Anda di halaman 1dari 24

1.

Struktur Makroskopis Hepar


a. Hepar

Gambar Hepar dilihar dari ventral


- Terdiri dari 2 facies yaitu :
 Facies diafragmatica : licin dan berbentuk kubah sesuai diafragma, dipisahkan
dari diafragma oleh recessus subphrenicus
 Facies visceralis : berbatasan dengan gaster untuk sebelah kanan, bagian kranial
dengan duodenum, omentum minus dan vesica billiaris
- Mempunyai 2 lobus utama yaitu lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra yang
dipisahkan oleh ligamentum teres hepatis.
Gambar Hepar dilihat dari dorsokaudal

- Didalam lobus depatis dextra ada :


o lobus caudatus
o lobus quadrates
o impressio suprarenalis
o impressio renalis
o impressio duodenalis
o impressio colica
- Didalam lobus hepatis sinistra hanya ada impressio gastrica
- Vaskularisasi :
 arteri hepatica propia yang bercabang menjadi arteri hepatica propia ramus dextra
dan ramus sinistra
 vena porta hepatis.
Gambar segmen hepar dengan pembuluh darah
- Segmentum-segmentum pada hepar
I : Lobus Quadratus
II : Segmentum laterale superius
III : Segmentum laterale inferius
Iva : Segmentum mediale superius
IVb : Segmentum mediale inferius
V : Segmentum anterior superius
VI : Segmentum posterior superius
VII : Segmentum posterior superius
VIII : Segmentum anterior inferius
Gambar segmen dilihat dari dorsokaudal

- Limfe
 Superficialis : berawal dari vas lympaticum superficialis nodi lymphoidei hepatis
nodi lymphoidei coeliaca ductus thoracicus
 Profunda : berawal vas lympaticum profundum nodi lymphoidei phrenica nodi
lymphoidei mediastinalis ductus limfatikus dextra.
- Inervasi
 Simpatis : plexus coeliacus
 Parasimpatis : truncus vagalis ( nervus vagus)
b. Lien
- Organ limfatik terbesar dan terletak dalam hypocondriaca sinistra
- Panjang 12cm dan lebar 7cm
- Bersentuhan pada dinding gaster dan curvatura major, dengan ligamentum gastrosplenicum1a

Gambar lien.1a
- Bersentuhan dengan ren sinistra dengan ligamentum splenorenale
- Limfe : keluar dari hilum splenicum menuju nodi lymphoidei pancreaticolienalis
- Inervasi : plexus coeliacus
- Vaskularisasi
 Arteri splenica
 Vena splenica

c. Vesica Fellea
- Panjang 7-10 cm
- Permukaan
 Ventral : melekat pada hepar
 Dorsal : tertutup peritoneum visceral

Gambar vesica biliaris dan duktus biliaris.


- Terdapat 3 bagian vesica fellea
 Fundus : ujungnya melebar, terletak pada cartilago costae IX pada linea medioclavicularis dextra
 Corpus : bersentuhan dengan facies visceralis, hepar, colon transversum, superior duodenum
 Collum : runcing ke arah porta hepatis
- Vaskularisasi
 Arteri cystica
 Vena cystica
- Limfe : nodi lymphoidei hepatica nodus cycticus.

d. Vena Porta & Anastomosis Sistem Portal

- Cabangnya membentuk kapiler lebar (sinusoid)


- Hubungan dengan sistem vena sistemik :
 Antara vena oesophageales akan melebar menjadi varises oesophageal dan bermuara ke vena
azygos (sistemik) dan vena gastrica sinistra (portal)
 Antara vena-vena rektal vena rectalis inferior dan rectalis media bermuara ke Vena Cava Inferior
(sistemik) untuk portalnya adalah vena rectalis superior/mesenterica superior
 Vena para umbilicales (portal) beranastomosis dengan vena epigastrica dinding abdomen
(sistemik)
 Ranting-ranting vena colica (portal) beranastomosis dengan vena retroperitoneal (sistemik)
Struktur Mikroskopis Hepar

Gambar 9. Mikroskopis hepar.

Gambar 10. Mikroskopis hepar.


