Anda di halaman 1dari 131

98

FISIOLOGI DAN BIOKIMIA HATI


RifaiAmirudin

EMBRIOLOGI

Hati, duktus bilier dan pankreas mempunyai hubungan


yang erat. Secara embriologi, stnrktur-struktur ini berasal Hati
Tepiiga
dari struktur embriologi yang sama. Kelainan pada struktur Kandung empedu
embriologi ini bisa menyebabkan gangguan pada
kehidupan di kemudian hari. (Gambar 1) tas terluar selapul
s bagian kan

Duodonum

Dultus bliari! tomunis


Gambar 2. Gambaran anatomi permukaan hati
fr,
/i
HEti ./
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat
l^
,J)
aar"v -"-".,"^r,
"" "l celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis.
Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang
Pankreas dorsal
Duktus sistikus dan vgnlrel
eislilus mengandung arteri hepatika, vena porta dan duktus
PanlErs ronbal Duttus biil.ris koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan
di balik kandung empedu.
Gambar t.
Embriologi hati, traktus biliaris dan p6nkreas. (a) Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2
Perkembangan anatomi ttraktus biliaris pada kehamilan 5 minggu. lobus oleh adanya perlekatan ligamentum Jb-lqlfo-rm yaitu
(b) Pada kehamilan 7 minggu, setelah tefladi fusi antara duktus lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali
pankreatikus dorsalis dan ventralis.
lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan
kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat
ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang
ANATOMI disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup
oleh vena kavainferior dan ligamentum venosum pada
permukaan posterior. Hati terbagi aahm.8;igrcl dengan
Hati fungsi yang berbeda. Pada dasamya, garis Qanllie yang
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah
1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa
membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan
yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-
abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan kadang dijadikan batas feseksi. Pembagian lebih lanjut
fungsi yang sangat kompleks (Gambar 2). Batas atas hati menjadi 8 segmen didasarkan pada aliran cabang pembuluh
berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh masing-masing
bawahmenyerongke atas dari iga IXkananke igaVIII kiri. segmen. (Gambar3)

627
628 HEPATQIBII IE'R

mengembang secara bertahap bila saluran empedu


membesar.
Saluran empedu intrahepatik secara perlahan menyatu
membentuk Saluran yang lebih besar yang dapat
menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di dalam
segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini
membentuk sebuah saluran di anterior dan posterior yang
kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus kanan.
Pada beberapaorarg, duktus hepatikus kanan berada t I
cm di luar hati. Duktus ini kemudian bergabung dengan 3
segmen dari segmen hati kiri (duktus hepatikus kiri)
menjadi duktus hepatikus komunis.
Gambar 3. Gambaran segmen-segmen fungsional hati. Hati Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari
dapat dibagi menjadi 8 segmen berdasarkan pada suplai darah
dan saluran empedu kandung empedu, duktus hepatikus menjadi duktus
koledokus. Pada beberapa keadaan, dinding duktus
koledokus menjadi besar dan lumennya melebar sampai
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat mencapai ampula. Biasanya panjang duktus koledokus
50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal sekitar 7 cm dengan diameter berkisar anlara 4-12 mm.
yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun Kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari
radial mengelilingi vena sentralis. Di antaru lembaran sel jalinan pembuluh darah cabang arteri hepatika kanan.
hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang (Gambar5)
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika.
Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang
merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi
menghancurkan bakteri dan benda asing lain di dalam
tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama
pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ
toksik.
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika
yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat
saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang
dinamakan &gdl@ empedu yang berjalan diantara
lembaran sel hati. (Gambar 4)

Gambar 5. Anatomi dari kandung empedu dan traktus


biliaris

Kandung empedu dapat menampung + 50 ml cairan


empedu dengan ukuran panjang 8-10 cm dan terdiri atas
fundus, korpus dan kolum. Lapisan mukosanya membentuk
cekungan kecil dekat dengan kolum yang disebut kantong
Hartman, yang bisa menjadi tempat tertimbunnya batu
empedu.

Gambar 4. Lobulus hati


HISTOLOGI
Sistem Bilier dan Kandung Empedu
Empedu yang dihasilkan hepatosit akan diekskresikan ke Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi
dalam kanalikuli dan selanjutnya ditampung dalam suatu + 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel
saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati yang epitelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan
secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya
lagi. Saluran kecil ini memiliki epitel kubis yang bisa endotelium, sel Kupffer dan sel Stellata yang berbentuk
FISIOLOCI DAT{ BIOKIMIA HATI 629

seperti bintang. FISIOLOGI


Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang
tersusun melingkari eferen vena hepatika dan duktus
hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatika Hati
dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam.
didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai Sirkulasi vena porta yang menyuplai 7 5% dai suplai asinus
memegang peranan penting dalam fi sisiologi hati, terutama
konsekuensiny a, akan didapatkan variasi penting
kerentanan j aringan terhadap kerusakan asinus. Membran dalam hal metabolisme krlllohidrat, protein dan asam
hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang lemak. Telah dibuktikan bahwa pada zona-zona hepatosit
mempunyai banyak mikrofili. Mikrofrli juga tampak pada
yang memperoleh oksigenasi yang lebih baik (zona l)
sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan mempunyai kemampuan glukoneogenesis dan sintesis
merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu.
glutation yang lebih baik dibandingkan dengan zona 3.
Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan (Gambar6)
penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengan
sebelahnya.
Sinusoid hati memiliki lapisan endotelial berpori yang
dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Dlsse (ruang
perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding
sinusoid adalah sel fagositik Kupffer yang merupakan
bagian penting sistem retikuloendotelial dan sel Stellata
(uga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki
aktivitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan
aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting
dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktivitas sel-
sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci dalam
pembentukan fibrosis di hati.
fofi8l
,Gin {er{rd./ein

Gambar 6. Asinus hati. tampak oksigenasi pada


Fungsi Hati zona 1 lebih baik dibandingkan zona 3
Metabolisme Karbohidrat
Apolipoprotein
Fungsi utama hati adalah pp"lsbentuk4n dan elskresi
Asam lemak
Asam amino transaminasi dan deaminasi
e4qedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak gqtu
Simpanan vitamin larut dalam lemak tlter_pq han ke dalam rry,s.-halus. Unsur utama empedu
Obalobatan dan konjugasinya adalah $_QA), elektrolit, CC&m-empg{u. Walaupun
Sintesis Urea bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir
Albumin metabolisme dan secara fisisiologis tidak mempunyai peran
Faktor pembekuan
Komplemen C3 dan C4
aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan
Feritin & transferin saluran empedu, karena bilirubin @pat memberi warna pada
Protein C reaktif jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Haptoglobin
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah
o1-antitripsin
o-fetoprotein menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogsnesjs). Dari
o2-makroglobulin depot glikogen ini disuplai glulosa secara konstan ke darah
Seruloplasmin
lglikogenali_sis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Ekskresi Sintesis empedu
Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk
Metabolit obat
menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen
Endokrin Sintesis 2S-hidroksilase vitamin D
(yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan
lmunologi Perkembangan limfosit B fetus
Pembuangan kompleks imun sirkulasi dalam j aringan subkutan).
Pembuangan limfosit T CD8 teraktivasi Fungsi hati dalam metabolisme Lrotein adalah
Fagositosis dan presentasi antigen erupa albr.rm:n (yang
Produksi li popolysaccha ride-bi nd ing prote i n
Penglepasan sitokin, seperti TNFo,
dip erlukan untuk memp ertahankan tgkarur-o,:motik
interferon kolgld), prolrouhin, @!ggge!, dan fakfor-bekuan lainnya.
Transpor imunoglobulin A Fungsi hati dalam metabolisme-lema\ adalah menghasil-
Lain-lain Kemampuan untuk regenerasi sel-sel hati
Pengaturan angiogenesis
kan liooorotein. kolesterol- fosfolioid dan asam
asetoasetat.

-
630 HEPATOBIUER

Regenerasi Hati
Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa
Komposisi Empedu
tetap mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Ketika
Konstituen Keterangan
kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah telbgllas,
maka sekelompok sel ph4:ipo_tensial oval yang berasal dari Asam Empedu Berikatan dengan taurin, glisin atau
sulfat
duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga Asam kolat Terutama efisien pada sirkulasi
terbentuk kembali sel-sellepatosit dan sel-sel bilier yang enterohepatik
tetap mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Asam
kenodeoksikolat
Kemampuan hati untuk beregenerasi setelah perlukaan Asam deoksikolat
jaringan atau reseksi bedah sangat mencengangkan. Dari Asam
penelitian pada model binatang ditemukan bahwa hepatosit ursodeoksikolat
(umlah kecil)
tunggal dari tikus dapat mengalami pembelahan hingga + Bilirubin Terutama berikatan dengan glukoronid
34kali, atau memproduksi jumlah sel yang mencukupi sel- Kolesterol Sepertiga direabsorbsi kembali di usus
sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dapat Trace metal Besi, mangan, zink, tembaga & timbal
Metabolit Obat Cenderung mempunyai berat molekul
dikatakan sangatlah memungkinkan untuk melakukan yang lebih besar dibandingkan yang
hgp4lekQltli hingga r/? rlari seluryh hati. diekskresikan dalam urin
Metabolit lipofi lik biasanya berkonjugasi

Fungsi lmunologi
Hati merupakan komponen sgntral sistem imun. Sel Kt,fffer, ditransport ke dalam sirkulasi sebagai sebuah kompleks
yang meliputi l5%o darl massa hati serta 80% dari total dengan albumin, walaupun sejumlah kecil dialirkan ke
populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat dalam sirkulasi secara terpisah. Bilirubin larut lemak akan
penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari diubah menjadi larut air oleh hati melalui beberapa langkah
luar tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada yang terdiri atas fase pengambilan spesifft, konjugasi dan
limfosit. ekskresi. (GambarT)
Sebenamya bilirubin terkonjugasi tidak direabsorbsi
dari duktus biliaris atau usus melainkan pada kolon. Kolon
SEKRESI EMPEDU, SISTEM BILIER DAN dapat mengkonjugasi bilirubin dan mengkonversi menjadi
KANDUNG EMPEDU tetrapirol larut air yang dikenal sebagai urobilinogen. Kira-
kira setengah dari urobilinogen akan direabsorbsi dan
diekskresi oleh ginjal dan dikeluarkan bersama feses
E!!edu sebagai sterkobilin.
Empedu berperan dalam membantu p_enrql4qrtn dan
absomsi lemak, ekskresi metabolit hati dan produk-sisa
seperti kolesterol, bilirubin dan logam berat. Sekresi f D".trrt s' -_l IKatrbol,sm;l f Entropoiffil
lsel darah merahllprotein Hem llsuinsum tulang I
empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu
primer) dan kolangiosit yang terletak sepanjang duktulus
B iliru b in
empedu. Epitel bilier berperan dalam menghasilkan 40%
dari 600 ml produksi empedu setiap hari.
Ciculating albumin
Asam-asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalam b ili ru b in (u n c o n ju g ate d )
hepatosit, diperbanyak pada struktur cincin hidroksilasi
B iliru b in
dan bersifat larut dalam.air akibat konjugasi dengan glisin, te rko nju gas
H ali i

taurin dan sulfat. Asam empedu mempunyai kegrrnaan te rko nju g as i yang
be rs irku la si
seperti deterj en dalam mengemulsi lemak, membantu ke{a
enzim pankreas dan penyerapan lemak intraluminal.
Konjugasi garam-garam empedu selanjutnya direabsorbsi
oleh transpor aktif spesifik dalam ileum terminalis,
walaupun sekitar 20o/o empedu intestinal dikonjugasi oleh
bakteri ileum. Empedu yang tidak direabsorbsi akan
memetabolisme bakteri dalam kolon dan + 50oZ akan
direabsorbSi kembali. (Tabel 2)
B-dinLin, suatu pigmen kuning dengan sebuah struktur Sterkobilinogen feses
tetrapirol yang tidak larut dalam air berasal dari sel-sel Dekonjugasi bakteri
darah yang telah hancur (75%), katabolisme protein-
protein hem lain (22"/o) daninaktivasi erihopoiesis sumsum Gambar 7. Metabolisme bilirubin
tulang (3%). Bilirubin yang tidak terkonjuga'si akan
FISIOI.OGI DAIY BIOKIMIA TIITTI 631

Peranan Traktus Biliaris kolesistokinin (CCK) merupakan stimulus fisisiologis yang


Sesaat setelah empedu diekskresi oleh hepatosit, empedu paling potensial bagi kontraksi kandung empedu
tersebut akan mengalami modifikasi pada saat melalui disamping adanya komponen saraf otonom dan saraf
saluran biliaris. \{g(i{fuisi tersebut meliputi, penarikan air parasimpatis lainnya yang dapat menyebabkan rela]sasi
melalui proses osmosis paraselular ke dalam empedu, kandungempedu. Kadar CCK dapat pedngkat sebagai
pemisahan glutation menjadi asam amino ya;rg dapat tanggapan terhadap diet asam amino rantai panjang dan
diabsorbsi kembali (seperti glukosa dan beberapa asam karbohidrat. Efek utama hepatobilier pada hormon sekretin
organik), dan sekresi bikarbonat dan ion-ion klorida secara adalah meningkatkan sekresi cairan dan elek!rclit oleh
aktif ke dalam empedu oleh mekanisme yang bergantung eoitelium biliaris.
pada regulator transmembran fibrosis sistik (RTFC).

Kandung Empedu
Hasil Laboratorium Kemungkinan Penyakit
Kandung empedu mempunyai peranan penting dalam
Hanya transaminase yang Pertimbangkan asal non-
pencernaan lemak. Kandung empedu menampung + 50 ml
meningkat hepatik, misalnya miositis,
empedu yang dapat dibuat kembali dalam merespons infark miokard, hemolisis
pencernaan makanan. Dalam keadaan puasa kira-kira Hanya y GT yang Pertimbangkan intoksikasi
meningkat alkohol, enzim terinduksi obat-
setengah dari empedu secara terus-menerus dialirkan obatan, fase awal intiltrasi
kedalam kandung empedu untuk disimpan. Selama empedu hepatik dan fatfy /lver (steatosis
berada dalam kandung empedp, maka akan terjadi hepatik)
Fosfatase alkali Pertimbangkan asal ekstra
peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya hepatik. Biasanya dihubungkan
meningkat namun y GT
proses reabsorpsi ion-ion natrium, kalsium, klorida dan normal dengan kelainan tulang, periksa
bikarbonat, diikuti oleh difusi air sehingga terjadi kadar kalsium, fosfat, hormon
paratiroid.
penurunan pH intrasistik. Kandung empedu mampu Hanya hiperbilirubinemia Bukan hemolisis dan sindrom
menurunkan volumenyajika diisi empedu 80-90%. Gilbert.

Kontrol Motilitas dan Sekresi Bilier


Kandung empedu, saluran empedu ekstrahepatik dan BIOKIMIAWIHATI
sfinkter Oddi merupakan struktur yang berperanan penting
pada pergerakan dan pengaliran empedu. Hormon
Kimia Darah
Pemeriksaan kimia darah digunakan untuk mendeteksi
kelainan hati, menentukan diagnosis, mengetahui berat
Petanda Nilai lnterpretasi ringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan
Normal penilaian hasil pengobatan.
Bilirubin 5-18 umol/l Tidak spesifik untuk penyakit hati, Pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase,
meningkat juga pada Bemplisis dan
obS!ruXst-bjliCr Jika berdiri sendiri,
alkali fosfatase, 1CT dan albumin sering disebut sebagai
pertimbangkan hiperbilirubinemia tes fungsi hati atau LFTs. Pada banyak kasus, tes-tes ini
herediter dapat mendeteksi penyakit hati dan empedu asimtomatik
SGOT/AST 5.40 IU/I Meningkat sesuai inflamasi atau
SGPT/ALT 5-35 IU/I qqlpSts hepatosit. Biasanya tidak sebelum munculnya manifestasi klinis. Tes-tes ini dapat
diperlukan untuk mengukur kedua- dikelompokkan dalam 3 kategori utama, antara lain: 1).
nya, namun rasio AST:ALT > 2
cenderung ke penyakit bgstjlis
Peningkatan enzim aminotransferase (uga dikenal sebagai
alkoholik transaminase), SGPT dan SGOT, biasanya mengaruh pada
Fosfatase 30-130 lU/l ffis-an-ya meningkat bersamaan perlukaan hepatoselular atau inflamas|' 2). Keadaan
Alkali obstruksi bilier atau
y-GT 5-50 lU /l . Fosfatase alkali patologis yang memengaruhi sistem empedu intra dan
oleh tglgrg, urus, ekstrahepatis dapat menyebabkan peningkatan fosfatase
alkali dan yGl 3). Kelompok ketiga merupakan kelompok
dan g!eselta
Albumin 3,5-4,5 gr/L Menunjukkan lgrysi sintesis hati
Konsentrasi dapat mgllurun pada yang mewakili fungsi sintesis hati, seperti produksi
malgEselpsi, protein-losing entero- albumin, urea dan faktor pembekuan. Pada keadaan
pafhy, penyakit kritis (kebalikan dari
fase akut protein), luka [aKar, dan terjadinya gagal hati akut, gluko-s-a darah dan pn-q.rtlgri
sindrom nefrotik. dapat juga dipertimbangkan sebagai petanda bantuan
LDH 240-524 SensitifitaE-dan spesifisitasnya
cadangan fungsional hati. Bilirubin dapat meningkatpada
tu/t rendah pada penyakit hati. Mungkin
meningkat pada fie.patilis-S@ik. hampir semua tipe patologis hepatobilier.
Kadarnya juga tp4jng[at setelah Nilai tes tersebut di atas biasanya saling tumpang tindih
kerusakan tulang atau hemolisis
antara berbagai kelainan hati dan kolestasis. Sebagai
632 HEFAI1OBILIER

contoh, q}$1rrksr ekstrahepatis akan menyebabkan terjadi pada saat minggu IV defisiensi dari diet. Keakuratan
peningkatan bilirubin, alkali fosfatase dan y Gl namun dari pemanjangan waktu protrombin dalam mengukur
juga dapat ditemukan iritasi dan inflamasi sekunder kapasitas sintesis hati sangat baik dikonfirmasi dengan
hepatosit sebagai akibat obstruksi bilier sehingga sebagai pemberian vitamin K injeksi L0- mg pada pasien yang
konsekuensiny a, akar. terj adi peningkatan transaminase defisiensi vitamin K, minimal 12 jam sebelum dilalarkan tes
serum. Hal sebaliknya juga sering terjadi. Beberapa bentuk ulangan. (Tabel 5)
teftentu hepatitis dapat menimbulkan berbagai derajat
kolestasis dan sebagai konsekuensinya terj adi peningkatan
e dan 1GT. Oleh karena itu, klinisi harus
Penurunan sintesis faktor Disfungsi hepatoselular
sarkan pada pola yang ada, dan memilih pembekuan Defisiensi vitamin K ( Diet atau
peningkatan e r-zim mata y ang namp aknya p aling dominan. malabsorpsi)
Sangat penting untuk mengingat kemungkinan Penurunan produksi Anti trombin lll
penghambat koagulasi Protein C
penyakit-penyakit ekstrahepatis, terutama jika pola LFT Protein S
nampaknya berbeda dari biasanya atalu jika hanya Peningkatan fibrinolisis Penurunan produksi lissue
ditemukan satu abnormalitas. Merupakan hal yang sangat P al sminogen Activator I nhi bitor
(rPA-t)
jarang, sebagai contoh, ditemukan peningkatan kadar Faktor Pembekuan Disf ibrinogenemia (sialisasi
SGOT hingga 20 kali normal tanpapeningkatanparameter Abnormal Kualitatif berlebihan molekul fibrinogen)
lain sehingga faktor ekstrahepatis harus dipertimbangkan mungkin karena peningkatan
waktu trombin
(misalnya otot) dan selalu ada kemungkinan terjadi DIC Low-grade DIC biasanya pada
kesalahan laboratorium. sirosis hati
Oleh karena itu, kombinasi beberapa tes fungsi hati Mungkin refl eks endotoksemia
dan klirens yang rendah dari
sangat diperlukan pada saat pasien dalam observasi dan faktor pembekuan teraktifasi.
disesuaikan dengan tanda klinis. Kadang-kadang Trombositopenia Hipersplenisme, infeksi hepatitis
diperlukan bantuan pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan C kronis
Fragilitas kapiier Defisiensi vitamin C
radiologis (ultrasonografr, CT-scan, MRI), histopatologis Peningkatan risiko Antibodi anti fosfolipid (antibodi
dan serologis. trombosis anti kardiolipin, antikoagulan)
lupus.
Hemostasis dan Hati Umumnya pada hepatitis kronik
Gangguan hemostasis dan penyakit hati merupakan hal
yang beriringan. Hal ini bukan hanya menggambarkan
peranan hati sebagai sumber protein plasma dan faktor
Tes lmunologi
pembekuan, namun juga produksi protein-protein yang
Pengukuran autoantibodi sangat berperan dalam penyakit
secara normal akan menghambat koagulasi, kontrol
hati dan empedu. Nilai antibodi anti-smyth muscleyatg
hbrinolisis, atau aktivasi fibrinolisis. Banyak pasien dengan
positif dapat mengarahkan adanya hep'atitis autoimun
penyakit hati mengalami trp@!{gpgnia dan defisisiensi
vitamin K atau vitaminC.
Waktu protrombin (atau INR) merupakan parameter
yang banyak digunakan untuk tujuan prognosis,
pada sclerosing cholangills. Beberapa autoantibodi lain
sebagaimana skor 9!jL&1r.. Perpanjangan waktu
yang biasa ditemukan pada kelenjar tiroid juga ditemukan
protrombin juga merupakan salah satu kriteria yang
pada hepatitis C kronik. Sehingga sering terjadi tumpang
digunakan dalam menentukan perlunya transplantasi hati
tindih antara berbagai autoantibodi dan beberapa penyakit.
pada pasien gagal hati akut. Waktu protrombin secara
Pasien dengan hqpglLitl$ autoimun dapat menunjukkan
khusus sangat sensitif terhadap defisiensi faktor
peningkatan kadar IgG serum, sedangkan IgM sering
pembekuan seperti faktor V, VII dan X. Vitamin K
meningkat pada sirosis bilier primer dan IeA oa<h-!-enyakit
dibutuhkan r.rntuk sintesis faktor II, VII, IX dan X, bertindak
t uttgttot otit -'
sebagai kofaktor untuk y-karboksilase residu glutamat. ---r
ini terjadi, akan terbentuk epoxide
Setiap kali reaksi
vitamin K. Enzim yitamin K epoxide reductase yang Petanda Penyakit Hati Metabolik
mengubahnya kembali menjadi vitamin K merupakan Pada keadaan defisisiensi cr,-antitripsin, diagnosis
target terapi warfarin. ditegakkan berdasarkan pengukuran kadar enzim serum.
Defisiensi vitamin K aktif, baik disebabkan oleh Pada keadaaa hemokromatosis dan penyakit Wilson, tes
antikoagulan, defisiensi dari diet atau malabsorpsi, juga ini menjadi lebih rumit. Hemokromatosis genetik ditandai
akan mempunyai efek yang sama dalam memperpanjang dengan muatan besi berlebihan yang akan mempengaruhi
waktu protrombin. Oleh karena cadangan vitamin di hati semua sistem organ. Konsentrasi besi dan fgritin serum
sangat terbatas, sehingga keadaan defisiensi ini akan biasanya meningkat, namun dapat berflukhrasi tergantung
FISIOLOGI DAN BIOKIMIA TIISI 633

keadaan penyakit. Pengukuran saturasi transferin dapat neoplasma lainnya yang dapat mengiritasi traktus empedu
sangat membantu, dan sekarang dapat dilakukan tes (seperti kolangitis atau koledokolitiasis) atau pankreas
genetik dengan memakai darah perifer. (seperti pankreatitis kronis) dapat menyebabkan
Pada penyakit Wilson, konsentrasi tembaga dan peningkatan CA 19-o. Petanda lainnya,^QAVlJ7 1, biasa
seruloplasmin serum biasanya juga menurun, namun dinilai pada penelitian klinis dan nampaknya mempunyai
konsentrasinya sangat berfluktuasi tergantung pada potensi untuk dapat digunakan dalam deteksi kanker
keadaan penyakit hatinya. Sebagaimana pada pankreas.
hemokromatosis, bioJsr h4ti dapat sangat bermanfaat,
namun pengukuran lain yang sensitifdan spesifik terhadap
penyakit Wilson adalah pengukuran ekskresi tembaga urin TES KUANTITATIF FUNGSI HATI
24 jam, sebelum dan sesudah pemberian penisilin.
Meskipun metode ini sering digunakan dalam penelitian,
namun sebagian besar metode yang digambarkan hanya
Petanda Tumor
mempunyai sedikit dampak klinis. Skor Child-Pugh dan
Petanda tumor yang paling banyak digunakan pada
tes darah sebagaiman disebut diatas lebih banyak
penyakit hati adalah g-felsgalein (AFP), dimana akan
digunakan.
terjadi peningkatan hingga 80o/o pada karsinoma
Tes kuantitatif biasanya berdasarkan pada kemampuan
hepatoselular. Protein ini diekspresikan dari pembelahan
hati untuk membersihkan substansi yang dimasukkan ke
hepatosit dan sel oval peribilier sehingga biasanya dapat
dalam darah. Pada kasus-kasus pemberian obat yang
ditemukan peningkatan sedang dari regenerasi hati selama
banyak mengalami metabolisme di hati (seperti lignokain)
hepatitis kronik. Peningkatan kadar AFP yang terus
maka akan mempengaruhi aliran darah-hati. Oleh karena
menerus, harus mengarahkan kecuri gaan pada terjadinya
itupembersihan dengan substansi yang sedikit mengalami
karsinoma. Petanda ini juga dihasilkan oleh tumor sel
metabolisme di hati (seperti ag@jglg) biasanya mer4berikan
g.erminasiyup lairurya.
hasil yang lebih akurat.
Akhir-akhir ini, beberapa petanda tumor yang
berdasarkan pada musin epitelial juga ditemukan pada
adenokarsinoma saluran empedu dan pankreas. Salah satu
;6"til;y"=---aa;1ah CA l9-9 yang dapat dihasilkan oleh REFERENSI
berbagai epitel gastrointestinal. Peningkatan kadar serum
Aspinali R, Tyler-Robinson, SD. Gastroenterology and Liver
ini dapat ditemukanpadaT}o/okanker saluran empedu, 50%
Disease. Mosby International Limited, 2002
karsinoma hepatoselular, 40o/o adenokarsinoma lambung Husada Y. Fisiologi dan pemeriksaan biokimia hati. Dalam : Noer S
dan 30o/o kanker kolon. Sebagaimana tes-tes lainnya, (ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I edisi III. Balai
sensitivitas dan spesifisitasnya ditentukan oleh nilai cut- Penerbit FKUI. Jakarta 1996: 224-31
ffinamtn jka ditemukan kadar dari QA !9-9 lebih dari 40 Pratt DS, Kaplan MM. Evaluation of liver function. In : Kasper
IU/l maka mempunyai sensitivitas 1 5 -9 0% dan spesifi sitas DL, Fauci AS, Longo DL (eds.) Harrison's Principle of Intemal
80-95% untuk kanker duktus pankreatikus. Perlu Medicine. 16'l ed. Mc Graw Hill, New York. 2005 : 1813-16
Sherlock S. Disease of the liver and biliary system. 5s ed. Blackwell
diperhatikan bahwa nilai dari CA 19-9 akan menurun sangat
Science Publ. Oxford & edinburg. 1975.
cepat jika ditemukan ikErus, sedangkan pada penyakit non
99
PENDEI(ATAN KLINIS PADA PASIEN IKTERUS
AliSulaiman

PENDAHULUAN lainnya yang berada terutama cli dalam sumsum tulang


dan hati. Sebagian dari protein hem dipecah menjadi
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan
jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase,
pewar
karena yang meningkat mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini
konsentrasinya . Bilirubin dibentuk terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial
sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel
akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus darah merah merupakan penyebab utama peningkatan
Qaundice) berasal dari kata Perarcisjauneyang berarti pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled
kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan
siang hmi, dengan melihat sklera mata. Ikterus yang ringan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis
dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini kurang penting.
terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 2. tidaklarutdalamair,karenanya
mgldL (34 sampai 43 umol/L) Jika ikterus sudah jelas dapat ni transporbrya dalam plasma
dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran
sudah mencapai angka 7 mgYo. glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti
asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika
PATOFISIOLOGI tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan
albumin.
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme
bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, Fase lntrahepatik
intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan, walaupun
3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak
diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam
terkonjugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya
tahapan metabolisme bilirubin. Pembagian yang baru
protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum
menambahkan 2 fase lagi sehingga tahapan metabolisme jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif
bilirubin menjadi 5 fase. yaitu fase l). Pembentukan biliru-
dan berj alan cepat, namun tidak termasuk pengambilan
bin,2). Transpor plasma, 3). Liver uptake,4). Konjugasi,
albumin.
dan 5). Ekskresi bilier.
4 Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam
sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukuronik
Fase Prahepatik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
l. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bi- konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang
lirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukuronil-trans-
setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel ferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam
darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan
(early labelled bilirubin) datang dari protein hem bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam

634
PENDEKITTAT{ KIJNIS PADA PASIEN IKTERUS
635

glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu Beberapa anggota keluarga sering terkenatetapi bentuk
melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini genetika yang pasti belum dapat dipastikan.
tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya Patogenesisnya belum dapat dipastikan Adanya gangguan
selain diglukuronid juga terbenhrk namun kegunaannya (defek) yang kompleks dalam proses pengambilan
tidakjelas. bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 m{dL
(34-86 umoVl) yang cenderung naik denganberpuasa dan
keadaan stres lainnya. Keaktifan enzim glukuronil-
Fase Pascahepatik
transferase rendah; karenanya mungkin ada hubungan
5. Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke
dengan sindrom Crigler-Najj ar tipe II. Banyak pasien juga
dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion
mempunyai masa hidup sel darah merah yang berkurang,
orgurik.-ii-iooyu-otauobatdapatmempengaruhiproses
namun demikian tidak cukup untuk menjelaskan keadaan
yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri hiperbilirubinemia.
men"dekonjugasi" dan mereduksi bilirubin menj adi
Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan
sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian besar
ke.dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian
alhati al:tYa

diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan


dan Yang
dominan. II"-oliqit dibedakan dengan tidak terdapatrya
dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan .*"r"lg atau retikulositosis. Histologi hati normal, namun
biopsi hati tidak diperlukan untuk diagnosis. Pasien harus
diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal
diyakinkan bahwa tidak ada penyakit hati.
ini menerangkan warna air seni yang gelap yang khas
pada gangguan h€p3joselular atau kolestasis Sindrom Crigler-Najjar. Penyakit yang diturunkan dan
intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak jarang ini disebabkan oleh karena adanya keadaan
larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya kekurangan glukuro- niltransferase, dan terdapat dalarrt 2
bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah- bentuk. Pasien dengan penyakit put6ggltesc,sillipe I
otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, (lengkap:komplit) mempunyai hiperbilirubinemia yang
bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi berat dan biasanya meninggal pada ugttllahun. Pasien
dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan (sebagian:parsial)
larut dalam empedu cair. angberut(<20m!
dL, < 342 umol/L) dan biasanya bisa hidup sampai masa
dewasa tanpa kerusakan neurologik. Feuobarbital, yang
PENYAKIT GANGGUAN METABOLISME BILIRUBIN dapat merangsang kekurangan glukuronil transferase,
dapat mengurangi kuning.
1. Hiperbilirubinemiatakterkonjugasi Hiperbilirubinemia sh unl primer. Keadaan yan g jarang,
2. Hiperbilirubinemiakonjugasi yang bersifat jinaldan familial dengan ptoduksi early
labeled bilirubin yang berlebihan.
Hiperbilirubiemia Tak Terkonjugasi
Ilemolisis. Walaupun hati yang normal dapat Hiperbilirubiemia Konjugasi
memetabolisme kelebihan bilrubin, namun peningkatan
1. Nonkolestasis
konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolisis dapat
2. Kolestasis
melampaui kemampuannya. Pada keadaan hemolisis yang
berat konsentrasi bilirubin jarang lebih dari 3-5 tng/dl (> Hiperbilirubinemia Konjugasi Non-kolestasis
5 I -86 umol/L) kecuali kalau terdapat kerusakan hati juga.
Sindrom Dubin-Johnson. Penyakit autosom resesif
Namun demikian kombinasi hemolisis yang sedang dan
ditandai dengan ikterus yang ringan dan tanpa keluhan.
penyakit hati yang ringan dapat mengakibatkan keadaan
Kerusakan dasar terjadinya gangguan skskreilberbagai
ikterus yang lebih berat; dalam keadaan ini
?nion organik seperti juga bilinrbjn, namun ekskresi garam
hiperbilirubinemia bercampur, karena eksresi empedu empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom Gilbert
kanalikular terganggu.
hiper-bilirubinemia yang te{adi adalah bllrubin koniggasi
Sindrom Gilbert. Gangguan yang bermakna adalah dan errooedu lerdapat dalam urin.
hiperbilirubinemia indirek (tak terkonjugasi), yang menjadi Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti
penting secara klinis, karena keadaan ini sering disalah- melani4, namun gambaran histologi normal. Penyebab
artikan sebagai penyakit hepatitis kronik. Penyakit ini iGposisi pigmen belum diketahui. Nilai aminotransferase
menetap, sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3-5% dan fosfatase alkali pnrm?l. Oleh karena sebab yang belum
penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa diketahui gangguan yang khas ekskresi korpoporfirin urin
muda dengan keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja. dengan rasio reversal isomer I; III menyertai keadaan ini.
636 HEPAIIOBILIER

Sindrom rotor. Penyakit yangjarang ini menyerupai sindrom yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning
Dubin-Johnson, tetapi hati tidak mengalami pigmentasi dan merupakan gejala yang timbul kemudian.
perbedaan metabolik lain yang nyata ditemukan. Kolangitis sklerosis primer (Primary sclerosing
cholangitis IPSG) merupakan penyakit kolestatik lain, lebih
Hiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis sering dijumpai pada laki-laki, dan sekitar 70'% menderita
l. penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke kolangio-
Kolestasis intrahepatik
2. kolestasis ekstrahepatik (sumbatan pada duktus bilier, karsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian
di mana terjadi hambatan masuknya bilirubin ke dalam ikterus kolestatik,seperti asetaminofpn, pptruijlin, obat
usus). kg$rasspql_gal, klplplglqazgaTorazin) dan stergid
estrogenik atau anabolik.
Kolestasis intrahepatik. Istilah kolestasis lebih disukai
untuk pengertian ikterus qbstruktif sebab obstruksi yang Kolestasis ekstrahepatik. Penyebab paling sering pada
bersifat mekanis tidak perlu selalu ada. Aliran empedu kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan
dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang
(kanalikulus), sampai ampula&ter. Untuk kepentingan adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus
klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatik atau koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau
ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis
kolestatik tg!13hgpatlk adalah Sgpatitis, kr,raclruarlgbat, mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya
penyakit hati karena alkqlol dan penyakit h€EI{lS sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis
Penyebab yang empedu.
@q_Sqing adalah sirosis
hatlbitialpruner, kglegLasis pada kehamilan, karsinoma Efek patofisiologi mencerminkan efek backup
metastatik dan penyakit-penyakit lain yang jarang konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam
Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat(drug induced empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
hepatilis), dan kelainan autoimun merupakan penyebab kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi.
yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubiemia
transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin.
Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan Tinja sering berwama pucat karena lebih sedikit yang bisa
dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul mencapai saluran cerna usus halus.Peningkatan garam
secara AkUt. Hepatitis B dan C akut sering tidak empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai
menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi bisa penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya
berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal
hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. masih belum bisa diketahui dengan pasti.
Tidakjarang penyakit hati menahunjuga disertai gejala Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak,
kuning, sehingga kadang-kadang didiagnosis salah dan v-ilamin-I(, gangguan ekskresi garam empedu dapat
sebagai penyakit hepatitis akut. berakib at s t e at o r r h e a dan hlp_aplglromburcqlia. P ada
keadaan kolestasis yang berlangsung lama Qtrimary
{lksbgl bisa mempengaruhi gangguan pengambilan
empedu dan sei<resinya, dan mengakibatkan kolestasis. biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin
Pemakaiang@lql secara terus menerus bisa menimbulkan D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat
perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan menyebabkan @prcis atau Steooak€ia. Retensi
berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia,
penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi yang walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang
ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-kadang bisa menjurus berkurang dalam darah turut berperan; Konsentrasi
ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah
gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan
gejalayanglebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X.
dengan peningkatan transaminase yang tinggi.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun Manifestasi Klinis Kolestasis lntrahepatik dan
yang biasanya sering mengenai kelompok muda terutama Ekstrahepatik
perempuan. Data terakhir menyebutkan juga kelompok Tidak jarang kolestasis ekstrahepatik sukar dibedakan
yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit autoimun yang dengan kolestasis intrahepatik, padahal membedakan
berpengaruhpada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan keduanya sangat penting dan urgen. Gejala awal terjadinya
reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis perubahan wama urin yang menjadi lebih kuning, gelap,
sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati tinja pucat, dan gatal (pruritus) yang menyeluruh adalah
bersifat progrgsif dan terutama mengenai perempuan paruh tanda klinis adanya kolestasis. Kolestasis kronik bisa
baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan glgLl menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena
PENDEKIIiTAN KLINIS PADA PASIEN IKTERUS 637

pruritus, perdarahan diatesis, sakit fulang, dan endapan saluran bilier, yang menunjukkan adanya sumbatan
lemak kulit (xantelasma atau xantoma). Gambaran seperti mekanik, walaupun jika tidak ada tidak selalu berarti
di atas tidak tergantung penyebabnya. Keluhan sakit perut, sumbatair intrahepatik, terutama dalam keadaan masih akut.
gejala sistemik (seperti, anoreksia, muntah, demam atau Penyebab adarya sumbatan mungkin bisa diperlihatkan,
tambahan tanda gejala mencerminkan penyebab penyakit umumnya batu kandung empedu dapat dipastikan dengan
dasarnya daripada kolestasisnya dan karenanya dapat ultrasonografi, lesi pankreas dengan CT. Kebanyakan
memberi petunj uk etiologinya. pusat menggunakan terutama USG untuk mendiagnosis
kolestasis karena biayanya yang rendah.
Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography
DIAGNOSIS (ERCP) memberikan kemungkinan untuk melihat secara
langsung saluran bilier dan sangat bermanfaat untuk
Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan jasmani menetapkan sebab sumbatan ekstrahepatk. Percutaneous
sangat penting, karena kesalahan diagnosis terutama Transhepatic Cholangiography (PTC) dapat pula
dikarenakan penilaian klinis yang kurang atau penilaian dipergunakan untuk maksud ini. Kedua cara tersebut diatas
gangguan laboratorium yang berlebihan. Kolestasis mempunyai potensi terapeutik. Pemeriksaann MRCP dapat
ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit pula untuk melihat langsung saluran empedu dan
bilier atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan mendeteksi batu dan kelainan duktus lainnya dan
karena keganasan pankreas (bagian kepala/kaput) sering merupakan cara non-invasif alternatif terhadap ERCP.
timbul kuning yanc ti@i gejala keluhan sakit perut
Qtainless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah
mencapai konsentrasi yang lebih tinggi sering warna BIOPSI HATI
kuning skleramatamemberi kesanberbeda di mana ikterus
lebih memberi kesan kehijauan (greenish iaundice) pada Biopsi hati akan menjelaskan diagnosis pada kolestasis
kolestasis q$trahepatik dan ke@]gqan Q't e l l ow i s h i aun- intrahepatik; walaupun demikian, bisa timbul juga
dice) pada kolestasis ig[phepatik. kesalahan, terutama jika penilaian dilakukan oleh yang
kurang berpengalaman. Umumnya, biopsi aman pada kasus
dengan kolestasis, namun berbahaya pada keadaan
TES LABORATORIUM obstruksi ekstra-hepatik yang berkep anjangan, karenanya
harus disingkirkan dahulu dengan pemeriksaan pencitraan
Mempunyai keterbatasan diagnosis. Kelainan sebelum biopsi dilakukan.
laboratorium yang khas adalah pBqinggian nilai fosfatase Kecuali pasien dalam keadaan kolangitis kolestasis
alkali, yang terutama diakibatkan peningkatan sintesis supurativa, bukan keadaan emergensi. Diagnosis
daripada gangguan ekskresi, namun tetap belum bisa sebaiknya ditegakkan melalui penilaian klinis, dengan
menjelaskan penyebabnya. Nilai biJiubin juga bantuan alat penunjang khusus jika ada. Jika diagnosis
mencerminkan heratnya tetapi bukan penyebab tidak pasti, ultrasonografi atau CT akan sangat membantu.
kolestasisnya, juga fraksionasi tidak menolong Obstruksi mekanis dapat ditegakkan jika ditemukan tanda
membedakan keadaan intrahepatik dari ekstrahepatik. pelebaran saluran bilier, terutama pada pasien dengan
Nilui ryl@.ug bergantung terutama pada kolestasis yang progresif. Pemeriksaan lebih lanjut dengan
penyakit dasamya, namun seringkali pqenmgkut tidaklrygi kolangiografi langsung (ERCP, PTC, MRCP) dapat
Jika peningkatan tinggi sangat mungkin karena proses dipertimbangkan. Jika pada pemeriksaan ultrasonografi
h-epatoselular, namun kadang-kadang terjadi juga pada tidak ditemukan pelebaran saluran empedu, sangat
kolestasis ekstrahepatik, terutama pada sumbatan akut yang mungkin lebih cenderung ke masalahiuJr-ahepallk, dan
diakibatkan oleh adanya batu di duknrs koledokus. Qiggsi sangat dianjurkan.
Peningkatan alqlase serym menunjukan sumbatan Jika alat penunj ang tersebut di atas tidak terdapat, maka
ekstrahepatik. Perbaikan waktu protrombin setelah agnosis harus dipertimbangkan, jika
pemberian vitamin K mengarah kepada adanya bendungan klinis lebih menjurus ke sumbatan
ekstrahepatik, namun hepatoselular juga dapat berespons. ekstrahepatik dan kolestasis memburuk pro gresif.
Ditemukannya antibodi terhadap antimitokondria
mendukung keras kemungkinan sirosis bilier primer.
PENDEKATAN KLINIS

PENCITRAAN Warna kekuningan pada kulit atau telapak tangan


Qtseudoikterus) dapat terjadi karena memakan terlalu
Pemeriksaan saluran bilier sangat penting. Pemeriksaan banyak makanaan yang mengandung beta-carotin (seperti
sonografi, CT, dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran squash, melon, pepaya, dan wortel); berbeda dengan
638 HEFA'IIOBILIER

ikterus yang sesungguhnya, keadaan di atas (karotenemi) gejala warna gelap air seni lebih dahulu dari pada warna
tidak mengakibatkan warna kuning di sklera atau kuning kulit, karenanya wama gelap urin lebih bisa dipakai
peningkatan bilirubin. sebagai ukuran awal mulainya penyakit. Jika terdapat
Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari keluhan mual dan rnglgh yang mendahului terjadinya
5 fase metabolisme bilirubin. Ikterus dapat disebabkan oleh warna kuning pada kulit, keadaan tersebut lebih
karena berbagai sebab mulai dari yang bersifatjinak sampai menandakan ke arah -f€patitis akut atau s_umbatanduktus
kepada keadaan yang bisa membahayakan jiwa. Tahap awal
@Ss oleh karena !gtu. Jika ada qakit perut atau
ketika akan mengadakan penilaian klinis seorang pasien ryAggi&Ll lebih cenderung yang terakhir. Adanya anqEksia
dengan ikterus adalah tergantung kepada apakah dan malaise yang timbul perlahan dan tidak begitu nyata
hiperbilirubinemia bersifat terkonjugasi atau tak lebih menjurus ke heoatitis kronis.
terkonjugasi. Penyakit sistemik patut dicurigai, misalnya, jika terdapat
Tes paling sederhana adalah melihat apakah terdapat peninggian tekanan vena jugularis yang menjurus ke
bilirubin di dalam urin atau tidak, dan kemudian dipastikan adany a,@rnpC4iasl-kodis atau perikarditis kpnstriktif
oleh pemeriksaan bilirubin dalam darah. Pemeriksaan pada pasien dan asglqs. Status gizi
jasmani awal harus memusatkan terhadap keluhan utama kurang yang daan kakeksia dengan
dan perjalanan penyakitnya, kemudian dilihat adanya hati yang membesar dan keras dan iregular sering
tanda-tanda penyakit akut atau kronik. Jika ikterus riugan disebabkan o
tanoa warna air seni yang gg!4p harus dipikirkan Limfaden ada adanya
kemungkinan adanya hiperbilirubinemia illslll:ek yang mononukleosis infeksiosa pada kasus ikterus yang akut
mungkin disebabkan oleh penyakit sindrom Gilbert dan dan leukemia pada penyakit kronis. Adanya
bukan oleh karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus hepatosplenomegali tanpa tanda adanya penyakit hati
yang lebih berat dr4gan disertai warna air seni yang gelap kronik bisa diakibatkan oleh penyakit infittratif (seperti
jelas menandakan penyakit hati atau bil&r. limfoma, amiloidosis), walaupun biasanya ikterus bersifat
Pembagian diagnosis banding ke dalam penyebab minimal atau bahkan tidak ada; dalam keadaan ini perlu
prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik walaupun dipikirkan skistosomiasis dan malaria yang sering
mempunyai kekurangan namun masih dapat membuat memberikan gambaran seperti itu jika te{adi di daerah
penatalaksanaan menjadi lebih mudah. Misalnya endemik.
penyebab ikterus yang tergolong prehepatik termasuk Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu dipikirkan
hemolisis dan penyerapan hematom, akan menyebabkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan
peningkatanbilirubinlgflerkonjugasi(indirek).Kelainan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput
intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubinemia tak pankreas).
terkonjugasi maupun konjugasi. Peningkatan bilirubin
konjugasi (@k) bisa diakibatkan hepatitis infeksiosa,
alkohol, reaksi obat dan kelainan autoimun. Kelainan PENEMUAN LABORATORIUM
posthepatik dapat pula meningkatkan bilirubin konjugasi.
Pembentukan batu merupakan keadaan yang paling sering Hiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan
yang bersifat jinak dalam kelompok kelainan posthepatik fosfatase alkali yang normal menunjukan kemungkinan
yang menyebabkan kuning. proses hemolisis atau penyakit sindrom Gilbert; ini
Diagnosis banding akan mengikutsertakan juga dipastikan dengan fraksionasi bilirubin. Sebaliknya
berbagai keadaan lain seperti infeksi di saluran empedu, beratnya ikterus dan fraksionasi bilirubin tidak bisa
pankreatitis, dan keganasan. Jika terdapat penyakit membantu untuk membedakan ikterus hepatoselular dari
hepatobilier, apakah kondisinya akut atau kronik. Apakah keadaan ikterus kolestatik. Peninggian aminotransferase
penyakitnya disebabkan penyakit hati primer atau >500 U lebih mengarah kepada hepatitis atau keadaan
diakibatkan penyakit sistemik yang mengikutkan hati. hipoksia akut; peninggian fosfatase alkali yang tidak
Apakah penyakit penyebab kuning ini adalah hepatitis proporsional mengarah kepada kolestatik atau kelainan
virus, alkohol atau karena obat. Jika mengarah ke kolestasis infiltratif. Pada keadaan yang disebut belakangan biliru-
apakah intra atau ekstrahepatik. Apakah dibutuhkan bin biasanya normal atau hanya naik sedikit saj a. Bilirubin
tindakan operasi. Apakah ada komplikasi anamnesis. di atas 25 sampai 30 mgldL (428-513 umol/L) seringkali
Riwayat penyakit yang rinci sangat dibutuhkan, sebab disebabkan adanya hemolisis atau disfungsi ginjal yang
kesalahan diagnosis dapatterladi akibat keputusan klinis menyertai pada keadaan penyakit hepatobilier berat.
yang kurang tepat dan terlalu mempercayai data Penyakit yang disebut terakhir sajajarang mengakibatkan
laboratorium. keadaan ikterus yang berat.
Jika terdapat tanda-tanda adanya hjpertenli_pp4al, Konsentrasi alb"U_mjnyanegdah dan gbhuliqlqng
agiles, perubahan kulit seyogyanya mengarah ke penyakit tinggi menunjukan adanya penyakit kronis. Peningkatan
kronis daripada proses akut. Seringkali pasien melihat waktu protrombin yang membaik setelah pemberian vita-
PENDEKATAN KLINIS PADA PASIEN IKTERUS 639

minK (5-10 mgIM selama2-3 hari) lebihmengarahkepada Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya
keadaan kolestatik daripada proses hepatoselular. Namun membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu
hal ini tidak bisa terlalu dipastikan karena pada pasien empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via
dengan penyakit hepatoselular pun pemberian vitamin K kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah
bisa juga memberikan perbaikan. penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang
non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan
melalui stentyang ditempatkan melalui hati (transhepatik)
PEMERIKSAAN PENCITRAAN atau secara endoskopik. Papilotomi endoskopik dengan
pengeluaran batu telah menggantikan laparatomi pada
Pemeriksaan pencitraan (imaging) sangat berharga untuk pasien dengan batu di duktus koledokus. Pemecahan
mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik. batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk
Pemerikasaan sonografi perut, CT, dan MRI sering bisa membantu pengeluaran batu di saluran empedu.
menemukan metastatik dan penyakit fokal pada hati dan
telah menggantikan pemeriksaan nuklir scar untuk maksud
tersebut. Namun demikian pemeriksaan ini kurang REFERENSI
bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit hepatoselular
(seperti sirosis) sebab penemuannya bersifat tidak Fallon MB, Anderson JM and Boyer JI. Intrahepatic cholestasis.
spesifik. In: Schiff L and Schiff ER, editors. Philadelphia: JB Lippincott
Pemeriksaanbiopsi hati perkutan mempunyai arti yang Co; 1993. p.343-54.
Johnston DE. Special considerations in interpreting liver function
sangat penting, namun jarang dibutuhkan pada pasien
tests. Am Fam Physician. 1999;59:2223-30.
ikterus. Pemeriksaan peritoneoskopi (laparoskopi) Kalloo AN, Kantsevoy SV. Gallstones and biliary disease. Prim Care.
memungkinkan untuk memeriksa langsung hati dan 2001;28:7:591-606.
kandung empedu dan bermanfaat untuk pasien tertentu. Lewis JH. Drug-induced liver disease. Med Clin North Am.
Laparatomi diagnostik jarang diperluk4n pada pasien 2000;84:lO:127 5-311.
dengan kolestatik atau hepatosplenomegali yang belum Pasanen PA, Partanen K, Pikkarainen P, Alhava E, Pirinen A,
bisa diterangkan penyebabnya. Janatuinen E. A prospective sfudy on the value of ultrasound,
computed tomography and endoscopic retrograde.
Pasha TM, Lindor KD. Diagnosis and therapy of cholestatic liver
disease. Med Clin North Am. 1996;80:995-1019.
PENGOBATAN Pashankar D, Schreiber RA. Jaundice in older children and adoles-
cents. Pediatr Piev. 2001;22:279-26.
Pengobatan ikterus sangat tergantung penyakit dasar MD' Hepatocellular
Pauli-Magnus, Christiane MD, Meier, Peter J
penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu transporters and cholestasis. J Clin Gastroenterol.
misalnya gatal (prwitu$ pada keadaan kolestasis intahepatik, 2005;39:4(S):S 103-S I 0.
pengobatan penyakit amya sudah mencukupi. Pruritus -Pintg F, Mognol D, Garbelotto G, Dannhauser
D, Grava G, Sanzuol
pada keadaaaireversibel (seperti sirosis bilier primEr) biasanya F. Carotenodermia: an erroneous diagnosis ofjaundice [in
responsif terhadap e$Jrynm 4-16 glhartPQdalam dosis
Italianl. Recenti Prog Med. 2000;91:70-1.
.terbagi dua yang akan mengikat gararr. empedu di usus. Pyrsopoulos NT, Reddy K. Extrahepatic manifestations of chronic
Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat, viral hepatitis. Curr Gastroenterol Rep. 2001;3:71-8'
hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pembqrian ! Roche SP and Kobos R. Am Farp Physician. 2004;69:299-304.
mgl hari SK rurtuk 2-3 har,. Sackgy K. Hemolytic anem.ia: par 1. Pediatr Rev' 1999;20:152-8'
kalsium dan vitamin D dalam SchiffL. Jaundice: a clinical approach. Diseases of the liver. ln: Schiff
keadaan koJestasis yang ireversibel, namun pencegahan L and Sciff ER, eds. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1993. p.
334-40.
penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen vit A
Schramm C, Kanzlel, S, zum Buschenfelde KH, Galle PR, Lohse AW
dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini Autoimmrine hepatitis in the elderly. Am J Gastroenterol.
dan steqtorrhea yar,g berat dapat dikurangi dengan . 2001;96:1587 91.
pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium Tung BY, Carithers RL Jr. Cholestasis and alcoholic liver disease.
chain trigliceride. Clin Liver Dis. 1999;3:585-601.
100
KELAINAN ENZIM PADA PENYAKIT HATI
Nurul Akbar

DEFINISI enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra selular dan dapat
digunakan sebagai sarana untuk membuat diagnosis.
Enzim adalahprotein dan senyawa organikyang dihasilkan
oleh sel hidup. Enzim merupakan katalisator biologis yang
mempercepat reaksi kimia di dalam sel hidup. Reaksi itu DTAGNOSIS FNZr MATrK PADA PENYAKIT HAT!
bisatimbal balik. Enzim tersebut adayang spesifikuntuk
suatu reaksi tetapi ada pula satu reaksi yang dapat Gejala penyakit hati sangat bervariasi dari yang tanpa
dikatalisasi oleh bermacam-macam enzim. Sekarang sudah gejala sampai pada yang berat sekali. Kadang-kadang
dikenal ribuan enzim pada proses kimia dalam tubuh. Berat dapat ditemukan keadaan dengan kelainan hati sangatberat
molekulnya antara 12.700- 1.000.000. tetapi gejala yang dikeluhkan sangat sedikit. Untuk
menegakkan diagnosis pasti penyakit hati, kita tidak bisa
hanya melihat salah satu pemeriksaan saja tetapi harus
STRUKTUR DAN KLASIFIKASI dimulai dengan membuat anamnesis yangbaik, melakukan
pemeriksaan fisis yang teliti dan diikuti dengan
Enzim terdiri atas bagian protesis yaitu bagian yang

atas polipeptida. Pemeriksaan enzim dapat dibagi dalambeberapa


E diri atas 6 kelas yaitu : l).Oksidoreduktase : 1). Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel yaitu

gase misalnya piruvat


Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis bisa berrnacam-macam, mulai dari

bilirubin, bromsulfoftalein, indosianin hijau, galaktosa,


Enzim umumnya terdapat di dalam sel dan bisa berada dalam pemeriksaan s untuk melihat imunoglobulin
dan juga pemeriksaan untuk penanda virus. Di
samping itu masih diperlukan juga pemeriksaan untuk
Dalam keadaan normal terdapat ke analtara amoniak, besi, tembaga, porFrrin, antibodi mitokondria, alfa
pembentukan enzim dengan penghancurannya. Walaupun feto protein dan sebagainya.
terdapat keseimbangal autara penghancuran dengan Untuk pemeriksaan penyaring, dari sekian banyak
pembentukan enzim, akan selalu terdapat sedikit enzim enzim-enzim itu agaknya yang paling diperlukan adalah
yang keluar ke ruangan ekstraselular. Apabila terjadi
sel apu peningkatan permeabilitas membran sel,
l-=
/
/
640
KELAINAN ENZIM PADA PENYAKIT HATI 641

SGOT/ SGOT/
SGOT SGPT
Dalam menilai kelainan enzim kita harus berhati-hati SGPT GGT
oleh karena seringkali tidak terdapat hubungan antara Hepatitis akut N 20 - 50 kali N
20 - 50 kali 0,7 >1
tingginya kadar ervim dengan derajat kerusakan yang Sirosis 5-10kaliN 5-10kaliN -1 <1
hepatis
terjadi. Sebagai contoh pada keadaan hepatitis akut, CPH 5-10kali N 5-10kali N 07 >1
meskipun kerusakan hati yang terjadi sedikit, peninggian CAH 5-10kali N 5-10kali N >1 <1
enzimnya sangat hebat. Pada keadaan infeksi akut tersebut Perlemakan 2-5kaliN 2- 5kali N <1 <1
hati
Kolesistitis 2-5kali N 2 5kali N <1 >1

mitokondria atau kerusakan parenkim sel maka yang terlihat

lebih meningkat dibandingkan dengan SGPT. 5000

4000

1000
KELAINAN ENZIM PADA HEPATITIS VIRAL AKUT 750

s00

Hepatitis viral akut bisa disebabkan oleh berbagai penyebab 250

misalnya virus hepatitis A,B,C,D, dan E mungkrn juga F di 100

samping juga disebabkan oleh virus-virus lainnya seperti 80

virus mononukleosis infeksiosa, demam kuning, cacat air, 60

sitomegali, cacar, harpes zoster, morbili dan demam berdarah. 40

Pada keadaan hepatitis akut tanpa komplikasi, derajat 20

kerusakan sel parenkimnya relatif ringan akan tetapi


peradangan sel yang terjadi berat. Pada keadaan hepatitis
akut, transaminase bisa meningkat sampai 2.000 unit/liter, Gambar 1. Diagram pola enzim pada hepatitis akut Di RSCM
sedangkan fosfatase alkali dan gamma GT hanya sedikit
meningkat (Tabel 1). Biasanya konsentrasi gamma GT lebih Apabila perjalanan penyakit memburuk dan terjadi
koma hepatik, biasanya disertai oleh
penurunan SGOT dan SGPT yang cepat
sekali, diserlai dengan peningkatan GLDH
SGOT SGPT
o'tT" cLDH cHE dan LDH. Hal ini menandakan akan adanya
kerusakan parenkim hati yang berat.
Hepatitis akut 164 281 125 6,75 3510 86
(17-1650) (30-2070) (15-2e1) (1,1-35,5) (1370-5870)
Sirosis hati 45 + 22,5 46 + 23 62 + 33 2 +2 3126 + 1341 20
Kolesistitis 26+ 5 48 + 8 129+97 2+1 4755+593 3 Kerusakan Hati Toksik
Hepatitis 482 + 680 681 + 887 114+ 59 '13 + 11 4955 +1550 IJ
Berbagai obat dan bahan makanan dapat
merupakan zat yar'g toksik serta
menyebabkan kelainan hati. Diagnosis dalam
rendah daripada konsentrasi SGOT. Kolinesterase akan
keadaan ini sulit sekali dan gejalanya biasanya ditandai
menurun sedikit pada minggu kedua dan minggu keempat
dengan peninggian gamma GT.
untuk kemudian akan meningkat kembali pada masa
penyembuhan. Menurut de Ritis perbandingan antara
SGOT dan SGPT adalah < dari 0,7. Kerusakan pada Hatiyang Disebabkan oleh Obat
Kalau kita melakukan pemeriksaan monitoring tiap 2 Di samping alkohol, diperkirakan ada lebih dari 250 obat
sampai 4 minggu, akanterlihatbahwa gamma GT dan SGPT yang hepatoksik. Gangguan hati oleh karena obat-obatan
adalah yang paling akhir kembali menjadi normal (lihat ini bisa merupakan toksik langsung yang tergantung
diagram). Kalau penurunan tidak terj adi dalam waktu 6- I 2 kepada dosis obat atau bisa juga merupakan reaksi alergi
minggu, diagnosis hepatitis kronik akan ditegakkan apabila yang tergantun g pada masing-masing individu.
kelainan tersebut masih terjadi setelah 6 bulan. Kelainan enzim yang terjadi tergantung kepada macam-
viral akut tipe kolestatik gejalanya
Pada hepatitis macam obat tersebut dan gangguan yang diakibatkannya.
biasanya lebih berat, dengan peningkatan bilirubin, Pada gangguan hati yang disebabkan oleh dL,
fosfatase alkali dan gamma GT serta GLDH. Biasanya CHE kelainan yang terjadi adalah peninggian GLDH dan SGOT
juga akan menurun. Pada perjalanan penyakit biasanya sedangkan Gatnma GT danAIP nya normal. Kelainan yang
bilirubin akanmenurun lambat sekaliwalaupun SGOT dan terjadi disini adalahkerusakan hati nekrosis sentral. Pada
SGPT sudah menurun atau menjadi normal. obat yang mensupresi tiroid seperti I akan terjadi
642 HEPATOBII.JER

penyumbatan saluran empedu yang ditandai oleh PERLEMAKAN HATI


peninggian gamma GT, AIP dan GLDH. Pada kerusakan
hati akibat obat akan terlihat sedikit peninggian Pada perlemakan hati dapat ditemukan peninggian
SGOT dan SGPT serta fosfatase alkali. Kolinesterase i normal. Biasanya konsentrasi garam
seringkali menurun sedangkan GLDH dan gamma GT, ALP normal.
dan GLDHtanpaatau denganpeninggian SGPT dan SGOT
yang ringan merupakan penanda terjadinya hepatitis akibat
Tumor Hati
obat. Pada tumor hati kelainan yang sering ditemukan adalah
peninggian fosfatase alkali dan gamma GT. Konsentrasi
enzim SGOT dan SGPT pada karsinoma hepatoselularpada
HEPATITIS KRONIK waktu permulaan tidak memperlihatkan kenaikan kecuali
apabila penyakit dasarnya adalah"sirosis hati. Apabila
Walaupun diagnosis hepatitis kronik merupakan d tumor makin besar dan kerusakan hati makin hebat dapat
iagnosis histopatologis pol a enzimyangterjadi dapat pula pula ditemukan peninggian SGOT dan SGPT.
membantu untuk menegakkan diagnosis (Tabel I dan2). Kelainan pada metastasis tumor di hati tergantung pada
Hepatitis kronikterdiri atas : l). Hepatitis kronikpersisten, luasnya penyebaran dan besarnya massa tumor. Rasio de
2). Hepatitis kronik aktif, 3). Sirosis hati. Ritis biasanya di atas I dan bisa mencapai 4, GLDH akan
Pada kelainan hepatitis kronik persisten biasanya meningkat sehingga rasio antara SGOT dan SGPT dibagi
dengan GLDH akan menurun sampai di bawah 15 atau
terlalu hebat. Biasanya SGOT dan SGPT meningkat dalam keadaan lanjut sampai di bawah 1 0. Pada metastasis
kali normal, sedangkan Gamma GT biasanya il tumor di hati kelainan yang mencolok terlihat adalah
dari SGOT. Fosfatase alkali, GLDH, CHE dan enzim peninggian fosfatase alkali dan gamma GT. Peningkatan
koagulasi masih dalam batas-batas normal. Prognosis fosfatase alkali akan lebih besar pada metastasis tumor
penyakit ini biasanya baik. tulang.
Pada hepatitis kronik aktif kerusakan hepatoselularnya
lebih berat. SGOT dan SGPT dapat meningkat sampai;!
kali atau i di atas angka normal. Gamma GT biasanya Bendungan Hati
didapatkan lebih rendah dari SGOT. Apabila kerusakan sel Pada bendungan hati akut dapat tef adi kerusakan parenkim
lebih berat dapat pula ditemukan hati. Pada keadaan ini dapat terjadi peningkatan enzim
Pada sirosis hati akan ditemukan peninggian SGOT dan transaminase dan GLDH yang cukup tinggi. Pada keadaan
SGPT yang sangat bervariasi. Umumnya akan didapirtkan yang kronik dapat pula terjadi peningkatan transaminase
gamma GT lebih tinggi dari SGOT. Perbandingan antara dan bilirubin. Pada USG akan terlihat pelebaran pembuluh
SGOTdan SGPT atau rasio de Ritis biasanya di atas 1. darah dan penebalan dinding kandung empedu (edema).
Kolinesterase akan menurun apabila kerusakan hati makin
berat. Enzim untuk pembekuan darah juga akan menumn. Kelainan pada Kehamilan
Pada kehamilan normal, fosfatase alkali dapat meninggi 2
Penyakit Saluran Empedu dan Sirosis Bilier atau 3 kali normal sedangkan bilirubin dan enzim lainnya
Pada kelainan saluran empedu yang terlihat mencolok tidak meninggi. Pada kehamilan trimester 3, peninggian
adalah peninggian fosfatase alkali dan gamma GT. harus menimbulkan perhatian akan
Peninggian SGOT dan SGPT dapat terlihat pada kemungkinan adanya sindrom HELLP di samping krisis
penyrmbatan akut atau apabila terdapat bendungan yang hemolisis darah. Bila di samping fosfatase alkali ditemukan
sudah lama sehingga terjadi kerusakan parenkim hati. Pada
pula peningkatan SGOT dan SGPT harus dipikirkan
kelainan batu empedu biasanya tidak akan ditemukan kelainan hepatitis virus akut, atau, bila disertai pula dengan
peninggian SGOT dan SGPT. nyeri perut daerah kanan atas, harus dipertimbangkan
Kolangitis akan ditandai oleh suhu badan suatu perlemakan hati pada kehamilan. Keiainan
serta kenaikanAlP, LAP dan gamma GT. Pada perlemakan hati pada kehamilan harus lebih diperhatikan
juga akan ditemukan peninggian ALP, LAR gamma GT bila terjadi muntah-muntah pada pasien dengan kehamilan
serta bilirubin semm. Kolesterol dan fosfolipid juga akan trimester terakhir.
meningkat Kolinesterase dan enzim pembekuan hanya akan
menurun bila proses sudah lanjut. Hiperbilirubinemia
- Apabila terj adi sumbatan saluran empedu, komplikasi Bila terjadi peningkatan kadar bilirubin tanpa ada
yangditakutkanadalahterjadinya s.Olehkarena peningkatan enzim lain harus dipikirkan kemungkinan
itu perlu segera dilakukan tindakan untuk menghilangkan kelainan kongenital seperti penyakit Rotor, Dubin Johnson
penyebab terjadinya bendungan tersebut. atau penyakit hiperbilirubinemia tak terkonjugasi lainnya.
KELAINAN ENZIM PADA PEiIYAKIT HIITI 643

KESIMPULAN REFERENSI

Walaupun pola enzim sangat membantu dalam menegakkan Adolph L, Lorenz R. Enzyme diagnosis. In: Diseases of the Heart,
diagnosis gangguan hati tetapi pemeriksaan yang lengkap Liver, and Pancreas. S, Karger, Basel, New York , 1981; 7:81-
r 04.
disertai pemeriksaan penunjang lain seringkali harus
Akbar N, Noer MS. Diagnostik hepatitis akut dan kronik. Program
dilakukan. Kadang kala walaupun semua pemeriksaan Pustaka Prodia seri hepatitis 02. 1985.
sudah dilakukan, diagnosis pasti belum dapat }oga Golberg DM, Martin JV Role of gamma-glutamyl transpeptidase
ditegakkan. Dalam hal ini kita harus membuat diagnosis activity in the diagnosis of hepatobiliary dusease. Digestion
seperti memperhatikan gambaran mosaik, sehingga biarpun 1975l' 12:232.
ada bagian yang hilang atau tidak ada gambaran Hat JE et al. the nafure of unexplained chronic aminotransferase
keseluruhan masih dapat dibuat suatu kesimpulan elevation of a mild to moderate degree in asymptomatic
patients. Hepatology 1989; 9: 193.
diagnosis.
Levine JS. Decision Making in Gastroenterology 2"d ed. Mosby-yaer
Book Inc 1992: 158-63.
Schmidt E, Schmidt FW, Enzyme diagnosis in diseases of the liver
and biliary system. In: Advances in Clinical Enz.Tmology. Eds.
Schmidt E, et al. S.Karger.Basel, Munchen, Paris, London, New
York, Sydney 1979:239-92.
Williams AL, Hoofnagle JH. Ratio of aspartate to alanine amino
transferase in chronic hepatitis. Relationship to cirrhosis.
Gastroenterology 1988; 95: 734.
101
HEPATITIS VIRUS AKUT
AndriSanityoso

