapat RNA di hati, dan perurunan pengikatan DNA oleh SREBP-
memperbaiki konsentrasi serum aminotransferase (AST 1 pada ekstrak hati tikus.
dan ALT) serta gambaran histologi hati pada pasien Penelitian lain dilakukan oleh Marchesini dkk. Empat
dengan steatohepatitis non alkoholik. Erikson dkk belas pasien steatohepatitis nonalkoholik mendapat terapi
melaporkan efek penurunan berat badan pada tiga pasien metformin 3 x 500 mg/hari selama 4 bulan dan sebagai
yang sebelumnya mengalami kelebihan berat antara 50- kelompok kontrol adalah 6 pasien steatohepatitis
60%o. Ternyata semua mengalami perbaikan dengan nonalkoholikyang hanya mendapat terapi diet. Didapatkan
konsentrasi enzim aminotransferase mendekati normal, dan perbaikan konsentrasi rata-rata S GPT, peningkatan
dua pasien menunjukkan normalisasi histologi hati. Sebuah sensitivitas insulin, dan penurunan volume hati pada
studi lain di Jepang yang menggunakan intervensi diet pasien yang mendapatkan terapi metformin. Namun
dan olahraga untuk menurunkan berat badan juga sayangnya, pada penelitian ini tidak dilakukan evaluasi
memberikan hasil yang sama. Perlu diperhatikan bahwa histopatologis setelah terapi.
penurunan berat badan terlalu drastis atau fluktuasi berat Tiazolidindion adalah obat antidiabetik yang bekerja
badan yang bolak-balik naik turun (sindrom yo-yo) justru sebagai ligan untuk PPARg dan memperbaiki sensitivitas
memicu progresi penyakit hati. Hal ini terjadi akibat insulin pada jaringan adiposa. Selain itu, tiazolidindion
meningkatnya aliran asam lemak bebas ke hati sehingga juga menghambat ekspresi leptin dan TNFcr, konstituen
peroksidasi lemakpun turut meningkat. Sebaliknya yang dianggap terlibat dalam patogenesis steatohepatitis
penurunan berat badan bertahap ternyata tidak mudah nonalkoholik. Terdapat 3 tiazolidindion yang telah
dilakukan dan seringkali sulit untuk dipertahankan. diproduksi. Pertama, troglizaton telah ditarik dari
Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi peredaran karena menyebabkan kerusakan hati, termasuk
dalam usaha mengurangi berat badan. Aktivitas fisik beberapa kematian akibat penyakit hati. Caldwell dkk
hendaknya berupa latihan bersifat aerobik paling sedikit menggunakan obat ini sebelum ditarik dari peredaran.
30 menit sehari. Sangat penting untuk mencapai target Berdasarkan penelitiannya, ditemukan normalisasi enzim
denyut nadi, tetapi tidak perlu menjalankan latihan yang tanpa perbaikan histologis pada 7 dari 10 pasien
terlalu berat. steatohepatitis nonalkoholik yang diterapi troglizaton
Esensi pengaturan diet tidak berbeda dengan diet pada selama 6 bulan. Kedua, rosiglitazon yang telah diteliti
diabetes: mengurangi asupan lemak total menjadi <30% selama setahun pada 25 pasien dengan steatohepatitis
dari total asupan energi, mengurangi asupan lemakjenuh, non alkoholik. Konsentrasi enzim-enzim hati (AST,
mengganti dengan karbohidrat kompleks yang fosfatase alkali dan g-glutamil transpeptidase) membaik
mengandung setidaknya 15 gr serat serta kaya akan buah secara bermakna seperti juga sensitivitas insulin. Biopsi
dan sayuran. Walaupun dianjurkan untuk merujuk pasien hati yang dilakukan pasca terapi menunjukkan adanya
kepada ahli gizi untuk mendapatkan pengetahuan lebih perbaikan deraj at hbrosis sentrilobular. Adanya beberapa
rinci mengenai pengaturan diet, namun setiap dokter kasus gangguan hati akibat rosiglitazon, diperlukan studi
diharapkan mampu memberi informasi prinsip diet rendah terkontrol lebih besar untuk menilai manfaat dan
lemak yang sesungguhnya tidaklah terlalu rumit. keamanan obat ini. Obat ketiga adalahpioglitazon yang
paling tidak telah dilaporkanpadatiga studi pendahuluan.
Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah. Setelah
gagal dengan pengaturan diet dan latihan jasmani tidak
Ketiganya membuktikan terjadinya perbaikan pada
jarang pasien beralih kepada terapi pembedahan. Beberapa
aminotransferase, dua penelitian juga disertai perbaikan
penelitian melaporkan manfaat operasi bariatrik terhadap
derajat steatosis dan nekroinflamasi. Sayangnya
penelitian tersebut melibatkan sampel kecil, delapan
pasien dengan perlemakan hati. Terlihat adanya perbaikan
sampai sepuluh pasien, sehingga dibutuhkan penelitian
pada gambaran histologi hati serta parameter umum
lanjutan dengan sampel lebih besar.
sindrom metabolik. Sekali lagi harus diingat potensi
timbulnya eksaserbasi steatohepatitis pada penurunan Obat anti hiperlipidemia. Studi menggunakan gemfibrozil
berat badan yang terlalu cepat. menunjukkan perbaikan AIT dan konsentrasi lipid setelah
pemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi histologi
tidak dilakukan. Uji klinis terhadap statin juga telah
Terapi Farmakologis dilakukan. Sebuah studi pendahulan dengan sampel kecil
Antidiabetik dan insulin sensitizer. Metformin memperlihatkan perbaikan parameter biokimiawi dan
meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan histologi pada sekelompok pasien yang mendapat
produksi glukosa hati. Lin dkk menunjukkan perbaikan atorvastatin. Sebaliknya studi lain menunjukkan tidak
penyakit perlemakan hati pada model hewan dengan adanya perbedaan bermakna antara kontrol dan pasien
steatohepatitis nonalkoholik. Hal ini dianggap terjadi yang menggunakan berbagai jenis statin.
melalui penghambatan TNFa sehingga terjadi perbaikan Antioksidan. Berdasarkan patogenesisnya, terapi
insulin, downregoilatlon konsentrasi UCP-2 messenger antioksidan diduga berpotensi untuk mencegah progresi
700 HEPATOBILIER,
Hepatoprotektor. Ursodeoxycholic acid (UDCA ) adalah hati dan saluran empedu. Jakarta: PIP Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2002.p28-30
asam empedu dengan banyak potensi, seperti efek
Harrison SA, Kadakia S, Lang KA, SchenkelS. Nonalcoholic
imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi. steatohepatitis: what we know in the new millennium. Am J
Pertama kali digunakan secara empiris pada seorang Gastroenterol. 2002; 97 : 27 14-24.
perempuan berusia 66 tahun dengan steatohepatitis non Harrison SA, Tetri BN. Clinical manifestations and diagnosis of
alkoholik yang menunjukkan normalisasi enzim NAFLD. In: Farrell GC, George J, Hall PM, McCullough AJ,
transaminase setelah terapi UDCA selama satu tahun. editors. Fatty liver disease-NASH and related disorders.
Massachussetts: Blackwell Publishing; 2005. p. 159-67.
Sampai saat ini terdapat empat uji klinis terbuka untuk
Harrison SA, Torgerson S, Hayashi R Ward J, Schenker S. Vitamin E
menilai manfaat terapi UDCA pada pasien steatohepatitis
and-vitamin C treatment improves fibrosis in patients with
non alkoholik. Pada sebuah studi pendahuluan terhadap non-alcoholic steatohepatitis. Am J Gastroenterol. 2003; 96;
40 pasien yang mendapat UDCA I 3 - I 5 mgkglhai selama 2485-90.
satu tahun terbukti adanya perbaikan ALT, fosfatase Hasan I, Gani RA, Machmud R et al. Prevalenve and risk factors for
alkali, g-GT, dan steatosis, tetapi tidak ada perbaikan non-alcoholic fatty liver in Indonesia. J Gastroenterol Hepatol.
bermakna dalam derajat inflamasi dan fibrosis. Pada studi 2002:17 (Suppl): A154.
lain tes fuqgsi hati mengalami perbaikan pada 13 pasien Hasegawa ! Yoneda M, Nakamura K, Makino I, Terano A. Plasma
transforming growth factor-b1 level and efficacy of a-toco-
setelah mendapat UDCA l0 mglkglhari selama 6 bulan.
pherol in patients with non-alcoholic steatohepatitis; a pilot
Studi paling akhir menyangkut UDCA dilakukan terhadap study. Aliment Pharmacol Ther. 2001; 15; 1667-72.
24 pasien dengan dosis 250 mgtigakali sehari selama 6-12 Holoman J, Glasa J, Kasar J et al. Serum markers of liver frbrosis in
bulan. Dilaporkan adanya perbaikan konsentrasi patients with non-alcoholic steatohepatitis (NASH):
aminotransferase dan petanda fibrogenesis. correlation to liver morphology and effects of therapy
PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK 701
702
PENYAKIT HAII PADA KEHAMILAI\I 703
Pada perempuan hamil dengan penyakit hati akut dan diistilahkan cho I es tYts is of pregnancy, benign recurrent
riwayat penyakit sebelumnya yang relevan atau risiko cholestasis of pregnancy atau pruritus gravidarum.
epidemiolo gis yang teridentifikasi, diagnosis tambahan Insidensi sindrom ini bervariasi secara geografis. Beberapa
berikut ini dapat dibuat yaitu hepatitis virus, batu empedu, negara Eropa (Swedia, Polandia) dan beberapa negara
penyakit hati kronis yang mendasari, drug-induced hepa- Amerika Selatan (Chili) melaporkan insidensi sebesar 100%,
titis atau penyakit liver alkoholik. Perempual yar,g sedangkan di negara-negara Eropa yang lain insidensi ICP
sebelumnya sehat tidak disingkirkan dari kemungkinan dilaporkan sebanyak 0,1 dan 0,2o/o. Penyebab ICP masih
diagnosis-diagnosis tersebut. Intinya semua penyakit hati belum diketahui. Walaupun ICP secara khas terjadi pada
dapat dijumpai pada kehamilan, dan tentu saja kebalikan kehamilan trimester ketiga, namun beberapa kasus terjadi
pernyataan tersebut tidak berlaku karena acutefatty liver pada kehamilan I 3 minggu.
of pregnancy, toksemia kehamilan dan intrahepatic Gambaran klinis sindrom ini bervariasi dari bentuk yang
cholestas is of pregnancy adalah penyakit-penyakit yang sangat ringan di mana satu-satunya kelainan adalah
hanya didiagnosis pada perempuan hamil. pruritus sampai kolestasis yang berat dengan defisiensi
Di samping trimester kehamilan dan risiko epidemiologis, vitamin K dan perdarahan postpartum yang bermakna.
profil biokimia dari tes hati juga berguna dalam diagnosis Kondisi ini biasanya ringan bagi si ibu, namun demikian
banding. (Thbel 2 dan 3) terdapat peningkatan insidens prematuritas, distres fetus
dan lahir mati. ICP akan terjadi pada kehamilan berikutnya
dan sering bersifat familial. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa histokompabilitas antigen HLA-BW
ALT/AST Bilirubin Komentar 16 sering dijumpai pada perempuan dengan riwayat ICP
+ nl/nl +/nl Kehamilan normal jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat.
+ +l+ +/nl (trimester 3)
Sampel histologis hati menunjukkan kolestasis fokal dan
++/+++ +/++ +l++ Hiperemesis gravidarum
I ntrahepatic cholesfasis of
ireguler yang ringan. Tidak terdapat karakteristik khas
++l+++ +/nl + pregnancy (trimester 3) yang membedakan dengan jenis kolestasis lain. Tbrapinya
nl nl + Batu empedu (semua terdiri dari terapi suportif, kolestiramin lO-l2glhari dapat
trimester)
Sindrom Dubin-Johnson diberikan untuk menghilangkan pruritus dan pemberian
(trimester kedua dan vitamin K secara parenteral. Vitamin K diberikan karena
ketiga)
terdapat 20Yo pefingkatan kemungkinan terjadinya
nl = normal perdarahan ut ervs postpartum yang diperkirakan berkaitan
+ = peningkatan ringan (kurang dari 4 kali lipat) dengan malabsorpsi vitamin K yang terjadi secara sekunder
a+ = psningkatan sedang (empat kali sampai enam kali lipat)
+++= peningkatan bermakna (lebih dari enam kali lipat) akibat kolestasis.
pada sindrom ini yaitu peningkatan konsentrasi asam urat albumin intravena merupakan terapi adjuvan yang penting.
(mungkin berkaitan dengan kerusakan jarin gan) dan giant Hemodialisis dapat membantu. Jika pasien tidak mengalami
platelet dengan basophilic stippling. Kondisi ini tidak jaundice atau perpanjangan waktu protrombin, persalinan
dijumpai pada hepatitis virus akut dan mungkin berguna hendaknya dilakukan dengan prosedur obstetri standar.
dalam diagnosis banding. Pasien dengan acutefatty liver Jika penyakit hati sangat berat, fetus hendaknya segera
of pregnancy dapat menunjukkan hipoglikemia berat, dilahirkan tanpa ditunda lagi. Terapi dengan heparin atau
serum amonia yang tinggi, dan hiperaminoasidemi antitrombin III tidak memuaskan. Transplantasi hati
generalisata. merupakan pilihan dan hendaknya dipertimbangkan.
Biopsi hati mungkin diperlukan untuk membedakan
sindrom ini dari hepatitis virus akut. Hati pucat dan kecil
dengan hepatosit pucat dan membengkak lerutamapada TOKSEMIAGRAVIDARUM
daerah perisentral. Area periportal biasanya tidak terlibat.
Dengan pewarnaan lemak khusus, liver yang bengkak diisi Toksemia gravidarum merupakan suatu sindrom yang
droplet lemak mikrovesikular. Nukleus tetap berada di penyebabnya belum diketahui dan terjadi setelah kehamilan
tengah-tengah sel berlawanan dengan suatu sindrom di 20 minggu. Derajat keparahannya bervariasi dari kasus
mana terdapat droplet deposit lemak yang besar dan yang tidak menampakkan gejala klinis sampai preeklamsia
vakuola lemak mendorong nukleus ke tepi. dengan edema, proteinuria, hipertensi arterial sampai
Sherlock dan Riely menunjukkan adanya tumpang eklamsia dengan kejang. Toksemia dilaporkan terjadi pada
tindih antara toksemia kehamilan dan acute fatty liver of 5% kehamilan. Faktor risikonya meliputi kehamilan pada
pregnancy. Tabel 4 membandingkan dua hal ini. usia yang sangat muda atau usia fua, kehamilan pertmna,
kehamilan kembar atau lebih, diabetes melitus, hipertensi
yang telah diderita sebelum hamil, dan riwayat toksemia
maternal.
Acute Fatty Liver Toksemia Preeklamsia adalah problem klinis yang umum dan
Nyeri abdomen 5Oo/o 1O0o/o
diperkirakan 50oh dari pasien dengan sindrom ini
Jaundice 100yo 4Oo/o menunjukkan abnormalitas ringan aminotransferase dan
Transaminase serum <10 >10 alkali fosfatase. Sampel biopsi hati dari pasien-pasien ini
(kali normal)
Scan Perubahan difus Abnormalitas
biasanya menunjukkan abnormalitas histologis yang
Biopsi Hati Lemak fokal ringan. Perubahan yang karakteristik adalah perdarahan
mikrovesikular Fibrin (sinusoid) peripartum, deposisi fibrin yang tersebar dan perdarahan
Gagal hati Terjadi
subkapsular. Deposit fibrin menyumbat sinusoid hepatika
Tidak terjadi
diikuti dengan nekrosis sel hati pada tempat yang sama.
Apabila nekrosisnya berat, daerah-daerah perdarahan hati
Pada review dari 140 kasts acute fatty liver of dapat dijumpai. Diagnosis banding utamanya adalah
pregnancy, 460/o pasien mengalami preeklamsia atau sindrom koagulasi intravaskular difus. Pada kasus yang
eklamsia dan secara mengejutkan menunjukkan hubungan sangat berat ruptur hati dengan perdarahan intraperitonial
yang erat. Berdasarkan atas banyaknya kesamaan antara masifmungkin te{adi.
acute fatty liver of pregnancy dan toksemia kehamilan Terapi terhadap keterlibatan liver dalam sindrom ini
(trimester ketiga, kehamilan kembar atau lebih, kehamilan adalah terapi terhadap preeklamsia/eklamsia itu sendiri.
pertama), Reily mengembangkan hipotesis bahwa kedua Apabila gej ala-gej ala sindrom preeklamsi/eklamsi tersebut
keadaan tersebut dapat merupakan spektrum dari suatu tidak terkendali evakuasi uterus hendaknya
penyakit yang sama. dipertimbangkan secara serius. Evakuasi uterus ini akan
Sampai akhir tahun l970an, mortalitas maternal dan berakibat resolusi sempuma baik keterlibatan hati maupun
fetus dilaporkan mendekati 85%. Reily menglihtng 44%o preeklamsia/eklamsia itu sendiri.
kematian maternal dan 47Yo kematian fetus. Perubahan
dalam mortalitas ini diperkirakan terjadi karena
pendeteksian dini bentuk yang paling ringan dari sindrom RUPTUR HATI
ini dan penerapan persalinan dini. Pasien yang selamat
dari acutefatty liver of pregnancy ditemukan mengalami Terdapat hubungan yangjelas antara keterlibatan hati pada
gejala sisa jangka panjang. Dua puluh perempuan yang preeklamsia dengan ruptur hati spontan yang berakibat
mengalami sindrom ini lalu hamil lagi dilaporkan tidak fatal. DiperkirakanT5o/o sampai 85% pasien hamil yang
mengalami sindrom yang sama pada kehamilan berikuhrya. mengalami ruptur hati menderitapreeklamsia. Apabila hal
Terapi terdiri atas pengenalan dini penyakit dan ini terjadi, mortalitas ibu dan anak diperkirukat 50Yo.
persalinan dini. Seksio sesaria dapat meningkatkan Diagnosis dibuat berdasarkan kecurigaan klinis yang
survival dari ibu maupun fetw. Fresh frozen plasma dan dibantu dengan CT scan dan liver spleen scan. Scan ini
PETiIYAXIT HATI PADA KEHAMILIIN 705
menunjukkan filling defect mdtipel berkaitan dengan biasanya dengan membuat shunt portosistemik (porto
nekrosis iskemik. Frl/ing defect niterutama dijumpai dekat caval atau meso caval)
permukaan hati. Apabila hasil scan ekuifokal, arteriografi Beberapa pasien dengan sindrom Budd-Chiari telah
hati adalah metode terbaik unhrk menegakkan diagnosis. menjalani transplantasi hati. Telah dilaporkan empat kasus
Ruptur lobus kanan hati terjadi pada kira-kira 900/o kasus kehamilan tanpa komplikasi pada pasien dengan sindrom
yang dilaporkan. Pasien biasanya mengalami nyeri abdo- Budd-Chiari sebelumnya.
men mendadak dan distensi, hipotensi dan syok tidak
jarang terjadi. Pungsi peritonial menunjukkan darah. Diag-
nosis banding utamanya adalah ruptur uterus. Terapinya HEMOLYSIS, ELEVATED LIVER ENZYME, LOW
adalah pembedahan, namun pendekatan bedah spesifrk PLATELET (HELLP SYNDROME)
dalam penatalaksanaan ruptur hati masih bersifat
kontroversial. Seringkali reseksi hati atau lobektomi Pertramakali dideskripsikan oleh Weinstein padatahw 1982
merupakan pilihan terapi. sebagai singkatan dari hemolisis, peningkatan enzimhali,
dan trombositopenia. Sindrom ini menunjukkan subgrup
perempuan dengan toksemia gravidarum yang-'juga
SINDROM BUDD.CHIARI menderita koagulasi intravaskular diseminata (KID) dan
gangguan hati. Kurang lebih 10% perempuan dengan
Sindrom Budd-Chiari tidak berkaitan secara eksklusif preeklamsia/eklamsia menderita sindrom HELLP.
dengan kehamilan. Sesungguhnya sindrom ini terjadi
dengan frekuensi yang sama pada pria dan perempuan.