Secara mikroskopis teridi dari Capusla Glisson dan lobulus hati. Capsula Glisson yang
tersusun oleh jaringan ikat padat yang susunannya iregular. Kapsula tersebut dilapisi oleh
peritoneum yang tersusun oleh epitel gepeng selapis, kecuali pada daerah terbuka.
Kapsula Glisson melekat longgar pada jaringan hati, kecuali pada porta hepatis, tempat
jaringan ikat kapsula memasuki hati bersama dengan masuknya pembuluh darah dan limf, dan
keluarnya duktus biliaris. Lobulus-lobulus terdiri dari sel hepatosit dan sinusoid. Sinusoid
memiliki sel endotelial yang terdiri dari sel endotelial, sel kupffer, dan sel fat storing. Lobulus
hepar terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Lobulus klasik
- Berbentuk prisma dengan 6 sudut
- Dibentuk oleh sel hepar yang tersusun radier disertai sinusoid.
- Pusat lobulus dalah vena sentralis
- Sudut lobulus adalah segitiga kiernann atau portal area. Dan pada portal area ditemukan
a. Cabang vena porta hepatica
b. Cabang arteri hepatika
c. Cabang duktus kolaidokus
d. Kapiler limfe
2. Lobulus portal
a. Bentuk segitiga, Disebut sebagai lobulus Mall
b. Pusat lobulus ini adalah trigonum kiernann
c. Sudut lobulus ini adalah vena centralis
3. Asinus hepar
a. Disebut sebagai lobulus Rappaport cs
b. Bentuk rhomboid
c. Pusat lobulus ini adalah sepanjang area porta
d. Sudut lobulus ini adalah vena centralis.
a. Sinusoid Hati
Gambar 11. Mikroskopis sinusoid hepar.
- Ruangannya berbentuk irregular
- Ukurannya lebih besar dibandingkan kapiler
- Mempunyai dinding seluler yaitu kapiler yang diskontinou
- Dinding sinusoid dibentuk oleh sel hepatosit dan dinding endothelial
- Terdapat ruang Disse (perivascular space) yang merupakan ruangan antara dinding
sinusoid dengan sel parenkim hati, yang fungsinya sebagai tempat aliran lymphe.
- Sinusoid dibentuk oleh sel kupffer/makrofag (sel retikular fagosit): inti jelas kompak,
mempunyai uluran sitoplasma.
- sel batas ( sel retikular primitif): inti pipih dilapisi oleh sitoplasma tipis.
Lempeng hepatosit tersusun oleh sel dengan ketebalan tidak lebih dari dua sel saat
mendekati usia 7 tahun, dan ketebalan lempeng hepatosit menjadi satu sel sesudah usia 7 tahun.
Pada lobulus klasik, lempeng hepatosit tersebut saling beranastomosis dan tersusun radier
terhadap vena sentralis.
Ruang di antara lempeng hepatosit ditempati oleh sinusoid hati, dan darah di dalam
sinusoid yang lebar tersebut tidak berhubungan dengan hepatosit, karena sinusoid dilapisi oleh
sel pelapis sinusoid.
Seringkali, sel pelapis sinusoid tidak saling berhubungan satu sama lain, sehingga
terdapat celah di antaranya yang dapat mencapai 0,5 μm. Sel pelapis sinusoid juga mempunyai
fenestra (lubang) yang berkelompok dan disebut lempeng saringan.
Karenanya, partikel dengan diameter kurang dari 0,5 μm dapat meninggalkan lumen
sinusoid dengan mudah. Makrofag residen yang disebut sel Kupffer, berhubungan dengan sel
pelapis sinusoid pada sinusoid. Seringkali, fagosom sel Kupffer mengandung partikel dan debris
sel yang diendositosis, terutama eritrosit mati yang dihancurkan oleh sel ini.
Mikrograf elektron sel Kupffer menampilkan banyak juluran mirip-filopodia,
mitokondria, beberapa RER, sebuah aparat Golgi kecil, dan banyak lisosom dan endosom akhir.
Karena sel tersebut tidak membentuk tautan antarsel dengan sel sebelahnya, diduga bahwa sel
tersebut adalah scavenger migran.
b. Ruang Perisinusoid (Celah Disse)
Sel pelapis sinusoid terpisah dari hepatosit oleh ruang sempit yang disebut ruang
perisinusoid (celah Disse), dan plasma yang keluar dari sinusoid bebas mengalir ke ruang ini.
Mikrovili hepatosit menempati sebagian besar celah Disse; luas permukaan mikrovili yang luas
memudahkan pertukaran bahan di antara aliran darah dan hepatosit. Hepatosit tidak berkontak
langsung dengan aliran darah, celah Disse berperan sebagai ruang perantara di antara hepatosit
dan aliran darah.
c. Hepatosit

Gambar 12. Sel hepatosit.