PENDAHULUAN dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-


negaraAsia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang ibu pengidap hepatitis merupakan j awaban atas prevalensi
dominan menyerang hati. Hampir semua kasus hepatitis infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi
virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena
yaitu: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya.
virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting untuk
hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan penularan. Walaupun ibu mengandung HBsAg positif
pascatransfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah namunjika HBeAg dalam darah negatif maka daya tulamya
dapat diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepa- menjadi rendah. Data di Indonesia telah dilaporkan oleh
titis. Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari hasil
merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi
merupakan virus DNA. Walaupun virus-virus tersebut yang mendapat penularan secara vertikal adalah sebanyak
berbeda dalam sifat molekular dan antigen, akan tetapi 22bayi(45,9%).
semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa
perj alanan penyakitnya. tempat di Indonesia menunjukkan angka di antara 0,5o/o-
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari 3,370 . Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis vi-
berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Penyakit tersebut rus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5%-46,4%)
ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas l-2 j:uta menempati urutan kedua setelah hepatitis AAkut (3 9,8o/o-
kematian setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis 68,3yo) sedangkan urutan ketiga ditempati oleh hepatitis
dengan klinis anikterik, tidak nyata atau subklinis. Secara B (6,40/025,9%). Untukhepatitis D, walaupun infeksi hepa-
global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia titis ini erat hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di
yang persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal Asia Tenggara dan Cina infeksi hepatitis D tidak biasa
dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian dijumpai pada daerah dimana prevalensi HBsAg sangat
terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu tinggi. Laporan dari Indonesia pada tahun 1982
berkisar dari 3 9,8-68,3yo. Peningkatan prevalensi anti HAV mendapatkan hasil2,7%o (2 orung) anti HDV positif dari 73
yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih karier hepatitis B dari donor darah. Pada tahun 1985,
nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah Suwignyo dkk melaporkan, di Mataram, pada pemeriksaan
standar. Lebih dari 75o/o anak dari berbagai benua Asia, terhadap 90 karier hepatitis B, terdapat satu anti HDV positif
Afrika, India, menunjukkan sudah memiliki antibodi anti- 0,1w.
HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV Hepatitis E (IIEV) di Indonesia pertama kali dilaporkan
didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik terjadi di Sintang Kalimantan Barat yang diduga terjadi
atau sekurangnya anikterik. akibatpencemaran sungai yang digunakan untuk aktivitas
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat sehari-hari. Didapatkan HEV positif sebanyak 28182
bervariasi berki sar dai2,5Yo dtBanjarmasin s ampai 25,6lYo (34,1%). Letupan kedua terjadi pada tahun 1991, hasil
di Kupang, sehingga termasuk dalam kelompok negara pemeriksaan menunjukkan HEV positif 78192 orang

644
HEPATTTISVIRUSAKUT 645

(84,7%).Di daerah lainjuga ditemukan adanya IIEV seperti . virus tanpa selubung
di kabupaten Bawen, Jawa Timur. Pada saat teq'adi letupan . tahan terhadap cairan empedu
tahwl992,ditemukan2 kasus HEV dari 34 sampel darah.
Dari rumah sakit di Jakarta ditemukan 4 kasus dari 83 sampel. . denganpenyakit hati kronik
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai . tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi
dari infeksi asimtomatik tanpa kuning sampai yang sangat karier intestinal.
berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan
Kemungkinan munculnya jenis hepatitis virus enterik
kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut
baru dapat terjadi.
terbagi dalam 4 tahap yaitu:

Fase inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus Virus Hepatitis A (HAV)
dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda . Digolongkan dalam picornavirus, subklasifftasi sebagai
lamanya untuk tiap virus hepatitis- Panjang fase ini hepatovirus
tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur . Diameter2T-28 nmdgnbentukkubus simetrik
. Untai tung gal (single s*anded),molelttlRNA linier: 7,5
inkubasi ini.
kb
Fase prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya . Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih
keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. genotipe.
Awitannya dapat singkat atat insidious ditandai dengan . Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal.
malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran . Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di
napas atas dan anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia kapsomer
berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. . Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak
Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum siclmess dapat terdapat bukti yang nyata adanya replikasi di usus.
muncul pada hepatitis B akut di awal infeksi. Demam derajat . Menyebar pada primata non manusia dan gdlur sel
rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri ab- manusia.
domen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan
atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas Virus Hepatitis E (HEV)
akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis. . Kemungkinan diklasihkasi pada famili yang berbeda
Fase ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat
yaitu pada virus yang menyerupai hepatitis E
juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada
. Diameter2T-34nrn
banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus
. MolekulRNAlinre1;7,2kb
jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru
. Genome RNA dengan tiga overlap ORF (open reading
akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. frames) mengkode protein struktural dan protein non-
struktural yang terlibat pada replikasi HEV. RN,4
Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan replicase, helicas e, cys tein proteas e, methyltransferas e
menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi . Pada manusia hanya terdiri atas satu serotipe, empat
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. sampai lima genotipe utama
Muncul perasan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu . Lokasinetralisasiimunodominanpadaproteinstr.rkflual
makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam2-3 dikodekan oleh ORF kedua
minggu. Pada hepatitis Aperbaikan klinis dan laboratorium . Dapat menyebar pada sel embrio diploid paru.
lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk . Replikasi hanya terjadi pada hepatosit.
hepatitis B. Pada 5-10% kasus pe{alanan klinisnya mrurgkin
lebih sulit ditangani, hanya < lYoyangmenjadi fulminan.
Transmisi Melalui Darah
Terdiri atas virus hepatitis B QIBV), virus hepatitis D QiDV)
dan virus hepatitis C (HCV):
AGEN PENYEBAB HEPATITIS VIRUS . Virus dengan selubung (envelope)
. Rusak bilaterpajan cairan empedu / detergen
Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat . Tidak terdapat dalam tinja
diklasifikasikan kedalam dua grup yaitu hepatitis dengan . Dihubungkan dengan penyakit hati laonik
transmisi secara enterik dan transmisi melalui darah. . Dihubungkan dengan viremia yang persisten

Transmisi Secara Enterik Virus hepatitis B (HBV)


Terdiri atas virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E . VirusDNAhepatotropik,Hepadnaviridae
(rrEV): . Terdiri atas 6 genotipe (A sampai H), terkait dengan
646 HEPAXIOBILIER.

derajat beratnya dan respons terhadap terapi Partikel sferis, inti nukleokapsid 33 nm
. 42nmpartikel sferis dengan: Termasuk klasifikasi F laviviridae, genus hepacivirus
. Inti nukleokapsid, densitas elektron,diameter2T nm Genome HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode
. Selubung luar lipoprotein dgn ketebalanT nm protein besar sekitar residu 3000 asam amino.
. IntiHBVmengandung, dsDNApartial(3,2kb)dan: . ll3 bagian dari poliprotein terdiri atas protein
. Protein polimerase DNA dengan aktivitas reverse stnrktural
transcriptase. . Protein selubung dapat menimbulkan antibodi
. Antigen hepatitis B core (HbcAg), merupakan netralisasi.
protein strukhral . Regio hipervariabel terletak diE2
. Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non- . Sisa 2/3 dari poliprotein terdiri atas protein
struktural yang berkorelasi secara tidak sempurna nonstruktural (dinamakan NS2, NS3, NS4A, NS4B,
dengan replikasi aktif HBV dan NS5 B) terlibat dalam replikasi HCV.
. Selubung lipoprotein HBV mengandung: . Hanya ada satu serotipe yang dapat diidentifikasi,
. Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg), dgn tiga terdapat banyak genotipe dengan distribusi yang
selubung protein: utama, besar dan menengah. bervariaSi di seluruh dunia.
. Lipid minor dan komponen karbohidrat.
. IIbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan
bentuk sferis 22 nm atau tubular. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
. Satu serotipe utama dengan banyak subtipe
berdasarkan keanekaragaman protein IIbsAg.
. Virus HepatitisA(HAV)
Virus HBV mutan merupakan konsekuensi kemampuan
. Masainkubasi 15-50hari (rata-rata 30 hari)
proofreading yang terbatas dai reverse transcriptase
Distribusi di seluruh dunia; endemisitas tinggi di negara
atau munculnya resistensi. Hal tersebut meliputi:
. IIbeAg negatif mutasi precorelcore berkembang
. Mutasi yang diinduksi oleh vaksin HBV II"{V diekskresi di tinj a oleh orang yang terinfeksi selama
. MutasiYMDDolehkarenalamivudin.
l-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan
. Hati merupakan tempat utama replikasi di samping
penyakit.
Mremia muncul singkat ( tidak lebih dari 3 minggu),
tempat lainnya.
kadang-kadang sampai 90 hari pada infeksi yang
membandel atau infeksi yang kambuh.
Virus Hepatitis D (HDV) Ekskresi feses yang memanjang (bulanan) dilaporkan
. MrusRNAtidaklengkap,memerlukanbantuandariHBV pada neonatus yang terinfeksi.
untuk ekspresinya, patogenesitas tapi tidak untuk Transmisi enterik (fekal-oral) predominan di antara
replikasi. anggota keluarga. Kejadian luar biasa dihubungkan
. Hanya dikenal satu serotipe dengan tiga genotipe. dengan sumber umum yang digunakan bersama,
. Partikel sferis 35-27 nm, diselubungi oleh lapisan lipo- makanan terkontaminasi dan air.
protein IIBV (IIBsAG) 19 nm shrktur mirip inti. Faktor risiko lain, meliputi paparan pada :
. Mengandung suatu antigen nuclear phosphoprotein . Pusatperawatan sehariuntukbayi atauanakbalita.
(IIDVantigeQ . Institusi rttotuk developmentally disadvantage
. MengikatRNA . Bepergian ke negara berkembang
. Terdiri dari 2 isoforms: yang lebih kecil mengandrurg . Perilakuseksoral-anal
195 asam amino dan yang lebih besar mengandung . Pemakaian bersama pada IVDU (intravena drug
214 asamamino. user)
. Antigen HDV yang lebih kecil mengangkut RNA ke Tak terbukti adanya penularan matemal-neonatal
dalam inti; merupakan hal esensial untuk replikasi. Prevalensi berkorelasi dengan standar sanitasi dan
. AntigenHDVyanglebihbesar : mengharnbatrephkasi rumah tinggal ukuran besar
IIDV RNA dan berperan pada perakitan HDV. Transmisi melalui transfusi darah sangat jarang
. RNA HDV merupakan untai tunggal, covalently close
dan sirkular
. Virus Hepatitis E (HEV)
Mengandungkurang dari 1680 nukleotida, merupakan
Masa inkubasi rata-rata 40 hari
genom RNA terkecil diantara virus binatang.
Distribusi luas, dalam bentuk epidemi dan endemi
. Replikasi hanya pada hepatosit
HEV RNA terdapat di serum dan tinja selama fase
akut
Virus hepatitis C (HCV) Hepatitis sporadik sering pada dewasa muda di negara
. Selubung glikoprotein. Virus RNAuntai tunggal sedang berkembang
HEFATITISVIRUSAKUT 647

. Penyakit epidemi dengan sumber penularan melalui air Virus Hepatitis G (HCV)
. Intrafamilial, kasus sekunderjarang . Masa inkubasi 15-160 hari (puncakpada sekitar 50 hari)
. Dilaporkanadanyatransmisimatemal-neonatal . Viremiayangberkepanjangan dan infeksi yang persisten
. Di negara maju sering berasal dari orang yang kembali umum dijumpai (55-85%). Distribusi geografik
pulang setelah melakukan pet' alanan atau imigran baru luas
dari daerah endemik. . Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis
. Viremia yang memanjalg ata:u pengeluaran di tinja kronik, sirosis, kanker hati.
merupakan kondisi yang tidak sering dijumpai. . Prevalensi serologi infeksi lampau / infeksi yang
. Zoonosis: babi dan binatang lain berlangsung berkisar 1,8% di USA, sedangkan di Italia
dan Jepang dapat mencapai20%o.
Virus Hepatitis B (HBV)
. Caratransmisi
. Masa inkubasi I 5- I 80 hari (rata-rata 60-90 hari)
. Darah (predominan) : IVDU dan penetrasi jaringan,
. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai
resepien produk darah
bulan setelah infeksi akut
. Transmisi seksual: efisiensi rendah, frekuensi
. Sebanyak l-5olo dewasa, 90olo neonatus dan 50% bayi
rendah.
akanberkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia
. Maternal-neonatal: efisiensi rendah, frekuensi
yang persisten rendah
. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik,
. Tak terdapat bukti transmisi fekal-oral

sirosis dan kanker hati.


. Distribusi di seluruh dunia: Prevalensi karier di USA <
loh,diasia 5-15%. PATOFISIOLOGI
. IIBV ditemukan di darah; semen, sekret servikovaginal,
saliva, cairan tubuh lain. 1. Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya
. Caratransmisi kerusakan sel hati
. Melalui darah: penerimaproduk darah,IVDU, pasien a. Melibatkan respons CDS dan CD4 sel T
hemodialisis, pekerj a kesehatan, pekerja yang b. Produksi sitokin di hati dan sistemik
terpapar darah 2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien
. Transmisi seksual imunosupresi dengan replikasi tinggi, akan tetapi tidak
. Penetrasi jaringan (perkutan) ataupennukosa : ada bukti langsung.
tertusuk jarum, Penggunaan ulang peralatan medis
yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau
cukur dan silet, tato, aklrpunktur, tindik, GAMBARAN KLINIS
penggunaan sikat gigi bersama
. Transmisimatemal-neonatal,matemal-infant Pada infeksi yang sembuh spontan : 1). Spektrum
. Tak ada bukti penyebaran fekal-oral penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata
sampai kondisi yang fatal sehinggaterjadi gagal hati akut;
HepatitisVirus D (HDV) 2). Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab
1. Masa fukubasi diperkirakan4-7 minggu mulai dari gejala prodromal yang non spesifik dan gejala
2. Endemis di Mediterania, Semenanjung Balkan, bagian gastrointestinal, seperti: a). malaise, anoreksia, mual dan
Eropa bekas Rusia. muntah. b). gejala flu, faringitis, batuk,coryza, fotofobia,
Insidensi berkurang dengan adanya peningkatan sakit kepala, dan mialgia; 3). awitan gejala cenderung
pemakaianvaksin muncul mendadak pada HAV dan HEV, pada virus yang
Mremia singkat (infeksi akut) atau memanjang (infeksi lain secara ins idious ; 4). Demam j arang ditemukan kecuali
laonik) pada infeksi HAV; 5). Immune complex mediated, serum
Infeksi HDV hanyatef adi pada individu dengan risiko sickness like syndrome dapat ditemukan pada kurang
infeksi HBV (koinfeksi atau superinfeksi) daril}%opasien dengan infeksi HBV,jarang pada infeksi
a. IVDU virus yang lain; 6). Gejala prodromal menghilang pada
b. Homoseksual atau biseksual saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise, dan
c. Resipien donor darah kelemahan dapat menetap; 7). Ikterus didahului dengan
d. Pasangan seksual kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya
Cara penularan ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus
a. Melalui darah meningkat; 8). Pemeriksaan fisis menunjukan pembesaran
b. Transmisi seksual dan sedikit nyeri tekan pada hati; 9). Splenomegali ringan
c. Penyebaran maternal - neonatal dan limfadenopati pada 15%-20% pasien.
648 HEPAI]OBIIJER

GAGAL HATI AKUT (ACUTE LIVER FAILUR+ Gagal HatiAkut


. Koagulopati yang berat
l. Perubahan status mental (ensefalopati): letargi, . Lekositosis, hiponatremia dan hipokalemia umum
mengantuk, koma, perubahan pola tidur, perubahan dijumpai
kepribadian. . Hipoglikemia
2. Edema serebral (biasanya tanpa edema papil) . Elevasi yangnyata dari serum bilirubin dan transami-
3. Koagulopati (pemanjangan masa protrombin) nase, tetapi aminotransferase akan kembali normal
4. Gagal organ multipel. ARDS, aritmia jantung, sindrom meskipun penyakit progresif.
hepatorenal, asidosis metabolik, sepsis, perdarahan
gastrointestinal, hipotensi
Hepatitis dengan Kolestasis
5 Asites, dapat anasarka . Konsentrasi bilirubin sbrum dapat melebihi 20 mg/dl
6 Cas e fatality rate: 60Yo . Konsentrasi serum aminotransaminase dapat kembali
7 Pemeriksaan fisis serial memperlihatkan hati yang
normal walaupun kolestasis masih menetap
mengecil . Konsentrasi fosfatase alkali serum meningkat secara
8. Frekuensi tinggi mencapai l0%-20%padaperempuan
bervariasi
hamil semester ketiga dengan hepatitis E.

Hepatitis Relaps
Hepatitis dengan Kolestasis . Meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase
. Kuning sangat menonjol dan menetap selama beberapa dan bilirubin yang sudah normal ,dalam masa
bulan sebelum te{adinya perbaikan yang komplit penyembuhan
. Pruritus menonjol . Konsentrasi puncak dapat melebihi konsentrasi pada
. Pada beberapa pasien terjadi anoreksia dan diare yang saat infeksi awal.
persisten
. Prognosis baik pada pasien dengan resolusi yang
komplit Diagnosis
. Paling seringterjadipadainfeksiHAV Diagnosis Banding
. Penyakit hati oleh karena obat atau toksin
Hepatitis Relaps . Hepatitis iskemik
. Kemunculan kembali gejala dan abnormalitas tes hati
. Hepatitis autoimun
setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan
. Hepatitis alkoholik
setelah perbaikan atau kesembuhan
. Obstruksi akut traktus biliaris
. Paling sering terjadi pada infeksi HAV, IgM anti HAV Diagnosis Secara Serologis
tetap positif dan dijumpai HAV di tinja. 1. Transmisi Infeksi secara enterik
. Dapat dijumpai artritis, vaskulitis dan krioglobulinemia. a. IIAV
. Prognosis baik padayang sembuh sempurnawalaupun . IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut
setelah kambuh yang berulang (terutama dijump ai pada dan 3-6 bulan setelahnya.
anak) . Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV
mengindikasikan infeksi lampau
Laboratorium b. HEV
Pada pasien yang sembuh spontan . Belumtersediapemeriksaanserologikomersial
. Gambaran biokimia yang utama adalah. peningkatan yang telah disetujui FDA.
konsentrasi serum alanin dan aspartat amino- . IgM dan IgG anti HEV baru dapat dideteksi oleh
transferase pemeriksaan untuk riset
. Konsentrasi puncakbervariasi dari 500 sampai 5000 U/ . IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu
L setelah puncak dari penyakit.
. Konsentrasi serum bilirubin jarang melebihi 10 mgldl-, . IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20
kecuali pada hepatitis dengan kolestasis bulan
. Konsentrasi serum fosfatase alkali normal atathatya 2. Infeksi melalui darah.
meningkat sedikit a. HBV
. Masaprotrombinnormalataumeningkatantara l-3 detik - Diagnosis serologis telah tersedia dengan
. Konsentrasi serum albumin normal atau menurun mendeteksi keberadaan dari IgM antibodi
rlngan. terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc
. Hapusan darah tepi normal atau leukopenia ringan dan HBs Ag).
dengan ata.u tanpa limfositosis ringan. . Keduanya ada saat gejala muncul
HEPATITISVIRUSAKUT 649

. HBsAg mendahului IgM anti HBc besar)


. HbsAg merupakan petanda yang pertama . Pemeriksaan IgM anti HCV dalam
kali diperiksa secara rutin pengembangan. (belum disetujui FDA)
. HbsAg dapat menghilang biasanya dalam . Secaxa umum anti HCV akan tetap terdeteksi
beberapa minggu sampai bulan setelah untuk periode yang panjang, baik pada
kemunculannya, sebelum hilangnya IgM pasien yang mengalami kesembuhan
antiHBc spontan maupun yang berlanjut menjadi
- HbeAgdanHBVDNA kronik.
. HBV DNA di serum merupakan petanda - HCVRNA
yang pertama muncul, akan tetapi tidak . Merupakan petanda yang paling awal
rutindiperiksa. muncul pada infeksi akut hepatitits C.
. HbeAg biasanya terdeteksi setelah . Muncul setelah beberapa minggu infeksi
kemunculan IIbsAg . Pemeriksaan yar,g mahal. Untuk
. Kedua petanda tersebut menghilang dalam mendiagnosis penyakit tidak rutin dilakukan,
beberapa minggu atau bulan pada infeksi kecuali pada keadaan dimana dicurigai
yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan adanya infeksi pada pasien dengan anti HCV
muncul anti HBs dan anti Hbe menetap. negatif.
. Tidak diperlukan unflrk diagnosis rutin . DitemukanpadainfeksikronikHCV
- IgGantiHBc
. Menggantikan IgM anti IIBc pada infeksi
yang sembuh PERJALANAN ALAMIAH DAN OUTCOME
. Membedakan infeksi lampau atau infeksi
yang berlanjut. lnfeksi dengan transmisi secara enterik (IIAV & HEV) : 1).
. TidakmunculpadapemberianvaksinHBV Perbaikan komplit dari klinis, histologis, dan biokimia akan
- Antibodi terhadap IIbsAg (anti HBs) te{adi dalam 3-6 bulan; 2).Pada gagal hati akut kadang
. Antibodi terakhir yang muncul terjadi: a). fatalitas pada HAV tergantung umur (risiko
. Merupakan antibodi penetral meningkat pada umur > 40 tahun), b). risiko meningkat
. Secaraumummengindikasikankesembuhan pada perempuan hamil dengan infeksi HEV, c). risiko
dan kekebalan terhadap reinfeksi meningkat pada pasien yang telah mempunyai penyakit
. DimunculkandenganvaksinasiHBV hati sebelumnya; 3). Tidak pernah menjadi kronik atau
}IDV karier virus yang berkepanjangau
- Pasien IIBsAg positif dengan:
. Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi
(pemeriksaan belum mendapat persetujuan) Infeksi dengan Transmisi Melalui Darah (HBV,
. IgM anti HDV dapat muncul sementara. HDV dan HCV)
- KoinfeksiHBV/I{DV I. HBV
. HBsAg positif a. Risiko untuk kronisitas tergantung umur, menurun
. IgM anti HBc positif secara progresif dengan meningkatnya umur.
. AntiFIDVdanatauHDVRNA
. 90 yo infeksi pada neonatus akan berkembang
- Superinfeksil{Dv menjadi karier
. HBsAg positif
. l-5% pasien dewasa akan berkembang menjadi
. IgG anti HBc positif laonik.
. AntiHDVdanatauHDVRNA b. Gagalhati akutpada < l% infeksi akut
- Titer anti HDV akan menurun sampai tak c. Infeksi persisten (HBsAg positif dengan atau tanpa
terdeteksi dengan adaty a perbaikan infeksi. replikasi aktifHBV)
HCV
. Karier asimtomatik dengan gambaran histologi
- Diagnosis serologis normal atau non-spesifik
. DeteksiantiHCV
. Hepatitis kronik, sirosis, karsinoma
. Anti HCV dapat dideteksi pada 60 % pasien hepatoselular.
selama fase akut dari penyakit,35o/o sisanya
. Dihubungkan dengan glomerulonefritis
akan terdeteksi pada beberapa minggu atau membranosa, poliarteritis nodosa, dan yang
lebih j arang krio globulinemi a c amptr an (mix e d
bulankemudian.
. Anti HCV tidak muncul pada < 5%o pasien cryoglobulinemia).
yang terinfeksi (Pada pasien HIV, anti HCV 2. IIDV
tidak muncul dalam persentase yang lebih a. Koinfeksi HDV dan HBV biasanya sembuh spontan
6s0 HEPAI1OBILIER

dan sembuh tanpa gejala sisa. . Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan
b. Gagal hati akut lebih sering pada superinfeksi HDV dan perbaikan fungsi hati dilakukan monitoring
dibanding dengan koinfeksi dengan HBV kontinu dan terapi suportif.
c. Superinfeksi HDV dapat berlanjut menjadi HDV . Pengenalan dini dan terapi terhadap komplikasi yang
kronik superimposed dengan HBV kronik dan mengancamnyawa
berkembang menjadi hepatitis kronik berat dan . Mempertahankan fungsi vital
srrosls. . Persiapan transplantasi bila tidak terdapat
3. HCV perbaikan.
a. 15-45% akan sembuh spontan 4. Angka survival mencapai 65-15% bila dilakukan
b. Kejadian akut sangat jarang dijumpai. transplantasi dini
c. Umumnya akan terjadi infeksi menetap dengan
viremia yang memanjang dan konsentrasi serum
Hepatitis Kolestasis
aminotransferase yang meningkat atau berfluktuasi.
l. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan
d. Histologi pada infeksi HCV persisten pemberian jangka pendek pE4lfsgl atau e!4lq
. Hepatitis kronik - inflamasi ringan, sedang,
ursodioksikofat. Hasil penelitian masih belum tersedia.
berat.
. Porta, periporta, bridging fibrosu atau sirosis 2. s dapat dikontrol dengan kolestiramin.

e. Risiko utuk terjadinya karsinoma hepatoselular pada Hepatitis relaps. Penanganan serupa dengan hepatitis
pasien yang telah mengalami sirosis. yang sembuh spontan.
f Dihubungkan dengan
. Mixedcryoglobulinemia
. Cutaneous vasculitis PENCEGAHAN

. .. Glomerulonefritis membranosa
Porphyria cutanea tarda.
Pencegahan Terhadap lnfeksi Hepatitis dengan
Penularan Secara Enterik HAV
PENGOBATAN Pencegahan dengan imunoprofilaksis
1. Imunoprofilaksis sebelum paparan
a. VaksinllAVyangdilemahkan
lnfeksi yang Sembuh Spontan . Efektivitas tinggi (Angkaproteksi 94-100%)
1. Rawatjalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia . Sangat imunogenik (Hampi L}0%opadasubyek
. berat yang akan menyebabkan dehidrasi
sehat)
2. Mempertahankan asupankalori dan cairanyang adekuat . Antibodiprotektifterbentukdalam 15haripada
. Tidak ada rekomendasi diet khusus 85-90% subjek
. Makan pagi dengan porsi yang cukup besar . Aman, toleransi baik
merupakan makanan yang paling baik ditoleransi. . Efektifrtas proteksi selama 20-50 tahun
. Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut . Efek samping utama adalah nyeri di tempat
3. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan penyuntikan.
harus dihindari
b. Dosis dan jadual vaksin HAV
4. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat . > 19 tahun.2 dosis of HAVRIX@ (1440 Unit
kelelahan dan malaise
Elisa) dgn interval6-12 bulan
5. Tidak ada pengobatan spesihk untuk hepatitis A, E, D. . Anak > 2 tahun. 3 dosis HA\aRIX@ (360 Unit
Pemberian interferon-alfa pada hepatitis C akut dapat
Elisa), 0, l, dan6-l2bulanatat2 dosis (720 Unit
menurunkan risiko kejadian infeksi kronik. Peran Elisa),0, 6-l2bdarr
c. Indikasi vaksinasi
belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat. . Pengunjung ke daerah risiko tinggi
6. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan. . Homoseksual dan biseksual
. IVDU
Gagal HatiAkut . Anak dan dewasa muda pada daerah yang
1. PerawatandiRS pernah mengalami kejadian luar biasa luas
. Segera setelah diagnosis ditegakkan . Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV
. Penanganan terbaik dapat dilakukanpada RS yang lebih tinggi dari angka nasional
menyediakan program transplantasi hati. . Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
2. Belum ada terapi yang terbukti efektif . Peker{a laboratorium yang menangani HAV
3. Tujuan . Pramusaji
HEPAITflSVIRUSAKUT 651

. Pekerjapadabagianpembuangan air kemudian


2. Imunoprofilaksis pasca paparan c. Indikasi
. Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan . Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
belumjelas . Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19
. Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata akan tahun (bila belum divaksinasi)
tetapi tidak sempuma. . Gruprisikotinggi: 1. Pasangan dan anggota
. Dosisdanjadwalpemberian imunoglobulin: keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B.
. Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid 2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar
sesegera mungkin setelah paparan. darah, 3. IVDU.4. Homoseksual danbiseksual
. Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan pria, 5. Individu dengan banyak pasangan
. Indikasi: kontak erat dan kontak dalam rumah seksual. 6. Resipien transfusi darah,7. Pasien
tangga dengan infeksi HAV akut hemodialisis, 8. Sesama narapidana, 9. Individu
dengan penyakit hati yang sudah ada (misal
hepatitis Ckronik)
HH/ 2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin
hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG).
Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien Indikasi:
hepatitis E dapat bersifat proteksi, akan tetapi efektifitas . Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi
dari imunoglobulin yang mengandung anti HEV masih hepatitis akut: 1). Dosis 0,04-0,07 ml/kg HBIG
belumjelas. sesegera mungkin setelah p aparaq 2). Vaksin HBV
. Pengembangan imunoglobulin titer tinggi sedang pertama diberikan pada saat atau hari yang sama
dilakukan. pada deltoid sisi lain; 3). Vaksin kedua dan ketiga
. Vaksin HEV sedang dalam penelitian klinis pada daerah diberikan I dan 6 bulan kemudian.
. endemik. . Neonatus dari ibu yang diketahui mengidip HBsAG
positif: 1). Setengah mili liter HBIG diberikan dalam
waktu 12 jam setelah lahir di bagian anterolateral
HBV otot paha atas; 2). Vaksin HBV dengan dosis 5-10
ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi lain,
diulang pada 1 dan 6 bulan.
Pencegahan pada lnfeksi yang Ditularkan Melalui . Efektivitas perlindunganmelampaui 95%.
Darah
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin
hepatitis B sebelum paparut. Vaksin Kombinasi Untuk Perlindungan dari
l. Imunoprofrlaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan Hepatitis A dan B
a. Vaksin rekombinan ragi Vaksin kombinasi (Twinrix-GlaxoSmithKline@)
. Mengandung IIBsAg sebagai imunogen mengandung 20ug protein lIBsAg @ngerix B@) dan > 720
. Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi Unit Elisa hepatitis A virus yang dilemahkan (Havrix@)
proteksi anti HBsAg p ada> 95oh pasien dewasa memberikan proteksi ganda dengan pemberian suntikan 3
muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis. kali berjarak 0, I dan 6 bulan.
. Efektifitas sebesar 85-95% dalam mencegah Diindikasikan untuk iqdividu dengan risiko baik
infeksiHBV terhadap infeksi HAV maupun HBV.
. Efeksampingutama
l. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada
tM5% REKOMENDASI UMUM
2.Demamringan dan singkatpada < 3% ,
. Booster tidak direkomendasikan walaupun . Pasien dapat dirawat jalan selama terjamin hidrasi dan
setelah l5 tahun imunisasi awal intake kalori yang cukup
. Booster hanya untuk individu dengan . Tirah baring tidak lagi disarankan kecuali bila pasien
imunokompromais jika titer di bawah I 0mU/mL mengalami kelelahan yang berat.
r Peran imunoterapi untuk pasien hepatitis B . Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang
kronik sedang dalam penelitian memberikan hasil efektif
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM . Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami
(deltoid) dosis dewasa untuk dewasa, unhrk bayi, ensefalopati hepatik.
anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2
. Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan
dosis dewasa), diulang pada I dan 6 bulan untuk proses penyembuhan.
652 HEPATOBILIER

Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan REFERENSI


dibatasi.
Dienstag Jl, Isselbacher KJ. Acute viral hepatitis In: Kasper DL,
Obat-obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL. Editors.
akan tetapi bila sangat diperlukan dapat diberikan Harrison's principles of internal medicine. 16th edition. Vol 1.
dengan penyesuaian dosis. New York: Mc Graw Hill;2005.p 1822-38.
Pasien diperiksa tiap minggu selama fase awal penyakit Emerson SU, Purcell RH. Running like water - The omnipresence
dan terus evaluasi sampai sembuh. of hepatitis E. N Engi J Med 2004;351:2367-2368.
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati Friedman LS. Disease of the liver. In: Tierney LM, Mc Phee SJ.
Papadakis MA. Editors. Current medical diagnosis and treatment.
seperti kesadaran somnolen, menganfuk dan asteriks.
43th edition. New York: Lange medical bookMcGraw-Hill 2004.p
Masa protrombin serum merupakan petanda yang baik 626-32
untuk menilai dekompensasi hati dan menentukan saat Ganem D, Prince AM. Hepatitis B virus infection-Natural history
yang tepat untuk dikirim ke pusat transplantasi. and clinical consequences. N Engl J Med 2004;350:1118-29.
Memonitor konsentrasi transaminase serum tidak Gany MG, Liang TJ. Acute viral hepatitis. In: Yamada. Editor. Text-
membantu dalam hal menilai fungsi hati pada keadaan book of gastroenterology. 4th edition. Vol 2. New York:
Lippincott william & wilkins;2003 .p 227 6-2309.
hepatitis fulminan karena konsentrasinya akan turun the price of pregress. N
Giammarino LD, Dienstag JL. Hepatitis A -
setelah terjadi kerusakan sel hati masif. Engl J Med 2005:353:944-6.
Anti mual muntah dapat membantu meghilangkan Jaeckel E, Cornberg M, Wedemeyer H, Santatonio T, Mayer J,
keluhanmual. Zankel M etal. Treatment of acute hepatitis C with interferon
Pasien yang menunjukkan gejala hepatitis fulminan alfa 2b. N Engl J Med 2001;345:1452-7
Lauer GM, Walker BD. Hepatitis C virus infection. N Engl J Med
harus segera dikirim ke pusat transplantasi.
2001;345:41-52.
Transplantasi hati bisa merupakan prosedur Lee WM. Hepatitis B Virus Infection. N Engl J Med 1997;24:1733-
penyelamatan hidup untuk pasien yang mengalami 45.
dekompensasi setelah serangan akut hepatitis. Lemon SM, Thomas DL. Vaccines to prevent viral hepatitis. N
Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan Engl J Med 1997:,3:196-.204.
perawatan isolasi. Poland GA, Jacobson RM. Prevention of hepatitis B with hepatitis
B vaccine. N Engl J Med 2004;351:2832-8.
Orang yang merawat pasien hepatitis akutA dan E harus
Schiff ER. Viral hepatitis. In: Schiff ER, Sorrel MF, Maddrey WC.
selalu mencuci tangannya dengan sabun dan air. Editors. Schiff's diseases ofthe 1iver.9th edition. Vol 1. New
Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut York: Lippincott william & Wilkins;2003.p 741-877.
seharusnya menerima vaksin hepatitis B. Sulaiman A, Julitasari. Mrus hepatitis A sampai E di Indonesia. Yayasan
penerbitan ikatan dokter Indonesia 1995.
t02
HEPATITIS B KRONIK
Soewignjo Soemohardjo, Stephanus Gunawan

PENDAHULUAN setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks


peptida VHB- MHC kelas I yang ada pada permukaan
Dalam l0 tahun terakhir telah te{adi perubahan besar dalam dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen
pengertian, diagnosis serta klasifikasi hepatitis B kronik. Presenting Cel (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+
Perubahan ini sangat besar pengaruhnya terhadap yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan
penatalaksanaanpasien. Salah satu yang mendasar adalah kompleks peptidaVHB-MHC kelas II pada dindinCAPc.
tentang perubahan definisi hepatitis B kronik. Pada saat Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding
ini definisi hepatitis B kronik adalah adanya persistensi sel hati dan menjadi antigen sasaran respons imun adalah
virus hepatitis B (VHB) lebih dari 6 bulan, sehingga peptida kapsid yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CDS+
pemakaian istllah carrier sehat (healty carrier) tidak selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada di dalam
dianjurkan lagi. sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa
Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan
terutama di Asia, dimana terdapat sedikitnya 75% dai menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik.
seluruhnya 300 juta individu IIBsAg positif menetap di Di samping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel
seluruh dunia. Di Asia sebagian besar pasien B kronik tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas
mendapat infeksi pada masa perinatal. Kebanyakan pasien Interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa
ini tidak mengalami- keluhan ataupun gejala sampai yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
akhirnya terjadi penyakit hati kronik. Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan
menyebabkan produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-
HBc dan anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi
PATOGEN ESIS PERSISTENSI VH B partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke
dalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan mencegah
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara
penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan
parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane masuk ke
disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada
dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya
pasien Hepatitis B Kronikt emy ata dapat ditemukan adanya
sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane
anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan metode
utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg
pemeriksaan biasa karena anti-HBs bersembunyi dalam
yang tidak ikut membentukpartikel virus. VHB merangsang
kompleks dengan HBsAg.
respons imun tubuh, yang pertama kali dirangsangadalah
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka
respons imun nonspesifrk (innate immune response)
infeksi VHB dapat diakhiri, sedangkan bila proses tersebut
karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam
kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.
beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi
Proses eliminasi VHB oleh respons imun yang tidak efi sien
nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
dapat disebabkan oleh faktor vrRUS ataupun faktor pejamu.
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan Faktor virus antara lain: terjadinya imunotoleransi
respons imun spesifik, yaitu dengan mengaktivasi sel terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang
limfosit T dan sel limfosit B. Aktifasi sel T CDS+ terjadi berfungsi melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya

653
654 HEPAIIOBILIER,

mutan VHB yang tidak rriemproduksi HBeAg, integrasi toleransi imun terhadap VHB. Fase ini disebut Fase
genom VHB dalam genom sel hati. imunoaktif atau immune clearance. Pada fase ini tubuh
berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan
Faktor pejamu antara lain: faktor genetik, kurangnya
pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Pada fase
produksi IFN, adanya antibodi terhadap antigen
imunoaktif serokonversi HBeAg baik secara spontan
nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons
maupun karena terapi lebih sering terjadi. Sisanya, sekitar
antiidiotipe, faktor kelamin atau hormonal.
70o/, dariindividu tersebut akhimya dapat menghilangkan
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap
sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel hati
produk VHB dalam persistensi VHB adalah mekanisme
yang berarli. Pada keadaan ini, titer HBsAg rendah dengan
persistensi infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan
HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi
oleh ibu HBsAg dan HBeAg positif. Diduga persistensi
positif secara spontan, serta konsentrasi ALT yang
tersebut disebabkan ad.anya imunotoleransi terhadap
normal, yang menandai tegadinya fase nonreplikatif atau
HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului
fase residuaL Sekitar 20-30 % pasien Hepatitis B Kronik
invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa
da_lam fase residual dapat mengalami reaktivasi dan
diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya
menyebabkan kekambuhan.
konsentrasi partikel virus. Persistensi infeksi VHB dapat
Pada sebagian pasien dalam fase residual, pada waktu
disebabkan karena mutasi pada daerahprecore dari DNA
terjadi serokonversi HBeAg positif menjadi anti-HBe justru
yang menyebabkan tidak dapat diproduksinya HBeAg.
sudah terjadi sirosis. Hal ini disebabkan karena terjadinya
Tidak adanya HBeAg pada mutan tersebut akan
rfibrosis setelah nekrosis yang terjadi pada kekambuhan
menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB.
yang berulang-ulang sebelum terjadinya serokonversi
tersebut. Dalam fase residua[ replikasi VHB sudah
mencapai titik minimal dan penelitian menunjukkan bahwa
PERJALANAN PENYAKIT HATI angka harapan hidup pada pasien yang anti-HBe positif
lebih tinggi dibandingkan pasien HBeAg positif. Penelitian
Sembilan puluh persen individu yang mendapat infeksi menunjukkan bahwa setelah infeksi Hepatitis B menjadi
sejak lahir akan tetap HBsAg positif sepanjang hidupnya tenang justru risiko untuk terjadi karsinoma hepatoselular
dan menderita Hepatitis B Kronik, sedangkan hanya 5o/o (KHS) mungkin meningkat. Sebagai contoh, Onata
individu dewasa yang mendapat infeksi akan mengalami melaporkan dari 500 pasien KHS, 53 orang (lloh)
persistensi infeksi. Persistensi VHB menimbulkan kelainan menunjukkan HBsAg yang positif. Dari jumlahir;tt, 46 (87%)
yang berbeda pada individu yang berbeda, tergantung anti-HBe positif dan 30% HBeAg positif. Diduga integrasi
dari konsentrasi partikel VHB dan respons imun tubuh. genom VHB ke dalam genom sel hati merupakan proses
Interaksi antara VHB dengan respons imun tubuh terhadap yang penting dalam karsinogenesis. Karena itu, terapianti
VHB, sangat besar perannya dalam menentukan derujat vurus harus diberikan selama mungkin untuk mencegah
keparahan hepatitis. Makin besar respons imun tubuh sirosis tapi di samping itu juga sedini mungkin untuk
terhadap virus, makin besar pula kerusakan jaringan hati, mencegah integrasi genom VHB dalam genom sel hati yang
sebaliknya bila tubuh toleran terhadap virus terse.but maka dapat berkembang menj adi KHS.
tidak terjadi kerusakan hati.
Ada 3 fase penting dalam perjalanan penyakit
Hepatitis B Kronik yaitu fase imunotoleransi, fase HBeAg PADAHEPATITIS B KRONIK
imunoaktif atau fase immune clearance,dan fase
nonreplikatif atau fase res idual.P adamasa anak-anak atau Parameter untuk mengukur replikasi \{HB yang biasa dipakai
pada masa dewasa muda, sistem imun tubuh toleran adalah HBeAg dan anti-HBe serta konsentasi DNA VHB.
terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah Ada2 kelompok pemeriksaan DNA VHB yang lazim dipakai
dapat sedemikian tingginya, tetapi tidak terjadi peradangan yaitu metode hibridisasi dan amplifftasi sinyal (non PCR)
hati yang berarti. Dalam keadaan itu VHB ada dalam fase dan PCR. Belakangan ini banyak dipakai metode PCR
replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg kuantitatif. Pada saat ini nilai DNA VHB yang dipilih sebagai
positif, anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan kriteria dignostik hepatitis B kronik adalah 105 kopilml yang
konsentrasiALT yang relatif normal. Fase ini disebut fase merupakan batas kemampuan deteksi metode non PCR.
imunotoleransi. Pada fase imunotoleransi sangat jarang Metode non amplifftasi mempunyai kepekaan sampai 105-
terjadi serokonversi HBeAg secara spontan, dan terapi 106 kopilml, sedang PCRmempunyai kepekaan 10-100 kopi/
untuk menginduksi serokonversi HBeAg tersebut biasanya ml. Pada fase replikatif nilai DNA VHB lebih besar dari I 05
tidak efektif. Pada sekitar 30% individu dengan persistensi kopilrnl. Dengan demikian bila DNA VHB tidak bisa dideteksi
\{HB akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, dengan metode non PCR maka infeksi VHB dianggap sudah
terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan tidak aktif. Dalam keadaan normal, pada fase replikatif
konsentrasi ALT. Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan didapatkan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif
HEFATITISBKRONIK 055

dan anti-[IBe negatif serta konsentrasi DNA VHB yang Pemeriksaan biopsi untuk pasien Hepatitis B Kronik
tinggi. Pada sekelompok pasien dengan HBeAg negatif dan sangat penting terutama untuk pasien dengan HBeAg
bahkan anti-HBe positif dapat pula dijumpai konsentrasi positif dengan konsentrasi ALT 2 xfilai normal tertinggi
DNA VIIB dengan titer yang masih tinggi (> 100.000 atau atau lebih. Biopsi hati diperlukanuntukmenegakkan diag-
105 kopilml) dengan tanda-tanda aktivitas penyakit. Pada nosis pasti dan untuk meramalkan prognosis serta
kelompok pasien tersebut didapatkan mutasi pada daerah kemungkinan keberhasilan terapi (respons histologik).
precore daigenom VHB yang menyebabkan HBeAg tidak Sejak lama diketahui bahwa pasien Hepatitis B Kronik
bisa diproduksi. Mutasi tersebut dinamakan mutasi precore. dengan peradangan hati yang aktifmempunyai risiko tinggi
Berdasarkan status HBeAg, hepatitis B kronik rurtuk mengalami progresi, tetapi gambaran histologik yang
dikelompokkan menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif aktifjuga dapat meramalkan respons yang baik terhadap
dan hepatitis B kronik HBeAg negatif. terapi imunomodulator atau antivirus.
Hepatitis B kronik HBeAg negatif sering ditandai
dengan perjalanan penyakit yang berfluktuasi dan jarang
mengalami remisi spontan. Karena itu pasien dengan HBe GAMBARAN HISTOPATOLOGIK HEPATITIS B
negatif dan konsentrasi DNA VHB tinggi merupakan KRONIK
indikasi terapi antivirus. Pada pasien dengan infeksi VHB
mutanprecore mungkin masih ada sisa-sisa VHB tipe liar Pada segitiga portal terdapat infiltrasi sel radang terutama
yang belum mengalami mutasi. limfosit dan sel plasma, dapat terjadi fibrosis yang makin
meningkat sesuai dengan derajat keparahan penyakit. Sel
radang dapatmasukke dalam lobulus sehinggaterjadi erosi
GAMBARAN KLINIS limiting plate, sel-sel hati dapat mengalami degenerasi
baluning dan dapat terjadi badan asidofil (acidophilic
Gambaran klinis Hepatitis B Kronik sangat bervariasi. Pada bodies). Pada pasien hepatitis B kronikjarang didapatkan
banyak kasus tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan gambaran kolestasis. Untuk menilai derajat keparahan
pemeriksaan tes faal hati hasilnya normal. Pada sebagian hepatitis serta untuk menentukan prognosis, dahulu
lagi didapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali gambaran histopatologik hepatitis B kronik dibagi menjadi
atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, misalnya 3 kelompok yaitu: l).Hepatitis kronikpersisten QIKP) adalah
eritema palmaris dart spider nevi, sertapada pemeriksaan infiltrasi sel-sel mononuklir pada daerah portal dengan
laboratorium sering didapatkan kenaikan konsentrasi ALT sedikit fibrosis, limiting plate maslh utuh, tidak ada
walaupun hal itu tidak selalu didapatkan. Pada umumnya piecemeal necrosis . Gambaran ini sering didapatkan pada
didapatkan konsentrasi bilirubin yang normal. Konsentrasi carrier asimtomati( 2). Hepatitis konik aktif (IIKA) adalah
albumin serum umrunnya masih normal kecuali pada kasus- adanya infiltrat radang yang menonjol, yang terutama
kasus yang parah. terdiri dari limfosit dan sel plasma yang terdapat di daerah
Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis B kronik portal. Infiltrat peradangan ini masuk sampai ke dalam
dapat dikelompokkan menjadi 2 y aitu: lobulus hati dan menimbulkan erosi limiting plate dan
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif (hepatitis B kronik disertai piecemeal necrosis. Gambaran ini sering tampak
aktif). HB sAg positif dengan DNA VHB lebih dari I 05 Kronik
pada carrieryang sakit (simtomatik); 3). Hepatitis
kopi/ml didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau Lobular (HKL), sering dinamakan hepatitis akut yang
intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-tanda berkepanjangan. Gambaran histologik mirip hepatitis akut
penyakit hati kronik. Pada biopsi hati didapatkan tetapi timbul lebih dari 3 bulan. Didapatkan gambaran
gambaran peradangan yang aktif. Menurut status peradangan dan nekrosis intra-lobular, tidak terdapat
HBeAg pasien dikelompokkan menjadi hepatitis B piecemeal necrosis dar, bridging necrosis.
konik HBeAg positif dan hepatitis B laonik HBeAg Klasifftasi di atas telah dipakai berpuluh-puluh tahun
negatif. oleh para ahli di seluruh dunia tetapi ternyata kemudian
2. CarrierYl{B Inaktif (Inactive HBV Carrier State).P ada tidak bisa dipertahankan lagi karena terlalu kasar dan
kelompok ini HBsAg positif dengan titerDNA VHB yang hasilnya sering overlapping. Salah satu klasifikasi
rendahyaitukurang dari lOs kopilrnl. Pasienmenrnjukkan histologik untuk menilai aktivitas peradangan yang terkenal
roNsu.rrusl ALT normal dan tidak didapatkan keluhan. adalahHistological Activity Index (HAI), yang ditemukan
Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan jaringan oleh Knodell pada tahun 1981, yang dapat dilihat pada
yang rninimal. Sering sulit membedakan Hepatitis B Tabel 1.
Kronik IIBe negative dengan pasien carrierYHB inaktif Dengan demikian skorHAI yang mungkin adalah 0-18.
karena pemeriksaan DNA kuantitatif masih jarang Pada Tabel 2 dapat dilihat hubungan antara skor indeks
dilakukan secara rutin. Dengan demikran perlu dilakukan aktivitas histologik dengan derajat hepatitis kronik.
pemeriksaan ALI berulang kali untuk waktu yang cukup Belakangan dibuat suatu pembagian baru berdasarkan
luna skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade) dan
656 HEPAIIOBILIER,

. AdefovirDipivoksil
Komponen Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah
Nekrosis periportal dengan atau lanpa bridging 0-1 0 mencegah atau menghentikan progresi jejas hati (liver
necrosts
Regenerasi intralobular dan nekrosis fokal o-4 injury) dengan cara menekan replikasi virus atau
lnflamasi portal o-4 menghilangkan inj eksi.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang
sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus
yang aktif secara menetap (HBeAg dan DNA VHB). Pada
umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe
Diagnosis disertai dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan
1-3 Minimal meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis
4-8 Ringan B kronik HBeAg negatif, serokonversi IIBeAg tidak dapat
9-12 Sedang dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya
13-18 Berat
dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.

progresi struktural penyakit hati (stage) yang dinyatakan


Terapi dengan !munomodulator
dalam bentuk kuantitatif yang lebih sederhana dan iebih
sering dipakai. Interferon (IFN) alfa. IFN adalah kelompok protein
Berikut ini rincian dari sistem skor tersebut: intraselular yang normal ada dalamtubuh dan diproduksi
I. Aktivitas peradangan portal dan lobular oleh berbagai macam sel. IFN alfa diproduksi oleh limfosit
B, IFN beta diproduksi oleh monosit fibroepitelial, dan
IFN gamma diproduksi oleh sel limfosit T. Produksi IFN
dirangsang olehberbagai macam stimulasi terutama infeksi
0 Tidak ada peradangan portal atau peradangan vlrus.
portal minimal
1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau Beberapa khasiat IFN adalah khasiat antivirus,
Peradangan lobular tanpa nekrosis imunomodulator, anli proliferatif, dan anti frbrotik. IFN
2 Limiting p/ate necrosis ringan (lntefface Hepatitis tidak memiliki khasiat anti vrnus langsung tetapi
ringan) dengan atau nekrosis lobular yang bersifat
fokal merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor
3 Limiting plate necrosis sedang alau lnterface yang mempunyai khasiat antivirus.
Hepatitis sedang dan atau nekrosis fokal berat Dalam proses terjadinya aktivitas antivirus, IFN
(Confluent necrosr.s)
4 Limiting plate necrosis beral (lnteiace hepatitis mengadakan interaksi dengan reseptor IFN yang terdapat
berat) dan alau bridging necrosrs pada membran sitoplasma sel hati yang diikuti dengan
diproduksinya protein efektor. Salah satu protein yang
terbenhrk adalah 2',5'-oligoadenylate synthelase (OAS)
II. Fibrosis yang merupakan suatu enzim yang berfungsi dalam rantai
terbentuknya aktivitas antivrrus.
Khasiat IFN pada hepatitis B kronik terutama
0 Tidak ada Fibrosis
1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar disebabkan oleh khasiat imunomodulator. Penelitian
2 Pembentukan septa periportal atau septa portal- menunjukkan bahwa pada pasien Hepatitis B Kronik sering
portal dengan arsitektur yang masih utuh
didapatkan penurunan produksi IFN. Sebagai salah satu
3 Distorsi arsitektur (Flbrosis septa bridging) tanpa
sirosis yang jelas akibatnya te{adi gangguan penampilan molekul HLA kelas
4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis I pada membran hepatosit yang sangat diperlukan agar
sel T sitotoksik dapat mengenali sel-sel hepatosit yang
terkena infeksi VHB. Sel-sel tersebut menampilkan anti-
PENATAI-AKSANAAN gen sasaran (target antigen) VHB pada membran hepatosit.
IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B hepatitis B kronik dengan HBeAg positif, dengan aktivitas
kronik yaitu: penyakit ringan sampai sedang, yang belum mengalami
I. Kelompoklmunomodulasi sirosis. Pengaruh pengobatan IFN dalam menurunkan
. Interfefon replikasi virus telah banyak dilaporkan dari berbagai
. Timosin alfa I iap oran p enelitian yan g meng gu nakan fo I I ow - up j angka
. VaksinasiTerapi panjang. Pada Tabel 3 tampak hasil meta analisis tentang
II. KelompokTerapiAntivirus khasiat IFN pada pasien dengan Hepatitis B kronik yang
. Lamivudin dilakukan oleh Wong et al, pada tahun 1995.
HEFATITIS BKRONIK 657

yang dalam keadaan alami ada dalam ekstrakpinus. Obat


ini sudah dapat dipakai untuk terapi baik sebagai
Hilangnya sediaan parenteral maupun oral. Timosin alfa I
Parameter (%)
rFN (n=4e8) merangsang firngsi sel limfosit. Pemberian Timosin alfa
i|,'jlljS;
DNA VHB 37 17 0.0001 I pada pasien hepatitis B laonik dapat menurunkan
HBeAg 33 12 0.0001 replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau
HBsAg 7,8 1,8 0.001
menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah
tidak adanya efek samping seperti IFN. Dengan
kombinasi dengan IFN, obat ini meningkatkan
Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN: efektivitas IFN.
l. Konsentrasi AIT yang tinggi 3. Vaksinasi Terapi. Salah satu langkah maju dalam bidang
. Konsentrasi DNA VHB yang rendah vaksinasi hepatitis B adalah kemungkinan penggunaan
. Timbulnyaflare-upselamaterapi vaksin Hepatitis B untuk pengobatan infeksi VHB.
. IgM anti-HBc yang positif Prinsip dasar vaksinasi terapi adalah fakta bahwa
2. EfeksampinglFN: pengidap VHB tidak memberikan respons terhadap
. Gejala seperti flu vaksin Hepatitis B konvensional yang mengandung
. Tanda-tanda supresi sumsum tulang HBsAg karena individu-individu tersebut mengalami
. Flare-up imunotoleransi terhadap HBsAg. Suatu vaksin terapi
. Depresi yang efektifadalah suatu vaksin yang kuat yang dapat
. Rambutrontok mengatasi imunotoleransi tersebut. Salah satu dasar
. Berat badan furun vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah penggunaan
. Gangguan firngsi tiroid vaksin yang menyertakan epitop yang mampu
merangsang sel T sitotoksik yang bersifat Human
Sebagai kesimpulan, iFN merupakan suatu pilihan
Leucocyte Antigen (HLA)-restricted, diharapkan sel T
untuk pasien hepatitis B kronik nonsirotik dengan HBeAg
sitotoksik tersebut mampu menghancurkan sel-sel hati
positif dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang.
yang terinfeksi VHB. Salah satu strategi adalah
Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik
penggunaan vaksin yang mengandung protein pre-S.
dengan HBeAg positif adalah 5 - I0 MU 3 x seminggu selama
Strategi kedua adalah menyertakan antigen kapsid yang
16-24 minggu. Penelitian memrnjukkan bahwa terapi IFN
spesitik unhrk sel limfosit T sitotoksik (CTL). Strategi
unflrk hepatitis B laonik HBeAg negatif sebaiknya diberikan
ketiga adalah vaksin DNA.
sedikifirya selama 12 bulan.
Kontra iadikasi terapi IFN adalah sirosis dekompensata,
depresi atau riwayat depresi di waktu yang lalu, dan adanya TerapiAntivirus
penyakit j antung berat.
1. Lamivudin. Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari
PEG Interferon. Penambahan polietilen glikol (PEG) 3' tiasitidin yang merupakan suatu analog nukleosid.
menimbulkan senyawa IFN dengan umur paruh yang jauh Nukleosid berflrngsi sebagai bahan pembentuk pregenom,
lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa. Dalam suatu sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli.
penelitian yang membandingkan pemakaian PEG IFN alfa Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse
2adengandosis 90,180, atat270 mikrogram tiap minggu transkriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari
selama 24 minggu menimbulkan pemrrunan DNA VHB RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB.
yang lebih cepat dibandingkan dengan IFN biasa yang Lamivudin mengharnbat produksi VHB baru dan mencegah
diberikan 4,5 MU 3 x seminggu. Serokonversi HBeAg pada terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi,
kelompok PEG IFN pada masing-masing dosis adalah 27, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi
o%.
33, 37 % dan pada kelompok IFN biasa sebesar 25 karena pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB ada
1. Penggunaan steroid sebelum terapi IFN. Pemberian dalam keadaart convalent closed circular (cccDNA).
steroid pada pasien Hepatitis B Kronik IIBsAg positif Karena itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan
yang kemudian dihentikan mendadak akan menyebab- kembali lagi seperti semula karena sel-sel yang terinfeksi
kanflare up yang disertai dengan kenaikan konsentrasi akhimya memproduksi virus baru lagi. Lamiwdin adalah
ALT. Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa analog nukleosid oral dengan aktivitas antivirus yang kuat.
steroid withdrawl yang diikuti dengan pemberian IFN Kalau diberikan dalam dosis 100 mg tiap hari, lamivudin
lebih efektif dibandingkan dengan pemberian IFN saja, akan menurunkan konsentrasi DNA VHB sebesar 95o/o atau
tetapi hal itu tidak terbukti dalam penelitian skala besar. lebih dalam waktu I minggu. Dengan metode hibridisasi,
Karena itt steroid withdrawl yang diikuti dengan DNA VHB tidak bisa dideteksi lagi dengan metode non
pemberian IFN tidak dianjurkan secara rutin. PCR dalam waktu 8 minggu tetapi masih dapat dideteksi
2. TimosinAlfa 1. Timosin adalah suatu jenis sitotoksin dengan metode PCR. Setelah dihentikan selama 2 minggu,
658 HEPAIOBILIER

konsentrasi DNA akan kembali positif dan mencapai berjalannya waktu. VHB yang kebal terhadap lamiludin
konsentrasi sebelum terapi. mengalami mutasi pada gen P di daerah dengan
Menurut penelitian, dalam waktu I tahun serokonversi motif YMDD (tyr-met-asp-asd). Salah satu penelitian yang
HBeAg menjadi anti-HBe terjadi pada 16- 18% pasien yang dilakukan pada pasien dari Asia menunjukkan angka
mendapat Lamivudin, sedangkan serokonversi hanya kekebalan yang meningkat berturut-turut mulai tahun
terladi pada 4-6%o pasienyang mendapat plasebo (p<0,05) pertama sampai tahun keempat : 17, 40, 6 5, dan 67 Yo.
danl9Yo pada pasien yang mendapat IFN. MutanYMDD mengalami replikasi yang lebih lambat
Suatu parameter tunggal terbaik yang bisa dipakai dibandingkan dengan VHB tipe liar, dan karena itu
untuk meramalkan kemungkinan serokonversi HBeAg konsentrasi DNA VHB pada pasien dengan infeksi mutan
adalah konsentrasi ALT. Hal ini tampak pada Tabel 4. masih lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi
sebelum terapi. Bila terjadi kekebalan terhadap lamivudin,
analog nukleosid yang lain masih bisa dipakai (misalnya
adefovir dan enticavir).

Kadar ALT sebelum terapi Frekuensi Serokonversi Lamivudin pada hepatitis B kronik anak-anak. Suatu
> 5 x nilai normal teftinggi 64 % (p<0,01) penelitian pada 286 anak umur 2-17 tahun dengan
2 - 5 x nilai normal tertinggi 26 % (P=6,63; peningkatan ALT yang menggunakan dosis lamivudin 3
< 2 x nilai normal tertinggi 5 o/"
mg,&g berat badan tiap hari s elama 52 mtnggu menunjukkan
bahwa serokonversi HBeAg pada kelompok yang
mendapat lamivudin lebih besar dibandingkan dengan
Setelah terapi, konsentrasi ALT berangsur-angsur kelompokplasebo (23 vs 13%).
menjadi normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
Lamivudin padapasien sirosis dengan DNAYHB positif.
setelahpengobatan lamivudin selama I tahun telah terjadi
Penelitian menunjukkan bahwa lamirudin dapat dipakai
perbaikan derajat nekroinflamasi serta penurunan progresi
pada pasien sirosis dekompensata dengan DNA VHB yang
fibrosis yang bermakna. Di samping itu terjadi penurunan
positif. Sebagian besar pasien mengalami perbaikan
indeks aktivitas histologik (Ilzs tologic Activity Index) lebth
penyakit hati dan penurunan Child-Turcotte-Pugh (CTP)
besar atau sama dengan 2 poin pada 62-70% pasien yang
yang disertai dengan penurunan kebutuhan transplantasi
mendapat lamivudin dibandingkan dengan 30-33%. pada
hati pada pasien-pasien sirosis yang mendapatkan terapi
kelompok plasebo. Lamivudin merurunkan progresi fibrosis
lamivudin sedikitnya selama 6 bulan. Sebagian pasien
sebesar 30% dibandingkan dengan l5%o pada kelompok
yang mendapat terapi lamiludin tetap mengalami progresi
plasebo (p<0,01). Pada kelompok lamivudin progresi
penyakit hati sehingga tetap memerlukan transplantasi hati.
menjadi sirosis terjadi pada l,8o/o dibandingkan dengan
Sebagian lagi meninggal setelah mendapat terapi lamivudin
7,loh pada kelompok plasebo.
selama beberapa bulan pertama.
Khasiat lamiludin semakin meningkat bila diberikan
Suatu penelitian yang dilakgkan pada 1 54 orang pasien
dalam waktu yang lebih panjang. Karena itu strategi
sirosis yang mendapat lamivudin menunjukkan bahwa
pengobatan yang tepat adaTah pengobatan jangka pasien-pasien dengan sirosis yang relatif lebih ringan
panj ang. Penelitian dilakukan secara prospektif (cohort)
mendapat manfaatyang lebih besar dibandingkan dengan
pada terapi yang diberikan selama 4 tahun menunjukkan
pasien sirosis berat.
serokonversi berturut-turut setiap tahunnya sebagai
berikut: 22,29,40,dat47oh. Bilahanya pasien ALI> 2 x Keuntungan dan kerugian lamivudin. Keuntungan utarna
nilai normal tertinggi saja yang diberikan terapi lamivudin, dari lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta
didapatkan angka serokonversi yang lebih baik, berturut- harganya yang relatif murah. Kerugiannya adalah
turut tiap tahunnya 38, 42, 65, dan7 5%o. Sayangnya, strategi seringnya timbul kekebalan.
terapi berkepanjangan ini terhambat oleh munculnya Kekambuhan aiktt(fiare up) setelah penghentian terapi
virus yang kebal terhadap lamiludin, yang biasa disebut hepatitis B kronik yang
lamivudin. Sekitar 160/o pasien
mutan YMDD. Mutan tersebut akan meningkat2}%oliap
mendapatkan pengobatan lamivudin dalam jangka lama
tahun bila terapi lamiludin diteruskan.
mengalami kenaikan konsentrasi AIT 8-24 minggu setelah
Di samping khasiat Lamivudin untuk menghambat lamivudin dihentikan. Pada umumnya reaktivasi infeksi
fibrosis, Peek dan kawan-kawan telah membuktikan pada
VHB tersebut tidak disertai ikterus dan kebanyakan akan
binatang percobaan (woodchucks) yang terinfeksi VHB,
hilang sendiri. Pada sebagian kecil kasus dapat terjadi
bahwa pemberian Lamivudin sedini mungkin dapat
gejala-gejala hepatitis akut dan bahkan gagal hati. Keadaan
mencegah terjadinya karsinoma hepatoselular.
ini disebabkan karena terjadinya reinfeksi sejumlah besar
Kekebalan terhadap lamivudin. MutanVHB yang kebal sel-sel hati yang sehat akibat dihentikannya lamivudin yang
terhadap lamiludin biasanya muncul setelah terapi selama diikuti dengan respons imun yang mirip hepatitis B akut.
6 bulan dan terdapat kecenderungan peningkatan dengan Karena itu pada semua pasien hepatitis B kronik yang
HEPATITISB KRONIK 6s9

mendapat terapi lamivDdin perlu dilakukan monitoring Gabungan antara IFII dan nukleosid. Untukmeningkatkan
seksama setelah pengobatan dihentikan. Pada khasiat monoterapi IFN dan monoterapi lamiludin telah
kekambuhan dengan gejala berat lamivudin diberikan dilakukan penelitian yang membandingkan pemakaian
kembali. Perhatian khusus perlu dilakukan untuk pasien- monoterapi dengan PEG interferon, monoterapi dengan
pasien yang sebelum terapi Lamivudin sudah menderita lamivudin dan kombinasi antara PEG inteferon dan
dekompensasi. lamivudin pada pasien hepatitis B kronik. Ternyata
gabungan ar,tara kedua obat itu tidak lebih baik
2. Adefovir dipivoksil. Adefovir dipivoksil adalah suatu
dibandingkan dengan monoterapi PEG Interferon atau
nukleosid oral yang menghambat enzim reverse
monoterapi lamivudin.
transcriptase. Mekanisme khasiat adefovir hampir sama
dengan lamivudin. Penelitian menunjukkan bahwa Lama terapi antivirus. Dalam keadaan biasa IFN diterikan
pemakaian adefovir dengan dosis l0 atau 30 mg tiap hari sampai 6 bulan sedangkan lamivudin sampai 3 bulan setelah
selama 48 minggu menunjukkan perbaikan Knodell serokonversi HBeAg.
necroinflammatory score sedikitnya 2 poin. Juga terjadi
Kriteria respons terhadap terapi antivirus. Respons
penurunan konsentrasi DNA VHB, penurunan konsentrasi
terhadap antivirus (IFN atau analog nukleosid) yang biasa
ALT serta serokonversi HBeAg.
dipakai adalah hilangnya DNA VHB dalam serum (nonPCR),
Walaupun adefovir dapat juga dipakai untuk terapi
hilangnya HBeAg dengan atau tanpamunculnya anti-HBe
funggal primer, namun karena alasan ekonomik dan efek
(serokonversi HBeAg), normalnya konsentrasi ALT serta
samping adefovir, maka pada saat ini adefovir baru dipakai
pada kasus-kasus yang kebal terhadap lamivudin. Dosis
turunnya nekroinflamasi dan tidak adanya progresi
yang dianjurkan adalah l0 mg tiap hari. Sampai sekarang
fibrosis pada biopsi hati yang dilakukan secara seri. Para
kekebalan terhadap adefovir belum pernah dilaporkan.
ahli menganjurkan standardisasi respons terhadap terapi
Salah satu hambatan utama dalam pemakaian adefovir
antivirus untuk hepatitis B. Respons tersebut dibagi
menjadi: respons biokimiawi (BR), respons virilogik (VR),
adalah toksisitas pada ginjal yang sering dijumpai pada
dosis 30 mg atau lebih. dan respons histologik (HR), pada akhir terapi dan 6-12
bulan setelah terapi dihentikan.
Keuntungan dan kerugian adefovir. Keuntungan
penggunaan adefovir adalah jarangnya terjadi kekebalan. Kategori Respons Antivirus.
Dengan demikian obat ini merupakan obat yang ideal untuk
. Responsbiokimiawi@R)adalahpenurunankonsentrasi
terapi hepatitis B kronik dengan penyakit hati yang parah. ALTmenjadinormal.
Kerugiannya adalah harga yang lebih mahal dan masih
. Respons virologik (VR), negatifnya DNA VHB dengan
kurangnya data mengenai khasiat dan keamanan dalam metode nonamplifikasi (<105 kopi/ml), dan hilangnya
jangka yang sangat panjang. HBeAg pada pasien yang sebelum terapi HBeAg
positif.
3. Analog nukleosid yang lain. Berbagai macam analog . Respons histologis (HR), menurumya indeks aktivitas
nukleosid yang dapat dipakai pada hepatitis B kronik histologik sedikitnya 2 poin dibandingkan biopsi hati
adalah Famcicloyir dan emtericitabine (FTC).
sebelum terapi.
Indikasi terapi antivirus. Terapi antivirus dianjurkan untuk . Respons komplit (CR), adanyarespons biokimiawi dan
pasien hepatitis B kronik dengan ALT > 2 xnilai normal virologik yang disertai negatifnya HBsAg
tertinggi denganDNAVHB positif. UntukALT< 2x nllai Waktu Pengukuran respons antivirus. Selama terapiAlT,
normal tertinggi tidak perlu terapi antivirus. HBeAg dan DNA VHB (non PCR) diperiksa tiap 1-3 bulan.
Terapi antivirus untuk hepatitis B kronik dengan Setelah terapi selesaiALll, HBeAg dan DNAVHB (nonPCR)
konsentrasi ALT normal atau hampir normal. diperiksa tiap 3-6 bulan.
Kebanyakan ahli berpendapat bahwa untuk hepatitis B Pengaruh genotip VHB terhadap respons terapi antivirus.
kronik dengan konsentrasi ALT normal tidak diperlukan Virus Hepatitis B dikelompokkanmenjadi 8 genotip (A-II).
pemberian terapi antivirus walaupun didapatkan DNA VHB
Sebagian besar genotip menunjukkan distribusi geografik
titer tinggi atau HBeAg positif. Beberapa ahli menyatakan yang spesifik, misalnya: Eropa Barat Daya dan Amerika
bahwa pada kasus-kasus seperti di atas, yang pada biopsi Utara, Asia Tenggara, Asia Timur, Mediterania, India, dan
hati didapatkan gambaran biopsi yang sangat aktifapalagi Timur Tengah.
bila dise(ai fibrosis berat perlu diberikan terapi anti vnus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genotip VHB
IFN atau analog nukleosid UnhrkALI2-5 kali nilai tertinggi berhubungan dengan kemungkinan serokonversi HBeAg,
dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari atau IFN 5 MU progresi penyakit hati, dan respons terapi antivirus.
3x seminggu. UntukALT > 5 x nilai normal tertinggi dapat Sebagai contoh, penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa
diberikan lamivudin 100 mg tiap hari. Pemakaian IFN tidak genotip C lebih lambat dibandingkan dengan genotip B.
dianjurkan. Demikian juga kemungkinan untuk kekambuhan pada
660 I{EPATIOBILIER,

genotip B lebih rendah dibandingkan dengan genotip C. 2a (40kDa): an advance in the treatment of hepatitis B e anti-
Perbedaan respons terapi antara genotip B dan C: gen-posilive chronic hepatitis B. J viral Hepatitis. 2003;10:298-
. Interferon: respons pada genotip B lebih baik daripada 3 05.

