http://irwan.net/wp-content/uploads/2011/01/rightkidneyanatomy-575x450.jpg
Ginjal terletak retroperitonium di depan dua costae terakhir (11 dan 12) dan tiga otot besar (m. Transversus
abdominalis, m. Quadratus lumborum, dan m. Psoas major) dengan berat sekitar 130g(120-150g). Ginjal berbentuk
seperti kacang tanah yang dari luar mempunyai :
1. Ekstrimitas superior/ cranialis/ polus cranialis
2. Ekstrimitas inferior/ caudalis/ polus caudalis
3. Margo lateralis lebih kedepan
4. Margo medialis lebih kebelakang, dimana terdapat hilum renalis.
Alat-alat yang masuk dan keluar hilum renalis, diantaranya :
a. Arteri dan Vena Renalis. Arteri bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior
jauh lebih banyak memperdarahi dari pada ramus posterior, selanjutnya membentuk anastomosis di antara
keduanya dan membentuk suatu garis di sisi lateral ginjal yang disebut avascular line (Broedel).
b. Nervus vasomotor simpatis
c. Vasa lymphatica
d. Ureter.
Sintopi ginjal:
Batas atas
ginjal kanan : setinggi Vert.Thoracal 12
ginjal kiri : setinggi Vert.Thoracal 11
Batas bawah
ginjal kanan : setinggi Vert.Lumbal 3 sampai tepi atas VL 4
ginjal kiri : setinggi antara Vert.Lumbal 2-3
a. Kanan:
- Anterior: Flexura coli dextra, Colon ascendens, Duodenum (II), Hepar (lob.dextra), mesocolon transversum
- Posterior: m.psoas dextra, m.quadratus lumborum dextra, m.transversus abdominis dex, n.subcostalis
(Ver.th.12) dex, n.ileohypogastricus dextra, n.ileoinguinalis(VL.1)dextra, Costae 12 dextra
b. Kiri:
- Anterior: Flexura coli sinistra, Colon descendens, Pancreas, Pangkal mesocolon transversum, Lien, Gaster.
- Posterior : m.psoas sinistra, m.quadratus lumborum sin, m.transversus abdominis sin, n.subcostalis
(VT.12) sinistra, n.ileohypogastricus sinistra, n.ileoinguinalis(VL.1) sinistra, Pertengahan Costae 11 & 12
sin.
http://www.renalresource.com/brochures/ur1.jpg
Ginjal kiri lebih tinggi dibanding dengan ginjal kanan sekitar setengah vertebrae,terletak mulai tepi atas VT 12
sampai VL 3, atau sekitar empat ruas vertebrae. Karena ginjal kiri lebih tinggi maka ginjal kiri terdapat dua costae
yaitu, costae 11 dan 12, ginjal kanan hanya punya 1 costae yaitu, costae 12.
Ginjal tidak sejajar dengan linea medialis posterior. Axisnya miring, yaitu cranio media ke cranio lateral.
Ginjal diliputi oleh kapsula cribrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar dengan jaringan dibawahnya dan
dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal, disebut Fascia Renalis. Ginjang juga mempunyai selubung
yang langsung membungkus ginjal disebut Capsula Fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak disebut capsula
adiposa.
Bila lemak kurang maka fiksasi ginjal akan berkurang, sehingga pada orang kurus ginjal dapat bergerak-gerak
ren mobilis.
Ginjal tidak jatuh karena ada A. renalis yang berfungsi sebagai axis dari cranio lateral ke caudo medial.
Ginjal bisa turun sampai pertengahan atau setinggi L4 yang terjadi pada orang kurus disebut nephroptosis.
Anatomi bagian dalam ginjal:
Bagian cortex yang masuk ke medulla :Columna Renalis BERTINI
Bagian medulla yg berbentuk kerucut : Pyramid Renalis
Bagian apex (Papilla Renalis) : Calyx Minor Calyx Mayor Pelvis Renalis.
Hillus Renalis, yang masuk A.renalis, plexus symphaticus & n.vagus dan yang keluar V.renalis, Ureter &
Nn.limphatici
Pada panampang melintang ginjal terbagi dua bagian, yaitu :
1. Korteks (Pinggir).
2. Medulla (Tengah).
Vaskularisasi ginjal terbagi dua, yaitu :
1. Medulla : Dari Aorta Abdominalis bercabang menjadi a.Renalis dextra dan sinistra, masuk melalui hilum renalis
menjadi a.Segmentalis (a.lobaris) a.interlobaris lalu menjadia.arcuata lanjut menjadi a.interlobularis lalu
a.afferen dan selanjutnya masuk ke bagian kortex renalis ke dalam glomerulus, dan terjadi filtrasi.
2. Cortex : a.afferen berhubungan dengan v.interlobularis, bermuara ke v.Arcuata bermuara ke v.Interlobaris
bermuara ke v.Lobaris (v.Segmentalis) bermuara ke v.Renalis Dextra dan Sinistra selanjutnya ke Vena Cava
Inferior.
Ciri khusus vaskularisasi ginjal :
1. Unit dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula bowman) yang berfungsi sebagai otot untuk
berkontraksi
2. Ada hubungan langsung antara arteri dengan vena disebut arterio venosa anastomosis
3. Adanya END ARTERY yaitu, pembuluh nadi yang buntu yang tidak mempunyai sambungan dengan kapiler,
sehingga kalau terjadi penutupan yang lama akan terjadi arteri degenerasi.
Persarafan ginjal :
- Plexus sympaticus renalis
- Serabut afferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis n.thoracalis X, XI, danXII.
Pembuluh Lymphe :Mengikuti v.Renalis melalui nl.aorta lateral, sekitar pangkal a.renalis.