- Berbentuk kuboid
- Tersusun radier
- Ini sel bulat dan letaknya ditengah
- Sitoplasma: mengandung eosinofil, mitokondria banyak, RE kasar dan banyak, aparatus
golgi bertumpuk-tumpuk
- Batas sel hepatosit: berbatasan dengan kanalikuli biliaris, berbatasan dengan ruang
sinusoid, berbatasan antara sel hepatosit.
- Sitem duktuli hati terdiri dari kanalikuli bilaris dan kanal hering.
Hepatosit adalah sel poligonal bersisi 5-12, diameternya sekitar 20-30 μm, dan tersusun
rapat membentuk lempeng yang saling beranastomosis, dengan ketebalan satu sel. Hepatosit
menunjukkan penampilan struktural, dan sifat histokimia dan biokimia yang beragam tergatung
lokasinya di lobulus hati.
d. Sel ito (Celiatta)
Gambar 12. Sel pelapis sinusoid (E), sel Kupffer (K), dan suatu daerah kecil pada sel Ito (Li)
(8.885x) yang mengandung tetes lemak. B, Pembesaran lebih kuat hepatosit menampilkan
banyak mikrovilus (kepala panah) yang menonjol ke dalam celah Disse dan proses pinositosis
(panah).
A. Metabolisme makronutrien
a) Metabolisme karbohidrat
Hati merupakan sekumpulan besar sel, yang bereaksi secara kimiawi dengan laju
metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke
sistem metabolisme yang lain, mengolah dan menyintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah
tubuhlain, dan menyelenggarakan sejumlah sangat besar fungsi metabolisme lain. Oleh karena
alasan ini, bagian terbesar disiplin ilmu biokimia menulis mengenai reaksi metabolisme dalam
hati. Tetapi di sini, dirangkumkan fungsi-fungsi metabolisme yang terutama penting dalam
memahami fisiologi tubuh yang terintegrasi.
Dalam metabolisme karbohidrat, hati melakukan fungsi berikut ini:
1. Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
2. Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
3. Glukoneogenesis
4. Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat
Hati terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal.
Penyimpanan glikogen memungkinkan hati mengambil kelebihan glukosa dari darah,
menyimpan, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah
mulai turun terlalu rendah.
Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hati. Pada orang dengan fungsi hati yang
buruk, konsentrasi glukosa darah setelah memakan makanan tinggi karbohidrat dapat meningkat
dua atau tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada orang dengan fungsi hati yang normal.
Glukoneogenesis dalam hati juga penting untuk mempertahankan konsentrasi normal
glukosa darah, karena glukoneogenesis hanya terjadi secara bermakna apabila konsentrasi
glukosa darah mulai menurun di bawah normal. Selanjutnya sejumlah besar asam amino dan
gliserol dari trigliserida diubah menjadi glukosa, dengan demikian membantu mempertahankan
konsentrasi glukosa darah yang relatif normal.

b) Metabolisme Lemak
Walaupun sebagian besar sel tubuh memetabolisme lemak, aspek tertentu dari
metabolisme lemak terutama terjadi di hati. Mengenai lipid adalah sebagai berikut.
1. Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain
2. Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
3. Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Untuk memperoleh energi dari lemak netral, lemak mula-muladipecah menjadi gliserol
dan asam lemak; kemudian asam lemak dipecah oleh oksidasi beta menjadi radikal asetil
berkarbon 2 yang membentuk asetil-koenzim A (asetil-KoA). Asetil-KoA dapat memasuki siklus
asam sitrat dan dioksidasi untuk membebaskan sejumlah energi yang sangat besar.
Oksidasi beta dapat terjadi di semua sel tubuh, namun terutama terjadi dengan cepat
dalam sel hati. Hati tidak dapat menggunakan semua asetil-KoA yang dibentuk sebaliknya,
asetil-KoA diubah melalui kondensasi dua molekul asetil-KoA menjadi asam asetoasetat, yaitu
asam dengan kelarutan tinggi yang lewat dari sel hati masuk ke cairan ekstraselular dan
kemudian ditranspor ke seluruh tubuh untuk diabsorbsi oleh jaringan lain.
Jaringan ini kemudian mengubah kembali asam asetoasetat menjadi asetil-KoA dan
kemudian mengoksidasinya dengan cara biasa. Jadi, hati berperan pada sebagian besar
metabolisme lemak. -kira 80 persen kolesterol yang disintesis di dalam hati diubah menjadi
garam empedu, yang kemudian disekresi kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam
lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.
Fosfolipid juga disintesis di hati dan terutama ditranspor dalam lipoprotein. Keduanya,
fosfolipid dan kolesterol, digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur intrasel, dan
bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel. Hampir semua sintesis lemak dalam
tubuh dari karbohidrat dan protein juga terjadi di hati. Setelah lemak disintesis di hati, lemak
ditranspor dalam lipoprotein ke jaringan lemak untuk disimpan.