Ferrari C, et al. Immunopathogenesis of hepatitis B. J Hepatology.


genotip C
2003;39:36-42.
. Lamiludin: respons sebanding atataragenotip B dan C Gerlich WH, Thomssen R. Quantitative assays for hepatitis B virus
Kekanrbuhanpada genotip B lebih rendah dibandingkan C DNA: standardization and quality control. Viral Hepatitis Rev.
Kekebalan lamivudin sebanding antara genotip B dan C 1995;l:53-'1 .
. Adefovir: sebanding antara genotip B dan C Gish RG, Keefe EB. Recent development in the treatment of chronic
HBV infection. Exp Opin Invest Drug. 1995;4(2):95-115.
Perbedaan respons terapi antara genotip A dan D: Guan R, Yu HK. Hepatitis B current strategies for prevention and
. Interferon: respons genotip A lebih baik dibandingkan management. Med prog. 1991;21-8.
dengan genotip D Guidotti LG, et al. Viral clearance without destruction of infected
. Lamivudin: respons genotip D lebih baik dibandingkan cell during active HBV infection. Science. 1999;284:825-9.
Gut Freund KS, William M, Georg R, Bain VG Ma MM, Yoshida
genotip A.
EM. Genotypic succession of mutation of the hepatitis B virus
Kekebalan terhadap lamivudin: genotip A lebih sering polymerase associated with lamivudine resistance. J Hepatol.
dibandingkan genotip D 2000;4(suppl):41-50.
. Adefovir: sebanding antara genotip A dan D Hoofnagle JH, Di Bisceglie AM. The treatment of chronic viral
hepatitis. N Engl J Med. 1997;336:347-56.
Analog nukleosid dan transplantasi hati. Pada pasien Hoofnagle JH, Lau D. New therapies for chronic hepatitis B. J Viral
infeksi VHB yang perlu dilakukan transplantasi hati sangat Hepatitis. 1997;4 (suppl.1):41-50.
sulit untuk melakukan eradikasi VHB sebelum Honkoop P, de Man RA, Niesters HG Zondervan PE and Schlam
transplantasi. Bila pasien tersebut dilakukan transplantasi SW. Acute exacerbation of chronic hepatitis B virus infection
maka angka kekambuhan infeksi VHB pasca transplantasi after withdrawal of lamivudine therapy. Hepatology.
2000;32:635.
sangat tinggi karena pasca transplantasi semua pasien
Hu K. A practical approach to management of chronic hepatitis B.
mendapatterapi imunosupresifyang kuat. Karena itu, dulu Int J M. 2005;4:30-50.
para ahli sempat meragukan manfaat transplantasi hati Ishak KG. Pathologic features of chronic hepatitis: a review and
pasien hepatitis B. Dengan adanya terapi anti vnus spesif,rk update Am J Chin Pathol. 2000;113-40.
yang dapat menghambat progresi penyakit hati setelah Janssen HLA, Van Zonneveld M, Senturk Hepatitis, et al. Pegylated
transplantasi, maka kini transplantasi tetap diberikan interferon alfa-2b or in combination with lamiludine for HBeAg-
positive chronic hepatitis B: a randomized trial. Lancet.
kepada pasien infeksi VHB. Penelitian menunjukkan bahwa
2005;365:123-9.
dengan menggunakan gabungan Hepatitis B immune Jonas MM, Kelly DA, Mizerski J, Badia IB, Areias JA, Schwaz KB,
globulin (HBG) dengan lamivudin kekambuhan infeksi Little NR, Greensmith MJ, Gardner SD, Bell MS, Sokal EM and
VHB pasca transplantasi dapat ditekan sampai kurang dari Kelley DA. International Pediatric Lamivudine Investigator
l0%. Di samping itu, lamivudin ternyata bisa Group. Clinical trial of lamivudine in children with chronic
memperpanjang angka harapan hidup pasca transplantasi. hepatitis B. N Engl J Med. 2002:346:1706
Kapoo D, Guptan RC, Wakil SM, Kazim SN, Kaul R, Argawal SR, et
al. Benehcial effect of lamivudine in hepatitis B virus-related
decompensated cirrhosis. J Hopatol. 2000;33:308-12.
REFERENSI Kao J.H., Wu N.H., Chen P.J., Lai M.Y. and Chen D.S. Hepatitis B
genotypes and the response to interferon therapy. J Hepatol.
Brunt EM. Grading and staging: the histopathological lesions of 2000;3 3:998.
chronic hepatitis: the knodell histology activity index and Krodell RG Ishak KG, Waggoner J. Formulation and application of
beyond. Hepatology. 2000;31:241. numerical scoring system for assessing histological activity in
Chien RN, Liaw YF, Chen TC, Yeh CT and Sheen IS. Efficacy of asyrnptomatic chronic active hepatitis. Hepatology. I 98 1 ;4:43 1 -

thymosin alpha 1 in patient with chronic hepatitis B: a Lai CL, Ratziu, Yue MF, Poynard T. Viral hepatitis B. Lancet.
randomized, conlrolled trial. Hepatology. 1 998; 27 :1383. 2003;362:2089-94.
Chu CJ, Hussain M and Lok AS. Hepatitis B virus genotype B is Lai CL, Yuen MF. Perspective on the treatment of chronic
associated with earlier HBeAg seconversion compared with hepatitis B. In: Zuckerman, editor. Hepatitis B in Asian Pacific
hepatitis B virus genotype C. Gastroenterclogy. 2002;122:1756. Region. Volume 1. London: Royal College ofPhysician; 1997'
Cohard M, Poynard I Mathurin P and Zarski JP. Prednisone-inter- p.155-667.
feron combination in the treatment of chronic hepatitis B: Lee WM. Hepatitis B virus infection. N Engl I Med, 1997;337:1733.
direct and indirect meta-analysis. Hepatology. 1994;20:1390. Leung N. Therapeutic guidelines on management of chronic
Colquhoun SD; Belle SH, Samuel D, Pruett TL and Teperman LW. hepatitis B in Asia; 2001. Available on: http://
Transplantion in the hepatitis B patient and current therapies www me di c ine. o r g. hk/fm s hk/ apr 2 0 0 1 /sJ2 0 0 I 0 4 0 2. htm -
to prevent recurrence Semin Liver Dis. 2000;20:(Suppl.1):7- Liaw YF, Leung NW, Chang TT, Guan R, Tai DI, Ng KY, Chien RN,
t2. Dent J, Roman L, Edmundson S, and Lai CL. Effects of
Conjeevaram HS, Lok AS. Management of chronic hepatitis B. J extended lamivudine therapyin Asian patient with chronic
Hepatol. 2003;38:S90-S 103. hepatitis B. Asia Hepatitis Lamivudine Study Group,
Cooksley WGE, Piratvisuth T, Wang YJ, et al. Peginterferon alfa- Gastroenterolo gy. 2000 ;ll 9: I7 2.
HEFATITISB KRONIK 66t

Lok AS, Heathcote EJ, Hooftragle JH. Management of hepatitis B. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI): Konsensus tatalaksana
2000-summary of a workshop. Gastroenterol. 2001;1201828. hepatitis B di Indonesia, Jakarta, Juli 2004.
Lok ASR McMahon BJ. Chronic hepatitis B. American Association Schiff ER, Lai C, Hadziyanis et al. Adefovir dipivoxil therapy for
for the Study of Liver Disease (AASLD) Practice Guidelines. lamivudine resistant hepatitis B in pre and post liver transplan-
Hepatology. 2001;34:1125-41. tation patients. Hepatology. 2003;38:1419-27.
Marcellin P, Chang I Thin SG et al. Adefovir dipivoxil for the Schmid M, Flury R, Buller H, Harellea J, Grob PJ, Heitzh PU. Chronic
ffeatment of HBeAg positive chronic hepatitis B. N Engl J Med. viral hepatitis B and C: an argument against the conventional
2003;348:801-16. classification of chronic hepatitis. Am J Chin Pathol.
Malik AH, Lee WM. Chronic hepatitis B virus infection: treatment 1995:56'l:3.
strategies for the next millennium. Annal of internal Medicine. Thomas HC, Thurz MR. Pathogenesis of chronic hepatitis B. ln:
2000:'132:723-31 . Zuckerman and Thomas, eds. Viral hepatitis. 2nd edition.
Onata M. Treatment of chronic hepatitis B infection. N Engl J Churchil Livingstone; 1998. p. 217 -26.
Med. 1998; 339:ll4-5. The EASL. EASL International Consensus Conferenoe on
Papatheodoridis GV, Ha&iyaruris SJ. Current management of chronic Hepatitis B. Geneva. 13-14 Septembet, 2002. J Hepatol.
viral hepatitis B. Ailment Pharmacol Ther. 2004;19:25-37. 2003;3 8:5 33-40.
Peek SF, Toshkov IA, Erb HN, et al. 3'-Thiacytidine (3TC) delays Wong JB, Yrt CZ,Thin S et al. Cost effectiveness of Interferon alfa-
development of hepatocellular carcinoma (HCC) in woodchucks 2b treatment for HBeAg positive chronic hepatitis B. An Int
with experimentally induced chronic woodchuck hepatitis virus Med. 1995;122:664-75.
(WHV) infection : preliminary results of a lifetime study. Yang LM, XuKC, Zhao YL, Wu Z\ Chen TF, Qin YZ, et al. Clinical
Hepatology. 1997 ;265 :3 68 A. significance of liver biopsy in chronic hepatitis B patient with
Pontana RJ, Hann HW, Perrillo RP, Vierling JM, Wright T, Rakela persistently normal transminase. Chinese J Dig Dis. 2002;3:150-
J, Anschuetz Q Davis R, Gardner SD and Brown NA. Determi- 3.
nant of early mortality in patients with decompensated chronic
hepatitis B treated with antiviral therapy. Gastroenterology.
2002;123:7 19 .
103
HEPATITIS C
Rino A. Gani

PENDAHULUAN Di negaramaju, infeksiVHC merupakan salah satuindikasi


utama transplantasi hati.
Sebelum ditemukannya virus hepatitis C (VHC), dunia
medis mengenal 2 jenis virus sebagai penyebab hepatitis,
yaitu : virus hepatitis A(VHA) dan virus hepatitis B (\IID). VIROLOGIMOLEKULARVHG
Namun demikian, terdapat ju ga peradatgathati yang tidak
disebabkan oleh kedua virus ini dan tidak dapat dikenal VHC adalah virus RNA yang digolongkan dalam Flavivirus
pada saat itu sehingga dinamakan hepatitis Non-A, Non- bersama-sama dengan virus hepatiti s Ca yellow feteri dan
B (hepatitisNANB). dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah melalui
Hepatitis NANB mempunyai sifat yang menyerupai transfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan vi-
hepatitis B yaitu didapatkan umumnya pasca transfusi rus ini langsung terpapar dengan sirkulasi darah. Target
darah. Diketahui bahwa penyakit hepatitis tersebut dapat utamaVHC adalah sel-selhati danmungkinjuga sel limfosit
timbul dengan menyuntikkan serum dari pasien pada B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan
hewan percobaan (simpanse) sehingga diduga keras CD81 yang terdapat di sel-sel hati maupun limfosit sel B
penyebabnya adalah satu jenis virus. Pencarian penyebab atau reseptor LDL (LDLR).
hepatitis itu kemudian dilakukan oleh banyak institusi Setelah berada dalam sitoplasma sel hati, VHC akan
sampai kemudian Choo dan kawan-kawan dengan cara melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk
amplifikasi dan identifftasi genetik berhasil mendapatkan melakukan translasi protein dan kemudian replikasi RNA.
virus penyebab hepatitis yang baru ini. Virus baru ini Struktur gen VHC adalah sebuah RNA untai tunggal,
kemudian dinamakanvirus hepatitis C (VHC). positif sepanjang kira-kira 10.000 pasan! basa dengan
Penemuan VHC didapatkan dengan melakukan daerah open reading frame (OkF) diapit oleh susunan
identifikasi gen virus ini, hal yang biasanya terbalik dalam nukleotida yang tidak ditranslasikan (untrans I ated re gion
mengidentifikasi mikroorganisme dimana identifikasi gen atau UTR) pada masing-masing ujung 5' dan 3'. Kedua
baru dilakukan setelah mikroorganisme ditemukan secara ujung gen VHC yang tidak ditranslasikan ini diketahui
fisis seperti dalam bentuk partikel-partikel virus. Choo dan sangat terpeliharu (conserved) sehingga saat ini dipakai
kawan-kawan berhasil mendapatkan sequence gen VHC untuk identifrkasi adanya infeksi VHC, terutama pada ujung
dan kemudian mengembangkan teknik deteksi virus ini 5'. Regio ini juga sedang diteliti untuk digunakan dalam
untuk pertama kalinya dengan metode EIA menggunakan terapi hepatitis C karena berperan dalam replikasi virus ini.
antigen yang didapat dari virus ini. Dalam penelitian lebih Translasi protein VHC dilakukan oleh ribosom sel hati
lanjut temyata hepatitis NANB sebagian besar (> 80%) yang akan mulai membaca RNA VHC dari satu bagian
disebabkan oleh VHC. Hal ini kemudian menyebabkan spesifik (internal ribosom entry site atat I&ES) yang
banyak penelitian mengenai virus ini dan hepatitis yang terdapat di regio 5'UTR.
ditimbulkannya. Daerah ORF akan menghasilkan satu poliprotein yang
Infeksi VHC merupakan masalah yang besar karena terdiri dari 3011 asam amino. Asam-asam amino yang
pada sebagian besar kasus menjadi hepatitis kronik yang dihasilkan ORF ini akan diproses oleh peptidase sel hati
dapat membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati. untuk protein-protein struktural VHC (dari core dan

662
HEPAilITISC 663

envelope region) dan protease-protease yang dikode oleh dent RNA polymerase; protein yang dikode oleh regio
VHC untuk protein-protein regulator dari regio non- NS5B pada gen VHC. Melalui salinan RNA negatifini dibuat
struktural (NS regloz). Sampai saat ini telah dikenal 3 salinan-salinan RNA positif. Untuk kegiatan replikasi ini,
macam protein struktural (core, El dan E2) maupun 7 VHC memerlukan semua aktivitas enzim-enzimnya, gerap7
protein non-struktural (regulator) yaitu : NS2, NS3, p7, dan susunan ujung 3' yang tepat. Untai ganda RNA ini
NS4a, NS4b, NS5a, danNS5b. akan diurai oleh helikase VHC (hasil translasi NS3) dan
. Protein core dalam proses pengemasan virus setelah dalam proses pengeluaran virus dari sel, untai RNA positif
keluar dari sel akan membungkus RNA VHC untai tunggal tunggal yang dimasukkan dalam protein C (core) danB
positif di retikulum endoplasma. Protein ini juga ditemukan (envelope).
dalam nukleus sel hati dan mungkin bertanggung jawab Susunan gen-gen yang berbeda pada regio S'UTR, core
dalam timbulnya kerusakan sel hati atau dalam fungsi maupun NS5B diketahui dapat menggolongkan VHC dalam
penekanan imunoregulasi dan apoptosis sel hati yang beberapa genotipe dan subtipe. Genotipe dipisahkan oleh
terinfeksiVHC. perbedaan susunan gen lebih kurang 30% sedangkan
Dua bagian dairegioB2 dikenal sebagai hyperttariable subtipe dipisahkan oleh perbedaan susunan gen <10%.
region (HI/RI dan HVR2) karena susunan nukleotidanya Saat ini telah diidentifftasi 6 genotipe yang berbeda dengan
sangat bervariasi dan merupakan hasil interaksi antara subtipe yang banyak dan setiap saat bertambah terus. Di
virus dengan sistem imunologik yang khas untuk VHC. Indonesia, Amerika serikat, dan Eropa barat terbanyak
Regio E2 juga mentranslasikan CDS1 yang berperan adalah genotipe I a dan lb. Lebih dmi 600/o diarfiaru genotipe
sebagai reseptor virus untuk infeksi ke dalam sel. Antibodi yang berhasil diidentifikasi pada beberapa studi di
terhadap protein E2 ini dapat protektif pada percobaan Indonesia merupakan genotipe la dan lb.
dengan simpanse. Regio E2 ini juga memuat sequence Genotipe mempunyai arti tidak saja dalammenentukan
yang identik dengan tempat fosforilasi protein kinase in- penyebaran VHC secara geografisis tetapi juga bermanfaat
terferon (PKR) yang mungkin berperan dalam kerentanan dalam menentukan prognosis perjalanan penyakit dan
VHC terhadap terapi interferon. efektifitas pengobatan dengan inteferon. Genotipe I
Regio NS2,3 dan 4,A. menghasilkan protease, NS3 mempunyai kecepatan replikasi lebih besar dari pada
menghasilkan helikase dan NS5B menghasilkan RNA-de- genotipe lainnya sehingga umumnya kandungan virus
pendent RNA polymerase. Di antara regio NS2 dan E, pada seorang pasien lebih besar. Genotipe ini diketahui
terdapat regio yang menghasilkan protein p7 mungkin pula mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan
berfungsi sebagai saluran(chanel) ion di membran selular.. pasien dengan genotipe lainnya. Genotipe I dan 4
Bagian dari regio NS5A juga ditengarai mempunyai memerlukan terapi yang lebih lama dibandingkan dengan
hubungan dengan keberhasilan terapi dengan interferon genotipe 2 dan 3. Variasi di regio NS5A mungkin berperan
sehingga disebut sebagai interferon sensivity dalam menentukan keberhasilan terapi dengan interferon
determining region (ISDR) walaupun hal ini masih tetapi hal ini masih kontroversial karena tidak ditunjang
kontroversial. dengan bukti yang sama antara isolat di Jepang dengan di
Protein-protein yang dihasilkan VHC berfungsi penting Amerika atau Eropa.
dalam siklus hidup virus ini sehingga banyak penelitian
yang berusaha memanfaatkan protein-protein tersebut
maupun regio dalam gen VHC itu untuk membuat anti PATOGENESIS
virus yang efektif.
Virus ini bereplikasi melalui RNA-dependent RNA Studi mengenai mekanisme kerusakan sel-sel hati VHC
polymerase yang akan menghasilkan salinan RNA virus masih sulit dilakukan karena terbatasnya kultur sel untuk
tanpa mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan VHC dan tidak adanya hewan model kecuali simpanse yang
menghancurkan salinan nukleotidaiyang tidak persis sama dilindungi. Kerusakan sel hati akibat VHC atau partikel
dengan aslinya). Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya virus secara langsung masih belum jelas. Namun beberapa
banyak salinan-salinan RNA VHC yang sedikit berbeda bukti menunjukkan adanya mekanisme imunologis yang
namun masih berhubungan satu sama lain pada seorang menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core misalnya
pasien yang disebut sebagai quasispecies. Perbedaan ditengarai dapat menimbulkan reaksi pelepasan radikal
nukleotida di antara quasispecies tidak lebih dari lU%6 oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui
namun menimbulkan masalah pada pengenalan sistem pula mampu berinteraksi pada mekanisme s ignaling dalam
imunologik pasien terhadap virus ini karena perbedaan inti sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi
struktur antigen yang di ekspresikan oleh VHC. imunologik dan apoptosis. Adanya bukti-bukti ini
Kecepatan replikasi VHC sangat besar, melebihi HIV menyebabkan kontroversi apakah VHC bersifat sitotoksik
maupun VHB. Data yang ada menunjukkan replikasi VHC atau tidak, terus berlangsung.
terjadi dalam sitoplasma sel hati dengan membuat salinan Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat
RNA negatif sementara yang dilakukan oleh RNA-depen- diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh VHC
664 HEPAI'OBILIER

pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang hepatitis akut akibat infeksi virus-virus hepatitis lainnya.
relatif lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan Hepatitis fulminan sangat jarang te{adi. AIT meninggi
melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa sampai beberapa kali di atas batas atas nilai normal tetapi
menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik umunnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L. Umumnya,
VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus. berdasarkan gejala klinis dan laboratorik saja tidak dapat
Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivitas dibedakan antara infeksi oleh virus hepatitis A, B
limfosit sel T-helper (Th) spesifikVHC. Adanyapergeseran maupun C.
dominasi aktivitas Th1 menjadi TM berakibat pada reaksi Infeksi akan menjadi kronik pada 70 - 90 0Z kasus dan
toleransi dan melemahnya respons CTL. sering kali tidak menimbulkan gejala apapun walaupun
Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin proses kerusakan hati berjalan terus. Hilangaya VHC setelah
pro-inflamasi seperti TNF-cr, TGF-p I , akan menyebabkan te{adinya hepatitis kronik s angat jarungteq'adi. Diperlukan
rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan waktu 20 -30 tahununtuk terjadinya sirosis hati yang akan
aktivasi sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel yang te{adi pada 15 -20 % pasien hepatitis C kronik.
khas ini sebelumnya dalam keadaan 'tenang' (quiscent) Kerusakan hati akibat infeksi kronik tidak dapat
kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel tergambar pada pemeriksaan fisis maupun laboratorik
miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada pasien dimana
sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam ALT selalu normal, l8 - 20 % sudah terdapat kerusakan
menghasilkan sitokin-sitokin pro-infl amasi. Mekanisme ini hati yang bermakna, sedangkan diantara pasien dengan
dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang peningkatan ALT, hampir semuanya sudah mengalami
terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama kerusakan hati sedang sampai berat.
semakinbanyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Progresifitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati
Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan tergantung beberapa faktor risiko yaitu : asupan alkohol,
sirosis hati. ko-infeksi dengan virus hepatitisB atalo Human Immuno-
Pada gambaran histopatologis pasien hepatitis C kronik deficiency l4rus (H$, jenis kelamin laki-laki, dan usia tua
dapat ditemukan proses inflamasi kronik berupa nekrosis saat teg'adinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka
gerigit, maupun lobular, disertai dengan fibrosis di daerah dapat timbul kanker hati dengan frekuensi I - 4 %o tiap
portal yang lebih lanjut dapat masuk ke lobulus hati (fr- tahunnya. Kanker hati dapat tef adi tanpa melalui sirosis
brosis septal) dan kemudian dapat menyebabkan nekrosis hati walaupun hal ini amat jarang te{adi.
dan fibrosis jembatan (bridging necrosis/fibrosis). Ko-infeksi \rHC dengan HIV diketahui menjadi masalah
Gambaran yang agak khas untuk infeksi VHC adalah karena dapat memperburuk perjalanan penyakit hati yang
agregat limfosit di lobulus hati namun tidak didapatkan kronik, mempercepat terjadinya sirosis hati dan mungkin
pada semua kasus inflamasi akibat VHC. pula mempercepat penurunan sistem kekebalan tubuh,
Gambaran histopatologis pada infeksi kronik VHC terutama infeksi oleh VHC genotipe l. Adanya ko-infeksi
sangat berperan dalam menentukan prognosis dan VHC dan HIV juga menyulitkan terapi dengan obat-obatan
keberhasilan terapi. Secara histopatologis dapat dilakukan anti retrovirus karena memperbesar proporsi pasien yang
skoring untuk inflamasi dan fibrosis di hati sehingga menderita gangguan fungsi hati dibandingkan dengan
memudahkan untuk keputusan terapi, evaluasi pasien mereka yang tidak terdapat ko-infeksi VHC-HIV-.
mauprm komunikasi antara ahli patologi. Saat ini sistem Di Indonesia permasalahan ko-infeksi VHC dan HIV
skoring yang mempunyai variasi intra dan interobserver banyak ditemukan pada pengguna narkotika suntik yang
yang baik di antaranya adalah METAVIR dan ISHAK. menggunakan alat suntik bergantian. Lebih dari 80%
pengguna narkotika suntik terinfeksi oleh VHC. Pada
populasi ini juga ditemukan semakin tingginya proporsi
KARAKTERISTIK KLINIS DAN PERJALANAN kejadian hepatotoksisitas penggunaan obat antiretroviral
PENYAKIT (ALT >5 kali nilai normal) pada mereka dengan ko-infeksi
VHC-HIV dibandingkan dengan mereka yang hanya
Umumnya infeksi akut VHC tidak memberi gejal a atathanya menderita infeksi HIV saja. Proporsi hepatotoksisitas juga
bergejala minimal. Hanya 20 - 30 o/o kasus saja yang semakin meningkat bila terdapat ko-infeksi \rHC-HIV dan
mennnjukkan tanda-tanda hepatitis akuf 7 - 8 minggu VIIB yang juga tidak jarang ditemukan pada pengguna
(berkisar 2 - 26 minggu) setelah terjadinya paparan. narkotika di Indonesia.
Walaupun demikian, infeksi akut sangat sukar dikenal Ko-infeksi VHC dengan virus hepatitis B (VHB) juga
karena pada umumnya tidak terdapat gejala sehingga sulit memperburuk perjalanan penyakit pasien. Dilaporkan
pula menentukan perjalanan penyakit akibat infeksi VHC. kejadian sirosis hati relatif lebih banyak ditemukan pada
Dari beberapa laporan yang berhasil mengidentifikasi mereka yang menderita ko-infeksi VHC-VHB dibandingkan
pasien dengan infeksi hepatitis C akut, di dapatkan adanya dengan \rHC atau VHB saja. Selain itu, risiko terjadinya
gejala malaise, mual-mual dan ikterus seperti halnya kanker hati meningkat menjadi amattinggi pada mereka
HEPAflTISC 665

yang menderita ko-infeksi ini dibandingkan hanya digandakan oleh enzim polimerase digunakan sejak
terinfeksi salah satu virus tersebut saja. ditemukannya virus ini dan saat ini umrunnya digunakan
Superinfeksi oleh virus hepatitis A (VHA) pada pasien untuk menentukan adanya VHC (secara kualitatif) maupun
yang telah terinfeksi VHC dilaporkan dapat menjadi menentukanjumlah virus dalam serum (kuantitatif). Teknik
hepatitis akut yang berat maupun hepatitis fulminan. Untuk ini juga dipakai dalam menentukan genotipe VHC. Teknik
itu, pasien VHC yang belum pernah terinfeksi VHA (anti- lain adalah dengan menggan dakat signal yang didapat dari
HAV total negatif) dianjurkan untuk vaksinasi terhadap gen VHC yang terikat pada probe RNA sehingga dapat
infeksiVIIA. dihitung jumlah kuantitatif VHC. Hasil dari kedua metode
Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul ini sulit dibandingkan satu sama lain walaupun saat ini telah
manifestasi ekstra hepatik, antata lain : krioglobulinemia ada standarisasi dalam satuan pemeriksaan sehingga di
dengan komplikasi-komplikasinya (glomenrlopati, kelemaharl masa datang diharapkan satu pemeriksaan dapat diikuti
vaskulitis, purp wa, atau arbr:algia), poryhyr i a cut anea tard a, atau dilakukan pemeriksaan ulang dengan pemeriksaan lain
s ic c a syndrome, atau lichen pl anus. P atoftsiologi gangguan- dengan hasil yang dapat dibandingkan.
gangguan ekstra hepatik ini belum diketahui pasti, namun Untuk menentukan genotipe VHC selain dengan teknik
dihubrurgkan dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi PCR, juga digunakan teknik hibridisasi atau dengan
sel-sel limfoid sehingga mengganggu respons sistem melakukan se qu enc ing gen YHC.

imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan
sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya angka adanya infeksi VHC dilakukan pada penapisan darah unhrk
kejadian limfoma non-Hodgkin pada pasien dengan infeksi transfusi darah. Umumnya unit-unit transfusi darah
VHC. menggunakan deteksi anti-VHC dengan EIA maupun
dengan cara imunokromatografi, namun masih terdapat
kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh VHC walaupun
DIAGNOSTIK deteksi anti-VHC sudah dinyatakan negatif.
Teknik deteksi nukleotida lebih sensitif daripada
Infeksi oleh VHC dapat diidentifftasi dengan memeriksa deteksi anti-VHC karena itu di dunia saat ini telah
antibodi yang dibentuk tubuh terhadap VHC bila virus ini dikgmbangkan teknik menggunakan real-time PCR yang
menginfeksi pasien. Antibodi ini akan bertahan lama setelah dapat mendeteksi RNA VHC dalam jumlah yang sangat
infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektif. Walaupun kecil (kurang dari 50 kopi/ml). Selain itu, teknologi
pasien dapatmenghilangkan infeksi VHC pada ffieksi akut, menggnnakan teknlk transcription'mediated amplifica-
namun antibodi terhadap VHC masih terus bertahan /ion (TMA) juga telah dikembangkan untuk meningkatkan
bertahun-tahun (18 -
20 tahun). sensitivitas deteksi VHC. Teknik-teknik yang sangat
Deteksi antibodi terhadap VHC dilakukan umunmya sensitif ini berguna untuk deteksi infeksi VHC di kalangan
dengan teknik enzyme immuno assay (EIA). Antigen yang pasien maupun di kalangan masyarakat umum untuk
digunakan untuk deteksi dengan cara ini adalah antigen transfusi darah.
C-100 danbeberapa antigen non-struktural (NS 3,4 dan 5)
sehingga tes ini menggunakan poliantigen dari VHC'
Dikenal beberapa generasi pemeriksaan antibodi VHC ini EPIDEMIOLOGI INFEKSI VHG
dimana antigen yang digunakan semakin banyak sehingga
saat ini generasi III mempunyai sensitivitas dan spesifisitas Infeksi VHC didapatkan di seluruh dunia. Dilaporkan lebih
yang tinggi. Antibodi terhadap VHC dapat dideteksi pada kurang I 70 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus ini.
ke 4 - l0 dengan sensitivitas mencapai 99
o/o dan Prevalensi VHC berbeda-beda di seluruh dunia. Di Indo-
^inggu nesia belum ada dataresmi mengenai infeksi VHC tetapi
spesifisitas lebih dari 90%. Negatif palsu dapat terjadi pada
pasien dengan defisisiensi sistem kekebalan tubuh seperti dari laporan pada lembaga transfusi darah didapatkan lebih
pada pasien HIV, gagal ginj al, atau pada krioglobulinemia. kvrang2 % positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi populasi
Immunoblot assay dulu digunakanuntuk tes konf,trmasi umum di Jakarta prevalensi VHC lebih kurang 4 %o.
pada mereka dengan anti-HCV positif dengan EIA. Saat Umumnya transmisi terbanyak berhubungan dengan
ini dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas EIA yang transfusi darah terutama yang didapatkan sebelum
sudah sedemikian tinggi, tes konfirmasi ini tidak lagi dilakukannya penapisan donor darah untuk VHC oleh PMI.
digunakan. Infeksi VHC juga didapatkan secara sporadik atau tidak
Deteksi RNA VHC digrurakan urtuk mengetahui adanya diketahui asal infeksinya. Hal ini dihubungkan dengan
virus ini dalam tubuh pasien terutama dalam serum sehingga sosial ekonomi rendah, pendidikan kurang, dan perilaku
memberikan gambaran infeksi sebenamya. Jumlah VHC seksual yang berisiko tinggi. Infeksi dari ibu ke anakjuga
dalam serum maupun hati relatif sangat kecil sehingga dilaporkan namun sangat jarang terjadi, biasanya
diperlukan teknik amplifikasi agar dapat terdeteksi. Teknik dihubungkan dengan ibu yang menderita HIV karena
polymerase chain reactioz (PCR) dimana gen VHC jumlah VHC di kalangan ibu yang menderita HfV biasanya
666 HEPATOBIIJER

tinggi. Dilaporkan pula terjadinya infeksi VHC pada Pada pasien yang tidak terjadi hbrosis hati (F0) atau
tindakan-tindakan medis seperti endoskopi, perawatan hanya merupakan fibrosis hati ringan @ I ), mungkin terapi
gigi, dialisis, maupun operasi. VHC dapat berkansmisi tidak perlu dilakukan karena mereka biasanya tidak
melalui luka tusukan jarum namun diketahui risikonya relatif berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita
Iebih kecil dari pada VHB namun lebih besar dari pada infeksi VHC. Nilai fibrosis hati pada tingkat menengah atau
VIrc. tinggi, sudah merupakan indikasi untuk terapi sedangkan
Umumnya genotipe yang didapatkan di Indonesia apabila sudah terdapat sirosis hati, maka pemberian
adalah genotipe 1 (ebih kurang 60 - 70%) diikuti oleh interferon harus berhati-hati karena dapat menimbulkan
genotipe 2 dan genotipe 3. Dilaporkan adanya genotipe penurunan fungsi hati secara bermakna.
khas untuk Indonesia yaitu genotipe lc tetapi sebagian Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan
para ahli menganggap genotipe ini sama dengan genotipe menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya
I lainnya yang sudah dilaporkan hanya saja laporan disepakati bila genotipe VHC adalah genotipe I dan 4,
terdahulu menggunakan metode yang banya melihat maka terapi perlu diberikan selama 48 minggu dan bila
sebagian kecil gen VHC saja. genotipe 2 dan 3, terapi cukup diberikan selama24mnggt.
Prevalensi yang tinggi didapatkan pada beberapa Kontra indikasi terapi adalah berkaitan dengan
kelompok pasien seperti pengguna narkotika suntik (> penggunaan inteferon dan ribavirin tersebut. Pasien yang
80%) dan pasien hemodialisis (70%). Pada kelompok berumur lebih dari 60 tahun, Hb < 10 g/dl, lekosit darah <
pengguna narkotika suntik ini selain infeksi VHC yang 2500fuL, trombosit < 100.000/uL , adanya gangguan jiwa
tinggi, ko-infeksi dengan HIV juga dilaporkan tinggi (> yang berat, dan adanya hipertiroid tidak diindikasikan
8070). untuk terapi dengan interferon dan ribavirin. Pasien dengan
VHC didapatkan pada saliva pasien tetapi infeksi VHC gangguan ginjal juga tidak diindikasikan menggunakan
melalui saliva dan kontak-kontak lain dalam rumah tangga ribavirin karena dapat memperberat ganggunan ginjal yang
diketahui sangat tidak efisien untuk te{adinya infeksi dan terjadi.
transmisi VHC sehingga amat jarang ditemukan adanya Untuk inteferon alfa yang konvensional, diberikan
transmisi VHC melalui hubungan dalam rumah tangga. setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit
subkutan setiap kali pemberian. interferon yang telah diikat
dengan poly-ethylen glycol (PEG) atau di kenal dengan
PENATAI.AKSANAAN Peg-Interferon, diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5
ug/kg BB/ kali (untuk Peg-Inteferon 12 KD) atau 180 ug
Untuk penatalaksanaan infeksi VHC beberapa badan (untuk Pe g-Interferon 40 KD).
peneliti hati di dunia seperti American Asscociation for Pemberian interferon diikuti dengan pemberian
Study of the Liver Diseases (AASLD), European ribavirin dengan dosis pada pasien dengan berat badan <
Association for Study of the Liver (EASL) dan Asia-Pa- 50 kg 800 mg setiap hari, 50 -70k91000 mg setiap hari,
cific Association for Study of the Liver (APASL) serta dan > 70 kg 1200 mg setiap hari dibagi dalam 2 kali
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) sudah pemberian.
mengeluarkan panduan penatalaksanaan. Pasien biasanya Pada akhir terapi dengan inteferon dan ribavirin, perlu
diketahui terinfeksi VHC setelah adanya pemeriksaan anti- dilakukan pemeriksaan RNA VHC secara kualitatif untuk
HCV yang positif. Untuk mengetahui adanya infeksi mengetahui apakah VHC resisten terhadap pengobatan
sebenarnya, pemeriksaan RNA VHC perlu dilakukan dengan interferon yang tidak akan bermanfaat untuk
dimana sekaligus diketahui jumlah virus di dalam darah memberikan terapi lanjutan dengan interferon dan tidak
serta genotipe VHC. memerlukan pemeriksaan RNA VHC 6 bulan kemudian.
Indikasi terapi pada hepatitis C kronik apabila Keberhasilan terapi dinilai 6 bulan setelah pengobatan
didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas dihentikan dengan memeriksa RNA VHC kualitatif. Bila
nilai normal, Menurut panduan penatalaksanaan, nilai ALT RNA VHC tetap negatif, maka pasien dianggap mempunyai
lebih dari 2 kali batas atas nilai normal.Hal ini mungkin respons virologik yang menetap (sustained virological
tidak berlaku mutlak karena berapapun nilai ALT di atas response atau SVR) dan RNA VHC kembali positif pasien
batas nilai normal biasanya sudah menunjukkan adanya dianggap kambuh (relapser). Mereka yang tergolong
fibrosis yang nyata bila dilakukan biopsi hati. Bila nilai kambuh ini dapat kembali diberikan lnterferon dan ribavirin
ALT normal, harus diketahui terlebih dahulu apakah nilai nantinya dengan dosis yang lebih besar atau bila
normal ini menetap (persisten) atau berfluktuasi dengan sebelumnya menggunakan inteferon konvensional, Peg-
memonitor nilai ALT setiap bulan untuk 4 - 5 kali Interferon mungkin akan bermanfaat. Beberapa peneliti
pemeriksaan. Nilai ALT yang berfluktuasi merupakan menganjurkan pemeriksaan RNA VHC kuantitatif I2 minggu
indikasi untuk melakukan terapi namun bila nilai ALT tetap setelah terapi dimulai untuk menentukan prognosis
normal, biopsi hati perlu dilalcukan agar dapat lebih jelas keberhasilan terapi dimana prognosis dikatakan baik bila
diketahui fibrosis yang sudah terjadi. RNA VHC turun > 2log.
HEFATITISC 667

Efek samping penggunaan interferon adalah demam hingga mencapai 100%. Pada kelompok pasien ini inter=
dan gejala-gejala menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak feron dapat digunakan secara monoterapi tanpa Ribavirin
nafsu makan, dan sejenisnya), depresi dan gangguan dan lama terapipada satu laporan hanya 3 bulan. Namun
emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi sulit untuk menentukan infeksi akut VHC karena tidak
sumsum tulang, hiperurisemia, kadang-kadang timbul adanya gejala akibat infeksi virus ini sehingga umurnnya
tiroiditis. Ribavirin dapat menyebabkan penurunan Hb. tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi. Apabila
Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, jelas infeksi akut tersebut terjadi misalnya pada tenaga
pemantauan pasien mutlak perlu dilakukan. Pada awal medis yang secara rutin dilakukan pemeriksaan anti-HCV
pemberian interferon dan ribavirin dilakukan pemantauan dengan hasil negatif dan kemudian setelah tertusuk jarum
klinis, laboratoris (Hb, lekosit, trombosit, asam urat, dan anti-HCVmenjadi positif maka monoterapi dengan inter-
ALT) setiap 2 minggu yang kemudian dapat dilakukan feron dapat diberikan.
setiap bulan. Terapi tidak boleh dilanjutkan bila Hb < 8 g/ Pada ko-infeksi HCV-HIV terapi dengan inteferon dan
dL, lekosit< 1500/uL ataukadarnetrofrl < 500/uL, trombosit ribavirin dapat diberikanbilajumlah CD4 pasien ini >200
< 50.000/uL, depresi berat yang tidak teratasi dengan seVml. Bila CD4 kurang dari nilai tersebut, respons terapi
pengobatan anti-depresi, atau timbul gejala-gejala tiroiditis sangat tidak memuaskan.
yang tidak teratasi. Untuk pasien dengan ko-infeksi VHC-VHB, dosis
Keberhasilan terapi dengan inteferon dan ribavirin pemberian inteferon untuk VHC sudah sekaligus
untuk eradikasi VHC lebih kurang 60 %. Tingkat mencukupi unhrk terapi VHB sehingga kedua virus dapat
keberhasilan terapi tergantung pada beberapa hal. Pada diterapi bersama-sama sehingga tidak diperlukan
pasien dengan genotipe I hanya 40o/o pasien yang berhasil nukleosida analog yang khusus untuk VHB.
dieradikasi sedangkan untuk genotipe lain, tingkat
keberhasilan terapi dapat mencapai lebih dari 70Yo. Peg'
Inteferon dilaporkan mempunyai tingkat keberhasilan REFERENSI
terapi yang lebih baik daripada interferon konvensional.
Hal lain yang juga berpengaruh dalam kurangnya Choo QL, Kuo G, Weinner AJ, Overby LR, Bradley DW, Houghton
keberhasilan respons terapi dengan inteferon adalah M. Isolation of oDNA clone derived from a blood bome non-A,
non-B viral hepatitis genome. Science 1989;244:395-62.
semakin tua umur, semakin lama infeksi terj adi, j enis kelamin
Drazan K. Molecular biology of hepatitis C infection. Liver Transpl
lakiJaki, berat badan berlebih (obese), dan tingkat fibrosis 2000;6:396-406.
hati yang berat. Lauer GM, Walker BD. Hepatitis C virus infection.N Engl J Med
Pada hepatitis C akut, keberhasilan terapi dengan in- 20Ol:345(1):41 -52.
terferon lebih baik daripada pasien hepatitis C kronik Lindenbach BD, Rice CM. Unravelling hepatitis C virus replication
from genome to function. Nature 2005;436:933-8.
to4
SIROSIS HATI
SitiNurdjanah

PENDAHULUAN hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50oh, dan


virus hepatitis C 3}-4)yo,sedangkan l0-20oh penyebabnya
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yar,g tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang C (non B-noi Q. Alkohol sebagai penyebab sirosis di
berlangsung progresifyang ditandai dengan distorsi dari Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. ada datanya.
Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan
penunj ang retikulin kolaps disertai deposit j aringan ikat,
distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis EPIDEMIOLOGI
parenkimhati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati Lebih dari 40 0/o pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan
kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan
nyata dan sirosis hati dekompensatayalg ditandbi gejala- atartpadawaktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di
gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain
klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan
biopsi hati. steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4o/o) dan
berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3 yo.
Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI dilaporkan 0,3 % juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis
hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau pasien sirosis hati berkisar 4, I % dari pasien yang dirawat
mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu I tahrm (2004)
campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga ( tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun wakhr 4 tahun
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %) pasien
hal ini juga kurang memuaskan. dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan
secara etiologis dan morfologis menjadi: l). alkoholik, 2)
kriptogenik (an post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, PATOLOGI DAN PATOGENESIS
4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, danterkait obat.
Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam Tabel 1. Di Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis
negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Laennec ditandai oieh pernbentukan jaringan parut yang
Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit
C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis

668
SIROSISHATI 669

mikronodular. Sirosis miklonodular dapat pula diakibatkan Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti.
oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia
alkohol adalah I ). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol
alkoholik, dan 3). Sirosis alkoholik. meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi
hipoksemia relatifdan cedera sel di daerah yangjauh dari
aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral);
2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan
Penyakit lnfeksi
chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang
memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
Bruselosis
Ekinokokus
neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet
Skistosomiasis oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin; 3). Formasi acetal-
Toksoplasmosis dehyde-proteiri adducts berperan sebagai neoantigen, dan
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi
sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini;
4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari
Defi siensi cr1-antitripsin
Sindrom Fanconi
metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi
Galaktosemia enzimmikrosomal.
Penyakit Gaucher Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin,
Penyakit simpanan glikogen
antara lain faktor nekrosis tumor, interleukin-I, PDGF, dan
Hemokromatosis
lntoleransi fl uktosa herediter TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata
Tirosinemia herediter tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis
Penyakit Wilson
alkoholik.
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Arsenik Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang
Sirosis bilier primer dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Kolangitis sklerosis primer Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran
Penyebab Lain atau Tidak Terbukti makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan
Penyakit usus inflamasi kronik sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
Fibrosis kistik regenerasi yang susunannya tidak terafur.
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terathir,
memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cel[).
Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
Perlemakan Hati Alkoholik proses degradasi. Pembentukan fibrosis memrnjukkan
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor
vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal:
yang mendorong inti hepatosit ke membran sel. hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel
stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika
proses be{alan terus maka fibrosis akan beg'alan terus di
Hepatitis Alkoholik
dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan
Fibrosis perivenular berlanjut menj adi sirosis panlobular
diganti oleh jaringan ikat.
akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang
Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain
berkepanj angan. Fibrosis yang terj adi dapat berkontraksi
frekuensinya sangat kecil sehingga tidak dibicarakan di
di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen.
slm.
Di daerah periportal dan perisenhal timbul septa jaringan
ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad
ponal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus MANIFESTAS! KLINIS
ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang
kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus.
Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi Gejala-gejala Sirosis
perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
hati mengecil, berbenj ol-benjol (nodular) menj adi keras, ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan
terbentuk sirosis alkoholik. kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
670 HEPANOBIIIER

awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan infertil. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan
dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut hemokromatosis.
kembung, mual, beratbadan menurun, pada laki-laki dapat Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar,
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, normal, atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis teraba keras dan nodular.
dekompensat a), gejala- gejala lebih menonjol terutama bila Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput
siklus haid, ikterus dengan air kemih berwama seperti teh medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
pekat, muntah darah dan/ ataumelena, serta perubahan men- Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien
tal, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid
sampaikoma. akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat
Temuan Klinis bilirubinemia. Bila konsentoasi bilirubin kurang dai2-3 m!
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspider- dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
angiomata (atat spider telangiektasi), suatu lesi vaskular Asterixis-bllateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan
yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering mengepak-ngepak dari taflgan, dorsofleksi tangan.
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya:
terjadinya tidak diketahui, ada anggapandikaitkan dengan . Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar.
peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini . Batu pada vesika felea al<tbathemolisis
juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan . Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis
ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak,
lesi kecil. fibrosis, dan edema.
Eritema palmaris, wama merah saga pada thenar darr
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis.
hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan
perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga
Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,
artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematologi. Gambaran Laboratoris
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan
horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku. laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan
Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada keluhan spesifft. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase,
kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin,
nefrotik. albumin, dan waktu protrombin.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil
Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (AIT)
kronik, menimbulkan nyeri. atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT,
menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan
alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan adanya sirosis.
sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali
diabetes melitus, dishofi refleks simpatetik, dan perokok batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan
yang juga mengkonsumsi alkohol. pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi primer.
benigna jaringan glandula mammae laki-laki, Gamma-glut arnil trarap eptid ase (GGT), konsentrasinya
kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati.
itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik,
laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal
feminisme. Kebalikanny a pada perempuan menstruasi hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. hepatosit.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati
SIROSISHATI 671

kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. KOMPLIKASI


Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat
sirosis. komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.
Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem Komplikasi yang sering dijumpai antara lain
porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites
imunoglobulin. oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
Waktu protrombin mencerminkan derajatltingkatan intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun
disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis dapat timbul dgmam dan nveri abdomen.
memanjang. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin
asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
bebas. menyebabkan pemrrunan perfusi ginjal yang berakibat
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa pada penurunan filtrasi glomerulus.
bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, Salah satu manifestasi hipertensi poda adalah varises
hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia esofagus. Duapuluh sampai 40 o/o pasielr sirosis dengan
dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak
sehingga terjadi hipersplenisme. duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi
varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. varises ini dengan beberapa cara.
Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan
karena pemeriksaannya non invasif dan mudah neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada
digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya
hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sqduftati, dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai
permukaan hati, ukurgn, hp4gggtriJas, dan adanya koma.
massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan
permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas hipertensi portopulmonal.
parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat
asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran
vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada PENGOBATAN
paslen srrosls.
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi
USG tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan
Magnetic resonqnce imaging, peranannya tidak jelas bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
dalam mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya. pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak
ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein lglkgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
DIAGNOSIS Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata
ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di
sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada antaralyai alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan
proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya.
ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa
yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan menghambatkolagenik.
pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau
diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, imunosupresif.
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan Pada hemokromatosis fl ebotomi setiap minggu sampai
pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai
membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan kebutuhan.
sirosis hati dini. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala badan akan mencegah terjadinya sirosis.
tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah Pada (analog
tampak dengan adanya komplikasi. nukleosi sebagai
672 HEFAI'OBIIJER

terapi linipertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi
selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9- darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi Transplantasi hati; terapi definitifpada pasien sirosis
resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan dekompensata" Namun sebelum dilakukan transplantasi
subkutan 3Mru, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
namun temyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan
ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan PROGNOS!S
secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mglhai. Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah
selama 6 bulan. faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati,
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifrbrotik komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak Klasifikasi Child-Pugh (Tabet 2), juga untuk menilai
terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi,
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi.
aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Klasifrkasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi
Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
dihubungkan dengan peng.rangan aktivasi sel stelata. Angka kelaqgsungan hidup selama satu tahun untuk
Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80,
pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam dan45 Yo.
penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for
dan vitaminAjuga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien
itu, obat-obatan herbaljuga sedang dalam penelitian. sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

Pengobatan Sirosis Dekompensata


Asites; tirah baring dan diawali diet rendah gararn,
Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat
konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol /
hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat- Bil. Serum (mu.mol/dl) <35 35-50 >50
Alb.serum (gr/dl) >35 30-35 <30
obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian Asites nihil mudah dikontrol sukar
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. PSE/ensefalopati nihil minimal beraUkoma
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan
Nutrisi sempurna baik kurang/kurus

berat badan 0 ,skglhari,tanpaadanyaedema kaki atau


1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi REFERENSI
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
fiuosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, Bonis PAL, Chopra S. Patient information cirrhdsis. Up to date.
maksimal dosisnya I 60 mg,&rari. Parasentesis dilal<ukan bila In: Rose BD, Wellesley MA, editors. 2004.
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 Christensen E. Prognostic models including the child-pugh, MELD
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. and Mayo risk scores - where are we and where should we go ?
J Hepatol. 2004;41:. 344-50.
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk Chung Rl Podolsky DK. Cirrhosis and its complications. In: D
mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk Kasper, AS Fauci, D Lougo, E Braunwald, SL Hauser, L Jameson,

mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein editors. Harrison's principles of intemal medicine. l6'h edition.
New York: Mc Graw-Hill; 2004. p. 1858-9.
dikurangi sampai 0,5 grlkg berat badan per hari, terutama
Friedman SL. Alcoholic liver disease, cirrhosis and its major
diberikan yangkaya asam amino rantai cabang.
sequelae. In: Goldman, editor. Cecil textbook of medicine. WB
Varises esofagus,' sebelum berdarah dan sesudah Saunders Company; 2000. p. 803-415.
Friedman LS. Cirrhosis. In: LM Tiemey, SJ McPhee, MA Papadakis,
berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol).
editors. Current medical diagnosis & treatment. 43th edition.
Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatosta-
Lange Medical Boooks/McGraw Hill; 2004. p. 640-51.
tin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi Goldberd E, Chopra S. Overview of the complications, prognosis
atau ligasi endoskopi. and management of cirrhosis. In: Rose BD, V/ellesley MA,
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika editors. 2004.
seperti sefotaksim intravena, amoksilin, alav Goldberd E, Chopra S. Diagnostic approach to the patient with
aminoglikosida. cirrhosis I. In: Rose BD, Wellesley MA, editors. 2004'
SIROSISIIATI 673

Podolsky K, Isselbacher KJ: Penyakit hati yang berkaitan dengan


alkohol dan Sirosis. In: AH Asdie, editor. Harrison prirsip-prinsip
ilmu penyakit dalam. Edisi 13. 1995. p. 1665-78.
Sherlock S, Dooley J. Hepatic cirrhosis. ln: S Sherlock, J Dooley,
editors. Diseases of the liver and biliary system. 9th edition.
Oxford: Oxford Blackwell Scientific Publications. 1993. p.357-
69.
Sulaiman A. Harapan baru dalam penatalaksanaan sirosis hati. Acta
Med Indones. 2003;35:Suppl l:Sl l5-S8.
Tarigan P. Sirosis hati. In: HM Sjaifoellah Noer, Sarwono Waspadji,
A Muin Rachman, LA Lesmana, Djoko Widodo, Harry Isbagio,
Idrus Alwi, editors. Buku ajar iLnu penyakit dalam. Jilid I. Edisi
ketiga. Jakarta: PB. PAPDI; 1996. p.271-9.
105
ASITES
Hirlan

PENDAHULUAN vasodilatasi perifer, vasodilatasi splanchnic bed,


peningkatan volume cairan intravaskular dan curah
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di jantung. Teoi overfilling mengatakan bahwa asites dimulai
rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak dari ekspansi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal.
penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga Gangguan fungsi itu terjadi akibat peningkatan aktivitas
peritoneum dapat te{adi melalui 2 mekanisme dasar yakni hormon anti-diuretik (ADH) dan penurunan aktivitas
transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya hormon natriuretik karena penumnan fungsi hati. Teori
dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu overfilling tidak dapat menerangkan kelanjutan asites
contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal
terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini menerangkan gangguan nenrohormonal yang terjadi pada
paling sering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan sirosis hati dan asites. Evolusi dari kedua teori itu adalah
tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. teori vasodilatasi perifer. Menurut teori ini, faktor
Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya patogenesis pembentukan asites yang amat penting adalah
menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites akan hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal
lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya oleh dan gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor
karena itu asites harus dikelola dengan baik. Pada bagian sistemik.
ini terutama akan dibahas lebih dalam asites akibat sirosis Akibat vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid terjadi
hati dan hipertensi porta. peningkatan resistensi sistem porta dan terjadi hipertensi
porta. Peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan
vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilator endogen.
PATOFISIOLOGI Peningkatan resistensi sistem portayang diikuti oleh
peningkatan aliran darah akibat vasodilatasi splanchnic
Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites bed menyebabkan hipertensi porta menjadi menetap.
transudasi. Teori- teori itu misalnya underfilling, overfill- Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan transudasi
ing dan periferal vasodilatqtion. Menurut teori terutama di sinusoid dan selanjutnya kapiler usus.
underJilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum. Vasodi-
menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. lator endogen yang dicurigai berperan antara lain :

Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik glukagon, nitric oxide QiO), calcitonine gene related pep-
venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan lile (CGRP), endotelin, faktor natriuretik atrial (ANF),
transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun. polipeptida vasoaktif intestinal (VIP), substansi P,
Akibat volu.me cairan intravaskular menurun, ginjal akan prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factor (TNF).
bereaksi dengan melakukan reabsorpsi air dan garam Vasodilator endogen pada saatnya akan memengaruhi
melalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal sirkulasi arterial sistemik; terdapat peningkatan
terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun. vasodilatasi perifer sehingga terj adi proses underJilling
Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya relatif. Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktivitas
yang menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hati terjadi sistem saraf simpatik, sistem renin-angiotensin- aldosteron

674
ASITES 675

dan arginin vasopresin. Akibat selanjutnya adalah terdapat pada asites transudasi dan berhubungan dengan
peningkatan reabsorpsi air dan garam oleh ginjal dan hipertensi porta sedangkan nilai gradien rendah lebih
peningkatan indeks jantung. sering terdapat pada asites eksudat. (Tabel 1) Konsentrasi
protein asites kadang-kadang dapat menunjukkan asal
asites, misalnya : protein asites < 3 gram/dl lebih sering
terdapat pada asites transudat sedangkan konsentrasi
protein > 3 gram/dl sering dihubungkan dengan asites
eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena nilai
Hipertensi porta
akurasinya hanya kira-kira 40%; 3). Hitung sel.
Peningkatan jumlah sel lekosit menunjukkan proses
Vasodelatasi arteriolae splang nikus inflamasi. Untuk menilai asal infeksi lebih tepat digunakan
hitung jenis sel. Sel PMN yang meningkat lebih dari 250/
mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan, sedangkan
Teka nan intrakapiler dan Volume efektif darah arteri
koefisien filtrasi meningkat menurun
peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis
tuberkulosa atau karsinomatosis; 4). Biakan kuman.
Pembentukan cairan limfe
Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien
Aktivasi ADH, sistem
lebih besar daripada aliran simpatis, RAAS asites yang dicurigai terinfeksi. Asites yang terinfeksi
ba lik
akibat perforasi usus akan menghasilkan kuman
polimikroba sedangkan peritonitis bakteri spontan
tEb.rtrk;t.;l * F-ensktrd..ga"r l monomikroba. Metoda pengambilan sampel untuk biakan
kuman asites sebaiknya disamakan dengan sampel untuk
Gambar 1. Bagan patogenesis asites sesuai teori vasodilatasi biakan kuman dari darah yakni bed side innoculation
perifer blood culture botle;5). Pemeriksaan sitologi. Pada kasus-
kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi
asites dengan carayatgbaik memberikan hasil lrue posi-
DIAGNOSIS tivehampir 100%. Sampel untuk pemeriksaan sitologi
harus cukup banyak (kira-kira 200m1) untuk meningkatkan
Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan sensitivitas. Harus diingat banyak tumor penghasil asites
tampak perut membuncit seperti perut katak, umbilikus tidak melalui mekanisme karsinomatosis peritoneum
seolah bergerak ke arah kaudal mendekati simpisis os pu-
sehingga tidak dapat dipastikan melalui pemeriksaan
bis. Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan sitologi asites. Tumor-tumor itu misalnya: karsinoma
intraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak hepatoselular masif, tumor hati metastasis, limfoma yang
samping meningkat dan terjadi shffiing dullness. Asites menekan aliran limfe.
yang masih sedikit belum menunjukkan tanda-tanda fisis
y atg Ly ata. Diperluka.n cara pemeriksaan khusus misalnya
denganpudle slgn untuk menemukan asites. Pemeriksaan
penunjang yang dapat memberikan informasi untuk
Gradien tinggi Gradien rendah
mendeteksi asites adalah ultrasonografi. Untuk
Sirosis hati Karsinomatosis
mene gakkan diagnosis asites, ultrasono grafi mempunyai peritoneum
Gagal hati akut
ketelitian yang tinggi. Metastasis hati masif Peritonitis Tuberkulosa
Parasentesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada Gagal jantung kongestif Asites surgikal
Sindrom Budd-Chiari Asites biliaris
setiap pasien asites baru. Pemeriksaan cairan asites dapat
Penyakit veno-oklusif Penyakit jaringan ikat
memberikan informasi yang amat penting untuk Miksedema Sindroma nefrotik
pengelolaan selanjutnya, misalnya : 1). Gambaran Asites pankreatik
makroskopik. Cairan asites hemoragik, sering
dihubungkan dengan keganasan. Warna kemerahan dapat
juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat ruptur PENGOBATAN
kapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda
ruptur pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah ke Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara
peritoneum; 2). Gradien nilai albumin serum dan asites komprehensif, meliputi :
(s er um- as cit e s alb umine gr adient). P emeiksaan ini sangat Tirah baring. Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas
penting untuk membedakan asites yang ada hubungannya diuretika, pada pasien asites transud at y ang berhubungan
dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakati dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut
bahwa gradien dikatakan tinggi bila nilainy a> I ,l grarn/dL berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan
. Kurang dari nilai itu disebut rendah. Gradien tinggi frltrasi glomerulus akibat tirah baring. Tirah baring akan
676 HEFAI1OBILIER

menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angio- Terapi parasentesis. Parasentesis sebenarnya merupakan
tensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud dengan tirah cara pengobatan asites yang tergolong kuno. Pada
baring disini bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang mulanya karena berbagai komplikasi. parasentesis asites
hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama tidak lagi disukai. Beberapa tahun terakhir ini parasentesis
beberapajam setelah minum obat diuretika. kembali dianjurkan karena mempunyai banyak keuntungan
dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan dengan
Diet. Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat
baik. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan
membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) perhari
sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral
sebailorya dibatasi hingga 40-60 meq/hari. Hiponatremia
sebanyak 6- 8 gram. S etelah parasentesis sebaiknya terapi
ringan sampai sedang bukan merupakan kontraindikasi
konvensional tetap diberikan. Parasentesis asites
untuk memberikan diet rendah garam, mengingat
sebaiknya tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan
hiponatremia pada pasien asites transudat bersifat relatif.
Child-Pugh C, kecuali asites tersebut refrakter
Jumlah total Na dalam tubuh sebenarnya di atas normal.
Biasanya diet rendah garam yang mengandung NaCl Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari. Asites
kurang dari 40 mEq/hari tidak diperlukan. Konsenhasi NaCl sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang dapat diobati,
yang amat rendah justru dapat mengganggu fungsi ginjal. dengan menyembuhkan penyakit yang mendasari akan
dapat menghilangkan asites. Sebagai contoh adalah asites
Diuretika. Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang
pada peritonitis tuberkulosa. Asites yang merupakan
bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton.
komplikasi penyakit yang tidak dapat disembuhkan
Diuretika ini merupakan diuretikahematkalium, beke{a di
memerlukan pengobatan tersendiri. Asites eksudat yarlg
tubulus distal dan menahan reabsorpsi Na. Sebenarnya
penyebabnya tidak dapat disembuhkan, misalnya
potensi natriuretik diuretika distal lebih rendah dari pada
karsinomatosis peritoneum, sering hanya dilakukan
diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam
pengobatan paliatif dengan parasentesis berulang.
tidak berhubungan dengan hiperaldosteronisme. Efektif,rtas
obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma,
semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang dianjurkan
antara 100 - 600mg/hari. Jarang diperlukan dosis yang lebih
REFERENSI
tinggi lagi.
Angeli P, Gatta A. Medical treatment of ascites in cirrhosis. In.
Diuretika loop seing dibutuhkan sebagai kombinasi.
Arroyo V, Gines I Rodes J, Schrier RW (eds). Ascites and renal
Diuretika ini sebenamya lebih berpotensi daripada dirnetika dysfunction in liver disease. Blackwell Science Inc ;1999:442-
distal. Pada sirosis hati, karena mekanisme utama 462
reabsorpsi air dan natrium adalah hiperaldosteronisme, Arroyo V and Ramon B. Historical notes on Ascites in cirrhosis. In.
diuretika loop merjadikurang efektif. Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrier RW (eds). Ascites and renal
Targetyang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah bar- dysfunction in liver disease. Blackwell Science Inc;1999:3-13
Bemardi M, Caraceni P. Ascites. In. Porro GB, Gremer M, Krejs G,
ing, diet rendah garam dan terapi diuretika adalah
Ramadori G, Rask-Madsen J (eds), Gastroenterology and
peningkatan diuresis sehingga berat badan turun 400-800
Hepatology. McGraw-Hill; 7999 :pp :69-76.
g I hari. Pasien yang disertai edema perifer pemrnrnan Cardenas A and Gines P. Pathogenesis and treatment of dilutional
berat badan dapat sampai 1500 g/hari . Sebagian besar hyponatremia in cirrhosis. In Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan
pasien berhasil baik dengan terapi kombinasi tirah baring, JC, Rodes J (eds). Progress in the treatment of liver diseases. Ars
diet rendah garam dan diuretika kombinasi. Setelah cairan Medica. Barcelona ;2003 :pp3 | -42.
asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat disesuaikan. Gines.P, Schrier RW. The arterial vasodilation hypothesis of ascites
formation in cirrhosis. In. Arroyo V, Gines P, Rodes J, Schrier
Biasanya diet rendah garam dan spironolakton masih tetap
RW (eds). Ascites and renal dysfunction in liver disease. Blackwell
diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan Science Inc; 1999: 4i1-430.
natriuresis sehingga asites tidak terbentuk lagi. Gtoszmann RJ. Progression of Portal Hypertension: An analysis of
Komplikasi diuretika pada pasien sirosis hati harus variants. In . Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes J (eds).
diwaspadai. Komplikasi itu misalnya : gagal ginjal Progress in treatment of liver disease. Ars Medica.
fungsional, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan Barcelona;2003 :pp 3 -72.
asam-basa, dan ensefalopati hepatikum. Spironolakton Hoefs JC. Characteristics of ascites. In. Aroyo Y Gines P, Rodes J,
Schrier RW (eds). Ascites and renal dysfi:nction in liver disease.
dapat menyebabkan libido menurun, ginekomastia pada
Blackwell Science. Inc.; 1999: 14-35
laki-laki, dan gangguan menstruasi pada perempuan.
Sherlock S and Dooley J. Ascites. Diseases of the liver and billary
system. 10'h ed. 1997. p. 119-34.
106
KOMA HEPATIK
NasrulZubir

PENDAHULUAN Sebagai konsep umum dikemukakan bahwa koma


hepatik terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuro-
Hati merupakan salah satu organ yang sangat berperan aktif dan kemampuan komagenik dari zat-zat tersebut dalam
penting dalam mengatur metabolisme tubuh, yaitu pada sirkulasi sistemik (Sherlocks, 1989).
proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada
penting seperti sintesis protein, pembentukan glukosa patogenesis koma hepatik afiaralair, adalah:
serta proses katabolisme yaitu dengan melakukan
Hipotesis amoniak. Amonia berasal dari mukosa usus
detoksikasi bahan-bahan seperti amonia, berbagai jenis
sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan dari
hormon, obat obatan, dan sebagainya. Selain itu hatijuga
bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia
berperan sebagai penyimpan bahan-bahan seperti
diubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi
glikogen dan vitamin serta memelihara keseimbangan aliran
glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia
darah splanknikus.
yang masuk ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik.
Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi-
Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati, ginjal, dan
fungsi tersebut sehingga dapat menyebabkan terjadinya
otak(l%). Pada penyakit hati kronis akan tef adi gangguan
gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang bersifat
metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan
toksik. Keadaan klinis gangguan sistem saraf otak pada
konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat.
penyakit hati tersebut merupakan gangguan
Beberapa peneliti melaporkan bahwa amonia secara
neuropsikiatrik yang disebut sebagai koma hepatik atau
invitro akan mengubah loncatan (fluk) klorida melalui
ensefalopati hepatik.
membran neural dan akan mengganggu keseimbangan
Pe{alanan klinis koma hepatik dapat subklinis, apabila
potensial aksi sel saraf. Di samping itu, amonia dalam
tidak begitu nyata gambaran klinisnya dan hanya dapat
proses detoksikasi akan menekan eksitasi transmiter asam
diketahui dengan cara-cara tertentu. Angka kekerapan
amino, aspartat, dan glutamat.
(prevalensi) ensefalopati subklinis berkisar antara 30Yo
sampai 88% pada pasien sirosis hati. Hipotesis toksisitas sinergik. Neurotoksin lain yang
mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti
merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol,
PATOGENESIS dan lainJain.
Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri
Patogenesis koma hepatikum sampai saat ini belum usus akan berperan menghambat NaK-AIP-ase.
diketahui secara pasti hal ini disebabkan karena: 1). Masih Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid
terdapatnya perbedaan mengenai dasar neurokimia/ mempunyai efek metabolik seperti gangguan oksidasi,
neurofisiologis; 2). Heterogenitas otak baik secara fosforilasi dan penghambatan konsumsi oksigen serta
fungsional ataupun biokimia yang berbeda dalam jaringan penekanan aktivitas NaK-ATP-ase sehingga dapat
otak; 3). Ketidakpastian apakah perubahan-perubahan mengakibatkan koma hepatik reversibel.
mental dan penemuan biokimia saling berkaitan satu Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin
dengan lainnya. dapat menekan aktivitas otak dan enzim hati monoamin

677
678 I{EPATOBILIER

oksidase, laktat dehidrogeriase, suksinat dehidrogenase, GAMBARAN KLINIS


prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain seperti
amonia yang mengakibatkan koma hepatikum. Senyawa- Koma hepatik merupakan suatu sindrom neuropsikiatri
senyawa tersebut akan memperkuat sifat sifat yang dapat dijumpai pada pasien gagal fungsi hati baik
neurotoksisitas dari amonia. yang akut maupun yang kronik.Pada umumnya gambaran
klinis berupa kelainan mental, kelainan neurologis,
Hipotesis neurotransmiter palsu. Pada keadaan normal
terdapatnya kelainan parenkim hati serta kelainan
pada otak terdapat neurotransmiter dopamin dan nor-
laboratorium.
adrenalin, sedangkan pada keadaan gangguan frrngsi hati,
Sesuai dengan perjalanan penyakit hati maka koma
neurotransmiter otak akan diganti oleh neurotransmiter
hepatik dibedakan atas : 1). Koma hepatlk akut (fulminant
palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih
hepatic failure) ditemukan pada pasien hepatitis virus,
lemah dibanding dopamin atau nor-adrenalin (Mullen,
hepatitis toksik obat (halotan, asetaminofen), perlemakan
ree6).
hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati yang
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah : a).
fulminan tanpa faktor pencetus (presipitasi). Perjalanan
Pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi
penyakit eksplosif, ditandai dengan delirium, kejang
peningkatan produksi oktapamin yang melalui aliran pintas
disertai dengan edema otak. Dengan perawatan intensif
(shunt) masukke sirkulasi otak; b). Pada gagal hati seperti
angka kematian masih tinggi sekitar 80oh. Kematian
pada sirosis hati akan terjadi penurunan asam amino rantai
terutama disebabkan edema serebral yang patogenesisnya
cabang (BCAA) yang terdiri dari valin, leusin dan
belum j elas, kemungkinan akibat perubahan permeabilitas
isoleusin, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
sawar otak dan inhibisi neuronal (Na* dan K*) AIP-ase,
asam amino aromatik (AAA) seperti tirosin, fenilalanin,
serta perubahan osmolar karena metabolisme amorria;,2).
dan triptopan karena penumnan ambilan hati (hepatic-
Pada penyakit hati kronik dengan koma portosistemik,
uptake).
perj alanan tidak pro gresif sehingga gej ala neuropsikiatri
Rasio antara BCAA dan AAA (Fisischer'ratio)
terjadi pelan-pelan dan dicetuskan oleh beberapa faktor
normal antara 3-3,5 akan menjadi lebih kecil dari 1,0.
pencetus. Beberapa faktor pencetus seperti azotemia,
Keseimbangan kedua kelompok asam amino tersebut
sedatif, analgetik, perdarahan gastrointestinal, alkalosis
penting dipertahankan karena akan menggambarkan
metabolik, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan
konsentrasi neurotransmiter pada susunan saraf.
keseimbangan cairan, dan pemakaian diuretik akan dapat
Hipotesis GABA dan Benzodiazepin. Ketidakseimbangan mencetuskan koma hepatik.
antara asam amino neurotransmiter yang merangsang dan Pada permulaan perjalanan koma hepatikum
yang menghambat fungsi otak merupakan faktor yang (ensefalopati subklinis) gambaran gangguan mental
berperan pada terjadinya koma hepatik. Terjadi penurunan mungkin berupa perubahan dalam mengambil keputusan
transmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamat, dan gangguan konsentrasi. Keadaan ini dapat dinilai
aspartat dan dopamin sebagai akibat meningkabrya amonia dengan uji psikomotor atau pada pasien dengan intelektual
dan gama aminobutirat (GABA) yang menghambat cukup dapat dites dengan membuat gambar-gambar atau
transmisi impuls. dengan uji hubung angka (UHA), Reitan trail making
Efek GABA yang meningkat bukan karena influks yang test, denganmenghubungkan angka-angka dari I sampai
meningkat ke dalam otak tapi akibat perubahan reseptor 25, kemudian diukur lama penyelesaian oleh pasien dalam
GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip satuan detik. (Tabel 1)
benzodiazepin (benzodiazepin-like substance).