Pada perempuan tampaknya ada hubungan dengan HEPATITISVIRUS
konsumsi pil kontrasepsi, namun demikian tidak terdapat
cukup bukti untuk menyokong hubungan tersebut. Hepatitis virus adalah penyakit nekroinflamatori yang
Walaupun sering digambarkan sebagai tiombosis vaskular umumnya disebabkan oleh virus hepatitis A,B,C,D atau E.
pada kehamilan, insidensi sesungguhnya sindrom ini belum Sebagai tambahan sitomegalovirus atau virus Epstein-Barr
diketahui. dapat menyebabkan hepatitis virus akut. Informasi tentang
Pada kehamilan, sindrom Budd-Chiari biasanya terjadi virus ini banyak terdapat di literatur dan pembaca
pada periode intermediet post partum, walaupun beberapa disarankan untuk merujuk pada sumber yang lain sebagai
kasus dapat terjadi pada trimester kedua kehamilan atau informasi tambahan. Manifestasi hepatitis virus sama baik
selama aborhrs septik. Manifestasi klinisnya adalah nyeri pada individu yang hamil maupun yang tidak dengan
abdomen dan asites dengan onset mendadak. Terjadi beberapa perkecualian . Data gabungan menunjukkan
trombosis pada vena hepatika diikuti hipertensi portal. Hati bahwa terdapat beberapa daerah di dunia seperti di benua
biasanya membesar dan nyeri tekan. Tes fungsi liver sub-Indian, di timur tengah dan di Afrika di mana frekuensi
menunjukkan peningkatan ringan aminotransferase dan dan derujat keparahan hepatitis pada perempuan hamil
alkali fosfatase. Cairan asites biasanya suatu eksudat, lebih berat apabila dibandingan dengan perempuan tidak
namun beberapa kasus menunjukkan konsentrasi protein hamil atau pasien pria.
yang rendah. Liver spleen scan dapat membantu diagno-
sis apabila lobus caudatus menunjukkat uptake yang
Hepatitis B
intens (berkaitan dengan tidak adanya blokade aliran vena)
Pengaruh hepatitis virus pada bayi baru lahir dapat terjadi
dikelilingi oleh uptake yang kurang pada jaringan hati
akibat transmisi agen penyebab penyakit tersebut.
sisanya. Venogram hepatik menunjukkan sisi oklusi
Hepatitis B (HB\D ditransmisikan ke bayi baru lahir selama
vaskular baik vena cava inferior maupun vena hepatika.
periode perinatal. Transmisi dari ibu ke anak dilaporkan
Apabila tersedia, spesimen biopsi hati menunjukkan
antara 00lo sampai 7\Yo. D:ua penelitian mencoba
pembengkakan taraf berat terutama di sekitar vena
menjelaskan rentang angka transmisi yang lebar ini.
hepatika. Prognosis buruk dan pasien dengan sindrom
Penelitian yang pertama menunjukkan bahwa tidak
Budd-Chiari selalu menunjukkan kondisi klinis yang
terdapat infeksi pada bayi ketika ibunya menderita
semakin memburuk sampai terjadi kematian. Mortalitas
hepatitis akut pada trimester pertama kehamilan, 25%bayi
pada tahun pertama 30 sampai 40%o, sedangkan mortalitas
yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis akut pada
pada tahun keempat mencapai 850%.
trimester 2 terinfeksi HBV dan angka terjadinya infeksi
Terapi dengan antikoagulan tidak bermanfaat pada
meningkat mencapai T}Yopadabayi yang dilahirkan dari
sindrom Budd-Chiari yang telah tegak, namun demikian
ibu yang menderita hepatitis akut pada trimester ketiga.
terapi trombolitik dengan streptokinase atau alteplase
Insidensinya meningkat mencapai 84% apabila si ibu
(TPA) selama trombosis vena hepatika akut diperlukan.
menderita hepatitis akut pada dua bulan pertama setelah
Terapi bedah merupakan pilihan dan tujuan utama terapi
persalinan. Insidensi yang meningkat ini disebabkan
bedah adalah untuk mendekompresi hati yang bengkak
706 HEFAIIOBILIER
karena si ibu telah terinfeksi virus selama kehamilan dan selama periode pengamatan. Penelitian yang kedua
setelah suatu periode inkubasi tertentu infektifitasnya menunjukkan hasil yang sama. Wejstal dan rekan-rekannya
mencapai puncak pada saat persalinan. Penelitian kedua melaporkan 14 perempuan Swedia dara 2l bayi yang
menunjukkan hasil yang serupa: infektifitas lYo pada dilahirkannya. Pada serum semua perempuan tersebut HCV
trimester pertama,6%o selama trimester kedua, 67%o selarrn RNA dapat dideteksi dan 2 dai2l bayi yang dilahirkannya
trimester ketiga, dan l00o/o selama periode awal menunjukkan peningkattan ALT secara menetap, namun
postpartum. Gambaran statistik ini mengejutkan apabila demikianhanya satu dari merekayang menjadi HCV-RNA
kita mempertimbangkan bahwa lebih dari 900/o neonatus positif selama periode pengamatan. Biopsi hati pada anak-
yang terinfeksi menjadi karier HBV. anak tersebut menggambarkan hepatitis kronis. Dari kedua
penelitian itu dapat disimpulkan bahwa transmisi HCV
fetal-maternal tampaknya jaratg. Kesimpulan ini valid
Vaksin Hepatitis B
bahkan dengan adanyam HIV tipe 1 karena pada serum
Beasley dan rekan-rekan menunjukkan bahwa infeksi HBV
beberapa ibu pada kedua penelitian tersebut dapat dieteksi
kronis pada bayiyang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi
adanyaHIV-1.
HBV dapat dicegah pada 90olo kasus dengan menggunakan
kombinasi imunoglobulin hepatitis B (IIBIG) dan vaksinasi
HBV secara teratur. Penelitian Beasley dan penelitian-
penelitian lain menghasilkan suatu pedoman untuk HEPATITIS DELTA
pencegahan transmisi HBV fetal-matemal. Semua bayi yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HBV hendaknya Hepatitis delta jarang dijumpai pada perempuan hamil.
menerima prohlaksis terhadap HBV. Regimen yang saat ini Suatu survei terhadap 6111 perempuan hamil di Italia
direkomendasikan untuk bayi yang baru lahir ditunjukkan menunjukkan bahwa 164 Q,6%) IBsAg positif dan 7 (4,204
pada Tabel 5. menunjukkan antibodi terhadap virus delta dalam serum.
Tidak satupun bayi yang dilahirkan dari peremplan ini
terinfeksi hepatitis delta.
dengan hepatitis fulminan, 75%o meninggal. Pada tahun Laporan penelitian terhadap perempuan dengan sirosis
I 980 sampai 1 98 I epidemi hepatitis yang ditularkan melalui bilier primer (PBC) atau hepatitis kronis aktif autoimun
air terjadi di Algeria di mana 788 kasus hepatitis dilaporkan menunjukkan bahwa kondisi klinis dari penyakit dasarnya
dengan mortalitas mencapai 100% diantara9 perempuan semakin memburuk selama kehamilan. Empat dari lima
hamil. Sebaliknya laporan dari Eropa danAmerika Serikat perempuan dengan PBC menunjukkan peningkatan derajat
menunjukkan bahwa perempuan hamil dan fetusnya tidak jaundice selama kehamilan dan bilirubin tetap meningkat
terpengaruh oleh hepatitis virus selain peningkatan setelah persalinan. Dari 6 kehamilan pada pasien PBC,
insidensi terj adinya kelahiran prematur. hanya2 yang berhasil melahirkan bayi hidup dan 3 dari 5
perempuan tersebut meninggal beberapa tahun setelah
kehamilan. Pada penelitian terhadap 30 perempuan hamil
EFEK KEHAMILAN PADA PASIEN DENGAN dengan hepatitis kronis aktif autoimun tidak terdapat
PENYAKIT HATI KRONIK kematian maternal dan hanya 4 kematian perinatal.
Perempuan-perempuan ini diterapi dengan prednisolon
Sirosis j arang terj adi pada perempuan usia subur. Insidensi selama kehamilan dengan tanpa efek samping pada fetus.
terjadinya kehamilan pada perempuan pasien sirosis belum Kesimpulannya, jarangterjadi kehamilan pada pasien
diketahui, walaupun angka fertilitas yang rendah sirosis dan penatalaksanaan penyakit hati pada pasien-
dilaporkan pada perempuan-perempuan ini. Schreyer dan pasien ini tidak berbeda dibandingkan pasien yang tidak
rekan-rekan melaporkan 60 perempuan hamil dengan hamil. Terdapat peningkatan kematian fetus pada
sirosis dengan 69 persalinan. Usianya bervariasi antara I 8 perempuan hamil dengan sirosis berkaitan dengan lahir
sampai 44 tahun dengan usia rata-rata40,5 tahun. Sepuluh mati, prematuritas, dan aborhrs spontan.
dari 60 perempuan itu meninggal selama kehamilan, 7
berkaitan dengan perdarahan gastrointestinal masif. Hanya
45 dari 69 (65%) bayi yang dilahirkan dapat melewati REFERENSI
periode neonatalnya. Hasil yang serupa dilaporkan pada
penelitian yang lain. Alter MJ. Epidemiology of community acquired hepatitis C. In:
Perhatian utama pada perempuan hamil dengan sirosis Hollinger FB, Lemon SM, Margolis H, editors. Viral hepatitis
adalah adanya varises esofagus. Dahulu, terminasi and liver disease. Baltimore: Williams and Wilkins; 1991. p.
4 1 0-3.
kehamilan disarankan berdasarkan pendapat bahwa ruptur
Col Roy KH. Medical Clin of North Am. 1993.
varises dan perdarahan fatal sering terjadi pada varises Klox TA, Kaplan MM. Pregnancy and liver disease. In: Taylor MB,
esofagus. Selanjutnya seksio caesaria dianj urkan sebagai editor. Gastrointestinal emergencies. Baltimore: Williams and
tindakan agar pasien tidak mengejan sehingga tidak memicu Wilkins; 1992. p. 510-21.
ruptur varises. Pada tahun 1982, Britton meneliti 53 pasien Leon Schiff, Eugene R, Schiff. Diseases of the liver.
sirosis dengan 73 kehamilan dan 38 pasien bukan sirosis Michael de swiet. Medical disorders in obstetric practice.
dengan 77 kehamilan berkaitan dengan risiko terjadinya Reinus JF, Leikin EL, Alter HJ, et al. Failure to detect vertical
transmission of hepatitis C virus. Am ntem Med. 1992;117;881-
perdarahan varises. Ia menemukan bahwa sebagian besar
6.
perdarahan gestasional terjadi pada trimester kedua dan Reyes GR, Purdy MA, Kim JP, et al. Isolation.of a oDNA from the
risiko terjadinya perdarahan varises tidak meningkat selama virus responsible for enterically-tmnsmitted non-A, non-B hepa-
persalinan per vaginam. Varises transien terjadi pada titis. Science. 1990; 247 ;1335-9.
perempuan dengan penyakit hati pada trimester kedua Sherlock S. Disease of the liver and biliary system.
sebagai akibat meningkatnya volume darah selama minggu Wejstal R, Widell A, Mansson AS, et a1. Mother to infant
ke-28 sampai ke-32. Pada kelompok sirosis terdapat 7 transmission of hepatitis C virus. Ann Intern Med.
1992;ll'7 :887 -90.
kematian maternal, 3 berkaitan dengan perdarahan varises.
Pada kelompok non sirosis terdapat 2 kematian maternal,
satu akibat perdarahan varises. Penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara
perempuan hamil sirosis dan non sirosis dalam hal
terjadinya perdarahan varises.
tt2
HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT
Putut Bayupurnama
Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati pengelompokan sendiri dan memicu kematianse1 melalui
terletak diantara permukaan absorptif dari saluran cema apoptosis. Disamping itu banyak reaksi hepatoselular
dan organ target obat dimana hati berperan sentral dalam melibatkan sistem sitokrom P-450 yang mengandungheme
metabolisme o bat. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan yang menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat
komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga
obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi menghasilkan ikatan baru yang tak punya peran.Kompleks
metabolik dari semua obat dan bahan-bahan asing yang enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-
masuk tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen
jarang terjadi namun akibat yang ditimbulkannya bisa sasaran serangan sitolitik sel T, merangsang respons imun
fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada multifaset yang melibatkan sel-sel T sitotoksik dan
dosis terapeutik yang dianjurkan, dari I tiap 1000 pasien berbagai sitokin. Obat-obat tenentu menghambat fungsi
sampai I tiap 100000 pasien denganpolayang konsisten mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan
untuk setiap obat dan untuk setiap golongan obat. enzim-enzim rantai respirasi. Metabolit-metabolit toksis
Sebagian lagi tergantung dosis obat. Hepatotoksisitas yang dikeluarkan dalam empedu dapat merusak epitel
imbas obat merupakan alasan paling sering penarikan obat saluran empedu. Tabel I menunjukkan reaksi idiosinkratik
dari pasaran di Amerika Serikat dan di dalamnya termasuk obat dan sel-sel yang dipengaruhi reaksi tersebut.
lebih dari 50 persen kasus gagal hati akut.
Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga
membuat mereka mampu menembus membran sel IMPLIKASIKLINIK
intestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofrlik melalui
proses-proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan Gambaran klinik hepatotoksisitas imbas obat sulit
produk-produk larut air yang diekskresi ke dalam urin atau dibedakan secara klinik dengan penyakit hepatitis atau
empedu.Biotransformasi hepatik ini melibatkan j alur kholestasis dengan etiologi lain (Tabel 2). Riwayat
oksidatifutamanya melalui sistem enzim sitokrom P-450. pemakaian obat-obat atau substansi hepatotoksik lain
harus dapat diungkap Onset umumnya cepat, malaise,
dan ikterus , serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat
M EKAN ISM E H EPATOTOKSISITAS terutamabila pasien masih meminum obat tersebut setelah
onset hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih
Mekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi dominan maka kadar aminotransferase dapat meningkat
protein-protein transport pada membrane kanalikuli dapat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan
terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit irnbas asam kenaikan kadar fosfatase alkali dan bilirubin menonjol pada
empedu dimana terjadi penumpukan asam-asam empedu kholestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan
di dalam hati karena gangguan transpor pada kanalikuli kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatik dengan derajat
yang menghasilkan translokasi Fas sitoplasmik ke membran nekrosis dan apoptosis bervariasi.Pada kasus ini gejala
plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau
708
HEFAFOTOKSISTDAS IMBAS OBAT 709
Granulomatus Makrofag, limfosit menginfiltrasi lobul hepatik Diltiazem, obat sulfa, kuinidin
Lemak Mikrovesikular Respirasi mitokondria yang berubah, beta-oksidasi Didanosin, tetrasiklin, asam
mengakibatkan asidosis laktat dan akumulasi trigliserida asetilsalisilat, valproic acid
Steatohepatitis Multifaktorial Amiodaron, Tamoksifen
Autoimun Respons limfosit sitotoksik langsung pada komponen membran Nitrofurantoin,metildopa, lovastatin,
hepatosit minosiklin
Fibrosis Aktivasi "stellate cells" Metotreksat, kelebihan vitamin A
Grade
fosfatase
Alkali DBN >BAN-2,5 x BAN >2,5-5,0 x BAN >5,0-20,0 xBAN >20 x BAN
Bilirubin DBN 1-1,5 x BAN >1,5-3,0 x BAN >3,0-10 x BAN > 10 x BAN
Bilirubin berkaitan dengan grafr- Normal > 2-<3 mg/100 ml > 3-6 mg/100 ml > 6-<15 mg/100ml > '15 mg/100 ml
versus-hosf disease (GVHD)
untuk studi transplantasi.
sumsum tulangjika disebutkan
khusus dalam protokol)
GGT DBN >BAN-2,5xBAN > 2,5_5,0 x BAN , 5,0_zl;o x Beru >20xBAN
Hepatomegali Tidak ada
Catatan : Derajat hepatomegali hanya untuk efek samping berat berkaitan dengan pengobatan termasuk penyakit oklusi vena
Hipoalbuminemia DBN < BBN-3,0 g/dl > 2-< 3 g/dl < 2 gldl
Disfungsi / gagal hati (klinis) Normal Asterixis Ensefalopati/koma
Aliran vena porta Normal Aliran v. porta Aliran v. porta
menurun retrograd
sGoT (AST) DBN >BAN-2,5 x BAN >2,5-5,0 x BAN >5,0-20,0 x BAN >20,0 x BAN
SGPT (ALT) DBN >BAN-2,5 x BAN >2,5-5,0 x BAN >5,0-20,0 x BAN >20,0 x BAN
Problem hepatik Iainnya Tidak ada nngan sedang berat mengancam
nyawalca@t
DBN=Dalam Batas Normal; BAN= Batas Atas Normal i BBN = Batas Bawah Normal
(King PD & Perry MC,2001)
minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus asetaminofen (lebih dari 4 gramper 24jam) merupakan
berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan contoh hepatotoksisitas obat yang tergantung dosis (dose
pemakaiannya. dependent) yang dengan cepat menyebabkan jejas
Beberapa obat menunjukkan reaksi alergi yang hepatosit terutama area sentrilobuler. Kadar
menonjol, seperti phenytoin yang berhubungan dengan aminotranserase biasanya sangat tinggi,dapat melebihi
demam , limfadenopati,rash, danjejas hepatosit yang berat. 3500uvl,.
Pemulihan reaksi imunoalergik umurnnya lambat sehingga Berdasarkan International Consensus Criteria, maka
diduga allergen tetap bertahan di hepatosit selama diagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan :
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan . Overdosis l. V/aldu dari mulai minum obat dan penghentian obat
710 HEFAII1f,BILIER,
sampai onset reaksi nyata adalah "sugestif'(5-90 hari juga dengan tidak adanya HLA-DQAI*0102 dan adarrya
dari awal minum obat) atau "compatible" (kurang dari HLA-DQB I x 0201 di samping usia lanjut, albumin serum <
lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat 3,5 gram/dl dan tingkat penyakit yang moderat atau tingkat
dan tidak lebih dari 1 5 hari dari penghentian obat untuk lanjut berat. Dengan demikian risiko hepatotoksistas pada
reaksi hepatoselular dan tidak lebih dari 30 hari dari pasien dengan obat anti tuberkulosis dipengaruhi faktor-
penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan faktor klinik dan genetik.Pada pasien tuberkulosis dengan
hepatotoksisitas obat. hepatitis C atau HIV mempunyai risiko hepatotoksisitas
2. Peqalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat.
"sangat sugestif'(penurunan enzim hati paling tidak Sementara pasien tuberkulosis dengan karier HBsAg-
50%o dari kadar diatas batas atas normal dalam 8 hari) positif dan HBeAg-negatif yang inaktif dapat diberikan
. atau "sugestif'(penurunan kadar enzim hati paling tidak obat standar jangka pendek isoniazid, rifampin,etambutol
50o/o dalam 30 hari untuk reaksi "hepatoselular" dan danlatau piraziramid dengan syarat pengawasan tes
180 hari untuk reaksi "kholestatik') dari reaksi obat. fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar l0%
3. Altematif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pasien tuberkulosis yang mendapatkan isoniazid
pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati pada tiap kasus. mengalami kenaikan kadar aminotransferase serum dalam
4. Dijumpai respons positifpada pemaparan ulang dengan minggu-minggu pertama terapi yang nampaknya
obat yang sama ( paling tidak kenaikan dua kali lipat menunjukkan respons adaptif terhadap metabolit toksik
enzimhati) obat . Isoniazid dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi
Dikatakan reaksi "drug related" jika semua tiga kriteria penunrnan kadar aminotransferase sampai batas normal
pertama terpenuhi atau jika dua dari tigakriteria pertama dalam beberapa minggu. Hanya sekitar satu persen yang
terpenuhi dengan respons positif pada pemaparan berkembang menjadi seperti hepatitis viral yangmana50Yo
ulang obat. kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru
muncul beberapa bulan kemudian.
Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal
yang sulit, tetapi kemungkinan sekecil apapun adanya
reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada setiap
HE PATOTOKSISITAS OBAT KEMOTERAPI
pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat
harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya
timbul selama kemoterapi kanker tidak selalu
Jejas hati yang
obat herbal atau obat alternatif lainrrya. Obat harus selalu
disebabkan oleh kemoterapi itu sendiri. Klinisi harus
menjadi diagnosis diferensial pada setiap abnormalitas tes
memperhatikan faktor-faktor lain lain seperti reaksi terhadap
firngsi hati dan/ atau histologi. Keterlambatan penghentian '
antibiotik, analgesik, anti emetik atau obat lainnya.
obat yang menjadi penyebab berhubungan dengan risiko
Problem-problem medis yang sudah ada sebelumnya,
tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak
tumor, imunosupresi, virus hepatitis dan infeksi lain, dan
sakit sebelumminumobat,menjadi sakit selama minum obat
defisiensi nutrisi atau nutrisi parenteral total ,semuanya
tersebut dan membaik secara nyata setelah penghentian
mungkin mempengaruhi kerentanan hospes terhadap
obat merupakan hal esensial dalam diagnosis terjadinya jejas hati. Sebagian besar reaksi hepatotoksisitas
hepatotoksisitas imbas obat.
obat bersifat idiosinkratik, melalui mekanisme imunologik
atau variasi pada respons metabolik hospes. Siklofosfamid,
suatu alkylating agent, diubah oleh sistem sitokrom P-450
HEPATOTOKSISITAS OBAT ANTI TU BERKULOSIS di hati menjadi 4-hydroxycyclophosphamide. Meskipun
mengalami metabolisme di hati siklofosfamid dapat
Obat anti tuberkulosis terdiri dari rifampisin, isoniazid, diberikan pad akeadaan enzim hati dan atau bilirubin yang
pirazinamid, dan ethambutoVstreptomycin , dan tiga obat meningkat. Melfalan dengan cepat dihidrolisis dalam
yang disebut pertama bersifat hepatotoksik. Faktor-faktor plasma dan sekitar 15% diekskresi tanpaperubahan dalam
risiko hepatotoksisitas yang pernah dilaporkan adalah usia urin. Pada dosis yang dianjurkan tidak bersifat
lanjut, pasien wanita,status nutrisi buruk,konsumsi tinggi hepatotoksisitas hanya menimbulkan abnormalitas tes
alkohol, mempunyai dasar penyakit hati, carrier hepatitis fungsi hati sementara pada dosis tinggi pada transplantasi
B, prevalensi hepatitis viral yang meningkat di negara sumsum tulang otolog. Klorambusil berhubungan dengan
sedang berkembang, hipoalbumin dan tuberkulosis lanjut, kerusakan hati. Busulfan, kelas alkilsulfonat, cepat hilang
dan pemakaian obat yang tidak sesuai aturan serta status dari darah dan diekskresikan lewaturin. Metabolisme lewat
asetilatomya. Telah dibuktikan secara meyakinkan adanya hati tidak begitu penting sehingga pada dosis standar tidak
keterkaitan HLA-DR2 dengan tuberkulosis paru pada menimbulkan hepatotoksisitas. Cytosine Arabinoside
berbagai populasi dan keterkaitan varian gen NRAMPI (Ara-C) efek hepatotoksisitasnya belum jelas. 5-FU tidak
dengan kerentanan terhadap tuberkulosis, sedangkan menimbulkan kerusakan hati bila diberikan secara per oral
risiko hepatotoksisitas imbas obat tuberkulosis berkaitan dan jarang dilaporkan menimbulkan hepatotoksisitas pada
HEFANOTOKSISMAS IMBAS OBAiT
7ll
pemberian intravena.Akan tetapi berbeda bila diberikan psoriasis dengan MTX dosis kumulatif kurang dari 2 gram
secara intraarterial dengan pompa infus untuk terapi mempunyai insidensi hepatotoksisitas yang rendah
metastasis hepar karena kanker kolorektal dimana terjadi meskipun durasi terapinya lama,28-48 bulan. Dengan
hepatotoksisitas berupa jejas hepatoselular dengan demikian pemakaian MTX dosis rendah jangka panjang
peningkatan aminotransferase, fosfatase alkali, dan dapat menimbulkan fibrosis/sirosis, sementara dosis tinggi
bilirubin serum, atau terjadinya striktur duktus biliaris menyebabkan perubahan tes fungsi hati. Gemcitabine
intrahepatik atau ekstrahepatik dengan peningkatan sering menyebabkan kenaikan transaminase sementara
bilirubin dan fosfatase alkali. 6-Mercaptopurine (6-MP) tetapi tidak bermakna. Mitoxantrone mempunyai insidensi
bersifat hepatotoksik terutama bila dosis melebihi dosis toksisitas serius lebih rendah dibanding obat-obat kanker
yang biasa digunakan (dosis dewasa2 mglkg) dan dapat antrasiklin yang lain, dan hanya menimbulkan kenaikan
berupa hepatoselular atau kholestatik. Perbedaan rute obat kadar AST dan ALT sementara saja. Insidensi disfungsi
oral atau parenteral tidak merubah sifat hati karena pemakain bleomycin sangat rendah.
hepatotoksisitasnya. Azatioprin (AZ) memiliki sifat Hepatotoksisitas mitortycin belum jelas , tetapi ditemukan
hepatotoksisitas meskipun j arang terj adi. Hepatotoksisitas dalam konsentrasi tinggi dalam empedu. Paclitmel dan
berupa peningkatan kadar bilirubin serum dan fosfatase docetaxel sebagian besar diekskresi melalui hati dan perlu
alkali dengan peningkatan sedang kadar aminotransferase hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
dan secara histologik berupa kholestasis dengan nekrosis Etoposide tidak menimbulkan hepatotoksisitas pada dosis
parenkhim hati yang bervariasi. 6-thioguanine dikenal standar meskipun diekskresikan terutama dalam empedu.
menyebabkan penyakit oklusi vena. Metotreksat (MTX) Cisplatin jarang menyebabkan hepatotoksisitas pada dosis
pada dosis standar diekskresi tanpa perubahan melalui standar tetapi kadang-kadang dijumpai kenaikanAST. Pada
urin . Pada dosis tinggi sebagian dimetabolisir oleh hati dosis tinggi menimbulkan kenaikan AST dan ALT.
menjadi 7 -hydroxyrnethoff exate. Pada terapi pemeliharaan Pro c arb az ine dikenal dapat menyebabkan hepatitis
leukemia akut anak-anak, methotrexate dapat menimbulkan granulomat osa. Hydroxyurea dapal menimbulkan
fibrosis dan sirosis hati. Pada pemakaian dosis tinggi, MTX toksisitas hati dan pernah dilaporkan sebagai penyebab
meningkatkan aminotransferase dan lactate peliosis hepatis. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan
dehy-drogenase (LDH). Pasien artritis rematoid atau bagi obat-obat kemoterapi tertentu (Tabel3).
HEPATOTOKSISITAS OBAT ANT! INFLAMASI NON padarentang2- 18olo and manifestasi ARLI lebih berat pada
STEROID pasien HIV dengan koinfeksi virus hepatitis B atau C.
Kebiasaan minum alkohol meningkatkan risiko ARLI.
Obat anti inflamasi nonsteroid (OANS) merupakan salah Mekanisme terjadinya ARLI dapat melalui proses
satu obat yang sering diresepkan meskipun metabolik yang dimediasi hospes (intrinsik dan
penggunaannya tidak selalu .tepat sasaran. Risiko idiosinkrasi),hipersensitivitas,toksisitas mitokondrial dan
epidemiologik hepatotoksisitas golongan obat ini rendah rekonstitusi imun. Tabel 4. menunjukkan gambaran klinik
(l-8 kasus per 100000 pasien pengguna OAINS). ARLI.
Hepatotoksisitas karena OAINS dapat terjadi kapan saja
setelah obat diminum, tetapi efek samping berat sangat
sering terjadi dalam 6-12 minggu dari awal pengobatan.
Ada duapola klinis utama hepatotoksisitas karena OAINS. Onset awal Onset yang tertunda
Pertama, adalah hepatitis akut dengan ikterus, lnterval 1-8 minggu 2-12bulan
demam,mual,transaminase naik sangat tinggi dan kadang- Mekanisme lmmune Host-
kadang dijumpai eosinofilia. Pola yang lain adalah dengan mediated me d i ate d I i d i o si n k ra si
gambaran serologik (Anti Nuclear Factor -positif) dan Peran virus Tidak ada Ada
hepatitis C
histologik (inflamasi periportal dengan infiltrasi plasma dan
Peran jumlah sel Ada Tidak ada
limfosit dan fibrosis yang meluas ke dalam lobul hepatic) CD4
dari hepatitis kronik aktif. Tes fungsi hati dapat kembali Obat-obat yang Abacavir, Stavudine,didanosine,
normal dalam 4-8 minggu sejak penghentian obat lebih sering nevrraprne nevirapine, tipranavir
menjadi
penyebab. Dua mekanisme utama bertanggungjawab atas
penyebab
jejas hati oleh OANS, yaitu hipersensitivitas dan aberasi
(Soriano et al 2008)
metabolik. Meskipun masih perlu diteliti lebih lanju! faktor-
faktor risiko hepatotoksisitas idiosinkratik imbas OAINS
meliputi wanita,umur > 50 tahun dan penyakit otoimun PENGOBATAN REAKS! OBAT
yang mendasari. Faktor risiko lain adalah paparan obat
lain yang juga bersifat hepatotoksik pada saat bersamaan Kecuali penggunaan N-acetylcysteine untuk keracunan
. Reaksi hipersensitivitas sering mengalami titer anti- asetaminofen (parasetamol) tidak ada antidotum spesifik
nuclear factor atau antibodi anti-smooth muscle yang terhadap setiap obat. Transplantasi hati darurat
bermakna, limfadenopati dan eosinofilia. Aberasi metabolik merupakan pilihan pada kasus toksisitas obat yang
dapat terjadi karena polimorfisme genetik yang dapat berakibat hepatitis fulminan(termasuk pada keracunan
merubah kerentanan terhadap bermacam-macam obat. asetaminofen). Terapi efek hepatotoksik obat terdiri dari
Pasien yang mengalami hepatotoksisitas imbas OANS penghentian segera obat-obat yang dicurigai. Jika
harus dianjurkan untuk tidak minum lagi OAINS dijumpai reaksi alergi berat dapat diberikan
selamanya. Parasetamol merupakan obat pilihan untuk kortikosteroid, meskipun belum ada bukti penelitian
analgesik sedangkan aspirin dapat digunakan sebagai klinik dengan kontrol. Demikian juga penggunaan
pengganti OAINS, karena toksisitas OAINS berhubungan ursodiol pada keadaan kholestatik. Pada obat-obat
dengan struktur molekular cincin diphenylamine yang tidak tertentu seperti amoksisilin-asam klavulanat dan pheny-
dimiliki aspirin. toin berhubungan dengan sindrom dimana kondisi
pasien memburuk dalam beberapa minggu sesudah obat
dihentikan dan perlu waktu berbulan-bulan untuk pulih
HEPATOTOKSISITAS OBAT ANTIRETROVIRAL seperti sedia kala. Prognosis gagal hati akut karena
reaksi idiosinkratik obat adalah buruk dengan angka
Obat-obat antiretroviral yang biasa digunakan untuk mortalitas lebih 80%. Pada kasus toksisitas hati akibat
penanganan penyakitAIDS juga sering menimbulkan jejas obat antiretroviral, maka terapi dihentikan bila terjadi
pada hati dan diistilahkan sebagai antiretroviral drug- hepatitis simtomatik dan pada kasus tanpa simtom tetapi
related liver injury (ARLD. ARLI didefinisikan sebagai kenaikan ALT dan AST melampaui l0 kali lipat batas
peningkatan enzim-enzim hati dalam serum, dengan atas normal, sedangkan pada kasus hepatitis khronis
ditandai kadarAllT yang lebih tinggi dari AST. Pada pasien perlu tindakan yang lebih konservatif untuk mencegah
yang sebelum terapi kadar ALT dan AST normal, maka dekompensasi.
peningkatan 5 kali lipat termasuk sedang dan bila 10 kali
lipat termasuk berat. Bagi yang sebelum terapi kadarAlT
dan AST abnormal, maka peningkatan 3,5 kali lipat PROGNOSIS
termasuk kategori sedang, sedangkan 5 kali lipat kategori
berat. Insidensi ARLI setelah pemakaian HAART berada Prognosis hepatotoksisitas imbas obat sangat bervariasi
HEFAIIOTOKITISMAII IMBAS OBI[[ 713
tergantung keadaan klinik pasien dan tingkat kerusakan 5. Sharma SK, Balamurugan A, Saha PK, Pandey RM, dan Mehra
hati. Penelitian yang dilakukan diAmerika Serikat antara NK.Evaluation of Clinical and Immunogenetic Risk Factors for
the development of hepatotoxicity during antituberculosis
tahun 1998-2001 menunjukkan overall survival rate
treatment. Am J Respir Crit Care Med 2002;166:916-919
(termasuk yang menjalani transplantasi hatl') sebesar 72Yo.
6. King PD and Perry MC. Hepatotoxicity of Chemotherapy.
Akibat dari gagal hati akut ditentukan oleh etiologi,derajat The Oncologist 2001;6:162-17 6.
ensefalopati hepatikum saat masuk perawatan dan 7. O'Connor N, Dargan PI, dan Jones AL. Hepatocellular damage
komplikasi yang timbul, seperti infeksi. tiom non-steroidal anti-inflammatory drugs. QJ Med
2003;96:787 -791.
8. Lee BH, Koh WJ, Choi MS, Suh GY; Chung MP, Kim H, dan
Kwon OJ. Inactive hepatitis B surface antigen carrier state and
REFERENSI hepatotoxicity during antituberculosis chemotherapy. Chest
2005; 127:1304-1311.
1. Lee WM . Drug Induced Hepatotoxicity. N Engl J Med 9. Aithal PG and Day CP. The natural history of histologically
2003;349:47 4-85 proved drug induced liver disease. Gfi 1999;44:737-'735.
2. Lee WM. Drug Induced Hepatotocxicity. N Engl J Med 1995; 10. Singh J, Arora A, Garg PK, Thakur VS, Pande JN dan Tandon
)33:1118-1127 RK. Antituberculosis treatment-induced hepatotoxicity: role of
3. Jaeschke H, Gores GJ,Cederbaum AI, Hinson JA,Pessayre D, predictive factors. Posgraduate Medical Journal 1995 ;7 1 :359-
dan Lemasters JJ. Mechanisms of Hepatotoxicity. Toxicologi- 362.
cal Sciences 20021'65:166-176. 11. Soriano V,Puoti M, Garcia-Gasco BRockstroh JK, Benhamou
4. Ungo JR, Jones D, Ashkin D, Hollender ES,Bemstein D,Albanes Y, Barreiro P, McGovern B. Antiretroviral Drugs and Liver
AP, dan Pitchenik AE. Antituberculosis Drug-Induced Injury. AIDS 2008l'22(l):I -13.
Hepatotoxicity: The role of Hepatitis C virus and The human 12. Mehta N, Ozick L, Gbadehan E. Drug-Induced Hepatotoxicity.
immunodeficiency virus. Am J Respir Crit Care Med
1998;157:1871-1876
113
HIPERBILIRUBINEMIA
NON HEMOLITIK FAMILIAL
Dr H. Fuad Bakry
714
NONHEMOIJTIKFAMIIJAL 715
pemecahan erihosit tidak cukup untuk menimbulkan iktrus. rum stabil maka perlu jalan keluar lain untuk metabolisme
Kelainan lain berupa gangguan ringan bersihan bilirubin.
bromsulphthalein(BSP)dantolbutamide(obat-obatyang Biasanya terjadi kematian dengan kernikterus pada
tidak menyebabkan konj ugasi). tahun pertama kehidupan. Tidak ada respons terhadap
Sel darah perifer terdapat kelainan yang mirip pemberian fenobarbital. Diperlukan flebotomi dan
porphyria, mungkin disebabkan oleh peningkatan plasmaferesis untuk menurunkan bilirubin serum tetapi
konsentrasi bilirubin hepatoselular. Kenaikan konsentrasi selalu berhasil. Fototerapi dapat menurunkan serum
alkali fosfatase serum familia ada hubungannya dengan bilirubin kira-ktra 50Y, dan dapat dilakukan di rumah. Dapat
Sindrom Gilbert. Defisiensi UDP glucuronyl transferase timbul ensefalopati sewaktu-waktu pada dekade pertama
pada Sindrom Gilbert merupakan predisposisi terjadinya atau kedua sehingga perlu dipertimbangkan transplatasi
toksisitas asetaminofen pada hati terutamabila over-dosis. hati, hal ini ditujukan untuk menormalkan kadar bilirubin
Tes diagnosis Sindrom Gilbert ialah dengan serum.
memberikan diet 400 kalori selama 24 jam, akan terjadi Di masa depan, kloning ger, UDP glucuronyl trans-
kenaikan bilirubin serum. Pemberian fenobarbital 60 mg ferase untuk transplatasi enzim sebagaijalan keluarnya.
tiga kali sehari akan menurunkan bilirubin serum. Dengan
pemeriksaan kromatografi lapisan tipis akan terlihat Tipe 2
kenaikan gambaran bilirubin indirek lebih tinggi daripada Sindrom ini diturunkan secara autosomal dominan. Enzim
normal, hemolisis kronik atau hepatitis kronis. Pada biopsi konjugasi bilirubin sangat berkurang di hati, walaupun ada,
hati ditemukan konsentrasi enzim bilirubin konjugasi tidak dapat dideteksi dengan metode biasa. Pasien sangat
rendah. berespons dengan fenobarbital dan biasanya dapat hidup
Pasien Sindrom Gilbert mempunyai harapan hidup sampai dewasa.
normal. Hiperbilirubin bisa berlangsung lama dan tidak Tipe 2 ini tidak selalu ringan (benigna). Fototerapi l0-
berhubungan dengan bertambah beratnya penyakit atau 12 jam perhari dan fenobarbital harus diberikan untuk
defisiensi faktor-faktor koagulasi II, fV atau X. Ikterus dapat menjaga kadarbilirubin serum kurang dari 26m{dl.
diikuti oleh infeksi yang disertai muntah-muntah dan tidak Untuk membedakan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan 2
nafsu makan. tidak mudah. Caranya ialah dengan menghitung kadar
bilirubin dalam serum setelah pemberian fenobarbital. Pada
tipe 2 kadar bilirubin turun, dengan bilirubin indirek lebih
SINDROM CRIGLER.NAJJAR rendah dan bilirubin direk lebih tinggi. Pada tipe I kadar
bilirubin serum tidak turun dan bilirubin indirek dalam
Ini merupakan penyakit yanglararg, diperkirakan 0,6-1,0 empedu paling banyak.
satu juta kelahiran. Bentuk ikterus non hemolitik familial
ini disertai dengan kadar bilirubin indirek serum yang
sangat tinggi. Terdapat defisiensi enzim konjugasi di dalam
SINDROM DUBINJOHNSON
hati. Jumlah pigmen dalam empedu sangat sedikit. Toleransi
bilirubin terganggu tetapi tes BSP normal. Diperkenalkan pertama kali pada tahun1954 oleh Dubin
Tidak ditemukan ekspresi UGTIA1 (JDP glucuronyl dan Johnson dan oleh Sprinz dan Nelson. Ikterus pada
transferase I family, polypeptide A1) pada jaringan hati. sindrom ini bersifat kronik, benigna dan hilang timbul
Oleh karena itu tidak ada respons dengan pengobatan (intermiten) dengan kenaikan kadar bilirubin direk dan
fenobarbital, dimana obat ini menginduksi enzim ini. sedikit bilirubin indirek serta adanya bilirubin di dalam urin.
Kebanyakan pasien (tipe ld) mempunyai mutasi pada salah Tingkat bilirubin serum berkisar altara2-5 mgldL tetapi
satu ekson (2-5), dan mempunyai kesulitan dalam konjugasi dapat mencapai 25 mgldL. Secara makroskopik hati
beberapa substrat tambahan (beberapa obat dan berwarna hitam kehijauan (blackJiver iaundice). Secara
xenobiotik). Persentasi kecil pasien (tipe B) mempunyai mikroskopik terdapat pigmen coklat pada sel hati yang
mutasi terbatas pada akson bilirubin spesifik 1A, defek tidak mengandung besi maupun empedu. Pigmen ini
konjugasi ini lebih sering terbatas pada bilirubinnya mungkin melanin. Diduga demikian karena pigmen ini
sendiri. ditemukan ju ga padahalidomba yang menderita kelainan
yang sama dengan sindrom Dubin-Johnson dan temyata
Tipe 1 pigmen ini adalah melanin.
Sindrom ini diturunkan secara autosomal resesif. Tidak Tidak ditemukan gejala pruritus, kadar alkali fosfatase
terdapat enzim konjugasi bilirubin di dalam hati. Di dalam dan kadar asam empedu dalam serum normal. Pada
empedu tidak terdapat bilirubin indirek. Bilirubin pemeriksaan kolangiografi intravena dan uji BSP tetryata
glukuronida tidak ada di dalam sentm. Kadar bilirubin zat kontras sulit diekskresikan. Pada 40 menit kadar BSP
serum total antara20-45 mg/d. Karena kadar bilirubin se- kebanyakan turun ke normal. Kenaikan telihat pada menit
716 HEPATOBILIER,
ke 120, I 80, dan 240. BSP masih bisa dideteksi pada 48 jam keluarga yang sama dengan kadar bilirubin direk yang
kemudian. Carrier dengan gen yang abnormal ini tidak dapat tinggi dengan atau tanpa pigmen di sel hati. Pigmen hati
didiagnosis hanya dengan uji BSP intravena sederhana. ditemukan pada pasien dengan hiperbilirubin indirek. Pada
Padapasien ini diagnosisnya akan lebihjelas jika hasil satu keluarga besar cenderung ditemukan gambaran klasik
uji BSP memanjang. Jumlah pengeluaran coproporphyrin sindrom Dubin-Johnson, tetapi yang paling sering adalah
dalam urin normal, tetapi coproporphyrin I lebthrirrggi3- hiperbilirubin indirek. Pada keluarga lain hiperbilirubin direk
4x dari pada coproporphyrinlll. Karena cMOAI/MRP2 dan indirek ditemukan keduanya pada pasien yang sama.
juga membawa leukotrien-leukotrien ke dalam kantung Anggota keluarga sindrom Crigler-Najjar tipe 2 memiliki
empedu, pasien dengan Sindrom Dubin-Johnson kadar bilirubin serum yang lebih khas seperti sindrom
mempunyai gangguan dalam sekresi empedu dan Gilbert, sehingga sulit mengelompokkannya dan
peningkatan sekresi metabolit leukotrien dalam urin. Ini menenfukan sifat keturunanya.
bisa menjadi diagnosis noninvasif pada kondisi ini.
Penurunan aktivitas protrombin Berkurangnya aktivitas
protrombin diakibatkan oleh penurunan jumlah DAFTARPUSTAKA
pembekuan faktor VII yang diobservasi pada 60% pasien
dengan sindrom Dubin-Johnson Sebabnya tidak Bosma PJ, Chowdhury JR, Bakker C, Gantla S, de Boer A, Oostra
diketahui. Mungkin terdapat hubungan antara ekskresi BA, Lindhout D, Tytgat GN, Jansen PL, Oude Elferink RP, et
kanalikular dan metabolisme porfirin atau mungkin juga al. (1995). "The genetic basis ofthe reduced expression of
tidak terdapat hubungan sama sekali antara keduanya. bilirubin UDP-glucuronosyltransferase I in Gilbert's slmdrome".
New England Joumal of Medicine 333 (18): 1171-5.