c) Metabolisme Protein
Tubuh tidak dapat meniadakan kontribusi hati pada metabolisme protein lebih dari
beberapa hari tanpa terjadi kematian.
1. Deaminasi asam amino
2. Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh
3. Pembentukan protein plasma
4. Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino
Deaminasi asam amino dibutuhkan sebelum asam amino dapat digunakan untuk energi
atau diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Sejumlah kecil deaminasi dapat terjadi di jaringan
tubuh lain, terutama di ginjal, tetapi hal ini tidak penting dibandingkan deaminasi asam amino di
dalam hati. Pembentukan ureum oleh hati menyingkirkan amonia dari cairan tubuh.
Sejumlah besar amonia dibentuk melalui proses deaminasi, dan sejumlah tambahan
dibentuk secara kontinu di dalam usus oleh bakteri dan kemudian diabsorbsi ke dalam darah.
Oleh karena itu, bila hati tidak membentuk ureum, konsentrasi amonia plasma meningkat dengan
cepat dan menimbulkan komahepatik dan kematian.
Memang, penurunan yang besar darah melalui hati yang kadang terjadi bila timbul
pintasanantara vena porta dan vena cava dapat menyebabkan jumlah amoniayang berlebihan
dalam darah, suatu keadaan yang sangat toksik. Pada dasarnya semua protein plasma, kecuali
sebagian darigamma globulin, dibentuk oleh sel hati. Ini berarti sekitar 90 persendari seluruh
protein plasma.
Sisa gamma globulin adalah antibodiyang dibentuk terutama oleh sel plasma dalam
jaringan limfe tubuh. Hati dapat membentuk protein plasma dengan kecepatan maksimum15
sampai 50 gram/hari. Oleh karena itu, meskipun tubuh kehilangansebanyak separuh protein
plasma, jumlah ini dapat diganti dalamwaktu 1 atau 2 minggu.
Hal ini khususnya menarik bahwa kehilangan protein plasmamenimbulkan mitosis sel
hati yang cepat dan menyebabkanpertumbuhan hati menjadi lebih besar; efek ini seiring
dengancepatnya pengeluaran protein plasma sampai konsentrasi plasmakembali normal. Pada
penyakit hati kronis (contohnya sirosis), protein plasma, seperti albumin, dapat turun ke nilai
yang sangatrendah, menyebabkan edema generalisata dan asites.
Di antara fungsi hati yang paling penting adalah kemampuan hati untuk membentuk asam
amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang penting dari asam amino.
Misalnya, yang disebut asam amino non-esensial dapat disintesis semua dalam hati. Untuk itu,
mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai komposisi kimia yang sama (kecuali pada
oksigen keto) dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian, satu radikal amino ditransfer
melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk
menggantikan oksigen keto.
Metabolisme detoksifikasi dan xenobiotic
Hati mengendositosis dan mendegradasi hormon dari kelenjar endokrin. Hormon yang
diendositosis ditransport ke dalam kanalikuli biliaris dalam bentuk aslinya untuk dicerna dalam
lumen saluran cerna, atau disampaikan ke endosom akhir untuk didegradasi oleh enzim
lisosomal. Obat-obatan seperti barbiturat dan antibiotik, serta toksin diinaktivasi di dalam
hepatosit oleh oksidase mikrosomal dengan beragam fungsi.
Obat-obatan dan toksin biasanya diinaktivasi dalam sisterna SER dengan cara metilasi,
konyugasi, atau oksidasi. Terkadang, detoksifikasi terjadi di dalam peroksisom.
Metabolism xenobiotik dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1. Fase 1
Pada fase 1 terdapat proses hidroksilasi yang dikatalisis oleh anggota suatu kelas enziim
yang disebut mono-oksigenase atau sitokrom P450. Enzim ini juga mengatalisis berbagai reaksi,
seperti reaksi yang melibatkan deaminasi, dehalogenasi, desulfurasi, epoksidasi, peroksigenasi,
dan reduksi pada manusia, diperkirakan terdapat sekitar 57 gen sitokrom P450. Reaksi yang
dikatalisis oleh mono-oksigenasi (sitokrom P450) adalah sebagai berikut:
RH+O2+NADPH+H+R-OH+H2O+NADP
RH diatas mewakili beragam xenobiotik, seperti obat-obatan, karsinogen, pestisida,
produk petroleum, dan polutan misalnya campuran PCB. Selain itu, senyawa endogen, misalnya
steroid tertentu, eikosanoid, asam lemak, retinoid, juga merupakan subtract. Subtrat biasanya
bersifat lipofilik dan diubah menjadi lebih hidrofilik oleh hidroksilasi.
Sitokrom P450 dianggap merupakan biokatalisis yang penting. Telah dibuktikan melalui
pemakaian 18O2 bahwa satu atom oksigen masuk ke R-OH dan satu atom memasuki air. Nasib
ganda oksigen ini menyebabkan mono-oksigenase dudu disebut sebagai oksidase berfungsi
campuran. Reaksi yang dikatalisis oleh sitokrom P450 juga dapat dituliskan sebagai berikut:
RH+O2  R-OH+H2O
2. Fase 2
Pada fase 2, xenobiotik diubah menjadi turunan terhodroksilasi yang lebih polar. pada