Elektroensefalografi
Tingkat Gejala gejala Tanda-tanda (EEG)

Prodromal Afektif hilang, eufori Asteriksis, kesulitan bicara, (+)


Depresi, apati, kelakuan kesulitan menulis
tak wajar, perubahan
kebiasaan tidur
Koma Kebingungan, disorientasi, mengantuk Asteriksis, fetor hepatik (**)
mengancam
Koma ringan Kebingungan nyata, dapat bangun dari Asteriksis, fetor hepatik, lengan
tidur, bereaksi terhadap rangsangan kaku, hipereflek, klonus, reflek (+++)
menggenggam, mengrsap
Koma dalam Tidak sadar, hilang reaksi rangsangan Fetor hepatik, tonus otot hilang (++++)
KOMATIEFAIIK 679

DIAGNOSIS

Diagnosis koma hepatik ditegakkan berdasarkan gambaran Tingkat Ensefalopati Kadar amonia darah dalam
klinis dan dibantu dengan beberapa pemeriksaan Pg/dl
penunjang. Pemeriksaan penunjang antara lain adalah: Tingkat 0 < 150
Tingkat 'l 151 -200
Elektroensefalografi (EEG). Dengan pemeriksaan EEG Tingkat 2 201 -250
terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah Tingkat 3 251 - 300
Tingkat 4 > 300
siklus gelombang perdetik. Terjadi penumnan frekuensi
dari gelombang normal Alfa (8- 12 Hz).

Diagnosis Banding Koma Hepatik


1. Koma akibat intoksikasi obat-obatan dan alkohol
Tingkat Ensefalopati Frekuensi gelombang EEG
2. Trauma kepala seperti komosio serebri, kontusio serebri,
Tingkat 0 Frekuensi alfa ( 8,5-1 2 siklusidetik)
perdarahan subdural, dan perdarahan epidural
Tingkat I 7-8 siklus i detik
Tingkat ll 5-7 siklus / detik 3. Tumorotak
Tingkat lll 3-5 siklus /detik 4. Koma akibat gangguan metabolisme lain seperti
Tingkat lV 3 siklus /detik atau negatif
wemia,koma hipoglikemi4 koma hiperglikemia
(Conn HO, 1994)
5. Epilepsi

Tes psikometri. Cara ini dapat membantu menilai tingkat PENATALAKSANAAN


kemampuan intelektual pasien yang mengalami koma
hepatik subklinis. Penggunaannya sangat sederhana dan Penatalaksanaan koma hepatik harus memperhatikan
mudah melakukannya serta memberikan hasil dengan apakah koma hepatik yang terjadi adalah primer atau
cepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali dipakai oleh sekunder. Pada koma hepatik primer terj adinya koma adalah
Reitan (Reitan Trail Making Test) yang dipergunakan akibat kerusakan parenkim hati yang berat tanpa adanya
secara luas pada ujian personal militer Amerika (Conn faktor pencetus (presipitasi), sedangkan pada koma hepatik
HO, 1994) kemudian dilakukan modifikasi dari tes ini yang sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor pencetus.
disebut sebagai Uji HubungAngka (UHA) atauNumber Upaya yang dilakukan pada penatalaksanaan koma
Connection Test (NCT). Dengan UHAtingkat ensefalopati hepatik adalah: l). Mengobati penyakit dasar hati; 2).
dibagi atas 4 kategori. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor-faktor
pencetus; 3). Mengurangilmencegah pembentukan influks
toksin-toksin nitrogen kejaringan otak antara lain dengan
Hasil Uji Hubung Angka (UHA) cara: a). Menurunkan atau mengurangi asupan makanan
Tingkat Ensefalopati yang mengandung protein, b). Menggunakan laktulosa
dalam detik
Normal 15-30 dan antibiotika, c). Membersihkan salwan cerna bagian
Tingkat I 31-50 bawah. 4). Upaya suportif dengan memberikan kalori yang
Tingkat ll 51 -80
cukup serta mengatasi komplikasi yang mungkin ditemui
Tingkat lll 81 - 120
Tingkat lV > 120 seperti hipoglikemia, perdarahan saluran cerna, dan
(Sanyal,1994) keseimbangan elektrolit.
Secara umum tatalaksana pasien dengan koma hepatik
adalah memperbaiki oksigenasi jaringan, pemberian
Tes psikometri UHA dapat dipakai untuk menilai tingkat vitamin terutama golongan vitamin B, memperbaiki
ensefalopati hepatik terutama pada pasien sirosis hati yang keseimbangan elektrolit dan cairan, serta menjaga agar
rawatjalan. jangan terjadi dehidrasi. Pemberian makanan berasal dari
Pemeriksaan Amonia Darah. Amonia merupakan hasil protein dikurangi atau dihentikan sementara, dan dapat
akhir dari metabolisme asam amino baik yang berasal dari kembali diberikan setelah terdapat perbaikan. Protein dapat
dekarboksilasi protein maupun hasil deaminasi glutamin ditingkatkan secara bertahap, misalnya dari 10 gram
pada usus dari hasil katabolisme protein otot. Dalam menjadi 20 gram sehari selama 3-5 hari disesuaikan dengan
keadaan normal amonia dikeluarkan oleh hati dengan respon klinis, dan bila keadaan telah stabil dapat diberikan
pembentukan urea. Pada kerusakan sel hati seperti sirosis protein 40-60 gram sehari.
hati, terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah karena Sumber protein terutama dari campuran asam amino
gangguan fungsi hati dalam mendetoksifikasi amonia serta rantai cabang. Pemberian asam amino ini diharapkan akan
adanya pintas (shunt) porto-sistemik. (Tabel 4) menormalkan keseimbangan asam amino sehingga
680 HEPATOBILIER

neurotransmiter asli dan palsu akan berimbang dan PROGNOSIS


kemungkinan dapat meningkatkan metabolisme amonia di
otot. Pada koma hepatik portosistemik sekunder, bila faktor-
Tujuan pemberian asam amino rantai cabang pada koma faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan standar
hepatik (ensepalopati hepatik) antara lain adalah: 1). Untuk hampir 80% pasien akan kembali sadar. Pada pasien dengan
mendapatkan energi yang dibutuhkan tanpa memperberat koma hepatik primer dan penyakit berat prognosis akan
fungsi hati; 2). Pemberian asam amino rantai cabang akan lebih buruk bila disertai hipoalbuminemia, ikterus, serta
mengurangi asam amino aromatik dalam darah; 3). Asam asites. Sementara koma hepatik akibat gagalhati fulminan
amino rantai cabang akan memperbaiki sintesis katekolamin kemungkinan hanya 20%o yang dapat sadar kembali setelah
pada jaringan perifer; 4). Pemberian asam amino rantai dirawat pada pusat-pusat kesehatan yang maju.
cabang dengan dekstrosa hipertonik akan mengurangi
hiperaminosidemia.
Selanjutnya dapat dipergunakan laksansia, antibiotika, REFERENSI
atau keduanya. Pemakaian laksansia laktulosa diberikan
secara oral dengan dosis 60-120 ml perhari untuk Akil HAM. Koma hepatik. In: HM Syaifullah Noer, editor. Ilmu
merangsang defekasi. penyakit dalam. Jilid L Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka Penerbit
Laktulosa merupakan suatu disakarida sintetis yang FKUI; 1999. p. 300-9.
Conn HO, et a1. Subclinic hepatic encephalophaty syndrome and
tidak diabsorbsi oleh usus halus, tetapi dihidrolisis oleh
therapies. In: Conn HO, editor. Bloomington, Illinois: Medied
bakteri usus besar, sehingga terjadi lingkungan dengan
Press; 1994. p.26-39.
pH asam yang akan menghambat penyerapan amoniak. Conn HO. Trailmaking and number connection test in assessment
Selain itu frekuensi defekasi bertambah sehingga of mental state in portal systemic encephalophaty. Dig dis.
memperpendek waktu transit protein di usus. Penggunaan 1997;22:541-50.
laktulosa bersama antibiotika yang tidak diabsorbsi usus Hoyumpa AM, Schouber S. Hepatic encephalopathy. In: Berk TE,
seperti neomisin, akan memberikan hasil yang lebih baik. editor. Bockus gastroenterology. 4Lh edition. Philadelphia: WB
Saunders; 1985. p. 3083-108.
Neomisin diberikan 2-4 gram perhari baik secara oral
Lai WK, Murphy N. Management of acute liver failure. CEACCP.
atau secara enema, walaupun pemberian oral lebih baik
2004;4:40-3.
kecuali terdapat tanda-tanda ileus. Metronidazol 4 x 250 Mattarczzi K, Stracciari A, Vignatelli L, D'Allesandro. Minimal
mg perhari merupakan alternatif. hepatic encephalophaty: longitudinal effects of liver transplan-
Upaya membersihkan saluran cerna bagian bawah tation. Arch Neurol. 2004:61:242-7.
dilakukan terutama kalau terjadi perdarahan saluran cerna O'Grady JG. Acute liver failure. Postgrad Med J. 2005;81:148-54.
(hematemesis/melena) agar darah sebagai sumber toksin Ong JP, Aggarwal A, Krieger D, Easley KA. Correlation between
ammonia levels and the severity of hepatic encephalopathy.
nitrogen segera dikeluarkan.
Nutr Clin Pract. 2004; 19. p. 413-4.
Scheuber S, Hoyumpa AM. Prinsiple of liver failure. In: Stein JH,
editors. Internal medicine. 4th edition. St Louis Baltimore:
Mosby; 1994. p. 571-6.
Sherlock S. Hepatic encephalopathy. In: Csomas G Thaler H, editors.
Clinical hepatology. Berlin: Spriner-Verlag; I 983. p. 291 -8.
Siniscalchi A, Mancuso F, Scornaienghi D. Acute encephalophaty
induced by oxycarbazepineand\furosemide. Ann Pharmacother.
2004:5 09- 1 0.
t07
SINDROM HEPATORENAL
Purnomo Budi Setiawan, Hernomo Kusumobroto

PENDAHULUAN DEFINISI

Pasien dengan sirosis dan asites sering berkembang Sindromhepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal
menjadi gagal ginjal yang bersifat khusus, yang lebih sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik yang akut
dikenal dengan nama sindrom hepatorenal (SHR), yang maupun kronis. SHR bersifat fungsional dan progresif.
disebabkan oleh terj adinya vasokonstriksi pada sirkulasi SHR merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre renal,
ginj al. Gambaran histolo gi pada pasien seperti ini biasanya yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal, namun dengan
normal, dan ginjal akan kembali menjadi normal atau hanya perbaikan volume plasma sajatemyatatidak dapat
mendekati normal fimgsinya, setelah transplantasi hati. memperbaiki gangguan fungsi ginjal ini.
Di samping perubahan pada fungsi ginjal, pasien dengan
SHR juga menunjukkan kelainan yang mencolok dari
sirkulasi pembuluh nadi sistemik dan aktivitas sistem PATOGENESIS
vasoaktif endogen, yang mungkin memegang peranan
yang sangat penting untuk timbulnya hipoperfusi ginjal. Patogenesis SHR sampai sekarang belum secara lengkap
Pasien penyakit hati yang berat misalnya sirosis hati diketahui. Hipotesis patogenesis SHR adalah sbb: akibat
(SH) dekompensata, yang sering mengalami gangguan sirosis hati (SH) atau penyakit hati tingkat berat dan
fungsi ginj al ini, umumnya akan memperburuk pro gnosis bersama-sama dengan hipertensi portal akan
pasien. Gangguan fungsi ginjal padapasien SH ini dapat mengakibatkan terjadinya vasodilatasi arteri splanknik.
disebabkan adany a gangguan hemodinamik, terutama Vasodilatasi ini akan mengakibatkan hipovolemia arterial
vasodilatasi perifer, yang akan diikuti aktivasi hormon sentral, sehingga merangsang aktivasi sisterr saraf simpatis,
vasokonstriksi, sistem neurohormonal seperti renin- renin-angiotensin-aldosteron, dan hormon antidiuretik
aldosteron, vasopresin, endotelin dan peningkatan yar^g secara keseluruhan akan menyebabkan
aktivitas sistem saraf simpatis. Gangguan ini akanmemicu vasokonstriksi pembuluh darah ginjal. Di ginjal seharusnya
retensi air dan natrium di ginjal, dan penurunan laju filtrasi akante{adi mekanisme kompensasi, namun dengan alasan
glomerulus ginjal (LFG). Kelainan fungsi ginjal pada yang belum jelas justru terjadi ketidak-seimbangan
pasien SH ini bersifat fungsional, yaitu tanpa disertai mekanisme kompensasi ini, yaitu meningkatnya
perubahan morfologis ginj al. vasokonshikor disertai pemrrunan vasodilator.
Pada stadium awal gangguan fungsi ginjal ini bersifat Beberapa studi melaporkan beberapa perubahan
reversibel, yaitu dapat membaik dengan intervensi medis. biokimiawi pada pasien SH dengan SHR sebagai berikut:
Stadium ekstrim dari gangguan flrngsi ginjal ini adalah a. Hati
sindrom hepatorenal (SHR) yang umumnya bersifat . pemrnman sintesis angiotensinogen dan kininogen
ireversibel. Sekitar 20ohpasien SH dengan asites disertai . penurunan pemecahan renin, angiotensin II,
fungsi ginjal yang normal, akanmengalami SHR setelah 1 aldosteron, endotoksin, dan vasopresin
tahun, dan 39Yo setelah 5 tahun perjalanan penyakit. b. Plasma
Prognosis SHR umumnya buruk. Tanpa transplantasi hati . peningkatan kadar renin, angiotensin II, aldosteron,
atau pengobatan dengan vasokonstriktor yang tepat, rerata endotoksin noradrenalin, vasopresin, endotelin 2
angka ketahanan hidup kurang dari 2 minggu. dan 3, leukotrien C4 dan D4, kalsitonin peptida dan

681
682 HEFATOBILIER.

hormon antidiuretik dan 5 kriteria tambahan. Diagnosis SHR dapat dibuat bila
. pemrrunan kadar kalikrein, bradikinin, dan faktor ditemukan seluruh kriteria mayor.
nahiuretik arterial
c. Urinatauginjal
. peningkatan renin, angiotensin Kriteria Mayor
II, aldosteron, 1. Penyakit hati akut atau kronis dengan kegagalan tingkat
endotelin, tromboksan 42, leukotrien E4, prostag-
lanjut dan hipertensi portal
landin E2, prostasiklin, bradikinin.
2. Laju filhasi glomerulus (LFG) yang rendah (kreatinin
Fakta hasil studi di atas kiranya menunjukkan betapa serum > I ,5 mgldl ( I 3 0mmoVl) atau bersihan kreatinin <
pada pasien SHR terjadi vasokonstriksi ginjal dengan 40mUmenit)
segala akibatnya dengan mekanisme atau patogenesis 3. Tidak ada syok, sepsis, kehilangan cairan, maupun
yang sangat kompleks. Studi lain menyatakan bahwa teq'adi pemakaian obat-obatan nefrotoksik (misalnya OAINS
penurunan sintesis nitrit oksida yang merupakan atau aminoglikosida)
vasodilator kuat, pada pasien SH dan SHR. 4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan kreatinin
serum < 1,5 mg/dl atau peningkatan bersihan kreatinin
> 40 ml/menit) sesudah pemberian cairan isotonik salin
Penyakit hati berat atau 1,5 liter
sirosis hati 5. Proteinuria < 500 mgAari, tanpa obstmksi saluran kemih
+ atau penyakit ginj al pada pemeriksaan USG.
Hipertensi portal

I Kriteria Tambahan (tidak harus ada untuk


menegakkan diagnosis)
1. Volume urine <500 mlhari
2. Natriumurin<10 mEq/liter
3. Osmolaritas urin > osmolaritas plasma
4. Eritrosit urine <50/lapangan pandang (high powerfielS
5. Natrium serum<130 mEq/liter
Aktivasi: SHR perlu dibedakan dengan adanya kondisi penyakit
- Simpatis
hati bersamaan dengan penyakit ginjal atau penumnan
- Renin/angiotensin/Aldosteron
fungsi ginjal. Pada beberapa keadaan, diagnosis SHR
- Hormon antidiuretik
mungkin dapat dibuat setelah menyingkirkan (ruled out)

I Pseudo- hepatorenal Syndrome. Pseudohepatorenal


Syndrome adalah suatu keadaan terdapatnya kelainan
fungsi ginjal bersama dengan gangguan fungsi hati yang

I tidak mempunyai hubungan satu sama lain.


Beberapa penyebab -P s eudohep atorenal Syndrome
Intrarenal :
Vasokontrikstor meningkat adalah : 1). Penyakit kongenital (misalnya penyakit
Vasodilator menurun polikista ginjal dan hati); 2). Penyakit metabolik
(diabetes melitus, amyloidosis, Penyakit Wilson); 3).
Penyakit sistemik (SLE, artritis rematoid, sarkoidosis);
4). Penyakit infeksi (leptospirosis, sepsis, malaria, hepa-
titis virus, dan lain-lain); 5). Gangguan sirkulasi (syok,
insufisisiensi jantung); 6). Intoksikasi (endotoksin, bahan
J
kimia, gigitan ular, luka bakar, dan lain-lain); 7).
Medikamentosa (metoksifluran, halotan, sulfonamid,
parasetamol, tetrasiklin, iproniazid); 8). Tumor
Gambar 1. Patogenesis terjadinya sindrom hepatorenal
pada pasien dengan penyakit hati berat atau sirosis hati (hipernefroma, metastasis); 9). Eksperimenta (defisisiensi
(dikutip dari Sherlock, 2002) kolin, dan lain-lain).

DIAGNOSIS MANIFESTASI KLINIS

Menurut The International Ascites Club, tJiteria unfik Pada pasien sirosis hati, 80% kasus SHR disertai asites,
menegakkan diagnosis SHR terdiri dari 5 kriteria mayor 7 5o/o disertai ensefalopati hepatik, dan40%o disertai ikterus.
SINDROMHEFATIOREI{AL
683

Pada pasien sebelumnya tidak pernah menderita Pengobatan Medikamentosa


penyakit ginjal.
Vasodilator. Dopamin secara luas digunakan untuk
Faktor risiko terjadinya SHR antara lain: kondisi mengatasi vasokontriksi ginjal, namun belum ada bukti
malnutrisi, volume hati yang mengecil, infeksi, perdarahan pemberian dopamin ini secara bermakna bermanfaat pada
saluran cerna, adanya varises esofagus, terapi diuretika,
SHR
gangguan elektrolit, obat obatan nefrotoksis, peningkatan
tekanan intra abdominal oleh karena asites yang masif, Yasokonstriktor. Rasionalisasi penggunaan vaso-
fungsi asites yang kurang tepat. konstriktor adalah untuk mengatasi vasodilatasi splanknik
SHR secara klinis dapat diklasifrkasikan dalam2 tipe yaifi: (yang merupakan salah satu hipotesis terjadinya sindrom
hepatorenal). Pemberian vasokonstriktor akan memberikan
SHRtipe 1. SHRtipe 1 merupakanmanifestasi yang sangat dampak yang positif terutama bila dikombinasi dengan
progresif, di mana teq'adi peningkatan serum kreatinin dua
pemberian infus albumin atau koreksi albumin serum.
kali lipat (nilai awal serum kreatinin lebih dari2,5 mg/dl) Terlipressin merupakan vasokonstriktor yang baik pada
atau penurunan bersihan kreatinin 50Yo dari nilai awal
kasus SHR. Oktreotid merupakan vasokonstriktor altematif
hingga mencapai 20 ml/menit dalam waktu kurang dari 2
bila terlipressin belum atau tidak tersedia.
minggu. Prognosis umunnya sangat buruk, yaitu sekitar
80% akan menin ggal dalam 2 minggu, dan hany a I lYo y ang
bisa bertahan lebih dari 3 bulan. Penyebab kematian adalah Tindakan lnvasif
karena gagal sirkulasi, gagal hati, gagal ginjal, dan Transplantasi hati. Angka harapan hidup SHR tipe I
ensefalopati hepatik. umrunnya pendek yaitu dari beberapa hari atau kurang
SHR tipe 2. SHR tipe 2 merupakan bentuk kronis SHR, dari 2 minggu, sehingga transplantasi hati pada SHR tipe
ditandai dengan penurunan LFG yang lebih lambat. 1 sulit dilaksanakan.
Kondisi klinis pasien biasanya lebih baik dibanding SHR Pada SHR tipe 2, transplantasi hati terbukti bermanfaat
tipe l, dengan angka harapan hidup yang lebih lama. Prog- padag}o/okasus dengan angka ketahanan hidup ybhg lebih
nosis SHR tipe 2 umumnya buruk, yaitu angka harapan kurang sama dengan transplantasi hati pada pasien tanpa
hidup 5 bulan sekitar 50%o dar l tahun sebesar 20%. SHR SHR
tipe 2 dapat berkembang menjadi SHR tipe I . TIPS (Transl ugular Intrahepatic P orto sytemic S hunt).
TIPS dapat memperbaiki perfusi ginjal dan menurunkan
aktivitas aksis RAAS. Pada pasien SHR yang tanpa
PENATATAKSANAAN transplantasi hati TIPS bermanfaat pada 75oh kasus,
dengan angka ketahanan hidup SHR tipe 2 lebih baik
Sampai saat ini belum ada pengobatan efektifuntuk SHR, dibanding tipe 1 (70 %vs2}oh).
oleh karena itu pencegahan terjadinya SHR harus mendapat "Exlracorporeal Albumin Dyalisis", Metoda ini adalah
perhatian yang utama. modifikasi dialisis dengan menggunakan albumin untuk
mengikat dialisat. Metoda ini dikenal sebagai MARS
Penatalaksanaann Umum (Mol ecul ar Ab s orb ent Recirculating Sys tem). Penelitian
SHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan masih dilalarkan terbatas, dan pada SHR tampaknya cukup
cairan dan elektrolit pada pasien SH. Oleh karena pasien bermanfaat dan umumnya digunakan untuk persiapan
SH sangat sensitif dengan perubahan keseimbangan transplantasi hati.
cairan dan elektrolit, maka hindari pemakaian diuretik
agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan yang
berlebihan. REFERENSI
. Terapi suportif berupa diet tinggi kalori, dan rendah
protein Arroyo V, Gine's P, Gerbes A, Dudley FJ, Gentilini P, Laffi G,
. Koreksi kesimbangan asam basa Reynolds TB, Ring-Larsen H, Scho"lmerich J. Defrnition and
. HindaripemakaianOAINS diagnostic criteria of refractory ascites and hepatorenal
syndrome in cirrhosis. Hepatology. 1996:23:164-76.
. Peritonitis bakterial spontan pada SH harus segera Arroyo V, Bataller R. Historical notes on ascites in cirrhosis. Ascites
diobati sedini dan seadekuat mungkin. and renal dysfunction in liver disease: pathogenesis, diagnosis,
. Pencegahan ensefalopati hepatik juga harus dilakukan and treatment. In: Arroyo V, Gine's P, Rode's J, Schrier RW,
dalam rangka mencegah terjadinya SHR Malden MA, editors. Blackwell Science; 1999. p. 3-13.
. Hemodialisis belum pemah secara formal diteliti pada Arroyo V, Bataller R, Guevara M: Treatment of hepatorenal
syndrome in cirrhosis. Ascites and renal dysfunction in liver
pasien SHR, namun tampaknya tidak cukup efektif dan
disease: pathogenesis, diagnosis, and treatment' In: Arroyo V,
efek samping tindakan cukup berat, misalnyahipotensi,
Gine's B Rode's J, Schrier RW, Malden MA, editors. Blackwell
koagulopati, sepsis, dan pendarahan saluran cerna. Science; 1999. p. 492-510.
684 HEFAIIOBILIER

Arroyo V, Gine's P. TIPS and refractory ascites: lessons from effects on renal function and vasoactive systems. Hepatology.
recent history of ascites therapy. J Hepatol. 1996:25: 221-3. 1998:27:35-41.
Bataller R, Gine's P, Guevara M, Arroyo V. Hepatorenal syndrome. Gu'lberg V, Bilzer M, Paumgartner G, Gerbes AL. Ornipressin for
Semin Liver Drs. 1997:l'7:2f3-48. treatment of hepatorenal syndrome (HRS) type I: Results of
Cardenas A, Gine's P, Rodes J. Renal complications. Schiff's long-term therapy or retreatment [Abstract]. Hepatology.
Diseases of the Liver.9ft edition. Volume 1. In: ER Schiff, et al, 1998:28:554A.
editor. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003. P. Hadengue A, Gadano A, Moreau R, Giostra E, Durand F, Valla D,
497. Erlinger S, Lebre D. Beneficial effects of the 2-day administra-
Follo A, Llovet JM, Navasa M, Planas R, Forns X, Francitorra A, tion of terlipressin in patients with cirrhosis and hepatorenal
Rimola A, Gassull MA, Arroyo V, Rode's J. Renal impairmenl syndrome. J Hepatol. 1998:29 :565-7 0.
after spontaneous bacterial peritonitis in cirrhosis: incidence, Lenz K, Ho"matgl H, Druml W Reither H, Shmid R, Schneeweiss B,
clinical course, predictive factors and prognosis. Hepatology. Gerbes AL. Ornipressin in the treatment of functional renal
1994:20:1495-501 . failure in decompensated liver cirrhosis. Gastroenterology.
Gine's P, Rode's J. Clinical disorders of renal function in cirrhosis 1991:101;1060-7.
with ascites. Ascites and renal dysfunction in liver disease: Maroto A, Gine's P, Arroyo V, Gine's A, Salo' J, Cla'ria J, Jime'nez W,
pathogenesis, diagnosis, and treatment. In: Arroyo Y Gine's P, Bru C, Rivera F, Rode's J. Brachial and femoral artery blood flow in
Rode's J, Schrier RW, Malden MA, editors. Blackwell Science; cirrhosis: relationship to kidney dysfunction. Hepatology.
1999. p.36 62. 1993:17:788-93.
Gine's A, Escorsell A, Gine's P, Salo' J, Jime'nez W, Inglada L, Martin Pl Gine's P, Schrier RW. Role of nitric oxide as mediator of
Navasa M, Cla'ria l, Rimola A, Anoyo V, Rode's J. Incidence, hemodynamic abnormalities and sodium and water retention in
predictive factors, and prognosis of hepatorenal syndrome in cirrhosis. N Engl J Med. 1998:339:53341.
cirrhosis. Gastroenterology. I 993 : 1 05 : 229-36. Moore K. The hepatorenal syndrome. Clin Sci. 1997:92:43343.
Gine's P, Arroyo V, Rode's J. Pathophysiology, complications, and Navasa M, Follo A, Filella X, Jrme'nez W, Francitorra A, Planas R,
treatment of ascites. Clin Liver Dts. 1997:1:129-56. Rimola A, Arroyo V, Rode's J. Tumor necrosis factor and
Gine's P, Arroyo V. Hepatorenal syndrome. J Am Soc Nephrol. interleukin-6 in spontaneous bacterial peritonitis in cirrhosis:
1999:10;1833-9. Relationship with the development of renal impairment and
Gine's P, Arroyo V. Complications of cirrhosis: ascites, h mortality. Hepatology. 1998:27 : 122'7-32.
yponatremia, hepatorenal syndrome, and spontaneous Ochs A, Ro'ssle M, H*g K Hauenstein KH, Deibert P, Siegerstetter
bacterial peritonitis. Liver Disease, Diagnosis and Management. V, Huonker M, Langer M, Blum HE. The transjugular
In: BR Bacon, AM Di Bisceglie, editors. San Fransisco: Churchill intrahepatic portosystemic stent shunt procedure for refractory
Livingstone; 2000. p 238. ascites. N Engl J Med. 1995:332:1192-7.
Gine's P, Schrier RW The arterial vasodilation hypothesis of ascites Rimola A, Navasa M, Grande L. Liver transplantation in cirrhotic
formation in cirrhosis. Ascites and renal dysfunction in liver patients with ascites. Ascites and renal dysfunction in liver
disease: pathogenesis, diagnosis, and treatment. In: Arroyo V, disease: pathogenesis, diagnosis, and treatment. In: Arroyo V,
Gine's P, Rode's J, Schrier RW, Malden MA, editors. Blackwell Gine's P, Rode's J, Schrier RW, Malden MA, editors. Blackwell
Science; 1999. p. 41 1-30. Science; 1999. p. 522-37.
Gonwa TA, Wilkinson AH. Liver transplantation and renal Sherlock S, Dooley J. Diseases of the liver and biliary system. 1lth
function: results in patients with and without hepatorenal syn- edition. Oxford: Blackwell Sci Ltd; 2002. p. 140.
drome. The Kidney in Liver Disease. In: Epstein M, editor. 4th Sort P, Navasa M, Arroyo V, Aldeguer X, Planas R, Ruiz-del-Arbol
Ed. Philadelphia: Hanley & Belfus; 1996. p. 52942. L, Castells LL, Vargas V, Soriano G, Guevara M, Gine's P, Rode's
Guevara M, Gine's B Ferna'ndez-Esparach G Sort B Saimero'n J. Effect of intravenous albumin on renal impairment and
JM, Jime'nez W, Arroyo V, Rode's J. Reversibility of hepatorenal mortality in patients with cirrhosis and spontaneous bacterial
syndrome by prolonged administration of omipressin and plasma peritonitis. N Engl J Med. 1999, in press.
volume expansion. Hepatology. 1998:27:35-41. Wong F, Blendis. New challenge of hepatorenal syndrome:
Guevara M, Bru C, Gine's P, Fema'ndez-Esparrach Q Sort P, Bataller prevention and treatment. Hepatology. 2001;34:1242-51.
R, Jime'nez W, Arroyo V, Rode's J. Increased cerebrovascular Shiffrnan ML, Jeffers L, Hoofnagle JH, Sue Tralka T. The role of
resistance in cirrhotic patients with ascites. Hepatology. transjugular intrahepatic portosystemic shunt for the treatrnent
1998:28:39-44. of portal hypertension and its complications: a conference
Guevara M, Gine's B Bandi JC, Gilabert R, Sort B Jime'nez W sponsored by the National Digestive Disease advisory board.
Garcia-Paga'n JC, Bosch J, Arroyo V, Rode's J. Transjugular Hepatology. 1995:25:.1591-7.
intrahepatic portosystemic shunt in hepatorenal syndrome:
108
KARSINOMA HATI
Unggul Budihusodo

PENDAHULUAN

Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma : Angka lnsidens


Wilayah Geografis
HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal Laki-laki Perempuan
dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma Global 14,97 5,51
fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati Afrika
lainnya, kolangiokarsinoma (Cholangiocarcinoma : CC)
Afrika Timur 14,44 6,02
Afrika Tengah 24,21 12,98
dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, Afrika Utara 4,95 2,68
Afrika Selatan 6,16 2,07
sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari
Afrika Barat 13,51 6,16
sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah Asia
didiagposis, 85% merupakan HCC; llo/oCC; dan5% adalah Asia Timur 35,46 12,66
Asia Tenggara 18,35 5,70
jenis lainnya. Dalam dasawarsa terakhir terjadi Asia Tengah Selatan 2,77 1,45
perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, Asia Barat 5,60 2,04
Kepulauan Pasifik 12,98 6,38
antara lain perkembangan pada modalitas terapi yang Eropa
memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan Eropa Timur 5,80 2,55
Eropa Utara 2,61 1,39
pada kualitas hidup pasien.
Eropa Selatan 9,84 3,45
Eropa Barat 5,85 '1,61

Amerika
Karibea 7,58 4,17
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTORRISIKO HCC Amerika Tengah 2,06 1,64
Amerika Selatan 4,80 3,68
Amerika Serikat dan Kanada 4,11 1,68
HCC meliputi 5,6% dari seluruhkasus kankerpadamanusia
Australia dan Selandia baru 3,60 1,19
serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan Sumber: Bosch FX, Ribes J, Borras J. Epidemiology of primary liver
kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di cancer. Semin Liver Dis '1999;19:271-286

dunia, danurutanketiga dari kanker sistem saluran cerna


setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat
kematian (rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta
sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas. Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang diketahui sebagai
Secara geograhsis, di dunia terdapat tiga kelompok wilayah wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Di negara
tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah maju dengan tingkat kekerapan HCC rendah atau
(kurang dari tiga kasus); menengah (tiga hingga sepuluh menengah, prevalensi infeksi HCV berkorelasi baik dengan
kasus); dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus per I 00,000 arlgka kekerapan HCC. Menarik untuk dipelajari hasil
penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia pengamatan berdasarkan data dari registrasi kanker terpilih
Timur dan Tenggara serta di Afrika Tengah, sedangkan dari seluruh dunia yang menengarai adanya
yang terendah di Eropa Utara; Amerika Tengah; Australia kecenderungan meningkatnya kekerapan HCC di banyak
dan Selandia Baru. (Tabel l) rregata maju, sedangkan di negara-negara berkembang
Sekitar 80% dari kasus HCC di duniaberada di nelara bahkan terjadi penurunan. Diduga hal ini berkaitan dengan

685
686 HEFATOBILIE,R

meningkatnya seroprevalensi infeksi HCV di negara maju hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif dari
dan hasil upaya eliminasi faktor-faktor infeksi HBV di apoptosis sel. Genotipe HBV ditengarai memiliki
negara berkembang. kemampuan yang berbeda dalam mempengaruhi proses
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di pe{alanan penyakit. Relevansi klinis genotipe HBV semakin
wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi jelas diketahui. Sebagai contoh, dibandingkan dengan
transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan genotipe C, genotipe B dihubungkan dengan serokonversi
kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih HBeAg yang lebih awal, progresi ke sirosis lebih lambat,
muda daripada umur pasien HCC di wilayah dengan sefia lebih jarang berkembang menjadi HCC.
angka kekerapan HCC rendah. Hal ini dapat dijelaskan
antara lain karena di wilayah dengan angka kekerapan
tinggi, infeksi HBV sebagai salah sahr penyebab terpenting vrRUS HEPATTTTS C (HCV)
HCC, banyak ditularkan pada masa perinatal atau masa
kanak-kanak, kemudian terjadi HCC sesudah dua-tiga Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV
dasawarsa. Pada semuapopulasi, kasus HCC laki-laki jauh merupakan faktorrisiko penting dari HCC. Prevalensi
lebih banyak (dua-empat kali lipat) daripada kasus HCC anti-HCV pada pasien HCC di Cina dan Afrika Selatan
perempuan. Di wilayah dengan angka kekerapan HCC sekitar 30olo, sedangkan di Eropa Selatan dan Jepang 70-
tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai 80%. Meta analisis dari 32 penelitian kasus-kelola
delapan berbanding satu. Masih belum jelas apakah hal menyimpulkan bahwa risiko terjadinya HCC pada pengidap
ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-taki terhadap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko
timbulnya tumor, atau karena laki-laki lebih banyak terpajan pada bukan pengidap. Koeksistensi infeksi HCV kronik
oleh faktor risiko HCC seperti virus hepatitis dan alkohol. dengan infeksi HBV atau dengan peminum alkohol meliputi
20% dai kasus HCC. Di area hiperendemik HBV seperti
Taiwan, prevalensi anti-HCV jauh lebih tinggi pada kasus
vrRUS HEPATTTTS B (HBV) HCC dengan HBsAg-negatif daripada yang HBsAg-positif.
Juga ditemukan bahwa prevalensi HCV-RNA dalam serum
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya dan jaringan hati lebih tinggi pada pasien HCC dengan
HCC terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis HBsAg-negatif dibandingkan dengan yang HBsAg-
maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang positif. Ini menunjukkan bahwa infeksi HCV berperan
hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan HCC penting dalam patogenesis HCC pada pasien yang bukan
yang tinggi. Di Taiwan pengidap kronis infeksi HBV pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat
mempunyai risiko untuk terjadinya HCC 102 kali lebih transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara
tinggi daripada risiko bagi yang bukan pengidap. Juga saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29
ditengarai bahwa kekerapan HCC yang berkaitan dengan tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga
HBV pada anak jelas menurun setelah diterapkannya melalui aktivitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.
vaksinasi HBV universal bagi anak. Umur saat terjadi
infeksi merupakan faktorrisiko penting, karena infeksi IIBV
pada usia dini berakibat akan terjadinya persistensi
Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko rrtama HCC di
(kronisitas). Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin
dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC.
terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
Setiap tahun tiga sampai lima persen dari pasien SH akan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA
menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab utama
sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik-HBV berinteraksi
kematian pada SH. Otopsi pada pasien SH mendapatkan
dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari
20-80% diantararrya telah menderita HCC. Pada 60-80%
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus
dari SH makronodular dan tiga sampai sepuluh persen
sel dapat diaktifl<an secara tidak langsung oleh kompensasi
dari SH mikronodular dapat ditemukan adanya HCC.
Prediktorutama HCC pada SH adalahjenis kelamin laki-
proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat
laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum,
dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen
beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel
yang berubah akibat HBV. Koinsidensii infeksi HBV dengan
hati.
pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat
menyebabkan terjadinya HCC tanpa melalui sirosis hati
(HCC pada hati non sirotik). Transaktifasi beberapa pro- Aflatoksin
moter selularatauviral tertentu oleh gen-x HBV (IIBx) dapat Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang
mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi diproduksi oleh amur A sp er gi I lu s. D ai percobaan binatang
j
protein yang disandi HBx mampu menyebabkan akselerasi diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit
proliferasi hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen
I(ARSINOMAII'I"II 687

utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik
hepatokarsino- genesisny a ialah kemampuan AFB I langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan
menginduksi mutasi pada kodon 249 dad' gen supresor risiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi
tumor p53. Beberapa penelitian dengan menggunakan HBV atau HCV. Sebalikirya, pada sirosis alkoholik
biomarker di Mozambik, Afrika Selatan, Swaziland, Cina terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien
dan Taiwan menunjukkan bahwa ada korelasi kuat antara dengan HBsAg-positif atau anti-HCV-positif. Ini
pajanan aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap
mortalitas HCC. Risiko relatifHCC dengan aflatoksin saja infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali
adalah3.4, dengan infeksi HBV kronik risiko relatifnya7 , penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk
dan meningkat menjadi 59 bila disertai dengan kebiasaan terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau
mengonsumsi afl atoksin. sirosis akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik
alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit
Obesitas alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
Suatu penelitian kohort prospektifpada lebih dari 900,000
individu di Amerika Serikat dengan masa pengamatan
selama 16 tahun mendapatkan terjadinya peningkatan FAKTORRISIKO LAIN
angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi
masa tubuh:IMT 35-40Kg/m2) dibandingkan dengan lain yang merupakan faktor risiko HCC namun lebihjarang
kelompok individu yang IMT-nya normal. Seperti dibicarakan/ditemukan, antara lain : 1). Penyakit hati
diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk autoimun (hepatitis autoimun; PB C/sirosis bilier primer) ;

non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya 2). Penyakit hati metabolik (hemokromatosis. genetik;
non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat defisiensi antitripsin-alfal; penyakit Wilson); 3).
berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat Kontrasepsi oral; 4). Senyawa kimia (thorotrast; vinil
berlanjutmenjadi HCC. klorida; nitrosamin; insektisida organoklorin; asam tanik);
5). Tembakau (masih kontroversial).

Diabetes Melitus (DM)


Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktorrisiko
PATOLOGI
baik rmtuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui
terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-
Secara makroskopis biasanya tumor berwama putih, padat,
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan
kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik. Acap kali
dengan peningkatan kadar insulin dar. insulinJike growth
ditemukan trombus tumor di dalam vena hepatika atauporta
factors (IGF| yang merupakan faktor promotif potensial intrahepatik. Pembagian atas tipe morfologisnya adalah:
untuk kanker. Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dan
HCC terlihat dari banyak penelitian, antara lain penelitian
l. ekspansif, dengan batas yang jelas, 2. infiltratif,
menyebar/menjalar; 3. multifokal.
kasus-kelola oleh Hassan dkk. yang melaporkan bahwa
Tipe ekspansif lebih sering ditemukan pada hati non-
dari 115 kasus HCC dan230 pasien non-HCC, rasio odd
sirotik. Menurut WHO secara histologik HCC dapat
dari DM adalah4,3,meskipun diakui bahwa sebagian dari
diklasifikasikan berdasarkan organisasi struktural sel tu-
kasus DM sebelumnya sudah menderita sirosis hati.
mor sebagai berikut: 1). Trabekular (sinusoidal), 2).
Penelitian kohort besar oleh El Serag dkk. yang melibatkan
Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Sirous
173,643 pasien DM dan 650,620 pasien bukan DM
Karakteristik terpenting untuk memastikan HCC pada
menemukan bahwa insidensi HCC pada kelompok DM
tumor yang diameternya lebih kecil dari 1,5 cm adalah
lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi
bahwa sebagian besar tumor terdiri semata-mata dari
HCC kelompok bukan DM. Insidensi juga semakin tinggi
karsinoma yang berdiferensiasi baik, dengan sedikit atipia
seiring dengan lamanya pengamatan (kurang dari lima
selular atau struktural. Bila tumor ini berproliferasi,
tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM merupakan faktor
berbagai variasi histologik beserta de-diferensiasinya
risiko HCC tanpamemandangumur, jenis kelamin danras,
dapat terlihat di dalam nodul yang sama. Nodul kanker
dengan angka risiko 2,1 6 (CI 9 5% : 1,86 - 2,52, p < 0.000 I ).
yang berdiameter kurang dari satu cm seluruhnya terdiri
dari jaringan kanker yang berdiferensiasi baik. Bila diam-
Alkohol eter tumor antara I dan 3 cm, 40% dari nodulnya terdiri
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, atas lebih dari 2 jaringan kanker dengan derajat
peminum berat alkohol (>50-70 glhari dan berlangsung diferensiasi yang berbeda-beda.
688 HEFAIIOBILIER,

PENYEBARAN PATOGENESIS MOLEKULAR HCC

Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya
saluran limfe atau infiltrasi langsung. Metastasis diketahui. Apapun agen penyebabnya, tansformasi maligna
ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan p erpttarun (turn-
atau vena kava. Dapat terjadi metastasis pada varises ove) selhanyangdiinduksi oleh cederu (injury) dan regenerasi
esofagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti ke konik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA.
kelenj ar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti
dan dapat juga sampai di mediastinum. Bila sampai di perubahan kromosom, aktivasi onkogen selular atau
peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan
berarti sudah memasuki stadium terminal. kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aklivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan
angiogenik. Hepatitis virus kronik, akohol dan penyakit hati
KARAKTERISTIK KLINIS metabolik seperti hemokromatosis dan defisisiensi
antitripsin-alfal, mungkin menjalankan peranannya terutama
Di Indonesia (khususnya di Jakarta) HCC ditemukan melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis).
tersering pada median umur aRtara 50 dan 60 tahun, DilaportcanbahwaHBV danmungkinjugaHCV dalamkeadaan
dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus tertentu juga berperan langsung pada patogenesis molekular
laki-laki dan perempuan berkisar antara 2 - 6 : l. HCC. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik tumor p53 dan ini memrnjukkan bahwa faktor lingkungan
hingga yang gejala dan tandanya sangatjelas dan disertai juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya
gagalhati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah proses hepato karsinogenesis.
nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan-atas Hilangnya heterozigositas (LOH : lost of hetero-
abdomen. Pasien sirosis hati yang makin memburuk zygosity) juga dihubungkan dengan inaktivasi gen
kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan atas; supresor tumor. LOH atau delesi alelik adalah hilangnya
atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut dicurigai satu salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada
menderita HCC. Demikian pula bila tidak te{adi perbaikan manusia, LOH dapat terj adi di banyak bagian kromosom.
pada asites, perdarahan varises atau pre-koma setelah Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom
diberi terapi yang adekuat; atau pasien penyakit hati 17 atat pada lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC,
kronik dengan HbsAg atau anti-HCV positif yang lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat
mengalami perburukan kondisi secara mendadak. Juga bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan
harus diwaspadai bila ada keluhan rasa penuh di sebagai agen mutagenik insersional non-selektif. Integrasi
abdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat badan acapkali menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan
dengan atau tanpa demam. selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, terbalik, penghapusan (delesi) dan rekombinasi. Semua
kembung, konstipasi atau diare. Sesak napas dapat perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi
dirasakan akibat besamya tumor yang menekan diafragma, tumor maupun gen-gen selular penting lain. Dengan
atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian besar analisis Southern blot, potongan (sekuen) HBV yang telah
pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih terintegrasi ditemukan di dalamjaringan tumor/IICC, tidak
dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah ditemukan di luarjaringan tumor. Produk gen X dari HBV,
menunjukkan tanda-tanda gagal hati sepedi malaise, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. transkripsional dari berbagai gen selular yang
Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini
dengan atau tanpa 'bruit' hepatik, splenomegali, asites, menimbulkan hipotesis bahwa HBx mungkin terlib atpada
ikterus, demam dan atrofi otot. Sebagian dari pasien yang hepatokarsinogenesis oleh HBV.
dirujuk ke rumah sakit karena perdarahan varises esofagus Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan yang
atau peritonitis bakterial spontan (SBP) ternyata sudah bersifat do s e- dependent antara paj anan AFB 1 dalam diet
menderita HCC. Pada suatu laporan serial nekropsi dengan mutasi pada kodon 2 49 danp$. Mutasi ini spesifik
didapatkan bahwa 50o/o daripasien HCC telah menderita unhrk HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam
asites hemoragik, yang jarang ditemukan pada pasien DNAtumor. Mutasi genp53 terjadi pada sekitar 300/o kasus
sirosis hati saja. Pada l0% hingga 40o/o pasien dapat HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang
ditemukan hiperkolesterolemia akibat dari berkurangnya berbeda menurut wilayah geografik dan etiologi tumomya.
produksi enzim beta-hidroksimetilglutaril koenzim-A Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah
reduktase, karena tiadanya kontrol umpan balik yang berlangsung puluhan tahun dan umumnya didahului oleh
normal pada sel hepatoma. terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari
I(ARSINOMAHATI 689

proses cedera hati traonik diikuti oleh regenerasi dan srosrs angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi HCC,
pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV. namun karena beberapa kelebihannya, USG masih tetap
Selain yang disebutkan di atas, mekanisme merupakan alat diagnostik yang paling populer dan
karsinogenesis HCC juga dikaitkan dengan peran dari 1). bermanfaat.
Telomerase, 2). Insulin-like growth fuclors (IGFs), 3).
Insulin receptor substrste 1 (IRSI ).
Strategi Skrining dan Surveilans
Untuk proliferasi HCC yang diduga berperan penting
Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan
adalah vascalar endothelial growth factor (\{EGF) dan
diagnostik pada populasi umum, sedangkan surveillance
basic Jibroblast growth factor (bFGF), berkat peran
adalah aplikasi berulang pemeriksaan diagnostik pada
keduanya pada proses angiogenesis.
populasi yang berisiko untuk suatu penyakit sebelum ada
bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi.
Karena sebagian dari pasien HCC, dengan atau tanpa
PEMERIKSAAN PENYARING
sirosis, adalah tanpa gejala, untuk mendeteksi dini HCC
diperlukan strategi khusus terutama bagi pasien sirosis
Penanda Tumor hati dengan HBsAg atau anti-HCV positif. Berdasarkan
atas lamanya waktu penggandaan (doubling time) diam-
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang
eter HCC yang berkisar attara3 sampai 12 bulan (rerata 6
disintesis oleh sel hati fetal, selyolk-sac dan sedikit sekali
bulan), dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan AFP se-
oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP
rum dan USG abdomen setiap 3 hingga 5 bulan bagi pasien
serum adalah 0-20 nlnL.KadarAFP meningkat pada 60%
sirosis maupun hepatitis kronik B atau C. Cara ini di Jepang
sampai 70o/o daipasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ngl
terbukti dapat menurunkan jumlah pasien HCC yang
mL adalah diagrrostik atau sangat sugestif untuk HCC. terlambat dideteksi dan sebaliknya meningkatkan
Nilai normal dapat ditemukan juga pada HCC stadium lanjut.
identifrkasi tumor kecil (dini). Namun hingga kini masih
Hasil positif-palsu dapat juga ditemukan oleh hepatitis
belumjelas apakah dengan demikian juga terjadi penurunan
akut atau kronik dan pada kehamilan. Penanda tumor lain
mortalitas (liver-related mortality).
untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin
(DCP) atau PfVKA-Z,yang kadarnya meningkat pada
hngga9l% dari pasien HCC, namunjuga dapat meningkat
DIAGNOSIS
pada defisisiensi vitamin K, hepatitis kronik aktif atau
metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC,
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya
seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucos idas e
penyakit hati kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul
serum, dll., tetapi tidak ada yang memiliki agregat
(dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum > 400 nlrL
sensitivitas & spesifisitas melebihi AFP, AFP-L3 dan
adalah diagnostik (Tabel 2).
PIVKA'.

U ltrasonografi Abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AIP, Kriteria sito-histologis
pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pemeriksaan USG Kriteria non-invasif (khusus untuk pasien sirosis hati) :
Kriteria radiologis: koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-
setiap tiga bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan spiraliMRl/angiografi )
risiko tinggi USG lebih sensitif dari pada AFP serum . Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati berkisar Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP
serum:
ariaraTlo/o hingga 80%. Tampilan USG yang khas untuk . Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
HCC kecil adalah gambaran mosaik, formasi septum, . KadarAFP serum > 400 no/ml
bagian perifer sonolusen (ber-'halo'), bayangan lateral
yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotik, serta
penyangatan eko posterior. Berbeda dari tumor Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada
metastasis, HCC dengan diameter kurang dari dua kontraindikasi (untuk lesi berdiameter >2 cm) dan
sentimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan
USG color Doppler sangat berguna untuk membedakan terapi.
HCC dari tumor hepatik lain. Tumor yang berada di bagian Untuk tumor berdiameter kurang dari 2 cm, sulit
atas-belakang lobus kanan mungkin tidak dapat terdeteksi menegakkan diagnosis secara non-invasif karena berisiko
oleh USG. Demikian juga yang berukuran terlalu kecil dan tinggi terjadinya diagnosis negatif palsu akibat belum
isoekoik. matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan
Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI dan cara imaging dan biopsi tidak diperoleh diagnosis definitif,
690 HEPAIIOBILIE,R

sebaiknya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan imaging dengan bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang
serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan. bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dap atmencapai7 0%o.
Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis
ekstrahepatik, HCC difus atau multifokal, sirosis stadium
SISTEM STAG,,VG lanjut dan penyakit penyerta yang dapat memengaruhi
ketahanan pasien menjalani operasi.
Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas
kelompok-kelompok yang prognosisnya berbeda, Transplantasi Hati
berdasarkan parameter klinis, biokimiawi dan radiologis Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati
pilihan yang tersedia. Sistem staging yang ideal memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor, menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi.
derajat gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien serta Dilaporkan kesintasan 3 tahun mencapai 80%, bahkan
keefektifan terapi. Sebagian besar pasien HCC adalah dengan perbaikan seleksi pasien dan terapi perioperatif
pasien sirosis yangjuga mengurangi harapan hidup. Sistem
dengan obat antiviral seperti lamivudin, ribavirin dan
yang banyak digunakan untuk menilai status fungsional interferon dapat dicapai kesintasan 5 tahun sebesar 92o/o.
hati dan prediksi prognosis pasien sirosis adalah sistem Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, tetapi sistem ini tidak rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan.
ditujukan untuk penilaian staging HCC. Beberapa sistem Rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat
yang dapat dipakai luntttkstaging HCC adalah: antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter
. Tumor-Node-Metastases (TNM Staging System kurang dari 3cm lebih jarang kambuh dibandingkan
. Okuda Staging System dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm.
. Cancer of the Liver ltalian Program (CUP) Scoring
System
. Chinese University Prognostic Index (CUPI) Ablasi Tumor Perkutan
. Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging Destmksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan
System kimia (alkohol, asam asetat) atau dengan memodifikasi
suhunya (radiofrequency, microwave, laser dan
cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan
teknik terpilih untuk tumor kecil karena efftasinya tinggi,
TERAPI
efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar kerjanya
adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta
tingginya kekerapan multi-nodularitas, resektabilitas HCC dan fibrosis. Untuk tumor kecil (diameter < 5 cm) pada
pasien sirosis Child-Pugh A, kesintasan 5 tahun dapat
sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga sering
kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien dengan
Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya tumor kecil namua resektabilitasnya terbatas karena adanya
sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan
sirosis hati non-Child A.
hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skor Child- Radiofrequency abl ation (RFA) menunjukkan angka
Pugh menunjukkan estimasi yang akurat mengenai keberhasilan yang lebih tinggi daripada PEI dan efikasinya
kesintasan pasien. Telaah mengenai terapi HCC tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm, namun
menemukan sejumlah kesulitan karena terbatasnya tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien.
penelitian dengan kontrol yang membandingkan efftasi Selain itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih
terapi bedah atau terapi ablatif lokoregional, di samping banyak dibandingkan dengan PEI.
besarnya heterogenitas kesintasan kelompok kontrol pada Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian
berbagai penelitian individual. asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12 bulan
dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan
ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok
ReseksiHepatik plasebo (kelompokplasebo 49%; kelompokterapi PEI atau
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya reseksi kuratit22%).
mempunyai fungsi hati normal pilihanutama terapi adalah
reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan
kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya Terapi Paliatif
gagalhali yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium
Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor menengah-lanjut (intermediate-advanced stage) yang
Child-Pugh dan derajat hipertensi portal atau kadar tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis,
bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial
I(ARSINOMATI.PITI 691

embolization/chemo embolization) saja yang Satu-satunya terapi paliatif yang terbukti mampu
menunjukkan penurunan pertumbuhan fumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien HCC stadium
meningkatkan harupan hidup pasien dengan HCC yang menengah/lanjut adalah TACE
tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali
setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup
bak (Child-Pugh 1\) serta tumor multinodular asimtomatik REFERENSI
tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang
tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien Aguayo A, PattYZ. Liver cancer. Clinics Liver Dis 2001; 5(2) :
yang dalam ke adaan gagalhati (Child-Pugh B-C), serangan 479-507.
iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping Bruix J. Treatment of hepatocellular carcinoma. AASLD postgradu-
yang berat. ate course 2004. Boston USA; October 29-30,2004, p 172-6.
Colombo M. Hepatocellular carcinoma. In: McDonald JWD,
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang
Burroughs AK, Feagan BG, eds. Evidence-based gastroenterol-
tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, ogy and hepatology. 2d edn,2004. Malden: Blackwell Publish-
terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi inter- ing, p 517-25.
nal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan Colombo M, Iavarone M. Epidemiology, risk factors and screening
penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang strategies for hepatocellular carcinoma. In: Arroyo V, Foms X,
meyakinkan. Garcia-Pagan JC, Rodes J, eds. Progress in the treatment of
liver diseases. Barcelona: Ars Medica; 2003, p 279-89.
Colombo M. Malignant neoplasms of the liver. In: Schiff ER, Sorrel
MF, Maddrey WC, eds. Schiff's diseases of the liver, 9r edn,
KESIMPULAN volume 2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003,
p 1317-403.
Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang El-Serag HB. The epidemiology and natural course of hepatocellu-
lat carcinoma. AASLD postgraduate course 2004. Boston USA;
disebabkan oleh faktor risiko yang sudah dikenal dan
October 29-30,2004, p 159-76.
dapat dicegah (HBY HCY akohol, dan NASH). Infeksi Ip EWK, Fong J. Hepatocellular carcinoma: current surgical man-
HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor agement. In: Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes J, eds.
lingkungan seperti aflatoksin ikut berperan dalam proses Progress in the treatment of liver diseases. Barcelona : Ars
transformasi pada patogenesis molekular HCC. Semakin Medica; 2003, p 297-325.
banyakbukti bahwa obesitas dan diabetes melitus adalah Kao JH, Chen DS. Changing disease burden of hepatocellular carci-
faktor risiko untuk HCC. noma in the Far East and Southeast Asia. Liver lnt 2005;25:
696-703.
Sebagian besar kasus HCC berproposis buruk karena
Llovei JM, Bruix J. Systematic review of treatment for hepatocel-
tumor yang besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut lular carcinoma. In : Arroyo V, Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes
serta ketiadaan atau ketidakmamprurn penerapan terapi J, eds. Progress in the treatment of liver diseases. Barcelona :
yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). Ars Medica; 2003, p 341-52.
USG abdomen secara periodik merupakan cara terbaik Lo CM, Fan ST. Liver transplantation for hepatocellular carcinoma
untuk surveilans HCC, namun belum jelas pengaruh szr- . Brit J Surg 2004;91: 131-3.
Matsunami H, Shimizu J, Lynch SY et al. Liver transplantation as a
veillance terhadap mortalitas spesifik-penyakit. Stadium
tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati therapeutic option for hepatocellular carcinoma. Oncol-
dan
ogy 2002; 62 (suppl. 1) : 82-6.
intervensi spesifik mempengaruhi prognosis pasien HCC. Sherlock S, Dooley J. Hepatic tumours. In: Sherlock S, Dooley J,
Pada kelompok kasus terseleksi, cangkok hati menghasilkan eds. Diseases of the liver and biliary system,l0n edn.
kesintasan lebih baik daripada reseksi hepatik maupun PEI. London:Blackwell Science; 1997, p 531-59.
109
A,BSES HATI PIOGENIK
Nelly Tendean Wenas, B,J. Waleleng

PENDAHULUAN coccus dureus, staphylococcus milleri, candida albicans,


aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia
Abses hati adalah berbentuk infeksi pada hati yang enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan
disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur fungal. Pada era pre-antibotik, AHP terjadi akibat
maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem komplikasi apendisitis bersamaan dengan fileplebitis.
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses Bakteri patogen melalui arteri hepabka atzumelalui sirkulasi
supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari vena portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi
jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi
didalam parenkim hati. Abses hati terbagi2 secara umum, infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis dan
yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik infeksi post operasi. Pada saat ini, karena pemakaian
(AHP). AIIAmerupakan salah satu komplikasi amebiasis antibiotik yang adekuat sehingga AHP oleh karena
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah apendisitis sudah hampir tidak ada lagi. Saat ini, terdapat
tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem
sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, biliaris, yaitu langsung dari kandung empedu atau melalui
bacterial abscess of the liveri bacterial hepatic abscess. saluran-saluran.empedu seperti kolangitis dan kolesistitis.
AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama Peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem
ditemukan oleh Hippocrates (400 SM), dan dipublikasikan biliaris disebabkan karena semakin tinggi umur harapan
pertama kali oleh Bright pada tahun I 936. hidup dan semakin banyak orang lanjut usia yang dikenai
Di negara-negaru yar.g sedang berkembang, AHA penyakit sistem biliaris ini. Juga AHP disebabkan akibat
didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik.
dibandingkan AHP.4 AHP ini tersebar di seluruh dunia,
dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/
sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8- PATOGENESIS
1 5 per I 00.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di
RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya
prevalensi autopsi bervarias i ariaru 0,29 - 1,47 Yo sedzn$an abses. Dari suatu studi diAmerika, didapatkan 13% abses
prevalensi di RS antara 0,008-0,016%. AHP lebih sering hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk
terjadi pada pria dibandingkan peremprum, dengan rentang soliter ataupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari
usia berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak penyebaran hematogen maupun secara langsung dari
pada dekade ke-6. tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati
Penyakit AHA ini masih menjadi masalah kesehatan menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi
terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh
histolytica (E. Histolytica) yang tinggi. Sedangkan etiologi karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan
AHP adalah enlerobacteriaceae, microaerophilic adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan
streptococci, anaerobic streptococci, klebsielJa menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.
pneumoniae, bacteriodes, fusobaclerium, staphylo- Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi

692
ABSESIIATIPIOGENIK 693

aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan
bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase,
melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin,
sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu
Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara protrombin yang memanjang memrnjukkan bahwa terdapat
hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.Tes serologi
akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab
kauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara
intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu mikrobiologik.
sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan Pada pemeriksaan penunjangyang lain, seperti pada
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen
te{adi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleural,
pembentukan pus. Lobus kanan hati yang lebih sering atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Pada foto
terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini berdasarkan toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi
anatomi hati, yaifu lobus kanan menerima darah dari arteri lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah
mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid level.
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara
limfatik angiografik, abses merupakan daerah avaskular.
Pemeriksaan penunjang yang lain yaittt abdominal
CT-scan ata:u MM, ultrasonografi abdominal dan biopsi
MANIFESTASI KLINIS hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki
-nilai diagnostik semakin tinggi. Abdominql CT-scan
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada memiliki sensitivitas 95-l00yo, dan dapat mendeteksi
abses hati amebik. Dicurigai adanyaAHP apabila ditemukan luasnya lesi hingga kurang dari I cm. l.Iltrasound
sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan abdomen memiliki sensitivitas 80-900 , Ultrasound-
atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan Guided Aspiratefor Culture and Special Stains, dengan
dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam./panas kultur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound
tinggi merupakan keluhanpalingutama, keluhan lain yaitu didapatkan positif 9002 kasus, sedangkan gallium dan
nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai technectium radionuclide scanning memiliki sensitivitas
dengan keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik 50-90%.
yang adekuat. gejala dan manifestasi klinis AHP adalah
malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri hrmpul
pada abdomen yang menghebat dengan adanya DIAGNOSIS
pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat
dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis,
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk pemeriksaan fisis dan laboratoris sefta pemeriksaan
ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit
dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak
berat badan yang unintentional,kelemahan badan, ikterus, spesifik. Sedangkan diagnosis dini memberikan arti
buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit ini
berwarna gelap. dapat disembuhkan. Sebaliknya, diagnosis dan
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang pengobatan yang terlambat akan meningkatkan angka
summer-sumer hingga demam/panas tinggi, pada palpasi kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat
terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan ditegakkan bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun
hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan pada akhirnya dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi
abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan
menjadi kronik, selain itu, bisa didapatkan asites, ikterus, tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif
serta tanda-tanda hipertensi portal. menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada
sedikit kasus, tes ini menjadi positif setelah beberapa
hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah
PEMERIKSAAN PENUNJANG dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan
kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis diagnosis.
694 HEPATIOBILIER,

KOMPLIKASI PROGNOSIS

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang
penyakit yang berat, seperti septikamia/bakterimia dengan sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah
mortalitas ruptur abses hati disertai peritonitis
85olo, l0- l6%.Prognosis yang buruk apabila terjadi
generalisata dengan mortalitas 6-7yo, kelainan keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga darah y ang memperlihatkan bakterial penyebab multipel,
abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
kedalam perikard atau retroperitoneum. hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.
Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis
hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder
dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. REFERENSI

Abdurachman SA. Abses Hati. Dalam Gastroenterologi Hepatologi.