Selain itu, sel mesangial dianggap bersifat fagositik dan akan bermitosis untuk proliferasi pada beberapa
penyakit ginjal. Berdekatan dengan glomerulus, sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol aferen bersifat
epiteloid. Intinya bulat dan sitoplasmanya mengandung granula, walaupun granula itu tak tampak dengan
pulasan rutin hematoksilin dan eosin. Sel-sel ini adalah sel Juksta-glomerular (JG). Dalam arteriol aferen,
lamina elastika interna tidak ada, sehingga sel JG berdekatan denganendotel, jadi berdekatan dengan darah
dalam lumen. Sel-sel itu juga berhubungan erat dengan makula densa, suatu bagian khusus tubuluskontortus
distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen. Makuladensa tidak mempunyai lamina basal.
Berhubungan dengan sel yang bergranul, terdapat beberapa sel warna pucat yang disebut sel Lacis atau
Sel mesangial ekstraglomerular. Fungsinya tidak diketahui, akan tetapi mungkin menghasilkan eritropoietin
(EPO), hormon yang merangsang eritropoiesis didalam sumsum tulang.Sel JG menghasilkan enzim yang
disebut renin. Dalam darah, renin mempengaruhi angiotensinogen (suatu protein plasma) untuk
menghasilkan angiotensin I. Bentuk ini tidak aktif, akan tetapi diubah menjadi angiotensin II oleh sekresi suatu
enzim konversi yang terdapat dalam paru (angiotensin converting enzyme /ACE). Angiotensin II berperan
terhadap korteks adrenal dan menyebabkan pelepasan aldosteron yang pada gilirannya mempengaruhi
tubulus renal (terutama tubulus distal) untuk menambah reabsorpsi natrium dan klorida; jadi air yang
menambah volume plasma. Angiotensin II juga merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat.
Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barrier
a. Endothel
- Type fenestrata
- Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestrab)
b. Membrana Basalis
Fusi antara membrana basalis podocyte dan endothel
- Lamina rara interna
- Lamina densa
- Lamina rara externac)
c. Podocyte
- Tubulus
Tubulus Contortus Proximalis
Di daerah makula densa, nefron melanjutkan diri sebagai tubulus kontortusdistal yang
menempuh perjalanan yang pendek berkelok-kelok di korteks dan berakhir dekat
sebuah berkas medula dengan melanjutkan diri ke dalam duktus koligens. Tubulus
kontortus distal lebih pendek dari tubulus kontortus proximal sehingga pada sediaan
tampak dalam jumlah yang lebih kecil, diameter lebih kecil dan sel-selnya kuboid lebih
kecil dan tidak mempunyai brush border. Biasanya 6-8inti tampak dalam potongan
melintang. Umumnya sel kurang mengambil warna bila dibandingkan dengan sel-sel
tubulus kontortus proximal. Di dalam sitoplasma bagian basal terdapat interdigitasi
tonjolan-tonjolan sel lateral yang rumit mirip dengan yangtampak pada tubulus
proximal. Hal ini memberikan gambaran bergaris pada bagian basal sel dan merupakan
mekanisme pompa natrium yang aktif dari cairan tubular. Setiap tubulus kontortus
distal dihubungkan oleh saluran penghubung pendek keduktus koligens yang kecil
2. Ductus koligentes
- Saluran pengumpul, menampung beberapa tubulus distal, bermuara sebagai ductus papillaris Bellini di
papilla renis
- Mirip tub.kont.distal
- Batas sel epitel jelas
- Sel lebih tinggi dan lebih pucat
Duktus koligen atau duktus eksretorius bukan merupakan bagian dari
nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus
koligens melalui sebuahcabang sampai duktus koligen yang pendek yang
terdapat dalam berkas medular;terdapat beberapa cabang seperti itu.
Duktus koligen berjalan dalam berkas medulamenuju medula. Di bagian
medula yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk
membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini
disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 μm atau lebih.
Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat,
sehingga papilatampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa). Sel-sel yang
yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya,mulai dari
kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris
utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya
seltampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan
kemih darinefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).
http://callmethedoctor.co.uk/wp-content/uploads/2012/09/Kidney3.png
Fungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel (CES) yang konstan.
1. Fungsi regulasi:
- Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh;mempertahankan volume plasma yg tepatmelalui
pengaturan ekskresi garam dan air pengaturan tekanan darah jangka panjang.
- Mengatur jumlah & kadar berbagai ion dalam CES, spt: ion Na+, Cl-, K+, HCO3-, Ca2+, Mg2+,SO42-, PO43-
,dan H+ mengatur osmolalitas cairan tubuh.
- Membantu mempertahankan imbangan asam-basadengan mengatur kadar ion H+danHCO3-
2. Fungsi ekskresi:
- Mengekskresikan berbagai senyawa asing, spt: obat,pestisida, toksin, & bbg zat eksogen ygmsk ke dlm
tubuh.
- Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, spt: ureum, kreatinin, dan asam urat yg bilakadarnya
meningkat dalam tubuh dapat bersifat toksik
3. Fungsi hormonal:
- eritropoietin: hormon perangsang kecepatan pembentukan,pematangan & penglepasaneritrosit
- renin: enzim proteolitik yg berperan dlm pengaturan volume CES & tekanan darah untukmengawali jalur
RAAS yang berdampak pada reabsorbsi Na+ oleh tubulus.
- kalikrein: enzim proteolitik dlm pembentukan kinin, suatu vasodilator
- beberapa macam prostaglandin & tromboksan: derivat asam lemak yg bekerja sbg hormon lokal;
prostaglandin E2 & I1 di ginjal menimbulkan vasodilatasi, ↑ ekskresi garam & air, &merangsang
penglepasan renin; tromboksan bersifat vasokonstriktor
4. Fungsi metaboisme:
- mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksi-vitamin D3), suatu hormonyg
merangsang absorpsi kalsium di usus
- sintesis amonia dari asam amino → untuk pengaturan imbangan asam-basa
- sintesis glukosa dari sumber non-glukosa(glukoneogenesis) saat puasa berkepanjangan
- menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormon, spt: angiotensin II, glukoagon, insulin, &hormon
paratiroid
http://mednote.dk/images/c/c2/Fysiologi_paulev_
Filtrasi
Merupakan proses pertama dalam pembentukan urin. Air, ion dan zat makanan serta zat terlarut di keluarkan dari
darah ke tubul us proksimal. Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman harus melewati tiga
lapisan yang membentuk membran glomerulus, yaitu dinding kapiler glomerulus, membrana basal dan lapisan dalam
kapsula bowman.