reaksi fase 2, turunan ini dikonjugasikan dengan molekul lain, misalnya asam glukoronat, sulfat,
atau glutation. Pengkonjugasian ini menyebabkan xenobiotik menjadi lebih larut dan akhirnya
dieksresikan melalui urin atau empedu. Terdapat 5 reaksi pada fase 2, yaitu:
a. Glukoronidasi
Asam UPD-glukoronat adalah donor glukoronil, dan berbagai glukoronosiltransferase yang
terdapat baik di reticulum endoplasma maupun sitosol adalah katalisnya. Molekul-molekul,
seperti 2-asetilamonofluoren, aniline, asam benzoate, meprobmat, fenol, dan banyaksteroid
diekskresikan sebagai glukuronida. Glukoronida dapat melekat melekat ke gugus oksigen
nitrogen, atau sulfur substrat. Glukuronidasi mungkin merupakan reaksi konjugasi yang sering
terjadi.3
b. Sulfasi
Sebagian alcohol, arilamin, dan fenol mengalami sulfas. Donor sulfat dalam reaksi ini reaksi
sulfas biologis lain misalnya sulfas steroid glikosaminoglikan, glikolipid, dan glikoprotein
adaalah adenosine 3-fosfat-5-fosfosulfat (PAPS), senyawa ini dinamai sulfas aktif.
c. Konjugasi dengan glutation
Glutation (y-glutamil-sisteinilglisin) adalah suatu tripeptida yang terdiri darri asam glutamate,
sistein, dan glisin. Glutation sering disingkat GSH karena gugus sulfhidril sistennya, yaitu bagian
molekul yang aktif. Sejumlah xenobiotik elektrofilik yang berpoensi toksik misalnya karsinogen
tertentu dikonjugasikan dengan GSH nukleofilik dalam reaksi yang dapat diringkas sebagai
berikut:
R+GSH  R-S-G
R adalah xenobiotik elektrofilik. Enzim yang menkatalisi reaksi ini disebut glutation S-
transferase yang taerdapat dalam jumlah besar di sitosol hati dan dalam jumlah sedikit di
jaringan lain.
d. Asetilase
X+Asetil-KoA  Asetli-X+KoA
Reaksi ini dikatalisis oleh asetiltransferase yang terdapat pada sitosol hati dan jaringan, obat
isoniazid yang digunakan untuk mengobati tubeekulosis mengalami asetilase.
e. Metilase
Beberapa xenobiotik mengalami metilase dibantu oleh metiltransferase dengan menggunakan S-
adenosilmetionin sebagai donor darah metil.
Faktor yang mempengaruhi fungsi hati
a. Hormon
- Tiroid
Hormon tiroid akan meningkatkan metabolisme basal tubuh, jika metabolisme basal
meningkat, maka penggunaan trigliserida, kolesterol, dan fosfolipid juga akan meningkat. Tiroid
menurunkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida dalam darah, walaupun
sebenarnya hormon ini juga meningkatkan asam lemak bebas. Sebaliknya, penurunan sekresi
tiroid sangat meningkatkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida plasma serta
hampir selalu menyebabkan pengendapan lemak berlebihan di dalam hati.
Salah satu mekanisme penurunan konsentrasi kolesterol plasma oleh hormon tiroid
adalah dengan meningkatkan kecepatan sekresi kolesterol secara bermakna di dalam empedu
sehingga meningkatkan jumlah kolesterol yang hilang melalui feses. Suatu mekanisme yang
mungkin terjadi untuk meningkatkan sekresi kolesterol yaitu peningkatan jumlah reseptor
lipoprotein densitas rendah yang diinduksi oleh hormone tiroid di sel-sel hati, yang mengarah
kepada pemindahan lipoprotein densitas rendah yang cepat dari plasma oleh hati dan sekresi
kolesterol dalam lipoprotein ini berikutnya oleh sel-sel hati.
- Insulin
Meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh hepar. Mekanisme
yang dipakai oleh insulin untuk menyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan penyimpanan di
hati meliputi beberapa langkah yang hampir terjadi secara bersamaan:
1. Insulin menghambat fosforilase hati, yaitu enzim utama yang menyebabkan
terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa. Keadaan ini mencegah pemecahan
glikogen yang sudah tersimpan di sel-sel hati.
2. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini
terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yang merupakan salah
satu enzim yang menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah
glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa terperangkap
sementara di dalam sel-sel hati, sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tadi tidak
dapat berdifusi kembali melewati membran sel.
3. Insulin juga meningkatkan juga aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis
glikogen, termasuk enzim glikogen sintetase, yang bertanggung jawab terhadap
polimerisasi unitunit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen. Efek
akhir seluruh kerja ini adalah meningkatnya jumlah glikogen dalam hati. Jumlah total
glikogen dapat meningkat hingga sekitar 5 sampai 6 persen massa hati, yang setara
dengan hampir 100 gram glikogen yang disimpan di seluruh hati.