PENATALAKSANAAN Infomedika :1990;395 -404.
Barakate MS, Stephen MS, Waugh RC. Et al. Liver Abscess. Arur
Surg 1996;223:600-1.
Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan
Canto MIF, Diehl AM. Bacterial Infections of The Liver and Biliary
drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum System. In Surawics C, Owen R (Eds). Gastrointestinal and
luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam Hepatic Infections. Philadelphia 1995, pp355-386.
cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika Davis GL. Liver Abscess, http;/www.eas1.ch/PGC.pdf:67-72. 2002.
tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat Davis GL. Liver Abscess, http;/www.emedicine.com/med/
ini, adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus topic 1 3 1 6.htm.:l -2.2002.
De Cock KM, Reynolds TB. Amebic and Pyogenic Liver Abscess. In
abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultra-
Schiff L, Schiff ER (Eds). Diseases of The Liver. ?tb ed., JB
sound atau tomografi komputel komplikasi yang bisa Lippincott Co, Philadelphia 1993, pp l7l-6.
terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intraabdominal, Horga MA. Amebiasis. eMedicine Journal. July 2004:1-15.
infeksi, atau pun terjadi kesalahan dalam penempatan Lesmana CR, Koeshartoro A, Hukom R, Lesmana LA. Gambaran
kateter untuk drainase, kadang-kadang padaAHP multipel Ultrasonografi pada Seorang Pasien Abses Hati Mikro Multipel
diperlukan reseksi hati. yang Menyerupai Kolangiokatsinoma. Dalam Acta Medica
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotika, Indonesiana. Vol XXXV Supplement 2 Naskah Lengkap
KOPAPDI XII Manado;2003:151-154.
pada terapi awal digunakan penisilin. Selanjutnya,
Lisgaris MV. Liver Abscess. eMedicine Joumal. July 2004:1-18.
dikombinasikan antara ampisilin, aminoglikosida atau Reed SL. Amebiasis and Infection with Free Living Amebas. In
sefalosporin generasi III dan klindamisin atau Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, et al @ds). Harrison's Prin-
metronidazol. Jika dalam waktu 48-72jam, belum ada ciples of Internal Medicine. 15'h ed. Mc Graw-Hill Co, New
perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotika yang York 2001, pp 1199-1202.
digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai Regenstein F, Iftikhar S. Miscellaneous Infections of The Liver. In

dengan hasil kultur sensitivitas aspirat abses hati. Grady OJQ Lake JR, Howale PD (Eds). Compreh"o.ivs 6linical
Hepatology, Mosby, London 2000, pp 1502-1513.
Pengobatan secara parenteral dapat dirubah menjadi oral
Sherlock S. Hepatic Amebic.In Sherlock S, Dooley J (eds). Diseases
setelah pengobatan parenteral selama l0-14 hari, dan of The Liver and Biliary System, 9s ed, Blackwell Scientific
kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu Publications, London 1993, pp 475-7.
kemudian. Waleleng BJ, Wibisono M, Wibowo C.Terapi Konservatif
Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris Metronidazole pada Abses Hati Ameba tanpa Komplikasi di
dilakukanjika terjadi obstruksi sistem biliaris yaitu dengan RSUP Manado. Dalam Acta Medica Indonesiana. Vol XXXV
rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi. Supplement 2 Naskah Lengkap KOPAPDI XII
Manado;2003 : I 94-200.
Zulkarnaen I. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Hati Amuba.
Dalam Naskah Lengkap Simposium Penyakit Hati Karena Infeksi
Non Virus, Jakarta 1989, ha1 13-17.
110
PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK
Irsan Hasan

PENDAHULUAN Kriteria lain yang juga sangat penting adalah


pengertian non alkoholik. Batas untuk menyatakan
Perlemakan hati non alkoholik merupakan kondisi yang seseorang minum alkohol yang tidak bermakna sempat
semakin disadari dapat berkembang menjadi penyakit hati menjadi perdebatan, tetapi lebih banyak ahli yang
lanjut. Spektrum penyakit perlemakan hati ini mulai dari menyepakati bahwa konsumsi alkohol sampai 20 g per hari
perlemakan hati sederhana (simple steatosis) sampai pada masih bisa digolongkan sebagai non alkoholik.
steatohepatitis non alkoholik (nonalcoholic
steatohepatit s : NASH), fibrosis dan sirosis hati. Setelah
mendapat berbagai nama, seperti penyakit Laemrec non EPIDEMIOLOGI
alkoholik, hepatitis metabolik, dan hepatitis diabetes,
akhirnya steatohepatitis non alkoholik seperti yang Dari banyak penelitian terbukti bahwa abnormalitas tes
diperkenakan Ludwig tahun 1980 menjadi nama yang firngsi hati akibat perlemakan hati maupun steatohepatitis
dipergunakan secara luas. Istilah tersebut muncul setelah non alkoholik merupakan kelainan yang sangat sering
Ludwig dan kawan-kawan melaporkan sekelompok pasien ditemukan di masyarakat. Angka yang dilaporkan sangat
yang dapat dikatakan tidak mengkonsumsi alkohol tetapi bervariasi karena metodologi survei yang berbeda-beda.
memperlihatkan gambaran biopsi hati yang sulit dibedakan Prevalensi perlemakan hati non alkoholik berkisar
dengan hepatitis akibat alkohol. antara l5-20%o pada populasi dewasa di Amerika Serikat,
Jepang dan Italia. Diperkirak an20-30o/odi antarunyaberada
dalam fase yang lebih berat (steatohepatitis non alkoholik).
DEFINISI Sebuah penelitian terhadap populasi dengan obesitas di
negara maju mendapatkan 60% perlemakan hati sederhana,
Sampai saat ini masih terdapat beberapa ketidaksepahaman 20-25% steatohepatitis non alkoholik dan 2-3% sirosis.
dalam terminologi penyakit perlemakan hati, misalnya Dalam laporan yang sama disebutkan pula bahwa 70Yo
mengenai pemilihan istilah perlemakanhati non alkoholik pasien diabetes melitus tipe2mengalami perlemakan hati,
(nonalcoholic fatty liver : NAFL) atau penyakit sedangkan pada pasien dislipidemia angkanya sekitar
perlemakan hati non alkoholik (nonalcoholic fatty liver 60%.
disease: NAFLD). Pada umumnya disepakati bahwa Di Indonesia penelitian mengenai perlemakan hati non
steatohepatitis non alkoholik (nonalcoholic alkoholik masih belum banyak. Lesmana melaporkan 17
steatohepatit s : NASH) merupakan perlemakan hati pada pasien steatohepatitis non alkohol k, rata-rataberumur 42
tingkat yang lebih berat. tahun dengan 29o/o gambaran histologi hati menunjukkan
Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila kandungan steatohepatitis disertai fibrosis. Sebuah studi populasi
lemak di hati (sebagianbesarterdiri atas trigliserida) melebihi dengan sampel cukup besar oleh Hasan dkk mendapatkan
5o/o dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati prevalensi perlemakan hati non alkoholik sebesar 30,6yo.
sangat sulit dan tidak praktis, diagnosis dibuat berdasarkan Faktor risiko penting yang dilaporkan adalah obesitas,
analisis spesimen biopsi jaringan hati, yaitu ditemukannya diabetes melitus (DM) dan hipertrigliseridemia.
minimal 5- 10% sel lemak dari keseluruhan hepatosit. Steatohepatitis non alkoholik dapat terjadi pada semua

695
696 HEPAT1OBILIER

usia, termasuk anak-anak, walaupun penyakit ini PERJALANAN PENYAKIT


dikatakan paling banyak pada dekade keempat dan kelima
kehidupan. Jenis kelamin yang dominan berbeda-beda Perjalanan alamiah penyakit perlemakan hati non alkoholik
dalam berbagai penelitian, namun umumnya menunjukkan masih belum jelas diketahui karena masih terbatasnya
adanya predileksi perempuan. Obesitas, DM tipe 2, dan penelitian prospektif, tapi tampaknya sangat dipengaruhi
dislipidemia juga merupakan kondisi yang sering oleh derajat kerusakan jaringan. Selama ini disepakati
berkaitan dengan perlemakan hati non alkoholik. bahwa ada beberapa tingkat gambaran histologik
Walaupun demikian, steatohepatitis non alkoholik dapat sepanjang perjalanan alamiah penyakit ini, yaitu
terjadi pada individu yang tidak gemuk tanpa faktor risiko perlemakan hati sederhana, steatohepatitis, steatohepatitis
seperti di atas. yang disertai fibrosis dan sirosis. Terbukti pula bahwa
setelah berkembang menjadi sirosis, perlemakan sebaliknya
makinmenghilang.
PATOGENESIS Pada sebuah penelitian terhadap 257 oratg pasien
perlemakan hati non alkoholik yang dipantau selama 3,5
Pengetahuan mengenai patogenesis steatohepatitis non sampai 1l tahun melalui biopsi hati, didapatkan 28o/o
alkoholik masih belum memuaskan. Dua kondisi yang mengalami kerusakan hati progresif, 59oh lidakmengalami
sering berhubungan dengan steatohepatitis non alkoholik perubahan, dan I 3% justru membaik. Pada beberapa kasus
adalah obesitas dan diabetes melitus, serta dua terlihat jelas perkembangan mulai dari steatosis menuju
abnormalitas metabolik yang sangat kuat kaitannya steatohepatitis sampai akhirnya menjadi sirosis hati.
dengan penyakit ini adalah peningkatan suplai asam lemak Sampai saat ini risiko mortalitas pasien-pasien
ke hati serta resistensi insulin. Hipotesis yang sampai saat perlemakan hati non alkoholik masih menjadi kontradiksi.
ini banyak diterima adalah the two hit theoryyatg diajukan Studi oleh Propst dan kawan-kawan membandingkan
oleh Day dan James. probabilitas kesintasan (survival) 30 pasien steatohepatitis
Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di non alkoholik dengan kontrol yang disesuaikan usia dan
hepatosit yang dapat terjadi karena berbagai keadaan, jenis kelaminnya. Temyata kelompok pasien steatohepatitis
seperti dislipidemia, diabetes melitus, dan obesitas. non alkoholikmemiliki kesintasan yang lebih pendek 5-10
Seperti diketahui bahwa dalam keadaan nonnal, asam tahun. Suatu penelitian retrospektif potong lintang
lemak bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat melaporkan l1 kematian di antara 299 pasien (3,1%).
sirkulasi darah arteri dan portal. Di dalam hati, asam lemak Selanjutnya dalam studi lain didapatkan hanya 1 kematian
bebas akan mengalami metabolisme lebih lanjut, seperti di afiara 42 pasien selama pemantauan 4,5 tahun, sehingga
proses re-esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan mendukung pendapat mortalitas yang rendah dari studi
untuk pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan sebelumnya. Hasil sebaliknya ditunjukkan beberapa
massa jaringan lemak tubuh, khususnya pada obesitas penelitian terbaru. Studi terhadap 30 pasien steatohepatitis
sentral, akan meningkatkan penglepasan asam lemak non alkoholik yang diikuti lebih dari 10 tahun, mendapatkan
bebas yang kemudian menumpuk di dalam hepatosit. kesintasan 5 tahun hanya 670/o dan kesintasan l0 tahun
Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan 59%. Harus diingat bahwa semua data dikumpulkan secara
menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi retrospektif dengan berbagai keterbatasan, sehingga
lemak. Proses ini terfokus di mitokondria sel hati sehingga
pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan
mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai hit
kedua. Peningkatan stres oksidatif sendiri dapat juga
terjadi karena resistensi insulin, peningkatan konsentrasi
endotoksin di hati, peningkatan aktivitas un-coupling
protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P-
450 2El, peningkatan cadangan besi dan menurunnya
aktivitas anti oksidan. Ketika stres oksidatif yangterjadi
di hati melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan,
maka aktifasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan
berlanjut dengan infl amasi progresif, pembengkakan
hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan
Mallory, serta fibrosis. Meskipun teori two-hit sangat
popular dan dapat diterima, agaknya penyempurnaan
akan terus dilakukan karena makin banyak yang
berpendapat bahwa yang terjadi sesungguhnya lebih
dari dlua hit. Gambar 1. Konsep patogenesis steatohepatitis non alkoholik
PERLEMAKAIY HITTI NON ALKOHOLIK 697

penelitian prospektifuntuk menilai mortalitas masih sangat radiologis dan kimia darah terus menerus diteliti dan
diperlukan. dioptimalkan sebagai metoda pemeriksaan alternatif yang
Banyak faktor yang berperan dalam mortalitas pasien bersifat non invasif.
dengan perlemakan hati non alkoholik, seperti obesitas,
diabetes melitus beserta komplikasinya, komorbiditas lain
Laboratorium
yang berkaitan dengan obesitas, serta kondisi hatinya
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang bisa secara
sendiri. Belum ada publikasi yang secara jelas menilai
akurat membedakan steatosis dengan steatohepatitis, atau
kontribusi faktor-faktor tersebut terhadap kematian pasien, perlemakan hati non alkoholik dengan perlemakan hati
walaupun sebuah studi mendapatkan bahwa terjadinya alkoholik. Peningkatan ringan sampai sedang, konsentrasi
sirosis meningkatkan risiko relatif mortalitas.
aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotrans-
Perbaikan histologikjuga dapat terjadi, khususnya pada
ferase (ALT), atau keduanya merupakan kelainan hasil
pasien-pasien dengan fibrosis minimal. Setelah mengalami
pemeriksaan laboratorium yang paling sering didapatkan
penurunan berat badan, histologi hati bisa membaik antara
pada pasien-pasien dengan perlemakan hati non alkoholik.
lain berupa berkurangnya inflamasi serta Mallory bodies,
Beberapa pasien datang dengan enzim hati yang
sampai perbaikan fibrosis. Tentunya hal ini terjadi jika
normal sama sekali. Kenaikan enzimhati biasanya tidak
penurunan dilakukan secara bertahap, karena terbukti
melebihi empat kali dengan rasio AST:ALT kurang dari
bahwa kehilangan berat badan mendadak justru memicu
satu, tetapi pada fibrosis lanjut rasio ini dapat mendekati
progresi penyakit bahkan sampai mengalami gagal hati.
atau bahkan melebihi satu. Perlu menjadi perhatian
beberapa studi yang melaporkan bahwa konsentrasi AST
dan ALI tidakmemiliki korelasi dengan aktivitas histologis,
MANIFESTASI KLINIS bahkan konsentrasi enzim dapat tetap normal pada
penyakit hati yang sudah lanjut. Pemeriksaan laboratorium
Sebagian besar pasien dengan perlemakan hati non lain seperti fosfatase alkali, g-glutamiltransferase; feritin
alkoholik tidak menunjukkan gejala maupun tanda-tanda darah atau saturasi transferin juga dapat meningkat,
adanya penyakit hati. Beberapa pasien melaporkan adanya sedangkan hipoalbuminemia, waktu protrombin yang
rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak dan seperti memanjang, dan hiperbilirubinemia biasanya ditemukan
mengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien, pada pasien yang sudah menjadi sirosis.
hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan fisis yang Dislipidemia ditemukan pada 2l-83oh pasien dan
didapatkan. Umumnya pasien dengan perlemakan hati non biasanya berupa peningkatan konsentrasi trigliserida.
alkoholik ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan Karena diabetes merupakan salah satu faktor risiko
pemeriksaan lain, misalnya dalam medical check-up. perlemakan hati non alkoholik, maka tidak jarungterdapat
Sebagian lagi datang dengan komplikasi sirosis seperti pula peningkatan konsentrasi gula darah.
asites, perdarahan varises, atau bahkan sudah berkembang
menjadi hepatoma.
Evaluasi Pencitraan
Berbagai modalitas pencitraan telah dicoba untuk
mendeteksi perlemakan hati. Agaknya ultrasonografi
DIAGNOSIS merupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun
computerized tomography ( CT ) danmagnetic resonance
Biopsi hati merupakan baku emas (gold standard) imaging (MM)juga dapat digunakan. Pada ultrasonografi,
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dan infiltrasi lemak di hati akan menghasilkanpeningkatan difus
sejauh ini masih menjadi satu-satunya metoda untuk ekogenisitas (hiperekoik, bright liver) bila dibandingkan
membedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan dengan ginjal. Sensitivitas USG 89Yo dan spesivisitasnya
tanpa atau disertai inflamasi. Masih menjadi perdebatan 93%o dalam mendeteksi steatosis. Terbukti ketiga teknik
apakah biopsi hati perlu dilakukan sebagai pemeriksaan pencitraan di atas memiliki sensitivitas yang baik untuk
rutin dalam proses penegakan diagnosis perlemakan hati mendeteksi perlemakan hati non alkoholik dengan deposisi
non alkoholik. Sebagian ahli mendukung dilakukannya lemakdi hati lebih dari 30%, tetapi tidak satupun dari ketiga
biopsi karena pemeriksaan histopatologi mampu alat tersebut dapat membedakan perlemakan hati sederhana
menyingkirkan etiologi penyakit hati lain, membedakan dari steatohepatitis.
steatosis dari steatohepatitis, memperkirakan prognosis, Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambar parenkim
dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu. Alasan hati dengan densitas rendah yang bersifat difus pada Cl
dari kelompok yang menentang biopsi hati antara lain meskipun adakalanya berbentuk fokal. Gambaran fokal ini
prognosis yang umumnya baik, belum tersedianyaterapi dapat disalahartikan sebagai massa ganas di hati. Pada
yang benar-benar efektif, dan risiko serta biaya dari keadaan seperti itu MRI bisa dipakai untuk membedakan
tindakan biopsi itu sendiri. Oleh karenanya pemeriksaan nodul akibat keganasan dari infiltasi fokal lemak di hati.
698 HEPAI1OBILIER

Histologi dengan fibrosis berat (fibrosis septa atau sirosis) danl4o/o


Secara histologis, perlemakan hati non alkoholik tidak sirosis nyata.
dapat dibedakan dengan kerusakan hati akibat alkohol. Karakteristik histologis perlemakan hati non alkoholik
Gambaran biopsi hati antara lain berupa steatosis, infiltrasi adalah ditemukannya perlemakan hati dengan atau tanpa
sel radang, hepatocyte ballooning dan nekrosis, nukleus inflamasi. Perlemakan umumnya didominasi oleh gambaran
glikogen, Malloryb hyaline, dan fibrosis. sel makrovesikular yang mendesak inti hepatosit ke tepi
Ditemukannya fibrosis pada perlemakan hati non sel. Pada fase awal atau steatosis ringan, lemak ditemukan
alkoholik menunjukkan kerusakan hati lebih lanjut dan pada zona 3 hepatosit. Inflamasi merupakan komponen
lebih berat. Dari berbagai penelitian terhadap gambaran dasar untuk menyatakan adanya steatohepatitis non
histologi hati yang pernah dilakukan terlihat bahwa alkoholik. Sel-sel inflamasi tersebut terdiri dari netrofil dan
p adahampi 66oh
fibrosis dalam berbagai derajat ditemukan sel mononuklear yarrg ditemukan pada lobulus-lobulus
kasus ketika diagnosis ditegakkan, 25% di arftatanya hati. Bila sel-sel inflamasi tidak ditemukan berarti pasien
masih berada dalam tahap perlemakan hati saja. Adanya
badan Mallory dan anak inti glikogen merupakan variasi
dari gambaran steatohepatitis non alkoholik. Biasanya
badan Mallory ini memiliki ukuran lebih kecil darip adayang
Grading untuk biasa ditemukan pada steatohepatitis alkoholik.
Steatosis < 33% hepatosit terisi lemak Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat
Gnde 1 33-66% hepatosit terisi lemak
> 66% hepatosit terisi lemak
mengenai interpretasi histopatologis steatohepatitis non
Grade 2
Grade 3 alkoholik. Kontroversi terutama mengemuka dalam hal
Grading untuk penentuan kriteria untuk membedakan perlemakan hati
Steatohepatitis
Gnde 1 Ringan
sederhana dengan steatohepatitis non alkoholik. Di
Steatosis didominasi makrovesikular, samping itu, meskipun penilaian derajat fibrosis hampir
melibatkan hingga 66% dari seragam, para ahli patologi seringkali tidak sepaham
lobulus
Degenerasi balon kadangkala terlihat; di zona 3 menyangkut grading inflamasi. Klasifikasi dari Brunt
hepatosit merupakan kriteria histopatologis yang banyak dipakai
lnflamasi lobular inflamasi akut tersebar dan untuk menentukan derajat steatohepatitis non alkoholik.
ringan (sel PMN), kadangkala
inflamasi kronik (sel MN)
lnflamasi portal tidak ada atau ringan
Grade 2, sedang
Steatosis berbagai derajat, biasanya
PENATAIAKSANAAN
campuran makrovesikular dan
mikrovesikular Sampai sekarang modalitas pengobatan yang terbukti baik
Degenerasi balon jelas terlihat dan terdapat di
zona 3
masih terbatas. Belum ada terapi yang secara universal
lnflamasi lobular adanya sel PMN dikaitkan dapat dikatakan efektif, strategi pengobatan cenderung
dengan hepatosit yang dilakukan <iengan pendekatan empiris karena patogenesis
mengalami degenerasi balon,
fibrosis periselular: inflamasi penyakit juga belum begitu jelas diketahui. Penelitian terapi
kronik ringan mungkin ada medikamentosa steatohepatitis non alkoholik yang
lnflamasi portal ringan sampai sedang dipublikasikan sebagian besar merupakan uji klinis tanpa
Grade 3, berat
Steatosis meliputi > 66% lobulus kontrol. Penelitian yang menggunakan kontrol umunmya
(panasinar), umumnya dilakukan terhadap pasien dalarn jumlah kecil atau
stetatosis campuran bervariasi dalam menetukan kriteria steatohepatitis dan
Degenerasi balon nyata dan terutama di zona 3
lnflamasi lobular inflamasi akut dan kronik yang parameter keberhasilan. Oleh karena itu, pengobatan lebih
tersebar; sel PMN ditujukan pada tindakan untuk mengontrol faktor risiko,
terkonsentrasi di area zona 3
yang mengalami degenerasi
seperti memperbaiki resistensi insulin dan mengurangi
balon dan fibrosis asupan asam lemak ke hati, selanjutnya baru pemakaian
perisinusoidal obat yang dianggap memiliki potensi hepatoprotektor.
lnflamasi portal ringan sampai sedang
Staging untuk Fibrosis
Stage 1 fibrosis perivenuler zona 3,
perisinusoidal, periselular;
Pengontrolan Faktor Risiko
ekstensif atau fokal
Stage 2 seperti di atas, dengan fibrosis
Mengurangi Berat Badan dengan Diet dan Llatihan
periportal yang fokal atau Jasmani. Intervensi terhadap gaya hidup dengan tujuan
ekstensif mengurangi berat badan merupakan terapi lini pertama bagi
Stage 3 fibrosis jembatan, fokal atau
ekstensif )
steatohepatitis non alkoholik. Target penurunan berat
Sfage 4 strosrs badan adalah untuk mengoreksi resistensi insulin dan
obesitas sentral, bukan untuk memperbaiki bentuk tubuh.
PERLEMAKAT{ HATI NON ALKOHOLIK 699

Penurunan berat badan secara bertahap terbukti dapat RNA di hati, dan perurunan pengikatan DNA oleh SREBP-
memperbaiki konsentrasi serum aminotransferase (AST 1 pada ekstrak hati tikus.
dan ALT) serta gambaran histologi hati pada pasien Penelitian lain dilakukan oleh Marchesini dkk. Empat
dengan steatohepatitis non alkoholik. Erikson dkk belas pasien steatohepatitis nonalkoholik mendapat terapi
melaporkan efek penurunan berat badan pada tiga pasien metformin 3 x 500 mg/hari selama 4 bulan dan sebagai
yang sebelumnya mengalami kelebihan berat antara 50- kelompok kontrol adalah 6 pasien steatohepatitis
60%o. Ternyata semua mengalami perbaikan dengan nonalkoholikyang hanya mendapat terapi diet. Didapatkan
konsentrasi enzim aminotransferase mendekati normal, dan perbaikan konsentrasi rata-rata S GPT, peningkatan
dua pasien menunjukkan normalisasi histologi hati. Sebuah sensitivitas insulin, dan penurunan volume hati pada
studi lain di Jepang yang menggunakan intervensi diet pasien yang mendapatkan terapi metformin. Namun
dan olahraga untuk menurunkan berat badan juga sayangnya, pada penelitian ini tidak dilakukan evaluasi
memberikan hasil yang sama. Perlu diperhatikan bahwa histopatologis setelah terapi.
penurunan berat badan terlalu drastis atau fluktuasi berat Tiazolidindion adalah obat antidiabetik yang bekerja
badan yang bolak-balik naik turun (sindrom yo-yo) justru sebagai ligan untuk PPARg dan memperbaiki sensitivitas
memicu progresi penyakit hati. Hal ini terjadi akibat insulin pada jaringan adiposa. Selain itu, tiazolidindion
meningkatnya aliran asam lemak bebas ke hati sehingga juga menghambat ekspresi leptin dan TNFcr, konstituen
peroksidasi lemakpun turut meningkat. Sebaliknya yang dianggap terlibat dalam patogenesis steatohepatitis
penurunan berat badan bertahap ternyata tidak mudah nonalkoholik. Terdapat 3 tiazolidindion yang telah
dilakukan dan seringkali sulit untuk dipertahankan. diproduksi. Pertama, troglizaton telah ditarik dari
Latihan jasmani dan pengaturan diet menjadi inti terapi peredaran karena menyebabkan kerusakan hati, termasuk
dalam usaha mengurangi berat badan. Aktivitas fisik beberapa kematian akibat penyakit hati. Caldwell dkk
hendaknya berupa latihan bersifat aerobik paling sedikit menggunakan obat ini sebelum ditarik dari peredaran.
30 menit sehari. Sangat penting untuk mencapai target Berdasarkan penelitiannya, ditemukan normalisasi enzim
denyut nadi, tetapi tidak perlu menjalankan latihan yang tanpa perbaikan histologis pada 7 dari 10 pasien
terlalu berat. steatohepatitis nonalkoholik yang diterapi troglizaton
Esensi pengaturan diet tidak berbeda dengan diet pada selama 6 bulan. Kedua, rosiglitazon yang telah diteliti
diabetes: mengurangi asupan lemak total menjadi <30% selama setahun pada 25 pasien dengan steatohepatitis
dari total asupan energi, mengurangi asupan lemakjenuh, non alkoholik. Konsentrasi enzim-enzim hati (AST,
mengganti dengan karbohidrat kompleks yang fosfatase alkali dan g-glutamil transpeptidase) membaik
mengandung setidaknya 15 gr serat serta kaya akan buah secara bermakna seperti juga sensitivitas insulin. Biopsi
dan sayuran. Walaupun dianjurkan untuk merujuk pasien hati yang dilakukan pasca terapi menunjukkan adanya
kepada ahli gizi untuk mendapatkan pengetahuan lebih perbaikan deraj at hbrosis sentrilobular. Adanya beberapa
rinci mengenai pengaturan diet, namun setiap dokter kasus gangguan hati akibat rosiglitazon, diperlukan studi
diharapkan mampu memberi informasi prinsip diet rendah terkontrol lebih besar untuk menilai manfaat dan
lemak yang sesungguhnya tidaklah terlalu rumit. keamanan obat ini. Obat ketiga adalahpioglitazon yang
paling tidak telah dilaporkanpadatiga studi pendahuluan.
Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah. Setelah
gagal dengan pengaturan diet dan latihan jasmani tidak
Ketiganya membuktikan terjadinya perbaikan pada
jarang pasien beralih kepada terapi pembedahan. Beberapa
aminotransferase, dua penelitian juga disertai perbaikan
penelitian melaporkan manfaat operasi bariatrik terhadap
derajat steatosis dan nekroinflamasi. Sayangnya
penelitian tersebut melibatkan sampel kecil, delapan
pasien dengan perlemakan hati. Terlihat adanya perbaikan
sampai sepuluh pasien, sehingga dibutuhkan penelitian
pada gambaran histologi hati serta parameter umum
lanjutan dengan sampel lebih besar.
sindrom metabolik. Sekali lagi harus diingat potensi
timbulnya eksaserbasi steatohepatitis pada penurunan Obat anti hiperlipidemia. Studi menggunakan gemfibrozil
berat badan yang terlalu cepat. menunjukkan perbaikan AIT dan konsentrasi lipid setelah
pemberian obat selama satu bulan, tetapi evaluasi histologi
tidak dilakukan. Uji klinis terhadap statin juga telah
Terapi Farmakologis dilakukan. Sebuah studi pendahulan dengan sampel kecil
Antidiabetik dan insulin sensitizer. Metformin memperlihatkan perbaikan parameter biokimiawi dan
meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan histologi pada sekelompok pasien yang mendapat
produksi glukosa hati. Lin dkk menunjukkan perbaikan atorvastatin. Sebaliknya studi lain menunjukkan tidak
penyakit perlemakan hati pada model hewan dengan adanya perbedaan bermakna antara kontrol dan pasien
steatohepatitis nonalkoholik. Hal ini dianggap terjadi yang menggunakan berbagai jenis statin.
melalui penghambatan TNFa sehingga terjadi perbaikan Antioksidan. Berdasarkan patogenesisnya, terapi
insulin, downregoilatlon konsentrasi UCP-2 messenger antioksidan diduga berpotensi untuk mencegah progresi
700 HEPATOBILIER,

steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis. Antioksidan REFERENSI


yang pernah dievaluasi sebagai alternatif terapi pasien
perlemakan hati non alkoholik antara lain vitamin E Abdelmalek M, Angulo P, Jorgensen RA, Sylvestre P, Lindor KD.
(a-tokoferol), vitamin C, betain dan N-asetilsistein. Betaine, a promising new agent for patients with non-alcoholic
steatohepatitis: results of a pilot study. Am J Gastroenterol.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan
2001;96;2711-7.
bahwa vitamin E menghambat produksi sitokin oleh Acosta RC, Molina EG, O'Brien CB et al. The use of pioglitazone in
lekosit. Sementara itu uji klinis pada manusia non-alcoholic steatohepatitis (Abstract). Gastroenterology.
menunjukkanbahwavitamin E dengan dosis sampai 300 2001;120 (Suppl.): 2778.
IUlhari, dapat menurunkan konsentrasi TGF-P, Agrawal S, Bonkovsky HL. Management of nonalcoholic
memperbaiki inflamasi dan fibrosis, seperti studi yang steatohepatitis. J Clin Gastroenterol. 20O2; 3 5 : 253 -6I.
melibatkan 12 pasien dengan steatohepatitis berdasarkan Angulo P. Nonalcoholic fatty liver disease. N Engl J Med 2002;
346: l22l-31,.
biopsi dan 10 pasien dengan perlemakan hati yang
Basaranoglu M, Acbay O, Sonsuz A. A contolled trial of gemfibrozil
mendapat vitamin E 300 Iu/hari selama setahun. Tes fungsi
in the treatment of patients with non-alcoholic steatohepatitis.
hati menunjukkan perbaikan bermakna dibandingkan data J Hepatol. 1999;31; 384.
awal, sedangkan derajat steatosis, inflamasi dan fibrosis Brunt EM, James CG, Di Bisceglie AM, Neuschwander Tetri BA,
membaik atau tetap stabil pada sembilan pasien dengan Bacon BR. Nonalcoholic steatohepatitis: a proposal for grading
steatohepatitis yang menjalani biopsi hati ulangan pasca and staging the histological lesions. Am J Gastroenterol. 1999;
terapi. Studi lain dilakukan terhadap 45 pasien dengan 94:2467-74.
Caldwell SH, Hespenheiden EE, Redick JA et al. A pilot study of
steatohepatitis non alkoholik yang menerima kombinasi
thiazolidinedione, troglizatone, in non-alcoholic steatohepatitis.
vitamin E 1000 IUlhari dan vitamin C 1000 IU/hari atau Am J Gastroenterol. 2001; 96;519-25.
plasebo selama enam bulan. Ternyata tidak terlihat Caldwell SH, Osaimi A, Chang C, Davis C, Hespenheide EE.
perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan Nonalcoholic fatty liver: overview. In: Okita K,editor. NASH
plasebo dalam enzim-enzim hati, derajat steatosis dan and nutritional therapy.Tokyo: Springer-Verlag; 2005.p.I -43.
aktivitas nekroinflamasi. Untuk memastikan potensi Day CP, Daly. AK. NASH is a genetically betermined disease. In:
efikasi vitamin E terhadap pasien perlemakan hati non Farrell GC, George J, Hall PM, McCullough AJ, editors. Fatty
liver disease-NASH and related disorders. Massachussetts:
alkoholik masih diperlukan penelitian terkontrol dengan
Blackwell Publishing; 2005. p.66-7 5.
jumlah lebih besar.
Day CP, James O. Steatohepatitits: a tale of 'two hits ?'.
Betain berfungsi sebagai donor metil dalam Gastroenterology. 1998; 174: 842-45.
pembentukan lesitin dalam siklus metabolik metionin. Pada Diehl AM. Nonalcoholic steatohepatitis pathogenesis. In: Arroyo V,
sebuah penelitian oleh grup dari klinis Mayo, betain 20 Foms X, Garcia-Pagan JC, Rodes J,editors. Progress in the treat-
mglhari diberikan pada delapan pasien dengan ment of liver diseases. Barcelona: Ars Medica; 2003.p.227-32.
Gani RA. Manifestasi klinis dan penatalaksanaan non-alcoholic fatty
steatohepatitis non alkoholik selama l2 bulan. Pascaterapi
liver disease (NAFLD). In: Lesmana LA, Gani RA, Hasan I,
terlihat perbaikan bermakna konsentrasi ALT, steatosis,
Wijaya IP, Mansjoer A,editors. Abstrak Liver Up Date 2002.
aktivitas nekroinflamasi dan fibrosis. Perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan penyakit

Hepatoprotektor. Ursodeoxycholic acid (UDCA ) adalah hati dan saluran empedu. Jakarta: PIP Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2002.p28-30
asam empedu dengan banyak potensi, seperti efek
Harrison SA, Kadakia S, Lang KA, SchenkelS. Nonalcoholic
imunomodulator, pengaturan lipid, dan efek sitoproteksi. steatohepatitis: what we know in the new millennium. Am J
Pertama kali digunakan secara empiris pada seorang Gastroenterol. 2002; 97 : 27 14-24.
perempuan berusia 66 tahun dengan steatohepatitis non Harrison SA, Tetri BN. Clinical manifestations and diagnosis of
alkoholik yang menunjukkan normalisasi enzim NAFLD. In: Farrell GC, George J, Hall PM, McCullough AJ,
transaminase setelah terapi UDCA selama satu tahun. editors. Fatty liver disease-NASH and related disorders.
Massachussetts: Blackwell Publishing; 2005. p. 159-67.
Sampai saat ini terdapat empat uji klinis terbuka untuk
Harrison SA, Torgerson S, Hayashi R Ward J, Schenker S. Vitamin E
menilai manfaat terapi UDCA pada pasien steatohepatitis
and-vitamin C treatment improves fibrosis in patients with
non alkoholik. Pada sebuah studi pendahuluan terhadap non-alcoholic steatohepatitis. Am J Gastroenterol. 2003; 96;
40 pasien yang mendapat UDCA I 3 - I 5 mgkglhai selama 2485-90.
satu tahun terbukti adanya perbaikan ALT, fosfatase Hasan I, Gani RA, Machmud R et al. Prevalenve and risk factors for
alkali, g-GT, dan steatosis, tetapi tidak ada perbaikan non-alcoholic fatty liver in Indonesia. J Gastroenterol Hepatol.
bermakna dalam derajat inflamasi dan fibrosis. Pada studi 2002:17 (Suppl): A154.
lain tes fuqgsi hati mengalami perbaikan pada 13 pasien Hasegawa ! Yoneda M, Nakamura K, Makino I, Terano A. Plasma
transforming growth factor-b1 level and efficacy of a-toco-
setelah mendapat UDCA l0 mglkglhari selama 6 bulan.
pherol in patients with non-alcoholic steatohepatitis; a pilot
Studi paling akhir menyangkut UDCA dilakukan terhadap study. Aliment Pharmacol Ther. 2001; 15; 1667-72.
24 pasien dengan dosis 250 mgtigakali sehari selama 6-12 Holoman J, Glasa J, Kasar J et al. Serum markers of liver frbrosis in
bulan. Dilaporkan adanya perbaikan konsentrasi patients with non-alcoholic steatohepatitis (NASH):
aminotransferase dan petanda fibrogenesis. correlation to liver morphology and effects of therapy
PERLEMAKAN HATI NON ALKOHOLIK 701

(Abstract). J Hepatol. 2000;32 (Suppl 2): 210.


Horlander JC, Kwo PY, Cummings OW, Koukoulis G. Atorvastatin
for the treatment of NASH (Abstract). Gastroenterology. 2001;
120 (Suppl.): 2767.
Laurin J, Lindor KD, Crippin JS et al. Ursodeoxycholic acid or
clofibrate in the treatment of non-alcoholic-included
steatohepatitis: a pilot study. Hepatology. 1996: 23; 1464-7.
McCullough AJ. The clinical features, diagnosis and natural history
of nonalcoholic fatty liver disease. Clin Liver Dis. 2004; 8:
52t-34.
Neuschwander-Tetri BA, Brunt EM, Bacon BR et al. Histological
improvement in NASH following reduction of insulin
resistance with 48-week treatment with the PPAPg a,gonist
rosiglitazone (Abstract). Hepatology. 2002; 36; 379.
Propst A, Propst I Judmaier G, Vogel W Prognosis in nonalcoholic
steatohepatitis. Gastroenterology. 199 5 ; I 08: 1 607 (letter).
Wanless IR, Lentz JS. Fatty liver hepatitis (steatohepatitis) and
obesity: An autopsy study with analysis of risk factors.
Hepatology. 1990; 12; 1106-10.
111
PENYAKIT HATI PADA KEHAMILAN
Hariono Achmad

PENDAHULUAN ke angka normal pada minggu ketiga setelah persalinan,


hal ini tidak diikuti dengan abnormalitas aminotransferase,
Ada beberapa kelainan hati spesifik yang terjadi pada namun demikian mungkin dijumpai peningkatan ringan
kehamilan seperti chol es tas is ofpregnancy dan acute fatty bilirubin. Apabila terjadi peningkatan alkali fosfatase,
liver of pregnancy. konsentrasi 5' nukleotidase dan gamma glutamil
Penyebab penyakit hati akut seperti hepatitis virus A, transpeptidase merupakan tes yang bermanfaat karena
B dan C, drug induced liver injury dapatjuga te{adi pada kedua parameter ini tetap normal apabila tanpa adanya
kehamilan. Penyakit hati menahun juga tidak jarang penyakit hati.
menyertai suatu kehamilan seperti hepatitis C kronik, Hubungan antara penyakit hati dan kehamilan yang
hepatitis B kronik, hepatitis autoimun, steatohepa-titis, dan jarung tapi bersifat dramatis, dengan efek potensial
yang paliag banyak disebut yaitu acute fatty liver of berbahaya baik terhadap ibu maupun terhadap janin.
pregnancy dan kolestasis. Beberapa pertimbangan perlu diambil apabila penyakit hati
Beberapa keadaan fisiologis yang dapat berubah pada dijumpai selama kehamilan. Keadaan tersebut antaralain
kelainan hati tetap dalam batas normal, selama kehamilan pada trimester kehamilan, tingkatan dan penyebab
sebagian besar tes laboratorium termasuk tes fungsi hati. abnormalitas tes hati, status kesehatan pasien sebelum
Terdapat beberapa pengecualian seperti konsentrasi kehamilan dan riwayat epidemiologis terpapar suatu faktor
albumin serum, blood urea nitrogen (B[IN) dan hemo- risiko yang dapat memainkan peran sebagai penyebab
globin yang lebih rendah dan peningkatan konsentrasi penyakit. Informasi ini sangat penting untuk membuat
alfa feto protein serum, sel darah putih, alkali fosfatase diagnosis yang masuk akal dan merencanakan pendekatan
dan trigliserida. Nilai laboratorium tersebut akan kembali yang cerdas dalam penatalaksanaan pasien. Pada
normal segera setelah persalinan, tidak berkepanjangan perempuan hamil yang sebelumnya sehat, pendekatan
sehingga hendaknya tidak dipersepsikan sebagai bukti klinis yang berguna adalah pendekatan berdasarkan
suatu penyakit. Perubahan-perubahan fisisiologis klasifikasi dari Knox dan Kaplan (Tabel 1) yang
tertentu yang terjadi selama kehamilan dapat menunjukkan hubungan penyakit hati dengan waktu
mengakibatkan efek negatif jangka panjang, terutama munculnya.
meningkatnya sintesis kolesterol oleh hati dan ekskresinya
ke dalam empedu yang dapat mengakibatkan peningkatan
konsentrasi kolesterol dalam empedu. Perubahan-
perubahan ini mungkin berperan dalam pembentukan batu Trimester Pertama & Trimester Ketiga
Kedua
empedu pada perempuan multipara.
Peningkatan konsentrasi alkali fosfatase serum dapat Jaundice dengan Cholesfasls of pregnancy
hiperemesis gravidarum Sindrom Dubin Johnson
membingungkan pada kondisi tertentu dan memerlukan Cholestasrs of pregnancy
a Acute fatty liver of
penjelasan lebih jauh. Abnormalitas ini biasanya tidak a Sindrom Dubin Johnson pregnancy
meningkat melebihi empat kali lipat dan bermanifestasi Toksemia gravidarum
pada trimester ketiga kehamilan. Enzim ini berasal dari dengan keterlibatan hati
a Ruptur hati akut
plasenta dan konsentrasinya dalam serum akan kembali a Sindrom Budd-Chiari

702
PENYAKIT HAII PADA KEHAMILAI\I 703

Pada perempuan hamil dengan penyakit hati akut dan diistilahkan cho I es tYts is of pregnancy, benign recurrent
riwayat penyakit sebelumnya yang relevan atau risiko cholestasis of pregnancy atau pruritus gravidarum.
epidemiolo gis yang teridentifikasi, diagnosis tambahan Insidensi sindrom ini bervariasi secara geografis. Beberapa
berikut ini dapat dibuat yaitu hepatitis virus, batu empedu, negara Eropa (Swedia, Polandia) dan beberapa negara
penyakit hati kronis yang mendasari, drug-induced hepa- Amerika Selatan (Chili) melaporkan insidensi sebesar 100%,
titis atau penyakit liver alkoholik. Perempual yar,g sedangkan di negara-negara Eropa yang lain insidensi ICP
sebelumnya sehat tidak disingkirkan dari kemungkinan dilaporkan sebanyak 0,1 dan 0,2o/o. Penyebab ICP masih
diagnosis-diagnosis tersebut. Intinya semua penyakit hati belum diketahui. Walaupun ICP secara khas terjadi pada
dapat dijumpai pada kehamilan, dan tentu saja kebalikan kehamilan trimester ketiga, namun beberapa kasus terjadi
pernyataan tersebut tidak berlaku karena acutefatty liver pada kehamilan I 3 minggu.
of pregnancy, toksemia kehamilan dan intrahepatic Gambaran klinis sindrom ini bervariasi dari bentuk yang
cholestas is of pregnancy adalah penyakit-penyakit yang sangat ringan di mana satu-satunya kelainan adalah
hanya didiagnosis pada perempuan hamil. pruritus sampai kolestasis yang berat dengan defisiensi
Di samping trimester kehamilan dan risiko epidemiologis, vitamin K dan perdarahan postpartum yang bermakna.
profil biokimia dari tes hati juga berguna dalam diagnosis Kondisi ini biasanya ringan bagi si ibu, namun demikian
banding. (Thbel 2 dan 3) terdapat peningkatan insidens prematuritas, distres fetus
dan lahir mati. ICP akan terjadi pada kehamilan berikutnya
dan sering bersifat familial. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa histokompabilitas antigen HLA-BW
ALT/AST Bilirubin Komentar 16 sering dijumpai pada perempuan dengan riwayat ICP
+ nl/nl +/nl Kehamilan normal jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat.
+ +l+ +/nl (trimester 3)
Sampel histologis hati menunjukkan kolestasis fokal dan
++/+++ +/++ +l++ Hiperemesis gravidarum
I ntrahepatic cholesfasis of
ireguler yang ringan. Tidak terdapat karakteristik khas
++l+++ +/nl + pregnancy (trimester 3) yang membedakan dengan jenis kolestasis lain. Tbrapinya
nl nl + Batu empedu (semua terdiri dari terapi suportif, kolestiramin lO-l2glhari dapat
trimester)
Sindrom Dubin-Johnson diberikan untuk menghilangkan pruritus dan pemberian
(trimester kedua dan vitamin K secara parenteral. Vitamin K diberikan karena
ketiga)
terdapat 20Yo pefingkatan kemungkinan terjadinya
nl = normal perdarahan ut ervs postpartum yang diperkirakan berkaitan
+ = peningkatan ringan (kurang dari 4 kali lipat) dengan malabsorpsi vitamin K yang terjadi secara sekunder
a+ = psningkatan sedang (empat kali sampai enam kali lipat)
+++= peningkatan bermakna (lebih dari enam kali lipat) akibat kolestasis.

ACUTE FATTY LIVER OF PREGNANCY


ALP ALT/AST Bilirubin Komentar
+l++ Fat$ liver of pregnancy, Diskripsi klinis yang jelas dari sindrom ini pertama kali
hepatitis virus, toksemia digambarkan oleh Sheehan pada tahun 1940. Namun
dengan infark hati, drug-
+/++ +/nl induced hepatitis demlkianfatty liver pada perempuan yang kritis selama
Toksemia gravidarum, HELLP, periode puerperium pertama kali dicatat pada tahun 1957.
penyakit hati kronik Kondisi ini jarang terjadi, diperkirakan satu kasus dalam
Beberapa keadaan tertentu sering menyertai kehamilan. 13000 persalinan. Pada sebagian besar kasus tidak
ditemukan faktor risiko yang definitif. Pada beberapa
kasus, dosis tinggi tetrasiklin intravena dan infeksi
HIPEREMESIS GRAVIDARUM pernapasan akut digambarkan mendahului sindrom ini'
Sebagai tambahan beberapa keterkaitan dengan kondisi
Hiperemesis gravidarum merupakan suatu sindrom yang di bawah ini pemah ditemukan yaitu kehamilan kembar
jarang dan terjadi hampir eksklusif pada trimester pertama. atau lebih, fetus laki-laki, kehamilan pertama, hipertensi
Bilirubin dan alkali fosfatase dapat meningkat secara arteial, edema perifer, dan proteinuria.
ringan, aminotransferase dapat abnormal secara ringan. Awitan gejala biasanya antara minggu 30 dan 38
Sindrom ini biasanya berulang pada kehamilan berikutnya. kehamilan. Gejala yang menonjol adalah nausea, muntah,
dan nyeri abdomen. Jaundice biasanya terjadi antara I
minggu sampai 10 hari dari awitan gejala. Bisa terjadi gejala
I NTRAH EPATIC CH O LESTAS'S OF P REG N AN CY pertama adalah koma, gagal ginjal atau perdarahan
walaupun jarang. Asites dapat terjadi pada 50% pasien.
Intrahepatic cholestasis of pregnancy (ICP) juga Sherlock melaporkan dua gambaran laboratoris yang khas
704 HEFAI1OBILIER

pada sindrom ini yaitu peningkatan konsentrasi asam urat albumin intravena merupakan terapi adjuvan yang penting.
(mungkin berkaitan dengan kerusakan jarin gan) dan giant Hemodialisis dapat membantu. Jika pasien tidak mengalami
platelet dengan basophilic stippling. Kondisi ini tidak jaundice atau perpanjangan waktu protrombin, persalinan
dijumpai pada hepatitis virus akut dan mungkin berguna hendaknya dilakukan dengan prosedur obstetri standar.
dalam diagnosis banding. Pasien dengan acutefatty liver Jika penyakit hati sangat berat, fetus hendaknya segera
of pregnancy dapat menunjukkan hipoglikemia berat, dilahirkan tanpa ditunda lagi. Terapi dengan heparin atau
serum amonia yang tinggi, dan hiperaminoasidemi antitrombin III tidak memuaskan. Transplantasi hati
generalisata. merupakan pilihan dan hendaknya dipertimbangkan.
Biopsi hati mungkin diperlukan untuk membedakan
sindrom ini dari hepatitis virus akut. Hati pucat dan kecil
dengan hepatosit pucat dan membengkak lerutamapada TOKSEMIAGRAVIDARUM
daerah perisentral. Area periportal biasanya tidak terlibat.
Dengan pewarnaan lemak khusus, liver yang bengkak diisi Toksemia gravidarum merupakan suatu sindrom yang
droplet lemak mikrovesikular. Nukleus tetap berada di penyebabnya belum diketahui dan terjadi setelah kehamilan
tengah-tengah sel berlawanan dengan suatu sindrom di 20 minggu. Derajat keparahannya bervariasi dari kasus
mana terdapat droplet deposit lemak yang besar dan yang tidak menampakkan gejala klinis sampai preeklamsia
vakuola lemak mendorong nukleus ke tepi. dengan edema, proteinuria, hipertensi arterial sampai
Sherlock dan Riely menunjukkan adanya tumpang eklamsia dengan kejang. Toksemia dilaporkan terjadi pada
tindih antara toksemia kehamilan dan acute fatty liver of 5% kehamilan. Faktor risikonya meliputi kehamilan pada
pregnancy. Tabel 4 membandingkan dua hal ini. usia yang sangat muda atau usia fua, kehamilan pertmna,
kehamilan kembar atau lebih, diabetes melitus, hipertensi
yang telah diderita sebelum hamil, dan riwayat toksemia
maternal.
Acute Fatty Liver Toksemia Preeklamsia adalah problem klinis yang umum dan
Nyeri abdomen 5Oo/o 1O0o/o
diperkirakan 50oh dari pasien dengan sindrom ini
Jaundice 100yo 4Oo/o menunjukkan abnormalitas ringan aminotransferase dan
Transaminase serum <10 >10 alkali fosfatase. Sampel biopsi hati dari pasien-pasien ini
(kali normal)
Scan Perubahan difus Abnormalitas
biasanya menunjukkan abnormalitas histologis yang
Biopsi Hati Lemak fokal ringan. Perubahan yang karakteristik adalah perdarahan
mikrovesikular Fibrin (sinusoid) peripartum, deposisi fibrin yang tersebar dan perdarahan
Gagal hati Terjadi
subkapsular. Deposit fibrin menyumbat sinusoid hepatika
Tidak terjadi
diikuti dengan nekrosis sel hati pada tempat yang sama.
Apabila nekrosisnya berat, daerah-daerah perdarahan hati
Pada review dari 140 kasts acute fatty liver of dapat dijumpai. Diagnosis banding utamanya adalah
pregnancy, 460/o pasien mengalami preeklamsia atau sindrom koagulasi intravaskular difus. Pada kasus yang
eklamsia dan secara mengejutkan menunjukkan hubungan sangat berat ruptur hati dengan perdarahan intraperitonial
yang erat. Berdasarkan atas banyaknya kesamaan antara masifmungkin te{adi.
acute fatty liver of pregnancy dan toksemia kehamilan Terapi terhadap keterlibatan liver dalam sindrom ini
(trimester ketiga, kehamilan kembar atau lebih, kehamilan adalah terapi terhadap preeklamsia/eklamsia itu sendiri.
pertama), Reily mengembangkan hipotesis bahwa kedua Apabila gej ala-gej ala sindrom preeklamsi/eklamsi tersebut
keadaan tersebut dapat merupakan spektrum dari suatu tidak terkendali evakuasi uterus hendaknya
penyakit yang sama. dipertimbangkan secara serius. Evakuasi uterus ini akan
Sampai akhir tahun l970an, mortalitas maternal dan berakibat resolusi sempuma baik keterlibatan hati maupun
fetus dilaporkan mendekati 85%. Reily menglihtng 44%o preeklamsia/eklamsia itu sendiri.
kematian maternal dan 47Yo kematian fetus. Perubahan
dalam mortalitas ini diperkirakan terjadi karena
pendeteksian dini bentuk yang paling ringan dari sindrom RUPTUR HATI
ini dan penerapan persalinan dini. Pasien yang selamat
dari acutefatty liver of pregnancy ditemukan mengalami Terdapat hubungan yangjelas antara keterlibatan hati pada
gejala sisa jangka panjang. Dua puluh perempuan yang preeklamsia dengan ruptur hati spontan yang berakibat
mengalami sindrom ini lalu hamil lagi dilaporkan tidak fatal. DiperkirakanT5o/o sampai 85% pasien hamil yang
mengalami sindrom yang sama pada kehamilan berikuhrya. mengalami ruptur hati menderitapreeklamsia. Apabila hal
Terapi terdiri atas pengenalan dini penyakit dan ini terjadi, mortalitas ibu dan anak diperkirukat 50Yo.
persalinan dini. Seksio sesaria dapat meningkatkan Diagnosis dibuat berdasarkan kecurigaan klinis yang
survival dari ibu maupun fetw. Fresh frozen plasma dan dibantu dengan CT scan dan liver spleen scan. Scan ini
PETiIYAXIT HATI PADA KEHAMILIIN 705

menunjukkan filling defect mdtipel berkaitan dengan biasanya dengan membuat shunt portosistemik (porto
nekrosis iskemik. Frl/ing defect niterutama dijumpai dekat caval atau meso caval)
permukaan hati. Apabila hasil scan ekuifokal, arteriografi Beberapa pasien dengan sindrom Budd-Chiari telah
hati adalah metode terbaik unhrk menegakkan diagnosis. menjalani transplantasi hati. Telah dilaporkan empat kasus
Ruptur lobus kanan hati terjadi pada kira-kira 900/o kasus kehamilan tanpa komplikasi pada pasien dengan sindrom
yang dilaporkan. Pasien biasanya mengalami nyeri abdo- Budd-Chiari sebelumnya.
men mendadak dan distensi, hipotensi dan syok tidak
jarang terjadi. Pungsi peritonial menunjukkan darah. Diag-
nosis banding utamanya adalah ruptur uterus. Terapinya HEMOLYSIS, ELEVATED LIVER ENZYME, LOW
adalah pembedahan, namun pendekatan bedah spesifrk PLATELET (HELLP SYNDROME)
dalam penatalaksanaan ruptur hati masih bersifat
kontroversial. Seringkali reseksi hati atau lobektomi Pertramakali dideskripsikan oleh Weinstein padatahw 1982
merupakan pilihan terapi. sebagai singkatan dari hemolisis, peningkatan enzimhali,
dan trombositopenia. Sindrom ini menunjukkan subgrup
perempuan dengan toksemia gravidarum yang-'juga
SINDROM BUDD.CHIARI menderita koagulasi intravaskular diseminata (KID) dan
gangguan hati. Kurang lebih 10% perempuan dengan
Sindrom Budd-Chiari tidak berkaitan secara eksklusif preeklamsia/eklamsia menderita sindrom HELLP.
dengan kehamilan. Sesungguhnya sindrom ini terjadi
dengan frekuensi yang sama pada pria dan perempuan.
Pada perempuan tampaknya ada hubungan dengan HEPATITISVIRUS
konsumsi pil kontrasepsi, namun demikian tidak terdapat
cukup bukti untuk menyokong hubungan tersebut. Hepatitis virus adalah penyakit nekroinflamatori yang
Walaupun sering digambarkan sebagai tiombosis vaskular umumnya disebabkan oleh virus hepatitis A,B,C,D atau E.
pada kehamilan, insidensi sesungguhnya sindrom ini belum Sebagai tambahan sitomegalovirus atau virus Epstein-Barr
diketahui. dapat menyebabkan hepatitis virus akut. Informasi tentang
Pada kehamilan, sindrom Budd-Chiari biasanya terjadi virus ini banyak terdapat di literatur dan pembaca
pada periode intermediet post partum, walaupun beberapa disarankan untuk merujuk pada sumber yang lain sebagai
kasus dapat terjadi pada trimester kedua kehamilan atau informasi tambahan. Manifestasi hepatitis virus sama baik
selama aborhrs septik. Manifestasi klinisnya adalah nyeri pada individu yang hamil maupun yang tidak dengan
abdomen dan asites dengan onset mendadak. Terjadi beberapa perkecualian . Data gabungan menunjukkan
trombosis pada vena hepatika diikuti hipertensi portal. Hati bahwa terdapat beberapa daerah di dunia seperti di benua
biasanya membesar dan nyeri tekan. Tes fungsi liver sub-Indian, di timur tengah dan di Afrika di mana frekuensi
menunjukkan peningkatan ringan aminotransferase dan dan derujat keparahan hepatitis pada perempuan hamil
alkali fosfatase. Cairan asites biasanya suatu eksudat, lebih berat apabila dibandingan dengan perempuan tidak
namun beberapa kasus menunjukkan konsentrasi protein hamil atau pasien pria.
yang rendah. Liver spleen scan dapat membantu diagno-
sis apabila lobus caudatus menunjukkat uptake yang
Hepatitis B
intens (berkaitan dengan tidak adanya blokade aliran vena)
Pengaruh hepatitis virus pada bayi baru lahir dapat terjadi
dikelilingi oleh uptake yang kurang pada jaringan hati
akibat transmisi agen penyebab penyakit tersebut.
sisanya. Venogram hepatik menunjukkan sisi oklusi
Hepatitis B (HB\D ditransmisikan ke bayi baru lahir selama
vaskular baik vena cava inferior maupun vena hepatika.
periode perinatal. Transmisi dari ibu ke anak dilaporkan
Apabila tersedia, spesimen biopsi hati menunjukkan
antara 00lo sampai 7\Yo. D:ua penelitian mencoba
pembengkakan taraf berat terutama di sekitar vena
menjelaskan rentang angka transmisi yang lebar ini.
hepatika. Prognosis buruk dan pasien dengan sindrom
Penelitian yang pertama menunjukkan bahwa tidak
Budd-Chiari selalu menunjukkan kondisi klinis yang
terdapat infeksi pada bayi ketika ibunya menderita
semakin memburuk sampai terjadi kematian. Mortalitas
hepatitis akut pada trimester pertama kehamilan, 25%bayi
pada tahun pertama 30 sampai 40%o, sedangkan mortalitas
yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis akut pada
pada tahun keempat mencapai 850%.
trimester 2 terinfeksi HBV dan angka terjadinya infeksi
Terapi dengan antikoagulan tidak bermanfaat pada
meningkat mencapai T}Yopadabayi yang dilahirkan dari
sindrom Budd-Chiari yang telah tegak, namun demikian
ibu yang menderita hepatitis akut pada trimester ketiga.
terapi trombolitik dengan streptokinase atau alteplase
Insidensinya meningkat mencapai 84% apabila si ibu
(TPA) selama trombosis vena hepatika akut diperlukan.
menderita hepatitis akut pada dua bulan pertama setelah
Terapi bedah merupakan pilihan dan tujuan utama terapi
persalinan. Insidensi yang meningkat ini disebabkan
bedah adalah untuk mendekompresi hati yang bengkak
706 HEFAIIOBILIER

karena si ibu telah terinfeksi virus selama kehamilan dan selama periode pengamatan. Penelitian yang kedua
setelah suatu periode inkubasi tertentu infektifitasnya menunjukkan hasil yang sama. Wejstal dan rekan-rekannya
mencapai puncak pada saat persalinan. Penelitian kedua melaporkan 14 perempuan Swedia dara 2l bayi yang
menunjukkan hasil yang serupa: infektifitas lYo pada dilahirkannya. Pada serum semua perempuan tersebut HCV
trimester pertama,6%o selama trimester kedua, 67%o selarrn RNA dapat dideteksi dan 2 dai2l bayi yang dilahirkannya
trimester ketiga, dan l00o/o selama periode awal menunjukkan peningkattan ALT secara menetap, namun
postpartum. Gambaran statistik ini mengejutkan apabila demikianhanya satu dari merekayang menjadi HCV-RNA
kita mempertimbangkan bahwa lebih dari 900/o neonatus positif selama periode pengamatan. Biopsi hati pada anak-
yang terinfeksi menjadi karier HBV. anak tersebut menggambarkan hepatitis kronis. Dari kedua
penelitian itu dapat disimpulkan bahwa transmisi HCV
fetal-maternal tampaknya jaratg. Kesimpulan ini valid
Vaksin Hepatitis B
bahkan dengan adanyam HIV tipe 1 karena pada serum
Beasley dan rekan-rekan menunjukkan bahwa infeksi HBV
beberapa ibu pada kedua penelitian tersebut dapat dieteksi
kronis pada bayiyang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi
adanyaHIV-1.
HBV dapat dicegah pada 90olo kasus dengan menggunakan
kombinasi imunoglobulin hepatitis B (IIBIG) dan vaksinasi
HBV secara teratur. Penelitian Beasley dan penelitian-
penelitian lain menghasilkan suatu pedoman untuk HEPATITIS DELTA
pencegahan transmisi HBV fetal-matemal. Semua bayi yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HBV hendaknya Hepatitis delta jarang dijumpai pada perempuan hamil.
menerima prohlaksis terhadap HBV. Regimen yang saat ini Suatu survei terhadap 6111 perempuan hamil di Italia
direkomendasikan untuk bayi yang baru lahir ditunjukkan menunjukkan bahwa 164 Q,6%) IBsAg positif dan 7 (4,204
pada Tabel 5. menunjukkan antibodi terhadap virus delta dalam serum.
Tidak satupun bayi yang dilahirkan dari peremplan ini
terinfeksi hepatitis delta.

HBIG 0,5 ml intramuskular pada saat lahir


HBV
Vaksin 10 ug (0,5 ml) intramuskular dalam 7 hari HEPATITIS E
setelah percalinan dan 1 dan 6 bulan
sesudahnya Kemungkinan angka mortalitas hepatitis akut lebih tinggi
pada perempuan hamil dilaporkan pada beberapa daerah
di atas berkaitan dengan epidemi hepatitis non-A,non-B
Hepatitis Virus C (sekarang dikenal sebagai hepatitis E atat HEV). Virus
Pada kurang lebih 50% individu yang terinfeksi hepatitis hepatitis E telah berhasil diisolasi dan digambarkan
C tidak didapatkan adanya faktor risiko terinfeksi mempunyai ciri-ciri tertentu. Hepatitis E biasanya sembuh
hepatitis C. Hal ini mendorong penelitian tentang transmisi dengan sendirinya dan kondisi akut tidak diikuti dengan
infeksi HCV non perkutaneus. Sebelum assay HCV tersediq hepatitis kronis. Histologi spesimen hati pada kasus
kadang-kadang ditemukan transmisi non-A non-B terinfeksi HEV digambarkan oleh Guptadan Smetenapada
(sekarang diketahui sebagai hepatitis C) vertikal melalui spesimen biopsi dari 78 pasien termasuk perempuan hamil.
darah. Dua penelitian terbaru mengarah ke pendapat Lima puluh delapan persen spesimen menunjukkan satu
adanya transmisi HCV neonatal. Walaupun kedua atau lebih gambaran patologis khas yaitu 1) kolestasis
penelitian ini mempunyai desain yang baik dan terutama pada daerah periportal, 2) stasis empedu
menggunakan petanda serologi yang dapat dipercaya, kanalikular dan intraselular pada struktur pseudoglandular
keduanya mempunyai keterbatasan. Keterbatasan itu dan 3) peningkatan jumlah komponen asidofilik.
adalah jumlah bayi yang diamati terlalu sedikit danjangka Wabah HEV besar pertama kali te{adi di Delhi, India
waktu pengamatan yang pendek. Reinus dan rekan- pada tahun 1955 sampai tahun 1956. Gambaran
rekannya melaporkan 23 ibuyangterinfeksi HCV dan 23 epidemiologis dan gambaranklinis utamawabah ini adalah
bayi yang dilahirkannya dari rumah sakit di daerah hubungan dengan konsumsi air yang terkontaminasi,
Westchester, New York. Penting diketahui bahwa pada serangan sering terjadi pada dewasa muda, dan angka
serum I 6 dari. 23 perempuan itu dapat dideteksi HCV RNA fatalitas tinggi pada perempuan hamil juga telah dilaporkan
dan diperkirakan berpotensi tinggi untuk mentransmisikan pada beberapa wabah. Pada tahun 1978 wabah hepatitis
HCV ke bayi yang dilahirkannya. Semua bayi menunjukkan non-A,non-B dilaporkan di Kashmir, India. Angka
antibodi terhadap HCV (anti HCV) pada sampel darah taii kejadiannya 2,8%o pada pria, 2,lYo pada perempuan tidak
pusat, tapi antibodi menghilang pada sampel yang diambil harnil, dan22% pada perempuan hamil. Hepatitis fulminan
berikutnya. Hanya pada I sampel darah tali pusat dapat teqadipada2,S%o daripria,O% dari perempuan yang tidak
dideteksi adanya HCV RNA yang kemudian menghilang harrrll Ml 22% dari perempuan hamil. Dari perempuan hamil
PENYAKIT }IATI PADA KEHAMILAN 707

dengan hepatitis fulminan, 75%o meninggal. Pada tahun Laporan penelitian terhadap perempuan dengan sirosis
I 980 sampai 1 98 I epidemi hepatitis yang ditularkan melalui bilier primer (PBC) atau hepatitis kronis aktif autoimun
air terjadi di Algeria di mana 788 kasus hepatitis dilaporkan menunjukkan bahwa kondisi klinis dari penyakit dasarnya
dengan mortalitas mencapai 100% diantara9 perempuan semakin memburuk selama kehamilan. Empat dari lima
hamil. Sebaliknya laporan dari Eropa danAmerika Serikat perempuan dengan PBC menunjukkan peningkatan derajat
menunjukkan bahwa perempuan hamil dan fetusnya tidak jaundice selama kehamilan dan bilirubin tetap meningkat
terpengaruh oleh hepatitis virus selain peningkatan setelah persalinan. Dari 6 kehamilan pada pasien PBC,
insidensi terj adinya kelahiran prematur. hanya2 yang berhasil melahirkan bayi hidup dan 3 dari 5
perempuan tersebut meninggal beberapa tahun setelah
kehamilan. Pada penelitian terhadap 30 perempuan hamil
EFEK KEHAMILAN PADA PASIEN DENGAN dengan hepatitis kronis aktif autoimun tidak terdapat
PENYAKIT HATI KRONIK kematian maternal dan hanya 4 kematian perinatal.
Perempuan-perempuan ini diterapi dengan prednisolon
Sirosis j arang terj adi pada perempuan usia subur. Insidensi selama kehamilan dengan tanpa efek samping pada fetus.
terjadinya kehamilan pada perempuan pasien sirosis belum Kesimpulannya, jarangterjadi kehamilan pada pasien
diketahui, walaupun angka fertilitas yang rendah sirosis dan penatalaksanaan penyakit hati pada pasien-
dilaporkan pada perempuan-perempuan ini. Schreyer dan pasien ini tidak berbeda dibandingkan pasien yang tidak
rekan-rekan melaporkan 60 perempuan hamil dengan hamil. Terdapat peningkatan kematian fetus pada
sirosis dengan 69 persalinan. Usianya bervariasi antara I 8 perempuan hamil dengan sirosis berkaitan dengan lahir
sampai 44 tahun dengan usia rata-rata40,5 tahun. Sepuluh mati, prematuritas, dan aborhrs spontan.
dari 60 perempuan itu meninggal selama kehamilan, 7
berkaitan dengan perdarahan gastrointestinal masif. Hanya
45 dari 69 (65%) bayi yang dilahirkan dapat melewati REFERENSI
periode neonatalnya. Hasil yang serupa dilaporkan pada
penelitian yang lain. Alter MJ. Epidemiology of community acquired hepatitis C. In:
Perhatian utama pada perempuan hamil dengan sirosis Hollinger FB, Lemon SM, Margolis H, editors. Viral hepatitis
adalah adanya varises esofagus. Dahulu, terminasi and liver disease. Baltimore: Williams and Wilkins; 1991. p.
4 1 0-3.
kehamilan disarankan berdasarkan pendapat bahwa ruptur
Col Roy KH. Medical Clin of North Am. 1993.
varises dan perdarahan fatal sering terjadi pada varises Klox TA, Kaplan MM. Pregnancy and liver disease. In: Taylor MB,
esofagus. Selanjutnya seksio caesaria dianj urkan sebagai editor. Gastrointestinal emergencies. Baltimore: Williams and
tindakan agar pasien tidak mengejan sehingga tidak memicu Wilkins; 1992. p. 510-21.
ruptur varises. Pada tahun 1982, Britton meneliti 53 pasien Leon Schiff, Eugene R, Schiff. Diseases of the liver.
sirosis dengan 73 kehamilan dan 38 pasien bukan sirosis Michael de swiet. Medical disorders in obstetric practice.
dengan 77 kehamilan berkaitan dengan risiko terjadinya Reinus JF, Leikin EL, Alter HJ, et al. Failure to detect vertical
transmission of hepatitis C virus. Am ntem Med. 1992;117;881-
perdarahan varises. Ia menemukan bahwa sebagian besar
6.
perdarahan gestasional terjadi pada trimester kedua dan Reyes GR, Purdy MA, Kim JP, et al. Isolation.of a oDNA from the
risiko terjadinya perdarahan varises tidak meningkat selama virus responsible for enterically-tmnsmitted non-A, non-B hepa-
persalinan per vaginam. Varises transien terjadi pada titis. Science. 1990; 247 ;1335-9.
perempuan dengan penyakit hati pada trimester kedua Sherlock S. Disease of the liver and biliary system.
sebagai akibat meningkatnya volume darah selama minggu Wejstal R, Widell A, Mansson AS, et a1. Mother to infant
ke-28 sampai ke-32. Pada kelompok sirosis terdapat 7 transmission of hepatitis C virus. Ann Intern Med.
1992;ll'7 :887 -90.
kematian maternal, 3 berkaitan dengan perdarahan varises.
Pada kelompok non sirosis terdapat 2 kematian maternal,
satu akibat perdarahan varises. Penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara
perempuan hamil sirosis dan non sirosis dalam hal
terjadinya perdarahan varises.
tt2
HEPATOTOKSISITAS IMBAS OBAT
Putut Bayupurnama

Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati pengelompokan sendiri dan memicu kematianse1 melalui

terletak diantara permukaan absorptif dari saluran cema apoptosis. Disamping itu banyak reaksi hepatoselular
dan organ target obat dimana hati berperan sentral dalam melibatkan sistem sitokrom P-450 yang mengandungheme
metabolisme o bat. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan yang menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat
komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga
obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi menghasilkan ikatan baru yang tak punya peran.Kompleks
metabolik dari semua obat dan bahan-bahan asing yang enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-
masuk tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen
jarang terjadi namun akibat yang ditimbulkannya bisa sasaran serangan sitolitik sel T, merangsang respons imun
fatal. Reaksi tersebut sebagian besar idiosinkratik pada multifaset yang melibatkan sel-sel T sitotoksik dan
dosis terapeutik yang dianjurkan, dari I tiap 1000 pasien berbagai sitokin. Obat-obat tenentu menghambat fungsi
sampai I tiap 100000 pasien denganpolayang konsisten mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan
untuk setiap obat dan untuk setiap golongan obat. enzim-enzim rantai respirasi. Metabolit-metabolit toksis
Sebagian lagi tergantung dosis obat. Hepatotoksisitas yang dikeluarkan dalam empedu dapat merusak epitel
imbas obat merupakan alasan paling sering penarikan obat saluran empedu. Tabel I menunjukkan reaksi idiosinkratik
dari pasaran di Amerika Serikat dan di dalamnya termasuk obat dan sel-sel yang dipengaruhi reaksi tersebut.
lebih dari 50 persen kasus gagal hati akut.
Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga
membuat mereka mampu menembus membran sel IMPLIKASIKLINIK
intestinal. Obat kemudian diubah lebih hidrofrlik melalui
proses-proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan Gambaran klinik hepatotoksisitas imbas obat sulit
produk-produk larut air yang diekskresi ke dalam urin atau dibedakan secara klinik dengan penyakit hepatitis atau
empedu.Biotransformasi hepatik ini melibatkan j alur kholestasis dengan etiologi lain (Tabel 2). Riwayat
oksidatifutamanya melalui sistem enzim sitokrom P-450. pemakaian obat-obat atau substansi hepatotoksik lain
harus dapat diungkap Onset umumnya cepat, malaise,
dan ikterus , serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat
M EKAN ISM E H EPATOTOKSISITAS terutamabila pasien masih meminum obat tersebut setelah
onset hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih
Mekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi dominan maka kadar aminotransferase dapat meningkat
protein-protein transport pada membrane kanalikuli dapat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan
terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit irnbas asam kenaikan kadar fosfatase alkali dan bilirubin menonjol pada
empedu dimana terjadi penumpukan asam-asam empedu kholestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan
di dalam hati karena gangguan transpor pada kanalikuli kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatik dengan derajat
yang menghasilkan translokasi Fas sitoplasmik ke membran nekrosis dan apoptosis bervariasi.Pada kasus ini gejala
plasma, dimana reseptor-reseptor ini mengalami hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau

708
HEFAFOTOKSISTDAS IMBAS OBAT 709

Jenis reaksi Pengaruh pada sel Contoh obat


Hepatoselular Efek langsung atau produksi oleh kompleks enzim-obat yang lsoniazid,trazodon,diklofenak,
berakibat disfungsi sel, disfungsi membran,respons sitotoksik nefazodon, venlafaxin, lovastatin
sel T
Kolestasis Jejas membran kanalikuli dan transporter Klorpromazin,estrogen,eritrom isin dan
turunannya
lmunoalergik Kompleks enzim obat pada permukaan sel menginduksi respons Halotan, fenitoin, sulfametoksazol
lgE

Granulomatus Makrofag, limfosit menginfiltrasi lobul hepatik Diltiazem, obat sulfa, kuinidin

Lemak Mikrovesikular Respirasi mitokondria yang berubah, beta-oksidasi Didanosin, tetrasiklin, asam
mengakibatkan asidosis laktat dan akumulasi trigliserida asetilsalisilat, valproic acid
Steatohepatitis Multifaktorial Amiodaron, Tamoksifen
Autoimun Respons limfosit sitotoksik langsung pada komponen membran Nitrofurantoin,metildopa, lovastatin,
hepatosit minosiklin
Fibrosis Aktivasi "stellate cells" Metotreksat, kelebihan vitamin A

Kolaps vaskular Menyebabkan iskemik atau injuri hipoksik Asam nikotinat,kokain,


metilendioksimetamfetam in
Onkogenesis Mendorong pertumbuhan tumor Kontrasepsi oral, androgen
Campuran (mixed) Jejas sitoplasmik dan kanalikuli, langsung merusak saluran- Amoksisilin-klavulanat,
saluran empedu karbamazepin,herbal, siklosporin,
metimazol, troglitazon
(Lee WM,2003)