Gejala ikterus pada sindrom ini tampak jelas selama
Boon et al, Davidson's Principles & Practice of Medicine, 20th
hamil atau minum obat kontrasepsi. Karena keduanya edition, Churchill Livingstone 2006
mengurangi fungsi ekskresi hati. Bancroft JD, Kreamer B, Gourley GR (1998). "Gilbert syndrome
Sindrom Dubin-Johnson mungkin diturunkan sebagai acceierates development of neonatal jaundice". Journal of Pe-
suatu gen autosomal recessive. Banyak ditemukan di diatrics 132 (4): 656-60.
Timur Tengah pada penduduk Iran Yahudi. Chowdhury, J. R.; Wolkoff, A. W; Chowdhury, N. R.; Arias, I. M. :
Hereditary jaundice and disorders of bilirubin metabolism.In:
Tidak ada hubungan antara pigmen hati dan kadar
Scriver, C. R.; Beaudet, A. L.; Sly, W. S.; Valle, D. (eds.) : The
bilirubin serum. Prognosisnya baik. Metabolic and Molecular Bases of Inherited Disease. Vol. 2.
New York: McGraw-Hill (8th ed.) 2001. Pp. 3063-3101.
Dubin IN, Johnson FB. Chronic idiopathic jaundice with unidentilied
SINDROM ROTOR pigment in liver cells; a new clinicopathologic entity with a re-
port of 12 cases. Medicine (Baltimore). Sep 1954;33(3):155-97.
Fox IJ, Chowdhury JR, Kaufman SS, Goertzen TC, Chowdhury NR,
Sindrom Rotor dinamakan berdasarkan penemunya yaitu
Warkentin PI, Ddrko K, Sauter BV, Strom SC (May 1998).
seorang internis Philipina, Arturo Belleza Rotor (1907- "Treatment of the Crigler-Najjar syndrome type I with hepa-
1988). Sindrom ini sama dengan bentuk hiperbilirubin tocyte transplantation". The New England journal of medicine
konjugasi familial kronik. Ia mirip dengan sindrom Dubin- 338 (20): 1422-6.
Johnson. Perbedaan utamanya adalah tidak ada pigmen Gilbert A, Lereboullet P. La cholemie simple familiale. Sem Med
coklat di dalam sel hati. Juga berbeda dengan sindrom 190l;21:241-3.
Dubin-Johnson karena adanya gambaran opasitas Habashi SL, Lambiase L R. Dubin-Johnson Syndrome. E medicine
kandnng empedu pada pemeriksaan c holecys to graphy dan [serial online]. October 2006;Available at httq!l
www.emedicine. com/med./topic5 8 8.htm.
tidak ada kenaikan sekunder pada tes BSP. Kelainan yang Jansen PL (December 1999). "Diagnosis and management of Crigler-
menyebabkan retensi BSP lebih disebabkan karena Najjar syndrome". European journal of pediatrics 158 (Suppl
gangguan ekskresi. Jumlah ekskresi c oproporphyrin naik 2): S89-S94.
seperti pada kolestasis. Proporsi coproporphyrin I di Kasper et al, Harrison's Principles of Intemal Medicine, 16th edi-
dalam urin meliputi 65Yo dari jlmlah seluruhnya. Secara tion, McGraw-Hill 2005.
Koskelo P, Toivonen I, Adlercreutz H. Urinary coproporphyrin
mikroskopik terdapat kelainan mitokondria dan
isomer distribution in the Dubin-Johnson syndrome. Clin
peroksisom. Sindrom ini diturunkan secara autosomal.
Chem. Nov 1967;13 (11):1006-9.
Gejala utamanya kuning yang tidak gatal. Prognosisnya Kruh GD, ZengH, Rea PA, Liu G, Chen ZS, Lee K, et al. MRP
sangat baik. subfamily transporters and resistance to anticancer agents. J
Bioenerg Biomembr. Dec 2001 ;33(6):493-501.
Monaghan G, Ryan M, Seddon R, Hume R, Burchell B (1996).
"Genetic variation in bilirubin UPD-glucuronosyltransferase gene
KELOMPOK HIPERBILIRUB!NEMIA NON. promoter and Gilbert's syndrome". Lancet347 (9001): 578-81.
HEMOLITIK FAM!LIAL Muscatello U, Mussini I, Agnolucci MT. The Dubin-Johnson syn-
drome: an electron microscopic study of the liver cell. Acta
Banyak tumpang tindih antara berbagai sindrom Hepatosplenol. May-Jun 1967 ;14 (3):162-7 0.
hiperbilirubinemia kongenital. Ditemukan pasien dalam Paulusma CC, Kool M, Bosma PJ, et al. A mutation in the human
7t7
canalicular multispecific organic anion transporter gene causes Fredrickson, D. S. (McGraw-Hill, New York), pp. 122l-1257.
the Dubin-Johnson syndrome. Hepatology. Jw 1997 ;25(6):1539- Toh S, Wada M, Uchiumi T, et al. Genomic structure of the canalicu-
42. lar multispecific organic anion-transporter gene (MRP2/oMOAT)
Raijmakers MT, Jansen PL, Steegers EA, Peters WH (2000). "Asso- and mutations in the ATP-binding-cassette region in Dubin-
ciation of human liver bilirubin UDP-glucuronyltransferase ac- Johnson syndrome. Am J Hum Genet. Mar 1999: 64 (3):739-
tivity, most commonly due to a polymorphism in the promoter 46.
region of the UGTIAI gene". Journal of Hepatology 33 (3): van der Veere, C. N., Sinaasappel, M., McDonagh, A. F., Rosenthal,
348-s 1. P., Labrune, P., Odiewe, M., Fevery J., Otte, J. B., McClean, P.,
$chmifl, R. & McDonagh, A. F. (1978) in The Metabolic Basis of Burk, G., et al. (1996) Hepatology 24 ,3ll-5.
Inherited Diseases, eds. Stanbury, J. B., Wyngaarden, J. B. &
tt4
KOLESISTITIS
Pridady
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda
akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan Murphy).
iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama Ikterus dijumpai pada 20Yo kasus, umumnya derajat
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang ringan (bilirubin < 4,0 mgldl). Apabila konsentrasi
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa empedu ekstra hepatik
adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan leukositosis serta kemungkinan peninggian serum
kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri
faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan
lapisan mukosa dinding kanfturg empedu diikuti oleh reaksi
perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.
inflamasi dan supurasi.
Diagnosis
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran
yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara
kolesisititis akut. Hanya pada l5o/o pasien kemungkinan
parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung
dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh
empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah
karena mengandung kalsium cukup banyak.
satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan dia-
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan
betes melitus.
gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga
pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.
Gejala KIinis Pemeriksaan ulhasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu
718
KOLESISTITIS 719
dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca
ketepatan USG mencapai 90 -9 5%. operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zal baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan
radioaktifHlDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai mempercepat aktivitas pasien.
nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak
mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa
Prognosis
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85%o kasus,
kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong
sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh
kolesistitis akut.
dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidakjarang menjadi
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan
kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut
mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan
perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat
padapemeriksaan USG.
perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati atau
peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang
antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan
tiba-tiba perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf
bedah akut pada pasien usia tua (> 75 th) mempunyai
spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti apendiks
prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak
yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum,
timbul komplikasi pasca bedah.
pankreatitis akut dan infark miokard.
REFERENSI
721
722 HEFAITCBILIER,
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu dengan dugaan penyakit bilier, nilai diagno
stkultrasound
tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun selama dalam mendiagnosis batu saluran empedu telah
pamantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dibandingkan dengan endoscopic retrograde cholangio
dengan batu empedu selama 20 tahtm memperlihatkan pancreatograpfty (ERCP) sebagai acuan metode standar
bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik,30Yo kolangiografi direk. Secara keseluruhan akura si ultras ound
mengalami kolik biliea dan 20%o mendapat komplikasi . untuk batu saluran empedu adalah sebesar 77Yo.
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran
bilier.Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas empedu dengan sensitivitas 90olo, spesifisitas 98%o, dan
berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. akurasi 96oh, tetapi prosedur ini invasif dan dapat
Biasanya lokasi nyeri di perut atas atat) menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yang
epigastrium tetapi bisajuga di kiri dan prekordial. dapat berakibat fatal.
struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal kemudian diikuti oleh senter-senter lain.
tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat Selama kurun waktu empat tahun (1991-1994) bedah
sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu laparoskopik telah dikerjakanpada 2687 pasien di empat
dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok senter di Indonesia dan kolesistektomi laparoskopik
untuk mendiagrrosis batu saluran empedu. merupakan indikasi tersering dengan total sebanyak220l
Studi terkini MRCP menunjukkan nilai sensitivitas kasus. Konversi ke kolesistektomi konvensional
antar a 9 l%o samp ai dengan I 0 |oh, nilai spe s ifi sitas antara dibutuhkan pada 2,7-6,2olo pasien. Hal itu terutama
92o/o sampai dengan 100% dan nilai prediktif positif antara disebabkan kesulitan dalam mengenali anatomi.
93% sampai dengan 100%opada keadaan dengan dugaan Dewasa ini di beberapa rumah sakit, kolesistektomi
batu saluran empedu. Nilai diagnostik MRCP yang tinggi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk
membuat teknik ini makin sering dikerjakan untuk diagno- pengangkatan kandung empedu simtomatik. Kelebihan
sis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka
pasien dengan kemungkinan kecil mengandung batu. operasi kecil (2- 10.mm) sehingga nyeri pasca bedah mini-
MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan mal. Selain itu, dari segi kosmetik luka parut yang kecil
dengan ERCP. Salah satu manfaat yang besar adalah yang akan tersembunyi di daerah umbilikus telah membuat
pencitraan saluran empedu tanpa risiko yang berhubungan bedah laparoskopik dianggap sebagai bedah yang lebih
dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi. bersahabat kepada pasien.
' Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu Komplikasi cedera saluran empedu dari teknik ini yang
bukan merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya umumnya terjadi pada tahap belajar dapat diatasi pada
bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat sebagian besar kasus dengan pemasangan stent atalu
berfungsi sebagai sarana diagnostik dan terapi pada saat kateter nasobilier dengan ERCP.
yang sama.
keterampilan khusus dan jumlah pasien yang adekuat serta endoskopik tambahan telah dilakukan pada 45 pasien
alat fluoroskopi yang memadai untuk mendapatkan hasil dengan batu saluran empedu sulit.
foto yang baik.
Pada satu penelitian di Jakarta tahun 1 99 1 keberhasilan
ekstraksi batu saluran empedu dengan teknik non-operatif PENANGANAN KOLANGITIS DAN PAKREATITIS
ini didapatkan pada 123 (85%) dari 142 kasus dengan BATU
komplikasi 10%.
Penyulit batu saluran empedu yang sering ditemukan di
klinis adalah kolangitis akut dan pankreatitis bilier akibat
batu saluran empedu terjepit di muara papila Vater.
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu
Keberhasi lam Sfin gterotomi 142 98 saluran empedu karena adanya obstruksi dan invasi bakteri
Saluran empedu bersih 123 87 empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik adalah
Keberhasilan keseluruhan 123 B5
trias Charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan
Komplikasi 14 10
atas, ikterus, dan demam yang didapatkan pada 50oZ kasus.
Lesmana LA 1991
Kolangitis akut supuratif adalah trias Charcot yang disertai
hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.
Spektrum dari kolagitis akut mulai dariyang ringan,
BATU SALURAN EMPEDU SULIT
yang akan membaik sendiri, sampai dengan keadaatyatg
membahayakanjiwa di mana dibutuhkan drainase darurat.
Yang dimaksud dengan batu saluran empedu sulit adalah
Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a)
batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu, atau batu
memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian
yang terletak di atas saluran empedu yang sempit. Untuk
cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b)
mengeluarkan batu empedu sulit, diperlukan beberapa
terapi antibiotik parenteral, dan c) drainase empedu yang
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi
tersumbat. Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan
seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik, litotripsi
keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian
laser, electro-hydraulic shock wave lilhotripsy, darr
yangjauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang
extracorporeal shock wave lithotrupsy. Bila usaha
lebih baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan
pemecahan batu empedu dengan berbagai cara di atas
kontrol memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian
gagal sedangkan pasien mempunyai risiko operasi tinggi
dengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan
maka dapat dilakukan pemasangan stent bllier
operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang
perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit.
berat.Oleh karenanya ERCP merupakan terapi pilihan
Pada electrohydraulic atat pulse dye laser lithotripsy
pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada kolangitis
pemecahan batu dikerjakan melalui koledokoskopi per oral
akut yang tidak respons terhadap terapi konservatif.
dengan sistem mother-baby scope. Stent bllier dapat
(Gambar2)
dipasang di dalam saluran empedu sepanjang batu besar
atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan drainase
empedu. Pada satu penelitian di Jakarta prosedur
Kolangitis
I
i
I
I
Kolesistektomi laparoskopik
Gambar 1. Hasil akhir batu empedu sulit, menggunakan litotripsin
mekanik (LM) Electro-Hydraulic Lithotrypsl (EHL), Litotripsi Gambar 2. Alur penanganan endoskopik
Laser (LL), dan Stent Bilier. (Lesmana L A., 1999) pada kolangitis. (Carr-Locke DL, 2002)
PET{YAKITBAruEMPEDU 725
Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu raphy versus cholangiography for the diagnosis of
akut baru akan terjadi bila ada obstruksi transien atau chledocholithiasis. Gastrointest Enosc 1998;47:439-48.
Carr-Locke DL. Therapeutic role of ERCP in the management of
persisten di papila Vater oleh sebuah batu. Batu empedu
suspected common bile duct stones. Gastrointest Endosc
yang terjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau
2002;56(Suppl): S 170-S 174.
menambah beratnya pankreatitis. Cotton PB, Forbes A, Leung JWC, Dineen L. Endoscopic stenting
Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan for longterm treatment of bile duct stones:2-to 5-year follow-
pankreatitis bilier akut yang ringan menyalurkan batunya up. Gastrointest Endosc 1987 ;33:4lI-2.
secara spontan dari saluran empedu ke dalam duodenum Coton PB, Vallon AG. British experience with duodenoscopic sphinc-
pada lebih dari 80% dan sebagian besar pasien akan terotomy for removal ofbile duct stones. Br J Surg 1981;68:373-
5.
sembuh hanya dengan terapi suportif kolangiografi.
Einstein DM, Lapin SA, Ral1s PW, Halls JM. The insensitivity of
Sesudah sembuh pada pasien ini didapatkan insidensi
sonography in the detection of choledocholithiasis. AJR 1984;
yang rendah kejadian batu saluran empedu sehingga tidak 142: 725-8.
dibenarkan untuk dilakukan ERCP rutin. Escourrou J, Cordova JA, Lazorthes F, Frexinos J. Early and late
Sebaliknya, sejumlah studi menunjukkan bahwa pasien complications after endoscopic sphincterotomy for biliary lithi-
dengan pankreatitis bilier akut yang berat akan mempunyai asis with and without the gall bladder "in situ". Gut 1984;25:596-
INSIDENSI
l. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru.
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi.
Secara umum tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai 3. Dari kelenjar limfe mesenterium.
pada perempuan dibandingkan pria dengan 4. Melalui tuba fallopii yang terinfeksi.
perbandingan 1,5 : I dan lebih sering pada dekade ke 3 Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi
dan 4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai pada 2%o darl bukan seba gai akibat penyebaran perkontinuitatum, tetapi
seluruh tuberkulosis paru dan 59,8y, dari tuberkulosis sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada
abdominal. Peneliti lain melaporkan dari 91 pasien peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen
tuberkulosis peritoneal, hanya 2 pasien (2,1%o) yang proses primer terdahulu.
727
728 HEFATIOBILIER,
konsentrasi ADA pada pasien tuberkulosis peritoneal, CT Scan. Pemeriksaan CT Scan untuk tuberkulosis
tuberkulosis peritoneal dan sirosis hati. Didapatkan hasilnya peritoneal tidak ada suatu gambarat yang khas, secara
l3l,l + 38,1 u/1, 29 * 18,6 u/1, dan 12,9 +7 u/1. Pada asites umum ditemukan gambaran peritoneum yang berpasir.
yang konsentrasi proteinnya rendah nilai ADA nya akan Rodriguez dkk melakukan suatu penelitian yang
rendah sehingga dapat menyebabkan negatif palsu. Oleh membandingkan tuberkulosis peritoneal dengan karsinoma
sebab itu pada kasus seperti ini dapat dilakukan pemeriksaan peritoneal. Didapatkan penemuan yang paling baik untuk
IFNy. membedakannya dengan melihat gambaran CT scan
Fathy ME melaporkan angka sensitivitas IFNy90,9%, terhadap peritoneum parietalis. Bila peritoneumnya licin
ADA 81,8% dan PCR 36,3yo dengan masing-masing dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang
spesivisitas 100% untuk mendiagnosis tuberkulosis jelas menunjukkan gambaran tuberkulosis peritoneal,
peritoneal. Bhargava dkk melakukan penelitian terhadap sedangkan karsinoma peritoneal terlihat adanya nodul
konsentrasi ADA pada cairan asites dan serum pasien yang tertanam dan penebalan peritoneum yang tak terahu.
tuberkulosis peritoneal. KonsentrasiADA 36 u/lpada cakan
Peritoneoskopi. Peritoneoskopi cara yang terbaik untuk
asites dan 54 M pada serum dan perbandingan konsentrasi
mendiagnosis tuberkulosis peritoneal. Tuberkel pada
ADA pada asites dan serum > 0,984 mendukung
peritoneum yang khas akan terlihatpada lebih dai90%
diagnosis tuberkulosis peritoneal.
pasien dan biopsi dapat dilakukan dengan teratah,
Pemeriksaan yang lain adalah mengukur konsentrasi
selanjutnya dilalorkan pemeriksaan histologi. Pada tuberkel
CA-125 (cancer antigen 125). CA-125 merupakan antigen
peritoneal ini dapat ditemui BTA hampir 75%o pasien
yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan
tuberkulosis peritoneal. Hasil histologi yang penting adalah
pada ovarium orang dewasa normal namun dilaporkan juga
didapatnya granuloma. Yang lebih spesifik lagi adalah jika
meningkat pada kista ovarium, gagal ginjal kronis, penyakit
didapati granuloma dengan perkejuan.
autoimun, pankreas, sirosis hati dan tuberkulosis
Gambaran yang dapat dilihat pada tuberkulosis
peritoneal.
Zain LH di medan menemukan pada 8 kasus
peritoneal '.
Beberapa penulis berpendapat kortikosteroid dapat Ibrahim G, Gelzayd B, Demantia F, etal. CA-125 tumor associated
mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi antigen in a patien with tuberculous peritonitis. Available from:
terjadinya asites. Terbukti juga kortikosteroid dapat http : //www.medscape. com/SMA/SMJ/ 1 999Y 92nri I
smj921 1.13.ibra/pntsmj921 13.ibra.html.
1
mengurangi angka kesakitan dan kematian, namun
Isaev GB, Guseinov SA, Gasanov VM, Aliva EA'Mirzoev EB.
pemberian kortikosteroid harus dicegah pada daerah Diagnosis and treatment of tuberculos peritonitis. Khiruggiia
endemis dimana terjadi resistensi terhadap mikobakterium (Mosk). 1999;'7:16-8.
tuberkulosis. Jakubowski A, Elwood RK, Enarson DA. Clinical features of
abdominal tuberculosis. J Infect Dis. 1988;158 (4):687-92.
Lyche KD. Miscelaneous disease of the peritonium and mesentery,
In: Grendell Jh, Mc Quaid KR, Friedman SL, editors. Current
PROGNOSIS diagnosis and treatment gastroenterology. New York: Prentice
Hall International; 1996. p. 144-5.
Prognosis tuberkulosis peritoneal cukup baik bila diagno- Mas MR, Comert B, Saglamkaya Y, Ca 125 a new marker for
sis dapat ditegakkan dan biasanya akan sembuh dengan diagnosis and follow up patients with hrberculous peritonitis. Dig
pengobatan anti tuberkulosis yang adekuat. Liber dis. 2000:32:595-7.
Manohar A, Simjee AE, Haffejee AA, Pettengell KE. Symptom and
investigative frndings in 145 patients with tuberculous perionitis
diagnosed by peritoneoscopy and biopsy over a five year period.
REFERENSI Gut.1990;31:1130-2.
Nafeh MA, Medhat A, Abdul Hameed AG, et al. Tuberculous
Ahmad M. Tuberculous peritonitis: fatality associated with delayed perionitis in Egypt: the value of laparoscopy in diagnosis. Am J
diagnosis. South Med J. 1999:92:406-8. Trop Med Hyg. 1992;47(4):470-7 (abstract).
Alrajhi AA, Halim MA, Al-hokail, et al. Corticosteroid treatment Ramaiya LI, Walter DF. Sonographic features of tuberculous
of peritoneal tuberculosis. Clin infect Drs. 1998:27:52-6. peritonitis. Abdom Imaging. 1993;18 (1):23-6 (abstract).
Bhargava DK, Gupta M, Nijhawan S, Dasarathy S. Adenosin Rodriguez E, Pombo F. Peritoneal tuberculosis versus peritoneal
deaminase activity in peritoneal tuberculosis: diagnostic value carsinomatosis distingtion based on CT findings. J Conput
in ascitic fluid and serum. Tubercle. 199071:12l-6. assistttomogr. 199 6 ;20 :269 -'l 2,
Daniel. TM tuberculous peritonitis. Harrison's principles of Rosengat TK, Coppa GF. Abdominal mycobacterial infection in
internal medicine. 16ti edition. New York: MC Graw Hill Book immuno-compromised patients. Am J Surg. 1990;159 (l):125-
Co; 2005. p. 712. 31.