- Glukagon
Efek dari glukagon adalah kemampuan glukagon untuk menimbulkan glikogenolisis di
hati, yang selanjutnya akan meningkatkan konsentrasi glukosa darah dalam waktu beberapa
menit. Glikogen yang disimpan di hepar jika mengalami peningkatan, maka akan menimbulkan
proses glikogenolisis hati yang intensif sehingga seluruh glikogen yang disimpan di hati terpecah
semua. Glukagon juga meningkatkan kadar glukosa darah melalui dengan merangsang hati untuk
mengubah glikogen menjadi glukosa dan menstrimulasi konversi asam lemak dan asam amino
menjadi glukosa (glukoneogenesis).
b. Saraf
Viscera abdomen dipersarafi oleh komponen ekstrinsik dan intrinsik systema nervosum:
- Persarafan ekstrinsik melibatkan penerimaan impuls motorium dari. dan pengiriman
informasi sensorium menuju, SSP;
- Persarafan intrinsik melibatkan regulasi aktifitas tractus gastrointestinalis biasanya
oleh suatu jejaring neuron sensorium dan motorium yang mandiri (systema nervosum
entericum).
Viscera abdomen yang menerima persarafan ekstrinsik termasuk pars abdominalis tractus
gastrointestinalis, lien, pancreas, vesica biliaris/fellea, dan hepar. Organ-organ viscera tersebut
mengirimkan informasi sensorium kembali ke SSP melalui serabut-serabut afferentes viscerales
dan menerima Empuls motorium dari SSP melalui serabut-serabut efferentes viscerales.
Stimulasi vagus ke hati berperan kecil dalam sekresi empedu selama fase sefalik pencernaan.
Mendorong peningkatan aliran empedu hati bahan sebelum makanan mencapai usus atau
lambung. Apabila saraf parasimpatis (nervus vagus) terstimulasi akan menyebabkan fungsi hati
menjadi lebih cepat karena saraf simpatis mampu mempercepat sel-sel hati atau sel hepatosit
agar dapat mengeksresikan cairan empedu. Sebaliknya apabila saraf simpatis terstimulasi
menyebebakan sel-sel hepar memperlambat penyekresian cairan empedu.
c. Metabolisme
Hati berperan utama dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang normal. Hati
menyimpan glikogen ketika terjadi kelebihan glukosa, membebaskan glukosa ke dalam darah
saat dibutuhkan, dan merupakan tempat utama interkonversi metabolik misalnya
gluconeogenesis.
Setiap bahan yang meningkatkan sekresi empedu disebut koleretik. Koleretik paling kuat
adalah garam empedu itu sendiri. Di antara waktu makan, empedu disimpan di kandung empedu,
tetapi sewaktu makan empedu disalurkan ke dalam duodenum oleh kontraksi kandung empedu.
Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, garam empedu direahsorpsi dan
dikembalikan oleh sirkulasi enterohepatik ke hati, tempat zat-zat ini bekerja sebagai koleretik
poten untuk merangsang sekresi empedu lebih lanjut. Karena itu, sewaktu makan, ketika garam
empedu dibutuhkan dan sedang digunakan, sekresi empedu oleh hati meningkat.
d. Aktivitas fisik
Tubuh dalam keadaan normal bergantung pada penyaluran glukosa darah dalam jumlah
memadai sebagai satu-satunya sumber energinya. Karena itu, konsentrasi glukosa darah harus
dipertahankan diatas suatu batas kritis. Konsentrasi glukosa darah biasanya 100 mg glukosa/100
mL plasma dan normalnya dijaga kisaran sempit 70 hingga 100 mg/100 mL. Glikogen hati
adalah cadangan penting untuk mempertahankan glukosa darah.
e. Keadaan tubuh
Saat tubuh dalam keadaan terlalu lelah dan pemasukan glukosa dalam tubuh sedikit akan
memakai cadangan glukagon didalam hati dan akan terjadi proses glikolisis yaitu pembentukan
glikogen baru dari glukosa yang masuk kedalam tubuh. Jadi agar tubuh tetap stabil, pemasukan
glukagon harus sebanding dengan pemakaian glukagon agar fungsi hati tidak terganggu.
Pada neonatus, maturasi sel-sel hepar belum sempurna sehingga metabolisme zat dihepar
belum sempurna. Hal ini dapat menyebabkan intoksikasi. Pada usia lanjut keadaan fisiologi
tubuh juga mengalami kemunduran, sehingga aliran darah pada hepar menurun akibatnya
metabolisme hepar terganggu.