Grade
fosfatase
Alkali DBN >BAN-2,5 x BAN >2,5-5,0 x BAN >5,0-20,0 xBAN >20 x BAN
Bilirubin DBN 1-1,5 x BAN >1,5-3,0 x BAN >3,0-10 x BAN > 10 x BAN
Bilirubin berkaitan dengan grafr- Normal > 2-<3 mg/100 ml > 3-6 mg/100 ml > 6-<15 mg/100ml > '15 mg/100 ml
versus-hosf disease (GVHD)
untuk studi transplantasi.
sumsum tulangjika disebutkan
khusus dalam protokol)
GGT DBN >BAN-2,5xBAN > 2,5_5,0 x BAN , 5,0_zl;o x Beru >20xBAN
Hepatomegali Tidak ada
Catatan : Derajat hepatomegali hanya untuk efek samping berat berkaitan dengan pengobatan termasuk penyakit oklusi vena
Hipoalbuminemia DBN < BBN-3,0 g/dl > 2-< 3 g/dl < 2 gldl
Disfungsi / gagal hati (klinis) Normal Asterixis Ensefalopati/koma
Aliran vena porta Normal Aliran v. porta Aliran v. porta
menurun retrograd
sGoT (AST) DBN >BAN-2,5 x BAN >2,5-5,0 x BAN >5,0-20,0 x BAN >20,0 x BAN
SGPT (ALT) DBN >BAN-2,5 x BAN >2,5-5,0 x BAN >5,0-20,0 x BAN >20,0 x BAN
Problem hepatik Iainnya Tidak ada nngan sedang berat mengancam
nyawalca@t
DBN=Dalam Batas Normal; BAN= Batas Atas Normal i BBN = Batas Bawah Normal
(King PD & Perry MC,2001)

minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus asetaminofen (lebih dari 4 gramper 24jam) merupakan
berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan contoh hepatotoksisitas obat yang tergantung dosis (dose
pemakaiannya. dependent) yang dengan cepat menyebabkan jejas
Beberapa obat menunjukkan reaksi alergi yang hepatosit terutama area sentrilobuler. Kadar
menonjol, seperti phenytoin yang berhubungan dengan aminotranserase biasanya sangat tinggi,dapat melebihi
demam , limfadenopati,rash, danjejas hepatosit yang berat. 3500uvl,.
Pemulihan reaksi imunoalergik umurnnya lambat sehingga Berdasarkan International Consensus Criteria, maka
diduga allergen tetap bertahan di hepatosit selama diagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan :
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan . Overdosis l. V/aldu dari mulai minum obat dan penghentian obat
710 HEFAII1f,BILIER,

sampai onset reaksi nyata adalah "sugestif'(5-90 hari juga dengan tidak adanya HLA-DQAI*0102 dan adarrya
dari awal minum obat) atau "compatible" (kurang dari HLA-DQB I x 0201 di samping usia lanjut, albumin serum <
lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat 3,5 gram/dl dan tingkat penyakit yang moderat atau tingkat
dan tidak lebih dari 1 5 hari dari penghentian obat untuk lanjut berat. Dengan demikian risiko hepatotoksistas pada
reaksi hepatoselular dan tidak lebih dari 30 hari dari pasien dengan obat anti tuberkulosis dipengaruhi faktor-
penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan faktor klinik dan genetik.Pada pasien tuberkulosis dengan
hepatotoksisitas obat. hepatitis C atau HIV mempunyai risiko hepatotoksisitas
2. Peqalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat.
"sangat sugestif'(penurunan enzim hati paling tidak Sementara pasien tuberkulosis dengan karier HBsAg-
50%o dari kadar diatas batas atas normal dalam 8 hari) positif dan HBeAg-negatif yang inaktif dapat diberikan
. atau "sugestif'(penurunan kadar enzim hati paling tidak obat standar jangka pendek isoniazid, rifampin,etambutol
50o/o dalam 30 hari untuk reaksi "hepatoselular" dan danlatau piraziramid dengan syarat pengawasan tes
180 hari untuk reaksi "kholestatik') dari reaksi obat. fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar l0%
3. Altematif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pasien tuberkulosis yang mendapatkan isoniazid
pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati pada tiap kasus. mengalami kenaikan kadar aminotransferase serum dalam
4. Dijumpai respons positifpada pemaparan ulang dengan minggu-minggu pertama terapi yang nampaknya
obat yang sama ( paling tidak kenaikan dua kali lipat menunjukkan respons adaptif terhadap metabolit toksik
enzimhati) obat . Isoniazid dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi
Dikatakan reaksi "drug related" jika semua tiga kriteria penunrnan kadar aminotransferase sampai batas normal
pertama terpenuhi atau jika dua dari tigakriteria pertama dalam beberapa minggu. Hanya sekitar satu persen yang
terpenuhi dengan respons positif pada pemaparan berkembang menjadi seperti hepatitis viral yangmana50Yo
ulang obat. kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru
muncul beberapa bulan kemudian.
Mengidentifikasi reaksi obat dengan pasti adalah hal
yang sulit, tetapi kemungkinan sekecil apapun adanya
reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada setiap
HE PATOTOKSISITAS OBAT KEMOTERAPI
pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat
harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya
timbul selama kemoterapi kanker tidak selalu
Jejas hati yang
obat herbal atau obat alternatif lainrrya. Obat harus selalu
disebabkan oleh kemoterapi itu sendiri. Klinisi harus
menjadi diagnosis diferensial pada setiap abnormalitas tes
memperhatikan faktor-faktor lain lain seperti reaksi terhadap
firngsi hati dan/ atau histologi. Keterlambatan penghentian '
antibiotik, analgesik, anti emetik atau obat lainnya.
obat yang menjadi penyebab berhubungan dengan risiko
Problem-problem medis yang sudah ada sebelumnya,
tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak
tumor, imunosupresi, virus hepatitis dan infeksi lain, dan
sakit sebelumminumobat,menjadi sakit selama minum obat
defisiensi nutrisi atau nutrisi parenteral total ,semuanya
tersebut dan membaik secara nyata setelah penghentian
mungkin mempengaruhi kerentanan hospes terhadap
obat merupakan hal esensial dalam diagnosis terjadinya jejas hati. Sebagian besar reaksi hepatotoksisitas
hepatotoksisitas imbas obat.
obat bersifat idiosinkratik, melalui mekanisme imunologik
atau variasi pada respons metabolik hospes. Siklofosfamid,
suatu alkylating agent, diubah oleh sistem sitokrom P-450
HEPATOTOKSISITAS OBAT ANTI TU BERKULOSIS di hati menjadi 4-hydroxycyclophosphamide. Meskipun
mengalami metabolisme di hati siklofosfamid dapat
Obat anti tuberkulosis terdiri dari rifampisin, isoniazid, diberikan pad akeadaan enzim hati dan atau bilirubin yang
pirazinamid, dan ethambutoVstreptomycin , dan tiga obat meningkat. Melfalan dengan cepat dihidrolisis dalam
yang disebut pertama bersifat hepatotoksik. Faktor-faktor plasma dan sekitar 15% diekskresi tanpaperubahan dalam
risiko hepatotoksisitas yang pernah dilaporkan adalah usia urin. Pada dosis yang dianjurkan tidak bersifat
lanjut, pasien wanita,status nutrisi buruk,konsumsi tinggi hepatotoksisitas hanya menimbulkan abnormalitas tes
alkohol, mempunyai dasar penyakit hati, carrier hepatitis fungsi hati sementara pada dosis tinggi pada transplantasi
B, prevalensi hepatitis viral yang meningkat di negara sumsum tulang otolog. Klorambusil berhubungan dengan
sedang berkembang, hipoalbumin dan tuberkulosis lanjut, kerusakan hati. Busulfan, kelas alkilsulfonat, cepat hilang
dan pemakaian obat yang tidak sesuai aturan serta status dari darah dan diekskresikan lewaturin. Metabolisme lewat
asetilatomya. Telah dibuktikan secara meyakinkan adanya hati tidak begitu penting sehingga pada dosis standar tidak
keterkaitan HLA-DR2 dengan tuberkulosis paru pada menimbulkan hepatotoksisitas. Cytosine Arabinoside
berbagai populasi dan keterkaitan varian gen NRAMPI (Ara-C) efek hepatotoksisitasnya belum jelas. 5-FU tidak
dengan kerentanan terhadap tuberkulosis, sedangkan menimbulkan kerusakan hati bila diberikan secara per oral
risiko hepatotoksisitas imbas obat tuberkulosis berkaitan dan jarang dilaporkan menimbulkan hepatotoksisitas pada
HEFANOTOKSISMAS IMBAS OBAiT
7ll

pemberian intravena.Akan tetapi berbeda bila diberikan psoriasis dengan MTX dosis kumulatif kurang dari 2 gram
secara intraarterial dengan pompa infus untuk terapi mempunyai insidensi hepatotoksisitas yang rendah
metastasis hepar karena kanker kolorektal dimana terjadi meskipun durasi terapinya lama,28-48 bulan. Dengan
hepatotoksisitas berupa jejas hepatoselular dengan demikian pemakaian MTX dosis rendah jangka panjang
peningkatan aminotransferase, fosfatase alkali, dan dapat menimbulkan fibrosis/sirosis, sementara dosis tinggi
bilirubin serum, atau terjadinya striktur duktus biliaris menyebabkan perubahan tes fungsi hati. Gemcitabine
intrahepatik atau ekstrahepatik dengan peningkatan sering menyebabkan kenaikan transaminase sementara
bilirubin dan fosfatase alkali. 6-Mercaptopurine (6-MP) tetapi tidak bermakna. Mitoxantrone mempunyai insidensi
bersifat hepatotoksik terutama bila dosis melebihi dosis toksisitas serius lebih rendah dibanding obat-obat kanker
yang biasa digunakan (dosis dewasa2 mglkg) dan dapat antrasiklin yang lain, dan hanya menimbulkan kenaikan
berupa hepatoselular atau kholestatik. Perbedaan rute obat kadar AST dan ALT sementara saja. Insidensi disfungsi
oral atau parenteral tidak merubah sifat hati karena pemakain bleomycin sangat rendah.
hepatotoksisitasnya. Azatioprin (AZ) memiliki sifat Hepatotoksisitas mitortycin belum jelas , tetapi ditemukan
hepatotoksisitas meskipun j arang terj adi. Hepatotoksisitas dalam konsentrasi tinggi dalam empedu. Paclitmel dan
berupa peningkatan kadar bilirubin serum dan fosfatase docetaxel sebagian besar diekskresi melalui hati dan perlu
alkali dengan peningkatan sedang kadar aminotransferase hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
dan secara histologik berupa kholestasis dengan nekrosis Etoposide tidak menimbulkan hepatotoksisitas pada dosis
parenkhim hati yang bervariasi. 6-thioguanine dikenal standar meskipun diekskresikan terutama dalam empedu.
menyebabkan penyakit oklusi vena. Metotreksat (MTX) Cisplatin jarang menyebabkan hepatotoksisitas pada dosis
pada dosis standar diekskresi tanpa perubahan melalui standar tetapi kadang-kadang dijumpai kenaikanAST. Pada
urin . Pada dosis tinggi sebagian dimetabolisir oleh hati dosis tinggi menimbulkan kenaikan AST dan ALT.
menjadi 7 -hydroxyrnethoff exate. Pada terapi pemeliharaan Pro c arb az ine dikenal dapat menyebabkan hepatitis
leukemia akut anak-anak, methotrexate dapat menimbulkan granulomat osa. Hydroxyurea dapal menimbulkan
fibrosis dan sirosis hati. Pada pemakaian dosis tinggi, MTX toksisitas hati dan pernah dilaporkan sebagai penyebab
meningkatkan aminotransferase dan lactate peliosis hepatis. Penyesuaian dosis mungkin diperlukan
dehy-drogenase (LDH). Pasien artritis rematoid atau bagi obat-obat kemoterapi tertentu (Tabel3).

Konsentrasi % Dosis yang diberikan


Konsentrasi Bilirubin Aminotransferase
Cyclophosphamide Tidak perlu pengurangan dosis
Cytarabine Berapapun peningkatannya 5070 dosis,meningkat dengan
pengawasan toksisitas
Dactinomycin Berapapun peningkatannya 50% dosis,meningkat dengan
pengawasan toksisitas
Doxorubicin ALT atau AST 2-3 x BAN 75%
20-51 pM (1,16-2,98 mg/dl) ALTatauAST>3xBAN 50%,
51-85 pM (2,984,97 mg/dl) 25o/o
> 85 pM (>4,97 mg/dl) lYo
Etoposide 25-51pM (1,46-2,98 mg/dl) AST > 180 50Yo
Daunorubicin 20-51pM (1,16 - 2,98 mg/dL) 71Yo

5'l-85pM (2,98-4,97m9/dL) 5Oo/o

>85pM (>4,97 mg/dl) Oo/o

5-FU >85pM (>4,97 mg/dL) 0o/o

Vincristine meningkat 50%


Procarbazine >85pM (>4,97 mg/dL) ALT atau AST > '180 0%
Gemcitabine Tidak perlu pengurangan dosis
Bleomycine Tidak perlu pengurangan dosis
Cisplatin Tidak perlu pengurangan dosis
Melphalan Tidak perlu pengurangan dosis
Mitomycin Tidak perlu pengurangan dosis

Paclitaxel <1,5 mg/dl AST 2 x BAN


1,6-30 mg/dl
73 mq/dl
(King PD & Perry MC,2001)
712 HEPAI]OBILIER

HEPATOTOKSISITAS OBAT ANT! INFLAMASI NON padarentang2- 18olo and manifestasi ARLI lebih berat pada
STEROID pasien HIV dengan koinfeksi virus hepatitis B atau C.
Kebiasaan minum alkohol meningkatkan risiko ARLI.
Obat anti inflamasi nonsteroid (OANS) merupakan salah Mekanisme terjadinya ARLI dapat melalui proses
satu obat yang sering diresepkan meskipun metabolik yang dimediasi hospes (intrinsik dan
penggunaannya tidak selalu .tepat sasaran. Risiko idiosinkrasi),hipersensitivitas,toksisitas mitokondrial dan
epidemiologik hepatotoksisitas golongan obat ini rendah rekonstitusi imun. Tabel 4. menunjukkan gambaran klinik
(l-8 kasus per 100000 pasien pengguna OAINS). ARLI.
Hepatotoksisitas karena OAINS dapat terjadi kapan saja
setelah obat diminum, tetapi efek samping berat sangat
sering terjadi dalam 6-12 minggu dari awal pengobatan.
Ada duapola klinis utama hepatotoksisitas karena OAINS. Onset awal Onset yang tertunda
Pertama, adalah hepatitis akut dengan ikterus, lnterval 1-8 minggu 2-12bulan
demam,mual,transaminase naik sangat tinggi dan kadang- Mekanisme lmmune Host-
kadang dijumpai eosinofilia. Pola yang lain adalah dengan mediated me d i ate d I i d i o si n k ra si
gambaran serologik (Anti Nuclear Factor -positif) dan Peran virus Tidak ada Ada
hepatitis C
histologik (inflamasi periportal dengan infiltrasi plasma dan
Peran jumlah sel Ada Tidak ada
limfosit dan fibrosis yang meluas ke dalam lobul hepatic) CD4
dari hepatitis kronik aktif. Tes fungsi hati dapat kembali Obat-obat yang Abacavir, Stavudine,didanosine,
normal dalam 4-8 minggu sejak penghentian obat lebih sering nevrraprne nevirapine, tipranavir
menjadi
penyebab. Dua mekanisme utama bertanggungjawab atas
penyebab
jejas hati oleh OANS, yaitu hipersensitivitas dan aberasi
(Soriano et al 2008)
metabolik. Meskipun masih perlu diteliti lebih lanju! faktor-
faktor risiko hepatotoksisitas idiosinkratik imbas OAINS
meliputi wanita,umur > 50 tahun dan penyakit otoimun PENGOBATAN REAKS! OBAT
yang mendasari. Faktor risiko lain adalah paparan obat
lain yang juga bersifat hepatotoksik pada saat bersamaan Kecuali penggunaan N-acetylcysteine untuk keracunan
. Reaksi hipersensitivitas sering mengalami titer anti- asetaminofen (parasetamol) tidak ada antidotum spesifik
nuclear factor atau antibodi anti-smooth muscle yang terhadap setiap obat. Transplantasi hati darurat
bermakna, limfadenopati dan eosinofilia. Aberasi metabolik merupakan pilihan pada kasus toksisitas obat yang
dapat terjadi karena polimorfisme genetik yang dapat berakibat hepatitis fulminan(termasuk pada keracunan
merubah kerentanan terhadap bermacam-macam obat. asetaminofen). Terapi efek hepatotoksik obat terdiri dari
Pasien yang mengalami hepatotoksisitas imbas OANS penghentian segera obat-obat yang dicurigai. Jika
harus dianjurkan untuk tidak minum lagi OAINS dijumpai reaksi alergi berat dapat diberikan
selamanya. Parasetamol merupakan obat pilihan untuk kortikosteroid, meskipun belum ada bukti penelitian
analgesik sedangkan aspirin dapat digunakan sebagai klinik dengan kontrol. Demikian juga penggunaan
pengganti OAINS, karena toksisitas OAINS berhubungan ursodiol pada keadaan kholestatik. Pada obat-obat
dengan struktur molekular cincin diphenylamine yang tidak tertentu seperti amoksisilin-asam klavulanat dan pheny-
dimiliki aspirin. toin berhubungan dengan sindrom dimana kondisi
pasien memburuk dalam beberapa minggu sesudah obat
dihentikan dan perlu waktu berbulan-bulan untuk pulih
HEPATOTOKSISITAS OBAT ANTIRETROVIRAL seperti sedia kala. Prognosis gagal hati akut karena
reaksi idiosinkratik obat adalah buruk dengan angka
Obat-obat antiretroviral yang biasa digunakan untuk mortalitas lebih 80%. Pada kasus toksisitas hati akibat
penanganan penyakitAIDS juga sering menimbulkan jejas obat antiretroviral, maka terapi dihentikan bila terjadi
pada hati dan diistilahkan sebagai antiretroviral drug- hepatitis simtomatik dan pada kasus tanpa simtom tetapi
related liver injury (ARLD. ARLI didefinisikan sebagai kenaikan ALT dan AST melampaui l0 kali lipat batas
peningkatan enzim-enzim hati dalam serum, dengan atas normal, sedangkan pada kasus hepatitis khronis
ditandai kadarAllT yang lebih tinggi dari AST. Pada pasien perlu tindakan yang lebih konservatif untuk mencegah
yang sebelum terapi kadar ALT dan AST normal, maka dekompensasi.
peningkatan 5 kali lipat termasuk sedang dan bila 10 kali
lipat termasuk berat. Bagi yang sebelum terapi kadarAlT
dan AST abnormal, maka peningkatan 3,5 kali lipat PROGNOSIS
termasuk kategori sedang, sedangkan 5 kali lipat kategori
berat. Insidensi ARLI setelah pemakaian HAART berada Prognosis hepatotoksisitas imbas obat sangat bervariasi
HEFAIIOTOKITISMAII IMBAS OBI[[ 713

tergantung keadaan klinik pasien dan tingkat kerusakan 5. Sharma SK, Balamurugan A, Saha PK, Pandey RM, dan Mehra
hati. Penelitian yang dilakukan diAmerika Serikat antara NK.Evaluation of Clinical and Immunogenetic Risk Factors for
the development of hepatotoxicity during antituberculosis
tahun 1998-2001 menunjukkan overall survival rate
treatment. Am J Respir Crit Care Med 2002;166:916-919
(termasuk yang menjalani transplantasi hatl') sebesar 72Yo.
6. King PD and Perry MC. Hepatotoxicity of Chemotherapy.
Akibat dari gagal hati akut ditentukan oleh etiologi,derajat The Oncologist 2001;6:162-17 6.
ensefalopati hepatikum saat masuk perawatan dan 7. O'Connor N, Dargan PI, dan Jones AL. Hepatocellular damage
komplikasi yang timbul, seperti infeksi. tiom non-steroidal anti-inflammatory drugs. QJ Med
2003;96:787 -791.
8. Lee BH, Koh WJ, Choi MS, Suh GY; Chung MP, Kim H, dan
Kwon OJ. Inactive hepatitis B surface antigen carrier state and
REFERENSI hepatotoxicity during antituberculosis chemotherapy. Chest
2005; 127:1304-1311.
1. Lee WM . Drug Induced Hepatotoxicity. N Engl J Med 9. Aithal PG and Day CP. The natural history of histologically
2003;349:47 4-85 proved drug induced liver disease. Gfi 1999;44:737-'735.
2. Lee WM. Drug Induced Hepatotocxicity. N Engl J Med 1995; 10. Singh J, Arora A, Garg PK, Thakur VS, Pande JN dan Tandon
)33:1118-1127 RK. Antituberculosis treatment-induced hepatotoxicity: role of
3. Jaeschke H, Gores GJ,Cederbaum AI, Hinson JA,Pessayre D, predictive factors. Posgraduate Medical Journal 1995 ;7 1 :359-
dan Lemasters JJ. Mechanisms of Hepatotoxicity. Toxicologi- 362.
cal Sciences 20021'65:166-176. 11. Soriano V,Puoti M, Garcia-Gasco BRockstroh JK, Benhamou
4. Ungo JR, Jones D, Ashkin D, Hollender ES,Bemstein D,Albanes Y, Barreiro P, McGovern B. Antiretroviral Drugs and Liver
AP, dan Pitchenik AE. Antituberculosis Drug-Induced Injury. AIDS 2008l'22(l):I -13.
Hepatotoxicity: The role of Hepatitis C virus and The human 12. Mehta N, Ozick L, Gbadehan E. Drug-Induced Hepatotoxicity.
immunodeficiency virus. Am J Respir Crit Care Med
1998;157:1871-1876
113
HIPERBILIRUBINEMIA
NON HEMOLITIK FAMILIAL
Dr H. Fuad Bakry

PENDAHULUAN Sindrom Gilbert disebabkan oleh penurunan 70-75%


aktivitas glucoronidasi oleh enzim uridine-diphosphate-
glucuronosyltranferase isoform I A I (UGT I A1). Gen yang
Kadar bilirubin serum orang normal umumnya kurang lebih mengkode UGTIAI biasanya mempunyai promoter daerah
0,8 mg% (17 mmol/l), akan tetapi kira-kira 5% orang normal TATAbox yang mengandungi alel A(T,{6)TA',{. Sindrom
memiliki kadar yang lebih tinggi (l-3 mg/dl). Bila gilbert sering dikaitkan dengan alel-alel ,4.(TA6)T,{A
penyebabnya bukan karena hemolisis atau penyakit hati homozigus. Polimorfism alel di hubungkan dengan
kronik maka kondisi ini biasanya disebabkan oleh kelainan UGTIAI *28. 94% pasien Sindrom Gilbert menderita mutasi
familial metabolisme bilirubin, yang paling sering adalah pada dua dari variasi glucoronyltranferase yang lain
sindrom Gilbert. Sindrom lainnya juga sering ditemukan, UGT.1A6 (mengubah 50% tidak aktif) dan UGTAT
prognosisnya baik. Diagnosis yang akurat terutama bukan (mengubah 83% tidak efektif ) juga hadir. Karena efeknya
dari penyakit hati kronik sangat penting untuk pada pemecahan obat dan bilirubin bersifat genetik,
penatalaksanaan pasien. Adanya riwayat keluarga, Sindrom Gilbert sendiri bisa diklasifikasikan sebagai
lamanya penyakit se(a tidak ditemukan adanya petanda kelainan metabolisme minor bawaan.
penyakit hati dan splenomegali, serum transaminase Biasanya sindrom ini diketahui secara kebetulan ketika
normal dan bila perlu dilakukan biopsi hati. dilakukan pemeriksaan darah, misalnya pada hepatitis
Hiperbilirubinemia Primer. Keadaan ini sangat jarang virus. Prognosisnya baik. Ikterusnya ringan dan hilang
ditemukan, disebabkan oleh meningkatnya produksi timbul (intermiten). Ikterusnya bertambah bila ada infeksi
bilirubin di sumsum tulang akibat pemecahan prematur sel atau dalam kondisi puasa dan disertai kondisi kelelahan,
darah merah abnormal (sintesis eritrosit tidak efektif). mual dan perasaan tidak enak di daerah hati. Gejala-gejala
Gambaran klinisnya berupa hemolisis kompensata. ini biasanya ringan, tidak berbeda pada orang normal.
Pemecahan eritrosit di perifer normal. Keadaan ini biasanya Sering didiagnosis sebagai hepatitis virus. Pada
bersifatfamilial. pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.
Kelainan metabolisme bilirubin bersifat kompleks.
Enzim yang berperan dalam konjugasi bilirubnyaifi UDP
SlNDROM GILBERT glucuronyl transferase, jumlahnya berkurang. Kerusakan
membran penyerapan pada sel hati menyebabkan
Ditemukan oleh Augustin Gilbert (1858-1927), seorang terjadinya gangguan penyerapan bilirubin oleh sel hati.
dokter dari Parisl. Sindrom ini adalah bentuk hiperbilirubin Empedu mengandung lebih banyak bilirubin
indirek (bilirubin serum 1-5 mgldl) yang bukan disebabkan monoglukuronida daripada diglukuronida. Diduga ada
oleh hemolitik, dengan pemeriksaan fungsi hati dan histologi kerusakan enzim yang mengubah monoglukuronida
hati normal. Bersifat familial sebagai autosomal dominant. menj adi diglukuronida.
Pasien adalah heterozigot padagen mutan tun ggal (single Umur eritrosit berkurang dan mungkin juga terjadi
mutan gene). Ditemukan pada2-S%o penduduk. diseritropoiesis. Jumlah bilirubin yang berasal dari

714
NONHEMOIJTIKFAMIIJAL 715

pemecahan erihosit tidak cukup untuk menimbulkan iktrus. rum stabil maka perlu jalan keluar lain untuk metabolisme
Kelainan lain berupa gangguan ringan bersihan bilirubin.
bromsulphthalein(BSP)dantolbutamide(obat-obatyang Biasanya terjadi kematian dengan kernikterus pada
tidak menyebabkan konj ugasi). tahun pertama kehidupan. Tidak ada respons terhadap
Sel darah perifer terdapat kelainan yang mirip pemberian fenobarbital. Diperlukan flebotomi dan
porphyria, mungkin disebabkan oleh peningkatan plasmaferesis untuk menurunkan bilirubin serum tetapi
konsentrasi bilirubin hepatoselular. Kenaikan konsentrasi selalu berhasil. Fototerapi dapat menurunkan serum
alkali fosfatase serum familia ada hubungannya dengan bilirubin kira-ktra 50Y, dan dapat dilakukan di rumah. Dapat
Sindrom Gilbert. Defisiensi UDP glucuronyl transferase timbul ensefalopati sewaktu-waktu pada dekade pertama
pada Sindrom Gilbert merupakan predisposisi terjadinya atau kedua sehingga perlu dipertimbangkan transplatasi
toksisitas asetaminofen pada hati terutamabila over-dosis. hati, hal ini ditujukan untuk menormalkan kadar bilirubin
Tes diagnosis Sindrom Gilbert ialah dengan serum.
memberikan diet 400 kalori selama 24 jam, akan terjadi Di masa depan, kloning ger, UDP glucuronyl trans-
kenaikan bilirubin serum. Pemberian fenobarbital 60 mg ferase untuk transplatasi enzim sebagaijalan keluarnya.
tiga kali sehari akan menurunkan bilirubin serum. Dengan
pemeriksaan kromatografi lapisan tipis akan terlihat Tipe 2
kenaikan gambaran bilirubin indirek lebih tinggi daripada Sindrom ini diturunkan secara autosomal dominan. Enzim
normal, hemolisis kronik atau hepatitis kronis. Pada biopsi konjugasi bilirubin sangat berkurang di hati, walaupun ada,
hati ditemukan konsentrasi enzim bilirubin konjugasi tidak dapat dideteksi dengan metode biasa. Pasien sangat
rendah. berespons dengan fenobarbital dan biasanya dapat hidup
Pasien Sindrom Gilbert mempunyai harapan hidup sampai dewasa.
normal. Hiperbilirubin bisa berlangsung lama dan tidak Tipe 2 ini tidak selalu ringan (benigna). Fototerapi l0-
berhubungan dengan bertambah beratnya penyakit atau 12 jam perhari dan fenobarbital harus diberikan untuk
defisiensi faktor-faktor koagulasi II, fV atau X. Ikterus dapat menjaga kadarbilirubin serum kurang dari 26m{dl.
diikuti oleh infeksi yang disertai muntah-muntah dan tidak Untuk membedakan sindrom Crigler-Najjar tipe I dan 2
nafsu makan. tidak mudah. Caranya ialah dengan menghitung kadar
bilirubin dalam serum setelah pemberian fenobarbital. Pada
tipe 2 kadar bilirubin turun, dengan bilirubin indirek lebih
SINDROM CRIGLER.NAJJAR rendah dan bilirubin direk lebih tinggi. Pada tipe I kadar
bilirubin serum tidak turun dan bilirubin indirek dalam
Ini merupakan penyakit yanglararg, diperkirakan 0,6-1,0 empedu paling banyak.
satu juta kelahiran. Bentuk ikterus non hemolitik familial
ini disertai dengan kadar bilirubin indirek serum yang
sangat tinggi. Terdapat defisiensi enzim konjugasi di dalam
SINDROM DUBINJOHNSON
hati. Jumlah pigmen dalam empedu sangat sedikit. Toleransi
bilirubin terganggu tetapi tes BSP normal. Diperkenalkan pertama kali pada tahun1954 oleh Dubin
Tidak ditemukan ekspresi UGTIA1 (JDP glucuronyl dan Johnson dan oleh Sprinz dan Nelson. Ikterus pada
transferase I family, polypeptide A1) pada jaringan hati. sindrom ini bersifat kronik, benigna dan hilang timbul
Oleh karena itu tidak ada respons dengan pengobatan (intermiten) dengan kenaikan kadar bilirubin direk dan
fenobarbital, dimana obat ini menginduksi enzim ini. sedikit bilirubin indirek serta adanya bilirubin di dalam urin.
Kebanyakan pasien (tipe ld) mempunyai mutasi pada salah Tingkat bilirubin serum berkisar altara2-5 mgldL tetapi
satu ekson (2-5), dan mempunyai kesulitan dalam konjugasi dapat mencapai 25 mgldL. Secara makroskopik hati
beberapa substrat tambahan (beberapa obat dan berwarna hitam kehijauan (blackJiver iaundice). Secara
xenobiotik). Persentasi kecil pasien (tipe B) mempunyai mikroskopik terdapat pigmen coklat pada sel hati yang
mutasi terbatas pada akson bilirubin spesifik 1A, defek tidak mengandung besi maupun empedu. Pigmen ini
konjugasi ini lebih sering terbatas pada bilirubinnya mungkin melanin. Diduga demikian karena pigmen ini
sendiri. ditemukan ju ga padahalidomba yang menderita kelainan
yang sama dengan sindrom Dubin-Johnson dan temyata
Tipe 1 pigmen ini adalah melanin.
Sindrom ini diturunkan secara autosomal resesif. Tidak Tidak ditemukan gejala pruritus, kadar alkali fosfatase
terdapat enzim konjugasi bilirubin di dalam hati. Di dalam dan kadar asam empedu dalam serum normal. Pada
empedu tidak terdapat bilirubin indirek. Bilirubin pemeriksaan kolangiografi intravena dan uji BSP tetryata
glukuronida tidak ada di dalam sentm. Kadar bilirubin zat kontras sulit diekskresikan. Pada 40 menit kadar BSP
serum total antara20-45 mg/d. Karena kadar bilirubin se- kebanyakan turun ke normal. Kenaikan telihat pada menit
716 HEPATOBILIER,

ke 120, I 80, dan 240. BSP masih bisa dideteksi pada 48 jam keluarga yang sama dengan kadar bilirubin direk yang
kemudian. Carrier dengan gen yang abnormal ini tidak dapat tinggi dengan atau tanpa pigmen di sel hati. Pigmen hati
didiagnosis hanya dengan uji BSP intravena sederhana. ditemukan pada pasien dengan hiperbilirubin indirek. Pada
Padapasien ini diagnosisnya akan lebihjelas jika hasil satu keluarga besar cenderung ditemukan gambaran klasik
uji BSP memanjang. Jumlah pengeluaran coproporphyrin sindrom Dubin-Johnson, tetapi yang paling sering adalah
dalam urin normal, tetapi coproporphyrin I lebthrirrggi3- hiperbilirubin indirek. Pada keluarga lain hiperbilirubin direk
4x dari pada coproporphyrinlll. Karena cMOAI/MRP2 dan indirek ditemukan keduanya pada pasien yang sama.
juga membawa leukotrien-leukotrien ke dalam kantung Anggota keluarga sindrom Crigler-Najjar tipe 2 memiliki
empedu, pasien dengan Sindrom Dubin-Johnson kadar bilirubin serum yang lebih khas seperti sindrom
mempunyai gangguan dalam sekresi empedu dan Gilbert, sehingga sulit mengelompokkannya dan
peningkatan sekresi metabolit leukotrien dalam urin. Ini menenfukan sifat keturunanya.
bisa menjadi diagnosis noninvasif pada kondisi ini.
Penurunan aktivitas protrombin Berkurangnya aktivitas
protrombin diakibatkan oleh penurunan jumlah DAFTARPUSTAKA
pembekuan faktor VII yang diobservasi pada 60% pasien
dengan sindrom Dubin-Johnson Sebabnya tidak Bosma PJ, Chowdhury JR, Bakker C, Gantla S, de Boer A, Oostra
diketahui. Mungkin terdapat hubungan antara ekskresi BA, Lindhout D, Tytgat GN, Jansen PL, Oude Elferink RP, et
kanalikular dan metabolisme porfirin atau mungkin juga al. (1995). "The genetic basis ofthe reduced expression of
tidak terdapat hubungan sama sekali antara keduanya. bilirubin UDP-glucuronosyltransferase I in Gilbert's slmdrome".
New England Joumal of Medicine 333 (18): 1171-5.
Gejala ikterus pada sindrom ini tampak jelas selama
Boon et al, Davidson's Principles & Practice of Medicine, 20th
hamil atau minum obat kontrasepsi. Karena keduanya edition, Churchill Livingstone 2006
mengurangi fungsi ekskresi hati. Bancroft JD, Kreamer B, Gourley GR (1998). "Gilbert syndrome
Sindrom Dubin-Johnson mungkin diturunkan sebagai acceierates development of neonatal jaundice". Journal of Pe-
suatu gen autosomal recessive. Banyak ditemukan di diatrics 132 (4): 656-60.
Timur Tengah pada penduduk Iran Yahudi. Chowdhury, J. R.; Wolkoff, A. W; Chowdhury, N. R.; Arias, I. M. :
Hereditary jaundice and disorders of bilirubin metabolism.In:
Tidak ada hubungan antara pigmen hati dan kadar
Scriver, C. R.; Beaudet, A. L.; Sly, W. S.; Valle, D. (eds.) : The
bilirubin serum. Prognosisnya baik. Metabolic and Molecular Bases of Inherited Disease. Vol. 2.
New York: McGraw-Hill (8th ed.) 2001. Pp. 3063-3101.
Dubin IN, Johnson FB. Chronic idiopathic jaundice with unidentilied
SINDROM ROTOR pigment in liver cells; a new clinicopathologic entity with a re-
port of 12 cases. Medicine (Baltimore). Sep 1954;33(3):155-97.
Fox IJ, Chowdhury JR, Kaufman SS, Goertzen TC, Chowdhury NR,
Sindrom Rotor dinamakan berdasarkan penemunya yaitu
Warkentin PI, Ddrko K, Sauter BV, Strom SC (May 1998).
seorang internis Philipina, Arturo Belleza Rotor (1907- "Treatment of the Crigler-Najjar syndrome type I with hepa-
1988). Sindrom ini sama dengan bentuk hiperbilirubin tocyte transplantation". The New England journal of medicine
konjugasi familial kronik. Ia mirip dengan sindrom Dubin- 338 (20): 1422-6.
Johnson. Perbedaan utamanya adalah tidak ada pigmen Gilbert A, Lereboullet P. La cholemie simple familiale. Sem Med
coklat di dalam sel hati. Juga berbeda dengan sindrom 190l;21:241-3.
Dubin-Johnson karena adanya gambaran opasitas Habashi SL, Lambiase L R. Dubin-Johnson Syndrome. E medicine

kandnng empedu pada pemeriksaan c holecys to graphy dan [serial online]. October 2006;Available at httq!l
www.emedicine. com/med./topic5 8 8.htm.
tidak ada kenaikan sekunder pada tes BSP. Kelainan yang Jansen PL (December 1999). "Diagnosis and management of Crigler-
menyebabkan retensi BSP lebih disebabkan karena Najjar syndrome". European journal of pediatrics 158 (Suppl
gangguan ekskresi. Jumlah ekskresi c oproporphyrin naik 2): S89-S94.
seperti pada kolestasis. Proporsi coproporphyrin I di Kasper et al, Harrison's Principles of Intemal Medicine, 16th edi-
dalam urin meliputi 65Yo dari jlmlah seluruhnya. Secara tion, McGraw-Hill 2005.
Koskelo P, Toivonen I, Adlercreutz H. Urinary coproporphyrin
mikroskopik terdapat kelainan mitokondria dan
isomer distribution in the Dubin-Johnson syndrome. Clin
peroksisom. Sindrom ini diturunkan secara autosomal.
Chem. Nov 1967;13 (11):1006-9.
Gejala utamanya kuning yang tidak gatal. Prognosisnya Kruh GD, ZengH, Rea PA, Liu G, Chen ZS, Lee K, et al. MRP
sangat baik. subfamily transporters and resistance to anticancer agents. J
Bioenerg Biomembr. Dec 2001 ;33(6):493-501.
Monaghan G, Ryan M, Seddon R, Hume R, Burchell B (1996).
"Genetic variation in bilirubin UPD-glucuronosyltransferase gene
KELOMPOK HIPERBILIRUB!NEMIA NON. promoter and Gilbert's syndrome". Lancet347 (9001): 578-81.
HEMOLITIK FAM!LIAL Muscatello U, Mussini I, Agnolucci MT. The Dubin-Johnson syn-
drome: an electron microscopic study of the liver cell. Acta
Banyak tumpang tindih antara berbagai sindrom Hepatosplenol. May-Jun 1967 ;14 (3):162-7 0.
hiperbilirubinemia kongenital. Ditemukan pasien dalam Paulusma CC, Kool M, Bosma PJ, et al. A mutation in the human
7t7

canalicular multispecific organic anion transporter gene causes Fredrickson, D. S. (McGraw-Hill, New York), pp. 122l-1257.
the Dubin-Johnson syndrome. Hepatology. Jw 1997 ;25(6):1539- Toh S, Wada M, Uchiumi T, et al. Genomic structure of the canalicu-
42. lar multispecific organic anion-transporter gene (MRP2/oMOAT)
Raijmakers MT, Jansen PL, Steegers EA, Peters WH (2000). "Asso- and mutations in the ATP-binding-cassette region in Dubin-
ciation of human liver bilirubin UDP-glucuronyltransferase ac- Johnson syndrome. Am J Hum Genet. Mar 1999: 64 (3):739-
tivity, most commonly due to a polymorphism in the promoter 46.
region of the UGTIAI gene". Journal of Hepatology 33 (3): van der Veere, C. N., Sinaasappel, M., McDonagh, A. F., Rosenthal,
348-s 1. P., Labrune, P., Odiewe, M., Fevery J., Otte, J. B., McClean, P.,
$chmifl, R. & McDonagh, A. F. (1978) in The Metabolic Basis of Burk, G., et al. (1996) Hepatology 24 ,3ll-5.
Inherited Diseases, eds. Stanbury, J. B., Wyngaarden, J. B. &
tt4
KOLESISTITIS
Pridady

KOLESISTITIS AKUT nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang


rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya
inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau
Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering perforasi kandung empedu.
dijumpai ini masih belum jelas. V/alaupun belum ada data Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa
epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan batu pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan
empedu (kolelitiasis) di negara kita relatif lebih rendah berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut Lesmana LA, dkk,
dibandingkan negara-negara barat. hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara
kita.
Etiologi dan Patogenesis Pada pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu,

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda
akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan Murphy).
iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama Ikterus dijumpai pada 20Yo kasus, umumnya derajat
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang ringan (bilirubin < 4,0 mgldl). Apabila konsentrasi
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran
empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa empedu ekstra hepatik
adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan leukositosis serta kemungkinan peninggian serum
kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri
faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan
lapisan mukosa dinding kanfturg empedu diikuti oleh reaksi
perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.
inflamasi dan supurasi.
Diagnosis
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran
yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara
kolesisititis akut. Hanya pada l5o/o pasien kemungkinan
parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung
dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh
empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah
karena mengandung kalsium cukup banyak.
satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan dia-
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan
betes melitus.
gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga
pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut.
Gejala KIinis Pemeriksaan ulhasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu

718
KOLESISTITIS 719

dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca
ketepatan USG mencapai 90 -9 5%. operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zal baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan
radioaktifHlDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai mempercepat aktivitas pasien.
nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak
mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa
Prognosis
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85%o kasus,
kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong
sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh
kolesistitis akut.
dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidakjarang menjadi
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan
kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut
mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema dan
perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat
padapemeriksaan USG.
perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati atau
peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang
antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan
tiba-tiba perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf
bedah akut pada pasien usia tua (> 75 th) mempunyai
spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti apendiks
prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak
yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum,
timbul komplikasi pasca bedah.
pankreatitis akut dan infark miokard.

Pengobatan KOLESISTITIS KRONIK


Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian
nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan
seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik sangat erat hubungannya dengan litiasis dan lebih sering
pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi timbul secara perlahan- lahan.
peritonitis, kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin,
sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk Gejala KIinis
mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh
kolesistitis akut seperti E.coli, Strep.faecalls dan karena gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol seperti
Klebsiella. dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea
Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang
diperdebatkaan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat
(3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik
dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus berulang, nyeri lokal di daerah kandung empedu disertai
akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro tanda Murphy positif, dapat menyokong menegakkan
operasi dini menyatakan, timbulnya gangren dan diagnosis.
komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan, Diagnosis banding seperti intolerarisi lemak, ulkus
lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan peptik, kolon spastik, karsinoma kolon kanan, pankreatitis
biaya dapat ditekan. Sementara yang tidak setuju kronik dan kelainan duktus koledokus perlu
menyatakan, operasi dini akan menyebabkan penyebaran dipertimbangkan sebelum diputuskan untuk melakukan
infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit kolesistektomi.
karena proses inflamasi akut di sekitar duktus akan
mengaburkan anatomi. Sejak diperkenalkan tindakan
bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia pada awal Diagnosis
I 99 I , hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat-pusat
Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi dan
bedah digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai kolangiografi dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi
angka 90Yo dari seluruh kolesistektomi. Konversi ke kandung empedu. Endoscopic retrograde choledocho-
tindakan kolesistektomi konvensional menurut Ibrahim A pancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk
dkk, sebesar 1,902 kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan
mengenali duktus sistikus yang disebabkan perlengketan duktus koledokus.
\tas (27%o), perdarahan dan keganasan kandung empedu.
Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu Pengobatan
trauma saluran empedu (7oh), pefiarahan dan kebocoran Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau
empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan tanpa batu kandung empedu yang simtomatik, dianjurkan
kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi
720 HEPAIIOBILIER

agak sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau


disertai penyakit lain yang mempertinggi risiko operasi.

REFERENSI

Kenichi I, Suzuki I Kimura K. Laparoscopic cholecystectomia the


elderly; J. ofgastroenterol- ogyand hepatology, 1995; 10: 517-
22.
Lawrence WW, Sleisenger MH. Cholelithiasis; chronic and acute
cholecystitis. Gastrointestinal diSease; Pathofisisiology Diag-
nosis and management fourth edition. WB Saunder Company
Philadelphia, London, 1989.
Mahon AJ, Ronn S, Baxter IN. Symptomatic and come I year after
laparoscopic and mini laparatomy cholecystectomi. British J
of Surgery; 7995; 82: 13'78-82.
Sherlock SD. Diseases of the liver and biliary tree eight edition.
Blackwell Scientific Publication. Oxford London 1990.
Summerlield JA. Disease of the gall bladder and biliary crae. Oxford
textbook of medicine second edition volll. Oxford Medical
Publication, 1990.
115
PENYAKIT BATU EMPEDU
Laurentius A. Lesmana

PENDAHULUAN ium b i I i ru b in at e yang mengan dung C a- b i I iru b in at e


c al c

sebagai komponen utama, dan 3) batu pigmen hitam yang


Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kaya akan residu hitam tak terekstraksi.
kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di Di masyarakat Baral komposisi utama batu empedu
lndonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara adalah kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta pada 5 I
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. pasien didapatkan batu pigmen pada T3Yopasien dan batu
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak kolesterol pada 27 o/o pasien.
mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu Ada tiga faktor penting yang berperan dalam
untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. patogenesis batu kolesterol: 1) hipersaturasi kolesterol
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai ' dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya
menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka - kristalisasi kolesterol dan 3) gangguan motilitas kandung
risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat. 'Adanya pigmen di dalam inti batu kolester<jl
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung berhubungan dengan lumpur kandung empedu pada
empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui stadium awal pembentukan batu.
duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran
saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet.Kelebihan
sekunder. aktivitas enzim p-glucuronidase bakteri dan manusia
Di negara Barat 1 0- I 5% pasien dengan batu kandung (endogen)memegang peran kunci dalam patogenesis batu
empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis
keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak
dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium
melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer bilirubinate. Enzim ftglucuronidase bakteri berasal dari
lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia kuman E coll dan kuman lainnya di saluran empedu .Enzim
dibandingkan dengan pasien di negara Barat. ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah
benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat protein dan rendah lemak.
dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.

GEJALA BATU KANDUNG EMPEDU


PATOGENESIS DAN TIPE BATU
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya. kelompok: pasien dengan batu asimtomatik, pasien
batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan
kategori mayor, yaitu:1) batu kolesterol di mana komposisi komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus,
kolesterol melebihi 70oh,2) batu pigmen coklat atau batu kolangitis, dan pankreatitis).

721
722 HEFAITCBILIER,

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu dengan dugaan penyakit bilier, nilai diagno
stkultrasound
tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun selama dalam mendiagnosis batu saluran empedu telah
pamantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dibandingkan dengan endoscopic retrograde cholangio
dengan batu empedu selama 20 tahtm memperlihatkan pancreatograpfty (ERCP) sebagai acuan metode standar
bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik,30Yo kolangiografi direk. Secara keseluruhan akura si ultras ound
mengalami kolik biliea dan 20%o mendapat komplikasi . untuk batu saluran empedu adalah sebesar 77Yo.
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran
bilier.Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas empedu dengan sensitivitas 90olo, spesifisitas 98%o, dan
berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. akurasi 96oh, tetapi prosedur ini invasif dan dapat
Biasanya lokasi nyeri di perut atas atat) menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yang
epigastrium tetapi bisajuga di kiri dan prekordial. dapat berakibat fatal.

KOMPLIKASIBATU EMPEDU Endoscopic Ultraso nog rapfiy (EUS)


EUS adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai
instrumen gastroskop dengan echoprobe di ujung skop
Kolesistitis Akut yang dapat terus berputar. Dibandingkan dengan ultra-
Kurang lebih l5% pasien dengan batu simtomatik sound transabdominal, EUS akan memberikan gambaran
mengalami kolesistitis akut. Gejalanya meliputi nyeri perut pencitraan yang jauh lebih jelas sebab echoprobe-tya
kanan atas dengan kombinasi mual, muntah, dan panas. ditaruh di dekat organ yang diperiksa.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan pada Peran EUS untuk mendiagnosis batu saluran empedu
perut kanan atas dan sering teraba kandung empedu yang pertama kali dilaporkan tahun 1992. Hasil penelitian ini dan
membesar dan tanda-tanda peritonitis .Pemeriksaan studi berikutnya memperlihatkan bahwa EUS mempunyai
laboratorium akan menunjukkan selain lekositosis kadang- akurasi yang sama dibandingkan ERCP dalam
kadang juga terdapat kenaikan ringan bilirubin dan faal mendiagnosis dan menyingkirkan koledokolitiasis.
hati kemungkinan akibat kompresi lokal pada saluran Pada satu studi, sensitivitas EUS dalam mendeteksi
empedu. batu saluran empedu adalah sebesar 97o/o dibandingkan
Patogenesis kolesistitis akut akibat tertutupnya duktus denganultrasoundyanghanyasebesar25Yo,danCTT5o/o.
sistikus oleh batu terjepit. Kemudian terjadi hidrops dari Selanjutnya EUS mempunyai nilai prediktif negatif sebesar
kandung empedu. Penambahan volume kandung empedu 97% dibandingkan dengan sebesar 56% untuk US dan
dan edema kandung empedu menyebabkan iskemi dari sebesar 75% untuk CT.
dinding kandung empedu yang dapat berkembang ke Dalam studi ini EUS juga lebih sensitif dibandingkan
proses nekrosis dan perforasi. Jadi pada permulaannya dengan US dan CT dalam mendiagnosis batu saluran
terjadi peradangan steril dan baru padatahap kemudian empedu bila saluran tidak melebar. Selanjutnya EUS lebih
terj adi superinfeksi bakteri. sensitif dibandingkan US transabdominal atau CT untuk
Kolesistitis akut juga dapat disebabkan lumpur batu batu dengan diameterkurang dari I cm.
empedu.(kolesistitis akalkulus). Komplikasi lain seperti Beberapa studi memperlihatkan EUS dan ERCP tidak
ikterus, kolangitis, dan pankreatitis dibahas pada menunjukkan perbedaan dalam hal nilai sensitivitas,
penanganan batu saluran empedu. spesifisitas, nilai prediktif negatif maupun positif. Secara
keseluruhan, akurasi EUS dan ERCP untuk batu saluran
empedu juga tidak memperlihatkan perbedaan bermakna.

DIAGNOSIS Walaupun demikian, angka kejadian komplikasi ERCP


lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan EUS.
Sebelum dikembangkannya pencihaan mutakhir seperti Kesulitan pemeriksaan EUS dapat terjadi bila ada striktur
ultrasound ( US), sejumlah pasien dengan penyakit batu pada saluran cerna bagian atas atau pasca reseksi gaster.
empedu sering salah didiagnosis sebagai gastritis atau Sayangnya teknik pencitraan ini belum banyak diikuti oleh
hepatitis berulang seperti juga didapatkan sebanyak 60% praktisi kedokteran di Indonesia sebab hal ini berhubungan
pada penelitian di Jakarta yang mencakup 74 pasien dengan dengan masalah latihan, pengalaman, dan tersedianya
bafu saluran empedu. instrumenEUS.
Dewasa ini US merupakan pencitraan pilihan pertama
untuk mendiagnosis batu kandung empedu dengan M agnetic Resonance Ch o I ang i opa ncreatog ra phy
sensitivitas tinggi melebihi 95% sedangkan untuk deteksi (MRcP)
batu saluran empedu sensitivitasnya relatif rendah berkisar MRCP adalah teknik pencitraan dengan gema magnet
antara l8-74o/o. tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi
Pada satu studi di Jakartayangmelibatkan 325 pasien ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai
PENYAIflTBAruEMPEDU 723

struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal kemudian diikuti oleh senter-senter lain.
tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat Selama kurun waktu empat tahun (1991-1994) bedah
sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu laparoskopik telah dikerjakanpada 2687 pasien di empat
dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok senter di Indonesia dan kolesistektomi laparoskopik
untuk mendiagrrosis batu saluran empedu. merupakan indikasi tersering dengan total sebanyak220l
Studi terkini MRCP menunjukkan nilai sensitivitas kasus. Konversi ke kolesistektomi konvensional
antar a 9 l%o samp ai dengan I 0 |oh, nilai spe s ifi sitas antara dibutuhkan pada 2,7-6,2olo pasien. Hal itu terutama
92o/o sampai dengan 100% dan nilai prediktif positif antara disebabkan kesulitan dalam mengenali anatomi.
93% sampai dengan 100%opada keadaan dengan dugaan Dewasa ini di beberapa rumah sakit, kolesistektomi
batu saluran empedu. Nilai diagnostik MRCP yang tinggi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk
membuat teknik ini makin sering dikerjakan untuk diagno- pengangkatan kandung empedu simtomatik. Kelebihan
sis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka
pasien dengan kemungkinan kecil mengandung batu. operasi kecil (2- 10.mm) sehingga nyeri pasca bedah mini-
MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan mal. Selain itu, dari segi kosmetik luka parut yang kecil
dengan ERCP. Salah satu manfaat yang besar adalah yang akan tersembunyi di daerah umbilikus telah membuat
pencitraan saluran empedu tanpa risiko yang berhubungan bedah laparoskopik dianggap sebagai bedah yang lebih
dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi. bersahabat kepada pasien.
' Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu Komplikasi cedera saluran empedu dari teknik ini yang
bukan merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya umumnya terjadi pada tahap belajar dapat diatasi pada
bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat sebagian besar kasus dengan pemasangan stent atalu
berfungsi sebagai sarana diagnostik dan terapi pada saat kateter nasobilier dengan ERCP.
yang sama.

PENATALAKSANAAN BATU SALU RAN EM PEDU


PENANGANAN BATU KANDUNG EMPEDU
ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterotomi
Penanaganan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu
tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien dengan batu tanpa operasi pertama kali dilakukan tahunl974. Sejak itu
asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, teknik ini telah berkembang pesat dan menjadi standar
besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.
timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti Selanjutnyabatu di dalam saluran empedu dikeluarkan
timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara
dapat elektif. Hanya sebagian kecil yang akan mengalami yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum
simtom akut (kolesistitis akut, kolangitis ,pankreatitis, dan sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan
karsinoma kandung empedu). melalui mulut bersama skopnya.
Untuk batu kandung empedu simtomatik, teknik Pada awalnya sfingterotomi endoskopik hanya
kolesistektomi laparoskopik yang diperkenalkan pada akhir diperuntukkan pada pasien usia lanjut yang mempunyai
dekade 1980 telah menggantikan teknik operasi batu saluran empedu residif atau tertinggal pasca
kolesistektomi terbuka pada sebagian besar kasus. kolesistektomi atau mereka yang mempunyai risiko tinggi
Kolesistektomi terbuka masih dibutuhkan bila untuk mengalami komplikasi operasi saluran empedu.
kolesistektomi laparaskopik gagal atau tidak Pada kebanyakan senter besar ekstraksi batu dapat
memungkinkan. dicapai pada80-90Yo dengan komplikasi dini sebesar 7-
Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan l0o/o dan mortalitas l-2Yo.Komplikasi penting dari
invasif minimal di dalam rongga abdomen dengan sfingterotomi dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut,
menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera dan perdarahan, dan perforasi.
intrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan Keberhasilan sfingterotomi yang begitu mengesankan
menyentuh langsung kandung empedurya. Sejak pertama ini dan kehendak pasien yang kuat telah mendorong
kali diperkenalkan, teknik bedah laparoskopik ini telah banyak senter untuk memperluas indikasi sfingterotomi
memperlihatkan keurggulan yang bermakna dibandingkan endoskopik terhadap orang dewasa muda dan bahkan
dengan teknik bedah konvensional. pasien dengan kandung empedu utuh dengan masalah
Rasa nyeri yang minimal, masa pulih yang cepat, masa klinis batu saluran empedu.
rawat yang pendek dan luka parut yang sangat minimal Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta,
merupakan kelebihan bedah laparoskopik. sfingterotomi endoskopik telah mulai dikerjakan pada tahun
Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, metode 1983, tetapi perkembangannya belum merata ke semua
kolesistektorni laparoskopik telah dimulai tahun l99l dan senter karena ERCP terapeutik ini membutuhkan
724 HEPAIOBII IER

keterampilan khusus dan jumlah pasien yang adekuat serta endoskopik tambahan telah dilakukan pada 45 pasien
alat fluoroskopi yang memadai untuk mendapatkan hasil dengan batu saluran empedu sulit.
foto yang baik.
Pada satu penelitian di Jakarta tahun 1 99 1 keberhasilan
ekstraksi batu saluran empedu dengan teknik non-operatif PENANGANAN KOLANGITIS DAN PAKREATITIS
ini didapatkan pada 123 (85%) dari 142 kasus dengan BATU
komplikasi 10%.
Penyulit batu saluran empedu yang sering ditemukan di
klinis adalah kolangitis akut dan pankreatitis bilier akibat
batu saluran empedu terjepit di muara papila Vater.
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu
Keberhasi lam Sfin gterotomi 142 98 saluran empedu karena adanya obstruksi dan invasi bakteri
Saluran empedu bersih 123 87 empedu. Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik adalah
Keberhasilan keseluruhan 123 B5
trias Charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan
Komplikasi 14 10
atas, ikterus, dan demam yang didapatkan pada 50oZ kasus.
Lesmana LA 1991
Kolangitis akut supuratif adalah trias Charcot yang disertai
hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.
Spektrum dari kolagitis akut mulai dariyang ringan,
BATU SALURAN EMPEDU SULIT
yang akan membaik sendiri, sampai dengan keadaatyatg
membahayakanjiwa di mana dibutuhkan drainase darurat.
Yang dimaksud dengan batu saluran empedu sulit adalah
Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a)
batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu, atau batu
memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian
yang terletak di atas saluran empedu yang sempit. Untuk
cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit, b)
mengeluarkan batu empedu sulit, diperlukan beberapa
terapi antibiotik parenteral, dan c) drainase empedu yang
prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi
tersumbat. Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan
seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik, litotripsi
keunggulan drainase endoskopik dengan angka kematian
laser, electro-hydraulic shock wave lilhotripsy, darr
yangjauh lebih rendah dan bersihan saluran empedu yang
extracorporeal shock wave lithotrupsy. Bila usaha
lebih baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan
pemecahan batu empedu dengan berbagai cara di atas
kontrol memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian
gagal sedangkan pasien mempunyai risiko operasi tinggi
dengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan
maka dapat dilakukan pemasangan stent bllier
operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang
perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit.
berat.Oleh karenanya ERCP merupakan terapi pilihan
Pada electrohydraulic atat pulse dye laser lithotripsy
pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada kolangitis
pemecahan batu dikerjakan melalui koledokoskopi per oral
akut yang tidak respons terhadap terapi konservatif.
dengan sistem mother-baby scope. Stent bllier dapat
(Gambar2)
dipasang di dalam saluran empedu sepanjang batu besar
atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan drainase
empedu. Pada satu penelitian di Jakarta prosedur
Kolangitis
I

i
I

45 pasien dengan batu saluran empedu sulit


Resusitasi/antibiotika IV

Bebas batu dengan L[I Beba s ba lu d engan b lier + +


32 pasien EHL s en Membaik memburuk
atau LL
7 pasien
t +
ERCP elektif ERCP darurat
lak lerpantau
11 pas ien ] I
Drainase dan
bersihan batu

I
Kolesistektomi laparoskopik
Gambar 1. Hasil akhir batu empedu sulit, menggunakan litotripsin
mekanik (LM) Electro-Hydraulic Lithotrypsl (EHL), Litotripsi Gambar 2. Alur penanganan endoskopik
Laser (LL), dan Stent Bilier. (Lesmana L A., 1999) pada kolangitis. (Carr-Locke DL, 2002)
PET{YAKITBAruEMPEDU 725

Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu raphy versus cholangiography for the diagnosis of
akut baru akan terjadi bila ada obstruksi transien atau chledocholithiasis. Gastrointest Enosc 1998;47:439-48.
Carr-Locke DL. Therapeutic role of ERCP in the management of
persisten di papila Vater oleh sebuah batu. Batu empedu
suspected common bile duct stones. Gastrointest Endosc
yang terjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau
2002;56(Suppl): S 170-S 174.
menambah beratnya pankreatitis. Cotton PB, Forbes A, Leung JWC, Dineen L. Endoscopic stenting
Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan for longterm treatment of bile duct stones:2-to 5-year follow-
pankreatitis bilier akut yang ringan menyalurkan batunya up. Gastrointest Endosc 1987 ;33:4lI-2.
secara spontan dari saluran empedu ke dalam duodenum Coton PB, Vallon AG. British experience with duodenoscopic sphinc-
pada lebih dari 80% dan sebagian besar pasien akan terotomy for removal ofbile duct stones. Br J Surg 1981;68:373-
5.
sembuh hanya dengan terapi suportif kolangiografi.
Einstein DM, Lapin SA, Ral1s PW, Halls JM. The insensitivity of
Sesudah sembuh pada pasien ini didapatkan insidensi
sonography in the detection of choledocholithiasis. AJR 1984;
yang rendah kejadian batu saluran empedu sehingga tidak 142: 725-8.
dibenarkan untuk dilakukan ERCP rutin. Escourrou J, Cordova JA, Lazorthes F, Frexinos J. Early and late
Sebaliknya, sejumlah studi menunjukkan bahwa pasien complications after endoscopic sphincterotomy for biliary lithi-
dengan pankreatitis bilier akut yang berat akan mempunyai asis with and without the gall bladder "in situ". Gut 1984;25:596-

risiko tinggi untuk mempunyai batu saluran empedu yang 602.


Gross BH, Harter LP, Gore RM, et aI. Ultrasonic evaluation of
tertinggal bila kolangiografr dilakukan pada tahap dini
common bile duct stones: prospective comparison with
sesudah serangan. Beberapa studi terbuka tanpa kontrol
endoscopic retrorade cholangiopancreatography. Radiology
memperlihatkan sfingterotomi endoskopik pada keadaan 1983 ;146:471-4.
ini tampaknya amar, dan disertai penurunan angka Ho KJ, Hsu SC, Chen JS, Ho LHC. Human biliary B-glucuronidase:
kesakitan dan kematian' correlation of its activity with deconjugation of bilirubun in the
Data satu studi retrospektif di Jakarta pada22 pasien bile. Eur J Clin Invest 1986;16:361-7.
dengan pankreatitis bilier akut juga memperlihatkan Kawada N, Takemura S, Minamiyama Y et.al.Pathophysiology of
acute obstructive cholangitis. J Hepato Bil Pancr Sur$1996;3:4-
sebagian besar pasien respon terhadap terapi konservatif
8.
sehingga tindakan dekompresi darurat tidak diperlukan.
Lai EC, Mok FB Tan ES, Lo CM, Fan ST, You K! et.al.Endoscopic
Sebaliknya tindakan sfingterotomi endoskopik dini pada biliary drainage for severe acute cholangitis. N Engl J Med
empat pasien dengan batu terjepit di papila sangat 1992;326:1582-6.
bermanfaat dan cukup aman. Penemuan ERCP pada 22 Leese I Neoptolemos JP, Carr-Locke DL. Success, failures, early
pasien dengan pankreatitis bilier akut ini terlihat pada complications and their management following endoscopic
Tabel2. sphincterotomy: results in 394 consecutive patients from a
single center. Br J Surg 1985;72:215-9.
Lesmana LA. Peran endoskopi pada pankreatitis bilier akut.
Ropanasuri 1997 ;25:ll-4.
Lesmana LA, Tjokrosetio N, Nurman A, Noer HMS. Sfingterotomi
endoskopik pada batu saluran empedu: hasil akhir pada 145
'18 kasus. Konas V PGI-PEGI, Medan,1991
PapilaVateri robek 82
Batu terjepit di papila 4 18 Lesmana LA. Clinical and biochemical aspects of choledocholithi-
Pelebaran duktus koledokus 21 95 asis. Thesis. Amsterdam, 1989.
Batu saluran empedu 10 45 Lesmana LA. Endoscopic management of bile leaks after
Kolelitiasis 11 50 laparoscopic cholecystectomy.Med J Indones 1998:7:l6l-4.
Kelainan duktus pankreas 0 0
Lesmana LA. Endoscopic management of difficult copmmon bile
duct stones. Med J Indones 1999;8:246-51.
Liquory CL, Bonnel D, Canard JM, Cormud F, Dumont JL
Intracorporeal electrohydraulic shock wave lithotripsy of the
common bile duct stones; preliminary results in 7 cases. Endo-
REFERENSI scopy 1987;237-40.
Lund J. Surgical indication in cholelithiasis: prophylactic
Almadsyah I.Bedah laparoskopik. Postgraduate Course. Update in cholesistectomy elucidated on the basis of long-term follow-up
Medicine: Special Current Issues, KKPIK FK-UI, 2002. on 526 non-operated cases. Ann Surg 1960:151;153-62.
Ahmadsyah I. Perkembangan bedah laparoskopik di Indonesia. Maki T, Masushiro I Susuki N. Pathogenesis of calcium bilirubinate
Ropanasuri 1996:24;l -6. stone. In: Okuda, Nakayama F, Wong J, eds. Prog in Clin Biol
Barbara L, Sama C, Morselli-Labate AM, Taroni F, Rusticali AG, Res Intrahepatic calculi. New York: Alan R Liss Inc
Festi D, et.al. A population study on the prevalence of gallstone I 984; 1 52:8 I -90.
disase: the Sirmione study. Hepatology 1987;7:973-9. Maki T, Matsushiro T, Suzuki N. Clarification of the nomenclature
Binmoeller KF, Bruckner M, Thonke F, Soehendra N. Treatmbnt of of pigmen gallstone. Am J Surg 1982;144:302-5.
difficult bile duct stones using mechanical, electrohydraulic and Mitchell SE, Clark RA. A comparison of computed tomography and
extracorporeal shock wave lithotripsy. Endoscopy 1993 ;25 :201 - sonography in chledocholithiasis. AJR 1984;142:7 29 -33.
6. Neoptolemos JP, Carr-Locke DL, London NJ, Bailey IA, James D,
Canto MI, Chak A, Sellato I Sivak MV Jr. Endoscopic ultrasonog- Fossard DF. Controlled trial of urgent endoscopic retrograde
726 HEFAIOBILIER,

cholangio-pancreatography and endoscopic sphincterotomy


versus conservative treatment for acute pancreatitis due to
gallstones. Lancet 1988;2:979-83.
Reihold C, Taourel P, Bret PM, Cortas GA, Mehta SN, Barkun AN,
et.al. Choledocholithiasis: evaluation of MR cholangiography
for diagnosis. Radiology 1998;209 :435-42.
Siegel JH, Rodriquez R, Cohen SA, et.al. Endoscopic management
of cholangitis: critical review of an alternative techhique and
report of a large series. Am J Gastroenterol 1994;89:1142-6.
Soto JA, Barish MA, Alvaresz O, Medina S. Detection of
choledocholithiasis with MR cholangiography: comparison of
three-dimensional fast spin-echo and single :and multisection
half-Fourier rapid acquisition with relaxation enhancement
sequences. Radiology 200;21 5 :7 31 -45.
SteerML. Classification and pathogenensis of pancreatitis. Surg
Clin North Am 1989;69:467-80.
116
TUBERKULOSIS PERITONEAL
Lukman Hakim Zain

PENDAHULUAN dideteksi ada TBC parunya. Pada saat ini dilaporkan


bahwa kasus tuberkulosis peritoneal di negara maju
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peri- semakin meningkat. Di Kanada dilaporkan pada tahun
toneum parietal atau viseralyangdisebabkan oleh kuman 1988 ditemukan 81 kasus tuberkulosis abdominal, 4l
Ittfycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai kasus diantaranya mempakan tuberkulosis peritoneal.
seluruh peritoneum dan alat-alat sistem gastrointestinal, Penyakit ini meningkat sesuai dengan meningkatnya
mesenterium, serta organ genitalia interna. Penyakit ini insidens AIDS di negara maju.
jar4ng berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan Di Asia danAfrika dimana tuberkulosis masih banyak
proses tuberkulosis di tempat lain terutama dari paru, dijumpai, tuberkulosis peritoneal masih merupakan
namun seringkali ditemukan pada waktu diagnosis masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di
ditegakkan, proses tuberkulosis di paru sudah tidak RS King EdwardII DurbanAfrika Selatan ditemukan 145
kelihatan lagi. kasus tuberkulosis peritoneal selama periode 5 tahun (1984
Tuberkulosis peritoneal masih sering dijumpai di - 1988) dengan cara peritoneoskopi. Daldiyono,
negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, menemukan sebanyak 15 kasus di rumah sakit Dr. Cipto
sedangkan diAmerika dan negara Barat lainnyawalaupun Mangunkusumo Jakarta, selama periode 1968 - 1972 dan
jarang, ada kecenderungan meningkat dengan Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979
meningkatnya jumlah pasien AIDS dan imigran. Karena menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosis peritoneal.
pefalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan- Di Medan, Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode
lahan dan manifestasi klinisnya tidak khas, tuberkulosis 1993- 1995. Sandicki dkk di Turki melaporkan 135 kasus
peritoneal sering tidak terdiagnosis atau terlambat tuberkulosis peritoneal dengan pemeriksaan
ditegakkan, sehingga meningkatkan angka kesakitan dan peritoneoskopi.
angka kematian. Tidak jarang penyakit ini mempunyai
keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau
neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu PATOGENESIS
menonjol.
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui
beberapa cara:

INSIDENSI
l. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru.
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi.
Secara umum tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai 3. Dari kelenjar limfe mesenterium.
pada perempuan dibandingkan pria dengan 4. Melalui tuba fallopii yang terinfeksi.
perbandingan 1,5 : I dan lebih sering pada dekade ke 3 Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi
dan 4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai pada 2%o darl bukan seba gai akibat penyebaran perkontinuitatum, tetapi
seluruh tuberkulosis paru dan 59,8y, dari tuberkulosis sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada
abdominal. Peneliti lain melaporkan dari 91 pasien peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen
tuberkulosis peritoneal, hanya 2 pasien (2,1%o) yang proses primer terdahulu.