Sel darah dan beberapa protein besar atau protein bermuatan negatif seperti albumin secara efektif tertahan
oleh karena ukuran dan mu atan pada membran filtrasi glomerular. Sedangkan molekul yang berukuran lebih kecil
atau yang bermuatan postif, seperti air dan kristaloid akan tersaring. Tujuan utama filtrasi glomerulus adalah
terbentuknya filtrat primer di tubulus proksimal (Sherwood, 2011).
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan darah kapiler glomerulus,
tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan
cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler g lomerulus. Tekanan darah glomerulus yang meningkat ini
mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan
merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus (Sherwood, 2011).
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik dan osmotik koloid yang melintasi membran
glomerulus. Tekanan onkotik plasma melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan
peningkatan GFR. Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju
filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat di kontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis
ekstrinsik (Sherwood, 2011).
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena tekanan tersebut adalah gaya
yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, makaakan diikuti oleh
peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan,maka ginjal melakukannya dengan
mengubah kaliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah dapat di sesuaikan. Apabila GFR
meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh konstriksi arteriol
aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus (Sherwood, 2011).
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah dengan kontrol simpatis
ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah
arteri sehingga terjadi perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah(Sherwood,
2011).
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus di filtrasi dengan tekanan filtrasi 10
mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat glomerulus setiap hari untuk GFR rata-rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter
filtrat per hari dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita (Sherwood, 2011).
Reabsorpsi tubulus
Reabsorpsi tubulus merupakan proses menyerap zat-zat yang diperlukan tubuh dari lumen tubulus ke kapiler
peritubulus. Proses ini merupakan transport transepitel aktif dan pasif karena sel-sel tubulus yang berdekatan
dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino direabsorpsi seluruhnya di sepanjang tubulus proksimal
melalu i transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan disekresi kedalam
tubulus distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif disepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars descendens.
H2O, Cl-, dan urea direabsorpsi dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif (Sherwood, 2011).
Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulusmelalui dua cara yaitu:
a. Transport aktif
Zat-zat yang mengalami transport aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-, NO3-, glukosa dan asam
amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler
disebabkan perbedaan ptensial listrik didalamep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan
electrochemical gradient inimembentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan
diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium disebabkan
permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi. Keadaanini dimungkinkan karena terdapat banyak
mikrovilli yang memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-menerus.
b. Transpor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen tubulus, permiabilitas
membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate dan perbedaan muatan listrik pada dinding sel
tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulus melalui proses
osmosis. Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus menyebabkan
terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus danselanjutnya menuju kedalam sel
peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler
peritubuler. Kecepatan reabsorsi iniditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan diluar
lumen tubulus. Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif merupakan
kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan
sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3- yangdisintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen
tubulus melalui proses difusi.Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu mengatur tingkat
keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmentubulus berbeda-beda.
Tubulus Proksimal
-Mempunyai: daya reabsorpsi tinggi; brushborder; membran basolateral yg luas; banyak mitokondria
-Reabsorpsi aktif Na+, 65% dari jumlah yg difiltrasi (juga K+)
-Reabsorpsi aktif sekunder : glukosa, asam amino, HCO3-, fosfat, sulfat
-Reabsorpsi pasif/parasel : urea(50% direabsorbsi), klorida(berdasarkan reabs Na+)dan H2O(65% direabsorbsi)
Ansa Henle
-Ansa Henle desenden yg tipis: permeabel untuk air, sedikit untuk solut (urea,sodium [Na+]); hanya sampai medula
luar, pada nefron jukstamedula sampai medula dalam mendekati papilla. Cairan ujungnya : hiperosmotik. Ujung ansa
Henle tipis nefron jukstamedula 1200 mosm/L. Diserap 20% air
-Ansa Henle asenden yg tipis: tidak permeabel untuk air, permeabel untuk NaCl(keluar) dan urea (masuk)
-Ansa Henle asenden yg tebal: tidak permeabel untuk airkotranspor Na+, K+, 2CL- melalui transpor aktif sekunder.
Mempunyai Na+ - H+countertransport di membran lumen mengsekresi H+. Reabsorpsi HCO3-.Ansa Henle tipis dan
tebal diserap 25% solut : Na+, CL-, K+, Ca++, Mg++, HCO3- diluting segment
Tubulus Distal
-Reabsorpsi Na+ & sekresi K+ dikontrol aldosteron menggiatkan dan menambahpompa Na+ -K+dan menggiatkan
saluran Na+ luminal.
-Sekresi aldosteron naik pada plasma Na+rendah, plasma K+tinggi, ACTH naik, Angiotensin II naik
-Mereabsorpsi Na+ kira-kira 2%
Duktus Coligens
-Reabsorbsi H2O bervariasi (menyerap 4.7% air) ,dikontrol oleh vasopresin (ADH)
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dari
natrium yang bermuatan positif. Jumlah Cl- yang direabsorpsi ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na (Sherwood,
2011).
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi secara difusi pasif di tubulus proksimal
sebanyak 50%, 40% kalium akan direabsorpsi di ansa henle pars asendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus
pengumpul (Corwin, 2009).
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian
akan direabsorpsi sebagian di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan
direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal tidak permeable terhadap urea. Saat
mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali (Sherwood, 2011).
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion f osfat dan kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi
seluruhnya di g lomerulus, 40% direabsorpsi di tubulus kontortis proksimal dan 50% di reabsorpsi di ansa henle pars
asendens. Dalam reabsorpsi kalsium di kendalikan oleh hormon paratiroid. Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi
sebnayak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan dieksresikan ke dalam urin.