Ellis H. Primary and special types of peritonitis. In: Schawarz S, Sandikci MU, Colakoglu B, Ergun Y, et al. Presntation and role of
Ellis H, Hussic WC, editors. Maingots abdominal operations. l"t peritoneoscopy in the diagnosis of tuberculous peritonitis. J
edition. New York: Prenticehall International inc; 1990:355-6. Gastroenterol Hepatol. 1992;7 (3):298-301 (abstract).
Fathy EM, EL Salam FA, Lashin AH. et al. A comparative study of Spiro HM. Peritoneal tuberculosis. Clinical gastroenterologi. l4th
different procedures for diagnosis of tuberculosis ascites. Avail- edition. London: Mc Graw Hill Inc; 1993. p. 551_2.
able from:http //www.memberstripod. com./ej imunolo gylprvious/
: Sulaiman HA. Peritonitis tuberkulosis. Gastroenterologi hepatologi.
jan 99-9.html. Jakarta: Infomedika; 1990. p. 456-61.
Fox E. Tuberculous perionitis. Hunter's tropical medicine. 8'h Teruya JU, Deguchi S, Takeshima Y, Nakachi A, Muto Y. Tubercu-
edition. London: WB Saunder Co; 2000. p. 503-4. lous peritonitis with high level of Ca I9-9 in serum acitic fluid-
Gupta VK, Mukherjee S, Dutta SK, Mukherjee P. Diagnostic Jpn J Gastroenterol Surg. 2000;33:230-4.
evaluation of ascitic adenosine deaminase activity in tubercular Varon J. Corticosteroid for tuberculosis Available from: http://
perionitis. J Assoc Physicians India. 1992;40 (6):387-9 www.postgrandm ed. com./issues / 2000 I 0 4 -00 I cc-cc-aproo.htm.
(abstract). Yanshan Xue, Zhi ji, Xiumei liu. Form of peritoneal ostosis by
Hafta A. Adenosin deaminase activity in the diagnosis of peritoneal tuberculosis: CT findings with pathologic correlation Available
tuberculosis with cirrhosis. http://wwwcu.edu.trl fabitercrltfltfdl from: http// www.Cmj. org/xueyanshanz:htm.
:
97 -2-9.htm. Zain LH. Peran analisis cairan asites dan serum Ca 125 dalam
mendiagnosa TBC peritoneum. In: Acang, Nelwan RHH,
Syamsuru W, editors. Padang: KOPAPDI X; 1996. p. 95.
tt7
PANKREATITIS AKUT
A. Nurman
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Secara Bilamana pankreas mengalami nekrosis apalagi bila
klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut nekrosisnya luas, keadaan toksik yang sistemik ini akan
disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. menetap. Penyebab keadaan ini belum jelas, tetapi yang
Peg'alanan penyakitnya sangat bervariasi dari ringan yang pasti adalah adanya enzim-enzim pankreas serta toksin-
self limited sampai sangat berat yang disertai dengan toksin dan timbulnya infeksi sekunder pada jaringan
renjatan dengan gangguan ginjal dan paru-paru yang pankreas yang mengalami nekrosis. Kematian terbesar
berakibat fatal. pasien pankreatitis akut terdapat pada pasien-pasien
Pada pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, pankreatitis akut dengan nekrosis pankreas yang
bahan-bahan vasoaktif dan bahan-bahan toksik lainnya mengalami infeksi ini.
keluar dari saluran-saluran pankreas dan masuk ke dalam
ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti
ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac dan rongga KLASIFIKASI
peritoneum. Bahan-bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi
yang luas. Penyulit yang serius dapat timbul seperti Pankreatitis akut dibagi atas: l. Pankreatitis akut; disini
kehilangan cairan yang banyak mengandung protein fungsi pankreas kembali normal, 2. Pan?,reatitis kronik,
(masuk ke rongga ke-3), hipovolemia, dan hipotensi. dimana terdapat sisa-sisa kerusakan yang permanen.
Bahan-bahan tersebut dapat memasuki sirkulasi umum Untuk menyempurnakan klasif,rkasi tersebut, pada
melalui jalur getah bening retroperitoneal dan jalur vena tah:ur,l, 1992 diadakan simposium internasional di Atlanta,
dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal Georgia, untuk mengembangkan sistem klasifikasi yang
pemapasan, gagal ginjal dan kolaps kardiovaskular. lebih berorientasi klinis.
Faktor-faktor yang menentukan beratnya pankreatitis Terdapat dua hal penting yang dicetuskan pada simposium
akut sebagian besar belum diketahui. Pada hampir 80% tersebut, yakni :
kasus pankreatitis akut, jaringan pankreas mengalami l. Indikator beratnya pankreatitis akut yang terpenting
inflamasi tetapi masih hidup; keadaan ini disebut adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan,
pankreatitis interstisial, sisanya + 20% mengalami nekrosis
insufisisiensi paru (PaOr< 60 mmHg), gangguan ginjal
pankreas atau peripankreas yang merupakan komplikasi
(kreatinin > 2 mgldl) dan perdarahan saluran cema
yang berat, mengancam jiwa dan memerlukan perawatan
bagian atas (>500 mU24 jam).Adanya penyrlit lokal
intensif. Nekrosis peripankreas diduga terjadi sebagai seperti nekrosis, pseudokista atau abses harus
akibat aktivitas lipase pankreas pada jaringan lemak dimasukkan sebagai komponen sekunder dalam
peripankreas; sedangkan penyebab nekrosis pankreas penentuan beratnya pankreatitis.
multi faktor, termasuk kerusakan mikrosirkulasi dan efek Sebelum timbulnya gagal organ atau nekrosis pankreas,
langsung enzim-enzim pankreas pada parenkim pankreas. terdapat2 kriteria dini yang harus diukur yakni kriteria
Pasien dengan pankreatitis interstisial dapat juga Ranson (Tabel5) danAPACIIE II.
menunjukkan toksisitas sistemik yang jelas dengan gagal Pentingaya kriteria-kriteria tersebut adalah untuk dapat
731
732 HEPATOBILIER
memberikan informasi sedini mungkin, pasien mana Di Indonesia penyakit ini sudah banyak dilaporkan,
yang paling besar kemungkinannya untuk berkembang sebelumnya jarang dilaporkan mungkin karena adanya
menjadi pankreatitis berat. Adanya tanda-tanda Ranson dugaan bahwa tingkat konsumsi alkohol masih sangat
> dalam 48 jam pertama dan atau > dari APACHE II rendah sehingga penyakit ini tidak terpikirkan.
merupakan tanda-tanda dini yang berharga mengenai Pasien-pasien dengan nyeri ulu hati hebat pada waktu
beratnya pankreatitis. yang lalu kebanyakan didiagnosis sebagai gastritis akut
2. Pankreatitis interstisial dapat dibedakan dari pankreatitis atau tukak peptik. Lesmana dkk pertama-tama melaporkan
nekrosis dengan memakai CT Scan abdomen. kasus-kasus pankreatitis akut karena batu empedu.
Perbedaan ini secara klinis penting karena pada Di negara Barat penyebab utama adalah pemakaian
umumnya pankreatitis nekrosis lebih berat daripada alkohol (80-90% pada pria) dan batu empedu (+ 7 S%pada
pankreatitis interstisial, dan disertai dengan gagal or- perempuan). (Lihat tabel 2) Kelompok ke-3 (+ 25%)
ganyang lebih lama, mempunyairisiko yang lebihtinggi penyebabnya tidak diketahui (idiopatik, mikrolitiasis ?).
untuk infeksi dan disertai dengan mortalitas yang lebih Ketiga penyebab ini merupakan 90o/o penyebab
tinggi. pankreatitis akut. Sisanya l0% (8) antara lain karena trauma
pada pankreas (tumpul atau tajam atau pada pembedahan
Pankreatitis dapat merupakan episode tunggal atau abdomen), tukak peptik yang menembus pankreas,
berulang. Tergantung pada beratnya proses peradangan obstruksi saluran pankreas oleh fibrosis atau konkrema,
dan luasnya nekrosis parenkim dapat dibedakan: l. penyakit-penyakit metabolik antara lain hiperlipo-
Pankreatitis akut tipe interstisial; terdapat nekrosis lemak proteinemia, hiperkalsemia (sarkoidosis, metastasis tulang,
di tepi pankreas dan edema interstisial; biasanya ringan hiperparatiroidisme), diabetes, gagal ginjal, hemo-
dan self limited. 2. ParT<reatitis akut tipe nekrosis yang kromatosis, pankreatitis herediter, kehamilan (0,025%),
dapat setemp at atat difus; terdapat korelasi antara derajal pemakaian obat-obat tertentu (tiazid, furosemid,
nekrosis pankreas dan beratnya serangan serta manifestasi kontrasepsi (?), steroid, azatiopit, isoniasid, tetrasiklin,
sistemiknya. salazopirin, asparginase, indometasin), infeksi virus,
Di antara kedua tipe ini terdapat benhrk arfiarayarg penyakit vaskular primer (misalnya SLE, periarteritis
secara klinis beratnya penyakit sedang-sedang saja; nodosa), akibatERCP.
nekrosis hanya sebagian dan sebagian besar pankreas Di negara Barat, pankreatitisjarang terjadi pada anak-
edem dan membengkak. Keadaan ini sering menjurus anak dan dewasa muda, dan kebanyakan disebabkan oleh
kepada timbulnya pseudokista dengan fungsi pankreas infeksi (parotitis, infeksi parasit misalnya askaris, giardia,
baik eksokrin dan endokrin terganggu selama beberapa klonorkis), trauma tumpul abdomen, kelainan bilier bawaan
waktu. atau obat-obatan.
Etiologi pankreatitis akut yang kami dapatkan pada 87
kasus dengan 94 episode pankreatitis akut selama l0 tahun
EPIDEMIOLOGI ( 1 985 -2005) dapat dilihat pada Tabel 1.
Alkohol
Penglepasan sejumlah kecil
Masih menjadi pertanyaan mengapa hanya pada pasien tripsin aktif
Proses koagulasi
tertentu timbul pankreatitis akut sesudah minum alkohol. sel-selasinl
Mungkin alkohol mempunyai efek toksik yang langsung
Aktivasi proenzim pankreas
pada pankreas pada orang-orang tertentu yang mempunyai
kelainan enzimatik yang tidak diketahui. Teori lain adalah
Gambar 2. Efek cairan empedu pada pankreas (oleh Creutleld
bahwa selain merangsang sfingter Oddi sehingga terjadi
& Lankisch)
spasme dan meningkatkan tekanan di dalam saluran bilier
dan saluran-saluran di dalam pankreas, alkohol juga
merangsang sekresi enzim pankreas, sehingga Penyakit-penyakit Saluran Empedu
mengakibatkan pankreatitits.
Batu empedu yang terjepit pada ampulla Vateri/sfingter
Alkohol mengurangi jumlah inhibitor tripsin sehingga Oddi atau adanya mikrolitiasis dapat mengakibatkan
pankreas menjadi lebih mudah dirusak tripsin. Selanjutnya
pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam
sekresi pankreas yang pekat yang ditemukan pada pasien-
saluran pankreas. Adanya milaolitiasis ini diketahui dengan
pasien alkoholik, seringkali mengandung small protein
didapatkannya kristal-kristal (kolesterol monohidrat,
plugs, yang berperan pada pembentukan batu di dalam kalsium bilirubinat atau kalsium karbonat) via ERCP atau
saluran-saluran pankreas. Obstruksi saluran-saluran dengan ditemukannya lumpur pada kandung empedu pada
pankreas yang kecil oleh plugs ini dapat merusak asinus pemeriksaan ultrasonografi. Pengobatan dengan asam
pankreas.
ursodeoksikolat atau tindakan kolesistektomi atau
sfingterotomi per endoskopik mengurangi insidensii
pankreatitis akut yang rekurens.
Faktor etiologik Obat-obatan mengakibatkan pankreatitis karena
(penyakit bilier, alkoholisme,
hipersensitivitas atau terbentuknya metabolit-metabolit
tak diketahui dan lain-lain).
yang toksik.
Hipertrigliseridemia dapat memicu pankreatitis akut,
Proses yang memulai mungkin karena efek toksik langsung dari lemak pada sel-
(refluks empedu, refluks duodenum, dll) sel pankreas; namun juga kebanyakan pasien dengan
hipertrigliseridemia dan pankreatitis akut adalah alkoholik,
Kerusakan permulaan pankreas dan kelainan lemak disebabkan sekunder oleh alkoholisme.
(edem, kerusakan vaskuler,
pecahnya saluran pankreas asinar)
Patologi
Terdapat dua bentuk anatomis utama yakni pankreatitis
Alztivaci rlinac+if akut interstisial dan pankreatitis akut tipe nekrosis
hemoragik. Manifestasi klinisnya dapat sama; kedua benflrk
tersebut dapat pula berakibat fatal walau lebih sering pada
Trt SN
bentuk yang kedua.
Pemeriksaan pencitraan kini dapat secara tepat
Fosfolipase A membedakan kedua bentuk tersebut.
Lp 5E
E lastase
Kim otripsin
Ka llikre in Pankreatitis Akut I nterstisial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus
dan tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau
perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya
Nekrosis pankreas edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear. Saluran pankreas dapat terisi dengan
Gambar 1. Faktor etiologik dan patologik pada pankreatitis (dari bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi
Creutzfeld & Lankisch) asrnus.
PAT{KREAITfISAKUT 735
Pankreatitis Akut Tip6 Nekrosis Hemoragik ditemukan pada sebagian kasus, kadang-kadang asites
Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas yang berwarna seperti sari daging dan mengandung
disertai dengan perdarahan dan inflamasi. konsentrasi amilase yang tinggi dan efusi pleura terutama
Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada sisi kiri.
jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan Nyeri perut ditemukan pada semua kasus (I 00%). Pada
pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan l0,4yo didapatkan peritonitis umum dan pada 48o/o
perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperiteoneal. peritonitis lokal pada daerah epigastrium sampai ke pusat;
Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah- secara keseluruhan peritonitis didapatkan pada 58,4yo
daerah nekrosis yang berdinding, yang subur untuk episode. Mual dan muntah-muntah didapatkan 79o/o dar,
timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses demam pada 89,6%o episode. Ikterus/subikterus hanya
purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis didapatkan pada 37 ,5%o episode.
lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat
yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada
Kelainan Laboratorium
jaringan yang rusak dan jaringan-jaringan yang mati.
Kenaikan enzim amilase dan atau lipase serum hanya
Pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah
didapatkan pada 65Yo episode; lekositosis pada 39,6oh
yang nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi
episode; fungsi hati terganggu pada 70,8yo episode;
peri vaskular, vaskulitis dan trombosis pembuluh-
hiperglikemia pada 25 % episode. Penurunan konsentrasi
pembuluh darah.
kalsium dan kolesterol serum didapatkan pada masing-
masing 47,6oh dan 10,4%o episode.
GEJALA KLINIS
Penyulit lokal
- Pembentukanpseudokista Kriteria Ranson
- Abses pankreas a. Pada saat masuk rumah sakit
- Penjalaran peradangan yang bersifat hemoragik - Usia > 55 tahun
- Nekrosis pada organ-organ sekitar - Lekosit > 16.000/ml.
- Pembentukan fistel - Gula darah > 200 mg\o
- Ulkus duodenum - Defisit basa > 4 mEq/l
- lkterus obstruksi - LDH serum > 350 Ul/l
- Asites dengan kadar amilase yang tinggi - AST > 250uvt
Penyulit berjarak jauh b. Selama 48 jam perawatan
- Sepsis - Penurunan hematokrit > 10%
. Eksudat pleura - Sekuestrasi cairan > 4.000 ml
. Atelektasis - Hipokalsemia < 1,9 mMol (8,0 mg%)
. Pneumonia - PO2 arteri < 60 mmHg
. Gangguan pernapasan - BUN meningkat > 1,8 mmol/L (>5 mgTo) setelah
- Kardiovaskular pemberian cairan i v
. Eksudat perikard - Hipoalbuminemia < 3,2 go/o.
. Perubahan aspesifik 2 Skor APACHE ll > 12 (Acute Physiologic and Chronic
. ST-T pada EKG Health Evaluation)
'. Tromboflebitis 3 Cairan peritoneal hemoragik
Koagulasi intravaskular diseminata 4 lndikator penting
- Susunan saraf pusat a. Hipotensi (< 90 mmHg) atau takikardia > 130
. Psikosis /menit
. Emboli lemak b. PO2<60mmHg
- Steatonekrosis c. Oliguria (< 50 ml/jam) atau BUN, kreatinin yang
. Bercak-bercak lemak pada omentum dan meningkat
peritoneum d. Metabolik/Ca serum < 8,0 mg% atau albumin
. Nekrosis lemak pada jaringan subkutan, serum < 3,29o/o.
mediastinum, pleura susunan saraf pusat
. Nekrosis tulang
- Perubahangastrointestinal
. Nekrosis dinding duodenum, kolon akut yang berat sebagian besar disebabkan oleh infeksi.
. Perdarahan dari pankreas melalui duktus
pankreatikus
Dari kepustakaa\, secara keseluruhan, mortalitas
. Trombosis v.porta dengan perdarahan varises pankreatitis intertisial kurang dari 2o/o, pankreatitis dengan
. Perdarahan varises nekrosis yang steril + 1 0% dan pankreatitis dengan nelcosis
. Nekrosis arteri intraperitoneal didalam dan disekitar
pankreas
dan infeksi + 30%. Pada seri kami yang pertama, dari 42
- Ginjal kasus pankreatitis akut yang terdfui atas 36 kasus (86 %)
. Trombosis arteri atau vena renalis tipe interstisial dan 6 (14%) kasus tipe nekrosis, angka
. Gagal ginjal akut
- kematian tipe intestisial 2,8yo, tipe nekrosis 33,3%o, dan
Metabolik
. Hiperglikemia, ketoasidosis, koma, hipokalsemia, angka kematian secara kes eltruhan 7 %o.
hiperlipemia
DIAGNOSIS BANDING
Akhir-akhir ini dipakai juga skor APACHE II untuk Diagnosis banding pankreatitis akut terutama ditujukan
penentuan prognostik tersebut. kepada penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala- gejala
Bilamana terdapat 3 atau lebih dari kriteria pada kriteria nyeri yang hebat di perut bagian atas, afltara lain meliputi
Ransom, pasien dianggap menderita pankreatitis akut yang kolik batu empedu, kolesistitis akut, kolangitis, gastritis
berat. akut, tukak peptik dengan atau tanpa perforasi, infark
SkoTAPACIIE II menggunakan nilai-nilai yang terburuk mesenterial, aneurisma aortayangpecah, pneumoni bagian
dari 12 pengukuran-pengukuran fisiologik, usia, status basal, obstruksi usus yang akut dengan strangulasi, infark
kesehatan sebelumnya, dan dapat merupakan pegangan miokard dinding inferior, kehamilan ektopik yang pecah,
yang baik untuk mendapatkan gambamn beratnya penyakit serangan akut porfiria, kolik ginjal, vaskulitis pada SLE,
untuk penyakit-penyakit pada umumnya. Skor ini juga dan periarteritis nodosa.
mempunyai korelasi dengan prognosis. KerugianAPACIIE
II adalah rumit, diperlukan komputer untuk menentukan DIAGNOSIS PANKREATITIS AKUT
skor, memerlukan standarisasi untuk menentukan angka
tertinggi dan angka terendah. Diagnosis pankreatitis akut pada umumnya dapat
Adanya cairan abdomen yang hemoragik juga ditegakkan bilamana pada pasien dengan nyeri perutbagian
merupakan petunjuk prognostik yang penting. atas yang timbul tiba-tiba didapatkan: 1). Kenaikan amilase
Mortalitas yang tinggi pada pasien-pasien pankreatitis serum atau urin ataupul nilai lipase dalam serum sedikitnya
PANKRE'TITTISAKUT 737
ringan cukup dengan beberapa hari puasa, pemberian Banks P.A. Acute Pancreatitis: Medical and Surgical Management.
cairan dan elektrolit parenteral dan supervisi medis. 1994; 89-8: S78-S85.
Pengalaman kami pada kasus pankreatitis akut selama l0 Cavalini G., Riela A., Brocco G., dkk. Epidemiology oJ Acute Pan-
tahun, pada sebagian besar kasus pankreatitis akut, terapi creatilis, in: Acute Pancreatitis. Editor: Hans G. Beger, Marcus
Buchler, hal. 25-37, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 1987.
standar ini cukup baik.
Femandez-Oruz L. Navarro S., Valderrama R., dk,k. Acute Necrotizing
Antibiotik tidak rutin diberikan dan diberikan bila Pancreatilis. A Multicentre Study. Hepato-Gasfoenterol 1994: 4l:
pasien panas tinggi selama lebih dari 3 hari atau bila pasien 1 85-9.
menderita pankreatitis karena batu empedu atau pada Fogel E.V., Sherman S. Acute Biliary Pancreatitis: Wen Should the
pankreatitis yang berat. Terapi medis pada pankreatitis Endoscopist Interyenes. Gastroenterology 2003; 125 : 229-23 5.
yangberut dapat dilihat pada Tabel 7. Huibregtse K, Smits ME. Endoscopic Management of Disease o/
The Pancreas. Amer J. Gastroenterol 1994: 89-8: 566-577.