727
728 HEFATIOBILIER,

PATOLOGI Pada pemeriksaan fisis gejala yang sering dijumpai


ialah: asites, demam, pembengkakan perut dan nyeri, pucat
Dikenal tiga bentuk tuberkulosis peritoneal yaitu: dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan
Bentuk eksudatif. Dikenal juga dalam bentuk yang basah umum pasien bisa masih cukup baik, sampai kedaan yang
atau bentuk dengan asites yang banyak. Gejala yang kurus dan kahektik. Pada perempuan sering dijumpai
menonjol adalah perut yang membesar dan berisi cairan tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis
asites. Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. pada ovarium atau tuba, sehingga pada pemeriksaan alat
Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih genitalia bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang
kekuning-kuningan nampak tersebar di peritoneum atau sering sukar dibedakan dari kista ovarii.
pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
Benttrk ini paling dijumpai (95,5%).
DIAGNOSIS
Bentuk adesif. Dikenal juga dengan bentuk kering atau
palastik. Cairan asites tidak banyak dibentuk. Usus
dibungkus oleh peritoneum dan omentum yang mengalami Laboratorium
reaksi fibrosis. Pada bentuk ini terdapat perlengketan- Pada pemeriksaan darah sering ditemui anemia penyakit
perlengketan antara peritoneum dan omentum. kronik, leukositosis ringan atau leukopenia, trombositosis
Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering dan sering dijumpai laju endapan darah (LED) yang
memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang meningkat. Sebagian besar pasien mungkin negatif uji
terbentuk fisitel. tuberkulinnya. Uji faal hati terganggu dan sirosis hati tidak
jarang ditemui bersama-sama dengan tuberkulosis perito-
Bentuk campuran. Bentuk ini kadang-kadang disebut
bentuk kista. Pembentukan kista terjadi melalui proses neal.
eksudasi dan adesi sehingga terbentuk cairan dalam Pemeriksaan cairan asites umurnnya memperlihatkan
kantong-kantong perlengketan tersebut. eksudat dengan protein > 3 g/dl. Jumlah sel di antara 100-
Pada kedua bentuk di atas peritoneum penuh dengan 3000 seVml, biasanyalebih dari 90% limfosit. LDHbiasanya
nodul-nodul yang mengandung jaringan granuloma dan meningk4t. Cairan asites yang purulen dapat ditemukan,
tuberkel. begitu juga cairan asites yang bercampur darah
(serosanguineus). Basil tahan asam didapati hasilnya
kurang dari 5o/o yang positip dan kultur cairan ditemukan
kurang dari 20 o/o yarg positip. Ada beberapa peneliti
GEJALAKLINIS
yang mendapatkan hampir 66 % kultur BTApositip yang
akan meningkat sampai 83% bila menggunakan kultur
Gejala klinis bervariasi, umunya keluhan dan gejala iimbul
cairan asites yargtelah disentrifuge dengan jumlah cairan
perlahan-lahan, sering pasien tidak menyadari keadaan ini.
lebih dari 1 liter. Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr Cipto
dalamwaktu4-8 minggu.
Mangrmkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu sampai
Perbandingan albumin serum asites pada tuberkulosis
2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu.
peritoneal ditemukan rasionya <l,l grldl namun hal ini
Keluhan yang paling sering ialah; tidak ada nafsu
dapat juga dijumpai pada keadaan keganasan, sindrom
makan, batuk dan demam. Variasi keluhan-keluhan pasien
tuberkulosis peritoneal menurut beberapa penulis adalah
nefrotik, penyakit pankreas, kandung empedu atau
jaringan ikat. Bila ditemukanrasionya > 1,1 grldl merupakan
sbb:
cairan asites akibat portal hipertensi.
Perbandingan glukosa asites dan darah pada
tuberkulosis peritoneal tersebut < 0,9 6, sedangkan pasien
asites dengan penyebab lain rasionya > 0,96. Pemeriksaan
Sulaiman A Sandikci dkk Manohar dkk
cairan asites lain yang sangat membantu diagnosis
1975 - 1979 (135 ps) 1984-1988 tuberkulosis peritoneal, cepat dan non invasif adalah
(30 ps) % (45 ps) % pemeriksaan adenosin deaminase activity (ADA),
Sakit perut 57 82 359 interferon gamma (IFNy), dan PCR. Menurut Gimene dkk
Pembengkakan 50 96 73 1 nilai ADA lebih dari 0,40 uKat/l mempunyai sensitivitas
perut
100% dan spesifisitas 99oh wrtuk mendiagnosis
Batuk 40
Demam 0 69 53S tuberkulosis peritoneal. Menurut Gupta dkk nilai ADA 3 0
Keringat malam 6 n/l mempunyai sensitivitas 100%o dan spesifisitas 94,lyo,
Anoreksia 30 ;3 +og serta mengurangi positip palsu dari sirosis hati atau
Kelelahan 23 76
Berat badan turun 23 80 44 I keganasan karenanilaiADA nya14+ 10,6 u,4.
Mencret 20 HaftaA dkk melalnrkan penelitian untuk membandingkan
TUBERKUI.OSIIT PERITONEAL 729

konsentrasi ADA pada pasien tuberkulosis peritoneal, CT Scan. Pemeriksaan CT Scan untuk tuberkulosis
tuberkulosis peritoneal dan sirosis hati. Didapatkan hasilnya peritoneal tidak ada suatu gambarat yang khas, secara
l3l,l + 38,1 u/1, 29 * 18,6 u/1, dan 12,9 +7 u/1. Pada asites umum ditemukan gambaran peritoneum yang berpasir.
yang konsentrasi proteinnya rendah nilai ADA nya akan Rodriguez dkk melakukan suatu penelitian yang
rendah sehingga dapat menyebabkan negatif palsu. Oleh membandingkan tuberkulosis peritoneal dengan karsinoma
sebab itu pada kasus seperti ini dapat dilakukan pemeriksaan peritoneal. Didapatkan penemuan yang paling baik untuk
IFNy. membedakannya dengan melihat gambaran CT scan
Fathy ME melaporkan angka sensitivitas IFNy90,9%, terhadap peritoneum parietalis. Bila peritoneumnya licin
ADA 81,8% dan PCR 36,3yo dengan masing-masing dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang
spesivisitas 100% untuk mendiagnosis tuberkulosis jelas menunjukkan gambaran tuberkulosis peritoneal,
peritoneal. Bhargava dkk melakukan penelitian terhadap sedangkan karsinoma peritoneal terlihat adanya nodul
konsentrasi ADA pada cairan asites dan serum pasien yang tertanam dan penebalan peritoneum yang tak terahu.
tuberkulosis peritoneal. KonsentrasiADA 36 u/lpada cakan
Peritoneoskopi. Peritoneoskopi cara yang terbaik untuk
asites dan 54 M pada serum dan perbandingan konsentrasi
mendiagnosis tuberkulosis peritoneal. Tuberkel pada
ADA pada asites dan serum > 0,984 mendukung
peritoneum yang khas akan terlihatpada lebih dai90%
diagnosis tuberkulosis peritoneal.
pasien dan biopsi dapat dilakukan dengan teratah,
Pemeriksaan yang lain adalah mengukur konsentrasi
selanjutnya dilalorkan pemeriksaan histologi. Pada tuberkel
CA-125 (cancer antigen 125). CA-125 merupakan antigen
peritoneal ini dapat ditemui BTA hampir 75%o pasien
yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan
tuberkulosis peritoneal. Hasil histologi yang penting adalah
pada ovarium orang dewasa normal namun dilaporkan juga
didapatnya granuloma. Yang lebih spesifik lagi adalah jika
meningkat pada kista ovarium, gagal ginjal kronis, penyakit
didapati granuloma dengan perkejuan.
autoimun, pankreas, sirosis hati dan tuberkulosis
Gambaran yang dapat dilihat pada tuberkulosis
peritoneal.
Zain LH di medan menemukan pada 8 kasus
peritoneal '.

1). Tuberkel kecil ataupun besar pada dinding peritoneum


tuberkulosis peritoneal dijumpai konsentrasi CA-125
atau pada organ lain dalam rongga peritoneum seperti hati,
meninggi dengan konsentrasi rala-tata370,7 u/ml (66,2-
omentum, ligamentum atau usus; 2). Perlengketan di afiara
907 u/ml). Dengan demikian disimpulkan bahwa bila
usus, omentum, hati, kandung empedu dan peritoneum;
dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan
3). Penebalanperitoneum; 4). Adanya cairan eksudat atau
asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit dominan
purulen, mungkin cairan bercampur darah.
maka tuberkulosis peritoneal dapat dipertimbangkan
Walaupun dengan cara peritoneoskopi tuberkulosis
sebagai diagnosa.
peritoneal dapat dikenal dengan mudah namun
Beberapa peneliti menggunakan CA-125 untuk melihat
gambarannya dapat menyerupai penyakit lain seperti peri-
respon pengobatan seperti yang dilakukan Mas MR dkk
tonitis karsinomatosis. Karena itu pengobatan baru
yang menemukan CA-125 sama tingginya dengan kanker
diberikan bila hasil pemeriksaan histologi menyokong
ovarium 475,80 + 106,19 u/ml dan setelah pemberian obat
suatu tuberkulosis peritoneal. Kadang-kadang
antituberkulosis konsentrasi serum CA 125 menjadi 20,80
peritoneoskopi tidak dapat dilakukanpztda kasus dengan
t 5, 1 8 u/ml (normal < 3 5 u/ml) setelah 4 bulan pengobatan perlengketan jaringar, yang luas, sehingga trokar sulit
antituberkulosis.
dimasukkan. Pada keadaan seperti itu sebaiknya dilakukan
Teruya dkk pada tahun 2000 di Jepang menemukan
laparatomi diagnostik.
peningkatan konsentrasi CA l9-9 pada serum dan cairan
asites pasien tuberkulosis peritoneal, setelah diobati Laparatomi. Dahulu laparatomi eksplorasi merupakan
selama 6 minggu dijumpai pemrrunan menjadi normal. tindakan diagnosis yang sering dilakukan, namun saat ini
banyak penulis menganggap pembedahan hanya
dilakukan jika cara lain yang lebih sederhana tidak
Pemeriksaan Penunjang
memberikan kepastian diagnosis atau jika dijumpai indikasi
[Jltrasonografi. Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang mendesak seperti obstruksi usus.
dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang
bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong).
Menurut Ramaiya dan Walter gambaran sonografi PENGOBATAN
tuberkulosis peritoneal yang sering antara lain, cairanyang
bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam Pengobatannya sama dengan tuberkulosis paru. Obat-
abdomen, massa di daerah ileosekal danpembesaran kelenjar obatan seperti streptomisin, NH, etambutol, rifampisin,
limfe retroperitoneal. Adanya penebalan mesenterium, pirazinamid memberikan hasil yang baik, perbaikan akan
perlengketan lumen usus dan penebalan omenfum, dapat terlihat dalan waktu 2bulat Lama pengobatan biasanya
dilihat dan harus diperiksa dengan seksama. mencapai 9 bulan sampai l8 bulan atau lebih.
730 HEPAIIOBILIER

Beberapa penulis berpendapat kortikosteroid dapat Ibrahim G, Gelzayd B, Demantia F, etal. CA-125 tumor associated
mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi antigen in a patien with tuberculous peritonitis. Available from:
terjadinya asites. Terbukti juga kortikosteroid dapat http : //www.medscape. com/SMA/SMJ/ 1 999Y 92nri I
smj921 1.13.ibra/pntsmj921 13.ibra.html.
1
mengurangi angka kesakitan dan kematian, namun
Isaev GB, Guseinov SA, Gasanov VM, Aliva EA'Mirzoev EB.
pemberian kortikosteroid harus dicegah pada daerah Diagnosis and treatment of tuberculos peritonitis. Khiruggiia
endemis dimana terjadi resistensi terhadap mikobakterium (Mosk). 1999;'7:16-8.
tuberkulosis. Jakubowski A, Elwood RK, Enarson DA. Clinical features of
abdominal tuberculosis. J Infect Dis. 1988;158 (4):687-92.
Lyche KD. Miscelaneous disease of the peritonium and mesentery,
In: Grendell Jh, Mc Quaid KR, Friedman SL, editors. Current
PROGNOSIS diagnosis and treatment gastroenterology. New York: Prentice
Hall International; 1996. p. 144-5.
Prognosis tuberkulosis peritoneal cukup baik bila diagno- Mas MR, Comert B, Saglamkaya Y, Ca 125 a new marker for
sis dapat ditegakkan dan biasanya akan sembuh dengan diagnosis and follow up patients with hrberculous peritonitis. Dig
pengobatan anti tuberkulosis yang adekuat. Liber dis. 2000:32:595-7.
Manohar A, Simjee AE, Haffejee AA, Pettengell KE. Symptom and
investigative frndings in 145 patients with tuberculous perionitis
diagnosed by peritoneoscopy and biopsy over a five year period.
REFERENSI Gut.1990;31:1130-2.
Nafeh MA, Medhat A, Abdul Hameed AG, et al. Tuberculous
Ahmad M. Tuberculous peritonitis: fatality associated with delayed perionitis in Egypt: the value of laparoscopy in diagnosis. Am J
diagnosis. South Med J. 1999:92:406-8. Trop Med Hyg. 1992;47(4):470-7 (abstract).
Alrajhi AA, Halim MA, Al-hokail, et al. Corticosteroid treatment Ramaiya LI, Walter DF. Sonographic features of tuberculous
of peritoneal tuberculosis. Clin infect Drs. 1998:27:52-6. peritonitis. Abdom Imaging. 1993;18 (1):23-6 (abstract).
Bhargava DK, Gupta M, Nijhawan S, Dasarathy S. Adenosin Rodriguez E, Pombo F. Peritoneal tuberculosis versus peritoneal
deaminase activity in peritoneal tuberculosis: diagnostic value carsinomatosis distingtion based on CT findings. J Conput
in ascitic fluid and serum. Tubercle. 199071:12l-6. assistttomogr. 199 6 ;20 :269 -'l 2,
Daniel. TM tuberculous peritonitis. Harrison's principles of Rosengat TK, Coppa GF. Abdominal mycobacterial infection in
internal medicine. 16ti edition. New York: MC Graw Hill Book immuno-compromised patients. Am J Surg. 1990;159 (l):125-
Co; 2005. p. 712. 31.
Ellis H. Primary and special types of peritonitis. In: Schawarz S, Sandikci MU, Colakoglu B, Ergun Y, et al. Presntation and role of
Ellis H, Hussic WC, editors. Maingots abdominal operations. l"t peritoneoscopy in the diagnosis of tuberculous peritonitis. J
edition. New York: Prenticehall International inc; 1990:355-6. Gastroenterol Hepatol. 1992;7 (3):298-301 (abstract).
Fathy EM, EL Salam FA, Lashin AH. et al. A comparative study of Spiro HM. Peritoneal tuberculosis. Clinical gastroenterologi. l4th
different procedures for diagnosis of tuberculosis ascites. Avail- edition. London: Mc Graw Hill Inc; 1993. p. 551_2.
able from:http //www.memberstripod. com./ej imunolo gylprvious/
: Sulaiman HA. Peritonitis tuberkulosis. Gastroenterologi hepatologi.
jan 99-9.html. Jakarta: Infomedika; 1990. p. 456-61.
Fox E. Tuberculous perionitis. Hunter's tropical medicine. 8'h Teruya JU, Deguchi S, Takeshima Y, Nakachi A, Muto Y. Tubercu-
edition. London: WB Saunder Co; 2000. p. 503-4. lous peritonitis with high level of Ca I9-9 in serum acitic fluid-
Gupta VK, Mukherjee S, Dutta SK, Mukherjee P. Diagnostic Jpn J Gastroenterol Surg. 2000;33:230-4.
evaluation of ascitic adenosine deaminase activity in tubercular Varon J. Corticosteroid for tuberculosis Available from: http://
perionitis. J Assoc Physicians India. 1992;40 (6):387-9 www.postgrandm ed. com./issues / 2000 I 0 4 -00 I cc-cc-aproo.htm.
(abstract). Yanshan Xue, Zhi ji, Xiumei liu. Form of peritoneal ostosis by
Hafta A. Adenosin deaminase activity in the diagnosis of peritoneal tuberculosis: CT findings with pathologic correlation Available
tuberculosis with cirrhosis. http://wwwcu.edu.trl fabitercrltfltfdl from: http// www.Cmj. org/xueyanshanz:htm.
:

97 -2-9.htm. Zain LH. Peran analisis cairan asites dan serum Ca 125 dalam
mendiagnosa TBC peritoneum. In: Acang, Nelwan RHH,
Syamsuru W, editors. Padang: KOPAPDI X; 1996. p. 95.
tt7
PANKREATITIS AKUT
A. Nurman

PENDAHULUAN pernapasan; tetapi pada umuflmya keadaan toksik ini sef


I imit e d bila tidak terdapat nekrosis pankreas.

Pankreatitis adalah reaksi peradangan pankreas. Secara Bilamana pankreas mengalami nekrosis apalagi bila
klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut nekrosisnya luas, keadaan toksik yang sistemik ini akan
disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. menetap. Penyebab keadaan ini belum jelas, tetapi yang
Peg'alanan penyakitnya sangat bervariasi dari ringan yang pasti adalah adanya enzim-enzim pankreas serta toksin-
self limited sampai sangat berat yang disertai dengan toksin dan timbulnya infeksi sekunder pada jaringan
renjatan dengan gangguan ginjal dan paru-paru yang pankreas yang mengalami nekrosis. Kematian terbesar
berakibat fatal. pasien pankreatitis akut terdapat pada pasien-pasien
Pada pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, pankreatitis akut dengan nekrosis pankreas yang
bahan-bahan vasoaktif dan bahan-bahan toksik lainnya mengalami infeksi ini.
keluar dari saluran-saluran pankreas dan masuk ke dalam
ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti
ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac dan rongga KLASIFIKASI
peritoneum. Bahan-bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi
yang luas. Penyulit yang serius dapat timbul seperti Pankreatitis akut dibagi atas: l. Pankreatitis akut; disini
kehilangan cairan yang banyak mengandung protein fungsi pankreas kembali normal, 2. Pan?,reatitis kronik,
(masuk ke rongga ke-3), hipovolemia, dan hipotensi. dimana terdapat sisa-sisa kerusakan yang permanen.
Bahan-bahan tersebut dapat memasuki sirkulasi umum Untuk menyempurnakan klasif,rkasi tersebut, pada
melalui jalur getah bening retroperitoneal dan jalur vena tah:ur,l, 1992 diadakan simposium internasional di Atlanta,

dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal Georgia, untuk mengembangkan sistem klasifikasi yang
pemapasan, gagal ginjal dan kolaps kardiovaskular. lebih berorientasi klinis.
Faktor-faktor yang menentukan beratnya pankreatitis Terdapat dua hal penting yang dicetuskan pada simposium
akut sebagian besar belum diketahui. Pada hampir 80% tersebut, yakni :
kasus pankreatitis akut, jaringan pankreas mengalami l. Indikator beratnya pankreatitis akut yang terpenting
inflamasi tetapi masih hidup; keadaan ini disebut adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan,
pankreatitis interstisial, sisanya + 20% mengalami nekrosis
insufisisiensi paru (PaOr< 60 mmHg), gangguan ginjal
pankreas atau peripankreas yang merupakan komplikasi
(kreatinin > 2 mgldl) dan perdarahan saluran cema
yang berat, mengancam jiwa dan memerlukan perawatan
bagian atas (>500 mU24 jam).Adanya penyrlit lokal
intensif. Nekrosis peripankreas diduga terjadi sebagai seperti nekrosis, pseudokista atau abses harus
akibat aktivitas lipase pankreas pada jaringan lemak dimasukkan sebagai komponen sekunder dalam
peripankreas; sedangkan penyebab nekrosis pankreas penentuan beratnya pankreatitis.
multi faktor, termasuk kerusakan mikrosirkulasi dan efek Sebelum timbulnya gagal organ atau nekrosis pankreas,
langsung enzim-enzim pankreas pada parenkim pankreas. terdapat2 kriteria dini yang harus diukur yakni kriteria
Pasien dengan pankreatitis interstisial dapat juga Ranson (Tabel5) danAPACIIE II.
menunjukkan toksisitas sistemik yang jelas dengan gagal Pentingaya kriteria-kriteria tersebut adalah untuk dapat

731
732 HEPATOBILIER

memberikan informasi sedini mungkin, pasien mana Di Indonesia penyakit ini sudah banyak dilaporkan,
yang paling besar kemungkinannya untuk berkembang sebelumnya jarang dilaporkan mungkin karena adanya
menjadi pankreatitis berat. Adanya tanda-tanda Ranson dugaan bahwa tingkat konsumsi alkohol masih sangat
> dalam 48 jam pertama dan atau > dari APACHE II rendah sehingga penyakit ini tidak terpikirkan.
merupakan tanda-tanda dini yang berharga mengenai Pasien-pasien dengan nyeri ulu hati hebat pada waktu
beratnya pankreatitis. yang lalu kebanyakan didiagnosis sebagai gastritis akut
2. Pankreatitis interstisial dapat dibedakan dari pankreatitis atau tukak peptik. Lesmana dkk pertama-tama melaporkan
nekrosis dengan memakai CT Scan abdomen. kasus-kasus pankreatitis akut karena batu empedu.
Perbedaan ini secara klinis penting karena pada Di negara Barat penyebab utama adalah pemakaian
umumnya pankreatitis nekrosis lebih berat daripada alkohol (80-90% pada pria) dan batu empedu (+ 7 S%pada
pankreatitis interstisial, dan disertai dengan gagal or- perempuan). (Lihat tabel 2) Kelompok ke-3 (+ 25%)
ganyang lebih lama, mempunyairisiko yang lebihtinggi penyebabnya tidak diketahui (idiopatik, mikrolitiasis ?).
untuk infeksi dan disertai dengan mortalitas yang lebih Ketiga penyebab ini merupakan 90o/o penyebab
tinggi. pankreatitis akut. Sisanya l0% (8) antara lain karena trauma
pada pankreas (tumpul atau tajam atau pada pembedahan
Pankreatitis dapat merupakan episode tunggal atau abdomen), tukak peptik yang menembus pankreas,
berulang. Tergantung pada beratnya proses peradangan obstruksi saluran pankreas oleh fibrosis atau konkrema,
dan luasnya nekrosis parenkim dapat dibedakan: l. penyakit-penyakit metabolik antara lain hiperlipo-
Pankreatitis akut tipe interstisial; terdapat nekrosis lemak proteinemia, hiperkalsemia (sarkoidosis, metastasis tulang,
di tepi pankreas dan edema interstisial; biasanya ringan hiperparatiroidisme), diabetes, gagal ginjal, hemo-
dan self limited. 2. ParT<reatitis akut tipe nekrosis yang kromatosis, pankreatitis herediter, kehamilan (0,025%),
dapat setemp at atat difus; terdapat korelasi antara derajal pemakaian obat-obat tertentu (tiazid, furosemid,
nekrosis pankreas dan beratnya serangan serta manifestasi kontrasepsi (?), steroid, azatiopit, isoniasid, tetrasiklin,
sistemiknya. salazopirin, asparginase, indometasin), infeksi virus,
Di antara kedua tipe ini terdapat benhrk arfiarayarg penyakit vaskular primer (misalnya SLE, periarteritis
secara klinis beratnya penyakit sedang-sedang saja; nodosa), akibatERCP.
nekrosis hanya sebagian dan sebagian besar pankreas Di negara Barat, pankreatitisjarang terjadi pada anak-
edem dan membengkak. Keadaan ini sering menjurus anak dan dewasa muda, dan kebanyakan disebabkan oleh
kepada timbulnya pseudokista dengan fungsi pankreas infeksi (parotitis, infeksi parasit misalnya askaris, giardia,
baik eksokrin dan endokrin terganggu selama beberapa klonorkis), trauma tumpul abdomen, kelainan bilier bawaan
waktu. atau obat-obatan.
Etiologi pankreatitis akut yang kami dapatkan pada 87
kasus dengan 94 episode pankreatitis akut selama l0 tahun
EPIDEMIOLOGI ( 1 985 -2005) dapat dilihat pada Tabel 1.

Bilamana dicari dengan sungguh-sungguh di antara


pasien dengan nyeri hebat di perut bagian atas, kasus
Frekuensi dan Penyebab
pankreatitis akan lebih sering ditemukan.
Insidens pankreatitis sangat bervariasi dari satu negara
Pengalaman kami selama 10 tahun (1995-2005)
ke negara yang lain dan juga di satu tempat dengan tempat
memrnjukkan penyebab yang bervariasi (Tabel 1), yang
lain di dalam negara yang sama. Hal ini disebabkan selain
terbanyak tidak diketahui (idiopatik).
karena faktor-faktor lingkungan yang sebenarnya
(alkoholisme, batu empedu, dll), juga karena tidak adanya
keseragaman pengumpulan dan pencatatan data, serta
perbedaan kriteria diagnosis yang dipakai, misalnya
pencampuradukal arfiara diagnosis pankreatitis akut dan 1 Batu bilier 18 episode (19,1o/.)
kekambuhan yang akut dari pankreatitis kronik. 2 lnfeksi 20 episode (21 ,3%) terdiri atas.
Di negara barat penyakit ini seringkali ditemukan dan
- tifus 3 episode
- demam berdarah dengue 5 episode
berhubungan erat dengan panyalahgunaan pemakaian - leptospirosis 3 episode
akohol dan penyakit hepatobilier. Frekuensi berkisar antara - askaris 5 episode
0,14-lo atau I 0- 1 5 pasien pada I 00.000 penduduk. - apendisitis akut 1 episode
- sepsis 2 episode
Terdapat kecenderungan meningkatnya insidens 3 ldiopatik 52 episode (55,3ol")
pankreatitis akut dan etiologi alkohol sebagai akibat 4. Metabolik (hipertrigliseridemia dan gagal ginjal masing-
masing 1 dan 2 episode (2,3%)
pankreatitis akut makin bertambah di negara-negarayalg
5. Lain-lain 2 episode (2,3%) terdiri atas Ca caput
konsumsi alkoholnya meningkat. Walaupun demikian batu pankreas dan gravid masing-masing 1 episode
empedu juga masih merupakan faktor risiko terpenting.
PANI(REITITNSAKUT 733

1. Alkohol No. Kelompok usia (Tahun) Jumlah Persentase


2. Batu empedu ('/")
3. Pasca bedah
4. Pasca ERCP 1. 10-20 14 16,1
5. Trauma terutama trauma tumpul 2. 21 -30 11 12,6
6. Metabolik, antara lain: 3. 31 -40 14 16,1
- Hipertrigliseridemia. 4. 41 -50 19 21,8
- Hiperkalsemia. 5. 51 -60 15 17,2
- Gagal ginjal. 6. 61 -70 10 11,5
7. lnfeksi: virus parotitis, hepatitis, koksaki, askaris, 7. 71 -80 3 3,4
mikoplasma. 8. 81 -90 1 1,1
8. Berhubungan dengan obat-obatan, antara lain azatioprin,
6 merkaptopurin, sulfonamid, tiasid, furosemid,
tetrasiklin.
o Penyakit jaringan ikat antara lain lupus eritematosus Dalam keadaan normal pankreas terlindungi dari efek
sistemik.
10 ldiopatik
enzimatik enzim digestifnya sendiri. Enzim ini disintesis
sebagai zimogen yang inaktif dan diaktivasi dengan
pemecahan rantai peptik secara enzimatik. Enzim proteolitik
(tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, elastase) dan
ini didapatkan kausa yang tidak diketahui
Pada seri
fosfolipase Atermasuk dalam kelompok ini. Enzim digestif
cukup banyak yakni 55,3yo, sedangkan batu bilier dan
yang lain seperti amilase dan lipase disintesis dalambentr:k
penyakit infeksi masing-masing 19,lo/o dan2l,3o/o.
inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga
Dari kelompok yang idiopatik ini dilaporkan
terisolasi olehmembran fosfolipid di dalam sel asini.
penyebabnya sesudah diteliti lebih lanjut sampai 80%
Selain itu, terdapat inhibitor di dalam jaringah pankreas,
karena mikrolitiasis atau lumpur dalam saluran/kandung
cairan pankreas dan serum sehingga dapat menginaktifasi
empedu, disfungsi sfingter Oddi, kelainan anatomi (seperti
protease yang diaktifasi terlalu dini. Dalam proses aktifasi
stenosis papilla mayor, divisum pankreas, striktur
enzim di dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin
d.pankreatikus dan tumor, mutasi gen).
yang mengaktifasi semua zimogen pankreas yang terlihat
dalam proses autodigesti (kimotripsinogen, proelastase,
Frekuensi Berdasarkan Kelamin fosfolipase A).
Di negara Barat bilamana batu empedu merupakan penyebab Hanya lipase yang aktif yang tidak tergantung pada
utama pankreatitis akut, maka usia terbanyak terdapat sekitar tripsin. Aktifasi zimogen secaranormal dimulai oleh enter-
60 tahun dan terdapat lebih banyak pada perempuan okinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya aktifasi
(75%), bila dihubungkan dengan penyebab pemakaian tripsin yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain.
alkohol yang berlebihan maka pria lebih banyak (80-90%). Jadi diduga bahwa aktifasi dini tripsinogen menjadi tripsin
Pada seri yang kami dapatkan secara keseluruhan adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti
perempuan sedikit lebih banyak daripada pria 1.04 : l, dan pankreas.
pada penyebab batu empedu, pria dan perempuan sama Adapun mekanisme yang memulai aktifasi enz im antar a
banyaknya. Lesmana dkk juga mendapatkan perempuan lain adalah refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu,
yang sama banyak dengan priapada pankreatitis karena aktifasi sistem komplemen, stimulasi, sekresi enzim yang
batu empedu. berlebihan. Isi duodenum merupakan campuran enzim
Di negara Barat, pankreatitis akut lebih sering terjadi pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak
pada usia + 60 tahun dan jarang terjadi pada anak dan yang telah mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu
dewasa muda. Pada seri yang kami dapatkan (Tabel 3) menginduksi pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai
kelompok remaja 10-20 tahun cukup banyak,yakni 16,lo/o efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan aktifasi
sedang yang terbanyak 21,8% pada kelompok umur 4l-50 lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi
tahun. lisolesitin dan asam lemak serta menginduksi spontan
sejumlah kecil tripsinogen sehingga berikutnya
mengaktifasi proenzim pankreas yang lain. Selanjutnya,
PATOGENESIS perfusi asam empedu ke dalam duktus pankreatikus yang
utama menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan
Sebagai kontras adanya berbagai faktor etiologi yang perubahan struktural yang jelas. Perfusi 16,16 dimetil
menyertai pankreatitis akut, terdapat rangkaian kej adian prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik
patofisiologis yang uniform pada timbulnya penyakit ini. pankreatitis tipe edema ke tipe hemoragik.
Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di dalam Kelainan histologis utama yang ditemukan pada
pankreas yang kemudian mengakibatkan autodigesti pankreatitis akut adalah nekrosis koagulasi parenkim dan
organ. piknosis inti atau kariolisis yang cepat diikuti oleh
734 HEPAIOBILIER

degradasi asini yang nekrotik dan absorpsi debris yang


CAIRAN EI\,iIPEDU
timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis
menunjukkan kerusakan vaskular yar,g terjadi
Asam empedu Substrat untuk pembentukan
bersamaan. Lisolesitin oleh fosfolipase A

Alkohol
Penglepasan sejumlah kecil
Masih menjadi pertanyaan mengapa hanya pada pasien tripsin aktif
Proses koagulasi
tertentu timbul pankreatitis akut sesudah minum alkohol. sel-selasinl
Mungkin alkohol mempunyai efek toksik yang langsung
Aktivasi proenzim pankreas
pada pankreas pada orang-orang tertentu yang mempunyai
kelainan enzimatik yang tidak diketahui. Teori lain adalah
Gambar 2. Efek cairan empedu pada pankreas (oleh Creutleld
bahwa selain merangsang sfingter Oddi sehingga terjadi
& Lankisch)
spasme dan meningkatkan tekanan di dalam saluran bilier
dan saluran-saluran di dalam pankreas, alkohol juga
merangsang sekresi enzim pankreas, sehingga Penyakit-penyakit Saluran Empedu
mengakibatkan pankreatitits.
Batu empedu yang terjepit pada ampulla Vateri/sfingter
Alkohol mengurangi jumlah inhibitor tripsin sehingga Oddi atau adanya mikrolitiasis dapat mengakibatkan
pankreas menjadi lebih mudah dirusak tripsin. Selanjutnya
pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam
sekresi pankreas yang pekat yang ditemukan pada pasien-
saluran pankreas. Adanya milaolitiasis ini diketahui dengan
pasien alkoholik, seringkali mengandung small protein
didapatkannya kristal-kristal (kolesterol monohidrat,
plugs, yang berperan pada pembentukan batu di dalam kalsium bilirubinat atau kalsium karbonat) via ERCP atau
saluran-saluran pankreas. Obstruksi saluran-saluran dengan ditemukannya lumpur pada kandung empedu pada
pankreas yang kecil oleh plugs ini dapat merusak asinus pemeriksaan ultrasonografi. Pengobatan dengan asam
pankreas.
ursodeoksikolat atau tindakan kolesistektomi atau
sfingterotomi per endoskopik mengurangi insidensii
pankreatitis akut yang rekurens.
Faktor etiologik Obat-obatan mengakibatkan pankreatitis karena
(penyakit bilier, alkoholisme,
hipersensitivitas atau terbentuknya metabolit-metabolit
tak diketahui dan lain-lain).
yang toksik.
Hipertrigliseridemia dapat memicu pankreatitis akut,
Proses yang memulai mungkin karena efek toksik langsung dari lemak pada sel-
(refluks empedu, refluks duodenum, dll) sel pankreas; namun juga kebanyakan pasien dengan
hipertrigliseridemia dan pankreatitis akut adalah alkoholik,
Kerusakan permulaan pankreas dan kelainan lemak disebabkan sekunder oleh alkoholisme.
(edem, kerusakan vaskuler,
pecahnya saluran pankreas asinar)
Patologi
Terdapat dua bentuk anatomis utama yakni pankreatitis
Alztivaci rlinac+if akut interstisial dan pankreatitis akut tipe nekrosis
hemoragik. Manifestasi klinisnya dapat sama; kedua benflrk
tersebut dapat pula berakibat fatal walau lebih sering pada
Trt SN
bentuk yang kedua.
Pemeriksaan pencitraan kini dapat secara tepat
Fosfolipase A membedakan kedua bentuk tersebut.
Lp 5E
E lastase
Kim otripsin
Ka llikre in Pankreatitis Akut I nterstisial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus
dan tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau
perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya
Nekrosis pankreas edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear. Saluran pankreas dapat terisi dengan
Gambar 1. Faktor etiologik dan patologik pada pankreatitis (dari bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi
Creutzfeld & Lankisch) asrnus.
PAT{KREAITfISAKUT 735

Pankreatitis Akut Tip6 Nekrosis Hemoragik ditemukan pada sebagian kasus, kadang-kadang asites
Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas yang berwarna seperti sari daging dan mengandung
disertai dengan perdarahan dan inflamasi. konsentrasi amilase yang tinggi dan efusi pleura terutama
Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada sisi kiri.
jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan Nyeri perut ditemukan pada semua kasus (I 00%). Pada
pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan l0,4yo didapatkan peritonitis umum dan pada 48o/o
perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperiteoneal. peritonitis lokal pada daerah epigastrium sampai ke pusat;
Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah- secara keseluruhan peritonitis didapatkan pada 58,4yo
daerah nekrosis yang berdinding, yang subur untuk episode. Mual dan muntah-muntah didapatkan 79o/o dar,
timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses demam pada 89,6%o episode. Ikterus/subikterus hanya
purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis didapatkan pada 37 ,5%o episode.
lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat
yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada
Kelainan Laboratorium
jaringan yang rusak dan jaringan-jaringan yang mati.
Kenaikan enzim amilase dan atau lipase serum hanya
Pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah
didapatkan pada 65Yo episode; lekositosis pada 39,6oh
yang nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi
episode; fungsi hati terganggu pada 70,8yo episode;
peri vaskular, vaskulitis dan trombosis pembuluh-
hiperglikemia pada 25 % episode. Penurunan konsentrasi
pembuluh darah.
kalsium dan kolesterol serum didapatkan pada masing-
masing 47,6oh dan 10,4%o episode.

GEJALA KLINIS

Gejala pankreatitis akut dapat demikian ringan sehingga PENYULIT


hanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan konsenffasi
enzim-enzim pankreas di dalam serum atau dapat sangat Penyulit terutama terjadi pada pankreatitis akut tipe
berat dan fatal dalam waktu yang singkat. Seseorang yang hemoragik nekrosis. (Tabel 4)
tiba-tiba mengalami nyeri epigastrium dan muntah-muntah Sebagai penyulit lokal antara lain pembentukan
sesudah minum alkohol berlebihan, perempuan setengah
pseudokista, abses pada dan di sekitar pankreas,
peradangan pada organ dan di sekitarnya dengan nekrosis
umur yang mengalami serangan seperti kolesistitis akut
yang berat, seorang pria dalam keadaan renjatan dan koma dan kadang-kadang pembentukan fisitel, stenosis
yang tampak seolah-olah menderira bencana pembuluh duodenum yang terjadi dini atau lambat, ikterus obstruktif,
darah otak atau ketoasidosis diabetik mungkin menderita kadang-kadang pembentukan asites yang dapat juga
pankreatitis akut. sebagai akibat gangguan saluran getah bening karena
Pada kasus-kasus yang kami temukan, keluhan yang proses peradangan.
mencolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, Penyulit yang bersifat lebih umum termasuk antara lain:
kebanyakan intens, terus menerus dan makin lama makin sepsis, kelainan paru yang kadang-kadang menimbulkan
bertambah. Kebanyakan rasa nyeri terletak di epigastrium, insufi siensi pernapasan, kelainan kardiovaskular dengan
kadang-kadang agak ke kiri atau agak ke kanan. Rasa nyeri renjatan, gangguan saraf pusat, tanda-landa
ini dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri steatonekrosis lokal atau umum, kadang-kadang
menyebar diperut dan menjalar keabdomen bagian bawah. perdarahan saluran cema akibat nekrosis duodenum atau
Nyeri berlangsung beberapa hari. Selain rasa nyeri kolon, gangguan ginjal dan gangguan metabolik
(hiperglikemia, hipokalsemia).
sebagian kasus juga didapatkan gejala mual dan muntah-
muntah serta demam. Kadang-kadang didapat tanda-tanda
kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernapasan.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan pada PROGNOSIS PANKREATITIS AKUT
perut bagian atas karena rangsangan peritoneum, tanda-
tanda peritonitis lokal bahkan kadang-kadang peritonitis Spektrum klinis pankreatitis akut luas dan bervariasi dari
umum. Mengurangnya atau menghilangnya bising usus ringan dapat sembuh sendiri sampai fulminan, yang cepat
menunjukkan ileus paralitik. Meteorismus abdomen menimbulkan kematian dan refrakter terhadap semua
ditemukan pada70-80o/o kasus pankreatitis akut. Dengan pengobatan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
palpasi dalam, kebanyakan dapat dirasakan seperti ada untuk pendekatan terapi yang rasional diperlukan
massa di epigastrium yang sesuai dengan pankreas yang identifikasi dini pasienmanayang mempunyai risiko tinggi
membengkak dan adanya infiltrat radang di sekitar bagi timbulnya penyulit yang mematikan. Ranson dan Imrie
pankreas. Suhu yang tinggi menunjukkan kemungkinan mengajukan kriteria prognostik untuk menentukan hal
kolangitis, kolesistitis atau abses pankreas. Ikterus tersebut (Tabel 5).
736 HEPAIIOBILIER

Penyulit lokal
- Pembentukanpseudokista Kriteria Ranson
- Abses pankreas a. Pada saat masuk rumah sakit
- Penjalaran peradangan yang bersifat hemoragik - Usia > 55 tahun
- Nekrosis pada organ-organ sekitar - Lekosit > 16.000/ml.
- Pembentukan fistel - Gula darah > 200 mg\o
- Ulkus duodenum - Defisit basa > 4 mEq/l
- lkterus obstruksi - LDH serum > 350 Ul/l
- Asites dengan kadar amilase yang tinggi - AST > 250uvt
Penyulit berjarak jauh b. Selama 48 jam perawatan
- Sepsis - Penurunan hematokrit > 10%
. Eksudat pleura - Sekuestrasi cairan > 4.000 ml
. Atelektasis - Hipokalsemia < 1,9 mMol (8,0 mg%)
. Pneumonia - PO2 arteri < 60 mmHg
. Gangguan pernapasan - BUN meningkat > 1,8 mmol/L (>5 mgTo) setelah
- Kardiovaskular pemberian cairan i v
. Eksudat perikard - Hipoalbuminemia < 3,2 go/o.
. Perubahan aspesifik 2 Skor APACHE ll > 12 (Acute Physiologic and Chronic
. ST-T pada EKG Health Evaluation)
'. Tromboflebitis 3 Cairan peritoneal hemoragik
Koagulasi intravaskular diseminata 4 lndikator penting
- Susunan saraf pusat a. Hipotensi (< 90 mmHg) atau takikardia > 130
. Psikosis /menit
. Emboli lemak b. PO2<60mmHg
- Steatonekrosis c. Oliguria (< 50 ml/jam) atau BUN, kreatinin yang
. Bercak-bercak lemak pada omentum dan meningkat
peritoneum d. Metabolik/Ca serum < 8,0 mg% atau albumin
. Nekrosis lemak pada jaringan subkutan, serum < 3,29o/o.
mediastinum, pleura susunan saraf pusat
. Nekrosis tulang
- Perubahangastrointestinal
. Nekrosis dinding duodenum, kolon akut yang berat sebagian besar disebabkan oleh infeksi.
. Perdarahan dari pankreas melalui duktus
pankreatikus
Dari kepustakaa\, secara keseluruhan, mortalitas
. Trombosis v.porta dengan perdarahan varises pankreatitis intertisial kurang dari 2o/o, pankreatitis dengan
. Perdarahan varises nekrosis yang steril + 1 0% dan pankreatitis dengan nelcosis
. Nekrosis arteri intraperitoneal didalam dan disekitar
pankreas
dan infeksi + 30%. Pada seri kami yang pertama, dari 42
- Ginjal kasus pankreatitis akut yang terdfui atas 36 kasus (86 %)
. Trombosis arteri atau vena renalis tipe interstisial dan 6 (14%) kasus tipe nekrosis, angka
. Gagal ginjal akut
- kematian tipe intestisial 2,8yo, tipe nekrosis 33,3%o, dan
Metabolik
. Hiperglikemia, ketoasidosis, koma, hipokalsemia, angka kematian secara kes eltruhan 7 %o.
hiperlipemia

DIAGNOSIS BANDING

Akhir-akhir ini dipakai juga skor APACHE II untuk Diagnosis banding pankreatitis akut terutama ditujukan
penentuan prognostik tersebut. kepada penyakit-penyakit yang menimbulkan gejala- gejala
Bilamana terdapat 3 atau lebih dari kriteria pada kriteria nyeri yang hebat di perut bagian atas, afltara lain meliputi
Ransom, pasien dianggap menderita pankreatitis akut yang kolik batu empedu, kolesistitis akut, kolangitis, gastritis
berat. akut, tukak peptik dengan atau tanpa perforasi, infark
SkoTAPACIIE II menggunakan nilai-nilai yang terburuk mesenterial, aneurisma aortayangpecah, pneumoni bagian
dari 12 pengukuran-pengukuran fisiologik, usia, status basal, obstruksi usus yang akut dengan strangulasi, infark
kesehatan sebelumnya, dan dapat merupakan pegangan miokard dinding inferior, kehamilan ektopik yang pecah,
yang baik untuk mendapatkan gambamn beratnya penyakit serangan akut porfiria, kolik ginjal, vaskulitis pada SLE,
untuk penyakit-penyakit pada umumnya. Skor ini juga dan periarteritis nodosa.
mempunyai korelasi dengan prognosis. KerugianAPACIIE
II adalah rumit, diperlukan komputer untuk menentukan DIAGNOSIS PANKREATITIS AKUT
skor, memerlukan standarisasi untuk menentukan angka
tertinggi dan angka terendah. Diagnosis pankreatitis akut pada umumnya dapat
Adanya cairan abdomen yang hemoragik juga ditegakkan bilamana pada pasien dengan nyeri perutbagian
merupakan petunjuk prognostik yang penting. atas yang timbul tiba-tiba didapatkan: 1). Kenaikan amilase
Mortalitas yang tinggi pada pasien-pasien pankreatitis serum atau urin ataupul nilai lipase dalam serum sedikitnya
PANKRE'TITTISAKUT 737

dua kali harga normal tertinggi; 2). Atat penemuan


ultrasonografi yang sesuai dengan pankreatitis akut.
Pemeriksaan laboratorium bertujuan selain untuk Problem Tindakan
menegakkan diagnosis, juga untuk mengetahui berat Renjatan Cairan parenteral, albumin sesuai
ringan penyakit dan memantau perjalanan penyakitnya, dengan tekanan vena sentral,
mengikuti terapi, melacak penyulit dan mengevaluasi Sepsis dopamin
Gagal ginjal Antibiotik, operasi
fungsi sisa pankreas. Hemodialisis
Gangguan respirasi
Peningkatan amilase atau lipase serum masih Oz, bantuan pernapasan (PO, < 60
merupakan kunci untuk diagnosis. Amilase serum hanya Hipokalsemia mmHg (PEEP)
Hiperglikemia lnfus kalsium + albumin
menunjukkan kenaikan berarti pada 75oh, mencapai
lntoksikasi lnsulin
maksimum dal arn24-36 jam, kemudian m erurun dalan24- Batu bilier Lavase peritoneum
36 jam. Peningkatan iso amilase lebih spesifrk untuk Trombosis vena dan Papilotomi endoskopik
pankreatitis akut. Lipase serum meningkat pada 50Yo dan KID Heparin

berlangsung lebih lamayakni 5-10 hari. Kembalinya dengan


cepat angka-angka peningkatan enzim ini ke normal
biasanya menunjukkan tanda-tanda prognosis yang baik,
pada sebagian kecil (t 10%) masih terjadi kematiatyaig
dan adanya peningkatan yang persisten mengarah kepada
terutama terjadi pada pankreatitis hemoragik yang berat
kecurigaan timbulnya penyulit seperti obstruksi
dengan nekrosis subtotal atau total. Pada kea(aan ini
pankreatitis yang berlanjut atau timbulnya pseudokista
diperlukan tindakan bedah. Pada pankreatitis bilier,
pankreas, abses atau nekrosis pankreas atau proses
secepatnya harus dilalcukan kolangiografi retrograd secara
inflamasi yang menetap.
endoskopi dan papilotomi endoskopik untuk mengeluarkan
Pada seri kami, kenaikan amilase atau lipase serum hanya
batu empedu. Tidak selalu mudah menentukan apakah akan
terdapat pada65%o kasus. Hal ini antara lain tergantung
dilakukan tindakan bedah atau konservatif. Diperlukan
pada kapan pasien-pasien datang berobat ke rumah sakit
data dan pengetahuan mengenai tanda-tanda prognostik
dan kapan dilakukan pemeriksaan amilase dan lipase
dan stadium penyakit. Penggunaan ultrasonografi,
senrm.
terutama CT Scan abdomen sangat membantu pengambilan
Ultrasonografi dapat menunjukkan pembengkakan
keputusan tersebut.
pankreas setempat atau difus dengan ekoparenkim yang
Tindakan konservatif masih dianggap terapi dasar
berkurang, pseudokista di dalam atau di luar pankreas.
pankreatitis akut stadium apa saja dan terdiri atas: 1).
Ultrasonografi juga sangat berguna untuk menilai saluran
Pemberian analgesik yang kuat seperti petidin beberapa
empedu. Adanya batu dalam kandung empedu dan duktus
kali sehari, morfin tidak dianjurkan karena menimbulkan
koledokus yang melebar walau tidak tampak adanya batu
spasme sfingter Oddi. Selain petidin dapat juga diberikan
di dalamnya adalah indikasi untuk melakukan ERCP dini
pentazokiq 2). Pankreas diistirahatkan dengan cara pasien
dan sfingterotomi.
dipuasakan; 3). Diberikan nutrisi parenteral total berupa
Walaupun demikian, ultrasonografi memiliki
cairan elektrolit, nutrisi, cairan protein plasma; 4).
keterbatasan-keterbatasan yakni pankreas sukar dilihat
Penghisapan cairan lambutg pada kasus berat untuk
dengan baik karena adanya gas di dalam usus (meteorisme,
mengurangi penglepasan gastrin dari lambung dan
ileus paralitik) atau karena obesitas pada lTYokasuq'pada
mencegah isi lambung memasuki duodenum untuk
sebagian pasien pankreas tampak normal yakni pada 33oh
mengurangi rangsangan pada pankreas. Pemasangan pipa
kasus.
nasogastrik ini berguna pula untuk dekompresi bila
CT Scan penting untuk mendeteksi adanya penyulit
terdapat ileus paralitik, mengendalikan muntah-muntah,
seperti nekrosis, pengumpulan cairan di dalam/di luar
mencegah aspirasi.
pankreas, pseudokista, pembenfukan flegmon, abses, dll.
Pemakaian antikolinergik, glukagon, antasida,
Pemantauan pasien dengan CT Scan secara serial dapat
penghambat reseptor H2 atat penghambat pompa proton
berguna bila terdapat kecurigaan timbulnya penyulit seperti
diragukan khasiatnya. Demikian pula Aprotinin (Trasylol)
di atas.
untuk menghambat tripsin. Penghambat reseptor Hratay
penghambat pompa proton mungkin bermanfaat untuk
PENGOBATAN mencegah tukak akibat stres. Selain daripada itu pemakaian
antasid dan/penghambat reseptor H2 atat penghambat
Tujuan pengobatan pada pankreatitis akut adalah pompa proton bermanfaat bila terdapat riwayat dispepsia
menghentikan proses peradangan dan autodigesti atau sebelum menderita pankreatitis akut tersebut.
menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi Sampai sebagaimana j auhnya terapi konservatif medik
kesempatan resolusi penyakit tersebut. Pada sebagian ini diberikan tergantung kepada beratnya gambaran klinis
besar kasus (!90%) cara konservatif ini berhasil baik dan pasien. Dengan demikian pada pankreatitis akpt yang
738 HEPATOBIIJER

ringan cukup dengan beberapa hari puasa, pemberian Banks P.A. Acute Pancreatitis: Medical and Surgical Management.
cairan dan elektrolit parenteral dan supervisi medis. 1994; 89-8: S78-S85.
Pengalaman kami pada kasus pankreatitis akut selama l0 Cavalini G., Riela A., Brocco G., dkk. Epidemiology oJ Acute Pan-
tahun, pada sebagian besar kasus pankreatitis akut, terapi creatilis, in: Acute Pancreatitis. Editor: Hans G. Beger, Marcus
Buchler, hal. 25-37, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 1987.
standar ini cukup baik.
Femandez-Oruz L. Navarro S., Valderrama R., dk,k. Acute Necrotizing
Antibiotik tidak rutin diberikan dan diberikan bila Pancreatilis. A Multicentre Study. Hepato-Gasfoenterol 1994: 4l:
pasien panas tinggi selama lebih dari 3 hari atau bila pasien 1 85-9.

menderita pankreatitis karena batu empedu atau pada Fogel E.V., Sherman S. Acute Biliary Pancreatitis: Wen Should the
pankreatitis yang berat. Terapi medis pada pankreatitis Endoscopist Interyenes. Gastroenterology 2003; 125 : 229-23 5.
yangberut dapat dilihat pada Tabel 7. Huibregtse K, Smits ME. Endoscopic Management of Disease o/
The Pancreas. Amer J. Gastroenterol 1994: 89-8: 566-577.
Lankisch P.G. Etiology of Pancreatitis, dari Acute Pancreatitis
Experimental and Clinical Aspects of Pathogenesis and Man-
1. Pindahkan ke Unit Perawatan lntensif (lCU) agement, hal 167-81. Editor Blazer G., Ranson J.H.G., Tindall
2. Resusitasi cairan B., WB. Saunders, 1988.
3. Perawatanpernapasan. Lankisch P.G. Pathogenesis of Pancreatic Inflamation, dari Acute
4. Pipa nasogastrik Pancreatitis Experimental and Clinical Aspects of
5. Terapi infeksi
Pathogenesis and Management, hal 183-93. Editor Blazer G.,
6. Pembuangan enzim pankreas yang aktif
7. Anti nyeri Ranson J.H.G., Tindall B., W.B. Saunders, 1988.
8. Terapi pada penyulit metabolik. Law NM., Freeman M.L. Emergency Complicalions of Acute and
9. Dukungan gizi Chronic Pancreali/rs Gastroenterol Clin N Am 32 (2003) 1169-
1194.
Lempiner M. Indications of Surgery in Extended Pancrealic
Necrosis. Dari Acute Pancreatitis. Editor Beger HG, Buchler M,
hal. 305-9, Springer-Verlag 1987.
TINDAKAN BEDAH Lesmana L.A., Nurman A., Tjokrosetio N., Noer HMS. Clinical
Presentation and Treatment of Gallstone Pancreatitis. 8th
Indikasi tindakan bedah adalah bilamana dicurigai adarrya APCGE, 5th APCDE, Seoul, October 1988.
infeksi dari pankreas yang nekrotik atau infeksi terbukti Niewenhuis V.B., Besselink M.G.H, Van Minnen L.P. Gooszen HG.
dari aspirasi dengan jarum halus atau ditemukan adanya Surgical Management of Acute Necrotizing Pancreatitis; a 13
pengumpulan udara pada pankreas atau peripankreas pada year Experience and a Syslemic Reyiew. Scan J Gastroenterol
2003 (Suppl 239).
pemeriksaan CT Scan.
Nurman A., Lesmana L.A., Noer HMS. Peranan USG pada diagnosis
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah pankreatitis akut. Kuski II, Bandung, 1987.
penyakit berjalan beberapa waktu (kebanyakan sesudah Nurman A. Is Acute Pancreatitis Rare in Indonesia ? 8th APCGE,
2-3 minggu perawatan intensif) bilamana timbul penyulit 5th APCDE, Seoul, October, 1988.
seperti pembentukan pseudokista atau abses, Nurman A., Lesmana L.A., Noer HMS. Diagnosis Klinis dan
pembentukan fisitel, ileus karena obstruksi pada duode- Laboratorik Pankreatitis Akut di RS Angkatan Laut Dr.
num atau kolon, pada ikterus obstruksi dan pada Mintohardjo. Simposium Pankreatitis Akut. Konas III PGI-
PEGI, Pertemuan Ilmiah tV PPHI, Surabaya, Desember 1987.
perdarahan hebat retroperitoneal atau intestinal.
Schuppisser IP. Methode. Dari: Acute Pancreatitis, ha1. 15-17. Verlag
Tindakan pembedahan yang dikerjakan adalah Hans Huber, Bem Stutgart Toronto, 1986.
laparatomi dan nekrosektomi, diikuti dengan strategi Spiro HM. Inflammatory Disorders, dalam: Clinical Gastroenterol-
membuka abdomen atau lavase pascabedahterus menerus ogy, Edisi IV, Editor: Spiro HM, h4laman 959-87. McGraw-Hill,
dan nekrosektomi dengan prosedur invasif minimal. Inc.1993.
Tytgat G.N.J. Pankreas, dari Leerboek, Maag, Darm en Lever Ziekte,
hal. 373-427. Editor Tytgat G.N.J., dkk. Bohn, Scheltema &
Holkema, 1985.
REFERENSI Van Brummelen S.E., Venneman N.G., Van Erpecum K.J., van
Bergehenegounen G.P. Acute Idiopathic Pancreatitic: Does it
Aldren Sandberg A., Hafstr6m A. Aspects on Phatogenesis of Acute really exist or Is it a Myth?. Scan J Gastroenterol 2003 (suppl
Pancreatitis dari Advance in Pancreatitic Disease. Molecular 239).
Biology Diagnosis and Treatment. Editor C.G. Dervenis, hal.
101-104. George Thieme Verlag Stuttgart New York, 1996.
118
TUMOR PANKREAS
F, Soemanto Padmomaftono

PENDAHULUAN KANKER PANKREAS (ADENOKARSINOMA


DUKTUS PANKREAS)
Tumor pankreas dapat berasal dari jaringan eksokrin dan
jaringan endokrin pankreas, serta jaringan perryalggarrya.
Tumor pankreas dapat tumor jinak atau tumor ganas. Dalam lnsidensi dan Riwayat Penyakit
klinis sebagianbesarpasien (l 90%) tumorpankreas adalah Insidensi kanker pankreas di negara-negara Barat makin
tumor ganas dari jaringan eksokrin pankreas, yaitu meningkat sesuai dengan meningkahrya kelestarian hidup
adenokarsinoma duktus pankreas. Dalam buku ini akan penduduk. Di Amerika Serikat pada tahun 2004,terdapat
dibahas lebih mendalam tentang adenokarsinoma duktus 31.270 pasien meninggal akibat kanker pankreas dan
pankreas sedangkan tumor endokrin pankreas akan menduduki urutan keempat penyebab kematian akibat
dibahas secara singkat. kanker. Di Inggris (United Kingdom) diperkirakan 6000
kasus baru kanker pankreas pertahun. Data kepustakaan
kanker pankreas di Indonesia masih sangat sedikit. Data
dari RSUP Dr. Hasan Sadikin pada tahun 1976-1979 (3,5
TUMOR EKSOKRIN PANKREAS tahun) terdapat 18 kasus kanker pankreas. Di RSUP Dr
Kariadi Semarang pada tahun I 985 - 1 9 89 (5 tahun) terdapat
Menurut klasifftasi WHO, tumor primer eksokrin pankreas
24 kasus. Di RSUP Dr. Sardjito Yogjakarta pada tahun 1990-
dibagi 3 bagian, yaitu: A. Jinak: l). Serous cystadenoma,
1993 (3 tahun) terdapat l5 kasus. Dataterbaru di RSUPDT.
2). Mucinous cystadenoma, 3). Intraductal papillary-
Kariadi Semarang pada tahwl997 -2004 (8 tahun) terdapat
mucinous adenoma, 4). Mature cystic teratoma; B.
53 kasus.
Perbatasan @orderline): l). Mucinous cystic tumorwith
Insidensi kaaker pankreas makin meningkat dengan
moderate dysplasia, 2). Intraductal papillary mucinous
bertambahnya usia. Penyakit banyak dijumpai pada usia
tumor with moderate dysplasia, j). Solid pseudopapillary
lanjut, dimana 80% berusia 60-80 tahun, danjarang dijumpai
tumor; C. Ganas: 1). Ductal adenocaycinoma, 2). pada usia kurang dari 50 tahun. Pasien pria lebih banyak
Serous/mucinous cystadenocarcinoma, 3). Intraductal
daripada perempuan, dengan perbandingan 1,2 - 1,5 : l.
mucinous papillary tumor.
Angka kematian kanker pankreas masih sangat tinggi,
Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari
yal<l;li9S% pasien akan meninggal. Sebagian besar pasien
sel duktus dan sel asiner. Sekitar 90olo merupakan tumor
ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas (disingkat
meninggal dalam waktu I tahun setelah diagnosis
kanker pankreas). Suatu penelitian patologi anatomi di
penyakit. Secara keseluruhan, angka kelestarian hidup l-
tahun sekitar l2o/o, dan 5-tahun sekitar 0,4yo - 4yo.
Memorial Hospital, New York, Amerika Serikat terhadap
kelompok kanker primer pankreas non-endokrin (645
spesimen) telah diidentifikasi lebih dari 30 variasi Etiologi
histopatologi, dimana 88% berasal dari sel duktus, 1,20lo Penyebab sebenamya kanker pankreas masih belum j elas.
dari se I asiner, 0,2o/o tip e s el c ampur an, 0,60/o dari j aringan Penelitian epidemiologik menunjukkan adanya hubungan
penyangga, dan 9,2Yo tidak jelas (uncertain kanker pankreas dengan beberapa faktor eksogen
histo-genesis). (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etiologi kanker

739
740 HEPAIIOBILIER

pankreas merupakan interaksi kompleks antara faktor dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat
endogen pasien dan faktor lingkungan. direseksi. Pada umumnya tumor meluas ke retroperitonial
ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada pembuluh
Faktor eksogen (lingkungan). Telah diteliti beberapa
darah, dan secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan
faktor risiko eksogen yang dihubungkan dengan kanker
lemak peripankreas, saluran limfe, dan perineural. Pada sta-
pankreas, antara lain: kebiasaan merokok, diet tinggi lemak,
alkohol, kopi, dan zat karsinogen industri. Faktor risiko dium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis
yang paling konsisten adalah rokok. Pada perokok, risiko ke duodenum, lambung, peritonium, hati dan kandung
empedu. Kanker pankreas padabadan dan ekor pankreas
kanker pankreas adalah 1,4 - 2,3 kali dibanding non-
perokok. Diet tinggi lemak, kolesterol dan rendah serat dapat metastasis ke hati, peritonium, limpa, lambung dan
kelenjar adrenal kiri.
terbukti meningkatkan risiko kanker pankreas bila
dibandingkan dengan diet rendah lemak dan kolesterol.
Faktor endogen (pasien). Ada
Penampilan Klinis
halpenting sebagai faktor
3
Gejala awal kankerpankreas tidak spesifik dan samar, sering
risiko endogen yaitu: usia, penyakit pankreas (pankreatitis
terabaikan baik oleh pasien dan dokter, sehingga sering
kronik dan diabetes melitus) dan mutasi genetik. Insidensi
kanker pankreas meningkat pada usia lanjut. Pasien
terlambat didiagnosis, dengan akibat lebih lanjut
pengobatan sulit dan angka kematian sangat tinggi. Gejala
pankreatitis kronik mempunyai risiko tinggi 9,5 kali
awal dapat berupa rasa penuh, kembung di ulu hati,
berkembang menjadi kanker pankreas. Baru-baru ini suatu
anoreksia, mual, muntah, diare (steatore), dan badan lesu.
penelitian kohort retrospektif skala besar pada pasien
Keluhan tersebut tidak khas karena juga dijumpai pada
pankreatitis kronik didapatkan risiko kanker pankreas
pankreatitis dan tumor intra abdominal lainnya, bahkan
sampai 20 kali. Pada pasien pankreatitis heriditer
pada penyakit gangguan fungsi saluran cerna. Keluhan
didapatkan 5 kali risiko kanker pankreas. DM sudah lama
awal biasanya berlangsung lebih dari 2 bulan sebelum di-
dianggap sebagai faktor risiko kanker pankreas. Sekitar
agnosis kanker. Keluhan utama pasien kanker pankreas
80% pasien kanker pankreas disertai gangguan toleransi
yangpaling sering dg-umpai adalah sakitperut, beratbadan
glukosa dan hampk 20Yoklinis DM. Akan tetapi sekarang
turun (lebih 75% kasus) dan ikterus (terutamapadakanker
dipertanyakan apakah DM sebagai faktor risiko/
kaput pankreas), dan ini mencolok pada stadium lanjut.
predisposisi, atau sebagai akibat dari kanker pankreas
Jumlah macam dan kualitas keluhan pasien tergantung
yang secara klinis muncul terlebih dahulu sebelum gejala
pada letak, besar, dan penjalaran kanker pankreas.
kanker pankreas.
Sakit perut merupakan keluhan yang paling sering dijumpai
Faktor genetik. kini peran faktor genetik pada
Pada masa
pada pasien kanker pankreas. Hampir 900/o kasus dengan
kanker pankreas makin banyak diketahui. Risiko kanker
keluhan sakit perut, dan sebagai keluhan utama padaS0o/o
pankreas meningkat 2 kali pada pasien dengan riwayat
kasus. Lokasi sakit perut biasanya pada ulu hati, awalnya
hubungan keluarga tingkat pertama. Sekitar 10% pasien
difus, selanjutnya lebih terlokalisir. Sakit perut biasanya
kanker pankreas mempunyai predisposisi genetik yang
disebabkan invasi tumor pada pleksus c o eliac dan pleksus
diturunkan. Pada masa kini penelitian biologi molekular
mesenterik superior. Rasa sakjt dapat menjalar ke belakang
berhasil mengungkapkan peran faktor genetik pada kanker
pada punggung pasien, disebabkan invasi tumor ke
pankreas, dan diharapkan di masa datang akan banyak
retroperitonial dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf
membantu dalam diagnosis dan terapi kanker pankreas.
splanknikus. Sakit perut yang berat menunjukkan kanker
Proses karsino genesis kanker pankreas diduga merupakan
lanjut yang meluas ke jaringan sekitamya dan sudah tidak
akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetik. Mutasi
dapat direseksi.
genetik yang banyak dijumpai pada pasien kankerpankreas
adalah pada gen K-ras, serta deplesi dan mutasi pada Berat badan hrun lebih 10% dari berat ideal umum dijumpai
tumor suppressor genes antara lain p53, p16, DPC4, dan pada pasien kanker pankreas. Pada mulanya terjadi secara
BRCA2. bertahap, kemudian menjadi progresif. Penurunan berat
badan disebabkan berbagai faktor, antaru lainl. asupan
Patologi Anatomi
makanan kurang, malabsorbsi lemak dan
protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi
Kankerpankreas hampir 9Oo/oberasaldari duktus, di mana
(tumor necrosis factor a dan interleukin-6).
75%o bentuk klasik adenokarsinoina sel duktal yang
memproduksi musin. Sebagian besar kasus (170%), lokasi Ikterus obstruktif, karena obstruksi saluran empedu oleh
kankerpada kaput pankreas, 15 -20o/o padabadan darr l0o/o tumor dijumpai pada 80-90% kanker kaput pankreas dan
pada--ekor. Pada waktu didiagnosis, ternyata tumor sering terjadi lebih awal. Ikterus dapat juga terjadi pada
pankreas relatif sudah besar. Tumor yarg dapat direseksi kanker di badan dan ekor pankreas stadium lanjut (6-l3Yo
biasanya besarnya 2,5-3,5 cm. Pada sebagian besar kasus kasus), akibat metastasis di hati atau limfonodi di hilus
tumor sudah besar (5-6 cm), dan atau telah terjadi inf,rltrasi yang menekan saluran empedu. Ikterus obstruktif pada
TUMORPANKREAS 741

kanker kaput pankreas biasanya disertai dengan sakit perut, petanda tumor CEA (Carcinoembryonic antigen) dan Ca
tetapi bukan kolik. Hal ini berbeda dengan ikterus tanpa 19-9 (Carbohydrate antigenic determinant 19-9),
ny eri Qt ainl es s j aundice) y angsering dijumpai pada kanker gastroduodenografi, duodenografi hipotonis,
duktus koledokus atau kanker ampula Vateri. ultras ono gra fi , CT (c o mp u t e d t o m o gr ap hy), skinti gr afr
Tanda klinis pasien kanker pankreas sangat tergantung pankreas, (magnetic resonance imaging) llldP.I,
pada letak tumor dan perluasan/ stadium kanker. Pasien (endo s c op i c retro grade cho I angio p ancreatico Craphy)
pada umumnya dengan gizi kurang, disertai anemik, dan ERCP, ultrasonogafi endoskopik, angiografi, (Positron
ikterik (terutama pada kanker kaput pankreas). Pada Emission Tomography)PET, bedah laparaskopi dan biopsi.
pemeriksaan abdomen teraba tumor masa padat pada epi-
Petanda tumor CEA dan Ca l9-9. Kenaikan CEA
gastrium, sulit digerakkan karena letak tumor
didapatkan padaS5oh pasien kanker pankreas, akan tetapi
retroperitonium. Dapat dijumpai ikterus dan pembesaran
hal yang sama dijumpaipada 650/o pasien kanker lain dan
kandung empedu (Courvo is ier b s ign), hepatomegali,
penyakit jinak. Dibandingkan petanda tumor lainnya, Ca
splenomegali (karena kompresi atau trombosis pada vena
19-9 dianggap yang paling baik unhrk diagnosis kanker
porta atau vena lienalis, atau akibat metastasis hati yang
pankreas, karena mempunyai sensitivitas dan spesivisitas
difus), asites (karena invasil infiltrasi kanker ke peritonium).
tinggi (80% dan 60-70%). Akan tetapi konsentrasi yang
Kelainan lain yang kadang dijumpai adalah hepatomegali
tinggi biasanyaterdapat pada pasien dengan besar tumor
yang keras dan berbenjol (metastasis hati), nodul peri- >3 cm, dan merupakan batas limit reseksi tumor. Cal9-9
umbilikus (Sister Mary Joseph's nodule), trombosis vena juga meningkat pada kanker saluran cema bagian lain, juga
dan migratory thromb ophl eb itis (Trous s eau b syndrome),
meningkat pada pankreatitis, hepatitis dan sirosis. Ca 19-
perdarahan gastrointestinal (karena erosi duodenum atau
9 lebih mempunyai peranan penting untuk mengetahui
perdarahan varises akibat kompresi tumor pada vena porta),
prognosis dan respons terapi pada pasien setelah
dan edema tungkai (karena obstruksi vena kava inferior).
mendapat terapi reseksi dan kemoterapi.
Ringkasan gejala klinis dan tanda klinis yang dapat
dijumpai pada pasien kanker pankreas dapat dilihat pada Radiograli (gastroduodenografi, duodenografi hipotonis).
Tabel 1. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kelainan
lengkung duodenum akibat kanker pankreas. Kelainan
yang dijumpai pada kanker pankreas dapat berupa
Gejala klinis: sakit perut, berat badan turun, ikterus (kaput pelebaran lengkung duodenum, filling defect pada
pankreas), anoreksia, perut penuh, bagian kedua duodenum (infiltrasi kanker pada dinding
kembung, mual, muntah, intoleransi duodenum), bentuk 'angka 3 terbalik' karena
makanan, konstipasi, dan badan lemah.
Tanda klinis: gizi kurang, pucat, lemah, ikterik, pruritus, pendorongan kanker pankreas yang besar pada
hepatomegali, kandung empedu membesar, duodenum di atas dan di bawah papila Vateri.
masa epigastrium, Splenomegali, asites,
tromboplebitis, edema tungkai. Ultrasonografi (USG). USG abdomen merupakan
pemeriksaan penunjang pertama pada pasien dengan
keluhan sakit perut/ulu hati yang menetap atau berulang
Laboratorium dan ikterus. Dengan USG dapat diketahui besar, letak dan
Kelainan laboratorium pada pasien kanker pankreas karakteristik tumor, diameter saluran empedu dan duktus
biasanya tidak spesifik. Pada pasien kanker pankreas pankreatikus, dan letak obstmksi. Di samping itu dapat
terdapat kenaikan serum lipase, amilase dan glukosa. Anemia diketahui ada-tidaknya metastasis ke limfonodi sekitar dan
dan hipoalbuminemia yang timbul sering disebabkan hati, serta jarak tumor dengan pembuluh darah. Akan tetapi
karena penyakit kankemya dan nutrisi yang kurang. Pasien pemeriksaan USG sangat tergantung pada keterampilan
dengan ikterus obstnrktif terdapat kenaikan bilirubin serum pemeriksa, keadaan pasien, dan kecanggihan alat USG.
terutama bilirubin terkonjugasi (direk), alkali fosfatas e, g- Dengan USG Doppler dapat ditentukan ada-tidaknya
GT, waktu protrombin memanjang, tinja akholik, dan kelainan dan invasi tumor pada pembuluh darah.
bilirubinuria positif. Kelainan laboratorium lain adalah Computed tomography (CT). CT abdomen walaupun
berhubungan dengan komplikasi kanker panlceas, antara
lebih mahal dibandingkan USG akan tetapi dapat
lain: kenaikan transaminase akibat metastasis hati yang memberikan gambaran pankreas yang lebih rinci dan
luas, tinja berwama hitam akibat perdarahan saluran cerna
lebih baik terutama badan dan ekor pankreas. CT dapat
atas, steatorea akibat malabsorbsi lemak, dan sebagainya.
mendeteksi lesi pankreas pada 80o/o kasus, yang mana
5-16% terbukti kanker pankreas, dengan positif palsu
Penunjang Diagnosis 5-10% kasus tidak terbukti padalaparutomi. Pada masa
Pemeriksaan penunjang yaug digunakan untuk kini pemeriksaan yang paling baik dan terpilih untuk
menegakkan diagnosis kanker pankreas antara lain: diagnosis dan menentukan stadium kanker pankreas
742 HEPAI1OBILIER

adalah dengan dual phase multidetector CT, dengan Kriteria tumor yang tidak mungkin direseksi secara CT
kontras dan teknik irisan tipis (3-5mm). Kriteria tumor antarulain: metastasis ke hati dan peritonium, invasi pada
yang tidak mungkin direseksi secara CT antara lain: organ sekitar (lambung, kolon), melekat atau oklusi pada
metastasis hati dan peritonium, invasi pada organ sekitar pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan kriteria tersebut
(lambung, kolon), melekat atau oklusi pembuluh darah peri- mempunyai akurasi hampir I 00% untuk prediksi tumor tidak
pankreatik. Dengan kriteria tersebut mempunyai akurasi dapat direseksi. Akan tetapi positive predictive value
hampir 100% untuk prediksi tumor tidak dapat direseksi. rendah, yakni 25-50o/o tumor yang diprediksi dapat
Akan tetapi positive predictive value rcndah, yakni 25- direseksi, ternyata tidak dapat direseksi pada bedah
50o% tumor yang diprediksi dapat direseksi, ternyata tidak laparatomi.
dapat direseksi pada bedah laparatomi. Pada keadaan klinis tertentu kadang diperlukan
Magnetic resonance imaging (MRI). MRI makin banyak evaluasi lebih lanjut seperti ERCP, MRI, ultrasonografi
endoskopik, laparoskopik d an ata:;- laparatomi. Belakangan
digunakan untuk evaluasi kanker pankreas. Walaupun
kemampuan evaluasi kanker pankreas sama deugan dual ini dengan MRI dan ultrasonografi endoskopik makin
phase multidetector CT, akan tetapi gambaran anatomi meningkatkan akurasi pentahapan pre-operatif, terutama
'pohon' saluran empedu dan duktus pankreas lebih baik menentukan invasi lokal dan nodul metastasis sekitar
dan sebanding dengan ERCP. MRI dengan kontras pankreas.
angiografi atau venografi dapat menunjukkan adanya Apapun hasil berbagai pemeriksaan di atas, konfirmasi
kelainan pembuluh darah pada kanker pankreas. histopatologik kanker pankreas mutlak diperlukan.
Gambaran radiologik dan endoskopik yang sama juga
Endoscopic retrograde cholangio-pancreaticography dijumpai pada kanker jenis lain di pankreas, misalnya
(ERCP). Manfaat dari ERCP dalam diagnosis kanker tumor islet cell atat limfoma maligna, di mana terapi dan
pankreas adalah: dapat mengetahui atau menyingkirkan prognosis berbeda dengan kanker pankreas. Pada pasien
adanya kelainan gastroduodenum dan ampula Vateri, yang tidak dapat direseksi atau kontraindikasi operasi,
pencitraan saluran empedu dan pankreas, dapat dilakukan dapat dilakukan biopsi atau aspirasi jarum kecil dengan
biopsi dan sikatan untuk pemeriksaan histopatologi dan bantuan USG atau CT.
sitologi. Di samping itu dapat dilakukanpemasalgan stent Pentahapan kanker pankreas pada umumnya
untuk membebaskan sumbatan saluran empedu pada berdasarkan klasifrkasi TNM (tumor, nodul, metastasis),
kankerpankreas yang tidak dapat dioperasi atau direseksi. yaitu: Tumor: T,: terbatas pankreas, <2 cm; Tr: terbatas
pankreas, >2 cm1' T.,: meluas ke duodenum atau saluran
Ultrasonogafi endoskopik. Metode ini relatifmasih baru, empedu; To: meluas ke v. porta, v. mesenterika anterior,
mempunyai sensitivitas dan spesitihtas tinggi dalam a.mesenterika superior, lambung, limpa dan kolon. Nodul:
evaluasi tumor terutama yang diameter <3 cm. Di samping No : tidak ada metastasis kelenjar limfe regional, N,:
itu mempunyai akurasi tinggi dalam deteksi invasi lokal metastasis kelenj ar limfe regional.
dan metastasis pada limfonodi dan hati. Metastasis: Mr: tidak adametastasis jauh, M,: metastasis
jauh (hati, paru).
Diagnosis dan Pentahapan Penyakit Di samping itu dalam klinis kanker pankreas dibedakan
Sampai saat ini belum ada metode skrining dan diagnosis dalam 4 stadium, yaitu: Stadium I (Tr_2,N0,M0): tumor
dini yang efektif pada pasien kanker pankreas. Hal ini terbatas pankreas. Stadium II (T,No,Mo): tumor meluas ke
disebabkan gejala klinis awal kanker pankreas yang non- duodenum danl atau saluran empedu di luar pankreas, tidak
spesifik, rendahnya sensitivitas Ca l9-9 dan pemeriksaan ada metastasis kelenjar limfe. Stadium III (T,,r,r,N,,Mo):
USG dan CT pada kanker stadium dini. Sebagian besar seperti stadium II ditambah metastasis kelenjar limfe
pasien terlambat didiagnosis, sehingga mempersulit regional. Stadium IVA (T4,N0_r,Mo): tumor lokal lanjut
pengobatan pasien di mana tidak dapat dilakukan operasi meluas ke pembuluh darah sekitar, lambung, limpa,tanpa/
kuratifreseksi. dengan metastasis kelenjar limfe. Stadium IVB (T,,r,r,No_
Pada pasien dengan kecurigaan klinis kanker pankreas, ,,M,): metastasis jauh (hati, paru).
misalkan sakit perut, dianjurkan untuk pemeriksaan Ca
l9-9, USG abdomen yang teliti danradiografi saluran cema
Pengobatan
atas. Bila tidak didapatkan informasi, sedangkan keluhan
Terdapat berbagai metode pengobatan terhadap pasien
menetap, dianjurkan untuk pemeriksaan CT abdomen. Pada
kanker pankreas, yaitu: bedah reseksi 'kuratif', bedah
masa kini CT abdomen adalah metode diagnostik yang
paliatif , kemoterapi paliatif, radiasi paliatif, dan
efektif, terpilih dan paling banyak dipakai dalam klinis
simtomatik.
untuk diagnosis dan pentahapan kanker pankreas pre-
operatif. Pentahapan kanker pankreas yang akurat sangat Bedah Reseksi 'kuratif'. Pengobatan yang paling efektif
penting dalam pengelolaan pasien, yaitu untuk pada kanker pankreas adalah bedah reseksi komplit
memprediksi tindakan operasi (reseksi kuratif atau paliatif). terhadap tumor. Akan tetapi hanya dapat dilakukanpada
TUMORPAT{I(REAS 743