Sekresi Tubulus
Sekresi adalah proses perpindahan zat dari kapiler peritubuluskembali ke lumen tubulus. Proses sekresi yg terpenting
adalah sekresi H+,K+ dan ion-ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang tubulus,
ion H+ akan disekesi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam urat dan K+
disekresi ke dalam tubulus distal. Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan dalam urine dan kontrol
sekresi ion K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik (ADH).
Bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalah:
- Ion hidrogen
Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam basa tubuh,tingkat sekresi H
tergantung pada keasaman carian tubuh
- Ion kalium
Zat ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresi ditubulus distal dan pengumpul.
Reabsorpsi kalium di awal bersifat konstan dan tidak diatur sedangkan sekresi di akhir tubulus bervariasi dan
dibawah kontrol. Dalamkeadaan normal, jumlah K+ yang dieksresikan dalam urin adalah 10% - 15%
namunhampir seluruh K+ yang difiltrasi akan direabsorpsi. Ion kalium ini direabsorpsi dalam jumlah banyak
dengan sedikit atau bahkan tidak ada yang disekresi apabila tubuhkekurangan K+ begitupun sebaliknya.
Terdapat 2 hal yang dapat mengubah kecepatan sekresi K+ yaitu
- Hormon aldosteronpeningkatan konsentrasi K+merangsang korteks adrenalsekresi aldosteronK+
berlebihan itu akan di eksresi. Begitupun sebaliknya
- Status asam basa tubuhdalam keadaan normal, ginjal akan mensekresikan K+ tetapi dalam keadaan status
cairan tubuh terlalu asam, tubuh akan mensekresi H+ sebagai kompensasi sehingga menyebabkan sekresi K+
akan berkurang, begitupunsebaliknyaSetelah melalui ketiga proses diatas, selanjutnya merupakan proses
eksresi urin,sebelum urin dikeluarkan melalui proses berkemih / mikturisi terlebih dulu urin disimpan
sementara dalam kandung kemih. Kontraksi pada otot polos dalam dinding uretra mendorong urin bergerak
dari ginjal menuju kandung kemih. Dinding kandung kemih berlipat-lipat menjadirata ketika kandung kemih
terisi untuk meningkatkan kapasitas tampungan kandung kemih,karena urin secara terus menerus dibentuk
oleh ginjal, sehingga urin tidak perlu dikeluarkan setiap saat
Sifat fisik
1. Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar biasanya jernih dan
menjadi keruh jika didiamkan.
2. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau inidapat bervariasi sesuai
dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetesyang tidak terkontrol, aseton menghasilkan
bau manis pada urin.
3. Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0; tetapi juga
bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akanmeningkatkan asiditas, sementara diet
sayuran akan meningkatkan alkalinitas.
4. Berat jenis urin, berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.
LI 3 GLOMERULONEFRITIS AKUT
3.1 DEFINISI
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjalterhadap bakteri atau virus tertentu.Yang
sering terjadi ialah akibat infeksi kumanstreptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai
untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasiglomerulus yang
disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilahakut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selainmenunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis. (Nelson,
2000)
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut poststerptococcus (GNAPS) adalah suatu
proses radang non-supuratif yang mengenaiglomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptococcus beta hemolitikus
grup A, tipenefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. (Donna J.Lager,2009)
3.2 ETIOLOGI
GN:
Bakteri
Streptokokus ß hemolitikus grup A
Streptokokus grup C (Streptococcus zooepidemicus)
Pneumococcus (Pneumonia)
Streptococcus viridians (endokarditis bacterial sub akut)
Staphylococcus aureus (endokarditis bacterial sub akut pneumonia)
Staphylococcus albus (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)
Diphteroids (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)
Meningococcus (sepsis)
Klebsiella pneumonia (pneumonia)
Organisme gram negatif (sepsis)
Gonococcus (endokarditis)
Salmonella thypi (demam tifoid)
Mycoplasma pneumonia (pneumonia)
Leptospira
Treponema pallidum (sifilis kongenital)
Non Infeksius
Non infeksius penyebab GN akut dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit sistemik, dan lain-lain kondisi
atau agen. Multi sistem penyakit sistemik yang dapat menyebabkan akut GN meliputi:
vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - ini menyebabkan cepat menjadi Glomerulonefritis yang
menggabungkan atas dan bawah granulomatous nephritides).
Collagen-Vascular penyakit (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) – ini menyebabkan cepat menjadi
Glomerulonefritis melalui ginjal pengendapan kompleks imun).
Hipersensitivitas vaskulitis – ini meliputi sekelompok heterogen gangguan menampilkan kapal kecil dan
penyakit kulit.
Cryoglobulinemia – ini menyebabkan abnormal jumlah cryoglobulin dalam plasma yang mengakibatkan
episode berulang purpura luas dan kulit ulserasi berdasarkan kristalisasi.
Polyarteritis nodosa - hal ini menyebabkan Nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri ginjal.
Purpura Henokh-Schönlein – hal ini menyebabkan vaskulitis umum yang mengakibatkan cepat menjadi
Glomerulonefritis.
Sindrom Goodpasture-hal ini menyebabkan sirkulasi antibodi terhadap jenis IV kolagen dan sering
mengakibatkan gagal ginjal cepat progresif oliguric (minggu ke bulan).
3.3 EPIDEMIOLOGI
Statistik Amerika Serikat, GN mewakili 10-15% penyakit glomerulus. Insiden variabel telah dilaporkan, sebagian
karena sifat subklinis penyakit dalam lebih dari separuh penduduk yang terkena. Meskipun wabah sporadis, insiden
PSGN telah turun selama beberapa dekade. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk penurunan ini mungkin
termasuk pengiriman petugas kesehatan yang lebih baik dan peningkatan kondisi sosial ekonomi. GN terdiri dari 25-
30% dari semua kasus penyakit ginjal Stadium akhir (ESRD). Sekitar seperempat dari pasien hadir dengan sindrom
nefritis akut.
Statistik internasional, penyakit Berger adalah penyebab paling umum GN.