Lankisch P.G. Etiology of Pancreatitis, dari Acute Pancreatitis
Experimental and Clinical Aspects of Pathogenesis and Man-
1. Pindahkan ke Unit Perawatan lntensif (lCU) agement, hal 167-81. Editor Blazer G., Ranson J.H.G., Tindall
2. Resusitasi cairan B., WB. Saunders, 1988.
3. Perawatanpernapasan. Lankisch P.G. Pathogenesis of Pancreatic Inflamation, dari Acute
4. Pipa nasogastrik Pancreatitis Experimental and Clinical Aspects of
5. Terapi infeksi
Pathogenesis and Management, hal 183-93. Editor Blazer G.,
6. Pembuangan enzim pankreas yang aktif
7. Anti nyeri Ranson J.H.G., Tindall B., W.B. Saunders, 1988.
8. Terapi pada penyulit metabolik. Law NM., Freeman M.L. Emergency Complicalions of Acute and
9. Dukungan gizi Chronic Pancreali/rs Gastroenterol Clin N Am 32 (2003) 1169-
1194.
Lempiner M. Indications of Surgery in Extended Pancrealic
Necrosis. Dari Acute Pancreatitis. Editor Beger HG, Buchler M,
hal. 305-9, Springer-Verlag 1987.
TINDAKAN BEDAH Lesmana L.A., Nurman A., Tjokrosetio N., Noer HMS. Clinical
Presentation and Treatment of Gallstone Pancreatitis. 8th
Indikasi tindakan bedah adalah bilamana dicurigai adarrya APCGE, 5th APCDE, Seoul, October 1988.
infeksi dari pankreas yang nekrotik atau infeksi terbukti Niewenhuis V.B., Besselink M.G.H, Van Minnen L.P. Gooszen HG.
dari aspirasi dengan jarum halus atau ditemukan adanya Surgical Management of Acute Necrotizing Pancreatitis; a 13
pengumpulan udara pada pankreas atau peripankreas pada year Experience and a Syslemic Reyiew. Scan J Gastroenterol
2003 (Suppl 239).
pemeriksaan CT Scan.
Nurman A., Lesmana L.A., Noer HMS. Peranan USG pada diagnosis
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah pankreatitis akut. Kuski II, Bandung, 1987.
penyakit berjalan beberapa waktu (kebanyakan sesudah Nurman A. Is Acute Pancreatitis Rare in Indonesia ? 8th APCGE,
2-3 minggu perawatan intensif) bilamana timbul penyulit 5th APCDE, Seoul, October, 1988.
seperti pembentukan pseudokista atau abses, Nurman A., Lesmana L.A., Noer HMS. Diagnosis Klinis dan
pembentukan fisitel, ileus karena obstruksi pada duode- Laboratorik Pankreatitis Akut di RS Angkatan Laut Dr.
num atau kolon, pada ikterus obstruksi dan pada Mintohardjo. Simposium Pankreatitis Akut. Konas III PGI-
PEGI, Pertemuan Ilmiah tV PPHI, Surabaya, Desember 1987.
perdarahan hebat retroperitoneal atau intestinal.
Schuppisser IP. Methode. Dari: Acute Pancreatitis, ha1. 15-17. Verlag
Tindakan pembedahan yang dikerjakan adalah Hans Huber, Bem Stutgart Toronto, 1986.
laparatomi dan nekrosektomi, diikuti dengan strategi Spiro HM. Inflammatory Disorders, dalam: Clinical Gastroenterol-
membuka abdomen atau lavase pascabedahterus menerus ogy, Edisi IV, Editor: Spiro HM, h4laman 959-87. McGraw-Hill,
dan nekrosektomi dengan prosedur invasif minimal. Inc.1993.
Tytgat G.N.J. Pankreas, dari Leerboek, Maag, Darm en Lever Ziekte,
hal. 373-427. Editor Tytgat G.N.J., dkk. Bohn, Scheltema &
Holkema, 1985.
REFERENSI Van Brummelen S.E., Venneman N.G., Van Erpecum K.J., van
Bergehenegounen G.P. Acute Idiopathic Pancreatitic: Does it
Aldren Sandberg A., Hafstr6m A. Aspects on Phatogenesis of Acute really exist or Is it a Myth?. Scan J Gastroenterol 2003 (suppl
Pancreatitis dari Advance in Pancreatitic Disease. Molecular 239).
Biology Diagnosis and Treatment. Editor C.G. Dervenis, hal.
101-104. George Thieme Verlag Stuttgart New York, 1996.
118
TUMOR PANKREAS
F, Soemanto Padmomaftono
739
740 HEPAIIOBILIER
pankreas merupakan interaksi kompleks antara faktor dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat
endogen pasien dan faktor lingkungan. direseksi. Pada umumnya tumor meluas ke retroperitonial
ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada pembuluh
Faktor eksogen (lingkungan). Telah diteliti beberapa
darah, dan secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan
faktor risiko eksogen yang dihubungkan dengan kanker
lemak peripankreas, saluran limfe, dan perineural. Pada sta-
pankreas, antara lain: kebiasaan merokok, diet tinggi lemak,
alkohol, kopi, dan zat karsinogen industri. Faktor risiko dium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis
yang paling konsisten adalah rokok. Pada perokok, risiko ke duodenum, lambung, peritonium, hati dan kandung
empedu. Kanker pankreas padabadan dan ekor pankreas
kanker pankreas adalah 1,4 - 2,3 kali dibanding non-
perokok. Diet tinggi lemak, kolesterol dan rendah serat dapat metastasis ke hati, peritonium, limpa, lambung dan
kelenjar adrenal kiri.
terbukti meningkatkan risiko kanker pankreas bila
dibandingkan dengan diet rendah lemak dan kolesterol.
Faktor endogen (pasien). Ada
Penampilan Klinis
halpenting sebagai faktor
3
Gejala awal kankerpankreas tidak spesifik dan samar, sering
risiko endogen yaitu: usia, penyakit pankreas (pankreatitis
terabaikan baik oleh pasien dan dokter, sehingga sering
kronik dan diabetes melitus) dan mutasi genetik. Insidensi
kanker pankreas meningkat pada usia lanjut. Pasien
terlambat didiagnosis, dengan akibat lebih lanjut
pengobatan sulit dan angka kematian sangat tinggi. Gejala
pankreatitis kronik mempunyai risiko tinggi 9,5 kali
awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati,
berkembang menjadi kanker pankreas. Baru-baru ini suatu
anoreksia, mual, muntah, diare (steatore), dan badan lesu.
penelitian kohort retrospektif skala besar pada pasien
Keluhan tersebut tidak khas karena juga dijumpai pada
pankreatitis kronik didapatkan risiko kanker pankreas
pankreatitis dan tumor intra abdominal lainnya, bahkan
sampai 20 kali. Pada pasien pankreatitis heriditer
pada penyakit gangguan fungsi saluran cerna. Keluhan
didapatkan 5 kali risiko kanker pankreas. DM sudah lama
awal biasanya berlangsung lebih dari 2 bulan sebelum di-
dianggap sebagai faktor risiko kanker pankreas. Sekitar
agnosis kanker. Keluhan utama pasien kanker pankreas
80% pasien kanker pankreas disertai gangguan toleransi
yangpaling sering dg-umpai adalah sakitperut, beratbadan
glukosa dan hampk 20Yoklinis DM. Akan tetapi sekarang
turun (lebih 75% kasus) dan ikterus (terutamapadakanker
dipertanyakan apakah DM sebagai faktor risiko/
kaput pankreas), dan ini mencolok pada stadium lanjut.
predisposisi, atau sebagai akibat dari kanker pankreas
Jumlah macam dan kualitas keluhan pasien tergantung
yang secara klinis muncul terlebih dahulu sebelum gejala
pada letak, besar, dan penjalaran kanker pankreas.
kanker pankreas.
Sakit perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai
Faktor genetik. kini peran faktor genetik pada
Pada masa
pada pasien kanker pankreas. Hampir 900/o kasus dengan
kanker pankreas makin banyak diketahui. Risiko kanker
keluhan sakit perut, dan sebagai keluhan utama padaS0o/o
pankreas meningkat 2 kali pada pasien dengan riwayat
kasus. Lokasi sakit perut biasanya pada ulu hati, awalnya
hubungan keluarga tingkat pertama. Sekitar 10% pasien
difus, selanjutnya lebih terlokalisir. Sakit perut biasanya
kanker pankreas mempunyai predisposisi genetik yang
disebabkan invasi tumor pada pleksus c o eliac dan pleksus
diturunkan. Pada masa kini penelitian biologi molekular
mesenterik superior. Rasa sakjt dapat menjalar ke belakang
berhasil mengungkapkan peran faktor genetik pada kanker
pada punggung pasien, disebabkan invasi tumor ke
pankreas, dan diharapkan di masa datang akan banyak
retroperitonial dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf
membantu dalam diagnosis dan terapi kanker pankreas.
splanknikus. Sakit perut yang berat menunjukkan kanker
Proses karsino genesis kanker pankreas diduga merupakan
lanjut yang meluas ke jaringan sekitamya dan sudah tidak
akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetik. Mutasi
dapat direseksi.
genetik yang banyak dijumpai pada pasien kankerpankreas
adalah pada gen K-ras, serta deplesi dan mutasi pada Berat badan hrun lebih 10% dari berat ideal umum dijumpai
tumor suppressor genes antara lain p53, p16, DPC4, dan pada pasien kanker pankreas. Pada mulanya terjadi secara
BRCA2. bertahap, kemudian menjadi progresif. Penurunan berat
badan disebabkan berbagai faktor, antaru lainl. asupan
Patologi Anatomi
makanan kurang, malabsorbsi lemak dan
protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi
Kankerpankreas hampir 9Oo/oberasaldari duktus, di mana
(tumor necrosis factor a dan interleukin-6).
75%o bentuk klasik adenokarsinoina sel duktal yang
memproduksi musin. Sebagian besar kasus (170%), lokasi Ikterus obstruktif, karena obstruksi saluran empedu oleh
kankerpada kaput pankreas, 15 -20o/o padabadan darr l0o/o tumor dijumpai pada 80-90% kanker kaput pankreas dan
pada--ekor. Pada waktu didiagnosis, ternyata tumor sering terjadi lebih awal. Ikterus dapat juga terjadi pada
pankreas relatif sudah besar. Tumor yarg dapat direseksi kanker di badan dan ekor pankreas stadium lanjut (6-l3Yo
biasanya besarnya 2,5-3,5 cm. Pada sebagian besar kasus kasus), akibat metastasis di hati atau limfonodi di hilus
tumor sudah besar (5-6 cm), dan atau telah terjadi inf,rltrasi yang menekan saluran empedu. Ikterus obstruktif pada
TUMORPANKREAS 741
kanker kaput pankreas biasanya disertai dengan sakit perut, petanda tumor CEA (Carcinoembryonic antigen) dan Ca
tetapi bukan kolik. Hal ini berbeda dengan ikterus tanpa 19-9 (Carbohydrate antigenic determinant 19-9),
ny eri Qt ainl es s j aundice) y angsering dijumpai pada kanker gastroduodenografi, duodenografi hipotonis,
duktus koledokus atau kanker ampula Vateri. ultras ono gra fi , CT (c o mp u t e d t o m o gr ap hy), skinti gr afr
Tanda klinis pasien kanker pankreas sangat tergantung pankreas, (magnetic resonance imaging) llldP.I,
pada letak tumor dan perluasan/ stadium kanker. Pasien (endo s c op i c retro grade cho I angio p ancreatico Craphy)
pada umumnya dengan gizi kurang, disertai anemik, dan ERCP, ultrasonogafi endoskopik, angiografi, (Positron
ikterik (terutama pada kanker kaput pankreas). Pada Emission Tomography)PET, bedah laparaskopi dan biopsi.
pemeriksaan abdomen teraba tumor masa padat pada epi-
Petanda tumor CEA dan Ca l9-9. Kenaikan CEA
gastrium, sulit digerakkan karena letak tumor
didapatkan padaS5oh pasien kanker pankreas, akan tetapi
retroperitonium. Dapat dijumpai ikterus dan pembesaran
hal yang sama dijumpaipada 650/o pasien kanker lain dan
kandung empedu (Courvo is ier b s ign), hepatomegali,
penyakit jinak. Dibandingkan petanda tumor lainnya, Ca
splenomegali (karena kompresi atau trombosis pada vena
19-9 dianggap yang paling baik unhrk diagnosis kanker
porta atau vena lienalis, atau akibat metastasis hati yang
pankreas, karena mempunyai sensitivitas dan spesivisitas
difus), asites (karena invasil infiltrasi kanker ke peritonium).
tinggi (80% dan 60-70%). Akan tetapi konsentrasi yang
Kelainan lain yang kadang dijumpai adalah hepatomegali
tinggi biasanyaterdapat pada pasien dengan besar tumor
yang keras dan berbenjol (metastasis hati), nodul peri- >3 cm, dan merupakan batas limit reseksi tumor. Cal9-9
umbilikus (Sister Mary Joseph's nodule), trombosis vena juga meningkat pada kanker saluran cema bagian lain, juga
dan migratory thromb ophl eb itis (Trous s eau b syndrome),
meningkat pada pankreatitis, hepatitis dan sirosis. Ca 19-
perdarahan gastrointestinal (karena erosi duodenum atau
9 lebih mempunyai peranan penting untuk mengetahui
perdarahan varises akibat kompresi tumor pada vena porta),
prognosis dan respons terapi pada pasien setelah
dan edema tungkai (karena obstruksi vena kava inferior).
mendapat terapi reseksi dan kemoterapi.
Ringkasan gejala klinis dan tanda klinis yang dapat
dijumpai pada pasien kanker pankreas dapat dilihat pada Radiograli (gastroduodenografi, duodenografi hipotonis).
Tabel 1. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kelainan
lengkung duodenum akibat kanker pankreas. Kelainan
yang dijumpai pada kanker pankreas dapat berupa
Gejala klinis: sakit perut, berat badan turun, ikterus (kaput pelebaran lengkung duodenum, filling defect pada
pankreas), anoreksia, perut penuh, bagian kedua duodenum (infiltrasi kanker pada dinding
kembung, mual, muntah, intoleransi duodenum), bentuk 'angka 3 terbalik' karena
makanan, konstipasi, dan badan lemah.
Tanda klinis: gizi kurang, pucat, lemah, ikterik, pruritus, pendorongan kanker pankreas yang besar pada
hepatomegali, kandung empedu membesar, duodenum di atas dan di bawah papila Vateri.
masa epigastrium, Splenomegali, asites,
tromboplebitis, edema tungkai. Ultrasonografi (USG). USG abdomen merupakan
pemeriksaan penunjang pertama pada pasien dengan
keluhan sakit perut/ulu hati yang menetap atau berulang
Laboratorium dan ikterus. Dengan USG dapat diketahui besar, letak dan
Kelainan laboratorium pada pasien kanker pankreas karakteristik tumor, diameter saluran empedu dan duktus
biasanya tidak spesifik. Pada pasien kanker pankreas pankreatikus, dan letak obstmksi. Di samping itu dapat
terdapat kenaikan serum lipase, amilase dan glukosa. Anemia diketahui ada-tidaknya metastasis ke limfonodi sekitar dan
dan hipoalbuminemia yang timbul sering disebabkan hati, serta jarak tumor dengan pembuluh darah. Akan tetapi
karena penyakit kankemya dan nutrisi yang kurang. Pasien pemeriksaan USG sangat tergantung pada keterampilan
dengan ikterus obstnrktif terdapat kenaikan bilirubin serum pemeriksa, keadaan pasien, dan kecanggihan alat USG.
terutama bilirubin terkonjugasi (direk), alkali fosfatas e, g- Dengan USG Doppler dapat ditentukan ada-tidaknya
GT, waktu protrombin memanjang, tinja akholik, dan kelainan dan invasi tumor pada pembuluh darah.
bilirubinuria positif. Kelainan laboratorium lain adalah Computed tomography (CT). CT abdomen walaupun
berhubungan dengan komplikasi kanker panlceas, antara
lebih mahal dibandingkan USG akan tetapi dapat
lain: kenaikan transaminase akibat metastasis hati yang memberikan gambaran pankreas yang lebih rinci dan
luas, tinja berwama hitam akibat perdarahan saluran cerna
lebih baik terutama badan dan ekor pankreas. CT dapat
atas, steatorea akibat malabsorbsi lemak, dan sebagainya.
mendeteksi lesi pankreas pada 80o/o kasus, yang mana
5-16% terbukti kanker pankreas, dengan positif palsu
Penunjang Diagnosis 5-10% kasus tidak terbukti padalaparutomi. Pada masa
Pemeriksaan penunjang yaug digunakan untuk kini pemeriksaan yang paling baik dan terpilih untuk
menegakkan diagnosis kanker pankreas antara lain: diagnosis dan menentukan stadium kanker pankreas
742 HEPAI1OBILIER
adalah dengan dual phase multidetector CT, dengan Kriteria tumor yang tidak mungkin direseksi secara CT
kontras dan teknik irisan tipis (3-5mm). Kriteria tumor antarulain: metastasis ke hati dan peritonium, invasi pada
yang tidak mungkin direseksi secara CT antara lain: organ sekitar (lambung, kolon), melekat atau oklusi pada
metastasis hati dan peritonium, invasi pada organ sekitar pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan kriteria tersebut
(lambung, kolon), melekat atau oklusi pembuluh darah peri- mempunyai akurasi hampir I 00% untuk prediksi tumor tidak
pankreatik. Dengan kriteria tersebut mempunyai akurasi dapat direseksi. Akan tetapi positive predictive value
hampir 100% untuk prediksi tumor tidak dapat direseksi. rendah, yakni 25-50o/o tumor yang diprediksi dapat
Akan tetapi positive predictive value rcndah, yakni 25- direseksi, ternyata tidak dapat direseksi pada bedah
50o% tumor yang diprediksi dapat direseksi, ternyata tidak laparatomi.
dapat direseksi pada bedah laparatomi. Pada keadaan klinis tertentu kadang diperlukan
Magnetic resonance imaging (MRI). MRI makin banyak evaluasi lebih lanjut seperti ERCP, MRI, ultrasonografi
endoskopik, laparoskopik d an ata:;- laparatomi. Belakangan
digunakan untuk evaluasi kanker pankreas. Walaupun
kemampuan evaluasi kanker pankreas sama deugan dual ini dengan MRI dan ultrasonografi endoskopik makin
phase multidetector CT, akan tetapi gambaran anatomi meningkatkan akurasi pentahapan pre-operatif, terutama
'pohon' saluran empedu dan duktus pankreas lebih baik menentukan invasi lokal dan nodul metastasis sekitar
dan sebanding dengan ERCP. MRI dengan kontras pankreas.
angiografi atau venografi dapat menunjukkan adanya Apapun hasil berbagai pemeriksaan di atas, konfirmasi
kelainan pembuluh darah pada kanker pankreas. histopatologik kanker pankreas mutlak diperlukan.
Gambaran radiologik dan endoskopik yang sama juga
Endoscopic retrograde cholangio-pancreaticography dijumpai pada kanker jenis lain di pankreas, misalnya
(ERCP). Manfaat dari ERCP dalam diagnosis kanker tumor islet cell atat limfoma maligna, di mana terapi dan
pankreas adalah: dapat mengetahui atau menyingkirkan prognosis berbeda dengan kanker pankreas. Pada pasien
adanya kelainan gastroduodenum dan ampula Vateri, yang tidak dapat direseksi atau kontraindikasi operasi,
pencitraan saluran empedu dan pankreas, dapat dilakukan dapat dilakukan biopsi atau aspirasi jarum kecil dengan
biopsi dan sikatan untuk pemeriksaan histopatologi dan bantuan USG atau CT.
sitologi. Di samping itu dapat dilakukanpemasalgan stent Pentahapan kanker pankreas pada umumnya
untuk membebaskan sumbatan saluran empedu pada berdasarkan klasifrkasi TNM (tumor, nodul, metastasis),
kankerpankreas yang tidak dapat dioperasi atau direseksi. yaitu: Tumor: T,: terbatas pankreas, <2 cm; Tr: terbatas
pankreas, >2 cm1' T.,: meluas ke duodenum atau saluran
Ultrasonogafi endoskopik. Metode ini relatifmasih baru, empedu; To: meluas ke v. porta, v. mesenterika anterior,
mempunyai sensitivitas dan spesitihtas tinggi dalam a.mesenterika superior, lambung, limpa dan kolon. Nodul:
evaluasi tumor terutama yang diameter <3 cm. Di samping No : tidak ada metastasis kelenjar limfe regional, N,:
itu mempunyai akurasi tinggi dalam deteksi invasi lokal metastasis kelenj ar limfe regional.
dan metastasis pada limfonodi dan hati. Metastasis: Mr: tidak adametastasis jauh, M,: metastasis
jauh (hati, paru).