10-15% kasus kanker pankreas, biasanya pada kanker TUMOR KISTIK PANKREAS
kaput pankreas dengan gejala awal ikterus. Terdapat
berbagai pilihan metode bedah yang disesuaikan dengan Terdapat beberapa variasi tumor kistik pankreas,
kondisi tumori pasien dan pengalaman dokter bedahnya. berdasarkan j enis cairan kistanya dan sifat j inak ganasnya
Walapun dapat dilakukan bedah reseksi kuratif, akan (lihat klasifikasi WHO). Penting diperhatikan bahwa
tetapi angka kelestarian hidup 5-tahun hanya 10%. kelainan pankreas berisi cairan atau gambaran kista (misal
Pengalaman di Jepang menunjukkan bahwa bila besar pada USG, CT) tidak semua sebagai kista palsu
tumor < 2 cm, angka kelestarian hidup 5 tahun dan 10 Qtseudocyst), atau tidak semua pelebaran saluran pankreas
tahunmenjadi 37%. sebagai panlffeatitis kronik. Adanya komponen padat dalam
kista, septum dalam kista, nodul iregulerpada dinding kista,
Bedah paliatif. Sebagian besar pasien (85-90% kasus)
dan tidak adanya riwayat pankreatitis harus dipikirkan
hanya dapat dilakukan bedah paliatifuntuk membebaskan
kemungkinan neoplasma. Walaupun tanpa disertai kelainan
obstruksi bilier, dengan cara bedah pintas bilier,
tersebut di atas, harus dilakukan drainase kista dan
pemasangan stent perktfian dan pemasangal stent per-
dikonfirmasi dengan aspirasi dan atau biopsi untuk analisis
endoskopik. Stenting endoskopik lebih baik daripada
cairan dan pemeriksaan sitologi dan atau histopatologi.
bedah pintas bilier dalam hal morbiditas (23% vs 43oh),
Cairan kista dengan konsentrasi amilase rendah dan
mortalitas akibat tindakan (lYo vs l0%) dan kematian 30
konsentrasi CEA tinggi merupakan petunjuk ganas. Setiap
hari (6% vsl5%). "Stenting' endoskopik lebihbaik daripada
lesi kistik pankreas sebaiknya dilakukan reseksi bila ada
perkutan, dalam hal membersihkan ikterus (81%vs 6l%)
kecurigaan dan atau kecenderungan ganas.
dan kematian 30-hari (15% vs 3%). Median kelestarian
pasien yang tidak dapat dilakukan operasi reseksi adalah
6bulan.
LIMFOMAPANKREAS
Kemoterapi. Pengobatan kemoterapi pada kanker pankreas
stadium lanjut masih jauh dari memuaskan. Kemoterapi Limfoma dapat menyerang pankreas, kadang hanya primer
tunggal maupun kombinasi tidak berhasil memperpanjang di pankreas tanpa menyerang tempat lain. Manifestasi klinis
usia pasien dan atau meningkatkan kualitas hidup. Beberapa sama dengan adenokarsinoma pankreas, yaitu sakit perut
kemoterapi tunggal seperti 5-FU, mitomisin C, dapat dan berat badan turun, kadang dengan ikterus. Dapat
memperkecil besar tumor, akan tetapi tidak atau hanya sedikit dilakukan konfirmasi diagnosis dengan cara biopsi tumor
memperpanjang usiapasien fturang 20 minggu). Gemsitabin, perkutan dengan bantuan USG. Bila tidak jelas perlu
obat deoxycytidine analogue dllaporkan dapat sedikit dilakukan eksplorasi laparaskopik dan biopsi. Pengobatan
meningkatkan kualitas hidup pasien kanker pankreas sta- standar limfoma adalah kemoterapi, bukan operasi, dan
dium lanjut. Gemsitabin dapat mengurangi keluhan (kontrol berhasil te{adi remisijangka panjang pada sebagian besar
rasa nyeri), meningkatkan penampilan dan berat badan kasus limfoma pankreas.
pasien, akan tetapi perpanjangan usia hanya bertambah
sedikit (l-2 bulan). Metode terapi baru, yaitu kemoterapi
dikombinasi dengan obat baru dengan target molekular TUMOR ENDOKRIN PANKREAS
spesifik seperti epidermal growth factor receptor dan
vascular endothelial growth factor receptor masih dalam Tumor endokrin pankreas (TEP) relatif sangat jarang
tahap eksperimental. dijumpai dalam klinis. TEP dibedakan 2 kelompok, yaitu
fungsional dan non-fungsional. TEP fungsional biasanya
Radioterapi. Pemberian radioterapi telah dicobakan
memberikan manifestasi awal suatu sindrom klinis akibat
dengan berba gai cara, antaralain: kombinasi 5-FU dengan
produksi hormon yang berlebihan, sedangkan tumornya
radioterapi, kemoradioterapi pre-operasi, atau waktu
masih kecil atau tidak terdeteksi. Hanya pada stadium lanjut
operasi (intraoperatiye electron beam radiation), masih
timbul gejala mencolok akibat tumornya yang sudah besar
dalam taraf eksperimental.
dan metastasisnya. TEP fungsional dapat diklasifikasi
Terapi simtomatik. Pengelolaan kontrol rasa sakit pada berdasarkan tipe manifestasi sindrom klinis tertentu.
pasien kanker pankreas diberikan secara bertahap Termasuk kelompok ini ant ara lain: insulinoma, gastrinoma,
tergantung berat ringan sakit dan respons pasien. Sakit glukagonoma, VIPoma, somatostatinoma, dan GRFoma.
ringan dan sedang dapat dimulai dengan pemberian TEP non-fungsional hanya memberikan gejala klinis akibat
analgesik seperti aspirin, asetaminofen, dan obat anti- fumomya yang sudah besar atau metastasisnya.
inflamasi non-steroid. Bila gagal atau sakit berat diberikan Kunci diagnosis dari TEP fungsional adalah sindrom
obat analgesik narkotik seperti morfin, kodein, meperidin, klinis tertentu, dikonfirmasi dengan peningkatan
dan sebagainya. Pengobatan simtomatik lainnya berupa konsentrasi hormon dalam serum pasien. Penentuan letak
dietetik dan substitusi enzim pankreas pada malnutrisi, tumor dan perluasan penyakit sangat penting untuk
pengobatan terhadap diabetes, dan sebagainya. pengelolaan terapi yang tepat. Penentuan lokasi tumor dan
744 HEPAI1OBILIER

metastasisnya yang tepat penting untuk: (l) penentuan Diagnosis insulinoma ditegakkan berdasarkan adanya
jenis terapi yang sesuai seperti bedah reseksi kuratif bedah peningkatan konsentrasi insulin plasma pada saat
reduksi tumor, atau obat antitumor; (2) memprediksi hipoglikemia. Penyebab lain hipoglikemia adalah
prognosis pasien. Metode penentuan lokasi tumor dan penggruraan insulin dan obat anti-diabetes oral (OAD) yang
metastasisnya dapat dengan pemeriksaan CT abdomen tidak tepat, penyakit hati berat, alkoholik, nutrisi jelek, atau
irisan tipis pada pankreas, MRI, USG abdomen, dan tumor ekstra-pankreas. Tes yang paling baik adalah
ultrasonografi endoskopik. Pemeriksaan ultrasonografi pemeriksaan serial konsentrasi glukosa darah, C-peptide,
endoskopik lebih baik dalam menentukan besar tumor dan insulin tiap 4 - 8 jam, dapat dilalarkan sampai maksimum
(dapat mendeteksi tumor kecil <l cm); lokasi tumor dan 72 jam. Bila terjadi serangan hipoglikemia atau konsentrasi
metastasis. Di samping itu banyak TEP mempunyai glukosa < 40 mgldL (< 2,2 mmol/I-) yang menetap, maka
reseptor somatostatin, sehingga dapat dideteksi dengan pemeriksaan harus dihentikan. Sekitar 70-80% pasien
radiolabeled octreotide scan. Somatostatin analog yang insulinoma timbul hipoglikemia dalam24 jampertama dan
mengandung radioaktif disuntikkan intravena, kemudian 98%o dalam4Sjam. Pada insulinoma konsentrasi insulin > 6
diikuti dengan sidikan radionuklir pada seluruh tubuh. mU/mL pada saat konsentrasi glukosa darah < 40 mgldL.
Metode pemeriksaan ini berhasil baik dalam mendeteksi Pada pasien insulinoma didapatkan konsentrasi C-peptide
lokasi tumor dan seluruh metastasis dekat dan jauh. yang tinggi, dan pemeriksaan ini kadang diperlukan untuk
Pengobatan TEP fungsional adalah dengan dua menyingkirkan penyebab lain seperti penggunaan insulin
strategi, yang pertama pengobatan terhadap hormon yang atau OAD yang berlebih.
berlebihan dan akibatnyapadatubuh pasien, yang kedua Terapi insulinoma adalah bedah reseksi atau enukleasi
pengobatan terhadap tumornya sendiri. Sebagian besar tumor. Sekitar 75-95ohpasien sembuh dengan terapi bedah
TEP bersifat ganas, akan tetapi perjalanan penyakit dan saja. Sembilan puluh persen kasus insulinoma adalah
prognosisnya jauh lebih baik daripada kanker eksokrin sporadik, dan l0o/o berhubungan dengan sindrom MEN-1
pankreas. Pada umumnya TEP fungsionil terlambat (multip le endocrine neop I asla). Insulinoma dengan sindrom
didiagnosis, dengan rerata keterlambatan 4-7 tahun setelah MEN-I biasanya tumomya multifokal dan sering residif.
manifestasi klinis pasien, sehingga sebagian besar pasien
tumor sudah tidak dapat direseksi kuratif. Pada tumor sta-
dium lanjut yang tidak dapat direseksi kuratif, terutama GASTRINOM A (ZOLLING ER-ELI,SO,V SyNDROMq
dengan metastasis hati, biasanya diberikan berbagai
modalitas terapi paliatif antara lain bedah paliatif, Gastrinoma, adalah tumor endokrin pankreas yang
embolisasi atau kemo-embolisasi hati, obat antitumor mensekresi gastrin. Hipergastrinemia kronik akan
spesifiklkemoterapi, radioterapi dengan somatostatin ana- menyebabkan hipersekresi asam lambung, hiperplasi
log, dan transplantasi hati. Hasil yang dicapai tergantung mukosa lambung dengan peningkatan jumlah sel parietal
banyak faktor, walaupun pengobatan paliatif dapat dan sel ECL lambung. Gastrinoma memberikan sindrom
memperkecil besar tumor, akan tetapi peningkatan klinis Zo ll inger-E llis on Syndrome (ZE S). Hipersekresi
kelestarian hidup pasieh masih belum memuaskan. asam lambung menyebabkan penyakit ulkus peptikum,
sering berat dan refiakter, dan diare. Gejala klinis sakit perut
terdapat pada 70- 1 00% kasus, diare 37 -73yo, dan esofagitis
INSULINOMA refluks (GERD) 30-35%. Sekitar 10-20% pasien hanya
memberikan gejala diare pada awal penyakit. Akan tetapi
Insulinoma jarang dijumpai pada dewasa muda, biasanya pada era obat anti-sekresi asam yang kuat seperti Hr-
ditemukan pada usia 40-50 tahun, dan 60Yo pasien antagonis reseptor dan penghambat pompa proton (PPI),
perempuan. Insulinoma adalah TEP asal dari sel b ektopik maka keluhan ZES menurun dengan drastis.
pada pankreas yang mensekresi hormon insulin berlebihan Diagnosis ZES ditegakkan dengan pemeriksaan
sehingga menyebabkan hipoglikemia. Sindrom klinis klasik konsentrasi gastrin serum puasa (biasanya kadarnya lebih
insulinoma adalah akibat hipoglikemia pada sistem saraf dari 1000 pglml,) disertai kenaikan basal gastric acid out-
(gejala neurologis) seperti pusing, bingung, disorientasi, put (BAO). Diagnosis banding hipergastrinoma adalah
pandangan kabur, mudah tersinggung, sinkop, bahkan anemia pernisiosa, terapi PPI, gagal ginjal, hiperplasi D-
sampai koma. Juga timbul gej ala produksi katekolamin yang cell, gastrilis atropik, reseksi antrum dan obstruksi
berlebihan akibat hipoglikemia, seperti berkeringat banyak, lambung distal. Sekitar 70-90% kasus gastrinoma tumor
tremor dan palpitasi. Karakteristik serangan timbul pada terletak dalam area segitiga Passaro (kepala pankreas,
waktu puasa, sering pagi hari, bila terlambat makan, atau duodenum, jaringan limfe di posterior dan superior duode-
beberapa jam setelah makan. Insulinoma terdapat pada num). Akan tetapi gastrinomakadang didapatkan di seluruh
kepala, badan atau ekor pankreas, biasanya kecil (> 90% tubuh, sehingga dianjurkan pemeriksaan radiolabeled
besar < 2 cm), biasanya tidak jamak, dan bentuk ganas octreotide scan, dan ultrasonografi endoskopik, dimana
hanya dijumpai pada 5-15% kasus. kombinasi keduanya dapat mendeteksi > 90% kasus
TUMORPAI\IKREAS 745

gastrinoma. Sekitar 50%o gastrinoma adalah ganas dan neurotransmiter yang menstimulasi sekresi klorida usus
sewaktu diagnosis telah ada metastasis di limfonodi dan halus, kontraktilitas usus, menghambat sekresi asam, dan
hati. efek vasodilatasi. VIPoma memberikan sindrom klinis yang
Pada sebagian besar pasien gastrinoma, kenaikan asam terdiri atas: diare cair volume banyak, hipokalemia, dan
lambung dan akibatnya dapat dikontrol secara efektif dehidrasi. Sindrom klinis ini juga disebtt Verner-Mowison
dengan obat penghambat pompa proton.Tindakan bedah syndrome, (Watery Diatrhea, Hypokalemia, Achlorhydria)
yang ideal adalah reseksi seluruh tumor dan metastasisnya. WDHA, dan kolera pankreatika. Gejala utama adalah diare
Pada pasien yang tidak dapat dioperasi, dapat diberikan cair volume banyak (100%), hipokalemia (80-100%),
berbagai caralerapi lain di anlaranya dengan kombinasi dehidrasi (83%), hipoklorhidri a (5 4-7 60/o), dan Jlushing
kemoterapi, analog somatostatin, interferon, (20%). Sebagian pasien disertai hiperglikemia (25 -50%) dan
kemoembolisasi. Pada pasien yang berhasil dioperasi, hiperkalsemia (25-50%). Rerata pasien adalah 49 tahw,
hanya l/3 pasien yang secara biokemik dapat walaupun jarang dapat dijumpai pada anak-anak. Pada
disembuhkan. Walaupun demikian, kelestarian hidup pasien dewasa 80-90% lokasi tumor di pankreas, sisanya
pasien baik, yakni angka kelestarian hidup 1 5tahun pada disebabkan VIP -s ecreting pheochromocytoma, intestinal
pasien tanpa metastasis 85%. Angka kelestarian hidup 5- carcinoid dan ganglioneuroma. Tumor biasanya tidak
tahun pada pasien dengan metastasis hati adalah 20-50%. j amak, 5 0 terletak di ekor p ankreas, dan 3 7 - 6 8 o/o telah
-7 5%o
terjadi metastasis hati sewaktu diagnosis. Pada anak-anak
biasanya disebabkan ganglioneuroma atau
GLUKAGONOMA ganglioneuroblastoma.
Diagnosis pasien berdasarkan gejala klinis diare cair
Glukagonoma adalah TEP yang mensekresi hormon volume banyak dan adanya peningkatan kadar VIP plasma.
glukagon berlebihan, menyebabkan sindrom klinis terdiri Diare cair volume banyak dijumpai juga pada gastrinoma,
atas: dermatitis, intoleransi glukosa atau diabetes, dan pemakaian laksansia berlebihan (abus e),sindrom karsinoid,
berat badan turun. Glukagonoma terjadi pada usia 45 mastositosis sistemik, dan kanker tiroid medular, diare
sampai 70 tahun, dengan gejala klinis khas dermatitis akibat diabetik, dan AIDS. Volume tinja <700 ml/hari dapat
eritema nekrotikan migrans (61 -90%), intoleransi glukosa menyingkirkan diagnosis VIPoma, dan dengan
(40-90%),beratbadanturun(66-96%),anemia(33-85%o), mempuasakan pasien dapat menyingkirkan penyebab lain
diare (15-29%o), dan tromboemboli (11-24%). Kelainan diare cair volume banyak.
laboratorium yang khas adalah hipoaminoasidemia, Terapi utama adalah koreksi dehidrasi, hipokalemia, dan
terdapat pada 26 sampai 100% kasus. Glukagonoma kehilangan elektrolit dengan penggantian cairan dan
biasanya sudah membesar sewaktu didiagnosis, berkisar elektrolit. Pasien mungkin memerlukan 5 liter cairan dan
5-10 cm. Sekitar 50-80% kasus tumor terletak pada ekor >350 meq perhari. Berhubung 37-68% pasien dewasa
pankreas, dan 50- 82% kasus disertai metastasis pada disertai metastasis hati, maka sebagian besar pasien tidak
hati sewaktu didiagnosis. Glukagonoma biasanya tunggal dapat dilakukan terapi bedah kuratif. Pada pasien tersebut
dan jarang ditemukan di luar pankreas. perlu terapi somatostatin analog jangkapanjang, seperti
Konfirmasi diagnosis dengan adanya peningkatan oktreotide dan lanreotide. Oktreotide dapat mengontrol
konsentrasi glukagon plasma, sebagai batasan diagnostik diare pada 87% pasien. Bila tidak responsif dapat
glukagonoma adalah kadar >1000 mg/ml. Pada 90% pasien dikombinasi dengan glukokortikoid. Obat lain yang
glukagonoma konsentrasinya adalah >1000 mglml (nor- memberikan hasil pada sebagian kecil pasien di antaranya
mal <150 mgll-). Konsentrasi glukagon meningkat juga adalah prednison (60- I 00 mgl hari), klonidin, fenotiazin,
pada penyakit insufisiensi ginjal, insufisiensi hati, loperamid, idamidin, litium, propanolol dan
pankreatitis akut, hypercorticism, puasa lama, atau metoklopramid. Terapi pada stadium lanjut adalah
hiperglukagonomia familial. embolisasi, kemoembolisasi, dan kemoterapi.
Pada 50-80o% pasien glukagonoma telah terjadi
metastasis pada waktu diagnosis, sehingga tidak mungkin
dilakukan terapi bedah kuratif. Pada pasien stadium lanjut SOMATOSTATINOMA
perlu diberikan pengobatan khusus antara lain
somatostatin analog, kemoterapi, dan lain-lain, akan tetapi Somatostatinoma adalah tumor endokrin pada pankreas
hasilnya belum memuaskan. atau usus yang menghasilkan somatostatin berlebihan
sehingga menyebabkan sindrom klinik khas: diabetes
melitus, penyakit kantong empedu, diare, dan steatore.
VIPoma Rerata umur pasien 50 tahun, dengan kisaran umur 30 - 84
tahun. Gejala DM dan intoleransi glukosa terdapat pada
VIPoma adalah TEP yang mensekresi berlebihan 55-63% kasus, biasanya ringan. Penyakit kantong empedu
vasoactive intestinal polypeptide (VIP), suatu (kolelitiasis) pada 65-70oh kasus. Diare dan steatore pada
746 HEPATOBILIER

35 - 68% kasus, diare khas defekasi 3-10 kali perhari dengan REFERENSI
tinja berbau busuk. Penyakit ini sering ditemukan secara
tidak sengaja (waktu laparatomi kolesistektomi atau Catatan Medik RSUP Dr Kariadi, Semarang. (tidak dipublikasi).
pemeriksaanUSG dan CT abdomen). Diagnosis ditegakkan Di Magno EP. Pancreatic adenocarcinoma. In: Yamada T, et aL,
berdasarkan sindrom klinis spesifik, konsentrasi editors. Textbook of gastroenterology. 2"d edition. Philadel-
somatostatin-like immunoreactivity (SLI) plasma darah, phia: JB Lippincott Co; 1995. p. 2113-31.
Fisisher WE, Andersen DK, Bell RH Jr, Saluja AK, Brunicardi FC.
dan dari hasil biopsi tumor didapatkan konsentrasi
Pankreas. In: Brunicardi FC, et al, editors. Schwartz's principles
somatostatin jaringan yang tinggi dan peningkatan jumlah of surgery. Str edition. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1274-
sel D. 96.
Hadi S. Tumor pankreas. In: Noer S, et al, editors Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 3'd edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996.
TUMOR ENDOKRIN PANKREAS NON.FUNGSIONAL p. 398-402.
Jensen RT & Norton JA. Endocrine neoplasms of the pancreas. In:
Yamada T, et al, editors. Textbook of gastroenterology. 2"d
Disebut TEP non-fungsional karena tidak memproduksi edition. Philadelphia: JB Lippincott; 1995. p. 2131-60.
atau mensekresi produk yang memberikan sindrom klinis Jensen RT. Endocrine tumors of the gastrointestinal tract and
tertentu. Gejala klinis yang terjadi disebabkan tumomya pancreas. In: Yamada ! et al, editors. Textbook of gastroenter-
sendiri. TEP non-fungsional mensekresi kromogranin A ology. 2"d edition. Philadelphia: JB Lippincott; 1995. p.2220-
(90- 1 00%), laomogranin B (90- I 00%), PP (5 8 %), a-human 31.
chorionic gonadotropin (a-hCG) (40%) danb-hCG (20%), Mayer RJ. Pancreatic cancer. In: Kasper DL, et al, editors. Harrison's
principal of intemal medicine. 16s edition. New York: McGraw-
tetapi tanpa memberikan gejala klinis spesifik. Pasien
Hill; 2005. p. s37-9.
biasanya didiagnosis pada stadium lanjut, akibat invasi Sumaryanto. Karsinoma pankreas di Semarang. Maj Ked Diponegoro.
tumor atau metastasis hati(64-95%) dan biasanya tumor 1992;1(suppl):151-5.
sudah besar (T2ohbesar>5 cm). Gejala yang umum adalah Takhar AS, Palaniappan P, Dhingsa R, Lobo DN. Recent develop-
sakit perut (30 -80oA), ikterus (20-35%),berat badan turun, ments in diagnosis of pancreatic cancer. BMJ. 2005;329:668-
lesu, atau perdarahan. Rerata waktu antara pertama kali 73.
timbul gejala sampai didiagnosis adalah 5 tahun.
Diagnosis ditegakkan dari hasil histopatologi biopsi
tumor. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik
untuk tumor jenis ini. Terapi reseksi tumor hanya dapat
dikerjakan pada sebagian kecil pasien. Terapi ditujukan
hatya pada fumor dan metastasisnya.
119
TINDAKAN INTERVENSI
PADA PENYAKIT HATI
Agus Sudiro Waspodo

PENDAHULUAN diperlukan plasma ekspander untuk mempertahankan vol-


ume efektif sirkulasi pada saat LVP dilakukan. Gines et al
Parasentesis atau pungsi adalah tindakan melakukan menyatakan bahwa pemberian albumin 6 sampai 8 g setiap
aspirasi cairan di dalam rongga tubuh. Tindakan ini pertama liter cairan asites yang dikeluarkan merupakan pilihan
kali diperkenalkan untuk mengatasi asites. Parasentesis utama unfuk mempertahankan keadaan tersebut.
diperkenalkan sejak zaman Hipocrates, meski
Parasentesis. Meskipun LVP merupakan prosedur yang
penjelasannya secara rinci baru dilakukan pada tahun 30
sederhana, beberapa hal perlu diperhatikan guna
- 50 SM olehAulus Cornelius Celsus. Setiap kali pungsi, menghindari komplikasi. Parasentesis biasanya dilakukan
dikeluarkan beberapa liter cairan asites. Pungsi dapat
di daerah perut kuadran kiri bawah, lebih kurang 5 cm ke
dilakukan berulang kali dengan tenggang waktu selang
arah kranial dan 5 cm medial dari spina iliaca anterior supe-
satu minggu. Cara pengobatan seperti ini telah diterima
rior (SIAS). Sebelum pungsi dilakukan, terlebih dahulu
secara luas sebagai pengobatan asites lini pertama pada
harus dipastikan adanya asites di lokasi tersebut dengan
awal pertengahanabad2}. Penemuan obat diuretika pada
pemeriksaan pekak sisi. Pemeriksaan USG tidak diperlukan,
tahun 1950 menyrrutkan pemakaian metode ini sebagai
tetapi sangat bermanfaat pada pasien obesitas atau pasien
terapi asites. Setelah dilakukan evaluasi ulang pada tahun
yang memiliki j aringan parut operasi. Hindari tusukan pada
1980, tindakan ini dinyatakan aman untuk dilaktkan. The
jaringan parut operasi atau pembuluh darah kolateral yang
International Ascites Club meneima kembali parasentesis
tampak. Sterilitas tindakan ini harus selalu dijaga. Disinfeksi
sebagai pilihan utama pengobatan asites grade 3.
dinding abdomen dapat dilakukan dengan larutan iodine,
Selain untuk keperluan terapi, parasentesis juga
kemudian daerah kerja dituhip dengan kain steril yang
bermanfaat untuk penegakan diagnosis.
berlubang. Pelaksana tindakan harus mengenakan sarung
tangan steril, masker, dan tutup kepala selama prosedur
ini dikerjakan. Anestesi lokal dilalarkan dengan suntikan
TEKNIK
infiltrasi lidokain l% sampai mencapai peritoneum.
Kepastian adanya asites dilakukan dengan melakukan
Pengeluaran cairan asites dalam volume yang besar yaitu
aspirasi melalui jarum atau kanul yang dipasang.
5 liter atau lebih pada satu kali pengambilan disebut
sebagai large-volume paracentes is (LVP). Pengeluaran Kanul. Terdapat berbagai macam kanula untuk keperluan
cairan asites 4 sampai 15 L akan mengakibatkan kenaikan tindakan ini, namun sebaiknya dipergunakan abocath
segera cardiac output, diikuti penunrnan tekanan vena bernomor 14 - 16 gauge. Semua jenis kanul yang
sentral, tekanan kapiler pulmonal dan penurunan cardiac dipergunakan untuk tindakan parasentesis memiliki jarum
output dalam kurun waktu 6 sampai 12 jam kemudian. di dalamnya yang ditarik dari kanulnya segera setelah
Kejadian ini disertai dengan peningkatan aktivitas renin tusukan dilakukan.Kantla 14 dan 18 gauge memlllki
plasma dan konsentrasi aldosteron, yang memperlihatkan beberapa side holes dan distal hole. Andres
penurunan volume efektif sirkulasi. Oleh karena itu, mempergunakan jarum Kuss yang telah dimodifikasi.

7.47
748 HEFAI1OBII.IE,R

Kanul ini tidak memiliki distal hole, berukuran 17 gauge sangat rendah. Selain rembesan, perdarahan, infeksi,
dan panjang jarum 7 cm. Keuntungannya adalah aliran perforasi intestinal merupakan hal yang jarang te{adi setelah
cairan asites menjadi lebih lancar karena ujung kanula tidak tindakan LW. Meski demikian laporan te4'adinya komplikasi
tertutup oleh lapisan lemak peritoneum saat tindakan perdarahan padapasien dengan koagulopati berat belumlah
dikefakan. diketahui (masa protombin > 2 I detik, INR < 1,6 ; trombosit <
Dokter atau perawat harus tetap mendampingi pasien 50.000/mm3). Hal ini disebabkan karena banyak penelitian
selama tindakan ini dikerjakan, untuk mengamati dan yang mencantumkan hal-hal tersebut di atas sebagai kriteria
menjaga aliran tetap lancar. Acapkali diperlukan perbaikan eksklusi.
posisi jarum, atau perbaikan posisi pasien apabila terjadi
hambatan aliran cairan. Untuk menghindari perubahan
posisi kanula karena gerakan abdomen akibat respirasi, PENUTUP
sebaiknya kanulatetap dipegang sampai prosedur selesai.
Meskipun parasentesis telah diterima sebagai terapi lini
Pencabutan kanul. P encabutan kanul dilakuk an ap ablla
pertama large ascites namun masih menyisakan beberapa
aliran tetap tersendat meski perbaikan posisi telah
isu kontroversi.
dilakukan. Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini
berkisar 30 90 menit, tergantung pada banyaknya cairan Parasentesis vs diuretika. Kontroversi pertama
asites yang dikeluarkan. membandingkan metode LVP + penambahan plasma
Apabila kanula telah dicabut, pasien dianjurkan tidur ekspander sebagai lini pertama pengobatan large ascites
miring ke kanan, berlawanan arah dengan posisi saat versus penggunaan diuretika saja. Meski muncul beberapa
parasentesis dikerjakan, selama 2-3 jam. Hal ini perasaan skeptis, namun banyak studi telah memperlihatkan
dimaksudkan untuk memberi kesempatan penutupan bahwa parasentesis efektif, aman dan merupakan terapi yang
lobang bekas parasentesis, sekaligus mencegah terjadinya cepat dengan sedikit efek samping seperti ensefalopati dan
rembesan cairan asites. Upaya mengurangi risiko disfungsi renal bila dibanding dengan pemberian diuretik.
terjadinya rembesan dengan melakukan tusukan yang Meski penggunaan plasma ekspander (albumin) terasa
dikenal sebagai Z trackingbelumterbukti. Bahkan metode mahal untuk sebagian negara tertentu, namun masih lebih
ini diduga akan meningkatkan laserasi pembuluh darah murah apabila diperhitungkan dengan biaya lama rawat
dinding abdomen. Infus albumin (6-8 g per liter cairan yang rumah sakit bila diobati hanya dengan diuretika. Demikian
dikeluarkan) diberikan segera setelah prosedur. Pasien juga halnya dengan keadaan asites refrakter.
rawat jalan dapat dipulangkan dari rumah sakit pada hari
Plasma ekspander. Kontroversi yang lain adalah tentang
yang sama.
pemakaian plasma ekspander Tindakan LVP tanpa
penambahan plasma ekspander akan mengakibatkan
disfungsi sirkulasi yang ditandai oleh penurunan efektifitas
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI "arterial blood volume". Pada keadaan ini pemberian albu-
min lebih efektif daripada plasma ekspander lainnya seperti
Indikasi. Parasentesis diagnosis harus dilakukan sebagai
dekstran-70 atalupolygeline seperti yang diperlihatkan oleh
upaya membuat diagnosis penyebab asites pada kasus- penelitian Gines pada Gambar 1.
kasus asites baru. Parasentesis terapi dilakukan sebagai
pilihan pengobatan pada pasien asites besar karena sirosis,
juga merupakan terapi lini pertama pada pasien asites
refrakter.

Kontraindikasi. Hanya sedikit kontraindikasi untuk


tindakan parasentesis. Masih banyak kontroversi perihal 3
koagulopati; meski demikian banyak penulis berpendapat Elo
.9
bahwa koagulopati pada pasien sirosis bukan suatu o
3ao
kontraindikasi untuk suatu tindakan parasentesis a
diagnosis maupun terapi kecuali dalam keadaan berat. E20
Perdarahan dalam cairan asites sangat jarang dilaporkan -
f

(1/1000). Hematom abdomen dilaporkan terjadi lebih kurang


pada 2% kdsus.

KOMPLIKASI Gambar 1. lnsidens disfungsi sirkulasi pasca parasentesis


berdasarkan plasma expander yang digunakan (Reprinted by
Dengan teknik yang disampaikan di atas, kejadian komplikasi permission from Gines A,et al)
TINDAKAN INTERVENSI PADA PENYAKIT HATI 749

KESIMPULAN Gastroenterology and Hepatology. Second Edition, eds. Mc


Donald J,Burroughs A K and Feagan B G. Blackwell Publishing
Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa 2004.
parasentesis dapat dike{akan di daerah perut kuadran kiri Gines P, Tito L, Arroyo V et al. Randomized comparative study of
atau kanan bawah dalam posisi terlentang, tidak diperlukan therapeutic paracentesis with and without intravenous albumin
in cirrhosis. Gastroenterology 1988; 94:1493-1502.
peralatan USG kecuali dalam keadaan tertentu. Tindakan
Lesmana LA, Irsan Hasan. Parasentesis Abdomen. Prosedur Tindakan
dilakukan dengan tetap menjaga sterilitas. Anestesi lokal di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan
dengan lidokain. Pasien dapat dipulangkan setelah pasien Ilmu Penyakit Dalam FKUI 1999.
diawasi selama 2- 3 jam dengan posisi berbaring miring Michael Fallon. Portal Hypertension, Liver Transplantation, and
berlawanan dengan arah dengan lokasi pungsi. Albumin Other Complications of Liver Disease.DDSEP A Core
merupakan pilihan pertama sebagai plasma ekspander pada Curriculum and Self-Assesment in Gastroenterology and
tindakanLVP. Hepatology. Book I.ed.C.Mel Wilcox. American
Gastroenterological Association. Bethesda, Maryland. Kendall/
Hunt Publishing Company.
Moore K R Wong F, Gines P, Bemardi M, Ochs A, Salemo F, Angeli
REFERENSI P, Porayko M, Moreau R, Garcia-Tsao G, Jimenez W, Planas R
and Arroyo V. The management of Ascites in Cirrhosis; Report
Andres Cardenas, Monica Guevera, and Pere Gines. paracentesis. on Consensus Conference of International Ascites Club.
In: Clinical Gastroenterology and Hepatology.Eds. Wilferd MW, Hepatology 2003. vol.38, No. 1.
CJ Hawkey, Jaime Bosch. Elsevier Mosby 2005. Nelson Garcia Jr, Arun J Sanyai. Minimizing Ascites. Complication
Gines A, Fernandez-Esparrach G, Moescillo A, et al. Randomized of Cirrhosis Signals Clinical Deterioration. Postgraduate
trial comparing albumin, dextran 70, and, polygeline in cir- Medicine, 2001. vol.l09.No.2.
rhotic patients with ascites treated by paracentesis. Gastroen- Planas R, Sola R, Ruiz del Arbol L. Advances in the Treatment of
terology 1996; l1l(4); 1002-10. Ascites by Paracentesis.in Therapy in Liver Disease. The
Gines P, Arroyo V, Quintero E et al. Comparasion of paracentesis Pathophysiological Basis of Therapy.eds.Arroyo V et.al. Masson
and diuretics in the treatment of irrhotics with tense ascites. sA.1997.
Results of randomized study. Gasffoenterology 1987 ; 93: 234- Quintero E, Gines P, Arroyo V et al. Paracentesis versus diuretics in
241. the treatment of cirrhotics with tense ascites. Lancet 1985: 1:
Gines P, Arroyo V, Rodes J. Ascites, hepatorenal syndrome, and 6tt-6t2.
spontaneous bacterial peritonitis. In Evidence-Based
t20
BIOPSI HATI
Agus Sudiro Waspodo

PENDAHULUAN koagulopati sebelum tindakan biopsi dilakukan. Vitamin


K harus diberikan secara parenteral sekurang-kurangnya
Pemeriksaan histopatologi merupakan salah satu bagian 48 jam sebelum biopsi, dan biasanya hanya efektifapabila
penting dalam membuat diagnosis dan pengelolaan gangguan koagulasi disebabkan obstruksi atau
pasien. Sulit atau bahkan mustahil untuk mengelola malabsorbsi (konsentrasi faktor VII akan kembali normal
pasien secara baik tanpa mempertimbangkan biopsi hati, dalam waktu 24 jam setelah pemberian vit K, tetapi
meski prosedur ini sering ditakuti pasien, dan bila konsentrasi faktoryang lain memerlukanwaktu yang lebih
dikerjakan tidak berhati-hati dapat menimbulkan lama, dan kekurangannya tidak tercermin pada nilai INR.)
komplikasi yang berbahaya. Bila hal ini tidak berhasil, segera diberikan FFP sebelum
Paul Erlich memperkenalkan biopsi jarum pada hati biopsi dikerjakan dengan dosis 12-15 mVkg berat badan
dalam studinyapada pasien diabetes tahun 1883. Pada untuk mengoreksi masa protrombin. Transfusi trombosit
perkembangan berikutnya, Scupfer pada tahun1907 sebelum tindakan pada pasien trombositopenia sudah
melaporkan untuk pertama kalinya biopsi hati untuk dikerjakan secara luas. Bila jumlah trombosit meningkat
membuat diagnosis sirosis dan tumor hati. Pada perang lebih dari 60.000 dengan hansfusi trombosit, biopsi cukup
dunia kedua tindakan biopsi berkembang cepat terutama aman. Pemakaian faktor VII rekombinan dihindari karena
untuk mengetahui kasus hepatitis virus yang menyerang biaya tinggi.
terftara kedua belah pihak.
Pemeriksaan USG Pemeriksaan USG prabiopsi harus
dilakukan untuk menyingkirkan kelainan anatomi yang
mungkin ada, sehingga tusukan terhadap organ yang tidak
PROSEDUR diinginkan dapat dihindari. US juga memungkinkan untuk
menemukan lesi fokal seperti hemangioma, yang mungkin
Pemeriksaan hematologi. Biopsi hati biasa dikerjakan tidak memberikan keluhan dan hal-hal lain yang tidak
pada pasien rawat inap, meski pada beberapa keadaan diduga sebelumnya.
tertentu dapat dikerjakan pada pasien rawat jalan. Semua
Informed consent. Harus dikerjakan sebelum biopsi
pasien yang akan menjalani pemeriksaan biopsi hati
dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku di rumah
perkutan harus diketahui jenis golongan darahnya, dan
sakit.
akses untuk tindakan transfusi harus sudah tersedia. Masa
Sedasl.Sedasi tidak diberikan secara rutin sebelum
protrombin atau INR harus diperiksa sebelum tindakan
biopsi, namun analgesik kadangkala diperlukan setelah
dikerjakan.
tindakan untuk menanggulangi nyeri. Midazolam dapat
Masa protrombin tidak boleh lebih dari 3 detik dari
dipertimbangkan sebagai sedasi minimal bila tidak terdapat
kontrol setelah pemberian vitamin K intramuskular. Jumlah
kontraindikasi. Menurut The American Society of
hombosit harus melebihi 80.000 uL.
Anesthesiologist Task Force on Sedation and Analgesia
Vitamin K, fresh lrozen plasma (FFP), dan transfusi by Non-Anesthesiologists memberikan tuntunan sedasi
trombosit. Vitamin K, FFP dan trombosit telah seperti Tabel 1.
dipergunakan secara luas untuk memperbaiki kelainan

750
BIOPSIII'TTI 751

Minimal sedation Moderate sedation Deep sedation General anesthesia


Responsiveness Normal response to Purposeful response to Purposeful response after Unarousable, even with
verbal stimulation verbal and tactile repeated or painful painful stimulation
stimulation stimulation
Airway Unaffected No intervention required lntervention may be lntervention oflen
required required
Spontaneous Unaffected Adequate May be inadequate Frequently inadequate
ventilation
Cardiovascular Unaffected Usually maintained Usually maintained Maybe impared
function
From American Society ofAnesthesiologists Task Force on Sedation and Aaalgesia by Non-Anesthesiologists. Practice guidelines for sedation
and analgesia by non-anesthesiologists. Anesthesiology 20O2; 96: I 005.

BIOPSI HATI PERKUTAN aspirasi untuk membuat tekanan negatif di dalam tabung
injeksi, sementara pasien menahan napas setelah ekspirasi,
Biopsi hati yang dilakukan perkutan (dapat dikelompokkan jarum dengan tekanan negatif dengan cepat ditusukkan
atas lokasi tusukan) baik dikerjakan secara membuta ke dalam jaringan hati dan dengan cepat jarum ditarik
maupun dengan tuntunan dengan atautarlpa menyumbat kembali (tindakan dilakukan dalam sekali gerakan), Saat
alur bekas tusukan. ini jarum biopsi yang sering dipergunakan di divisi
Hepatologi FKUI/RSUPN Ciptomangunkusumo adalah
jarum biopsi disposibel (Hepafix) yang mempunyai prinsip
rRAlrsrHo RActc (TRANSPARiETAL) AND SUB- kerj a mirip dengan jarum Menghini.
cosTAL (rrvrERcos TALS) LtvER Bto PsY
Jarum Tru-cul Jarumbiopsi ini terdiri dariinner cutting
needle dan outer cannula (Gambar 2).
Teknik
Pasien berbaring telentang. Batas hati paru ditentukan
dengan pemeriksaan j asmani atau dengan pemeriksaan US .
Sebaiknya ditentukan dengan pemeriksaan US.
Setelah dilakukan anestesi lokal dengan seksama pada
target (daerah interkostal 8 dan 9 pada garis mid aksilar)
jarum biopsi ditusukkan pada saat pasien menahan napas
setelah akhir ekspirasi di lokasi tersebut. Arah jarum
Gambar 2. Jarum bioPsi lru-cu.
Mempunyai bagian inner cutting
posterocranial untuk menghindari tusukan pada kantong
empedu.

Jarum Menghini. Prinsip kerjadarijarumbiopsi ini adalah Untuk mengoperasikan alat ini diperlukan alat
aspirasi pada tekanan negatif. Jarum yang dipergunakan tambahan biopter (Bioptyru gun). Saat ini banyak tersedia
biasanyaberukuran 1,4 mm (Gambar 1). jarum disposibel yang mempergunakanprinsip kerja Tru-
Jarum biopsi menghini yang terhubung dengan tabung cut. Jarum ditusukkan ke dalam target biopsi dalam posisi
injeksi yang berisi cairan steril 3ml ditusukkan ke dalam inner cutting terbuka. Jaringan terpotong saat biopter
sesuai dengan arah anestesi lokal. Dua ml cairan menembakkan outer canula sehingga memotong jaringan
disunti}ftan untuk membersihkan fragmentasi jaringan yang sasaran, tru-cut berguna untuk biopsi lesi fokal di hati.
terbawa di dalam lubang jarum. Kemudian dilakukan Bila dibandingkan keduatipe jarum tersebut dikatakan
bahwa penggunaan Tru-cut memiliki morbiditas dan
mortilitas lebih tinggi dari pada jarum Menghini (3,5/1000
vs l/1000).
Observasi pasca tindakan. Pada 2 jam pertama pasca
tindakan observasi dilakukan tiap 15 menit, 2 jam
berikutnya tiap 30 menit dan tiap satu jam untuk 2 jam
berikutnya. Tramadol atau petidin lebih baik diberikan saat
tindakan dilakukan. Bilamana tindakan ini dikerjakan pada
Oo pasien one day care sebal?,nya dikerjakan pada pagi hari.
Sebaiknya pasien tetap berbaring di tempat tidur miring ke
Gambar 1. Skema jarum biopsi hati menghini kanan selama 2 jam setelah tindakan.
752 HEPATOBILIER

Terjadinya komplikasi pasca biopsi ditandai oleh nyeri Kontraindikasi


hebat (ke arah bahu atau abdomen), yang tidak teratasi Pada pasien yang tidak kooperatif meski telah diberikan
dengan injeksi petidin, hipotensi, dan takikardi. Dengan midazolam, dan tindakan biopsi dipandang sangat
munculnya gejala tersebut pasien harus diawasi sepanjang bermanfaat maka pemberian anestesi umum dapat
malam dipertimbangkan.
Beberapa komplikasi dapat terjadi, seperti nyeri, Pada obstruksi bilier ekstrahepatik tindakan biopsi
hematom intrahepatik, hemoperitoneum, hemobilia, dinyatakan sebagai kontraindikasi karena komplikasi yang
arteriovenous fisistula, angiokolitis, tumor seeding, dapat terjadi seperti nyeri, peritonitis bilier, renjatan septik
biliary peritonitis, pneumotoraks, hemotoraks, dan dan bahkan kematian.
kematian. Beberapa kontraindikasi lain seperti bacterial
kholangitis, gangguan koagulopati, asites, lesi kistik, dan
amyloidosis karena dikuatirkan terjadi komplikasi bila
BIOPS! ASPIRASI JARUM HALUS dilakukan tindakan biopsi.
Pada pasien yang diduga menderita keganasan
Biopsi aspirasi jarum halus dikerjakan di bawah tuntunan tindakan biopsi tidak boleh dilakukatpadapasien rawat
ulrasound ata;u computed tomography, teristimewa untuk jalan karena risiko terjadinya perdarahan lebih besar 6
mendapatkan contoh jaringan dari massa tumor yang sampai 10 kali lipat dibandingkan pasien bukan kanker.
diduga ganas. Ketepatannya mencapai angka 80%o-90%o di Pada pasien obes biasanya akan mendapatkan
tangan seorang ahli patologi yang handal. Harus selalu kesulitan untuk menentukan batas hati. Oleh karena itu
diingat bahwa hasil negatif tidak menyingkirkan adanya tindakan harus dipandu dengan USG. Pada pasien dengan
proses keganasan, namun hal ini kemungkinan disebabkan kelainan katup harus diberikan antibiotik profilaktik.
pengambilan contoh yang kurang akurat. Prosedur ini
sangat aman meski dilakukan pada pasien hemangioma
dan echinococcal cysts. Kemungkinan terjaditya seeding KESIMPULAN
pada bekas jarum oleh sel neoplasma kecil.
Biopsi hati masih tetap merupakan perangkat yangpenting
untuk menentukan penyakit di hati. Dengan memperbaiki
IN DIKASI DAN KONTRAIN DIKASI ketrampilan dan metode diharapkan tindakan ini akan
berkembang menjadi lebih baik.
Indikasi. Biopsi hati merupakan prosedur invasif yang
meskipun jarang tetapi sangat berisiko untuk terjadinya
komplikasi. Biopsi ditujukan untuk memperoleh jaringan REFERENSI
guna penegakan diagnosis yang mempunyai matfaat pada
pengelolaan pasien. (Tabel 2) David Patch. Liver Biopsy. in.: Clinical Gastroenterology and
Hepatology. Eds. Wilferd MW, CJ Hawkey, Jaime Bosch. Elsevier
Mosby 2005.
Dixon AK, Numez DJ, Bradley JR et al. Failure of percutaneous
a Evaluation, grading and staging of chronic hepatitis liver biopsy, anatomical variation. Lancet 1987 ;2:437 -439.
a Diagnosis, grading and staging of alcoholic liver diseases Frias-HidvegiD. Guides to Clinical Aspiration Biopsy Liver and
and non-alcoholic-induced steatohepatitis (NASH) Pancreas. New York, Tokyo, Igaku-Shoin, 19881.
a Evaluation, grading, and staging of cholestatic liver disease. Genta MR and Rubbia Bamdt L. Histopathology primer for gastro-
a Diagnosis suspected cirrhosis enterologists and hepatologists in Clinical Gastroenterology
a ldentification of systemic, inflammatory or granulomatous
and Hepatology.Eds. Wilferd MW, CJ Hawkey, Jaime Bosch.
disorders
a Evaluation of fever unknown origin Elsevier Mosby 2005.
ldentification of type and extent of drug-induced liver injury Patel SC and Vargo J. Conscious sedation in Clinical Gastroenterol-
Diagnosis of nature of intrahepatic masses ogy and Hepatology.Eds. Wilferd MW, CJ Hawkey, Jaime Bosch.
Diagnosis of multisystem infiltrative disorders Elsevier Mosby 2005
Evaluation of abnormal liver biochemical tests and Sharma P, Mc Donald GB, Banaji M. The risk of bleeding after
hepatomegaly percutaneous liver biopsy: relation to platelet count.
a Screening relatives of patients with familial diseases
J.Clin.Gastroentercl.l 982 ; 4 :4 5 l.
a ldentification of metabolic or storage disease
Sherlock S and Dooley J. Needle Biopsy of the Liver. in Diseases of
a Obtaining tissue to culture infection agents
Obtaining tissue for quantitative estimation of copper or iron the Liver and Biliary System. Ninth ed. Blackwell Scientific
levels Publications.
Diagnosis of vascular disease
a Evaluation of donor liver before transplantation
a Diagnosis of liver test abnormalities following transplantation
o Evaluation of effectiveness of therapies for liver disease.
t2t
TRANSPLANTASI HATI
Iswan A. Nusi

PENDAHULUAN diperlukan.
Ada empat macam kategori penyakit hati yang
Welch, pada tahun 1955 melakukan transplantasi hati diindikasikan untuk dilakukan transplantasi hati yaitu :
pertama kali pada anjing. Pada tahun 1963, Starzl dan l). Penyakit hati kronik irreversibel oleh sebab apapun;
kelompoknya pertama kali melakukan transplantasi hati 2). Keganasan hati non metastatik; 3). Gagal hati fulminan;
pada manusia dengan sukses. Sejak saat itu ia melanjutkan 4). Gangguan metabolisme herediter.
usahanya di Denver. Dari berbagai pusat transplantasi hati Banyak pusat transplantasi hati di dunia melakukan
yang ada, maka pusat yang dipimpin oleh Calne di kota transplantasi hati pada orang dewasa dengan kelainan
Cambridge berkembang pesat di samping yang penyakit hati seperti pada Tabel 1.
dikembangkan oleh Starzl di Denver. Namun di Amerika Serikat, terdapat WOS guideline
MenurutAmerican Liver Foundation, ada 5000 pasien (the United Network for Organ Sharing) seperti yang
dengan end-stage liver disease yang memerlukan terdapat pada Tabel 2.
transplantasi hati untuk kelangsungan hidupnya. Banyak indikasi transplantasi hati yang masih
Banyak pasien terlambat dirujuk ke pusat kontroversial seperti penyakit hati alkoholik, sirosis oleh
transplantasi hati dan banyak pasien yang dirujuk dengan karena infeksi virus hepatitis B dan C, keganasan pada
penyakit hati stadium terminal (sudah meninggal saat
menunggu waktu untuk transplantasi hati). Hal ini
memerlukan kesiapan dari dokter untuk menentukan
kriteria dan kapan waktu rujukan ke pusat transplantasi
hati dilakukan. Primary biliary cirrhosis Biliary atreasia
Sclerosing cholangitis lnborn errors of
Fulminant liver failure metabolism
Hepatitis (viral, drug, toxin) Acute liver failure (viral,
SELEKSIRESIPIEN toxic, metabolic)
Metabolic liver disease
Reye's syndrome
Rujukan dini pada pasien yang memerlukan transplantasi Alcoholic cirrhosis
Hepatitis
hati sangat menentukan keberhasilan proses transplantasi Postnecrotic cirrhosis
Neonatal hepatitis
tersebut. Secondary biliary cirrhosis
Familial cholestasis
Autoimmune liver disease
Ada tiga kriteria umum resipien yang akan dilakukan Arterial thrombosis
Hepatic traumas
transplantasi hati, yaitu :
1). Tidak ada tindakan
Polycystic liver
Rejection
operasi maupun pengobatan medik yang dapat Budd-chiari syndrome
Tumor
memperpanjang harapan hidup pasien; 2). Tidak ada
Veno-occlusive disease
komplikasi penyakit hati kronik yang menyebabkan Primary nonfunction
peningkatkan risiko operasi atau kontra-indikasi Rejection
dilakukannya trans-plantasihati; 3). Adanya pengertian Tumors (benign, malignant,
dari pasien dan keluarganya tentang konsekuensi trans- metastatic)
plantasi hati meliputi risiko, keuntungan, dan biaya yang

753
754 HEFANOBII.IER,

SELEKSI DONOR
Status 1
Fulminant hepatic failure. Onset within 8 weeks of initial Pemilihan donor dipertimbangkan sebagai berikut :
symptoms and one of the following: stage 2 encephalopathy
bilirubin >15 mgidl
l. Usia 2bulat- 65 tahun
NR >2.5 2. Dengan trauma otak yang menyebabkan kematian
hypoglycaemia (glucose level <50m9/dl) batang otak
Primary non function of graft transplanted within 7 days
Hepatic artery thrombosis occurring within 7 days of
3. Adanya kecocokan ABO dan HLA
transplantation 4. Adanya kesediaan dari keluarga donor dengan bukti
Acute decompensated Wilson's disease informed with consent
Status 2A
5. Tidak ada penyakit membahayakal yarrg ditularkan
:
Patient with chronic liver failure and a Child-Pugh score 10 in oleh donor.
the critical care unit, with a life expectancy without a liver
transplant of less than 7 days, with at least one ofthe
following criteria:
unresponsive active variceal haemorrhage with failure or KOMPLIKASI
contraindication of surgical or transjugular intra-hepatic
shunt
hepato renal syndrome Selama dan setelah dilakukan transplantasi dapat terjadi
refractory ascites/hepato-renal syndrome (hydrothorax) komplikasi pada resipien yang meliputi :
stage 3-4 encephalopathy unresponsive to therapy 1. Komplikasi berkenaan dengan prosedur
Contraindications to status 2A listing:
extra-hepatic sepsis unresponsive to antimicrobial therapy Meliputi infeksi, hemia, granuloma pada jahitan fasial,
requirement for high dose or two or more pressor agents limfokeles, perdarahan, trombosis, stenosis, peritoni-
to maintain an adequate blood pressure tis, localized bile collection, dan pseudoaneurisma.
severe, irreversible multi-organ failure
2. Kegagalan graft peioperutif
Status 28 Kecepatan re-transplantasi pada 3 bulan pertama pasca
Patients with chronic liver disease and a Child-Pugh s c o r eI pembedahan menc apai 10-20%. Adaempat alasan utama
10 or
> 7 and one or more of the following clinical considerations: penyebab kegagalan ini:
unresponsive variceal haemorrhage a. Teknik operasi yang tidak sempuma
hepato-renal syndrome
spontaneous bacterial peritonitis b. Penyakit hati yang tidak diketahui pada donor hati
refractory ascites/hepato-renal syndrome (hydrothorax) c. Iskemikjaringan grafi
Liver transplant candidates with hepato-cellular carcinoma can
be registered as status 28 if
d. Rejeksi
they meet the following criteria: 3. Komplikasinonteknis
thorough assessment has excluded metastatic disease Tiga penyebab utama komplikasi ini meliputi hipertensi,
recipient has one nodule S 5 cm or three or fewer nodules infeksi, dan rejeksi (akut dan kronik).
all <3cm
patient is not a resection candidate

Status 3
Patient with chronic liver disease and child-Pugh score > 7 PENOLAKAN GRAFT

Rejeksi hiper-akut sangatjarang terjadi dan ini biasanya


disebabkan oleh presensitisasi terhadap antigen donor.
hati, dan infeksi HIV. Adapun kontraindikasi absolut dan Rejeksi akut umumnya revesibel dan sebaliknya pada
relatif dari transplantasi hati seperti terdapat pada rejeksikronik.
Thbel3. Berdasarkan NIDDK-LTD rejeksi akut dan kronik
dibagi lagi berdasarkan berat-ringan perubahan
histopatologis yang ditemukan seperti pada Tabel 4.

Sepsis di luar traktus Usia<l bulanatau>60 IMUNOSUPRESAN


hepatobilier tahun
Keganasan ekstrahepatik dan Koma hepatikum stadium 4
kolangio karsinoma Trombosis vena portal
Banyak pusat transplantasi yang menggunakan obat
Penyakit paru jantung Tindakan operasi seperti end imunosupresan untuk mempertahankan jaringan grafi hati.
stadium lanjut to side poftacaval shunt Obat imunosupresan yang sering digunakan meliputi :
HIV positif atau operasi hepatobilier
Penyalahgunaan obat yang yang kompleks Kortikosteroid. Diberikan setelah revaskularisasi jaringan
masih aktif Keganasan ekstrahepatik
Gagal sistem organ lain yang sebelumnya
hati donor. Turunkan secaratapering dosis obat ini sampai
tidak dapat disembuhkan Ketidakpatuhan pasien mencapai baseline yang dapat mempertahankan jaringan
dengan transplantasi hati minum obat hati donor.
TRANSPIAIUASIHATI 755

Rejeksi Akut Rejeksi Kronik


Histopatologi Histopatologi
A0 (none) No rejection B1 (early/mild) Bile duct loss, without
centrilobular cholestasis,
perivenular sclerosis or hepato-
cellular ballooning or necrosis
and drop out
Al (mild) Rejection infiltration in some, but B2 Bile duct loss, with one of the
notmost, of the triads, confined (i ntermediate/moderate) following four fi ndings:
within the portal spaces cenkilobular cholestasis, peri-
venular sclerosis, hepato-
cellular ballooning, necrosis and
drop-out
A2 (moderate) Rejection infiltrate involving most or B3 (late/severe) Bile duct loss, with at least two of
all of the triads, with or without the following four flndings,
spill over into lobule. No evidence cenkilobular cholestasis, peri-
of centrilobular hepatocyte venular sclerosis, hepato-
necrosis or drop-out cellular ballooning, or
centrilobular necrosis and drop
out

A3 (severe) lnfiltrate in some or all of the triads,


with or without spill-over into the
lobule, with or without nflammatory
cell linkage of the triads, associated
with moderate-severe lobular
inflammation and lobular necrosis
and drop out

siklosporin dan takrolimts (calcineurin inhibitor). Obat dan produktivitas pasien dibandingkan sebelumnya.
ini diberikan sebelum memulai dan setelah tindakan Sampai awal tahun 1970, jumlah pasien dengan
transplantasi. Jika tidak dapat mentoleransi obat ini dapat perpanjangan usia I tahun hanyalah 10 %. Kemudian
ditambahkan azatioprin untuk mencapai efek imunosupresi sering dilaporkan hasil yang lebih baik. Dari Denver
yang adekuat. Beberapa bulan setelah kondisi jaringan dilaporkan sejak tahun 1970, perpanjangan usia 1 tahun
hati donor stabil, dosis obat dapat diturunkan secara yang dapat dicapai dengan transplantasi hali adalah3}%io.
gradual. Selama fase pemeliharaan, dosis obat Oleh Starzl dilaporkan bahwa selama dua tahun terahir ini
imunosupresan dipertahankan pada konsentrasi yang angka perpanjangan usia I tahun adalah 5.0%. Delapan
rendah yang masih dapat mempertahankan jaringan pasien perpanjangan usianya sudah lebih 3 tahun bahkan
transplan. Hal ini disebabkan efek samping obat ada yang sampai 8 tahun. Hasil-hasil tersebut sangat
imunosupresan terkait dengan dose related. tergantung dari banyak faktor yang sudah diuraikan di
atas terutama perawatan dan manajemen sebelum, selamq
Imunosupresan lainnya. Selain obat yang telah disebutkan
maupun sesudah transplantasi oleh tim, terutama ahli
dapat juga digunakan mycophenolal mofetil, serolimus,
hepatologi dan gastroenterologis. Data terakhir
antilymphocyte antibody, dan specific monoclonal dnti-
menunjukkan survival atfiveyears adalah35% untuk yang
body (basiliximab dan diclizumab) sebagai alternatif
mendapat liver baru dari donor yang berumur lebih 60
kombinasi maupun kalau ada kontraindikasi pemberian
tahun. Bila donor kurang dari 60 tahun, kesintasan72Yo.
obat di atas.

REFERENSI
KUALITAS HIDUP
WF. Transplantation for childhood liver disease: an over-
Balisteri
Umumnya kualitas hidup pasien dengan transplantasi hati view. Liver Transpl Surg. 1998;44(51):51 8.
baik. Meskipun keberhasilan transplantasi ini tidak Busutil RW, et at. Split liver transplantation. Ann Surg.
mengembalikan pasien menjadi normal namun hidup 1999;229(3):3t3.
Edward EB, et al. The effect of the volume of procedures at the
dengan obat imunosupresan yang minimal. Proses
transplantation centers on mortality after liver trans-
transplantasi ini akan memperpanjang daya tahan hidup plantation. N Eng J Med.l999;341:2049
756 HEPAIOBILIER

Garcia RF, et al- Transplantation for primary biliaryiirrhosis: organized by The American Soiiety of Trairs-plant Physicians
retrospective analysis of 400 patients in a single center. and The American Association for the Study of Liver Diseases.
Hepatology. 2001 ;33:.22. Liver Transpl Surg. 1997,'3:628.
Ghobrial RM, et al. Orthotropic liver transplantationfor hepatitis Marcos D, et al. Right lobe living dolor liver tiansplantation.
C. Annals Swg. 1999;229(6):824. Transplantation. I 999;68 :798.
Internet. Factors predicting success in liver transplantation. Ar- McAlister VC, et al. Sirolimus-tacrolimus combination
chives of surgery.2005; 140:27 3-7. immunosoppression. Lancet. 2000;3 55(9201):37 6.
Keefe EM. Living donor liver transplantation. Rev Gastroenteral Sherlock S, Dooley J. Hepativ transplantation. Disease of the liver
Disord.2001;1:113. and biliary system. 1lt edition. London: Blackwell-Publishing;
Levy M, et al. The elderly liver transplant. recipient: a call for 2002. p. 657-79.
caution. Ann Surg. 2001;233:107. Tillman HL. Successful orthotopic liver transplantation.
Lacey M, et al. Minimal criteria for placement of adults on liver Gastroenterol. 2001; 120:1561.
transplant waiting list: a report of a national conference

Anda mungkin juga menyukai