Dengan beberapa pengecualian, insiden PSGN telah turun di negara-negara Barat. PSGN masih jauh lebih
umum di daerah seperti Afrika, Karibia, India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika Selatan. Di Port Harcourt,
Nigeria, insiden GN akut pada anak-anak berusia 3-16 tahun adalah 15. Kasus per tahun, dengan rasio perempuan-ke-
laki-laki 1.1:1; Kejadian saat ini tidak jauh berbeda. Geografis dan variasi musiman dalam prevalensi PSGN lebih
ditandai untuk pharyngeally terkait GN daripada untuk cutaneously terkait penyakit. Usia, seks, dan demografi terkait
ras Postinfectious GN dapat terjadi pada usia berapa pun tetapi biasanya berkembang pada anak-anak. Umumnya
terjadi pada pasien yang berusia 5-15 tahun; hanya 10% terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Wabah
PSGN umum pada anak-anak berusia 6-10 tahun. Nefritis akut bisa terjadi pada usia berapa pun, termasuk masa
kanak-kanak.
Akut GN didominasi mempengaruhi laki-laki (2:1 rasio perempuan-ke-laki-laki). Postinfectious GN tidak
memiliki predileksi untuk kelompok ras atau etnis. Insiden yang lebih tinggi (terkait dengan miskin kebersihan) dapat
diamati dalam beberapa kelompok sosial ekonomi.
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut
pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46
tahun dan rasio ♂: ♀= 1, 34 : 1. Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak
dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik,
pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai. Di
Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9% &
66,9%.
3.4 KLASIFIKASI
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada
3:
- Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi stroptococcus dan disertai
endapan kompleks imun pada membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
- Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan perubahan- perubahan proliferatif
seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
- Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan sklerotik dan abliteratif pada
glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Fokal Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.
A. Congenital (herediter)
- Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang sering disertai tuli syaraf
dan kelainan mata seperti lentikonus anterior.Diperkirakan sindrom Alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan
gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal.Dalam suatu penelitian terhadap
anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsy ginjal, 11% diantaranya menderita sindrom Alport.Gejala
klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksaserbasi hematuria nyata
timbul pada saat menderita infeksi saluran napas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan
biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur 10 tahunan.
- Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindrom nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria masif, sembab,
hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian
B. Didapat
- Primer atau Idiopatika.
o Glomerulonefritis Lesi Minimal
Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF menunjukan gambaran glomerulusyang normal. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron menunjukan hilangnya foot processes sel epitel viseral glomerulus.
o Glomerulonefritis Proliferatif
Pemeriksaan mikroskop cahaya GNMP memperlihatkan proliferasi sel mesangialdan infiltrasi serta akumulasi matriks
ekstraselular. Infiltrasi makrofag ditemukanpada glomerulus dan terjadi penebalan MBG serta double contour.
Pada mikroskopIF ditemukan IgG, IgM, dan C3 pada dinding kapiler yang berbentuk granular.
o Glomerulonefritis Fokal Segmental
Pemeriksaan mikroskop cahaya menunjukkan sklerosis glomerulus yang mengenaibagian atau segmen tertentu.
Obliterasi kapiler glomerulus terjadi pada segmenglomerulus dan dinding kapiler mengalami kolaps. Glomerulonefritis
Membranosa(GNMH)Glomerulonefritis membranosa atau nefropati membranosa sering merupakanpenyebab
sindrom nefrotik. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidakdiketahui sedangkan yang lain dikaitkan dengan LES,
infeksi hepatitis virus B atau C,tumor ganas, atau akibat obat misalnya preparat emas., penisilinamin, obat
antiinflamasi non-steroid.d.
o Glomerulonefritis Progresif cepate.
o Glomerulonefritis Proliferatif Difusf.
o Glomerulonefritis Kronik yang lain (tak terklasifikasi)
- SekunderAkibat Infeksi
1. Glomerulonefritis pasca streptokok, hepatitis B, endokarditis bakteril subakut
2. Nefritis pirau, glomerulonefritis pasca pneumokok, sifilis congenital, malaria
3. Lepra, schistosomiasis, filariasis, AIDS, dll
4. Berhubungan dengan Penyakit Multisistem
- Purpura Henoch Schonlein, Lupus Eritematosus Sistemik, Sindrom HemolitikUremik
- Diabetes Mellitus Sindrom Goodpasture, amiloidosis, dll
- Penyakit kolagen vascular lainnya : poliarteritis nodosa, penyakit jaringan ikatcampuran, granulomatosis
Wegener, vaskulitis, arthritis rheumatoid
Glomerulus yang lain dapat normal atau membesar dan pada sebagian kasusditemukan penambahan sel.
o Glomerulonefritis Membranosa (GNMN)
GNMN atau nefropati membranosasering merupakan penyebab sindromnefrotik. Pada sebagian besar
kasus penyebabnya tidak diketahuisedangkan yang lain dikaitkan denganLES, infeksi hepatitis virus B atau C,tumor
ganas, atau akibat obatmisalnya preparat emas, penisilinamin, obat anti inflamasi non-steroid.Pemeriksaan mikroskop
IF ditemukan deposit IgG dan komplemen C3 berbentuk granular pada dinding kapiler glomerulus. Dengan pewarnaan
khusus tampak konfigurasi spike-like pada MBG. Gambaran histopatologi pada mikroskopcahaya, IF dan mikroskop
elektronsangat tergantung pada stadium penyakitnya.
- Glomerulonefritis Ploferatif
Tergantung lokasi keterlibatan dan gambaran histopatologi dapat dibedakan menjadi GN:
o GN membranoproliferatif (GNMP)
o GN mesangioproliferatif (GNMsP)
o GN kresentik
Nefropati IgA dan nefropati IgM juga dikelompokkan dalam GN proliferatif .Pemeriksaan mikroskop cahaya GNMP
memperlihatkan proliferasi sel mesangial daninfiltrasi leukosit serta akumulasi matrik ekstraselular. Infiltarsi makrofag
ditemukan pada glomerulus dan terjadi penebalan MBG serta double contour. Pada mikroskop IFditemukan endapan
IgM, IgG, dan C3 pada dinding kapiler yang berbentuk granular.
Penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan 2 bentuk antigen yang berperan pada GNAPS yaitu :
1. Nephritis associated plasmin receptor (NAPℓr)
NAPℓr dapat diisolasi dari streptokokus grup A yang terikat dengan plasmin. Antigen nefritogenik ini dapat ditemukan
pada jaringan hasil biopsi ginjal pada fase dini penderita GNAPS. Ikatan dengan plasmin ini dapat meningkatkan
proses inflamasi yang Pada gilirannya dapat merusak membran basalis glomerulus.
2. Streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB).
SPEB merupakan antigen nefritogenik yang dijumpai bersama – sama dengan IgG komplemen (C 3) sebagai electron
dense deposit subepithelial yang dikenal sebagai HUMPS. Proses Imunologik yang terjadi dapat melalui :
- Soluble Antigen-Antibody Complex
Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi
NAPℓr sebagai antigen dan antibodi anti NAPℓr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus.
- Insitu Formation:
Kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu formation ), karena antigen nefritogenik tersebut bersifat sebagai
planted antigen. Teori insitu formation lebih berarti secara klinik oleh karena makin banyak HUMPS yang terjadi
makin lebih sering terjadi proteinuria masif dengan prognosis buruk.
Imunitas Selular :
Imunitas selular juga turut berperan pada GNAPS, karena dijumpainya infiltrasi sel-sel limfosit dan makrofog pada
jaringan hasil biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel imunokompeten difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi ICAM – I dan LFA – I,
yang pada gilirannya mengeluarkan sitotoksin dan akhirnya dapat merusak membran basalis glomerulus.
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan aliran
darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah1%.
Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis
meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air. Penelitian-
penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh keadaan berikut ini:
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga dapat menyebabkan edema
dan hipertensi. Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena
hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik
hormon (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
a) Darah (complete blood count)
- Titer ASTO meningkat
Bila ditemukan kenaikan ≥250 U. Peningkatan ini dimulai pada minggu 1 -3, puncak pada 3-5minggu, dan kembali
normal dalam 6 bulan. Pada pasien dengan infeksi kulit, anti-DNase B(ADB) titer lebih sensitif dibandingkan titer ASO
untuk infeksi Streptococcus .
- Kadar komplemen ( C3) turun,C4 dan C5 normal, Turun pada 2 minggu pertama masa sakit,dan kembali
normal lagi 6-8 minggu kemudian.
- Kadar nitrogen ureum darah (BUN) dan kreatinin plasma meningkat.Kreatinin merupakan zat hasil
metabolisme otot yang diekskresikan lewat urin melaluiproses filtrasi glomerulus. Kadar normal kreatinin
serum 0.7-1.5 mg/100ml.Kadar BUN normal 20mg/100ml. Keadaan meningkatnya kadar BUN dan kreatinin
disebutazotemia
- LED cepat
Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
- Lekositosis
Menunjukkan adanya infeksi
- Anemia normokrom normositik
Adanya anemia yang diakibatkan bocornya glomerulus,penurunan eritropoietin dan tidakadanya gangguan
keseimbangan as.folat,b12 dan besi
- Kadar Albumin plasma menurun
Menunjukkan adanya kebocoran yang terjadi di glomerulus sehingga albumin banyak yangdiekskresikan bersama urin.
- Gangguan ekskresi kalium, air bebas, dan hasil asam dalam hiperkalemia, hiponatremia, danrendah kadar
bikarbonat serum, masing-masing.
- Gangguan hasil produksi hormon vitamin D-3 di hypocalcemia, hiperfosfatemia, dan tingkattinggi hormon
paratiroid
b) Biopsi Ginjal. Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak potongan-potongankecil
jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk membantu menentukanpenyebab dari peradangan,derajat
penyakit dan proses keparahan inflamasi
c) Urinalisis (menggunakan urine 24 jam)
- Proteinuria (<1g/dl)
Protein normal di urin <10mg/dL atau <100mg/hari yang terdiri dari albumin dan tamm-horsfall(protein tubulus). Uji
yang digunakan ada 2,pertama dengan menggunakan uji stripreagent(dipstick) yaitu dengan menggunakan carik celup
dengan membandingkan warnapada label yang nilainya 0-4+.
Kedua dengan cara konvensional menggunakan metode presipitasi (panas dan asam) denganasam sulfosalisilat dan
asam asetat.
- Hematuria setiap berkemih eritrosit normal di urin 0-1/lpb. Uji dipstick untuk mengetahui adanya darah
samar. Bila hasilnya positif maka dilakukan uji mikroskopis urine.
- BJ meningkat. Diukur dengan kapasitas pengapungan hidrometer dan urinometer dalam suatu silinderurine.
BJ norma 1003-1030. Cara ini tergantung dengan besarnya berat dan jumlah partikelterlarut. Menunjukkan
adanya proteinuria
- Silinder : eritrosit, granula dan lilin
Normal silinder di urin 0-2/lpk. Merupakan cetakan protein yang dibentuk di tubuluscon.distal dan ductus coligens
- Sedimen : jumlah eritrosit, leokosit, epithel tubulus renal meningkat
d) Kultur darah dan kultur jaringan
Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena (IV) sejarahpenggunaan narkoba,
shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah dapat menunjukkanhipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi
glomerulus, atau anemia.Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan spesies Streptococcus
dapatdiperoleh.
e) Radiografi
Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa hemoptysis(misalnya, Wegener
granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti paru). Pencitraan radiografiperut (yaitu, computed tomography [CT])
diperlukan jika abses viseral diduga; juga mencariabses dada.CT scan kepala tanpa kontras mungkin diperlukan dalam
setiap pasien dengan hipertensiganas atau perubahan status mental.Ultrasonografi ginjal samping tempat tidur
mungkin tepat untuk mengevaluasi ukuran ginjal,serta untuk menilai echogenicity dari korteks ginjal, mengecualikan
obstruksi, dan menentukantingkat fibrosis. Sebuah ukuran ginjal kurang dari 9 cm adalah sugestif dari jaringan parut
yangluas dan rendah dan kemungkinan reversibilitas.Echocardiography dapat dilakukan pada pasien dengan murmur
jantung baru atau kulturdarah positif untuk menyingkirkan endokarditis atau efusi perikardial.
f) Patologi Anatomi. Glomerulus dengan ploriferasi sel-sel endotel kapiler dan sel-sel epitel capsulabowman,tubulus
melebar,jaringan interstitium sembab,serbukan sel-sel radang menahun
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan
darah, adanya sembab atau asites.Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan
dengan kelainan ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dansystem syaraf pusat.Selama fase
akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yangmengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal
ini kecepatan filtrasiglomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurangdan sebagai
akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsitubulus relative kurang terganggu, ion natrium
dan air diresorbsi kembali sehinggadiuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga
berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjalakut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.
Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisa menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuriamakroskopik ditemukan hampir pada 50%
penderita, kelainan sedimen urine denganeritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit (++),
albumin(+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatininserum meningkat dengan tanda
gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolyticcomploment )
dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapiC4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar
antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.Pengamatan itu
memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata
berlangsung lebih lama.Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan
mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai
untuk membuktikan adanyainfeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antiboditerhadap beberapa antigen sterptokokus.
Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starinsterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebihdari satu antigen
sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90%kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer
ASTO meningkat pada hanya50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigensterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belummeningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG,
IgM dan C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilaidiagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
Pemeriksaan Lain-lain
• USG ginjal
• Biopsi, tidak diperlukan apabila ukuran ginjal < 9 cm
(IPD-UI, 2009)
DIAGNOSIS BANDING
Banyak penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala seperti GNAPS.
1. Penyakit ginjal :
a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena prognosisnya sangat berbeda. Perlu dipikirkan adanya penyakit ini
bila pada anamnesis terdapat penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang terlalu singkat, biasanya 1-3 hari.
Selain itu adanya gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala-gejala
nefritis dapat membantu diagnosis.
b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis fokal, nefritis herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati
(Maladie de Berger) dan benign recurrent haematuria. Umumnya penyakit ini tidak disertai edema atau hipertensi.
Hematuria mikroskopik yang terjadi biasanya berulang dan timbul bersamaan dengan infeksi saluran napas tanpa
periode laten ataupun kalau ada berlangsung sangat singkat.
c. Rapidly progressive glomerulonefritis(RPGN)
RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa dibandingkan pada AD Nase B meninggi pada GNAPS, sedangkan pada
RPGN biasanya normal. Komplemen C 3 yang menurun pada GNAPS, jarang terjadi pada RPGN. Prognosis GNAPS
umumnya baik, sedangkan prognosis RPGN jelek dan penderita biasanya meninggal karena gagal ginjal.
2. Penyakit-penyakit sistemik.
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-Schöenlein, eritematosus dan
endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan gejala-gejala sindrom nefritik akut, seperti
hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif dan titer ASO normal.
Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan pada GNAPS tidak ada gejala demikian.
Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada GNAPS, sedangkan
pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria.
Biopsi ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan histologiknya bersifat difus, sedangkan
ketiga penyakit tersebut umumnya bersifat fokal.
3. Penyakit-penyakit infeksi :
GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh Group A β-hemolytic streptococci.
Beberapa kepustakaan melaporkan gejala GNA yang timbul sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus
ECHO. Diagnosis banding dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya.
3.9 PENATALAKSANAAN
- Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi
kesempatan pada ginjal untuk sembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita
sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
- Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis,
melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini
dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh
terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian
penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
- Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari).
Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal
kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa
komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
- Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan
penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan
hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-
10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
- Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa
cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi
tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
- Diuretik dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix)
secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan
filtrasi glomerulus.
- Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
- Bila sudah terjadi komplikasi, merupakan keadaan gawat darurat
o Diuretik : furesemid (40 – 80 mg) / 6 jam
o Antihipertensi
o Morfin utk edema paru akut
o Dialisis bila terjadi asidosis metabolik
Terapi suportif :
Keseimbangan cairancairan masuk = 500 cc + cairan keluar
Diet : 40 kal/kg bb/hari, rendah garam (< 5 gr / hari), protein 0,8 gr / kg bb / hari)Pengontrol tekanan dan proteinuria
dengan penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensinconverting inhibitor, ACE-i) atau antagonis reseptor
angiotensin II (angiotensin II receptor antagonists, AIIRA)
Imunosupresan
- Kortikosteroid
Sebagai obat tunggal/ dalam kombinasi dengan imunosupresan lain untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi
dan untuk mengatasi penyakit autoimun.
Mekanisme kerja : menurunkan jumlah limfosit secara cepat bila diberikan dosis besar. Setelah 24 jam diberikan
jumlah limfosit dalam sirkulasi biasanya kembali ke nilai sebelumnya serta menghambat proliferasi sel limfosit T,
imunitas seluler dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin.
Penggunaan klinik : Mencegah penolakan transplantasi ginjal, untuk mengurangi reaksi alergi yang biasa timbul pada
pemberian antibodi monoklonal/ antibodi antilimfosik.
Efek samping : Meningkatkan resiko infeksi, ulkus lambung, hiperglikemia, osteoporosis.
- Siklosporin
Absorpsi oral lambat dan tidak lengkap dengan bioavailabilitas 20-50%. Pemberian per oral, kadar puncak tercapai
setelah 1,3 sampai 4 jam. Adanya makanan berlemak sangat mengurangi absorpsi siklosporin kapsul lunak
Penggunaan klinik : Transplantasi ginjal, jantung, hati, SSTL, paru, pankreas. Pemberian oral dimulai 4-24 jam sebelum
transplantasi dengan dosis 15mg/kgBB, satu kali sehari dan dilanjutkan 1-2 minggu pascatransplantasi. Selanjutnya
dosis diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 3-10mg/kgBB
Efek samping : Hipertensi, hepatotoksisitas, nerotoksisitas, hirsutisme, hiperplasia gingtiva, toksisitas gastrointestinal.