2. Metabolisme bilirubin
Bilirubin merupakan suatu alat yang sangat bernilai dalam mendiagnosis penyakit darah
hemolitik maupun berbagai jenis penyakit hati. Oleh sebab itu, sambil melihat ikutilah
penjelasan berikut. Singkatnya, bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya (rata-rata 120
hari) dan menjadi terlalu rapuh untuk bertahan dalam sistem sirkulasi, membran selnya pecah
dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofag (disebut juga sistem
retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hemoglobin mula-mula dipecah menjadi globin dan heme,
dan cincin heme dibuka untuk melepaskan (1) besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh
transferin, dan (2) suatu rantai lurus terdiri atas empat inti pirol yaitu substrat yang nantinya akan
dibentuk menjadi pigmen empedu. Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin, tetapi
pigmen ini dengan cepat direduksi menjadi bilirubin bebas, juga disebut bilirubin tidak
terkonjugasi, yang secara bertahap dilepaskan dari makrofag ke dalam plasma. Bentuk bilirubin
ini dengan segera bergabung sangat kuat dengan albumin plasma dan ditranspor dalam
kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial. Dalam beberapa jam, bilirubin tidak
terkonjugasi diabsorbsi melalui membran sel hati.
Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera setelah
itu sekitar 80 persen berkonjugasi dengan asam glukuronat untuk membentuk bilirubin
glukuronida, kira-kira 10 persen berkonjugasi dengan sulfat membentuk bilirubin sulfat, dan
sekitar 10 persen berkonjugasi dengan berbagai zat lainnya. Dalam bentuk ini, bilirubin
dikeluarkan melalui proses transpor aktif ke dalam kanalikuli empedu dan kemudian masuk ke
usus. Pembentukan dan nasib urobilinogen. Segera setelah berada dalam usus, kira-kira setengah
dari bilirubin "konjugasi" diubah oleh kerja bakteri menjadi urobilinogen yang mudah larut.
Sebagian urobilinogen direabsorbsi melalui mukosa usus kembali ke dalam darah. Sebagian
besar diekskresi kembali oleh hati ke dalam usus.