Diagnosis dan Pentahapan Penyakit Di samping itu dalam klinis kanker pankreas dibedakan
Sampai saat ini belum ada metode skrining dan diagnosis dalam 4 stadium, yaitu: Stadium I (Tr_2,N0,M0): tumor
dini yang efektif pada pasien kanker pankreas. Hal ini terbatas pankreas. Stadium II (T,No,Mo): tumor meluas ke
disebabkan gejala klinis awal kanker pankreas yang non- duodenum danl atau saluran empedu di luar pankreas, tidak
spesifik, rendahnya sensitivitas Ca l9-9 dan pemeriksaan ada metastasis kelenjar limfe. Stadium III (T,,r,r,N,,Mo):
USG dan CT pada kanker stadium dini. Sebagian besar seperti stadium II ditambah metastasis kelenjar limfe
pasien terlambat didiagnosis, sehingga mempersulit regional. Stadium IVA (T4,N0_r,Mo): tumor lokal lanjut
pengobatan pasien di mana tidak dapat dilakukan operasi meluas ke pembuluh darah sekitar, lambung, limpa,tanpa/
kuratifreseksi. dengan metastasis kelenjar limfe. Stadium IVB (T,,r,r,No_
Pada pasien dengan kecurigaan klinis kanker pankreas, ,,M,): metastasis jauh (hati, paru).
misalkan sakit perut, dianjurkan untuk pemeriksaan Ca
l9-9, USG abdomen yang teliti danradiografi saluran cema
Pengobatan
atas. Bila tidak didapatkan informasi, sedangkan keluhan
Terdapat berbagai metode pengobatan terhadap pasien
menetap, dianjurkan untuk pemeriksaan CT abdomen. Pada
kanker pankreas, yaitu: bedah reseksi 'kuratif', bedah
masa kini CT abdomen adalah metode diagnostik yang
paliatif , kemoterapi paliatif, radiasi paliatif, dan
efektif, terpilih dan paling banyak dipakai dalam klinis
simtomatik.
untuk diagnosis dan pentahapan kanker pankreas pre-
operatif. Pentahapan kanker pankreas yang akurat sangat Bedah Reseksi 'kuratif'. Pengobatan yang paling efektif
penting dalam pengelolaan pasien, yaitu untuk pada kanker pankreas adalah bedah reseksi komplit
memprediksi tindakan operasi (reseksi kuratif atau paliatif). terhadap tumor. Akan tetapi hanya dapat dilakukanpada
TUMORPAT{I(REAS 743
10-15% kasus kanker pankreas, biasanya pada kanker TUMOR KISTIK PANKREAS
kaput pankreas dengan gejala awal ikterus. Terdapat
berbagai pilihan metode bedah yang disesuaikan dengan Terdapat beberapa variasi tumor kistik pankreas,
kondisi tumori pasien dan pengalaman dokter bedahnya. berdasarkan j enis cairan kistanya dan sifat j inak ganasnya
Walapun dapat dilakukan bedah reseksi kuratif, akan (lihat klasifikasi WHO). Penting diperhatikan bahwa
tetapi angka kelestarian hidup 5-tahun hanya 10%. kelainan pankreas berisi cairan atau gambaran kista (misal
Pengalaman di Jepang menunjukkan bahwa bila besar pada USG, CT) tidak semua sebagai kista palsu
tumor < 2 cm, angka kelestarian hidup 5 tahun dan 10 Qtseudocyst), atau tidak semua pelebaran saluran pankreas
tahunmenjadi 37%. sebagai panlffeatitis kronik. Adanya komponen padat dalam
kista, septum dalam kista, nodul iregulerpada dinding kista,
Bedah paliatif. Sebagian besar pasien (85-90% kasus)
dan tidak adanya riwayat pankreatitis harus dipikirkan
hanya dapat dilakukan bedah paliatifuntuk membebaskan
kemungkinan neoplasma. Walaupun tanpa disertai kelainan
obstruksi bilier, dengan cara bedah pintas bilier,
tersebut di atas, harus dilakukan drainase kista dan
pemasangan stent perktfian dan pemasangal stent per-
dikonfirmasi dengan aspirasi dan atau biopsi untuk analisis
endoskopik. Stenting endoskopik lebih baik daripada
cairan dan pemeriksaan sitologi dan atau histopatologi.
bedah pintas bilier dalam hal morbiditas (23% vs 43oh),
Cairan kista dengan konsentrasi amilase rendah dan
mortalitas akibat tindakan (lYo vs l0%) dan kematian 30
konsentrasi CEA tinggi merupakan petunjuk ganas. Setiap
hari (6% vsl5%). "Stenting' endoskopik lebihbaik daripada
lesi kistik pankreas sebaiknya dilakukan reseksi bila ada
perkutan, dalam hal membersihkan ikterus (81%vs 6l%)
kecurigaan dan atau kecenderungan ganas.
dan kematian 30-hari (15% vs 3%). Median kelestarian
pasien yang tidak dapat dilakukan operasi reseksi adalah
6bulan.
LIMFOMAPANKREAS
Kemoterapi. Pengobatan kemoterapi pada kanker pankreas
stadium lanjut masih jauh dari memuaskan. Kemoterapi Limfoma dapat menyerang pankreas, kadang hanya primer
tunggal maupun kombinasi tidak berhasil memperpanjang di pankreas tanpa menyerang tempat lain. Manifestasi klinis
usia pasien dan atau meningkatkan kualitas hidup. Beberapa sama dengan adenokarsinoma pankreas, yaitu sakit perut
kemoterapi tunggal seperti 5-FU, mitomisin C, dapat dan berat badan turun, kadang dengan ikterus. Dapat
memperkecil besar tumor, akan tetapi tidak atau hanya sedikit dilakukan konfirmasi diagnosis dengan cara biopsi tumor
memperpanjang usiapasien fturang 20 minggu). Gemsitabin, perkutan dengan bantuan USG. Bila tidak jelas perlu
obat deoxycytidine analogue dllaporkan dapat sedikit dilakukan eksplorasi laparaskopik dan biopsi. Pengobatan
meningkatkan kualitas hidup pasien kanker pankreas sta- standar limfoma adalah kemoterapi, bukan operasi, dan
dium lanjut. Gemsitabin dapat mengurangi keluhan (kontrol berhasil te{adi remisijangka panjang pada sebagian besar
rasa nyeri), meningkatkan penampilan dan berat badan kasus limfoma pankreas.
pasien, akan tetapi perpanjangan usia hanya bertambah
sedikit (l-2 bulan). Metode terapi baru, yaitu kemoterapi
dikombinasi dengan obat baru dengan target molekular TUMOR ENDOKRIN PANKREAS
spesifik seperti epidermal growth factor receptor dan
vascular endothelial growth factor receptor masih dalam Tumor endokrin pankreas (TEP) relatif sangat jarang
tahap eksperimental. dijumpai dalam klinis. TEP dibedakan 2 kelompok, yaitu
fungsional dan non-fungsional. TEP fungsional biasanya
Radioterapi. Pemberian radioterapi telah dicobakan
memberikan manifestasi awal suatu sindrom klinis akibat
dengan berba gai cara, antaralain: kombinasi 5-FU dengan
produksi hormon yang berlebihan, sedangkan tumornya
radioterapi, kemoradioterapi pre-operasi, atau waktu
masih kecil atau tidak terdeteksi. Hanya pada stadium lanjut
operasi (intraoperatiye electron beam radiation), masih
timbul gejala mencolok akibat tumornya yang sudah besar
dalam taraf eksperimental.
dan metastasisnya. TEP fungsional dapat diklasifikasi
Terapi simtomatik. Pengelolaan kontrol rasa sakit pada berdasarkan tipe manifestasi sindrom klinis tertentu.
pasien kanker pankreas diberikan secara bertahap Termasuk kelompok ini ant ara lain: insulinoma, gastrinoma,
tergantung berat ringan sakit dan respons pasien. Sakit glukagonoma, VIPoma, somatostatinoma, dan GRFoma.
ringan dan sedang dapat dimulai dengan pemberian TEP non-fungsional hanya memberikan gejala klinis akibat
analgesik seperti aspirin, asetaminofen, dan obat anti- fumomya yang sudah besar atau metastasisnya.
inflamasi non-steroid. Bila gagal atau sakit berat diberikan Kunci diagnosis dari TEP fungsional adalah sindrom
obat analgesik narkotik seperti morfin, kodein, meperidin, klinis tertentu, dikonfirmasi dengan peningkatan
dan sebagainya. Pengobatan simtomatik lainnya berupa konsentrasi hormon dalam serum pasien. Penentuan letak
dietetik dan substitusi enzim pankreas pada malnutrisi, tumor dan perluasan penyakit sangat penting untuk
pengobatan terhadap diabetes, dan sebagainya. pengelolaan terapi yang tepat. Penentuan lokasi tumor dan
744 HEPAI1OBILIER
metastasisnya yang tepat penting untuk: (l) penentuan Diagnosis insulinoma ditegakkan berdasarkan adanya
jenis terapi yang sesuai seperti bedah reseksi kuratif bedah peningkatan konsentrasi insulin plasma pada saat
reduksi tumor, atau obat antitumor; (2) memprediksi hipoglikemia. Penyebab lain hipoglikemia adalah
prognosis pasien. Metode penentuan lokasi tumor dan penggruraan insulin dan obat anti-diabetes oral (OAD) yang
metastasisnya dapat dengan pemeriksaan CT abdomen tidak tepat, penyakit hati berat, alkoholik, nutrisi jelek, atau
irisan tipis pada pankreas, MRI, USG abdomen, dan tumor ekstra-pankreas. Tes yang paling baik adalah
ultrasonografi endoskopik. Pemeriksaan ultrasonografi pemeriksaan serial konsentrasi glukosa darah, C-peptide,
endoskopik lebih baik dalam menentukan besar tumor dan insulin tiap 4 - 8 jam, dapat dilalarkan sampai maksimum
(dapat mendeteksi tumor kecil <l cm); lokasi tumor dan 72 jam. Bila terjadi serangan hipoglikemia atau konsentrasi
metastasis. Di samping itu banyak TEP mempunyai glukosa < 40 mgldL (< 2,2 mmol/I-) yang menetap, maka
reseptor somatostatin, sehingga dapat dideteksi dengan pemeriksaan harus dihentikan. Sekitar 70-80% pasien
radiolabeled octreotide scan. Somatostatin analog yang insulinoma timbul hipoglikemia dalam24 jampertama dan
mengandung radioaktif disuntikkan intravena, kemudian 98%o dalam4Sjam. Pada insulinoma konsentrasi insulin > 6
diikuti dengan sidikan radionuklir pada seluruh tubuh. mU/mL pada saat konsentrasi glukosa darah < 40 mgldL.
Metode pemeriksaan ini berhasil baik dalam mendeteksi Pada pasien insulinoma didapatkan konsentrasi C-peptide
lokasi tumor dan seluruh metastasis dekat dan jauh. yang tinggi, dan pemeriksaan ini kadang diperlukan untuk
Pengobatan TEP fungsional adalah dengan dua menyingkirkan penyebab lain seperti penggunaan insulin
strategi, yang pertama pengobatan terhadap hormon yang atau OAD yang berlebih.
berlebihan dan akibatnyapadatubuh pasien, yang kedua Terapi insulinoma adalah bedah reseksi atau enukleasi
pengobatan terhadap tumornya sendiri. Sebagian besar tumor. Sekitar 75-95ohpasien sembuh dengan terapi bedah
TEP bersifat ganas, akan tetapi perjalanan penyakit dan saja. Sembilan puluh persen kasus insulinoma adalah
prognosisnya jauh lebih baik daripada kanker eksokrin sporadik, dan l0o/o berhubungan dengan sindrom MEN-1
pankreas. Pada umumnya TEP fungsionil terlambat (multip le endocrine neop I asla). Insulinoma dengan sindrom
didiagnosis, dengan rerata keterlambatan 4-7 tahun setelah MEN-I biasanya tumomya multifokal dan sering residif.
manifestasi klinis pasien, sehingga sebagian besar pasien
tumor sudah tidak dapat direseksi kuratif. Pada tumor sta-
dium lanjut yang tidak dapat direseksi kuratif, terutama GASTRINOM A (ZOLLING ER-ELI,SO,V SyNDROMq
dengan metastasis hati, biasanya diberikan berbagai
modalitas terapi paliatif antara lain bedah paliatif, Gastrinoma, adalah tumor endokrin pankreas yang
embolisasi atau kemo-embolisasi hati, obat antitumor mensekresi gastrin. Hipergastrinemia kronik akan
spesifiklkemoterapi, radioterapi dengan somatostatin ana- menyebabkan hipersekresi asam lambung, hiperplasi
log, dan transplantasi hati. Hasil yang dicapai tergantung mukosa lambung dengan peningkatan jumlah sel parietal
banyak faktor, walaupun pengobatan paliatif dapat dan sel ECL lambung. Gastrinoma memberikan sindrom
memperkecil besar tumor, akan tetapi peningkatan klinis Zo ll inger-E llis on Syndrome (ZE S). Hipersekresi
kelestarian hidup pasieh masih belum memuaskan. asam lambung menyebabkan penyakit ulkus peptikum,
sering berat dan refiakter, dan diare. Gejala klinis sakit perut
terdapat pada 70- 1 00% kasus, diare 37 -73yo, dan esofagitis
INSULINOMA refluks (GERD) 30-35%. Sekitar 10-20% pasien hanya
memberikan gejala diare pada awal penyakit. Akan tetapi
Insulinoma jarang dijumpai pada dewasa muda, biasanya pada era obat anti-sekresi asam yang kuat seperti Hr-
ditemukan pada usia 40-50 tahun, dan 60Yo pasien antagonis reseptor dan penghambat pompa proton (PPI),
perempuan. Insulinoma adalah TEP asal dari sel b ektopik maka keluhan ZES menurun dengan drastis.
pada pankreas yang mensekresi hormon insulin berlebihan Diagnosis ZES ditegakkan dengan pemeriksaan
sehingga menyebabkan hipoglikemia. Sindrom klinis klasik konsentrasi gastrin serum puasa (biasanya kadarnya lebih
insulinoma adalah akibat hipoglikemia pada sistem saraf dari 1000 pglml,) disertai kenaikan basal gastric acid out-
(gejala neurologis) seperti pusing, bingung, disorientasi, put (BAO). Diagnosis banding hipergastrinoma adalah
pandangan kabur, mudah tersinggung, sinkop, bahkan anemia pernisiosa, terapi PPI, gagal ginjal, hiperplasi D-
sampai koma. Juga timbul gej ala produksi katekolamin yang cell, gastrilis atropik, reseksi antrum dan obstruksi
berlebihan akibat hipoglikemia, seperti berkeringat banyak, lambung distal. Sekitar 70-90% kasus gastrinoma tumor
tremor dan palpitasi. Karakteristik serangan timbul pada terletak dalam area segitiga Passaro (kepala pankreas,
waktu puasa, sering pagi hari, bila terlambat makan, atau duodenum, jaringan limfe di posterior dan superior duode-
beberapa jam setelah makan. Insulinoma terdapat pada num). Akan tetapi gastrinomakadang didapatkan di seluruh
kepala, badan atau ekor pankreas, biasanya kecil (> 90% tubuh, sehingga dianjurkan pemeriksaan radiolabeled
besar < 2 cm), biasanya tidak jamak, dan bentuk ganas octreotide scan, dan ultrasonografi endoskopik, dimana
hanya dijumpai pada 5-15% kasus. kombinasi keduanya dapat mendeteksi > 90% kasus
TUMORPAI\IKREAS 745
gastrinoma. Sekitar 50%o gastrinoma adalah ganas dan neurotransmiter yang menstimulasi sekresi klorida usus
sewaktu diagnosis telah ada metastasis di limfonodi dan halus, kontraktilitas usus, menghambat sekresi asam, dan
hati. efek vasodilatasi. VIPoma memberikan sindrom klinis yang
Pada sebagian besar pasien gastrinoma, kenaikan asam terdiri atas: diare cair volume banyak, hipokalemia, dan
lambung dan akibatnya dapat dikontrol secara efektif dehidrasi. Sindrom klinis ini juga disebtt Verner-Mowison
dengan obat penghambat pompa proton.Tindakan bedah syndrome, (Watery Diatrhea, Hypokalemia, Achlorhydria)
yang ideal adalah reseksi seluruh tumor dan metastasisnya. WDHA, dan kolera pankreatika. Gejala utama adalah diare
Pada pasien yang tidak dapat dioperasi, dapat diberikan cair volume banyak (100%), hipokalemia (80-100%),
berbagai caralerapi lain di anlaranya dengan kombinasi dehidrasi (83%), hipoklorhidri a (5 4-7 60/o), dan Jlushing
kemoterapi, analog somatostatin, interferon, (20%). Sebagian pasien disertai hiperglikemia (25 -50%) dan
kemoembolisasi. Pada pasien yang berhasil dioperasi, hiperkalsemia (25-50%). Rerata pasien adalah 49 tahw,
hanya l/3 pasien yang secara biokemik dapat walaupun jarang dapat dijumpai pada anak-anak. Pada
disembuhkan. Walaupun demikian, kelestarian hidup pasien dewasa 80-90% lokasi tumor di pankreas, sisanya
pasien baik, yakni angka kelestarian hidup 1 5tahun pada disebabkan VIP -s ecreting pheochromocytoma, intestinal
pasien tanpa metastasis 85%. Angka kelestarian hidup 5- carcinoid dan ganglioneuroma. Tumor biasanya tidak
tahun pada pasien dengan metastasis hati adalah 20-50%. j amak, 5 0 terletak di ekor p ankreas, dan 3 7 - 6 8 o/o telah
-7 5%o
terjadi metastasis hati sewaktu diagnosis. Pada anak-anak
biasanya disebabkan ganglioneuroma atau
GLUKAGONOMA ganglioneuroblastoma.
Diagnosis pasien berdasarkan gejala klinis diare cair
Glukagonoma adalah TEP yang mensekresi hormon volume banyak dan adanya peningkatan kadar VIP plasma.
glukagon berlebihan, menyebabkan sindrom klinis terdiri Diare cair volume banyak dijumpai juga pada gastrinoma,
atas: dermatitis, intoleransi glukosa atau diabetes, dan pemakaian laksansia berlebihan (abus e),sindrom karsinoid,
berat badan turun. Glukagonoma terjadi pada usia 45 mastositosis sistemik, dan kanker tiroid medular, diare
sampai 70 tahun, dengan gejala klinis khas dermatitis akibat diabetik, dan AIDS. Volume tinja <700 ml/hari dapat
eritema nekrotikan migrans (61 -90%), intoleransi glukosa menyingkirkan diagnosis VIPoma, dan dengan
(40-90%),beratbadanturun(66-96%),anemia(33-85%o), mempuasakan pasien dapat menyingkirkan penyebab lain
diare (15-29%o), dan tromboemboli (11-24%). Kelainan diare cair volume banyak.
laboratorium yang khas adalah hipoaminoasidemia, Terapi utama adalah koreksi dehidrasi, hipokalemia, dan
terdapat pada 26 sampai 100% kasus. Glukagonoma kehilangan elektrolit dengan penggantian cairan dan
biasanya sudah membesar sewaktu didiagnosis, berkisar elektrolit. Pasien mungkin memerlukan 5 liter cairan dan
5-10 cm. Sekitar 50-80% kasus tumor terletak pada ekor >350 meq perhari. Berhubung 37-68% pasien dewasa
pankreas, dan 50- 82% kasus disertai metastasis pada disertai metastasis hati, maka sebagian besar pasien tidak
hati sewaktu didiagnosis. Glukagonoma biasanya tunggal dapat dilakukan terapi bedah kuratif. Pada pasien tersebut
dan jarang ditemukan di luar pankreas. perlu terapi somatostatin analog jangkapanjang, seperti
Konfirmasi diagnosis dengan adanya peningkatan oktreotide dan lanreotide. Oktreotide dapat mengontrol
konsentrasi glukagon plasma, sebagai batasan diagnostik diare pada 87% pasien. Bila tidak responsif dapat
glukagonoma adalah kadar >1000 mg/ml. Pada 90% pasien dikombinasi dengan glukokortikoid. Obat lain yang
glukagonoma konsentrasinya adalah >1000 mglml (nor- memberikan hasil pada sebagian kecil pasien di antaranya
mal <150 mgll-). Konsentrasi glukagon meningkat juga adalah prednison (60- I 00 mgl hari), klonidin, fenotiazin,
pada penyakit insufisiensi ginjal, insufisiensi hati, loperamid, idamidin, litium, propanolol dan
pankreatitis akut, hypercorticism, puasa lama, atau metoklopramid. Terapi pada stadium lanjut adalah
hiperglukagonomia familial. embolisasi, kemoembolisasi, dan kemoterapi.
Pada 50-80o% pasien glukagonoma telah terjadi
metastasis pada waktu diagnosis, sehingga tidak mungkin
dilakukan terapi bedah kuratif. Pada pasien stadium lanjut SOMATOSTATINOMA
perlu diberikan pengobatan khusus antara lain
somatostatin analog, kemoterapi, dan lain-lain, akan tetapi Somatostatinoma adalah tumor endokrin pada pankreas
hasilnya belum memuaskan. atau usus yang menghasilkan somatostatin berlebihan
sehingga menyebabkan sindrom klinik khas: diabetes
melitus, penyakit kantong empedu, diare, dan steatore.