- Takrolimus
Penggunaan klinis : transplantasi hati, ginjal, jantung.
Efek samping : Nefrotoksisitas, SSP (sakit kepala, tremor, insomnia), mual, diare, hipertensi, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hiperglikemia
- Sirolimus
Mekanisme kerja : Tidak menghambat produksi interleukin oleh sel CD4, menghambat respon CD4 terhadap sitokin,
menghambat proliferasi sel B dan produksi immunoglobulin, menghambat respon sel mononuklear terhadap
rangsangan colony stimulating factor
Penggunaan klinik : mencegah penolakan transplantasi
Efek samping : trombositopenia, hepatotoksisitas, diare, hipertrigliseridemia, sakit kepala.
3.10 KOMPLIKASI
- Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi
glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
- Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia
dan edema otak.
- Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya
tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan di miokardium.
- Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.
3.11 PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan
cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab
dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1
minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia
darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6
minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa
bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak
mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita
penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur
progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 %
akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.
3.12 PENCEGAHAN
- Pencegahan primer
Pencegahan sebelum terinfeksi kuman streptococcus yaitu dengan tidak kontak secara inhalasi dengan penderita yang
sudah terinfeksi, menjaga pola makan dengan tidak jajan sembarangan.
- Pencegahan sekunder
Pencegahan pasien yang sudah terinfeksi tetapi belum timbul gejala klinis yaitu dengan pengobatan antibiotik untuk -
kuman streptococcus yaitu benzatine penisilin.
- Pencegahan tersier
Pencegahan untuk menghindari komplikasi yaitu memakai pengobatan simptomatik glomerulonefritis.
Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya
thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapaibadah utama mensyaratkan thaharah
secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau tidak
diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan. Thaharah menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh
dikatakan bahwa tanpa adanyathaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah
utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak
akan diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinyaadalah kesia-siaan.Pembagian Jenis ThaharahKita
bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar.
1. Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat
dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seorang yang shalat
dengan memakai pakaian yang adanoda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari
ketidaksucian secara hakiki.Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yangmenempel, baik
pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung level
kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup denganmemercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis
itu berat, harus dicucidengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan
cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang baunajisnya. Dan juga hilang rasa
najisnya.
2. Thaharah Hukmi
Thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecilmaupun hadats besar (kondisi
janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran
pada diri kita. Namun tidak adanyakotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara
hukum. Bersihsecara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhu‟-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib
berthaharah ulang dengan cara berwudhu‟ bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf
danlainnya.Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih, lalu
mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi
janabah. Jadi secara thaharah secara hukmi adalah kesuciansecara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada
kotoran yang menempel, namun seolaholah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah.
Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu‟ atau mandi janabah.
Najis (Najasah)
menurut bahasa artinya adalah kotoran. Dan menurut Syara' artinyaadalah sesuatu yang bisa mempengaruhi Sahnya
Sholat. Seperti air kencing dan najis-najis lain sebagainya. Najis itu dapat dibagi menjadi Tiga Bagian :
1. Najis Mughollazoh.
Yaitu Najis yang berat. Yakni Najis yang timbul dari Najis Anjing dan Babi.
2. Najis Mukhofafah
Ialah najis yang ringan, seperti air kencing Anak Laki-laki yang usianya kurang dari duatahun dan belum makan apa-
apa, selain air Susu Ibunya.Cara membersihkannya, cukup dengan memercikkan air bersih pada benda yang
terkena Najis tersebut sampai bersih betul. Kita perhatikan Hadits dibawah ini :
"Barangsiapa yang terkena Air kencing Anak Wanita, harus dicuci. Dan jika terkenaAir kencing Anak Laki-laki. Cukuplah
dengan memercikkan Air pada nya". (H.R.Abu Daud dan An-Nasa'iy)
Tapi tidak untuk kencing anak perempuan, karena status kenajisannya sama dengan Ialah Najis yang sedang, yaitu
kotoran Manusia atau Hewan, seperti Air kencing, Nanah,Darah, Bangkai, minuman keras ; arak, anggur, tuak dan
sebagainya (selain dari bangkaiIkan, Belalang, dan Mayat Manusia). Dan selain dari Najis yang lain selain yang
tersebutdalam Najis ringan dan berat.Hadist yang menerangkan tentang najisnya air kencing dan cara
mensucikananya:Dari Anas bin Malik –radiyallahu „anhu-, dia berkata, “Pernah datang seorang arabBadui, lalu dia
kencing di pojok masjid, kemudian orang-orang menghardiknya,dan Rasulullah menahan hardikan mereka. Ketika dia
telah menyelesaikankencingnya, maka Nabi- pun memerintahkan (untuk mengambil) seember air, lalu beliau siramkan
ke tempat itu” (Muttafaqun „Alaihi)
Faedah Hadits
1. Air kencing (manusia) itu najis, dan wajib mensucikan tempat yang mengenainya baik itu badan, pakaian,
wadah, tanah, atau selainnya.
2. Cara mensucikan air kencing yang ada di tanah adalah menyiramkannya dengan air,dan tidak disyaratkan
memindahkan debu dari tempat itu baik sebelum menyiramnyamaupun setelahnya. Hal serupa
(penyuciannya) dengan air kencing adalah(penyucian) najis-najis lainnya, dengan syarat najis-najis tersebut
tidak berbentuk padatan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi dan terapeutik FKUI. (2010). Farmakologi dan Terapi. Ed.5. Jakarta: FKUI
Dorland, WA. Newman. (2010). Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC
Gartner, LP. & Hiatt JL..(2007). Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore, Maryland: Lippincott Williams &
Wilkins
Sherwood L.(2011). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC
Sofwan, A. (2013). Anatomi Systema Urogenitale. Jakarta: Bagian Anatomi Universitas Yarsi
Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
UKK NEFROLOGI IDAI. (2012). Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Wahab, AS. (2000) Ilmu Kesehatan Nelson vol 3 Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Jakarta: EGC