Gambar 3.1 mekanisme bilirubin


tetapi kira-kira 5 persen diekskresi oleh ginjal ke dalam urine. Setelah terpajan udara dalam
urine, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin; sedangkan dalam feses, urobilinogen diubah
dan dioksidasi menjadi sterkobilin. Hubungan antara bilirubin dan produk bilirubin yang lain.
Ikterus Bilirubin Berlebihan pada Cairan Ekstraselular Ikterus adalah warna kekuningan
pada jaringan tubuh, termasuk warna kekuningan pada kulit dan jaringan dalam. umum ikterus
adalah adanya sejumlah besar bilirubin dalam cairan ekstraselular, baik bilirubin tidak
terkonjugasi maupun bilirubin terkonjugasi. Konsentrasi normal bilirubin plasma, yang hampir
seluruhnya berbentuk tidak terkonjugasi, rata-rata 0,5 mg/dl plasma. Pada keadaan abnormal
tertentu, nilainya dapat meningkat sampai 40 mg/dl, dan banyak dari bilirubin ini dapat menjadi
tipe konjugasi. Kulit biasanya mulai tampak kuning bila konsentrasinya meningkat kira-kira tiga
kali normal yaitu, di atas 1,5 mg/dl. Penyebab ikterus yang umum adalah (1) meningkatnya
pemecahan sel darah merah, dengan pelepasan bilirubin yang cepat ke dalam darah, dan (2)
sumbatan duktus biliaris atau kerusakan sel hati sehingga jumlah bilirubin yang biasa sekalipun
tidak dapat diekskresi ke dalam saluran pencernaan. Kedua jenis ikterus ini disebut, berturut-
turut, ikterus hemolitik dan ikterus obstrukif. Keduanya berbeda satu sama lain dalam cara
berikut ini.
lkterus Hemolitik Disebabkan Hemolisis Sel Darah Merah. Pada ikterus hemolitik, fungsi
ekskretorik hati tidak terganggu, tetapi sel darah merah dihemolisis begitu cepat sehingga sel hati
tidak dapat mengekskresi bilirubin secepat pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi
bilirubin bebas plasma meningkat di atas nilai normal. Selain itu, kecepatan pembentukan
urobilinogen dalam usus sangat meningkat, dan sebagian besar urobilinogen diabsorbsi ke dalam
darah dan akhirnya diekskresi ke dalam urine. lkterus Obstruktif Disebabkan oleh Obstruksi
Duktus Biliaris atau Penyakit Hati. Pada ikterus obstruktif yang disebabkan oleh obstruksi
duktus biliaris (yang sering terjadi bila batu empedu atau kanker menyumbat duktus koledokus)
atau kerusakan sel-sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubinnya
normal, tetapi bilirubin yang terbentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. Bilirubin
tidak terkonjugasi masih masuk ke sel hati dan dikonjugasi dengan cara yang biasa.
Bilirubin terkonjugasi ini kemudian kembali ke dalam darah, kemungkinan melalui
robeknya kanalikuli biliaris yang terbendung dan pengosongan langsung ke saluran limfe yang
meninggalkan hati. Jadi, sebagian besar bilirubin dalam plasma menjadi bilirubin terkonjugasi
dan bukan bilirubin tidak terkonjugasi. Perbedaan Diagnostik antara Ikterus Hemolitik dan
lkterus Obstruktif. Uji laboratorium kimia dapat dipakai untuk membedakan bilirubin tidak
terkonjugasi dan bilirubin, bilirubin dalam bentuk "tidak terkonjugasi."; Pada ikterus obstruktif,
bilirubin terutama dalam bentuk "konjugasi": Suatu uji yang disebut reaksi van den Bergh dapat
digunakan untuk membedakan keduanya. Bila terdapat obstruksi total aliran empedu, tidak ada
bilirubin yang dapat mencapai usus untuk diubah menjadi urobilinogen oleh bakteri. Oleh karena
itu, tidak ada urobilinogen yang diabsorbsi ke dalam darah dan tidak ada yang dikeluarkan oleh
ginjal ke dalam urine.
Akibatnya, pada ikterus obstruksi total, uji untuk urobilinogen dalam urine adalah
negatif. Selain itu, feses berwarna seperti dempul karena kurangnya sterkobilin dan pigmen
empedu lainnya. Perbedaan penting lain antara bilirubin tidak terkonjugasi dan terkonjugasi
adalah bahwa ginjal dapat mengeluarkan sejumlah kecil bilirubin terkonjugasi yang mudah larut
tetapi bukan bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat albumin. Oleh karena itu, pada ikterus
obstruktif berat terdapat sejumlah bermakna bilirubin terkonjugasi dalam urine. Keadaan ini
dapat diperlihatkan hanya dengan mengocok urine dan mengamati busanya, yang menjadi
berwarna sangat kuning. Jadi, dengan memahami fisiologi ekskresi bilirubin oleh hati dan
dengan menggunakan beberapa uji yang sederhana, maka sering dapat dibedakan antara berbagai
tipe penyakit hemolitik dan penyakit hati, di samping menentukan derajat keparahan penyakit.
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan diekskresi
dengan cepat ke sistem empcdu kemudian ke usus. Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi
menjadi serangkaian senyawa yang dinamakan sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini
menyebabkan feses berwarna coklat. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian
kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut
siklus enterohepatis. Sekitar 10% sampai 20% urobilinogen mengalami siklus entero-hepatik,
sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam kemih.
Setelah menjadi sterkobilin yang merupakan bentuk aktif dari sterkobilinogen atau
urobiliin yang merupakan bentuk aktif dari urobilinogen sebanyak 20% dibawa kembali ke hepar
untuk memasuki siklus enterohepatik yang mana pada hasilnya juga sebagai pemecahan
urobilinogen dan sterkobilinogen yang diangku oleh beta glukoronidase. Beta glukoronidase juga
dapat mengangkut bilirubin pada saluran cerna yang kemudian di reabsorbsi ke hati untuk di
konjugasi dan memasuki siklus enterohepatik.
Gambar 3.2 Siklus Enterohepatik 3
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen. F. Waschke . J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 23. EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. 2012.
2. Gartner P L, Hiatt J L. Buku Ajar Berwarna Histologi. Elsevier. Edisi ke 3. 2014.
3. Guyton and hall. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-12. Elsevier: Singapore; 2016.
4. L. Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC. 2016.

Anda mungkin juga menyukai