VIPoma Rerata umur pasien 50 tahun, dengan kisaran umur 30 - 84
tahun. Gejala DM dan intoleransi glukosa terdapat pada
VIPoma adalah TEP yang mensekresi berlebihan 55-63% kasus, biasanya ringan. Penyakit kantong empedu
vasoactive intestinal polypeptide (VIP), suatu (kolelitiasis) pada 65-70oh kasus. Diare dan steatore pada
746 HEPATOBILIER
35 - 68% kasus, diare khas defekasi 3-10 kali perhari dengan REFERENSI
tinja berbau busuk. Penyakit ini sering ditemukan secara
tidak sengaja (waktu laparatomi kolesistektomi atau Catatan Medik RSUP Dr Kariadi, Semarang. (tidak dipublikasi).
pemeriksaanUSG dan CT abdomen). Diagnosis ditegakkan Di Magno EP. Pancreatic adenocarcinoma. In: Yamada T, et aL,
berdasarkan sindrom klinis spesifik, konsentrasi editors. Textbook of gastroenterology. 2"d edition. Philadel-
somatostatin-like immunoreactivity (SLI) plasma darah, phia: JB Lippincott Co; 1995. p. 2113-31.
Fisisher WE, Andersen DK, Bell RH Jr, Saluja AK, Brunicardi FC.
dan dari hasil biopsi tumor didapatkan konsentrasi
Pankreas. In: Brunicardi FC, et al, editors. Schwartz's principles
somatostatin jaringan yang tinggi dan peningkatan jumlah of surgery. Str edition. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1274-
sel D. 96.
Hadi S. Tumor pankreas. In: Noer S, et al, editors Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 3'd edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996.
TUMOR ENDOKRIN PANKREAS NON.FUNGSIONAL p. 398-402.
Jensen RT & Norton JA. Endocrine neoplasms of the pancreas. In:
Yamada T, et al, editors. Textbook of gastroenterology. 2"d
Disebut TEP non-fungsional karena tidak memproduksi edition. Philadelphia: JB Lippincott; 1995. p. 2131-60.
atau mensekresi produk yang memberikan sindrom klinis Jensen RT. Endocrine tumors of the gastrointestinal tract and
tertentu. Gejala klinis yang terjadi disebabkan tumomya pancreas. In: Yamada ! et al, editors. Textbook of gastroenter-
sendiri. TEP non-fungsional mensekresi kromogranin A ology. 2"d edition. Philadelphia: JB Lippincott; 1995. p.2220-
(90- 1 00%), laomogranin B (90- I 00%), PP (5 8 %), a-human 31.
chorionic gonadotropin (a-hCG) (40%) danb-hCG (20%), Mayer RJ. Pancreatic cancer. In: Kasper DL, et al, editors. Harrison's
principal of intemal medicine. 16s edition. New York: McGraw-
tetapi tanpa memberikan gejala klinis spesifik. Pasien
Hill; 2005. p. s37-9.
biasanya didiagnosis pada stadium lanjut, akibat invasi Sumaryanto. Karsinoma pankreas di Semarang. Maj Ked Diponegoro.
tumor atau metastasis hati(64-95%) dan biasanya tumor 1992;1(suppl):151-5.
sudah besar (T2ohbesar>5 cm). Gejala yang umum adalah Takhar AS, Palaniappan P, Dhingsa R, Lobo DN. Recent develop-
sakit perut (30 -80oA), ikterus (20-35%),berat badan turun, ments in diagnosis of pancreatic cancer. BMJ. 2005;329:668-
lesu, atau perdarahan. Rerata waktu antara pertama kali 73.
timbul gejala sampai didiagnosis adalah 5 tahun.
Diagnosis ditegakkan dari hasil histopatologi biopsi
tumor. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik
untuk tumor jenis ini. Terapi reseksi tumor hanya dapat
dikerjakan pada sebagian kecil pasien. Terapi ditujukan
hatya pada fumor dan metastasisnya.
119
TINDAKAN INTERVENSI
PADA PENYAKIT HATI
Agus Sudiro Waspodo
7.47
748 HEFAI1OBII.IE,R
Kanul ini tidak memiliki distal hole, berukuran 17 gauge sangat rendah. Selain rembesan, perdarahan, infeksi,
dan panjang jarum 7 cm. Keuntungannya adalah aliran perforasi intestinal merupakan hal yang jarang te{adi setelah
cairan asites menjadi lebih lancar karena ujung kanula tidak tindakan LW. Meski demikian laporan te4'adinya komplikasi
tertutup oleh lapisan lemak peritoneum saat tindakan perdarahan padapasien dengan koagulopati berat belumlah
dikefakan. diketahui (masa protombin > 2 I detik, INR < 1,6 ; trombosit <
Dokter atau perawat harus tetap mendampingi pasien 50.000/mm3). Hal ini disebabkan karena banyak penelitian
selama tindakan ini dikerjakan, untuk mengamati dan yang mencantumkan hal-hal tersebut di atas sebagai kriteria
menjaga aliran tetap lancar. Acapkali diperlukan perbaikan eksklusi.
posisi jarum, atau perbaikan posisi pasien apabila terjadi
hambatan aliran cairan. Untuk menghindari perubahan
posisi kanula karena gerakan abdomen akibat respirasi, PENUTUP
sebaiknya kanulatetap dipegang sampai prosedur selesai.
Meskipun parasentesis telah diterima sebagai terapi lini
Pencabutan kanul. P encabutan kanul dilakuk an ap ablla
pertama large ascites namun masih menyisakan beberapa
aliran tetap tersendat meski perbaikan posisi telah
isu kontroversi.
dilakukan. Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini
berkisar 30 90 menit, tergantung pada banyaknya cairan Parasentesis vs diuretika. Kontroversi pertama
asites yang dikeluarkan. membandingkan metode LVP + penambahan plasma
Apabila kanula telah dicabut, pasien dianjurkan tidur ekspander sebagai lini pertama pengobatan large ascites
miring ke kanan, berlawanan arah dengan posisi saat versus penggunaan diuretika saja. Meski muncul beberapa
parasentesis dikerjakan, selama 2-3 jam. Hal ini perasaan skeptis, namun banyak studi telah memperlihatkan
dimaksudkan untuk memberi kesempatan penutupan bahwa parasentesis efektif, aman dan merupakan terapi yang
lobang bekas parasentesis, sekaligus mencegah terjadinya cepat dengan sedikit efek samping seperti ensefalopati dan
rembesan cairan asites. Upaya mengurangi risiko disfungsi renal bila dibanding dengan pemberian diuretik.
terjadinya rembesan dengan melakukan tusukan yang Meski penggunaan plasma ekspander (albumin) terasa
dikenal sebagai Z trackingbelumterbukti. Bahkan metode mahal untuk sebagian negara tertentu, namun masih lebih
ini diduga akan meningkatkan laserasi pembuluh darah murah apabila diperhitungkan dengan biaya lama rawat
dinding abdomen. Infus albumin (6-8 g per liter cairan yang rumah sakit bila diobati hanya dengan diuretika. Demikian
dikeluarkan) diberikan segera setelah prosedur. Pasien juga halnya dengan keadaan asites refrakter.
rawat jalan dapat dipulangkan dari rumah sakit pada hari
Plasma ekspander. Kontroversi yang lain adalah tentang
yang sama.
pemakaian plasma ekspander Tindakan LVP tanpa
penambahan plasma ekspander akan mengakibatkan
disfungsi sirkulasi yang ditandai oleh penurunan efektifitas
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI "arterial blood volume". Pada keadaan ini pemberian albu-
min lebih efektif daripada plasma ekspander lainnya seperti
Indikasi. Parasentesis diagnosis harus dilakukan sebagai
dekstran-70 atalupolygeline seperti yang diperlihatkan oleh
upaya membuat diagnosis penyebab asites pada kasus- penelitian Gines pada Gambar 1.
kasus asites baru. Parasentesis terapi dilakukan sebagai
pilihan pengobatan pada pasien asites besar karena sirosis,
juga merupakan terapi lini pertama pada pasien asites
refrakter.
750
BIOPSIII'TTI 751
BIOPSI HATI PERKUTAN aspirasi untuk membuat tekanan negatif di dalam tabung
injeksi, sementara pasien menahan napas setelah ekspirasi,
Biopsi hati yang dilakukan perkutan (dapat dikelompokkan jarum dengan tekanan negatif dengan cepat ditusukkan
atas lokasi tusukan) baik dikerjakan secara membuta ke dalam jaringan hati dan dengan cepat jarum ditarik
maupun dengan tuntunan dengan atautarlpa menyumbat kembali (tindakan dilakukan dalam sekali gerakan), Saat
alur bekas tusukan. ini jarum biopsi yang sering dipergunakan di divisi
Hepatologi FKUI/RSUPN Ciptomangunkusumo adalah
jarum biopsi disposibel (Hepafix) yang mempunyai prinsip
rRAlrsrHo RActc (TRANSPARiETAL) AND SUB- kerj a mirip dengan jarum Menghini.
cosTAL (rrvrERcos TALS) LtvER Bto PsY
Jarum Tru-cul Jarumbiopsi ini terdiri dariinner cutting
needle dan outer cannula (Gambar 2).
Teknik
Pasien berbaring telentang. Batas hati paru ditentukan
dengan pemeriksaan j asmani atau dengan pemeriksaan US .
Sebaiknya ditentukan dengan pemeriksaan US.
Setelah dilakukan anestesi lokal dengan seksama pada
target (daerah interkostal 8 dan 9 pada garis mid aksilar)
jarum biopsi ditusukkan pada saat pasien menahan napas
setelah akhir ekspirasi di lokasi tersebut. Arah jarum
Gambar 2. Jarum bioPsi lru-cu.
Mempunyai bagian inner cutting
posterocranial untuk menghindari tusukan pada kantong
empedu.
Jarum Menghini. Prinsip kerjadarijarumbiopsi ini adalah Untuk mengoperasikan alat ini diperlukan alat
aspirasi pada tekanan negatif. Jarum yang dipergunakan tambahan biopter (Bioptyru gun). Saat ini banyak tersedia
biasanyaberukuran 1,4 mm (Gambar 1). jarum disposibel yang mempergunakanprinsip kerja Tru-
Jarum biopsi menghini yang terhubung dengan tabung cut. Jarum ditusukkan ke dalam target biopsi dalam posisi
injeksi yang berisi cairan steril 3ml ditusukkan ke dalam inner cutting terbuka. Jaringan terpotong saat biopter
sesuai dengan arah anestesi lokal. Dua ml cairan menembakkan outer canula sehingga memotong jaringan
disunti}ftan untuk membersihkan fragmentasi jaringan yang sasaran, tru-cut berguna untuk biopsi lesi fokal di hati.
terbawa di dalam lubang jarum. Kemudian dilakukan Bila dibandingkan keduatipe jarum tersebut dikatakan
bahwa penggunaan Tru-cut memiliki morbiditas dan
mortilitas lebih tinggi dari pada jarum Menghini (3,5/1000
vs l/1000).
Observasi pasca tindakan. Pada 2 jam pertama pasca
tindakan observasi dilakukan tiap 15 menit, 2 jam
berikutnya tiap 30 menit dan tiap satu jam untuk 2 jam
berikutnya. Tramadol atau petidin lebih baik diberikan saat
tindakan dilakukan. Bilamana tindakan ini dikerjakan pada
Oo pasien one day care sebal?,nya dikerjakan pada pagi hari.
Sebaiknya pasien tetap berbaring di tempat tidur miring ke
Gambar 1. Skema jarum biopsi hati menghini kanan selama 2 jam setelah tindakan.
752 HEPATOBILIER
PENDAHULUAN diperlukan.
Ada empat macam kategori penyakit hati yang
Welch, pada tahun 1955 melakukan transplantasi hati diindikasikan untuk dilakukan transplantasi hati yaitu :
pertama kali pada anjing. Pada tahun 1963, Starzl dan l). Penyakit hati kronik irreversibel oleh sebab apapun;
kelompoknya pertama kali melakukan transplantasi hati 2). Keganasan hati non metastatik; 3). Gagal hati fulminan;
pada manusia dengan sukses. Sejak saat itu ia melanjutkan 4). Gangguan metabolisme herediter.
usahanya di Denver. Dari berbagai pusat transplantasi hati Banyak pusat transplantasi hati di dunia melakukan
yang ada, maka pusat yang dipimpin oleh Calne di kota transplantasi hati pada orang dewasa dengan kelainan
Cambridge berkembang pesat di samping yang penyakit hati seperti pada Tabel 1.
dikembangkan oleh Starzl di Denver. Namun di Amerika Serikat, terdapat WOS guideline
MenurutAmerican Liver Foundation, ada 5000 pasien (the United Network for Organ Sharing) seperti yang
dengan end-stage liver disease yang memerlukan terdapat pada Tabel 2.
transplantasi hati untuk kelangsungan hidupnya. Banyak indikasi transplantasi hati yang masih
Banyak pasien terlambat dirujuk ke pusat kontroversial seperti penyakit hati alkoholik, sirosis oleh
transplantasi hati dan banyak pasien yang dirujuk dengan karena infeksi virus hepatitis B dan C, keganasan pada
penyakit hati stadium terminal (sudah meninggal saat
menunggu waktu untuk transplantasi hati). Hal ini
memerlukan kesiapan dari dokter untuk menentukan
kriteria dan kapan waktu rujukan ke pusat transplantasi
hati dilakukan. Primary biliary cirrhosis Biliary atreasia
Sclerosing cholangitis lnborn errors of
Fulminant liver failure metabolism
Hepatitis (viral, drug, toxin) Acute liver failure (viral,
SELEKSIRESIPIEN toxic, metabolic)
Metabolic liver disease
Reye's syndrome
Rujukan dini pada pasien yang memerlukan transplantasi Alcoholic cirrhosis
Hepatitis
hati sangat menentukan keberhasilan proses transplantasi Postnecrotic cirrhosis
Neonatal hepatitis
tersebut. Secondary biliary cirrhosis
Familial cholestasis
Autoimmune liver disease
Ada tiga kriteria umum resipien yang akan dilakukan Arterial thrombosis
Hepatic traumas
transplantasi hati, yaitu :
1). Tidak ada tindakan
Polycystic liver
Rejection
operasi maupun pengobatan medik yang dapat Budd-chiari syndrome
Tumor
memperpanjang harapan hidup pasien; 2). Tidak ada
Veno-occlusive disease
komplikasi penyakit hati kronik yang menyebabkan Primary nonfunction
peningkatkan risiko operasi atau kontra-indikasi Rejection
dilakukannya trans-plantasihati; 3). Adanya pengertian Tumors (benign, malignant,
dari pasien dan keluarganya tentang konsekuensi trans- metastatic)
plantasi hati meliputi risiko, keuntungan, dan biaya yang
753
754 HEFANOBII.IER,
SELEKSI DONOR
Status 1
Fulminant hepatic failure. Onset within 8 weeks of initial Pemilihan donor dipertimbangkan sebagai berikut :
symptoms and one of the following: stage 2 encephalopathy
bilirubin >15 mgidl
l. Usia 2bulat- 65 tahun
NR >2.5 2. Dengan trauma otak yang menyebabkan kematian
hypoglycaemia (glucose level <50m9/dl) batang otak
Primary non function of graft transplanted within 7 days
Hepatic artery thrombosis occurring within 7 days of
3. Adanya kecocokan ABO dan HLA
transplantation 4. Adanya kesediaan dari keluarga donor dengan bukti
Acute decompensated Wilson's disease informed with consent
Status 2A
5. Tidak ada penyakit membahayakal yarrg ditularkan
:
Patient with chronic liver failure and a Child-Pugh score 10 in oleh donor.
the critical care unit, with a life expectancy without a liver
transplant of less than 7 days, with at least one ofthe
following criteria:
unresponsive active variceal haemorrhage with failure or KOMPLIKASI
contraindication of surgical or transjugular intra-hepatic
shunt
hepato renal syndrome Selama dan setelah dilakukan transplantasi dapat terjadi
refractory ascites/hepato-renal syndrome (hydrothorax) komplikasi pada resipien yang meliputi :
stage 3-4 encephalopathy unresponsive to therapy 1. Komplikasi berkenaan dengan prosedur
Contraindications to status 2A listing:
extra-hepatic sepsis unresponsive to antimicrobial therapy Meliputi infeksi, hemia, granuloma pada jahitan fasial,
requirement for high dose or two or more pressor agents limfokeles, perdarahan, trombosis, stenosis, peritoni-
to maintain an adequate blood pressure tis, localized bile collection, dan pseudoaneurisma.
severe, irreversible multi-organ failure
2. Kegagalan graft peioperutif
Status 28 Kecepatan re-transplantasi pada 3 bulan pertama pasca
Patients with chronic liver disease and a Child-Pugh s c o r eI pembedahan menc apai 10-20%. Adaempat alasan utama
10 or
> 7 and one or more of the following clinical considerations: penyebab kegagalan ini:
unresponsive variceal haemorrhage a. Teknik operasi yang tidak sempuma
hepato-renal syndrome
spontaneous bacterial peritonitis b. Penyakit hati yang tidak diketahui pada donor hati
refractory ascites/hepato-renal syndrome (hydrothorax) c. Iskemikjaringan grafi
Liver transplant candidates with hepato-cellular carcinoma can
be registered as status 28 if
d. Rejeksi
they meet the following criteria: 3. Komplikasinonteknis
thorough assessment has excluded metastatic disease Tiga penyebab utama komplikasi ini meliputi hipertensi,
recipient has one nodule S 5 cm or three or fewer nodules infeksi, dan rejeksi (akut dan kronik).
all <3cm
patient is not a resection candidate
Status 3
Patient with chronic liver disease and child-Pugh score > 7 PENOLAKAN GRAFT
siklosporin dan takrolimts (calcineurin inhibitor). Obat dan produktivitas pasien dibandingkan sebelumnya.
ini diberikan sebelum memulai dan setelah tindakan Sampai awal tahun 1970, jumlah pasien dengan
transplantasi. Jika tidak dapat mentoleransi obat ini dapat perpanjangan usia I tahun hanyalah 10 %. Kemudian
ditambahkan azatioprin untuk mencapai efek imunosupresi sering dilaporkan hasil yang lebih baik. Dari Denver
yang adekuat. Beberapa bulan setelah kondisi jaringan dilaporkan sejak tahun 1970, perpanjangan usia 1 tahun
hati donor stabil, dosis obat dapat diturunkan secara yang dapat dicapai dengan transplantasi hali adalah3}%io.
gradual. Selama fase pemeliharaan, dosis obat Oleh Starzl dilaporkan bahwa selama dua tahun terahir ini
imunosupresan dipertahankan pada konsentrasi yang angka perpanjangan usia I tahun adalah 5.0%. Delapan
rendah yang masih dapat mempertahankan jaringan pasien perpanjangan usianya sudah lebih 3 tahun bahkan
transplan. Hal ini disebabkan efek samping obat ada yang sampai 8 tahun. Hasil-hasil tersebut sangat
imunosupresan terkait dengan dose related. tergantung dari banyak faktor yang sudah diuraikan di
atas terutama perawatan dan manajemen sebelum, selamq
Imunosupresan lainnya. Selain obat yang telah disebutkan
maupun sesudah transplantasi oleh tim, terutama ahli
dapat juga digunakan mycophenolal mofetil, serolimus,
hepatologi dan gastroenterologis. Data terakhir
antilymphocyte antibody, dan specific monoclonal dnti-
menunjukkan survival atfiveyears adalah35% untuk yang
body (basiliximab dan diclizumab) sebagai alternatif
mendapat liver baru dari donor yang berumur lebih 60
kombinasi maupun kalau ada kontraindikasi pemberian
tahun. Bila donor kurang dari 60 tahun, kesintasan72Yo.
obat di atas.
REFERENSI
KUALITAS HIDUP
WF. Transplantation for childhood liver disease: an over-
Balisteri
Umumnya kualitas hidup pasien dengan transplantasi hati view. Liver Transpl Surg. 1998;44(51):51 8.
baik. Meskipun keberhasilan transplantasi ini tidak Busutil RW, et at. Split liver transplantation. Ann Surg.
mengembalikan pasien menjadi normal namun hidup 1999;229(3):3t3.
Edward EB, et al. The effect of the volume of procedures at the
dengan obat imunosupresan yang minimal. Proses
transplantation centers on mortality after liver trans-
transplantasi ini akan memperpanjang daya tahan hidup plantation. N Eng J Med.l999;341:2049
756 HEPAIOBILIER
Garcia RF, et al- Transplantation for primary biliaryiirrhosis: organized by The American Soiiety of Trairs-plant Physicians
retrospective analysis of 400 patients in a single center. and The American Association for the Study of Liver Diseases.
Hepatology. 2001 ;33:.22. Liver Transpl Surg. 1997,'3:628.
Ghobrial RM, et al. Orthotropic liver transplantationfor hepatitis Marcos D, et al. Right lobe living dolor liver tiansplantation.
C. Annals Swg. 1999;229(6):824. Transplantation. I 999;68 :798.
Internet. Factors predicting success in liver transplantation. Ar- McAlister VC, et al. Sirolimus-tacrolimus combination
chives of surgery.2005; 140:27 3-7. immunosoppression. Lancet. 2000;3 55(9201):37 6.
Keefe EM. Living donor liver transplantation. Rev Gastroenteral Sherlock S, Dooley J. Hepativ transplantation. Disease of the liver
Disord.2001;1:113. and biliary system. 1lt edition. London: Blackwell-Publishing;
Levy M, et al. The elderly liver transplant. recipient: a call for 2002. p. 657-79.
caution. Ann Surg. 2001;233:107. Tillman HL. Successful orthotopic liver transplantation.
Lacey M, et al. Minimal criteria for placement of adults on liver Gastroenterol. 2001; 120:1561.
transplant waiting list: a report of a national conference